PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI DOSIS GLIOKOMPOS

advertisement
JURNAL AGROTEKNOS Nopember 2013
Vol. 3 No. 3. Hal 127-132
ISSN: 2087-7706
PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI DOSIS GLIOKOMPOS TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN
CABAI MERAH (Capsicum annuum L.)
Effect of Various Dosages of Gliocompos on Growth and Production of
Chilli Pepper (Capsicum annuum L.)
LA ODE SAFUAN*), TRESJIA C. RAKIAN, ENDI KARDIANSA
Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Kendari
ABSTRACT
The aim of the research was to study the effect of several glyochompost's dosages on
the growth and production of chilli. The research was carried out in Lamomea Village,
District Konda, Konawe, Southeast Sulawesi, from December 2012 to February 2013. This
research was arranged on completely randomized block design consisted of 4 treatments,
i.e : without glyochompost (Go), glyochompost 30 g (G1), glyochompost 40 g (G2) and
glyochompost 50 g (G3) per 20 kg soils. Analysis of variance (ANOVA) was used for statistical
data analysis. Duncan's Multiple Range Test (DMRT) was applied to determine the
significantly diferent among treatment with 95% convidence level. The results of the
research showed that : (1) glyochompost effectively influenced the plant hight, total
productive branch, total numbers and chilli’s weight, (2) Applications of glyochompost 50 gr
per 20 kg soils have given the best influence on growth and production of chilli plants.
Key words: chilli, growth, glyochompost, plants, production
1PENDAHULUAN
Tanaman cabai (Capsicum annuum L.)
merupakan salah satu komoditas tanaman
hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis
yang tinggi. Buahnya mempunyai nilai gizi
yang cukup tinggi, terutama vitamin A dan C,
juga mengandung minyak atsiri yang rasanya
pedas dan diminati oleh masyarakat terutama
di Asia, sehingga kebutuhan cabai terus
meningkat. Berbagai upaya telah dilakukan
untuk meningkatkan produksi cabai di
Indonesia, namun Menurut Muharam dan
Sumarni (2005) produktivitas cabai merah di
Indonesia masih rendah, yaitu baru mencapai
6,70 ton ha-1.
Sulawesi Tenggara mempunyai lahan kering
yang cukup luas untuk pengembangan
tanaman cabai merah, namun demikian
produktivitas cabai merah di daerah ini masih
sangat rendah yaitu pada tahun 2011 sekitar
2,50 ton ha-1 dan produktivitas pada tahun
2010 yaitu sekitar 3,98 ton ha-1 (BPS Sultra,
*) Alamat Korespondensi:
E-mail: [email protected]
2011). Rendahnya produktivitas tanaman
cabai di Sulawesi Tenggara disebabkan karena
lahan pertanian di dominasi oleh tanah ultisol
yang mempunyai tingkat kesuburan rendah.
Oleh karena itu maka untuk meningkatkan
produktivitas tanaman cabai di Sulawesi
Tenggara perlu aplikasi pupuk untuk
memperbaiki kesuburan tanah.
Gliokompos adalah bahan organik dalam
bentuk kompos dengan bahan aktif
Glyocladium sp. Beberapa kelebihan dari
bahan organik ini adalah berbahan baku alami
dan ramah lingkungan yang mampu menekan
serangan penyakit tular tanah yang dapat
menyerang tanaman cabai. Selain itu, bahan
organik ini diketahui berfungsi sebagai pupuk
yang berguna untuk menunjang pertumbuhan
tanaman dan menekan kehilangan hasil yang
diakibatkan oleh
serangan
Organisme
Pengganggu Tumbuhan (OPT) serta dapat
menjaga kualitas hasil pertanian (BPTPH,
2010). Namun demikian pemberian bahan
organik yang terlalu banyak, selain tidak
efisien, juga dapat menurunkan produksi
tanaman karena kelebihan unsur hara mikto
128 SAFUAN ET AL.
dan peningkatan serangan hama dan penyakit
tanaman, oleh karena itu perlu dilakukan
penellitian untuk mengetahui Pengaruh
gliokompos dengan dosis yang berbeda
terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman
cabai.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Desember 2012
sampai Februari 2013 di Kebun Percobaan
Balai Proteksi Tanaman Pangan dan
Hortikultura (BPTPH) Provinsi Sulawesi
Tenggara di Desa Lamomea Kecamatan Konda
Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi
Tenggara.
Bahan dan Alat. Bahan yang digunakan
adalah benih tanaman cabai, gliokompos,
tanah, air, sekam padi, dan polibag ukura
40x40 cm. Alat yang digunakan pada
penelitian ini adalah parang, cangkul, sekop,
handsprayer, kertas label, timbangan, mistar,
ember plastik, bak persemaian, gembor,
kamera dan alat tulis menulis.
Rancangan Percobaan. Penelitian ini disusun
berdasarkan Rancangan Acak Kelompok
(RAK) terdiri dari 4 taraf perlakuan yaitu:
gliokompos 0 g (Go), gliokompos 30 g (G1),
gliokompos 40 g (G2), dan gliokompos 50 g
(G3) per 20 kg tanah, yang diulang sebanyak 4
kali sehingga diperoleh 16 unit petak
percobaan. Masing-masing unit percobaan
terdiri dari 4 tanaman sehingga jumlah
tanaman dalam penelitian ini adalah 64
tanaman.
Perlakuan Benih. Benih cabai
yang
disemaikan terlebih dahulu direndam dalam
air hangat selama 30 menit, guna
mempercepat proses perkecambahan, benih
yang tenggelam adalah benih yang siap untuk
disemaikan.
Persemaian. Media persemaian terdiri atas
campuran tanah dan sekam padi dengan
perbandingan 1 : 1 setebal 5 cm. Benih cabai
disemai pada waktu sore hari untuk
menghindari terjadinya penguapan yang
berlebihan. Benih ini ditempatkan pada
larikan, ukuran larikan semai ini berjarak 5
cm antar larikan dengan kedalaman 2 cm.
Setelah semai berumur 21 hari, maka siap
untuk dipindahkan.
Penanaman. Media tanam terdiri atast anah
dan sekam padi yang dicampur secara merata
J. AGROTEKNOS
kemudian dimasukkan ke dalam polibag
berukuran 40x40 cm, banyaknya media adalah
8 kg per polibag. Gliokompos diberikan pada
setiap polibag dengan dosis sesuai perlakuan
(0 g, 30 g, 40 g dan 50 g) dengan cara ditugal
kemudian ditutup tanah. Bibit tanaman cabai
dipindah tanam ke polibag, yaitu pada saat
bibit dipersemaian berumur 3 minggu setelah
semai.
Pemangkasan/Perempelan. Pemangkasan
dilakukan untuk mengurangi tunas diantara
ketiak daun, sehingga perkembangan buahnya
maksimal. Daun-daun di bawah cabang utama
dipangkas pada saat tajuk tanaman telah
optimal, yaitu telah berumur 75 HST.
Pemangkasan
juga
bertujuan
untuk
mengurangi gangguan hama dan penyakit
(Prajnanta, 2007).
Pemeliharaan dan Panen. Pemeliharaan
meliputi penyiraman, pengendalian gulma,
dan pengendalian hama dan penyakit.
Penyiraman dilakukan setiap pagi dan sore
hari atau sesuai kebutuhan. Pengendalian
gulma dilakukan secara manual dengan cara
mencabut gulma yang tumbuh di polibag.
Panen dilakukan pada saat tanaman
menghasilkan buah pertama yaitu pada saat
tanaman berumur 90 HST.
Parameter Penelitian. Variabel yang diamati
dalama penelitian ini adalah : Tinggi tanaman
(cm) pada saat tanaman berumur 20, 30, 40,
50, 60, dan 70 hari sesudah tanam. Jumlah
cabang produktif pada saat tanaman berumur
50, 60, dan 70 hari sesudah tanam, Jumlah
buah cabai saattanaman berumur 70, 80 dan
90 hari sesudah tanam, dan Berat buah segat
per tanaman (g).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tinggi
tanaman.
Hasil
penelitian
menunjukkan bahawa pemberian berbagai
dosis gliokompos memberikan pengaruh yang
nyata terhadap tinggi tanaman cabe merah
pada saat tanaman berumur 20, 30, 40, 50, 60,
dan 70 hari sesudah tanam. Perbedaan
pengaruh berbagai dosis gliokompos terhadap
tinggi tanaman cabe merah pada setiap fase
pertumbuhan tanaman diuji dengan Uji Jarak
Berganda Duncan pada taraf kepercayaan
95%. Hasil Uji Jarak Berganda Duncan pada
taraf kepercayaan 95% pengaruh berbagai
dosis gliokompos terhadap tinggi tanaman
Cabe disajikan pada Tabel 1.
129 Safuan et al.
J. Agroteknos
Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman cabai pada berbagai dosis gliokompos
Gliokompos
(g/20kg tanah)
G0 = 0
G1 = 30
G2= 40
G3 = 50
Tinggi tanaman (cm) pada pengamatan ke...HST
20
30
40
50
8,8 c
12,6 c
15,0 d
16,2 d
11,5 b
17,2 b
19,5 c
21,7 c
15,1 a
20,6 a
22,0 b
23,9 b
15,7 a
21,8 a
23,7 a
25,8 a
60
17,5 d
23,8 d
26,3 b
28,0 a
70
20,7 d
28,2 c
29,5 b
30,9 a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom sama, berbeda nyata
pada uji Jarak Berganda Duncan dengan taraf kepercayaan 95%
Tabel 1 menunjukkan bahwa pada umur 20
dan 30 HST rata-rata tinggi tanaman cabai
yang lebih tertinggi berada pada perlakuan G3,
namun demikian tidak bereda nyata dengan
tinggi tanaman cabe pada pelakuan G2, tetapi
berbeda nyata dengan perlakuan G1 dan G0,
sedangkan tanaman cabe yang paling pendek
adalah pada pelakuan G0, yang berbeda nyata
dengan perlakuan G1, G2, dan G3. Pada saat
tanaman berumur 40, 50, 60, dan 70 HST,
menunjukkan bahwa terjadi perbedaan yang
nyata antar semua perlakuan dosis
gliokompos terhadap tinggi tanaman, dan
tanaman yang cabe tertinggi adalah tanaman
cabe yang mempeoleh giokompos 50 g per 20
kg tanah, sedangkan yang paling pendek
adalah tanaman cabe yang tidak mendapat
gliokompos. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa tanaman cabe yang ditanam pada
tanah ultisol perlu diberi pupuk organik untuk
meningkatkan pertumbuhan tanaman cabe
yang lebih baik. Tabel 1 juga menunjukkan
bahwa kebutuhan pupuk pada vegetatig lebih
rendah, dan peningkatan kebutuhan akan
terus meningkat hingga masuk fase generatif
untuk
mendukung
pertumbuhan
dan
perkembangan buah.
Pupuk organik organik selain mengandung
unsur mikro juga mmengandung unsur hara
makro sperti N, P, dan K yang sangat
dibutuhkan oleh tanaman, pada saat fase
vegetatif tanaman membutuhkan hara N
dalam jumlah yang lebih banyak. Hutasoit
(2011) menyatakan bahwa pertumbuhan
tinggi dipengaruhi oleh unsur nitrogen (N)
yang tersedia di dalam tanah. Nitrogen yang
terdapat dalam gliokompos tersedia perlahanlahan bagi pertumbuhan tanaman yang
diperlukan
untuk
pembentukan
atau
pertumbuhan
bagian-bagian
vegetatif
tanaman. Peranan unsur nitrogen yaitu
meningkatkan pertumbuhan, membentuk
warna hijau daun karena merupakan bahan
penyusun klorofil serta meningkatkan jumlah
anakan. Selain itu juga berperan dalam
merangsang pertumbuhan tanaman secara
keseluruhan khususnya batang, cabang dan
daun.
Pada umur 70, 80 dan 90 HST, tanaman cabai
diduga telah mengalami perkembangan akar
dan dengan pemberian pupuk gliokompos ini
mampu memperbaiki kondisi tanah. Pupuk
kandang mempunyai peranan yang cukup
besar terhadap pertumbuhan tanaman.
Pengaruh pupuk kandang terhadap tanaman
adalah menyebabkan akar tanaman dapat
tumbuh dengan leluasa, kebutuhan unsur hara
terpenuhi sehingga tanaman dapat tumbuh
dengan baik dan mempercepat pertumbuhan
dan perkembangannya (Suwandi dan Rosliani,
2004).
Jumlah Cabang Produktif Tanaman Cabai.
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
pemberian berbagai dosis gliokompos
memberikan pengaruh yang nyata terhadap
jumlah cabang produktif tanaman cabe merah
pada saat tanaman berumur 50, 60, dan 70
hari sesudah tanam. Perbedaan pengaruh
berbagai dosis gliokompos terhadap jumlah
cabang produktif tanaman cabe merah diuji
dengan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf
kepercayaan 95%. Hasil Uji Jarak Berganda
Duncan pada taraf kepercayaan 95%
pengaruh berbagai dosis gliokompos terhadap
jumlah cabang produktif tanaman cabe
disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 menunjukkan bahwa pada saat
tanaman cabe berumur 50 hari sesudah tanam
menunjukkan bahwa tanaman cabe yang
menghasilkan cabang produktif yang paling
banyak adalah tanaman cabe pada perlakuan
G3 dan berbeda nyata dengan perlakuan G2, G1,
dan G0, sedangkan tanaman cabe yang
mempunyai cabang produktih yang lebih
sedikit adalah tanaman cabe yang tidak
memperoleh gliokompos (G0), yang berda
nyata dengan perlakuan G1, G2, dan G3. Pada
saat tersebut perlakuan G1 tidak berbeda
130 SAFUAN ET AL.
J. AGROTEKNOS
nyata dengan perlakuan G2.
Pada saat
tanaman berumur 60 dan 70 HST,
menunjukkan bahwa perlakuan berbagai dosis
gliokompos menunjukkan perbedaan yang
nyata. Perlakuan yang memberikan pengaruh
yang lebih baik terhadap peningkatan jumlah
cabang produktif adalah perlakuan G 3 dan
berbeda nyata dengan perlakuan G2, G1, dan
G0,
sedangkan
tanaman
cabe
yang
menghasilkan cabang produktif yang lebih
sedikit adalah tanaman cabe yang tidak
memperoleh gliokompos.
nyata terhadap jumlah buah tanaman cabe
merah pada saat tanaman berumur 70, 80, dan
90 hari sesudah tanam. Perbedaan pengaruh
berbagai dosis gliokompos terhadap jumlah
buah tanaman cabe merah pada saat tanaman
berumur 70, 80, dan 90 hari sesudah tanam
diuji dengan Uji Jarak Berganda Duncan pada
taraf kepercayaan 95%. Hasil
Uji Jarak
Berganda Duncan pada taraf kepercayaan
95% pengaruh berbagai dosis gliokompos
terhadap jumlah buah tanaman Cabe disajikan
pada Tabel 3.
Tabel 2. Rata-rata jumlah cabang produktif
tanaman cabai pada berbagai dosis
gliokompos
Tabel 3. Rata-rata jumlah buah cabai
berbagai dosis gliokompos
Gliokompos
(g/20kg
tanah)
Jumlah cabang produktif (cabang)
50 hst
60 hst
70 hst
G0 = 0
2,4 c
4,1 d
10,3 d
G1 = 30
5,6 b
11,4 c
15,0 c
G2= 40
8,0 b
15,3 b
19,6 b
G3 = 50
12,0 a
18,0 a
22,9 a
Keterangan: Angka-angka
yang diikuti oleh
huruf yang tidak sama pada kolom
sama, berbeda nyata pada uji Jarak
Berganda Duncan dengan taraf
kepercayaan 95%
Setyorini et al. (2006) menyatakan bahwa
aktifitas berbagai mikroorganisme di dalam
kotoran ternak (gliokompos dari pupuk
kandang) menghasilkan hormon-hormon
pertumbuhan, misalnya auksin, giberalin, dan
sitokinin yang memacu pertumbuhan organ
tanaman seperti batang, jumlah cabang, dan
perkembangan akar-akar rambut sehingga
daerah pencarian makanan lebih luas.
Pernyataan ini sejalan dengan pendapat
Fatmawati (2009) yang menyatakan bahwa
kotoran ternak setelah terinkubasi merupakan
bahan yang mengandung banyak unsur hara.
Keuntungan penambahan mikroorganisme
efektif
sebagai
bioaktivator
adalah
diantaranya:
mempercepat
dekomposisi
bahan-bahan organik secara fermentasi,
melarutkan P(Phospat) yang tidak tersedia
menjadi bentuk P yang tersedia bagi tanaman,
mengikat nitrogen udara, menghasilkan
berbagai enzim dan hormon bagi senyawa
bioaktif untuk pertumbuhan.
Jumlah Buah Cabai. Hasil penelitian
menunjukkan bahawa pemberian berbagai
dosis gliokompos memberikan pengaruh yang
pada
Gliokompos
(g/20kg
tanah)
Jumlah buah cabai (buah) pada
pengamatan ke..HST
G0 = 0
9,8 c
11,2 d
10,9 d
G1 = 30
14,6 b
18,3 c
21,3 c
G2= 40
19,3 a
23,6 b
28,3 b
70
80
90
G3 = 50
22,3 a
29,4 a
31,8 a
Keterangan: Angka-angka
yang diikuti oleh
huruf yang tidak sama pada kolom
sama, berbeda nyata pada uji Jarak
Berganda Duncan dengan taraf
kepercayaan 95%
Tabel 3 menunjukkan bahwa rata-rata jumlah
buah masak terbanyak pada tanaman cabai
pada umur 70, 80 dan 90 HST berada pada
perlakuan G3 (50 g), yakni masing-masing
sebanyak 22,3, 29,4 dan 31,8 buah dan jumlah
buah terendah berada pada perlakuan kontrol
(G0). Perlakuan yang memberikan pengaruh
terbaik terhadap jumlah buah berada pada
pelakuan G3 (50gr) dan terendah berada pada
perlakuan tanpa menggunakan gliokompos
(G0) serta berbeda nyata dengan perlakuan
lainnya. Perbedaan ini dapat disebabkan
karena pada perlakuan G3 menggunakan
gliokompos dengan dosis tertinggi diantara
perlakuan lainnya sehingga jumlah buah yang
dihasilkan lebih banyak dibanding pada
perlakuan lainnya.
Denis and Webster (1971) menyatakan bahwa
penggunaan gliokompos dipersemaian yang
tepat dosis dengan komposisi campuran yang
tepat, selain mampu menanggulangi kerugian
akibat serangan penyakit tular tanah, juga
mampu meningkatkan kesuburan tanaman,
dan meningkatkan produksi bunga dan buah.
Selain itu, hasil penelitian Suwandi dan
Rosliani
(2004),
mengenai
“Pengaruh
Vol. 3 No.3, 2013
Pengaruh Pemberian Berbagai Dosis Gliokompos
gliokompos, pupuk nitrogen, dan kalium pada
cabai yang ditanam tumpanggilir dengan
bawang
merah”
menunjukkan
bahwa
pemberian pupuk gliokompos pada tanah
aluvial untuk tanaman bawang merah
(tumpanggilir dengan cabai) tidak nyata
meningkatkan hasil bawang merah, tetapi
dapat menekan susut bobot bawang merah
setelah dikeringkan/disimpan. Pemupukan N
dan K serta kombinasinya dengan gliokompos
berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan
tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah buah
sehat, dan bobot buah sehat cabai per petak.
Berat
Buah
Cabai.
Hasil
penelitian
menunjukkan bahawa pemberian berbagai
dosis gliokompos memberikan pengaruh yang
nyata terhadap berat buah tanaman cabe
merah. Perbedaan pengaruh berbagai dosis
gliokompos terhadap berat buah tanaman
cabe merah diuji dengan Uji Jarak Berganda
Duncan pada taraf kepercayaan 95%. Hasil Uji
Jarak
Berganda
Duncan
pada
taraf
kepercayaan 95% pengaruh berbagai dosis
gliokompos terhadap jumlah buah tanaman
Cabe disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Rata-rata berat buah cabai per tanaman
pada berbagai dosis gliokompos
Gliokompos
tanah)
(g/20kg
Berat buah cabai
(g/tanaman)
G0 = 0
96.3 d
G1 = 30
200.8 c
G2= 40
276.7 b
G3 = 50
318.1 a
Keterangan: Angka-angka
yang diikuti oleh
huruf yang tidak sama pada kolom,
berbeda
nyata pada uji Jarak
Berganda Duncan dengan taraf
kepercayaan 95%
Tabel 4 menunjukkan bahwa rata-rata berat
buah cabai berkisar antara 96,3–318,1 gram
per tanaman dengan perlakuan yang
memberikan pengaruh terbaik terhadap berat
buah berada pada pelakuan G3 (50gr) yang
berda nayata dengan perlakuan G2, G1, dan
G0, sedangkan tanaman yang menghasilkan
buah yang terendah berada pada perlakuan
tanpa menggunakan gliokompos (G0) serta
berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.
Perbedaan ini dapat disebabkan karena pada
perlakuan G3 menggunakan gliokompos
dengan dosis lebih tinggi diantara perlakuan
lainnya sehingga mempengaruhi berat buah
yang dihasilkan tanaman cabai. Hal ini sesuai
131
dengan hasil penelitian Rosmahani (2004)
mengenai sistem usahatani berbasis bawang
merah di lahan kering dataran rendah, yang
menunjukkan bahwa pemberian gliokompos
dari pupuk kandang ayam dan gliokompos
dari pupuk kandang sapi dapat menekan
serangan busuk buah dan memberikan
produksi berat basah yang lebih baik bagi
tanaman bawang merah.
SIMPULAN
Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian
dan pembahasan maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Pemberian
pupuk
gliokompos
memberikan pengaruh yang sangat nyata
terhadap tinggi tanaman, jumlah cabang
produktif, jumlah buah dan berat buah
cabai.
2. Pemberian dosis 50 g gliokompos
memberikan pengaruh terbaik terhadap
pertumbuhan dan produksi tanaman
cabai.
Saran. Berdasarkan hasil penelitian untuk
memperoleh produksi cabai yang lebih baik
dapat menggunakan aplikasi gliokompos
dengan dosis 50 gram per tanaman.
DAFTAR PUSTAKA
Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura
(BPTPH) Provinsi Sulawesi Tenggara, 2010.
Teknik
Pembuatan
Kompos
dengan
Menggunakan Agens Hayati.
Leaflet.
Laboratorium PHP Kendari.
Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi). 2012.
Gliokompos
Berpeluang
Menggantikan
Fungisida Sintetis. Jakarta.
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi
Tenggara. 2011. Sulawesi Tenggara dalam
Angka. Kendari.
Denis, C and J. webster 1971. Antagonistic
Propertis of Spesies Groups of Trichoderma.
Trans. Br. Micol. soc. 57 (1):25-39.
Dinas Perkebunan dan Hortikultura. 2003. Buku
Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Sayuran.
Kendari.
Fatmawati. U. 2009. Potensi Kotoran Sapi.
Http//www.wordpress.org. Diakses Tanggal 8
Juli 2012.
Hutasoit Nella. 2011. Pengaruh Pemberian Pupuk
Nitrogen dan Pupuk Fosfat Terhadap
Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Cabai
Merah,
(online),
(nellahutasoit’s
blog)http:nellahutasoit.wordpress.com. Diakses
pada tanggal 11 Juli 2012.
132 SAFUAN ET AL.
Lingga, P. dan Marsono. 2003. Petunjuk
Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Bogor.
Mardiasih, P.W. et al. 2010. Pedoman Pengenalan
dan Pengendalian Organisme Pengganggu
Tumbuhan Utama pada Tanaman Cabai. Dirjen
Hortikultura. Jakarta.
Moekasan, K.T. et al. 2011. Pengelolaan Tanaman
Terpadu pada Cabai Merah Sistem Tanam
Tumpanggilir dengan Bawang Merah. Balitsa.
Kementerian Pertanian Republik Indonesia.
Jakarta.
Muharam, A. dan Sumarni, N., 2005. Panduan
Teknis Budidaya Tanaman Cabai Merah.
Balittanah. Litbang. Deptan.
Nurmawati, S. dan Suhardianto, A. 2000. Studi
Perbandingan Penggunaan Pupuk Kotoran Sapi
dengan Pupuk Kascing terhadap Produksi
Tanaman
Selada.
Laporan
Penelitian.
Universitas Terbuka. Jakarta.
Prajnanta, F. 2007. Kiat Sukses Bertanam Cabai di
Musim Hujan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Pustika, A.B. dan Musofie, A. 2007. Perkembangan
Penyakit Berbagai Tanaman Hortikultura Pada
Penggunaan Trichoderma spp. dan Gliocladium
spp. Di Kawasan Pertanian Pantai Kulonprogo.
Balai
Pengkajian
Teknologi
Pertanian
Yogyakarta.
Ripangi, A. 2012. Budidaya Cabai. PT. Buku Kita.
Yogyakarta.
Rosmahani, L. et al. 2004. Sistem Usahatani
Berbasis Bawang Merah Di Lahan Kering
Dataran Rendah.
Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian,
Bogor. Bogor.
J. AGROTEKNOS
Saediman, 2003. Tantangan dan Peluang
pemasaran Produk-Produk Pertanian Provinsi
Sulawesi Tenggara di Era Globalisasi. Makalah
disampaikan pada Semiloka Pengembangan
Kurikulum GBPP/SAP Fakultas Ekonomi
Universitas Haluoleo. Kendari.
Sarwono Hardjowigeno 2003. Ilmu Tanah. Cetakan
Kelima. Akademika Pressindo. Jakarta.
Setiadi. 2006. Bertanam Cabai. Penebar Swadaya.
Jakarta.Setyamidjaja, D. 1986. Pupuk dan
Pemupukan. CV. Simpleks. Jakarta.
Setyorini, D., Saraswati. R., Anwar. E.K. 2006.
Pupuk Organik dan Pupuk Hayati : Kompas.
Balittanah.litbang.Deptan.
Supriadi. 2006. Analisis Resiko Agens Hayati
Untuk Pengendalian Patogen Pada Tanaman.
Jurnal Litbang Pertanian. Jakarta.
Suwandi dan Rosliani, R. 2004.
Pengaruh
Gliokompos, Pupuk Nitrogen, Dan Kalium Pada
Cabai Yang Ditanam Tumpanggilir Dengan
Bawang Merah. Balai Penelitian Tanaman
Sayuran, Lembang.
Warisno. 2001. Peluang Usaha dan Budidaya Cabai.
Kres Dahana. Jakarta.
Yusuf. T. 2010. Agens Hayati Untuk Pengendalian
Organisme Pengganggu Tanaman. (online),
(http://tohariyusuf.wordpress.com.
Diakses
Pada Tanggal 3 April 2012).
Download