I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara berkembang

advertisement
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai negara berkembang, Indonesia memberikan ciri-ciri negara dengan taraf hidup
rendah, tingkat produktivitas rendah, tingkat pertumbuhan penduduk tinggi dan
ketergantungan yang tinggi, ekspor dominan tergantung pada sektor pertanian dan sektor
primer lainnya, kepekaan dan ketergantungan terhadap hubungan luar negeri yang tinggi,
serta ketergantungan mayoritas penduduk untuk bekerja di sektor pertanian. Berangkat
dari kondisi tersebut, Indonesia mengembangkan sektor pertanian yang merupakan
keunggulan komparatifnya (Todaro, 2006).
Peranan sektor pertanian semakin strategis karena sektor pertanian mampu memberikan
kontribusi yang signifikan terhadap devisa negara dan satu-satunya sektor ekonomi yang
mampu bertahan ditengah krisis ekonomi, dengan adanya otonomi daerah saat ini daerah
harus mandiri dalam memanfaatkan potensi daerah maka sektor pertanian dapat
memberikan kontribusi yang sangat bermakna terhadap kemampuan daerah dalam
memperbesar kemampuan pembiayaan daerah dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Sektor pertanian sebagai salah satu sektor pendukung perekonomian
Indonesia merupakan sektor yang relatif lebih tahan dan fleksibel terhadap krisis
ekonomi dibandingkan sektor-sektor lainnya karena lebih mengandalkan pemanfaatan
sumber daya domestik daripada komponen impor. Pada situasi krisis sekitar 2000-an,
2
pertanian berperan sangat penting dalam pembangunan nasional antara lain melalui
penyediaan kebutuhan pangan pokok, perolehan devisa melalui ekspor, penampung
tenaga kerja khususnya di daerah perdesaan bahkan kurang lebih 60% penduduk
Indonesia tinggal di daerah perdesaan, dimana sebagian besar masih menggantungkan
hidupnya pada sektor pertanian.
Disatu sisi, negara-negara berkembang harus mempercepat laju pembangunan di sektor
pertanian juga untuk mendukung kemajuan sektor industri. Namun seiring berjalannya
waktu, peranan sektor pertanian sebagai sektor basis perekonomian Indonesia mulai
berkurang dan digantikan oleh sektor non-pertanian. Menurut teori analisis pola
pembangunan yang dicetuskan oleh Chenery, peranan sektor pertanian secara persentase
terhadap pembentukan produk nasional memang akan cenderung menurun (Nuhung,
2007). Fenomena tersebut muncul karena adanya serangkaian perubahan yang saling
berkaitan dalam struktur perekonomian, sehingga menyebabkan terjadinya transformasi
struktural dari ekonomi tradisional ke sistem ekonomi modern.
Beberapa masalah seperti konversi lahan pertanian, rendahnya nilai tambah pada sektor
pertanian dan pergeseran struktur ekonomi dari sektor pertanian ke sektor non-pertanian
menjadi penyebabnya. Kecenderungan perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian ke
sektor non-pertanian dialami oleh semua negara berkembang, termasuk Indonesia.
Hayami dan M. Kikuchi (1987) menyatakan bahwa pada awalnya dimana ketersediaan
lahan masih mencukupi, penduduk desa yang berprofesi sebagai petani mampu untuk
dapat hidup layak. Akan tetapi, seiring dengan pertambahan jumlah penduduk desa
akibat laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, ketersediaan lahan tidak lagi mencukupi.
3
Terjadi fragmentasi kepemilikan lahan hingga individu hanya memiliki proporsi lahan
yang sangat kecil. Seringkali, hasil output dari lahan yang kecil ini tidak mampu untuk
mencukupi kebutuhan hidup. Akibatnya, para pemilik lahan kecil harus menggadaikan
lahannya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Akhirnya, pemilik lahan kecil banyak yang
menjadi tenaga penggarap atau buruh tani. Jumlah tenaga penggarap melebihi kapasitas
sektor pertanian. Hal ini memberikan daya tawar yang besar bagi para pemilik lahan
untuk menurunkan tingkat upah hingga titik marjinal. Dampaknya, para tenaga kerja
harus hidup dalam tingkat kesejahteraan yang sangat rendah.
Sebagian desa dengan banyaknya partisipasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor
non-pertanian akan memperburuk perkembangan sektor pertanian karena sektor ini akan
kekurangan tenaga kerja sehingga biaya produksi pertanian menjadi semakin mahal.
Karena dengan keterbatasan tenaga kerja akan meningkat biaya produksi karena kenaikan
upah para pekerja di bidang pertanian. Dengan meningkatnya upah para pekerja hal
tersebut menyebabkan kenaikan pada ongkos produksi dan hal tersebut akan sangat
membebani para petani. Kita ketahui bahwa sektor pertanian di Indonesia masih sangat
tradisional, sistem kerjanya kurang modern hal tersebut menyebabkan masih sangat
bergantungnya proses produksi terhadap tenaga manusia.
Seperti terlihat pada tabel 1. Kontribusi sektor ekonomi terhadap perekonomian
kabupaten pesawaran di tahun 2009 hinggan 2013. Pada tahun 2009 sektor ekonomi di
sektor pertanian sebesar 50.09 di tahun 2010 sektor ekonomi di sektor pertanian
mengalami kenaikan yaitu sebesar 50.87. pada tahun 2011 kontribusi perekonomian di
sektor pertanian mengalami penurunan yaitu sebesar 50.82, di tahun 2012 kontribusi
perekonomian di sektor pertanian mengalami penurunan yaitu sebesar 50.67, di tahun
4
2013 kontribusi perekonomian di sektor pertanian mengalami penurunan yaitu sebesar
50.44. Hal ini menunjukan semakin menurunnya kontribusi perekonomian di sektor
pertanian di Kabupaten Pesawaran.
Tabel 1. Kontribusi Sektor Ekonomi Terhadap Perekonomian Kabupaten
Pesawaran Tahun 2009 - 2013
No
Lapangan Usaha
2009
2010
2011
2012
2013
1.
Pertanian
50,09
50,87
50,82
50,67
50,44
2.
Pertambangan & Penggalian
0,24
0,22
0,22
0,21
0,21
3.
Industri Pengolahan
13,55
12,73
12,36
12,17
12,22
4.
Listrik, Gas & Air
0,16
0,16
0,15
0,15
0,15
5.
Bangunan
8,03
7,48
7,16
6,93
6,78
6.
Perdangan, Hotel & Restoran
14,90
15,67
16,31
16,72
17,01
7.
Pengangkutan & Telekomunikasi
1,90
2,08
2,15
2,19
2,19
8.
Keuangan, Persewaan & Js. Prsh
0,92
0,98
1,05
1,09
1,11
9.
Jasa – Jasa
10,20
9,81
9,78
9,87
9,89
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Pesawaran 2013
Berdasarkan angka sementara hasil pencacahan lengkap Sensus Pertanian 2013, jumlah
usaha pertanian di Kabupaten Pesawaran sebanyak 67.075 dikelola oleh rumah tangga,
sebanyak 17 dikelola oleh perusahaan pertanian berbadan hukum dan sebanyak 9
dikelola oleh selain rumah tangga dan perusahaan berbadan hukum. Padang Cermin,
Negeri Katon, dan Gedung Tataan merupakan tiga kecamatan dengan urutan teratas yang
mempunyai jumlah rumah tangga usaha pertanian terbanyak, yaitu masing-masing
15.799 rumah tangga, 11.627 rumah tangga, dan 10.087 rumah tangga. Sedangkan
Kecamatan Marga Punduh merupakan wilayah yang paling sedikit jumlah rumah tangga
usaha pertaniannya, yaitu sebanyak 2.941 rumah tangga. Sementara itu jumlah
perusahaan pertanian berbadan hukum dan usaha pertanian selain perusahaan dan rumah
5
tangga di Kabupaten Pesawaran untuk perusahaan sebanyak 17 unit dan lainnya 9 unit.
Jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum tersebar di 4 kecamatan, yaitu 7
perusahaan di Kecamatan Tegineneng, 6 perusahaan di Kecamatan Gedung Tataan, 2
perusahaan di Kecamatan Padang Cermin, dan 2 perusahaan di Kecamatan Negeri Katon.
Sedangkan jumlah perusahaan tidak berbadan hukum atau bukan usaha rumah tangga
usaha pertanian tersebar di 5 kecamatan yaitu: 4 unit di Kecamatan Tegineneng, 2 unit
di Kecamatan Way Lima, 1 unit di Kecamatan Padang Cermin, 1 unit di Kecamatan
Kedondong, dan 1 unit di Kecamatan Negeri Katon.
Kegiatan ekonomi non-pertanian atau rural non-farm economy activities (RNFE)
memiliki pengertian yaitu segala aktivitas yang memberikan pendapatan (termasuk
pendapatan barang) yang bukan merupakan kegiatan pertanian (semua kegiatan produksi
makanan primer, bunga, dan serat –meliputi proses tanam, ternak, hortikultura,
kehutanan, dan perikanan) dan berlokasi di wilayah pedesaan (Lanjouw dan Lanjouw,
1997 dalam Davis dan Dirk Bezemer, 2003). Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia,
mengklasifikasikan sektor non-pertanian sebagai sektor yang terdiri atas (1) sektor
pertambangan dan penggalian, (2) industri pengolahan, (3) sektor listrik, air, dan gas, (4)
bangunan, (5) perdagangan, hotel, dan restoran, (6) pengangkutan dan telekomunikasi,
(7) keuangan, dan (8) jasa-jasa. Dasawarsa belakangan ini, diskusi mengenai RNFE
menjadi topik utama dalam diskusi tentang perekonomian desa. Hal ini tidak terlepas
dari perkembangan RNFE yang sangat cepat. Titik tolak utama dalam perkembangan
RNFE adalah adanya perpindahan dari sektor pertanian menuju sektor non-pertanian.
Pergeseran ini banyak terlihat di negara berkembang di dunia, khususnya di wilayah
Asia. Alokasi waktu tenaga kerja desa di kegiatan non-pertanian menjadi labih tinggi
6
daripada kegiatan pertanian. Hal ini disebabkan karena sektor non-pertanian mampu
menyerap pertumbuhan jumlah angkatan tenaga kerja dan memberikan pendapatan
kepada rumah tangga desa. Perkembangan yang sangat cepat ini dapat dihubungkan
dengan beberapa sebab. Pertama, kinerja sektor pertanian tidak sebaik dulu dan terdapat
kebutuhan mendesak untuk meningkatkan pendapatan penduduk di area desa. Alasan
lainnya adalah mungkin dapat dihubungkan iktikad pemerintah negara berkembang untuk
mengembangkan usaha manufaktur kecil (Sarka, 2004).
Hal utama yang mempengaruhi menurunnya kontribusi sektor pertanian ialah karena
menurunnya partisipasi masyarakat rumah tangga desa dari yang sebelumnya bekerja di
sektor pertanian beralih bekerja ke sektor non-pertanian. Hal-hal yang menyebabkan
peralihan penduduk dari yang bekerja di sektor pertanian menjadi bekerja di sektor nonpertanian, antara lain adalah tingkat pendidikan penduduk, tingkat pendapatan penduduk
dan Usia.
Semakin tinggi pendidikan masyarakat maka kecenderungan masyarakat untuk beralih
bekerja di sektor non-pertanian maka akan semakin besar, karena masyarakat yang
bekerja di bidang pertanian yang seluruhnya berada di desa akan ke kota untuk bekerja di
sektor non-pertanian dengan harapan mereka akan mendapatkan kehidupan yang lebih
baik lagi di sektor non-pertanian. Tetapi tidak semua penduduk yang memiliki tingkat
pendidikan yang tinggi dia beralih kesektor non-pertanian, tetapi ada juga dari mereka
yang kembali ke sektor pertanian untuk memajukan sektor pertanian tersebut, khususnya
bagi mereka yang memiliki basik pendidikan di sektor pertanian.
7
Tingkat pendapatan masyarakat juga menjadi indikator pindahnya partisipasi masyarakat
desa dari yang bekerja di sektor pertanian ke sektor non-pertanian dalam kegiatan
perekonomian. Jika tingkat pendapatan yang ditawarkan di kegiatan ekonomi nonpertanian lebih tinggi daripada kegiatan pertanian, maka tenaga kerja desa akan lebih
memilih untuk bekerja di kegiatan non-pertanian dari pada pertanian.
Pengaruh usia juga dapat mempengaruhi pindahnya partisipasi masyarakat desa dari yang
bekerja di sektor pertanian ke sektor non-pertanian dalam kegiatan perekonomian.
Semakin tua usia suatu penduduk, semakin membuat mereka untuk tetap bekerja di
sektor pertanian, karena mereka tidak mau mengambil resiko yang ada. Sebaliknya
semakin muda usia suatu penduduk, semakin tinggi hasrat mereka untuk berpindah dari
sektor pertanian ke sektor non-pertanaian. Penduduk yang usianya lebih muda
kecenderungannya lebih berani untuk mengambil resiko karena mereka berfikir bisa
mendapatkan kehidupan atau penghasilan yang lebih baik lagi dibanding bekerja di
sektor pertanian.
Seperti terlihat tabel 2. Menunjukan bahwa jumlah rumah tangga yang paling tinggi
berada di Desa Way Harong. Desa Way Harong merupakan desa yang paling tinggi
rumah tangganya yaitu sebesar 1.335 rumah tangga, sedangkan rumah tangga yang paling
rendah berada di desa Gedung Dalam yaitu sebesar 327 rumah tangga, sedangkan jumlah
dari keseluruhan desa yang sudah berumah tangga di Kecamatan Way Lima Kabupaten
Pesawaran berjumlah 10.153 rumah tangga, sedangkan dari jumlah menurut jenis
kelamin yang ada di kecamatan Way Lima Kabupaten Pesawaran yaitu terdiri dari lakilaki dan perempuan, laki-laki berjumlah 15.500 sedangkan perempuan berjumlah 14.49.
8
Tabel 2. Jumlah Rumah Tangga Dan Penduduk Menurut Desa/Kelurahan, Jenis
Kelamin Di Kecamatan Way Lima, 2013
Laki – Laki
(Jiwa)
Perempuan
(Jiwa)
Jumlah
(Jiwa)
574
996
936
1.932
Cimanuk
631
1.117
1.101
2.218
3.
Sukamandi
420
612
562
1.174
4.
Way Harong
1.335
2.319
2.079
4.398
5.
Margodadi
727
1.005
936
1.941
6.
Tanjung Agung
983
1.210
1.143
2.353
7.
Kata Dalam
966
103
3.936
1.969
8.
Baturaja
439
645
572
1.217
9.
Sindang Garut
550
1.041
936
1.977
10.
Sidodadi
942
1.671
1.593
3.264
11.
Gedung Dalam
327
445
468
913
12.
Pekondoh
569
599
572
1.171
13.
Pekondoh Gedung
358
255
208
463
14.
Banjar Nageri
687
1.234
1.143
2.377
15.
Padang Manis
367
616
624
1.240
16.
Paguyuban
478
702
640
1.342
Jumlah
10.153
15.500
14.449
29.949
No
Desa/ Kelurahan
1.
Gunungrejo
2.
Jumlah
Rumah Tangga
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Pesawaran 2013
Seperti terlihat pada tabel 3. Menunjukan luas wilayah yang berada di Kecamatan Way
Lima Kabupaten Pesawaran, luas wilayah yang paling tinggi berada di Desa Kota Dalam
yaitu sebesar 32.03 km2, sedangkan luas wilayah yang paling rendah berada di desa
Sindang Garut yaitu sebesar 2.16 km2. Dari jumlah keseluruhan luas wilayah yang
berada di Kecamatan Way Lima Kabupaten Pesawaran yaitu berjumlah 168.79 km2.
9
Tabel 3. Luas Menurut Desa atau Kelurahan di Kecamatan Way Lima, 2013
Desa/Kelurahan
Luas (Km2)
Gunung Rejo
6.50
Cimanuk
3.00
Sukamandi
8.889
Way Harong
12.13
Margodadi
27.30
Tanjung Agung
6.18
Kota Dalam
32.03
Batu Raja
16.00
Sindang Garut
2.16
Sidodadi
6.17
Gedung Dalam
5.24
Pekondoh
3.03
Pekondoh Gedung
4.43
Banjar Negri
23.75
Padang Manis
5.40
Peguyuban
6.58
Jumlah
168.79
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Pesawaran 2013
Seperti terlihat pada tabel 4. Menunjukan kepadatan penduduk di Kecamatan Way Lima
Kabupaten Pesawaran, Kepadatan Penduduk yang paling tinggi berada di Desa Sindang
Garut yaitu sebesar 915,28 jiwa, sedangkan kepadatan penduduk yang paling rendah
berada di Desa Kota Dalam yaitu sebesar 61,47 jiwa, dari jumlah keseluruhan kepadatan
penduduk di Kecamatan Way Lima Kabupaten Pesawaran yaitu sebesar 177,43 jiwa.
10
Tabel 4. Kepadatan Penduduk Menurut Desa atau Kelurahan di Kecamatan Way
Lima, 2013
Desa/Kelurahan
Kepadatan Penduduk
(Jiwa/Km2)
Gunung Rejo
297.23
Cimanuk
739.33
Sukamandi
132.06
Way Harong
362.57
Margodadi
71.10
Tanjung Agung
380.74
Kotadalam
61.47
Batu Raja
76.06
Sindang Garut
915.28
Sidodadi
529.01
Gedung Dalam
174.24
Pekondoh
386.47
Pekondoh Gedung
104.54
Banjar Negri
100.8
Padang Manis
229.63
Peguyuban
203.95
Jumlah
177.43
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Pesawaran 2013
Salah satu desa di Kecamatan Way Lima Kabupaten Pesawaran yang mempunyai jumlah
rumah tangga dan penduduk menurut desa yang paling tinggi yaitu Desa Way Harong
dengan demikian penulis mengambil studi kasus di Desa Way Harong. Menurut jumlah
tenaga kerja usia 20-26 tahun berjumlah 837 orang dan pada usia 27-40 tahun berjumlah
526 orang. Menurut mata pencarian di Desa Way Harong jumlah pekerja sebagai
karyawan yaitu sebesar 297 orang, pekerja wiraswasta berjumlah 483 orang, pekerja tani
11
berjumlah 817 orang, pekerja bangunan berjumlah 263 orang, pekerja buruh tani
berjumlah 1.418 orang, dan pekerja di bidang jasa berjumlah 18 orang. Luas wilayah
Desa Way Harong sebesar 1.023 km2. Desa Way Harong mempunyai batas wilayah
dimana wilayah sebelah barat berbatasan dengan Desa Cimanuk, wilayah sebelah utara
berbatasan Desa Gunung Rejo, wilayah sebelah selatan berbatasan dengan Desa
Margodadi dan wilayah sebelah timur berbatasan dengan Desa Kota Dalam.
Dengan penjelasan diatas, tentang hal-hal yang mempengaruhi turunnya kontribusi sektor
pertanian terhadap perekonomian akibat berkurang partisipasi masyarakat desa terhadap
sektor pertanian yang beralih ke sektor non-pertanian menjadi hal yang menarik bagi
penulis. Untuk itu dalam penelitian ini penulis mengambil judul “Analisis Faktor Yang
Mempengaruhi keputusan Penduduk Rumah Tangga Desa Untuk Berpartisipasi di
kegiatan Ekonomi Non Pertanian Kecamatan Way Lima Kabupaten Pesawaran (Studi
Kasus Desa Way Harong).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan maka, rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah :
1. Bagaimana pengaruh tingkat pendidikan penduduk rumah tangga untuk
berpartisipasi dalam sektor non-pertanian di Desa Way Harong Kecamatan Way
Lima, Kabapaten Pesawaran
2. Bagaimana pengaruh tingkat pendapatan penduduk rumah tangga untuk
berpartisipasi dalam sektor non-pertanian di Desa Way Harong Kecamatan Way
12
Lima, Kabapaten Pesawaran ?
3. Bagaimana pengaruh usia penduduk rumah tangga untuk berpartisipasi dalam
sektor non-pertanian di Desa Way Harong Kecamatan Way Lima, Kabapaten
Pesawaran.
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh tingkat pendidikan penduduk rumah
tangga untuk berpartisipasi dalam sektor non-pertanian di Desa Way Harong
Kecamatan Way Lima, Kabapaten Pesawaran?
2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh tingkat pendapatan penduduk rumah
tangga untuk berpartisipasi dalam sektor non-pertanian di Desa Way Harong
Kecamatan Way Lima, Kabapaten Pesawaran?
3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh usia penduduk rumah tangga untuk
berpartisipasi dalam sektor non-pertanian di Desa Way Harong Kecamatan Way
Lima, Kabapaten Pesawaran?
D. Kerangka Pemikiran
Dalam penelitian ini yang akan dianalisis adalah bagaimana pengaruh antara aspek
terhadap tingkat partisipasi kegiatan sektor non pertanian , dimana ketiga aspek tersebut
yaitu aspek pendapatan , aspek pendidikan dan aspek usia. Apakah aspek tersebut
13
berpengaruh psotif atau berpengaruh negatif terhadap tingkat partisipasi kegiatan sektor
non pertanian.
- Pendidikan
- Usia
- Pendapatan
Tingkat Partisipasi Kegiatan
Sektor Non-Pertanian
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
E. Hipotesis
Berdasarkan latar belakang, dan pembatasan masalah, serta uraian dalam penelitian ini
dapat diajukan beberapa hipotesis sebagai berikut :
1.
Diduga faktor pendapatan memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap
keputusan kerja di sektor non pertanian.
2. Diduga faktor pendidikan memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap
keputusan kerja di sektor non pertanian.
3. Diduga faktor Usia Penduduk Rumah Tangga Desa memiliki hubungan negatif
dan tidak signifikan terhadap keputusan kerja di sektor non pertanian
Download