bab iv proses administrasi klaim

advertisement
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Implementasi Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) bidang kesehatan pada
tahun
2014
merupakan
suatu
momentum
yang
sangat
krusial
bagi
bangsa
Indonesia.Kondisi ini merefleksikan keinginan dari pemerintah sebagai representasi
rakyat untuk mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat berdasarkan prinsip keadilan
sosial.Penyediaan dan pengelolaan sistem pelayanan kesehatan sejatinya telah
disepakati menjadi kewajiban pokok pemerintah sebagaimana termaktub dalam UUD
‘45.Sistem pelayanan kesehatan telah diakui sebagai hak setiap warga negara sehingga
keberadaannya harus dapat dimanfaatkan oleh setiap lapisan masyarakat.Perlu
dilakukan transformasi secara menyeluruh dari sistem pelayanan kesehatan untuk
mendukung penerapan SJSN tersebut.
Transformasi sistem pelayanan kesehatan tersebut ditengarai akan menemui
berbagai hambatan yang cukup substansial. Walaupun negara secara hukum
bertanggung jawab penuh dalam penyediaan sistem pelayanan kesehatan namun
sebagian besar sistem tersebut masih bertumpu pada upaya yang dilakukan oleh
individu maupun sektor swasta.Hal ini terutama disebabkan oleh kurangnya kemampuan
negara dalam menyediakan sumber daya kapital yang dibutuhkan untuk membiayai
pelayanan kesehatan yang digunakan oleh masyarakat.Kondisi ini menyebabkan masih
dominannya pola pembiayaan yang bersifat “out of pocket”. Model pembiayaan ini
menyebabkan terjadinya disparitas pelayanan kesehatan dan beban finansial katastrofik
yang berdampak pada pemiskinan.
Selain itu, kebijakan/regulasi yang berlaku cenderung mendorong fasilitas
kesehatan
untuk
melakukan
upaya
mandiri
guna
memenuhi
kecukupan
anggaran.Prinsip ini menyebabkan banyak fasilitas kesehatan termasuk fasilitas
kesehatan pemerintah secara sadar menerapkan kaidah–kaidah korporasi yang
berorientasi pada profit. Profitabilitas menjadi goal utama bagi mayoritas fasilitas
kesehatan sehingga model pembayaran retrospektif seperti Fee For Service (FFS)
menjadi model pembayaran favorit. FFS memberikan ruang bagi fasilitas kesehatan
untuk meningkatkan profit sekaligus juga menerapkan metode maupun teknik terkini.
Efektivitas dan efisiensi hanya menjadi jargon semata dan kualitas dikonotasikan
2 kepada aplikasi teknologi sehingga inefisiensi menjadi hasil akhir dari keseluruhan
proses tersebut
Transformasi fundamental merupakan upaya yang diperlukan untuk mengatasi
kondisi-kondisi seperti tersebut diatas.Penetapan model asuransi kesehatan sosial
sebagai bentuk sistem pembiayaan utama jelas harus diikuti dengan transformasi
menyeluruh di semua aspek lainnya.Asuransi kesehatan sosial harfiahnya memiliki
karakteristik yang terkait erat dengan konsep redistribusi kesejahteraan dan konsep
kontribusi (Bodenheimer & Grumbach, 1992) Konsep redistribusi kesejateraan merujuk
pada penerapan kaidah subsidi silang serta penerapan kontribusi yang bersifat
progressif. Sedangkan konsep kontribusi merujuk pada ketentuan bahwa manfaat hanya
dapat diperoleh oleh individu yang telah membayar.Kedua prinsip tersebut jelas
menunjukkan pentingnya dukungan sistem pelayanan yang efisien dan efektif untuk
menjamin keberlangsungan sistem.
Untuk mendukung hal tersebut maka perlu disusun blue print sistem pelayanan
kesehatan yang akan menjadi acuan BPJS dalam mengelola sistem. Pedoman ini
merupakan petunjuk yang akan memandu operasionalisasi manfaat bagi peserta BPJS.
Diharapkan pedoman ini dapat mewujudkan sistem pelayanan kesehatan yang efektif
dan efisien.
B. BATASAN PENGERTIAN
1. Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta
memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi
kebutuhan dasar kesehatan
yang diberikan kepada setiap orang yang telah
membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.
2.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang selanjutnya disingkat
BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan
program Jaminan Kesehatan
3.
Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6
(enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran
4.
Manfaat adalah faedah jaminan sosial yang menjadi hak Peserta dan/atau anggota
keluarganya
5.
Fasilitas Kesehatan adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan perorangan, baik promotif, preventif,
3 kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,
dan/atau Masyarakat.
6.
Pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah pelayanan kesehatan perorangan
yang bersifat non spesialistik (primer) meliputi pelayanan rawat jalan dan rawat inap.
7.
Rawat jalan tingkat pertama adalah pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat
non spesialistik yang dilaksanakan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama untuk
keperluan observasi, diagnosis, pengobatan, dan/atau pelayanan kesehatan lainnya.
8.
Rawat inap tingkat pertama adalah pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat
non spesialistik dan dilaksanakan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama dengan
fasilitas rawat inap, untuk keperluan observasi, perawatan, diagnosis, pengobatan,
dan/atau pelayanan medis lainnya, dimana peserta dan/atau anggota keluarganya
dirawat inap paling singkat 1 (satu) hari
9.
Hari rawat inap tingkat pertama adalah tanggal keluar pasien dikurangi tanggal
masuk.
10. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan adalah upaya pelayanan kesehatan
perorangan yang bersifat spesialistik atau sub spesialistik yang meliputi rawat jalan
tingkat lanjutan, rawat inap tingkat lanjutan, dan rawat inap di ruang perawatan
khusus
11. Pelayanan kesehatan lain adalah pelayanan kesehatan yang ditetapkan oleh
Menteri
12. Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan adalah adalah penyelenggaraan pelayanan
kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan
kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal.
13. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kesehatan
14. Asosiasi fasilitas kesehatan adalah Asosiasi Fasilitas Kesehatan yang ditetapkan
dengan Keputusan Menteri
15. Klinik Pratama adalah klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik dasar
16. Klinik Utama adalah klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik spesialistik.
17. Pemulasaran
jenazah
adalah
kegiatan
merawat
jenazah
yang
mecakup
memandikan/membersihkan jenazah
18. Pelayanan Kesehatan Gawat Darurat adalah pelayanan kesehatan yang harus
diberikan secepatnya untuk mencegah kematian, keparahan, dan/atau kecacatan
sesuai dengan kemampuan fasilitas kesehatan
4 BAB II
RUANG LINGKUP PELAYANAN KESEHATAN
A.
PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA
1. Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP)
a. Fasilitas Kesehatan
1) Puskesmas beserta jejaringnya;
2) Praktik dokter beserta jejaringnya (apotek, laboratorium, bidan, perawat);
3) Praktik dokter gigi beserta jejaringnya;
4) Klinik pratama beserta jejaringnya; dan
5) Fasilitas kesehatan milik TNI/POLRI beserta jejaringnya
6) Rumah Sakit Kelas D Pratama atau yang setara
b. Jenis pelayanan.
1) administrasi pelayanan, meliputi biaya administrasi pendaftaran peserta untuk
berobat, penyediaan dan pemberian surat rujukan ke faskes lanjutan untuk
penyakit yang tidak dapat ditangani di faskes tingkat pertama;
2) pelayanan
promotif
preventif,
meliputi
kegiatan
penyuluhan
kesehatan
perorangan, imunisasi dasar, keluarga berencana, skrining kesehatan
Penyediaan dan distribusi vaksin dan alat kontrasepsi dasar menjadi tanggung
jawab pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah. BPJS Kesehatan hanya
membiayai jasa pelayanan pemberian vaksin dan alat kontrasepsi dasar yang
sudah termasuk dalam kapitasi, kecuali untuk jasa pelayanan pemasangan
IUD/Implan dan Suntik di daerah perifier dluar kapitasi
3) pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis;
4) pemeriksaan ibu hamil, nifas, ibu menyusui dan bayi
5) upaya penyembuhan terhadap efek samping kontrasepsi
6) rehabilitasi medik dasar
7) tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif;
8) pelayanan obat dan bahan medis habis pakai; dan
9) pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama (pemeriksaan
darah
sederhana
(Hemoglobin,
apusan
darah
tepi,
trombosit,
leukosit,
hematokrit, eosinofil, eritrosit, golongan darah, laju endap darah, malaria), urin
sederhana (warna, berat jenis, kejernihan, pH, leukosit, eritrosit), feses
sederhana (benzidin test, mikroskopik cacing), gula darah sewaktu.
5 10) pemeriksaan penunjang sederhana lain yang dapat dilakukan di faskes tingkat
pertama
11) pelayanan rujuk balik dari faskes lanjutan
12) pelaksanaan Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis)
13) Menjalankan 4 Fungsi Pelayanan Primer:
(1) First Contact (kontak pertama)
a). Dokter dapat diakses di luar jam praktek formal (konsultasi melalui
telepon, SMS, e-mail,dll)
b). Home visit
c). Konsultasi non akut, yaitu dokter melakukan kontak kepada Peserta
yang tidak dalam kondisi sakit. Bentuk komunikasi dapat berupa
promosi kesehatan, melalui kontak secara langsung, media elektronik
maupun sarana yang lain
(2) Continuity (kontinuitas pelayanan)
Dalam mendukung kontinuitas pelayanan kepada peserta, faskes primer
harus menyediakan Family Folderbagi peserta yang terdaftar padanya
(3) Comprehensiveness (komprehensif)
Faskes primer harus mempunyai jejaring dalam memberikan pelayanan
secara komprehensif yaitu laboratorium, apotek dan jejaring lain yang
diperlukan, misalnya bidan dan perawat.
(4) Coordination (dokter sebagai Care Manager)
a). Dokter melakukan koordinasi dengan jejaringnya, antar Faskes tingkat
pertama, dengan Faskes rujukan dan dengan petugas BPJS
Kesehatan
b). Faskes
menggunakan
aplikasi
SIM
yang
terintegrasi
dengan
pelayanan rujukan
b. Jenis pemeriksaan, pengobatan, konsultasi medis, tindakan medis non
spesialistik, baik operatif maupun non operatif, pelayanan obat dan bahan medis
habis pakai serta pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat
pertama yang dilakukan di faskes tingkat pertama sesuai dengan ketentuan yaitu
Standar Kompetensi Dokter Indonesia yang berlaku
6 2. Pelayanan Gigi
a. Ruang lingkup pelayanan gigi
1) administrasi pelayanan, meliputi biaya administrasi pendaftaran peserta untuk
berobat, penyediaan dan pemberian surat rujukan ke faskes lanjutan untuk
penyakit yang tidak dapat ditangani di faskes tingkat pertama
2) pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis
3) premedikasi
4) kegawatdaruratan oro-dental
5) pencabutan gigi sulung (topikal, infiltrasi)
6) pencabutan gigi permanen tanpa penyulit
7) obat pasca ekstraksi
8) tumpatan komposit/GIC
9) skeling gigi : 1x dalam setahun
b. Kantor Cabang berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan setempat untuk melakukan
pemetaan (mapping) ketersediaan tenaga dokter gigi di wilayah kerjanya.
c. Pendaftaran/enrollment peserta ke Dokter Gigi praktik Mandiri :
-
hanya untuk Peserta yang terdaftar di Dokter praktik perorangan
-
dilakukan secara alamiah dengan mengisi Daftar Isian Peserta (DIP)
-
tidak diperbolehkan pendaftaran secara otomatis melalui proses mapping
beberapa dokter praktik perorangan untuk 1 dokter gigi
-
pada awal pelaksanaan BPJS Kesehatan (1 Januari 2014) :
•
jumlah peserta yang sudah terdaftar di Dokter Gigi Mandiri tetap berjalan
seperti biasa
•
Kantor Cabang bersama-sama dengan Dokter Gigi pro aktif melakukan
sosialisasi bagi peserta yang belum melakukan registrasi (mengisi DIP) agar
segera
melakukan
registrasi
ke
Kantor
Cabang/Kantor
Operasional
Kabupaten/Kota.
d. Dokter Gigi sebagai jejaring :
–
Untuk Klinik dan Puskesmas wajib menyiapkan jejaring Dokter Gigi kecuali di
wilayah kerja Puskesmas tersebut memang tidak ada Dokter Gigi.
–
Apabila Peserta memilih pilihan Faskes Tingkat Pertamanya adalah Klinik atau
Puskesmas maka tidak ada pendaftaran/enrollmen untuk Dokter Gigi
–
Pelayanan gigi kepada peserta diberikan oleh Dokter Gigi yang menjadi jejaring
Klinik dan Puskesmas.
7 –
Bila di Puskesmas dalam area kecamatan tidak memiliki jejaring Dokter Gigi
maka pelayanan Gigi dirujuk ke Faskes tingkat lanjutan
–
Pembayaran Kapitasi Dokter Gigi diberikan kepada Klinik atau Puskesmas
sebagai Faskes Tingkat Pertamanya, dan tidak dibayarkan langsung ke Dokter
Gigi yang menjadi jejaring
e. Dokter Gigi Praktik Perorangan / Mandiri
–
Untuk Peserta yang memilih Faskes Tingkat Pertamanya Dokter Praktik
Perorangan, maka Peserta sekaligus memilih dokter gigi sesuai dengan
pilihannya (enrollment), dengan mengisi Formulir (DIP) yang disediakan oleh
BPJS Kesehatan
–
Pelayanan gigi kepada peserta diberikan oleh Dokter Gigi tempat Peserta
terdaftar di Dokter Gigi pilihannya
–
Pembayaran kapitasi Dokter Gigi Praktik Perorangan / Mandiri diberikan setiap
bulannya langsung kepada Dokter Gigi berdasarkan jumlah Peserta yang
terdaftar bulan sebelumnya, sehingga diperlukan kerjasama / kontrak langsung
antara Dokter Gigi dengan BPJS Kesehatan
–
Penggantian faskes dokter gigi diperbolehkan minimal setelah terdaftar 3 (tiga)
bulan.
f. Rujukan kasus gigi hanya dapat dilakukan oleh dokter gigi kecuali puskesmas yang
tidak memiliki dokter gigi.
3. Rawat Inap Tingkat Pertama
a. Fasilitas kesehatan
Puskesmas atau klinik dengan fasilitas rawat inap
b. Ruang lingkup pelayanan
1) administrasi pelayanan, meliputi biaya administrasi pendaftaran peserta untuk
berobat, penyediaan dan pemberian surat rujukan ke faskes lanjutan untuk
penyakit yang tidak dapat ditangani di faskes tingkat pertama
2) pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis
3) perawatan dan akomodasi di ruang perawatan.
4) tindakan medis kecil/sederhana oleh Dokter ataupun paramedis.
5) persalinan per vaginam tanpa penyulit maupun dengan penyulit
6) pemeriksaan penunjang diagnostik selama masa perawatan
7) pelayanan obat dan bahan medis habis pakai selama masa perawatan.
8 8) pelayanan transfusi darah sesuai indikasi medis
c. Jenis pemeriksaan, pengobatan, konsultasi medis, tindakan medis non spesialistik,
baik operatif maupun non operatif, pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
serta pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama yang dilakukan
di faskes tingkat pertama sesuai dengan ketentuan yaitu Standar Kompetensi Dokter
Indonesia yang berlaku.
4. Pelayanan Maternal dan Neonatal
a
Lokasi pelayanan
Pelayanan Maternal dan Neonatal diberikan kepada peserta pada fasilitas
kesehatan tingkat pertama :
1.
Puskesmas/Puskesmas
PONED/Klinik/Dokter
praktik
perorangan
beserta
jejaringnya (Pustu, Polindes/Poskesdes, Bidan desa/Bidan praktik Mandiri)
2.
Bidan Praktik Mandiri pada daerah tidak ada faskes (Berdasarkan SK Kepala
Dinas Kesehatan Kab/Kota setempat)
b
Ruang Lingkup
Pelayanan Maternal dan Neonatal diberikan kepada peserta pada fasilitas
kesehatan tingkat pertama dan jejaringnya sesuai indikasi medis.
Ruang lingkup pelayanan maternal dan neonatal meliputi:
1.
Pemeriksaan Kehamilan (ANC)
Pemeriksaan kehamilan (ANC) dilakukan selama ibu hamil sesuai standar
pelayanan KIA dan diperiksa sebanyak minimal 4 kali disertai konseling KB
terdiri dari:
a. 1 kali pada triwulan pertama
b. 1 kali pada triwulan kedua
c. 2 kali pada triwulan ketiga
2.
Persalinan pervaginam normal
Pertolongan
persalinan
PONED/Klinik/Dokter
Praktik
normal
perorangan
pada
dan
Puskesmas/Puskesmas
jejaringnya
serta
Bidan
Desa/Bidan Praktik mandiri baik sebagai jejaring atau faskes tingkat pertama.
3.
Penanganan perdarahan paska keguguran, persalinan pervaginam dengan
tindakan emergensi dasar
4.
Pemeriksaan PNC (Ibu Nifas dan Neonatus)
9 Pelayanan nifas diintegrasikan antara pelayanan ibu nifas, bayi baru lahir dan
pelayanan KB pasca salin sesuai standar pelayanan KIA.
Pelayanan bayi baru lahir dilakukan pada saat lahir dan kunjungan neonatal
Pelayanan PNC bagi ibu dan bayi baru lahir sesuai standar pelayanan KIA
dengan frekuensi 4 kali kunjungan, yang terdiri dari:
a.
Pelayanan nifas bagi ibu pasca melahirkan selama 42 hari
b.
Pelayanan PNC bagi bayi baru lahir selama 28 hari
Dengan masing-masing kunjungan terdiri dari :
a.
Kunjungan pertama untuk Kf1 dan KN1 (6 jam s/d hari ke-2)
b.
Kunjungan kedua untuk KN2 (hari ke-3 s/d hari ke-7)
c.
Kunjungan ketiga untuk Kf2 dan KN3 (hari ke-8 s/d hari ke-28)
d.
Kunjungan keempat untuk Kf3 (hari ke-29 s/d hari ke-42)
e.
Pelayanan KB pasca persalinan dilakukan hingga hari ke 42
5.
Pelayanan tindakan paska persalinan (mis. placenta manual)
6.
Pelayanan pra rujukan pada komplikasi kebidanan dan neonatal
7.
Pelayanan KB pasca persalinan untuk pemasangan:
a. IUD, Implant
b. Suntik KB
Alat dan obat kontrasepsi (alokon) disediakan oleh BKKBN
8.
Penanganan komplikasi KB paska persalinan
5. Pelayanan Kesehatan oleh Bidan dan Perawat
3.1. Di daerah tidak ada Dokter
a. Bidan dan Perawat menjadi pemberi pelayanan tingkat pertama
•
Dalam hal di suatu kecamatan tidak terdapat dokter berdasarkan penetapan
kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat, BPJS Kesehatan dapat
bekerja sama dengan praktik bidan dan/atau praktik perawat sesuai dengan
kewenangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
•
Ruang Lingkup Pelayanan
1) Cakupan pelayanan bidan dan perawat sesuai dengan kompetensi dan
kewenangannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku
2) Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau
dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama kecuali dalam
10 kondisi gawat darurat dan kekhususan permasalahan kesehatan pasien,
yaitu kondisi di luar kompetensi dokter dan/atau dokter gigi pemberi
pelayanan kesehatan tingkat pertama
3) Dasar hukum untuk penyelenggaraan kesehatan di Bidan dan Perawat
adalah:
a) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/148/I/2010
tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 17 Tahun 2013
b) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1464/2010 tentang Izin dan
Penyelenggaraan Praktik Bidan dan Keputusan Menteri Kesehatan
nomor 369/MENKES/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan.
c) Bila terjadi perubahan terhadap Peraturan tersebut secara otomatis
akan diberlakukan
b. Bidan sebagai pemberi pelayanan maternal dan neonatal
Di daerah yang tidak ada dokter, bidan dapat bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan sebagai pemberi pelayanan tingkat pertama sesuai dengan
kompetensi dan sebagai pemberi pelayanan maternal dan neonatal termasuk
tindakan persalinan.
3.2.Di daerah ada Dokter
1) Bidan dan perawat hanya dapat menjadi jejaring dari fasilitas kesehatan
tingkat pertama BPJS Kesehatan.
2) Bidan sebagai jejaring :
•
Pelayanan Bidan dibawah tanggung jawab faskes induknya
•
Memberikan
pelayanan
maternal dan
neonatal termasuk
tindakan
persalinan.
6. Gate Keeper Concept
a. Faskes tingkat pertama sebagai Gatekeeper adalah sebagai kontak pertama pada
pelayanan kesehatan dasar dan penapis rujukan sesuai dengan standar pelayanan
medis.
b. Semua faskes tingkat pertama berfungsi sebagai gate keeper, kecuali bidan dan
perawat. Dokter Gigi berfungsi sebagai gate keeper untuk pelayanan gigi.
c. Empat falsafah pokok pelayanan primer :
11 1) First Contact (kontak pertama) : bahwa Fasilitas kesehatan tingkat pertama
merupakan tempat pertama yang dikunjungi peserta setiap kali mendapat
masalah kesehatan.
2) Continuity (Kontinuitas pelayanan) : Hubungan fasilitas kesehatan tingkat pertama
dengan peserta dapat berlangsung dengan kontinyu sehingga penanganan
penyakit dapat berjalan optimal
3) Comprehensiveness (komprehensif) : Fasilitas kesehatan tingkat pertama
memberikan pelayanan yang komprehensif terutama untuk pelayanan promotif
dan preventif.
4) Coordination Dokkel sebagai “Care Manager” koordinasi: Fasilitas tingkat pertama
berperan sebagai koordinator pelayanan bagi peserta untuk mendapatkan
pelayanan sesuai kebutuhannya
d. Ruang Lingkup Pelayanan Gate Keeper adalah :
1) Promosi kesehatan (promotif)
2) Pencegahan penyakit dan proteksi khusus (Preventive dan Specific protection)
3) Pengobatan (Curative)
4) Pembatasan kecacatan (disability limitation)
5) Pemulihan kesehatan (rehabilitative)
e. Implementasi Gate Keeper Concept
1) Pastikan bahwa faskes tingkat
pertama
yang
terdaftar
melalui
proses
kredensialing dan re-kredensialing sesuai dengan ketentuan yang berlaku
2) Pastikan faskes tingkat pertama menjalankan empat falsafah pokok pelayanan
primer
3) Peningkatan Kompetensi faskes tingkat pertama,
4) Audit Medis pelayanan di faskes tingkat pertama
5) Monitoring, evaluasi dan umpan balik (feedback)
B.
PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN TINGKAT LANJUTAN
a. Pelayanan kesehatan tingkat lanjutan merupakan pelayanan yang bersifat spesialistik
dan sub spesialistik yang dilaksanakan di rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS
Kesehatan baik rumah sakit pemerintah, TNI, Polri maupun RS Swasta.
b. Klasifikasi rumah sakit diperlukan terhadap beberapa hal sebagai berikut:
1) Landasan perjanjian kerja sama untuk menentukan besaran tarif yang akan
digunakan
12 2) Mapping ketersediaan pelayanan kesehatan pada setiap wilayah
c.
Penetapan kelas rumah sakit mengacu PERMENKES No.340/MENKES/PER/III/2010
1) Kelas RS ditentukan oleh Pemerintah
2) Peningkatan kelas RS melalui tahap penilaian akreditasi kelas dari Kementerian
Kesehatan
Pelayanan kesehatan tingkat lanjutan bagi peserta BPJS Kesehatan adalah sebagai
berikut:
1. Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL)
a. Fasilitas Kesehatan
Jenis fasilitas kesehatan sebagaimana yang diatur dalam pedoman managemen
fasilitas kesehatan
b. Ruang lingkup pelayanan kesehatan RJTL
1) administrasi pelayanan; meliputi biaya administrasi pendaftaran peserta untuk
berobat, penerbitan surat eligilibitas peserta, termasuk pembuatan kartu pasien.
2) pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan
sub spesialis;
3) tindakan medis spesialistik sesuai dengan indikasi medis;
4) pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;
5) pelayanan alat kesehatan;
6) pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis;
7) rehabilitasi medis;
8) pelayanan darah;
9) pelayanan kedokteran forensik klinik meliputi pembuatan visum et repertum atau
surat keterangan medik berdasarkan pemeriksaan forensik orang hidup dan
pemeriksaan psikiatri forensik; dan
10) pelayanan jenazah terbatas hanya bagi peserta meninggal dunia pasca rawat
inap di Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS tempat pasien
dirawat berupa pemulasaran jenazah dan tidak termasuk peti mati
2. Rawat Inap Tingkat Lanjutan
a. Fasilitas Kesehatan
Jenis fasilitas kesehatan sebagaimana yang diatur dalam pedoman managemen
fasilitas kesehatan
13 b.
Ruang lingkup pelayanan kesehatan RITL adalah sesuai dengan seluruh cakupan
pelayanan di RJTL dengan tambahan akomodasi yaitu
1) perawatan inap non intensif
2) perawatan inap intensif
c.
Hak Kelas Perawatan
1) ruang perawatan kelas III bagi:
a) Peserta PBI Jaminan Kesehatan; dan
b) Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja yang
membayar iuran untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III.
2) ruang perawatan kelas II bagi:
a) Pegawai Negeri Sipil dan penerima pensiun Pegawai Negeri Sipil golongan
ruang I dan golongan ruang II beserta anggota keluarganya;
b) Anggota TNI dan penerima pensiun Anggota TNI yang setara Pegawai Negeri
Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota keluarganya;
c) Anggota Polri dan penerima pensiun Anggota Polri yang setara Pegawai
Negeri Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota
keluarganya;
d) Peserta Pekerja Penerima Upah dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai
Negeri dengan gaji atau upah sampai dengan 1,5 (satu koma lima) kali
penghasilan tidak kena pajak dengan status kawin dengan 1 (satu) anak,
beserta anggota keluarganya; dan
e) Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja yang
membayar iuran untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas II.
3) ruang perawatan kelas I bagi:
a) Pejabat Negara dan anggota keluarganya;
b) Pegawai Negeri Sipil dan penerima pensiun pegawai negeri sipil golongan
ruang III dan golongan ruang IV beserta anggota keluarganya;
c) Anggota TNI dan penerima pensiun Anggota TNI yang setara Pegawai Negeri
Sipil golongan ruang III dan golongan ruang IV beserta anggota keluarganya;
d) Anggota Polri dan penerima pensiun Anggota Polri yang setara Pegawai
Negeri Sipil golongan ruang III dan golongan ruang IV beserta anggota
keluarganya;
e) Veteran dan Perintis Kemerdekaan beserta anggota keluarganya;
f) janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan;
14 g) Peserta Pekerja Penerima Upah dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai
Negeri dengan gaji atau upah di atas 1,5 (satu koma lima) sampai dengan 2
(dua) kali penghasilan tidak kena pajak dengan status kawin dengan 1 (satu)
anak, beserta anggota keluarganya; dan
h) Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja yang
membayar iuran untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas I.
d.
Ketentuan khusus rawat inap
1)
Peserta yang menginginkan kelas perawatan yang lebih tinggi dari pada
haknya, dapat meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan
tambahan, atau membayar sendiri selisih antara biaya yang dijamin oleh
BPJS Kesehatan dengan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan kelas
perawatan.
2)
Dikecualikan bagi peserta PBI Jaminan Kesehatan tidak diperkenankan
memilih kelas yang lebih tinggi dari haknya
3)
Jika karena kondisi pada fasilitas kesehatan mengakibatkan peserta tidak
memperoleh kamar perawatan sesuai haknya, maka:
(1) Peserta dapat dirawat di kelas perawatan satu tingkat lebih tinggi.
(2) BPJS Kesehatan membayar kelas perawatan peserta sesuai haknya.
(3) Apabila kelas perawatan sesuai hak peserta telah tersedia, maka
peserta ditempatkan di kelas perawatan yang menjadi hak peserta.
(4) Perawatan satu tingkat lebih tinggi paling lama 3 (tiga) hari.
(5) Jika kenaikan kelas yang terjadi lebih dari 3 (tiga) hari, maka selisih
biaya yang terjadi menjadi tanggung jawab Fasilitas Kesehatan yang
bersangkutan atau berdasarkan persetujuan pasien dirujuk ke Fasilitas
Kesehatan yang setara 3. Pelayanan Kesehatan Lain
a. Pelayanan kesehatan lain adalah pelayanan kesehatan yang belum dijamin saat ini.
b. Proses penambahan penjaminan kesehatan serta tarif pelayanan akan ditetapkan
oleh Keputusan Menteri Kesehatan
c. Mekanisme dan tata cara penggunaan pelayanan kesehatan lain diatur melalui
Keputusan BPJS Kesehatan
15 C. PELAYANAN GAWAT DARURAT
1. Pemberi Fasilitas Pelayanan
a. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
b. Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan baik yang bekerjasama maupun tidak
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.
2. Ruang Lingkup Pelayanan
a. Pelayanan gawat darurat yang dapat dijamin adalah sesuai dengan kriteria gawat
darurat yang berlaku.
b. Kriteria
gawat
darurat
mengikuti
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Nomor
856/Menkes/SK/IX/2009 tentang Standar Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit.
c. Cakupan pelayanan gawat darurat sesuai dengan pelayanan rawat jalan dan rawat
inap di faskes tingkat pertama maupun tingkat lanjutan
d. Jenis tindakan dan pelayanan yang dijamin sebagaimana yang tercantum pada tarif
paket INA CBG’s yang berlaku
D. PELAYANAN PERSALINAN
1. Fasilitas kesehatan pemberi pelayanan
a. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dengan fasilitas rawat inap (Puskesmas
perawatan, PONED, Klinik dengan rawat inap, Praktik Bidan)
b. Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan
2. Ruang lingkup pelayanan Persalinan
Persalinan terdiri dari persalinan normal (tanpa penyulit) dan persalinan dengan penyulit
baik penyulit per vaginam atau per abdominam. Pelayanan persalinan berdasarkan
tingkat faskes adalah sebagai berikut :
a. Pelayanan persalinan di Faskes tingkat pertama terdiri dari :
1) Persalinan pervaginam normal
- pada Puskesmas/Puskesmas PONED/Klinik/Dokter Praktek Perorangan dan
jejaringnya;
- Bidan Desa/Bidan Praktik Mandiri baik sebagai jejaring atau sebagai Faskes
tingkat pertama.
2) Persalinan dengan komplikasi atau penyulit pervaginam yang merupakan
kompetensi Puskesmas PONED/Klinik/Dokter dan Bidan :
a. Persalinan pervaginam melalui induksi
b. Persalinan pervaginam dengan tindakan
16 c. Persalinan pervaginam dengan komplikasi
d. Persalinan pervaginam dengan kondisi bayi kembar
e. Penanganan perdarahan pasca keguguran
b. Pelayanan persalinan di faskes tingkat lanjutan terdiri dari :
1)
Tindakan persalinan normal
2)
Tindakan persalinan dengan penyulit pervaginam sesuai indikasi medis
3)
Tindakan persalinan dengan penyulit perabdominam (sectio caesaria) sesuai
indikasi medis
4)
Pelayanan rawat inap
c. Ketentuan Persalinan
1) Pada kondisi kehamilan normal ANC harus dilakukan di faskes tingkat pertama.
ANC di tingkat lanjutan hanya dapat dilakukan sesuai indikasi medis berdasarkan
rujukan dari faskes tingkat pertama.
2) Penjaminan persalinan adalah benefit bagi peserta BPJS Kesehatan dan tidak ada
batasan jumlah persalinan yang ditanggung
3) Persalinan normal diutamakan dilakukan di faskes tingkat pertama
4) Penjaminan persalinan normal di faskes rujukan tingkat lanjutan hanya dapat
dilakukan dalam kondisi gawat darurat
5) Yang dimaksud kondisi gawat darurat pada poin (4) di atas adalah perdarahan,
kejang pada kehamilan, ketuban pecah dini, gawat janin dan kondisi lain yang
mengancam jiwa ibu dan bayinya
E. PELAYANAN OBAT
1. Pemberi Fasilitas Pelayanan
a.
Fasilitas kesehatan tingkat pertama
b.
Fasilitas kesehatan tingkat lanjutan
2. Ruang Lingkup Pelayanan Obat
a. Pelayanan obat pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama.
1) Pelayanan obat di Puskesmas disediakan oleh Depo obat/ Instalasi Farmasi
Puskesmas.
2) Pelayanan obat di dokter praktik perorangan dan klinik disediakan oleh Apotek
jejaring dokter/klinik berdasarkan resep dari dokter yang merawat, kecuali pada
kondisi tertentu yang memenuhi persyaratan dispensing, obat diberikan langsung
oleh dokter/dokter gigi.
17 Dokter dapat meracik dan menyerahkan obat kepada pasien bagi yang praktik di
daerah terpencil yang tidak ada apotek (UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran)
Dalam hal di daerah terpencil yang tidak ada apotek, dokter atau dokter gigi yang
telah memiliki Surat Tanda Registrasi mempunyai wewenang meracik dan
menyerahkan obat kepada pasien yang dilaksanakan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan (PP Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian)
Kriteria daerah terpencil adalah daerah yang sulit dijangkau karena berbagai sebab
seperti keadaan geografi (kepulauan, pegunungan, daratan, hutan dan rawa),
transportasi, sosial dan ekonomi.
Daerah sangat terpencil adalah daerah yang sangat sulit dijangkau karena berbagai
sebab seperti keadaan geografi (kepulauan, pegunungan, daratan, hutan dan rawa),
transportasi, sosial dan ekonomi (Permenkes Nomor 6 Tahun 2013 tentang Kriteria
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Terpencil, Sangat Terpencil dan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Yang Tidak Diminati).
3) Untuk pelayanan di bidan dan perawat, pelayanan obat diatur sesuai UU Praktik
Keperawatan dan Kebidanan yang berlaku.
b. Pelayanan Obat pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan
Pemberian obat untuk pelayanan RJTL dan RITL berdasarkan resep obat dari dokter
spesialis/subspesialis yang merawat, sesuai dengan indikasi medis, berpedoman pada
Formularium Nasional.
c. Dalam hal obat yang dibutuhkan sesuai indikasi medis tidak tercantum dalam
Formularium Nasional, dapat menggunakan obat lain berdasarkan persetujuan Komite
Medik dan kepala/direktur rumah sakit.
d. Penggunaan obat baik sesuai Fornas maupun diluar Fornas, sudah termasuk dalam
pembiayaan paket INA CBG’s, tidak dapat ditagihkan kepada BPJS Kesehatan dan
tidak boleh dibebankan kepada peserta.
e. Fasilitas Kesehatan dan jejaringnya wajib menyediakan obat-obat yang diperlukan.
F. PELAYANAN ALAT KESEHATAN
1. Fasilitas Kesehatan Pemberi Pelayanan
Pelayanan Alat Kesehatan dapat diberikan pada pelayanan kesehatan rawat jalan
dan/atau rawat inap baik di Fasilitas Kesehatan tingkat pertama maupun Fasilitas
Kesehatan rujukan tingkat lanjutan
18 2. Penyediaan Alat Kesehatan
Alat kesehatan disediakan oleh fasilitas kesehatan atau jejaringnya dengan mutu sesuai
kebutuhan medis
3. Ruang Lingkup Pelayanan Alat Kesehatan
a. Alat kesehatan diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan atas dasar indikasi medis.
b. Jenis dan plafon harga alat kesehatan sesuai dengan Kompendium Alat Kesehatan
yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan
c. Apabila atas indikasi medis Rumah Sakit meresepkan alat kesehatan di luar
Kompendium alat kesehatan yang berlaku maka dapat digunakan alat kesehatan lain
berdasarkan persetujuan Komite Medik dan kepala/direktur rumah sakit.
4. Pembiayaan Alat Kesehatan
1. Biaya alat kesehatan pada faskes tingkat pertama sudah termasuk dalam komponen
kapitasi dan/atau paket rawat inap yang dibayarkan ke faskes.
2. Penggunaan alat kesehatan sesuai Kompendium alat kesehatan maupun diluar
Kompendium alat kesehatan, sudah termasuk dalam pembiayaan paket INA CBG’s,
tidak dapat ditagihkan kepada BPJS Kesehatan dan tidak boleh dibebankan kepada
peserta.
3. Biaya alat kesehatan yang dijamin di luar paket INA CBG’s ditagihkan terpisah dari
tagihan paket INA CBG’s dengan menggunakan aplikasi yang telah disiapkan oleh
BPJS Kesehatan.
4. Besaran biaya penggantian alat kesehatan di luar paket INA CBG’s sebagaimana
yang diatur oleh Menteri Kesehatan.
5. Tata laksana pelayanan alat kesehatan di luar paket INA CBG’s
a. Kacamata
1)
Diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan dengan gangguan penglihatan sesuai
dengan indikasi medis
2)
Merupakan bagian dari pemeriksaan dan penanganan yang diberikan pada
fasilitas kesehatan rujukan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan
3)
Penjaminan pelayanan kacamata diberikan atas rekomendasi dari dokter spesialis
mata dan dibuktikan dengan hasil pemeriksaan mata.
4)
Ukuran kacamata yang dijamin oleh BPJS Kesehatan adalah:
i. Untuk lensa spheris, minimal 0.5 Dioptri
ii. Untuk lensa silindris minimal 0.25 Dioptri
5)
Kacamata dapat diberikan maksimal 1 kali dalam 2 (dua) tahun
19 b. Alat bantu dengar (hearing aid)
1)
Diberikan kepada peserta BPJS dengan Kesehatan gangguan pendengaran
sesuai dengan indikasi medis
2)
Merupakan bagian dari pemeriksaan dan penanganan yang diberikan pada
fasilitas kesehatan rujukan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan
3)
Penjaminan pelayanan alat bantu dengar diberikan atas rekomendasi dari dokter
spesialis THT.
4)
Alat bantu dengar dapat diberikan maksimal sekali dalam 5 (lima) tahun per telinga
c. Prothesa gigi/gigi palsu
1)
Diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan yang kehilangan gigi sesuai dengan
indikasi medis
2)
Pelayanan prothesa gigi diberikan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama yang
bekerja sama dengan BPJS Kesehatan
3)
Penjaminan pelayanan prothesa gigi/gigi palsu diberikan atas rekomendasi dari
dokter gigi
4)
Prothesa gigi/gigi palsu dapat diberikan paling cepat 2 (dua) tahun sekali untuk
gigi yang sama.
d. Penyangga leher (collar neck/cervical collar/neck brace)
1)
Diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan sebagai penyangga kepala dan leher
karena trauma pada leher dan kepala ataupun fraktur pada tulang cervix sesuai
dengan indikasi medis.
2)
Merupakan bagian dari pemeriksaan dan penanganan yang diberikan pada
fasilitas kesehatan rujukan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan
3)
Penyangga leher dapat diberikan maksimal 1 kali dalam 2 (dua) tahun
e. Jaket Penyangga Tulang (Corset)
1)
Diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan yang mengalami kelainan/gangguan
tulang atau kondisi lain sesuai dengan indikasi medis.
2)
Merupakan bagian dari pemeriksaan dan penanganan yang diberikan pada
fasilitas kesehatan rujukan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan
3)
Jaket penyangga tulang dapat diberikan maksimal 1 kali dalam 2 (dua) tahun
f. Prothesa alat gerak (kaki dan/atau tangan tiruan)
1)
Diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan sesuai dengan indikasi medis.
2)
Merupakan bagian dari pemeriksaan dan penanganan yang diberikan pada
fasilitas kesehatan rujukan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan
20 3)
Diberikan atas rekomendasi dari dokter spesialis orthopedi
4)
Prothesa alat gerak dapat diberikan paling cepat 5 (lima) tahun sekali untuk bagian
tubuh yang sama
g. Alat bantu gerak berupa kruk penyangga tubuh
1) Diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan sesuai dengan indikasi medis.
2) Merupakan bagian dari pemeriksaan dan penanganan yang diberikan pada fasilitas
kesehatan rujukan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan
3) Diberikan atas rekomendasi dari dokter spesialis bedah Tulang (orthopedic)
4) Prothesa alat gerak dapat diberikan paling cepat 5 (lima) tahun sekali untuk bagian
tubuh yang sama
G. PELAYANAN PROMOTIF PREVENTIF
1. Pemberi Fasilitas Pelayanan
a. Fasilitas kesehatan tingkat pertama
b. Fasilitas kesehatan tingkat lanjutan
2. Ruang Lingkup Pelayanan
Bentuk kegiatan promotif preventif BPJS Kesehatan adalah:
a. penyuluhan kesehatan perorangan dalam bentuk edukasi kesehatan
b. Imunisasi Dasar
c. Skrining Riwayat Kesehatan
d. Deteksi dini Kanker Serviks
e. Program Pengelolaan penyakit DM Tipe 2 dan Hipertensi
3. Prosedur pelayanan promotif preventif diatur dalam pedoman tersendiri
H. PELAYANAN AMBULAN
1. Penyelenggara Pelayanan Ambulan
BPJS Kesehatan melakukan kerjasama dengan penyelenggara pelayanan ambulan untuk
pelayanan ambulan
Penyelenggara ambulan antara lain:
a. Faskes tingkat pertama yang mempunyai ambulan
b. Faskes tingkat lanjutan yang mempunyai ambulan
c. Pihak ketiga, antara lain :
1) Pemda atau Dinas Kesehatan Propinsi yang mempunyai ambulan
2) Ambulan 118
21 3) Yayasan penyedia layanan ambulan
2. Ruang Lingkup Pelayanan
a. Pelayanan Ambulan merupakan pelayanan transportasi pasien rujukan dengan kondisi
tertentu, antar Fasilitas Kesehatan, disertai dengan upaya atau kegiatan menjaga
kestabilan kondisi pasien dengan tujuan penyelamatan nyawa pasien.
b. Yang dimaksud dengan kondisi tertentu pada poin a di atas adalah :
–
kondisi pasien sesuai indikasi medis berdasarkan rekomendasi medis dari dokter
yang merawat
–
kondisi kelas perawatan sesuai hak peserta penuh dan pasien sudah dirawat paling
sedikit selama 3 hari di kelas satu tingkat di atas haknya
–
pasien rujuk balik rawat inap yang masih memerlukan pelayanan rawat inap di
faskes tujuan
Contoh :
pasien kanker rawat inap dengan terapi paliatif di RS tipe A dirujuk balik ke RS tipe
di bawahnya untuk mendapatkan rawat inap paliatif (bukan rawat jalan)
c. Pelayanan ambulan hanya diberikan untuk rujukan antar Faskes :
–
sesama faskes tingkat pertama;
–
dari faskes tingkat pertama ke faskes rujukan;
–
sesama faskes rujukan sekunder;
–
dari faskes sekunder ke faskes tersier;
–
dan rujukan balik ke faskes dengan tipe di bawahnya.
d. Faskes perujuk adalah:
–
Faskes tingkat pertama atau Faskes rujukan tingkat lanjutan yang bekerjasama
dengan BPJS Kesehatan
–
Faskes tingkat pertama atau Faskes rujukan tingkat lanjutan yang tidak
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan khusus untuk kasus gawat darurat yang
keadaan gawat daruratnya telah teratasi dan pasien dalam kondisi dapat
dipindahkan
e. Faskes Penerima Rujukan adalah Faskes tingkat pertama atau faskes tingkat lanjutan
yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
f. Pelayanan Ambulan yang tidak dijamin adalah pelayanan yang tidak sesuai ketentuan
di atas, termasuk:
–
jemput pasien selain dari Faskes (rumah, jalan, lokasi lain)
–
mengantar pasien ke selain Faskes
22 –
rujukan parsial (antar jemput pasien atau spesimen dalam rangka mendapatkan
pemeriksaan penunjang atau tindakan, yang merupakan rangkaian perawatan
pasien di salah satu Faskes).
–
Ambulan/mobil jenazah
–
Pasien rujuk balik rawat jalan
I. PELAYANAN KESEHATAN YANG TIDAK DIJAMIN
Pelayanan atau hal-hal lain yang tidak termasuk jaminan yang ditanggung oleh BPJS
Kesehatan adalah sebagai berikut :
1.
pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur sebagaimana diatur
dalam peraturan yang berlaku;
2.
pelayanan kesehatan yang dilakukan di Fasilitas Kesehatan yang tidak bekerja sama
dengan BPJS Kesehatan, kecuali dalam keadaan darurat;
3.
pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan
kecelakaan kerja
terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja;
4.
pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas
yang bersifat wajib sampai nilai yang ditanggung oleh program jaminan kecelakaan lalu
lintas;
5.
pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri;
6.
pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik;
7.
pelayanan untuk mengatasi infertilitas;
8.
pelayanan meratakan gigi (ortodonsi);
9.
gangguan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat dan/atau alkohol;
10. gangguan kesehatan
akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau akibat melakukan
hobi yang membahayakan diri sendiri;
11. pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional, termasuk akupuntur, shin she,
chiropractic, yang belum dinyatakan efektif berdasarkan penilaian teknologi kesehatan
(health technology assessment);
12. pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan (eksperimen);
13. alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi, dan susu;
14. perbekalan kesehatan rumah tangga;
15. pelayanan kesehatan
akibat bencana
pada
masa tanggap darurat, kejadian luar
biasa/wabah;
23 16. Kejadian tak diharapkan yang dapat dicegah (preventable adverse events) yang
ditetapkan oleh Menteri; dan
17. biaya pelayanan
lainnya
yang
tidak
ada
hubungan dengan Manfaat Jaminan
Kesehatan yang diberikan.
24 BAB III
PROSEDUR PELAYANAN KESEHATAN
Dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada peserta diupayakan prosedur yang tidak
menyulitkan peserta namun demikian harus memperhatikan upaya pengendalian serta
kelengkapan persyaratan administrasi yang harus dipenuhi oleh peserta.
A. PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT PERTAMA
1. Pelayanan Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP)
a. Ketentuan umum
1)
Peserta harus memperoleh pelayanan kesehatan pada Fasilitas Kesehatan
tingkat pertama tempat Peserta terdaftar
2)
Ketentuan di atas dikecualikan pada kondisi :
a. berada di luar wilayah Fasilitas Kesehatan tingkat pertama tempat Peserta
terdaftar; atau
b. dalam keadaan kegawatdaruratan medis.
3)
Peserta dianggap berada di luar wilayah apabila melakukan kunjungan ke luar
domisili karena tujuan tertentu, bukan merupakan kegiatan yang rutin
4)
Untuk mendapatkan pelayanan di faskes tingkat pertama tempat tujuan, maka
peserta wajib membawa surat pengantar dari Kantor BPJS Kesehatan tujuan.
Surat pengantar hanya berlaku paling lama untuk 1 (satu) bulan.
5)
Dalam hal Peserta memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan, Fasilitas
Kesehatan tingkat pertama harus merujuk ke Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat
lanjutan terdekat sesuai dengan sistem rujukan yang diatur dalam ketentuan
peraturan perundang- undangan
6)
Peserta yang melakukan mutasi pada tanggal 1 s/d akhir bulan berjalan, tidak
dapat langsung mendapatkan pelayanan di faskes tingkat pertama yang baru
sampai dengan akhir bulan berjalan. Peserta berhak mendapatkan pelayanan di
faskes tingkat pertama yang baru di bulan berikutnya.
7)
Untuk peserta yang baru mendaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan dan sudah
membayar iuran, maka pada bulan berjalan tersebut peserta dapat langsung
mendapatkan pelayanan di faskes tingkat pertama tempat peserta terdaftar.
25 b. Prosedur Pelayanan di faskes tingkat pertama
a)
Peserta menunjukkan kartu identitas BPJS Kesehatan (proses administrasi).
b)
Faskes melakukan pengecekan keabsahan kartu peserta
c)
Faskes melakukan pemeriksaan kesehatan/pemberian tindakan
d)
Setelah mendapatkan pelayanan peserta menandatangani bukti pelayanan pada
lembar yang disediakan. Lembar bukti pelayanan disediakan oleh masing-masing
faskes.
e)
Bila diperlukan peserta akan memperoleh obat.
f)
Apabila peserta membutuhkan pemeriksaan kehamilan, persalinan dan pasca
melahirkan, maka pelayanan dapat dilakukan oleh bidan atau dokter umum.
g)
Bila hasil pemeriksaan dokter ternyata peserta memerlukan pemeriksaan ataupun
tindakan spesialis/sub-spesialis sesuai dengan indikasi medis, maka faskes tingkat
pertama akan memberikan surat rujukan ke faskes tingkat lanjutan yang
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan sesuai dengan sistem rujukan yang
berlaku.
h)
Surat rujukan berlaku untuk periode maksimal 1 (satu) bulan sejak tanggal rujukan
diterbitkan. Surat rujukan disediakan oleh masing-masing faskes dengan format
sesuai ketentuan BPJS Kesehatan
i)
Faskes wajib melakukan pencatatan pelayanan dan tindakan yang telah dilakukan
ke dalam Aplikasi Sistem Informasi Manajemen yang telah disediakan BPJS
Kesehatan
2. Pelayanan Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP)
Prosedur dan syarat-syarat mendapatkan pelayanan di RITP :
1. Peserta datang ke faskes tingkat pertama yang memiliki fasilitas rawat inap
2. Faskes dapat melayani peserta yang terdaftar maupun peserta yang dirujuk dari
faskes tingkat pertama lain
3. Peserta menunjukkan identitas BPJS Kesehatan
4. Faskes melakukan pengecekan keabsahan kartu peserta
5. Faskes melakukan pemeriksaan, perawatan, pemberian tindakan, obat dan BMHP
6. Setelah mendapatkan pelayanan peserta menandatangani bukti pelayanan pada
lembar yang disediakan. Lembar bukti pelayanan disediakan oleh masing-masing
faskes.
7. Faskes wajib melakukan pencatatan pelayanan dan tindakan yang telah dilakukan ke
dalam Aplikasi Sistem Informasi Manajemen yang telah disediakan BPJS Kesehatan
26 8. Peserta dapat dirujuk ke faskes tingkat lanjutan bila secara indikasi medis diperlukan
3. Pelayanan Kebidanan dan Neonatal
1. Peserta memeriksakan kehamilan (ANC) pada faskes tingkat pertama atau
jejaringnya sesuai dengan prosedur pemeriksaan di faskes tingkat pertama
2. Pemeriksaan ANC dan PNC dilakukan pada satu tempat yang sama, misalnya
pemeriksaan ANC dilakukan pada bidan jejaring maka diharapkan proses persalinan
dan pemeriksaan PNC juga dilakukan pada bidan jejaring tersebut.
3. Pemeriksaan ANC dan PNC tidak dapat dilakukan pada tempat yang berbeda kecuali
dalam keadaan darurat.
4. Pemeriksaan ANC dan PNC pada tempat yang sama dimaksudkan untuk :
a. Keteraturan pencatatan partograf
b. Monitoring terhadap perkembangan kehamilan
c. Memudahkan dalam administrasi pengajuan klaim ke BPJS Kesehatan
B. PELAYANAN TINGKAT LANJUTAN
1. Pelayanan Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL)
a. Pelayanan RJTL merupakan kelanjutan dari pelayanan Rawat Jalan Tingkat Pertama
(RJTP), berdasarkan surat rujukan dari faskes tingkat pertama.
b. Dalam keadaan Gawat Darurat (Emergency) peserta dapat memperoleh pelayanan di
Unit Gawat Darurat (UGD) faskes lanjutan, tanpa surat rujukan dari Faskes tingkat
pertama.
c. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di Faskes yang tidak bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan, tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan kecuali dalam keadaan gawat
darurat (Emergency) sesuai dengan kriteria diagnosa gawat daruratdan prosedur
pelayanan kegawatdaruratan.
d. Prosedur pelayanan di faskes tingkat lanjutan :
1) Peserta membawa identitas BPJS Kesehatan serta surat rujukan dari fasilitas
kesehatan tingkat pertama
2) Peserta melakukan pendaftaran ke RS dengan memperlihatkan identitas dan surat
rujukan
3) Faskes bertanggung jawab untuk melakukan pengecekan keabsahan kartu dan
surat rujukan serta melakukan entry data ke dalam aplikasi Surat Elijibilitas Peserta
(SEP) dan melakukan pencetakan SEP
4) Petugas BPJS kesehatan melakukan legalisasi SEP
27 5) Faskes melakukan pemeriksaan, perawatan, pemberian tindakan, obat dan BMHP
6) Setelah mendapatkan pelayanan peserta menandatangani bukti pelayanan pada
lembar yang disediakan. Lembar bukti pelayanan disediakan oleh masing-masing
faskes
7) Faskes menagihkan klaim dalam sistem paket INA CBG’s
8) Setelah mendapatkan pelayanan kesehatan rawat jalan tingkat lanjutan di faskes,
beberapa kemungkinan adalah sebagai berikut:
a) Pelayanan telah selesai dan pasien pulang.
b) Pasien pulang, pelayanan belum selesai dan diperintahkan untuk pemeriksaan
penunjang pada hari berikutnya
c) Pelayanan selesai, tetapi diperintahkan untuk kontrol.
d) Peserta di rujuk ke UPF lain dalam Rumah Sakit (rujukan Intern)
e) Peserta dirawat inap
f)
Peserta dirujuk ke Faskes lanjutan lain:
(1) Peserta diberi surat rujukan/konsul extern. Surat rujukan/konsul extern
dilegalisasi oleh petugas BPJS di unit BPJS Center.
(2) Apabila rujukan pasien merupakan rujukan parsial, maka pada rujukan
tersebut diberi keterangan bahwa rujukan tersebut merupakan rujukan
parsial, biaya pelayanan di faskes tujuan rujukan menjadi beban Faskes
perujuk (biaya tidak ditagihkan tersendiri ke BPJS Kesehatan dan
peserta tidak boleh dibebani urun biaya)
(3) Apabila rujukan parsial ditujukan ke Rumah Sakit, maka BPJS Center
tidak perlu menerbitkan SEP.
(4) Peserta membawa surat rujukan tersebut untuk mendapat pelayanan di
Faskes penerima rujukan, melalui unit BPJS Center
2. Pelayanan Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL)
a. Merupakan tindak lanjut dari pelayanan Faskes tingkat pertama, UGD, dan Poli Rawat
Jalan atau rujukan dari RS lain.
b. Prosedur pelayanan
1) Peserta melakukan pendaftaran ke RS dengan membawa identitas BPJS
Kesehatan serta surat perintah rawat inap dari poli atau unit gawat darurat
2) Peserta harus melengkapi persyaratan administrasi sebelum pasien pulang
maksimal 3 x 24 jam hari kerja sejak Masuk Rumah Sakit.
28 3) Petugas Rumah Sakit melakukan pengecekan keabsahan kartu dan surat rujukan
serta melakukan entry data ke dalam aplikasi Surat Elijibilitas Peserta (SEP) dan
melakukan pencetakan SEP
4) Petugas BPJS kesehatan melakukan legalisasi SEP
5) Faskes melakukan pemeriksaan, perawatan, pemberian tindakan, obat dan BMHP
6) Setelah mendapatkan pelayanan peserta menandatangani bukti pelayanan pada
lembar yang disediakan. Lembar bukti pelayanan disediakan oleh masing-masing
faskes
7) Faskes menagihkan klaim dalam sistem paket INA CBG’s
8) Setelah mendapatkan pelayanan kesehatan RITL, beberapa kemungkinan tindak
lanjut pelayanan, adalah sebagai berikut:
a) Pelayanan RITL selesai dan pasien pulang.
b) Pelayanan RITL selesai, tetapi peserta diperintahkan untuk kontrol.
Mekanisme kontrol pasien paska rawat inap di faskes rujukan sesuai dengan
prosedur pelayanan berjenjang yang berlaku
c) Peserta dirujuk balik
d) Peserta dirujuk ke Faskes lanjutan lain:
(1) Peserta diberi surat rujukan/konsul extern. Surat rujukan/konsul extern
dilegalisasi oleh petugas BPJS di unit BPJS Center.
(2) Apabila rujukan pasien merupakan rujukan parsial, maka pada rujukan
tersebut diberi keterangan bahwa rujukan tersebut merupakan rujukan
parsial, biaya pelayanan di faskes tujuan rujukan menjadi beban Faskes
perujuk (biaya tidak ditagihkan tersendiri ke BPJS Kesehatan dan peserta
tidak boleh dibebani urun biaya)
(3) Apabila rujukan parsial ditujukan ke Rumah Sakit, maka BPJS Center tidak
perlu menerbitkan SEP.
(4) Peserta membawa surat rujukan tersebut untuk mendapat pelayanan di
Faskes penerima rujukan, melalui unit BPJS Center
C. RUJUKAN PARSIAL
1. Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke pemberi pelayanan
kesehatan lain dalam rangka menegakkan diagnosis atau pemberian terapi, yang
merupakan satu rangkaian perawatan pasien di Faskes tersebut.
2. Rujukan parsial dapat berupa:
29 –
pengirimanpasien untuk dilakukan pemeriksaan penunjang atau tindakan
–
pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang
3. Biaya rujukan parsial menjadi tanggung jawab Fasilitas Kesehatan perujuk.
4. Faskes penerima rujukan tidak dapat menagihkan secara terpisah ke BPJS Kesehatan,
pasien tidak boleh dibebani urun biaya
5. BPJS Kesehatan membayar biaya pelayanan sesuai dengan paket INA CBG’s ke
Fasilitas Kesehatan perujuk
D. PELAYANAN GAWAT DARURAT (EMERGENCY)
1. Dalam keadaan gawat darurat, maka:
a. Peserta dapat dilayani di faskes tingkat pertama maupun faskes tingkat lanjutan yang
bekerjasama maupun yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
b. Pelayanan harus segera diberikan tanpa diperlukan surat rujukan
c. Peserta yang mendapat pelayanan di Fasilitas Kesehatan yang tidak bekerjasama
dengan
BPJSKesehatan
harus
segera
dirujuk
ke
Fasilitas
Kesehatan
yang
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan setelah keadaan gawat daruratnya teratasi dan
pasien dalam kondisi dapat dipindahkan
d. Pengecekan validitas peserta maupun diagnosa penyakit yang termasuk dalam kriteria
gawat darurat menjadi tanggung jawab fasilitas kesehatan
2. Prosedur Pelayanan Gawat Darurat di Faskes yang Bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan
a. Pelayanan kegawatdaruratan di faskes tingkat pertama dapat diberikan pada faskes
tempat peserta terdaftar maupun bukan tempat peserta terdaftar
b. Pelayanan kegawatdaruratan di faskes tingkat pertama maupun lanjutan mengikuti
prosedur pelayanan yang berlaku
3. Prosedur Pelayanan Gawat Darurat di Faskes Tingkat pertama dan Faskes Rujukan yang
tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
a. Penyiapan Faskes
Dalam penyelenggaraan penjaminan pelayanan kesehatan di faskes yang tidak
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, Kantor Cabang melakukan hal-hal sebagai
berikut:
1) Sosialisasi kepada Fasilitas Kesehatan yang tidak bekerja sama di wilayah kerja
masing-masing mengenai:
2) BPJS Kesehatan secara umum
30 a) ketentuan penjaminan pelayanan di faskes yang tidak bekerja sama
b) kriteria gawat darurat yang dapat dijamin
c) mekanisme pembiayaan
d) pengajuan klaim
e) dll
3) Membuat kesepakatan untuk memberikan kontak personal dari masing-masing
faskes dan BPJS Kesehatan yang diperlukan dalam pelayanan kegawatdaruratan
kepada peserta BPJS Kesehatn
4) Membuat jaringan komunikasi antar kontak personal masing – masing faskes baik
yang bekerja sama maupun yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan
untuk melakukan koordinasi dalam rangka mempermudah pelayanan rujukan antar
faskes.
b. Proses Penjaminan
1) Faskes memastikan eligibilitas peserta dengan mencocokkan data peserta dengan
master file kepesertaan BPJS Kesehatan pada kondisi real time. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara:
a). Faskes
mengakses
master
file
kepesertaan
melalui
website
BPJS
Kesehatan, sms gateway dan media elektronik lainnya.
b). Apabila poin (a) tidak dapat dilakukan maka Faskes menghubungi petugas
BPJS Kesehatan melalui telepon atau mendatangi kantor BPJS Kesehatan
2) Apabila kondisi kegawatdaruratan pasien sudah teratasi dan pasien dalam kondisi
dapat dipindahkan, tetapi pasien tidak bersedia untuk dirujuk ke Fasilitas
Kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan maka biaya pelayanan
selanjutnya tidak dijamin oleh BPJS. Faskes harus menjelaskan hal ini kepada
peserta
dan
peserta
harus
menandatangani
surat
pernyataan
bersedia
menanggung biaya pelayanan selanjutnya
3) Penanganan kondisi kegawatdaruratan di faskes yang tidak bekerjasama
ditanggung sebagai pelayanan rawat jalan kecuali kondisi tertentu yang
mengharuskan pasien dirawat inap.
4) Kondisi tertentu yang dimaksud diatas adalah sebagai berikut:
a) Tidak ada sarana transportasi untuk evakuasi pasien.
b) Sarana transportasi yang tersedia tidak memenuhi syarat untuk evakuasi
Kondisi a dan b dinyatakan oleh petugas BPJS Kesehatan setelah dihubungi
31 oleh Faskes, dan petugas BPJS Kesehatan tersebut telah berusaha mencari
ambulan sesuai dengan kebutuhan.
c) Kondisi pasien yang tidak memungkinkan secara medis untuk dievakuasi, yang
dibuktikan dengan surat keterangan medis dari dokter yang merawat.
E. PELAYANAN PERSALINAN
1. Pelayanan persalinan dapat dilakukan di faskes tingkat pertama maupun tingkat
lanjutan.
2. Pemberian jaminan persalinan sebagaimana pemberian jaminan perawatan tingkat
pertama atau perawatan tingkat lanjutan.
3. Prosedur pelayanan sesuai dengan ketentuan pelayanan di faskes tingkat pertama dan
faskes tingkat lanjutan.
F. PELAYANAN DARAH
1. Pelayanan darah dapat dilakukan di faskes tingkat pertama maupun tingkat lanjutan
sesuai indikasi medis.
2. Prosedur pelayanan darah di faskes tingkat pertama adalah sebagai berikut:
a. Disesuaikan dengan kompetensi Faskes untuk melakukan transfusi darah
b. Pelayanan tranfusi darah di faskes tingkat pertama dapat dilakukan pada kasus:
(1) Kegawatdaruratan maternal dalam proses persalinan
(2) Kegawatdaruratan lain untuk kepentingan keselamatan pasien
(3) Penyakit thalasemia, hemofili dan penyakit lain setelah mendapat rekomendasi
dari dokter Faskes tingkat lanjutan
c. Darah disediakan oleh fasilitas pelayanan darah yang bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan
d. Penggunaan darah maksimal 2 (dua) kantung/hari berdasarkan surat permintaan
darah yang ditanda tangani oleh dokter yang merawat, kecuali atas kebutuhan medis
bisa diberikan lebih.
3. Prosedur pelayanan darah di faskes tingkat lanjutan mengikuti ketentuan pelayanan
darah yang diatur oleh Faskes tingkat lanjutan dan jejaringnya yang melayani darah
G. PELAYANAN ALKES
Prosedur Pelayanan Alat Kesehatan yang tidak masuk dalam paket INA-CBGs
1. Peserta mendapatkan pelayanan medis dan/atau tindakan medis di Fasilitas Kesehatan.
32 2. Dokter menuliskan resep Alat Kesehatan sesuai dengan indikasi medis.
3. Peserta mengurus legalisasi pelayanan Alat Kesehatan ke Petugas BPJS Center atau
Kantor BPJS Kesehatan
4. Peserta mengambil Alat Kesehatan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit atau Faskes
penyedia Alat Kesehatan yang telah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan dengan
membawa identitas dan berkas pelayanan yang diperlukan.
5. Faskes melakukan verifikasi resep dan bukti pendukung lain, kemudian menyerahkan
Alat Kesehatan kepada Peserta.
6. Peserta menandatangani bukti penerimaan Alat Kesehatan.
7. BPJS Kesehatan memastikan pasien mendapatkan alat kesehatan dengan cara melihat
bukti penerimaan alat kesehatan dan bila perlu dilakukan konfirmasi kepada pasien
H. PELAYANAN AMBULAN
1. Penyediaan Fasilitas Pelayanan Ambulan
Dalam proses penyediaan fasilitas pelayanan ambulan bagi peserta BPJS Kesehatan,
Kantor Cabang melakukan :
a. Mapping ketersediaan fasilitas Ambulan di Faskes yang berada di wilayahnya
(diutamakan faskes yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan). Jika dari hasil
mapping didapatkan bahwa jumlah fasilitas pelayanan ambulan yang ada di faskes
yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan kurang, maka dapat melakukan kerjasama
dengan penyelenggara pelayanan Ambulan pihak ketiga.
b. Melakukan negosiasi tarif pelayanan Ambulan dengan pemberi pelayanan Ambulan
c. Melakukan kontrak dengan pemberi pelayanan Ambulan
2. Penjaminan Pelayanan Ambulan
a. BPJS Kesehatan wajib memberikan daftar penyedia ambulan kepada faskes yang
bekerjasama maupun tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan di wilayah kerjanya
b. Dalam rangka evakuasi pasien bagi Faskes yang tidak mempunyai ambulan, maka
Faskes berkoordinasi dengan penyedia ambulan yang bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan atau petugas BPJS Kesehatan.
c. Untuk Faskes yang mempunyai ambulan dapat langsung menggunakan ambulan
tersebut
d. Proses rujukan antar faskes mengikuti ketentuan sistem rujukan berjenjang yang
berlaku.
33 BAB IV
PROSES ADMINISTRASI KLAIM
Proses administrasi klaim sangat penting dalam suatu rangkaian proses bisnis asuransi dimana
kinerja suatu perusahaan asuransi sangat ditentukan oleh bagaimana klaim diproses dan
diselesaikan. Disamping itu penyelesaian klaim juga sangat mempengaruhi efisinsi dalam biaya
kesehatan karena kekurang hati hatian dalam proses klaim dapat mengakibatkan pembayaran
yang berlebihan dari yang seharusnya. Oleh sebab itu semua petugas terutama petugas
verifikator, kepala bidang dan kepala cabang harus melaksanakan proses klaim dengan prinsip
hati hati, dan teliti.
A. JENIS KLAIM
Secara keseluruhan pengajuan klaim yang masuk ke BPJS Kesehatan dapat dibagi dalam
2 (dua) kategori yaitu :
1. Klaim kolektif.
Klaim kolektif adalah klaim yang diajukan oleh Faskes atas biaya pelayanan seluruh
peserta yang telah dilayani ataupun pembayaran yang bersifat prospektif dalam periode
tertentu (satu bulan). Biaya pelayanan yang dilakukan secara kolektif adalah:
a. klaim pelayanan rawat inap tingkat pertama,
b. klaim persalinan di Faskes tingkat pertama
c. klaim pelayanan Darah di Faskes Tingkat Pertama
d. klaim pelayanan tingkat lanjutan, baik rawat jalan maupun rawat inap
e. klaim gawat darurat di Faskes yang tidak bekerjasama
f.
klaim alat kesehatan di luar INA CBG’s
g. klaim ambulan
h. klaim COB dari asuransi tambahan atau penjamin pelayanan kesehatan lainnya
i.
klaim atas biaya pengiriman tenaga kesehatan dan penyediaan fasilitas kesehatan di
daerah belum tersedia Fasilitas Kesehatan yang memenuhi syarat
2.Klaim perorangan.
a. Klaim perorangan adalah klaim yang diajukan oleh peserta secara perorangan untuk
pelayanan kesehatan yang telah dibayarkan terlebih dahulu oleh peserta tersebut.
34 b. Biaya pelayanan yang dapat diklaim secara perorangan adalah biaya kompensasi
untuk pelayanan kesehatan bagi peserta di daerah belum tersedia Fasilitas
Kesehatan yang memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan yang berlaku
c. Hanya untuk pelayanan di Faskes Tingkat Pertama yang tidak bekerjasama dengan
BPJS Kesehatan.
B. KETENTUAN UMUM
1. Faskes mengajukan klaim setiap bulan secara reguler paling lambat tanggal 10 bulan
berikutnya.
2. BPJS Kesehatan wajib membayar Fasilitas Kesehatan atas pelayanan yang diberikan
kepada peserta paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak dokumen klaim diterima
lengkap di Kantor Cabang/Kantor Operasional Kabupaten/Kota BPJS Kesehatan.
3. Seluruh berkas dokumen penagihan klaim dan pertanggung jawaban dana disimpan
oleh rumah sakit dan BPJS Kesehatan dan sewaktu-waktu dapat diaudit oleh yang pihak
berwenang.
4. Kadaluarsa Klaim
a. Klaim Kolektif
1) Fasilitas Kesehatan milik Pemerintah baik Tingkat Pertama maupun Tingkat
Lanjutan adalah 2 (dua) tahun setelah pelayanan diberikan.
2) Fasilitas Kesehatan milik Swasta baik Tingkat Pertama maupun Tingkat Lanjutan
adalah 2 (dua) tahun setelah pelayanan diberikan
b. Klaim Perorangan
Batas waktu maksimal pengajuan klaim perorangan adalah 2 (dua) tahun setelah
pelayanan diberikan.
C. PROSES PENGAJUAN KLAIM
1. Klaim Kolektif
a.
Klaim Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama
1) Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP)
Biaya pelayanan RJTP dibayar dengan kapitasi, yaitu berdasarkan jumlah peserta
yang terdaftar di faskes tersebut tanpa pengenaan iur biaya kepada peserta
2) Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP)
Pengajuan klaim RITP diajukan kepada Kantor Cabang/Kantor Operasional
Kabupaten/Kota BPJS Kesehatan yang dilakukan oleh Faskes tingkat pertama
35 secara kolektif setiap bulan atas pelayanan yang sudah diberikan kepada peserta
pada bulan sebelumnya dengan menyampaikan kelengkapan administrasi sebagai
berikut :
a) Formulir pengajuan klaim (FPK) rangkap 3 (tiga)
b) Rekapitulasi pelayanan
(1) Nama penderita;
(2) Nomor Identitas;
(3) Alamat dan nomor telepon pasien;
(4) Diagnosa penyakit;
(5) Tindakan yang diberikan;
(6) Tanggal masuk perawatan dan tanggal keluar perawatan;
(7) Jumlah hari rawat;
(8) Besaran tarif paket;
(9) Jumlah tagihan paket rawat inap tingkat pertama (besaran tarip paket
dikalikan jumlah hari rawat);
(10) Jumlah seluruh tagihan
c) Berkas pendukung masing-masing pasien
(1) Foto kopi identitas peserta BPJS
(2) Surat perintah rawat inap dari Dokter.
(3) Bukti pelayanan yang sudah ditandatangani oleh peserta atau anggota
keluarga.
3) Persalinan / maternal dan neonatal non kapitasi di Faskes Tingkat Pertama
a) Pengajuan klaim persalinan dan pelayanan maternal/neonatal non kapitasi di
Faskes tingkat pertama dapat dilakukan oleh Faskes tingkat pertama yang
memberikan pelayanan (Puskesmas/Puskesmas PONED/Klinik/Dokter praktek
perorangan dengan jejaring).
b) Jejaring Faskes tingkat pertama berupa Polindes/Poskesdes dan bidan
desa/praktik mandiri mengajukan tagihan melalui Faskes induknya.
c) Kecuali pada daerah tidak ada Faskes tingkat pertama (ditetapkan oleh SK
Kepala Dinas Kesehatan setempat), maka bidan desa/bidan praktik mandiri
dapat menjadi faskes tingkat pertama yang bekerjasama langsung dengan BPJS
Kesehatan dan mengajukan klaim langsung ke BPJS Kesehatan
36 d) Klaim diajukan secara kolektif setiap bulankepada Kantor Cabang/Kantor
Operasional Kabupaten/Kota BPJS Kesehatan secara kolektif setiap bulan
dengan kelengkapan administrasi sebagai berikut:
(1) Formulir pengajuan klaim (FPK) rangkap 3 (tiga)
(2) Rekapitulasi pelayanan
i. Nama penderita;
ii. Nomor Identitas;
iii. Alamat dan nomor telepon pasien;
iv. Tanggal pelayanan;
v. GPA (Gravid, Partus, Abortus)
vi. Jenis persalinan (tanpa penyulit/dengan penyulit);
vii. Besaran tarif paket;
viii. Jumlah seluruh tagihan
(3) Berkas pendukung masing-masing pasien
i. Foto kopi identitas peserta BPJS
ii. Foto kopi lembar pelayanan pada Buku KIA sesuai pelayanan yang
diberikan untuk Pemeriksaan kehamilan, pelayanan nifas, termasuk
pelayanan bayi baru lahir dan KB pasca persalinan. Apabila Peserta tidak
memiliki buku KIA pada daerah tertentu, dapat digunakan kartu ibu atau
keterangan pelayanan lainnya pengganti buku KIA yang ditandatangani ibu
hamil/bersalin dan petugas yang menangani
iii. Partograf : yang ditandatangani oleh tenaga kesehatan penolong
persalinan untuk Pertolongan persalinan. Pada kondisi tidak ada partograf
dapat digunakan keterangan lain yang menjelaskan tentang pelayanan
persalinan yang diberikan
iv. Surat keterangan kelahiran
v. Bukti pelayanan yang sudah ditandatangani oleh peserta atau anggota
keluarga.
vi. Kwitansi bermaterai cukup
4) Pelayanan Darah
ü Biaya pelayanan darah terdiri dari jasa, sarana dan darah per bag.
ü Biaya jasa dan bahan, alat medis habis pakai termasuk transfusi set yang
digunakan dalam pelayanan transfusi darah sudah termasuk paket rawat inap di
Puskesmas atau Klinik
37 ü Klaim darah diajukan kepada Kantor Cabang/Kantor Operasional Kabupaten/Kota
BPJS Kesehatan secara kolektif setiap bulan oleh PMI atau UTD setempat dengan
kelengkapan administrasi sebagai berikut:
a) Formulir pengajuan klaim (FPK) rangkap 3 (tiga)
b) Rekapitulasi pelayanan
(1) Nama penderita;
(2) Nomor Identitas;
(3) Alamat dan nomor telepon pasien;
(4) Tanggal pelayanan;
(5) Diagnosa penyakit;
(6) Jumlah darah per bag yang dibutuhkan;
(7) Besaran tarif paket;
(8) Jumlah seluruh tagihan
c) Berkas pendukung masing-masing pasien
(1) Foto kopi identitas peserta BPJS
(2) Bukti pelayanan yang sudah ditandatangani oleh peserta atau anggota
keluarga.
b. Klaim Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjutan
Pengajuan klaim Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjutan kepada Kantor Cabang/Kantor
Operasional Kabupaten/Kota BPJS Kesehatan dilakukan oleh setiap faskes tingkat lanjutan
secara kolektif setiap bulan, atas pelayanan yang sudah diberikan kepada peserta BPJS
Kesehatan.
1) Proses Registrasi
a). Setiap faskes lanjutan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan wajib melakukan
registrasi ke Kementerian Kesehatan untuk mendapatkan kelompok tarif INA CBG’s
yang akan diberlakukan di faskes lanjutan tersebut. Kementerian Kesehatan akan
memberikan user name dan password untuk mengakses aplikasi INA CBG’s yang
akan diberlakukan di Rumah Sakit tersebut
b). Kantor Cabang harus memastikan bahwa tarif yang akan digunakan oleh Faskes
Lanjutan tersebut sesuai dengan tipe Rumah Sakit dan Regionalisasi Tarif sesuai
kesepakatan dengan Asosiasi Faskes yang dicantumkan dalam Perjanjian Kerja
Sama (PKS)
38 c). Apabila Rumah Sakit belum memiliki sertifikat penetapan kelas, maka tarif yang
diberlakukan adalah tarif RS tipe D
2) Penetapan diagnosis oleh Faskes
a). Untuk memenuhi kesesuaian INA-CBGs, dokter berkewajiban melakukan penegakan
diagnosis yang tepat dan jelas sesuai International Classification of Diseases Tenth
Edition (ICD-10) dan International Classification of Diseases Ninth Edition Clinical
Modification (ICD-9 CM). Coder memastikan proses penulisan kode diagnosis sesuai
dengan ICD-10 dan ICD-9 CM dan pelayanan yang diberikan. Dokter Penanggung
Jawab Pasien (DPJP) harus menuliskan nama dengan jelas serta menandatangani
berkas resume medik dan bukti pelayanan
b). Pada kasus-kasus dengan diagnosis yang kompleks dengan severity level 3 kode
INA-CBGs harus mendapatkan pengesahan dari Komite Medik atau Direktur
Pelayanan atau Supervisor yang ditunjuk/diberi tanggung jawab oleh rumah sakit
untuk hal tersebut.
c). Pasien yang masuk ke instalasi rawat inap sebagai kelanjutan dari proses perawatan
di instalasi rawat jalan atau instalasi gawat darurat hanya diklaim menggunakan 1
(satu) kode INA-CBGs dengan jenis pelayanan rawat inap.
d). Pasien yang datang pada dua atau lebih instalasi rawat jalan dengan dua atau lebih
diagnosis akan tetapi diagnosis tersebut merupakan diagnosis sekunder dari
diagnosis utamanya maka diklaimkan menggunakan 1 (satu) kode INA-CBGs.
3)
Penagihan Klaim pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjutan
a). Kelengkapan berkas penagihan klaim pelayanan kesehatan tingkat lanjutan
1) Formulir pengajuan klaim (FPK) rangkap 3 (tiga)
2) Rekapitulasi pelayanan
3) Berkas pendukung masing-masing pasien
(a) SEP
(b) Surat perintah rawat inap
(c) Resume medis yang ditandatangani oleh DPJP
(d) Bukti pelayanan lain yang ditandatangani oleh DPJP (bila ada), seperti :
ü Laporan operasi
ü Protokol terapi dan regimen (jadual pemberian obat) pemberian obat
khusus
39 ü Legalisasi pelayanan yang masuk Special CMG’s
ü Billing system atau perincian tagihan manual Rumah Sakit
ü Berkas pendukung lain yang diperlukan
a) Tagihan klaim di fasilitas kesehatan lanjutan menjadi sah setelah mendapat
persetujuan dan ditandatangani Direktur/Kepala Faskes lanjutan dan Petugas
Verifikator BPJS Kesehatan.
b) Fasilitas kesehatan lanjutan mengirimkan secara resmi tagihan klaim dalam bentuk
softcopy dan hardcopy.
c) Kantor Cabang melakukan verifikasi ulang terhadap tagihan klaim
c. Penagihan Klaim Gawat Darurat
1) Pelayanan oleh Faskes Tingkat Pertama yang tidak bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan
a) Klaim diajukan ke Kantor Cabang/Kantor Operasional Kabupaten/Kota BPJS
Kesehatan secara kolektif setiap bulan atas pelayanan yang sudah diberikan kepada
peserta BPJS Kesehatan
b) Kelengkapan adminitrasi pengajuan klaim sama dengan kelengkapan administrasi
pengajuan klaim di faskes tingkat pertama
2) Pelayanan oleh Faskes Lanjutan yang Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
Adminitrasi pengajuan klaim sama dengan kelengkapan administrasi pengajuan klaim
kolektif pelayanan kesehatan tingkat lanjutan
3) Pelayanan oleh Faskes Lanjutan yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
a) Administrasi pengajuan klaim sama dengan kelengkapan administrasi pengajuan
klaim kolektif pelayanan kesehatan tingkat lanjutan faskes yang bekerjasama dengan
BPJS Kesehatan
b) Pengajuan tagihan berupa hardcopy dan softcopy hasil luaran dari aplikasi INA CBG
c) Bagi faskes yang belum dapat mengajukan dalam bentuk softcopy luaran INA CBG,
maka klaim dientry oleh Faskes tersebut di Kantor BPJS Kesehatan terdekat.
d. Penagihan Klaim Ambulan
1) Administrasi pengajuan klaim diajukan secara kolektif oleh penyelenggara pelayanan
ambulan.
2) Kelengkapan administrasi klaim adalah sebagai berikut :
a) Formulir pengajuan klaim
40 b) Surat Eligibilitas Peserta (tindasan NCR atau foto copynya)
c) Surat keterangan medis dari dokter yang merawat yang menerangkan kondisi
medis pasien pada saat akan dirujuk.
d) Bukti pelayanan ambulan yang memuat informasi tentang :
ü Identitas pasien
ü Waktu pelayanan (hari, tanggal, jam berangkat dari faskes perujuk dan jam
tiba di faskes tujuan)
ü Faskes perujuk
ü Faskes tujuan rujukan
ü Tandatangan dan cap dari faskes perujuk dan faskes penerima rujukan
ü Tanda tangan pasien atau anggota keluarganya
2.
Klaim Perorangan
1) Administrasi pengajuan klaim diajukan secara perorangan oleh peserta.
2) Kelengkapan administrasi klaim adalah sebagai berikut :
a). Formulir pengajuan klaim
b). Berkas pendukung :
(1) Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (untuk memastikan peserta berada di
wilayah tidak ada faskes memenuhi syarat sesuai Surat Keputusan Dinas
Kesehatan)
(2) Kwitansi asli bermaterai cukup
c). Rincian pelayanan yang diberikan
41 BAB V
PELAYANAN OBAT
A. RUANG LINGKUP PELAYANAN OBAT
Pelayanan obat diberikan kepada peserta setelah mendapatkan layanan medis berdasarkan
resep obat dari dokter sesuai indikasi medis. Pemberian obat kepada peserta melalui
Instalasi Farmasi Rumah Sakit atau Apotek Jejaring. Ruang lingkup pelayanan obat
meliputi:
1. Pelayanan obat pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Pelayanan Obat pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama meliputi Obat Rawat Jalan
Tingkat Pertama (RJTP) dan Obat Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP), diberikan
kepada peserta setelah mendapatkan pelayanan medis pada Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama
Pemberian obat RJTP dan obat RITP adalah sesuai indikasi medis, berdasarkan resep
obat dari dokter yang merawat, berpedoman pada Daftar Obat Formularium Nasional
yang ditetapkan oleh Menteri serta ketentuan lain yang berlaku.
Obatdan bahan medis habis pakai di fasilitas kesehatan tingkat pertama merupakan
salah satu komponen pelayanan kesehatan yang dibayar oleh BPJS Kesehatan secara
kapitasi.
Obat diperoleh di Depo Farmasi Puskesmas atau di Apotek jejaring fasilitas kesehatan
tingkat pertama.
2. Pelayanan Obat pada Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan
Pelayanan Obat pada Fasilitas Kesehatan RujukanTingkat Lanjutan meliputi obat
Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL) dan obat Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL) yang
diberikan kepada peserta setelah mendapatkan pelayanan medis pada Fasilitas
Kesehatan.
Pemberian obat RJTL dan obat RITL sesuai indikasi medisberdasarkan resep obat dari
dokter spesialis/sub spesialis yang merawat dan berpedoman pada Daftar Obat
Formularium Nasional yang ditetapkan oleh Menteri serta ketentuan lain yang berlaku.
Obat dan bahan medis habis pakai disediakan di Instalasi Farmasi RS atau di Apotek
jejaring yang bekerja sama dengan Fasilitas kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan.
42 Fasilitas kesehatan wajib menjamin peserta yang dirawat untuk mendapatkan obat dan
bahan medis habis pakai yang dibutuhkan sesuai dengan indikasi medis.
Obat dan bahan medis habis pakai merupakan komponen pembiayaan dalam paket INA
CBG’s yang dibayar oleh BPJS Kesehatan dan tidak dapat ditagihkan ke BPJS
Kesehatan.
B. PROSEDUR PELAYANAN OBAT
1. Prosedur pelayanan di Fasilitas KesehatanTingkat Pertama
a.
Peserta mendapatkan pelayanan medis dan/atau tindakan medis di Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama
b.
Dokter menuliskan resep obat sesuai dengan indikasi medis.
c.
Peserta membawa resep ke Ruang Farmasi/Instalasi Farmasi di puskesmas, klinik
dan apotek jejaring.
d.
Apoteker
di
puskesmas
melakukan
pengkajian
resep,
menyiapkan
dan
menyerahkan obat kepada Peserta disertai dengan pemberian informasi obat. Jika
di Puskesmas belum memiliki Apoteker pelayanan obat dapat di lakukan oleh
tenaga teknis kefarmasian dengan pembinaan apoteker dari dinas kesehatan
kabupaten/kota.
e.
Apoteker di Klinik dan Apotek melakukan pengkajian resep, menyiapkan dan
menyerahkan obat kepada Peserta disertai dengan pemberian informasi obat.
Apabila di Klinik tidak memiliki apoteker maka tidak dapat melakukan pelayanan
obat.
f.
2.
Peserta menandatangani bukti penerimaan obat.
Pelayanan Obat di Faskes Rujukan Tingkat Lanjutan
Prosedur Pelayanan Obat paket INA-CBG’s di Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat
Lanjutan
1) Prosedur pelayanan obat rawat jalan
a). Peserta mendapatkan pelayanan medis dan/atau tindakan medis di Fasilitas
Kesehatan.
b). Dokter menuliskan resep obat sesuai dengan indikasi medis.
43 c). Peserta mengambil obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit atau apotek jejaring
rumah sakit dengan membawa identitas dan bukti pelayanan yang diperlukan.
d). Apoteker melakukan verifikasi Resep dan bukti pendukung lain, antara lain:
1) Protokol terapi dan regimen
2) Hasil pemeriksaan laboratorium atau penunjang diagnostik lainnya.
e). Apoteker melakukan pengkajian resep, menyiapkam dan meyerahkan obat
kepada Peserta disertai dengan pemberian informasi obat.
f). Peserta menandatangani bukti penerimaan obat.
2) Prosedur Pelayanan Obat rawat inap:
a). Peserta mendapatkan pelayanan medis dan/atau tindakan medis di Fasilitas
Kesehatan.
b). Dokter menuliskan resep obat sesuai dengan indikasi medis.
c). Peserta mengambil obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit atau apotek jejaring
rumah sakit dengan membawa identitas dan bukti pelayanan yang diperlukan.
d). Apoteker melakukan verifikasi resep dan bukti pendukung lain, antara lain:
1) Protokol terapi dan regimen
2) Hasil pemeriksaan laboratorium atau penunjang diagnostik lainnya.
e). Apoteker melakukan pengkajian resep, menyiapkam dan menyerahkan obat
kepada Peserta disertai dengan pemberian informasi obat.
f). Peserta menandatangani bukti penerimaan obat.
b. Pelayanan Obat Di Luar Formularium Nasional
Dalam hal obat yang dibutuhkan sesuai indikasi medis pada Fasilitas Kesehatan rujukan
tingkat lanjutan tidak tercantum dalam Formularium Nasional, dapat digunakan obat lain
berdasarkan persetujuan Komite Medik dan Kepala/Direktur Rumah Sakit.
Obat tersebut merupakan komponen pembiayaan dalam paket INA CBG’s yang dibayar
oleh BPJS Kesehatan dan tidak ditagihkan tersendiri ke BPJS Kesehatan serta tidak
diperbolehkan menarik urun biaya kepada peserta.
C. PELAYANAN OBAT PROGRAM RUJUK BALIK
Pelayanan Obat Program Rujuk Balik adalah pemberian obat-obatan penyakit kronis di
fasilitas kesehatan tingkat pertama sebagai bagian dari program pelayanan rujuk balik.
44 Penyakit yang dikelola melalui program rujuk balik, yaitu Diabetes Mellitus tipe 2 dan
Hipertensi.
1. LANDASAN HUKUM
a. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan
pada Jaminan Kesehatan Nasional
b. Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 01 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan
Jaminan Kesehatan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan
2. Filosofi Program Rujuk Balik
a. Pelayanan Rujuk balik adalah Pelayanan kesehatan yang diberikan kepada
penderita di Fasilitas Kesehatan atas rekomendasi/rujukan dari Dokter Spesialis/Sub
Spesialis yang merawat.
b. Pelayanan Program Rujuk Balik adalah Pelayanan Kesehatan yang diberikan
kepada penderita penyakit kronis dengan kondisi stabil dan masih memerlukan
pengobatan atau asuhan keperawatan jangka panjang yang dilaksanakan di Faskes
Tingkat Pertama atas rekomendasi/rujukan dari Dokter Spesialis/Sub Spesialis yang
merawat.
3.
Manfaat Program Rujuk Balik
a. Bagi Peserta
1)
Meningkatkan kemudahan akses pelayanan kesehatan
2)
Meningkatkan pelayanan kesehatan yang mencakup akses promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif
3)
Meningkatkan hubungan dokter dengan pasien dalam konteks pelayanan
holistik
4)
Memudahkan untuk mendapatkan obat yang diperlukan
b. Bagi Faskes Tingkat Pertama
1)
Meningkatkan fungsi Faskes selaku Gate Keeper dari aspek pelayanan
komprehensif dalam pembiayaan yang rasional
2)
Meningkatkan kompetensi penanganan medik berbasis kajian ilmiah terkini
(evidence based) melalui bimbingan organisasi/dokter spesialis
3)
Meningkatkan fungsi pengawasan pengobatan
c. Bagi Faskes Rujukan Tingkat Lanjutan
1) Mengurangi waktu tunggu pasien di poli RS
2) Meningkatkan kualitas pelayanan spesialistik di Rumah Sakit
45 3) Meningkatkan fungsi spesialis sebagai koordinator dan konsultan manajemen
penyakit
4.
Ruang Lingkup Program Rujuk Balik
a. Jenis Penyakit
Jenis Penyakit yang termasuk dalam Program Rujuk Balik adalah:
1)
Diabetus Mellitus Tipe 2
2)
Hipertensi
b. Jenis Obat
Obat yang termasuk dalam Obat Rujuk Balik adalah:
1)
Obat-obat kronis yang diresepkan oleh dokter spesialis/sub-spesialis di Faskes
Rujukan Tingkat Lanjutan.
2)
Obat tambahan adalah obat yang diresepkan oleh dokter spesialis/sub
spesialis dan mutlak diberikan bersama obat utama untuk mengatasi penyakit
penyerta atau mengurangi resiko efek samping akibat obat utama.
Daftar Obat Program Rujuk Balik sesuai Daftar Obat Formularium Nasional yang
berlaku dan ditetapkan melalui keputusan Direksi BPJS Kesehatan.
2. Identifikasi peserta Program Rujuk Balik
a. Peserta berobat ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dimana peserta tersebut
terdaftar dengan membawa indentitas diri.
b. Apabila atas indikasi medis peserta memerlukan pemeriksaan ataupun tindakan
spesialis/sub-spesialis, maka Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama akan memberikan
rujukan ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan yang bekerjasama dengan
BPJS Kesehatan.
c. Peserta mendaftar ke BPJS Center dengan membawa surat rujukan dan identitas diri
untuk mendapatkan SEP.
d. Dokter Spesialis/Sub Spesialis melakukan pemeriksaan kepada peserta sesuai
kebutuhan indikasi medis.
e. Apabila peserta didiagnosa penyakit kronis maka peserta mendapatkan pelayanan
kesehatan secara rutin di Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan hingga
diperoleh kondisi terkontrol/stabil sesuai panduan klinis penyakit kronis.
f.
Setelah peserta ditetapkan dalam kondisi terkontrol/stabil, maka dokter Spesialis/Sub
Spesialis memberikan SRB (Surat Rujuk Balik) kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama dimana peserta yang bersangkutan terdaftar.
46 3. Pendaftaran Peserta Program Rujuk Balik
a. Peserta
mendaftarkan
diri
pada
petugas
BPJS
Center/Kantor
Cabang/Kota/Kabupaten dengan menunjukkan :
1) Kartu Identitas peserta BPJS Kesehatan
2) Surat Rujuk Balik (SRB) dari dokter spesialis
3) Surat Eligibilitas Peserta (SEP) dari BPJS Kesehatan
4) Lembar resep obat/salinan resep
b. Peserta mengisi formulir pendaftaran peserta PRB
c. Peserta menerima buku kontrol Peserta PRB
d. Petugas BPJS Kesehatan melakukan:
1) Verifikasi keabsahan peserta (identitas BPJS, SRB, SEP dan lembar resep)
2) Verifikasi dan melegalisasi formulir pendaftaran peserta
3) Mendokumentasikan formulir pendaftaran sebagai bukti pendaftaran peserta
4) Melakukan legalisasi obat yang diresepkan oleh Faskes Rujukan Tingkat Lanjutan
untuk disetujui sebagai obat Program Rujuk Balik serta menyerahkan kembali
SEP RJTL dan lembar resep kepada peserta
5) Mencatat jenis dan jumlah obat yang disetujui untuk obat Program Rujuk Balik
(sesuai resep obat yang dilegalisasi) pada:
i. Formulir Pendaftaran Peserta Rujuk Balik
ii. Buku Kontrol Peserta PRB
6) Mencatat identitas peserta PRB pada buku Register Manual peserta PRB
7) Menyerahkan SRB dan buku kontrol Peserta PRB kepada peserta disertai
dengan pemberian informasi mekanisme pelayanan Program Rujuk Balik.
4. Prosedur Pelayanan Obat Program Rujuk Balik
a. Apabila obat Program Rujuk Balik dari dokter spesialis/subspesialis telah habis,
selanjutnya peserta berobat ke Faskes Tingkat Pertama dimana dia terdaftar
dengan menunjukkan Identitas sebagai peserta BPJS, SRB dan Buku Kontrol
Peserta PRB.
b. Peserta melakukan kunjungan ulang ke faskes tingkat pertama (tempatnya
terdaftar) dengan menunjukkan identitas peserta BPJS, SRB dan buku kontrol
peserta PRB.
c. Dokter faskes tingkat pertama melakukan pemeriksaan dan menuliskan resep
obat rujuk balik yang tercantum pada buku kontrol peserta PRB.
47 d. Peserta memperoleh obat rujuk balik dari apotek PRB dengan menyerahkan
resep dari Faskes Tingkat Pertama serta menunjukkan SRB dan Buku Kontrol
Peserta
e. Petugas Apotek melakukan verifikasi obat dengan menggunakan aplikasi
pengendalian obat APDALINE.
f.
Apabila peserta telah mendapatkan obat yang sama dari Apotek lain dan masih
dalam range waktu pemberian obat, maka petugas apotek tidak boleh
memberikan obat tersebut. Jika pelayanan obat tetap diberikan maka biaya obat
tersebut akan menjadi beban Apotek.
g. Apabila sebelumnya peserta belum pernah mendapatkan obat atau obatnya telah
habis maka petugas Apotek memberikan obat Program Rujuk Balik disertai
dengan informasi penggunaan obat.
h. Pelayanan obat rujuk balik dilakukan 3 kali berturut-turut selama 3 bulan
i.
Setelah 3 (tiga) bulan peserta dapat dirujuk kembali oleh Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan untuk
dilakukan evaluasi oleh dokter spesialis/sub-spesialis.
j.
Apabila hasil evaluasi kondisi peserta dinyatakan masih terkontrol/stabil oleh
dokter spesialis/sub-spesialis, maka pelayanan program rujuk balik dapat
dilanjutkan kembali dengan memberikan SRB baru kepada peserta. SRB tersebut
dilegalisasi oleh petugas BPJS di BPJS Center/Kantor Cabang/Kota/ Kabupaten.
Untuk pelayanan pada bulan tersebut, maka peserta mendapatkan obat dari RS
yang sudah termasuk dalam paket tarif INA CBG’s, kemudian untuk selanjutnya
peserta kembali periksa ke fasiltas kesehatan tingkat pertama untuk mendapatkan
obat rujuk balik.
5.
Ketentuan pelayanan obat Program Rujuk Balik
a. Faskes Rujukan Tingkat Lanjutan meresepkan dan memberikan obat kronis pada
pasien yang akan diberikan pelayanan Program Rujuk Balik.
b. Obat PRB diberikan untuk kebutuhan maksimal 30 (tiga puluh) hari setiap kali
peresepan dan harus sesuai dengan Daftar Obat Program Rujuk Balik BPJS
Kesehatan serta ketentuan lain yang berlaku.
c. Perubahan/penggantian obat program rujuk balik dapat dilakukan oleh Dokter faskes
tingkat pertama hanya pada dosis obat sesuai dengan kondisi pasien dan sesuai
dengan batas kewenangan dokter tersebut.
48 d. Obat PRB dapat diperoleh di Apotek atau depo farmasi Fasilitas Kesehatan tingkat
pertama yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.
e. Jika peserta masih memiliki obat PRB, maka peserta tersebut tidak boleh dirujuk ke
Faskes Rujukan Tingkat Lanjut, kecuali terdapat keadaan emergency atau
kegawatdaruratan yang menyebabkan pasien harus konsultasi ke Faskes Rujukan
Tingkat Lanjut.
D. PROSEDUR PENAGIHAN KLAIM PELAYANAN OBAT
Obat-obatan yang bisa ditagihkan secara terpisah kepada BPJS Kesehatan adalah Obat
Program Rujuk Balik sesuai dengan Daftar Obat Formularium Nasional yang berlaku.
Tagihan obat diajukan oleh Apotek yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan untuk
Program Rujuk Balik secara kolektif. Prosedur Penagihan Klaim Pelayanan Obat Program
Rujuk Balik adalah sebagai berikut:
1. Klaim obat PRB ditagihkan secara kolektif oleh Apotek PRB kepada BPJS Kesehatan
sesuai dengan ketentuan/prosedur penagihan klaim yang ditetapkan oleh BPJS
Kesehatan.
2. Dokumen yang dilampirkan saat Apotek PRB mengajukan klaim obat adalah:
a. Formulir Pengajuan Klaim (FPK)
b. Rekap Tagihan Obat Program Rujuk Balik
c. Lembar Resep Obat Program Rujuk Balik
d. Lembar SEP
e. Data tagihan pelayanan dalam bentuk softcopy sesuai aplikasi Apotek dari BPJS
Kesehatan
3. Petugas BPJS Kesehatan melakukan verifikasi dan re-verifikasi:
a. Verifikasi setting aplikasi (nama faskes, jenis faskes, faktor pelayanan dan embalage)
b. Memastikan referensi obat yang digunakan adalah yang berlaku
c. Keabsahan dan kelengkapan resep dan dokumen pendukung resep.
d. Eligibilitas pelayanan obat meliputi kesesuaian jenis penyakit dengan restriksi dan
peresepan maksimal.
e. Kesesuaian antara dokumen dengan data pengajuan klaim pada aplikasi
f. Kesesuaian harga, jenis, merek dan jumlah obat
4. Jika terdapat perbedaan antara data pelayanan yang diajukan oleh Apotek Rujuk Balik
dengan hasil verifikasi, petugas BPJS Kesehatan meminta klarifikasi kepada Apotek dan
menuliskan di lembar telaahan verifikasi.
49 5. Setelah semua resep selesai diverifikasi, petugas BPJS Kesehatan melakukan umpan
balik verifikasi.
6. Petugas Apotek Rujuk Balik melakukan pencetakan Formulir Pengajuan Klaim (FPK) dan
menandatanganinya.
7. Petugas Apotek Rujuk Balik menyerahkan data pengajuan klaim dalam bentuk softcopy
beserta lembar FPK dan dokumen kelengkapan resep kepada petugas BPJS Kesehatan.
Masa kadaluarsa klaim kolektif obat PRB adalah 6 (enam) bulan setelah pelayanan
diberikan.
E. Penangan kekosongan Obat Program Rujuk Balik
1. Definisi Obat Kosong
Kekosongan obat PRB adalah kendala ketersediaan obat yang tercantum dalam
Formularium Nasional yang seharusnya disediakan oleh faskes yang bekerjasama
dengan BPJS Kesehatan baik melalui Apotek atau depo farmasi Fasilitas Kesehatan
tingkat pertama yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan yang dapat mengakibatkan
pelayanan obat bagi peserta BPJS Kesehatan menjadi terganggu. Dampak tidak
langsungnya akan meyebabkan menurunnya kepuasan peserta terhadap pelayanan
BPJS Kesehatan maupun pelayanan oleh provider.
2. Penyebab kekosongan obat
Kekosongan obat dapat tejadi dikarenakan beberapa hal berikut :
a. Kendala dalam pengadaan obat melalui E-Catalog yang bisa disebabkan karena
faskes kurang mengetahui tata cara pengadaan obat melalui E-Catalog.
b. Ketidakakuratan faskes dalam melakukan stock opname obat untuk kebutuhan
peserta BPJS Kesehatan
c. Kurangnya koordinasi antara faskes dengan Apotek atau depo farmasi Fasilitas
Kesehatan tingkat pertama yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan untuk obatobat yang akan sering digunakan.
d. Pihak distributor tidak mensupply kebutuhan obat PRB kepada Apotek atau depo
farmasi Fasilitas Kesehatan tingkat pertama yang bekerja sama dengan BPJS
Kesehatan dikarenakan keterlambatan pembayaran tagihan klaim distributor
e. Pihak distributor tidak mensuplai kebutuhan obat PRB dikarenakan kekosongan obat
di jalur distribusi maupun kekosongan bahan baku.
50 3. Jenis kekosongan obat yang disampaikan ke Kantor Pusat
a. Masalah yang tidak bisa diselesaikan oleh Divisi Regional/Kantor Cabang dengan
Distributor.
b. Khusus menyangkut kekosongan obat, lamanya kekosongan sudah berlangsung
terus menerus selama minimal 3 hari.
c. Kekosongan obat yang terjadi berdampak langsung pada pelayanan terhadap pasien
(menghambat proses terapi).
d. Masalah yang terjadi bukan karena masalah intern Faskes, misalnya keterlambatan
pembayaran oleh Faskes sehingga Distributor tidak mau mengirim obat ke Faskes
tersebut.
4.
Laporan Keluhan Kekosongan Obat
a.
Kantor Cabang dapat menerima keluhan kekosongan obat dari Faskes dan Peserta
b.
Kantor Cabang melaporkan kepada KP melalui email [email protected]
dan ditembuskan ke Kantor Divisi Regional
c.
d.
Pada laporan tersebut disebutkan:
-
Nama obat yang kosong
-
Nama Faskes yang mengalami kekosongan
-
Sejak kapan kekosongan obat itu terjadi
-
Hasil konfirmasi kepada pihak distributor lokal
Atas laporan tersebut, Kantor Pusat akan menyampaikan kepada Kemenkes RI
(Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan) untuk ditindaklanjuti.
Konfirmasi dari pihak pabrik obat maupun distributor yang disampaikan langsung
kepada Faskes dengan tembusan kepada Kemenkes RI, BPJS Kesehatan Kantor
Pusat dan Kantor Cabang
e.
Setelah ada konfirmasi dari pihak distributor maka Kantor Cabang harus memonitor
ketersediaan obat tersebut sampai dengan obat tersebut kembali tersedia dan
melaporkan kembali mengenai ketersediaan obat tersebut kepada Kantor Divisi
Regional; selanjutnya Kantor Divisi
Regional melaporkan kepada BPJS Kantor
Pusat.
51 F. Monitoring dan Evaluasi Pelayanan Obat Rujuk Balik
Dalam rangka pengendalian penggunaan/ pengambilan obat PRB, dan untuk mencegah
terjadinya duplikasi pengambilan obat oleh peserta maka petugas BPJS Center/BPJS
Kantor Cabang/Kabupaten wajib melakukan legalisasi resep secara online dengan
menggunakan Aplikasi Pengendalian Online (Apdaline).
Terkait dengan keberhasilan PRB, maka BPJS Kesehatan Divisi Regional/Kantor
Cabang melakukan evaluasi sebagai berikut:
a. Kantor Cabang
1) Melakukan evaluasi atas hasil monitoring pelayanan rujuk balik yang diberikan
oleh Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan, Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama dan Apotek yang ditunjuk.
2) Memberikan umpan balik atas hasil monitoring pada point a diatas kepada
Fasilitas Kesehatan PRB
3) Melakukan evaluasi atas pelaksanaan PRB di wilayahnya antara lain :
i.
Pencapaian jumlah peserta PRB
ii.
Angka kunjungan peserta dengan diagnose sesuai PRB di Fasilitas
Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan
iii.
Peserta lapse
iv.
Pelayanan obat rujuk balik
v.
dan lain lain
b. Kantor Divisi Regional
Kantor Divisi Regional melakukan evaluasi pelaksanaan PRB secara keseluruhan pada
Kantor Cabang di wilayahnya.
c. Kantor Pusat
Kantor Pusat melakukan evaluasi atas pelaksanaan PRB secara nasional
G. PELAPORAN
Laporan Pelayanan Program Rujuk Balik
Laporan pelayanan obat Program Rujuk Balik disampaikan bersamaan dengan laporan
pelayanan rujuk balik lainnya sebagai berikut :
a.
Jenis Pelaporan adalah Laporan Pelayanan Obat Program Rujuk Balik
b.
Penyampaian laporan PRB dilaksanakan setiap bulan yaitu dari Kantor Cabang ke Divisi
Regional selambat-lambatnya tanggal 5 bulan berikutnya (N+5); dan dari Divisi Regional
ke Kantor Pusat selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya (N+10).
52 1) Kantor Cabang
Kantor Cabang mengirimkan laporan ke Kantor Divisi Regional per bulan.
2) Kantor Divisi Regional
Divre membuat rekapitulasi laporan pelayanan obat rujuk balik Kantor Cabang di
wilayahnya dan melaporkan ke Kantor Pusat per bulan.
3) Kantor Pusat
Kantor Pusat membuat rekapitulasi laporan pelayanan obat rujuk balik Kantor
Regional.
H. SOSIALISASI FORMULARIUM NASIONAL
a. Tujuan
1) Meningkatkan mutu pelayanan obat bagi peserta BPJS Kesehatan sesuai
Formularium Nasional
2) Memperkenalkan Formularium Nasional kepada seluruh jajaran pemberi pelayanan
pada fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan.
3) Memberikan pemahaman obat paket INA CBG’s
b. Sasaran
1) Dokter penulis resep di Rumah Sakit yang melayani peserta BPJS Kesehatan
2) Paramedis di Rumah Sakit yang melayani peserta BPJS Kesehatan
3) Apoteker dan petugas farmasi di Instalasi Farmasi/Apotek jejaring yang melayani
peserta BPJS Kesehatan
c. Kegiatan
Dilaksanakan minimal sekali dalam satu tahun
d. Bentuk Kegiatan
Seminar, pertemuan kelompok, Focus Group Discussion dan lain-lain
e. Anggaran
a) Semua biaya yang digunakan untuk pelaksanaan program ini menggunakan
anggaran Sosialisasi Formularium Nasional
b) Alokasi anggaran per Kantor Cabang ditetapkan oleh Kantor Regional berdasarkan:
(1) Kelas RS/UPF
(2) Kompleksitas RSU
(3) Jumlah Rumah Sakit yang ada di masing-masing wilayah Kantor Cabang
53 BAB VI
PELAYANAN KESEHATAN DI DAERAH BELUM TERSEDIA
FASKES YANG MEMENUHI SYARAT
A. KETENTUAN UMUM
1. Dalam hal di suatu daerah belum tersedia Fasilitas Kesehatan yang memenuhi syarat
guna memenuhi kebutuhan medis sejumlah Peserta, BPJS Kesehatan wajib
memberikan kompensasi
2. Yang dimaksud dengan daerah tidak tersedia faskes memenuhi syarat adalah sebuah
Kecamatan yang tidak terdapat Dokter atau Bidan atau Perawat
3. Penentuan daerah belum tersedia Fasilitas Kesehatan yang memenuhi syarat guna
memenuhi kebutuhan medis sejumlah Peserta ditetapkan oleh dinas kesehatan
setempat atas pertimbangan BPJS Kesehatan dan Asosiasi Fasilitas Kesehatan
4. Penetapan daerah yang tidak tersedia faskes memenuhi syarat dilakukan dengan
keputusan Kepala Dinas Kesehatan. Keputusan Kepala Dinas Kesehatan dapat ditinjau
sewaktu-waktu menyesuaikan dengan kondisi ketersediaan faskes di daerah tersebut
5. Kompensasi diberikan dalam bentuk penggantian uang tunai; atau pengiriman tenaga
kesehatan; atau penyediaan fasilitas kesehatan tertentu.
6. Kompensasi dalam bentuk penggantian uang tunai berupa klaim perorangan atas biaya
pelayanan kesehatan yang diberikan oleh fasilitas kesehatan yang tidak bekerja sama
dengan BPJS Kesehatan.
7. Besaran penggantian atas biaya pelayanan kesehatan disetarakan dengan tarif Fasilitas
Kesehatan di wilayah terdekat dengan memperhatikan tenaga kesehatan dan jenis
pelayanan yang diberikan
8. Kompensasi dalam bentuk pengiriman tenaga kesehatan dan penyediaan Fasilitas
Kesehatan tertentu dilakukan dengan bekerja sama dengan dinas kesehatan, organisasi
profesi kesehatan, dan/atau asosiasi fasilitas kesehatan
B. PROSEDUR KOMPENSASI UANG TUNAI
1. Untuk dapat memperoleh kompensasi uang tunai, peserta yang tinggal di wilayah tidak
ada faskes memenuhi syarat harus mengikuti prosedur pelayanan rujukan berjenjang
sesuai ketentuan yang berlaku
2. Prosedur Pelayanan Kesehatan
54 a. Untuk pertama kali mendapatkan pelayanan, peserta mendatangi faskes tingkat
pertama yang terdekat.
b. Apabila fasilitas kesehatan tingkat pertama terdekat tersebut adalah faskes yang
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, maka biaya pelayanan kesehatan akan
ditagihkan ke BPJS Kesehatan, peserta tidak dikenakan urun biaya.
c. Apabila fasilitas kesehatan tingkat pertama terdekat tersebut adalah faskes yang tidak
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, maka peserta membayarkan biaya pelayanan
kesehatan terlebih dahulu, kemudian peserta menagih kepada BPJS Kesehatan
melalui klaim perorangan
d. Apabila dalam kondisi kegawatdaruratan, peserta dapat langsung menuju RS tanpa
mengikuti sistem rujukan berjenjang yang berlaku. Biaya yang timbul akibat pelayanan
RS akan ditagihkan oleh RS ke BPJS Kesehatan, peserta tidak dikenakan urun biaya
3. Prosedur Pengajuan Klaim Perorangan
a. Peserta mengajukan klaim ke Kantor Operasional Kabupaten atau Kantor Cabang
BPJS Kesehatan terdekat
b. Klaim perorangan hanya diberlakukan pada peserta yang mendapatkan pelayanan di
faskes tingkat pertama yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
c. Syarat pengajuan klaim :
1) Formulir pengajuan klaim
2) Berkas pendukung :
a) Menunjukkan identitas peserta BPJS Kesehatan
b) Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (untuk memastikan peserta berada di wilayah
tidak ada faskes memenuhi syarat sesuai SK Kepala Dinas Kesehatan)
c) Kwitansi asli bermaterai cukup
d) Rician pelayanan
Catatan:
Ada kemungkinan peserta yang berada di wilayah tidak ada faskes tetapi
terdaftar di faskes tingkat pertama yang berada di luar wilayah tersebut. Pada
kasus tersebut klaim perorangan tidak dapat dibayarkan.
C. PROSEDUR KOMPENSASI DALAM BENTUK PENGIRIMAN TENAGA KESEHATAN
1. Kantor Cabang melakukan analisa kebutuhan tenaga kesehatan di daerah tidak tersedia
faskes memenuhi syarat di wilayah kerjanya
55 2. Kantor Cabang berkoordinasi dengan dinas kesehatan, organisasi profesi kesehatan,
dan/atau asosiasi fasilitas kesehatan untuk menentukan mekanisme pengiriman tenaga
kesehatan yang antara lain meliputi jadwal, jenis tenaga kesehatan, dan jumlah tenaga
kesehatan.
3. Pengiriman tenaga kesehatan yang dijamin BPJS kesehatan adalah pengiriman tenaga
kesehatan yang bukan program pemerintah pusat maupun daerah serta dapat dlakukan
melalui kerjasama dengan dinas setempat, instansi pemerintah lainnya, maupun swasta
4. Pembayaran pengiriman tenaga kesehatan sesuai ketentuan yang berlaku
D. PROSEDUR KOMPENSASI DALAM BENTUK PENYEDIAAN FASILITAS KESEHATAN
TERTENTU
1. Kantor Cabang melakukan analisa kebutuhan fasilitas kesehatan tertentu di daerahnya
2. Yang dimaksud dengan penyediaan fasiltas kesehatan tertentu adalah penyediaan
sebuah tim tenaga kesehatan yang dilengkapi dengan peralatan medis untuk memberikan
pelayanan medis tertentu sesuai dengan kebutuhan di wilayah yang akan dikunjungi
3. Kantor Cabang berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan, organisasi profesi kesehatan,
dan/atau asosiasi fasilitas kesehatan untuk menentukan mekanisme penyediaan fasilitas
kesehatan tertentu yang antara lain meliputi jadwal, jenis fasilitas kesehatan tertentu, dan
jumlah tenaga kesehatan
4. Penyediaan fasilitas kesehatan tertentu yang dijamin BPJS kesehatan adalah penyediaan
fasilitas kesehatan tertentu yang bukan program pemerintah pusat maupun daerah serta
dapat dlakukan melalui kerjasama dengan Dinas Kesehatan setempat, instansi
pemerintah lainnya, maupun swasta
E. ADMINISTRASI KLAIM PENGIRIMAN TENAGA KESEHATAN DAN PENYEDIAAN
FASILITAS KESEHATAN
1. Klaim diajukan secara periodik setiap 1 (satu) bulan sekali paling lambat pada tanggal 10
bulan berikutnya
2. Kelengkapan administrasi klaim :
a. Formulir pengajuan klaim
b. Berkas pendukung :
1) Rekapitulasi pelayanan yang diberikan yang berisi :
a) Nama penderita;
b)
Nomor Identitas;
56 c)
Alamat dan nomor telepon pasien;
d)
Diagnosa penyakit;
e)
Tanggal pelayanan;
f)
Jumlah tagihan (bila diperlukan disesuaikan dengan kontrak)
2) Bukti pelayanan yang telah diberikan
3) Dokumentasi kegiatan
F. PEMBAYARAN DI DAERAH TIDAK TERSEDIA FASKES YANG MEMENUHI SYARAT
Kompensasi yang diberikan dalam bentuk penggantian uang tunai; atau pengiriman tenaga
kesehatan; atau penyediaan fasilitas kesehatan tertentu
1. Uang Tunai
a. Kompensasi dalam bentuk penggantian uang tunai berupa klaim perorangan atas
biaya pelayanan kesehatan yang diberikan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama
yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan
b. Besaran penggantian maksimal biaya pelayanan kesehatan adalah tariff yang
disetarakan
dengan
tarif
Fasilitas
Kesehatan
di
wilayah
terdekat
dengan
memperhatikan tenaga kesehatan dan jenis pelayanan yang diberikan
c. Dasar besaran penggantian kompensasi adalah rata-rata tarif/unit cost pelayanan di
faskes tingkat pertama di wilayahnya,dengan tarif maksimal sesuai ketentuan
d.
Selisih biaya yang terjadi atas biaya pelayanan menjadi tanggung jawab pasien
2. Pengiriman Tenaga Kesehatan Dan Penyediaan Fasilitas Kesehatan Tertentu
a. Kompensasi dalam bentuk pengiriman tenaga kesehatan dan penyediaan Fasilitas
Kesehatan tertentu dapat bekerja sama dengan dinas kesehatan, organisasi profesi
kesehatan, dan/atau asosiasi fasilitas kesehatan
b. Pembayaran kompensasi dalam bentuk pengiriman tenaga kesehatan dan penyediaan
fasilitas kesehatan tertentu berupa klaim atas pelayanan yang telah diberikan oleh
tenaga kesehatan dan penyediaan fasilitas kesehatan tertentu.
c. Penyedia tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan tertentu bekerja sama dengan
BPJS Kesehatan yang dituangkan dalam Perjanjian Kerja Sama.
d. Besaran penggantian atas biaya pengiriman tenaga kesehatan dan penyediaan fasilitas
kesehatan tertentu adalah sesuai dengan hasil negosiasi masing-masing Kantor
Cabang dengan penyedia tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan tertentu yang
dituangkan dalam perjanjian kerjasama.
57 e. Besaran tarif yang diberlakukan akan diatur oleh Direksi :
f. Penyedia tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan tertentu menagihkan klaim sesuai
Kerjasama yang disepakati dengan BPJS Kesehatan
g. Untuk penyediaan fasilitas kesehatan tertentu yang memerlukan tindakan spesialistik
yang termasuk dalam INA CBG’s, maka besaran nilai ganti pelayanan kesehatan
disetarakan maksimal dengan tarif pelayanan kesehatan tingkat lanjutan
58 BAB VII
SISTEM PEMBAYARAN
A. Ketentuan Umum Pembayaran BPJS Kesehatan
1. BPJS Kesehatan melakukan pembayaran kepada Fasilitas Kesehatan yang memberikan
layanan kepada Peserta
2. Besaran pembayaran yang dilakukan BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan
berdasarkan kontrak antara BPJS Kesehatan dengan Fasilitas kesehatan
3. Standar tarif ditetapkan oleh Menteri Kesehatan
4. Asosiasi fasilitas kesehatan untuk Fasilitas Kesehatan tingkat pertama dan Fasilitas
Kesehatan rujukan tingkat lanjutan ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
5. Kesepakatan tarif antara BPJS Kesehatan dengan asosiasi fasilitas kesehatan dilakukan
antara BPJS Kesehatan dengan Asosiasi Fasilitas kesehatan di wilayah provinsi.
6. Tarif hasil kesepakatan antara BPJS Kesehatan dengan Asosiasi Fasilitas Kesehatan
wilayah menjadi acuan besaran tarif dalam kontrak antara BPJS Kesehatan dengan
Fasilitas kesehatan.
7. Khusus untuk tarif kapitasi bagi faskes tingkat pertama akan dilakukan adjustment sesuai
dengan ketentuan yang berlaku yang disebut norma kapitasi
8. Dalam hal besaran tarif tidak disepakati oleh asosiasi Fasilitas Kesehatan Wilayah dan
BPJS Kesehatan maka besaran tarif atas program Jaminan Kesehatan sesuai dengan
tarif yang ditetapkan oleh Menteri
9. BPJS Kesehatan wajib melakukan pembayaran klaim kepada Fasilitas Kesehatan atas
pelayanan yang diberikan kepada Peserta paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak
dokumen klaim diterima lengkap
10. Klaim pelayanan diajukan paling lambat tanggal 10 pada bulan berikutnya
B. PEMBAYARAN DI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA
1. Sistem pembayaran pada pelayanan tingkat pertama adalah ruang lingkup dan tata cara
pembayaran pada fasilitas kesehatan tingkat pertama atas pelayanan kesehatan yang
diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan.
2. Sistem pembayaran pada pelayanan tingkat pertama terdiri dari:
a. Pembayaran Kapitasi pada rawat jalan tingkat pertama
b. Pembayaran paket pada rawat inap tingkat pertama
c. Pembayaran pelayanan darah pada faskes tingkat pertama
59 d. Pembayaran persalinan pada faskes tingkat pertama
e. Pembayaran alat kesehatan
f.
Pembayaran Obat dan Pemeriksaan Penunjang Program Rujuk Balik
g. Pembayaran paket ambulans
h. Pembayaran pelayanan gawat darurat pada faskes tingkat pertama
i.
Pembayaran kompensansi pada wilayah yang tidak memiliki faskes yang memenuhi
syarat
3. Sistem Pembayaran
a. Kapitasi pada rawat jalan tingkat pertama
1)
Faskes yang dibayarkan kapitasi adalah faskes yang bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan
2)
Biaya pelayanan RJTP dibayar dengan kapitasi, yaitu berdasarkan jumlah peserta
yang terdaftar di faskes tersebut tanpa pengenaan iur biaya kepada peserta
3)
Besaran kapitasi standar ditetapkan oleh Menteri Kesehatan
4)
Ketentuan norma kapitasi adan besaran kapitasi akan diatur oleh Direksi sebagai
acuan negosiasi tarif kapitasi dengan Asosiasi faskes wilayah, sebagai berikut :
a) Pembayaran Tahap Awal (1 Januari sd 31 Desember 2014)
ü Besaran kapitasi yang dibayarkan sesuai dengan norma kapitasi yang
ditetapkan oleh Direksi :
(a) Jenis faskes
(1) puskesmas,
(2) praktek dokter perorangan/klinik
(3) praktek dokter gigi
(b) Ketersediaan dokter umum tetap
(1) Dokter umum tetap tersedia
(2) Dokter umum tetap tidak tersedia
ü Dasar perhitungan untuk pembayaran kapitasi di faskes tingkat pertama bulan
Januari 2014 adalah jumlah peserta yang ditetapkan di masing-masing faskes
tingkat pertama oleh BPJS Kesehatan.
ü Untuk pembayaran periode berikutnya dasar perhitungannya adalah jumlah
peserta terdaftar pada akhir bulan sebelumnya (N-1)
ü Apabila ada perubahan ketersediaan tenaga medis (dokter umum) tetap di
puskesmas, maka besaran kapitasi akan disesuaikan.
ü Bagi Faskes TNI/POLRI pembayaran kapitasi disetarakan Klinik Pratama
60 ü Pembayaran kapitasi dilakukan setiap bulan paling lambat tanggal 15 bulan
berjalan sesuai ketentuan yang berlaku
b) Periode berikutnya
ü Penentuan besaran kapitasi mengacu pada :
(a) Ketentuan yang diberlakukan pada tahap awal penetapan kapitasi tetap
diberlakukan
(b) Ketentuan mengenai adjustment terhadap norma kapitasi :
(1) Kapasitas layanan
(2) Community Rating by Class (CRC)
(3) Withhold capitation
(4) Kompetensi tambahan tenaga medis (dokter umum)
(5) Indikator performa
Catatan :
Norma kapitasi ini akan dijalankan secara bertahap sesuai kesiapan BPJS
Kesehatan dan pihak lain yang terkait.
ü Besaran kapitasi yang dibayarkan adalah besaran kapitasi sesuai dengan
hasil adjustmen terhadap norma kapitasi yang diberlakukan.
5) Mekanisme pembayaran kapitasi
a) Bagian Manajemen Pelayanan Primer menerima daftar peserta di setiap faskes
tingkat pertama dari Bagian Kepesertaan
b) Bagian Manajemen Pelayanan Primer melakukan verifikasi terhadap hal-hal
sebagai berikut :
-
besaran kapitasi masing-masing faskes sesuai dengan PKS
-
kesesuaian jumlah peserta yang terdapat pada aplikasi
-
hal-hal lain yang berkaitan dengan penetapan besaran kapitasi yang akan
dibayarkan ke masing-masing faskes tingkat pertama
c) Bagian Pelayanan melakukan approval atas hasil verifikasi pembayaran kapitasi
d) Bagian Keuangan melakukan pembayaran
6) Kapitasi yang dibayarkan digunakan untuk membiayai semua pelayanan yang masuk
dalam cakupan pelayanan di faskes tingkat pertama meliputi :
a) Jasa pelayanan
b) Jasa sarana
c) Obat
d) BMHP
61 e) Pemeriksaan penunjang
f)
Alat kesehatan
7) Kapitasi yang dibayarkan kepada Puskesmas, Dokter Praktek dan Klinik sudah
termasuk pembayaran biaya pelayanan yang dilakukan oleh jejaring faskes (apotek,
laboratorium, bidan, perawat atau jejaring lainnya)
8) Pembayaran untuk jejaring faskes tingkat pertama tidak dilakukan secara langsung
kepada jejaring, akan tetapi masuk dalam kapitasi yang dibayarkan kepada dokter
tingkat pertama
9) Pajak Kapitasi
a) Pemotongan pajak atas pembayaran kapitasi kepada faskes tingkat pertama sesuai
dengan peraturan yang berlaku
b) Komponen kapitasi kena pajak adalah keseluruhan/total kapitasi yang diterima
10) Bukti tanda bayar kapitasi dapat berupa kwitansi atau bukti transfer yang diberikan
kepada faskes tingkat pertama.
11) Ketentuan mutasi tambah kurang peserta
a) Peserta lama yang melakukan pergantian faskes tingkat pertama
(1) Apabila peserta melakukan perpindahan (mutasi) dari faskes tingkat pertama ke
faskes tingkat pertama lainnya pada tanggal 1 s/d 31 bulan berjalan, maka
perhitungan kapitasi pada faskes tingkat pertama yang baru akan dihitung mulai
tanggal 1 (satu) pada bulan berikutnya.
(2) Peserta yang melakukan mutasi pada tanggal 1 s/d 31 bulan berjalan tidak dapat
langsung mendapatkan pelayanan di faskes tingkat pertama yang baru sampai
dengan bulan berjalan selesai. Peserta berhak mendapatkan pelayanan di faskes
tingkat pertama yang baru pada bulan berikutnya.
b) Peserta baru
(1) Untuk perhitungan kapitasi dengan penambahan peserta baru yang masuk pada
tanggal 1 sd 31 bulan berjalan, maka perhitungan kapitasi pada faskes tingkat
pertama akan disesuaikan dengan menambahkan jumlah pembayaran kapitasi
pada bulan berikutnya sesuai dengan jumlah peserta baru yang mendaftar pada
faskes tersebut
(2) Peserta baru dapat langsung mendapatkan pelayanan di faskes tingkat pertama
sejak tanggal peserta tersebut mulai mendaftar dan membayar iuran BPJS
Kesehatan
62 4. Pelayanan Gigi oleh Dokter Gigi
a. Biaya pelayanan gigi pada praktik dokter gigi mandiri maka kapitasi dibayarkan ke
masing-masing praktek dokter gigi tersebut
b. Dokter gigi yang terdapat dalam suatu klinik, maka pembayarannya termasuk dalam
kapitasi yang dibayarkan ke Klinik (tidak pembayaran kapitasi sendiri)
c. Dokter gigi yang terdapat di Puskesmas, maka pembayarannya sudah termasuk
dalam kapitasi yang dibayarkan ke Puskesmas (tidak dilakukan pembayaran kapitasi
tersendiri)
d. Mekanisme pembayaran kapitasi dokter gigi sesuai dengan mekanisme pembayaran
kapitasi Puskesmas/Dokter Praktek/Klinik
e. Jumlah peserta maksimal terdaftar masing-masing dokter gigi adalah 10.000 jiwa per
dokter gigi.
5. Pelayanan oleh Bidan dan Perawat
a. Pelayanan oleh Bidan dan perawat sebagai jejaring faskes tingkat pertama
Pembayaran bidan dan perawat sebagai jejaring dari faskes tingkat pertama BPJS
Kesehatan tidak dilakukan secara langsung kepada bidan dan perawat, akan tetapi
masuk dalam kapitasi yang dibayarkan kepada dokter tingkat pertama atau
Puskesmas.
b. Pelayanan oleh Bidan dan Perawat di daerah tidak tersedia faskes yang memenuhi
syarat
1) Dalam hal di suatu kecamatan tidak terdapat dokter berdasarkan penetapan
kepala dinas kesehatan kabupaten/kota setempat, BPJS Kesehatan dapat
bekerja sama dengan praktik bidan dan/atau praktik perawat sesuai dengan
kewenangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan
2) Sistem pembayaran :
a) Kapitasi
(1) Pembayaran kapitasi dilakukan bila peserta terdaftar minimal 500 peserta,
kecuali bila ada surat pernyataan bersedia dari Faskes bila peserta kurang
dari 500 peserta.
(2) Besaran kapitasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku
b) Fee for services
(1) Pembayaran fee for service dilakukan apabila tidak memungkinkan
dilakukan pembayaran kapitasi.
63 (2) Besaran biaya fee for service sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
c. Pelayanan persalinan oleh bidan
Pembayaran pelayanan persalinan dibayarkan langsung kepada bidan yang melayani
dengan menggunakan tarif paket (tindakan persalinan dan akomodasi) sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
6. Pelayanan Rawat Inap Tingkat Pertama
a. Pelayanan rawap inap dibayarkan dengan sistem paket rawat inap per hari rawat
b. Tarif paket rawat inap yang dibayarkan digunakan untuk membiayai semua
pelayanan yang masuk dalam cakupan pelayanan rawat inap di faskes tingkat
pertama meliputi :
1) Jasa pelayanan
2) Jasa sarana
3) Obat
4) BMHP
5) Pemeriksaan penunjang
6) Alat kesehatan
7. Pembayaran Pelayanan Darah pada Faskes Tingkat Pertama
a. Pelayanan transfusi darah dibayarkan secara fee-for-service per bag darah
menggunakan tarif yang ditetapkan oleh Menteri.
b. Biaya jasa dan bahan, alat medis habis pakai termasuk transfusi set yang digunakan
dalam pelayanan transfusi darah sudah termasuk paket rawat inap/kapitasi di
Puskesmas atau Klinik
c. Pembayaran darah per bag dilakukan melalui kerjasama dengan PMI atau UTD
setempat (penagihan darah dilakukan oleh PMI atau UTD setempat)
8. Pembayaran persalinan pada faskes tingkat pertama
a. Pelayanan persalinan / Pelayanan kesehatan kebidanan dan Neonatal terdiri dari:
1) Pemeriksaan kehamilan sebelum persalinan (ANC)
2) Persalinan pervaginam normal
3) Penanganan perdarahan paska keguguran, persalinan pervaginam dengan
tindakan emergensi dasar
4) Pemeriksaan setelah persalinan (PNC) / Neonatus
5) Pelayanan tindakan paska persalinan (mis. placenta manual)
6) Pelayanan pra rujukan pada komplikasi kebidanan dan neonatal
7) Penanganan komplikasi KB paska persalinan
64 b. Persalinan dibayarkan dengan sistem paket dengan cakupan tarif paket sebagai
berikut:
1)
Jasa pelayanan
2)
Jasa sarana
3)
Akomodasi ibu dan anak
4)
Tindakan persalinan
5)
Obat dan BMHP
6)
Pemeriksaan penunjang
c. Besaran pembayaran persalinan / Pelayanan kesehatan kebidanan dan Neonatal
sesuai dengan ketentuan yang berlaku
9. Pembayaran Program Rujuk Balik
a. Pelayanan program rujuk balik yang termasuk dalam komponen kapitasi adalah:
1) Jasa pelayanan
2) Obat-obatan di luar daftar Obat Program Rujuk Balik
3) Pemeriksaan laboratorium di luar yang masuk ke dalam Program Rujuk Balik
4) Pelayanan lain yang masuk ke dalam cakupan kapitasi
b. Pelayanan program rujuk balik yang dapat ditagihkan tersendiri di luar kapitasi:
1) Obat program rujuk balik
(a) Daftar obat program rujuk balik sesuai dengan surat edaran Direksi BPJS
Kesehatan yang berlaku
(b) Pembayaran obat Program Rujuk Balik dengan sistem fee-for-service
berdasarkan pada jumlah obat yang diberikan kepada peserta Program Rujuk
Balik.
(c) Biaya obat PRB ditagihkan secara kolektif oleh Apotek yang bekerjasama
dengan BPJS Kesehatan untuk program rujuk balik
(d) Harga dasar obat Program Rujuk Balik mengacu pada ketentuan E-catalog
yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan
(e) Harga obat terdiri dari:
-
Harga dasar obat sesuai E-catalog
-
Besaran faktor pelayanan dan embalage service sesuai dengan peraturan
Menteri Kesehatan
2) Laboratorium yang menunjang pelayanan PRB
(a) Gula darah puasa (setiap 1 bulan sekali)
65 (b) Gula darah post prandial (setiap 1 bulan sekali)
(c) Besaran tarif pemeriksaan GDP dan GDPP ditetapkan oleh peraturan Menteri
Kesehatan
c. Pembiayaan obat PRB merupakan beban biaya pelayanan obat pelayanan tingkat
lanjutan (di luar kapitasi)
10. Pembayaran pelayanan gawat darurat pada faskes tingkat pertama sesuai peraturan
Menteri Kesehatan.
C. PEMBAYARAN DI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT LANJUTAN
1. BPJS
Kesehatan
melakukan
pembayaran
kepada Fasilitas Kesehatan
rujukan
tingkat lanjutan berdasarkan polaIndonesian Case Based Groups (INA- CBG’s)
2. Tarif INA CBG’s ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan
3. Tarif INA CBGs yang diberlakukan di tiap faskes tingkat lanjutan merupakan hasil
Kesepakatan antara BPJS Kesehatan dengan asosiasi fasilitas kesehatan.
4. Pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai pada Fasilitas Kesehatan
rujukan tingkat lanjutan merupakan komponen yang dibayarkan dalam paket INA CBGs
5. Pembayaran diluar INA CBGs pada faskes rujukan tingkat lanjutan hanya Alat Kesehatan
yang digunakan di luar tubuh yang dibayar dengan fee for services. Besaran tarif
ditetapkan dalam peraturan Menteri Kesehatan.
D. PEMBAYARAN PELAYANAN AMBULAN
1. Pembiayaan ambulan dilakukan dengan cara fee for service atas setiap pelayanan
ambulan yang telah diberikan
2. Klaim pelayanan ambulan ditagihkan oleh penyelenggara pelayanan ambulan yang
sudah bekerjasama dengan BPJS
3. Tarif pelayanan ambulan merupakan hasil kesepakatan antara BPJS Kesehatan
bersama penyedia layanan ambulan.
4. Cakupan tarif paket ambulan:
a.
Jasa pelayanan, termasuk jasa medis/paramedic dan jasa supir ambulan
b.
Jasa sarana, termasuk bahan bakar mesin (BBM)
c.
Obat
d.
BMHP
e.
Pemeriksaan penunjang
f.
Alat kesehatan (jika diperlukan)
66 5. Besaran tarif pelayanan ambulans tergantung pada jarak tempuh antara faskes perujuk
dengan faskes tujuan rujukan, dengan tarif maksimal sesuai peraturan Menteri
Kesehatan
E. PEMBAYARAN PELAYANAN GAWAT DARURAT
1. Pelayanan gawat darurat di faskes yang berkerjasama dengan BPJS Kesehatan
a. Faskes tingkat pertama
Faskes tingkat pertama yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan wajib
memberikan pelayanan kepada peserta BPJS kesehatan dalam kondisi gawat darurat
baik yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar. Biaya yang timbul sudah termasuk
dalam komponen kapitasi.
b. Faskes tingkat lanjutan
Pembayaran pelayanan gawat darurat di faskes tingkat lanjutan yang bekerjasama
dengan BPJS Kesehatan sesuai dengan mekanisme pembayaran di faskes rujukan
tingkat lanjutan
2. Pelayanan di faskes yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
a. Faskes tingkat pertama
Pembiayaan pelayanan gawat darurat ditagihkan secara FFS sesuai dengan tarif
yang ditetapkan dalam peraturan Menteri Kesehatan.
b. Faskes tingkat lanjutan
1) Penggantian klaim dibayarkan dengan tarif INA CBG’s yang berlaku di wilayah
tersebut dengan mengacu kepada kelas faskes rujukan tingkat lanjutan yg
ditetapkan Kemenkes
2) Rumah Sakit yang belum ada klasifikasi, disetarakan dengan tarif Rumah Sakit
kelas terendah (tipe D)
67 BAB VIII
SISTEM RUJUKAN
A. LATAR BELAKANG
1. Sistem rujukan pelayanan kesehatan perorangan merupakan penyelenggaraan pelayanan
kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan
secara timbal balik, baik vertikal maupun horizontal yang wajib dilaksanakan oleh seluruh
fasilitas kesehatan dan pasien peserta BPJS Kesehatan
2. Pelayanan kesehatan perorangan terdiri dari 3 (tiga) tingkatan yaitu:
a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama;
b. Pelayanan kesehatan tingkat kedua; dan
c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga.
3. Pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan pelayanan kesehatan dasar yang
diberikan oleh dokter umum dan dokter gigi di fasilitas kesehatan tingkat pertama.
4. Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan pelayanan kesehatan
tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
5. Pelayanan kesehatan tingkat kedua merupakan pelayanan kesehatan spesialistik yang
dilakukan oleh dokter spesialis atau dokter gigi spesialis yang menggunakan pengetahuan
dan teknologi kesehatan spesialistik di fasilitas kesehatan tingkat lanjutan
6. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga merupakan pelayanan kesehatan sub spesialistik yang
dilakukan oleh dokter sub spesialis atau dokter gigi sub spesialis yang menggunakan
pengetahuan dan teknologi kesehatan sub spesialistik di fasilitas kesehatan tingkat lanjutan.
B. SISTEM RUJUKAN
1. Pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai kebutuhan medis dimulai
dari pelayanan kesehatan di faskes tingkat pertama.
2. Pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan
kesehatan tingkat pertama dan pelayanan kesehatan tingkat ketiga hanya dapat diberikan
atas rujukan dari pelayanan kesehatan di faskes tingkat kedua dan faskes tingkat
pertama.
3. Pelayanan kesehatan di faskes tingkat pertama yang dapat dirujuk langsung ke faskes
tersier hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan rencana terapinya dan hanya dapat
dilakukan di faskes tersier tersebut
68 4. Khusus untuk Bidan dan perawat yang praktek perorangan hanya dapat melakukan
rujukan ke dokter dan/atau dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama.
5. Sistem Rujukan berjenjang dikecualikan pada keadaan gawat darurat, bencana,
kekhususan permasalahan kesehatan pasien, pertimbangan geografis, dan pertimbangan
ketersediaan fasilitas
6. Kondisi
gawat
darurat
mengacu
pada
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Nomor
856/Menkes/SK/IX/2009 tentang Standar Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit
C. TATA CARA RUJUKAN
Rujukan dapat dilakukan secara vertikal dan horizontal.
1. Rujukan horizontal merupakan rujukan antar pelayanan kesehatan dalam satu tingkatan.
Rujukan horizontal dilakukan apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan
kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan
dan/atau ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap.
2. Rujukan vertikal merupakan rujukan antar pelayanan kesehatan yang berbeda tingkatan.
Rujukan vertikal dapat dilakukan dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan
pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya.
3. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan pelayanan yang
lebih tinggi dilakukan apabila:
a) pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau subspesialistik;
b) perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan
pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan.
4. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan pelayanan yang
lebih rendah dilakukan apabila :
a) permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan kesehatan
yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya;
b) kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih baik dalam
menangani pasien tersebut;
c) pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh tingkatan
pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan kemudahan, efisiensi dan
pelayanan jangka panjang; dan/atau
d) perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan
pasien karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan dan/atau ketenagaan.
5. Rujukan dianggap telah terjadi apabila pasien telah diterima oleh penerima rujukan.
69 6. Komunikasi antar Fasilitas Kesehatan harus dilakukan, hal ini bertujuan untuk :
a) Faskes perujuk mendapatkan informasi mengenai ketersediaan sarana dan
prasarana serta kompetensi dan ketersediaan tenaga kesehatan serta dapat
memastikan bahwa penerima rujukan dapat menerima pasien sesuai dengan
kebutuhan medis.
b) Faskes tujuan rujukan mendapatkan informasi secara dini terhadap kondisi pasien
sehingga dapat mempersiapkan dan menyediakan perawatan sesuai dengan
kebutuhan medis.
7. Kantor Cabang membentuk media komunikasi antar faskes tingkat lanjutan yang
anggotanya terdiri dari PIC (Personal In Charge) setiap faskes di wilayah kerjanya. Media
komunikasi ini beranggotakan semua fasilitas kesehatan tingkat lanjutan yang ada di
wilayah kerja, baik yang bekerjasama maupun yang tidak bekerjasama. Hal ini bertujuan
untuk melakukan koordinasi rujukan antar fasilitas kesehatan rujukan.
8. PIC Faskes tingkat lanjutan ditetapkan oleh masing-masing Faskes tersebut
9. Tugas PIC faskes adalah menyediakan informasi yang dibutuhkan dalam rangka
pelayanan rujukan, antara lain :
a) Ketersediaan sarana dan prasarana
b) Ketersediaan tenaga kesehatan
c) Informasi lain yang berkaitan dengan pelayanan rujukan
10. PIC Faskes bertanggungjawabmemberikan informasi selama 24 jam
11. Daftar PIC faskes tingkat lanjutan diinformasikan kepada faskes tingkat pertama
12. BPJS Kesehatan melakukan koordinasi dan pemantauan terhadap optimalisasi fungsi
media komunikasi antar faskes dalam rangka pelayanan rujukan. Pemantauan dapat
dilakukan oleh Petugas Kantor Cabang/Kantor Operasional Kabupaten/Kota maupun
Petugas BPJS Center
D. PENATALAKSAAN SISTEM RUJUKAN BPJS KESEHATAN
1. Fasilitaskesehatan tingkat pertama dan tingkat lanjutan wajib melakukan sistem rujukan
berjenjang dengan penunjukkan sentra-sentra rujukan di tiap daerah (regionalisasi)
2. Setiap Kantor Cabang/Kabupaten/Kota melakukan penyusunan mapping wilayah rujukan,
sebagai berikut: :
a. mapping ketersediaan fasilitas kesehatan tingkat pertama sampai dengan tingkat
lanjutan (sekunder dan tersier)
70 b. berkoordinasi dengan dinas kabupaten/kota setempat untuk menyusun regulasi
tentang pelayanan sistem rujukan berjenjang dengan penunjukan sentra-sentra
rujukan di setiap daerah dengan melakukan sosialisasi terlebih dahulu.
c. Membuat MOU dengan Pemerintah Daerah tantang pelayanan rujukan berjenjang.
3. BPJS Kesehatan bersama dengan Pemerintah Daerah dan Dinas Kesehatan melakukan
sosialisasi kepada seluruh faskes di wilayahnya mengenai konsep rujukan berjejang.
E. Pengelolaan mutu pelayanan kesehatan rujukan
Pengelolaan mutu pelayanan kesehatan rujukan adalah sebagai berikut:
1. Advokasi penyusunan clinical pathway dan mendorong Faskes untuk menjalankan clinical
pathway
2. Mendorong organisasi profesi untuk menyusun guideline klinis dan mendorong Faskes
untuk menjalankannya
3. Mengoptimalkan prosedur pelayanan rujukan.
F. MONITORING, EVALUASI, PENCATATAN DAN PELAPORAN
1. Monitoring dan evaluasi dilakukan dengan mengadakan pertemuan bersama dengan
stakeholder (Dinkes kabupaten/kota/propinsi,Organisasi profesi kesehatan, Asosiasi
Faskes) minimal satu kali per semester.
2. Apabila diperlukan pertemuan secara khusus dengan masing-masing stakeholder dapat
sesuai dengan kebutuhan
3. Penyelenggaraan kegiatan pertemuan PIC fasilitas kesehatan yang dilakukan minimal satu
kali per semester. Tujuan kegiatan ini adalah :
- Melakukan sosialisasi tentang sistem rujukan berjenjang
- Diskusi Kelompok Terarah (Focus Grup Discussion) bersama pihak terkait
- Monitoring dan evaluasi
4. Pencatatan dilakukan oleh petugas Rumah Sakit dan Pelaporan tentang pelayanan rujukan
di Rumah Sakit dilakukan oleh petugas BPJS Kesehatan.
G. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
1. Kepala dinas kesehatan kabupaten/kota dan organisasi profesi bertanggung jawab atas
pembinaan dan pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat pertama.
2. Kepala dinas kesehatan provinsi dan organisasi profesi bertanggung jawab atas
pembinaan dan pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat kedua.
71 3. Menteri bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan rujukan pada pelayanan
kesehatan tingkat ketiga.
4. Dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan Menteri, kepala dinas kesehatan
provinsi
dan
kepala
dinas
kesehatan
kabupaten/kota
mengikutsertakan
asosiasi
perumahsakitan dan organisasi profesi kesehatan.
5. Dalam rangka melakukan pengawasan, Menteri, kepala dinas kesehatan provinsi dan
kepala dinas kabupaten/kota dapat mengambil tindakan administratif sesuai dengan
kewenangan masing-masing.
6. Tindakan administratif dapat berupa teguran lisan, teguran tertulis, atau pencabutan izin
praktik tenaga kesehatan dan/atau izin fasilitas pelayanan kesehatan.
7. BPJS Kesehatan dapat mendorong agar pihak-pihak yang bertanggung jawab atas
pembinaan dan pengawasan dapat menjalankan fungsinya secara optimal
72 BAB IX
BPJS CENTER
A. DEFINISI
BPJS Center adalah Pusat pelayanan BPJS Kesehatan yang dilaksanakan di Rumah
Sakit dengan tujuan untuk mendekatkan, memudahkan, dan mempercepat pelayanan
kepada peserta di Rumah Sakitmelalui pelayanan yang efektif dan efisien. Disamping itu
BPJS Center merupakan media yang efektif untuk menjalin komunikasi dengan pihak Rumah
Sakit.
B. TUJUAN PROGRAM
Tercapainya penyelenggaraan pemberian pelayanan non medis di Rumah Sakit melalui
pengendalian operasionalisasi program sesuai dengan pedoman, kebijakan, ketentuan dan
peraturan yang efektif, efisien dan bermutu tinggi
C. FUNGSI POKOK BPJS CENTER :
1. Memberikan informasi dan penanganan keluhan
2. Pelayanan administrasi
3. Menjalankan fungsi pengendalian
a. Eligibilitas peserta
Eligibiltas adalah memastikan bahwa pasien adalah peserta BPJS Kesehatan dan
pasien mengikuti ketentuan dan prosedur yang berlaku
b. Pengendalian biaya
4. Menjalankan fungsi kemitraan dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan
D. STANDAR KEBUTUHAN SDM BPJS CENTER
1. Penempatan petugas BPJS Kesehatan di Rumah Sakit sangat tergantung kepada jumlah
kunjungan pada Rumah Sakit tersebut.
2. Untuk rumah sakit tertentu, dimana jumlah kunjungan pada Rumah Sakit tersebut kecil
maka beban kerja juga lebih kecil, petugas BPJS Kesehatan di RS tidak perlu penuh
waktu tetapi cukup paruh waktu.
3. Hal lainnya yang menjadi perhatian adalah:
73 a. Faktor internal seperti tersedianya tenaga BPJS Kesehatan baik kuantitas maupun
kualitasnya.
b. Faktor eksternal seperti perhatian dan tanggapan pihak Rumah Sakit terhadap BPJS
Center. Kedua faktor tersebut juga memiliki peran penting dalam menentukan dan
menetapkan petugas BPJS Kesehatan yang akan ditempatkan di BPJS Center.
4. Ke-empat fungsi BPJS Center dilaksanakan bersama antara petugas BPJS Center
dengan petugas RS sesuai dengan tugas dan kewenangan masing-masing.
E.
RUANG LINGKUP TUGAS DAN WEWENANG PETUGAS BPJS CENTER
1. Memberikan informasi tentang hal-hal yang berkaitan dengan BPJS Kesehatan
(kepesertaan, manfaat, pelayanan, dll)
2. Menangani dan menyelesaikan keluhan Peserta BPJS dan Rumah Sakit sesuai dengan
batas kewenangannya.
3. Melakukan pelayanan administrasi (pelayanan non medis)
4. Melakukan pengendalian biaya pelayanan kesehatan secara prospektif, konkuren dan
retrospektif
5. Melakukan koordinasi dengan pihak RS tentang pemberian pelayanan kesehatan kepada
peserta BPJS Kesehatan
F.
TUGAS DAN WEWENANG PETUGAS RUMAH SAKIT
1. Sesuai dengan Permenkes Nomor 71 Tahun 2013, Lampiran, bahwa:
Seluruh Fasilitas Kesehatan baik tingkat pertama maupun tingkat lanjutan berkewajiban
meneliti kebenaran identitas Peserta dan penggunaannya.
2. Petugas BPJS Kesehatan melakukan koordinasi dengan petugas Rumah Sakit terhadap
tugas, fungsi dan wewenang masing-masing
G. MONITORING, EVALUASI, DAN PELAPORAN
1. Parameter Keberhasilan Program BPJS Center
a.
Survei kepuasan peserta
b.
Survei kepuasan Faskes
2. Petugas BPJS Center membuat laporan kepada Kantor Cabang meliputi:
a. Laporan Pelayanan kesehatan luaran aplikasi :
b. Feedback terhadap hasil verifikasi
c. UR per RS meliputi unit cost, ratio, dll.
74 BAB X
KOORDINASI MANFAAT
A. DEFINISI KOORDINASI MANFAAT
Koordinasi Manfaat atau Coordination of Benefit (COB) adalah suatu proses dimana
dua atau lebih penanggung (payer) yang menanggung orang yang sama untuk benefit
asuransi kesehatan yang sama, membatasi total benefit dalam jumlah tertentu yang tidak
melebihi jumlah pelayanan kesehatan yang dibiayakan.
Pihak yang menjadi penjamin utama disebut dengan Penjamin Pertama (Primary
Payer) sedangkan pihak yang membayar sisa dari tagihan klaim disebut dengan Penjamin
Kedua (Secondary Payer).Pada beberapa kasus dimungkinkan adanya Penjamin Ketiga
(Third Payer).
B. KETENTUAN UMUM
1. Peserta Koordinasi Manfaat/COB adalah Peserta BPJS Kesehatan yang mempunyai
program jaminan kesehatan lain yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
2. Lingkup Pelayanan Kesehatan yang dapat dilakukan COB, meliputi:
1) Pelayanan kesehatan di faskes tingkat pertama
2) Pelayanan kesehatan di faskes tingkat lanjutan
3. Berdasarkan penjaminan pelayanan kesehatan dibagi menjadi dua yaitu
1) BPJS Kesehatan sebagai Penjamin Pertama/Penjamin Utama
2) BPJS Kesehatan sebagai Penjamin Kedua
C. BPJS KESEHATAN SEBAGAI PENJAMIN PERTAMA
1. PRINSIP KOORDINASI MANFAAT
Prinsip-prinsip koordinasi manfaat adalah sebagai berikut :
a. Koordinasi manfaat diberlakukan hanya bila Peserta mengambil kelas perawatan
lebih tinggi dari haknya sebagai Peserta BPJS Kesehatan
b. BPJS Kesehatan sebagai penanggung utama (primary payer), yaitu menanggung
biaya sesuai hak kelas Peserta, Penjamin lain menanggung selisih biaya akibat
kenaikan kelas Peserta
75 c. Koordinasi manfaat dapat dilakukan pada Faskes yang belum kerjasama dengan
BPJS Kesehatan.
a. Pelayanan kesehatan dapat diberikan di:
1) Faskes yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan dan Penjamin lain
2) Faskes yang bekerjasama dengan Penjamin lain tetapi tidak bekerjasama dengan
BPJS Kesehatan
d. Koordinasi manfaat yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan hanya pelayanan yang
sesuai dengan ketentuan BPJS Kesehatan.
e. Pembayaran klaim:
1) Pelayanan di Faskes yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan dan Penjamin
lain, maka BPJS Kesehatan sebagai pembayar pertama
2) Pelayanan di Faskes yang bekerjasama dengan Penjamin lain tetapi tidak
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan , maka Penjamin lain sebagai pembayar
pertama.
Selanjutnya
Penjamin
lain
mengajukan
tagihan
kepada
BPJS
Kesehatan . BPJS Kesehatan membayar tagihan sesuai hak sebagai Peserta
BPJS Kesehatan
3) Pelayanan kesehatan di Faskes yang tidak kerjasama dengan BPJS Kesehatan
dan Penjamin lain, semua biaya pelayanan ditanggung oleh Penjamin lain
f.
BPJS Kesehatan tidak melayani klaim perorangan (reimbursement perorangan) untuk
peserta yang mempunyai asuransi kesehatan tambahan.
2. ASURANSI KESEHATAN TAMBAHAN ATAU BADAN PENJAMIN LAINNYA
Asuransi kesehatan tambahan atau penjamin lainnya yang dapat melakukan koordinasi
manfaat dengan BPJS kesehatan adalah sebagai berikut :
a. Asuransi kesehatan tambahan
1) Asuransi komersial Managed Care
–
Kerjasama/Koordinasi Manfaat diutamakan dengan Asuransi yang berbasis
Manage care
– Asuransi tersebut mengacu sistem Rujukan Berjenjang, Provider terseleksi,
Konsep wilayah, Sistem Pembayaran dengan Prospektif Payment System,
dan memiliki program promotif dan preventif
2) Asuransi komersial Indemnity
b. Badan Penjamin lainnya yaitu suatu Badan Hukum yang menyelenggarakan program
jaminan kesehatan baik yang mempunyai fasilitas kesehatan maupun tidak.
76 3. MEKANISME KERJASAMA
BPJS Kesehatan dapat melakukan kerjasama dengan asuransi tambahan atau badan
penjamin lainnya dalam bentuk:
a. Koordinasi manfaat
Pertanggungan bersama atas manfaat pelayanan kesehatan pada seseorang/satu
orang.
b. Koordinasi iuran
Kesepakatan mekanisme pembayaran iuran dari peserta kepada kedua penjamin.
Dalam koordinasi ini diharapkan peserta hanya membayar iuran kepada salah satu
penjamin kemudian kedua penjamin melakukan koordinasi terhadap pembagian
besaran iuran sesuai dengan kesepakatan.
c. Koordinasi kepesertaan
- Melakukan koordinasi dan konfirmasi data peserta untuk mengetahui status
kepesertaan pada BPJS Kesehatan terhadap peserta yang memiliki asuransi
kesehatan tambahan/penjaminan selain BPJS Kesehatan.
- Melakukan koordinasi dalam memperluas kepesertaan.
d. Koordinasi administrasi
BPJS Kesehatan dapat melakukan koordinasi dengan asuransi kesehatan tambahan
dan penjamin lainnya dalam memenuhi administrasi yang dibutuhkan dalam
kepesertaan, pelayanan, dan keuangan/administrasi klaim.
e. Koordinasi penagihan klaim
BPJS Kesehatan dan asuransi kesehatan tambahan/penjamin lainnya dapat
melakukan koordinasi dalam memberikan data klaim dalam rangka menjamin bahwa
total pembayaran tidak melampaui dari total biaya pelayanan kesehatan yang
dikeluarkan.
f. Koordinasi sosialisasi
BPJS Kesehatan dan asuransi kesehatan tambahan/penjamin lainnya dapat
melakukan sosialisasi bersama kepada peserta, fasilitas kesehatan dan pihak-pihak
lain yang terkait.
4. PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA SAMA:
a. Dalam PKS perlu disepakati tentang manfaat yang dijamin oleh BPJS Kesehatan
adalah manfaat yang mengikuti prosedur dan ketentuan yang berlaku. Untuk
pelayanan rawat jalan tingkat lanjutan di poli spesialis hanya pelayanan yang
77 mengikuti sistem rujukan berjenjang, tidak menjamin pelayanan yang merupakan
kompetensi dari faskes tingkat pertama (jenis penyakit yang masuk kedalam
kompetensi 4A dalam SKDI). Biaya yang timbul akibat pelayanan tersebut menjadi
beban asuransi tambahan atau badan penjamin lainnya.
b. PKS dilaksanakan di Kantor Pusat. Bila PKS dilakukan di Divisi Regional atau Kantor
Cabang, harus seijin Kantor Pusat.
c. Jangka waktu Perjanjian Kerjasama minimal 1 (satu) tahun.
d. Dalam pendaftaran peserta perlu diwaspadai adverse selection yaitu asuransi
tambahan hanya mendaftarkan peserta yang mempunyai risiko tinggi misalnya
peserta dengan penyakit katastropik. Pendaftaran Peserta dilakukan secara
kelompok.
5. PRINSIP PEMBIAYAAN
a. Faskes yang Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan:
1) COB diperuntukan bagi peserta yang mempunyai asuransi tambahan dengan
kelas yang lebih tinggi dari hak kelas perawatan di BPJS Kesehatan.
2) Apabila Rumah Sakit memiliki penamaan ruang perawatan diluar kelas I, II, dan
III maka harus disepakati klasifikasi kelas perawatannya. Contoh: Ruang
Perawatan Melati setara dengan kelas 2, Kelas perawatan I A setara dengan
kelas I, dll.
3) Rumah Sakit memisahkan tagihan COB:
(a) Sesuai hak Peserta ke BPJS Kesehatan dengan tarif INA CBGs
(b) Sisanya ke Asuransi Kesehatan Tambahan lain
4) Untuk Tagihan COB dimana BPJS Kesehatan adalah first payer maka tagihan
COB diajukan secara kolektif bersama dengan klaim non COB setiap awal
bulan berikutnya, paling lambat tanggal 10 (apabila bertepatan dengan hari libur
maka ditagihkan pada hari kerja berikutnya).
5) Salah satu syarat administrasi klaim adalah surat pernyataan atau dokumen
lain yang menyebutkan besaran jumlah biaya yang telah dijamin oleh penjamin
lainnya.
b. Faskes yang Tidak Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan tetapi Bekerjasama
dengan Asuransi Kesehatan Tambahan :
1) COB diperuntukkan bagi peserta yang mempunyai asuransi tambahan dengan
kelas yang lebih tinggi dari hak kelas perawatan di BPJS Kesehatan.
78 2) Apabila Rumah Sakit memiliki penamaan ruang perawatan diluar kelas I, II,
dan III maka harus disepakati klasifikasi kelas perawatannya. Contoh: Ruang
Perawatan Melati setara dengan kelas 2, Kelas perawatan IA setara dengan
kelas I,dll.
3) Rumah Sakit menagihkan ke Asuransi Tambahan sesuai tarif yang disepakati
antara Asuransi Tambahan dan Rumah Sakit, selanjutnya Asuransi Tambahan
menagihkan ke BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan membayar sesuai hak
Peserta ke BPJS Kesehatan dengan tarif INA CBGs. Selisih tarif menjadi
beban Asuransi Kesehatan Tambahan.
4) Tarif penggantian biaya dari BPJS Kesehatan maksimal adalah tarif Rumah
Sakit tipe C, kecuali ada persetujuan khusus dari Direksi BPJS Kesehatan.
5) Pelayanan di Faskes yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan tetapi
bekerjasama dengan Asuransi Kesehatan Tambahan peserta tidak naik kelas,
maka seluruh biaya menjadi tanggungan Asuransi Tambahan.
c. Faskes yang Tidak Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan maupun dengan
Asuransi Kesehatan Tambahan
Biaya pelayanan kesehatan peserta sepenuhnya ditanggung oleh asuransi
kesehatan tambahan.
D. BPJS KESEHATAN SEBAGAI PENJAMIN KEDUA
1. PRINSIP KOORDINASI MANFAAT
a. BPJS Kesehatan merupakan penjamin kedua yaitu hanya menjamin sisa dari biaya
yang sudah dijamin oleh PT Jasa Raharja (Persero) untuk kecelakaan lalu lintas dan
PT Jamsostek (Persero)/BPJS Ketenagakerjaan untuk kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja (PAK)
b. BPJS Kesehatan menanggung selisih biaya antara tarif sesuai hak kelas peserta
sesuai tarif INA CBG’s dikurangi tarif yang ditanggung oleh PT Jasa Raharja
(Persero) dan PT Jamsostek (Persero)/BPJS Ketenagakerjaan
2. KOORDINASI MANFAAT DENGAN PT JASA RAHARJA (PERSERO)
Prinsip kerjasama koordinasi manfaat antara BPJS Kesehatan dengan PT Jasa Raharja
(Persero) :
a. Seluruh penduduk Indonesia adalah peserta asuransi kecelakaan lalu lintas.
79 b. Peserta mendapatkan penjaminan kecelakaan lalu lintas meskipun menempati kelas
perawatan sesuai dengan haknya.
Hal-hal yang perlu diketahui tentang pelayanan kesehatan apabila peserta BPJS
Kesehatan mengalami kecelakaan lalu lintas sebagai berikut :
1.
Batasan kecelakaan lalu lintas yang ditanggung oleh PT Jasa Raharja (Persero)
adalah sesuai kriteria yang ditetapkan PT Jasa Raharja (Persero) sebagaimana
ketentuan yang berlaku.
2.
Kedudukan BPJS Kesehatan adalah sebagai penjamin kedua (secondary payer)
yang akan menjamin selisih antara tarif yang dijamin oleh BPJS Kesehatan sesuai
hak kelas peserta dikurangi plafon yang sudah dijamin oleh PT Jasa Raharja
(Persero).
3.
Pasien/korban kecelakaan lalu lintas yang tidak dijamin oleh PT Jasa Raharja
(Persero) dan terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan dan dilayani di Fasilitas
Kesehatan yang belum melakukan bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, maka
BPJS Kesehatan hanya memberikan jaminan untuk biaya gawat darurat.
4.
Pasien/korban kecelakaan lalu lintas yang tidak dijamin oleh PT Jasa Raharja
(Persero) dan terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan dan dilayani di Fasilitas
Kesehatan yang telah melakukan kerjasama dengan BPJS Kesehatan, maka
menjadi tanggungan BPJS Kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
5.
Pasien/korban kecelakaan lalu lintas yang tidak terdaftar sebagai peserta BPJS
Kesehatan dan sudah mendapatkan kepastian jaminan oleh PT Jasa Raharja
(Persero) maka menjadi tanggungan PT Jasa Raharja (Persero) sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
6.
PT Jasa Raharja (Persero) menanggung biaya pelayanan kesehatan akibat
kecelakaan lalu lintas hingga batas maksimal nilai yang ditanggung oleh program
jaminan kecelakaan lalu lintas, yang meliputi biaya pelayanan kesehatan untuk
pelayanan rawat jalan maupun rawat inap, Faskes tingkat Pertama maupun Tingkat
Lanjutan pada 1 (satu) atau lebih fasilitas kesehatan, baik fasilitas kesehatan yang
telah maupun belum bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.
7.
Setiap Surat Jaminan Jasa Raharja yang disampaikan kepada fasilitas kesehatan
atas korban/pasien yang juga menjadi tanggung jawab BPJS Kesehatan akan
ditembuskan kepada BPJS Kesehatan.
8.
Dokumen yang diperlukan untuk penjaminan kecelakaan lalu lintas berupa Surat
Jaminan Jasa Raharja. Bila pasien kecelakaan lalu lintas dirawat di Rumah Sakit
80 kerjasama BPJS Kesehatan dan sudah mendapatkan Surat Jaminan dari Jasa
Raharja, maka BPJS Kesehatan akan menjamin selisih antara tarif yang dijamin
oleh BPJS Kesehatan yaitu tarif INA CBGs sesuai hak kelas peserta dikurangi
plafon yang sudah dijamin oleh PT Jasa Raharja (Persero). Apabila peserta
mengambil kelas perawatan lebih tinggi dari haknya maka selisih biaya tersebut
menjadi tanggungan pasien atau dibayar oleh asuransi tambahan lain
9.
Setiap pembayaran klaim ke fasilitas kesehatan yang dibayarkan oleh PT Jasa
Raharja yang juga menjadi tanggung jawab BPJS Kesehatan akan disampaikan
kepada BPJS Kesehatan.
10. Petugas BPJS Center dalam mendapatkan Surat Jaminan Jasa Raharja untuk
Peserta kecelakaan lalu lintas, agar melakukan:
a Konfirmasi kepada keluarga pasien atau pengantar pasien dan
b Koordinasi dalam rangka mendapatkan kepastian jaminan pasien kecelakaan lalu
lintas dengan Rumah Sakit dan/atau
c Menghubungi PT Jasa Raharja (Persero) dan/atau
d Pihak lain yang terkait.
11. Bila pasien kecelakaan lalu lintas yang dirawat belum mendapatkan Surat Jaminan
dari Jasa Raharja sampai dengan pulang, maka dijamin terlebih dahulu oleh BPJS
Kesehatan sesuai dengan hak kelas perawatan BPJS Kesehatan. Apabila
selanjutnya pasien tersebut diketahui merupakan korban kecelakaan lalu lintas yang
dibuktikan dengan adanya Surat Jaminan Jasa Raharja maka BPJS Kesehatan
akan menagihkan kepada PT Jasa Raharja (Persero) sampai dengan batas
maksimal nilai yang ditanggung oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas.
12. BPJS Kesehatan mengirimkan tagihan kepada PT Jasa Raharja (Persero) untuk
kasus kecelakaan lalu lintas yang mendapatkan Surat Jaminan Jasa Raharja
setelah pasien keluar dari fasilitas kesehatan.
13. BPJS Kesehatan mengajukan tagihan klaim koordinasi manfaat kecelakaan lalu
lintas ke Kantor PT Jasa Raharja (Persero) setempat.
14. Dokumen yang harus dilengkapi oleh BPJS Kesehatan dalam mengajukan tagihan
kepada PT Jasa Raharja (Persero) adalah :
a Surat pengajuan klaim/santunan
b Rekapitulasi data pengajuan klaim, yang berisi :
1) Nama
2) Tanggal perawatan (tanggal masuk dan keluar)
81 3) Tempat perawatan
4) Nomor Surat Jaminan Jasa Raharja
5) Biaya perawatan sesuai hak BPJS Kesehatan
6) Nilai Penjaminan Jasa Raharja
c Print out besar biaya pelayanan kesehatan yang sudah dibayarkan oleh BPJS
Kesehatan kepada fasilitas kesehatan, atas nama korban.
d Salinan
Resume
Medis
yang
telah
dilegalisir
oleh
BPJS
Kesehatan.
15. Proses pembayaran klaim dari PT Jasa Raharja (Persero) kepada BPJS Kesehatan
dilakukan melalui transfer ke rekening BPJS Kesehatan.
3. KOORDINASI MANFAAT DENGAN BPJS KETENAGAKERJAAN
Hal-hal yang perlu diketahui tentang pelayanan kesehatan apabila peserta BPJS
Kesehatan mengalami kecelakaan kerja atau Penyakit Akibat Kerja (PAK) sebagai
berikut :
16. Batasan kecelakaan kerja atau Penyakit Akibat Kerja (PAK) yang ditanggung oleh
PT Jamsostek (Persero)/BPJS Ketenagakerjaan adalah sesuai kriteria yang
ditetapkan PT Jamsostek (Persero)/BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana ketentuan
yang berlaku.
17. Dalam kasus pasien adalah jaminan BPJS Ketenagakerjaan, kedudukan BPJS
Kesehatan adalah sebagai penjamin kedua (secondary payer) apabila terdapat
selisih tarif, dimana tarif BPJS Ketenagakerjaan lebih rendah dari tarif yang
ditanggung oleh BPJS Kesehatan sesuai hak kelas Peserta.
18. Peserta BPJS Kesehatan yang mempunyai jaminan kecelakaan kerja dan Penyakit
Akibat Kerja (PAK) dibuktikan dengan kartu Jamsostek/BPJS Ketenagakerjaan
jaminan kecelakaan kerja dan PAK yang masih berlaku.
19. Dokumen yang diperlukan untuk penjaminan kasus kecelakaan kerja danPenyakit
Akibat Kerja (PAK) yang dijamin oleh BPJS Ketenagakerjaan berupa Surat Jaminan
Jamsostek/BPJS Ketenagakerjaan.
20. Petugas BPJS Center dalam mendapatkan Surat Jaminan Jamsostek/BPJS
Ketenagakerjaan agar melakukan:
1) Konfirmasi kepada keluarga pasien atau pengantar pasien dan
2) Koordinasi dalam rangka mendapatkan kepastian jaminan pasien kecelakaan
kerja atau Penyakit Akibat Kerja (PAK) dengan Rumah Sakit dan/atau
82 3) Menghubungi PT Jamsostek (Persero)/BPJS Ketenagakerjaan dan/atau
4) Pihak lain yang terkait.
4. PRINSIP PEMBIAYAAN
a. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan kerja
terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja oleh
BPJS Ketenagakerjaan tidak menjadi jaminan yang ditanggung oleh BPJS
Kesehatan.
b. Bila pasien karena penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja
dirawat di Rumah Sakit dan sudah mendapatkan Surat Jaminandari BPJS
Ketenagakerjaan, maka penjaminannya diserahkan kepada BPJS Ketenagakerjaan.
BPJS Kesehatan tidak menjamin biaya perawatan pasien tersebut dari pertama kali
masuk.
c. Pasien karena penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja
yang dirawat tetapi belum mendapatkan Surat Jaminandari BPJS Ketenagakerjaan
sampai dengan pulang, maka dijamin terlebih dahulu oleh BPJS Kesehatan sesuai
dengan hak kelas perawatan BPJS Kesehatan.
d. BPJS Center secara pro aktif menghubungi petugas BPJS Ketenagakerjaan
e. Jika peserta sudah pulang (selesai) masa perawatannya baru mendapat Surat
Jaminan dari BPJS Ketenagakerjaan, maka BPJS Kesehatan menagihkan klaim
pelayanan pasien tersebut ke BPJS Ketenagakerjaan
f. BPJS Ketenagakerjaan membayarkan klaim sesuai hak kelas peserta sesuai tarif INA
CBG’s yang berlaku di Rumah Sakit tempat peserta dirawat.
83 BAB XI
PENGGUNAAN HASIL PENILAIAN TEKNOLOGI DALAM
MANFAAT JAMINAN KESEHATAN
A. PENDAHULUAN
Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan yang maksimal, ada beberapa hal penting
yang harus senantiasa dipikirkan, seperti: hal–hal apa yang dapat kita lakukan untuk
memaksimalkan pelayanan kesehatan tersebut, opsi–opsi/ pilihan yang ada dalam
memutuskan tindakan dalam pelayanan kesehatan, adanya panduan pelayanan medis yang
tepat, penerapan apa yang harus dilakukan dan adanya penjaminan mutu dengan adanya
audit klinis.
Karena adanya konflik antara keterbatasan dalam sumber daya pembiayaan kesehatan
dengan kebutuhan pelayanan yang tidak terbatas, maka pihak pembayar, dalam hal ini
Pemerintah dan BPJS akan dipaksa untuk melakukan rasionalisasi dan penentuan prioritas.
Tantangan terbesar dalam proses rasionalisasi dan penentuan prioritas adalah memastikan
bahwa kedua kebijakan yang diambil tersebut tidak akan mengurangi mutu pelayanan maupun
benefit peserta. Oleh sebab itu, harus dilakukan evaluasi terhadap teknologi kesehatan dan
benefit yang tercakup sehingga biaya pelayanan kesehatan dikeluarkan untuk teknologi
kesehatan yang memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi peserta namun tetap pada
kerangka biaya yang ekonomis.
Teknologi kesehatan adalah suatu intervensi dalam bentuk apapun yang digunakan
untuk promosi kesehatan, mencegah, mendiagnosis, atau untuk penatalaksanaan suatu
kasus penyakit maupun untuk rehabilitasi medis ataupun perawatan jangka panjang.
Penilaian
suatu
teknologi
adalah
suatu
kebijakan
yang
komprehensif
dalam
mengevaluasi dampak teknis, ekonomi, dan sosial dari suatu aplikasi teknologi. (OTA
(ca.1970))
B. DEFINISI
Health Technology Assessment (HTA) adalah analisis multidisiplin mengenai suatu
kebijakan mengenai implikasi medis, sosial, etik dan ekonomi dari pengembangan, difusi dan
pemakaian dari suatu teknologi kesehatan.
HTA adalah analisis terstruktur suatu teknologi kesehatan, serangkaian teknologi atau
penggunaan teknologi untuk memberikan masukan dalam pembuatan suatu keputusan/
84 kebijakan. Hal ini meliputi keamanan, efikasi, manfaat, biaya dan efektifitas biaya, implikasi
organisasi ,faktor sosial dan kerangka etis.
HTA adalah analisis terstruktur terhadap suatu teknologi kesehatan suatu atau suatu
kelompok teknologi kesehatan issue terkait teknologi kesehatan yang ditujukan untuk memberi
maskan bagi pembuatan keputusan dalam menyusun kebijakan pelayanan kesehatan (US
Office of Technology Assessment, 1994)
HTA juga merupakan evaluasi sistematis dari suatu efek teknologi kesehatan meliputi
pemakaian dan ketersediaan sumber daya dan aspek lainnya seperti ekuitas.
C. TUJUAN, SASARAN & RUANG LINGKUP
C.1 TUJUAN
a. TUJUAN UMUM
Untuk membantu pembuatan kebijakan mengenai suatu teknologi dalam pelayanan
kesehatan dalam rangka menjaga dan mengendalikan mutu pelayanan kesehatan
secara komprehensif.
b. TUJUAN KHUSUS
Tujuan khusus HTA adalah untuk melakukan pelayanan kesehatan bagi peserta
BPJS Kesehatan yang meliputi pencegahan, diagnosis, penatalaksanaan dan
rehabilitasi medis suatu kasus penyakit yang berkualitas dan berdasarkan bukti
ilmiah terkini (evidence based),dalam.
C.2 SASARAN
Seluruh teknologi kesehatan dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan bagi peserta
BPJS, meliputi: pelayanan obat, alat/mesin untuk menegakkan diagnosa dan reagensia
yang dipakai dalam pemeriksaan laboratorium,
prosedur tindakan medis dan
pembedahan/operasi, alat kesehatan misalnya: stent dan prostetik lainnya, sistem
Manajemen Medik misalnya One Day Surgery dan sistem pendukung dalam pelayanan
kesehatan misalnya rekam medik yang terkomputerisasi.
C.3 RUANG LINGKUP
HTA adalah kajian suatu teknologi kesehatan yang meliputi kualitas, keamanan klinis ,
performa teknis, efikasi, efektivitas, implementasi, analisis dampak ekonomis, efisiensi,
dampak pada etika sosial dan aspek legal.
85 D. MEKANISME PELAKSANAAN HTA
1. Health Technology Assessment harus dilakukan dikarenakan beberapa hal yaitu:
perkembangan inovasi teknologi yang tumbuh pesat, biaya yang terbatas dan cenderung
berkurang serta pentingnya skala prioritas dalam pengambilan keputusan yang
seharusnya memprioritaskan pada teknologi kesehatan yang relevan dan sangat
diperlukan.
Evidence
Based
HTA
menghasilkan
bukti,
menyediakan
bukti
dan
memanfaatkan bukti.
2. HTA dilakukan pada suatu teknologi kesehatan baik yang sudah tercakup dalam benefit
maupun yang akan diajukan untuk dicakup. Karena banyaknya teknologi kesehatan yang
harus dilakukan pengujian (assessment) maka dilakukan penentuan prioritas untuk
teknologi dengan kriteria sebagai berikut :
a.
Teknologi dengan utilisasi atau kemungkinan utilisasi yang tinggi
b.
Berisiko tinggi sehingga kemungkinan akan menghasilkan dampak medis, sosial dan
etis yang signifikan
c.
Berisiko biaya yang tinggi
d.
Variabilitas yang tinggi
3. HTA diselenggarakan oleh Tim Nasional yang independen yang dibentuk oleh Menteri
Kesehatan dan terdiri dari para pakar di bidangnya. Tim HTA terdiri dari 3 kelompok kerja
(Pokja) yaitu Pokja Alat Kesehatan, Pokja Obat, dan Pokja Prosedur sesuai Kepmenkes
No: 423/Menkes/SK/XII/2012. Tugas Pokja dalam Tim HTA adalah melaksanakan
perumusan, identifikasi, kriteria, formulasi, konsep, program kegiatan dan kebijakan serta
evaluasi di bidang pengkajian teknologi pada alat kesehatan, obat dan prosedur. Fungsi
Pokja adalah sebagai berikut :
a.
Perumusan identifikasi topik kajian berdasarkan EBP (evidence based practice)
b.
Penetapan kriteria penapisan teknologi medik yang meliputi
teknik/prosedur
peralatan kedokteran dan reagensia
c.
Perumusan rancangan kebijakan di bidang produksi dan penggunaan alat kesehatan
serta reagensia melalui penapisan teknologi medik
d.
Pembuatan formulasi hasil kajian di bidang alat kesehatan dan reagensia kepada
Menkes
86 4. Alur Proses Penyelenggaraan HTA , adalah sebagai berikut :
Usulan Topik Kajian HTA Organisasi/ Perhimpunan Profesi Kedokterandan BPJS Kesehatan Identifikasi topik Need Assessment Priority Setting Penetapan Ruang Lingkup, Skala dan Cara Penilaian Retrieval of Evidence Proses ini Dilakukan oleh Tim Nasional HTA Pengumpulan Data Primer Analisis Bukti Sintesis Bukti Analisa dampak financial Formulasi temuan dan rekomendasi BPJS Kesehatan Diajukan kepada Menteri Kesehatan dan disahkan dalam SK Menteri Kesehatan Disseminasi dan Implementasi BPJS Kesehatan Monitoring dan Feedback 5. Metode dalam penyelenggaraan HTA antara lain studi literatur, percobaan klinis, studi
epidemiologi dan observasi, analisis biaya, perumusan konsensus, pendapat ahli dan
meta analisis.
87 6. HTA dilaksanakan dengan menggunakan konsep ekonomi kesehatan. Beberapa teknik
analisa ekonomi kesehatan yang digunakan dalam HTA adalah:
a. Cost Minimization Analysis (CMA)
b. Cost Effectiveness Analysis (CEA)
c. Cost Utilization Analysis (CUA)
d. Cost Benefit Analysis (CBA)
7. Materi pengkajian HTA dari suatu teknologi kesehatan, antara lain :
a. Kinerja Teknologi yang akan menggambarkan seberapa signifikan teknologi tersebut
akan berdampak dalam proses penatalaksanaan penyakit dalam pelayanan
kesehatan peserta BPJS Kesehatan.
b. Kualitas ketepatan dari teknologi kesehatan terdiri dari: ketepatan komponen alat,
standar komponen alat, evaluasi terhadap komponen alat, dan evaluasi serta
monitoring ketika suatu alat teknologi kesehatan sedang beroperasi.
c. Keamanan
klinis
pada
saat
melakukan
tindakan
medis
bagi
pasien,
operator/administrator dan lingkungan
d. Performa Teknis saat teknologi kesehatan tersebut digunakan dalam pelayanan
kesehatan.
e. Efikasi yaitu memastikan bahwa suatu teknologi kesehatan telah berfungsi
sebagaimana mestinya, berfungsi sebaik mungkin dan lebih baik dari pada teknologi
sebelumnya. Atau teknologi tersebut memberikan hasil dan khasiat sebagaimana
yang diinginkan.
f.
Efektivitas yaitu memastikan tingkat keberhasilan suatu teknologi kesehatan dalam
menghasilkan efikasinya. Hal ini antara lain berkaitan dengan secepat apa bisa
menyembuhkan, berapa banyak pasien yang bisa diselamatkan dan sebanyak apa
kenaikan harapan hidup yang bisa diperoleh.
g. Implementasi
suatu
kebijakan
HTA
dimana
suatu
teknologi
kesehatan
direomendasikan, hal ini disesuaikan dengan kemampuan finansial BPJS dengan
tetap mengutamakan kebutuhan medis peserta.
h. Analisis dampak ekonomis dengan menggunakan teknik analisa ekonomi kesehatan
di atas.
i.Dampak efisiensi dalam pelayanan kesehatan yang dihasilkan oleh teknologi kesehatan.
j.Etika Sosial yaitu dampak sosial ketika suatu teknologi kesehatan dijalankan/
diimplementasikan.
k. Aspek legal yaitu tinjauan dari segi hukum atas penggunaan teknologi kesehatan
88 8. Health Technology Assessment menghasilkan sebuah rekomendasi dengan hirarki
sebagai berikut:
Bentuk kajian HTA
Meta-analisis dari sebuah
uji klinis acak (RCT)
Uji klinis acak yang besar
Uji klinis acak yang kecil
Uji klinis yang tidak acak
Studi observasi
Laporan Kasus
Konsensus
Level
Rekomendasi
I
A
II
B
III
C
IV
Penjelasan:
Kajian pada level I merupakan kajian yang paling valid dan sangat bermakna dalam
kajian HTA dan semakin menurun tingkatannya pada level II dan III. Sehingga suatu
teknologi kesehatan dengan Rekomendasi A adalah sangat direkomendasikan
kemudian urutan selanjutnya adalah teknologi kesehatan denganrekomendasi B dan C.
E. PENGGUNAAN HASIL KAJIAN HTA
c. Hasil kajian HTA disahkan dengan ketetapan Menteri Kesehatan dan dilengkapi dengan
batasan–batasan/kriteria/situasi dan kondisi dalam penggunaan teknologi kesehatan yang
dimaksud. Hal ini ditujukan agar teknologi kesehatan yang dilakukan sesuai dengan
indikasi medis dan rasional.
d. Ketetapan Menteri Kesehatan atas hasil kajian HTA dimaksudnya untuk memastikan
bahwa pelaksanaan kajian telah mengikuti kaidah-kaidah yang berlaku dan memastikan
independensi evaluator.
e. Penjaminan pelayanan teknologi kesehatan oleh BPJS adalah sebagai berikut:
a) Hasil kajian HTA yang telah disahkan oleh Menteri Kesehatan digunakan oleh BPJS
sebagai pertimbangan untuk menambah atau mengubah cakupan benefit pelayanan
kesehatan.
b) Hasil kajian yang menjadi prioritas untuk ditindaklanjuti oleh BPJS adalah kajian yang
menggunakan evidence level I/rekomendasi A.
89 c) Jika kajian HTA sebagaimana yang disahkan oleh Menteri Kesehatan belum dilakukan
analisa dampak ekonomi, maka BPJS selanjutnya akan menggunakan hasil kajian
tersebut sebagai dasar analisa ekonomi selanjutnya.
d) Analisa dampak ekonomi tersebut akan digunakan oleh BPJS sebagai pertimbangan
untuk dicakup tidaknya suatu intervensi kesehatan dengan mempertimbangkan
willingness to pay dan kemampuan financial BPJS.
e) Implementasi suatu teknologi kesehatan yang telah sah direkomendasikan dan telah
diputuskan untuk dijamin oleh BPJS Kesehatan dapat berupa Pedoman Nasional
Pelayanan Kedokteran (PNPK) dan/atau Panduan Praktik Klinis (PPK) yang telah
disesuaikan dengan setiap RS dan/atau fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan
BPJS Kesehatan.
90 BAB XII
KENDALI MUTU DAN BIAYA
A. LANDASAN HUKUM
Menindaklanjuti amanat Undang-Undang terkait kendali mutu dan biaya pada
implementasi Jaminan Sosial Bidang Kesehatan, maka BPJS Kesehatan perlu membuat
suatu pedoman penerapan sistem kendali mutu dan biaya jaminan pelayanan kesehatan
bagi seluruh rakyat Indonesia.
Adapun landasan hukum yang mendasarinya adalah sebagai berikut:
1. UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional bahwa “BPJS
berkewajiban mengembangkan sistem pelayanan kesehatan, sistem mutu dan sistem
pembayaran yang efisien dan efektif“.
2. Perpres No 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan pasal 42 ayat 1 menyatakan
bahwa
“Pelayanan
kesehatan
kepada
peserta
Jaminan
Kesehatan
harus
memperhatikan mutu pelayanan, berorientasi pada aspek keamanan pasien, efektivitas
tindakan, kesesuaian dengan kebutuhan pasien serta efisiensi biaya”. Peraturan
Presiden tersebut juga menyatakan dalam ayat 2 bahwa “Penerapan sistem kendali
mutu pelayanan jaminan kesehatan dilakukan secara menyeluruh meliputi pemenuhan
standar mutu fasilitas kesehatan, memastikan proses pelayanan kesehatan berjalan
sesuai standar yang ditetapkan, serta pemantauan terhadap luaran kesehatan peserta”,
Dalam ayat 3 kemudian ditekankan lagi bahwa “Ketentuan mengenai penerapan sistem
kendali mutupelayanan Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
dengan Peraturan BPJS”.
3. UU No 24 Tahun 2011 tentang Badan Pengelola Jaminan Sosial pasal 48 ayat 1 yang
menyatakan bahwa BPJS wajib membentuk unit pengendali mutu pelayanan dan
penanganan pengaduan Peserta.
B. TUJUAN
Tujuan dibuatnya pedoman penerapan sistem kendali mutu dan biaya jaminan
pelayanan kesehatan adalah sebagai acuan untuk menghasilkan pelayanan kesehatan
yang efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan medik peserta dengan pembiayaan yang
rasional yang akan berdampak pada sustainabilitas operasional BPJS. Pedoman penerapan
sistem kendali mutu dan biaya ini akan mengintegrasikan sistem pelayanan kesehatan ,
sistem jaga mutu dan sistem pembayaran dan pembiayaan yang rasional.
91 C. KONSEP DASAR MANAJEMEN MUTU
1. Sistem ini ditujukan untuk menghasilkan keberlangsungan program jaminan kesehatan
dengan pembiayaan pelayanan kesehatan yang rasional, efisien dan bermutu.
2. Dalam pelaksanaan sistem penjaminan kesehatan bagi peserta BPJS, BPJS Kesehatan
juga melakukan menajemen risiko yaitu dengan melakukan identifikasi risiko yang
mungkin timbul, baik risiko finansial, risiko opersional, risiko legal dan risiko performa
BPJS Kesehatan. Dengan mengidentifikasi risiko tersebut, maka BPJS Kesehatan dapat
mengantisipasi terjadinya risiko–risiko tersebut, serta mengeliminasi penyebab risiko yang
mungkin ada.
3. Untuk menjalankan program jaminan kesehatan bagi pesertanya, BPJS Kesehatan
memiliki infrastruktur yang baik meliputi :
a. Sumber Daya Manusia yang kompeten, Sistem keuangan, Sistem perencanaan dan
pengembangan,
b. Sistem Teknologi Informasi serta dokumentasi dan kearsipan yang baik.
c. BPJS
Kesehatan
menitikberatkan
kinerja
pada
kualitas
sistem/proses
bisnis
penjaminan pelayanan kesehatan bagi peserta BPJS. Hal ini menjadi performa kinerja
dari seluruh insan pegawai BPJS yang bekerja sama secara sinergi dalam suatu team
work yang baik, dan inovatif.
d. Bussiness process berjalan sebagaimana mestinya
e. Memastikan fasilitas pemberi pelayanan kesehatan peserta BPJS memberikan
pelayanan kesehatan yang berkualitas
f. Indeks kepuasan peserta yang indikator performa praktisi/ fasilitas pemberi layanan
kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan
g. Pelaksanaan
Manajemen
meliputimanajemen
mutu
Mutu
pada
Pelayanan
perawatan
Bagi
medis,
Peserta
tindakan
BPJS
medis,
juga
prosedur
pelayananmedis, dan pelayanan obat bagi peserta BPJS.
4. Seluruh
penyelenggaraan
pelayanan
kesehatan
bagi
peserta
BPJS
adalah
terstandardisasi sesuai indikasi medis dan merupakan evidence based medicine.
Pelayanan kesehatan yang dimaksud adalah pelayanan kesehatan yang komprehensif
lengkap dengan edukasi kepada pasien mengenai penyakitnya dan gaya hidup sehat
sehingga kesehatan yang bersangkutan selain pulih kembali dan meningkat namun juga
meningkatkan produktivitas dan kualitas hidup peserta.
92 5. Dalam penyelenggaraannya, dilakukan proses pengembangan konsep pelayanan
kesehatan yang berkesinambungan dengan evaluasi dan monitoring yang berkala, hal ini
dilakukan dengan referensi kasus medis yang ada dan perkembangan ilmu kedokteran,
hasil proses audit medis beserta diskusi pembahasannya dan atau usulan dari
Kementrian Kesehatan RI megenai kebijakan pelayanan kesehatan di Indonesia.
6. Dilakukan evaluasi program jaminan kesehatan dan pelayanan kesehatan bagi peserta
BPJS dengan melakukan analisa dari data laporan yang cukup dan valid. Laporan yang
dimaksud adalah pelaporan mengenai performa kinerja BPJS kesehatan dan juga data
luaran profil kesehatan yang mencerminkan kualitas pelayanan kesehatan yang
disesuaikan dengan karakteristik pasien serta perbandingan antara prediksi dan hasil
yang diharapkan dengan analisis statistik yang tepat.
7. Evaluasi pelayanan kesehatan juga dapat dilakukan dengan membuat suatu analisa
yang mengkombinasikan/ menggabungkan/ merumuskan hasil klinis/ perawatan pasien/
pelayanan medis pelayanan kesehatan dengan sistem manajemen pelayanan kesehatan.
D. PROGRAM – PROGRAM KENDALI MUTU DAN BIAYA BPJS KESEHATAN
1. Penguatan Gate Keeper Concept
Program Gate Keeper Conceptyang berbasis pada kedokteran keluarga “Care
oordinator” dan pelayanan rujuk balik di dalam pelaksanaan pelayanan tingkat pertama
akan berfungsi sebagai penapis rujukan serta kendali mutu dan kendali biaya dalam
pelaksanaan jaminan kesehatan. Gate Keeper akan menjadi kontak pertama pasien di
jenjang pelayanan tingkat pertama. Pelayanannya mengutamakan promosi /edukasi
gaya
hidup
sehat
serta
pencegahan
penyakit,
bersifat
pribadi, komprehensif,
menyeluruh, terpadu, berkesinambungan terkoordinasi dalam kerjasama antara dokter
dan pasien serta berorientasi pada keluarga dan komunitas dan pasien savety
Dalam melaksanakan Sistem Gate Keeper yang optimal maka diharuskan adanya
sistem rujukan berjenjang yang baik, dan untuk mengupayakan hal ini diperlukan
pembentukan forum komunikasi antara faskes tingkat pertama dan sekunder untuk
menyepakati beberapa hal mengenai pelaksanaan rujukan berjenjang. Dalam program
ini, diatur pula mengenai pelaksanaan pertemuan forum komunikasi tersebut, evaluasi
pertemuan, implementasi hasil pertemuan dan pemberian umpan balik.
Diperlukan suatu penguatan sistem Gate Keeper bagi tenaga kesehatan pemberi
pelayanan Gate Keeper. Pelatihan dilakukan baik oleh pihak internal BPJS maupun
pihak eksternal. Pengayaan dalam pelatihan ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan
93 pengetahuan dan persepsi mengenai sistem Gate Keeper itu sendiri dan juga
mengoptimalkan kompetensi medis tenaga kesehatan dalam melaksanakan pelayanan
yang dimaksud. Pada akhir pelatihan ini, maka akan dilakukan evaluasi pengingkatan
kompetensi yang dicapai oleh peserta pelatihan. Hal inilah yang menentukan tingkat
keberhasilan pelatihan ini.
Untuk meningkatkan pengelolaan mutu manfaat pelayanan kesehatan tingkat
pertama, maka perlu dilakukan beberapa hal sebaga berikut: penyusunan kriteria
pelayanan first contact,Sosialisasi dan advokasi pelayanan first contact, Penyusunan
Family Folder, Sosialisasi dan Advokasi Panduan Klinis, Membentuk Tim Audit Medis
untuk pelayanan kesehatan bagi peserta BPJS serta melaksanakan dan menindaklanjuti
hasil audit medis tersebut.
2. Seleksi Faskes BPJS Kesehatan (Credentialing & Re Credentialing)
Proses Credentialinguntuk mendapatkan Provider pemberi pelayanan medis (Fasilitas
Kesehatan)dengan fasilitas medis yang memadai sehingga dapat memberikan
pelayanan yang sesuai dengan indikasi medis dan maksimal.
3. Dewan Pertimbangan Medik (DPM)
Dewan Pertimbangan Medis dibentuk dengan tujuan pengendalian kualitas pelayanan
kesehatan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan medis yang menguntungkan semua
pihak baik PPK maupun pasien. DPM merupakan lembaga independent yang
memberikan pertimbangan/telaah medis/second opinion dan turut memberikan kontribusi
dalam transfer of knowledge dan peningkatan profesionalisme pelayanan kesehatan.
4. Tata Cara Penggunaan HTA
Untuk mengendalikan mutu dan biaya dalam proses penjaminan pelayanan kesehatan
peserta, maka BPJS Kesehatan mengatur Tata Cara penggunaan Health Technology
Assessment (HTA) dan tertera dalam Peraturan BPJS Kesehatan. Ketika suatu teknologi
kesehatan diusulkan untuk dilakukan HTA, maka setelah disahkan oleh Menteri
Kesehatan RI, BPJS Kesehatan akan mengimplementasikan kebijakan tersebut namun
dengan memperhitungka kemampuan finansial BPJS serta melakukan monitoring dan
evaluasi. Esensinya adalah, ketika suatu teknologi kesehatan (obat, tindakan/prosedur
medis) dapat dijamin oleh BPJS Kesehatan, maka dapat dipastikan bahwa teknologi
kesehatan tersebut adalah aman, dengan efikasi teruji, bermanfaat, biaya yang efektif
dan memperhitungkan faktor social dan etis.
5. Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis)
94 Pelaksanaan Disease Management Program juga berdampak signifikan dalam
manajemen mutu pelayanan kesehatan dan pengendalian biaya khususnya untuk kasus
penyakit kronis seperti Diabetes dan Hipertensi dan juga pada pasien Jantung
khususnya pasca tindakan PTCA/ bedah jantung lainnya. Dalam program ini, dilakukan
edukasi dan modifikasi gaya hidup pasien sehingga dapat menapis kemungkinan
penyakit tersebut untuk jatuh kedalam komplikasi berat seperti stroke, gagal ginjal
maupun gangguan kardiovaskular yang memerlukan tindakan operasi. Hal ini sangat
bermakna untuk meningkatkan kualitas hidup pasien serta mengendalikan biaya
pelayanan kesehatan khusunya untuk kasus kronis yang berat.BPJS Kesehatan juga
melakukan program promotif dan Preventif untuk melaksanakan pelayanan kesehatan
yang komprehensif.
6. Program Rujuk Balik
Pelayanan penyakit kronis Hipertensi dan Diabetes Melitus Tipe 2 yang dilakukan
secara komprehensif dan berkesinambungan setiap bulannya. Ketika pasien pertama
kali terdeteksi sebagai penderita Hipertensi ataupun Diabetes Melitus maka oleh faskes
tingkat pertama dirujuk ke faskes tingkat lanjutan untuk di berikan tatalaksana yang
adekuat, setelah Hipertensi dan Diabetes Melitus Tipe 2 telah stabil maka pasien
dikembalikan kepada faskes tingkat pertama dan diwajibkan kontrol setiap bulannya,
obat diberikan untuk 30 hari. Setelah melakukan 3 kali kontrol kepada faskes primer,
maka pasien kembali dirujuk kepada faskes lanjutan untuk mengevaluasi pengobatan
yang dilengkapi denga hasil pemeriksaan penunjang. Program ini dilakukan untuk
melakukan pengendalian biaya dan pengendalian mutu terhadap pelayanan kesehatan
terutama penyakit kronis yang sangat berpotensi untuk terjadi komplikasi dan
membutuhkan biaya yang besar
7. Sistem Pembayaran Prospektif INA CBG’s
Aspek pembiayaan menjadi hal penting dalam menjaga sustainibilitas program
penjaminan kesehatan bagi peserta BPJS. Untuk itu BPJS Kesehatan menggunakan
pola tarif dan sistem pembiayaan dengan menggunakan INA CBG, dan kapitasi untuk
pelayanan kesehatan tingkat pertama. Penggunaan pola tarif INA CBGs sangat cocok
dengan prinsip BPJS Kesehatan yang mengutamakan kendali mutu dan biaya dalam
pelayanan kesehatan pesertanya. Pada sistem pembayaran ini, pembayaran dilakukan
berdasarkan kode CBGs nya, atau berdasarkan diagnosis penyakit. Untuk itu, telah
ditetapkan clinical pathway untuk masing-masing diagnosis penyakit, clinical pathway ini
adalah evidence based dan terstandard sesuai dengan perkembangan ilmu kedokteran.
95 Dalam pembiayaan dengan menggunakan pola tarif INA CBGs, biaya paket untuk satu
kode CBGs/kode diagnosis telah memperhitungkan secara rasional (dengan atau tanpa
adjustment factor) biaya operasional RS, data costing RS dll. Dengan demikian, hal ini
akan membuat RS akan mengatur dirinya untuk memberikan pelayanan medis sesuai
dengan indikasi medis dengan pembiayaan yang rasional sehingga mutu pelayanan
dapat terjamin dengan biaya yang terkendali.
8. Tinjauan Utilisasi (UR)
Melakukan Utilization Review yang kontiniu dan berkala merupakan satu cara yang
dilakukan BPJS Kesehatan untuk melakukan pengendalian biaya pelayanan kesehatan.
Hal ini akan membantu untuk memantau utilisasi fasilitas kesehatan dalam melakukan
pelayanan. Utilization Reviewakan membantu kita untuk mengidentifikasi adanya fraud
ataupun kejadian unbundling. Selain itu dapat dipakai untuk melihat proyeksi biaya
pelayanan kesehatan ditahun berikutnya, hal ini sangat berguna dalam menjaga
sustainibilitas finansial BPJS Kesehatan
E. SISTEM KENDALI MUTU DAN BIAYA PELAYANAN KESEHATAN DI INDONESIA
F. MEKANISME PENERAPAN SISTEM KENDALI MUTU DAN BIAYA BPJS KESEHATAN
Penyelenggaraan sistem kendali mutu dan kendali biaya oleh BPJS Kesehatan dilakukan
melalui :
a. Pemenuhan standar mutu Fasilitas Kesehatan;
b. Pemenuhan standar proses pelayanan kesehatan; dan
96 c. Pemantauan terhadap luaran kesehatan Peserta.
d. Tim Kendali Mutu dan Biaya/penyelenggara sistem kendali mutu
Sebagai penyelenggara sistem kendali mutu dan kendali biaya BPJS Kesehatan
membentuk tim kendali mutu dan kendali biaya yang terdiri dari unsur organisasi profesi,
akademisi, dan pakar klinis.
Tim Kendali Mutu BPJS Kesehatan terdiri dari:
1. Tim Teknis
2. Tim Besar
TIM BESAR TIM TEKNIS Ada di Tingkat : Ada di setiap Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan I. Pusat, terdiri dari : 1. BPJS Kesehatan Kantor Pusat 2. KKI 3. PB IDI 4. PDGI Terdiri : 1. Petugas BPJS Center 2. Tim Pengendali RS 3. Komite Medik RS 5. ASOSIASI FASKES àPERSI 6. Direktorat Jenderal BUK Kemenkes RI 7. Akademisi II. Divisi Regional, terdiri dari: 1. Kantor Divisi Regional BPJS Kesehatan 2. IDI Wilayah 3. Dewan Pertimbangan Medik (DPM) 4. PDGI Wilayah 5. ASOSIASI FASKES àARSADA 6. Dinkes Propinsi III. Tingkat Cabang , terdiri dari: 1. Kantor Cabang BPJS Kesehatan 2. IDI Cabang 3. PDGI Cabang 4. Dinkes Kabupaten/Kota 97 Fungsi dan Kewenangan Tim Teknis Kendali Mutu adalah:
1. Pada kasus tertentu, tim teknis kendali mutu dan kendali biaya dapat meminta informasi
tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat
pengobatan peserta dalam bentuk salinan/fotokopi rekam medis kepada Fasilitas
Kesehatan sesuai kebutuhan.
2. Tim Teknis juga melakukan pemantauan dan evaluasi penggunaan obat, alat kesehatan,
dan bahan medis habis pakai dalam pelayanan kesehatan secara berkala yang
dilaksanakan melalui pemanfaatan sistem informasi kesehatan.
Fungsi dan Kewenangan Tim Besar Kendali Mutu adalah:
1. Sosialisasi kewenangan tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik profesi sesuai
kompetensi
2. Utilization review dan audit medis
3. Pembinaan etika dan disiplin profesi kepada tenaga kesehatan.
4. mewajibkan agar fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan
melakukan :
a) Pengaturan kewenangan tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik profesi
sesuaikompetensi
b) Utilization review dan audit medis
c) Pembinaan etika dan disiplin profesi kepada tenaga kesehatan
G. MEKANISME KERJA TIM KENDALI MUTU & BIAYA BPJS KESEHATAN
Penanggung jawab penerapan sistem kendali mutu dan biaya pelayanan kesehatan di Era
Jaminan Kesehatan Nasional Tahun 2014 adalah BPJS Kesehatan
Tingkat
Struktur
Proses
Outcome
- BPJS Kesehatan - Rapat Rutin Tingkat Pusat dilaksanakan Rekomendasi/usulan Kebijakan
TIM BESAR TINGKAT PUSAT Kantor Pusat 1 kali dalam setahun (setiap bulan kebijakan - KKI September) membahas tentang hasil - PB IDI rapat rutin tingkat Divisi Regional dan - PB PDGI Cabang, serta usulan dari Kemenkes RI - Asosiasi Faskes àPERSI - Direktorat Jenderal - Sosialisasi kewenangan tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik profesi sesuai kompetensi 98 Tingkat
Struktur
Proses
Outcome
Kebijakan
BUK KEMENKES RI - Akademisi - pembinaan etika dan disiplin profesi kepada tenaga kesehatan - Audit Medis oleh Tim Kendali Mutu di tingkat pusat TIM BESAR - BPJS Kesehatan TINGKAT DIVISI REGIONAL Divisi Regional - Rapat Rutin Tingkat Divisi Regional dilakukan 2 kali dalam setahun - IDI Wilayah membahas tentang hasil rapat rutin - PDGI Wilayah tingkat cabang, usulan dari DPM serta - ARSADA Dinkes Propinsi dan permasalahan yang - Dinkes propinsi belum dapat diselesaikan di tingkat - Dewan cabang Pertimbangan Medik (DPM) - Pemprov Usulan kebijakan ke Tingkat Pusat - Audit Medis oleh Tim Kendali Mutu di tingkat Regional - Sosialisasi kewenangan tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik profesi sesuai kompetensi TIM BESAR - Kantor Cabang BPJS - Rapat Rutin Tingkat Cabang dilakukan 3 TINGKAT Kesehatan CABANG - IDI Cabang - PDGI Cabang kali dalam setahun - Materi yang dirapatkan adalah : 1.
- Dinkes Kabupaten 2.
3.
Evaluasi biaya pelkes BPJS untuk kasus khusus bermasalah 2. Laporan Evaluasi Kesehatan, Biaya Pelkes Melakukan Audit Medis sesuai pertriwulan, Profil dengan usulanTim Teknis Kendali kesehatan peserta Mutu BPJS, evaluasi dan review berkala standar 3. Kinerja Fasilitas pelayanan medis (termasuk clinical pathway) faskes BPJS Kesehatan, 4.
1. Medical Judgement Utilization Review berkala BPJS Kesehatan : review Kesehatan 4. Hasil Audit Medis BPJS Kesehatan, 5. Laporan Utilization kasus/tindakan/prosedur medis Review yang high volume, high cost, dan kasus/tindakan/prose
high risk serta dampaknya pada dur medis yang high biaya pelayanan kesehatan BPJS volume, high cost, 99 Tingkat
Struktur
Proses
Outcome
Kebijakan
5.
kesehatan dan high risk serta Sosialisasi kewenangan tenaga dampaknya pada kesehatan dalam menjalankan biaya pelayanan praktik profesi sesuai kompetensi kesehatan BPJS kesehatan. Keterangan :
1. Bila diperlukan, dapat dilakukan kegiatan di luar yang sudah dijadwalkan tersebut.
2. Bila terdapat permasalahan yang tidak dapat diselesaikan oleh tim, maka permasalahan
tersebut dilaporkan kepada Menteri Kesehatan RI untuk mendapatkan penyelesaian.
3. Masing-masing Tim Besar dibentuk melalui :
o
Di tingkat Pusat melalui Surat Keputusan Direksi BPJS Kesehatan
o
Di tingkat Divisi Regional melalui Surat Keputusan Direksi BPJS Kesehatan
o
Di tingkat Cabang melalui Surat keputusan Kepala Divisi Regional
4. Pembentukan Tim Teknis Kendali Mutu dan Biaya BPJS Kesehatan dilaksanakan di Kantor
Cabang BPJS Kesehatan
5. Biaya Pelaksanaan ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
100 BAB XIII
STANDAR PELAYANAN NON MEDIS
Standar Pelayanan Non Medis adalah ukuran waktu yang ditetapkan untuk
penyelesaian pembayaran tagihan pada Fasilitas Kesehatan dan Peserta.
A.
TUJUAN
1. Memenuhi harapan pelanggan terhadap pelayanan admnistrasi yang murah, mudah
dan cepat, sesuai dengan perkembangan dan kondisi perusahaan.
2. Diperolehnya waktu penyelesaian pelayanan administrasi yang sama di seluruh
Indonesia sesuai dengan beban kerja.
B.
LANDASAN HUKUM
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib membayar fasilitas kesehatan atas
pelayanan yang diberikan kepada peserta paling lambat 15 (lima belas) hari sejak
permintaan pembayaran diterima.
2. Peraturan Presiden Nomor … tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 12
Tahun 2013
(1) BPJS wajib membayar Fasilitas Kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada
Peserta:
a. paling lambat tanggal 15 (lima belas) setiap bulan berjalan bagi Fasilitas
Kesehatan tingkat pertama yang menggunakan cara pembayaran praupaya
berdasarkan kapitasi; dan
b. paling lambat 15 (lima belas) hari sejak dokumen klaim diterima lengkap bagi
Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan.
(2) BPJS Kesehatan wajib membayar ganti rugi kepada Fasilitas Kesehatan sebesar 1%
(satu persen) dari jumlah yang harus dibayarkan untuk setiap 1 (satu) bulan
keterlambatan.
3. Permenkes No 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan
Nasional Pasal 12
101 Kewajiban BPJS Kesehatan: melakukan pembayaran klaim kepada Fasilitas Kesehatan
atas pelayanan yang diberikan kepada Peserta paling lambat 15 (lima belas) hari kerja
sejak dokumen klaim diterima lengkap.
C. KETENTUAN UMUM
Dokumen klaim diterima lengkap adalah:
− berkas administrasi penagihan klaim (hardcopy maupun softcopy) diterima lengkap
olehBPJS Kesehatan (Kantor Cabang maupun Kantor Operasional Kabupaten/Kota
− Formulir Pengajuan Klaim yang berisi besar biaya yang diajukan telah ditandatangani
Pimpinan Rumah Sakit.
C. UKURAN WAKTU
1. Ukuran waktu pembayaran tagihan pada faskes adalah 15 (lima belas) hari kerja
dengan memperhitungkan jumlah hari libur
2. Pelayanan Tingkat Pertama
a. Rawat jalan
Pembayaran kapitasi dilakukan paling lambat tanggal 15 (lima belas) setiap bulan
berjalan
b. Rawat inap, darah, persalinan, paket ambulan, gawat darurat di faskes yang tidak
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
Ukuran waktu pembayaran tagihan pada faskes adalah 15 (lima belas) hari dihitung
sejak persyaratan berkas administrasi penagihan klaim (hardcopy maupun
softcopy) diterima lengkap oleh BPJS Kesehatan (Kantor Cabang maupun Kantor
Operasional Kabupaten/Kota.
c. Obat Rujuk Balik
ü Ukuran waktu pembayaran tagihan pada faskes adalah 15 (lima belas) hari
dihitung sejak persyaratan berkas administrasi penagihan klaim diterima lengkap
oleh
BPJS
Kesehatan
(Kantor
Cabang
maupun
Kantor
Operasional
Kabupaten/Kota)
ü Berkas administrasi penagihan klaim obat rujuk balik diterima lengkap adalah
kondisi tagihan klaim pelayanan obat telah diverifikasi oleh verifikator dan telah
dibuat Formulir Pengajuan Klaim oleh Apotek.
ü Proses verifikasi oleh Verifikator tidak dihitung dalam perhitungan SPNM karena
proses ini dilakukan sehari-hari.
102 d. Kompensasi di daerah tidak tersedia faskes yang memenuhi syarat
Ukuran waktu pembayaran tagihan pada faskes adalah 15 (lima belas) hari dihitung
sejak persyaratan berkas administrasi penagihan klaim (hardcopy maupun
softcopy) diterima lengkap oleh BPJS Kesehatan (Kantor Cabang maupun Kantor
Operasional Kabupaten/Kota
3. Pelayanan Rujukan Tingkat Lanjutan
ü Ukuran waktu pembayaran tagihan pada faskes adalah 15 (lima belas) hari dihitung
sejak persyaratan berkas administrasi penagihan klaim diterima lengkap oleh BPJS
Kesehatan (Kantor Cabang maupun Kantor Operasional Kabupaten/Kota)
ü Berkas administrasi penagihan klaim diterima lengkap adalah kondisi tagihan klaim
pelayanan telah diverifikasi oleh verifikator dan telah dibuat Formulir Pengajuan
Klaim yang ditandatangani Pimpinan Rumah Sakit.
ü Proses verifikasi oleh Verifikator di Faskes tidak dihitung dalam perhitungan SPNM
karena proses ini dilakukan sehari-hari
103 Lampiran 1
DAFTAR PENYAKIT YANG DAPAT DITANGANI DI LAYANAN TINGKAT PERTAMA
Sesuai dengan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia nomor 11 tahun 2012 tentang Standar
Kompetensi Dokter Indonesia, didapatkan daftar penyakit yang dikelompokkan ke dalam tingkat
kompetensi untuk menjadi acuan bagi institusi pendidikan dokter agar dokter yang dihasilkan
memiliki kompetensi yang memadai untuk membuat diagnosis yang tepat, member penanganan
awal atau tuntas, dan melakukan rujukan secara tepat dalam rangka penatalaksanaan pasien.
Tingkat kompetensi setiap penyakit merupakan kemampuan yang harus dicapai pada akhir
pendidikan dokter.
Adapun tingkat kemampuan yang harus dicapai adalah :
Tingkat Kemampuan 1: mengenali dan menjelaskan Lulusan dokter mampu mengenali dan menjelaskan gambaran klinik penyakit, dan
mengetahui cara yang paling tepat untuk mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai
penyakit tersebut, selanjutnya menentukan rujukan yang paling tepat bagi pasien. Lulusan
dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
Tingkat Kemampuan 2: mendiagnosis dan merujuk Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan
menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya.Lulusan dokter
juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
Tingkat Kemampuan 3: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan awal, dan merujuk 3A. Bukan gawat darurat Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi
pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat.Lulusan dokter mampu
menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya.Lulusan
dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
3B. Gawat darurat Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi
pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah
keparahan dan/atau kecacatan pada pasien.Lulusan dokter mampu menentukan rujukan
104 yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya.Lulusan dokter juga mampu
menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
Tingkat Kemampuan 4: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan secara mandiri dan tuntas Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan penatalaksanaan penyakit
tersebut secara mandiri dan tuntas.
a. 4A. Kompetensi yang dicapai pada saat lulus dokter
b. 4B. Profisiensi (kemahiran) yang dicapai setelah selesai internsip dan/atau Pendidikan
Kedokteran Berkelanjutan (PKB)
Dengan demikian didalam Daftar Penyakit ini level kompetensi tertinggi adalah 4A. Adapun daftar Penyakit yang termasuk dalam tingkat kemampuan 4A adalah : No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 NAMA PENYAKIT Kejang demam Tetanus HIV AIDS tanpa komplikasi Tension headache Migren Bells’ palsy Vertigo (Benign paroxysmal positional vertigo) Gangguan somatoform Insomnia Benda asing di konjungtiva Konjungtivitis Perdarahan subkonjungtiva Mata kering Blefaritis Hordeolum Trikiasis Episkleritis Hipermetropia ringan Miopia ringan Astigmatism ringan Presbiopia Buta senja Otitis eksterna Otitis media akut No NAMA PENYAKIT 73 74 75 76 77 78 Kehamilan normal Aborsi spontan komplit Anemia defisiensi besi pada kehamilan Ruptur perineum tingkat 1/2 Abses folikel rambut atau kelenjar sebasea Mastitis 79 Cracked nipple 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 Inverted nipple Diabetes melitus tipe 1 Diabetes melitus tipe 2 Hipoglikemia ringan Malnutrisi energi-­‐protein Defisiensi vitamin Defisiensi mineral Dislipidemia Hiperurisemia Obesitas Anemia defisiensi besi Limfadenitis Demam dengue, DHF Malaria Leptospirosis (tanpa komplikasi) Reaksi anafilaktik Ulkus pada tungkai 105 25 26 27 28 No 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 Serumen prop Mabuk perjalanan Furunkel pada hidung Rhinitis akut 97 98 99 100 Lipoma Veruka vulgaris Moluskum kontagiosum Herpes zoster tanpa komplikasi NAMA PENYAKIT No NAMA PENYAKIT Rhinitis vasomotor Rhinitis alergika Benda asing Epistaksis Influenza Pertusis Faringitis Tonsilitis Laringitis Asma bronchial Bronkitis akut Pneumonia, bronkopneumonia Tuberkulosis paru tanpa komplikasi Hipertensi esensial Kandidiasis mulut Ulkus mulut (aptosa, herpes) Parotitis Infeksi pada umbilicus Gastritis Gastroenteritis (termasuk kolera, giardiasis) Refluks gastroesofagus Demam tifoid Intoleransi makanan Alergi makanan Keracunan makanan Penyakit cacing tambang Strongiloidiasis Askariasis Skistosomiasis Taeniasis Hepatitis A Disentri basiler, disentri amuba Hemoroid grade ½ Infeksi saluran kemih Gonore 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 Morbili tanpa komplikasi Varisela tanpa komplikasi Herpes simpleks tanpa komplikasi Impetigo Impetigo ulseratif (ektima) Folikulitis superfisialis Furunkel, karbunkel Eritrasma Erisipelas Skrofuloderma Lepra Sifilis stadium 1 dan 2 Tinea kapitis Tinea barbe Tinea fasialis Tinea korporis Tinea manus Tinea unguium Tinea kruris 120 Tinea pedis 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 Pitiriasis vesikolor Kandidosis mukokutan ringan Cutaneus larva migran Filariasis Pedikulosis kapitis Pedikulosis pubis Skabies Reaksi gigitan serangga Dermatitis kontak iritan Dermatitis atopik (kecuali recalcitrant) Dermatitis numularis Napkin eczema Dermatitis seboroik Pitiriasis rosea Akne vulgaris ringan 106 64 65 66 No Pielonefritis tanpa komplikasi Fimosis Parafimosis NAMA PENYAKIT 136 137 138 No 67 Sindrom duh (discharge) genital (gonore dan nongonore) 139 68 Infeksi saluran kemih bagian bawah 140 69 70 71 72 Vulvitis Vaginitis Vaginosis bakterialis Salpingitis 141 142 143 144 Hidradenitis supuratif Dermatitis perioral Miliaria NAMA PENYAKIT Urtikaria akut Exanthematous drug eruption, fixed drug eruption Vulnus laseratum, punctum Luka bakar derajat 1 dan 2 Kekerasan tumpul Kekerasan tajam 107 Lampiran 2
KRITERIA GAWAT DARURAT
NO.
I
BAGIAN
ANAK
29
30
31
DIAGNOSA
Anemia sedang / berat
Apnea / gasping
Asfiksia neonatrum
Bayi ikterus, anak ikterus
Bayi kecil/ premature
Cardiac arrest / payah jantung
Cyanotic Spell (penyakit jantung)
Diare profis (> 10/hari) disertai dehidrasi ataupun tidak
Difteri
Ditemukan bising jantung, aritmia
Edema / bengkak seluruh badan
Epitaksis, tanda pendarahan lain disertai febris
Gagal ginjal akut
Gagal nafas akut
Gangguan kesadaran, fungsi vital masih baik
Hematuri
Hipertensi Berat
Hipotensi / syok ringan s/d sedang
Intoksikasi (minyak tanah, baygon) keadaan umum
masih baik
Intoksikasi disertai gangguan fungsi vital (minyak tanah,
baygon)
Kejang disertai penurunan kesadaran
Muntah profis (> 6 hari) disertai dehidrasi atau tidak
Panas tinggi >400 C
Resusitasi cairan
Sangat sesak, gelisah, kesadaran menurun, sianosis
ada retraksi hebat (penggunaan otot pernafasan
sekunder)
Sering kencing, kemungkinan diabetes
Sesak tapi kesadaran dan keadaan umum masih baik
Shock berat (profound) : nadi tidak teraba tekanan
darah terukur termasuk DSS.
Tetanus
Tidak kencing > 8 jam
Tifus abdominalis dengan komplikasi
1
2
3
4
5
Abses cerebri
Abses sub mandibula
Amputasi penis
Anuria
Apendicitis acute
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
II
BEDAH
108 NO.
BAGIAN
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
DIAGNOSA
Atresia ani (anus malformasi)
Akut abdomen
BPH dengan retensio urin
Cedera kepala berat
Cedera kepala sedang
Cedera tulang belakang (vertebral)
Cedera wajah dengan gangguan jalan nafas
Cedera wajah tanpa gangguan jalan nafas, antara lain :
a. Patah tulang hidung / nasal terbuka dan tertutup
b. Patah tulang pipi (zygoma) terbuka dan tertutup
c. Patah tulang rahang (maxilla dan mandibula) terbuka
dan tertutup
d. Luka terbuka daerah wajah
Cellulitis
Cholesistitis akut
Corpus alienum pada :
a. Intra cranial
b. Leher
c. Thorax
d. Abdomen
e. Anggota gerak
f. Genetalia
CVA bleeding
Dislokasi persendian
Drowning
Flail chest
Fraktur tulang kepala
Gastrokikis
Gigitan binatang / manusia
Hanging
Hematothorax dan pneumothorax
Hematuria
Hemoroid grade IV (dengan tanda strangulasi)
Hernia incarcerate
Hidrochepalus dengan TIK meningkat
Hirschprung disease
Ileus Obstruksi
Internal Bleeding
Luka Bakar
Luka terbuka daerah abdomen
Luka terbuka daerah kepala
Luka terbuka daerah thorax
Meningokel / myelokel pecah
Multiple trauma
Omfalokel pecah
Pankreatitis akut
Patah tulang dengan dugaan cedera pembuluh darah
Patah tulang iga multiple
109 NO.
BAGIAN
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
III
Kardiovaskular
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
DIAGNOSA
Patah tulang leher
Patah tulang terbuka
Patah tulang tertutup
Periappendicullata infiltrate
Peritonitis generalisata
Phlegmon dasar mulut
Priapismus
Prolaps rekti
Rectal bleeding
Ruptur otot dan tendon
Strangulasi penis
Syok Neuroragik
Tension pneumothoraks
Tetanus generalisata
Tenggelam
Torsio testis
Tracheo esophagus fistel
Trauma tajam dan tumpul daerah leher
Trauma tumpul abdomen
Trauma toraks
Trauma musculoskeletal
Trauma spiral
Traumatik amputasi
Tumor otak dengan penurunan kesadaran
Unstable pelvis
Urosepsi
Aritmia
Aritmia dan shock
Angina Pectoris
Cor Pulmonale decompensata yang akut
Edema paru akut
Henti jantung
Hipertensi berat dengan komplikasi (hipertensi
enchephalopati, CVA)
Infark Miokard dengan komplikasi (shock)
Kelainan jantung bawaan dengan gangguan ABC
(Airway Breathing Circulation)
Kelainan katup jantung dengan gangguan ABC (airway
Breathing Circulation)
Krisis hipertensi
Miokarditis dengan shock
Nyeri dada
PEA (Pulseless Electrical Activity) dan Asistol
Sesak nafas karena payah jantung
Sindrom Koroner Akut
Syncope karena penyakit jantung
110 NO.
IV
V
BAGIAN
Kebidanan
Mata
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
1
2
3
4
5
10
11
12
Benda asing di kornea mata / kelopak mata
Blenorrhoe/ Gonoblenorrhoe
Dakriosistisis akut
Endoftalmitis/panoftalmitis
Glaukoma :
a. Akut
b. Sekunder
Penurunan tajam penglihatan mendadak :
a. Ablasio retina
b. CRAO
c. Vitreous bleeding
Selulitis Orbita
Semua kelainan kornea mata :
a. Erosi
b. Ulkus / abses
c. Descematolis
Semua trauma mata :
a. Trauma tumpul
b. Trauma fotoelektrik/ radiasi
c. Trauma tajam/tajam tembus
Trombosis sinus kavernosis
Tumor orbita dengan perdarahan
Uveitis/ skleritis/iritasi
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Asma bronchitis moderate severe
Aspirasi pneumonia
Emboli paru
Gagal nafas
Injury paru
Massive hemoptisis
Massive pleural effusion
Oedema paru non cardiogenic
Open/closed pneumathorax
P.P.O.M Exacerbasi akut
6
7
8
9
VI
Paru-paru
DIAGNOSA
Abortus
Atonia Uteri
Distosia bahu
Eklampsia
Ekstraksi vakum
Infeksi nifas
Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)
Perdarahan Antepartum
Perdarahan Postpartum
Perlukaan jalan lahir
Pre eklamsi & Eklamsia
Hyperemesis gravidarum dengan dehidrasi
Sisa plasenta
111 NO.
VII
VIII
BAGIAN
Penyakit
Dalam
THT
11
12
13
14
15
DIAGNOSA
Pneumonia sepsis
Pneumathorax ventil
Reccurent Haemoptoe
Status Asmaticus
Tenggelam
1
Demam berdarah dengue (DBD)
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Demam tifoid
Difteri
Disequilebrium pasca HD
Gagal ginjal akut
GEA dan dehidrasi
Hematemesis melena
Hematochezia
Hipertensi maligna
Keracunan makanan
Keracunan obat
Koma metabolic
Leptospirosis
Malaria
Observasi shock
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Abses di bidang THT & kepala leher
Benda asing laring/ trachea/bronkus, dan benda asing
tenggorokan
Benda asing telinga dan hidung
Disfagia
Obstruksi jalan nafas atas grade II/III Jackson
Obstruksi jalan nafas atas grade IV Jackson
Otalgia akut (apapun penyebabnya)
Parese fasialis akut
Perdarahan di bidang THT
Syok karena kelainan di bidang THT
Trauma (akut) di bidang THT ,Kepala dan Leher
Tuli mendadak
Vertigo (berat)
IX
Syaraf
1
2
3
Kejang
Stroke
Meningo enchepalitis
X
Psikiatri
1
2
3
4
Gangguan panic
Gangguan psikotik
Gangguan konversi
Gaduh Gelisah
112 113 
Download