bab 2 landasan teori

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen sumber daya manusia merupakan bagian terpenting dari sebuah
organisasi. Dengan adanya MSDM maka hal-hal yang menyangkut dengan
karyawan akan ditangani dibagian ini. Untuk lebih memahami apa itu manajemen
sumber daya manusia beserta fungsinya, berikut adalah pendapat para ahli seputar
MSDM.
2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen
sumber
daya manusia
(MSDM)
sendiri
didefinisikan
menjadi beberapa arti oleh para ahli manajemen. Mathis & Jackson (2006:3)
yang diterjemahkan oleh Angelica, mengartikan manajemen sumber daya
manusia merupakan suatu system formal dalam sebuah organisasi untuk
memastikan penggunaan bakat dan kompetensi manusia secara efektif dan
efisien guna mencapai tujuan-tujuan organisasi. Tidak peduli apakah perusahaan
tersebut merupakan perusahaan besar dengan 10.000 karyawan atau organisasi
nirlaba kecil yang memiliki hanya 10 karyawan, karyawan-karyawan tersebut
harus dibayar, yang berarti diperlukan suatu system remunerasi yang baik dan
sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
“The process of acquiring, training, appraising, and compensating
employees, and of attending to their labor relations, health and safety, and
fairness concerns.” Menurut Dessler (2013:30) yang memiliki arti manajemen
sumber daya manusia adalah proses memperoleh, pelatihan, menilai, kompensasi
karyawan, dan menghadiri hubungan tenaga kerja, kesehatan dan keselamatan,
dan kekhawatiran keadilan.
Menurut Sedarmayanti (2009:4) manajemen sumber daya manusia mengatur
dan menetapkan program kepegawaian yang mencakup masalah:
1.
Penetapan jumlah, kualitas dan penetapan tenaga kerja yang efektif
sesuai dengan kebutuhan organisasi.
2.
Penetapan penarikan, seleksi, dan penetapan pegawai berdasarkan asas
the right man in the right place and the right man on the right job.
7
8
3.
Penetapan program kesejahteraan, pengembangan, promosi dan
pemberhentian.
4.
Peramalan penawaran dan permintaan sumber daya manusia pada masa
yang akan datang.
5.
Perkiraan keadaan perekonomian pada umumnya dan perkembangan
suatu organisasi pada khususnya.
6.
Pemantauan
dengan
cermat
undang-undang
perburuhan,
dan
kebijaksanaan pemberian balas jasa organisasi.
7.
Pemantauan kemajuan teknik dan perkembangan serikat buruh.
8.
Pelaksanaan pendidikan, latihan, dan penilaian prestasi pegawai.
9.
Pengaturan mutasi kerja.
10. Pengaturan pension, pemberhentian dan pesangonnya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber daya
manusia merupakan bagian penting dari perusahaan karena manajemen
sumber daya manusia melibatkan semua keputusan dan praktik manajemen
yang memengaruhi secara langsung sumber daya manusia dalam membantu
organisasi/perusahaan untuk mencapai tujuan dari organisasi tersebut dengan
cara memanfaatkan bakat manusia secara efektif dan efisien sehingga akan
berdampak pada peningkatan kepuasan karyawan dan pelanggan, inovasi,
produktivitas, dan pengembangan reputasi perusahaan itu sendiri.
2.1.2 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Adapun fungsi dari manajemen sumber daya manusia, yaitu untuk
meningkatkan efektifitas sumber daya manusia yang ada dalam suatu organisasi
sehingga dapat mencapai tujuan organisasi itu sendiri.
Menurut Dessler (2013:30), pekerjaan yang dilakukan MSDM meliputi :
•
Planning. Menetapkan tujuan dan standar; mengembangkan aturan dan
prosedur; mengembangkan rencana dan peramalan.
•
Organizing. Memberikan setiap bawahan tugas tertentu; mendirikan
departemen; mendelegasikan wewenang untuk bawahan.
•
Staffing. Merekrut calon karyawan; memilih karyawan; pelatihan dan
pengembangan karyawan.
9
•
Leading. Memperoleh karyawan untuk menyelesaikan pekerjaan;
mempertahankan moral; memotivasi bawahan.
•
Controlling. Menetapkan standar seperti kuota penjualan, standar
kualitas, atau tingkat produksi; memeriksa bagaimana sebenarnya
kinerja karyawan; mengambil tindakan korektif, sesuai kebutuhan.
Berdasarkan hal di atas maka kesimpulan dari fungsi manajemen sumber
daya manusia bahwa pekerjaan-pekerjaan yang ada di dalam MSDM memiliki
tanggung jawab yang besar terhadap sumber daya manusia yang nantinya akan
menghasilkan asset yang berharga
sejalan
dengan
dari
adanya pemikiran
sebuah
tentang
perusahaan.
pentingnya
Karena
sumber
itu
daya
manusia, maka posisi MSDM adalah mengelola sumber daya manusia yang
ada dalam organisasi.
2.2 Motivasi
Setiap organanisasi tentu ingin mencapai tujuan. Untuk mecapai tujuan tersebut,
peranan manusia yang terlibat di dalamnya sangat penting. Untuk menggerakkan
manusia agar sesuai dengan yang dikehendaki organisasi, maka haruslah dipahami
motivasi manusia yang bekerja di dalam organisasi tersebut, karena motivasi inilah
yang menentukan perilaku orang-orang untuk bekerja, atau dengan kata lain perilaku
merupakan cerminan yang paling sederhana dari motivasi.
2.2.1 Pengertian Motivasi
Menurut Rivai dan Sagala (2011:837), motivasi adalah serangkaian sikap
dan nilai-nilai yang mempengaruhi individu untuk mencapai hal yang spesifik
sesuai dengan tujuan individu.
Pengertian motivasi seperti dikemukakan oleh Colquitt, Lepine, and Wesson
(2013:164) Motivasi didefinisikan sebagai seperangkat kekuatan energik yang
berasal baik di dalam maupun di luar karyawan, memulai kerja terkait usaha,
dan menentukan arahnya, intensitas, dan ketekunan. Jadi, motivasi adalah
sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja.
Sedangkan menurut Siagian (dalam Sutrisno, 2009:110) mengatakan bahwa
motif adalah suatu perangsang keinginan dan daya penggerak kemauan bekerja
seseorang karena setiap motif mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai.
10
Adapun Hasibuan (2007:141), mengemukakan motivasi mempersoalkan
bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan, agar mau bekerja
sama secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah
ditentukan.
Berdasarkan definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah
suatu faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu aktifitas
tertentu, oleh karena itu motivasi sering kali diartikan pula sebagai faktor
pendorong perilaku seseorang. Setiap aktifitas yang dilakukan oleh seseorang
pasti memiliki suatu faktor yang mendorong aktifitas tersebut.
2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi
Motivasi sebagai proses psikologis dalam diri sendiri akan di pengaruhi oleh
beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut dapat dibedakan atas faktor intern dan
esktern yang berasal dari karyawan.
1.
Faktor Intern
Faktor intern yang dapat mempengaruhi pemberian motivasi pada
seoarang antara lain:
a.
Keinginan untuk dapat hidup
Keinginan untuk dapat hidup merupakan kebutuhan setiap
manusia yang hidup dimuka bumi ini. Untuk mempertahankan
hidup ini orang mau mengerjakan apa saja, apakah pekerjaan
itu baik atau jelek, apakah halal atau haram, dan sebagainya.
Keinginan untuk dapat hidup meliputi kebutuhan untuk:
• Memperoleh kompensasi yang memadai
• Pekerjaan yang tetap walaupun penghasilan tidak
begitu memadai
• Kondisi kerja yang aman dan nyaman
b.
Keinginan untuk dapat memiliki
Keinginan untuk dapat memiliki benda dapat mendorong
seseorang untuk mau melakukan pekerjaan. Hal ini banyak kita
alami dalam kehidupan sehari-hari, bahwa keinginan yang
keras untuk dapat memiliki itu dapat mendorong orang untuk
mau bekerja. Contohnya, keinginan untuk dapat memiliki
sepeda motor, mobil, rumah, dan lain-lain dapat mendorong
11
seseorang untuk mau melakukan pekerjaan.
c.
Keinginan untuk memperoleh penghargaan
Seseorang mau bekerja disebabkan adanya keinginan
untuk diakui, dihormati oleh orang lain. Untuk memperoleh
status sosial yang lebih tinggi, orang mau mengeluarkan
uangnya, untuk memperoleh uang itu pun ia harus bekerja
keras. Jadi, harga diri, nama baik, kehormatan yang ingin
dimiliki itu harus diperankan sendiri, mungkin dengan bekerja
keras memperbaiki nasib, mencari rezeki, sebab status diakui
sebagai orang yang terhormat tidak mungkin diperoleh bila
yang bersangkutan termasuk pemalas, tidak mau bekerja, dan
sebagainya.
d.
Keinginan untuk memperoleh pengakuan
Bila dirincikan, maka keinginan untuk memperoleh
pengakuan itu dapat meliputi:
e.
•
Adanya penghargaan terhadap prestasi
•
Adanya hubungan kerja yang harmonis dan kompak
•
Pimpinan yang adil dan bijaksana
•
Perusahaan tempat bekerja dihargai oleh masyarakat
Keinginan untuk berkuasa
Keinginan untuk berkuasa akan mendorong seseorang
untuk bekerja. Kadang-kadang keinginan untuk berkuasa ini
dipenuhi dengan cara-cara tidak terpuji, namun cara-cara yang
dilakukanmya itu masih termasuk kerja juga. Apalagi
keinginan untuk berkuasa atau menjadi pimpinan itu dalam arti
positif, yaitu ingin dipilih menjadi ketua atau kepala, tentu
sebelumnya si pemilih telah melihat dan menyaksikan sendiri
bahwa orang itu benar-benar mau bekerja, sehingga ia pantas
untuk dijadikan penguasa dalam unit organisasi/kerja.
2.
Faktor ekstern
Faktor ekstern juga tidak kalah peranannya dalam melemahkan
motivasi kerja seseorang. Faktor-faktor ekstern itu adalah:
a.
Kondisi lingkungan kerja
12
Lingkungan pekerjaan adalah keseluruhan sarana dan
prasarana kerja yang ada disekitar karyawan yang sedang
melakukan pekerjaan yang dapat memengaruhi pelaksanaan
pekerjaan. Lingkungan kerja ini, meliputi tempat bekerja,
fasilitas dan alat bantu pekerjaan, kebersihan, pencahayaan,
ketenangan, termasuk juga hubugan kerja antara orang-orang
yang ada ditempat tersebut.
b.
Kompensasi yang memadai
Kompensasi merupakan sumber penghasilan utama bagi
para karyawan untuk menghidupi diri beserta keluarganya.
Kompensasi yang memadai merupakan alat motivasi yang
paling ampuh bagi perusahaan untuk mendorong para
karyawan bekerja dengan baik.
c.
Supervisi yang baik
Fungsi
supervisi
dalam
suatu
pekerjaan
adalah
memberikan pengarahan, membimbing kerja para karyawan,
agar dapat melaksanakan kerja dengan baik tanpa membuat
kesalahan. Dengan demikian, posisi supervisi sangat dekat
dengan para karyawan, dan selalu menghadapi para karyawan
dalam melaksanakan tugas sehari-hari. Bila supervisi dekat
dengan para karyawaan ini menguasai liku-liku pekerjaan dan
penuh dengan sifat-sifat kepemimpinan, maka suasana kerja
akan bergairah dan bersemangat.
Akan tetapi, mempunyai supervisi yang angkuh mau benar
sendiri, tidak mau mendengarkan keluhan para karyawan, akan
menciptakan situasi kerja yang tidak mengenakan, dan dapat
menurunkan semangat kerja. Dengan demikian, peranan
supervisor
yang
melakukan
pekerjaan
supervisi
amat
memengaruhi motivasi kerja para karyawan.
d.
Adanya jaminan pekerjaan
Setiap orang akan mau bekerja mati-matian mengorbankan
apa yang ada pada dirinya untuk perusahaan, kalau yang
bersangkutan merasa ada jaminan karier yang jelas dalam
melakukan pekerjaan. Mereka bukannya bekerja untuk hari ini
13
saja, tetapi mereka berharap akan bekerja sampai tua cukup
dalam satu perusahaan saja, tidak usah sering kali pindah. Hal
ini dapat terwujud bila perusahaan dapat memberikan jaminan
karier untuk masa depan, baik jaminan pemberian kesempatan
untuk mengembangkan potensi diri.
e.
Status dan tanggung jawab
Status atau kedudukan dalam jabatan tertentu merupakan
dambaan setiap karyawan dalam bekerja. Mereka bukan hanya
mengharapkan kompensasi semata, tetapi pada satu masa
mereka juga berharap akan dapat kesempatan menduduki
jabatan dalam suatu perusahaan. Dengan menduduki jabatan,
orang merasa dirinya akan dipercaya, diberi tanggung jawab,
dan wewenang yang beras untuk melakukan kegiatan-kegiatan.
Jadi, status dan kedudukan merupakan dorongan untuk
memenuhi kebutuhan sense of achievement dalam tugas seharihari.
f.
Peraturan yang fleksibel
Bagi perusahaan besar, biasanya sudah ditetapkan system
dan prosedur kerja yang harus dipatuhi oleh seluruh karyawan.
System yang berlaku dan bersifat mengatur dan melindungi
para karyawan. Semua ini merupakan aturan main yang
mengatur hubungan kerja antara karyawan dengan perusahaan,
termasuk hak dan kewajiban para karyawan, pemberian
kompensasi, promosi, mutasi, dan sebagainya. Oleh karena itu,
biasanya peraturan bersifat melindungi dan dapat memberikan
motivasi para karyawan untuk bekerja lebih baik.
2.2.3 Tipe-tipe Motivasi
Tipe-tipe motivasi:
a) Motivasi positif
Proses pemberian motivasi atau usaha membangkitkan
motif, dimana hal itu diarahkan pada usaha untuk mempengaruhi
orang lain agar dia bekerja secara baik dan antusias dengan cara
memberikan keuntungan tertentu kepadanya. Jenis-jenis motivasi
14
positif antara
lain imbalan
yang
menarik, perhatian atasan
terhadap bawahan, informasi tentang pekerjaan, kedudukan atau
jabatan, rasa partisipasi, dianggap penting, pemberian tugas
berikut tanggung jawabnya, dan pemberian kesempatan untuk
tumbuh dan berkembang. Contohnya : bekerjalah dengan baik,
jika target keuntungan tercapai Anda akan diberi bonus!
b) Motivasi negatif
Sering dikatakan sebagai motivasi yang bersumber dari rasa
takut, misalnya, jika tidak bekerja akan muncul rasa takut
dikeluarkan, takut tidak diberi gaji, dan takut dijauhi oleh rekan
sekerja.
Motivasi
negatif yang berlebihan akan membuat
organisasi tidak mampu mencapai tujuan.
2.2.4 Teori Motivasi Menurut Freederick Hezberg
Setiap teori motivasi berusaha untuk menguraikan apa sebenarnya manusia
dan manusia dapat menjadi seperti apa. Dengan alasan ini, bisa dikatakan
bahwa sebuah teori motivasi mempunyai isi dalam bentuk pandangan tertentu
mengenai manusia.
Sebenarnya teori ini merupakan pengembangan dari teori hierarki
kebutuhan Maslow. Menurut teori pemeliharaan motivasi ini ada dua faktor yang
memengaruhi kondisi pekerjaan seseorang, yaitu:
•
Faktor pemeliharaan (maintenance factor)
Faktor pemeliharaan, juga disebut hygiene faktor, merupakan
faktor
yang
berkaitan
dengan
pemenuhan
kebutuhan
untuk
memelihara keberadaan karyawan sebagai manusia, pemeliharaan
ketenteraman, dan kesehatan.
•
Faktor motivasi (motivation factor)
Faktor pemuas yang disebut juga motivator, merupakan faktor
pendorong seseorang untuk berprestasi yang bersumber dari dalam
diri orang yang bersangkutan (intrinsik). Faktor motivasi ini
mencakup:
Kepuasan kerja
Prestasi yang diraih
Peluang untuk maju
15
Pengakuan orang lain
Kemungkinan pengembangan karir
Tanggung jawab
2.3 Disiplin Kerja
Dalam kehidupan sehari-hari, dimana pun manusia berada, dibutuhkan
peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang akan mengatur dan membatasi
setiap kegiatan dan perilakunya. Namun peraturan-peraturan tersebut tidak akan ada
artinya bila tidak disertai dengan sanksi bagi para pelanggarnya.
Penyesuaian diri dari tiap individu terhadap segala sesuatu yang ditetapkan
kepadanya, akan menciptakan suatu masyarakat yang tertib dan bebas dari
kekacauan-kekacauan. Demikian juga kehidupan dalam suatu perusahaan akan
sangat membutuhkan ketaatan dari anggota-anggotanya pada peraturan dan
ketentuan yang berlaku pada perusahaan tersebut. Dengan kata lain, disiplin kerja
pada karyawan sangat dibutuhkan, karena apa yang menjadi tujuan perusahaan akan
sukar dicapai bila tidak ada disiplin kerja.
2.3.1 Pengertian Disiplin Kerja
Singodimedjo (dalam Sutrisno, 2009:86), mengatakan disiplin adalah sikap
kesediaan dan kerelaan seseorang untuk mematuhi dan menaati norma-norma
peraturan yang berlaku disekitarnya. Disiplin karyawan yang baik akan
mempercepat tujuan perusahaan, sedangkan disiplin yang merosot akan menjadi
penghalang dan memperlambat pencapaian tujuan perusahaan.
Menurut Rivai dan Sagala (2011:825) disiplin kerja adalah suatu alat yang
digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka
bersedia untuk mengubah perilaku serta sebagai suatu upaya untuk
meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan
perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku.
Sedangkan menurut Siswanto (2005:291) disiplin kerja adalah suatu sikap
menghormati, menghargai, patuh, dan taat terhadap peraturan-peraturan yang
berlaku, baik yang tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup menjalankannya
dan tidak mengelak untuk menerima sanksi-sanksinya apabila ia melanggar
tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya.
Adapun menurut Hasibuan (2007:193) kedisiplinan adalah kesadaran dan
kesediaan seseorang menaati semua aturan perusahaan dan norma-norma sosial
16
yang berlaku. Kedisiplinan merupakan fungsi operatif MSDM yang terpenting
karena semakin baik disiplin karyawan, semakin tinggi prestasi kerja yang dapat
dicapainya. Tanpa disiplin karyawan yang baik, sulit bagi organisasi perusahaan
mencapai hasil yang optimal.
Disiplin menujukkan suatu kondisi atau sikap hormat yang ada pada diri
karyawan terhadap peraturan dan ketetapan perusahaan. Dengan demikian bila
peraturan atau ketetapan yang ada dalam perusahaan itu diabaikan, atau sering
dilanggar, maka karyawan mempunyai disiplin kerja yang buruk. Sebaliknya,
bila karyawan tunduk pada ketetapan perusahaan, menggambarkan adanya
kondisi disiplin yang baik. Jadi kesimpulan dari disiplin kerja dalam arti lebih
sempit dan lebih banyak dipakai, disiplin berarti tindakan yang diambil dengan
penyeliaan untuk mengoreksi perilaku dan sikap yang salah pada sementara
karyawan.
2.3.3 Pentingnya Disiplin Kerja
Keteraturan adalah ciri utama organisasi dan disiplin adalah salah satu
metode untuk memelihara keteraturan tersebut. Tujuan utama disiplin adalah
untuk meningkatkan efisiensi semaksimal mungkin dengan cara mencegah
pemborosan waktu dan energi. Selain itu, disiplin mencoba untuk mencegah
kerusakan atau kehilangan harta benda, mesin, peralatan dan perlengkapan kerja
yang disebabkan oleh ketidakhati-hatian, senda gurau atau pencurian. Disiplin
mencoba mengatasi kesalahan dan keteledoran yang disebabkan karena kurang
perhatian, ketidakmampuan, dan keterlambatan.
Ketidakdisiplinan dan kedisiplinan dapat menjadi panutan orang lain. Jika
lingkungan kerja semuanya disiplin, maka seorang pegawai akan ikut disiplin,
tetapi juga lingkungan kerja organisasi tidak disiplin, sulit bagi lingkungan kerja
yang tidak disiplin tetapi ingin menerapkan kedisiplinan pegawai, karena
lingkungan kerja akan menjadi panutan bagi para pegawai.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa disiplin pegawai adalah perilaku seseorang
yang sesuai dengan peraturan, prosedur kerja yang ada atau disiplin adalah
sikap, tingkah laku, dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan dari organisasi
baik tertulis maupun yang tidak tertulis. Kedisiplinan adalah kunci keberhasilan
suatu perusahaan dalam mencapai tujuannya.
17
2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Disiplin Kerja
Asumsinya bahwa pemimpin mempunyai pengaruh langsung atas sikap
kebiasaan yang diperoleh karyawan. Kebiasaan itu ditentukan oleh pemimpin,
baik dengan iklim atau suasana kepemimpinan maupun melalui contoh pribadi.
Menurut Hasibuan (2007:195-198), indikator-indikator yang mempengaruhi
tingkat kedisiplinan karyawan suatu organisasi, diantaranya adalah:
1.
Tujuan dan kemampuan
Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan
karyawan. Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara
ideal serta cukup menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini
berarti bahwa tujuan (pekerjaan) yang dibebankan kepada karyawan
harus sesuai dengan kemampuan karyawan yang bersangkutan, agar
dia bekerja bersungguh-sungguh dan disiplin serta bertangggung jawab
dalam melaksanakan pekerjaannya. Disinilah letak pentingnya asas the
right man in the right place and the right man in the right job.
2.
Teladan pimpinan
Teladan
pimpinan
sangat
berperan
dalam
menentukan
kedisiplinan karyawan karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan
oleh para bawahannya. Pimpinan harus memberi contoh yang baik,
berdisiplin baik, jujur, adil serta sesuai kata dengan perbuatan. Hal
inilah yang mengharuskan pimpinan mempunyai kedisiplinan yang
baik agar para bawahan pun mempunyai disiplin yang baik pula.
3.
Balas jasa
Balas
jasa
(gaji
dan
kesejahteraan)
ikut
mempengaruhi
kedisiplinan karyawan karena balas jasa akan memberikan kepuasan
dan kecintaan karyawan terhadap perusahaan/pekerjaannya. Jika
kecintaan karyawan semakin baik terhadap pekerjaan, kedisiplinan
mereka akan semakin baik pula. Jadi semakin besar balas jasa semakin
baik kedisiplinan karyawan.
4.
Keadilan
Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan karyawan,
karena ego dan sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting dan
minta diperlakukan sama dengan manusia lainnya. Keadilan yang
dijadikan dasar kebijaksanaan dalam pemberian balas jasa (pengakuan)
18
atau hukuman akan merangsang terciptanya kedisiplinan kerja
karyawan yang baik.
5.
Waskat
Waskat (pengawasan melekat) adalah tindakan nyata yang paling
efektif dalam mewujudkan kedisiplinan karyawan perusahaan. Dengan
waskat berarti atasan harus aktif dan langsung mengawasi perilaku,
moral, sikap, gairah kerja dan prestasi kerja bawahannya. Waskat
efektif merangsang kedisiplinan dan moral kerja karyawan. Karyawan
merasa mendapat perhatian, bimbingan, petunjuk, pengarahan, dan
pengawasan dari atasannya. Hal ini berarti atasan harus selalu
ada/hadir di tempat kerja agar dapat mengawasi dan memberikan
petunjuk, jika ada bawahannya yang mengalami kesulitan dalam
menyelesaikan pekerjaannya.
6.
Sanksi hukuman
Sanksi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan
karyawan. Dengan sanksi hukuman yang semakin berat, karyawan
akan semakin takut melanggar peraturan-peraturan perusahaan, sikap
dan perilaku indisipliner karyawan akan berkurang.
7.
Ketegasan
Ketegasan
pimpinan
dalam
melakukan
tindakan
akan
mempengaruhi kedisiplinan karyawan. Pimpinan harus berani dan
tegas, bertindak untuk menghukum setiap karyawan yang indisipliner
sesuai dengan sanksi hukuman yang telah ditetapkan. Pimpinan yang
tegas dalam menerapkan hukuman bagi karyawan yang indisipliner
akan disegani oleh bawahannya dan diakui kepemipinannya oleh
bawahan.
8.
Hubungan Kemanusiaan
Hubungan kemanusiaan yang harmonis di antara sesama
karyawan ikut menciptakan kedisiplinan yang baik pada suatu
perusahaan. Hubungan-hubungan baik yang bersifat vertikal maupun
horizontal harus tetap dijaga agar selalu harmonis.
19
2.4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Pada dasarnya perkembangan dan pertumbuhan suatu bangsa, baik sekarang
maupun yang akan datang tentunya tidak bisa lepas dari peranan proses
industrialisasi. Maju mundurnya suatu industri sangat ditunjang oleh peranan tenaga
kerja. Dalam membangun tenaga kerja yang produktif, sehat dan, berkualitas perlu
adanya manajemen yang baik, khususnya yang berkaitan dengan masalah
keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
2.4.1 Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) amat berkaitan dengan upaya
pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja dan memiliki jangkauan
berupa terciptanya masyarakat dan lingkungan kerja yang aman, sehat, dan
sejahtera, serta efisien dan produktif. Menurut Rachmawati (2008:171)
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) sebagai upaya pecegahan dan
pemberantasan penyakit dan kecelakaan-kecelakaan akibat kerja, pemeliharaan,
dan peningkatan kesehatan, dan gizi tenaga kerja, perawatan dan mempertinggi
efesiensi dan daya produktivitas tenaga manusia, pemberantasan kelelahan kerja,
pelipat ganda kegairahan serta kenikmatan kerja.
Menurut Ardana (2012:208) pengertian keselamatan dan kesehatan kerja
(K3) dapat ditinjau dari dua aspek yakni aspek filosofis dan teknis. Secara
filosofis K3 adalah konsep berfikir dan upaya nyata untuk menjamin kelestarian
tenaga kerja pada khususnya dan setiap insan pada umumnya, beserta hasil-hasil
karya dan budayanya dalam upaya membayar masyarakat adil, makmur dan
sejahtera. Secara teknis K3 adalah upaya perlindungan yang ditujukan agar
tenaga kerja dan orang lain di tempat kerja atau perusahaan selalu dalam
keadaan selamat dan sehat sehingga setiap sumber produksi dapat digunakan
secara aman dan efisien.
Keselamatan dan kesehatan kerja menunjuk kepada kondisi-kondisi
fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan
kerja yang disediakan oleh perusahaan. Jika sebuah perusahaan melaksanakan
tindakan-tindakan keselamatan dan kesehatan yang efektif, maka lebih sedikit
pekerja yang menderita cedera atau penyakit jangka pendek maupun panjang
sebagai akibat dari pekerjaan mereka di perusahaan tersebut, menurut Rivai
(2011:792). Jadi, kesimpulan dari keselamatan dan kesehatan kerja (K3) ialah
20
upaya untuk melindungi para karyawan atau tenaga kerja baik yang berada di
luar maupun di dalam ruangan agar tetap terjaga, selamat dan sehat.
2.4.2 Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Penerapan keselamatan dan kesehatan memiliki beberapa tujuan dalam
pelaksanaannya berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang
keselamatan kerja. Di dalamnya terdapat 3 (tiga) tujuan utama dalam penerapan
K3 berdasarkan Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja
yaitu antara lain:
1.
Melindungi dan menjamin keselamatan setiap tenaga kerja dan orang
lain di tempat kerja.
2.
Menjamin setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman dan
efisien.
3.
Meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas Nasional.
2.4.3 Faktor-faktor Penyebab Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja
1.
2.
Kondisi berbahaya, yaitu kondisi yang tidak aman dari:
•
Mesin, perakitan, bahan, dan lain-lain.
•
Lingkungan
•
Proses
•
Sifat pekerjaan
•
Cara kerja
Perbuatan berbahaya, yaitu perbuatan berbahaya dari manusia yang
dapat terjadi antara lain karena:
•
Kurangnya pengetahuan dan keterampilan
•
Cacat tubuh yang tidak kentara
•
Keletihan dan Kelesuan
2.4.4 Metode Pendekatan K3
Pada hakikatnya K3 menjamin memiliki misi untuk mencegah dan
mengurangi terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta menjamin:
a.
Bahwa setiap tenaga kerja dan orang lainnya di tempat kerja dalam
keadaan selamat dan sehat.
b.
Bahwa setiap sumber produksi dipergunakan secara aman dan efisiensi.
c.
Bahwa proses produksi dapat berjalan lancar.
21
Kondisi itu akan dapat dicapai bila kecelakaan seperti kebakaran,
peledakan dan penyakit akibat kerja dapat dicegah dan ditanggulangi.
Oleh karenanya setiap usaha K3 tidak lain adalah upaya pencegahan
dan penanggulangan kecelakaan di tempat kerja.
Beberapa ahli telah mengembangkan teori pencegahan kecelakaan sebagai
berikut. Dalam kegiatan pencegahan kecelakaan dikenal ada 5 tahapan pokok,
yaitu sebagai berikut:
1.
Organisasi K3
Dalam era industrialisasi dengan kompleksitas permasalahan dan
penerapan prinsip manajemen modern, masalah usaha pencegahan
kecelakaan tidak mungkin dilakukan oleh orang perorang atau secara
pribadi namun memerlukan keterlibatan banyak orang, berbagai jenjang
dalam organisasi yang memadai. Organisasi itu dapat berbentuk
struktural seperti safety departmen (departemen K3), fungsional seperti
safety comunitee (panitia pembina K3).
Agar organisasi yang dibentuk tersebut berjalan mulus harus
didukung oleh adanya :
Seorang pemimpin (safety director);
Seorang atau lebih teknisi (safety engineer);
Dukungan manajemen;
Prosedur yang sistematis, kreatif, memelihara motivasi, dan
moral kerja.
2.
Menemukan fakta dan masalah
Dalam kegiatan ini dapat dilaksanakan melalui survei, inspeksi,
observasi, investigasi, dan review of record.
3.
Analisis
Pada tahap ini terjadi proses bagaimana fakta atau masalah yang
ditemukan dapat dicari solusinya. Pada tahap analisis ini harus dapat
dikenali berbagai hal antara lain: sebab utama masalah tersebut, tingkat
kekerapannya, lokasi, kaitannya dengan manusia maupun kondisi.
Analisis bisa saja menghasilkan satu atau lebih alternatif pemecahan.
22
4.
Pemilihan atau penetapan alternatif atau pemecahan
Dari berbagai alternatif pemecahan perlu diadakan seleksi untuk
ditetapkan satu yang benar-benar efektif dan efesiensi serta dapat
dipertanggungjawabkan.
5.
Pelaksana
Apabila sudah dipilih alternatif pemecahan maka harus di ikuti
dengan tindakan dari keputusan penetapan tersebut. Dalam proses
pelaksana dibutuhkan adanya kegiatan pengawasan agar tidak terjadi
penyimpangan.
Atas dasar tahapan metode pencegahan kecelakaan tersebut para pakar
banyak mengembangkan berdasar atas aplikasi dan sudut pandang masingmasing. Contoh metode pencegahan kecelakaan yang dikembangkan oleh
Johnson Mort dalam bentuk “The Performance Cycle Model” dengan gambar
sebagai berikut:
Gambar 2. 1 “The Performance Cycle Model”
Sumber: Ardana, 2012
2.4.5 Manfaat yang dapat dipetik dari Pelaksanaan K3 dalam
Perusahaan
1.
Dapat memacu produktivitas kerja karyawan
Dari lingkungan kerja yang aman dan sehat terbukti berpengaruh
terhadap produktivitas. Dengan pelaksanaan K3, karyawan akan merasa
terjamin aman dan terlindungi sehingga secara tak langsung dapat
memacu motivasi dan kegairahan kerja mereka
23
2.
Meningkatkan efisiensi atau produktivitas perusahaan.
Karena dengan melaksanakan K3 memungkinkan
semakin
berkurangnya kecelakaan kerja sehingga akan dapat meningkatkan
efisiensi dalam perusahaan.
3.
Mengefektifkan pengembangan dan pembinaan SDM
Pekerja (karyawan) adalah kekayaan yang amat berharga bagi
perusahaan. Semua pekerjaan ingin diakui martabatnya sebagai
manusia. Melalui penerapan prinsip K3 pengembangan dan pembinaan
terhadap tenaga kerja bisa dilakukan sehingga citranya sebagai manusia
yang bermartabat dapat direalisasikan.
4.
Meningkatkan daya saing produk perusahaan
K3 apabila dilaksanakan dalam perusahaan bermuara pula kepada
penentuan harga barang yang bersaing, hak tersebut dipicu oleh adanya
penghematan dalam biaya produksi perusahaan.
Jadi, bekerja dengan tubuh dan lingkungan yang sehat, aman serta nyaman
merupakan hal yang di inginkan oleh semua pekerja. Lingkungan fisik tempat
kerja dan lingkungan oraganisasi merupakan hal yang sangat penting dalam
mempengaruhi sosial, mental, dan fisik dalam kehidupan pekerja. Kesehatan dan
keselamatan kerja yang terjamin memberikan pengaruh yang positif terhadap
pekerja, seperti peningkatan moral pekerja, penurunan absensi dan peningkatan
produktifitas.
2.4.6 Kebijaksanaan Terhadap Perlindungan Tenaga Kerja
1.
Budayakan K3 melalui pendidikan formal dengan rancangan kurikulum
dengan menampilkan simulasi program K3 yang lebih menarik dan
menimbulkan etos kerja dan partisipasi.
2.
Mempersiapkan tenaga ahli K3 disemua sektor pekerjaan.
3.
Memperkenalkan konsep Keselamatan dan Kesehatan Kerja Gaya Baru
(K3GB).
4.
Perlu ada pendelegasian wewenang tentang teknologi perlindungan K3
dan dikoordinasi departemen tenaga kerja.
5.
Teknologi perlindungan K3 dapat menciptakan lapangan kerja baru.
24
6.
Membuat standarisasi baru dengan tambahan komponen K3.
7.
Meningkatkan pengawasan mutu melalui uji coba teknologi.
8.
Perlu ada tinjauan untuk selalu memperbarui konsep K3 dalam periode
tertentu.
2.5 Produktivitas Kerja
Setiap perusahaan selalu berusaha agar karyawan bisa berprestasi dalam bentuk
memberikan produktivitas kerja yang maksimal. Produktivitas kerja karyawan bagi
suatu perusahaan sangatlah penting sebagai alat pengukur keberhasilan dalam
menjalankan usaha. Karena semakin tinggi produktivitas kerja karyawan dalam
perusahaan, berarti laba perusahaan dan produktivitas akan meningkat.
2.5.1 Pengertian Produktivitas
Produktivitas secara umum diartikan sebagai hubungan antara keluaran
(barang-barang atau jasa) dengan masukan (tenaga kerja, bahan, uang)
produktivitas adalah ukuran efisiensi produktif. Suatu perbandingan antara hasil
keluaran dan masukan. Sering dibatasi dengan tenaga kerja, sedangkan keluaran
diukur dalam kesatuan fisik, bentuk nilai, menurut Sutrisno (2009:99).
Makna produktvitas menurut Sedarmayanti (2009:56) adalah keinginan (the
will) dan upaya (effort) manusia untuk selalu meningkatkan kualitas kehidupan
dan penghidupan di segala bidang. Sedangkan menurut Tjutju dan Suwanto
(2009: 156-157) produktivitas kerja dapat diartikan sebagai hasil kongrit
(produk) yang dihasilkan oleh individu ataupun kelompok selama satuan waktu
tertentu dalam suatu proses kerja. Dalam hal ini semakin tinggi produk yang
dihasilkan dalam waktu yang semakin singkat dapat dikatakan bahwa tingkat
produktivitasnya mempunyai nilai yang tinggi. Produktivitas dapat diartikan
sebagai ratio antara hasil karya nyata (output) dalam bentuk barang dan jasa,
dengan masukan (input) yang sebenarnya.
Singodimedjo
(dalam
Sutrisno,
2009:101),
rumusan
umum
dari
produktivitas mengandung pengertian perbandingan antara hasil yang dicapai
(output) dengan keseluruhan sumber daya yang digunakan (input). Atau
didefinisikan sebagai indeks produktivitas, yaitu:
25
Keterangan:
IP = Indeks Produktivitas
Produktivitas kerja memerlukan perubahan sikap mental yang dilandasi
kerja hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan cara kerja hari esok lebih
baik dari hari ini.
Dari definisi-definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa semuannya mengarah
pada tujuan yang sama, produktivitas kerja adalah rasio dari hasil kerja dengan
waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk dari seorang tenaga kerja.
2.5.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja
Menurut Simanjuntak (dalam Sutrisno, 2009:103), ada beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi produktivitas kerja kayawan, yaitu:
1.
Pelatihan
Latihan kerja dimaksudkan untuk melengkapi karyawan dengan
keterampilan dan cara-cara yang tepat untuk menggunakkan peralatan
kerja. Untuk itu, latihan kerja diperlukan bukan saja sebagai pelengkap
akan tetapi sekaligus untuk memberikan dasar-dasar pengetahuan.
2.
Mental dan kemampuan fisik karyawan
Keadaan mental dan fisik karyawan merupakan hal yang sangat
penting untuk menjadi perhatian bagi organisasi, sebab keadaan fisik
dan mental karyawan mempunyai hubungan erat dengan produktivitas
karyawan.
3.
Hubungan antara atasan dan bawahan
Hubungan atasan dan bawahan akan memengaruhi kegiatan yang
dilakukan sehari-hari. Bagaimana pandangan atasan terhadap bawahan,
sejauh mana bawahan di ikutsertakan dalam penentuan tujuan. Sikap
yang saling jalin-menjalin telah mampu meningkatkan produktivitas
karyawan dalam kerja. Dengan demikian, jika karyawan diperlakukan
secara baik, maka karyawan tersebut akan berpastisipasi dengan baik
pula dalam proses produksi, sehingga akan berpengaruh pada tingkat
produktivitas kerja.
26
2.5.3 Indikator Produktivitas
Menurut Sutrisno (2009:104-105) produktivitas merupakan hal yang sangat
penting bagi para karyawan yang ada di perusahaan. Dengan adanya
produktivitas kerja diharapkan pekerjaan akan terlaksana secara efisien dan
efektif, sehingga ini semua akhirnya sangat diperlukan dalam pencapaian tujuan
yang sudah ditetapkan. Untuk mengukur produktivitas kerja, diperlukan suatu
indikator, yaitu sebagai berikut:
1.
Kemampuan
Mempunyai kemampuan untuk melaksanakan tugas. Kemampuan
seorang karyawan sangat bergantung pada keterampilan yang dimiliki
serta profesionalisme mereka dalam bekerja. Ini memberikan daya
untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diembannya kepada mereka.
2.
Meningkatkan hasil yang dicapai
Berusaha untuk meningkatkan hasil yang dicapai. Hasil merupakan
salah satu yang dapat dirasakan baik oleh yang mengerjakan maupun
yang menikmati hasil pekerjaan tersebut.
Jadi,
upaya
untuk
memanfaatkan produktivitas kerja bagi masing-masing yang terlibat
dalam suatu pekerjaan.
3.
Semangat kerja
Ini merupakan usaha untuk lebih baik dari hari kemarin. Indikator
ini dapat dilihat dari etos kerja dan hasil yang dicapai dalam satu hari
kemudian dibandingkan dengan hari sebelumnya.
4.
Pengembangan diri
Senantiasa mengembangkan diri untuk meningkatkan kemampuan
kerja. Pengembangan diri dapat dilakukan dengan melihat tantangan
dan harapan dengan apa yang akan dihadapi. Semakin kuat
tantangannya, pengembangan diri mutlak dilakukan. Begitu juga
harapan untuk menjadi lebih baik pada gilirannya akan sangat
berdampak pada keinginan karyawan untuk meningkatkan kemampuan.
5.
Mutu
Selalu berusaha untuk meningkatkan mutu lebih baik dari yang
telah lalu. Mutu merupakan hasil pekerjaan yang dapat menunjukkan
kualitas kerja seorang pegawai. Jadi meningkatkan mutu bertujuan
27
untuk memberikan hasil yang terbaik yang pada gilirannya akan sangat
berguna bagi perusahaan dan dirinya sendiri.
6.
Efisiensi
Perbandingan antara hasil yang dicapai dengan keseluruhan sumber
daya yang digunakan. Masukan dan keluaran merupakan aspek
produktivitas yang memberikan pengaruh yang cukup signifikan bagi
karyawan.
2.5.4 Upaya Peningkatan Produktivitas
Bahwa peningkatan produktivitas kerja dapat dilihat sebagai masalah
keperilakuan, tetapi juga dapat mengandung aspek-aspek teknis. Untuk
mengatasi hal itu perlu pemahaman yang tepat tentang faktor-faktor penentu
keberhasilan meningkatkan produktivitas kerja, sebagian diantaranya berupa
etos kerja yang harus dipegang teguh oleh semua karyawan dalam organisasi.
Etos kerja adalah norma-norma yang bersifat mengikat dan ditetapkan
secara eksplisit serta praktik-praktik yang diterima dan diakui sebagai kebiasaan
yang wajar untuk dipertahankan dan diterapkan dalam kehidupan karyawan para
anggota suatu organisasi. Adapun faktor-faktor tersebut adalah:
1.
Perbaikan terus-menerus
Dalam upaya meningkatkan produktivitas kerja, salah satu
implikasinya adalah bahwa seluruh komponen organisasi harus
melakukan perbaikan secara terus-menerus. Pandangan ini bukan hanya
merupakan salah satu etos kerja yang penting sebagai bagian dari
filsafat manajemen mutakhir. Pentingnya etos kerja ini terlihat dengan
lebih jelas apalagi di ingat bahwa suatu organisasi selalu dihadapkan
kepada tuntutan yang terus-menerus berubah, baik secara internal
maupun eksternal.
2.
Peningkatan mutu hasil pekerjaan
Berkaitan erat dengan upaya melakukan perbaikan secara terusmenerus ialah peningkatan mutu hasil pekerjaan oleh semua orang dan
segala komponen organisasi. Mutu tidak hanya berkaitan dengan
produk yang dihasilkan dan dipasarkan, baik berupa barang maupun
jasa, akan tetapi menyangkut segala jenis kegiatan dimana organisasi
terlibat.
28
3.
Pemberdayaan SDM
Bahwa SDM merupakan unsur yang paling strategis dalam
organisasi. Karena itu, memberdayakan SDM merupakan etos kerja
yang sangat mendasar yang harus dipegang teguh oleh semua eselon
manajemen
dalam
hirarki
organisasi.
Memberdayakan
SDM
mengandung berbagai kiat seperti mengakui harkat dan martabat
manusia, perkayaan mutu kekaryaan dan penerapan gaya manajemen
yang
partisipatif
melalui
proses
demokratis
dalam
kehidupan
berorganisasi.
2.6 Penelitian Terdahulu
Berikut ini adalah hasil penelitian-penelitian terdahulu yang dianggap relevan
dengan penelitian yang akan dilakukan penulis:
1. Motivasi terhadap produktivitas karyawan
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Khojamli, Habibi, Hossein,
Kazemiyan (2014) yang berjudul “The relationship between work
experience, motivation, training and stress with labor productivity”, bahwa
ada korelasi yang tinggi antara motivasi dan produktivitas tenaga kerja
dimana apa pun motivasinya membuat staf semakin tinggi tingkat efisiensi
bekerja dalam organisasi. Hasil ini memberikan dampak motivasi terhadap
produktivitas tenaga kerja dan menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan
yang lebih tinggi memotivasi karyawan dan produktivitas organisasi mereka
akan lebih.
2. Disiplin kerja terhadap produktivitas karyawan
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Jung (2012) yang berjudul
“Faculty Research Productivity in Hong Kong across Academic
Discipline”, produktivitas penelitian di kalangan akademisi Hong Kong
tinggi dibandingkan dengan sistem pendidikan tinggi lainnya, dan studi ini
dieksplorasi faktor apa yang menentukan tingkat tinggi produktivitas.
Temuannya menunjukkan bahwa produktivitas penelitian sangat bervariasi
dan dipengaruhi oleh sejumlah faktor, termasuk karakteristik personal,
beban kerja, perbedaan gaya penelitian, dan karakteristik kelembagaan.
Selain itu, ada mengenai faktor penentu produktivitas penelitian antara
29
kategori disiplin, dan ada kebutuhan untuk lebih mengeksplorasi pentingnya
bahwa konteks disiplin terhadap produktivitas.
3. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) terhadap produktivitas
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Katsuro, Gadzirayi, Taruwon,
Mupararano (2010) yang berjudul “Impact of occupational health and
safety on worker productivity: A case of Zimbabwe food Industry”, studi ini
menemukan bahwa praktik keselamatan kesehatan kerja yang buruk di
pabrik-pabrik makanan menurunkan kinerja pekerja, yang menyebabkan
penurunan produktivitas. Seorang pekerja yang menderita penyakit
akibatnya kerja lebih lambat dan lemah, dengan demikian, hilang target
yang ditetapkan. Artinya bahwa keselamatan dan kesehatan kerja ini
mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam kinerja serta produktivitas
karyawan.
2.7 Kerangka Pemikiran
Motivasi (X1)
1.
2.
Faktor intern
Faktor Ekstern
Disiplin Kerja (X2)
1.
Tujuan dan kemampuan
2.
Teladan pimpinan
3.
Balas jasa
4.
Keadilan
5.
Waskat
6.
Sanksi hukuman
7.
Ketegasan
8.
Hubungan kemanusiaan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Produktivitas (Y)
Kemampuan
Meningkatkan hasil yang dicapai
Semangat kerja
Pengembangan diri
Efisiensi
Mutu
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)(X3)
1.
2.
Kondisi Berbahaya
Perbuatan berbahaya
Gambar 2. 2 Kerangka Pemikirian
Sumber: Penulis, 2015
30
2.8 Hipotesis
Hipotesis penelitian berdasarkan tujuan-tujuan penelitian adalah sebagai berikut:
A. Hipotesis untuk T-1
H0 = Tidak ada pengaruh yang signifikan variabel motivasi (X1) terhadap
variabel produktivitas karyawan (Y).
Ha = Ada pengaruh yang signifikan antara variabel motivasi (X1) terhadap
variabel produktivitas karyawan (Y).
B. Hipotesis untuk T-2
H0
= Tidak ada pengaruh yang signifikan variabel disiplin kerja (X2)
terhadap variabel produktivitas karyawan (Y).
Ha = Ada pengaruh yang signifikan variabel disiplin kerja (X2) terhadap
variabel produktivitas karyawan (Y)
C. Hipotesis untuk T-3
H0 =
Tidak ada pengaruh yang signifikan variabel keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) (X3) terhadap variabel produktivitas karyawan
(Y).
Ha = Ada pengaruh yang signifikan variabel keselamatan dan kesehatan
kerja (K3) (X3) terhadap variabel produktivitas karyawan (Y).
D. Hipotesis untuk T-4
H0 = Tidak ada pengaruh yang signifikan variabel motivasi (X1), variabel
disiplin kerja (X2), variabel keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
(X3) terhadap variabel produktivitas karyawan (Y).
Ha = Ada pengaruh yang signifikan variabel motivasi (X1), variabel disiplin
kerja (X2), variabel keselamatan dan kesehatan kerja (K3) (X3)
terhadap variabel produktivitas karyawan
Download