iv. hasil dan pembahasan

advertisement
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Percobaan Pendahuluan
Pada percobaan pendahuluan diujikan tiga dosis propolis, yaitu 1,0 ml, 2,0
ml, dan 3,0 ml per kg pakan. Derajat kelangsungan hidup juvenil ikan nila merah
pada ketiga dosis mencapai lebih dari 60 % dan tidak berbeda nyata (Lampiran 3),
yaitu berturut-turut: 63,33±7,57 %, 64,67±9,02 %, dan 68,00±2,00 % (Gambar 5).
100,00
Kelangsungan Hidup (%)
90,00
80,00
64,67
68,00
a
a
a
1,0 ml/kg
2,0 ml/kg
3,0 ml/kg
63,33
70,00
60,00
50,00
40,00
30,00
20,00
10,00
0,00
Dosis Propolis
Gambar 5. Derajat kelangsungan hidup (%) juvenil ikan nila merah pada
percobaan pendahuluan
Tabel 3. Kualitas air media pemeliharaan pada percobaan pendahuluan
Awal Percobaan
Selama Percobaan
Parameter
Pendahuluan
Pendahuluan
Suhu (°C)
26,0
26,0
pH
7,14
6,80 – 7,35
DO (mg/L)
6,80
4,3 – 5,7
Amoniak (mg/L)
0,0016
0,0013 – 0,0117
Berdasarkan kisaran derajat kelangsungan hidup dan kualitas air pada
percobaan pendahuluan (Tabel 3), maka dosis maksimal propolis yang digunakan
untuk percobaan maskulinisasi adalah 3,0 ml/kg pakan. Dengan selang 0,6 ml
setiap penurunan tingkat dosis, maka dosis yang diujikan adalah 0,6 ml, 1,2 ml,
1,8 ml, 2,4 ml, dan 3,0 ml/kg pakan, serta dosis 0 ml/kg pakan sebagai kontrol.
4.1.2 Percobaan Utama
4.1.2.1 Derajat Kelangsungan Hidup
Derajat kelangsungan hidup juvenil ikan nila merah selama perlakuan
maskulinisasi dengan propolis berkisar antara 55,88±9,86 – 73,00±5,05 %
(Gambar 7), dan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (Lampiran 4).
Demikian pula, derajat kelangsungan hidup pada masa pembesaran selama pasca
perlakuan berkisar antara 94,00±4,32 – 99,00±1,15 % (Gambar 6), dan tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan (Lampiran 5).
100,00
98,50
97,50
96,00
94,00
99,00
94,50
Kelangsungan Hidup (%)
90,00
80,00
70,00
73,00
55,88
60,00
56,50
61,13
62,63
62,38
50,00
p
40,00
p
p
p
30,00
20,00
a
a
a
a
p
a
p
Perlakuan
Perlakuan
Pembesaran
Pasca
a
Perlakuan
10,00
0,00
0 ml/kg 0,6 ml/kg 1,2 ml/kg 1,8 ml/kg 2,4 ml/kg 3,0 ml/kg
Dosis Propolis
Gambar 6. Derajat kelangsungan hidup (%) juvenil ikan nila merah pada
perlakuan dan pasca perlakuan maskulinisasi dengan propolis
4.1.2.2 Nisbah Kelamin Jantan
Nisbah kelamin jantan ikan nila merah yang dihasilkan melalui
maskulinisasi dengan pencampuran propolis dalam pakan buatan bervariasi antara
62,92±3,89 – 69,71±5,46 %, lebih tinggi dibanding kontrol sebesar 50,02±9,02 %
(Gambar 7). Persentase jantan berbeda nyata antara kontrol (0 ml/kg) dengan
dosis perlakuan lainnya, namun diantara dosis 0,6 ml/kg, 1,2 ml/kg, 1,8 ml/kg, 2,4
ml/kg, dan 3,0 ml/kg tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (Lampiran 6).
Nisbah Kelamin Jantan (%)
100,00
90,00
80,00
70,00
60,00
50,00
40,00
30,00
20,00
10,00
0,00
64,89
62,92
65,75
b
b
67,60
69,71
50,02
a
0 ml/kg
b
b
b
0,6 ml/kg 1,2 ml/kg 1,8 ml/kg 2,4 ml/kg 3,0 ml/kg
Dosis Propolis
Gambar 7. Nisbah kelamin jantan (%) ikan nila merah pada perlakuan
maskulinisasi dengan propolis
4.1.2.3 Abnormalitas
Persentase ikan abnormal (abnormalitas) pada perlakuan maskulinisasi
dengan pencampuran propolis dalam pakan buatan bervariasi antara 1,89±3,55 –
6,68±5,17% (Tabel 4). Abnormalitas tidak menunjukkan perbedaan yang nyata
antar perlakuan (Lampiran 7). Abnormalitas yang ditemukan diantaranya pada
penampilan mulut yang tidak proporsional (Gambar 8).
Tabel 4. Persentase ikan nila merah abnormal (%) pada perlakuan maskulinisasi
dengan propolis
Dosis Propolis
Persentase Ikan Abnormal (%)
0 ml/kg
1,89 ± 3,55a
0,6 ml/kg
4,15 ± 2,61a
1,2 ml/kg
4,11 ± 4,34a
1,8 ml/kg
6,68 ± 5,17a
2,4 ml/kg
2,83 ± 2,32a
3,0 ml/kg
2,57 ± 2,69a
Gambar 8. Ikan nila merah dengan mulut normal (kiri) dan abnormal (kanan)
4.1.2.4 Rasio Konversi Pakan
Rasio konversi pakan pada perlakuan maskulinisasi berkisar antara
1,11±0,03 – 1,22±0,13 (Gambar 9), dan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata
Rasio Konversi Pakan
antar perlakuan (Lampiran 8).
2,00
1,80
1,60
1,40
1,20
1,00
0,80
0,60
0,40
0,20
0,00
1,11
a
0 ml/kg
1,22
a
1,14
1,13
1,15
1,18
a
a
a
a
0,6 ml/kg 1,2 ml/kg 1,8 ml/kg 2,4 ml/kg 3,0 ml/kg
Dosis Propolis
Gambar 9.
Rasio konversi pakan ikan nila merah pada perlakuan maskulinisasi
dengan propolis
4.1.2.5 Laju Pertumbuhan Spesifik
Laju pertumbuhan spesifik pada perlakuan maskulinisasi berkisar antara
2,45±0,09 – 2,78±0,17 % (Gambar 10), dan tidak menunjukkan perbedaan yang
nyata antar perlakuan (Lampiran 9).
Gambar 10. Laju pertumbuhan spesifik (%) ikan nila merah pada perlakuan
maskulinisasi dengan propolis
4.1.2.6 Parameter Kualitas Air
Pengukuran parameter kualitas air dilakukan pada awal perlakuan dan
setiap 7 hari sekali (Tabel 5), kecuali suhu diukur setiap hari (Lampiran 10 – 12).
Parameter kualitas air berfluktuasi selama perlakuan namun masih berada dalam
batas yang dapat ditolerir oleh juvenil ikan nila merah, yaitu: suhu 23,5 – 28,5 °C,
pH 5,49 – 7,79, DO 3,7 – 7,5 mg/L, dan amoniak maksimal 0,0048 mg/L.
Tabel 5. Kualitas air pemeliharaan ikan nila merah di akuarium pada percobaan
utama maskulinisasi dengan propolis
Parameter
Awal Perlakuan
Selama Perlakuan
Suhu (°C)
24,5 – 26,0
23,5 – 28,5
pH
7,01
5,49 – 7,79
DO (mg/L)
7,00
3,70 – 7,50
Amoniak (mg/L)
0,0010
0,0000 – 0,0048
4.2 Pembahasan
Dosis propolis tertinggi yang diujikan dalam percobaan ini (3,0 ml/kg
pakan) masih bisa ditolerir oleh ikan dengan menunjukkan derajat kelangsungan
hidup selama perlakuan lebih dari 60,00 %. Keberhasilan maskulinisasi jantan
tertinggi pada percobaan dosis propolis yang diberikan melalui pencampuran
dalam pakan buatan mencapai 69,71 %, yaitu pada perlakuan 3,0 ml/kg pakan.
Penelitian mengenai penggunaan propolis sebagai bahan sex reversal baru
pertama dilakukan oleh Ukhroy (2008), yaitu melalui metode pencampuran dalam
pakan buatan yang diberikan pada induk ikan guppy (Poecilia reticulata). Dosis
yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah 0 µl/kg, 20 µl/kg, 40 µl/kg, dan
60 µl/kg dengan keberhasilan nisbah kelamin jantan tertinggi mencapai 55,17 %,
sedangkan pada kontrol hanya 24,30 %. Peningkatan dosis masih mungkin
dilakukan, namun overdosis dapat menyebabkan lethal (Ukhroy, 2008), interseks,
dan steril atau tidak dapat berkembang biak (Zairin, 2002).
Derajat kelangsungan hidup (SR) juvenil ikan nila merah selama perlakuan
maskulinisasi berkisar antara 55,88±9,86 – 73,00±5,05 %, sedangkan pasca
perlakuan berkisar antara 94,00±4,32 – 99,00±1,15 %. SR antar dosis propolis
tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, baik saat pemeliharaan ikan selama
perlakuan maskulinisasi di akuarium maupun saat pemeliharaan pasca perlakuan
di kolam tanah. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian propolis dalam pakan
buatan pada perlakuan maskulinisasi tidak memberikan pengaruh negatif terhadap
SR juvenil maupun SR benih ikan nila merah.
SR yang relatif rendah pada masa perlakuan dapat disebabkan karena
juvenil belum mampu mencerna pakan buatan secara sempurna. Selain itu,
frekuensi pemberian pakan juga dapat mempengaruhi karena semakin kecil ikan
maka laju pengosongan lambungnya semakin cepat, sehingga perlu frekuensi
pemberian pakan yang lebih dibanding ikan berukuran besar. SR yang relatif lebih
tinggi pada pasca perlakuan dimungkinkan karena ikan mendapatkan pakan yang
cukup dan berada pada lingkungan pemeliharaan optimal di kolam tanah.
Perlakuan maskulinisasi dengan propolis pada dosis 0,6 ml/kg, 1,2 ml/kg,
1,8 ml/kg, 2,4 ml/kg, dan 3,0 ml/kg meningkatkan nisbah kelamin jantan secara
nyata. Namun, antar perlakuan propolis tersebut tidak menunjukkan perbedaan
yang nyata. Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan propolis dalam pakan
sebagai bahan untuk pengarahan jenis kelamin jantan pada ikan nila merah
terbukti efektif, dengan tingkat keberhasilan berkisar antara 62,92±3,89 –
69,71±5,46 %, sedangkan pada kontrol 50,02±9,02 %.
Kemampuan propolis dalam peningkatan nisbah kelamin ikan nila merah
jantan diduga berhubungan dengan bahan aktif chrysin dalam propolis sebagai
salah satu jenis flavonoid. Bahan ini diakui sebagai penghambat aromatisasi
sehingga terjadi penurunan konsentrasi estrogen yang mengarahkan kelamin
menjadi jantan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Davis et al. (1999) yang
mengatakan bahwa penurunan rasio estrogen terhadap androgen menyebabkan
terjadinya perubahan penampakan dari ikan betina menjadi menyerupai ikan
jantan atau terjadi maskulinisasi karakteristik seksual sekunder.
Pengarahan kelamin pada ikan nila merah dimungkinkan karena pada fase
pertumbuhan gonad belum terjadi diferensiasi kelamin. Diferensiasi kelamin ini
dipengaruhi oleh faktor genetik, faktor lingkungan, dan interaksi antara keduanya.
Perlakuan maskulinisasi ini dilakukan pada juvenil ikan nila merah dan
berlangsung selama 28 hari, sehingga keberhasilan pengarahan kelamin ikan
diharapkan sempurna pada masa diferensiasi seks sesuai dengan kisaran waktu
yang tepat, yaitu mulai umur 7 hari pasca menetas dan masa diferensiasi
berlangsung sampai umur 37 hari setelah menetas (Kwon et al., 2000).
Persentase ikan abnormal (abnormalitas) pada perlakuan maskulinisasi
berkisar antara 1,89±3,55 – 6,68±5,17%. Abnormalitas merupakan performa ikan
yang abnormal secara fisik. Abnormalitas yang ditemukan pada penelitian ini
diantaranya pada penampilan mulut dan sirip ekor yang tidak proporsional.
Setelah diuji secara statistik, abnormalitas pada perlakuan maskulinisasi dengan
propolis tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan.
Perubahan penampilan fenotipe secara tidak normal pada suatu individu
diantaranya dapat disebabkan oleh kelainan genetis sejak awal kehidupannya.
Selain itu, abnormalitas juga dapat disebabkan kurangnya unsur dalam pakan dan
adanya penggunaan bahan kimia, dalam hal ini adalah alkohol. Abnormalitas
dapat mempengaruhi kehidupan ikan, bentuk mulut dan sirip ekor yang tidak
sempurna masing-masing akan menghambat konsumsi pakan dan aktivitas
berenang ikan.
Rasio konversi pakan (FCR) ikan pada pemeliharaan pasca perlakuan
maskulinisasi berkisar antara 1,11±0,03 – 1,22±0,13 (Lampiran 13) dan laju
pertumbuhan hariannya (SGR) adalah 2,45±0,09 – 2,78±0,17 %. FCR dan SGR
antar perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Beberapa faktor yang
mempengaruhi FCR antara lain adalah palatabilitas pakan, suhu lingkungan,
kepadatan ikan, dan dampak positif kolam tanah yang mendukung tumbuhnya
pakan alami. Laju pertumbuhan spesifik pada penelitian ini yang tidak berbeda
nyata diduga karena waktu pemeliharaannya yang relatif singkat. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan di Universitas Wageningen, dikatakan bahwa perbedaan
laju pertumbuhan antara ikan nila jantan dengan ikan nila betina baru terlihat
setelah jangka waktu pemeliharaan 150 hari (Rutten, 2005).
Menurut Popma dan Masser (1999), kisaran kualitas air yang optimal
untuk pemeliharaan ikan nila merah adalah: suhu 29,4 – 31,1 oC, DO >2,0 mg/L,
pH 6,0 – 9,0, dan NH3 < 0,2 mg/L. Sedangkan kualitas air yang mematikan adalah
suhu <18,3 oC dan >42,0 oC, DO <0,3 mg/L, pH <5,0 dan >10,0 serta NH3 >0,6
mg/L (Popma dan Masser, 1999). Parameter kualitas air saat perlakuan masih
berada pada kisaran suhu 23,5 – 28,5 °C, pH 5,49 – 7,79, DO 3,7 – 7,5 mg/L, dan
amoniak 0 – 0,0048 mg/L. Faktor lingkungan seperti suhu, DO, pH, dan amoniak
erat hubungannya dengan derajat kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan nila
merah. Kisaran kualitas air yang termasuk optimal ini memungkinkan ikan dapat
tumbuh dengan baik dan normal.
Download