1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Daya tahan (enduranc) merupakan unsur komponen biomotorik yang
paling penting dalam cabang olahraga khususnya cabang olahraga yang energi
pedomonannya adalah aerobik. Daya tahan dalam olahraga dikenal dengan daya
tahan otot dan daya tahan kardiorespirasi. Daya tahan kardiorespirasi atau daya
tahan jantung dan paru adalah kemampuan jantung (sistem peredaran darah) dan
paru (pernapasan) untuk berfungsi secara optimal saat melakukan aktivitas seharihari dalam waktu cukup lama tanpa mengalami kelelahan berarti.
Daya tahan ini sangat penting untuk menunjang kerja otot, yaitu dengan
mengambil oksigen melalui pernapasan dan mengirimnya ke otot-otot yang
sedang aktif atau berkonsentrasi melalui peredaran darah. Sedangkan daya tahan
otot merupakan kapasitas otot untuk melakukan kontraksi secara terus menerus
pada tingkat intensitas sub maksimal. Tujuan latihan daya tahan adalah
meningkatkan kemampuan daya tahan aerobik dan daya tahan otot. Artinya,
seorang atlet di pacu untuk berlari dan bergerak dalam waktu lama dan tidak
mengalami kelelahan yang berarti. Kemampuan daya tahan dan stamina dapat di
kembangkan melalui kegiatan lari dan gerakan-gerakan lain yang memiliki nilai
aerobik.
Organ tubuh yang memiliki peranan penting salah satunya adalah jantung
yang terletak pada rongga dada dengan posisi 1/3 berada disebelah kanan dan 2/3
1
2
berada disebelah kiri, baik tidaknya suatu daya tahan seseorang pertama-tama
akan selalu dilihat dari jantung, paru dan lainnya. Bahkan kondisi jantung
tersebut biasanya dijadikan sebagai tolak ukur akan keadaan kondisi fisik
seseorang. Oleh karena itu organ jantung, fungsi dan hal-hal yang dapat
mempengaruhinya akan selalu dijadikan sebagai bahan pertimbangan. Begitu
juga halnya dengan kegiatan aktivitas olah raga, akan banyak mempengaruhi
terhadap struktur jantung dan fungsi jantung itu sendiri.
Williams dkk dalam Indrayana (2012:4) Jantung pada dasarnya berfungsi
sebagai pompa, curah jantung (Cardiacout put), redistri busi darah. Jantung
sebagai pompa adalah memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan sel dan
jaringan dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidup sel (homeostatis).
Juga dikenal adanya hukum straling (hukum renggangan) isi vertikelnya, yaitu
jumlah dara yang masuk dengan yang dipompa keluar adalah sama. Makin besar
kontraksinya, makin besar jumlah darah yang masuk. Hal ini bisa juga disebut
sebagai hukum “pre load” Daya tahan umum “dikembangkan dengan latihan
intensitas tinggi dan waktu latihan lama yang melibatkan jantung, pembuluh
darah, dan paru-paru. Dalam hal ini latihan memberi tekanan pada jantung,
peredaran darah, dan pernafasan”. ketahanan Cardisvaskeler mengacu kepada
kemampuan melakukan kegiatan berintensitas sedang keseluruh tubuh dan
sebagian besar otot untuk periode waktu yang paling panjang.
Menurut Sajoto dalam Indrayana (2012:5) Daya Tahan umum atau
cardiorespiratory
endurance
adalah
kemampuan
seseorang
dalam
mempergunakan sistem jantung, pernafasan dan peredaran darahnya, secara
3
efektif dalam menjalankan kerja terus menerus yang melibatkan kontraksi
sejumlah otot-otot besar, dengan intensitas tinggi dengan waktu yang cukup lama.
Daya tahan Cardiovaskuler-respiratory atau daya tahan jantung paru
Menurut Harsini dalam Indrayana (2012:5) adalah keadaan atau kondisi tubuh
yang mampu untuk bekerja untuk waktu yang lama, tanpa mengalami kelelahan
yang berlebihan setelah menyelesaikan perkerjaan tersebut. Oleh karena batasan
daya tahan adalah seperti yang diuraikan di atas, yakni kemampuan untuk bekerja
atau berlatih dalam waktu yang lama. Maka latihan untuk mengembangkan
komponen daya tahan haruslah sesuai dengan batasan batasan tersebut, yaitu
bahwa latihan-latihan yang dipilih haruslah berlangsung lama, misalnya lari jarak
jauh, renang jarak jauh, cross country atau lari lintas alam, fartlek, interval
training, atau bentuk latihan apapun yang memaksa tubuh kita untuk bekerja
untuk waktu yang lama. Dari kutipan diatas dapat diambil suatu gambaran bahwa
banyak bentuk latihan yang dapat digunakan untuk meningkatkan daya tahan
Cardiovaskuler, dan perinsipnya adalah latihan-latihan yang dipilih haruslah dapat
berlangsung lama.
Komponen biomotorik daya tahan pada umumnya di gunakan sebagai
salah satu tolok ukur untuk mengetahui tingkat kebugaran jasmani (physical
fitness) olahragawan. Kebugaran jasmani adalah suatu keadaaan kemampuan
peralatan tubuh yang dapat memelihara keseimbangan tersedianya energy
sebelum, selama, dan sesudah aktivitas kerja berlangsung. Hubungan antara
ketahanan dan kinerja (penampilan) fisik olahragawan di antaranya adalah: 1)
Kemampuan untuk melakukan aktivitas kerja secara terus menerus dengan
4
intensitas yang tinggi dan dalam jangka waktu lama. 2) Kemampuan untuk
memperpendek waktu pemulihan (recovery), terutama pada cabang olahraga
pertandingan dan permainan. 3) Kemampuan untuk menerima beban latihan yang
lebih berat, lebih lama, dan bervariasi.
Dengan demikian olahragawan yang memiliki ketahanan baik akan
mendapatkan keuntungan selama bertanding. Diantaranya, Mampu menentukan
irama dan pola permainan, memelihara atau mengubah irama dan pola permainan
sesuai yang di inginkan, dan berjuang secara ulet dan tidak mudah menyerah
selama bertanding.
Untuk mempertahankan atau meningkatkan daya tahan kardiorespirasi
maupun daya tahan
otot
banyak metode dan model latihan yang dapat
digunakan. Fox (1993) berpendapat bahwa untuk mengembangkan daya tahan
aerobic dapat digunakan beberapa metode antara lain Continous traning, Interval
training dan Circuit Training.
Keefektifan suatu model latihan akan sangat tergantung dari ketepatan
volume, intensitas dan densitas latihan yang di berikan, selain itu tempat dan
kondisi di mana latihan itu akan di terapkan akan sangat mempengaruhi hasil
latihan.
Penelitian ini akan menggunakan objek pada siswa sekolah menengah atas
(SMA) di Kendari. Fenomena yang terjadi di SMA Negeri 10 Kendari saat ini
begitu banyak kegiatan pembelajaran tambahan maupun kegiatan ekskul lainya
yang menuntut para siswa untuk dapat aktif dalam kegiatan tersebut, sehingga
kebanyakan dari mereka sering
mengabaikan aktivitas jasmani yang dapat
5
menghambat laju perkembangan, pertumbuhan serta
akibatkan oleh kurangnya pasokan oksigen dalam
kecerdasan yang di
darah yang di hantarkan
keseluruh tubuh, hal tersebut akan berpengaruh pada tingkat perubahan-perubahan
fisiologis pada anak yang kurang gerak (non aktif)
khususnya pada sistem
cardiorespiratory dan sistem cardiovaskuler.
Akibat dari kurangnya
kegiatan fisik yang di lakukan
maka akan
mengakibatkan perubahan dalam sistem pernapasan terutama pada dinding dada
agak kaku, ruang intervertebra lebih sempit, kekuatan otot pernapasan mengalami
penurunan dan daya rekoil elastik dari jaringan paru mengalami penurunan.
Dengan adanya perubahan dalam sistem pernapasan, maka akan mengganggu
kelancaran pertukaran gas, menurunkan area permukaan paru, menurunkan
volume darah kapiler paru, meningkatkan ventilasi ruang rugi, dan menurunkan di
stensibilitas pembuluh darah arteri paru. Membran alveoli-kapiler mengalami
penebalan sehingga pertukaran gas berkurang (Wilmore ,1986). Sehubungan
dengan hal itu maka peneliti mencoba untuk melakukan penelitian dengan judul
“Pengaruh
latihan sirkuit terhadap kemampuan daya tahan jatung paru, pada
siswa putera SMA Negeri 10 Kendari”. Sebagai objek penelitian.
B.
Rumusan Masalah.
Berdasarkan uraian yang dikemukakan dari latar belakang di atas maka
masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: Apakah latihan sirkuit
dapat meningkatkan daya tahan jantung paru pada siswa putera SMA Negeri 10
Kendari?
6
C.
Tujuan Penelitian.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis
Pengaruh Circuit training terhadap daya tahan jantung paru pada siswa putera
SMA Negeri 10 Kendari.
D.
Manfaat Penelitian.
1. Manfaat Praktis:
a. Bagi siswa, Circuit training
dapat
dijadikan salah satu alternatif
latihan untuk meningkatkan daya tahan jantung paru.
b. Bagi Pelatih, guru penjas latihan Circuit Training dapat di jadikan
sebagai alternatif latihan dalam mengembangkan kemampuan jantung
paru pada peserta didik.
2. Manfaat Teoretis.
a. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang relevan dan hasil
penelitian ini dapat menjadi salah satu dasar dan masukan dalam
mengembangkan penelitian-penelitian selanjutnya.
b. Untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya dalam
bidang olahraga.
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Hakikat Daya Tahan Jantung Paru
1.
Pengertian Daya Tahan Jantung Paru
Daya tahan jantung paru (daya tahan kardiorespiratory), atau sering juga
di sebut dengan kapasitas aerobik maksimal, daya tahan aerobik, daya tahan
kardiorespiratory dan pengambilan oksigen maksimal adalah semua istilah yang
di gunakan bergantian dengan VO2Max . (Wilmore, Costill, 1988). Selanjutnya
VO2Max didefinisikan sebagai kecepatan konsumsi oksigen tertinggi dicapai
selama pelatihan maksimal atau secara menyeluruh. VO2Max juga disebut daya
aerobik atau kapasitas aerobik maksimal yang merupakan kecepatan pemakaian
oksigen dalam metabolisme aerobik maksimum (Guyton & Hall, 2008).
Menurut Muhajir dan Jaja (2011:61) Bahwa Daya Tahan cardiovaskuler
adalah kemampuan seseorang untuk melakukan kerja dalam waktu yang relatif
lama. Istliah lainnya sering digunakan ialah respiratori-cardio-vaskulatoirendurance, yaitu daya tahan yang berhubungan dengan pernafasan jantung, dan
peredaran darah. Oleh karena itu, bentuk latihan untuk meningkatkan daya tahan
pernafasan-jantung-perdaran darah ini disebut ergosistem sekunder yang dilatih
melalui peningkatan ergosistem primer (sistem saraf-otot dan tulang kerangka.
Latihan yang yang dapat meningkatkan dan mengembangkan daya tahan
jantung dan paru-paru banyak jenisnya, antara lain: lari jarak jauh, renang jarak
jauh, croos-country running atau lari lintas alam, fartlek, interval training atau
bentuk latihan apapun yang memaksa tubuh unutk bekerja dala waktu yang lama
7
8
(lebih dari 6 menit). Interval training adalah suatu sistem latihan yang diselingi
dengan masa istrahat. Interval training adalah bentuk latihan yang penting
dimasukkan dalam program latihan keseluruhan. Bentuk latihan dalam interval
training dapat berupa lari (interval running) atau renang (interval swimming).
Menurut Moeloek dalam Ruslan (2010:35) bahwa daya tahan menyatakan
keadaan yang menekan pada kapasitas melakukan kerja secara terus-menerus
dalam suasanan aerobik. Daya tahan adalah kemampuan untuk bekerja, berlatih
dalam waktu yang lama. Atlet yang memiliki daya tahan yang baik adalah atlet
yang dapat berlatih dalam waktu relative singkat, kondisinya telah kembali seperti
sebelum latihan. Menurut Engkos Koasih dalam Indrayana (2012:4) Daya Tahan
adalah Keadaan atau kondisi tubuh yang mampu untuk bekerja dalam waktu yang
lama, tanpa mengalami kelelahan yang berlebihan setelah menyelesaikan
pekerjaan tersebut. Fox dan Mathews dalam Indrayana (2012:4) mengemukakan
bahwa Daya Tahan merupakan faktor yang menentukan prestasi olahraga.
Sedangkan Harsono dalam Indrayana (2012:4) mengatakan bahwa daya tahan
merupakan keadaan atau kondisi tubuh yang mampu untuk bekerja dalam waktu
yang lama tanpa mengalami kelelahan yang berlebihan setelah menyelesaikan
pekerjaan.
Daya tahan (Endurance) dapat diartikan sebagi keadaan
yang
menekankan pada kapasitas melakukan kerja secara terus menerus dalam suasana
aerobik. Jadi dapat berlaku bagi seluruh tubuh, suatu sistem dalam tubuh, daerah
tertentu dan sebagainya. Daya tahan seseorang akan selalu berkaitan dengan
kemampuan jantung untuk memompa darah dan paru-paru untuk melakukan
9
respirasi memasukan O2 dan mengeluarkan Co2. Sedangkan aerobik adalah
menunjukkan sistem metabolisme menyediakan energi untuk kerja otot yang
melibatkan oksigen (Fox, 1993).
Pengertian daya jantung paru adalah kemampuan seseorang melaksanakan
gerak dengan seluruh tubuhnya dalam waktu yang cukup lama dan dengan tempo
sedang sampai cepat, tanpa mengalami rasa sakit dan kelelahan berat.
Endurance menyatakan keadaan yang menekankan pada kapasitas melakukan
kerja secara terus menerus dalam suasana aerobik. Jadi dapat berlaku bagi seluruh
tubuh, suatu sistem dalam tubuh, daerah tertentu dan sebagainya.
Jantung adalah organ vital yang memiliki fungsi mengompa darah ke
organ lain. Sehingga dengan meningkatkan kesehatan jantung maka secara
otomatis kesehatan badan juga meningkat. Ketika lari pagi, tubuh memicu paruparu untuk menghirup oksigen lebih intensif dan membagikannya ke seluruh
organ tubuh. Salah satu manfaat lari pagi tiap hari yang utama adalah mencegah
penyakit jantung dan stroke.
Sedangkan paru-paru merupakan organ yang sangat vital bagi kehidupan
manusia karena tanpa paru-paru manusia tidak dapat hidup. Dalam Sistem
Ekskresi, fungsi paru-paru untuk mengeluarkan karbondioksida (CO2) dan uap air
(H2O).
Didalam paru-paru terjadi proses pertukaran antara gas oksigen dan
karbondioksida. Setelah membebaskan oksigen, sel-sel darah merah menangkap
karbondioksida sebagai hasil metabolisme tubuh yang akan di bawa ke paru-paru.
10
Di paru-paru karbondioksida dan uap air di lepaskan dan di keluarkan dari paruparu melalui hidung.
Daya tahan jantung paru menurut ahli faal dapat di definisikan sebagai
kemampuan seseorang untuk melakukan satu tugas khas yang memerlukan kerja
muskular dimana kecepatan dan ketahanan merupakan kriteria utama. Sedang
menurut ahli-ahli pendidikan jasmani adalah kapasitas fungsional total seseorang
untuk melakukam sesuatu kerja tertentu dengan hasil yang baik tanpa kelelahan
yang berarti (Depdikbud, 1994).
Seseorang yang memiliki
memiliki
daya tahan jantung paru
adalah
orang
kesegaran jasmani yang baik dapat diartikan cukup mempunyai
kesanggupan untuk melakukan pekerjaannya dengan efisien tanpa menimbulkan
kelelahan yang berarti, sehingga masih memiliki sisa tenaga untuk mengisi waktu
luangnya dan tugas-tugas mendadak lainnya. Bisa di katakan pula bahwa tingkat
kesegaran jasmani yang baik memberikan seseorang kesanggupan pada seseorang
untuk menjalankan hidup yang produktif dan dapat menyesuaikan diri pada tiap
pembebanan yang banyak (Joko Pekik, 2010).
Sedangkan Menurut Sajoto (1995) kondisi fisik atau kesegaran jasmani
adalah satu kesatuan yang utuh dari komponen-komponen yang tidak dapat di
pisahkan begitu saja. Baik peningkatan maupun pemeliharaannya. Disebutkan
pula bahwa komponen kondisi fisik meliputi: kekuatan, daya tahan, daya otot,
kecepatan, daya lentur, kelincahan, koordinasi, keseimbangan, dan ketepatan.
Sedangkan menurut Pussegjas (1995:1). Daya taha jantung paru adalah
merupakan indicator kesegaran jasmani yang merupakan
perwujudan
11
kemampuan dan kesanggupan fisik seseorang untuk melakukan pekerjaan baik
sebagai pribadi, anggota masyarakat, maupun sebagai warga negara perlu
mendapat perhatiaan dan tanggapan yang lebih memadai.
Berdasarkan beberapa uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan daya tahan jantung dan paru-paru adalah kemampuan jantung
dan kapasitas paru-paru dalam melakukan aktifitas kerja dalam waktu lama tanpa
mengalami gangguan yang berarti. Daya tahan tersebut dapat diukur dari
kemampuan
melakukan
tugas
yang
berat
secara
terus-menerus
yang
mengikutsertakan otot-otot besar dalam waktu lama, jantung, paru-paru, dan
sisitem peredaran darah berfungsi secara efisien dalam tempo yang cukup tinggi
selama periode waktu tertentu.
1. Faktor-Fakror Yang Mempengaruhi Daya Tahan Jantung Paru
Daya tahan jantun paru di pengaruhi oleh umur, jenis kelamin, genetic,
aktivitas fisi. Faktor-faktor tersebut dijelaskan sebagai berikut:
a. Umur
Daya tahan kardiorespiratori akan semakin menurun sejalan dengan
bertambahnya umur, namun penurunan ini dapat berkurang, bila seseorang
berolahraga teratur sejak dini (Moeloek, 1984 dalam Ruhayati dan Fatmah,
2011). Kebugaran meningkat sampai mencapai maksimal pada usia 25 – 30
tahun, kemudin akan terjadi penurunan kapasitas fungsional dari seluruh
tubuh, kira-kira sebesar 0,8 – 1% per tahun, tetapi bila rajin berolahraga
penurunan ini dapat di kurangi sampai separuhnya (Buku Panduan
12
Kesehatan Bagi Petugas Kesehatan, 2002 Dalam Ruhayati Dan Fatmah,
2011).
b. Jenis Kelamin
Perbedaan kebugaran antara laki-laki dan perempuan berkaitan dengan
kekuatan maksimal otot yang berhubungan dengan luas permukaan tubuh,
komposisi tubuh, kekuatan otot, jumlah hemoglobin, hormone, kapasitas
paru-paru, dan sebagainya. Sampai puberitas biasanya kebugaran pada anak
laki-laki hampir sama dengan anak perempuan, tapi setelah puberitas
kebugaran laki-laki dan perempuan biasanya semakin berbeda, terutama
yang berhubungan dengan daya kardiorespiratori. Hal ini di karenakan
perempuan memiliki jaringan lemak yang lebih banyak, adanya perbedaan
hormone testosterone dan estrogen, dan kadar hemoglobin yang lebih rendah
(Ruhayati dan Fatmah, 2011).
c. Genetik
Level kemampuan fisik seseorang dipengaruhi oleh gen yang ada
dalam tubuh. Genetik atau keturunan yaitu sifat-sifat spesifik yang ada
dalam tubuh seseorang dari sejak lahir. Sifat genetik mempengaruhi
perbedaan dalam ledakan kekuatan, pergerakan anggota tubuh, kecepatan
lari, kecepatan fleksibilitas, dan keseimbangan pada setiap orang. Selain itu,
sifat genetik mempengaruhi fungsi pergerakan anggota tubuh dan kontraksi
otot. Hal ini berhubungan dengan perbedaan jenis serabut otot seseorang,
dimana
serabut
otot
skeletal
memperlihatkan
beberapa
struktural,
13
histokimiawi, dan sifat karakteristik yang berbeda-beda (Ruhayati dan
Fatmah, 2011).
d. Aktivitas Fisik
Secara teoritis tingkat kebugaran setiap orang berbeda-beda artinya
tidak semua orang memiliki kebugaran jasmani pada kategori yang
memadai. Aktivitas jasmani merupakan fungsi dari kebugaran jasmani maka
seseorang
yang
tidak
memiliki
kebugaran
jasmani
memadai,
produktivitasnya juga tidak akan sebaik orang yang memiliki kategori
kebugaran baik. Begitu juga sebaliknya seseorang yang tidak melakukan
aktivitas jasmani memadai tidak akan memiliki kebugaran yang baik
(Mahardika, 2009).
Kegiatan fisik sangat mempengaruhi semua komponen kebugaran
jasmani, latihan fisik yang bersifat aerobik di lakukan secara teratur akan
mempengaruhi atau menigkatkan daya tahan kardiovaskular dan dapat
mengurangi lemak tubuh (Depkes, 1994 dalam Ruhayati dan Fatmah, 2011).
Para ahli epdemiologi membagi aktivitas fisik ke dalam dua kategori,
yaitu aktivitas fisik terstruktur (kegiatan olahraga) dan aktivitas fisik tidak
terstruktur (kegiatan sehari-hari seperti berjalan, bersepeda dan bekerja)
(Williams, 2002 dalam Fatmah, 2011). Menurut Baecke (1982) dalam
Ruhayati dan Fatmah (2011), terdapat tiga aspek bermakna dapat
menggambarkan tingkat aktivitas fisik seseorang, yaitu pekerjaan olahraga
dan kegiatan diwaktu luang. Banyaknya aktivitas fisik berbeda pada tiap
individu tergantung pada gaya hidup perorangan dan faktor lainnya.
14
Aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur dapat mengurangi resiko
terhadap penyakit seperti cardiovaskuler disease (CDV), stroke, diabetes
mellitus dan kanker kolon. Selain itu juga memberikan efek positif terhadap
penyakit sepertu kanker payudara, hipertensi, osteoporosis dan risiko jatuh,
kelebihan berat badan, kondisi muskuloskleletal, gangguan mental dan
psikologikal dan mengontrol perilaku yang berisiko seperti merokok,
alkohol, serta juga dapat meningkatkan produktivitas dalam bekerja (WHO,
2008 dalam Ruhayati dan Fatmah, 2011).
Aktivitas fisik rutin dapat memberikan dampak positif bagi kebugaran
seseorang, diantaranya yaitu: 1) peningkatan kemampuan pemakaian
oksigen dan curah jantung, 2) penurunan detak jantung, penurunan tekanan
darah, peningkatan efisiensi kerja otot jantung, 3) mencegah mortalitas
akibat gangguan jantung, 4) peningkatan ketahanan saat melakukan latihan
fisik, 5) peningkatan tubuh (berkaitan dengan gizi tubuh), 6) meningkatkan
kemampuan otot, 7) mencegah obesitas (Astrand, 1992 dalam Ruhayati dan
Fatmah, 2011).
Kebiasaan olahraga didefenisikan sebagai suatu kegiatan fisik menurut
cara dan aturan tertentu dengan tujuan meningkatkan efisisensi fungsi tubuh
yang hasilnya adalah meningkatkan kebugaran jasmani. Sedangkan kualitas
olahraga adalah penilaian terhadap aktivitas olahraga berdasarkan frekuensi
dan lamanya berolahraga setiap kegiatan dalam seminggu. Olahraga dapat
meningkatkan kebugaran apabila memenuhi syarat-syarat berikut (Depkes,
1994 dalam Ruhayati dan Fatmah, 2011):
15
1)
Frekuensi Latihan
Frekuensi latihan berhubungan erat dengan intensitas dan lamanya
latihan. Olahraga di lakukan secara teratur setiap hari atau 3 kali seminggu
minimal 30 menit setiap berolahraga.
Pengukuran terhadap aktivitas fisik tergolong kompleks dan tidak
mudah pendekatan telah di kembangkan, di antaranya adalah klasifikasi
pekerjaan, observasi perilaku, penggunaan alat sensor gerakan, penandaan
fisologis (detak jantung) serta penggunaan calorimeter. Namun, metode
yang paling umum digunakan saat ini adalah self-reported survey (survey
dengan pelaporan diri) (Haskell dan Kierman, 2000 dalam Ruhayati dan
Fatmah, 2011). Pelaporan dapat di lakukan dengan kuisioner recall yang
dikembangkan oleh Baecke, et.al (1982).
Berdasarkan riset yang dilakukan terdapat tiga aspek yang secara
bermakna dapat menggambarkan tingkat aktivitas fisik seseorang, yaitu
pekerjaan, olahraga dan kegiatan diwaktu luang. Oleh karena itu, kuisioner
ini meninjau aktivitas fisik pada tiga aspek tersebut yang mencakup kategori
terstruktur dan tidak terstruktur, yaitu aktivitas fisik saat bekerja,
berolahraga dan aktivitas fisik pada waktu luang sehingga dapat di peroleh
gambaran keseluruhan aktivitas fisik seorang individu (Baecke, et.al, 1982
dalam Ruhayati dan Fatmah, 2011).
2)
Paru-Paru
Paru-paru adalah organ pada sistem pernapasan (respirasi) dan
berhubungan dengan sistem peredaran darah (sirkulasi). Fungsinya adalah
16
menukar oksigen dari udara dengan karbon dioksida dari darah. Prosesnya
disebut “pernapasan eksternal” atau bernapas. Paru-paru juga mempunyai
fungsi nonrespirasi. Bernapas terutama digerakkan oleh otot diafragma
bawah. Jika otot ini mengerut, ruang yang menampung paru-paru akan
meluas, dan begitu pula sebaliknya. Tulang rusuk juga dapat meluas dan
mengerut sedikit.
Akibatnya, udara terhirup masuk dan terdorong keluar paru-paru
melalui trakea dan tube bronkial atau bronchi, yang bercabang-ecabang dan
ujungnya merupakan alveoli, yakni kantung-kantung kecil yang dikelilingi
kapiler yang berisi darah. Disini oksigen dari udara berdifusi kedalam darah,
dan
kemudian
dibawa
oleh
hemoglobin.Proses
pengambilan
dan
pengeluaran nafas, sangat tergantung pada kekuatan otot-otot pernafasan.
Meskipun kapasitas vital besar kalau otot pernafasan lemah, maka force
Expired Volume nya akan kecil. Akibatnya ventilasi (jumlah udara yang
keluar masuk selama satu menit akan kecil pula.
3)
Pembuluh darah
Pembuluh darah adalah bagian dari sistem sirkulasi dan berfungsi
mengalirkan darah ke seluruh tubuh. Jenis-jenis pembuluh darah adalah
arteri dan vena, disebut demikian karena mereka membawa darah keluar
atau masuk ke jantung. Kerja pembuluh darah membantu jantung untuk
mengedarkan sel darah merah atau eritrosit ke seluruh tubuh, dan
mengedarkan sarimakanan, oksigen dan membawa keluar karbon di oksida.
Pembuluh darah bersifat elastis, mampu melebar (vasodilatasi) dan
17
menyempit (vasokontriksi). Pada saat berolahraga pembuluh pada otot
mengalami vasodilatasi, hal ini menguntungkan agar aliran menjadi lancar
dan proses pertukaran gas berjalan lebih baik.
Darah mengandung butir darah merah dan plasma. Pada olahragawan
terjadi peningkatan jumlah butir, banyak sel-sel muda dan besar, kadar
haemoglobin, cadangan alkali juga meningkat, sehingga toleransi akan asam
laktat betambah besar pula. Pada penelitian terhadap darah orang terlatih,
ternyata data dari kualitatif dari darah relative tak menonjol, tetapi jumlah
darah keseluruhan yang beredar (total whole blood) bisa mencapai 20%
lebih banyak dari orang normal. Pembuluh yang baik yaitu banyak dan
elastis, dari faktor fleksibilitas inilah pentingnya kita melatih fleksibilitas
karena pembuluh darah menempel di seluruh bagian tubuh, jadi dengan
melatih fleksibilitas mempengaruhi fleksibilitas pembuluh darah. Oleh
karena itu latihan fleksibilitas dalam olahraga sangat penting dalam suatu
olahraga yaitu dengan cara stretching (baik statis maupun dinamis) atau
bentuk-bentuk latihan fleksibilitas yang lainnya.
4).
Jantung
Jantung adalah sebuah rongga, rongga, (organ) berotot yang
memompa darah lewat pembuluh darah oleh kontraksi berirama yang
berulang. Istilah kardiak berarti berhubungan dengan jantung, dari Yunani
cardia. Jantung adalah salah satu organ yang berperan dalam sistem
peredaran darah. Proses pemompaan jantung tergantung sekali pada
kembalinya darah ke jantung, serta kuat tidaknya otot jantung berkontraksi.
18
Pengambilan darah kejantung sering disebut dengan venus return. Pada
venus-retun yang kecil, maka akan berakibat pemompaan jantung kecil. Hal
ini karena perlu diingat fungsi klep vena adalah membawa darah kembali ke
jantung.
Dalam olahraga yang dinamis jumlah darah yang di edarkan oleh
jantung mampu meningkat menjadi 10 X lipat. Ini di sebabkan oleh
frekuensi jantung meningkat kurang lebih 2,5 kali dan curah jantung dalam
sekali denyut (volume sedenyut) meningkat menjadi empat kali. Dalam
keadaan istirahat biasanya frekuensi denyut jantung pada orang terlatih kecil
sekali (kurang dari 60X/menit). Pada orang terlatih sering terjadi
pembesaran jantung, hal tersebut karena otot jantung sangat tebal dan kuat.
Jadi jantung yang baik yaitu yang tidak bocor/rusak, 1 stroke value banyak
yang dipengaruhi oleh besarnya bilik, serambi dan aorta.
5).
Mitokondria
Mitokondria yang baik yaitu yang besar dan banyak. Mitokondria
“rumah energy/dapur” sel. Tanpa mitokondria, sel tidak akan dapat
mengambil jumlah energy yang bermakna dari bahan makanan dan O2 dan
sebagai akibatnya, semua sel akan berhenti. Pada dasarnya mitokondria
terdapat disemua bagian sitoplasma, tetapi jumlah total per sel sangat
bervariasi, mulai kurang dari seratus sampai beberapa ribu, bergantung pada
jumlah energi yang di butuhkan oleh masing-masing sel.
Mitokondria bertanggung jawab terhadap metabolisme energi.
Mitokondria ada yang berbentuk granula (diameternya pendek hanya
19
beberapa ratus nanometer) dan ada yang bercabang dan berbentuk filament
(diameternya satu mikrometer dan panjangnya tujuh mikrometer).
Struktur mitokondria terdiri dari dua membran protein lapis ganda
(membran luar dan membran dalam), banyak lipatan membran dalam
membentuk rak-rak, yang merupakan tempat pelekatan enzim-enzim
oksidatif. Ruang mitokondria bagian dalam dipenuhi dengan matriks yang
mengadung sejumlah besar larutan enzim, yang d ibutuhkan untuk
menghisap energi dari bahan makanan. Enzim-enzim ini bekerjasama
dengan enzim-enzim oksidatif pada rak-rak untuk menyebabkan oksidasi
dari bahan makanan. Energy yang di bebaskan digunakan untuk mensintesis
sebuah subtansi berenergi tinggi yang di sebut, Adenosin Trifosfat kemudian
di angkut keluar dari mitokondria, dan berdifusi keseluruh sel untuk
membebaskan energinya di mana saja dibutuhkan untuk melakukan fungsi
sel.
Mitokondria dapat bereplikasi sendiri, yang berarti satu mitokondria
dapat membentuk mitokondria yang kedua, yang ketiga, dan selanjutnya,
bila mana sel perlu menambah jumlah Adenosin Trifosfat. Tentu saja,
mitokondria mengandung asam deoksiribosa nukleotida yang mirip dengan
DNA yang ditemukan dalam nucleus. DNA merupakan bahan dasar nukleus
yang mengatur replikasi sel yang terdiri dari: asam fosfat, suatu gula yang di
sebut deoksiribosa, dan empat basa nitrogen (dua purin: adenine&guanine;
dan dua molekul pirimidin timin&sitosin.
20
DNA mitokondria memainkan peran yang sama di dalam mitokonria
untuk replikasinya sendiri. Sedangkan DNA sendiri di pengaruhi oleh
hormon pertumbuhan, dan hormon pertumbuhan salah satunya dipengaruhi
latihan/olahraga. Jadi dalam memaksimalkan VO2 Maks yaitu pada masa
pertumbuhan dengan bentuk latihan aerobik yang bertujuan untuk
memaksimalkan
jumlah
dan
besarnya
mitokondria.
Pertumbuhan
dipengaruhi hormon pertumbuhan (GH) atau SH (somato Tropik Hormon)
masa usia pertumbuhan paling tinggi (12-13 untuk Putri dan 14-15 Putra).
6).
Kebiasaan Merokok
Kebiasaan
merokok
terutama
berpengaruh
pada
daya
tahan
kardiovaskuler. Pada asap tembakau terdapat 4% karbonmonoksida (CO).
daya ikat (afinitas) CO pada hemoglobin sebesar 200 – 300 kali lebih kuat
dari oksigen. Hal ini berarti CO lebih cepat mengikat hemoglobin daripada
oksigen. Padahal, hemoglobin berfungsi mengangkut oksigen keselurug
tubuh, dengan adanya ikatan CO pada hemoglobin maka akan menghambat
pengankutan oksigen ke jaringan tubuh yang memerlukan (Astrand, 1992
dalam Ruhayati dan Fatmah, 2011).
7).
Status Gizi
Ketersediaan zat gizi dalam tubuh akan berpengaruh pada kemampuan
otot berkontraksi dan daya tahan kardiovakuler. Untuk mendapatkan
kebugaran yang baik, seseorang haruslah melakukan latihan-latihan olahraga
yang cukup, mendapatkan gizi yang memadai untuk kegiatan fisiknya, dan
tidur (Ruhayati dan Fatmah, 2011).
21
Status gizi adalah suatu kondisi tubuh sebagai akibat keseimbangan
dari intake makanan dan penggunaannya oleh tubuh yang dapat diukur dari
berbagai dimensi (Jelliffe dan Jelliffe, 1989 dalam Fatmah, 2011). Menurut
Almatsier (2009) dalam Ruhayati dan Fatmah (2011) status nutrisi
(nutritional status) adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan
dan penggunaan zat gizi.
3.
Pengukuran Daya Tahan Jantung Paru (Cardio respiratory)
Untuk mengetahui daya tahan jantung paru atau biasa disebut
kemampuan
aerobik dapat digunakan tes antara alain :
a.
Tes lari 12 menit
1)
Sasaran: pria dan wanita usia di atas 15 tahun
2)
Perlengkapan: lintasan lari dengan jarak 400 m, stop watch, rol meter,
garis start.
3)
Pelaksanaan: setelah aba-aba 'ya subyek segera lari dengan start berdiri
mengelilingi lintasan terus menerus selama 12 menit, lalu pada aba-aba
stop dilanjutkan lari ditempat.
4)
Penilaian: ukur jarak yang ditempuh selama 12 menit dalam kilometer
b. Tes Lari 2,4 km
1) Sasaran: pria dan wanita usia diatas 15 tahun
2) Perlengkapan: lintasan lari dengan jarak 2,4 km, stop watch
3) Pelaksanaan: setelah aba-aba ‘ya' subyek segera lari dengan start
berdiri berlari secepatnya hingga menyentuh garis finish yang bejarak
2,4 k
22
4) Penilaian: ukur jarak waktu yang ditempuh selama lari 2,4
km dari garis start hingga garis finish.
c.
Harvard Step-Ups Test
Tes ini adalah pengukuran yang paling tua untuk mengetahui
kemampuan aerobik yang di buat oleh Brouha pada tahun 1943. Ada
beberapa istilah seperti kemampuan jantung-paru, daya tahan jantung-paru,
aerobic power, cardiovascular endurance, cardiorespiration endurance,
dan kebugaran aerobik yang kesemuanya mempunyai arti yang kira-kira
sama. Penelitian ini dilakukan di Universitas Harvard, USA, jadi nama tes
ini dimulai dengan nama Harvard. Inti dari pelaksanaan tes ini adalah
dengan cara naik turun bangku selama 5 (lima) menit.
Pelaksanaan:
1) Tinggi bangku 20 feet (50 cm).
2) Irama langkah pada waktu naik turun bangku (NTB) adalah 30 langkah per
menit, jadi 1 (satu) langkah setiap 2 (dua) detik.
3) 1 (satu) langkah terdiri dari 4 (empat) gerakan/hitungan:
a) Hitungan 1 : Salah satu kaki di angkat (boleh kanan atau kiri terlebih
dahulu tetapi konsisten), kemudian menginjak bangku. (Asumsi kaki
kanan).
b) Hitungan 2 : Kaki kiri di angkat lalu berdiri tegak di atas bangku.
c) Hitungan 3 : Kaki yang pertama menginjak bangku pada hitungan 1
(asumsi kaki kanan) diturunkan kembali ke lantai.
23
d) Hitungan 4 : Kaki kiri di turunkan kembali ke lantai untuk berdiri
tegak seperti sikap semula.
4) Ganti langkah diperbolehkan tetapi tidak lebih dari 3 (tiga) kali.
5) Supaya irama langkah ajeg/stabil, maka digunakan alat metronome.
6) NTB dilakukan selama 5 (lima) menit. Saat aba-aba stop, tubuh harus
dalam. keadaan tegak. Kemudian duduk dibangku tersebut dengan santai
selama 1 (satu) menit.
7) Hitung denyut nadi (DN) orang coba (testi) selama 30 detik. Dicatat
sebagai DN 1.
8) 30 detik kemudian hitung kembali DN testi selama 30 detik. Dicatat
sebagai DN 2.
9) 30 detik kemudian hitung kembali DN testi selama 30 detik. Dicatat
sebagai DN 3.
10) Setelah mendapatkan DN 1, DN 2, DN 3, maka data tersebut dimasukan
kedalam rumus Indeks kebugaran yang selanjutnya di konversikan sesuai
rumus yang dipilih.
11) Apabila testi tidak kuat melakukan NTB selama 5 (lima) menit, maka
waktu lama NTB tersebut di catat, lalu DN-nya di ukur/dihitung sesuai
dengan petunjuk pengambilan DN tersebut.
Indeks Kebugaran, Rumus Panjang:
Durasi NTB (detik) x 100/2 (DN 1+DN 2+DN 3)
Indeks Kebugaran Kategori Kebugaran < 55 Jelek 55-64 Kurang dari rata
rata 50-80 Rata-rata 65-79 Rata-rata 80-89 Baik ≥90 Baik sekali Rumus
24
Pendek: Durasi NTB (detik) x 100/(5,5 x DN 1) Indeks Kebugaran
Kategori Kebugaran
d.
< 50 Jelek >80 Baik.
MFT ( Multi Fitnes Test )
Multi fitnes test ( MFT ) adalah suatu jenis tes daya tahan atau Endurance
yang bertujuan untuk mengetahui VO 2 Max. diIndonesia, oramg-orang
biasanya menyebutnya Tes Tung ( Bleep Test ). Satuan dari tes ini yaitu cc/Kg
bb/menit. Didalam jenis tes ini terdapat beberapa kelemahan, kelemahan
tersebut yaitu tidak adanya perbedaan prosedur pelaksanaan atau norma antara
peserta atau orang coba laki-laki dan wanita. Yang kedua yaitu tidak adanya
perbedaan faktor usia didalamnya. Beberapa hal tentang tes MFT :
1) Pertama kita harus menyiapkan kaset, tape atau VCD.
2) Menyediakan stop watch, alat tulis, dan lintasan
3) Jarak lintasan yang akan dilalui adalah 20 meter, tapi kita harus
menyiapkan jarak minimal 30 M.
4) Start bisa di mulai dari garis manapun, tetapi ketika start kaki tidak boleh
melebihi garis start.
5) Ketika pembalikan, salah satu kaki dan setengah dari tubuh harus
melewati garis. Jika lebih juga tidak apa-apa.
6) Dikatakan tes ini selesai atau berhenti jika peserta telah melanggar atau
tidak mengikuti perintah dari kaset 2 kali berturut-turut.
25
B.
1.
Hakikat Metode Latihan
Pengertian Latihan
Latihan dalam terminologi
xercise, practise,
asing
sering
disebut
dengan training,
namun beberapa ahli mengemukakan pendapatnya tentang
pengertian latihan (training) olahraga, diantaranya pendapat Bompa (1994: 3)
latihan merupakan suatu kegiatan olahraga yang sistematis dalam waktu yang
panjang, di tingkatkan secara bertahap dan perorangan, bertujuan membentuk
manusia yang berfungsi fisiologis dan psikologis untuk memenuhi mencapai
sasaran yang telah di tentukan. Pada prinsipnya latihan adalah memberikan stres
fisik secara teratur, sistematik, berkesinambungan
sedemikian rupa sehingga
dapat meningkatkan kemampuan fisik dalam melakukan kerja.
Harsono (1988 : 17) Latihan adalah suatu proses yang sistematis dari
berlatih dan bekerja, yang dilakukan secara berulang-ulang, dengan kian hari kian
menambah beban latihan atau pekerjaannya. Sistematis yang dimaksud adalah
terencana menurut jadwal, menurut pola dan sistem tertentu, metodis dari yang
mudah ke yang sukar, dari yang sederhana ke yang
tujuannya agar gerakan yang sukar menjadi
komlpeks. Erukang-ulang
mudah, otomatis dan reflektif
pelaksanaannya. Kian hari kian bertambah beban maksudnya ialah setiap kali
secara periodik setelah tiba saatnya di tambah bebannya.
Menurut pendapat Fox (1993:601) bahwa latihan adalah suatu program
latihan fisik untuk mengembangkan seorang atlit dalam menghadapi pertandingan
penting. Peningkatan kemampuan ketrampilan dan kapasitas energi diperhatikan
sama.
26
Hare (1982:78-79) latihan merupakan penyempurnaan berolahraga melalui
pendekatan ilmiah, khususnya prinsip-prinsip pendidikan secara teratur dan
terencana sehingga mempertingi kemampuan dan kesiapan seseorang. Thomson
(2005:101). Latihan adalah proses yang sistematis untuk meningkatkan kebugaran
atlet sesuai cabang olahraga yang ditekuninya.
Nossek (1982:10) latihan adalah sustu proses adaptasi tubuh yang dapat
meningkatkan kekuatan dan daya tahan otot bila dilakukan berulang-ulang serta
meningkatkan resistance. McArdle (1986). Latihan adalah suatu proses untuk
mencapai adaptasi biologis agar didalam tugas khusus dapat menampilkan
performance yang optimal.
Suharno HP (1985:12) yang memberikan batasan bahwa, “Latihan adalah
suatu proses mempersiapkan organisme atlet secara sistematis untuk mencapai
mutu prestasi maksimal dengan diberi beban-beban fisik dan mental secara
teratur, teraktivitas
yang dilakukan secara berulang-ulang
dengan kian hari
menambah beban lain, meningkat dan berulang-ulang waktunya”.
Berdasarkan beberapa devinisi yang di kemukakan diatas maka dapat di
simpulkn bahwa yang di maksud dengan latihan adalah suatu proses aktivitas
fisik yang dilakukan secara sistematis dan terencana dengan kian hari menambah
beban latihan untuk mencapai adaptasi biologis guna mencapai sasaran yang
telah ditentukan.
1.
Pengaruh Latihan Terhadap Tubuh
Latihan yang dilakukan secara sistematis, terencana, berkesinambungan
dengan beban yang memadai akan memberikan pengaruh atau perubahan pada
27
tubuh. Ada tiga macam perubahan yang di akibatkan oleh pengaruh dari latihan
yakni:
a.
Perubahan Struktural
Dalam proses latihan akan terjadi pembesaran massa otot yang dikenal
dengan hipertofi otot. Bila massanya menurun proses ini di sebut dengan
artrofi otot. Hipertofi adalah akibat dari meningkatnya jumlah filamen actin
dan miosin dalam setiap serat otot. Hal ini menyebabkan pembesaran masing
– masing serat otot yang secara sederhana disebut hipertrofi serat. Peristiwa
ini biasanya terjadi sebagai respon terhadap suatu kontraksi otot yang
berlangsung pada kekuatan maksimal.
Hipertrofi yang sangat luas dapat terjadi bila selama proses kontraksi
otot-otot diregangkan secara simultan. Untuk menghasilkan hipertrofi hampir
maksimum dalam waktu 6 sampai 10 minggu, hanya di butuhkan sedikit
kontraksi kuat semacam ini setiap harinya. Perubahan strukutural juga terjadi
pada tulang menjadi lebih padat, terjadi penebalan pada tendon dan ligamen
sehingga menjadi labih kuat termasuk juga tulang rawan dan persendian.
b. Perubahan Fungsional.
Perubahan fungsional melalui latihan antara lain:
Perubahan pada kapasitas anaerobik yang meliputi peningkatan
kapasitas Phospagen (ATP-PC) dan peningkatan glikolisis anaerobik atau
sistem asam laktat.
1)
Perubahan aerobik yang meliputi peningkatan mioglobin yang
berfungsi
sebagai
penimbun
oksigen,
peningkatan
oksidasi
28
karbohidrat yang diikuti dengan meningkatnya jumlah dan diameter
mitokondria serta peningkatan aktivitas enzim untuk siklus kreb dan
transport elektron, serta peningkatan oksidasi lemak.
2)
Perubahan pada sistem cardiovascular, perubahan pada sistem ini
meliputi :
a)
Perubahan pada denyut jantung permenit. Denyut jantung
seorang yang normal dan tidak terlatih rata-rata 60 – 80 kali
permenit, sedangkan denyut jantung orang terlatih khuusnya
atlet-atlet yang menggunakan endurance tinggi, denyut jantung
mereka antara 28 – 48 kali permenit.
b)
Perubahan pada volume denyut (SV). Volume denyut adalah
jumlah darah yang di pompa keluar jantung setiap denyut. Pada
orang terlatih volume denyut lebih besar di banding orang tidak
terlatih, hal ini disebabkan pada orang terlatih memiliki ukuran
jantung lebih besar khususnya rongga ventrikel. Perubahan
fungsional yang lain juga terjadi pada fungsi pernafasan dimana
terjadi penurunan frekwensi pernafasan pada saat istirahat
(sistole dan diastole). Kadar HDL (Hight Dencity Lipoprotein)
meningkat sedangkan LDL (Low Dencity Lipoprotein)menurun.
3.
Variabel-Variabel latihan
Pelaksanaan latihan yang harus di susun dan diprogram dengan baik
sehingga tujuan dapat tercapai. Untuk mencapai prestasi olahraga yang setinggi
mungkin mutlak diperlukan penyusunan program latihan yang baik dan tepat.
29
Program latihan harus disusun dengan teliti dan seksama dengan memperhatikan
prinsip-prinsip latihan yang benar. Menurut Sajoto (1995:85) dalam menyusun
program latihan harus memperhatikan, “(a) jumlah beban, (b) repetisi dan set serta
(c) frekuensi dan lama latihan”. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam
menyusun program latihan untuk latihan melompat-lompat antara lain adalah
intensitas latihan, repetisi dan set dan frekuensi dan lama.
a.
Intensitas
Intensitas latihan adalah “jumlah beban dalam latihan yang dilakukan
dengan sungguh-sungguh dan benar pelaksanaannya”. (Hamidsyah Noer,1995).
Intensitas latihan adalah menunjukkan seberapa berat beban yang diterima
oleh tubuh dalam suatu latihan. Soekarman (1989:49), berat dan ringannya
intensitas latihan
yang diterima tubuh
akan berpengaruh
terhadap
penyediaan energi yang akan digunakan selama aktivitas itu berlangsung.
Kualifikasi intensitas latihan dapat dinyatakan dalam bentuk presentase atau
kategori sebagai contoh tingkat kecepatan lari , takaran berat beban dalam
latihan.
b.
Repetisi dan Set
Repetisi adalah jumlah ulangan gerakan dalam latihan, sedangkan set
adalah suatu rangkaian kegiatan dari satu repetisi. Penentuan jumlah repetisi
dan set yang harus di lakukan atlet, harus ditentukan dengan tetap. Dalam
latihan melompay-lompat dengan memantul, menurut Bompa (1994:44) yaitu
dengan jumlah repetisi “3-25, sedangkan jumlah setnya yaitu 5-15”. Adapun
istirahat antar setnya yaitu “3-5 menit”. Sajoto (1988:78).
30
Repetisi adalah jumlah ulangan dalam melakukan suatu
latihan,
sedangkan set adalah suatu rangkaian atau seri kegiatan dari suatu repetisi.
Misalkan seorang atlet mencoba mengangkat beban 20 Kg sebanyak 10 kali
kemudian istirahat, berarti atlet tersebut telah melakukan latihan 10 repetisi
(pengulangan) dalam satu set. Masalah repetisi ini merupakan faktor yang
sangat penting dalam hal meningkatkan
dayatahan otot. Reprtisi sedikit
dengan beban berat akan menghasilkan adaptasi terhadap kekuatan, sedangkan
repetisi banyak dengan beban ringan akan menghasilkan perkembangan daya
tahan jantung paru. Wilmore (1994: 151).
c. Frekuensi dan Lamanya Latihan
Frekuensi dan lamanya latihan merupakan dua hal yang saling
berkaitan dalam pelaksanaan latihan. Frekuensi merupakan jumlah berapa
kali latihan di lakukan setiap minggunya. Soekarman (1987:70)
bahwa
frekwensi latihan sekurang-kurangnya 3 kali dalam seminggu dan lebih baik
lagi apabila di lakukan 4 kali seminggu. Tidak ada alasan melakukan latihan
7 kali dalam seminggu hal ini di sebabkan karena tubuh perlu istirahat
dalam seminggu sebaliknya latihan satu kali dalam seminggu dengan waktu
yang cukup di sertai intensitas tinggi lalu istirahat 6 hari maka hal ini tidak
akan memberikan efek perubahan dalam tubuh.
Sedangkan lamanya latihan yaitu lamanya waktu yang di perlukan
dalam latihan sampai mendapatkan pengaruh yang nyata. Dalam hal ini
Sajoto (1995:83) mengemukakan bahwa, “para pelatih dewasa ini umumnya
setuju untuk menjalankan program latihan 3 kali seminggu, agar tidak terjadi
31
kelelahan yang kronis. Adapun lama latihan yang di perlukan adalah selama
6 minggu atau lebih”. Dengan latihan yang di lakukan 3 kali seminggu
secara teratur selama 6 minggu kemungkinan sudah menampakkan pengaruh
yang berarti terhadap peningkatan VO2Max.
d.
Volume latihan
Jumlah beban yang dinyatakan dengan satuan jarak, waktu, berat,
jumlah beban latihan yang diangkat dalam sesi latihan perunit waktu.
Sebagai komponen utama latihan volume latihan adalah prasyarat yang
sangat penting untuk mendapatkan teknik yang tinggi, taktik dan khususnya
kemampuan fisik dalam melakukan latiahan.
4.
Prinsip-Prinsip Latihan
Program latihan hendaknya menerapkan prinsip-prinsip dasar latihan guna
mencapai kinerja fisik yang maksimal bagi seseorang. Prinsip-prinsip dasar
latihan yang secara umum harus diperhatikan adalah sebagai berikut:
a. Prinsip beban berlebih (the overload principles).
Pendapat Fox (1993:687) di kemukakan bahwa intensitas kerja harus
bertambah secara bertahap melebihi ketentuan program latihan merupakan
kapasitas kebugaran yang bertambah baik. Bompa (1999:509) bahwa
pemberian beban latihan yang melebihi kebiasaan kegiatan sehari-hari secara
teratur. Hal itu bertujuan agar sistem fisiologis dapat menyesuaikan dengan
tuntutan fungsi yang dibutuhkan untuk tingkat kemampuan tinggi. Sedangkan
Pate (1992:238) mengatakan bahwa bila beban latihan tidak cukup
memberikan tambahan beban bagi tubuh
maka latihan tersebut tidak
32
mempunyai manfaat, sebab pengaruh dari latihan tidak memberikan
perubahan dalam organ tubuh.
b. Prinsip kekhususan (the principles of specificity).
Latihan harus bersifat khusus sesuai dengan kebutuhan olahraga dan
pertandingan yang akan dilakukan. Perubahan anatomis dan fisiologis di
kaitkan
dengan kebutuhan
olahraga dan pertandingan tersebut (Bompa,
1994). Sedangkan Fox (1993:361)
mengemukakan bahwa
prinsip
kekhususan mempunyai beberapa aspek antara lain: a). Spesifik terhadap
kelompok otot yang di latih. b). Spesifik terhadap pola gerakkan (movement
patern). Walaupun sistem energi utamanya (preedominant energy system )
tetapi pola gerakannya berbeda. c). Sistem energi utama predominan sprinter
berbeda dengan pelari marathon walaupun pola gerak serta kelompok otot
yang terlibat sama, d). Sudut sendi harus diperhatikan khususunya pada
latihan. Kalau latihan itu melibatkan satu sendi maka tentukan sudut sendi
sedemikian rupa sehingga tidak melibatkan peranan sendi-sendi lainya.
c.
Prinsip individual (the principles of individuality).
Bompa (1994:35) menjelaskan bahwa latihan harus memperhatikan dan
memperlakukan seseorang sesuai dengan tingkatan kemampuan, potensi,
karakteristik belajar dan kekhususan olahraga. Seluruh konsep latihan harus
direncanakan sesuai dengan karakteristik fisiologis dan psikologis seseorang,
sehingga tujuan latihan dapat di tingkatkan secara wajar. Menurut Harsono
(1988:89) faktor-faktor sperti umur, bentuk tubuh, kedewasaan, latarbelakan
pendidikan,
lamanya
latihan,
tingkat kesegaran jasmani,
serta ciri
33
psikologisnya semua
harus ikut dipertimbangkan dalam merancang suatu
program latilan.
d. Prinsip beban latihan meningkat bertahap (the tprinciples of progressive
increaseload).
Seseorang yang melakukan latihan, pemberian beban harus ditingkatkan
secara bertahap, teratur dan panjang hingga mencapai beban maksimum
(Bompa, 1994: 44).
e.
Prinsip kembali asal (the principles of reversibility).
Bahwa kebugaran yang telah dicapai seseorang akan berangsur-angsur
menurun bahkan bisa hilang sama sekali, jika latihan tidak di kerjakan secara
teratur dengan takaran yang tepat. Kualitas yang diperoleh selama latihan
akan menurun kembali apabila tidak melakukan latihan dalam waktu
beberapa minggu,
atau setiap hasil latihan
kalau tidak dipelihara akan
kembali seperti semula. Oleh karena itu atlet / individu harus berusaha
berlatih untuk dapat memelihara kondisi fisik tubuhnya.
5. Sistem Energi pada Latihan
a.
Aktivitas Aerobik & Anaerobik Latihan
Sistem energi pedoman yang digunakan dalam suatu latihan, dikenal
adanya latihan aerobik dan anaerobik. Latihan aerobik mendiskripsikan
latihan yang berlangsung
dalam keberadaan oksigen yang disediakan pada
jaringan otot melalui sistem kardiorespirasi (Sleamaker, 1989:60). Latihan
aerobik ini merangsang kerja jantung, pembuluh darah dan paru . Jantung
akan menjadi lebih kuat, memompkan darah lebih banyak dengan denyut
34
jantung yang makin berkurang, sehingga persediaan volume darah secara
keseluruhan meningkat.
Sedangkan paru memproses udara lebih banyak dengan usaha yang lebih
kecil (Hazeldine, 1989:2). Menurut Janssen (1989:25) karena pengaruh latihan
V02 maks dapat meningkat, dan yang terpenting bahwa latihan juga akan
mempengaruhi pasokan energi secara aerobik, sehingga beban kerja aerobik
akan dapat di capai pada tingkat yang lebih tinggi. Dengan demikian ambang
anaerobik juga dapat dicapai pada persentase VO2 maks yang lebih tinggi
sehingga latihan akan dapat meningkatkan kapasitas aerobik maksimal.
Berbagai jenis olahraga baik olahraga dengan gerakan-gerakan yang
bersifat konstan seperti jogging, marathon dan bersepeda atau juga pada
olahraga yang melibatkan gerakan-gerakan yang explosif seperti menendang
bola atau gerakan smash dalam olahraga tenis atau bulutangkis, jaringan otot
hanya akan memperoleh energi dari
pemecahan
molekul
adenosine
triphospate atau yang biasa disingkat sebagai ATP.
Melalui simpanan energi yang terdapat didalam tubuh yaitu simpanan
phosphocreatine (PCr), karbohidrat, lemak dan protein, molekul ATP ini akan
di hasilkan melalui metabolisme energi yang akan melibatkan beberapa reaksi
kimia yang kompleks. Pengunaan simpanan-simpanan energi tersebut beserta
jalur metabolisme energi yang akan digunakan untuk menghasilkan molekul
ATP ini juga akan bergantung terhadap jenis aktivitas serta intensitas yang di
lakukan saat berolahraga.
35
Secara umum aktivitas yang terdapat dalam kegiatan olahraga akan
terdiri dari kombinasi 2 jenis aktivitas yaitu aktivitas yang bersifat aerobik dan
dan aktivitas yang bersifat anaerobik. Kegiatan /jenis olahraga yang bersifat
ketahanan seperti jogging, marathon, triathlon dan juga bersepeda jarak jauh
merupakan jenis olahraga dengan komponen aktivitas aerobik yang dominan
sedangkan kegiatan olahraga yang membutuhkan tenaga besar dalam waktu
singkat seperti angkat berat, push-up, sprint atau juga loncat jauh merupakan
jenis olahraga dengan komponen komponen aktivitas
anaerobik
yang
dominan.
Namun dalam beragamnya berbagai cabang olahraga akan terdapat jenis
olahraga atau juga aktivitas latihan dengan satu komponen aktivitas yang
lebih dominan atau juga akan terdapat cabang olahraga yang mengunakan
kombinasi antara aktivitas yang bersifat aerobik dan anaerobik.
Aktivitas aerobik merupakan aktivitas yang bergantung terhadap
ketersediaan
oksigen untuk membantu proses pembakaran sumber energi
sehingga juga akan bergantung terhadap kerja optimal dari organ-organ tubuh
seperti jantung paru-paru dan juga pembuluh darah untuk dapat mengangkut
oksigen agar proses pembakaran sumber energi dapat berjalan dengan
sempurna. Aktivitas ini biasanya merupakan aktivitas olahraga dengan
intensitas rendah, sedang yang dapat di lakukan secara kontinyu dalam waktu
yang cukup lama sepeti jalan kaki, bersepeda atau juga jogging.
Aktivitas anaerobik merupakan aktivitas dengan intensitas tinggi yang
membutuhkan energi secara cepat dalam waktu yang singkat namun tidak
36
dapat di lakukan secara kontinu untuk durasi waktu yang lama. Aktivitas ini
biasanya juga akan membutuhkan interval istirahat agar ATP dapat di
regenerasi sehingga kegiatannya dapat dilanjutkan kembali. Contoh dari
kegiatan/jenis olahraga yang memiliki aktivitas anaerobik dominan adalah lari
cepat (sprint), push-up, body building, gimnastik atau juga loncat jauh.
Dalam beberapa jenis olahraga beregu atau juga individual akan terdapat
pula gerakan-gerakan/aktivitas sepeti
meloncat, mengoper, melempar,
menendang bola, memukul bola atau juga mengejar bola dengan cepat yang
bersifat anaerobik. Oleh sebab itu maka beberapa cabang olahraga seperti
sepakbola, bola basket atau juga tenis lapangan disebutkan merupakan
kegiatan olahraga dengan kombinasi antara aktivitas aerobik dan anaerobik.
b.
Sistem Metabolisme Energi Anaerobik
Creatine (Cr) merupakan jenis asam amino yang tersimpam didalam
otot sebagai sumber energi. Didalam otot, bentuk creatine yang sudah terfosforilasi yaitu phosphocreatine (PCr) akan mempunyai peranan penting
dalam proses metabolisme energi secara anaerobik di dalam otot untuk
menghasilkan ATP.
Dengan bantuan enzim creatine kinase, phosphocreatine (PCr) yang
tersimpan didalam otot akan dipecah menjadi (inorganik fosfat) dan creatine
dimana proses ini juga akan disertai dengan pelepasan energi sebesar 43 kJ (10.3
kkal) untuk tiap 1 mol PCr. Inorganik fosfat (Pi) yang di hasilkan melalui proses
pemecahan PCr ini melalui proses fosforilasi dapat mengikat kepada molekul ADP
37
(adenosine diphospate) untuk kemudian kembali membentuk molekul ATP
(adenosine triphospate).
Melalui proses hidrolisis PCr, energi dalam jumlah besar (2.3 mmol
ATP/kg berat basah otot per detiknya) dapat di hasilkan secara instant untuk
memenuhi kebutuhan energi pada saat berolahraga dengan intensitas tinggi
yang bertenaga. Namun karena terbatasnya simpanan PCr yang terdapat di
dalam jaringan otot yaitu hanya sekitar 14-24 mmol ATP/ kg berat basah
maka energi yang dihasilkan melalui proses hidrolisis ini hanya dapat bertahan
untuk mendukung aktivitas anaerobik selama 5-10 detik.
Karena fungsinya sebagai salah satu sumber energi tubuh dalam aktivitas
anaerobik, supplementasi creatine mulai menjadi popular pada awal tahun
1990-an setelah berakhirnya Olimpiade Barcelona. Creatine dalam bentuk
creatine monohydrate telah menjadi suplemen nutrisi yang banyak digunakan
untuk meningkatkan kapasitas aktivitas anaerobik.
Namun secara alami, creatine ini akan banyak terkandung didalam
bahan makanan protein hewani seperti daging dan ikan. Data dari hasil-hasil
penelitian dalam bidang olahraga yang telah di lakukan menunjukan bahwa
konsumsi creatine sebanyak 5-20 g per harinya secara rutin selama 20 hari
sebelum musim kompetisi berlangsung dan menguranginya menjadi 5 gr/hari
saat memulai kompetisi dapat memberikan peningkatan terhadap jumlah
creatine & phosphocretine didalam otot di mana peningkatannya ini juga akan
di sertai dengan peningkatan dalam performa latihan anaerobik.
38
Data juga membuktikan bahwa cara terbaik untuk ‘mengisi’ creatine
didalam otot pada saat menjalani rutinitas latihan adalah mengimbanginya
dengan mengkonsumsi karbohidrat dalam jumlah besar & mengkonsumsi
lemak dalam jumlah yang kecil.
c.
Sistem Metabolisme Energi Aerobik
Pada jenis-jenis olahraga yang bersifat ketahanan (endurance) seperti
lari marathon, bersepeda jarak jauh (road cycling) atau juga lari 10 km,
produksi energi di dalam tubuh akan bergantung terhadap sistem metabolisme
energi secara aerobik melalui pembakaran karbohidrat, lemak dan juga sedikit
dari pemecahan protein. Oleh karena itu, maka atlet-atlet yang berpartisipasi
dalam ajang-ajang yang bersifat ketahanan ini harus mempunyai kemampuan
yang baik dalam memasok oksigen ke dalam tubuh agar proses metabolisme
energi secara aerobik dapat berjalan dengan sempurna.
Proses
metabolisme
energi
secara
aerobik
merupakan
proses
metabolisme yang membutuhkan kehadiran oksigen (O2) agar prosesnya
dapat berjalan dengan sempurna untuk menghasilkan ATP. Pada saat
berolahraga, kedua simpanan energi tubuh yaitu simpanan karbohidrat
(glukosa darah, glikogen otot dan hati) serta simpanan lemak dalam bentuk
trigeliserida akan memberikan kontribusi terhadap laju produksi energi secara
aerobik di dalam tubuh. Namun bergantung terhadap intensitas olahraga yang
di lakukan, kedua simpanan energi ini dapat memberikan jumlah kontribusi
yang berbeda.
39
Agar dapat berfungsi selama aktivitas berlangsung, otot tetap
memerlukan energi sebagai mana aktivitas biologis lainnya. Otot memperoleh
energi dari sistem oksidasi, ini tidak dapat langsung di gunakan untuk proses
biologis termaksud pada sistem kerja otot, energi dari bahan makanan ini
terlebih dahulu membentuk senyawa kimia berenergi tinggi yang disebut
Adenocine Tri Phosfat (ATP).
Menurut Fox (1993) bahwa proses pembentukan kembali ATP dalam
tubuh di peroleh melalui sistem ATP-PC (sistem Fosfagen), sistem glikolisis
an-aerobik (sistem Asam laktat ) dan sistem aerobik.
a.
Sistem Fosfagen
ATP yang tersedia dalam tubuh sangat terbatas jumlahnya, bila kita
inging agar otot itu berkontraksi berulang-ulang, maka ATP yang digunakan
otot harus bentuk kembali. Sistem fosfagen ini merupakan sistem energi yang
paling cepat dan paling banyak di gunakan dalam cabang olahraga yang
memerlukan kecepatan dengan intensitas yang tinggi dalam batas waktu
antara 1-7 detik.
b.
Sistem Glikolisis Anaerobik (Lactid Acid System)
Oleh karena sistem cadangan ATP-PC telah menipis dan tidak
tersedianya oksigen maka pembentukan kembali ATP dapat di lakukan
dengan cara pemecahan glikogen, proses ini biasa disebut sistem glikolisis
anaerobik. Sistem ini memerlukan lebih banyak reaksi kimia secara berurutan
sehingga pembentukan ATP melalui sistem ini berjalan lambat. Pada sistem
40
ini biasa digunakan pada olahraga yang memerlukan waktu 1 – 3 menit
dengan intensitas submaksimal.
c.
Sistem Aerobik
Untuk olahraga ketahanan yang tidak memerlukan gerakkan yang cepat
pembentukkan ATP terjadi dengan metabolisme aerobik. Bila cukup oksigen
maka 1 mol glikogen dipecah secara sempurna menjadi CO2 dan H2O, serta
mengeluarkan energi yang cukup untuk resistensi 39 mol ATP. Untuk reaksi
tersebut diperlukan beratus-ratus reaksi kimia dan enzim. Pada sistem aerobik
ini biasanya di gunakan pada olahraga yang memerlukan waktu 3 menit keatas
dengan intensitas yang rendah/sedang.
Latihan circuit yang dieskperimenkan dalam penelitian ini dimana waktu
kerja di lakukan dengan intensitas rendah/sedang serta dalam waktu selama
10 – 20 menit Istirahat dari stasiun ke lainnya 15-20 detik, maka sistem enegi
yang digunakan adalah sistem oksigen maksimal.
C.
1.
Hakikat Latihan Sirkuit ( Circuit Training )
Pengertian Circuit Training
Latihan sirkuit adalah salah bentuk latihan yang lazim digunakan untuk
mengukur tingkat kebugaran jasmani. Latihan sirkuit terdiri atas beberapa bentuk
aktivitas komponen fisik yang terpadu dan berkesinambungan dengan membentuk
pos-pos khusus. Pada setiap pos dapat ditentukan bentuk dan teknik gerakan atau
aktivitas fisik yang harus dilakukan, sesuai dengan petunjuk yang telah
ditetapkan. Adapun jumlah pos dapat disesuaikan dengan rencana program latihan
atau kebutuhan komponen fisik yang akan dilatih. Sistem circuit training
41
diperkenalkan oleh Morgan dan Adamson pada tahun 1953 di University of Leeds
di Negara Inggris.
Latihan sirkuit (circuit training) adalah salah bentuk latihan yang lazim di
gunakan untuk mengukur tingkat kebugaran jasmani. Latihan sirkuit terdiri atas
beberapa bentuk aktivitas komponen fisik yang terpadu dan berkesinambungan
dengan membentuk pos-pos khusus. Pada setiap pos dapat di tentukan bentuk dan
teknik gerakan atau aktivitas fisik yang harus dilakukan, sesuai dengan petunjuk
yang telah di tetapkan. Adapun jumlah pos dapat di sesuaikan dengan rencana
program latihan atau kebutuhan komponen fisik yang akan dilatih
Beberapa pendapat tentang sirkuit training dikemukakan oleh beberapa
pakar sebagai berikut: Menurut M. Sajoto (1998), latihan sirkuit adalah suatu
program latihan terdiri dari beberapa stasiun dan di setiap stasiun seorang
atlet melakukan jenis latihan yang telah ditentukan. Satu sirkuit latihan
dikatakan selesai, bila seorang atlet telah menyelesaikn latihan di semua
stasiun sesuai dengan dosis yang telah ditetapkan.
Menurut Soekarman (1987), latihan sirkuit adalah suatu program
latihan yan dikombinasikan dari beberapa item-item latihan yang tujuannya
dalam melakukan suatu latihan tidak akan membosankan dan lebih efisien.
Latihan sirkuit akan tercakup latihan untuk: 1) kekuatan otot, 2) ketahanan
otot, 3) kelentukan, 4) kelincahan, 5) keseimbangan dan 6) ketahanan
jantung paru. Latihan-latihan harus merupakan siklus sehingga tidak
membosankan. Latihan sirkuit biasanya satu sirkuit ada 6 sampai 15 stasiun,
42
berlangsung selama 10-20 menit. Istirahat dari stasiun ke lainnya 15-20
detik.
Menurut J.P. O’Shea yang dikutip M. Sajoto (1995) ada dua program
latihan sircuit, yang pertama bahwa jumlah stasiun adalah 8 tempat. Satu
stasiun diselesaikan dalam waktu 45 detik, dan dengan repetisi antara 15-20
kali, sedang waktu istirahat tiap stasiun adalah 1 menit atau kurang.
Rancangan kedua dinyatakan bahwa jumlah stasiun antara 6-15 tempat. Satu
stasiun diselesaikan dalam waktu 30 detik, dan satu sirkuit diselesaikan
antara 5-20 menit, dengan waktu istirahat tiap stasiun adalah 15-20 detik.
Bompa menyatakan bahwa sirkuit training adalah salah satu nama
latihan dengan stasiun yang dilakukan secara circle atau berurutan hingga
kembali kesemula yang dapat terdiri dari circuit pendek 6-9 stasiun, circuit
menengah 9-12, circuit panjang 12-15.Setiawan mengungkapkan bahwa
latihan sirkuit dapat mengembangkan kondisi fisik seperti daya tahan,
kelentukan, kelincahan, dan kekuatan. Satu kali latihan dalam setiap stasiun
dilakukan 30 detik dan satu sirkuit dilakukan 15-20 menit. Kemudian
istirahat antar stasiun adalah 15-20 detik, dan istirahat satu circuit 1-3
menit.. Menurut Fox (1993: 693) bahwa latihan adalah suatu program latihan
fisik untuk mengembangkan seorang atlit dalam menghadapi pertandingan
penting. Peningkatan kemampuan ketrampilan dan kapasitas energi
diperhatikan sama.
Harsono mengungkapkan
bahwa
keuntungan
latihan
dengan
menggunakan sistem sirkuit adalah; a) meningkatkan berbagai komponen
43
kondisi fisik secara serempak dalam waktu relatif singkat, b) setiap atlet
dapat berlatih menurut kemajuannya masing-masing, c) setiap atlet dapat
mengkoreksi kemajuannya sendiri, d) latihan mudah di awasi, e) hemat
waktu, karena dalam waktu yang relatif singkat dapat menampung banyak
orang berlatih sekaligus. Menurut Morgan dan Adamson (1972:13-14), metode
Circuit traning
adalah suatu cara latihan yang bertujuan untuk meningkatkan
kekuatan dan daya tahan otot, serta daya tahan sistem peredaran darah dan
pernafasan (circu-10-respiratory endurance).
Menurut Annarino (1976:12), metode Circuit traning adalah suatu cara
latihan kondisi fisik yang meliputi ulangan (repetition) latihan dengan
pembebanan yang meningkat dengan pembatasan waktu tertentu.
Menurut Wade Allen (1967:151), metode Circuit traning
adalah suatu
cara latihan kondisi fisik yang bertujuan dan berusaha untuk mengembangkan
fungsi jantung, pernafasan dan pembuluh darah melalui penambahan ulangan
dengan pembebanan tertentu dan berusaha mengurangi waktu yang di gunakan
untuk melakukan rangkaian latihan.
Dari beberapa pendapat tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa
latihan sirkuit adalah suatu bentak latihan berantai yang dilakukan beberapa
pos dan aetiap pos dilakukan dengan fariasi-fariasi tertentu dengan tujuan
untuk meningkatkan daya tahan kardiovaskuler
Latihan sirkuit pada umumnya dilakukan di satu tempat yang cukup luas
dan representatif untuk menunjang pelaksanaan latihan tersebut. Latihan ini juga
dapat dilaksanakan di tempat-tempat yang ada di lingkungan sekitar. Misalnya,
44
taman kota, taman kantor atau sekolah, ruang fitnes, lapangan, atau lahan yang
cukup luas.
Circuit Training merupakan salah satu metode pengondisian yang pada
mulanya di pelopori Adamson dan Morgan (1972:24) anggota staf pengajar pada
Universitas Leeds lnggris memperkenalkan metode latihan ini kepada para
mahasiswa dengan maksud untuk membina kondisi fisik pada mahasiswa. Oleh
Universitas Leed Inggris sekitar tahun 70-an. Circuit Training adalah program
dengan berbagai jenis beban kerja yang dilakukan secara simultan dan terus
menerus dengan di selingi istirahat pada pergantian jenis beban kerja tersebut.
Program pelatihan ini sangat baik, karena dapat membentuk berbagai kondisi fisik
secara serempak.
Bentuk pelatihan sirkuit (Circuit Training) memiliki tiga karakteristik
yaitu; 1). Meningkatkan kesegaran kardiorespirasi dan kesegaran otot. 2).
Menerapkan prinsip tahanan progresif. 3). Memungkinkan banyak individu
berlatih dalam waktu yang sama, di dasarkan pada kemampuan tiap individu, dan
memperoleh latihan maksimal dalam waktu pendek.
Circuit training adalah suatu sistim latiham yang dapat memperbaiki
secara serempak fitnes keseluruhan dari tubuh, yaitu unsur power, daya tahan,
kekuatan, kelincahan, kecepatan, dan lain-lain. Program latihan sirkuit harus di
rencankan sedemikian rupa sehinga latihan yang di maksudkan mengenai sesuai
dengan sasaran yang ingin di capai sesuai cabang olahraga yang di maksud.
Program latihan yang di kemukan oleh E.l.Fok di lakukan dengan 6–15 Stasiun
tempat latihan. Satu latihan dalam satu stasiun di selesaikan dalam 30 detik. Satu
45
serkuit di selesaikan antra 5 – 20 menit, dengan waktu istirahat tiap stasiun adalah
15 – 20 detik. Tentang jumlah frekwensi 3 kali perminggu dengan lama latihan
sekurang-kurang nya 6 minggu.
Metode Circuit traning
berbentuk rangkaian
latihan, di bedakan
berdasarkan atas banyaknya butir latihan dalam setiap set sirkuit (Morgan, 1972 :
12). Latihan yang dimaksud adalah
sebagai berikut: 1) Sirkuit pendek, terdiri
dari 6 butir setiap set sirkuit. 2) Sirkuit normal, terdiri dari 9 butir setiap set
sirkuit. 3) Sirkuit panjang, terdiri dari 12 butir setiap set sirkuit.
1.
Bentuk - bentuk Circuit Training
Berikut ini dibuatkan bentuk metode Circuit
training dengan
menggunakan 7 pos. Patokan yang di gunakan adalah jumlah repetisi atau
ulangan melakukan latihan. Yang paling baik adalah atlet yang dapat melakukan
seluruh rangkaian latihan 7 pos dalam waktu yang paling singkat:
Pos 1 : Shuttle run (siswa lari mengambil dan memindahkan benda selama 30
detik jarak 6 meter. Lari antara dua titik dengan jarak kurang lebih 5
meter
dengan membungkukkan badan untuk menyentuh masing-
masing titik atau memindahkan tongkat
46
Pos 2 : Naik turun bangku (atlet berdiri disamping bangku kemudian melompat
dan mendarat diatas bangku kemudian melompat turun lagi selama 30
detik).
Pos 3 :Push Up (atlet di suruh telungkup kedua tangan dan kaki diluruskan,
kemudian membengkokan kedua tangan dan meluruskannya kembali)
lakukan 30 dtk.
47
Pos 4 : Lempar bola ke dinding (berdiri menghadap dinding dalam jarak 2
meter sambil memegang bola, kemudian lemparkan bola dan tangkap
lagi). 30 detik
Pos 5 : Squathrush
(berdiri kemudian melompat keatas langsung jongkok,
taruh lengan dilantai, lemparkan kaki lurus ke belakang, jongkok lagi
dan melompat) lakukan selama 30 detik
48
Pos 6 : lari zig-zag (lari belok-belok) selama 30 detik ( jarak 10 meter )
Pos 7 :
2.
Skiping (bermain lompat tali ) selama 30 detik
Langkah-Langkah Melakukan Latihan Sirkuit
Langkah-langkah melakukan circuit training menurut Costill (1986)
adalah sebagai berikut.
a. Persiapkan lapangan dan alat yang akan digunakan untuk circuit training.
Setiap siswa diberi penjelasan mengenai bagaimana setiap bentuk latihan
di setiap pos harus dilakukan. Demikian pula berapa ulangan atau berapa
kali setiap bentuk latihan tersebut harus dilakukan.
b. Kemudian, setiap siswa mencoba melakukan setiap bentuk latihan tersebut
di setiap pos. Dengan demikian, mereka lebih mengenal setiap bentuk
49
latihan, sehingga kesalahan atau kegagalan dalam melaksanakannya dapat
di hindari atau ditekan sekecil mungkin.
c. Siswa mulai melakukan circuit training tersebut dan berusaha dengan
sebaik-baiknya untuk menyelesaikan sirkuit dalam waktu yang sesingkatsingkatnya. Pencatatan waktu di lakukan untuk menentukan berapa lama
waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu sirkuit
d. Selesai melakukan sirkuit, waktunya dicatat dengan teliti hingga
sepersepuluhan detik dan berapa waktu yang di butuhkan untuk
menyelesaikan satu sirkuit tersebut. Waktu ini di sebut initial trial time
atau waktu yang di catat pertama kali diselesaikannya tugas.
e. Atas dasar initial trial time ini kemudian ditetapkan suatu target tertentu,
yaitu waktu sasaran yang harus dicapainya kelak target waktu ini biasanya
di tetapkan 1/3 lebih singkat dari initial trial time-nya. Contohnya, apabila
initial trial time adalah 5 menit 30 detik atau 330 detik, maka target waktu
adalah 330 – 1/3x330 detik = 220 detik atau 3 menit 40 detik. Untuk
mencapai target waktu ini memang berat dan membutuhkan waktu yang
lama. Mungkin pula target waktu ini tidak pernah tercapai oleh siswa.
Akan tetapi, dengan perbaikan waktu pada setiap kali siswa melakukan
circuit training tersebut, dapat diperkirakan bahwa kondisi fisik, daya
tahan, kecepatan, kekuatan, dan lainnya sudah meningkat.
Jadi untuk memaksimalkan VO2 Maks
sebaiknya pada masa
pertumbuhan, dengan harapan fungsi Cardiorespirasi akan baik. Oleh karena
alasan tersebut olahraga sangat penting dalam memaksimalkan sistem
50
cardiorespirasi karena dengan berolahraga kita akan melatih kekuatan otot-otot
jantung, paru-paru, elastisitas otot, dan meningkatkan jumlah dan besarnya
mitokondria yang berfungsi sebagai penghasil energi yang di gunakan untuk kerja
otot untuk melakukan aktifitas.
4.
Cara Melakukan Circuit Training
Cara melakukan Circuit training atau latihan sirkuit adalah :
a. Dalam suatu daerah atau area tertentu ditentukan beberapa pos, misalnya 10
pos
b. Di setiap pos, atlet diharuskan melakukan suatu bentuk latihan tertentu
c. Biasanya berbentuk latihan kondisi fisik seperti kekuatan, daya tahan,
kelincahan, daya tahan dan sebagainya.
d. Latihan dapat dilakukan tanpa atau dengan menggunakan bobot atau beban.
e. Bentuk-bentuk latihan setiap pos antara lain seperti lari zig-zag, pull-up,
lempar bola, squat jump, naik turun tambang, press, squat thrust, rowing, dan
lari 200 meter secepatnya.
5.
Prinsip-Prinsip Dasar Latihan Sirkuit
Program latihan sirkuit hendaknya menerapkan prinsip-prinsip dasar
latihan guna mencapai kinerja fisik yang maksimal bagi seseorang. Prinsip-prinsip
dasar latihan yang secara umum harus diperhatikan adalah sebagai berikut:
a.
Prinsip beban berlebih (the overload principles).
Pendapat Fox (1993: 687) dikemukakan bahwa intensitas kerja harus
bertambah secara bertahap melebihi ketentuan program latihan merupakan
kapasitas kebugaran yang bertambah baik. Bompa (1994: 29) bahwa
51
pemberian beban latihan yang melebihi kebiasaan kegiatan sehari-hari secara
teratur. Hal itu bertujuan agar system fisiologis dapat menyesuaikan dengan
tuntutan fungsi yang dibutuhkan untuk tingkat kemampuan tinggi.
c.
Prinsip kekhususan (the principles of specificity).
Latihan harus bersifat khusus sesuai dengan kebutuhan olahraga dan
pertandingan yang akan dilakukan. Perubahan anatomis dan fisiologis
dikaitkan dengan kebutuhan olahraga dan pertandingan tersebut (Bompa,
1994: 32).
d.
Prinsip individual (the principles of individuality).
Bompa (1994: 35) menjelaskan bahwa latihan harus memperhatikan
dan memperlakukan seseorang sesuai dengan tingkatan kemampuan, potensi,
karakteristik belajar dan kekhususan olahraga. Seluruh konsep latihan harus
direncanakan sesuai dengan karakteristik fisiologis dan psikologis seseorang,
sehingga tujuan latihan dapat ditingkatkan secara wajar.
e
Prinsip beban latihan meningkat bertahap (The trinciples of progressive
increase load)
Seseorang yang melakukan latihan, pemberian beban harus ditingkatkan
secara bertahap, teratur dan ajeg hingga mencapai beban maksimum (Bompa,
1994: 44)
1.
f. Prinsip Kembali Asal (the principles of reversibility).
Djoko P.I (2000: 11) bahwa kebugaran yang telah dicapai seseorang akan
berangsurangsur menurun bahkan bisa hilang sama sekali, jika latihan tidak
dikerjakan secara teratur dengan takaran yang tepat.
52
6.
Keuntungan Circuit Training
Keuntungan latihan sirkuai aalah
(a)Melatih kekuatan jantung dan
menurunkan tekanan darah sama baiknya dengan latihan aerobic.
semua anggota tubuh (total body workout).
(c)
(b)
Melatih
Ketahanan, daya tahan otot akan
terlatih dan kemampuan adaptasi meningkat. (d) Membentuk otot yang terdefinisi
jelas dan kering.
(e)
Waktu yang digunakan untuk circuit training lebih cepat
daripada waktu yang digunakan untuk gym (g) Tidak memerlukan alat gym yang
mahal.
7.
(h)
Dapat disesuaikan diberbagai area atau tempat latihan.
Kekurangan Circuit Training
Meskipun latihan sirkuit sangat cocok untuk mengembangkan daya tahan
kekuatan atau ketahanan otot local, akan tetapi hal ini kurang cocok untuk
membangun massal otot. Walaupun beberapa keuntungan kekuatan potensial,
latihan sirkuit akan memberikan hasil yang kurang dalam cara kekuatan maksimal
dibandingkan langsung latihan beban. Durasi dari beberapa stasiun rangkaian
pelatihan dapat di wilayah 45 sampai 60 detik, dan dalam beberapa kasus selama
dua menit. Sirkuit ini biasanya berarti bahwa jumlah pengulangan dilakukan pada
setiap stasiun relatif tinggi, menempatkan setiap latihan lebih lanjut terhadap daya
tahan akhir intensitas kontinum.
Mereka yang ingin meningkatkan atau mengoptimalkan kekuatan otot
massal ( hipertrofi ) dapat mengurangi jumlah pengulangan dilakukan dan
meningkatkan berat badan yang akan diangkat atau meningkatkan intensitas,
ketika hidrolik atau elastis digunakan. Di sisi lain, panjang stasiun lagi sangat
cocok untuk setiap jantung ( aerobik ) stasiun termasuk dalam rangkaian kali
53
Station dapat dikurangi menjadi 75 atau 100 detik ketika semua peserta memiliki
tingkat pengalaman yang memadai. Mengurangi kali stasiun akan mendorong
peserta untuk mengangkat beban lebih berat, yang berarti mereka dapat mencapai
overload dengan sejumlah kecil pengulangan: di kisaran 25 sampai 50 tergantung
pada mereka. Namun, ini menyediakan sedikit waktu untuk instruktur untuk
memastikan bahwa kegiatan tersebut tetap aman dan efektif dengan mengamati
teknik, postur, dan bentuk.
D.
Hasil Penelitian Yang Relevan
2. Penelitian Bintara Arif, Bintara A. (2014) dengan
judul Pengaruh
latihan Sikuit kombinasi teknik terhadap tingkat kebugaran aeobik, teknik
passing dan kelenturan anggota ekstra kurikuler Sepak bola SMA Negeri
1 Sragen.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Latihan Sirkuit
Kombinasi Teknik Terhadap Tingkat Kebugaran Aerobik, Teknik Passing,
dan Kelentukan Anggota Ekstrakurikuler Sepakbola SMA Negeri 1
Sayegan. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yaitu preexperimental designs (nondesigns) dengan teknik tes untuk pengambilan
datanya. Teknik sampling yang digunakan adalah purpossive sampling.
Sampel dalam penelitian ini adalah 16 siswa putra SMA Negeri 1
Sayegan. Instrumen Kelentukan menggunakan Sit and reach test,
Kebugaran Aerobik menggunakan cooper test, Keterampilan Passing
menggunakan tes sepak dan tahan bola (passing and controlling). Analisis
data
dalam
penelitian
ini
menggunakan
uji-t,
yaitu
dengan
54
membandingkan hasil pretest dengan posttest pada kelompok eksperimen.
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai uji-t antara pretest dan
posttest latihan sirkuit terhadap kelentukan yang memiliki nilai t hitung 4.392, p = 0.001, karena p < 0,05 maka ada peningkatan yang signifikan.
Hasil uji statistik di peroleh nilai uji-t antara pretest dan posttest latihan
sirkuit terhadap tingkat kebugaran jasmani yang memiliki nilai t hitung
7.388, p = .000, karena p < 0,05 maka ada peningkatan yang signifikan.
Hasil uji statistik diperoleh nilai uji-t antara pretest dan posttest latihan
sirkuit terhadap keterampilan passing yang memiliki nilai t hitung -6.708,
p = .000, karena p < 0,05, maka ada peningkatan yang signifikan.
Berdasarkan analisis hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan
bahwa ada pengaruh latihan sirkuit terhadap kelentukan, tingkat kebugaran
jasmani, dan keterampilan passing pemain sepak bola di SMA Negeri 1
Sayegan.
3. Penelitian Petrus Tri F, (2012) Pengaruh Latihan Sirkuit Training Durasi
2 X 30 Detik Dan 60 Detik Terhadap Kecepatan, Kelincahan, Dan Volume
Oksigen Maksimal Pada Tim Bola Basket Putra SMA Negeri 5 Semarang
Tahun 2010.
Hasil penelitian ini diperoleh hasil tidak ada pengaruh latihan sirkuit
durasi 2 x 30 detik terhadap kecepatan, kelincahan dan VO2 max pada
pemain basket seperti tampak pada tabel 4.3 menunjukkan bahwa harga t =
0.715 sedangkan dengan signifikansi sebesar 0,493. Tidak ada pengaruh
latihan sirkuit durasi 60 detik terhadap kecepatan, kelincahan dan VO2
55
max pada pemain basket seperti tampak pada tabel 4.3 menunjukkan
bahwa harga t = 1.485 sedangkan dengan signifikansi sebesar 0,172. Tidak
ada perbedaaan pengaruh metode sirkuti antara 2 x 30 detik dan 60 detik
dalam meningkatkan kecepatan, kelincahan dan VO2 max pada pemain
bola basket menunjukkan bahwa harga Fo = 0,078 sedangkan dengan
signifikansi sebesar 0,783 Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil
penelitian ini adalah Tidak ada pengaruh latihan sirkuit durasi 2 x 30 detik
terhadap kecepatan, kelincahan dan VO2 max pada tim bola basket. Tidak
ada pengaruh latihan sirkuit durasi 60 detik terhadap kecepatan,
kelincahan dan VO2 max pada tim bola basket. Tidak terdapat perbedaan
pengaruh metode sirkuit antara 2 x 30 detik dan 60 detik dalam
meningkatkan kecepatan, kelincahan dan VO2 max pada tim bola basket.
Penulis memberikan saran perlunya pengembangan metode latihan yang
tepat dari guru dan pelatih agar siswa dapat meningkatkan kecepatan,
kelincahan dan VO2 max yang optimal, dengan cara membuka wawasan
seluas-luasnya tentang permainan bolabasket, baik melalui media cetak,
media elektronik maupun sumber lainnya.
4. Penelitian Suginto (2011) “Dampak metode latihan
circuit
terhadap
keluatan otot dan gaya tahan aerobic” Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode eksperimen. Penelitian digunakan teknik total
sampling, sampel yang digunakan sebanyak 10 orang. Instrumen atau alat
pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes multi
tahap (bleep test) dan 1RM test.
56
Kesimpulan
dari
penelitian
ini
adalah
metode circuit
training memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan
kekuatan otot, Metode circuit training memberikan pengaruh yang sign
terhadap daya tahan aerobik.
5. Penelitian Endrawan Sugiharto (2012) dengan Judul Pengaruh latihan
Sirkuit 4 Pos terhadap tingkat kebugaran jasmani siswa puteri kelas IV
SDN 1 Labuhan ratu”
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh latihan sirkuit
(4 pos) dalam meningkatkan kebugaran jasmani siswa putri kelas IV dan
V SDN 1 Labuhan Ratu Tahun Pelajaran 2011/2012. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperiment dengan desain
penelitian Randomized Pretest-Posttes Design.. Teknik Analisis data yang
digunakan adalah Analisis Uji t Hasil analisis data menunjukkan bahwa
latihan sirkuit (4 Pos) dapat meningkatkan tingkat kebugaran Jasmani
siswa putri secara signifikan, berdaarkan analisis diperoleh nilai t hitung =
18,478 jika dibandingkan dengan nilai t = 1,746 maka nilai t hitung > t
tabel tabel , maka ada pengaruh yang signifikan pada kelompok
eksperimen setelah diberi perlakuan berupa latihan berangkai 4 pos.
Sedangkan hasil perhitungan untuk kelompok kontrol diperoleh nilai t =
1,154 jika dibandingkan nilai t tabel = 1,746 maka nilai t hitung < t tabel
hitung . Ini artinya tidak adanya latihan yang diberikan pada kelompok
kontrol, maka tidak adanya pengaruh yang berarti juga terhadap
57
peningkatan hasil TKJI pada siswa kelas IV dan kelas V SDN 1 Labuan
Ratu tahun pelajaran 2011/2012.
E.
Kerangka Pemikiran
Circuit training adalah suatu sistim latiham yang dapat memperbaiki
secara serempak fitnes keseluruhan dari tubuh, yaitu unsur power, daya tahan,
kekuatan, kelincahan, kecepatan, dan lain-lain. Program latihan sirkuit harus di
rencankan sedemikian rupa sehinga latihan yang di maksudkan mengenai sesuai
dengan sasaran yang ingin di capai sesuai cabang olahraga yang di maksud.
Program latihan yang di dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari 7. Satu latihan
dalam satu stasiun di selesaikan dalam 30 detik. Satu serkuit di selesaikan antra 5
– 20 menit, dengan waktu istirahat tiap stasiun adalah 15 – 20 detik. Tentang
jumlah frekwensi 3 kali perminggu dengan lama latihan sekurang-kurang nya 6
minggu.
Latihan Sirkuit adalah program dengan berbagai jenis beban kerja yang
dilakukan secara simultan dan terus menerus dengan diselingi istirahat pada
pergantian jenis beban kerja tersebut, menggunakan prinsip rogresif, dengan
demikian latihan sangat baik karena dapat memacu kerja
jantung paru.
Latihan ini dilakukan secara
otot dan sistim kerja
konsisten dan sistematik sesuai
program latihan dapat di duga dan meningatkan daya tahan jantung paru atau
yang sering di sebut daya atahan aerobik (VO2 Max.
58
F.
Hipotesis
Berdasarkan kajian teoretis dan kerangka berpikir yang telah di
kemukakan pada bagain bab sebelumnya, maka dirumuskan hipotesis penelitian
ini sebagai berikut: Ada pengaruh latihan sirkuit terhadap peningkatan daya tahan
jantung paru pada siswa SMA Neger 10 Kendari.
59
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan februari sampai dengan bulan maret
2016 di SMA Neg 10 Kendari semester 2 tahun pelajaran 2015-2016.
B.
Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan
metode eksperimen yaitu dengan memberikan perlakuan Latihan sirkuit (Circuit
Training).
C.
1.
Populasi dan Sampel
Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X (terdiri dari 5
kelas ) dengan jumlah siswa secara keseluruhan adalah 144 orang. Dengan
rincian kelas populasi pada tabel berikut :
Populasi menurut jumlah siswa setiap kelas.
No
Kelas
Pria
Wanita
Jml
1
X1
18
16
34
2
X2
16
12
28
3
X3
14
16
30
4
X4
16
15
31
5
X5
17
15
32
Jumlah
81
63
144
59
60
1.
Sampel
Sesuai dengan variabel kendali jenis kelamin pria, maka diperoleh jumlah
populasi sebanyak 81 orang, kemudian diseleksi dengan menggunakan teknik
multi stage random sampling diambil sebanyak 40% sehingga diperoleh
sampel sebanyak 32 orang siswa. Selanjutnya ditetapkan sebagai satu
kelompok untuk diberi latihan circuit training.
D.
Desain dan Variabel Penelitian:
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari :
1.
Variabel bebas (Independend) adalah circuit training ( X )
2. Variabel terikat (Dependen ) adalah daya tahan jantung paru (Y)
3. Variabel kendali adalah jenis kelamain pria
E.
DesainPenelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah tes awal-tes akhir (Pretest-Post
Test Design), artinya sebelum diberi perlakuan dilakukan tes awal. Selanjutnya
setelah diberi perlakuan sebanyak 3 kali seminggu selama enam pekan (18 kali
pertemuan) diberikan tes akhir. Desain penelitian ini seperti terlihat pada tabel
dibawah ini :
R
Keterangan:
R
O1
O2
X
O1
X
O2
Sujana (2005)
=
=
=
=
Sampel dipilih secara Random
Data Pre-tes
Data Pos-tes
Kelompok yang diberi perlakukan Latihan Sirkuit
61
F.
Validitas Penelitian
Untuk memperoleh hasil penelitian tentang daya tahan aerobik yang
benar-benar
disebabkan
pengontrolan
terhadap
oleh
adanya
berbagai
perlakuan,
beberapa
maka
perlu
kemungkinan
diadakan
yang
dapat
mempengaruhi hasil penelitian, yakni melalui validitas penelitian. Validitas
tersebut meliputi validitas internal, dan validitas eksternal yang dapat diuraikan
sebagai berikut:
1.
Validitas Internal
Teknik pengontrolan terhadap validitas internal yakni dengan cara
mengendalikan variabel-variabel yang dapat mempengaruhi hasil perlakuan
sebagai berikut :
a.
Pengaruh Sejarah
Pengaruh sejarah dapat dikontrol dengan cara mencegah timbulnya
kejadian-kejadian khusus yang dapat mempengaruhi sampel dan pelaksanaan
perlakuan seperti kebiasaan sehari-hari. Untuk mengatasi hal tersebut, di
usahakan agar pelaksanaan penelitian di lakukan dalam waktu yang tidak
terlalu lama.
b.
Pengaruh Kematangan
Faktor kematangan sulit untuk diatasi, karena hal ini berlangsung secara
alamiah. Oleh karena itu salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan
mengusahakan agar pemberian perlakuan tidak terlalu lama.
62
c.
Pengaruh Kehilangan Peserta Eksperimen
Untuk mengontrol peserta eksperimen dilakukan dengan cara
memperketat pengisian daftar hadir, dan memberikan motivasi secara terus
menerus.
d.
Pengaruh Instrumen Pengukuran
Mengontrol instrumen pengukuran dilakukan dengan cara tidak
merubah penggunaan alat ukur yang di gunakan.
e.
Kontaminasi Antar Kelompok Eksperimen
Untuk mengusahakan agar tidak terjadi kontaminasi antar kelompok
eksperimen, dilakukan dengan cara mengusahakan dan memberitahukan
masing-masing kelompok agar tidak berlatih diluar perlakuan penelitian.
2.
Validitas Eksternal
Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk mendapatkan hasil
pembelajaran
yang benar-benar
representatif
adalah
dengan
melakukan
pengontrolan terhadap validitas eksternal. Terdapat dua macam validitas
eksternal, yakni :
a.
Validitas Populasi
Validitas populasi dapat dikontrol dengan dua cara, yakni : (1).
Menetapkan
subyek
sesuai
dengan
karakteristik
populasi
seperti
pengambilan sampel yang hanya khusus pada siswa putera, (2). Teknik
pengambilan sampel dengan cara tes konsep diri, bertujuan agar
karakteristik sampel dapat mewakili populasi.
63
b.
Validitas Ekologi
Pengontrolan validitas ekologi dilakukan dengan tujuan agar hasil
penelitian dapat digeneralisasikan pada kondisi dan lingkungan lain, guna
menghindari adanya pengaruh reaktif dari penelitian, seperti persiapan,
perlakuan, pelaksanaan perlakuan dan variabel terikat. Validitas ekologi
dapat dikontrol dengan cara : (1). Tidak memberi tahu siswa bahwa mereka
sedang jadi objek penelitian, (2). Tidak mengubah suasana siswa yang
terdahulu, serta memberi perlakuan yang sama terhadap masing-masing
siswa, (3). Guru atau pelatih yang menjalankan perlakuan adalah guru yang
spesialisasinya, dan dibantu oleh asisten pelatih sebanyak dua orang yang
sebelumnya telah di tatar mengenai keseragaman pemberian teknik latihan
irkuit, serta keseragaman dalam memperbaiki kesalahan-kesalahan siswa
yang mungkin terjadi selama perlakuan.
G.
Definisi Operasional Variabel.
Agar tidak memberikan penafsiran yang keliru tentang variabel yang di
maksud dalam penelitian ini adalah :
a.
Circuit Training.
Latihan sirkuit (Circuit Training) yang dimaksudkan dalam variabel
penelitian ini adalah suatu bentuk rangkaian latihan yang terdiri dari 7 pos
circuit latihan yang meliputi : shuttle run, naik turun bangku, push up, lempar
bola ke dinding, squathrush, lari zig-zag, skiping.
64
b.
Kemampuan Jantung Paru
Kemampuan jantung paru yang dimaksud dalam penelitian adalah jumlah
maksimal oksigen yang di gunakan oleh siswa dalam melakukan kegiatan
fisik maksimal yang di ukur dengan tes lari - jalan 15 menit, Balke, (1963).
H.
Instrumen Penelitian
Tes lapangan sederhana untuk mengukur kemampuan jasmani hendaknya
merupakan latihan jasmani yang umum, melibatkan kelompok otot-otot besar dan
mencerminkan respon-respon fungsional umum dalam bekerja sampai batas
kemampuan. Dalam hubungang tersebut Balke (1963:1-8) Mengajukan sebuah
bentuk test lapangan berupa lari-jalan 15 menit dengan mendasarkan pendapatnya
pada Henry yang menyatakan bahwa berjalan
cepat memerlukan oksigen
sebanyak 8-10 kali kebutuhan oksigen saat istirahat.
Dalam sustu percobaan Balke membandingkan kebutuhan energi berbagai
kecepatan lari dengan menggunakan oksigen maksimal diatas treadmill. Hasil tes
menyimpulkan bahwa kebutuhan oksigen pada test lari sebanding dengan
kebtuhan saat lari selama 10-20 menit. Berdasarkan kenyataan tersebut Balke
menyusun tes lapangan lari-jalan 15 menit. Hasil tes tersebut bila dilakukan
dengan sebaik-baik usaha dapat mencerminkan VO2 maks seseorang berdasarkan
hasil tes lari-jalan 15 menit.
Balke Menggunakan Rumus VO2 Maks (Pyke 53: 1980).
VO2 Maks =
65
I.
Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1.Tahap persiapan
a. Membentuk panitia pelaksanaan tes lari-jalan 15 menit yang terdiri
dari beberap orang atau 10 orang siswa dan 7 orang guru yang di
pimpin oleh peneliti sendiri.
b. Mempersiapkan sarana dan prasarana yang di butuhkan dalam
pelaksanaan tes yang terdiri dari : a). Lapangan yang di gunakan untuk
pelaksanaan lari /jalan selama 15menit, b). Bendera start, c). Stop
watch, d). Kapur e). Nomor dada, f). Meteran, g). Formulir tes dan
alat tulis menulis.
2.
Pelaksanaan tes.
Petugas tes terdiri dari : a). Starter b). Pencatat skor c). Pemegang stop
watch d). Pengawas lintasan (jarak)
J.
1.
Pelaksanaan Latihan
Circuit Training
Urutan pelaksanaan latihan ini adalah sebagai berikut :
Setelah dilakukan pemanasan secukupnya sampel ditempatkan pada
masing – masing pos latihan. Melalui aba–aba “siap!” masing - masing sampel
mengatur alat latihan dengan beban yang telah ditentukan. Kemudian diberikan
aba–aba “ya!” sampel mulai melakukan latihan di pos masing secara berulang –
ulang selama 30 detik.
66
Pada saat diberikan aba – aba “stop!” sampel berhenti melakukan latihan
dan beristirahat sambil menuju ke pos circuit berikutnya, kemudian dengan
prosedur yang sama melakukan kegiatab lagi di pos latihan berikutnya sampai
mencapai jumlah pos latihan yang telah ditentukan yakni sebanyak 7 pos latihan
(inilah yang dimaksudkan 1 set di sini). Setelah selesai satu set latihan ini sampel
beristirahat selama 1 setengah menit setelah itu dilanjutkan kembali pada set
kedua.
Dengan cara dan prosedur yang sama latihan dilakukan sampai mencapai
jumlah set yang di rencanakan ( 2 – 3 set).
Pos 1
Pos 2
Pos 3
Pos 4
Pos 7
Pos 6
Pos 5
Keterangan dari pos-pos Circuit
1.
Shuttlerun
5. Squathrush
2.
Naik turun bangku
6. Lari zig-zag
3. Push up
4. Lempar bola ke dinding
7. Skiping
67
K.
Analisis Data
Untuk menganalisis perolehan data tentang pengaruh latihan sirkuit
(circuit training) dan latihan fartlek terhadap VO2max, maka diadakan
uji
prasyarat analisis yakni :
1.
Uji Normalitas
Uji normalitas data dilakukan untuk mengetahui apakah data
mempunyai sebaran yang berdistribusi normal.
2.
Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk menguji kesamaan varians data
kelompok eksperimen dengan menggunakan uji- F dengan ketentuan jika F hit
lebih kecil F tabel pada dk = k – 1 dan α = 0,05 maka data yang diperoleh
adalah homogen dan sebaliknya jika F hit lebih besar atau sama dengan F tabel
pada dk = k – 1 dan α = 0,05 maka data yang diperoleh adalah tidak homogen.
L.
Hipotesis Statistik
Secara statistik, hipotesis penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
H0 : m2 – m1 = 0
&
H1: m2- m1 > 0
H0 artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara daya tahan
jantung
paru sebelum dan sesudah perlakuan.
H1 artinya rata-rata daya tahan jantung paru sesudah perlakuan (pretest) lebih
tinggi daripada sebelum perlakuan.
Keterangan :
m1 : rata – rata daya tahan jantung paru sebelum perlakuan ( pre - test)
m2 : rata – rata daya tahan jantung paru sesudah perlakuan.
68
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini diuraikan tentang hasil-hasil penelitian yang diperoleh
berdasarkan hasil análisis deskriptif dan analisis inferensial. Analisis deskriptif
dimaksudkan untuk menggambarkan karakteristik umum tingkat kemampuan
daya tahan jantung paru yang mejadi kajian penelitian ini dalam bentuk rerata,
median, modus, simpangan baku, variansi, distribusi frekuensi relatif dan
persentase, serta dalam bentuk grafik. Selanjutnya, analisis inferensial digunakan
untuk menguji hipótesis penelitian dengan menggunakan t-tes untuk kelompok
data independen.
A. Deskripsi Data Penelitian
1. Deskripsi Kemampuan Daya Tahan Jantung Paru Sebelum Perlakuan.
(Hasil Pre Tes Y1)
Skor tingkat kemampuan daya tahan jantung paru bagi siswa yang menjadi
subyek dalam penelitian ini berdasarkan hasil pre tes, yaitu sebelum diberikan
perlakuan dalam bentuk latihan sirkuit (circuit training) diperoleh skor minimum
= 29,80, skor maksimum = 43,21 dan range = 13,41. Kemudian berdasarkan
statistik deskriptif diperoleh skor rata-rata = 36,24, skor modus = 32,21, skor
median = 36,15, standar deviasi = 3,06, dan variansi = 9,36
Jika skor tingkat kemampuan daya tahan jantung paru siswa sebelum
diberikan perlakuan, dibuat dalam bentuk distribusi frekuensi, dapat ditunjukkan
seperti pada Tabel 4.1.
68
69
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Kemampuan Daya Tahan Jantung Paru
Sebelum Diberikan Latihan Sirkuit -Hasil Pre Tes (Y1)
No.
Interval Skor
1.
2.
3.
4.
5.
29,50 – 32,50
32,51 – 35,51
35,52 – 38,52
38,53 – 41,53
41,54 – 44,54
Jumlah
Frekuensi
(f)
4
9
11
7
1
32
Persentase
(%)
12,50
28,13
34,37
21,87
3,13
100
Kumulatif %
12,50
40,63
75,00
96,87
100
Dari Tabel 4.1 diperoleh sebanyak 4 siswa (12,50%)
yang memiliki
kemampuan daya tahan jantung paru pada interval skor 29,50-32,50, sebanyak 9
siswa (28,13%) memiliki kemampuan daya tahan jantung paru pada intervasl skor
32,51 – 35,51, sebanyak 11 siswa (34,37%) memiliki kemampuan daya tahan
jantung paru pada interval skor 35,52 – 38,52,
sebanyak 7 siswa (21,87%)
memiliki kemampuan daya tahan jantung paru pada interval skor 38,53 – 41,53,
dan sebanyak 1 siswa (3,13%) memiliki kemampuan daya tahan jantung paru
pada interval skor 41,54 – 44,54.
Dari tabel tersebut terlihat bahwa pada
umumnya siswa memiliki tingkat kemampuan daya tahan jantung paru pada
interval skor menengah, yaitu 35,52 – 38,52
Histogram distribusi frekuensi skor kemampuan daya tahan jantung paru
siswa yang menjadi subyek dalam penelitian ini sebelum diberikan perlakuan
dalam bentuk latihan sirkuit ditunjukkan pada Gambar 4.1 berikut.
70
Gambar 4.1.
Histogram Distribusi Frekuensi Skor Kemampuan Daya Tahan
Jantung Paru Sebelum Perlakuan Diberikan Latihan Sirkuit
Pada Gambar 4.1 terlihat bahwa distribusi frekuensi skor kemampuan daya
tahan jantung paru siswa sebelum diberikan perlakuan dalam bentuk latihan
sirkuit dapat didekati oleh distribusi normal, artinya pada umumnya siswa
memiliki daya tahan jantung paru pada kategori menengah, sedangkan kategori
rendah dan tinggi jumlahnya relatif kecil sehingga membentuk kurva normal.
2.
Deskripsi Kemampuan Daya Tahan Jantung Paru Setelah Perlakuan.
(Hasil Post Tes Y2)
Skor tingkat kemampuan daya tahan jantung paru bagi siswa yang menjadi
subyek dalam penelitian ini berdasarkan hasil post tes, yaitu setelah diberikan
perlakuan dalam bentuk latihan sirkuit (circuit training) diperoleh skor minimum
71
= 34,50, skor maksimum = 47,92 dan range = 13,42. Kemudian berdasarkan
statistik deskriptif diperoleh skor rata-rata = 40,96, skor modus = 37,82, skor
median = 40,92, standar deviasi = 3,15, dan variansi sebesar 9,94.
Apabila skor kemampuan daya tahan jantung paru siswa seteleh diberikan
perlakuan dalam bentuk latihan sirkuit dibuat dalam bentuk distribusi frekuensi
dengan lima kategori/klasifikasi, maka diperoleh Tabel 4.2 berikut ini.
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Kemampuan Daya Tahan Jantung Paru
Setelah Diberikan Latihan Sirkuit -Hasil Pos Tes (Y2)
No.
Interval Skor
1.
2.
3.
4.
5.
34,50 – 37,50
37,51 – 40,51
40,52 – 43,52
43,53 –46,53
46,54 – 49,54
Jumlah
Frekuensi
(f)
3
11
12
5
1
32
Persentase
(%)
9,37
34,37
37,50
15,63
3,13
100
Kumulatif %
9,37
43,74
81,24
96,87
100
Dari Tabel 4.2 diperoleh sebanyak 3 siswa (9,37%) yang memiliki
kemampuan daya tahan jantung paru pada interval skor 34,50 – 37,50, sebanyak
11 siswa (34,37%) memiliki kemampuan daya tahan jantung paru pada intervasl
skor 37,51 – 40,51, sebanyak 12 siswa (37,50%) memiliki kemampuan daya tahan
jantung paru pada interval skor 40,52 – 43,52, sebanyak 5 siswa (15,63%)
memiliki kemampuan daya tahan jantung paru pada interval skor 43,53 –46,53,
dan sebanyak 1 siswa (3,13%) memiliki kemampuan daya tahan jantung paru
pada interval skor 46,54 – 49,54.
Dari tabel tersebut terlihat bahwa pada
umumnya siswa memiliki tingkat kemampuan daya tahan jantung paru pada
interval skor menengah, yaitu 40,52 – 43,52.
72
Histogram distribusi frekuensi skor kemampuan daya tahan jantung paru
siswa yang menjadi subyek dalam penelitian ini setelah diberikan perlakuan
dalam bentuk latihan sirkuit ditunjukkan pada Gambar 4.2 berikut.
Gambar 4.2.
Histogram Distribusi Frekuensi Skor Kemampuan Daya Tahan
Jantung Paru Sebelum Perlakuan Diberikan Latihan Sirkuit
Pada Gambar 4.2 terlihat bahwa distribusi frekuensi skor kemampuan daya
tahan jantung paru siswa setelah diberikan perlakuan dalam bentuk latihan sirkuit
dapat didekati oleh distribusi normal, artinya pada umumnya siswa memiliki daya
tahan jantung paru pada kategori menengah, sedangkan kategori rendah dan
tinggi jumlahnya relatif kecil sehingga membentuk kurva normal
73
Tabel 4.3
Rangkuman Deskripsi Kemampuan Daya Tahan Jantung Paru
Sebelum dan Sesudah Diberikan Latihan Sirkuit
B.
1.
Statistik
Sebelum Perlakuan
(Y1)
Sesudah Perlakuan
(Y2)
Skor Min
29,80
34,50
Skor Maks
43,21
47,92
Rata-Rata
36,24
40,99
Median
36,11
40,92
Modus
32,21
37,82
St Deviasi
3,06
3,15
Varians
9,36
9,94
Pengujian Persyaratan Analisis
Uji Normalitas Data
Sebelum dilakukan analisis untuk pengujian hipotesis, terlebih dahulu
dilakukan pengujian persyaratan analisis. Persyaratan analisis yang diperlukan
untuk analisis komparatif dengan menggunakan Uji-t adalah data sampel berasal
dari populasi yang berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen.
Pengujian normalitas data dilakukan dengan menggunakan uji KolmogorovSmirnov dengan bantuan SPSS 16.0 for Windows . Rangkuman hasil pengujian
normalitas data sebelum dan sesudah perlakuan dalam bentuk latihan sirkuit bagi
siswa yang menjadi subyek dalam penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 4.4.
74
Tabel 4.4
Rangkuman Hasil Uji Normalitas Data Penelitian
Kolmogorov-Smirnov
Kelompok
Kesimpulan
Data
Statistik
Df
Sig
Y1
Y2
0,122
32
0,200
0,132
32
0,165
Normal
Normal
Pada Tabel 4.4 terlihat bahwa, nilai signifikan (Sig.) pada kolom uji
Kolmogorov-Smirnov dari setiap kelompok data, masing-masing lebih besar dari
taraf signifikasi α = 0,05. Untuk kelompok data Y1 nilai sig = 0,200 > α = 0,05
sehingg diperoleh kesimpulan bahwa data Y1 berasal dari populasi yang
berdistribusi normal. Untuk kelompok data Y2 memiliki nilai sig = 0,165 >
α = 0,05 sehingg diperoleh kesimpulan bahwa data Y2 berasal dari populasi yang
berdistribusi normal.
Secara grafis, hasil uji normalitas data Y1 dan Y2
ditunjukkan pada Gambar 4.3 dan Gambar 4.4
75
Gambar 4.3
Grafik Plot Normal Data Y1
Gambar 4.4
Grafik Plot Normal Data Y2
Gambar 4.3 dan Gambar 4.4 membentuk suatu plot garis lurus (linear)
sehingga memberikan suatu indikasi bahwa data Y1 dan data Y2 berdistribusi
normal.
2.
Uji Homogenitas Varians
Uji homogenitas varians dalam penelitian ini menggunakan Uji Levene
Test yang dilakukan dengan bantuan program SPSS 16 for windows. Rangkuman
hasil uji homogenitas varians untuk pasangan data sebelum dan sesudah perlakuan
(pre tes dan pos tes) ditunjukkan pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5
Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Varians
Kelompok
Data
Statistik
Y1 – Y2
0,02
Levene Test
df1 df2
1
62
Sig
Taraf
nyata α
0,891
0,05
Kesimpulan
Homogen
76
Bedasarkan hasil pengujian homogenitas varians yang dirangkum pada
Tabel 4.5 di atas diperoleh nilai signifikan (sig.) = 0,891yang lebih besar dari
taraf nyata α = 0,05 sehingga disimpulkan bahwa varians pasangan data Y1 dan
Y2 adalah homogen. Secara grafis ditunjukkan pada Gambar 4.3 berikut.
Uji Kehomogenan Varians
F-Test
Test Statistic
P-Value
1
0,94
0,869
Kode
Lev ene's Test
Test Statistic
P-Value
2
2,5
3,0
3,5
4,0
95% Bonferroni Confidence Intervals for StDevs
0,02
0,891
4,5
Kode
1
2
30
35
40
Pre dan Pos
45
50
Gambar 4.3
Grafik Uji Homogenitas Varians Data Y1 dan Y2
Berdasarkan uji normalitas data dan uji homogenitas varians menunjukkan
bahwa persyaratan analisis untuk uji-t yang diperlukan dalam penelitian ini telah
dipenuhi, yaitu data berasal dari populasi berdistribusi normal dan memiliki
varians yang homogen sehingga dapat dilanjutkan pada pengujian hipotesis
penelitian
C.
Pengujian Hipotesis Penelitian
Hasil pengujian persyaratan analisis data yang telah dikemukakan di atas
memberikan kesimpulan bahwa data dalam penelitian ini berasal dari populasi
berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen sehingga layak untuk
77
dilakukan analisis lebih lanjut, yaitu pengujian hipotesis penelitian, yang
diuraikan sebagai berikut.
Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini ialah ” Latihan sirkuit (circuit
training) secara signifikan dapat meningkatkan kemampuan daya tahan jantung
paru pada siswa putra SMA Negri 10 Kendari”.
Berdasarkan
hasil
perhitungan
dengan
menggunakan
uji-t,
yang
menganalisis perbedaan tingkat kemampuan daya tahan jantung paru sebelum dan
sesudah diberikan perlakuan berupa bermain circuit training memberikan nilai t
hitung = - 31, 086 dengan nilai signifikan, p-value dua arah = 0,000. Karena nilai
signifikan ini lebih kecil dari taraf signifikan α = 0,05, maka pengujian bersifat
nyata atau signifikan sehingga diputuskan menolak H0, yang berarti terdapat
perbedaan yang signifikan antara skor pre tes dengan skor post tes pada kelompok
siswa yang diberikan perlakuan dalam bentuk circuit training.
Dengan memperhatikan nilai t hitung yang bertanda negatif, memberikan
indikasi bahwa nilai post tes lebih tinggi dibandingkan nilai pre tes. Dalam hal ini
perlakuan dengan circuit training memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
meningkatnya kemampuan daya tahan jantung paru pada kelompok perlakuan.
Hasil analisis selengkapnya ditunjukkan pada Tabel 4.6 brikut ini.
78
Tabel 4.6
Hasil Uji Perbedaan Pre Tes Dan Post Tes Kemampuan Daya Tahan
Jantung Paru Dengan Perlakuan Circuit Tarining
Paired Samples Test
Paired Differences
Mean
Pair 1
Pretes Postes
Std.
Std. Error
Deviation
Mean
-4,744
0,863
0,153
t
df
-31.086
Sig. (2tailed)
31
Daya Tahan Jantung Paru
50,00
40,98
40,00
36,24
30,00
20,00
10,00
0
Circuit Training
Sebelum
Perlakuan
(Pre Tes)
Sesudah
Perlakuan
(Post Tes)
Gambar 4.4
Histogram Rata - Rata Skor Kemampuan Daya Tahan
Jantung Paru Sebelum dan Sesudah Perlakuan
.000
79
D.
Pembahasan
Berdasarkan hasil-hasil penelitian ini ditemukan bahwa perlkuan dalam
bentuk latihan sirkuit (circuit training) memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap peningkatan kemampuan daya tahan jantung paru bagi siswa yang
menjadi subyek dalam penelitian ini. Hal tersebut ditunjukkan oleh adanya
perbedaan yang signifikan antara skor hasil pre tes dan skor hasil post tes pada
kelompok siswa yang diberi lathan circuit training. Hasil-hasil penelitia ini
memberikan fakta empirik bahwa metode latihan circuit training memberikan
sumbangan atau kontribusi yang berarti terhadap peningkatan kemampuan daya
tahan jantung paru bagi subyek penelitian. Hasil penelitian ini didukung oleh
berbagai konsep yang secara teoretis dapat dijelaskan sebagi berikut.
Kontribusi metode latihan circuit training sebagai suatu sistem latihan
yang dapat memperbaiki secara serempak fitness keseluruhan dari tubuh yaitu
komponen-komponen kekuatan, kecepatan, daya tahan, fleksibilitas, mobilitas,
dan komponen-komponen fisik lainnya. Hal ini disebabkan karena bentuk-bentuk
latihan dalam circuit training biasannya merupakan kombinasi dari semua unsur
fisik. Ada beberapa keuntungan berlatih dengan circuit training, diantaranya
adalah meningkatkan berbagai komponen fisik secara serempak dalam waktu
yang relatif singkat, kegiatan latihan mudah diawasi, dan hemat waktu karena
dapat dilakukan dalam waktu yang relatif singkat yang dapat menampung banyak
orang dalam latihan.
Dalam kaitannya dengan dengan kemampuan daya tahan jantung paru,
dikemukakan oleh Sajoto (1990) bahwa, kemampuan daya tahan jantung paru
80
sebagai kondisi fisik yang menjadi kemampuan dasar gerak fisik atau aktifitas
dari tubuh manusia, dengan latihan bermain circuit training akan dapat
meningkatkan berbagai komponen fisik secara serempak . Dalam hal ini, kondisi
kemampuan daya tahan jantung paru menggambarkan keadaan seeorang
mengenai kemampuannya untuk dapat
melaksanakan aktifitas bermain dan
kesanggupan melaksanakan aktifitas lainnya. Melalui circuit training yang
dilakukan oleh seseorang akan dapat mempertahankan kondisi fisik dan memiliki
tingkat kemampuan daya tahan jantung paru yang lebih baik sehingga mampu
melakukan aktifitas dan poses pembelajaran.
Latihan dalam bentuk circuit training adalah suatu sistem yang dapat
memperbaiki secara serempak fitnes keseluruhan dari tubuh, yaitu unsur power,
daya tahan, kekuatan, kelincahan. Dalam pelaksanaannya, program latihan circuit
trining harus direncanakan sedemikian rupa sehingga latihan yang dimaksudkan
mengenai sasaran.
Menurut Soekarman (1987:70) adanya kontribusi dari latihan circuit
training karena metode latihannya dikombinasikan dari beberapa item-item
latihan yang dimaksudkan agar tidak membosankan dan bersifat efisien, yang
mencakup kekuatan otot, ketahanan otot, kelentukan, Kelincahan, keseimbangan,
dan ketahanan jantung paru.
Sejalan dengan urain di atas mengenai konstibusi positif dari latihan
circuit training terhadap kemampuan daya tahan jantung paru juga dikemukakan
oleh Morgan dan Adamson ( Wilmore: 1977) bahwa bermain cicuit training
menjadi semakin popular dan diakui oleh banyak pelatih, ahli-ahli pendidikan
81
jasmani, dan atlet sebagai suatu sistem latihan yang dapat memperbaiki secara
serempak fitness keseluruhan dari tubuh, yaitu komponen-komponen power, daya
tahan, kecepatan, fleksibilitas, mobilitas, dan komponen-komponen fisik lainnya.
Karena itu bentuk-bentuk latihan dalam circuit training biasanya adalah
kombinasi dari semua unsur unsur fisik. Latihan-latihannya bisa berupa lari naikturun tangga, lari kesamping, kebelakang, melempar bola, memukul bola dan
sebagainya. Bentuk-bentuk latihannya biasanya disusun dalam lingkaran. Karena
itu nama latihan ini
disebut circuit training. Metode latihan circuit training
didasarkan pada asumsi bahwa seorang atlet akan dapat meningkatkan
kekuatannya, daya tahannya, kelincahannya, total fitnessnya dengan jalan
melakukan sebanyak mungkin pekerjaan dalam suatu jangka waktu tertentu;
melakukan suatu jumlah pekerjaan atau latihan dalam waktu yang sesingkatsingkatnya.
Disadari bahwa untuk mencapai kemampuan daya tahan jantung paru
yang lebih, dibutuhkan aktifitas olahraga secara teratur dan berkesinambungan
termasuk kegiatan bermain circuit training di sekolah. Pelaksanaan bermain
circuit training akan memberikan dampak positif terhadap respon-respon
muscular terhadap siswa yang diekspresikan melalui teknik gerakan yang
dilakukan beberapa pos-pos yang di dalamnya terdapat beberapa tehnik bermain
sehingga akan meningkatkan kemampuan kardiovascular. Oleh karena itu, dapat
dimungkinkan jika siswa mempunyai kemampuan daya tahan jantung paru akan
berpengaruh pada penampilan fisik maupun pikiran siswa yang siap atau sanggup
82
untuk menerima beban kerja yang berupa aktifitas belajar, yang merupakan
kewajiban bagi siswa pada setiap harinya.
Berdasarkan pendapat di atas, jelaslah bahwa setiap aktivitas fisik (fisik
mendapat pembebanan) dibutuhkan suatu tingkat kemampuan daya tahan jantung
paru yang didukung oleh faal tubuh yang selanjutnya akan mengubah kemampuan
daya tahan jantung paru. Kemampuan daya tahan jantung paru memberikan
kesanggupan kepada seseorang untuk menjalankan kehidupan yang produktif dan
dapat menyesuaikan diri pada tiap-tiap aktivitas fisik. Dapat diketahui bahwa
untuk dapat melakukan suatu kerja diperlukan kondisi jiwa raga yang sesuai
dengan tingkat kerja tersebut sehingga prestasi yang kita inginkan dapat tercapai
sesuai dengan harapan. siswa yang memiliki badan yang sehat dan kuat akan
mendukung proses belajar sehingga penyerapan materi pelajaran yang diberikan
dapat diterima dengan cepat dan hasil akhirnyapun diharapkan baik.
Kondisi kemampuan daya tahan jantung paru menggambarkan keadaan
seseorang untuk mampu melaksanakan aktifitas dan bermain mulai pagi hari
sampai sore hari, serta masih sanggup melaksanakan aktifitas lainnya. Melalui
bermain circuit training yang dilakukan oleh siswa menunjukkan adanya
peningkatan kondisi fisik dengan memiliki tingkat kemampuan daya tahan
jantung paru yang lebih baik.
Seseorang yang memiliki aktifitas fisik secara sistematis dan teratur,
seperti latihan circuit training, maka akan berdampak pada kesiapan tubuh untuk
melaksanakan pekerjaan yang lebih lama dan memiliki kemampuan daya tahan
jantung paru yang baik, dibandingkan dengan yang tidak melakukan aktifitas.
83
Oleh karena itu kegiatan circuit training sangat bermanfaat bagi yang
melakukannya, sehingga aktifitas tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi
kemampuan daya tahan jantung paru seseorang dan akan berdampak positif dalam
setiap aktifitasnya.
Daya tahan (endurance) merupakan unsur komponen biomotorik yang
paling penting dalam cabang olahraga khususnya cabang olahraga yang energi
pedomonannya adalah aerobik. Daya tahan dalam olahraga dikenal dengan daya
tahan otot dan daya tahan kardiorespirasi. Daya tahan kardiorespirasi atau daya
tahan jantung dan paru adalah kemampuan jantung (sistem peredaran darah) dan
paru (pernapasan) untuk berfungsi secara optimal saat melakukan aktivitas seharihari dalam waktu cukup lama tanpa mengalami kelelahan berarti.
Daya tahan ini sangat penting untuk menunjang kerja otot, yaitu dengan
mengambil oksigen melalui pernapasan dan mengirimnya ke otot-otot yang
sedang aktif atau berkonsentrasi melalui peredaran darah. Sedangkan daya tahan
otot merupakan kapasitas otot untuk melakukan kontraksi secara terus menerus
pada tingkat intensitas sub maksimal. Tujuan latihan daya tahan adalah
meningkatkan kemampuan daya tahan aerobik dan daya tahan otot. Artinya,
seorang atlet di pacu untuk berlari dan bergerak dalam waktu lama dan tidak
mengalami kelelahan yang berarti. Kemampuan daya tahan dan stamina dapat di
kembangkan melalui kegiatan lari dan gerakan-gerakan lain yang memiliki nilai
aerobik.
Komponen biomotorik daya tahan pada umumnya di gunakan sebagai
salah satu tolok ukur untuk mengetahui tingkat kebugaran jasmani (physical
84
fitness) olahragawan. Kebugaran jasmani adalah suatu keadaaan kemampuan
peralatan tubuh yang dapat memelihara keseimbangan tersedianya energy
sebelum, selama, dan sesudah aktivitas kerja berlangsung. Hubungan antara
ketahanan dan kinerja (penampilan) fisik olahragawan di antaranya adalah: 1)
Kemampuan untuk melakukan aktivitas kerja secara terus menerus dengan
intensitas yang tinggi dan dalam jangka waktu lama. 2) Kemampuan untuk
memperpendek waktu pemulihan (recovery), terutama pada cabang olahraga
pertandingan dan permainan. 3) Kemampuan untuk menerima beban latihan yang
lebih berat, lebih lama, dan bervariasi
Untuk mempertahankan atau meningkatkan daya tahan kardiorespirasi
maupun daya tahan
otot
banyak metode dan model latihan yang dapat
digunakan. Fox (1993) berpendapat bahwa untuk mengembangkan daya tahan
aerobic dapat digunakan beberapa metode antara lain Continous traning, Interval
training dan Circuit Training. Keefektifan suatu model latihan akan sangat
tergantung dari ketepatan volume, intensitas dan densitas latihan yang di
berikan, selain itu tempat dan kondisi di mana latihan itu akan diterapkan akan
sangat mempengaruhi hasil latihan. Model latihan ini sangat erat dengan kegiatan
fisik.
Apabila
kegiatan fisik kurang dilakukan maka akan mengakibatkan
perubahan dalam sistem pernapasan terutama pada dinding dada agak kaku, ruang
intervertebra lebih sempit, kekuatan otot pernapasan mengalami penurunan dan
daya rekoil elastik dari jaringan paru mengalami penurunan. Dengan adanya
perubahan dalam sistem pernapasan, maka akan mengganggu kelancaran
85
pertukaran gas, menurunkan area permukaan paru, menurunkan volume darah
kapiler paru, meningkatkan ventilasi ruang rugi, dan menurunkan di stensibilitas
pembuluh darah arteri paru.
Membran alveoli-kapiler mengalami penebalan
sehingga pertukaran gas berkurang (Wilmore ,1986).
Daya tahan (Endurance) dapat di artikan sebagi keadaan yang
menekankan pada kapasitas melakukan kerja secara terus menerus dalam suasana
aerobik. Jadi dapat berlaku bagi seluruh tubuh, suatu sistem dalam tubuh, daerah
tertentu dan sebagainya. Daya tahan seseorang akan selalu berkaitan dengan
kemampuan jantung untuk memompa darah dan paru-paru untuk melakukan
respirasi memasukan O2 dan mengeluarkan Co2.
Sedangkan aerobik adalah
menunjukkan sistem metabolisme menyediakan energi untuk kerja otot yang
melibatkan oksigen (Fox, 1993).
Daya tahan jantung paru merupakan kemampuan seseorang untuk
melakukan satu tugas khas yang memerlukan kerja muskular di mana kecepatan
dan ketahanan merupakan kriteria utama. Sedang menurut ahli-ahli pendidikan
jasmani adalah kapasitas fungsional total seseorang untuk melakukam sesuatu
kerja tertentu dengan hasil yang baik tanpa kelelahan yang berarti (Depdikbud,
1994).
Seseorang yang memiliki daya tahan jantung paru adalah orang yang
memiliki kesegaran jasmani yang baik atau mempunyai kesanggupan untuk
melakukan pekerjaannya dengan efisien tanpa menimbulkan kelelahan yang
berarti, sehingga masih memiliki sisa tenaga untuk mengisi waktu luangnya dan
tugas-tugas mendadak lainnya. Bisa dikatakan pula bahwa tingkat kesegaran
86
jasmani yang baik memberikan seseorang kesanggupan pada seseorang untuk
menjalankan hidup yang produktif dan dapat menyesuaikan diri pada tiap
pembebanan yang banyak (Joko Pekik, 2010).
Menurut Sajoto (1995) kondisi fisik atau kesegaran jasmani adalah satu
kesatuan yang utuh dari komponen-komponen yang tidak dapat di pisahkan begitu
saja. Baik peningkatan maupun pemeliharaannya. Di sebutkan pula bahwa
komponen kondisi fisik meliputi: kekuatan, daya tahan, daya otot, kecepatan, daya
lentur, kelincahan, koordinasi, keseimbangan, dan ketepatan.
Pussegjas (1995:1) menyatakan bahwa daya taha jantung paru merupakan
indicator kesegaran jasmani yang merupakan
perwujudan kemampuan dan
kesanggupan fisik seseorang untuk melakukan pekerjaan baik sebagai pribadi,
anggota masyarakat, maupun sebagai warga negara perlu mendapat perhatiaan
dan tanggapan yang lebih memadai.
Daya tahan kardiorespiratori akan semakin menurun sejalan dengan
bertambahnya umur, namun penurunan ini dapat berkurang, bila seseorang
berolahraga teratur sejak dini (Moeloek, 1984 dalam Ruhayati dan Fatmah, 2011).
Kebugaran meningkat sampai mencapai maksimal pada usia 25 – 30 tahun,
kemudin akan terjadi penurunan kapasitas fungsional dari seluruh tubuh, kira-kira
sebesar 0,8 – 1% per tahun, tetapi bila rajin berolahraga penurunan ini dapat di
kurangi sampai separuhnya (Buku Panduan Kesehatan Bagi Petugas Kesehatan,
2002 Dalam Ruhayati Dan Fatmah, 2011).
Berdasarkan riset yang dilakukan terdapat tiga aspek yang secara
bermakna dapat menggambarkan tingkat aktivitas fisik seseorang, yaitu pekerjaan,
87
olahraga dan kegiatan di waktu luang. Aktivitas fisik seeorang mancakuo tiga
aspek yang mencakup kategori terstruktur dan tidak terstruktur, yaitu aktivitas
fisik saat bekerja, berolahraga dan aktivitas fisik pada waktu luang sehingga dapat
di peroleh gambaran keseluruhan aktivitas fisik seorang individu (Baecke, et.al,
1982 dalam Ruhayati dan Fatmah, 2011).
Sehubungan dengan model latihan dan hubungannya dengan jantung paru,
dijelaskan oleh Harsono (1988 : 17) bahwa latihan merupakan suatu proses yang
sistematis dari berlatih dan bekerja, yang di lakukan secara berulang-ulang,
dengan kian hari kian menambah beban latihan atau pekerjaannya. Sistematis
yang di maksud adalah
terencana menurut jadwal, menurut pola dan sistem
tertentu, metodis dari yang mudah ke yang sukar, dari yang sederhana ke yang
komlpeks. Bompa (1994:35) menjelaskan bahwa latihan harus memperhatikan
dan memperlakukan seseorang sesuai dengan tingkatan kemampuan, potensi,
karakteristik belajar dan kekhususan olahraga. Seluruh konsep latihan harus
direncanakan sesuai dengan karakteristik fisiologis dan psikologis seseorang,
sehingga tujuan latihan dapat di tingkatkan secara wajar.
Menurut
Harsono (1988:89) faktor-faktor seperti umur, bentuk tubuh,
kedewasaan, latar belakang pendidikan, lamanya
jasmani, serta ciri psikologisnya semua
latihan, tingkat kesegaran
harus ikut di pertimbangkan dalam
merancang suatu program latilan. Dalam suatu latihan, di kenal adanya latihan
aerobik
dan
berlangsung
anaerobik.
Latihan
aerobik
mendiskripsikan
latihan
yang
dalam keberadaan oksigen yang di sediakan pada jaringan otot
melalui sistem kardiorespirasi (Sleamaker, 1989:60). Latihan aerobik ini
88
merangsang kerja jantung, pembuluh darah dan paru . Jantung akan menjadi lebih
kuat, memompkan darah lebih banyak dengan denyut jantung yang makin
berkurang, sehingga persediaan volume darah secara keseluruhan meningkat.
Sedangkan paru memproses udara lebih banyak dengan usaha yang lebih kecil
(Hazeldine, 1989:2). Dikatakan oleh Janssen (1989:25) bahwa, karena pengaruh
latihan maka V02 maks dapat meningkat, dan yang terpenting bahwa latihan juga
akan mempengaruhi pasokan energi secara aerobik, sehingga beban kerja aerobik
akan dapat di capai pada tingkat yang lebih tinggi. Dengan demikian ambang
anaerobik juga dapat di capai pada persentase V02 maks yang lebih tinggi
sehingga latihan akan dapat meningkatkan kapasitas aerobik maksimal.
Secara umum aktivitas yang terdapat dalam kegiatan olahraga akan terdiri
dari kombinasi 2 jenis aktivitas yaitu aktivitas yang bersifat aerobik dan dan
aktivitas yang bersifat anaerobik. Kegiatan /jenis olahraga yang bersifat ketahanan
seperti jogging, marathon, triathlon dan juga bersepeda jarak jauh merupakan
jenis
olahraga dengan komponen aktivitas aerobik yang dominan sedangkan
kegiatan olahraga yang membutuhkan tenaga besar dalam waktu singkat seperti
angkat berat, push-up, sprint atau juga loncat jauh merupakan jenis olahraga
dengan komponen komponen aktivitas anaerobik yang dominan. Namun dalam
beragamnya berbagai cabang olahraga akan terdapat jenis olahraga atau juga
aktivitas latihan dengan satu komponen aktivitas yang lebih dominan atau juga
akan terdapat cabang olahraga yang mengunakan kombinasi antara aktivitas yang
bersifat aerobik dan anaerobik.
89
Aktivitas aerobik merupakan aktivitas yang bergantung terhadap
ketersediaan
oksigen untuk membantu proses pembakaran sumber energi
sehingga juga akan bergantung terhadap kerja optimal dari organ-organ tubuh
seperti jantung paru-paru dan juga pembuluh darah untuk dapat mengangkut
oksigen agar proses pembakaran sumber energi dapat berjalan dengan sempurna.
Aktivitas ini biasanya merupakan aktivitas olahraga dengan intensitas rendah,
sedang yang dapat di lakukan secara
kontinyu dalam waktu yang cukup lama
sepeti jalan kaki, bersepeda atau juga jogging.
Hasil penelitian ini, juga didukung oleh hasil-hasil penelitian terdahulu
seperti: penelitian Bintara (2014) yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh
latihan sirkuit kombinasi teknik terhadap tingkat kebugaran aerobik, teknik
passing, dan kelentukan anggota ekstrakurikuler sepakbola SMA Negeri 1
Sayegan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa ada pengaruh latihan sirkuit
terhadap kelentukan, tingkat kebugaran jasmani, dan keterampilan passing pemain
sepak bola. Penelitian Suginto (2011) memberikan kesimpulman bahwa
metode circuit
training memberikan
pengaruh
yang
signifikan
terhadap
peningkatan kekuatan otot, dan daya tahan aerobik.
Circuit training adalah suatu sistim latihan yang dapat memperbaiki secara
serempak fitnes keseluruhan dari tubuh, yaitu unsur power, daya tahan, kekuatan,
kelincahan, kecepatan, dan lain-lain. Program latihan sirkuit harus di rencankan
sedemikian rupa sehinga latihan yang di maksudkan mengenai sesuai dengan
sasaran yang ingin di capai sesuai cabang olahraga yang di maksud. Program
latihan yang di kemukakan oleh Fok, di lakukan dengan 6–15 stasiun tempat
90
latihan. Satu latihan dalam satu stasiun diselesaikan dalam 30 detik. Satu sirkuit di
selesaikan antra 5 – 20 menit, dengan waktu istirahat tiap stasiun adalah 15 – 20
detik. Tentang jumlah frekwensi 3 kali perminggu dengan lama latihan sekurangkurang nya 6 minggu. Menurut Soekarman (1987:70) latihan sirkuit merupakan
suatu program latihan yang di kombinasikan dari beberapa item-item latihan yang
tujuannya dalam melakukan suatu latihan tidak akan membosankan dan lebih
efisien.
Menurut Morgan dan Adamson (1972:13-14),
metode Circuit traning
merupkan suatu cara latihan yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan dan
daya tahan otot, serta daya tahan sistem peredaran darah dan pernafasan. Wade
Allen (1967:151) menyatakan bahwa metode circuit traning merupakan suatu
cara latihan kondisi fisik yang bertujuan dan berusaha untuk mengembangkan
fungsi jantung, pernafasan dan pembuluh darah melalui penambahan ulangan
dengan pembebanan tertentu dan berusaha mengurangi waktu yang di gunakan
untuk melakukan rangkaian latihan. Dengan demikian, maka latihan circuit
traning dapat meningkatkan kemampuan daya tahan jantung paru.
91
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil-hasil dan temuan sebagaimana yang telah dikemukakan
pada bagian Bab IV penelitian ini, maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut.
Skor kemampuan daya tahan jantung paru setelah diberikan perlakuan dalam
bentuk latihan sirkuit (circuit training) lebih tinggi dibandingkan dengan skor
kemampuan daya tahan jantung paru sebelum diberikan latihan sirkuit (circuit
training). Dalam hal ini terdapat pengaruh yang signifikan perlakuan circuit
training terhadap peningkatan kemampuan daya tahan jantung paru pada siswa
putra SMA Negeri 10 Kendari yang menjadi subyek dalam penelitian ini.
Besarnya kontribusi perlakuan circuit training terhadap peningkatan kemampuan
daya tahan jantung paru adalah 13,09%.
B.
Saran
Sehubungan dengan hasil-hasil dan kesimpulan sebagaimana yang telah
dikemukakan dalam penelitian ini, maka disarankan beberapa hal sebagai berikut:
1. Setiap aktivitas fisik membutuhkan suatu tingkat kemampuan daya tahan
jantung paru yang didukung oleh faal tubuh yang selanjutnya akan
mengubah kemampuan daya tahan jantung paru. Dengan kemampuan daya
tahan jantung paru yang baik dapat mendukung aktivitas seseorang
termasuk siswa dalam melakukan aktivitas belajar, olehnya itu
kemampuan daya tahan jantung paru perlu dijaga dalam kondisi yang
prima.
91
92
2. Kemampuan daya tahan jantung paru memberikan kesanggupan kepada
seseorang untuk menjalankan kehidupan yang produktif dan dapat
menyesuaikan diri pada tiap-tiap aktivitas fisik. Sebab itu, diperlukan
latihan yang teratur dan sistematis
untuk meningkatkan daya tahan
jantung paru tersebut.
3. Bagi siswa, untuk meningkatkan kemampuan daya tahan jantung paru
sehingga berada dalam kondisi prima, dapat dilakukan melalui kegiatan
dalam bentuk sircuit training.
4. Bagi guru penjas di sekolah perlu menguasai latihan sircuit training agar
dapat diterapkan kepada siswa dalam latihan untuk meningkatkan
kemampuan daya tahan jantung paru.
93
DAFTAR PUSTAKA
Adriskanda, B. Yunus, F. Setiawan, B. 1997. Perbandingan nilai kapasitas Difusi
paru antara orang yang terlatih dan tidak terlatih. Jurnal Respirologi
Indonesia.
Annarino Anthony A, 1976, Developmenlal Conditioning For Women And Men,
The C.V. Mosby Co., Saint Louis.Anonym. Assessment of
Cardioresporatory Fitness Heart Rates and Blood Pressures. Available
from URL.
Astrand. P.O.; Rodahl. K.(1970). Texbook of Work Physiology, Mc Graw. Hill
Kogakusha, Ltd.; 388 – 389.
Astrand., dkk, (1963, 1970, 1971), Blood Lactates After Prolonged Severe
Exercise,J. Appl. Physiol.18: 619.
Balke, ( 1963 ), A simple field test for the assement of physical fitness. U.S.Civil
areomedical research institute report,;
Balsom PD., Seger J., Sjodin B., Ekblom B., (1992). "Maximal
IntensityIntermittent Exercise: Effect of Recovery Duration". Int. J.sport
Med. Vol. 13.7
Bompa.O.T., 1983, Theory and Methodology of Training, Dubuque,IOWA :
Kendal/Hunt Publishing Company. 1994, Theory and Methodology of
Training The key to Athletics Performance, Dubuque, IOWA:
Kendall/Hunt Publishing Company.
Bompo .OT (1999 ). Periodezation Theory and Methodology of Training. New
York : Kendal Hunt Ub Company.
C.
Brown Publishers, Dubuque, USA. ,1994, Physiology of Sport And
Exercise, Human Kinetics, Champaign, USA.
Cooper, K H.(1983). he Aerobic Ways, New York: M Evans and Company, Inc:
30.
Dangsina Moeloek., (1994). Dasar Fisiologi Kesegaran Jasmani dan Latihan
Fisik. Kumpulan Makalah. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Djoko Pekik Irianto. (2000). Panduan Latihan Kebugaran (Yang Efektif dan
Aman). Yogyakarta: Lukman Offset.
93
94
Even J.G, Williams TF, Beattie BL, Wilcock GK., (1990). Oxford Texbook of
Foss, L. Marle, Keteyian, S. J. 1998. The Physiological Basis for Exercise and
sport. Illiones Dubuque Iowa Madison: WBC. Mc. Graw Hill Componies.
Fox, E.L., Richard W.Bowers, Merle L. Foss, 1988, The PhysiologicalBasis of
Physical Education and Athletics, Fourth Edition, WB.Saunders
Company, USA.
Geriatric Medicine 2nd ed , New York Oxford University Press, 200: 323-332 &
483-492.
Giriwidjoyo, YS. Santosa., (1992), Manusia dan Olahraga: Kesehatan, Kebugaran
Guyton, Arthur C., and Hall, Jhon E., 1996, Textbook of MedicalPhysiology, (Alih
bahasa Irawati Setiawan, dkk.), Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Harre Dietrich , principles of sport training. Berlin Sport verlag.,1982.
Harries M, William C, Stanis WD, Michelli LJ., (1998), Oxford Texbook of Sports
Medicine 2nd ed, New York, Oxford University Press: 787-811.
Harsono, ( 1988 ), Coaching dan Aspek-aspek psikologis dalam Coaching
Hazeldine R. (1989). Fitness For Sport. Malborough: The Crowood Press.
http://keluargabesarpadjadjarancimande.blogspot.com/2007/06/strukturorganisasi
html.
Janssen, P. (1989) Training Lactate and Puis Tare. Holand: Polar Elektro.
Jasmani dan Olahraga, Kerjasama ITB-FPOK IKIP Bandung. Penerbit ITB.
Kuntaraf. (1992). Olahraga Sumber Kesehatan, Indonesia Publishing
House,Bandung : 105 & 178.
M.Sajoto. (1995). Peningkatan dan Pembinaan Kekuatan Kondisi Fisik Dalam
Olahraga. Semarang: Dahara Prize
Morgan R.E. and Adamson G.T., 1972, Circuit Training, G. Bell and Sons Ltd.,
London.
Nala, N. 1998. Prinsip Pelatihan Fisik Olahraga. Denpasar: Program Pascasarjana
Program Studi Fisiologi Olahraga Universitas Udayana.
95
Nossek 1. (1982). General Theory of Training. Lagos: National Institut for Sport,
Pan African Press Ltd.
Oshea, J.P. (1976). Scientific Principles and Method of Strength Fitness. 2nd ed.
California. Addinson Wesley Publishing Company
Pate R, Mc. Clengham B, Rotella R. (1984). Scientific Foundation of Coaching.
Philadelphia: Saunders College Publishing.
Pate R. Mc., Clengham B., Rotella R., (1993). Dasar-Dasar Ilmiah Kepelatihan,
(Scientific Foundation of Coaching), Terjemahan Kasiyo Dwijowinoto),
Semarang: IKIP Semarang Press.
Pyke, F.S. 1980, physicology of training in, Towardsbetter coaching, the art and
science of coaching. Editet by Pyke,, F. S, Australian goverment
publishing service gamberra.
Rushall, BS., and Frank S. Pyke, 1990, Training for Sport and Fitness,The
Macmillan Company of Australia PTY LTD, 107 Moray Street, South
Melbourne.
Setyawan, S. 1996. Pengaruh Latihan Aerobik Dan Anaerobik TerhadapRespons
Ketahan Tubuh (Suatu Pendekatan Psikoneuimunologik). Surabaya:
Universitas Airlangga.
Sherwood L, (2001). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, alih bahasa Brahm U.
Pendit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Sleamaker R. (1989). Serious Training For Serious Athletes. Champaign: Leisure
Press.
Soekarman. (1987). Dasar Olahraga Untuk Pembina, Pelatih dan Atlet: Jakarta:
Inti Idayu Press
Soekarman. 1992. Pemriksaan Faal Dalam Olahraga. Makalah. Disajikan pada
Seminar Kepelatihan Perhimpunan Kesehatan Olahraga (PP-IKORI) di
Yogyakarta.
Spirduso WW., (1995), Physical Dimensions of Aging, Champaign, Human
Kinetics:7-8
Suharno HP. 1985. Ilmu Kepelatihan Umum. Yogyakarta : Yayasan STO.
The Football Association, Heinemann, London.
96
Thomson Paul, (2005). Sculling Training, Technique & Performance The
Crowood Pres Ltd, Malborouth.
Vlasblom Door H.J., 1974, Circuit Training, Uitgeverij de Vriseborch Haarlem.
Wade Allen, 1967, The Football Association Guide To Training Coaching,
Warren, BJ. (1993). Cardiorespiratory Responses to Exercise Training In
Septuagenarian Women. International Journal Sport Medicine. V 01.4.
West. 1974. Respiratory Phyisiology. New York : Wilkins and Wilia. 13 – 22, 113
– 144.
Wilmore, H.J., and Costill, DL, 1988, Training for Sport and Activity The
Physiological Basis of The Conditioning Process, Third Edition, Wm, C.
Brown Publishers, Dubuque, USA.
Wilmore, H.J., and Costill, DL., (1994). Physiology of Sport And Exercise, USA:
Human Kinetics, Champaign.
Zainuddin. 1989. Rancangan Penelitian. Surabaya: Fakultas Parmasi Universitas
Airlangga. JPPSH,
97
Lampiran 1. Tabel Program Latihan Circuit Training.
Minggu Hari
Senin
I
Rabu
Jumat
Minggu Hari
Senin
II
Maateri Latihan
A. Pemanasan (15 Menit)
B. Inti (30 Detik)
- Latihan Kekuatan dan
Daya Tahan Umum.
C. Penutup (10 Menit)
- Cooling Dwon
- Pelemasan, Lari Kecil.
A. Pemanasan (15 menit)
B. Inti (30 Detik)
- Shuttlerun
- Naik Turun Bangku
- Push Up
- Lempar Bola Ke
dinding
- Squathrush
- Lari Zig-Zag
- Skiping
C. Cooling Dwon
Senam Streching
A. Pemanasan (15 Menit)
B. Inti (30 Detik)
- Shuttlerun
- Naik Turun Bangku
- Push Up
- Lempar Bola Ke
dinding
- Squathrush
- Lari Zig-Zag
- Skiping
C. Cooling Dwon
Senam
Maateri Latihan
A. Pemanasan (15 Menit)
B. Inti (30 Detik)
- Shuttlerun
- Naik Turun Bangku
- Push Up
- Lempar Bola Ke
dinding
- Squathrush
- Lari Zig-Zag
- Skiping
Set
3 set
Intensitas Istrhat Reepetisi
20 detik
tiap pos
60%
3
Menit
3
Set
70%
3
Menit
25 detik
tiap pos
3
Set
80%
3
Menit
30 detik
Tiap pos
Set
3
Set
Intensitas Istrhat Reepetisi
60%
3
20 Detik
Menit Tiap Pos
98
Rabu
Jumat
Minggu Hari
Senin
III
Rabu
C. Cooling Dwon
Pelemasan, Lari Kecil
A. Pemanasan (15 menit)
B. Inti (30 Detik)
- Shuttlerun
- Naik Turun Bangku
- Push Up
- Lempar Bola Ke
dinding
- Squathrush
-Lari Zig-Zag
-Skiping
C. Cooling Dwon
Senam Streching
A. Pemanasan (15 Menit)
B. Inti (30 Detik)
- Shuttlerun
- Naik Turun Bangku
- Push Up
- Lempar Bola Ke
dinding
- Squathrush
- Lari Zig-Zag
- Skiping
C. Cooling Dwon
Senam
Materi Latihan
A. Pemanasan (15 Menit)
B. Inti (30 Detik)
- Latihan Kekuatan dan
Daya Tahan Umum.
C. Penutup (10 Menit)
- Cooling Dwon
- Pelemasan, Lari Kecil.
A. Pemanasan (15 menit)
B. Inti (30 Detik)
- Shuttlerun
- Naik Turun Bangku
- Push Up
- Lempar Bola Ke
dinding
- Squathrush
- Lari Zig-Zag
- Skiping
C. Cooling Dwon
Senam Streching
3
Set
70%
3
Menit
25 detik
tiap pos
3
Set
80%
3
Menit
30 detik
Tiap pos
Set
Intensitas Istrhat Reepetisi
20 detik
tiap pos
60%
3
Menit
3 set
3
Set
70%
3
Menit
25 detik
tiap pos
99
Jumat
Minggu Hari
Senin
IV
Rabu
Jumat
Minggu Hari
Senin
A. Pemanasan (15 Menit)
B. Inti (30 Detik)
- Shuttlerun
- Naik Turun Bangku
- Push Up
- Lempar Bola Ke
dinding
- Squathrush
- Lari Zig-Zag
- Skiping
C. Cooling Dwon
Senam
Materi Latihan
A. Pemanasan (15 Menit)
B. Inti (30 Detik)
- Latihan Kekuatan dan
Daya Tahan Umum.
C, Penutup (10 Menit)
-Cooling Dwon
-Pelemasan, Lari Kecil.
A. Pemanasan (15 menit)
B. Inti (30 Detik)
- Shuttlerun
- Naik Turun Bangku
- Push Up
- Lempar Bola Ke
dinding
- Squathrush
- Lari Zig-Zag
- Skiping
C. Cooling Dwon
Senam Streching
A. Pemanasan (15 Menit)
B. Inti (30 Detik)
- Shuttlerun
- Naik Turun Bangku
- Push Up
- Lempar Bola Ke
dinding
- Squathrush
- Lari Zig-Zag
- Skiping
C. Cooling Dwon
Senam
Materi Latihan
A. Pemanasan (15 Menit)
3
Set
80%
Set
Intensitas Istrhat Reepetisi
20 detik
tiap pos
60%
3
Menit
4 set
3
Menit
30 detik
Tiap pos
4
Set
70%
3
Menit
25 detik
tiap pos
4
Set
80%
3
Menit
30 detik
Tiap pos
Set
Intensitas Istrhat Reepetisi
20 detik
100
V
Rabu
Jumat
Minggu Hari
Senin
VI
Rabu
B. Inti (30 Detik)
- Latihan Kekuatan dan
Daya Tahan Umum.
C. Penutup (10 Menit)
- Cooling Dwon
- Pelemasan, Lari Kecil.
A. Pemanasan (15 menit)
B. Inti (30 Detik)
- Shuttlerun
- Naik Turun Bangku
- Push Up
- Lempar Bola Ke
dinding
- Squathrush
- Lari Zig-Zag
- Skiping
C. Cooling Dwon
Senam Streching
A. Pemanasan (15 Menit)
B. Inti (30 Detik)
- Shuttlerun
- Naik Turun Bangku
- Push Up
- Lempar Bola Ke
dinding
- Squathrush
- Lari Zig-Zag
- Skiping
C. Cooling Dwon
Senam
Materi Latihan
A. Pemanasan (15 Menit)
B. Inti (30 Detik)
- Latihan Kekuatan dan
Daya Tahan Umum.
C. Penutup (10 Menit)
- Cooling Dwon
- Pelemasan, Lari Kecil.
A. Pemanasan (15 menit)
B. Inti (30 Detik)
- Shuttlerun
- Naik Turun Bangku
- Push Up
- Lempar Bola Ke
dinding
- Squathrush
tiap pos
4 set
60%
3
Menit
4
Set
70%
3
Menit
25 detik
tiap pos
4
Set
80%
3
Menit
30 detik
Tiap pos
Set
Intensitas Istrhat Reepetisi
20 detik
tiap pos
60%
3
Menit
4 set
4
Set
70%
3
Menit
25 detik
tiap pos
101
Jumat
- Lari Zig-Zag
- Skiping
C. Cooling Dwon
Senam Streching
A. Pemanasan (15 Menit) 4
B. Inti (30 Detik)
Set
- Shuttlerun
- Naik Turun Bangku
- Push Up
- Lempar Bola Ke
dinding
- Squathrush
- Lari Zig-Zag
- Skiping
C. Cooling Dwon
Senam
80%
3
Menit
30 detik
Tiap pos
102
Lampiran 2. Formulir Tes Latihan Circuit TrainingLari-Jalan 15 Menit
SMA Negeri 10 Kendari.
FORMAT TES LATIHAN SIRKUIT DAN LARI 15 MENIT SISWA SMA
Nama
: …………………………………
Jenis kelamin
: (Putra) …………………………
No Dada
: …………………………………
Usia
: ………………………….Tahun
Nama Sekolah :
Data Pre-tes :
Tes Denyut Nadi Awal (Sebelum Perlakuan) : ………..
Tes lari-jalan 15 menit : ………………………………..
Tes denyut nadi akhir : ………………………………...
No
ITEM TES LATIHAN
LAMA
SIRKUIT
WAKTU 30
HASIL TES
NILAI
DETIK
1
Pos 1. Shuttlerun
30 Detik
……………….
………...
Pos 2. Naik Turun Bangku
30 Detik
……………….
………...
Pos3. Push Up
30 Detik
……………….
………...
Pos 4. Lempar Bola
30 Detik
……………….
………...
Pos 5. Squathrush
30 Detik
……………….
………...
Pos 6. Lari Zig-Zag
30 Detik
……………….
………..
Pos 7. Skiping
30 Detik
……………….
………...
JUMLAH NILAI KESELURUHAN
……………….
………...
Kedinding
Data Pos-tes :
Denyut Nadi Awal (Sebelum Perlakuan)
: …………………………..
Tes Lari-Jalan 15 Menit
: ………………………….
Tes Denyut Nadi Akhir (Sesudah Perlakuan) : ………………………….
Lampiran 3. Data Hasil Penelitian Pre-Tes Lari Jalan 15 Menit.
103
DATA PENELITIAN TES LARI-JALAN SELAMA 15 MENIT
(DATA PRE-TES)
NO JARAK
TEMPU
1.
7x400+60
2.
5x400+30
3.
5x400+50
4.
6x400+200
5.
5x400+50
6.
5x400+90
7.
6x400+20
8.
4x400+90
9.
4x400+300
10. 6x400+70
11. 5x400+100
12. 5x400+20
13. 6x400+10
14. 5x400+90
15. 4x400+300
16. 4x400+350
17. 6x400+70
18. 4x400+300
19. 5x400+80
20. 6x400+40
21. 5x400+230
22. 6x400+260
23. 5x400+370
24. 6x400+80
25. 5x400+380
26. 5x400+200
27. 5x400+250
28. 6x400+80
29. 5x400+290
30. 5x400+370
31. 5x400+200
32. 6x400+230
JARAK
VO2 MAKS
2860 M
2030 M
2050 M
2600 M
2050 M
2090 M
2420 M
1690 M
1900 M
2470 M
2100 M
2020 M
2410 M
2090 M
1900 M
1950 M
2470 M
1900 M
2080 M
2440 M
2230 M
2660 M
2370 M
2480 M
2380 M
2200 M
2250 M
2480 M
2290 M
2370 M
2200 M
2630 M
43,21
33,70
33,93
40,23
33,93
34,38
38,17
29,80
32,21
38,74
34,50
33,58
38,05
34,38
32,21
32,78
38,74
32,21
34,27
38,40
35,99
40,92
37,6
38,86
37,71
35,65
36,22
38,86
36,68
37,6
35,65
40,58
KETERANGAN
104
Lampiran 4. Data Hasil Penelitian Pos-Tes Lari Jalan15 Menit.
DATA PENELITIAN TES LARI-JALAN SELAMA 15 MENIT
(DATA POS-TES)
NO JARAK
TEMPU
1.
8x400+70
2.
6x400+40
3.
6x400+60
4.
7x400+300
5.
6x400+60
6.
6x400+100
7.
7x400+30
8.
5x400+100
9.
5x400+390
10. 7x400+80
11. 6x400+1200
12. 6x400+200
13. 7x400+20
14. 6x400+100
15. 5x400+350
16. 5x400+390
17. 7x400+80
18. 5x400+370
19. 6x400+90
20. 7x400+50
21. 6x400+260
22. 7x400+290
23. 6x400+380
24. 7x400+90
25. 6x400+390
26. 6x400+230
27. 6x400+260
28. 7x400+90
29. 6x400+300
30. 6x400+390
31. 6x400+250
32. 7x400+260
JARAK
VO2 MAKS
3270 M
2440 M
2460 M
3100 M
2460 M
2500 M
2830 M
2100 M
2390 M
2880 M
2600 M
2600 M
2820 M
2500 M
2350 M
2390 M
2880 M
2370 M
2490 M
2850 M
2660 M
3090 M
2780 M
2890 M
2790 M
2230 M
2660 M
2890 M
2700 M
2790 M
2650 M
3060 M
47,92
38,40
38,63
45,97
38,63
39,09
42,87
34,50
37,82
43,44
40,23
38,28
42,76
39,09
37,37
37,82
43,44
37,6
38,97
43,10
40,92
45,85
42,30
43,56
42,41
35,99
40,92
43,56
41,38
42,41
40,81
45,51
KETERANGAN
105
Lampiran 5. Data Hasil Penelitian, Skor Pre Tes Dan Pos Tes Daya Tahan
Jantung Paru
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
Pre-Test
43,21
33,70
33,93
40,23
33,93
34,38
38,17
29,80
32,21
38,74
34,50
33,58
38,05
34,38
32,21
32,78
38,74
32,21
34,27
38,40
35,99
40,92
37,6
38,86
37,71
35,65
36,22
38,86
36,68
37,6
35,65
40,58
Post-test
47,92
38,40
38,63
45,97
38,63
39,09
42,87
34,50
37,82
43,44
40,23
38,28
42,76
39,09
37,37
37,82
43,44
37,6
38,97
43,10
40,92
45,85
42,30
43,56
42,41
35,99
40,92
43,56
41,38
42,41
40,81
45,51
106
Lampiran 6. Hasil Analisis Deskriptif Data Kemampuan Daya Tahan Paru
FREQUENCIES VARIABLES=PRETES POSTES
/STATISTICS=STDDEV VARIANCE RANGE MINIMUM MAXIMUM MEAN MEDIAN MODE SUM
/HISTOGRAM NORMAL
/ORDER=ANALYSIS.
Frequencies
[DataSet0]
Statistics
PRETES
N
Valid
Missing
Mean
Median
Mode
Std. Deviation
Variance
Range
Minimum
Maximum
Sum
POSTES
32
32
0
36.2419
36.1050
32.21
3.05932
9.359
13.41
29.80
43.21
1159.74
0
40.9859
40.9200
a
37.82
3.15224
9.937
13.42
34.50
47.92
1311.55
a. Multiple modes exist. The smallest value is shown
Histogram
107
Frequency Table
PRETES
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
29.8
1
3.1
3.1
3.1
32.21
3
9.4
9.4
12.5
32.78
1
3.1
3.1
15.6
33.58
1
3.1
3.1
18.8
33.7
1
3.1
3.1
21.9
33.93
2
6.2
6.2
28.1
34.27
1
3.1
3.1
31.2
34.38
2
6.2
6.2
37.5
34.5
1
3.1
3.1
40.6
35.65
2
6.2
6.2
46.9
35.99
1
3.1
3.1
50.0
36.22
1
3.1
3.1
53.1
36.68
1
3.1
3.1
56.2
37.6
2
6.2
6.2
62.5
37.71
1
3.1
3.1
65.6
38.05
1
3.1
3.1
68.8
38.17
1
3.1
3.1
71.9
108
38.4
1
3.1
3.1
75.0
38.74
2
6.2
6.2
81.2
38.86
2
6.2
6.2
87.5
40.23
1
3.1
3.1
90.6
40.58
1
3.1
3.1
93.8
40.92
1
3.1
3.1
96.9
43.21
1
3.1
3.1
100.0
Total
32
100.0
100.0
POSTES
Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
34.5
1
3.1
3.1
3.1
35.99
1
3.1
3.1
6.2
37.37
1
3.1
3.1
9.4
37.6
1
3.1
3.1
12.5
37.82
2
6.2
6.2
18.8
38.28
1
3.1
3.1
21.9
38.4
1
3.1
3.1
25.0
38.63
2
6.2
6.2
31.2
38.97
1
3.1
3.1
34.4
39.09
2
6.2
6.2
40.6
40.23
1
3.1
3.1
43.8
40.81
1
3.1
3.1
46.9
40.92
2
6.2
6.2
53.1
41.38
1
3.1
3.1
56.2
42.3
1
3.1
3.1
59.4
42.41
2
6.2
6.2
65.6
42.76
1
3.1
3.1
68.8
42.87
1
3.1
3.1
71.9
43.1
1
3.1
3.1
75.0
43.44
2
6.2
6.2
81.2
43.56
2
6.2
6.2
87.5
45.51
1
3.1
3.1
90.6
45.85
1
3.1
3.1
93.8
45.97
1
3.1
3.1
96.9
47.92
1
3.1
3.1
100.0
Total
32
100.0
100.0
109
Lampiran 7. Uji Persyaratan Analisis
Uji Normalitas
EXAMINE VARIABLES=PRETES POSTES
/PLOT NPPLOT
/STATISTICS DESCRIPTIVES
/CINTERVAL 95
/MISSING LISTWISE
/NOTOTAL.
Explore
[DataSet0]
Case Processing Summary
Cases
Valid
N
PRETES
POSTES
Missing
Percent
32
32
N
Total
Percent
100.0%
100.0%
0
0
N
.0%
.0%
Percent
32
32
100.0%
100.0%
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov
Statistic
PRETES
POSTES
df
.122
.132
Shapiro-Wilk
Sig.
32
32
.200
.165
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
POSTES
Statistic
*
.980
.977
df
Sig.
32
32
.798
.715
110
PRETES
111
Uji Kehomogenan Varians
Test for Equal Variances: Pre dan Pos versus Kode
95% Bonferroni confidence intervals for standard deviations
Kode N Lower StDev Upper
1 32 2,37922 3,05932 4,24795
2 32 2,45149 3,15224 4,37698
F-Test (normal distribution)
Test statistic = 0,94; p-value = 0,869
Levene's Test (any continuous distribution)
Test statistic = 0,02; p-value = 0,891
Uji Kehomogenan Varians
F-Test
Test Statistic
P-Value
1
0,94
0,869
Kode
Levene's Test
Test Statistic
P-Value
2
2,5
3,0
3,5
4,0
95% Bonferroni Confidence Intervals for StDevs
4,5
Kode
1
2
30
35
40
Pre dan Pos
45
50
0,02
0,891
112
Lampiran 8. Uji Perbedaan Kemampuan Daya Tahan Paru Antara Pre Tes
dan Pos Tes
T-TEST PAIRS=Pretes WITH Postes (PAIRED)
/CRITERIA=CI(.9500)
/MISSING=ANALYSIS.
T-Test
[DataSet0]
Paired Samples Statistics
Mean
Pair 1
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
Pretes
36.2419
32
3.05932
.54082
Postes
40.9859
32
3.15224
.55724
Paired Samples Correlations
N
Pair 1
Pretes & Postes
Correlation
32
Sig.
.962
.000
Paired Samples Test
Paired Differences
Mean
Pair 1
Pretes Postes
-4.74406
Std.
Deviation
.86331
Std. Error
Mean
.15261
t
-31.086
df
31
Sig. (2tailed)
.000
113
Lampiran 9. Poto-Poto Penelitian.
Foto-Foto Saat Memberikan Arahan Atau Penjelasan.
Foto-Foto Saat Baris-Berbaris Untuk Melakukan Pemanasan
Foto Lanjutan Pemanasan.
114
Foto Lanjutan Pemanasan.
Foto-Foto Saat Berdoa Setelah Pemanasan.
Foto-Foto Saat Mengisi Formulir Latihan Circuit Training Tes.
Foto-Foto Saat Mengisi Formulit Tes
115
Lampiran 10. Poto-Poto Latihan Circuit Training yang memiliki pos-pos.
Foto-Foto Saat Melakukan Latihan Shuttlerun (Pos 1)
116
117
Foto-Foto Saat Melakukan Latihan Naik Turun Bangku (Pos 2).
118
Foto-Foto Saat Melakukan Latihan Push Up (Pos 3).
119
Foto-Foto Saat Melakkan Latihan Lempar Bola Ke dinding (Pos 4).
120
Fotop-Foto Saat Melakukan Latihan Squathrush (Pos 5)
121
Foto-Foto Saat Melakukan Latihan Lari Zig-Zag (pos 6).
122
Lanjutan Foto-Foto Lari Zig-Zag
123
Foto-Foto Saat Melakukan Latihan Skiping. (Pos 7).
124
Lampiran 11. Foto-Foto Saat Melakukan Tes Lari Jalan Selama 15 Menit.
Foto-Foto Saat Melakukan Tes Denyut Nadi Awal Sebelum Perlakuan
(Lari).
125
Foto Saat Memulai Untuk Lari Jalan Selama 15 Menit (Star Untuk Lari).
126
Lanjutan Foto-Foto Tes Lari-Jalan 15 Menit.
127
Poto-Poto Saat Melakukan Tes Denyut Nadi Ahir Setelah Melakukan Lari.
128
Lanjutan Foto-Foto Tes Nadi Sesuda Perlakuan
Peralatan Yang Di Gunakan Saat Tes Lari Jalan 15 Menit.
129
130
131
132
Lampiran 12.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
ROSTI. Dilahirkan di Ulu Kalo, Kabupaten Kolaka, Provinsi
Sulawesi Tenggara Pada Tanggal 11 Juni 1987, anak keempat
dari lima bersaudara dari pasangan Ayah Pidato.L Ibunda
Nuriati.B. Pendidikan formal yang pernah ditempuh adalah SD
Negeri 1 Ulu Kalo (2000), SMP Negeri 1 Wolo (2003), SMA Negeri 2 Kolaka
(2006), Program Strara (SI) Program Studi Penjaskesrek Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan pada Universitas Halu Oleo Kendari Sulawesi Tenggara (2012).
Pada tahun 2014 melanjutkan pendidikan pada Program Pascasarjana Program
Studi Pendidikan Olahraga di Universitas Halu Oleo Kendari.
Download