KOTA….KOTA IDENTIK dengan pemusatan seluruh kegiatan yang

advertisement
KOTA….KOTA IDENTIK dengan pemusatan seluruh kegiatan yang ditandai
dengan pembangunan gedung yang menjulang tinggi, pembangunan
infrastruktur sebagai penunjang dan sarana penduduk kota untuk mobilisasi,
berbagai macam sarana transportasi, dan kepadatan penduduk yang tinggi
dengan segala macam aktivitasnya yang ikut memenuhi dan mewarnai
kehidupan kota setiap saat. Suatu kota dikatakan berhasil,maju, dan
berkembang jika kota tersebut memiliki aktivitas perekonomian yang sangat
tinggi yang didukung dengan pembangunan infrastruktur dan sarana pendukung
lainnya serta diikuti dengan mobilitas penduduk yang tinggi. Akan tetapi apakah
semua pembangunan yang dilakukan diperkotaan memiliki pengaruh positif bagi
kota secara keseluruhan??? Apakah pembangunan kota tersebut telah
seimbang dengan daya dukung lingkungan kota tersebut???
Pembangunan tidak akan pernah berhenti dilakukan untuk membangun suatu
kota, sehingga kota terus bertumbuh dari yang awal mulanya merupakan kota
kecil dengan minim insfrastruktur dan fasilitas lainnya dan kemudian
berkembang menjadi kota besar dan terus berkembang menjadi kota
megapolitan seperti Jakarta. Kota Jakarta merupakan kota Megapolitan yang
hingga saat ini sudah dapat dikatakan kota yang over capacity dapat dilihat dari
jumlah penduduk Jakarta yang hingga kini menjadi angka ±9.5 juta jiwa, yang
idelanya penduduk Jakarta berkisar antara 4-5 juta jiwa atau setengah dari
penduduk saat ini. Dengan kondisi kota yang over capacity tersebut, mulai
timbulah berbagai macam permasalahan perkotaan, diantaranya masalah
kemacetan, masalah sosial dapat dilihat dari tidak meratanya kesejahteraan
masyarakat, ketidaknyaman masyarakat dalam beraktivitas sehari-hari, dan
permasalahan banjir yang merupakan amcaman Kota Jakarta pada setiap
musim hujan bahkan saat ini tanpa musim hujan pun Jakarta Utara sering
terendam akibat dari naiknya muka air laut/ROB akibat dari penurunan muka air
tanah.
Bencana jebolnya Tanggul Situ Gintung pada Tahun 2009 lalu merupakan
bencana alam yang disebabkan oleh masyarakat yang telah melakukan
penyimpangan terhadap RTRW, di mana di sekitar area tanggul tidak
diperkenankan sebagai kawasan budidaya, akan tetapi kebutuhan akan lahan
perkotaan yang semakin meningkat, peraturan tersebut diabaikan sehingga yang
terjadi adalah bencana yang mengakibatkan kerugian yang materi dan jiwa yang
besar. Sangat disayangkan bencana serupa sering terjadi khususnya di kotakota besar, beberapa lapisan masyarakat yang hanya memikirkan keuntungan
sepihak dengan sering melakukan penyimpangan terkait peruntukan guna lahan
tanpa memikirkan kapasitas, keterbatasan daya dukung dan daya tamping suatu
lahan perkotaan.
Menanggapi permasalahan di atas, UU Nomor 26 Tahun 2007 Tetang Penataan
Ruang telah mengamanatkan bahwa setiap Prop/Kab/Kota yang dalam proses
penyusunan RTRW diwajibkan untuk memiliki proporsi Ruang Terbuka Hijau
(RTH) pada setiap wilayahnya sebesar 30%, atau untuk wilayah kota paling
sedikit 20%. Perwujudan RTH pada setiap wilayah ini merupakan perwujudan
dan penguatan dari tujuan Penataan Ruang, yaitu “mewujudkan penataan ruang
yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan”. Kata berkelanjutan di dalam
UU ini berkaitan erat dengan lingkungan, kualitas lingkungan sudah seharusnya
dipertahankan bahkan dapat ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat saat ini dan generasi mendatang. Jika melihat tujuan dari Penataan
Ruang, dapat dikatakan perencanaan tidak semata-mata hanya menuntut suatu
wilayah agar produktif, akan tetapi juga memperhatikan keseimbangan
lingkungan dan masyarakat di dalamnya.
Kota Surakarta, yang juga dikenal dengan Solo terletak di Provinsi Jawa Tengah
yang memiliki jumalah penduduk ±600.000 jiwa dengan luas 4.404,06 Ha yang
terbagi atas 5 (lima) kecamatan, yaitu Kec. Laweyan, Kec. Serengan, Kec. Pasar
Kliwon, Kec. Jebres, Kec. Banjarsari. Kota Surakarta, selayaknya kota besar
merupakan pusat pertumbuhan wilayah Jawa Tengah dengan potensi ekonomi
sangat tinggi di bidang industry, perdagangan, pariwisata dan sector penunjang
lainnya. Selain itu Kota Surakarta juga merupakan kota penghubung bagi daerah
hinterland, di antaranya Kab. Boyolali, Kab. Sukoharjo, Kab. Karanganyar, Kab.
Wonogiri, Kab. Sragen, dan Kab. Klaten. Melirik potensi yang terkandung di
dalamnya dan di dukung dengan letak yang strategis, tidak menjadikan
Pemerintah Kota Surakarta memiliki keinginan sepenuhnya mengembangkan
pembangunan yang optimal untuk Kota Surakarta ini. Dalam pembangunan Kota
Surakarta, Pemkot tetap akan memperhatikan keseimbangan lingkungan di
mana telah tertuang di dalam Tujuan Penataan Ruang yang telah tercantum di
dalam draft Raperda RTRW Kota Surakarta, yaitu ”Mewujudkan Kota Surakarta
Sebagai Kota Budaya yang Produktif, Berkelanjutan dan Berwawasan
Lingkungan Dengan Berbasis Pada Sektor Industri Kreatif, Perdagangan dan
Jasa, Pendidikan, Pariwisata, Serta Olah Raga”.
Kata Berkelanjutan dan Berwawasan Lingkungan yang merupakan amanat dari
UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang telah dibuktikan dan
direalisasikan melalui beberapa program dengan tujuan memperbaiki dan
menyehatkan lingkungan Kota Surakarta, di mana program lingkungan tersebut
telah berhasil dan meraih beberapa penghargaan, di antaranya melalui “Kota
Dalam Kebun” yang dicanangkan oleh Ir. Joko Widodo selaku walikota Surakarta.
Program ini dapat menciptakan kota yang sehat dan asri, hijau dipenuhi oleh
pepohonan dengan sendirinya akan menciptakan iklim yang sejuk dan membuat
manusia di dalamnya merasakan sehat dan tenang yang merupakan idaman
bagi setiap wilayah, khususnya di kota besar yang jauh dari suasana hijau dan
asri. Sehingga tidak heran Kementerian Lingkungan Hidup pada tahun 2011
memberikan penghargaan bagi Pemerintah Kota Surakarta atas kerja kersa di
dalam penyehatan lingkungan kota dan menciptakan iklim yang sejuk.
Pada tahun 2011 juga Pemkot Surakarta “Kota Langit Biru” oleh Kementerian
Lingkungan Hidup, di dalam penilaian ini, Kota Surakarta memiliki skor tertinggi
untuk kategori kota besar dan telah menyisihkan 12 kota besar di Indonesia.
Penilaian ini dilakukan dengan mengukur tingkat emisi gas buang dari sumber
yang bergerak atau kendaraan bermotor dan penyediaan Ruang Terbuka Hijau
(RTH) yang telah dirancang pemkot untuk dapat menciptakan iklim mikro yang
bersih. Awal tahun 2011, melalui Direktorat Jenderal Penataan Ruang telah
melakukan inisiasi Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) di 60 kota dan
kabupaten. P2KH ini merupakan merupakan program dalam rangka mewujudkan
amanat UU Penataan Ruang tentang perwujudan RTH 30%, selain itu juga
merupakan reaksi dan tanggapan mengenai isu global yaitu Perubahan Iklim
yang hingga kini dampaknya telah terjadi dibelahan bumi. Telah tercatat 20 Kota
yang telah sepakat dengan menandatangani “Komitmen Kota Hijau” pada
tanggal 7 November 2011, yang juga merupakan rangkaian Hari Peringatan
World Town Planning Day (WTPD).
Berbagai penghargaan lingkungan telah diraih Surakarta, akan tetapi usaha
pemkot untuk selalu menghijaukan dan ciptakan udara bersih tidak hanya
berhenti sampai disini. Kota Surakarta merupakan salah satu kota yang terpilih
dan telah berkomitmen sebagai Kota Hijau, bentuk komitmen tersebut ditandai
dengan penandatanganan piagam “Komitmen Kota Hijau” yang merupakan
bentuk kesepakatan antara Pemkot Surakarta dengan Direktorat Jenderal
Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum. Berbagai program Kota Hijau
telah disiapkan oleh pemkot, perencanaan tersebut telah tertuang di dalam Draft
Raperda RTRW Kota Surakarta, yang saat ini telah sampai pada tahap telah
persetujuan substansi dan saat ini sedang pembahasan di DPRD setempat. Di
dalam Draft Raperda RTRW Kota Surakarta telah mencantumkan bahwa RTH
Kota Surakarta dibagi atas 2 (dua) RTH Publik yang meliputi taman pemakaman
umum, dan jalur hijau sepanjang jalan, sempadan sungai, sempadan rel kereta
api, taman wisata alam, taman rekreasi, kebun binatang, lapangan olah raga,
taman lingkungan perumahan dan permukiman, serta pedestrian. Dan RTH
Privat, yang meliputi lahan pertanian kota atau halaman rumah/gedung milik
masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan, taman lingkungan perkantoran,
gedung komersial dan taman atap (roof garden).
Direncanakan luas RTH Kota Surakarta
dalam bentuk taman seluas 357 (tiga ratus
lima puluh tujuh) Ha, RTH Dalam bentuk
Taman Pemakaman Umum (TPU) seluas
50 (lima puluh) Ha, RTH dalam bentuk
sempadan rel kereta api seluas 73 (tujuh
puluh tiga) Ha dengan sebaran di beberapa
kecamatan. Selain itu juga terdapat Ruang
Terbuka Non Hijau (RTNH) di Kota Surakarta seluas 7 (tujuh) Ha yang juga
tersebar diseluruh kawasan kecamatan. Untuk mewujudkan RTH yang telah
direncanakan, Pemerintah Kota Surakarta telah melakukan kerjasama
pendanaan melalui dana sharing APBN dan APDB serta pihak perbankan
melalui Bank Mandiri yang telah melakukan kesepakatan terkait konsep
kerjasama untuk merealisasikan RTH. Solo City Walk merupakan salah satu
bentuk perwujudan RTH public, Solo City Walk ini dapat memberikan kesejukan
dan kehijauan pada Kota Surakarta, fasilitas pejalan kaki yang aman dengan sisi
hijau kanan dan kiri dapat memberikan rasa sejuk di dalamnya. Selain itu lokasi
PKL di beberapa bagian tidak mengganggu bagi pejalan kaki karena tempat
untuk PKL telah disediakan oleh pemkot dengan rapi dan teratur.
Saat ini, telah tercatat ±18.61% RTH di Kota Surakarta, di dalam perencanaan
ke depan Pemerintah Kota Surakarta yang dibantu oleh jajarannya juga telah
menyiapkan beberapa program dalam rangka merealisasikan “Komitmen Kota
Hijau”, di antaranya adalah Program “Green Building”, menggalakkan konsep
“Roof Garden” sebagaimana yang telah tercantum di dalan Draft RTRW Kota
Surakarta, pembangunan jalan lingkungan dengan menggunakan paving,
penanaman 1 (satu) juta pohon, dan kegiatan sayembara inisiasi rencana
kota. Pada tahun 2009, Pemerintah Kota Surakarta juga telah mengeluarkan
Perda berkaitan dengan RTH, yaitu Perda No. 8 Tahun 2009 Tentang Bangunan,
yang mengatur adanya kewajiban untuk menetapkan Koefisien Dasar Bangunan
(KDB) maksimal 85%, kecuali lokasi tertentu, dan saluran air hujan sebelum
dibuang ke saluran umum kota harus melalui sumur resapan terlebih dahulu.
RTH tidaklah hanya direncanakan dan dilaksanakan begitu saja, melainkan
terdapat beberapa instansi Pemkot yang terlibat didalam kepengurusan dan
perawatan RTH Kota Surakarta, di antaranya adalah untuk pengelolaan dan
pemeliharaan taman kota, jalur hijau, dan lapangan dikelola oleh Dinas
Kebersihan dan Pertamanan, Dinas Pekerjaan Umum dan Badan Lingkungan
Hidup berperan di dalam penyediaan pohon dan RTH di sempadan sungai,
Dinas Pertanian juga terlibat di dalam penyediaan tanaman produktif, selain itu
seluruh penduduk Kota Surakarta juga berkewajiban memelihara taman-taman
lingkungan di lingkup RT/RW/Kelurahan agar iklim mikro tetap terjaga dan
mendukung perwujudan Kota Hijau. Perencanaan perwujudan RTH di Kota
Surakarta memiliki beberapa kendala dan permasalahan yang dihadapi, antara
lain mengenai status ruas jalan yang kewenangannya dimiliki oleh Perintah
Propinsi, untuk kawasan sepadan sungai dan rel kereta api terdapat
permasalahn dengan warga sekitar, karena banyak pemukiman liar yang telah
berdiri disekitar sempadan tersebut, perlu ditingkatkan kembali koordinasi antara
beberapa dinas terkait yang bertanggung jawab dalam pengelolaan RTH agar
pelaksanaan perwujudan RTH dapat terkoordinir dengan baik dan serasi, dan
permasalahan kesadaran masyarakat dalam pemeliharaan dan perawatan RTH
masih perlu untuk ditingkatkan kembali.
Sangat tidak mudah mendapatkan predikat Kota Bersih, karena kota identik
dengan kebisingan dan polusi dari kendaraan, aktivitas pabrik, dan aktivitas
penduduk kota yang terus mencemari lingkungan kota. Akan tetapi komitmen
berbagai macam instansi baik pemerintahan, masyarakat, akademisi, dan sektor
swasta yang turut menghijaukan lingkungan mereka, membuat Kota Surakarta
menjadi hijau dan bersih.
RTH pada hakikatnya merupakan salah satu unsur ruang kota yang mempunyai
peran penting serta dengan unsur kota lainnya dan memiliki pengaruh sangat
positif bagi lingkungan sekitar. Perbaikan lingkungan tidak perlu diawali dengan
langkah besar dan menciptakan sesuatu yang inovatif, melainkan berawal dari
kesadaran diri sendiri yang nantinya akan memberikan dampak yang luas bagi
lingkungan sekitar.
Download