5 - Publikasi Ilmiah Unwahas

advertisement
Sugiarto Pramono
Kesenjangan Kawasan dan
Strategi Pembangunan Lokal
KESENJANGAN KAWASAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN LOKAL
MENGHADAPI ASEAN ECONOMY COMMUNITY 2015
Oleh:
Sugiarto Pramono
Abstrct
This paper aims to design a local strategy to decrease the economic disparities in
Southeast Asia to build a foundation for the ASEAN Economic Community 2015
(AEC 2015). The argument in this paper was prepared on the assumption, that the
region's economic liberalization was not accompanied by the readiness of the local
economy will produce gaps. Recommendation of this paper was the readiness of
the local economy should be priorities in facing the AEC in 2015.
Key Words: Asean Economic Commonity, local economy
Asean Economic Commonity1
2015 (AEC 2015) membutuhkan
perhatian dan partisipasi dari
banyak pihak guna mewujudkannya.
Salah satu tugas utama para aktor di
Asia Tenggara (Asteng)
yang
berkepentingan terhadap AEC 2015
adalah meyakinkan para pelaku lain
bahwa
AEC
2015
merupakan
tonggak penting bagi perjalanan
sejarah kebangkitan ekonomi Asteng
selanjutnya. Hemat penulis tujuan
pembentukan AEC 2015 seharusnya
tidak berhenti pada: usaha untuk
membesarkan perdagangan intraASEAN2
melalui
AFTA
dari
penghapusan
rintangan-rintangan
tarif menuju ke penghapusan
rintangan non-tarif (Luhulima, CPF.,
2011: 55) atau karena reaksi terhadap
1
AEC 2015 merupakan konsep yang digunakan
dalam Declaration of ASEAN Concord II (Bali
Concord II), Bali, Oktober 2013. AEC adalah salah
satu pilar perwujudan ASEAN Vision, bersamasama dengan ASEAN Security Community (ASC)
dan ASEAN Sosio-Cultural Community (ASCC).
AEC adalah tujuan akhir integrasi ekonomi seperti
dicanangkan dalam ASEAN Vision 2020 (Djaafara,
R. A., dkk, 2009: 9 ).
2 Kecilnya prosentase perdagangan Intra bila
dibandingkan dengan Ekstra ASEAN menjadi
indikator rendahnya derajat integrasi ekonomi
regional tersebut, lihat grafik 3.
SPEKTRUM
agresifitas Cina dan India yang
sangat efektif dalam
menarik
investasi asing langsung, FDI (Hew,
D., 2005: 55 dalam Cipto, B., 2007:
248) namun lebih substansial dari itu
adalah mendorong pertumbuhan
ekonomi sembari—dan ini yang
tidak kalah penting—mempertipis
kesenjangan ekonomi di Asteng.
Dengan tercapainya target tersebut
maka AEC 2015 telah berhasil secara
telak dalam menciptakan Asteng
yang tidak hanya terintegrasi secara
ekonomi namun juga makmur dan
berkeadilan.
Tulisan ini berfokus pada
menjawab tiga pertanyaan: pertama,
mengapa
terjadi
kesenjangan
ekonomi di tingkat regional Asteng?
Kedua pendekatan alternatif apa
yang dapat ditawarkan untuk
mereduksi kesenjangan tersebut?
dan ketiga, strategi apa yang dapat
dilakukan para stake holder guna
mendorong pertumbuhan sembari
mempertipis—bila
bukan
menghilangkan—kesenjangan
ekonomi?
Vol. 14, No. 2, Juli 2013
Jurnal Ilmu Politik Hubungan Internasional
Sugiarto Pramono
A. Mengapa
terjadi
kesenjangan ekonomi di
Asteng?
Kesenjangan
di
Asteng
adalah faktual (lihat grafik 1 dan 2).
Keberadaannya menjadi masalah
yang nyaris tak pernah usai dalam
perjalanan sejarah kawasan ini. Sulit
disangkal kesenjangan memiliki
kaitan yang erat baik dengan
liberalisasi
ekonomi
maupun
kesiapan para agen di tingkat
nasional maupun lokal. AEC 2015
dengan aneka kesepakatan yang
dirancang
untuk
mencapai
liberalisasi ekonomi harus diakui
akan menciptakan ruang kompetisi
bagi para pelaku ekonomi dari
berbagai ukuran. Dengan desain
pembangunan semacam ini maka tak
ayal fragmentasi kelas semakin tegas.
Kendati kita tidak bisa
menutup mata, liberalisasi memiliki
sisi-sisi positif bagi pertumbuhan
ekonomi.
Liberalisasi
mengkondisikan para agen ekonomi
untuk melakukan efesiensi dan
inovasi demi pertumbuhan, dan
terbukti metode ini handal dalam
mendorong kemajuan. Di sisi lain,
nasionalisme
ekonomi—
merkantilisme—yang menghendaki
kemakmuran
domestik
tanpa
mempedulikan solidaritas di tingkat
internasional juga memiliki wajah
menggembirakan setidaknya bagi
produsen dalam negeri karena
misalnya kebijakan proteksionis
negara akan menyelamatkan industri
domestik, walaupun kita tidak bisa
abai bahwa nasionalisme sempit
berpotensi
mengulang
tragedi
perang dunia.
Bila
demikian
maka
keyakinan
kaum
liberal,
SPEKTRUM
Kesenjangan Kawasan dan
Strategi Pembangunan Lokal
keterbelakangan merupakan akibat
dari rendahnya daya saing suatu
negara atau dalam lokus yang lebih
riil adalah masyarakat lokal patut
mendapat apresiasi, sebagaimana
pula terdapat sisi kebenaran dalam
argumentasi kaum radikal bahwa
sistem ekonomi liberal memproduksi
kesenjangan ekonomi. Menyatukan
berbagai sisi posistif perspektifperspektif ini sembari berupaya
mereduksi berbagai kekukurangan
masing-masing perspektif
(lihat
perspektif reformis3 dalam Mas’oed,
M., 2008: 55-9) hemat penulis sangat
produktif
untuk
menangani
masalah-masalah
kesenjangan
ekonomi di Asteng. Ditinjau dari
pespektif
kompilasi
tersebut,
kesenjangan
ekonomi
dalam
perjalanan panjang sejarah Asteng
terutama
disebabkan
oleh:
liberalisasi
ekonomi
tanpa
memperhitungkan kesiapan pelaku
di tingkat lokal.
Masyarakat raya Asteng
yang terdiri dari banyak unsur dan
tersebar
secara
tidak
merata,
memiliki kepentingannya sendirisendiri dan berprilaku dengan
dorongan kepentingan dan kapasitas
kekuasaannya masing-masing. Tidak
terdistribusinya kekuasaan secara
Perspektif reformis memiliki beberapa asumsi,
diantaranya: aktor dalam ekonomi politik
internasional
adalah
negara
dan
unit
transnasional; tujuan kegiatan ekonomi politik
untuk memaksimalkan kesejahteraan global; relasi
ekonomi politik sekarang merugikan si lemah
namun bisa diperbaiki; peran negara primer,
memperjuangkan kelompok ekonomi negaranegara lemah dalam forum diplomasi
internasional; perubahan ekonomi dapat diarahkan
ke reformasi struktur secara damai; rekomendasi:
manfaatkan organisasi internasional untuk:
strategi “ collective self-reliance dan collective
bargaining” (disarikan dari Mas’oed, M., 2008: 559)
Vol. 14, No. 2, Juli 2013
Jurnal Ilmu Politik Hubungan Internasional
3
Sugiarto Pramono
merata memproduksi situasi di mana
hanya aktor-aktor tertentu yang
jumlahnya sangat sedikit namun
berkuasa secara ekonomi maupun
politik
memiliki
akses
untuk
mempengaruhi kebijakan baik di
tingkat
Negara,
maupun
kesepakatan
Multilateral
(lihat:
Oatley, T. 2006: 11-16).
Elit politik dan bisnis
memiliki akses yang relatif lebih
besar ketimbang aktor lain seperti
pebisnis menengah kecil, buruh,
perempuan, pemuda, masyarakat
lokal dan adat sehinga implikasi
yang
paling
dekat
adalah
diwarnainya aneka kebijakan dan
kesepakatan termasuk di tingkat
ASEAN
oleh
kepentingankepentingan aktor-aktor utama itu.
Tak ayal berbagai isu yang kerapkali
dilontarkan ASEAN juga tak luput
dari isu-isu yang hanya urgen dalam
kaca mata para elit politik dan bisnis
tersebut. Sementara aktor lain di luar
aktor utama seringkali diposisikan
sebagai objek kebijakan. Masyarakat
akar rumput di tingkat lokal
misalnya hanya menjadi buruh dan
konsumen utama.
Di
sisi
lain
aneka
kesepakatan di tingakat ASEAN
yang berbasis kepentingan elit
politik dan bisnis dengan sangat
mudah dibuat. Berbagai kesepakatan
liberalisasi ekonomi seperti ACFTA
misalnya, sulit dipungkiri memukul
telak para pelaku ekonomi lokal.
Serbuan barang-barang Cina ke
Indonesia yang diikuti menurunya
pendapatan para pelaku ekonomi di
tingkat lokal, menjadi indikator
bahwa pilihan liberalisasi di tingkat
regional
lebih
mencerminkan
kepentingan para pelaku ekonomi
SPEKTRUM
Kesenjangan Kawasan dan
Strategi Pembangunan Lokal
besar dan elit politik semata dari
pada aktor-aktor di arus pinggir.
Hemat penulis, kesenjangan
ekonomi di Asteng terjadi karena
kesepakatan FTA tidak dibarengi
dengan kesiapan di tingkat lokal
(Lihat gambar 1). Kesiapan di tingkat
lokal menjadi fondasi penting dalam
mendorong FTA. Pertama, di tataran
implementasi para pelaku ekonomi
lokal lah yang diharapkan berperan
aktif
dalam
FTA.
Prakteknya
masyarakat lokal sangat sedikit—
untuk tidak mengatakan: tidak ada—
yang menjadi pemain utama dalam
perekonomian
lokal;
Kedua,
pemerintah lokal lebih efesien
ketimbang pemerintah nasional,
karena selain birokrasinya yang lebih
sederhana, pemerintah lokal juga
lebih dekat dengan masyarakat akar
rumput (Pramono, S. 2013: 143). Ini
sejalan dengan semangat ekonomi
global yang menuntut efesiensi.
Sayangnya dalam kasus Asteng
asumsi ini keliru, faktanya korupsi,
kolusi dan nepotisme menjadikan
birokrasi sangat tidak efesien.
Bahkan anggapan, pemerintah lokal
memiliki hubungan dekat dengan
masyarakat nampaknya keliru pula.
Sedikit masyarakat Asteng yang
melihat birokrasi sebagai fasilitator,
sebagaian justru menganggapnya
sebagai ancaman. Lihat misalnya
bagaimana konflik antara Satpol PP
dengan para pedagang kaki lima di
kota-kota di Indonesia;
Ketiga, modalitas nasional
dalam berdiplomasi terutama berada
di tingkat lokal, lihat fakta bahwa
SDA dan SDM berada di tingkat
lokal, namun sayangnya yang terjadi
SDA di tingkat lokal dieksploitasi
dan dimanfaatkan investor asing,
sementara
SDM
nya
hanya
Vol. 14, No. 2, Juli 2013
Jurnal Ilmu Politik Hubungan Internasional
Sugiarto Pramono
diposisikan sebagai buruh murah
dan konsumen utama. Dua hal ini—
SDA berlimpah dan buruh murah—
sejujurnya
menjadi
modalitas
andalan negara untuk menarik
investor; dan Keempat, aneka potensi
budaya sebagai modalitas industri
pariwisata berada di tingkat lokal,
namun harus diakui tidak sedikit
aneka kekayaan budaya di tingkat
lokal yang seharusnya dimanfaatkan
untuk
mendorong
industri
pariwisata lokal, sering diabaikan.
Ringkasnya ketimpangan di Asteng
bermuara pada absennya partisipasai
para stake holder pinggiran dalam
pembangunan di regional tersebut,
sehingga sulit dipungkiri hanya
sedikit orang yang menikmati
pembangunan di Asteng, mereka
adalah para elit politik dan ekonomi.
B. Mendorong ekonomi lokal:
mengikis
kesenjangan
ekonomi, menuju ASEAN
Economy Community 2015
“ASEAN selama 40 tahun
lebih tampaknya belum
berhasil menjadi pusat
kerjasama ekonomi, bisnis
dan investasi yang riil bagi
seluruh
anggotanya.
Formulasi politik regional
ASEAN selama ini lebih
dominan,
dan
lebih
mendukung terbentuknya
fondasi politik keamanan,
yang
mengutamakan
penghargaan
yang
setinggi-tingginya
atas
asas legalitas kedaulatan
masing-masing
negara
anggotanya—dan bersifat
tidak saling mencapuri”
SPEKTRUM
Kesenjangan Kawasan dan
Strategi Pembangunan Lokal
Demikian tulis Zainuddin Djafar
dalam buku editan Akbar, R.T. (2010:
1). Seting regional itulah yang
membuat
ASEAN
kurang—bila
enggan untuk mengatakan: tidak—
berprestasi
dalam
pemerataan
ekonomi. Kesenjangan ekonomi sulit
dipungkiri menjadi masalah krusial
di kawasan Asteng, sehingga AEC
seharusnya tidak hanya membangun
pasar tunggal Asteng namun lebih
dari
itu
adalah
mereduksi
kesenjangan ekonomi.
Partisipasi menjadi kata
kunci bagi upaya membangun
perekonomian di Asteng. Porsi
keterlibatan para pelaku ekonomi
pinggiran seperti masyarakat lokal,
pengusaha menengah ke bawah,
buruh, perempuan hingga pemuda
harus ditingkatkan. Ketidakhadiran
mereka dalam partisipasi aktif
pembangunan
akan
membuat
mereka
justru
menjadi
objek
pembangunan.
Bila selama ini inisiasi dalam
pembangunan
di
kawasan
didominasi oleh elit politik dan
ekonomi, maka sudah saatnya agenagen di luar agen utama diberi porsi
keterlibatan yang lebih besar. Saya
yakin wajah baru yang sama sekali
berbeda dari tampilan ekonomi
Asteng
akan
segera
lahir.
Keterlibatan aktif para pelaku
ekonomi pinggiran yang kebanyakan
berada di tingkat lokal akan
membawa warna berbeda dalam
pembangunan, yakni: setidaknya
terkikisnya kesenjangan ekonomi.
Dalam
sistem
ekonomi
global yang semakin terintegrasi,
ekonomi lokal terhubung begitu saja
dengan ekonomi global tanpa
kesadaran penuh dari komunitas
lokal
secara
kolektif
(oleh
Vol. 14, No. 2, Juli 2013
Jurnal Ilmu Politik Hubungan Internasional
Sugiarto Pramono
pemerintah lokal, pelaku ekonomi
lokal maupun masyarakat lokal
secara umum). Implikasi paling
sering terjadi adalah para pelaku di
tingkat lokal hadir sebagai pemain
yang kalah (sumber daya alamnya
dirampas; tenaga kerjanya digaji
murah; dan diposisikan sebagai
konsumen utama).
Dalam seting lokal seperti
ini, maka aktor paling mungkin
menjadi
leader
yang
akan
membimbing,
mengubah
dan
akhirnya memenangkan para pelaku
ekonomi lokal adalah pemerintah
lokal. Partisipasi pemerintahan lokal
dalam
hubungan
internasional
kontemporer memiliki ruang yang
lebih lebar ketimbang di masa-masa
sebelumnya. Tidak hanya karena
semakin meningkatnya intensitas
transportasi dan komunikasi lintas
batas negara, namun juga karena
aturan perundangan nasional di
banyak negara di dunia pasca perang
dingin memiliki kecenderungan
semakin meningkatkan keikutsertaan
pemerintah lokal dalam praktik
hubungan internasional4. Pemerintah
lokal lebih unggul dari pada
pemerintah
nasional:
pertama,
pemerintah lokal memiliki birokrasi
yang lebih sederhana; dan kedua,
pemerintah lokal lebih dekat dengan
masyarakat.
Kebijakan di tingkat nasional
dan kesepakatan multilateral di
tingkat
ASEAN
seharusnya
Ini nampak misalnya dari semakin besarnya
angka keterlibatan pemerintah lokal dalam
kerjasama luar negeri. Hingga tahun 2004 saja
misalnya, sedikitnya terdapat 11.000 kerjasama
dalam bentuk sister city yang dilakukan oleh 1200
pemerintahan lokal yang tersebar di 125 negara di
dunia (Sister cities and inter-city organization,
www.internationalrelation.com dalam Pramono,
2013, 76).
SPEKTRUM
4
Kesenjangan Kawasan dan
Strategi Pembangunan Lokal
diintegrasikan secara fungsional
dengan kebijakan di tingkat lokal.
Level
lokal
dengan
demikian
menjadi
pijakan
penting
bagi
kebijakan-kebijakan di level atasnya.
Pada saat bersamaan kebijakan di
level lokal diabdikan untuk melayani
kepentingan masyarakat lokal (lihat
ilustrasi pada gambar 3). Dengan
demikian maka sejatinya kebijakan
yang dirancang di tingkat nasional
maupun kesepakatan multilateral di
tingkat regional ditujukan untuk
sebesar-besarnya
kepentingan
masyarakat akar rumput yang
tersebar di seantero Asteng. Dengan
desain kebijakan dari bawah ke atas
berarti setiap kesepakatan di forum
ASEAN menjadi kesepakatan yang
mem “bumi”.
C. Apa yang perlu disiapkan
di
tingkat
lokal?:
merumuskan strategi lokal
Pertama,
meningkatan
kualitas SDM lokal. Kualitas SDM
lokal menjadi faktor kunci dalam
pembangunan lokal, oleh karena itu
sudah sepatutnya menjadi prioritas
utama. Dalam hal ini ada sedikitnya
5 ranah yang perlu digarap: (1)
menyadarkan pentingnya potensi
lokal, baik yang berupa SDM,
maupun SDA; (2) meningkatkan
solidaritas masyarakat lokal. Ini
penting karena solidaritas akan
menjadi energi luar biasa bagi
pembangunan
daerah.
Dalam
solidaritas misalnya, ada saling
membantu, kepedulian, sinergi dan
pemerataan;
(3)
meningkatkan
partisipasi masyarakat lokal dalam
pembangunan; (4) penguasaan skill
dan tekhnologi yang dibutuhkan
dalam
pengembangan
sektor
berbasis keunggulan komparatif
Vol. 14, No. 2, Juli 2013
Jurnal Ilmu Politik Hubungan Internasional
Sugiarto Pramono
lokal; dan ke (5) menanamkan jiwa
entrepreneurship.
Kedua, efesiensi birokrasi
lokal. Beberapa poin yang perlu
mendapat tekanan kuat: (1) proses
perijinan usaha satu atap; (2)
manajemen surat menyurat birokrasi
berbasis internet; (3) brantas KKN
dalam
jaringan
birokrasi;
(4)
meningkatkan profesionalitas kinerja
birokrasi; dan (5) membangun
presepsi publik: proses birokrasi
sangat mudah. Ketiga, menciptakan
kelompok pemikir kreatif untuk
pembangunan lokal. Kelompok ini
terdiri dari berbagai unsur seperti:
akademisi,
seniman,
pebisnis,
politisi, perempuan, pemuda dan
lain sebagainya. Tugas mereka
adalah mengkonsep pembangunan
lokal, dengan melakukan berbagai
riset terkait pembangunan lokal,
inovasi
tekhnologi,
strategi
pemasaran
produk
lokal,
pengembangan SDM, tata kota,
memberikan
presekripsi
pada
berbagai stake holder dan lain
sebagainya.
Keempat,
mempertegas
keunikan lokal. Keunikan lokal
merupakan salah satu keunggulan
komparatif sehingga perlu ada
upaya up grading. Keunikan lokal
bisa berupa budaya, tekhnologi, skill,
produk-produk tertentu, desain kota
atau apapun. Upaya mempertegas
keunikan lokal akan menambah nilai
lokal, sehingga misalnya dapat
menarik
wisatawan,
investor
maupun konsumen asing, dan pada
akhirnya akan akan menjadi salah
satu sumber pendapatan lokal.
Siapa stake holder yang
bertanggungjawab
untuk
meningkatkan daya saing lokal?
Mugasejati, N.P. (2011: 7-9) dalam
SPEKTRUM
Kesenjangan Kawasan dan
Strategi Pembangunan Lokal
buku editannya berjudul: Memahami
dan Memetakan Potensi Ekonomi Lokal
untuk Menghadapi Kompetisi Global
menyebut sejumlah aktor kunci yang
seharusnya memegang peran dalam
upaya up grading di tingkat lokal,
yaitu: Pemerintah lokal5, pemerintah
regional (provinsi atau negara
bagian) dan nasional6, pengampu
kepentingan lokal7, donor dan
lembaga multilateral8, konsultan dari
luar9, pihak swasta10 dan lembaga
Fungsi dari pemerintah lokal cukup krusial,
pemerintah lokal mengambil peran utama dalam
menggerakan upaya penilaian ekonomi lokal.
Aktor ini juga menyediakan dua sumber daya
utama untuk melakukan proses penilaian ekonomi,
yaitu kepemimpinan publik dan rencana strategis
pembangunan.
5
Pemerintah regional dannasional berfungsi
memberikan
sarana
pembiayaan,
serta
memperluas cakupan proses penilaian ekonomi
dengan cara meningkatkan kerjasama dengan
provinsi lain. Pembiayaan yang diberikan oleh
pemerintah regional dan nasional dapat berasal
dari investor luar yang berpartisipasi dalam
perekonomian nasional.
6
Pengampu kepentingan lokal ini terdiri dari:
asosiasi bisnis dan perdagangan, organisasi
sosial, akademisi, universitas dan lembaga riset.
Pengampu
kepentingan
lokal
berfungsi
memastikan strategi pembangunan ekonomi
berjalan selaras dengan kepentingan lokal.
7
Donor dan lembaga multilateral berfungsi
memberikan asistensi pendanaan bagi proses
penilaian ekonomi. Selain pembiayaan, kedua
aktor ini juga berperan untuk menyediakan
panduan tahapan proses penilaian ekonomi. Serta
membantu pemerintah lokal dan pengampu
kepentingan untuk mengadakan pengawasan.
8
Konsultan mengambil peran dalam melakukan
analisis profesional dan riset mengenai kesediaan
sumber daya di tingkat lokal untuk melakukan
proses penilaian ekonomi. Konsultan juga dapat
menawarkan kerangka kerja yang dapat
diadaptasi oleh pemerintah lokal, untuk
melengkapi strategi perkembangan yang telah
dimiliki.
9
Pihak swasta terkadang memiliki data dan
sumber daya yang dapat dimanfaatkan untuk
Vol. 14, No. 2, Juli 2013
Jurnal Ilmu Politik Hubungan Internasional
10
Sugiarto Pramono
multilateral di tingkat regional11 atau
dalam
kontek
Asteng
adalah
ASEAN. Apa yang dilakukan
ASEAN
adalah
mengkontruksi
regulasi di tingkat regional dengan
menjadikan
kesiapan
dan
kepentingan lokal sebagai tumpuan.
Dengan sejumlah persiapan
seperti yang disebutkan sebelumnya
dan peran para stake holder kunci
tersebut maka upaya menambah
nilai di tingkat lokal bisa dilakukan
secara optimal (lihat gambar 2).
Rantai nilai global akan dapat ditarik
ke level lokal sehingga masyarakat
lokal pada akhirnya akan sangat
diuntungkan (lihat gambar 4). Boleh
jadi tetap ada kesenjangan ekonomi,
namun karena tingginya derajat
partisipasi di tingkat lokal di
seantero Asteng dalam aktivitas
ekonomi maka kesenjangan tersebut
akan menipis. .
D. Penutup
AEC 2015 merupakan upaya
untuk meningkatkan perdagangan
intra-ASEAN melalui AFTA dengan
penghapusan
rintangan-rintangan
tarif hingga penghapusan rintangan
non-tarif. Upaya tersebut hanya akan
menyuburkan kesenjangan ekonomi
di ASEAN bila tidak dibarengi
dengan
upaya
menguatkan
perekonomian lokal. Karena tanpa
penguatan ekonomi lokal, AFTA
hanya dapat dimanfaatkan para
melakukan proses penilaian ekonomi lokal.
Dengan melibatkan pihak swasta, maka dapat
dimiliki data dan informasi yang lebih beragam.
Keberagaman data dan informasi ini dapat
memberikan peluang untuk melakukan improfisasi
dalam proses pemilaian ekonomi.
Lembaga multilateral di tingkat regional adalah
tambahan penulis sendiri, tidak termasuk yang
disebut Mugasejati, N.P. (2011: 7-9).
SPEKTRUM
11
Kesenjangan Kawasan dan
Strategi Pembangunan Lokal
pelaku ekonomi besar semata,
sehingga AFTA hanya mempertegas
fragmentasi kelas secara ekonomi.
Berangkat dari argumen ini,
maka seharusnya upaya membangun
AEC
2015
juga
memberikan
perhatian secara khusus terhadap
penguatan
ekonomi
lokal.
Peningkatan SDM lokal; efesiensi
birokrasi
lokal;
menciptakan
kelompok pemikir kreatif untuk
pembangunan
lokal;
dan
Mempertegas keunikan lokal, hemat
penulis dapat menjadi langkah
permulaan
untuk
menguatkan
ekonomi lokal. Ekonomi-ekonomi
lokal yang kuat dan mandiri akan
mengkontruksi kekuatan ekonomi
nasional hingga pada akhirnya akan
menopang perekonomian kawasan.
Daftar Pustaka
Akbar, R. T. (Editor). (2011). Ekonomi
Politik Kemitraan ASEAN:
Sebuah
Potret
Kerjasama.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
dan P2P-LIPI.
Arfani, R.N dan Mugasejati, N.P.
(2010) “Daya Saing
Internasional & Analisis
GVC (Global Value Chain)”
Global value chain. Materi
kuliah S2 hubungan
internasional UGM.
ASEAN
Economic
Community
CHARTBOOK 2012. Jakarta:
ASEAN Secretariat. January
2013.
Arifin, S., et all. (2009). Masyarakat
Ekonomi
ASEAN
2015:
memperkuat sinergi ASEAN di
tengah
kompetisi
global.
Cetakan ke-2 . Jakarta:
Kompas Gramedia.
Cipto,
B.
(2007).
Hubungan
Internasional di Asia Tenggara:
Teropong Terhadap Dinamika,
Vol. 14, No. 2, Juli 2013
Jurnal Ilmu Politik Hubungan Internasional
Sugiarto Pramono
Kesenjangan Kawasan dan
Strategi Pembangunan Lokal
Realitas dan Masa Depan.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Luhulima, CPF. (2011). Dinamika Asia
Tenggara
menuju
2015.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
dan P2P-LIPI.
Mas’oed, M. (2008). Ekonomi Politik
internasional
dan
Pembangunan. Cetakan ke-2.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mugasejati, N. P. (Editor). (2011).
Memahami dan Memetakan
Potensi Ekonomi Lokal untuk
Menghadapi Kompetisi Global.
Yogyakarta:
Institute
of
International Studies.
Oatley, T. (2006). International political
economy:
Interests
and
Institutions in The Global
Economy. Secend Edition.
New
York:
PEARSON
Longman.
Pramono, S. (2013). Memahami Potensi
Lokal, Bersaing di Pasar Global.
Semarang: Wahid Hasyim
Press.
Grafik 1
KESENJANGAN GDP GLOBAL 2011
GDP Billion USD 2011
18000
16000
14000
12000
10000
8000
6000
4000
2000
0
USA
UE-27
Japan
ASEANAdaptedChina
India 2012: 4
from AEC Chartbook
Grafik 2:
KESENJANGAN GDP INTRA ASEAN
SPEKTRUM
Vol. 14, No. 2, Juli 2013
Jurnal Ilmu Politik Hubungan Internasional
Sugiarto Pramono
Kesenjangan Kawasan dan Strategi
Pembangunan Lokal
Adapted from AEC Chartbook 2012: 10
GDP percapita at current prices in asean member Satates 2011
60000
50000
40000
30000
2011
20000
10000
0
Grafik 3
PERBANDINGAN PERDAGANGAN INTRA DAN EKSTRA ASEAN:
INDIKATOR LEMAHNYA INTEGRASI EKONOMI ASEAN
1993
IntraASEAN:
2003
25,1 %
EkstraASEAN:
74,9 %
IntraASEAN:
2011
Intra ASEAN:
25%
24,5%
Ekstra ASEAN:
75,5%
Ektra ASEAN:
75%
Sumber: Asean trade data base dalam AEC Chartbook 2012: 20
SPEKTRUM
Vol. 14, No. 2, Juli 2013
Jurnal Ilmu Politik Hubungan Internasional
Sugiarto Pramono
Kesenjangan Kawasan dan Strategi
Pembangunan Lokal
Gambar 1
SEKEMA PENALARAN TERJADINYA
KESENJANGAN DI ASIA TENGGARA
Tahap 1
Tahap 2
Tahap 3
Free Trade Area
FTA bermanfaat
hanya bagi pelaku
ekonomi besar saja
Kesenjangan
ekonomi
semakin tajam
Kesiapan lokal yang
buruk
Gambar 2
STRATEGI MEREDUKSI
KESENJANGAN EKONOMI DI ASIA TENGGARA
Tahap 1
Meningkatkan SDM lokal:
1. Meningkatkan kesadaran
terhadap potensi lokal;
2. Meningkatkan Partisipasi
ekonomi masyarakat lokal;
3. Meningkatkan solidaritas
masyarakat lokal.
Tahap 2
Kesiapan lokal membaik
Efesiensi birokrasi lokal: brantas
perijinan satu atap
KKN; proses
SPEKTRUM
Vol. 14, No. 2, Juli 2013
Jurnal Ilmu Politik Hubungan Internasional
Sugiarto Pramono
Kesenjangan Kawasan dan Strategi
Pembangunan Lokal
Tahap 3
Partisipasi lokal dalam
pembangunan nasional
dan internasional
meningkat
Menciptakan Kelompok Pemikir
Kreatif untuk pembangunan lokal;
Mempertegas keunikan lokal;
Tahap 4
Tereduksi kesenjangan di
tingkat nasional dan
regional
Gambar 3
SINERGITAS KEBIJAKAN LOKAL,
NASIONAL DAN KESEPAKATAN MULTILATERAL
kebijakan
di level
lokal
kebijakan
di level
nasional
kesepakatan
multilateral di
tingkat regional
Gambar 4:
SKEMA KEMENANGAN EKONOMI LOKAL
Level Nasional dan Internasional
SPEKTRUM
A
A
A
A
B
B
B
B
C
C
C
C
Vol. 14, No. 2, Juli 2013
Jurnal Ilmu Politik Hubungan Internasional
Sugiarto Pramono
Kesenjangan Kawasan dan Strategi
Pembangunan Lokal
tahap 1
tahap 2
tahap 3
tahap 4
Level Lokal
Keterangan:
A: Disain produk
B: Produksi
C: Pemasaran produk
Tahap 1, 2, 3, 4: Perkembangan/ penambahan nilai lokal
Sumber: diadaptasikan dari Mugasejati, N.P. dan Arfani, R.N. (2010)
SPEKTRUM
Vol. 14, No. 2, Juli 2013
Jurnal Ilmu Politik Hubungan Internasional
Download