1. pendahuluan - IPB Repository

advertisement
1
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Makanan panggang merupakan salah satu jenis pengolahan makanan favorit
di Indonesia. Kehidupan perkotaan yang padat berefek pada terjadinya
peningkatan konsumsi makanan siap saji pada rumah makan yang umumnya
menyajikan berbagai jenis makanan panggang. Hal ini ditunjukkan oleh data dari
BPS (2011) yang menunjukkan peningkatan konsumsi makanan jadi dari 9.48%
pada 1999 menjadi 12.63% pada 2009. Studi oleh Sundararajan et al. (1999)
menemukan lebih banyak molekul karsinogenik pada makanan panggang
dibandingkan pengolahan yang lain sehingga makanan panggang sering dikaitkan
dengan penyebab kanker. Data tahun 2007 menunjukkan prevalensi kejadian
kanker di Indonesia cukup tinggi yaitu 4.3 per 1000 orang. Hal ini dapat terjadi
akibat perubahan pola hidup seperti peningkatan konsumsi makanan panggang.
Penelitian oleh Peto (2001) menunjukkan kecenderungan peningkatan
kejadian kanker yang disebabkan oleh molekul kimia dan aspek lingkungan.
Dewasa ini kanker lebih banyak disebabkan oleh pola hidup, seperti kebiasaan
merokok, diet tidak seimbang, dan lingkungan, dibanding kanker yang disebabkan
oleh genetik. Studi epidemi kanker terbaru menunjukkan prevalensi kejadian
kanker saat ini hampir merata di seluruh dunia (Kolonel et al. 2004; Luch 2005a).
Banyak molekul kimia yang diduga bersifat karsinogenik dan penelitian
akan molekul kimia karsinogen telah berlangsung sejak tahun 1771, dimulai oleh
dokter berkebangsaan Inggris Pervicall Potts. Molekul kimia karsinogenik sendiri
dapat terbentuk selama proses pemasakan makanan terutama akibat proses
pemanggangan. Contoh senyawa karsinogenik yang dapat terbentuk akibat proses
pemanggangan
diantaranya
adalah
golongan
kloropropanol,
seperti
3-kloropropan-1,2-diol (3-MCPD), golongan heterosiklik amin, seperti 2-amino1-metil-6-fenilimidazo[4,5-b]piridin (PhIP), dan golongan polisiklik aromatik
hidrokarbon, seperti benzo(a)piren dan dibenzo(a,h)antrasen (Harvey 2011).
Salah satu molekul kimia karsinogenik yang terdapat pada makanan
panggang dan menarik perhatian peneliti adalah polisiklik aromatik hidrokarbon
(PAH). Molekul PAH atau arenes adalah molekul kimia yang memiliki 2 atau
2
lebih cincin aromatik dan tidak memiliki sifat fungsional dalam tubuh. Pemanasan
bahan organik pada suhu tinggi, misalnya pemangggangan, diketahui dapat
menyebabkan terbentuknya polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH) melalui reaksi
pemecahan bahan organik menjadi fragmen yang sederhana (pirolisis) dan
pembentukan senyawa aromatik dari fragmen tersebut (pirosintetik) (Morret et al.
1999; Cano-Lerida et al. 2008).
Komponen PAH sendiri merupakan kelompok yang terdiri dari ribuan
molekul kimia. Penelitian sejak tahun 1915 oleh Yamagawa dan Ichikawa telah
menunjukkan sifat karsinogenik dari beberapa molekul PAH. Penelitian yang
dilakukan dengan mengoleskan ter ke kulit tikus menunjukkan adanya potensi
karsinogen dari PAH yang terdapat pada ter terutama dari molekul benzo(a)piren
dan dibenzo(a,h)antrasen (Harvey 2011). JECFA memberikan batas asupan
benzo(a)piren dalam makanan sebesar 10 μg/kg atau 10 ppb.
Beberapa upaya untuk menurunkan tingkat PAH dalam makanan panggang
telah dilakukan seperti proses pemanasan sebelum pemanggangan dan
pembungkusan makanan saat pemanggangan (Farhadian et al. 2011) dan
penggunaan plastik LDPE untuk menyerap PAH (Chen J & Chen S 2005). Namun
optimasi dari proses panggang seperti bumbu, jarak dan lama pemanasan belum
pernah dilakukan sebelumnya. Salah satu metode statistika yang baik digunakan
untuk proses optimasi adalah response surface metodology (RSM).
Karena jumlah yang akan dianalisis sangat kecil maka diperlukan proses
ekstraksi khusus untuk analisis PAH dalam sampel makanan. Terdapat beberapa
metode analisis yang umum digunakan untuk analisis PAH yaitu dengan
menggunakan kromatografi gas (GC) ataupun dengan high performance liquid
chromathography (HPLC) dengan berbagai macam detektor seperti detektor UV,
untuk HPLC dan detektor mass spectroscopy untuk GC. Salah satu cara untuk
mendukung analisis PAH adalah dengan melakukan eliminasi zat lain (clean up)
yang berpotensi mengganggu analisis PAH. Metode clean up yang saat ini sering
digunakan pada analisis PAH adalah dengan solid-phase extraction (SPE) (CanoLerida et al. 2008). Karena jumlahnya yang kecil dalam pangan (trace) diperlukan
validasi metode ekstraksi untuk meyakinkan bahwa data hasil ekstraksi valid.
3
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengevaluasi reduksi kandungan
senyawa polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH) dalam makanan bakar dan
panggang (ikan bakar dan ayam panggang) dengan optimasi penggunaan bumbu
berbasis rempah lokal, jarak dan lama pemanasan.
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
a)
Validasi metode penentuan kandungan senyawa PAH dalam makanan
dengan cara tandem SPE dan HPLC-UV;
b)
Optimasi reduksi komponen karsinogenik PAH pada makanan bakar dan
panggang dengan menggunakan response surface methodology.
1.3 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi baru tentang
keberadaan molekul PAH pada makanan bakar dan panggang dan memberikan
informasi tentang pengolahan makanan bakar dan panggang yang aman dilihat
dari tingkat kandungan PAHnya.
1.4 Hipotesis
Senyawa PAH dalam makanan bakar dan panggang khas Indonesia dapat
direduksi dengan penggunaan bumbu dan pengaturan jarak serta lama pemanasan.
Reduksi tersebut dapat dioptimasi dengan menggunakan response surface
methodology.
Download