9. pengelolaan hutan mangrove

advertisement
9. PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE
Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi
pantai tropis yang didominasi oleh tanaman jenis Avicenia,
Sonneratia, Rhizophora, Bruguiriera, Xylocarpus, serta
tanaman Nipa. Jenis yang disebut terakhir ini bukan
merupakan salah satu jenis mangrove, tetapi merupakan
vegetasi yang juga bisa ditemukan di hamparan areal
mangrove.
Areal mangrove tumbuh di wilayah pesisir yang
tergenang oleh air pasang dan berada pada teluk, kuala
(estuaria) pantai-pantai yang dangkal, pantai sekitar muara
berdelta dan daerah pantai yang terlindung.
Selain bergantung pada morfologi pantai, areal
mangrove biasa tumbuh pada pantai yang memiliki substrat
berlumpur. Daerah yang terdekat ke perairan laut dengan
substrat agak berpasir sering ditumbuhi oleh Avicennia Sp
dan biasanya berasosiasi dengan jenis Sonneratioa spp.
Untuk jenis Rhizophora Spp biasanya menempati zona
berikutnya ke arah darat dengan substrat berlumpur.
Persyaratan tumbuh bagi hutan mangrove adalah
sebagai berikut :
1. Mangrove tumbuh dengan baik pada wilayah
pesisir yang susbstratnya lumpur berpasir atau
lempung berpasir.
2. Hamparannya tergenang air laut pada saat pasang
secara berkala, apakah harian, setengah harian,
atau campuran.
3. Kedalaman genangannya menerima pasokan air
tawar yang cukup
4. Terlindung dari gelombang besar dan arus pasang
surut yang kuat
5. Perairannya bersalinitas payau (2-22 permil)
hingga asin (mencapai 38 permil).
Hutan mangrove memiliki banyak fungsi. Fungsi-fungsi
tersebut antara lain :
a. Fungsi Ekologi
Hutan mangrove yang merupakan habitat dari suatu
ekosistem peralihan darat dan perairan yang
mempunyai peranan ekologi yang sangat vital di daerah
perairan tersebut. Secara umum fungsi ekologi
mangrove untuk semua kawasan tersebut, antara lain :
1. Habitat bagi aneka ragam biota darat dan perairan
yang berperan dalam keberlangsungan ekosistem
pantai
2. Daerah asuhan (Nursey ground) berbagai larva
biota perairan seperti ikan, udang dan biota
lainnya
3. Penghasil sejumlah besar detritus dari daun dan
dahan mangrove
4. Sumber produktivitas perairan seperti sumber
makanan, moluska sesuai dengan rantai makanan
yang ada
b. Fungsi Fisik
Keberadaan mangrove ditepi pantai memerlukan
fluktuasi genangan air laut antara satu sampai dua
meter. Pada saat angin berhembus kencang, maka air
laut bergelombang menjalarkan ombak ke tepi pantai.
Mangrove dengan genangan air laut dapat mereduksi
tinggi ombak, sehingga dinamika air kurang energik.
Kondisi seperti ini memungkinkan proses-proses
pengendapan partikulat yang melayang dalam badan
air berlangsung sangat intensif.
Berdasarkan dinamika air genangan dalam areal
mangrove tersebut, maka dapat diturunkan faedahfaedah mangrove sebagai berikut :
1. Mereduksi tinggi ombak atau melemahkan energi
ombak
2. Menahan
tekanan
air
pasang
sehingga
mengurangi laju instrusi air asin
3. Mengendapkan partikulat yang melayang dalam
badan air pada saat kecepatan arus pasang
terhenti
4. Menyebarkan unsur hara ketika badan air sedang
surut
5. Menjaga dan memelihara posisi garis pantai dari
bahaya erosi
c. Fungsi Ekonomi
Bagi masyarakat lokal keberadaan hutan Mangrove
dapat memberikan berbagai pencarian penghidupan
alternatif atau bahkan yang utama :
1. Menyuburkan habitat untuk peningkatan perolehan
hasil tangkapan seperti kepiting, udang dan ikan
baik untuk kepentingan keluarga maupun
komersial
2. Memanfaatkan
Mangrove
sendiri
untuk
kepentingan bahan bakar maupun industri
kerajinan rumah tangga (pembuatan atap nipa,
minuman tuak, gula merah)
3. Sebagai sumber pemenuhan sebagian variasi
makanan seperti sayur yang belum terindifikasi
nama latin dan Indonesia
4. Pemenuhan bibit untuk tambak (nener benur)
5. Lahan budidaya (Empang parit)
Bagi masyarakat pengusaha areal hutan mangrove
menjadi areal yang sangat menarik untuk melakukan
investasi dalam berbagai kegiatan ekonomi diantaranya
adalah :
1. Pengusahaan komoditi bahan bakar (arang) untuk
pemenuhan permintaan eksport maupun domestik
2. Pengusahahan
komoditi
udang
dengan
pembukaan areal hutan mangrove sebagai areal
tambak
3. Pengusahaan komoditi biota selain udang seperti
kepiting, ikan, dan bibit baik untuk pemenuhan
eksport maupun domestik
4. Pengusahaan kayu mangrove sebagai bahan
baku industri (kosmetik, kertas dan lain-lain)
d. Fungsi Sosial
Hutan Mangrove memberikan lahan yang baik dibagian
terdalamnya untuk areal permukiman, karena
kemudahan perolehan air tawar, keterlindungan dari
hembusan angin kencang dan gempuran ombak.
Tumbuhnya permukiman akan memberikan peluang
kepada setiap individu untuk berinteraksi, bersosialisasi
dan membangun kelembagaan sosial. Secara rinci
fungsi sosial tersebut diurut seperti berikut :
1. Menciptakan rasa aman bagi masyarakat akibat
terlindung dari abrasi maupun terpaan angin.
2. Mengundang proses keterhubungan antar individu
yang kuat karena masyarakat setempat memiliki
rasa kecemasan dan kebutuhan yang sama
3. Motivasi
masyarakat
untuk
mendapatkan
penghargaan lingkungan
4. Menciptakan dinamika musyawarah antar warga
dalam kaitan pengelolaan dan pemanfaatan
keberadaan Mangrove
5. Melalui musyawarah akan terungkap proses
sejarah
kemudian
penyamaan
persepsi
melahirkan
konsep
dan
pada
gilirannya
mengukuhkan
kearifan-kearifan
tradisional
misalnya falsafah assidiang dan abbulo sibatang
6. Dengan kearifan tradisional maka warga setempat
menemukan karakteristik yang sekaligus sebagai
daya saing untuk meningkatkan kesejahteraan.
Walaupun memiliki sangat banyak fungsi, umumnya
hutan mangrove mengalami kerusakan yang sangat parah.
Faktor-faktor penyebab kerusakan hutan mangrove,
adalah sebagai berikut :
1. Substrat mangrove pada umumnya lumpur
berpasir atau lempung berpasir, manakala substrat
berganti menjadi dominan pasir atau sampah
padat, maka pertumbuhan mangrove akan
menjadi kerdil dan berkemungkinan menuju pada
kepunahan.
2. Eksploitasi
yang
berlebihan
tidak
akan
memberikan kesempatan tumbuhan mangrove
sampai pada umur optimal, sehingga di sana sini
dapat meloloskan gempuran ombak sampai ke
batas terdalam.
3. Konversi hutan mangrove menjadi areal tambak
yang berlebihan sampai ke batas areal terluar
akan memberikan kesempatan pada :
- Ombak untuk mengubah posisi garis
pantai
- Arus untuk memindahkan volume pasir
/sedimen ke tempat lain
Proses perusakan hutan mangrove dapat dilihat dari
penyebab perusakan secara fisis dan non fisis, seperti
berikut :
a. Aspek Fisik
1. Adanya pemanfaatan kayu bakau secara
berlebihan atau tidak terkendali, baik oleh
masyarakat setempat maupun oleh pihak luar dan
swasta.
2. Pembukaan lahan mangrove untuk kegiatan
pertambakan, pembangunan industri, permukiman
dan lain-lain
3. Hilangnya terumbu karang sebagai peredam
ombak alami
4. Adanya sebaran pencemaran seperti tumpahan
minyak, limbah bahan organik, sampah padat.
b. Aspek Non Fisik
1. Rendahnya tingkat pemahaman masyarakat
termasuk pemda dan dunia usaha tentang
manfaat keberadaan kawasan mangrove.
2. Tidak jelasnya tata ruang dan pemanfaatan
wilayah pesisir
3. Belum adanya penetapan jalur hijau
4. Tidak tersosialisasinya dengan baik segala
peraturan perundangan yang berkaitan dengan
perlindungan wilayah pesisir.
5. Masih rendahnya penegakan hukum dalam upaya
mengambil tindakan terhadap setiap kegiatan
ilegal yang terjadi disekitar kawasan pesisir dan
laut.
Dampak kerusakan hutan mangrove, dapat dijelaskan
sebagai berikut :
a. Dampak Biofisis
1. Tidak ada pelemah energi ombak alami, sehingga
perairan akan sangat dinamik dan membahayakan
posisi garis pantai
2. Tekanan air pasang akan memperkuat laju
instruksi air asin dalam air tanah, instrusi air laut
yang akan mencemari sumber air permukaan yang
umumnya dimanfaatkan oleh penduduk setempat
baik untuk memenuhi kebutuhan air rumah tangga
maupun untuk keperluan pertanian.
3. Tidak ada produksi unsur hara yang diperlukan
biota pantai
4. Terputusnya siklus hidup biota perairan laut,
misalnya berbagai jenis ikan, kerang-kerangan,
kepiting, udang dan lain-lain
b. Dampak Sosial Ekonomi
1. Hilangnya sumber-sumber penghidupan bagi
masyarakat
2. Bergesernya nilai-nilai kearifan tradisional
3. Bergesernya
perilaku
kebersamaan
dalam
pengelolaan mangrove
4. Menimbulkan konflik sosial akibat perebutan lahan
sumberdaya mangrove yang semakin menipis
5. Menimbulkan perusakan pada habitat lain sebagai
pengganti alternatif sumber daya mangrove.
Berbagai pihak berkepentingan dan terkait dengan
keberadaan, pengelolaan dan pemanfaatan mangrove.
Pihak-pihak tersebut yang biasa disebut Stakeholder,
adalah sebagai berikut :
1. Pemerintah : melahirkan kebijakan-kebijakan yang
menjamin perlindungan dan pengembangan hutan
mangrove.
2. Pengusaha
:
Memanfaatkan
keberadaan
mangrove secara ekonomis tanpa mengabaikan
aspek ekologis
3. Masyarakat lokal : untuk memanfaatkan secara
ekonomis sehingga menjamin dinamika sosial
4. Perguruan tinggi : menjadi regulator (manajemen)
atau sebagai konsultan masyarakat untuk
memanfaatkan hutan bakau secara lestari.
5. ORNOP : sebagai konsultan pengembangan
masyarakat.
Karena umumnya hutan Mangrove mengalami
kerusakan, maka harus dilakukan upaya rehabilitasi.
Rehabilitasi hutan Mangrove adalah kegiatan penghijauan
yang dilakukan terhadap hutan-hutan mangrove yang telah
telah mengalami kerusakan, yang bertujuan untuk
mengembalikan fungsi ekologis, ekonomis, sosial, fisis dan
aestetis.
Kegiatan rehabilitasi dilakukan dikawasan hutan
mangrove yang telah diitebas dan dialih fungsikan untuk
kegiatan lain
Kegiatan rehabilitasi hutan mangrove telah dirintis
sejak tahun 1960, dikawasan pantai utara Pulau Jawa.
Untuk melakukan rehabilitasi, harus dipenuhi
beberapa persyaratan. Persyaratan tersebut antara lain :
a. Oceanografi
Untuk penanaman kembali areal mangrove
diperlukan beberapa persyaratan oceanografi pantai
guna mendukung keselamatan bibit mangrove yang
ditanam. Persyaratan itu antara lain :
1. Areal pesisir yang datar sampai landai agar
membentangkan lahan yang luas
2. Tergenang secara berkala dengan periode harian
atau setengah harian oleh campuran air asin dan
air tawar, atau air asin saja.
3. Substrat yang baik adalah lumpur berpasir
4. Bibit ditanam ketika musim ombak kecil, dan
disiapkan APO untuk mengantisipasi musim
ombak besar, agar perakaran bibit tetap berada
pada substrat yang tidak terkikis.
b. Habitat
Syarat pertama yang harus dipenuhi dalam
menentukan lokasi kegiatan rehabilitasi mangrove
adalah bahwa lokasi yang ditunjuk merupakan bekas
habitat tanaman mangrove, yang memiliki ciri :
1. Lokasi yang dimaksud harus merupakan wilayah
pesisir yang dipengaruhi oleh pasang surut air
laut.
2. Perairan yang menggenanginya harus memenuhi
salinitas untuk pertumbuhan mangrove.
3. Jenis tanahnya sebagai substrat harus merupakan
lumpur berpasir atau lumpur berlempung jenis
tanah ini harus diketahui untuk menentukan jenis
tanaman mangrove yang akan ditanam.
Apabila “lokasi rencana rehabilitasi” setelah
penilaian dinyatakan telah sesuai dengan
habitatnya, maka penilaian berdasarkan syarat
kedua yaitu “motivasi” dapat dilanjutkan.
c. Hak Pengelolaan
Hak pengelolaan lahan harus telah memiliki
kejelasan
tentang
status
tanah/lahan
ketika
dimulainya
tahap
perencanaan,
penanaman,
pembesaran, pemeliharaan, pemeliharaan, sampai
pada tahap pemanfaatan. Oleh karena itu urutan
kejelasan berikut perlu mendapat perhatian agar
konflik dimasa depan dapat dihindari :
1. Adanya kepastian hak-hak penguasaan dan
pengelolaan terhadap kawasan yang akan
direhabilitasi
2. Kepastian hak-hak penguasaan dan pengelolaan
harus mengakui dasar keabsahan : aturan / hukum
formal,
hak-hak
tradisional,
kesepakatankesepakatan masyarakat.
3. Jenis
pemilikan
berdasarkan
perbedaanperbedaan cakupan luas manfaat yaitu manfaat
umum, kelompok dan individu
4. Luas kepemilikan dan upaya rehabilitasi
berdasarkan kemampuan dan kesanggupan,
tingkat
pengetahuan
serta
memelihara
keberlanjutannya
5. Negara
(pemerintahan)
bertindak
sebagai
pengatur dan masyarakat sebagai pemanfaatan.
d. Hukum dan Kearifan Lokal
Prinsip upaya rehabilitasi mangrove harus
berdasar kepada aturan-aturan formal dan informal.
Secara formal harus dapat diyakinkan bahwa upaya
rehabilitasi ini tidak menyalahi / melanggar hukum
yang berlaku, sehingga kelak tidak mengundang
masalah. Secara informal upaya rehabilitasi harus
ditunjang oleh kearifan lokal yang masih ada maupun
yang perlu pengkajian / pengungkapan kembali agar
mendapat dukungan dan partisipasi penuh dari
masyarakat. Aturan-aturan tersebut adalah :
1. Undang-Undang Lingkungan Hidup PP. 27/99
(AMDAL) + Perda + UU No. 5 tahun 1990
2. Tentang konservasi
3. UU NO. 22 otonomi daerah
4. Upacara adat penyelamatan mangrove
5. Tolak bala kawasan pesisir dan laut
6. Tudang sipulung membahasa mangrove dan
pengelolaan serta pemanfaatannya
7. Tunduk kepada keramahan (irama) alam
I.
Pendekatan Rehabilitasi Wilayah Pesisir
1.1 Sosial dan Institusi
Pembinaan atau pengembangan secara sosial
kemasyarakatan harus didasarkan pada potensi
dasar yang dimiliki warga setempat maupun
sumberdaya
alamnya.
Dengan
demikian,
kebiasaan-kebiasaan atau kearifan tradisional
(nilai) menjadi landasan utama dalam pelaksanaan
program rehabilitasi mangrove yang akan
dilaksanakan.
Untuk mendukung aspek sosial maka keberadaan
lembaga-lembaga tradisional harus dilibatkan
dalam semua proses pengambilan keputusan
yang berhubungan dengan pengelolaan dan
pemanfaatan hutan mangrove. Proses pelibatan
institusi
tradisional
mencakup
tahapan
perencanaan,
pelaksanaan,
pengawasan,
monitoring dan evaluasi.
Sehingga pendekatan sosial dan institusi harus
memperhatikan antara lain :
1. Pengembangan pranata sosial yang sudah ada
di masyarakat lokal
2. Penyebaran informasi dan cara-cara yang
sudah ada di masyarakat lokal
3. Pemanfaatan “kelompok agama” dalam
diskusi-diskusi dimasyarakat
4. Pengembangan kegiatan rehabilitasi yang
bertumpu pada inisiatif masyarakat sendiri.
Strategi cara dan metode kerja
1. Perlunya identifikasi potensi sosial masyarakat
dalam hal pengetahuan lokal, tingkat
ketergantungan manfaat yang ingin diperoleh
dari rehabilitasi mangrove.
2. Perencanaan, pelaksanaan dan pemeliharaan
kegiatan rehabilitasi berdasarkan kebutuhan
lokal untuk menyebarkan manfaat kepada
masyarakat yang lebih luas.
Untuk melaksanakan rehabilitasi hutan mangrove,
harus dilakukan beberapa langkah. Langkah-langkah
tersebut antara lain :
1. Pembibitan
Kegiatan pembibitan meliputi beberapa
langkah yaitu penyiapan bibit, pemilihan bibit dan
persemaian bibit. Adapun penjelasan lebih lanjut
dapat dilihat pada uraian dibawah ini :
a. Penyiapan Bibit
- Bibit mangrove diusahakan berasal dari
lokasi setempat atau lokasi terdekat
- Bibit mangrove disesuaikan dengan kondisi
tanahnya
- Persemaian dilakukan dilokasi tanam untuk
penyesuaian dengan lingkungan setempat
b. Pemilihan Bibit Mangrove
- Penanaman mangrove dapat dilakukan
dengan 2 cara : (1) menanam langsung
buahnya, dan (2) melalui persemaian bibit,
yang
pertama
tingkat
keberhasilan
tumbuhnya rendah (sekitar 20-30%)
sedangkan
yang
kedua
tingkat
keberhasilan tumbuhnya relatif tinggi
(sekitar 60-80%)
- Untuk memperoleh bibit mangrove yang
baik, pengumpulan buah (propagule) dapat
dilakukan antara bulan September sampai
dengan bulan Maret.
c. Persemaian Bibit Mangrove
o Pemilihan Tempat
- Lahan yang lapan dan datar
- Dekat dengan lokasi tanam
- Terendam saat air pasang, dengan
frekuensi lebih kurang 40 kali/ bulan,
sehingga tidak memerlukan penyiraman
o Pembuatan Bedeng Persemaian
- Ukuran disesuaikan dengan kebutuhan,
umumnya berukuran 1 x 15 meter atau
1 x 10 meter dengan tiniggi 1 meter
- Bedeng diberi naunangan ringan dari
daun nipah atau sejenis
- Media bedengan berasal dari tanah
lumpur sekitarnya
- Bedeng berukuran 1 x 5 meter dapat
menampung bibit dalam kantong plastik
(10 x 15 cm) atau dalam botol air
mineral bekas (500 ml) sebanyak 1200
unit, atau sebanyak 2250 unit untuk
bedeng berukuran 1 x 10 meter
o Cara Pembibitan
- Buah disemaikan langsung ke kantongkantong plastik atau ke dalam botol air
mineral bekas yang sudah berisi media
-
-
tanah. Sebelum diisi tanah, abgian
bawah kantong plastik atau botol air
mineral bekas diberi lubang agar air
yang berlebihan dapat keluar.
Khusus untuk buah Bakau (Rhizophors,
spp) dan Tancang (Bruguiera spp)
sebelum
disemaikan
sebaiknya
disimpan dulu ditempat yang teduh dan
ditutupi dengan karung basah selama 57
hari.
Ini
bermanfaat
untuk
menghindari batang bibit dimakan oleh
serangga atau ketam pada saat
ditanam.
Daun muncul setelah 20 hari, setelah
berumur 2-3 bulan bibit sudah bisa
ditanam.
2. Penanaman
a. Lokasi Penanaman Mangrove
Penanaman mangrove dapat dilakukan di
hutan lindung, hutan produksi kawasan
budidaya dan diluar kawasan hutan pada
daerah dengan syarat lokasi sebagai berikut :
- Pantai dengan lebar sebesar 130 kali nilai
rata-rata perbedaan air pasang tertinggi
dan terendadh tahunan yang diukur dari
garis air surut terendah ke arah darat.
- Tepian sungai selebar 50 meter ke arah kiri
dan kanan ke tepian sungai yang masih
terpengaruhi air laut
-
Tanggul pelataran dan pinggiran saluran air
ke tambak
b. Pemilihan Setiap jenis pada setiap tapak
- Bakau (Rhizophora spp) dapat tumbuh
dengan baik pada substrak (tanah) yang
berlumpur dan dapat mentoleransi tanah
lumpur berpasir, dipantai yang agak
berombak dengan frekuensi genangan 2040 kali/bulan. Bakau merah (Rhizophora
stylosa) dapat ditanam pada lokasi
bersubstrak (tanah) pasir berkoral.
- Api-api (avicennia spp) lebih cocok ditanam
pada substrak (tanah) pasir berlumpur
terutama di bawhan terdepan pantai,
dengan
frekuensi
genangan
30-40
kali/bulan
- Bogem / prapat (sonnratia spp) dapat
tumbuh baik di lokasi bersubstrak lumpur
atau dari pinggir pantai ke arah darat
dengan
frekuensi
genangan
30-40
kali/bulan
- Tancang (bruguiera gymnorrhiza) dapat
tumbuh dengan baik pada substrak (tanah)
yang lebih keras yang terletak ke arah darat
dari garis pantai dengan frekuensi
genangan 30-40 kali/bulan.
c. Persiapan Lahan
- Buat jalur tanaman searah garis pantai dan
bersihkan jalur tanaman sekitar 1 m dari
tumbuhan liar
-
Pasang ajir-ajir dengan menggunakan
patok-patok dari kayu / bambu yang
berdiameter 10 cm secara tegak sedalam
0,5 m dengan jarak yang disesuaikan
dengan jarak tanaman. Pemasangan ajir ini
bertujuan untuk mempermudah mengetahui
tempat bibit yang akan ditanam, tanda
adanya
tanaman
baru,
dan
menyeragamkan jarak bibit yang satu
dengan yang lainnya.
d. Cara penanaman
Penanaman bibit dapat dilakukan dengan 2
caya yaitu :
o Sistem Banjar Harian
Apabila kita menggunakan benih, maka cara
penanamannya adalah sebagai berikut :
- Di dekat ajir, buat lubang tanam pada
saat air surut, dengan kedalaman lubang
disesuaikan dengan panjang benih yang
akan ditanam (penanaman benih kurang
lebih sepertiga panjang benih)
- Benih ditanam secara tegak dengan
bakal kecambah menghadap ke atas.
Apabila kita menggunakan bibit, maka cara
penanamannya adalah sebagai berikut :
-Buat lubang di dekat ajir pada saat air
surut dengan ukuran lebih besar dari
ukuran kantong plastik atau botol air
mineral bekas
-Bibit ditanam secara tegak ke dalam
lubang yang telah dibuat, dengan
melepaskan bibit dari kantor plastik atau
botol mineral bekas secara hati-hati agar
tidak merusak akarnya
-Sela-sela lubang sekeliling bibit ditimbun
dengan tanah sebatas leher akar.
Adapun pengaturan jarak tanam, tergantung
pada tujuan penanaman mangrove, apabila
kita akan melakukan perlindungan pantai
maka jarak tanam yang digunakan adalah (1
x 1) meter, tetapi bila untuk kegiatan
produksi maka jarak tanamnya adalah (2x2)
meter.
Jenis mangrove yang ditanam disesuaikan
dengan zonasi, habitat dan tujuan dari
penanaman mangrove dilokasi tersebut.
o Sistem Wanamina (Silvofishery)
Terdapat tiga pola dalam sistem Wanamina
yaitu :
a. Wanamina dengan pola 4 parit
Pada pola empat parit lahan untuk htuan
mangrove dan empang masih menjadi
satu hamparan yang diatur oleh satu
pintu air
b. Wanamina dengan pola empat parit
yang disempurnakan
Lahan untuk mangrove dan empang
diatur oleh saluran air yang terpisah
c. Wanamina dengan pola komplangan
Lahan untuk hutan mangrove dan
empang terpisah dalam dua hamparan
yang diatur oleh saluran dengan dua
pintu yang terpisah untuk hutan
mangrove dan empang.
Download