Freeport dan Kesejahteraan Masyarakat Papua

advertisement
Freeport dan Kesejahteraan Masyarakat Papua
On December 5, 2015.
By edimarhakim —
Kategori: Tantangan Pengelolaan SDA
Edi Marhakim | Mahasiswa
Tanah Papua sudah menanggung banyak dilema. Meski Freeport mengklaim telah berkontribusi banyak bagi
negara, tak tampak benar dampaknya bagi masyarakat setempat. Berbagai masalah berderet menunggu
diselesaikan. Kerusakan lingkungan yang tidak dapat diabaikan, baik pencemaran sungai sampai kerusakan
permanen di hutan sekitar lokasi tambang. Kehidupan masyarakat lokal juga terancam karena PTFI mengusir
bahkan menembak jika warga mendekati area pertambangan, sekalipun mereka hanya mencari hasil hutan di
sana. Selain itu, sejatinya negara hanya mendapatkan tidak lebih dari 10% dari keuntungan yang didapatkan
oleh PTFI, hal ini karena PTFI melakukan pemurnian di negara asalnya. Belum lagi dampak sosial yang
ditimbulkan, ketika kesejahteraan hanya dinikmati oleh kalangan elit, sementara sebagian besar penduduk tanah
ini tetap hidup dalam kemiskinan.
Tolak Perpanjangan Kontrak Freeport
Banyak aspek yang mendukung mengapa Freeport harus berhenti mengeksploitasi bumi Papua :
1.
Freeport terlalu lama mencengkeram bumi Papua. PTFI sudah mulai beroperasi sejak Desember 1967,
setelah Kontrak Karya I ditandatangani pada bulan April di tahun tersebut. Kontrak pertambangan ini kemudian
diperpanjang di tahun 1991. Dengan disepakatinya Kontrak Karya II maka PTFI mendapatkan hak untuk
meneruskan operasi penambangannya selama 30 tahun, serta kemungkinan perpanjangan 2×20 tahun, yang
berarti baru akan berakhir di tahun 2041. Dalam lebih dari 40 tahun perjalanannya, PTFI telah menambang
emas (Au), tembaga (Cu), dan perak (Ag). Secara logis, orang yang meminjam barang terlalu lama, dia akan
merasa seolah-olah itu barang miliknya. Freeport sudah menganggap Papua menjadi milik mereka yang harus
mereka rebut.
2.
Bagi hasil tidak menguntungkan pihak NKRI-Papua. Sejak 1967, PTFI beroperasi dan mengeksploitasi
sumber daya alam SDA di tanah Papua. Lebih dari 2,6 juta hektare lahan sudah dieksploitasi, termasuk 119.435
hektare kawasan hutan lindung dan 1,7 juta hektare kawasan hutan konservasi. Hak tanah masyarakat adat pun
ikut digusur. Dari hasil eksploitasi itu, setiap hari rata-rata perusahaan raksasa dan penyumbang terbesar industri
emas di AS itu mampu meraih keuntungan Rp 114 miliar per hari. Jika keuntungan tersebut dikalikan 30 hari,
keuntungan PT FI mencapai US$ 589 juta atau sekitar Rp 3,534 triliun per bulan. Tinggal dikalikan dalam 12
bulan, keuntungan PT FI mencapai Rp 70 triliun per tahun. Berdasarkan laporan kontrak karya antara
pemerintah Indonesia dengan PTFI yang berlaku sejak Desember 1991 hingga sekarang, kontribusi perusahaan
tambang itu ke pemerintah Indonesia ternyata hanya sekitar US$ 12 miliar per tahun. Namun, awal November
2014 lalu, sebelum ada pemogokan karyawan menuntut kenaikan upah, PTFI mengaku telah menyetorkan
royalti, dividen, dan pajak senilai Rp 19 triliun kepada pemerintah Indonesia atau naik Rp 1 triliun jika
dibanding 2010 yang hanya Rp 18 triliun. Berbagai kalangan menilai, kontribusi sebesar itu tentu tidak
sebanding dengan hasil eksploitasi yang diperoleh PTFI. Ini karena berdasarkan hasil laporan keuangan PTFI
tahun 2010, perusahaan tambang tersebut mampu menjual 1,2 miliar pon tembaga dengan harga rata-rata US$
3,69 per pon. Selain itu, pada 2010 PTFI juga sudah menjual 1,8 juta ons emas dengan harga rata-rata US$
1.271 per ons, sehingga jika dihitung rata-rata dengan kurs Rp 9.000, total hasil penjualan PTFI mencapai
sekitar Rp 60,01 triliun.
3.
SDM Indonesia dalam bidang pertambangan tidak berkembang di Indonesia, karena SDM Indonesia
hanya dijadikan kacung di negeri sendiri. Semestinya SDM Indonesia menjadi BOSS atas pekerja Freeport. Kita
yang jadi Tuan Tanah, Tuan Besar, bukan Freeport! Freeport yang jadi kacung! Yang kita suruh-suruh lembur
itu Freeport. Lha kok kita yang suruh lembur Freeport, hasilnya dibawa ke AS.
4.
Kerusakan Lingkuangan di Papua. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mencatat, sedikitnya
291.000 ton limbah pertambangan Freeport dibuang ke sungai setiap hari. Jumlah itu menjadi lebih banyak 44
kali lipat dari sampah harian yang ada di Jakarta. Sementara kawasan yang dijadikan tempat membuang limbah
Freeport mencapai 230 kilometer persegi, atau 27 kali lebih luas dibandingkan danau lumpur panas PT Lapindo
Brantas yang menenggelamkan sebagian wilayah Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Akibatnya, sumur-sumur
milik warga di Papua saat ini menjadi tercemar merkuri. Tak dapat dipungkiri, kerusakan alam yang diakibatkan
eksploitasi tambang itu tentu dapat memperparah kondisi alam pertanian masyarakat Papua di saat cuaca buruk.
Bencana kelaparan dan gizi buruk atau busung lapar pun melanda para balita yang ada di tanah Papua. Jika hal
ini dibiarkan dan pemerintah tidak cepat tanggap dalam merespons derita kelaparan masyarakat Papua, tidak
menutup kemungkinan keutuhan NKRI akan semakin terancam. Ini karena sejak kehadiran PTFI, masyarakat
Papua merasa tidak mendapat perlindungan yang baik dari pemerintah Indonesia. Apalagi eksploitasi alam yang
dilakukan PT FI selama ini dirasa tidak menguntungkan masyarakat adat setempat. Sejak kehadiran dan
kedatangan perusahaan tambang asal AS itu, kemerdekaan masyarakat adat Papua terancam. Bahkan sebagian
merasa kemerdekaannya sudah dirampas. Ini karena banyak tanah adat atau tanah ulayat yang selama ini
menjadi sumber kehidupan masyarakat adat hilang dan berubah menjadi kawasan tambang yang tidak dapat
dinikmati masyarakat. Selain mengambil langkah cepat dan tepat untuk mengatasi bencana kelaparan di tanah
Papua.
5.
Jangka panjangnya, Freeport dan AS akan lebih berkuasa di Papua dari pada Indonesia sendiri. Seperti
anjing lapar yang selalu diberi makan, maka dia akan ikut tuannya, prinsip yang sering AS gunakan dalam
berbagai kasus di dunia.
Freeport atau Papua
Ceritera hitam putihnya freeport bukan baru kali ini. Sejarah freeport adalah sejarah aneksasi yang menuai
tragedi kemanusiaan dan politik di Indonesia, khususnya Papua. Perjalanan freeport merupakan penjajahan yang
penuh dengan air mata dan darah rakyat Papua. Ya, demi freeport, siapa saja digugurkan, baik nyawa maupun
integritas negara. Gugur karena freeport, sudah menjadi cerita basi di negara-negara di mana freeport berkaki.
Persoalan Papua dibagi menjadi dua persoalan utama yang kronis. Problem imperialisme yang kian subur
bercengkraman dengan perjuangan pemenuhan demokrasi orang Papua. Lomba yang pada akhirnya pasti
dimenangkan oleh sang kapitalis, itulah nasib Papua yang akan datang. Pemerintah maupun pihak manapun,
dalam menangani Papua, pilihan antara Papua bagian dari NKRI maupun Papua bagian dari globalisasi menjadi
problem hari ini.
Utamakan Kepentingan Papua
Nasib kita memang tragis. Peningkatan volume tambang berdampak pada ekologis. Era globalisasi sudah
melejit. Pemerintah Indonesia dianggap tidak siap menyambut sistim pasar. Salah satu korban pasar bebas
adalah Indonesia. Walaupun rakyat Papua sebagai objek saja, permasalahan entitas bangsa perlu di angkat.
Babak ke tiga dari eksploitasi freeport harus mendahulukan kepentingan Papua sebagai beban utama dalam
menyelesaikan pembicaraan ini. Pemerintah daerah (otonom) tak perlu ragu atau cengeng. Begitu juga Jakarta
harus serius menyalakan kemerdekaan ekonomi yang memihak pada rakyat. Pembagian saham 10 persen untuk
pemerintah bukanlah jawaban. Tanah Papua adalah saham paling besar. Freeport hanya punya teknologi, kenapa
takut? Ada banyak perusahaan di dunia ini yang punya kemauan untuk tidak rakus dalam mengelola kekayaan
alam. Kenapa harus patuh pada perusahaan perakus semacam PTFI. Undang-undang otsus mewajibkan 80
persen hasil SDA Papua untuk Papua. Selama ini utang luar negeri Indonesia meningkat Rp 2.156,88 triliun.
Pengalaman berharga pada eksploitasi di Papua seharusnya membidik dan mengambil hak istimewa dari yang
selama ini diperuntukan bagi Freeport, harus diperuntukkan bagi masyarakat dan negara. Jika tidak, untuk apa
mendengungkan sebuah negara kalau nyatanya terinjak injak kedaulatan. PTFI satu satunya aset tambang
terbesar bagi perusahaan. Ketika sumber daya tambang terbuka habis, cadangan bawah tanah yang kaya sedang
dikembangkan. Ada 240 mil dari terowongan bawah tanah dan lainnya 540 km dari terowongan akan
ditambahkan sepanjang umur tambang. Freeport, bagaimanapun, bukan tanpa sumber daya penting lainnya.
PAPUA OH PAPUA
rambutnya yang keriting kusam menguning
badannya yang legam tonjolkan tulang
ia duduk memeluk lutut
diatas bukit sintani dihamparan batu
menghitam memandang kebawah dengan mata cekung nya
melihat kesibukan pekerja dengan mesin penggali
dibawah sana mereka kenyang
diatas sini sang lelaki kelaparan
dibawah sana mereka terbalut jeans
diatas sini hanyalah koteka bertelanjang dada
kedap kedip mata sang lelaki mengusir lalat yang hinggap
ketika gerobak emas berlalu tinggalkan debu
sejak empat puluh tahun yang lalu
tetap saja kereta emas itu hanya berlalu
sudahlah lelaki renta, emas itu bukan untukmu
tetapi untuk tuan tuan di benua sana
sedikit untuk penguasa-penguasa negerimu
sedikit lagi untuk tentara-tentara penjaga itu
hormati saja benderamu nyanyikan
saja lagu kebangsaanmu
tetap saja emas itu bukan untukmu
lalu, lelaki itupun menggumam lirih:
indonesia tanah airku…tanah tumpah darahku… disanalah aku berdiri,
jadi pandu ibuku.., indonesia…kebangsaanku..bangsa dan tanah airku….
marilah kita berseru…indonesia bersatu….
lalu, lelaki itupun mati…..
(www.kompasiana.com)
http://www.kompasiana.com/primata/freeport-dan-emas-yang-tak-pernah-dinikmati-orangpapua_564dfeb0b79373d10ac06f70
http://www.kompasiana.com/wjogja/freeport-perlu-disingkirkan-karena-kurang-adil-dan-sudah-terlalu-lama-dipapua_55176e93a33311b207b65c08
www.tribunnews.com
www.kompasiana.com
www.detik.com
http://www.kompasiana.com/nizami/royalti-emas-papua-freeport-99-indonesia-1_54ff8cf7a333113244510eac
Download