Karakteristik Kepribadian Guru Pembimbing yang Diinginkan Siswa

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Kepribadian Guru Pembimbing
2.1.1. Pengertian Kepribadian
Gordon Allport (1937) mengatakan bahwa kepribadian sebagai
suatu organisasi (berbagai aspek psikis dan fisik) yang merupakan suatu
struktur dan sekaligus proses. Jadi, kepribadian merupakan sesuatu yang
dapat berubah. Secara eksplisit Allport menyebutkan, kepribadian secara
teratur tumbuh dan mengalami perubahan.
Sigmun Freud (1933) berpendapat bahwa kepribadian terdiri dari
tiga sistem utama, id, ego, dan super ego. Setiap tindakan kita merupakan
hasil interaksi dan keseimbangan antara ketiga sistem tersebut.
Ngalim Purwanto (Dewi, 2004) menjelaskan bahwa kepribadian
merupakan organisasi sistem-sistem psikofisik individu yang menentukan
cara–cara penyesuaian diri yang unik terhadap lingkungan. Menurut
Allport (Hurlock, 1992) kepribadian ialah susunan sistem psikofisik yang
dinamis dalam diri individu yang menentukan penyesuaian individu yang
unik terrhadap lingkungan.
Lebih lanjut Hurlock (1999) menjelaskan,
istilah dinamis menunjukkan adanya perubahan dalam kepribadian
individu dan susunan mengandung arti bahwa kepribadian terdiri dari ciriciri yang saling berkaitan. Sedangkan sistem psikofisik adalah kebiasaan,
sikap, nilai, keyakinan, keadaan emosional, perasaan dan motif yang
bersifat psikologis tetapi mempunyai dasar fisik dalam kelenjar, saraf dan
9
keadaan fisik individu secara umum. Sistem psikofisik juga merupakan
kekuatan motivasi yang menentukan jenis penyesuaian yang akan
dilakukan
individu.
Dari
pengertian
kepribadian
tersebut,
dapat
disimpulkan kepribadian adalah suatu kondisi psikofisik yang kompleks
dari individu yang nampak dalam perilakunya yang unik.
2.1.2. Ciri-Ciri Kepribadian
Spencer (1993) mengatakan “The stamp of individually or group
impressed by nature, education or habit”. Dikatakan bahwa karakter
adalah sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang menjadi ciri khas
seseorang atau sekelompok orang. Seorang guru memang sudah diberi
oleh Allah SWT dengan karakter masing-masing yang memang satu
dengan yang lainnya berbeda. Namun tujuan perbedaan itu bukan
dijadikan sebagai alasan untuk timbulnya konflik. Justru perbedaan
tersebut untuk melengkapi satu dengan yang lainnya agar seimbang.
Sehingga apa yang menjadi karakter manusia itu bisa memunculkan suatu
budi daya yang berupa tata krama atau sopan santun yang dapat membuat
sejuk dan kondusif dalam proses pembelajaran.
Hasil penelitian dari Edward Sheffield (1974) tentang karakteristik
dari guru yang efektif yang sering disebut dengan Characteristics of
Effective Teachers Most Often Mentioned, yakni:
1. Menguasai bahan yang diajar dan memiliki kompetensi.
2. Pengajaran dipersiapkan dengan baik dan memiliki organisasi
pengajaran secara teratur.
3. Pelajaran harus dihubungkan dengan hal praktis dalam kehidupan
sehari-hari.
10
4. Mendorong murid bertanya dan memberikan opini.
5. Antusias tentang subyek yang diajar.
6. Dapat didekati murid (approachable), bersahabat,
(available).
7. Peduli kepada kemajuan siswa.
8. Memiliki sifat humoris.
9. Hangat, baik, simpati.
10. Menggunakan alat-alat atau media secara efektif.
terbuka
Kepribadian individu memiliki beberapa ciri atau karakteristik,
dengan mengerti ciri–ciri tersebut dapat diketahui kepribadian individu
yang bersangkutan. Sarwono (1983) mengungkapkan
beberapa ciri
penting untuk mengenali kepribadian, yaitu:
a. Penampilan fisik, yaitu tubuh yang besar, wajah yang tampan,
pakaian yang rapi, atau tubuh yang kurang sehat, wajah yang kuyu,
pakaian yang kusut, semua menggambarkan kepribadian dari orang
yang bersangkutan, berwibawa dan percaya diri atau bahkan
sebaliknya kurang bersemangat dan mempunyai perasaan rendah
diri
b. Temperamen, yaitu suasana hati yang menetap dan khas pada
orang yang bersangkutan, misalnya pemurung, pemarah atau
periang.
c. Kecerdasan dan kemampuan, yaitu kesempurnaan perkembangan
akal budi termasuk di dalamnya kemampuan belajar, kecepatan
berpikir dan kesanggupan untuk mengambil keputusan yang tepat.
d. Arah minat dan pandangan mengenal nilai–nilai, yaitu
kecenderungan hati dan penilaian terhadap nilai–nilai yang ada
pada seseorang. Nilai-nilai yang ada pada seseorang dipengaruhi
oleh adat-istiadat, etika dan agama yang dianut.
e. Sikap sosial, misalnya bersikap peduli atau bersikap masa bodoh
terhadap orang lain.
f. Kecenderungan-kecenderungan dalam motivasinya.
g. Cara-cara membawakan diri, misalnya sopan santun, banyak
bicara, kritis atau mudah bergaul.
h. Kecenderungan patologis, yaitu tanda–tanda adanya kelainan
kepribadian seperti reaksi-reaksi kecemasan yang berlebihan.
Sehubungan
dengan
hal
tersebut
di
atas
Hari
Prasetyo
(http://hariprasetyo14.blogspot.com/2011) mengatakan banyak guru di
Indonesia jauh dari karakteristik guru yang efektif di atas, ada guru yang
11
hanya sekedar mengajar tanpa peduli siswa paham atau tidak, ada guru yang
mengajar dengan pendekatan otoriter sehingga siswa ketakutan selama
proses pembelajaran, ada guru yang mengajar tanpa humor sama sekali,
bahkan ada guru yang mengajar dengan konsep yang salah karena kurang
menguasi materi. Bagaimana siswa mau menguasai materi kalau dari dalam
otak siswa timbul gaya penolakan yang disebabkan ketidaksukaannya
terhadap karakter guru yang mengajar? Padahal diawali rasa suka itulah
siswa akan mampu menyerap materi secara maksimal dari apa yang
disampaikan guru. Ada benarnya perkataan seorang pakar pendidikan bahwa
: Bila para siswa SD sampai SMA prestasi belajarnya jelek, maka 75% yang
harus disalahkan gurunya dan 25% kesalahan siswa itu sendiri, sebaliknya
bila seorang mahasiswa presstasinya jelek maka 75% yang salah adalah
mahasiswa itu sendiri dan 25% kesalahan dosennya.
Tidak ada salahnya kalau menengok sedikit ke belakang, mengapa
siswa akhir-akhir ini lebih semangat belajar di Lembaga Bimbingan Belajar
jauh lebih menyenangkan “versi siswa” dibanding belajar di sekolah.
Beberapa hal yang membuat siswa betah di sebuah Lembaga Bimbingan
Belajar antara lain :
1. Yang memeberi hak belajar guru adalah siswa itu sendiri, artinya
siswa boleh minta ganti guru bila tidak sesuai dengan apa yang
diharapkan. Secara berkala siswa diberi angket untuk menilai guru
pembimbingnya selama proses pembelajaran tanpa tekanan
psikologis, sehingga siswa akan menilai dengan sejujurnya.
2. Ada kedekatan emosional antara guru dengan siswa sehingga siswa
merasa nyaman, tanpa ada rasa takut untuk bertanya, konsultasi dan
lain sebagainya. Tidak ada guru di bimbingan belajar yang kiler,
sadis, memaksakan kehendak dan suka marah.
12
3. Guru pembimbing selalu dituntut upgrade keilmuannya, karena
siswa yang berasal dari beberapa sekolah dan berbeda watak diberi
kebebasan untuk bertanya terhadap materi pelajaran yang belum ia
kuasai.
4. Antara pengajar yang serumpun selalu terjadi kompetisi yang sehat,
karena siswa diberi kebebasan untuk memilih pengajar yang mana
yang ia suka.
5. Suasana pembelajaran akan selalu segar, karena humoris adalah
tuntutan yang harus dimiliki seorang mengajar di sebuah lembaga
bimbingan belajar.
Dari fakta-fakta di atas, jelas bahwa “karakter guru” sangat
berpengaruh besar terhadap keberhasilan belajar siswa di tingkat pendidikan
dasar dan menengah. Karena karakter guru sangat berpengaruh terhadap rasa
suka atau tidak suka terhadap pelajaran yang diampunya. Padahal rasa suka
sangat
diperlukan untuk
modal awal keberhasilan dalam
belajar.
(http://hariprasetyo14.blogspot.com/2011/06/pentingnya-peranan-karakterguru-pada.htm)
2.1.3. Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Kepribadian
Menurut Sujanto dkk. (1984) ada dua faktor yang mempengaruhi
pribadi manusia yaitu faktor dari dalam individu atau bawaan dan faktor
lingkungan. Faktor bawaan adalah segala sesuatu yang telah dibawa individu sejak lahir, baik yang bersifat kejiwaan maupun yang bersifat ketubuhan. Senada dengan Sujanto, Hurlock (1999) menegaskan perubahan fisik
yang antara lain disebabkan oleh proses kematangan, cedera, malnutrisi,
obat-obatan atau penyakit sering disertai dengan perubahan kepribadian.
Sedangkan faktor lingkungan yaitu segala sesuatu yang ada di luar diri
individu, antara lain pekerjaan orang tua dan hasil-hasil budaya.
Lebih
13
lanjut Irwanto dkk. (1988) menjelaskan faktor lain yang besar pengaruhnya
terhadap kepribadian adalah hasil hubungan individu dengan lingkungan
yaitu pengalaman.
Pengalaman dibedakan menjadi dua yaitu:
a) Pengalaman umum (common experiences) yaitu pengalaman yang dihayati oleh hampir semua anggota masyarakat atau bahkan semua individu.
b) Pengalaman unik (unique experiences) yaitu pengalaman yang hanya
pernah dialami oleh diri individu sendiri.
2.1.4. Ciri-Ciri Kepribadian Guru Pembimbing
Menurut Winkel (2006) guru pembimbing adalah seorang tenaga
profesional yang memperoleh pendidikan khusus di perguruan tinggi dan
mencurahkan seluruh waktunya pada layanan bimbingan. Jadi sudah jelas
bahwa seorang guru pembimbing di sekolah memang sudah disiapkan
untuk menjadi tenaga-tenaga profesional, baik dalam pengetahuan,
pengalaman, dan kualitas kepribadiannya. Menurut Prayitno (Sukardi,
1983), seorang guru pembimbing hendaknya memperhatikan 10 hal yang
berkaitan dengan kriteria kepribadian seorang guru pembimbing sebagai
berikut:
1. Seorang pembimbing harus berperangai yang wajar dan dapat
dicontoh.
2. Pembimbing harus memiliki emosi yang stabil, tenang dan
memberikan kesejukan batin demi terwujudnya suasana bimbingan
yang baik.
3. Pembimbing dituntut mandiri untuk membantu bimbingan yang
baik.
4. Pembimbing hendaknya berbobot sebagai orang yang layak
dimintai bantuan.
14
5. Penampilan pembimbing hendaknya menampakkan integritas/
keterpaduan kepribadian yaitu dewasa, matang dan emosinya
stabil.
6. Seorang pembimbing hendaknya mampu mawas diri yang meliputi
mawas terhadap diri sendiri, mawas terhadap lingkungan dan
mawas terhadap orang yang dibimbingnya. Dengan demikian
pembimbing akan menjadi orang yang arif dan bijaksana.
7. Pembimbing juga perlu bersikap berani, yaitu berani memasuki
usaha bimbingan dengan menampilkan pribadi-pribadi tanpa
topeng tertentu, berani mengisi usaha bimbingan dengan teknik
tertentu dengan segala resikonya.
8. Pembimbing perlu memiliki intelegensi yang cukup tinggi
sehingga mampu berpikir dan mengelola suasana untuk mengubah
perilaku in dividu yang dibimbing.
9. Inteligensi yang tinggi memungkinkan pembimbing untuk menalar
dengan baik.
10. Pembimbing yang dapat menalar dengan baik akan dapat
memunculkan gagasan yang lebih baik.
Senada dengan Prayitno, Carleghuff (Sutrinah, 2004) menyebutkan
juga bahwa ada sembilan sifat kepribadian diri guru pembimbing yang dapat
mengembangkan orang lain, yaitu:
1. Empati, yaitu kemampuan seseorang untuk merasakan secara tepat apa
yang dirasakan dan dialami orang lain dan mengkomunikasikan persepsinya.
2. Respek, yaitu menunjukkan secara tidak langsung bahwa guru pembimbing menghargai martabat dan nilai konseli sebagai manusia. Artinya
guru pembimbing menerima bahwa setiap konseli memiliki hak memilih,
memiliki kebiasaan kemauan dan mampu membuat keputusan sendiri.
3. Keaslian (genuinness), yaitu kemampuan guru pembimbing menyatakan
dirinya secara bebas dan mendalam, tanpa ragu-ragu, tidak memainkan
peran ganda, tidak mempertahankan diri dan tidak ada pertentangan
antara apa yang dikatakan dan apa yang dilakukan.
4. Konkret (Concretness), yaitu pernyataan ekspresi khusus mengenai
perasaan dan pengalaman orang lain. Guru pembimbing akan selalu memelihara keserasian dalam hubungan dengan orang lain dan mencegah
konseli untuk melarikan diri dari masalah yang dihadapi.
5. Konfrontasi (confrontation), yaitu dapat dilakukan guru pembimbing
jika terdapat kesenjangan antara apa yang dikatakan dengan apa yang
dialami oleh konseli, atau antara apa yang dikatakan pada suatu saat
dengan apa yang dikatakan sebelumnya.
15
6. Membuka diri, adalah penampilan perasaan, sikap, pendapat dan pengalaman pribadi guru pembimbing untuk kebaikan konseli. Pembukaan
diri hendaknya dilaksanakan dalam waktu yang tepat dan pantas.
7. Kesanggupan (potency), merupakan suatu kharisma, suatu kekuatan
yang dinamis dan magnetis dari kekuatan pribadi guru pembimbing.
Guru pembimbing yang memiliki potensi ini selalu menampakkan
kekuatannya dalam penampilan pribadi, mampu menguasai diri dan
mampu menyalurkan potensinya dan memberi rasa aman pada konseli.
8. Kesiapan (immediacy), adalah suatu hubungan perasaan antara konseli
dan guru pembimbing pada waktu ini dan saat ini. Tingkat immediacy
yang tinggi terjadi pada saat diskusi dan analisis yang terbuka mengenai
hubungan antara konseli dan guru pembimbing dalam situasi konseling.
9. Aktualisasi diri (self actualization), memiliki korelasi yang tinggi dengan
keberhasilan konseling. Aktualisasi diri menunjukkan secara tidak langsung bahwa orang dapat hidup dan memenuhi kebutuhannya secara
langsung, karena dipunyainya kekuatan untuk mencapai tujuan hidupnya.
Belkin (Winkel, 2006) juga mengungkapkan pendapatnya mengenai ciri-ciri kepribadian yang hendaknya dimiliki oleh guru pembimbing,
yaitu:
1. Guru pembimbing mampu mengenali diri sendiri, yang ditandai
dengan:
a. Merasa aman dengan diri sendiri, artinya mempunyai rasa
percaya diri, harga diri, tidak merasa cemas dan gelisah dengan
dirinya sendiri
b. Percaya pada orang lain, artinya mampu memberikan sesuatu
dari diri sendiri dan menerima sesuatu dari kepribadian orang
lain.
c. Memiliki keteguhan hati, artinya berani memberi layanan
bimbingan dan berani mengambil resiko bahwa tidak selalu
mendapat tanggapan yang positif atau mendapatkan balas jasa
dalam bentuk dikagumi serta dihargai.
2. Guru pembimbing mampu memahami orang lain, yang ditandai
dengan:
a. Terbuka hatinya, berarti mampu mengikuti beraneka pandangan
dan perasaan konseli. Terbuka juga berarti tidak mengambil
sikap mengadili orang lain menurut norma-norma yang ada.
Keterbukaan hati dan pikiran memungkinkan guru pembimbing
menjadi peka terhadap pikiran dan perasaan orang lain.
b. Kemampuann untuk berempati, yaitu mampu mendalami
pikiran dan menghayati perasaan orang lain seolah-olah guru
pembimbing pada saat ini menjadi orang lain tersebut, tanpa
16
terbawa-bawa sendiri oleh semua itu dan kehilangan kesadaran
akan pikiran serta perasaan pada diri sendiri.
3. Kemampuan berkomunikasi dengan orang lain, yang ditandai
dengan: Guru pembimbing bertindak sejati dan berhati tulus,
artinya berkata-kata dan berbuat tanpa memakai topeng atau
bersandiwara, sungguh terlibat tanpa berpura – pura.
a. Bebas dari kecenderungan untuk menguasai orang lain, artinya
guru pembimbing secara sadar tidak memaksakan
kehendaknya sendiri atas orang lain dan memaksakan orang
lain cara bertindak tertentu.
b. Mampu mendengarkan dengan baik, artinya berusaha
menangkap apa yang diungkapkan oleh orang lain, menggali
makna yang terkandung dalam ungkapan orang lain.
c. Mampu menghargai orang lain, artinya guru pembimbing
mampu mendekati orang lain dan mau didekati oleh orang lain
dengan sikap positif dan kerelaan menerima orang lain apa
adanya.
Ciri–ciri kepribadian di atas didukung oleh pernyataan Sukardi
(1983) yang menyatakan seorang guru pembimbing harus memiliki kepribadian tertentu, diantaranya:
1. Memiliki pemahaman terhadap orang lain secara objektif dan simpatik.
2. Memiliki kemampuan untuk bekerjasama dengan orang lain secara
baik dan lancar.
3. Memahami batas-batas kemampuan yang ada pada dirinya sendiri.
4. Memiliki minat yang mendalam mengenai siswa dan berkeinginan
sungguh-sungguh untuk memberi bantuan kepada siswa.
5. Memiliki kedewasaan pribadi, spiritual, mental, sosial dan fisik.
Hal senada juga diungkapkan oleh Hamrin dan Paulson (Sukardi,
1983) mengenai karakter atau sifat yang harus dimiliki oleh seorang guru
pembimbing, yaitu penuh pemahaman, sikap bersimpati, ramah-tamah,
memiliki rasa humor (sense of humor), stabil, sabar, objektif, tulus ikhlas,
17
bijaksana, jujur, berpandangan luas, baik hati, menyenangkan, tanggap
terhadap situasi sosial dan bersikap tenang.
Dalam tautan makna yang sama ABKIN Tahun 2007 menyebutkan
kompetensi guru pembimbing sebagai berikut:
Tabel 2.1. KOMPETENSI INTI KONSELOR INDONESIA
KOMPETENSI SUB KOMPETENSI INDIKATOR
1. Menguasai
1.1. Memahami
a. Memahami hakikat kebenaran
konsep dan
landasan
dan sistem nilai yang mendasari
praksis
keilmuan
proses-proses pendidikan
pendidikan
pendidikan
b. Memahami proses pembentukan
(filsafat,
perilaku individu dalam proses
psikologi,
pendidikan
sosologi,
c. Memahami karakteristik
antropologi)
individu berdasar usia, gender,
ras, etnisitas, status sosial, dan
ekonomi yang dapat
mempengaruhi individu dan
kelompok
1. Menguasai
a. Memahami ragam budaya yang
landasan budaya
dapat mempengaruhi perilaku
individu dan kelompok
b. Memahami dan menunjukkan
sikap penerimaan terhadap
perbedaan sudut pandang
subyektif antara konselor dengan
konseli
c. Peka, toleran, dan responsif
terhadap perbedaan budaya
konseli
2. Menguasai
a. Memahami hubungan antar
konsep dasar dan
unsur-unsur pendidikan
mengimplementas
(pendidik, peserta didik, tujuan
ikan prinsippendidikan, dan lingkungan
prinsip
pendidikan
pendidikan
b. Mampu memilih dan
menggunakan alat-alat
pendidikan (kewibawaan, kasih
sayang, kelembutan,
keteladanan, hadiah, dan
hukuman yang mendidik)
18
Lanjutan
KOMPETENSI INTI KONSELOR INDONESIA
KOMPETENSI SUB KOMPETENSI
2. Memiliki
kesadaran
dan
komitmen
etika
professional
2.1. Menampilkan
keutuhan pribadi
konselor
2.2 Berperilaku etik
dan professional
INDIKATOR
a. Berperilaku membantu
berdasarkan keimanan dan
ketakwaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa
b. Mengkomunikasikan secara
verbal dan nonverbal minat yang
tulus dalam membantu orang
lain
c. Bersikap hangat dan penuh
perhatian terhadap konseli
d. Secara verbal dan nonverbal
mampu mengkomunikasikan
rasa hormat konselor terhadap
konseli sebagai pribadi yang
berguna dan bertanggungjawab
e. Mengkomunikasikan harapan,
mengekspresikan keyakinan
bahwa konseli memiliki
kapasitas untuk memecahkan
problem, menata, dan mengatur
hidupnya dan berkembang
f. Bersikap empati dan atribusi
secara tepat
g. Menunjukkan intregitas dan
stabilitas kepribadian serta
kontrol diri yang baik
h. Toleran terhadap stres dan
frustasi
i. Berfikir positif terhadap orang
lain dan lingkungannya
a. Menyadari bahwa nilai-nilai
pribadi konselor dapat
mempengaruhi respon-respon
konselor terhadap konseli
b. Menghindari sikap-sikap
prasangka dan stereotipe
terhadap konseli
c. Menghargai nilai-nilai pribadi
konseli
d. Memahami kekuatan dan
keterbatasan personal dan
profesional
e. Mengelola diri secara efektif
f. Bekerja sama secara produktif
dengan teman sejawat dan
anggota profesi lain
19
Lanjutan
KOMPETENSI INTI KONSELOR INDONESIA
KOMPETENSI SUB KOMPETENSI
3. Menguasai
konsep
perilaku dan
perkembang
an individu
INDIKATOR
g. Secara konsisten menampilkan
perilaku sesuai dengan kode etik
profesi
2.3 Memiliki
a. Menyelenggarakan layanan
komitmen untuk
bimbingan dan konseling yeng
meningkatkan
dapat dipertanggungjawabkan
kemampuan
secara etik
profesional
b. Berperilaku obyektif terhadap
pandangan, nilai-nilai dan reaksi
emosional konseli yang berbeda
dengan konselor
c. Berinisiatif dan terlibat dalam
pengembangan profesi dan
pendidikan lanjut untuk
meningkatkan keahlian dan
keterampilan profesianal
d. Aktif dalam kegiatan organisasi
profesi bimbingan dan konseling
3.1 Memahami
a. Menjelaskan mekanisme
kaidah-kaidah
perilaku menurut berbagai
perilaku individu
pendekatan
dan kelompok
b. Menjelaskan dinamika perilaku
individu dan kelompok
c. Menjelaskan hubungan antara
motivasi dan emosi
d. Menjelaskan mekanisme
pertahanan diri
3.2 Memahami konsep a. Menjelaskan proses
kepribadian
pembentukan kepribadian
b. Menjelaskan faktor-faktor yang
mempengaruhi kepribadian
c. Menjelaskan ciri-ciri kepribadian
yang sehat
d. Menjelaskan bentuk-bentuk
gangguan kepribadian
3.3. Memahami
a. Menjelaskan prinsip-prinsip
konsep dan
perkembangan
prinsip-prinsip
b. Menjelaskan proses
perkembangan
perkembangan individu
individu
c. Menjelaskan aspek-aspek
perkembangan
d. Menjelaskan fase dan tugas
perkembangan
e. Menjelaskan faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan
20
Lanjutan
KOMPETENSI INTI KONSELOR INDONESIA
KOMPETENSI SUB KOMPETENSI
3.4. Mampu
memfasilitasi
perkembangan
individu
4. Menguasai
konsep dan
praksis
assessment
4.1. Memahami
hakikat dan
makna asesmen
4.2 Memilih strategi
dan teknik
assesment yang
tepat
4.3 Mengadministrasi
kan asesmen dan
menafsirkan
hasilnya
INDIKATOR
a. Memilih strategi intervensi
perkembangan individu sesuai
dengan kebutuhan dan
karakteristik individu dan
kelompok
b. Menciptakan lingkungan yang
kondusif bagi perkembangan
individu
a. Menjelaskan perspektif historis
asesmen sebagai awal layanan
b. Menunjukkan alasan dan
pentingnya penggunaan asesmen
c. Menunjukkan bukti kebenaran,
jenis kebenaran, dan hubungan
antar kebenaran secara obyektif
d. Menjelaskan konsep validitas,
reabilitas, dan daya beda dalam
pengembangan instrumen
e. Menjelaskan konsep statistika
dalam asesmen meliputi
timbangan pengukuran, ukuran
kecondongan terpusat, indeks
variabilitas, bentuk dan jenis
distribusi, serta korelasi
f. Menjelaskan teori kesalahan
pengukuran, model dan
penggunaan informasi
keterandalan, serta hubungan
antara kebenaran dengan
keterladanan
a. Mengenali kelebihan dan
kekurangan teknik
b. Mengenali kelebihan dan
kekurangan teknik asesmen non
tes
c. Menentukan teknik-teknik
asesmen sesuai dengan
pertimbangan usia, gender,
orientasi seksual, ethnik, bahasa
kultur, agama dan faktor lain
dalam asesmen individual,
kelompok, dan populasi spesifik
a. Menggunakan tes psikologis dan
menginterpretasikan hasilnya
b. Menggunakan instrumen nontes
dalam asesmen psikologis dan
21
Lanjutan
KOMPETENSI INTI KONSELOR INDONESIA
KOMPETENSI SUB KOMPETENSI
5. Menguasai
konsep dan
praksis
bimbingan
dan
konseling
INDIKATOR
meninterpretasikan hasilnya
c. Menggunakan komputer dan
teknologi informasi sebagai alat
bantu asesmen
d. Mendokumentasikan hasil
asesmen secara sistematis dan
mudah diakses
4.4 Memanfaatkan
a. Memilih hasil asesmen untuk
hasil asesmen
kepentingan layanan bimbingan
untuk kepentingan
dan konseling
bimbingan dan
b. Memprediksikan perkembangan
konseling
individu dan atau kelompok
dalam menghadapi perubahan
c. Mengelola konferensi kasus
dalam alur asesmen
4.5 Mengembangkan
a. Mengembangkan instrumen tes
instrumen
b. Mengembangkan instrumen nonasesmen
tes
5.1 Memahami konsep a. Menjelaskan konsep dasar
dasar, landasan,
bimbingan dan konseling
azas, fungsi,
b. Menjelaskan landasan fisiologis,
tujuan, dan
religius, psikologis, sosial
prinsip-prinsip
budaya, ilmiah dan teknologis,
bimbingan dan
serta landasan pedagogis
konseling
c. Menjelaskan azas-azas
bimbingan dan konseling
d. Menjelaskan fungsi bimbingan
dan konseling
e. Menjelaskan tujuan bimbingan
dan konseling
f. Menjelaskan prinsip-prinsip
bimbingan dan konseling
5.2 Memahami
a. Terampil memberikan pelayanan
bidang-bidang
bimbingan dan konseling dan
garapan dan
konseling pribadi-sosial
konseling
b. Terampil memberikan pelayanan
bimbingan dan konseling belajar
c. Terampil memberikan pelayanan
bimbingan dan konseling karir
5.3 Menguasai
a. Menjelaskan berbagai macam
pendekatanpendekatan dalam bimbingan
pendekatan dan
dan konseling
teknik-teknik
b. Memilih pendekatan bimbingan
bimbingan dan
dan konseling secara tepat
konseling
c. Terampil menggunakan teknikteknik bimbingan dan konseling
22
Lanjutan
KOMPETENSI INTI KONSELOR INDONESIA
KOMPETENSI SUB KOMPETENSI
5.4 Mampu
menggunakan dan
mengembangkan
media bimbingan
dan konseling
6. Memiliki
kemampuan
mengelola
program
bimbingan
dan
konseling
6.1 Memiliki
pengetahuan dan
keterampilan
perencanaan
program
bimbingan dan
konseling
INDIKATOR
individual dan kelompok
a. Mengenali berbagai media
dalam bimbingan dan konseling
b. Mengembangkan alat media
bimbingan dan konseling
c. Menggunakan media dalam
layanan bimbingan dan
konseling
a. Menerapkan prinsip-prinsip
perencanaan
b. Melakukan penilaian kebutuhan
layanan bimbingan dan
konseling
c. Merumuskan tujuan dan
menentukan prioritas program
bimbingan dan konseling
d. Menyusun program bimbingan
dan konseling
6.2 Mampu
a.
a. Mengidentifikasi personalia dan
mengorganisasika
sasaran program bimbingan dan
n dan
konseling
mengimplementasi
b.
b. Mengkoordinasikan dan
kan program
mengorganisasikan sumber daya
bimbingan dan
yang dibutuhkan dalam
konseling
penyelenggaraan program
bimbingan dan konseling
c.
c. Melaksanakan program
bimbingan dan konseling dengan
melibatkan partisipasi aktif
seluruh komponen yang terkait
6.3 Mampu
a. Mengkaji program bimbingan
mengevaluasi
dan konseling berdasarkan
program
standart penyelenggaraan
bimbingan dan
program
konseling
b. Menggunakan pendekatan
evaluasi program bimbingan dan
konseling
c. Mengkoordinasi kegiatan
evaluasi program bimbingan dan
konseling
d. Membuat rekomendasi yang
tepat untuk perbaikan dan
pengembangan program
bimbingan dan konseling
e. Melaporkan hasil dan temuan-
23
Lanjutan
KOMPETENSI INTI KONSELOR INDONESIA
KOMPETENSI SUB KOMPETENSI
7. Menguasai
konsep dan
praksis riset
dalam
bimbingan
dan
konseling
INDIKATOR
temuan evaluasi
penyelenggaraan program
bimbingan dan konseling kepada
pihak yang berkepentingan
f. Mengontrol implementasi
program bimbingan dan
konseling agar senantiasa
berjalan sesuai desain
perencanaan program
6.4 Mampu mendesain a. Memanfaatkan hasil evaluasi
perbaikan dan
untuk perbaikan dan
pengembangan
pengembangan program
program
bimbingan dan konseling
bimbingan dan
b. Menerapkan prinsip-prinsip
konseling
keberlanjutan program
bimbingan dan konseling
7.1 Memahami
a. Menjelaskan konsep, prinsipberbagai jenis dan
prinsip, dan metode riset
metode riset
b. Menjelaskan desain riset
7.2 Mampu
merancang riset
bimbingan dan
konseling
a. Mengidentifikasi masalah
b. Merumuskan masalah
c. Merumuskan tujuan dan manfaat
hasil riset
d. Menentukan kerangka fikir riset
e. Menentukan pendekatan riset
f. Menentukan subyek riset
g. Menentukan prosedur dan
mengembangkan teknik
pengumpulan data
h. Menentukan teknik analisis data
7.3 Melaksanakan
riset bimbingan
dan konseling
7.4 Memanfaatkan
hasil riset dalam
bimbingan dan
konseling
a. Mengumpulkan data riset
b. Mengolah dan menganalisis data
c. Melaporkan hasil riset
a. Membaca dan menafsirkan hasil
riset
b. Memanfaatkan hasil riset untuk
pengembangan bimbingan dan
konseling
24
Dalam kaitan dengan hal tersebut di atas, Permendiknas No.
27/2008 menyebutkan kompetensi Konselor sebagai berikut:
Tabel 2.2. KOMPETENSI KONSELOR
KOMPETENSI INTI
KOMPETENSI
A. KOMPETENSI PEDAGOGIK
1. Menguasai teori dan praktik
1.1
1.2
1.3
2. Mengaplikasikan
perkembangan fisiologis dan
psikologis serta perilaku
konseli
2.1
2.2
2.3
2.4
2.5
3. Menguasai esensi pelayanan
bimbingan dan konseling
dalam jalur, jenis, dan jenjang
satuan pendidikan
3.1
3.2
Menguasai ilmu pendidikan dan
landasan keilmuan
Mengimplementasikan prinsipprinsip pendidikan dan proses
pembelajaran
Menguasai landasan budaya dalam
praksis pendidikan
Mengaplikasikan kaidah-kaidah
perilaku manusia, perkembangan
fisik dan psikologis individu
terhadap sasaran pelayanan
bimbingan dan konseling dalam
upaya pendidikan
Mengaplikasikan kaidah-kaidah
kepribadian, individualitas dan
perbedaan konseli terhadap sasaran
pelayanan dan konseling dalam
upaya pendidikan
Mengaplikasikan kaidah-kaidah
belajar terhadap sasaran pelayanan
bimbingan dan konseling dalam
upaya pendididkan
Mengaplikasikan kaidah-kaidah
keberbakatan terhadap sasaran
pelayanan bimbingan dan
konseling dalam upaya pendidikan
Mengaplikasikan kaidah-kaidah
kesehatan mental terhadap sasaran
pelayanan bembingan dan
konseling dalam upaya pendidikan
Menguaai esensi bimbingan dan
konseling pada satuan jalur
pendidikan formal, nonformal dan
informal
Menguasai esensi bimbingan dan
25
3.3
konseling pada satuan jenis
pendidikan umum, kejuruan,
keagamaan, dan khusus
Menguasai esensi bembingan dan
konseling pada satuan jenjang
pendidikan usia dini, dasar dan
menengah, serta tinggi
B. KOMPETENSI KEPRIBADIAN
4. Beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa
4.1
4.2
4.3
5. Menghargai dan menjunjung
tinggi nilai-nilai kemanusiaan,
individualitas dam kebebasan
memilih
5.1
5.2
5.3
5.4
5.5
6. Menunjukkan integritas dan
stabilitas kepribadian yang
kuat
5.6
6.1
6.2
6.3
6.4
Menampilkan kepribadian yang
beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa
Konsisten dalam menjalankan
kehidupan beragama dan toleran
terhadap pemeluk agama lain
Berakhlak mulia dan berbudi
pekerti luhur
Mengaplikasikan pendangan positif
dan dinamis tentang manusia
sebagai makhluk spiritual,
bermoral, sosial, individual, dan
berpotensi
Menghargai dan mengembangkan
potensi positif individu pada
umumnya dan konseli pada
khususnya
Peduli terhadap kemaslahatan
manusia pada umumnya dan
konseli pada khususnya
Menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia sesuai dengan
hak asasinya
Toleran terhadap permasalahan
konseli
Bersikap demokratis
Menampilkan kepribadian dan
perilaku yang terpuji (seperti jujur,
sabar, ramah, dan konsisten)
Menampilkan emosi yang stabil
Peka, bersikap empati, serta
menghormati keragaman dan
perubahan
Menampilkan toleransi tinggi
terhadap konseli yang mengahdapi
stres dan frustasi
26
7. Menampilkan kinerja
berkualitas tinggi
7.1
7.2
7.3
7.4
Menampilkan tindakan yang
cerdas, kreatif, inovatif, dan
produktif
Bersemangat, berdisiplin, dan
mandiri
Berpenampilan menarik dan
menyenangkan
Berkomunikasi secara efektif
C. KOMPETENSI SOSIAL
8. Mengimplementasikan
kolaborasi intern di tempat
bekerja
8.1
8.2
8.3
9. Berperan dalam organisasi
dan kegiatan profesi bimbing
dan konseling
9.1
9.2
9.3
10. Mengimplementasikan
kolaborasi antar profesi
10.1
10.2
10.3
10.4
Memahami dasar, tujuan,
organisasi, dan peran pihak-pihak
lain (guru, wali kelas, pimpinan
sekolah/madrasah, komite
sekolah/madrasah) di tempat
bekerja
Mengkomunikasikan dasar, tujuan,
dan kegiatan pelayana bimbingan
dan konseling kepada pihak-pihak
lain di tempat bekerja
Bekerja sama dengan pihak-pihak
terkait di dalam tempat bekerja
(seperti guru, orang tua, tenaga
administrasi)
Memahami dasar tujuan dan
AD/ART organisasi profesi
bimbingan dan konseling untuk
pengembangan diri dan profesi
Menaati kode etik profesi
bimbingan dan konseling
Aktif dalam organisasi profesi
bimbingan dan konseling untuk
pengembangan diri dan profesi
Mengkomunikasikan aspek-aspek
profesional bimbinga dan konseling
kepada organisasi profesi lain
Memahami peran organisasi profsi
lain dan memanfaatkan nya untuk
suksesnya pelayanan bimbinga dan
konseling
Bekerja dalam tim bersama tenaga
para profesional dan profesional
profesi lain
Melaksanakan referal kepada ahli
profesi lain sesuai denagn keprluan
27
D. KOMPETENSI PROFESIONAL
11. Menguasai konsep dan praksis
asesmen untuk memahami
kondisi, kebutuhan, dan
masalah konseli
12. Menguasai kerangka teoretik
dan praksisi bimbingan dan
konseling
11.1 Menguasai hakikat asesmen
11.2 Memilih teknik asesmen, sesuai
dengan kebutuhan pelayanan
bimbingan dan konseling
11.3 Menyususn dan mengembangkan
instrumen asesmen untuk keperluan
bimbingan dan konseling
11.4 Mengadministrasikan asesmen
untuk mengungkapkan masalahmasalah konseli
11.5 Memilih dan mengadministrasikan
teknik asesmen pengungkapan
kemampuan dasar dan
kecenderungan pribadi konseli
11.6 Memilih dan mengadministrasikan
instumen untuk mengungkapkan
kondisi aktual konseli berkaitan
dengan lingkungan
11.7 Mengakses data dokumentasi
tentang konseli dalam pelayanan
bimbingan dan konseling
11.8 Menggunakan hasil asesmen dalam
pelayanan bimbingan dan
konseling dengan tepat
11.9 Menampilkan tanggung jawab
profesional dalam praktik asesmen
12.1 Mengaplikasikan hakikat pelayanan
bimbingan dan konseling
12.2 Mengaplikasikan arah profesi
bimbingan dan konseling
12.3 Mengaplikasikan dasar-dasar
pelayanan bimbingan dan
konseling
12.4 Mengaplikasikan pelayanana
bimbingan dan konseling sesuia
kondisi dan tuntutyan wilayah kerja
12.5 Mengaplikasikan pendekatan /
model/jenis pelayanan dan kegiatan
pendukung bimbingan dan
konseling
12.6 Mengaplikasikan dalam praktik
format pelayanan bimbingan dan
konseling
28
13. Merancang program
bimbingan dan konseling
14. Mengimplementasikan
program bimbingan dan
konseling yang komprehensif
15. Menilai proses dan hasil
kegiatan bimbinga dan
konseling
16. Memiliki kesadaran dan
komitmen terhadap etika
profesi
13.1 Menganalisis kebutuhan konseli
13.2 Menyusun program bimbingan dan
konseling yang berkelanjutan
berdasarkan kebtuhan peserta didik
secara komprehensif dengan
pendekatan perkembangna
13.3 Menyusun rencana pelaksanaan
program bimbingan dan konseling
13.4 Merencanakan sarana dan biaya
penyelenggaraan program
bimbingan dan konseling
14.1 Melaksanakan program bimbingan
dan konseliong
14.2 Melaksanakan pendekatan
kolaboratif dalam pelayanaan
bimbingan dan konseling
14.3 Memfasilitasi perkembangan
akademik, karier, personal, dan
sosial konseli
14.4 Mengelola sarana dan biaya
program bimbingan dan konseling
15.1 Melakukan evaluasi hasil, proses,
dan program bimbingan dan
konseling
15.2 Melakukan penyesuaian proses
pelayanan bimbingan dan
konseling
15.3 Menginformasikan hasil pelaksaan
evaluasi pelayanan bimbingan dan
konseling kepad pihak terkait
15.4 Menggunakan hasil pelaksanaan
evaluasi untuk merevisi dan
mengembangkan program
bimbingan dan konseling
16.1 Memahami dan mengelola
kekuatan dan keterbatasan pribadi
dan profesional
16.2 Menyelenggarakan pelayanana
sesuia dengan kewenangan dan
kode etik profesional konselor
16.3 Mempertahankan objektifitas dan
menjaga agar tidak larut denagn
masalah konseli
16.4 Melaksanakan referal sesuai
dengan keperluan
16.5 Peduli terhadap identitas
29
16.6
17. Menguasai konsep dan
praksisi penelitian dalam
bimbingan dan konseling
16.7
17.1
17.2
17.3
17.4
profesional dan pengembangan
profesi
Mendahulukan kepentingan konseli
dari pada kepentingan pribadi
konselor
Menjaga kerahasiaan konseli
Memahami berbagai jenis dan
metode penelitian
Mampu merancang penelitian
bimbingan dan konseling
Melaksanakan penelitian
bimbingan dan konseling
Memanfaatkan hasil penelitian
dalam bimbingan dan konseling
dengan mengakses jurnal
pendididkan dan bimbingan dan
konseling
Mengacu uraian para ahli dan pandangan ABKIN serta
Permendiknas No.27/2008 di atas, jelas bahwa guru pembimbing dituntut
untuk memiliki persyaratan tertentu yang berupa sifat, sikap dan
keterampilan tertentu yang sesuai dengan tugasnya sebagai seorang guru
pembimbing. Guru pembimbing hendaknya memiliki sifat supel, ramah
dan terbuka. Selanjutnya guru pembimbing hendaknya memiliki sikap
mau menerima konseli apa adanya, penuh pengertian dan pemahaman
terhadap apa yang dihadapi oleh konseli serta kesungguhan dalam
memberikan layanan.
Jadi pelayanan bimbingan akan lebih efektif bila guru pembimbing
memiliki kemampuan yang sesuai dengan bidangnya. Kemampuan yang
sesuai tersebut perlu juga ditunjang dengan ciri-ciri kepribadian baik personal maupun sosial yang sesuai, seperti yang telah diuraikan diatas.
30
Dengan demikian diharapkan layanan yang diberikan guru pembimbing
benar-benar sesuai.
2.1.5. Kemampuan Guru sebagai Pembimbing
Dalam bahasan di atas sudah dibicarakan tentang karakteristik
yang perlu dimiliki guru sebagai sebagai seorang pembimbing, dalam
bagian ini akan kita bicarakan tentang kemampuan-kemampuan apa yang
perlu dikuasai guru dalam upaya melakukan bimbingan.
Layanan bimbingan merupakan suatu upaya yang dapat dilakukan
guru dalam membantu anak didik mencapai perkembangan yang optimal.
Dalam proses perkembangannya seperti yang diungkapkan dalam
pembahasan sebelumnya,
mungkin ditemukan berbagai
hambatan
perkembangan baik dalam aspek fisik, intelektual, sosial, emosi maupun
bahasa yang bila tidak segera ditangani maka kecenderungan masalah ini
akan semakin besar dan menjadi hambatan yang sulit untuk diperbaiki.
Guru bertugas membantu mengurangi hambatan atau kesulitan
yang mungkin dihadapi remaja dan memfasilitasi perkembangan remaja
semaksimal mungkin.
Bila diramu dari uraian-uraian yang sudah dikemukakan maka ada
beberapa kemampuan yang perlu dikuasai guru yaitu :
1. Guru mampu menemukan atau menandai berbagai permasalahan atau
kecenderungan adanya masalah yang dihadapi remaja. Selama proses
pembelajaran, guru senantiasa berinteraksi dengan anak didik, mulai
dari awal belajar sampai berakhirnya aktivitas belajar pada satu waktu
31
tertentu. Permasalahan yang dihadapi remaja cenderung akan
tampak dari perilakunya karena remaja masih bersifat labil, apa yang
dialami remaja akan tampak dari perubahan prilakunya. Umumnya
remaja tidak pernah menyampaikan apa yang dirasakan, tetapi melalui
pengamatan yang terus menerus guru dapat melihat adanya perubahan
perilaku yang ditunjukkan oleh remaja tersebut. Guru perlu
memperhatikan berbagai perubahan sikap yang ditunjukkan oleh
remaja sehingga guru dapat membantu memperbaiki permasalahan
yang dihadapi nya.
2. Guru mampu menemukan berbagai faktor atau latar belakang yang
mungkin menjadi penyebab terjadinya hambatan atau masalah yang
dialami oleh remaja.
Untuk membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi maka
guru perlu mengetahui berbagai faktor yang mungkin menjadi
penyebabnya, faktor tersebut bisa bersumber dari diri remaja itu
sendiri atau dari lingkungannya. Kemampuan guru untuk menemukan
berbagai faktor yang mempengaruhi munculnya masalah yang dialami
remaja merupakan salah satu kemampuan yang perlu dimiliki guru.
3. Guru mampu memilih cara penyelesaian masalah atau hambatan yang
dihadapi oleh remaja.
Menyelesaikan masalah yang dihadapi remaja tidak sama dengan
menyelesaikan
masalah
yang
dihadapi
orang
dewasa,
dan
permasalahan yang dihadapi anak remaja pun berbeda. Adanya
32
kelainan atau perubahan perilaku yang ditunjukkan anak remaja dapat
dimaknai bahwa anak sedang mengalami masalah tertentu. Guru perlu
memahami adanya perubahan itu karena guru beranggapan bahwa bila
masalah tersebut dibiarkan maka khawatir akan terus berkembang
menjadi masalah yang lebih kompleks di kemudian hari.
Oleh karenanya intervensi bantuan sejak dini merupakan langkah
yang perlu dilakukan guru. Memilih cara penyelesaian masalah yang
dihadapi anak remaja merupakan salah satu kemampuan yang perlu
dikuasai guru. Cara penyelesaian mana yang harus dipilih guru dan
bagaimana
langkah-langkah
yang
harus
ditempuhnya
sangat
tergantung dari kemampuan guru itu sendiri.
4. Guru mampu menciptakan lingkungan yang kondusif bagi tumbuh
kembang anak remaja.
Penciptaan lingkungan yang kondusif bagi anak merupakan salah satu
aspek penting yang harus diperhatikan dan dilakukan guru selaku
pembimbing anak remaja, karena anak sangat mudah dipengaruhi oleh
lingkungannya.
Guru harus mampu menciptakan lingkungan yang sesuai dengan
kebutuhan anak sehingga anak dapat mengurangi masalah yang
dihadapinya dan dapat berkembang secara wajar sebagai seorang anak
remaja.
5. Guru mampu berinteraksi dan bekerja sama dengan orang tua dalam
upaya membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi anak remaja.
33
Masalah yang dihadapi anak seperti yang disampaikan pada uraian
sebelumnya tidak hanya bersumber dari diri anak itu sendiri tapi
masalah anak bisa bersumber dari lingkungan terutama orang tuanya.
Guru di sekolah merupakan orang tua kedua, tapi guru memiliki
keterbatasan
waktu
sehingga
guru
tidak
dapat
secara
utuh berperan sebagai orang tua. Masalah yang dihadapi anak perlu
penyelesaian kerjasama antara guru dan orang tua. Kemampuan guru
berinteraksi dan bekerjasama dengan orang tua merupakan salah satu
kemampuan lain yang perlu dikuasai guru pembimbing. Dengan
adanya kerjasama yang baik antara guru dan orang tua maka anak
dapat guru dan orang tua maka anak dapat dibimbing ke arah
perkembangan yang lebih baik.
6. Guru mampu menjalin kerjasama dengan komunitas lain dalam
lingkungan remaja, seperti dengan dokter atau psikolog dan dengan
masyarakat sekitar remaja.
Komunitas lain yang terkait erat dengan remaja yaitu dokter,
psikolog dan masyarakat sekitar anak merupakan pihak-pihak yang
harus diperhatikan guru. Keterbatasan kemampuan guru untuk
menangani anak yang bermasalah dapat diatasi melalui kerjasama yang
baik dengan pihak yang lebih berkompeten yaitu dokter dan psikolog.
Penanganan ahli terhadap masalah anak merupakan langkah yang
benar agar anak ditangani oleh ahlinya. Agar permasalahan anak tidak
34
berkembang pada arah yang lebih buruk maka guru perlu memiliki
kemampuan untuk menjalin kerjasama tersebut.
Masyarakat sekitar anak juga perlu menjadi perhatian guru karena anak
berinteraksi juga dengan masyakarat sekitarnya. Guru perlu memiliki
kemampuan untuk dapat menjalin kerjasama dengan masyarakat
sekitar anak agar anak memiliki lingkungan yang baik untuk proses
tumbuh kembang remaja.
2.2. Keinginan Siswa Tentang Ciri-Ciri Kepribadian Guru Pembimbing
Setiap siswa tentu memiliki keinginan yang berbeda-beda mengenai
ciri kepribadian yang dimiliki oleh guru pembimbing dalam tugasnya memberi layanan bimbingan di sekolah. Perbedaan keinginan orang lain muncul
ketika siswa berhadapan dengan guru pembimbing.
Belkin (Pujosuwarno, 1992) berpendapat bahwa ciri kepribadian guru
pembimbing sangat menentukan berhasil atau tidaknya proses konseling,
disamping pengetahuan dan keterampilan–keterampilan profesional.
kepribadian
seperti
apa
yang
dimaksud?
Masih
menurut
Ciri
Belkin
(Pujosuwarno, 1992) ada sembilan karakteristik atau ciri kepribadian yang
diharapkan dimiliki oleh guru pembimbing (dalam hal ini ciri kepribadian
yang diharapkan siswa agar dimiliki oleh guru pembimbing). Kesembilan
ciri tersebut yaitu:
1. Konfrontasi, berarti menghadapkan persoalan pada konseli, dengan
demikian konseli akan mengerti jelas persoalan yang saat ini
dihadapinya.
35
2. Tulus, berarti guru pembimbing harus secara tulus dan ikhlas
menolong konseli tanpa mengajukan persyaratan.
3. Jujur,
berarti tidak berbohong dan mengatakan hal yang
sebenarnya.
4. Hangat, yaitu adanya resonansi psikologis yang dapat memberi
keputusan pada kedua belah pihak,
5. Empati, berarti turut merasakan apa yang dihayati oleh konseli dan
memahami diri konseli.
6. Jelas, maksudnya dalam konseling, guru pembimbing sebaiknya
menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh
konseli.
7. Polos, artinya tanpa prasangka atau memberikan “cap” pada
konseli.
8. Hormat, berarti memberi penghargaan paada konseli, memberi
kebebasan
pada
konseli
untuk
tumbuh
berkembang
mengembangkan potensinya.
9. Positive regard, artinya penghargaan terhadap konseli secara
positif. Guru pembimbing yakin bahwa konseli mempunyai
kemampuan untuk menyelesaikan masalahnya sendiri.
Pada kenyataannya para siswa di sekolah memiliki pengalaman yang
berbeda antara satu dengan yang lainnya dalam bimbingan. Hal ini terjadi
karena selain memiliki keinginan yang berbeda, juga karena kuantitas dan
kualitas pertemuan siswa dengan guru pembimbing yang berbeda pula
sehingga dapat mempengaruhi penilaian siswa terhadap kepribadian guru
pembimbing. Oleh karena itu muncul beberapa konsep negatif tentang ciriciri kepribadian guru pembimbing dan layanan bimbingan di sekolah. Hal
ini diungkapkan oleh Mapiare (1984) sebagai berikut:
1.
2.
3.
Bimbingan merupakan bantuan kepada siswa yang salah suai.
Akibatnya bimbingan cenderung hanya bersifat penyembuhan
saja dan mengabaikan sifat pencegahan dan pengembangan.
Bimbingan sama dengan pemberian nasehat. Pemberian nasehat
berasal dari satu pihak saja, pelaksanaannya didominasi pemberi
nasehat dan terdapat unsur penghargaan langsung yang
cenderung paksaan. Dalam bimbingan ada teknik pemberian
nasehat tetapi porsinya sangat kecil.
Pembimbingan bukanlah obat mujarab bagi segala masalah
pendidikan. Guru mengirim siswa kepada guru pembimbing
36
4.
5.
6.
7.
8.
karena sering beranggapan bahwa pembimbing dapat
memecahkan semua persoalan yang dialami oleh siswa.
Pembimbing dicap sebagai hakim karena selalu memberikan
sanksi terhadap kesalahan siswa.
Pembimbing dianggap sebagai pengawas karena pembimbing
diberi beban untuk mendisiplinkan siswa. Jika langkah ini
dilakukan oleh guru pembimbing maka akan mengurangi
keakraban siswa dengan guru pembimbing dan mengaburkan
peran pembimbing di hadapan siswa.
Pembimbing menuntut kepatuhan pihak yang dibimbing.
Pembimbing di-cap sebagai orang yang suka marah karena tak
jarang dalam memberikan bimbingan selalu marah-marah
terhadap siswa.
Pembimbing di pandang sebagai usaha penyembuhan penyakit
jiwa.
2.3. Standar Kompetensi Guru
2.3.1 Pengertian Kompetensi
Menurut
UU
No.
14/2005
(UUGD)
mengatakan
bahwa
Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku
yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan”. Kompetensi guru dapat dimaknai
sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang berwujud
tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugas
sebagai agen pembelajaran
Syah (2000) mengemukakan pengertian dasar kompetensi adalah
kemampuan atau kecakapan. Usman (1994) mengemukakan kompentensi
berarti suatu hal yang menggambarkan kualifikasi atau kemampuan
seseorang, baik yang kualitatif maupun yang kuantitatif. McAhsan (1981),
sebagaimana dikutip oleh Mulyasa (2003) mengemukakan bahwa
kompetensi: “…is a knowledge, skills, and abilities or capabilities that a
37
person achieves, which become part of his or her being to the extent he or
she can satisfactorily perform particular cognitive, affective, and
psychomotor behaviors”. Dalam hal ini, kompetensi diartikan sebagai
pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang
yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan
perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaikbaiknya.
Sejalan dengan itu Finch & Crunkilton (1979), sebagaimana
dikutip oleh Mulyasa (2003) mengartikan kompetensi sebagai penguasaan
terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan
untuk menunjang keberhasilan. Robbins (2001) mengemukakan “A
competency is composed of skill, knowledge, and attitude, but in particular
the consistent applications of those skill, knowledge, and attitude to the
standard of performance required in employment”. Dengan kata lain
kompetensi tidak hanya mengandung pengetahuan, keterampilan dan
sikap, namun yang penting adalah penerapan dari pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang diperlukan tersebut dalam pekerjaan.
Robbins (2001) menyebut kompetensi sebagai ability, yaitu
kapasitas seseorang individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam
suatu pekerjaan. Selanjutnya dikatakan bahwa kemampuan individu
dibentuk oleh dua faktor, yaitu faktor kemampuan intelektual dan
kemampuan fisik. Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang
diperlukan untuk melakukan kegiatan mental sedangkan kemampuan fisik
38
adalah kemampuan yang di perlukan untuk melakukan tugas-tugas yang
menuntut stamina, kecekatan, kekuatan, dan keterampilan.Spencer &
Spencer (1993) mengatakan “Competency is underlying characteristic of
an individual that is causally related to criterion-reference effective
and/or superior performance in a job or situation”. Jadi kompetensi
adalah karakteristik dasar seseorang yang berkaitan dengan kinerja
berkriteria efektif dan atau unggul dalam suatu pekerjaan dan situasi
tertentu.
2.3.2 Dimensi – Dimensi Kompetensi Guru
Menurut Undang-undang No.14 tahun 2005 tentang Guru Dan
Dosen pasal 10 ayat (1) kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional
yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
a. Kompetensi Pedagogik
Dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
dikemukakan kompetensi pedagogik adalah “kemampuan mengelola
pembelajaran peserta didik”. Depdiknas (2004) menyebut kompetensi
ini dengan “kompetensi pengelolaan pembelajaran. Kompetensi ini
dapat dilihat dari kemampuan merencanakan program belajar
mengajar, kemampuan melaksanakan interaksi atau mengelola proses
belajar mengajar, dan kemampuan melakukan penilaian.
39
b. Kompetensi Kepribadian
Undang-undang
Guru
dan
Dosen
dikemukakan
kompetensi
kepribadian adalah “kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak
mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik”. Surya
(2003) menyebut kompetensi kepribadian ini sebagai kompetensi
personal, yaitu kemampuan pribadi seorang guru yang diperlukan agar
dapat menjadi guru yang baik. Arikunto (1993) mengemukakan
kompetensi personal mengharuskan guru memiliki kepribadian yang
mantap sehingga menjadi sumber inspirasi bagi subyek didik, dan patut
diteladani oleh siswa.
c. Kompetensi Sosial
Guru yang efektif adalah guru yang mampu membawa siswanya
dengan berhasil mencapai tujuan pengajaran. Mengajar di depan kelas
merupakan perwujudan interaksi dalam proses komunikasi. Menurut
Undang-undang
Guru
dan
Dosen
kompetensi
sosial
adalah
“kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif
dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta
didik, dan masyarakat sekitar”. Surya (2003) mengemukakan
kompetensi sosial adalah kemampuan yang diperlukan oleh seseorang
agar berhasil dalam berhubungan dengan orang lain. Dalam
kompetensi sosial ini termasuk keterampilan dalam interaksi sosial dan
melaksanakan tanggung jawab sosial. Merujuk pada pendapat Asian
Institut for Teacher Education, menjelaskan kompetensi sosial guru
40
adalah salah satu daya atau kemampuan guru untuk mempersiapkan
peserta didik menjadi anggota masyarakat yang baik serta kemampuan
untuk
mendidik,
membimbing
masyarakat
dalam
menghadapi
kehidupan di masa yang akan datang.
d. Kompetensi Profesional
Menurut Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,
kompetensi profesional adalah “kemampuan penguasaan materi
pelajaran secara luas dan mendalam”. Surya (2003) mengemukakan
kompetensi profesional adalah berbagai kemampuan yang diperlukan
agar dapat mewujudkan dirinya sebagai guru profesional. Kompetensi
profesional meliputi kepakaran atau keahlian dalam bidangnya yaitu
penguasaan bahan yang harus diajarkannya beserta metodenya, rasa
tanggung jawab akan tugasnya dan rasa kebersamaan dengan sejawat
guru lainnya.
Dari beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
untuk menjadi guru pembimbing perlu memiliki ciri-ciri kepribadian
tertentu yang mendukung tercapainya tujuan layanan bimbingan. Dalam
penelitian ini ciri-ciri tersebut disimpulkan dalam tiga aspek, yaitu:
1. Aspek personal, merupakan sifat-sifat pribadi yang ada dalam diri
seorang guru pembimbing. Aspek personal terdiri dari:
a. Kepribadian yang hangat dan terbuka. Artinya, guru pembimbing
bersikap supel dalam
pergaulan,
humoris,
jujur,
terbuka,
41
berperilaku sederhana, wajar, sabar, baik hati dan tidak bersikap
mengadili siswa.
b. Kepribadian yang dewasa. Artinya, guru pembimbing mampu
bersikap tegas terhadap siswa, bijaksana, tidak mudah terbawa
emosi, mampu menjadi pendengar yang baik dan simpatik.
c. Bersikap objektif dan fleksibel. Artinya, guru pembimbing mampu
memiliki pemahaman terhadap orang lain secara objektif atau tidak
dipengaruhi oleh pandangan atau pendapat pribadi dan mampu
bersikap fleksibel atau mudah menyesuaikan diri dengan siswa.
2. Aspek sosial, yaitu yang berkenaan dengan interaksi antara guru pembimbing dengan orang lain. Aspek ini terdiri dari:
a. Kemampuan berempati. Artinya, guru pembimbing mampu menghargai berbagai macam perasan siswa tanpa harus larut di
dalamnya dan memiliki tanggungjawab moral untuk membantu
siswa.
b. Kemampuan menjalin relasi. Artinya, guru pembimbing mampu
membangun hubungan sosial yang tulus, akrab, hangat dan mampu
menyesuaikan diri dengan perilaku siswa serta mampu bersikap
sebagai teman sekaligus pemimpin bagi siswa.
c. Kemampuan memberikan dukungan.
Artinya, guru mampu
memberi semangat dan keyakinan kepada siswa terutama pada saat
siswa sedang merasa putus asa dan mau mendorong siswa untuk
42
memahami dirinya sendiri sehingga menjadi lebih terbuka dalam
menerima segala sesuatu yang terjadi pada dirinya.
3. Aspek profesional, artinya seorang guru pembimbing memerlukan
kepandaian khusus agar dapat menjalankan tugasnya. Aspek ini terdiri
dari:
a. Kemampuan menghargai pribadi. Artinya, guru pembimbing
mampu menghargai siswa sebagai individu yang bebas, mampu
menjaga dan menyimpan rahasia siswa serta bersikap rendah hati
terutama dalam memberi layanan bimbingan.
b. Memiliki wawasan yang luas. Artinya, guru pembimbing memiliki
perkembangan intelektual yang baik, mampu berpikir logis, kritis,
memahami berbagai macam pandangan siswa dan mampu memberi
alternatif yang perlu dipertimbangkan oleh siswa.
c. Bebas dari kecenderungan menguasai siswa.
Artinya, guru
pembimbing tidak memaksa siswa ke cara berpikir atau bertindak
tertentu dan tidak bersikap selalu ingin tahu terhadap permasalahan
siswa.
d. Kemampuan menjalin komunikasi. Artinya, guru pembimbing
memiliki kecakapan dalam menjalin komunikasi yang baik dan
akrab dengan siswa serta terampil merefleksikan, menggali makna
yang terkandung dalam setiap kata-kata dan peristiwa yang dialami
siswa.
43
Idealnya guru pembimbing memenuhi ketiga aspek tersebut.
Namun juga terjadi hal-hal yang ideal tersebut tidak dapat terwujud karena
dalam kenyataannya keinginan siswa terhadap ciri-ciri kepribadian yang
hendaknya
dimiliki
guru
pembimbing
tidak
terpenuhi,
sehingga
memungkinkan siswa mempunyai penilaian keliru mengenai layanan
bimbingan.
2.4. Hakekat Siswa SMA Sebagai Remaja dan Karakteristiknya
2.4.1. Pengertian Masa Remaja
Siswa kelas X SMA Negeri 2 Salatiga berada pada rentang usia
antara 15 tahun sampai dengan 17 tahun. Menurut Keropka (Yusuf, 2002)
masa remaja dibagi dalam 3 masa yaitu: Masa Remaja Awal usia 12 tahun
- 15 tahun; Masa Remaja Madya usia 15 tahun – 18 tahun; Masa Remaja
Akhir usia 19 – 22 tahun. Berdasar pendapat tersebut, siswa kelas X SMA
Negeri 2 Salatiga termasuk dalam Remaja Madya/Tengah.
Menurut Hurlock (1992) remaja berarti tumbuh menjadi dewasa.
Lebih lanjut Rifai (1984) menjelaskan bahwa masa remaja merupakan
taraf perkembangan dalam kehidupan manusia, yang mana seseorang
sudah tidak dapat disebut anak kecil lagi, tetapi juga belum dapat disebut
orang dewasa. Jadi dapat disimpulkan bahwa masa remaja merupakan
masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju ke arah kedewasaan.
44
2.4.2. Karakteristik Remaja
Setiap tahap perkembangan pada manusia berbeda satu sama lain,
sehingga tiap tahap perkembangan pada manusia mempunyai karakteristik
tersendiri. Begitu juga pada masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu
yang membedakan dengan periode sebelum dan sesudahnya. Hurlock
(1992) menjelaskan ciri-ciri masa remaja sebagai berikut:
a. Masa remaja merupakan periode yang sangat penting: Masa remaja merupakan periode yang sangat penting karena mempunyai akibat yang
langsung dan jangka panjang terhadap sikap dan perilaku remaja. Pada
masa remaja, terjadi perkembangan fisik dan mental yang cepat hingga
perlu penyesuaian mental dan pembentukan sikap, nilai serta minat
baru.
b. Masa remaja sebagai periode peralihan: Peralihan tidak berati terputus
dengan atau berubah dari apa yang terjadi sebelumnya, melainkan
lebih-lebih sebuah peralihan dari suatu tahap perkembangan ke tahap
berikutnya. Artinya, apa yang terjadi sebelumnya akan meninggalkan
bekasnya sehingga mempengaruhi pola perilaku dan sikap yang baru.
Pada masa remaja, remaja bukan lagi anak kecil tetapi juga bukan
orang dewasa, oleh karena itu remaja harus meninggalkan segala
sesuatu yang bersifat kekanakan dan juga harus mempelajari pola
perilaku dan sikap yang baru untuk menggantikan perilaku dan sikap
yang sudah ditinggalkan.
45
c. Masa remaja sebagai periode perubahan: Masa remaja merupakan masa
perubahan, yang mana terjadi perubahan fisik, perilaku dan sikap yang
berlangsung pesat.
Ada empat perubahan yang umumnya terjadi,
yaitu: 1) Meningginya emosi yang intensitasnya bergantung pada
tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi. 2) Perubahan
tubuh dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial sehingga
menimbulkan masalah baru. 3) Berubahnya minat dan pola perilaku
sehingga nilai-nilai menjadi berubah. 4) Bersikap ambivalen terhadap
setiap
perubahan.
Remaja
menuntut
kebebasan
tetapi
takut
bertanggung jawab akibatnya.
d. Masa remaja sebagai usia bermasalah: Masalah masa remaja sering
menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh remaja laki-laki maupun
perempuan. Hal ini disebabkan karena sepanjang masa kanak-kanak,
masalah anak-anak sebagian diselesaikan oleh orang tua dan guru,
sehingga
kebanyakan
remaja
tidak
berpengalaman
mengatasi
masalahnya. Penyebab lainnya adalah karena para remaja merasa diri
mandiri, sehingga ingin mengatasi masalah sendiri, menolak bantuan
orang tua dan guru.
e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas: Pada tahun–tahun awal
masa remaja, penyesuaian diri dengan kelompok masih tetap penting
bagi remaja laki-laki dan perempuan. Tetapi lambat laun remaja mulai
mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi dengan menjadi sama
dengan teman-temannya dalam segala hal seperti sebelumnya. Rasa
46
ketidak puasan ini membuat remaja mencoba mengangkat dirinya
sendiri sebagai individu dengan menggunakan simbol status dalam
bentuk mobil, pakaian dan pemilikan barang-barang lain yang mudah
terlihat.
f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan: Masa remaja
disebut sebagai usia yang menakutkan karena adanya anggapan negatif
mengenai remaja, yaitu remaja tidak rapi, tidak dapat dipercaya dan
cenderung merusak serta berperilaku mengganggu.
g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik: Masa remaja disebut
sebagai masa yang tidak realistik karena remaja memandang diri dan
orang lain menurut keinginannya dan bukan sebagaimana adanya.
h. Masa remaja sebagai masa ambang masa dewasa: Masa remaja merupakan ambang masa dewasa, hal ini ditandai dengan cara berpakaian,
bertindak dan berperilaku seperti orang dewasa pada umumnya.
2.4.3. Tugas-Tugas Perkembangan Remaja
Tugas perkembangan remaja merupakan tantangan yang berupa
aneka tugas yang dihadapi remaja dalam hidupnya (Winkel, 2006).
Menurut Havighurst (Hurlock, 1992) tugas perkembangan remaja terdiri
dari:
1. Mencapai pergaulan yang baru dan yang lebih matang dengan sebaya
dari kedua jender: Remaja diharapkan dapat memperluas hubungan atau
relasi sosial, membina hubungan kerja sama baik dengan teman sejenis
47
maupun lawan jenis. Dalam membina relasi dengan orang lain, remaja
perlu belajar mengatasi konflik yang terjadi.
2. Mencapai peran-peran kepriaan/masculine dan kewanitaan/feminine:
Remaja mempelajari dan menerima perannya sebagai pria dan wanita
sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat.
3.
Mencapai kematangan fisik dan mendaya-gunakan tubuhnya secara
efektif: Remaja perlu belajar menerima dan menghargai perubahan
yang terjadi pada dirinya, khususnya perubahan fisik.
Terjadinya
perubahan fisik pada remaja menjadikan remaja mampu memelihara
dan merawat dirinya sendiri dengan perasaan puas.
4. Membentuk dan mencapai hasrat berperilaku yang secara sosial dapat
dipertanggungjawabkan: Remaja ikut serta dalam kegiatan sosial
sebagai orang dewasa yang bertanggung jawab sehingga menghormati
atau mentaati nilai-nilai atau norma-norma sosial yang berlaku di
masyarakat.
5. Mencapai kemandirian emosional dari orang tuanya dan orang dewasa
lainnya:
Remaja
mulai
menunjukkan
kemandiriannya,
tidak
menganggap dirinya anak kecil lagi yang selalu terikat dengan orang
tua dan orang dewasa lainnya.
Hal ini diwujudkan dengan mulai
menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa bergantung pada orang
tua/orang dewasa lainnya.
48
6. Menyiapkan diri untuk membina karier secara ekonomis: Remaja mulai
memikirkan kariernya di masa depan. Dengan demikian remaja
mengharapkan kebebasan dalam memilih karier yang diinginkannya.
7.
Menyiapkan diri memasuki kehidupan pernikahan dan berumahtangga: Remaja diharapkan sudah memiliki konsep tentang keluarga
yang bertanggung jawab, menyusun dan merencanakan masa depan,
memiliki pengetahuan sebagai pria atau wanita dalam membina rumah
tangga dan memelihara alat reproduksinya.
8. Mengembangkan ideologi melalui memperoleh perangkat tata-anutan
nilai dan sistem etika pemandu perilakunya: Remaja diharapkan
mengetahui dan mengembangkan pengetahuan tentang nilai–nilai yang
berlaku sebagai pedoman yang dapat dijadikan falsafah/ideologi dalam
hidupnya.
Dari uraian di atas jelas bahwa remaja perlu mengetahui dan
memahami perannya agar dapat melaksanakan tugas perkembangan yang
dibebankan kepadanya dengan baik. Keberhasilan melaksanakan tugas
perkembangan pada masa remaja menunjukkan bahwa remaja dapat
menyesuaikan diri dengan tuntunan lingkungan sehingga remaja merasa
bahagia apabila berhasil melaksanakan tugaas perkembangannya. Tetapi
tak jarang remaja juga mengalami kegagalan dalam melaksanakan
tugasnya. Kegagalan ini membuatnya merasa kecewa, putus asa dan tidak
berguna. Untuk itu, dalam melaksanakan tugas perkembangannya remaja
49
tetap harus mendapat bimbingan dari orang tua maupun orang dewasa
lainnya.
Di sekolah orang yang paling tepat mendampingi siswa dalam
menjalankan tugas perkembangannya adalah guru pembimbing.
Agar
dapat membimbing siswa dengan baik, seorang guru pembimbing
sebaiknya memiliki ciri–ciri kepribadian yang diinginkan oleh para
siswanya.
2.5. Sekilas Hasil Penelitian Yang Berhubungan
1. Srimastuti (2001) dalam penelitiannya tentang karakteristik guru BP,
diperoleh kesimpulan : (91,25%) siswa menginginkan guru BP sebagai
sahabat dan 92% siswa menginnginkan guru BP sebagai orang tua.
2. Handoko S (2003) Dalam penelitiannya tentang karakteristik guru
pembimbing yang dinginkan siswa diperoleh kesimpulan dengan nilai
tertinggi bahwa guru pembimbing yang diinginkan siswa yakni: sabar,
penuh kasih sayang, penuh perhatian, ramah, toleran, empati, hangat,
menerima siswa apa adanya, adil, memahami perasaan siswa, pemaaf,
menghargai kebebasan, akrab.
3. Fatchurahman (2004) dalam penelitiannya tentang preferensi siswa
terhadap perilaku guru pembimbing di SMA Negeri Palangkaraya
diperoleh kesimpulan, yakni: disiplin, punya hubungan sosial yang baik,
terbuka, optimistik, sabar, humoris dan jujur.
50
4. Asmar (1999) melalui penelitian Penerapan Model Bimbingan Komprehensif di SMA 1 Cisarua menyimpulkan temuan sebagai berikut:
a. Penerapan model bimbingan komprehensif memberikan atribusi dan
kontribusi terhadap siswa dan pelaksanaan program bimbingan dan
konseling di SMA I Cisarua. Ada topik-topik tertentu dari layanan
dasar bimbingan yang relevan dengan materi pelajaran Agama,
Sosiologi, dan PMP-KN sehingga guru mata pelajaran yang
bersangkutan dapat dilibatkan dalam pelaksanaan layanan dasar
bimbingan di kelas dan menjadikan materi layanan dasar bimbingan
sebagai bagian terpadu dalam mata pelajaran yang diajarkannya.
b. Penerapan model bimbingan komprehensif, memberi dampak positif
terhadap aspek tugas-tugas perkembangan siswa, dan mendorong
para siswa secara sukarela datang kepada guru pembimbing
mengkonsultasikan
masalahnya,
diidentifikasikan
sebagai:
a)
Masalah pribadi, meliputi pengenalan tentang kekuatan diri sendiri,
bakat, dan minat, serta penyaluran dan pengembangannya. b)
Masalah sosial, meliputi kemampuan berkomunikasi, menerima dan
menyampaikan pendapat secara logis, efektif dan efisien, hubungan
dengan teman sebaya dan lawan jenis. c) Masalah belajar, meliputi
informasi dan orientasi di perguruan tinggi, penguasaan materi
pelajaran dan cara belajar yang baik. d) Masalah karier, meliputi
pengambilan keputusan karir, orientasi dan informasi karier, dunia
kerja dan upaya memperoleh penghasilan sendiri.
51
c. Dampak penerapan model bimbingan komprehensif bagi guru: sikap
belajar siswa semakin positif, keterampilan berkomunikasi siswa
semakin efektif, penghargaan siswa terhadap guru maupun terhadap
teman meningkat, dilihat dan dirasakan guru pada waktu mengajar di
kelas, ketika siswa mengerjakan tugas yang diberikan, dan ketika
siswa mengikuti ujian.
5. Suherman (2005) melaporkan hasil penelitian tentang Persepsi Dan Ekspektasi Siswa Tentang Unjuk Kerja Guru Pembimbing Dalam
Mengembangkan Hubungan Yang Bersifat Membantu, Studi Deskriptif
Pengembangan Program Peningkatan Unjuk Kerja Profesional Guru
Pembimbing di SMA Lembang Bandung sebagai berikut:
a. Unjuk kerja guru pembimbing dalam mengembangkan hubungan
yang bersifat membantu ditandai adanya: (1) perilaku empatik, (2)
penerimaan dan penghargaan, (3) kehangatan dan perhatian, (4)
keterbukaan dan ketulusan, serta (5) kekonkretan dan kekhususan
ekspresi.
b. Terdapat kesenjangan antara persepsi dan ekspektasi siswa tentang
unjuk kerja guru pembimbing dalam mengembangkan hubungan yang
bersifat membantu.
c. Unjuk kerja guru pembimbing dalam mengembangkan hubungan
yang bersifat membantu umumnya dipersepsikan siswa sebagai unjuk
kerja yang kurang membantunya dalam memecahkan masalah dan
mengembangkan diri, akan tetapi siswa sangat mengharapkan unjuk
52
kerja tersebut sebagai fasilitator yang dapat membantunya dalam
mengembangkan diri dan memecahkan masalah yang dihadapi.
d. Unjuk kerja guru pembimbing yang dipersepsi siswa kurang
membantu dalam mengembangkan diri dan memecahkan masalah
yang dihadapinya terutama pada aspek dan sub aspek:
a) Perilaku empatik, yaitu: (1) meninjau permasalahan dari sudut
pandang siswa, (2) menafsirkan ungkapan siswa secara tepat.
b) Kehangatan dan perhatian, yaitu: (1) memperlakukan siswa secara
bersahabat, (2) membantu melancarkan ungkapan siswa, (3)
memelihara perhatian penuh pada siswa, (4) mengungkapkan
kembali pernyataan siswa secara tepat.
c) Kekonkritan dan kekhususan ekspresi, yaitu: (1) mengemukakan
ungkapan yang mudah dipahami siswa, dan (2) memperjelas
pernyataan siswa. Kesembilan sub aspek tersebut dijadikan bahan
pertimbangan utama dalam perkembangan program hipotetik
pelatihan peningkatan unjuk kerja guru pembimbing dalam
mengembangkan hubungan yang bersifat membantu.
6. Temuan lain menunjukan bahwa faktor masa kerja guru pembimbing dan
akumulasi konsultasi siswa-guru pembimbing cenderung mempengaruhi
persepsi dan ekspektasi siswa tentang unjuk kerja guru pembimbing
dalam mengembangkan hubungan yang bersifat membantu.
7. Kartini (2007) meneliti hubungan pola interaksi guru pembimbing dengan
siswa kelas III SMA Terpadu
Krida Nusantara Bandung. Temuannya
53
menyatakan bahwa pola interaksi guru pembimbing yang memudahkan
(enabling) melalui menyediakan waktu untuk berdiskusi dengan siswa di
luar jam bimbingan, siswa senang berhubungan dengan guru pembimbing,
siswa terbuka mengemukakan masalahnya, siswa percaya pada guru
pembimbingnya sehingga kualitas pola interaksi guru pembimbing dengan
siswa yang sedemikian terbukti mendorong siswa melakukan eksplorasi
dan komitmen identitas sosial khususnya dalam pemilihan pendidikan
lanjutan maupun mendorong siswa meningkatkan kemandirian dalam
pengambilan keputusan.
8. Damsus (2007) dalam penelitiannya tentang Karakteristik Guru BK yang
diinginkan siswa SMA Negeri 1 Waingapu diperoleh kesimpulan sebagai
berikut : 1) Kemampuan memberikan dukungan (94%). 2) Kemampuan
menghargai pribadi (93,1%). 3)
Kemampuan menjalin relasi dengan
orang lain (92,7%). 4) Kemampuan menjalin komunikasi (91,2%). 5)
Kemampuan berempati (91,2%).
6)
Kepribadian yang hangat dan
terbuka (90,4%). 7) Kepribadian yang dewasa (90%). 8) Wawasan yang
luas (87,9%). 9) Sikap objektif dan fleksibel (86,7%). 10) Bebas dari kecenderungan menguasai siswa (86%).
54
Download