USAHA ITIK PETELUR (Pola Pembiayaan Syariah)

advertisement
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK)
USAHA ITIK PETELUR
(Pola Pembiayaan Syariah)
BANK INDONESIA
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM
Telepon : (021) 3818043 Fax : (021) 3518951, Email : [email protected]
DAFTAR ISI
1. Pendahuluan ................................ ................................ ............... 2
a. Latar Belakang ................................ ................................ ........... 2
b. Tujuan ................................ ................................ ...................... 2
c. Metode Penelitian ................................ ................................ ........ 3
2. Profil Usaha ................................ ................................ ................ 4
3. Aspek Pemasaran................................ ................................ ........ 7
a. Permintaan ................................ ................................ ................ 7
b. Penawaran................................ ................................ ................. 8
c. Pemasaran Produk ................................ ................................ .... 10
4. Aspek Produksi ................................ ................................ .......... 11
a. Lokasi Usaha dan Fasilitas Produksi ................................ ............. 11
b. Bahan Baku ................................ ................................ ............. 11
c. Tenaga Kerja dan Teknis Budidaya................................ ............... 13
d. Produksi dan Kendala Produksi ................................ .................... 13
5. Aspek Keuangan ................................ ................................ ........ 15
a. Fleksibilitas Produk Pembiayaan Syariah ................................ ....... 15
b. Pemilihan Pola Usaha ................................ ................................ 16
c. Asumsi dan Parameter Keuangan................................ ................. 18
d. Komponen Biaya Investasi dan Biaya Operasional .......................... 20
e. Kebutuhan Dana Investasi dan Modal Kerja ................................ ... 24
f. Proyeksi Produksi dan Pendapatan ................................ ............... 24
g. Proyeksi Rugi Laba ................................ ................................ .... 25
h. Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek ................................ ...... 25
i. Perolehan Margin ................................ ................................ ....... 26
6. Aspek Sosial Ekonomi ................................ ................................ 27
7. Penutup ................................ ................................ ..................... 29
a. Kesimpulan ................................ ................................ .............. 29
b. Saran ................................ ................................ ..................... 29
LAMPIRAN ................................ ................................ ..................... 30
Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah)
1
1. Pendahuluan
a. Latar Belakang
Usaha ternak itik petelur mempunyai potensi yang besar untuk
dikembangkan di daerah dengan kondisi alam tropis seperti di Indonesia.
Peternakan itik petelur membutuhkan sumber protein yang lebih sedikit
dibandingkan dengan peternakan ayam petelur. Dengan demikian usaha
ternak itik petelur menjanjikan peluang keuntungan yang lebih besar
dibandingkan dengan usaha ternak ayam pedaging.
Kisah sukses usaha ternak itik petelur di Desa Kroya, Kecamatan Kapetakan,
Kabupaten Cirebon seperti dikemukakan dalam SINAR TANI Edisi 11/17 Juli
2001 telah mampu meningkatkan kemakmuran para peternak itik petelur.
Dikemukakan juga bahwa peternak, yang menghasilkan itik umur satu hari
(DOD) berhasil memperoleh pendapatan hingga mencapai rata-rata sekitar
Rp. 7.000.000 per bulan.
Dengan demikian ternak itik petelur dapat dijadikan sebagai usaha unggulan
bagi rakyat Indonesia. Sedikitnya terdapat tiga alasan utama, mengapa
usaha ternak itik petelur dijadikan sebagai usaha unggulan, yaitu:
1. Usaha ternak itik petelur merupakan jenis usaha yang sudah dikenal
secara luas oleh rakyat Indonesia.
2. Usaha ternak itik petelur membutuhkan pakan (khususnya protein)
yang lebih efisien dibandingkan dengan usaha ternak ayam pedaging.
3. Usaha ternak itik petelur telah terbukti mampu memberikan
pendapatan yang relatif besar.
b. Tujuan
Tujuan dari penyusunan pola pembiayaan ini adalah:
1. Menyediakan rujukan bagi perbankan dalam rangka meningkatkan
realisasi kredit usaha kecil, khususnya bagi pengembangan usaha itik
petelur.
2. Menyediakan informasi dan pengetahuan untuk mengembangkan
usaha itik petelur terutama tentang aspek keuangan, produksi, dan
pemasaran.
Ruang lingkup dari studi ini meliputi:
1. Komoditi yang akan diteliti dalam kajian ini adalah itik petelur di
Daerah Mataram Propinsi Nusa Tenggara Barat dengan jenis Itik
Mojosari.
2. Aspek-aspek yang diteliti dalam pola pembiayaan usaha itik petelur
adalah :
Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah)
2
a. Aspek pemasaran meliputi antara lain kondisi permintaan yaitu
pasar domestik dan ekspor, penawaran, persaingan, harga,
proyeksi permintaan pasar dll,
b. Aspek Produksi meliputi gambaran komoditi, persyaratan teknis
produk, proses pengolahan dan penanganannya,
c. Aspek Keuangan meliputi perhitungan kebutuhan biaya
investasi, dan kelayakan keuangan. Perhitungan kelayakan
keuangan menggunakan analisis yang disesuaikan dengan jenis
usaha yang dapat meliputi rugi laba, cash flow, net present
value, pay back ratio, benefit cost ratio dan internal rate of
return, termasuk analisa sensitivitas,
d. Aspek Sosial Ekonomi meliputi pengaruh pengembangan usaha
komoditi yang diteliti terhadap perekonomian, penciptaan
lapangan kerja dan pengaruh terhadap sektor lain, dan
e. Aspek Dampak Lingkungan
c. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan mengadakan survei di wilayah yang selama
ini mempunyai potensi pengembangan usaha ternak itik petelur cukup baik,
yaitu di Kota Mataram, Propinsi Nusa Tenggara Barat. Survei lapang
dilakukan untuk memperoleh data sebagai berikut:
1. Data primer dari pengusaha kecil (peternak itik petelur);
2. Data sekunder dari perbankan umum dan instansi terkait (Dinas
Peternakan, dan BPS Kota Mataram);
3. Tokoh masyarakat setempat (tokoh formal dan tokoh informal).
Atas hasil pengumpulan data tersebut di atas selanjutnya dilakukan analisa
atas hal-hal sebagai berikut:
1. Analisa usaha, dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh
komoditi yang diteliti dilihat dari aspek-aspek pemasaran, produksi,
sosial-ekonomi, dan dampak lingkungannya;
2. Analisa pembiayaan, dilakukan untuk mengetahui bagaimana
pembiayaan proyek dan kelayakan usaha dilihat dari aspek
keuangannya.
Untuk kepentingan pengumpulan dan analisa data tersebut di atas, sampel
usaha kecil di wilayah penelitian diambil secara purposive dengan
persyaratan bahwa usaha kecil tersebut yang paling banyak terdapat di
wilayah studi, dengan mengutamakan mereka yang mendapat kredit bank
untuk usaha taninya.
Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah)
3
2. Profil Usaha
Usaha ternak itik petelur biasanya dilaksanakan secara tradisional. Sebagai
contoh di Propinsi Nusa Tenggara Barat, sebagian besar atau bahkan hampir
60% adalah peternak itik tradisional. Ciri peternak itik tradisional pada
umumnya digembalakan dengan makanan seluruhnya diperoleh waktu
digembalakan, kandang seadanya tanpa kolam dan tidak mengenal
penanganan kesehatan sama sekali. Sedangkan bentuk pemeliharaan itik
petelur lainnya adalah semi intensif dan intensif. Perbedaan pemeliharaan itik
petelur tradisional, semi intensif dan intensif dapat dilihat pada Tabel 2.1
Tabel 2.1.
Perbedaan Pemeliharaan Itik secara Tradisional, Semi Intensif dan Intensif
Tradisional
Semi intensif
Intensif
Sekali-kali
Digembalakan
Tidak digembalakan
digembalakan
100% makanan 50%
makanan
100%
makanan
dari
buatan50
%
dari
buatan
penggembalaan penggembalaan
Kandang
Kandang dilengkapi Kandang sistem kering
seadanya,
kolam
seperti ayam ras
tanpa kolam
Tanpa
Kadang
ada
Penggunaan obat dan
penggunaan
pengobatan
dan
vaksin secara intensif
obat dan vaksin vaksinasi
Sumber: Suharno dan Setiawan (2001)
Dari Tabel 2.1 tersebut di atas tampak pemeliharaan itik petelur cara semi
intensif merupakan peralihan dari tradisional menuju intensif. Tampak pula
pemeliharaan itik petelur intensif memerlukan sarana dan prasarana yang
relatif besar dibandingkan dengan beternak itik petelur tradisional. Sebagai
contoh, dalam pemeliharaan itik petelur intensif diperlukan makanan buatan
100 persen, karena itik tidak pernah digembalakan dan begitu pula halnya
dengan pembuatan kandang yang lebih baik serta pencegahan terhadap
penyakit. Tabel 2.2 memperlihatkan kelebihan dan kekurangan pemeliharaan
itik petelur tradisional dan intensif.
Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah)
4
Tabel 2.2.
Kelebihan dan Kekurangan Pemeliharaan Itik Petelur secara Tradisional dan
Intensif
Aspek Kegiatan Tradisional
1. Investasi yang
Rendah
dibutuhkan
2. Teknologi yang
Mudah
dipakai
3. Efisiensi tenaga
Rendah
kerja
4.
Produktivitas Sangat
pekerja
rendah
5. Efisiensi lahan
Rendah
6. Penanggulangan
Sulit
penyakit
7. Pengembangan
Sulit
usaha
Intensif
Tinggi
Sulit
Tinggi
Lebih tinggi
Tinggi
Mudah
Mudah
Sumber: Wasito dan Siti Rohani (1994) dalam
Suharno dan Setiawan (2001)
Dari berbagai aspek yang dibahas pada Tabel 2.2, aspek investasi dan
teknologi merupakan faktor kunci yang membuat peternak memilih cara
pemeliharaan itik petelur tradisional. Pemeliharaan tradisional memerlukan
modal rendah dan teknologi lebih mudah dibandingkan dengan pemeliharaan
itik petelur intensif. Namun apabila modal untuk investasi tersedia dan
teknologi mampu dikuasai, maka dipastikan peternak memilih pemeliharaan
itik petelur intensif. Dengan pemeliharaan itik petelur intensif, akan diperoleh
kelebihan-kelebihan yang sangat diperlukan dalam keberhasilan usaha.
Beberapa aspek penting yang merupakan kelebihan pemeliharaan itik petelur
intensif adalah efisiensi tenaga kerja dan produktivitas pekerja yang lebih
tinggi serta penanggulangan penyakit yang lebih mudah dibandingkan
dengan pemeliharaan itik petelur tradisional. Kelebihan-kelebihan ini
tentunya akan menghasilkan biaya produksi pemeliharaan intensif yang lebih
rendah dibandingkan dengan pemeliharaan tradisional dan pada akhirnya
pemeliharaan itik petelur intensif akan lebih menguntungkan daripada
pemeliharaan itik petelur tradisional.
Pemeliharaan itik petelur selama ini masih didominasi oleh cara tradisional
dengan pembiayaan bersumber dari pribadi dan berdasarkan pengamatan
masih sedikit sekali yang memanfaatkan jasa perbankan untuk menambah
modalnya. Peternak itik petelur dengan pemeliharaan semi intensif dan
intensif selama ini belum memperoleh pembiayaan dari bank. Para peternak
itik petelur semi intensif baru mendapatkan pembiayaan program P4K
(Program Peningkatan Pendapatan Petani Kecil) dan KPKU (Kredit
Pengembangan Kemitraan Usaha), yang merupakan program (kredit
Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah)
5
program). Namun diperoleh informasi terdapat peternak itik petelur yang
mengajukan pembiayaan dari bank umum (komersial).
Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah)
6
3. Aspek Pemasaran
a. Permintaan
Pemeliharaan itik petelur akan menghasilkan telur untuk konsumsi dan juga
faeces (kotoran) yang berguna untuk pupuk. Telur untuk konsumsi
diperdagangkan dalam bentuk segar dan olahan. Telur asin adalah
merupakan bentuk olahan dari telur itik yang diperdagangkan di Indonesia.
Subsititusi telur itik adalah telur ayam (ayam kampung dan ayam ras).
Ternyata kandungan telur itik ditinjau dari kandungan lemak, protein,
kalsium, besi dan Vitamin A per butirnya lebih tinggi dibandingkan dengan
kandungan telur ayam.
Hanya kandungan kalori telur itik lebih rendah dibandingkan dengan telur
ayam. Dengan demikian kandungan nilai gizi telur itik secara umum lebih
tinggi dibandingkan dengan telur ayam. Perbandingan nilai gizi telur itik dan
telur ayam dapat dilihat dalam Tabel 3.1 di bawah ini.
Tabel 3.1.
Nilai Gizi Telur Itik dan Telur Ayam Per 100 Gram Telur
Jenis Kalori Lemak Protein Kalsium Besi
Vit.A(SI)
Telur (kkal) (g)
(g)
(mg)
(mg)
Telur
163
14.3
13.1
56
2.8
1 230
itik
Telur
189
11.5
12.8
54
2.7
900
ayam
Sumber: Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan (1972)
dalam Suharno dan Amri (2000)
Berdasarkan kenyataan yang ada saat ini, perkembangan permintaan
terhadap telur itik selalu meningkat dari tahun ke tahun (Suharno dan Amri,
2000 dan Windhyarti, 2000). Sebagian besar konsumen telur itik adalah
penduduk di kota-kota besar. Disamping untuk konsumsi rumah tangga,
konsumen lainnya yang sangat potensial adalah restoran, rumah makan,
kapal-kapal laut, rumah sakit, asrama-asrama, perusahaan-perusahaan
tertentu, dan juga konsumen jamu.
Jumlah permintaan secara nyata sulit untuk diketahui (Suharno dan Amri,
2000). Namun, Suharno dan Amri (2000) telah melakukan penelitian
dibeberapa kota sebagai berikut: Bogor dengan jumlah permintaan 230.000
butir per bulan (Mei 1994), DKI Jakarta dengan jumlah permintaan
1.716.000 butir per bulan (Mei 1994), dan Tegal dengan jumlah permintaan
230.000 butir per bulan (1992).
Ilustrasi jumlah permintaan di tiga kota tersebut di atas tentunya hanya
merupakan sebagian kecil saja jika dibandingkan dengan jumlah kota dan
kabupaten yang lebih dari 300. Segi potensial dari permintaan telur itik
Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah)
7
adalah adanya kecenderungan sebagian orang yang menganggap telur itik
lebih berkhasiat untuk campuran jamu godokan dibanding dengan telur
ayam. Begitu juga untuk pembuatan martabak, disebutkan telur itik mutlak
diperlukan dan bahkan ada yang berpendapat tidak dapat digantikan dengan
telur ayam.
Sebagai informasi tambahan, selain untuk dikonsumsi, telur itik juga
dipergunakan oleh industri. Industri yang mempunyai kecenderungan untuk
menggunakan telur itik adalah industri kosmetik dan farmasi. Bahkan, telur
itik mempunyai potensi besar untuk dijadikan tepung telur.
Gambaran permintaan telur itik nasional tidak diperoleh. Namun, tersedia
data pengeluaran per kapita per bulan untuk susu dan telur penduduk
Indonesia yang dikumpulkan oleh Badan Pusat Statistik, data tersebut dapat
dipergunakan sebagai "proxy" atau dugaan bagi permintaan telur itik
nasional. Tabel 3.2 berikut menunjukkan pengeluaran rata-rata per kapita
per bulan untuk susu dan telur penduduk Indonesia.
Dari Tabel 3.2 di atas tampak bahwa pengeluaran per bulan untuk telur dan
susu tahun 1993, 1996 dan 1999 selalu meningkat. Namun, meskipun
pengeluaran tersebut dalam rupiah selalu meningkat tajam, persentasenya
terhadap pengeluaran relatif stabil.
Tabel 3.2.
Pengeluaran Rata-Rata Per Kapita Per Bulan untuk Telur dan Susu Penduduk
Indonesia
Pengeluaran
Pengeluaran
Tahun
(Rp)
(%) *
1993
1.264
2,90
1996
2.070
2,96
1999
4.004
2,91
*) Persentase terhadap total pengeluaran
Sumber : BPS (2000)
b. Penawaran
Populasi Itik di Indonesia dalam tiga tahun terakhir relatif tidak stabil.
Jumlah populasi itik (dalam ribu ekor) tahun 1997, 1998 dan 1999 adalah
berturut-turut 30.320, dan 25.950 dan 26.254. (BPS, 2000) Tabel 3.3
menunjukkan populasi itik dimasing-masing propinsi di Indonesia.
Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah)
8
Tabel 3.3.
Populasi Itik Masing-Masing Propinsi di Indonesia Tahun 1997 - 1999 (dalam
000)
No
Propinsi
Nangroe Aceh
Darussalam (NAD)
2
Sumatra Utara
3
Sumatra Barat
4
Riau
5
Jambi
6
Sumatra Selatan
7
Bengkulu
8
Lampung
9
D.K.I Jakarta
10
Jawa Barat
11
Jawa Tengah
12
D.I. Yogyakarta
13
Jawa Timur
14
Bali
15
Nusa Tenggara Barat
16
Nusa Tenggara Timur
17
Kalimantan Barat
18
Kalimantan Tengah
19
Kalimantan Selatan
20
Kalimantan Timur
21
Sulawesi Utara
22
Sulawesi Tengah
23
Sulawesi Selatan
24
Sulawesi Tenggara
25
Maluku
26
Irian Jaya
Sumber : Direktorat Jenderal
1
1997
Tahun
1998 1999
3.399,2 3.418,9 3.438,7
2.265,3 2.129,5 2.254,5
1.659,0 1.676,8 1.694,7
270,4 274,5 278,6
552,1 632,3 723,8
1.705,1 1252 1302
654,8 229,2 80,2
387,8 418,3 439,2
50,0
61,5
70,8
3.603,4 2.905,9 2938
3.781,2 3.781,2 3.507,8
231,8 202,1 210
2.986,2 2.252,5 2.286,3
713,3 534,2 539,5
594,1 382,6 388,3
161,2 183,0 191,7
326,1 264,3 420,8
147,4 153,8 154,9
3.116,3 1.497,3 1.610,1
324,2 227,7 230,4
417,6 417,6 426
145,3 148,2 151,8
2.322,3 2.308,5 2.384,9
262,4 273,7 279,1
109,4 121,4 135,7
105,6 110,9 116,5
Peternakan
Daerah sentra ternak itik (yang memiliki sekurang-kurangnya 1 juta ekor
itik) di Indonesia adalah propinsi-propinsi: Nangroe Aceh Darussalam (NAD),
Sumatra Utara, Sumatra Barat, Sumatra Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat. Dengan
demikian masih tersedia peluang bagi propinsi lain untuk mengembangkan
ternak itik.
Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah)
9
c. Pemasaran Produk
Perkembangan harga telur itik relatif stabil. Harga telur itik mengalami
lonjakan musiman, yaitu pada saat menjelang hari-hari besar seperti Hari
Raya Idul Fitri, Natal, dan Tahun Baru. Pada waktu tersebut jumlah
permintaan melonjak, namun penawaran (jumlah produksi) relatif stabil
sehingga mengakibatkan kenaikan harga rata-rata sekitar 10%.
Tingkat persaingan peternak itik di daerah survei (Propinsi Nusa Tenggara
Barat) relatif rendah. Dengan demikian peluang pasar masih terbuka untuk
para peternak baru. Diperoleh keterangan bahwa ada permintaan untuk
sejumlah 5000-an butir telur per hari dari super market terkenal, namun hal
ini masih sulit untuk dipenuhi. Sedangkan data ekspor telur itik dari
Indonesia hingga saat ini belum tersedia. Data ekspor tersedia untuk telur
unggas dan berbagai produk olahannya. Tujuan ekspor adalah Negara
Singapura, Saudi Arabia, Hongkong, Amerika Serikat dan Malaysia (Data
selengkapnya dalam Lampiran 1.)
Sebagian besar telur itik yang dihasilkan oleh peternak dibeli oleh pedagang
pengumpul. Dengan demikian dapat dikatakan tidak dikeluarkan biaya
pemasaran oleh para peternak. Selanjutnya para pedagang pengumpul tadi
menjual telur itik kepada pembeli berikutnya dan selanjutnya dijual kembali
untuk langsung dikonsumsi dan sebagian lagi diolah untuk menjadi telur
asin.
Pemasaran telur itik selama ini belum menunjukkan fluktuasi produksi yang
besar. Hal ini menunjukkan bahwa kendala pemasaran belum dijumpai.
Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah)
10
4. Aspek Produksi
a. Lokasi Usaha dan Fasilitas Produksi
Lokasi usaha peternakan itik petelur dapat dilaksanakan hampir di semua
jenis lokasi. Lokasi peternakan itik dilaksanakan didekat pantai, di
pegunungan, di tempat yang terlindung matahari, di tempat terbuka dan
terkena panas matahari penuh, daerah berbatu-batu dan berumput. Bahkan
dalam keadaan apapun itik dapat hidup (Windhyarti, 2000). Dengan
demikian itik dapat hidup hampir di seluruh lokasi.
Akan tetapi, hal yang harus diperhatikan adalah masalah lingkungan. Itik
tidak cocok untuk hidup di daerah yang bising, seperti lapangan terbang dan
lapangan tembak. Begitu juga tempat yang ramai dengan lalu lalang
kendaraan bermotor atau tempat yang gaduh, lingkungan ini tidak cocok
untuk itik. Keadaan ini akan membuat itik menjadi stress sehingga malas
untuk bertelur. Dengan demikian itik dapat hidup di lokasi manapun asal
tidak berisik dan aman dari lalu lalang orang atau kendaraan. Selain itu,
perlu juga dipertimbangkan sebaiknya lokasi peternakan itik tidak terlalu
dekat dengan pemukiman penduduk, karena ternak itik (dan ternak pada
umumnya) mengeluarkan bau dan debu.
Untuk memelihara itik petelur diperlukan kandang. Kandang terbuat dari
bahan tahan lama dan tersedia di lokasi dengan harga semurah mungkin.
Sebagai salah satu alternatif, dapat pula dipergunakan bahan bekas namun
berkualitas tinggi.
Berdasarkan pengalaman yang dijumpai di lapangan, bahan yang tersedia,
kuat dan murah adalah bambu yang cukup tua. Bambu dapat dipergunakan
untuk kerangka bangunan, pagar dan lantai. Selain dari bambu, lantai
kandang dapat berupa tanah biasa, di semen, atau diberi batu-batu. Lantai
kandang yang terlindung sebaiknya diberi alas jerami, sekam, serbuk gergaji
atau bahan lainnya. Sedangkan atap bangunan kandang dapat dipergunakan
bahan dari alang-alang, ijuk, rumbia, genteng, lembaran plastik atau bahan
lainnya.
Peralatan yang diperlukan di dalam kandang adalah tempat pakan dan
tempat minum. Kedua jenis peralatan tersebut dapat terbuat dari plastik,
kayu atau bahan lainnya. Selain itu, diperlukan juga sapu, sekop dan alat
lainnya untuk membersihkan kandang.
b. Bahan Baku
Pemeliharaan itik petelur membutuhkan bahan baku bibit, pakan dan obatobatan. Pemilihan bibit harus dipertimbangkan secara baik, karena bibit ini
merupakan keputusan awal yang akan berpengaruh pada tahap-tahap
Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah)
11
pemeliharaan berikutnya. Beberapa jenis bibit unggul itik petelur yang
dijumpai di pasar adalah sebagai berikut:





Itik
Itik
Itik
Itik
Itik
Tegal
Mojosari
Alabio
Bali
BPT KA
Bibit unggul tersebut memiliki kemampuan yang berbeda dalam
menghasilkan telur baik jumlah telur yang dihasilkan per tahun maupun ratarata berat telur dapat dilihat dalam Tabel 4.1. Tampak bahwa jenis itik
Mojosari menghasilkan jumlah telur per tahun tertinggi (200-265 butir),
dengan bobot per butirnya juga tinggi (70 gr). Urutan berikutnya adalah
jenis itik Tegal yang menghasilkan jumlah telur per tahun 150-250 butir
dengan bobot per butir antara 65 - 70 gram.
Tabel 4.1.
Kemampuan Produksi Telur dan Bobot Beberapa Jenis Itik Petelur Unggas.
Jumlah
Telur
Jenis Itik
(butirTahun)
Itik Mojosari
200-265
Itik Tegal
150-250
Itik Alabio
130-250
Itik Bali
153-250
Itik BPT KA
274
Sumber: Suharno dan Amri (2000 diolah)
Bobot Telur
(gram/butir)
70
65-70
65-70
59-65
70
Selanjutnya sarana produksi lainnya yang dibutuhkan yaitu pakan dan obatobatan. Jenis pakan adalah: starter (untuk anak itik), grower (untuk itik
dara) dan layer (untuk itik dewasa). Ketiga jenis pakan ini dapat dengan
mudah dibeli di toko. Pakan ini dapat dibuat sendiri dengan alternatif bahanbahan yang paling murah dan mudah diperoleh di sekitar lokasi usaha.
Adapun bahan alternatif pakan ternak itik adalah jagung kuning,
dedak/bekatul, tepung ikan, tepung daging bekicot, tepung tulang, tepung
kerang, bungkil kelapa, tepung gaplek, tepung daun pepaya, tepung daun
turi, dan tepung daun lamtoro. Komposisi bahan-bahan tersebut tergantung
pada jenis pakan yang akan dibuat.
Obat-obatan dibutuhkan karena untuk mendapatkan produksi yang baik dan
bermutu tinggi, salah satunya adalah ternak harus sehat. Oleh karena itu,
sudah menjadi kewajiban peternak untuk menjaga agar itik petelur terhindar
dari segala macam serangan penyakit. Cara terbaik untuk menghindar dari
serangan penyakit adalah dengan memelihara itik dalam kandang yang
Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah)
12
memadai, baik sanitasi maupun luasannya, selain pakan yang mencukupi
jumlah, nilai gizi, dan kesegarannya. Berdasarkan pengalaman, vaksinasi
yang perlu diberikan pada itik adalah vaksinasi untuk mencegah penyakit
fowl cholera atau duck cholera. Sedangkan penyakit yang dapat menyerang
unggas (umumnya) adalah virus, bakteri, dan parasit (cacing, protozoa, dan
kutu). Beberapa penyakit itik terpenting adalah: coccidiosis, coryza, infeksi
salmonella, lumpuh, dan kolera.
c. Tenaga Kerja dan Teknis Budidaya
Tenaga kerja yang dibutuhkan untuk beternak itik petelur relatif tidak besar.
Sebagai contoh, untuk memelihara sejumlah 100 ekor itik, biasanya
dilakukan oleh suami dan istri, dimana suami yang menyediakan pakan dan
istrinya yang memelihara dan memberikan pakan. Sedangan untuk jumlah
mulai 300 ekor, diperlukan tenaga kerja khusus yang menangani ternak itik
petelur. Tenaga kerja ini hendaknya mempunyai keterampilan untuk
membersihkan kandang, membuat pakan dan menanggulangi penyakit.
Tenaga kerja biasanya berasal dari penduduk lokal.
Dalam beternak itik, tidak dikenal tingkat teknologi, melainkan cara
pengusahaannya. Cara pengusahaan ternak itik petelur, sebagaimana sudah
dikemukakan dalam Bab 2, terbagi atas tiga jenis, yaitu tradisional, semi
intensif dan intensif. Peternakan itik tradisional menerapkan teknologi paling
sederhana, sedangkan semi intensif dan intensif menerapkan teknologi lebih
tinggi. Teknologi dalam kaitan ini misalnya dalam pengolahan pakan dan
penanggulangan penyakit.
Tahapan produksi itik petelur adalah dimulai dari pembibitan, penetasan,
pemeliharaan mulai dari anak itik berumur satu hari (DOD-day old duck),
dara, hingga dewasa (mulai bertelur), hingga akhirnya afkir. Peternak itik
petelur dapat melakukan kegiatan usahanya dari mulai penetasan, dari DOD
atau dari dara.
d. Produksi dan Kendala Produksi
Mutu telur itik dibedakan berdasarkan penilaian terhadap kulit telur, kantong
udara pada telur, putih telur dan kuning telur. Telur itik biasanya dibedakan
mutunya berdasarkan berat, > 65 gr (besar), berat 60 - 65 gr (sedang) dan
< 65 (kecil).
Seperti telah diuraikan dalam Bab 2, cara pengusahaan ternak itik petelur
masih didominasi oleh cara tradisional. Hingga saat ini belum dilakukan studi
skala usaha optimum untuk peternakan itik petelur. Akan tetapi, berdasarkan
pengamatan di lapang, dapat diajukan suatu skala usaha tradisional adalah
dari puluhan hingga 200 ekor. Sedangkan untuk skala usaha semi intensif
antara 300 hingga di bawah 900 ekor. Sedangkan pada skala usaha mulai
900 ekor sudah dapat dikategorikan sebagai usaha intensif. Dalam pola
pembiayaan ini, untuk analisa keuangan, skala usaha ditetapkan sejumlah
Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah)
13
1.000 ekor dengan cara pengusahaan terbagi atas dua kategori yaitu
pengusahaan mulai dari DOD dan pengusahaan mulai dari dara.
Berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 362/Kpts/TN.120/5/1990 berisi
tentang ketentuan dan tata cara pelaksanaan pemberian ijin dan pendaftaran
usaha peternakan. Jika populasi ternak itik dalam suatu peternakan lebih
dari 15.000 ekor, maka harus mengajukan ijin usaha peternakan.
Produksi telur itik utamanya tergantung pada bibit dan pemeliharaan
(pemberian pakan khususnya). Dengan demikian perlu sekali mendapatkan
bibit yang terjamin mutunya. Ketersediaan pakan yang terjamin berikut
pemberiannya sesuai dengan jadwal dan dosis juga merupakan pangkal
beberapa keberhasilan ternak itik petelur. Untuk mendapatkan itik petelur
yang berkualitas dan mempunyai jaminan dapat dihubungi beberapa alamat
yang ada pada Lampiran 2.
Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah)
14
5. Aspek Keuangan
a. Fleksibilitas Produk Pembiayaan Syariah
Analisa aspek keuangan membantu pihak muhal atau shahibul maal
(Lembaga Keuangan Syariah/LKS) memperoleh gambaran tentang prospek
usaha yang akan dibiayai. Aspek keuangan juga dapat membantu pihak
muhil atau mudharib (pengusaha) dalam mengelola dana pembiayaan untuk
usaha bersangkutan.
Berbeda dengan produk pembiayaan konvensional yang hanya mengenal
satu macam produk yaitu pembiayaan dengan sistem perhitungan suku
bunga, pada pola syariah mempunyai keragaman produk pembiayaan dan
perhitungan keuntungan (perolehan hasil) yang fleksibel.
Untuk produk syariah banyak ragamnya, diantaranya mudharabah,
musyarakah, salam, istishna, ijarah dan murabahah (Lampiran Syariah). Dari
produk tersebut, setiap produk juga masih mempunyai turunannya. Oleh
karena itu, pada pola pembiayaan syariah satu usaha bisa memperoleh
pembiayaan lebih dari satu macam produk.
Sedangkan untuk menghitung tingkat keuntungan yang diharapkan bisa
menggunakan sistem margin atau nisbah bagi hasil. Margin merupakan
selisih harga beli dengan harga jual sebagai besar keuntungan yang
diharapkan. Nisbah bagi hasil adalah proporsi keuntungan yang diharapkan
dari suatu usaha. Pada perhitungan nisbah bagi hasil dapat menggunakan
metode bagi untung dan rugi (profit and loss sharing/PLS) atau metode bagi
pendapatan (revenue sharing). Profit sharing, nisbah bagi hasil diperhitungkan setelah dikurangi seluruh biaya (keuntungan bersih). Sementara revenue
sharing perhitungan nisbah berbasis dari pendapatan usaha sebelum
dikurangi biaya operasionalnya.
Keragaman produk pembiayaan dan perhitungan tingkat keuntungan ini
dapat memberi keluwesan/fleksibilitas baik untuk pihak shahibul maal
maupun mudharib untuk memilih produk pembiayaan yang sesuai dengan
kemampuan dan kapasitasnya masing-masing. Bagi pihak shahibul maal,
pemilihan ini dipengaruhi oleh tingkat kepercayaan dan tingkat resiko
terhadap nasabah dan usahanya. Sehingga bisa terjadi untuk usaha yang
sama, mendapat produk pembiayaan maupun besaran margin atau nisbah
per nasabahnya berbeda.
Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah)
15
b. Pemilihan Pola Usaha
1. Karakteristik Usaha Peternakan Itik Petelur
Produk yang dipilih untuk usaha peternakan itik petelur adalah peternakan
itik DOD (itik umur 1 hari) dan peternakan itik dara (itik umur 6 bulan). Pada
proses produksi, itik tidak membutuhkan syarat yang spesifik untuk
hidupnya. Itik petelur dapat hidup di hampir semua lingkungan sepanjang
lingkungan tersebut tidak bising atau ramai, yang mana dapat
mempengaruhi produksi telurnya. Usaha itik lebih mudah dilakukan daripada
ayam, karena itik cenderung lebih tahan penyakit dan mudah dalam
pemeliharaan dan pakannya. Berdasarkan hal tersebut, maka usaha ternak
itik petelur memiliki propek untuk dikembangkan.
Sedangkan untuk pasar telur itik dijual dalam bentuk mentah atau olahan
seperti telur asin. Permintaan telur itik cenderung meningkat dari tahun ke
tahun. Peternak menjual produksinya ke pedagang pengumpul. Sejauh ini
produksi telur hanya untuk memenuhi kebutuhan dalan negeri. Bahkan
permintaan dalam jumlah besar oleh pasar swalayan belum mampu
dipenuhi. Telur itik juga berpotensi untuk dipasarkan di luar negeri, tetapi
sampai sekarang belum dijajagi karena keterbatasan produksi. Merujuk pada
peluang pasar, maka usaha beternak itik menjadi pilihan usaha yang
menguntungkan.
2. Pola Pembiayaan
Berdasarkan penjelasan dalam Aspek Teknis Produksi, dalam rangka
mengkaji aspek keuangan untuk usaha peternakan itik petelur dipilih 2
kategori usaha, yaitu :
(1). Kategori-1 : usaha ternak itik petelur yang dimulai dari DOD, yaitu itik
yang berusia satu hari.
(2). Kategori-2 : usaha ternak itik petelur yang dimulai dari dara, yaitu itik
yang berusia 6 (enam) bulan.
Sedangkan merujuk pada sistem keuangan syariah yang mempunyai banyak
ragam produk pembiayaan, maka pada aspek keuangan ini akan disajikan
contoh produk pembiayaan dengan cara murabahah (jual beli) baik untuk
pembiayaan investasi maupun untuk pembiayaan modal kerja, juga untuk
pembiayaan usaha baru (start up) ataupun usaha yang sudah berjalan
(running). Pertimbangannya adalah karena produk murabahah sudah banyak
diterapkan dalam praktek oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dan
masyarakat pemakai pun sudah mengenal serta mengakses pola pembiayaan
tersebut.
Produk murabahah juga sebagai upaya untuk mitigasi resiko baik terhadap
usaha maupun nasabah, karena pada produk pembiayaan ini margin secara
pasti ditentukan diawal akad. Di samping itu, pembiayaan murabahah juga
Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah)
16
memberi pilihan pada bank maupun nasabah/pengusaha apakah pembiayaan
akan digunakan untuk membiayai seluruh komponen usaha (biaya investasi
dan modal kerja) atau hanya untuk komponen-komponen tertentu.
Pada contoh perhitungan, akan disampaikan pembiayaan untuk membeli
komponen-komponen tertentu. Contoh yang disajikan terdiri dari dua jenis
yaitu usaha yang sudah berjalan (running) dengan pembiayaan modal kerja
untuk pengadaan pakan pada kategori I (DOD) dan usaha baru (start up)
dengan pembiayaan investasi untuk pengadaan benih (itik) pada kategori II
(dara).
Pengadaan pakan dan benih dalam hal ini diasumsikan sudah tersedia dan
telah dimiliki oleh pihak LKS. Untuk usaha pengadaan tersebut, pihak LKS
dapat menggunakan pihak lain dengan akad produk pembiayaan yang
terpisah dari akad murabahah ini.
3. Produk Murabahah
Produk pembiayaan murabahah (jual beli) merupakan produk yang paling
banyak dimanfaatkan baik oleh lembaga keuangan syariah maupun oleh
nasabah. Untuk mengenal produk murabahah lebih jauh, berikut
disampaikan penjelasan tentang produk murabahah yang diambil dari
Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional dan Peraturan Bank Indonesia No:
7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana bagi Bank
yang melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.
Penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan murabahah harus memenuhi
rukun yaitu ada penjual (bai’), ada pembeli (musytari), obyek barang yang
diperjual belikan jelas, harga (tsaman) dan ijab qabul (sighat).
Syarat-syarat yang berlaku pada murabahah antara lain:
1. Harga yang disepakati adalah harga jual, sedangkan harga beli harus
diberitahukan.
2. Kesepakatan margin harus ditentukan satu kali pada awal akad dan
tidak berubah selama periode akad.
3. Jangka waktu pembayaran harga barang oleh nasabah ke bank
/Lembaga Keuangan Syariah (LKS) berdasarkan kesepakatan.
4. Bank dapat membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang
yang telah disepakati kualifikasinya.
5. Dalam hal bank mewakilkan kepada nasabah (wakalah) untuk
membeli barang, maka akad murabahah harus dilakukan setelah
barang secara prinsip menjadi milik bank.
6. Pembayaran secara murabahah dapat dilakukan secara tunai atau
dengan cicilan.
7. Bank dapat meminta nasabah untuk membayar uang muka (urbun)
saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan barang oleh
Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah)
17
nasabah. Dalam hal bank meminta nasabah untuk membayar uang
muka maka berlaku ketentuan:
o Jika nasabah menolak untuk membeli barang setelah membayar
uang muka, maka biaya riil bank harus dibayar dari uang muka
tersebut dan bank harus mengembalikan kelebihan uang muka
kepada nasabah. Namun jika nilai uang muka kurang dari nilai
kerugian yang ditanggung oleh bank, maka bank dapat meminta
pembayaran sisa kerugiannya kepada nasabah,
o Jika nasabah batal membeli barang, maka urbun yang telah
dibayarkan nasabah menjadi milik bank maksimal sebesar
kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan
tersebut. Jika urbun tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi
kekurangannya.
c. Asumsi dan Parameter Keuangan
Untuk keperluan analisis aspek keuangan perlu ditetapkan asumsi dari
masing-masing kategori tersebut. Asumsi meliputi jangka waktu (periode)
proyek, umur itik, tingkat kehidupan, tenaga kerja dan parameter sarana
produksi peternakan serta harga-harga masukan dan keluaran. Asumsi dan
parameter yang ditetapkan merupakan dasar dalam perhitungan kebutuhan
fisik dan biaya untuk investasi serta biaya operasional.
Pada Tabel 5.1 atau Lampiran 2.a disajikan asumsi dan parameter untuk
kategori I (DOD), sedangkan tabel 5.2 atau Lampiran 2.b untuk kategori II
(Dara), sebagaimana tersaji di bawah ini :
Tabel 5.1.
Asumsi dan Parameter Perhitungan Itik Petelur dari DOD (Kategori I)
No. Asumsi
Satuan
Nilai
1
Periode Produksi
Bulan
30
2
Bangunan (kandang)
Rp/1000 ekor itik 2.000.000
3
Tenaga kerja
orang
4
4
Tenaga Ahli
orang
1
5
Harga jual
a. Telur per butir
Rp
600
b. Pupuk kandang (karung/ kg)
Rp
25
c. Itik tua per ekor
Rp
12.500
6
Pemeliharaan itik umur 1 hari
DOD
1.000
7
Itik mulai bertelur
Bulan
6
a. Itik umur 6-8 bulan
bertelur
1
b. Itik umur 8-24 bulan
bertelur
1
c. Itik umur 24-30 bulan
bertelur
1
8
Pakan
Alternatif I (konsentrat: Dedak = Rp/kg
1.150
Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah)
18
9
10
11
12
13
1:4)
Alternatif II (konsentrat: Dedak =
1:5)
Rp/kg
Alternatif III (konsentrat: Dedak =
2:3)
Rp/kg
Mortalitas
Lama hari dalam 1 bulan
hari
Rentang waktu jual-bayar
hari
Jangka waktu pembiayaan
Tahun
Tingkat margin pembiayaan
persen
1.040
715
0
30
10
1
0
Tabel 5.2.
Asumsi dan Parameter Perhitungan Itik Petelur dari Dara (Kategori II)
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Asumsi
Satuan
Nilai
Periode Produksi
Bulan
24
Bangunan (kandang)
Rp/1000 ekor itik 2.000.000
Tenaga kerja
orang
4
Tenaga Ahli
orang
1
Harga jual
a. Telur per butir
Rp
600
b. Pupuk kandang (karung/ kg)
Rp
25
c. Itik tua per ekor
Rp
12.500
Pemeliharaan itik umur 5 bulan 3
1.000
minggu
Dara
Itik mulai bertelur
Bulan
6
a. Itik umur 6-8 bulan
bertelur
50%
b. Itik umur 8-24 bulan
bertelur
75%
c. Itik umur 24-30 bulan
bertelur
50%
Pakan
Alternatif I (konsentrat: Dedak = 1:4) Rp/kg
1.150
Alternatif II (konsentrat: Dedak = 1:5) Rp/kg
1.040
Alternatif III (keong : Dedak = 2:3)
Rp/kg
715
Mortalitas
2%
Itik Dara Betina (5 bulan 3 minggu)
Rp/ekor
30.000
Lama hari dalam 1 bulan
hari
30
Rentang waktu jual-bayar
hari
10
Jangka waktu pembiayaan
Tahun
2
Tingkat margin pembiayaan
Persen
9%
Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah)
19
d. Komponen Biaya Investasi dan Biaya Operasional
1. Biaya investasi
Pada kategori I (Tabel 5.3 atau Lampiran 3.a), biaya investasi meliputi biaya
sewa tanah, peralatan peternakan dan pembelian DOD. Jumlah seluruh biaya
investasi pada awal proyek adalah Rp 7.925.000. Selama periode proyek ada
investasi ulang (re-investasi) untuk biaya sewa tanah dan peralatan lainnya.
Dari total biaya investasi kurang lebih 50% dipergunakan untuk pembelian
DOD yaitu sebesar Rp. 4.500.000.
Tabel 5.3.
Biaya Investasi Usaha Peternakan Itik Petelur dari DOD (Kategori I)
Harga
Komponen Spesifika Jumlah
per
No
Biaya
si Teknis Fisik Satuan
Rp
Sewa
1 rumah/tanah
2 Kandang
Sumber air
3 dan listrik
Peralatan
penunjang
4 lainnya
5
6
7
8
1 375.000
paket
untuk
sejumlah
ekor
paket
100%
betina
DOD
umur 1 hr
Sekop
buah
Wadah pakan
buah
Tempat
penampungan
telur
paket
Jumlah
Total
1.000
1.000
Umur
Nilai
Ekonomis Penyusutan Nilai Sisa
(th)
(Rp)
375.000
1
375.000
-
2.000 2.000.000
5
400.000 1.600.000
250
250.000
15
16.667
150.000
1 250.000
250.000
15
16.667
150.000
4.500 4.500.000
2,5
1.800.000
-
1.000
5
10
20.000
21.000
100.000
210.000
5
5
20.000
42.000
80.000
168.000
1 240.000
240.000
5
48.000
192.000
7.925.000
2.718.333 2.340.000
Pada kategori II (Tabel 5.4 atau Lampiran 3.b), biaya investasi meliputi biaya
sewa tanah, peralatan peternakan dan pembelian Dara. Jumlah seluruh biaya
investasi pada awal proyek adalah Rp 33.425.000. Selama periode proyek
ada investasi ulang (re-investasi) untuk biaya sewa tanah dan peralatan
lainnya. Dari total biaya investasi sekitar 90% dipergunakan untuk pembelian
itik dara yaitu sebesar Rp. 30.000.000.
Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah)
20
Tabel 5.4.
Biaya Investasi Usaha Peternakan Itik Petelur dari Dara (Kategori II)
Harga
Komponen Spesifikasi Jumlah per
No
Biaya
Teknis
Fisik Satuan
Rp
Sewa
1 rumah/tanah
2 Kandang
Sumber air
3 dan listrik
Peralatan
penunjang
4 lainnya
5
6
7
8
Total
1 375.000
paket
paket
100%
betina
Dara
umur 5 bln
Sekop
buah
Wadah pakan
buah
Tempat
penampungan
telur
paket
Jumlah
Umur
Nilai
Ekonomis Penyusutan Nilai Sisa
(th)
(Rp)
375.000
1
375.000
-
1.000
2.000
2.000.000
5
400.000
1.600.000
1.000
250
250.000
15
16.667
150.000
1 250.000
250.000
15
16.667
150.000
1.000 30.000 30.000.000
2 15.000.000 12.000.000
5 20.000
10 21.000
100.000
210.000
5
5
20.000
42.000
80.000
168.000
1 240.000
240.000
5
48.000
192.000
33.425.000
15.918.333 14.340.000
2. Biaya operasional
Biaya operasional dalam kategori I dan kategori II meliputi biaya pakan,
obat-obatan dan biaya manajemen pemeliharaan. Tabel 5.5 atau Lampiran
5.a dan Tabel 5.6 atau Lampiran 5.b menyajikan biaya operasional untuk
kedua kategori.
Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah)
21
Tabel 5.5.
Biaya Operasional Usaha Peternakan Itik Petelur dari DOD (Kategori I)
Harga
Komponen Spesifikasi Jumlah
per
No
Biaya
Teknis
Fisik Satuan
Rp
1 Pakan
Umur: 0 - 6
bulan
Umur: 7
bulan
Umur:8 - 24
bulan (17
bln)
Umur: 25 30 bulan (6
bln)
Obat dan
2 vaksin
3 Tenaga Kerja
Tenaga ahli
4 (koordinator)
Keranjang
telur dan
5 transport
6 Air dan listrik
Penunjang
7 produksi
Pemeliharaan
dan
8 perbaikan
gram/hari
gram/hari
Total
19.060
1.040
19.822.400
4.800
1.040
4.992.000
82.000
1.040
29.000
1.000
Biaya
Biaya
Biaya
operasi per
Operasional Operasional
tahun No. 2per tahun
Awal
8
- 19.822.400 19.822.400
-
4.992.000
4.992.000
85.280.000
- 25.082.353
1.672.157
1.040
30.160.000
-
1.500
1.500.000
600.000
316.667
4 300.000
36.000.000 14.400.000
7.600.000
1 500.000
15.000.000
6.000.000
3.166.667
4.500
4.500.000
1.800.000
950.000
30 30.000
900.000
360.000
190.000
gram/hari
-
-
gram/hari
ekor
orang
orang
1.000
ekor
bulan
ekor
1.000
300
300.000
120.000
63.333
1000
1.000
1.000.000
400.000
211.111
ekor
Jumlah
Catatan:
1 minggu
1 bulan
Umur 0 - 1
minggu
Umur 1mg - 1
bln
Umur 1 - 6
bulan
Umur 6 - 30
bulan
1 tahun hari
(tahun1)
Masa kerja
1 tahun
1 tahun
Periode
jualbayar
49.896.753
199.454.400 23.680.000 73.576.753 38.984.335
7
30
hari
hari
7
hari
23
hari
150
hari
720
hari
180
30
12
360
hari
bulan
bulan
hari
2,5(tahun)
10hari
Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah)
22
Tabel 5.6.
Biaya Operasional Usaha Peternakan Itik Petelur dari Dara (Kategori II)
Harga
Komponen Spesifikasi Jumlah per
No
Biaya
Teknis
Fisik Satuan
Rp
1
2
3
4
5
6
7
8
Pakan 6 - 30 gram/ekor
bulan
/hari
Obat dan
vaksin
ekor
Tenaga Kerja
orang
Tenaga ahli
(koordinator)
orang
Keranjang
telur dan
transport
ekor
Air dan listrik
bulan
Penunjang
produksi
ekor
Pemeliharaan
dan
perbaikan
ekor
Jumlah
160
1.040 119.808.000
1.000
1.500
4
300.000
1
Total
Biaya
Operasi
Biaya
Jumlah
per
Operasional Nilai
tahun No. per tahun
Rp
2-8
-
59.904.000 1.664.000
1.500.000
750.000
28.800.000 14.400.000
500.000
12.000.000
6.000.000
1.000
30
4.500
30.000
4.500.000
900.000
2.250.000
450.000
1.000
300
300.000
150.000
1000
1.000
1.000.000
500.000
59.904.000
168.808.000 24.500.000 84.404.000 1.664.000
Catatan:
1 minggu
7hari
1 bulan
30hari
Masa kerja
24bulan
2
1 tahun
12bulan
1 tahun
360hari
Umur Itik
720hari
Periode jual-bayar
10hari
Modal kerja = biaya operasi per 10 hari (=(total
biaya/360)*10)
Jadi modal kerja 10
hr =
1.664.000rupiah
Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah)
23
e. Kebutuhan Dana Investasi dan Modal Kerja
Dalam Lending Model ini diasumsikan bahwa baik dana investasi maupun
modal kerja bersumber dari pembiayaan lembaga keuangan syariah dan
dana sendiri. Berdasarkan asumsi tersebut komposisi pembiayaan untuk
investasi dan modal kerja adalah seperti pada Tabel 5.7.
No
1.
2.
3.
Tabel 5.7.
Komponen dan Struktur Biaya Proyek Kategori I dan Kategori II
Ternak Itik Petelur
Komponen
Biaya
Kategori
I/DOD Kategori
II/Dara
Proyek
(usaha berjalan)
(usaha baru)
Biaya Investasi
7.925.000
33.425.000
a. Pembiayaan
0
30.000.000
b. Dana sendiri
7.925.000
3.425.000
Biaya Modal Kerja
38.984.335
1.664.000
a. Pembiayaan
26.486.557
0
b. Dana sendiri
12.497.778
1.664.000
Total Biaya Proyek 46.909.335
35.089.000
a. Pembiayaan
26.486.557
30.000.000
b. Dana sendiri
20.422.778
5.089.000
Untuk kebutuhan dana investasi, pada contoh perhitungan kategori I (DOD)
semua biaya investasi diasumsikan sudah dimiliki oleh pengusaha sehingga
tidak membutuhkan pembiayaan dari bank/LKS. Sedangkan kebutuhan biaya
modal kerja (operasional) untuk contoh perhitungan, pembiayaan dari
perbankan/LKS hanya untuk pembeliaan pakan, kebutuhan komponenkomponen biaya operasional yang lainnya juga diasumsikan sebagai bagian
dari kontribusi pengusaha yang bersangkutan.
Untuk kategori II (Dara), kebutuhan biaya investasi yang dibiayai oleh
LKS/perbankan syariah hanya untuk pembelian itik dara, komponen yang
lainnya diasumsikan telah dimiliki oleh pengusaha yang bersangkutan
sebagai bagian dari kontribusinya dalam usaha (self financing). Sedangkan
untuk kebutuhan biaya operasional diasumsikan disediakan seluruhnya oleh
pengusaha yang bersangkutan.
Pembayaran
angsuran
pembiayaan
dalam
perhitungan
kelayakan
diasumsikan secara tetap, caranya jumlah pembiayaan dibagi lama waktu
pembiayaan dengan mempertimbangkan siklus produksinya.
f. Proyeksi Produksi dan Pendapatan
Hasil usaha peternakan itik petelur adalah telur itik mentah. Secara rata-rata
dengan seekor itik akan menghasilkan telur itik mentah untuk kategori I
Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah)
24
(DOD) sebanyak 195 butir dan untuk kategori II (dara) sebanyak 244 butir.
Pada contoh perhitungan kapasitas itik yang diperlihara adalah 1000 ekor.
Harga telur mentah per butir diasumsikan sebesar Rp. 600. Masa produksi
telur itik diasumsikan selama 30 bulan dan setiap akhir masa produksi telur
maka itik tua dapat dijual dengan harga Rp. 12.500 per ekor. Selain itu,
kotoran itik juga dapat diolah menjadi kompos. Kompos ini dijual dengan
harga Rp. 25 per kg. Jadi pendapatan dari berternak itik petelur ini diperoleh
dari hasil telur itik mentah (sumber penghasilan utama), penjualan itik tua
dan kompos.. Selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4a, Lampiran 6.a
untuk kategori I (DOD) dan Lampiran 4.b, Lampiran 6.b untuk kategori II
(Dara).
g. Proyeksi Rugi Laba
Hasil proyeksi rugi laba menunjukkan bahwa usaha peternakan itik petelur
kategori I (DOD) pada tahun keempat mengalami kerugian, ini karena pada
tahun tersebut terjadi peremajaan itik. Tetapi kerugian tersebut dapat
ditutup dari keuntungan hasil penjualan komulatif pada tahun-tahun yang
menguntungkan, bahkan pada tahun pertama besar keuntungan yang
diperoleh sudah mencapai Rp. 15.504.345 dengan tingkat margin
keuntungan 26,64%.
Pada kategori II (dara) sejak tahun pertama sudah membubuhkan
keuntungan sebesar Rp. 32.346.325 dengan tingkat margin keuntungan
22,67%. Hal ini karena pada kategori II, itik yang dipelihara sudah
memasuki umur produksi telur yaitu 6 bulan. Selengkapnya proyeksi laba
rugi usaha peternakan itik petelur ini dapat dilihat pada Lampiran 7.a untuk
kategori I dan Lampiran 7.b untuk kategori II.
h. Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek
Untuk aliran kas (cash flow) dalam perhitungan ini dibagi dalam dua aliran,
yaitu arus masuk (cash inflow) dan arus keluar (cash outflow). Arus masuk
diperoleh dari penjualan telur itik mentah, itik tua dan kompos. Untuk arus
keluar meliputi biaya investasi, biaya operasional, juga termasuk angsuran
pembiayaan dan pajak penghasilan.
Evaluasi kelayakan untuk usaha peternakan itik petelur baik kategori I (DOD)
dan kategori II (dara) dengan pembiayaan murabahah dapat diukur dari
tingkat kemampuan membayar kewajiban kepada bank (shahibul maal). Hal
ini dapat diketahui karena pada produk murabahah besarnya margin sudah
ditentukan di awal akad, sehingga pada analisa laba rugi dan arus kas dapat
dihitung kemampuan membayar berdasarkan dari pendapatan yang
diperoleh usaha tersebut. Dari arus kas diketahui bahwa pada tingkat margin
10 % p.a untuk kategori I (DOD) dan 14 % p.a untuk kategori II (dara)
usaha ini mampu membayar kewajiban pembiayaannya dan menghasilkan
Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah)
25
keuntungan. Dengan demikian usaha peternakan itik petelur kedua kategori
tersebut layak untuk dilaksanakan dan bisa dipertimbangkan untuk
memperoleh pembiayaan.
Pada analisa kelayakan dapat juga memakai beberapa indikator yang umum
digunakan pada perhitungan konvensional. Indikator tersebut meliputi IRR
(Internal Rate of Return), Net B/C Ratio (Net Benefit-Cost Ratio), PBP (Pay
Back Period). Nilai IRR bisa menjadi indikator untuk mengukur kelayakan
usaha, semakin tinggi nilai IRR maka usaha tersebut semakin berpeluang
untuk menciptakan keuntungan. Meskipun demikian, indikator tersebut
hanya sebagai alat bantu untuk menilai kelayakan suatu usaha. Besaran
margin ataupun bagi hasil, harus ditetapkan atas dasar kesepakatan kedua
belah pihak (shahibul maal dan mudharib).
Proyeksi arus kas untuk kelayakan usaha peternakan itik petelur
selengkapnya ditampilkan pada Lampiran 8.a untuk kategori I dan Lampiran
8.b untuk kategori II.
i. Perolehan Margin
Pola pembiayaan syariah yang digunakan dalam usaha peternakan itik
petelur adalah murabahah (jual beli). Pada kesempatan ini ditampilkan dua
contoh alternatif pembiayaan yaitu usaha yang sudah berjalan (running) dan
untuk usaha baru (start up). Dari hasil perhitungan untuk tingkat margin
sebesar 10% per tahun, untuk kategori I (DOD) selama satu tahun waktu
pembiayaan menghasilkan margin sebesar Rp.2.648.656. Pada kategori II
dengan tingkat margin sebesar 14% dalam jangka waktu satu tahun mampu
membubuhkan margin sebesar Rp. 4.200.000. Tingkat margin ini
diberlakukan flat (tetap) per tahun, selama waktu pembiayaan yang
disepakati. Selengkapnya, perhitungan perolehan margin dapat dilihat pada
Lampiran 9.a untuk kategori I dan Lampiran 9.b untuk kategori II.
Penentuan besaran margin, diutamakan berdasarkan pada base line data
(data rujukan) untuk setiap komponen usaha / sektor ekonomi. Tetapi
karena pada saat ini data tersebut belum tersedia, maka nilai margin
mempertimbangkan informasi yang diperoleh dari praktek umum yang
diterapkan oleh perbankan syariah dan kesetaraan dengan suku bunga Bank
Indonesia (SBI). Data pola pembiayaan pada perbankan syariah dapat dilihat
pada Lampiran 10.
Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah)
26
6. Aspek Sosial Ekonomi
Usaha ternak itik petelur adalah merupakan usaha yang berbasis
sumberdaya lokal. Usaha yang berbasis sumberdaya lokal tentu saja akan
mampu menjadi sektor yang tangguh, karena tidak tergantung pada pasokan
dari luar, baik pasokan dari propinsi lain dan bahkan negara asing.
Dalam pelaksanaan usaha ternak itik petelur, meskipun tenaga kerja yang
dibutuhkan relatif kecil, namun seluruh kebutuhan tenaga kerja tersebut
dapat dipenuhi dari dalam daerah itu sendiri. Dengan demikian, usaha ternak
itik petelur mempunyai potensi untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat setempat. Hal ini mengingat pelaksanaan usaha peternak itik
petelur memerlukan teknologi yang sederhana, sehingga persyaratan
rekruitmen tenaga kerja menjadi lebih mudah.
Pengusahaan ternak itik petelur bila dilaksanakan dengan cara semi intensif
dapat memberikan pendapatan bagi masyarakat yang sangat nyata, apalagi
jika diusahakan dengan cara intensif. Sebagai contoh, pada Bab 5 dalam
buku ini, diperlihatkan contoh analisis finansial untuk pengusahaan semi
intensif dan intensif. Pengelolaan itik petelur cara kategori I akan
menghasilkan pendapatan bersih rata-rata per tahun sebesar Rp 14.383.732,
sedangkan kategori II menghasilkan pendapatan rata-rata per tahun sebesar
Rp 61.831.943. Dilihat dari besarnya pendapatan bersih tersebut dapat
disimpulkan bahwa pengusahaan ternak itik petelur mampu memberikan
pendapatan yang relatif besar.
Usaha ternak itik petelur juga mempunyai potensi untuk menyumbangkan
pajak baik bagi pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Pajak bagi
pemerintah daerah berupa Pajak Bumi dan Bangunan dan pungutan lain
sehubungan dengan pelaksanaan kegiatan usaha ternak, khususnya bagi
peternak itik petelur yang diusahakan dengan cara intensif.
Pelaksanaan usaha ternak itik petelur adalah merupakan suatu usaha yang
mempunyai keterkaitan dengan sektor hulu dan hilir yang sangat erat. Hal ini
mengingat dalam agribisnis perunggasan, usaha itik petelur merupakan salah
satu sub-sistem yang sangat berkaitan erat dengan sub-sistem lainnya.
Dalam pendekatan sistem, agribisnis perunggasan (usaha peternak itik
petelur khususnya) sekurang-kurangnya terdiri dari sub-sistem: penyediaan
sarana produksi (bibit, pakan, obat-obatan, dan kandang), budidaya ternak
(itik petelur), pengolahan (telur itik menjadi telur asin, telur beku dan tepung
telur), pemasaran, dan kebijakan pemerintah (misalnya penyediaan kredit
dan pembangunan sarana dan prasarana perekonomian yang menunjang
pengusahaan itik petelur). Dengan demikian, pengusahaan ternak itik petelur
akan meningkatkan kebutuhan pada bibit (anak itik, yang disebut juga
DOD), pakan, industri pengolahan telur, para pedagang telur, dan juga
penyedia jasa permodalan. Dapat juga dikatakan usaha ternak itik petelur
mempunyai keterkaitan erat antara industri hulu dan hilirnya.
Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah)
27
Berdasarkan studi pustaka selama ini, Indonesia belum pernah mengekspor
telur segar dan olahan. Potensi pasar ekspor telur utama adalah ke Jepang,
Hongkong dan Singapura. Selama ini pemasok utama bagi ketiga negara
tersebut adalah Taiwan, Thailand dan Malaysia. Indonesia belum menggarap
pasar ekspor mengingat selama ini pemasaran telur itik di dalam negeri
masih mampu menyerap produksi yang dihasilkan oleh peternak (Suharno
dan Amri, 2000 dan Windhyarti, 2000).
Berdasarkan uraian di atas, dampak yang dihasilkan dari usaha peternak itik
petelur baik dari segi ekonomi maupun sosial adalah positif. Lebih lanjut,
mengingat keterkaitan antar subsistem dalam pengusahaan ini sangat erat,
maka perkembangan usaha ternak itik petelur ini akan mampu
menggerakkan industri hulu dan hilir secara nyata.
Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah)
28
7. Penutup
a. Kesimpulan
Usaha ternak itik petelur dapat dilaksanakan di seluruh lokasi, kecuali lokasi
yang gaduh dan lalu lalang kendaraan bermotor serta dekat dengan
pemukiman. Usaha ternak itik petelur umumnya masih dilakukan secara
tradisional. Sedangkan cara pengusahaan itik petelur yang semi intensif dan
intensif akan memberikan peluang menciptakan keuntungan lebih baik dan
kepastian usaha yang tinggi.
Usaha ternak itik petelur memerlukan sarana produksi yang sebagian besar
berasal dari daerah setempat. Dengan demikian kelancaran produksinya
dapat lebih terjamin. Selanjutnya, mengingat tenaga kerja yang dibutuhkan
dapat juga dipenuhi dari daerah setempat, maka usaha ternak itik petelur
tidak akan mengakibatkan gangguan sosial dan keamanan di lokasi usaha ini
dilaksanakan.
Pemasaran telur hingga saat ini tidak dijumpai masalah, artinya pasar masih
mampu menyerap telur yang dihasilkan oleh peternak itik. Bahkan dijumpai
adanya gejala pihak peternak tidak mampu menjawab tantangan pasar agar
memasok lebih banyak lagi.
Dari hasil analisis finansial yang telah dilakukan, menunjukkan usaha ternak
itik petelur memberikan tingkat profitabilitas yang tinggi, sehingga layak
untuk mendapatkan pembiayaan dari Lembaga Keuangan Syariah (Bank
Syariah).
b. Saran
Ketersediaan pakan merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam usaha
ternak itik petelur. Penentu keberhasilan usaha ternak itik petelur adalah
pemilikan bibit (baik DOD maupun itik dara), oleh karena itu peternak perlu
untuk mendapatkan informasi pembibitan itik berkualitas tinggi, seperti dari
Balai Penelitian Ternak di Bogor serta Dinas Peternakan setempat.
Disarankan agar peternak dapat diberikan keterampilan cara-cara
pembuatan pakan dengan mempergunakan bahan baku yang tersedia di
daerah itu. Hal ini untuk lebih meningkatkan kesempatan kerja bagi
masyarakat setempat dan juga untuk lebih menjamin kontinuitas
ketersediaan pakan.
Meskipun hingga saat ini usaha ternak itik petelur belum memerlukan
pengobatan seperti pada usaha ternak ayam ras, namun ada baiknya untuk
memperhatikan hal ini. Langkah yang disarankan adalah dengan
menyediakan biaya untuk pengobatan dan memeriksa secara rutin keadaan
kesehatan itik.
Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah)
29
LAMPIRAN
Bank Indonesia – Usaha Itik Petelur (Syariah)
30
Download