tinjauan pustaka - Universitas Sumatera Utara

advertisement
6
TINJAUAN PUSTAKA
Zona Intertidal
Daerah intertidal merupakan suatu daerah yang selalu terkena hempasan
gelombang tiap saat. Daerah ini juga sangat terpengaruh dengan dinamika fisik
lautan yakni pasang surut. Zona intertidal merupakan daerah yang paling sempit
diantara zona laut yang lainnya. Zona intertidal dimulai dari pasang tertinggi
sampai pada surut terendah. Zona ini hanya terdapat pada daerah pulau atau
daratan yang luas dengan pantai yang landai. Semakin landai pantainya maka
zona intertidalnya semakin luas, sebaliknya semakin terjal pantainya maka zona
intertidalnya akan semakin sempit (Nybakken, 1992).
Zona intertidal secara berkala terendam oleh pasang naik dan kering lagi,
saat pasang naik dan kering lagi saat pasang surut, dua kali sehari pada
kebanyakan pesisir laut. Zona atas mengalami pemaparan yang lebih lama ke
udara dan variasi suhu serta kadar garam yang lebih besar (Campbell, 2008).
Akibat seringnya hempasan gelombang dan pasang surut maka daerah
intertidal sangat kaya akan oksigen. Pengadukan yang sering terjadi menyebabkan
interaksi antar atmosfir dan perairan sangat tinggi sehingga difusi gas dari
permukaan keperairan juga tinggi. Pantai berbatu di zona intertidal merupakan
salah satu lingkungan yang subur dan kaya akan oksigen. Selain oksigen daerah
ini juga mendapatkan sinar matahari yang cukup, sehingga sangat cocok untuk
beberapa jenis organisme untuk berkembang biak (Muhaimin, 2013).
Pada tiap zona intertidal terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara
satu daerah dengan daerah yang lain. Jenis substrat daerah intertidal ada yang
Universitas Sumatera Utara
7
berpasir adapula yang berbatu. Hal lain yang dapat dilihat yakni pembagian zona
juga dapat dilihat dari pasang surutnya dan organismenya. Subtrat zona intertidal
yang umumnya berbatu dan berpasir menyeleksi perilaku dan anatomi organisme
intertidal. Konfigurasi teluk atau garis pesisir mempengaruhi magnitudo pasang
dan pemaparan relatif organisme intertidal keadaan pengaruh gelombang
(Campbell, 2008).
Ekosistem intertidal merupakan salah satu ekosistem pada daerah pesisir
yang sangat kompleks dan kaya. Banyak pola interaksi antar organisme laut yang
dapat ditemukan pada ekosistem ini. Hewan yang hidup pada daerah ini harus
dapat beradaptasi dengan keadaan yang ekstrim tersebut. Bentuk adaptasi
organisme sangat berkembang utamanya bentuk morfologi yang dibentuk
sedemikian rupa. Pada tiap zona intertidal organisme yang hidup sudah mampu
untuk bertahan dengan karakteristik lingkungan tersebut (Syahid, 2012).
Biota Pada Zona Intertidal
Biota pada zona intertidal merupakan berbagai jenis-jenis hewan yang
terdapat pada zona intertidal. Menurut Prajitno (2009) “biota pada ekosistem
pantai berbatu adalah salah satu daerah ekologi yang paling familiar, habitat dan
interaksinya sudah diketahui ilmuan.
Keberadaan fauna menjadi salah satu unsur penting di dalam ekosistem.
Fauna bersama dengan makhluk hidup lainnya membentuk komponen biotik.
Unsur biotik dan abiotik akan membentuk ekosistem. Gangguan terhadap fauna
dapat mempengaruhi keseimbangan lingkungan hidup. Salah satunya yaitu
makrozoobenthos. Ini merupakan organisme aquatik yang hidup di dasar perairan
Universitas Sumatera Utara
8
dengan pergerakan relatif lambat yang sangat dipengaruhi oleh substrat dasar serta
kualitas perairan (Yunitawati, 2012).
Banyak macam organisme di daerah pantai berpasir, salah satunya adalah
meiofauna. Meiofauna dapat pula diartikan sebagai kelompok metazoa kecil yang
berada di antara mikrofauna dan makrofauna. Meiofauna yang hidup pada substrat
lunak (lumpur pasir) yaitu Foraminifera. Foraminifera termasuk dalam Filum
Protozoa yang mulai berkembang pada jaman Kambrium. Mayoritas hidup pada
lingkungan laut dan mempunyai ukuran yang beragam mulai dari 3 µm sampai 3
mm (Hutabarat, 2000).
Makrozoobenthos
Bentos merupakan organisme air hidupnya terdapat pada substrat dasar
suatu perairan baik bersifat sesil maupun vagil. Berdasarkan sifat hidupnya bentos
dibedakan menjadi fitobentos yang bersifat tumbuhan serta zoobentos yang
bersifat hewan (Barus, 2004).
Ukuran tubuh makrozoobentos dapat mencapai sekurang-kurangnya 3-5 m
pada saat pertumbuhan maksimum. Makrozoobentos, terutama yang bersifat
herbivora dan detrivora dapat menghancurkan makrofit akuatif yang hidup
maupun yang mati dan serasah yang masuk ke dalam perairan menjadi potonganpotongan yang lebih kecil, sehingga memudahkan mikroba untuk menguraikan
menjadi
nutrien
bagi
produsen
perairan.
Organisme
yang
termasuk
makrozoobentos diantaranya adalah Oligochaeta, Mollusca, Nematoda, Annelida,
dan beberapa ordo dari kelas Crustacea seperti ordo Isopoda, Decapoda,
Copepoda, Ostracoda dan Amphipoda (Nugroho, 2006).
Universitas Sumatera Utara
9
Kelimpahan makrozoobentos pada ekosistem pantai sangat penting
pengaruhnya terhadap struktur rantai makanan. Makrozoobentos bersifat relatif
menetap pada dasar perairan. Tekanan ekologis yang berlebihan dapat
mengurangi kelimpahan organisme ini sehingga dapat mengganggu keseimbangan
ekosistem. Penyebaran makrozoobentos erat sekali hubungannya dengan kondisi
perairan dimana organisme ini ditemukan. Sumber bahan organik pada sedimen
adalah lamun dan tinja biota bentik. Gangguan lingkungan di daerah pesisir akan
mempengaruhi secara langsung organisme-organisme yang menjadi sumber bahan
organik dalam sedimen tersebut (Ruswahyuni, 2008).
Struktur komunitas makrozoobentos memiliki fungsi sangat penting di
dalam perairan karena sebagian besar menempati tingkat trofik kedua maupun
ketiga sedangkan bagian yang lain mempunyai peranan penting di dalam proses
mineralisasi dan pendaurulangan bahan-bahan organik, baik yang berasal dari
perairan maupun dari daratan. Peranan penting lainnya dalam siklus nutrien di
dasar perairan sehingga dalam ekosistem perairan makrozoobentos berperan
sebagai salah satu mata rantai penghubung dalam aliran energi dan siklus materi
mulai alga planktonik sampai konsumen tingkat tinggi (Satino, 2012).
Organisme bentos adalah organisme yang mendiami dasar perairan atau
tinggal didalam sedimen dasar. Organisme benthos meliputi organisme nabati
yang disebut fitobenthos dan organisme hewani disebut zoobenthos. Berdasarkan
ukurannya maka organisme bentos dibedakan menjadi dua kelompok besar, yaitu
makrozoobentos dan mikrozoobenthos. Makrozoobenthos adalah organisme yang
tersaring oleh saringan bertingkat dengan ukuran 0,5 mm. Klasifikasi
makrozoobenthos menjadi tiga kelompok yaitu mikrofauna yang ukurannya lebih
Universitas Sumatera Utara
10
kecil dari 0,1 mm, meiofauna yang berukuran antara 0,1 mm dan makrofauna
yang ukurannya lebih besar dari 1,0 mm (Syamsurisal, 2011).
Menurut Simamora (2009) hewan benthos dapat dikelompokkan
berdasarkan ukuran tubuh yang bisa melewati lubang saring yang dipakai untuk
memisahkan hewan dari sedimennya. Berdasarkan kategori tersebut benthos dapat
dibagi atas:
a.
Makrobenthos, kelompok hewan yang lebih besar dari 1,0 mm.
Kelompok ini adalah hewan benthos yang terbesar.
b.
Mesobenthos, kelompok benthos yang berukuran 0,1 – 1,0 mm.
Kelompok ini adalah hewan kecil yang dapat ditemukan di pasir atau
lumpur. Hewan yang termasuk kelompok ini adalah moluska kecil,
cacing kecil dan crustacean kecil.
c.
Mikrobenthos, kelompok benthos yang berukuran lebih kecil dari 0,1
mm. Kelompok ini merupakan hewan yang terkecil. Hewan yang
termasuk ke dalam protozoa khususnya ciliata.
Makrozoobenthos dapat bersifat toleran maupun bersifat sensitif terhadap
perubahan lingkungan. Organisme yang memiliki kisaran toleransi yang luas akan
memiliki penyebaran yang luas juga. Sebaliknya organisme yang kisaran
toleransinya sempit (sensitif) maka penyebarannya juga sempit. Makrozoobenthos
yang memiliki toleran lebih tinggi maka tingkat kelangsungan hidupnya akan
semakin tinggi. Tingkat pencemaran terhadap perairan dapat dilihat dengan
identifikasi makrozoobenthos yang terdapat di wilayah mangrove tersebut
(Syamsurisal, 2011).
Universitas Sumatera Utara
11
Struktur Komunitas Makrozoobentos
Setiap sistem lingkungan memiliki keanekaragaman yang berbeda.
Komunitas yang mempunyai keanekaragaman tinggi lebih stabil dibandingkan
dengan komunitas yang memiliki keanekaaragaman jenis rendah. Dominasi ialah
spesies yang mendominasi pada suatu komunitas pada tiap habitat. Indeks
dominasi digunakan untuk mengetahui pemusatan dan penyebaran jenis-jenis
dominan. Jika dominasi lebih terkonsentrasi pada satu jenis, nilai indeks dominasi
akan meningkat dan sebaliknya jika beberapa jenis mendominasi secara
bersamasama maka nilai indeks dominasi akan rendah (Umar, 2012).
Menurut Kreps (1989) menyatakan bahwa kategori frekuensi kehadiran
adalah sebagai berikut:
FK = 0 – 25% : Kehadiran sangat jarang
FK = 25 – 50% : Kehadiran jarang
FK = 50 – 75% : Kehadiran sedang
FK = 75 – 100% : Kehadiran sering/absolute
Perbedaan keseragaman dapat disebabkan oleh perbedaan pilihan habitat
yang lebih disukai oleh tiap jenis fauna. Makrozoobenthos umumnya bersifat
herbivora
yang
mengkonsumsi
makroalga
yang
tumbuh
di
atas
substrat (Malik, 2013).
Menurut Krebs (1989), kategori indeks keseragaman adalah sebagai
berikut :
0 ≤ E < 0,4 : keseragaman rendah
0,4 ≤ E < 0,6 : keseragaman sedang
0,6 ≤ E ≤ 1,0 : keseragaman tinggi
Universitas Sumatera Utara
12
Keanekaragaman Makrozoobentos
Keseragaman hewan bentos dalam suatu perairan dapat diketahui dari
indeks keseragamannya. Semakin kecil nilai suatu indeks keanekaragaman (E)
semakin kecil pula keseragaman jenis dalam komunitas, artinya penyebaran
jumlah individu tidak sama ada kecenderungan didominasi oleh jenis tertentu.
Suatu komunitas yang masing-masing jenisnya mempunyai jumlah individu yang
cukup besar dan menunjukkan bahwa ekosistem tersebut mempunyai satuan.
Selanjutnya untuk dominansi dapat diketahui dengan menghitung indeks
dominansinya (C), bahwa nilai indeks dominansi yang tinggi (ada yang
mendominansi) sedangkan nilai indeks dominansi terkaitsatu sama lain, dimana
apabila organisme beranekaragam berarti organisme tersebut tidak seragam dan
tentu ada yang dominan (Syamsurisal, 2011).
Menurut Krebs (1989) kategori indeks keanekaragaman adalah sebagai
berikut :
H’ < 1
: Keragaman spesiesnya/Generah rendah, pentebaran jumlah
individu tiap spesies atau genera rendah, kestabilan komunitas
rendah dan keadaan perairan telah tercemar berat.
1 < H’ < 3
: Keragaman sedang penyebaran jumlah individu tiap spesies atau
genera sedang, kestabilan komunitas sedang dan keadaan perairan
telah tercemar sedang.
H’ > 3
: Keragaman tinggi, penyebaran jumlah individu tiap spesies atau
genera tinggi dan perairannya masih bersi/ belum tercemar.
Menurut Wijayanti (2007) untuk memprediksi atau memperkirakan tingkat
pencemaran air laut, dapat dianalisa berdasarkan indeks keanekaragaman hewan
Universitas Sumatera Utara
13
makrobenthos maupun berdasarkan sifat fisika-kimia. Hal tersebut dapat
dilakukan dengan menggunakan klasifikasi derajat pencemaran, seperti yang
tertera pada Tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi Derajat Pencemaran Berdasarkan Indeks Keanekaragaman
Indeks
Keanekaragaman
>3
1.
1-3
<1
3,0 – 4,5
2,0 - 3,0
2.
1,0 – 2,0
< 1,0
>3
2,0 – 3,0
3.
1,6 – 2,0
1,0– 1,5
< 1,0
Sumber : Wijayanti (2007)
No.
Tingkat Pencemaran
Air bersih
Setengah tercemar
Tercemar berat
Tercemar sangat ringan
Tercemar ringan
Tercemar sedang
Tercemar berat
Tidak tercemar
Tercemar sangat ringan
Tercemar ringan
Tercemar sedang
Tercemar berat
Makrozoobentos Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan
Menurut Nugroho (2006) dalam lingkungan yang dinamis, analisis biologi
khususnya analisis struktur komunitas bentos, dapat memberikan gambaran yang
jelas tentang kualitas perairan. Dengan sifatnya yang menetap, perubahan
perubahan kualitas air dan substrat tempat hidupnya sangat mempengaruhi
komposisi maupun kelimpahannya. Beberapa organisme makrozoobentos sering
dipakai sebagai spesies indikator kandungan bahan organik dan dapat memberikan
gambaran yang lebih tepat dibandingkan dengan pengujian secara fisika kimia.
Universitas Sumatera Utara
14
Menurut Simamora (2009) Alasan menjadikan makrozoobenthos sebagai
indikator biologis perairan adalah :
1. Mudah ditemukan di habitat perairan
2. Jumlahnya sangat banyak pada lingkungan yang berbeda jenis bentos
yang hidup berbeda pula.
3. Perairan yang kecil kadang-kadang tidak dapat menjadi tempat hidup
ikan, tetapi dapat menjadi tempat hidup bentos.
4. Perpindahannya sangat terbatas sehingga mudah diawasi.
5. Ukurannya
kecil
tetapi
mudah
dikumpulkan
dikoleksi
dan
diidentifikasi.
6. Pengamatan dapat dilakukan lebih cepat dengan peralatan sederhana.
7. Bentos adalah konsumsi sebagian besar ikan, sehingga perubahan
komunitasbentos dapat mempengaruhi jaring-jaring makanan di
perairan tersebut.
Makrozoobentos umumnya sangat peka terhadap perubahan lingkungan
perairan yang ditempatinya, karena itulah makroinvertebrata ini sering dijadikan
sebagai indikator ekologi di suatu perairan dikarenakan cara hidup, ukuran tubuh,
dan perbedaan kisaran toleransi di antara spesies di dalam lingkungan perairan.
Menurut Ravera (1979) diacu oleh Sinaga (2009) daya toleransi bentos
terhadap pencemaran bahan organik dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu:
1. Jenis Intoleran
Jenis intoleran memiliki kisaran toleransi yang sempit terhadap
pencemaran dan tidak tahan terhadap tekanan lingkungan, sehingga hanya hidup
dan berkembang di perairan yang belum atau sedikit tercemar.
Universitas Sumatera Utara
15
2. Jenis Toleran
Jenis toleran mempunyai daya toleran yang lebar, sehingga dapat
berkembang mencapai kepadatan tertinggi dalam perairan yang tercemar berat.
3. Jenis Fakultatif
Jenis fakultatif dapat bertahan hidup lingkungan yang agak lebar, antara
perairan yang belum tercemar sampai dengan tercemar sedang dan masih dapat
hidup pada perairan yang tercemar berat. Kriteria tingkat kondisi perairan
berdasarkan indeks keanekaragaman jenis tersaji dalam Tabel 2.
Tabel 2.
Kriteria Tingkat Kondisi Perairan Berdasarkan Bioindikator
Makrozoobenthos.
H’
Indikasi
- Keanekaragaman biota sangat rendah
<1,0
- Pencemaran berat
- Kesuburan sulit dimanfaatkan
- Keanekaragaman biota rendah
1 – 1,5
- Pencemaran sedang sampai berat
- Kesuburan sulit dimanfaatkan
- Keanekaragaman biota sedang
1,5 – 2
- Pencemaran ringan sampai sedang
- Kesuburan dapat dimanfaatkan
- Keanekaragaman biota tinggi
>2,0
- Pencemaran ringan atau belum tercemar
- Kesuburan dapat dimanfaatkan
Sumber : Taqwa (2010).
Contoh makrozoobentos sebagai bioindikator kualitas air di perairan
pesisir menurut Pakpahan dkk., (2013) adalah jika perairan tercemar berat
terdapat Nassarius sp., jika tercemar sedang adalah Neritina sp., Cerithium sp.,
Pinna sp., Portunus sp., Arenicola sp., sedangkan tercemar ringan adalah Uca sp.,
Planaria sp., Mactra sp., untuk perairan yang tidak tercemar dijumpai
Mactromeris sp., Balanus sp., Astropecten sp., Cerithium sp.. Namun ada juga
genus yang dapat dijumpai pada berbagai kategori kualitas perairan yaitu
Perinereis sp. Arenicola sp., Portunus sp.
Universitas Sumatera Utara
16
Parameter Fisika Kimia Pendukung Kehidupan Makrozoobentos
Kehidupan organisme bentik dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya baik
fisik, kimia maupun biologi (suhu, salinitas, pH, tekstur sedimen dan kandungan
bahan organik pada sedimen). Suhu merupakan parameter fisik yang sangat
mempengaruhi pola kehidupan organisme perairan, seperti distribusi, komposisi,
kelimpahan dan mortalitas. Suhu juga akan menyebabkan kenaikan metabolisme
organisme perairan, sehingga kebutuhan oksigen terlarut menjadi meningkat
(Nybakken, 1992).
Sifat fisik perairan seperti kedalaman, kecepatan arus, warna, kecerahan
dan suhu air. Sifat kimia perairan antara lain, kandungan gas terlarut, bahan
organik, pH, kandungan hara dan faktor biologi yang berpengaruh adalah
komposisi jenis hewan dalam perairan diantaranya adalah produsen yang
merupakan sumber makanan bagi hewan bentos dan hewan predator yang akan
mempengaruhi kelimpahan bentos (Setyobudiandi, 1997 diacu oleh Rakhmanda,
2011).
Suhu
Suhu merupakan faktor lingkungan yang dapat menembus dan menyebar
keberbagai tempat dimuka bumi. Pengukuran suhu atau temperatur air menjadi hal
yang mutlakdilakukan dalam penelitian ekosistem akuatik. Hal ini disebabkan
karena kelarutan berbagai jenis gas di dalam air serta semua aktivitas biologis di
dalam ekosistem akuatik sangat dipengaruhi oleh suhu. Suhu air dapat
mempengaruhi kehidupan biota air secara tidak langsung, yaitu melalui
pengaruhnya terhadap kelarutan oksigen dalam air. Semakin tinggi suhu air,
Universitas Sumatera Utara
17
semakin rendah daya larut oksigen di dalam air, dan sebaliknya. Perubahan suhu
air yang drastis dapat mematikan biota air karena terjadi perubahan daya angkut
darah. Suhu yang baik untuk pertumbuhan makrozoobenthos berkisar antara 25°
sampai 30°C (Kawuri dkk., 2012).
Salinitas
Salinitas merupakan kondisi lingkungan yang menyangkut kosentrasi
garam dilingkungan perairan dan air yang terkandung di dalam tanah. Gastropoda
yang
bersifat
mobile
memiliki
kemampuan
untuk
bergerak
guna menghindari salinitas yang terlalu rendah. Namun Bivalvia yang bersifat
sessile akan mengalami kematian jika pengaruh air tawar berlangsung lama.
Kisaran salinitas yang masih mampu mendukung kehidupan organisme perairan,
khususnya fauna makrozoobentos adalah 15 - 35‰ (Umar, 2012).
Fluktuasi salinitas di daerah intertidal dapat disebabkan oleh dua hal,
pertama akibat hujan lebat sehingga salinitas akan sangat turun dan kedua akibat
penguapan yang sangat tinggi pada siang hari sehingga salinitas akan sangat
tinggi. Organisme yang hidup di daerah intertidal biasanya telah beradaptasi untuk
menoleri perubahan salinitas hingga 15‰ (Effendi, 2003).
Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen merupakan salah satu gas yang terlarut dalam perairan. Kadar
oksigen yang terlarut di perairan alami bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas,
turbulensi air dan tekanan atmosfer semakin besar suhu dan ketinggian serta
semakin kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin kecil. Kehidupan
Universitas Sumatera Utara
18
di air dapat bertahan jika ada oksigen terlarut minimum sebanyak 4 mg/L.
Peningkatan suhu sebesar 1ºC akan meningkatkan konsumsi oksigen sekitar 10%.
Kelarutan oksigen dan gas-gas lain juga berkurang dengan meningkatnya salinitas
(Effendi, 2003).
pH
Pengaruh nilai pH terhadap komunitas biologi perairan ditunjukkan dalam
Tabel 3.
Tabel 3. Pengaruh pH terhadap Komunitas Biologi Perairan
Nilai pH
6 – 6,5
5,5 - 6
5 – 5,5
4,5 - 5
Pengaruh Umum
Keanekaragaman benthos sedikit menurun.
Kelimpahan total, biomassa, dan produktifitas
tidak mengalami perubahan.
Penurunan nilai keanekaragaman benthos
semakin tampak.
Kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas
masih belum mengalami perubahan yang berarti.
Penurunan keanekaragaman dan komposi jenis
benthos semakin besar. Terjadi penurunan
kelimpahan total dan biomassa benthos
Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis
benthos semakin besar. Penurunan kelimpahan
total dan biomassa benthos
Sumber: Effendi, 2003
Sebagian besar biota akuatik menyukai nilai pH berkisar antara 5,0 - 9,0
hal ini menunjukkan adanya kelimpahan dari organisme makrozoobenthos,
dimana sebagian besar organisme dasar perairan seperti polychaeta, moluska dan
bivalvia memiliki tingkat asosiasi terhadap derajat keasaman yang berbeda-beda
(Hawkes, 1978 dalam Marpaung, 2013).
pH juga mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Senyawa
ammonium yang dapat terionisasi banyak ditemukan pada perairan yang memiliki
Universitas Sumatera Utara
19
pH rendah. Namun pada suasana alkalis (pH tinggi) lebih banyak ditemukan
ammonia yang tak terionisasi dan bersifat toksik. Sebagian besar biota akuatik
sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7 – 8,5. Nilai pH
sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan, misalnya proses nitrifikasi
akan berakhir jika pH rendah (Effendi, 2003).
Substrat
Substrat dasar merupakan satu diantara faktor ekologis utama yang
mempengaruhi struktur komunitas makrozoobenthos. Jika substrat mengalami
perubahan maka struktur komunitas makrozoobenthos akan mengalami perubahan
pula. Pengamatan terhadap kondisi fisik (tipe substrat) dan kimiawi sedimen
dalam hubungannya dengan struktur komunitas makrozoobenthos sangat penting
untuk dilakukan, karena sedimen merupakan habitat bagi makrozoobenthos
(Yunitawati, dkk., 2012).
Substrat lumpur dan pasir merupakan habitat yang paling disukai
makrozoobenthos. Benthos tidak menyenangi dasar perairan berupa batuan, tetapi
jika dasar batuan tersebut memiliki bahan organik yang tinggi, maka habitat
tersebut akan kaya dengan benthos. Makrozoobenthos (terutama molluska)
terdapat dalam jumlah yang sedikit pada tipe tanah liat. Hal ini dikarena substrat
liat dapat menekan perkembangan dan kehidupan makrozoobenthos, karena
partikel-partikel liat sulit ditembus oleh makrozoobenthos untuk melakukan
aktivitas kehidupannya. Selain itu, tanah liat juga mempunyai kandungan unsur
hara yang sedikit (Arief, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Download