BAB II

advertisement
BAB II
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Istilah atresia ani berasal dari bahasa Yunani yaitu “ a “ yang artinya
tidak ada dan trepsis yang berarti makanan dan nutrisi. Dalam istilah
kedokteran, atresia ani adalah suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya
lubang yang normal.
Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus
imperforata meliputi anus, rektum, atau batas di antara keduanya (Betz,
2002). Atresia ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya
lubang atau saluran anus (Donna, 2003). Atresia ani adalah tidak
lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau tertutupnya
anus secara abnormal (Suradi, 2001). Atresia ani atau anus imperforata
adalah tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian
endoterm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna.
Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk
anus namun tidak berhubungan langsung dengan rektum (Purwanto, 2001).
Penulis menyimpulkan bahwa, atresia ani adalah kelainan kongenital
dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feses karena
terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan.
5
Klasifikasi Atresia Ani
Klasifikasi atresia ani ada 4 yaitu :
1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga
feses tidak dapat keluar.
2. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.
3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum
dengan anus.
4.
Rectal atresia adalah tidak memiliki rektum.
Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi
yaitu :
1. Anomali rendah / infralevator
Rektum
mempunyai
jalur
desenden
normal
melalui
otot
puborektalis, terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang
baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan
saluran genitourinarius.
2. Anomali intermediet
Rektum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis,
lesung anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
3. Anomali tinggi / supralevator
Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak
ada. Hal ini biasanya berhubungan dengan fistula genitourinarius –
retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung
buntu rectum sampai kulit perineum lebih dari1 cm.
6
B. Anatomi dan Fisiologi
Gambar : Susunan Saluran Pencernaan (Syaifuddin, 2006).
Susunan saluran pencernaan terdiri dari :
1. Mulut
7
Mulut atau oris adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri
atas 2 bagian yaitu :
a. Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang di antara gusi,
gigi, bibir dan pipi.
b. Bagian rongga mulut bagian dalam, yaitu rongga mulut yang di
batasi sisinya oleh tulang maksilaris, palatum mandibularis, di
sebelah belakang bersambung dengan faring.
Selaput lendir mulut ditutupi epitelium yang berlapis-lapis, di
bawahnya terletak kelenjar-kelenjar halus yang mengeluarkan lendir.
Selaput ini kaya akan pembuluh darah dan juga memuat banyak ujung
akhir saraf sensoris.
Di sebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan di sebelah dalam
ditutupi oleh selaput lendir (mukosa). Otot orbikularis oris menutupi
bibir. Levator anguli oris mengangkat dan depresor anguli oris
menekan ujung mulut.
Palatum, terdiri atas 2 bagian yaitu :
a. Palatum durum (palatum keras) yang tersusun atas tajuk-tajuk
palatum dan sebelah depan tulang maksilaris dan lebih ke
belakang terdiri dari 2 tulang palatum.
b. Palatum yang dapat bergerak, terdiri mole (palatum lunak) terletak
di belakang yang merupakan lipatan menggantung atas jaringan
fibrosa dan selaput lendir.
Gerakannya dikendalikan oleh ototnya sendiri, di sebelah kanan
8
dan kiri dari tiang fauses terdapat saluran lendir menembus ke tonsil.
2. Lidah
Lidah terdiri dari otot serat lintang dan dilapisi oleh selaput lendir,
kerja otot lidah ini dapat digerakkan ke seluruh arah.
Lidah dibagi atas tiga bagian, radiks lingua (pangkal lidah),
dorsum lingua (punggung lidah), dan apeks lingua (ujung lidah). Pada
pangkal lidah yang belakang terdapat epiglotis yang berfungsi untuk
menutup jalan nafas pada waktu kita menelan makanan, supaya
makanan jangan masuk ke jalan nafas. Punggung lidah (dorsum
lingua) terdapat puting-puting pengecap atau ujung saraf pengecap.
Frenulum lingua merupakan selaput lendir yang terdapat pada bagian
bawah kira-kira di tengah, jika lidah digerakkan ke atas nampak
selaput lendir. Flika sublingua terdapat di sebelah kiri dan kanan
frenulum lingua, di sini terdapat pula lipatan selaput lendir. Pada
pertengahan flika sublingua ini terdapat saluran dari grandula parotis,
submaksilaris, dan glandula sublingualis.
Fungsi lidah yaitu mengaduk makanan, membentuk suara, sebagai
alat pengecap dan menelan, serta merasakan makanan.
3. Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut
dengan kerongkongan (esofagus). Di dalam lengkung faring terdapat
tonsil (amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak
9
mengandung limfosit merupakan pertahanan terhadap infeksi. Di sini
terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya
di belakang rongga mulut dan rongga hidung, di depan ruas tulang
belakang, ke atas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung,
dengan perantara lubang bernama koana. Keadaan tekak berhubungan
dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus
fausium. Tekak terdiri dari bagian superior disebut nasofaring, pada
nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan tekak dengan ruang
gendang telinga. Bagian media disebut orofaring, bagian ini berbatas
ke depan sampai di akar lidah, sedangkan bagian inferior disebut
laringofaring yang menghubungkan orofaring dengan laring.
Menelan (deglutisio), jalan udara dan jalan makanan pada faring
terjadi penyilangan. Jalan udara masuk ke bagian depan terus ke leher
bagian depan sedangkan jalan makanan masuk ke belakang dari jalan
napas dan di depan dari ruas tulang belakang. Makanan melewati
epiglotis lateral melaui ressus piriformis masuk ke esophagus tanpa
membahayakan jalan udara. Gerakan menelan mencegah masuknya
makanan masuk ke jalan udara, pada waktu yang sama jalan udara
ditutup sementara.
4. Esofagus
Esophagus merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan
lambung, panjangnya ± 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk
kardiak di bawah lambung. Lapisan dinding dari dalam keluar, lapisan
10
selaput lendir (mukosa), lapisan submukosa, lapisan otot melingkar
sirkuler, dan lapisan otot memanjang longitudinal.
Esophagus terletak di belakang trakea dan di depan tulang
punggung. Setelah melalui thorak menembus diafragma masuk ke
dalam abdomen menyambung dengan lambung.
5. Hati
Hati atau hepar adalah organ yang paling besar di dalam tubuh kita,
warnanya coklat dan beratnya kira-kira 1 ½ kg. Letaknya di bagian
atas dalam rongga abdomen di sebelah kanan bawah diafragma. Hati
terdiri atas 2 lapisan utama : permukaan atas berbentuk cembung,
terletak di bawah diafragma, dan permukaan bawah tidak rata dan
memperlihatkan lekukan fisura transverses. Hati mempunyai 2 jenis
peredaran darah yaitu arteri hepatika dan vena porta.
Arteri hepatika, keluar dari aorta dan member 1/5 darah pada hati,
masuk ke hati akan membeku jaringan kapiler setelah bertemu dengan
kapiler vena, akhirnya keluar sebagai vena hepatika. Vena porta yang
terbentuk dari lienalis dan vena mesentrika superior menghantarkan
4/5 darahnya ke hati.
Fungsi hati :
a. Mengubah zat makanan yang di absorpsi dari usus dan yang
disimpan di suatu tempat dalam tubuh.
b. Mengubah zat buangan dan penawar racun untuk disekresi dalam
empedu dan urine.
11
c. Menghasilkan enzim glikogenik glukosa menjadi glikogen.
d. Sekresi empedu, garam empedu dibuat di hati, dibentuk dalam
sistem retikuloendotelium.
e. Menyiapkan lemak untuk pemecahan terakhir asam karbonat.
6. Lambung
Lambung atau gaster merupakan bagian dari saluran yang dapat
mengembang paling banyak terutama di daerah epigaster. Lambung
terdiri dari bagian atas fundus uteri berhubungan dengan esophagus
melalui orifisium pilorik, terletak di bawah diafragma di depan
pankreas dan limpa, menempel di sebelah kiri fundus uteri.
Sekresi getah lambung mulai terjadi pada awal orang makan. Bila
melihat makanan dan mencium bau makanan maka sekresi lambung
akan terangsang. Rasa makanan merangsang sekresi lambung karena
kerja saraf menimbulkan rangsang kimiawi yang menyebabkan
dinding lambung melepaskan hormon yang disebut sekresi getah
lambung. Getah lambung di halangi oleh sistem saraf simpatis yang
dapat terjadi pada waktu gangguan emosi seperti marah dan rasa takut.
Fungsi lambung :
1. Menampung
makanan,
menghancurkan
dan
menghaluskan
makanan oleh peristaltik lambung dan getah lambung.
2. Getah cerna lambung yang dihasilkan :
a. Pepsin, fungsinya memecah putih telur menjadi asam amino
(albumin dan pepton).
12
b. Asam garam (HCL), fungsinya mengasamkan makanan, sebagai
antiseptic dan desinfektan, dan membuat suasana asam pada
pepsinogen sehingga menjaddi pepsin.
c. Renin, fungsinya sebagai ragi yang membekukan susu dan
membentuk kasein dari kasinogen (kasinogen dan protein susu).
d. Lapisan lambung jumlahnya sedikit memecah lemak menjadi
asam lemak yang merangsang sekresi getah lambung.
7. Pankreas
Panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5 cm mulai dari deudenum
sampai ke limpa. Bagian dari pankreas : kaput pankreas, terletak di
sebelah kanan rongga abdomen dan di dalam lekukan deudenum yang
melingkarinya. Korpus pankreas, merupakan bagian utama dari organ
ini, letaknya dibelakang lambung dan di depan vertebra umbalis
pertama. Ekor pankreas, bagian runcing di sebelah kiri menyentuh
limpa.
8. Usus halus
Usus halus atau intestinum minor adalah bagian dari sistem
pencernaan makanan yang berpangkal pada pylorus dan berakhir pada
sekum panjangnya ± 6 m, merupakan saluran paling panjang tempat
proses pencernaan dan absorpsi hasil pencernaan yang terdiri dari
lapisan usus halus (lapisan mukosa (sebelah di dalam), lapisan otot
melingkar (M.sirkuler), lapisan otot memanjang (M. longitudinal), dan
lapisan serosa (sebelah luar)).
13
Absorpsi makanan yang sudah dicerna seluruhnya berlangsung di
dalam usus halus melalui 2 saluran yaitu pembuluh kapiler dalam
darah dan seluruh limfe di sebelah dalam permukaan vili usus. Sebuah
vilus berisi lakteal, pembuluh darah epitelium dan jaringan otot yang
diikat bersama oleh jaringan limfoid seluruhnya diliputi membran
dasar dan ditutupi oleh epitelium. Karena vili keluar dari dinding usus
maka bersentuhan dengan makanan cair dan lemak yang diabsorpsi ke
dalam lakteal kemudian berjalan melalui pembuluh limfe masuk ke
dalam pembuluh kapiler darah di vili dan oleh vena porta dibawa ke
hati untuk mengalami beberapa perubahan.
Fungsi usus halus :
a. Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap
melalui kapiler-kapiler darah dan saluran-saluran limfe.
b. Menyerap protein dalam bentuk asam amino.
c. Karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida.
9. Duodenum
Duodenum disebut juga usus 12 jari, panjangnya ± 25 cm,
berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiri, pada lengkungan ini
terdapat pankreas. Pada bagian kanan duodenum ini terdapat selaput
lendir, yang membukit disebut papilla vateri. Pada papilla vateri ini
bermuara saluran empedu (duktus koledokus) dan saluran pankreas
(duktus pankreatikus).
Empedu dibuat di hati untuk dikeluarkan ke duodenum melalui
14
duktus koledokus yang fungsinya mengemulsikan lemak, dengan
bantuan lipase. Pankreas juga menghasilkan amilase yang berfungsi
mencerna hidrat arang menjadi disakarida, dan tripsin yang berfungsi
mencerna protein menjadi asam amino atau albumin dan polipeptida.
Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa yang banyak
mengandung kelenjar, kelenjar ini disebut kelenjar-kelenjar Brunner,
berfungsi untuk memproduksi getah intestinum.
10. Jejunum dan ileum
Jejunum dan ileum mempunyai panjang sekitar 6 m. Dua perlima
bagian atas adalah jejunum dengan panjang ± 23 m, dan ileum dengan
panjang 4-5 m. Lekukan jejunum dan ileum melekat pada dinding
abdomen posterior dengan perantaraan lipatan peritoneum yang
berbentuk kipas dikenal sebagai mesenterium.
Sambungan antara jejunum dan ileum tidak mempunyai batas yang
tegas. Ujung bawah ileum berhubungan dengan sekum dengan
perantaraan lubang yang bernama orifisium ileosekalis. Orifisium ini
diperkuat oleh sfingter ileosekalis dan pada bagian ini terdapat katup
valvula sekalis valvula baukhini yang berfungsi untuk mencegah
cairan dalam kolon asenden tidak masuk kembali ke ileum.
11. Usus besar
Usus besar atau intestinum mayor panjangnya ± 1 ½ m, lebarnya 56 cm. Lapisan-lapisan usus besar dari dalam keluar : selaput lendir,
lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang, jaringan ikat. Fungsi
15
usus besar adalah menyerap air dari makanan, tempat tinggal bakteri.
12. Sekum
Dibawah sekum terdapat apendiks vermiformis yang berbentuk
seperti cacing sehingga disebut juga umbai cacing, panjangnya 6 cm.
Seluruhnya ditutupi oleh peritoneum mudah bergerak walaupun tidak
mempunyai mesenterium dan dapat diraba melalui dinding abdomen
pada orang yang masih hidup.
13. Kolon asendens
Panjangnya 13 cm, terletak dibawah abdomen sebelah kanan,
membujur ke atas dari ileum ke bawah hati. Di bawah hati melengkung
ke kiri, lengkungan ini disebut fleksura hepatika, dilanjutkan sebagai
kolon transversum.
14. Apendiks (usus buntu)
Bagian dari usus besar yang muncul seperti corong dari ujung
sekum,
mempunyai
pintu
keluar
yang
sempit
tetapi
masih
memungkinkan dapat dilewati oleh beberapa isi usus. Apendiks
tergantung menyilang pada linea terminalis masuk ke dalam rongga
pelvis minor, terletak horizontal dibelakang sekum. Sebagai suatu
organ pertahanan terhadap infeksi kadang apendiks bereaksi secara
hebat dan hiperaktif yang bisa menimbulkan perforasi dindingnya ke
dalam rongga abdomen.
16
15. Kolon transversum
Panjangnya ± 38 cm, membujur dari kolon desenden, berada
dibawah abdomen, sebelah kanan terdapat fleksura hepatika dan
sebelah kiri terdapat fleksura lienalis.
16. Kolon desendens
Panjangnya ± 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri
membujur dari atas ke bawah dan fleksura lienalis sampai ke depan
ileum kiri, bersambung dengan kolon sigmoid.
17. Kolon sigmoid
Kolon sigmoid merupakan lanjutan dari kolon desendens, terletak
miring dalam rongga pelvis sebelah kiri, bentuknya menyerupai huruf
S, ujung bawahnya berhubungan dengan rektum.
18. Rektum
Rektum terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan
intestinum mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di depan
os sacrum dan os koksigis. Organ ini berfungsi untuk tempat
penyimpanan feses sementara.
19. Anus
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan
rektum dengan dunia luar (udara luar). Terletak didasar pelvis,
dindingnya diperkuat oleh sfingter :
a. Sfingter ani interus (sebelah atas), bekerja tidak menurut kehendak.
b. Sfingter levator ani, bekerja juga tidak menurut kehendak.
17
c. Sfingter ani eksternus (sebelah bawah), bekerja menurut kehendak.
Defekasi (buang air besar) didahului oleh transport. Feses ke dalam
rektum
yang
mengakibatkan
ketegangan
dinding
rektum
mengakibatkan rangsangan untuk reflex defekasi sedangkan otot
usus lainnya berkontraksi. M. Levator ani relaksasi secara volunter
dan tekanan ditimbulkan oleh otot-otot abdomen.
C. Etiologi
Penyebab sebenarnya dari atresia ani ini belum di ketahui pasti, namun ada
sumber yang mengatakan bahwa kelainan bawaan anus di sebabkan oleh :
1. Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena
gangguan pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan
embrionik.
2. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi lahir
tanpa lubang anus.
3. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena
ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu
atau 3 bulan.
4. Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter, dan
otot dasar panggul. Namum demikian pada agenesis anus, sfingter internal
mungkin tidak memadai. Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang
terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani.
Orang tua tidak diketahui apakah mempunyai gen carier penyakit ini. Janin
yang diturunkan dari kedua orang tua yang menjadi carier saat kehamilan
mempunyai peluang sekitar 25 % - 30 % dari bayi yang mempunyai
18
sindrom genetik, abnormalitas kromosom, atau kelainan kongenital lain
juga beresiko untuk menderita atresia ani (Purwanto, 2001).
Faktor Predisposisi
Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan
kongenital saat lahir, seperti :
1.
Kelainan sistem pencernaan terjadi kegagalan perkembangan anomali
pada gastrointestinal.
2.
Kelainan sistem perkemihan terjadi kegagalan pada genitourinari.
D. Patofisiologi
Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal
secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus
dari tonjolan embrionik, sehingga anus dan rektum berkembang dari
embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang
menjadi kloaka yang merupakan bakal genitourinari dan struktur
anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal
anorektal. Terjadi atresia anal karena tidak ada kelengkapan dan
perkembangan struktur kolon antara 7-10 minggu dalam perkembangan
fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis
sakral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan
usus besar yang keluar melalui anus sehingga menyebabkan fekal tidak
dapat dikeluarkan sehingga intestinal mengalami obstruksi. Putusnya
saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi baru lahir
19
tanpa lubang anus. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan, terdapat tiga
letak:
1. Tinggi (supralevator)
: rektum berakhir di atas M. levator ani (M.
puborektalis) dengan jarak antara ujung buntu rektum dengan kulit
perineum lebih dari 1 cm. Letak upralevator biasanya disertai dengan
fistel ke saluran kencing atau saluran genital.
2. Intermediate
: rektum terletak pada M. levator ani tetapi
tidak menembusnya.
3. Rendah
: rektum berakhir di bawah M. levator ani
sehingga jarak antara kulit dan ujung rektum paling jauh 1 cm.
E. Manifestasi Klinik
Bayi muntah-muntah pada 24-48 jam setelah lahir dan tidak terdapat
defekasi mekonium. Gejala ini terdapat pada penyumbatan yang lebih
tinggi.
Pada golongan 3 hampir selalu disertai fistula. Pada bayi wanita
sering ditemukan fistula rektovaginal (dengan gejala bila bayi buang air
besar feses keluar dari (vagina) dan jarang rektoperineal, tidak pernah
rektourinarius. Sedang pada bayi laki-laki dapat terjadi fistula
rektourinarius dan berakhir di kandung kemih atau uretra dan jarang
rektoperineal. Gejala yang akan timbul :
1.) Mekonium tidak keluar dalm 24 jam pertama setelah kelahiran.
2.) Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi.
20
3.) Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang letaknya
salah.
4.) Perut kembung.
5.) Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
(Ngastiyah, 2005)
F. Komplikasi
1. Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan.
2. Obstruksi intestinal
3. Kerusakan uretra akibat prosedur pembedahan.
4. Komplikasi jangka panjang :
a. Eversi mukosa anal.
b. Stenosis akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis.
c. Impaksi dan konstipasi akibat terjadi dilatasi sigmoid.
d. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
e. Inkontinensia akibat stenosis anal atau impaksi.
f. Fistula kambuh karena tegangan di area pembedahan dan infeksi.
(Betz, 2002)
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dalam tindakan atresia ani yaitu :
a.
Pembuatan kolostomi
Kolostomi adalah sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli
21
bedah pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses. Pembuatan
lubang biasanya sementara atau permanen dari usus besar atau colon
iliaka. Untuk anomali tinggi, dilakukan kolostomi beberapa hari
setelah lahir.
b.
PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty)
Bedah definitifnya, yaitu anoplasty dan umumnya ditunda 9 sampai 12
bulan. Penundaan ini dimaksudkan untuk memberi waktu pelvis untuk
membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga
memungkinkan bayi untuk menambah berat badannya dan bertambah
baik status nutrisinya.
c.
Tutup kolostomi
Tindakan yang terakhir dari atresia ani. Biasanya beberapa hari setelah
operasi, anak akan mulai BAB melalui anus. Pertama, BAB akan
sering tetapi seminggu setelah operasi BAB berkurang frekuensinya
dan agak padat.
H. Pemeriksaan Penunjang
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan
penunjang sebagai berikut :
1. Pemeriksaan radiologis
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
2. Sinar X terhadap abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk
22
mengetahui jarak pemanjangan kantung rektum dari sfingternya.
3. Ultrasound terhadap abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam sistem
pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi
oleh karena massa tumor.
4. CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
5. Pyelografi intra vena
Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
6. Pemeriksaan fisik rektum
Kepatenan rektal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan
selang atau jari.
7. Rontgenogram abdomen dan pelvis
Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang
berhubungan dengan traktus urinarius.
I. Pengkajian Fokus
1. Pengkajian
Konsep teori yang digunakan penulis adalah model konseptual
keperawatan dari Gordon. Menurut Gordon data dapat dikelompokkan
menjadi 11 konsep yang meliputi :
23
a. Pola Persepsi Kesehatan
Mengkaji kemampuan pasien dan keluarga melanjutkan
perawatan di rumah.
b. Pola Nutrisi dan Metabolik
Anoreksia, penurunan BB dan malnutrisi umumnya terjadi
pada pasien dengan atresia ani post tutup kolostomi. Keinginan
pasien untuk makan mungkin terganggu oleh mual dan muntah
dampak dari anastesi.
c. Pola Eliminasi
Dengan pengeluaran melalui saluran kencing, usus, kulit dan
paru maka tubuh dibersihkan dari bahan-bahan yang melebihi
kebutuhan dan dari produk buangan. Oleh karena itu pada pasien
atresia ani tidak terdapatnya lubang pada anus, sehingga pasien
akan mengalami kesulitan dalam defekasi.
d. Pola Aktivitas dan Latihan
Pola latihan dan aktivitas dipertahankan untuk menghindari
kelemahan otot.
e. Pola Persepsi Kognitif
Menjelaskan
tentang
fungsi
penglihatan,
pendengaran,
penciuman dan daya ingatan masa lalu dan ketanggapan dalam
menjawab pertanyaan.
f. Pola Tidur dan Istirahat
Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena
24
nyeri pada luka insisi.
g. Pola Konsep Diri dan Persepsi Diri
Menjelaskan konsep diri dan persepsi diri misalnya body
image, body comfort. Tidak terjadi perilaku distraksi, gelisah,
penolakan karena dampak luka jahitan operasi.
h. Pola Peran dan Pola Hubungan
Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan
sesudah sakit. Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab atau
perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.
i. Pola Reproduksi dan Seksual
Pola ini bertujuan untuk menjelaskan fungsi sosial sebagai alat
reproduksi.
j. Pola Pertahanan Diri, Stress dan Toleransi
Adanya faktor stress lama, efek hospitalisasi, masalah
keuangan, dan rumah.
k. Pola Keyakinan
Untuk
menerapkan
sikap,
keyakinan
klien
dalam
melaksanakan agama yang dipeluk dan konsekuensinya dalam
keseharian. Dengan ini diharapkan perawat memberikan motivasi
dan pendekatan terhadap klien dalam upaya pelaksanaan ibadah.
25
2. Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani
biasanya anus tampak merah, usus melebar, termometer yang
dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan, pada auskultasi
terdengar hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam waktu 24 jam
setelah bayi lahir, tinja dalam urine dan vagina.
26
J. Pathways Keperawatan
Gangguan pertumbuhan
Fusi
Pembentukan anus dari tonjolan embriogenik
Atresia ani
Feses tidak keluar
Vistel rekto vaginal
Feses menumpuk
Feses masuk lewat uretra
Peningkatan
Tekanan intra
abdominal
Reabsorbsi sisa
metabolisme tubuh
Mikroorganisme
masuk lewat uretra
Dysuria
Operasi
anoplasti
colostomy
Perubahan
defekasi
mual, muntah
Nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh
Gangguan
rasa
nyaman
Resti
infeksi
Gangguan
eliminasi
Pengeluaran
tidak terkontrol
Trauma jaringan
Gangguan
pola eliminasi
Nyeri
Perawatan tidak adekuat
Iritasi mukosa
Resti
kerusakan
integritas
kulit
Gangguan
rasa
nyaman
nyeri
Resti
infeksi
27
(Price, Sylvia A 2000)
K. Fokus Intervensi
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :
1. Pre Operasi
a. Inkontinentia bowel berhubungan dengan tidak lengkapnya
pembentukan anus.
b. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah.
c. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan
tentang penyakit dan prosedur perawatan.
2. Post Operasi
a. Gangguan rasa
nyaman nyeri berhubungan dengan insisi
pembedahan.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan.
d. Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan kebutuhan
perawatan dirumah.
Intervensi keperawatan :
1. Pre Operasi
a. Inkontinentia bowel berhubungan dengan tidak lengkapnya
pembentukan anus.
Tujuan :
Terjadi peningkatan fungsi usus.
28
KH
: 1.) Pasien menunjukkan konsistensi tinja lembek
2.) Terbentuknya tinja
3.) Tidak ada nyeri saat defekasi
4.) Tidak terjadi perdarahan
Intervensi :
a.) Lakukan dilatasi anal sesuai program.
Rasional : Meningkatkan kenyamanan pada anak.
b.) Kaji bising usus dan abdomen setiap 4 jam.
Rasional : Menyakinkan berfungsinya usus.
c.) Ukur lingkar abdomen klien.
Rasional : Membantu mendeteksi terjadinya distensi.
d.) Pertahankan puasa dan berikan terapi hidrasi IV sampai fungsi
usus normal.
Rasional : Memulihkan dan mengembalikan fungsi usus.
b. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah.
Tujuan : Volume cairan terpenuhi
Kriteria Hasil :
1.) Turgor kulit baik dan bibir tidak kering
2.) TTV dalam batas normal
Intervensi :
a.) Awasi masukan dan keluaran cairan.
Rasional : Untuk memberikan informasi tentang keseimbangan
cairan.
29
b.) Kaji tanda-tanda vital seperti TD, frekuensi jantung, dan nadi.
Rasional : Kekurangan cairan meningkatkan frekuensi jantung,
TD dan nadi turun.
c.) Observasi tanda-tanda perdarahan yang terjadi post operasi.
Rasional : Penurunan volume menyebabkan kekeringan
pada jaringan.
d.) Kolaborasi dalam pemberian cairan elektrolit sesuai
indikasi.
Rasional : Untuk pemenuhan cairan yang hilang.
c.
Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan
tentang penyakit dan prosedur perawatan.
Tujuan
: Rasa cemas dapat hilang atau berkurang.
Kriteria Hasil
:
1.) Ansietas berkurang
2.) Klien tidak gelisah
Intervensi :
a.) Kaji status mental dan tingkat ansietas dari klien dan keluarga.
Rasional : Derajat ansietas akan dipengaruhi bagaimana
informasi tersebut diterima.
b.) Jelaskan dan persiapkan
untuk tindakan prosedur sebelum
dilakukan operasi.
Rasional : Dapat meringankan ansietas terutama ketika tindakan
operasi tersebut dilakukan.
30
c.) Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan isi pikiran dan
perasaan takutnya.
Rasional : Mengungkapkan rasa takut secara terbuka dimana rasa
takut dapat ditujukan.
d.) Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
Rasional : Lingkungan yang nyaman dapat mengurangi ansietas.
2. Post Operasi
a. Gangguan rasa
nyaman nyeri berhubungan dengan insisi
pembedahan.
Tujuan
: Nyeri dapat berkurang dan skala nyeri berkurang
Kriteria Hasil :
1.) Klien mengatakan nyeri berkurang
2.) Skala nyeri 0-1
3.) Ekspresi wajah terlihat rileks
Intervensi :
a.) Kaji karakteristik, lokasi, durasi, frekuensi, dan kualitas nyeri.
Rasional : Bantu klien untuk menilai nyeri dan sebagai temuan
dalam pengkajian.
b.) Ajarkan klien manajemen nyeri dengan teknik relaksasi dan
distraksi.
Rasional : Membantu dalam menurukan atau mengurangi
persepsi atau respon nyeri.
c.) Ciptakan lingkungan yang nyaman dan anjurkan klien untuk
31
istirahat.
Rasional : Memberikan kenyamanan untuk klien agar dapat
istirahat.
d.) Kolaborasi untuk pemberian analgetik sesuai advis dokter.
Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia.
Tujuan
: Asupan nutrisi dapat terpenuhi dan menuunjukkan
perbaikan usus.
Kriteria Hasil :
1.) Tidak terjadi penurunan BB.
2.) Klien tidak mual dan muntah
Intervensi :
a.) Kaji kemampuan klien untuk menelan dan menguyah makanan.
Rasional : Menentukan pemilihan jenis makanan sehingga
mencegah terjadinya aspirasi.
b.) Timbang berat badan sesuai indikasi.
Rasional : Mengevaluasi keadekuatan rencana pemenuhan
nutrisi.
c.) Jaga keamanan saat memberikan makan klien seperti kepala
sedikit fleksi saat menelan.
Rasional : Menurunkan resiko terjadinya aspirasi dan
32
mengurangi rasa nyeri pada saat menelan.
d.) Berikan makanan lembut dalam porsi sedikit tapi sering.
Rasioanl : Meningkatkan pemasukan dan menurunkan distress
gaster.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan.
Tujuan
: Tidak ditemukannya tanda-tanda infeksi
Kriteria Hasil :
1.) Tidak ada tanda-tanda infeksi
2.) Pemeriksaan
laboratorium
tidak
ditemukan
peningkatan
leukosit.
3.) Luka post operasi bersih
Interversi :
a.) Pantau suhu tubuh klien (peningkatan suhu).
Rasional : Demam dapat terjadi karena infeksi.
b.) Ajarkan keluarga teknik mencuci tangan dengan benar dan
menggunakan sabun anti mikroba.
Rasional : Faktor ini paling sederhana tetapi paling penting
untuk mencegah infeksi di rumah sakit.
c.) Pertahankan teknik aseptik pada perawatan luka.
Rasional : Mencegah terjadinya infeksi nosokomial.
d.) Kolaborasi dalam pemberian antibiotik.
Rasional : Mencegah terjadinya infeksi luka.
33
e.) Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium.
Rasional : Peningkatan leukosit menunjukkan adanya infeksi.
d. Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan kebutuhan
perawatan dirumah.
Tujuan
: Pasien dan keluarga memahami perawatan di rumah
Kriteria Hasil :
1.) Kelurga
menunjukkan
kemampuan
untuk
memberikan
perawatan untuk bayi di rumah.
2.) Keluarga tahu dan memahami dalam memberikan perawatan
pada klien.
Intervensi :
a.) Ajarkan perawatan kolostomi dan partisipasi dalam perawatan.
Rasional : Agar keluarga dapat melakukannya.
b.) Ajarkan untuk mengenal tanda-tanda dan gejala yang perlu
dilaporkan perawat.
Rasional : Agar segera dilakukan tindakan.
c.) Ajarkan keluarga cara perawatan luka yang tepat.
Rasional : Dapat memberikan pengetahuan keluarga
d.) Latih keluarga untuk kebiasaan defekasi.
Rasional : untuk melatih pasien.
e.) Ajarkan keluarga untuk memodifikasi diit (misalnya serat).
Rasional : Membantu klien memperlancar defekasi.
34
Download