Profil Kesehatan Kota Mojokerto

advertisement
DINAS KESEHATAN KOTA MOJOKERTO
Jl. Pahlawan No. 42 Mojokerto
Telp./Fax : (0321) 382966 / 395738
Email : [email protected]
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
KATA PENGANTAR
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010 merupakan kelanjutan dari Profil
tahun – tahun sebelumnya, yang menggambarkan situasi dan kondisi kesehatan
masyarakat di Kota Mojokerto sebagai hasil dari semua upaya dan kegiatan yang
telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Mojokerto dan jajarannya dalam rangka
Pembangunan Kesehatan di Kota Mojokerto.
Profil Kesehatan ini memuat data dan informasi terkait pencapaian indikator
pembangunan kesehatan melalui analisa derajat kesehatan, sumber daya
kesehatan serta upaya kesehatan di wilayah Kota Mojokerto.
Dengan segala keterbatasannya, diharapkan Profil Kesehatan ini dapat
dimanfaatkan dalam memenuhi kebutuhan data dan informasi kesehatan serta dapat
menggambarkan kondisi dan situasi kesehatan yang sebenarnya. Disamping itu
diharapkan juga Profil ini dapat dipergunakan sebagai bahan untuk mengevaluasi
kinerja pelayanan kesehatan selama tahun 2010 serta dapat dipergunakan juga
sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun perencanaan program dan kegiatan
di tahun mendatang.
Mojokerto,
Agustus 2011
Penyusun
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
i
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
SAMBUTAN
KEPALA DINAS KESEHATAN
KOTA MOJOKERTO
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan YME, karena pada akhirnya
buku “Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010” dapat terselesaikan, meskipun
dengan berbagai tantangan selama proses pengumpulan data serta membutuhkan
jangka waktu yang cukup lama.
Disadari
sepenuhnya
bahwa
keterlambatan
ini
dikarenakan
proses
pengumpulan data yang tidak sepenuhnya memanfaatkan sarana elektronik ataupun
teknologi informasi (SIK). Diharapkan di tahun – tahun yang akan datang, seiring
dengan pembangunan dan perbaikan jaringan Sistem Informasi Kesehatan (SIK),
Profil Kesehatan dapat disusun lebih awal dengan muatan data dan informasi yang
lebih berkualitas serta lebih konsisten, sehingga buku ini dapat dijadikan sebagai
panduan dan bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang evidence
based berkaitan manajemen pembangunan kesehatan, khususnya di Kota
Mojokerto.
Semoga Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010 ini bermanfaat
terutama bagi yang membutuhkan data dan informasi kesehatan di Kota Mojokerto.
KEPALA DINAS KESEHATAN
KOTA MOJOKERTO
Ttd
Dra. CHRISTIANA INDAH WW, Apt MSi
Pembina Utama Muda
NIP. 19601113 198903 2 002
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
ii
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ...............................................................................................
i
Sambutan Kepala Dinas Kesehatan ...............................................................
ii
Daftar Isi..........................................................................................................
Iii
BAB I
PENDAHULUAN.............................................................................
1
1.1 Latar Belakang .......................................................................
1
1.2 Tujuan ...................................................................................
2
1.3 Sistematika Penyajian ...........................................................
2
GAMBARAN UMUM KOTA MOJOKERTO ....................................
4
2.1 Kondisi Geografis ..................................................................
4
2.2 Kondisi Demografis ...............................................................
6
SITUASI DERAJAT KESEHATAN .................................................
8
3.1 Mortalitas ...............................................................................
8
3.2 Morbiditasi .............................................................................
13
3.3 Status Gizi .............................................................................
24
SITUASI UPAYA KESEHATAN .....................................................
28
4.1 Pelayanan Kesehatan Dasar .................................................
28
SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN .......................................
50
5.1 Tenaga Kesehatan ................................................................
50
5.2 Sarana dan Prasarana ..........................................................
52
5.3 Anggaran ...............................................................................
56
PENUTUP .....................................................................................
57
BAB II
BAB III
BAB IV
BAB V
BAB VI
Lampiran
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
iii
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
Bab i
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Pembangunan Nasional Bidang Kesehatan yang dilaksanakan di era
desentralisasi dewasa ini pada hakikatnya merupakan penyelenggaraan upaya
kesehatan untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal, dengan
upaya peningkatan kemampuan hidup sehat secara mandiri, peningkatan kualitas
sumber
daya
manusia
dan
pemerataan
jangkauan
pelayanan
kesehatan.
Pembangunan Kesehatan dilaksanakan dengan tujuan yang akan dicapai adalah
meningkatnya kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap
orang agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya sebagai
salah satu unsur kesejahteraan umum dari Tujuan Nasional.
Dalam RPJMD Kota Mojokerto Tahun 2009 – 2014 disebutkan bahwa visi
pembangunan Kota Mojokerto sampai dengan Tahun 2014 adalah Terwujudnya
Kota Mojokerto yang Sehat, Cerdas, Sejahtera dan Bermoral. Kota Mojokerto yang
sehat ditandai dengan derajat kesehatan masyarakat dan kesadaran untuk
berperilaku hidup sehat yang tinggi. Oleh karena itulah Dinas Kesehatan Kota
Mojokerto merupakan salah satu ujung tombak dalam melaksanakan pembangunan
di bidang kesehatan dengan visi “Mewujudkan Masyarakat Kota Mojokerto yang
Mandiri untuk Hidup Sehat Tahun 2010”, dimana Visi tersebut digunakan sebagai
modal dasar untuk mencapai Visi Indonesia Sehat Tahun 2010.
Untuk memantau hasil kegiatan dalam rangka mencapai visi tersebut,
disusunlah Profil Kesehatan Kota Mojokerto yang merupakan salah satu produk
Sistem Informasi Kesehatan (SIK). Profil Kesehatan memuat berbagai data dan
informasi tentang gambaran derajat kesehatan, upaya kesehatan, sumber daya
kesehatan dan pencapaian indicator pembangunan kesehatan di Kota Mojokerto
pada tahun 2010 dan dibandingkan dengan tahun – tahun sebelumnya, dengan
dasar acuan berupa Indikator Kabupaten/Kota Sehat dan Indikator Pencapaian
Kinerja Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan, sehingga dapat diketahui
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
1
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
tingkat keberhasilan yang telah dilaksanakan sebagai wahana penilaian (Evaluasi)
dari program maupun permasalahan kesehatan yang muncul, serta sarana evaluasi
keberhasilan program kesehatan secara menyeluruh di masyarakat sebagai upaya
pengendalian, monitoring dan evaluasi dari berbagai program kesehatan masyarakat
yang dapat digunakan dalam proses pengambilan keputusan bagi stake holder.
1.2
TUJUAN
Adapun tujuan dari penulisan Profil Kesehatan ini adalah sebagai berikut :
1. Tersedianya data dan informasi kesehatan dari hasil cakupan pelaksanaan
program kesehatan yang lengkap, akurat dan up to date yang telah dicapai
selama melaksanakan pembangunan kesehatan di Kota Mojokerto.
2. Tersedianya data sebagai dasar perencanaan, pengambilan keputusan,
pelaksanaan kegiatan/program untuk acuan kegiatan monitoring, pengendalian
dan evaluasi dari berbagai program kesehatan di Kota Mojokerto dalam rangka
untuk mencapai visi yang telah ditetapkan.
1.3
SISTEMATIKA PENYAJIAN
Bab I Pendahuluan
Pada bab ini menjelaskan tentang maksud dan tujuan Profil Kesehatan dan
sistematika dari penyajiannya.
Bab II Gambaran Umum
Pada bab ini menjelaskan tentang keadaan umum Kota Mojokerto, meliputi
keadaan letak geografi, administratif dan informasi umum lainnya, selain itu
juga mengulas faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan dan
faktor-faktor lainnya misal demografi/kependudukan, ekonomi, pendidikan,
sosial budaya dan lingkungan yang ada di wilayah Kota Mojokerto.
Bab III Situasi Derajat Kesehatan
Pada bab ini menjelaskan uraian tentang indikator mengenai angka kematian,
angka kesakitan dan angka status gizi masyarakat Tahun 2010 di wilayah
Kota Mojokerto dalam rangka mencapai keberhasilan Visi Dinas Kesehatan
Kota Mojokerto sebagai ujung tombak pembangunan di bidang kesehatan
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
2
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
yaitu : “Mewujudkan Masyarakat Kota Mojokerto yang Mandiri untuk Hidup
Sehat Tahun 2010”.
Bab IV Situasi Upaya Kesehatan
Pada bab ini menjelaskan tentang upaya kesehatan masyarakat, akses dan
mutu pelayanan kesehatan, perilaku masyarakat dan keadaan lingkungan.
Bab V Situasi Sumber Daya Kesehatan
Pada bab ini menjelaskan tentang sarana kesehatan, tenaga kesehatan,
pembiayaan kesehatan dan sumber daya kesehatan lainnya yang ada di Kota
Mojokerto.
Bab VI Kesimpulan dan Saran
Pada bab ini berisi tentang kesimpulan dari sajian hal-hal penting yang perlu
disimak dan ditelaah lebih lanjut dari Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun
2010
sebagai
masukan
arah
kebijakan
perencanaan
pembangunan
kesehatan pada tahun berikutnya dan berisi juga tentang saran yang
merupakan rekomendasi atau alternatif pemecahan dalam rangka mengatasi
masalah yang telah ditemukan selama melaksanakan pembangunan
kesehatan.
Lampiran
Berisi tabel-tabel yang digunakan sebagai dasar acuan pembuatan Profil
Kesehatan Kota Mojokerto yang memuat pencapaian program dan kegiatan
pembangunan kesehatan di wilayah Kota Mojokerto selama satu tahun, serta
dokumentasi kegiatan Dinas Kesehatan Kota Mojokerto selama tahun 2010.
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
3
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
Bab ii
Gambaran umum kota mojokerto
2.1 KONDISI GEOGRAFIS
2.1.1 Letak Kota Mojokerto
Kota Mojokerto merupakan kota kecil dengan luas wilayah 16,465 km²
yang terletak ditengah-tengah Kabupaten Mojokerto, terbentang pada 7°33’
Lintang Selatan dan 112°28' Bujur Timur, wilayahnya merupakan dataran
rendah dengan ketinggian rata-rata 22 m di atas permukaan laut dengan
kondisi permukaan tanah yang agak miring ke Timur dan Utara antara 0 - 3%.
2.1.2 Batas Wilayah
Kota Mojokerto di sebelah Utara berbatasan dengan Sungai Brantas
yang membentang memisahkan wilayah Kota dengan Kabupaten. Di sebelah
Timur berbatasan dengan wilayah Kecamatan Puri Kabupaten Mojokerto.
Sedangkan di sebelah Barat dan Selatan berbatasan dengan Kecamatan
Sooko Kabupaten Mojokerto.
Gambar II.1 Peta Kota Mojokerto
Kota Mojokerto
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
4
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
2.1.3 Luas Wilayah
Kota Mojokerto mempunyai luas wilayah 16,46 km² yang terdiri dari 2
kecamatan yaitu Kecamatan Prajuritkulon dan Kecamatan Magersari.
Kecamatan Prajuritkulon mempunyai luas wilayah 7,76 km² dan Kecamatan
Magersari mempunyai luas wilayah 8,7 km².
Sebagian besar penggunaan lahan di Kota Mojokerto didominasi oleh
lahan terbangun sekitar 53%, meliputi : pemukiman (7,28 km² atau 44,23%);
industri (0,45 km² atau 2,71%); perkantoran (0,42 km² atau 2,52%); bangunan
umum (0,07 km² atau 0,4%); serta fasilitas umum (0,32 km² atau 1,97%) yang
meliputi fasilitas kesehatan, pendidikan dan peribadatan. Sedangkan lahan
tidak terbangun sekitar 47%, terdiri dari : sawah irigasi (6,39 km² atau 38,8%);
perkebunan (1,20 km² atau 7,27%); serta ruang terbuka hijau (0,15 km² atau
0,89%) yang meliputi makam, lapangan olahraga dan taman.
Ditinjau dari kondisi permukaan tanahnya, wilayah Kota Mojokerto
relatif tidak mempunyai kendala dalam mendukung perkembangan fisik kota.
Letak geografis pada jalur transportasi regional lintas selatan yang
menghubungkan Surabaya – Yogyakarta – Jakarta serta menjadi bagian dari
wilayah Gerbangkertasusila menyebabkan Kota Mojokerto memiliki posisi
yang
sangat
strategis
dalam
mendukung
pengembangan
kegiatan
pembangunan di Jawa Timur dan berperan utama sebagai pusat aktivitas
ekonomi dan jasa bagi wilayah belakangnya (hinterland), yaitu Kabupaten
Mojokerto dan sekitarnya.
2.1.4
Jumlah Kecamatan, Kelurahan, RW, dan RT
Secara umum wilayah Kota Mojokerto terbagi menjadi 2 (dua)
Kecamatan, 18 Kelurahan, 661 Rukun Tetangga (RT), 177 Rukun Warga
(RW), dan 70 Dusun/Lingkungan, merupakan satu-satunya daerah di Propinsi
Jawa Timur, bahkan di Indonesia yang memiliki satuan wilayah maupun luas
wilayah terkecil dengan perincian sebagai berikut :
a) Kecamatan Prajurit Kulon, terdiri dari : 8 Kelurahan, 71 Rukun Warga, 285
Rukun Tetangga, dan 33 Dusun.
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
5
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
b) Kecamatan Magersari, terdiri dari : 10 Kelurahan, 106 Rukun Warga, 376
Rukun Tetangga dan 37 Dusun.
2.1.5 Iklim
Lokasi Kota Mojokerto berada di sekitar garis khatulistiwa, maka
seperti wilayah Propinsi Jawa Timur pada umumnya, Kota Mojokerto beriklim
tropis dan mempunyai perubahan iklim sebanyak 2 jenis setiap tahunnya,
yaitu musim penghujan dan musim kemarau yang dalam setiap tahunnya
lama musim penghujan dan musim kemarau seimbang. Musim kemarau
berkisar antara Bulan Mei sampai September dan di Bulan Oktober sampai
April adalah musim hujan dengan curah hujan rata-rata di musim hujan
sebesar 177,57 mm.
2.2 KONDISI DEMOGRAFIS
2.2.1 Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk Kota Mojokerto tahun 2010 sebesar 120.271 jiwa
terdiri dari 58.964 jiwa penduduk laki-laki dan 61.307 jiwa penduduk
perempuan. Komposisi penduduk menurut jenis kelamin dapat dilihat pada
gambar berikut.
Gambar II.2
Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin Tahun 2010
Sumber: BPS Propinsi Jawa Timur (Proyeksi)
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
6
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
2.2.2 Kepadatan Penduduk, Rasio Penduduk, dan Pertumbuhan Penduduk
Luas wilayah Kota Mojokerto adalah 16,46 km² dengan jumlah
Kecamatan sebanyak 2 (dua) yaitu Prajurit Kulon dan Magersari, jumlah
Kelurahan sebanyak 18 kelurahan, jumlah rumah tangga sebanyak 35.479
KK dan rata-rata jiwa/rumah tangga di Kota Mojokerto sebanyak 3,4
jiwa/rumah tangga. Kota Mojokerto mempunyai luas wilayah sangat kecil,
namun mempunyai jumlah penduduk yang besar. Hasil dari Registrasi
Penduduk Akhir Tahun 2010 besarnya jumlah penduduk di Kota Mojokerto
sebesar 120.271 jiwa, dengan luas wilayah yang sangat kecil akan
menyebabkan kepadatan Kota Mojokerto menjadi sangat tinggi, yaitu tingkat
kepadatan penduduk sebesar 7.307 jiwa/km² di Tahun 2010.
Sedangkan apabila dilihat per kecamatan, tampak Kecamatan
Magersari tingkat kepadatan penduduknya lebih tinggi yaitu sebesar 7.867
jiwa/km² dibandingkan Kecamatan Prajurit Kulon yang hanya sebesar 6.678
jiwa/km². Hal ini disebabkan karena beberapa kelurahan di wilayah
Kecamatan Magersari merupakan daerah perumahan yang sudah banyak
dihuni oleh penduduk dari luar daerah Kota Mojokerto.
Rasio penduduk laki-laki terhadap perempuan pada Tahun 2010
adalah 96,18%, yang berarti disetiap 100 penduduk wanita terdapat 96
penduduk laki-laki. Pada Tahun 2010 jumlah penduduk perempuan sebesar
61.307 jiwa dan laki-laki sebesar 58.964
jiwa, sedangkan tingkat
pertumbuhan penduduk mengalami kenaikan sebesar 0,64% dibandingkan
dengan tahun sebelumnya. Kenaikan laju pertumbuhan ini disinyalir terkait
dengan adanya arus perpindahan penduduk dari luar kota Mojokerto yang
meningkat serta meningkatnya angka kelahiran. Oleh karena itu dapat
dikatakan bahwa Kota Mojokerto masih merupakan daerah tujuan untuk
dijadikan tempat tinggal bagi mereka yang bermata pencaharian di Surabaya
dan daerah diluar Kota Mojokerto lainnya.
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
7
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
Bab iii
Situasi derajat kesehatan
Situasi derajat kesehatan di Kota Mojokerto dapat digambarkan dengan
menggunakan indikator – indikator pembangunan kesehatan antara lain mortalitas,
morbiditas dan status gizi. Mortalitas, atau yang biasa dikenal sebagai angka
kematian, dapat dilihat dari indikator Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka
Kematian Ibu melahirkan (AKI) serta Usia Harapan Hidup (UHH).
Morbiditas, atau bisa juga disebut angka kesakitan, dapat dilihat dari indikator
Prevalensi Penyakit Menular Langsung, seperti TB, Kusta, HIV/AIDS, Diare,
Pneumonia serta Prevalensi Penyakit Menular yang Bersumber dari Binatang,
seperti DBD, Malaria, Filariasis. Selain itu, angka kesakitan juga dapat dilihat dari
indikator Prevalensi Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I).
Status gizi dapat dilihat dari persentase bayi dengan Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR), prevalensi gizi buruk dan gizi kurang melalui pemantauan gizi
balita, serta persentase kecamatan bebas rawan gizi.
3.1
MORTALITAS
Kejadian kematian di masyarakat seringkali digunakan sebagai indikator
dalam menilai keberhasilan pelayanan kesehatan dan program pembangunan
kesehatan lainnya. Data kematian di masyarakat pada umumnya diperoleh melalui
survei karena sebagian besar kejadian kematian terjadi di rumah, sedangkan data
kematian yang ada di fasilitas kesehatan hanya memperlihatkan kasus rujukan.
4.1.1 Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA)
Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat bayi lahir
sampai sebelum bayi berusia satu tahun. Dari sisi penyebabnya, kematian
bayi dapat dibedakan menjadi endogen dan eksogen. Kematian bayi endogen
(kematian neonatal) adalah kematian yang terjadi pada bulan pertama setelah
bayi dilahirkan, umumnya disebabkan karena faktor bawaan. Sedangkan
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
8
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
kematian eksogen (kematian post neonatal) adalah kematian bayi yang terjadi
antara usia satu bulan sampai dengan satu tahun yang umumnya disebabkan
oleh faktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan luar.
Tiga penyebab utama kematian bayi menurut SKRT 1995 adalah
komplikasi perinatal (pertumbuhan janin lambat, kekurangan gizi pada janin,
kelahiran prematur, dan berat bayi lahir rendah), infeksi saluran pernafasan
akut (ISPA), dan diare. Gabungan ketiga penyebab ini memberi andil 75%
terhadap kematian bayi.
Angka Kematian Bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate adalah
banyaknya bayi yang meninggal sebelum mencapai usia satu tahun per 1.000
kelahiran hidup. AKB dapat menggambarkan kondisi sosial ekonomi
masyarakat setempat, karena bayi adalah kelompok yang paling rentan
terkena dampak dari suatu perubahan lingkungan maupun sosial ekonomi.
Berdasarkan data yang dilaporkan pada Dinas Kesehatan Kota
Mojokerto, kondisi AKB Kota Mojokerto menunjukkan kenaikan dari 7,7 per
1.000 kelahiran hidup pada tahun 2009 menjadi 11,6 per 1.000 kelahiran
hidup pada tahun 2010. Meskipun demikian, AKB Kota Mojokerto tahun 2010
masih lebih rendah jika dibandingkan dengan angka nasional yaitu 25,7 per
1.000 kelahiran hidup dan sudah memenuhi target MDG’s untuk penurunan
AKB sebesar 19 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2015.
Selama tahun 2010 dilaporkan terjadi 1.896 kelahiran hidup. Dari
sekian banyak kelahiran, tercatat 13 kasus lahir mati (0,68 %), 22 kasus
kematian bayi, dan 1 kasus kematian balita dengan AKABA terlaporkan 0,5
per 1.000 kelahiran hidup.
Gambaran kecenderungan kasus lahir mati, kematian bayi, dan
kematian balita dapat diamati pada gambar berikut ini:
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
9
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
Gambar III.1
Kasus Lahir Mati, Kematian Bayi, dan Kematian Balita di Kota
Mojokerto Tahun 2004 – 2010
Sumber: Bidang Kesehatan Keluarga, 2010
Dari gambar diatas, dapat terlihat bahwa dari tahun 2004 - 2010, kasus
lahir mati, kematian bayi, dan kematian balita cenderung fluktuatif. Adapun
penyebab kematian bayi tersebut sangat beragam, antara lain BBLR, asfiksia,
trauma lahir, ISPA, infeksi, serta kelainan kongenital atau cacat bawaan.
Sedangkan untuk penyebab kematian balita tidak dapat dianalisis karena
belum tersedia datanya.
4.1.2 Angka Kematian Ibu melahirkan (AKI)
Kematian maternal adalah kematian ibu karena kehamilan, melahirkan
atau selama masa nifas dengan acuan pertimbangan adalah jumlah kematian
maternal per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab langsung kematian ibu
adalah perdarahan, eklampsia atau gangguan akibat tekanan darah tinggi
saat kehamilan, infeksi, dan abortus yang tidak aman. Selain itu ada
beberapa faktor yang menjadi penyebab tidak langsung kematian ibu yaitu
tiga terlambat dan empat terlalu. Tiga terlambat adalah keterlambatan
keluarga
mengambil
keputusan
kontak
dengan
tenaga
kesehatan,
keterlambatan memperoleh pelayanan kesehatan, serta terlambat merujuk.
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
10
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
Sedangkan empat terlalu adalah terlalu muda/tua usia ibu untuk memutuskan
untuk hamil, terlalu sering melahirkan, dan terlalu dekat jarak antara
kehamilan/persalinan satu dengan berikutnya.
Target MDG’s untuk penurunan AKI sebesar 110 per 100.000 kelahiran
hidup di tahun 2015. Untuk Kota Mojokerto, pada tahun 2010 terdapat 2.005
sasaran ibu hamil. Dari sekian banyak sasaran tersebut, tercatat bahwa
angka kematian ibu di Kota Mojokerto telah berhasil ditekan menjadi 0 kasus.
Kasus kematian maternal yang terjadi dari tahun 2004 sampai 2010 dapat
dilihat pada gambar berikut.
Gambar III.2
Kasus Kematian Maternal yang Dilaporkan di Kota
Mojokerto Tahun 2004 – 2010
Sumber: Bidang Kesehatan Keluarga, 2010
Berdasarkan gambar diatas, dapat diamati bahwa dari tahun 2004
sampai dengan 2010 tidak terjadi kasus kematian pada ibu hamil, melainkan
terjadi kematian ibu bersalin sebanyak 1 kasus pada tahun 2004 dan 4 kasus
pada tahun 2005 serta kematian ibu nifas sebanyak 3 kasus pada tahun
2007. Sedangkan untuk kasus kematian ibu maternal pada tiga tahun terakhir
telah berhasil ditekan dengan 0 kasus.
Pada Gambar III.3 berikut nampak perkembangan bahwa AKI dari data
yang dilaporkan di Kota Mojokerto pada periode 2004 sampai 2010 masih
sangat fluktuatif, terkadang tidak terjadi kasus kematian ibu maternal namun
terlihat ditahun 2005 justru terjadi peningkatan yang sangat signifikan.
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
11
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
Gambar III.3
Angka Kematian Ibu yang Dilaporkan di Kota Mojokerto
Tahun 2004 – 2010
Sumber: Bidang Kesehatan Keluarga, 2010
Sebagaimana kematian bayi, kematian ibu juga menjadi indikator
penting untuk melihat derajat kesehatan di suatu wilayah. Kegunaan
mengetahui kematian ibu adalah untuk pengembangan program peningkatan
kesehatan
reproduksi,
terutama
pelayanan
kehamilan
dan
membuat
kehamilan yang aman bebas risiko tinggi (making pregnancy safer),
peningkatan jumlah kehamilan yang dibantu oleh tenaga kesehatan,
penyiapan
sistem
rujukan
dalam
penanganan
komplikasi kehamilan,
penyiapan keluarga dan suami siaga dalam menyongsong kelahiran, yang
semuanya
bertujuan
untuk
mengurangi
Angka
Kematian
Ibu
dan
meningkatkan derajat reproduksi.
Penanganan kasus kematian ibu dan bayi memang tidak sepenuhnya
menjadi tanggung jawab dari jajaran kesehatan saja, karena banyak faktor
yang berperan dalam terjadinya kematian ibu dan bayi seperti tingkat ekonomi
dan pendidikan ibu yang masih rendah, sarana transportasi yang buruk dan
lain sebagainya, yang mau tidak mau penanganannya harus melibatkan lintas
sektor.
Sebagai leading sector dalam upaya penurunan AKI dan AKB, Dinas
Kesehatan Kota Mojokerto akan terus mengevaluasi upaya pelayanan
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
12
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
kesehatan masyarakat yang telah dilakukannya selama ini, agar dapat
dilakukan perbaikan untuk masa yang akan datang dan lebih mampu
menjamin meningkatnya derajat kesehatan masyarakat Kota Mojokerto.
4.1.3 Umur Harapan Hidup (UHH)
Keberhasilan pembangunan kesehatan serta sosial ekonomi di suatu
wilayah salah satunya dapat diukur melalui peningkatan Umur Harapan Hidup
(UHH) penduduk di wilayah tersebut. Umur harapan hidup waktu lahir adalah
rata-rata waktu hidup yang masih akan dijalani oleh bayi yang baru lahir pada
tahun tertentu. Umur harapan hidup digunakan untuk menilai derajat
kesehatan dan kualitas kesejahteraan masyarakat. Adanya peningkatan pada
pelayanan kesehatan dapat diindikasikan dengan terjadinya penurunan AKB,
AKI, dan peningkatan UUH.
Data umur harapan hidup diperoleh melalui survei yang dilakukan oleh
Badan Pusat Statistik. Data yang ada menunjukkan kecenderungan
peningkatan dari tahun ke tahun. Estimasi umur harapan hidup di level
nasional berdasarkan hasil SUPAS tahun 1995 sebesar 63,48 dan
diperkirakan menjadi 66,20 pada tahun 2002. Untuk tingkat Propinsi, umur
harapan hidup waktu lahir Propinsi Jawa Timur pada tahun 2007 tercatat
sebesar 69,32 tahun, meningkat dari tahun 2006 yang tercatat sebesar 68,25
tahun dan tahun 2005 sebesar 67,90 tahun (berdasarkan Profil Kesehatan
Propinsi Jawa Timur 2007).
Sedangkan penduduk di wilayah Kota Mojokerto, umur harapan hidup
waktu lahir pada tahun 2010 tercatat sebesar 71,56 tahun, meningkat dari
tahun 2009 yang tercatat sebesar 71,18 tahun.
3.2
MORBIDITAS
Selain menghadapi transisi demografi, Indonesia juga menghadapi transisi
epidemiologi yang menyebabkan beban ganda. Di satu sisi kasus gizi kurang serta
penyakit-penyakit infeksi, baik re-emerging maupun new-emerging disease masih
tinggi, namun disisi lain penyakit degeneratif, gizi lebih dan gangguan kesehatan
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
13
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
akibat kecelakaan juga meningkat. Hal ini tentu akan sangat mempengaruhi tingkat
produktivitas dan pendapatan yang berujung pada kemiskinan.
Data kesakitan (morbiditas) diperoleh dari beberapa sumber, diantaranya
berasal dari laporan rutin (SP2TP, SST, SPRS), profil kesehatan maupun laporan
hasil survei seperti SDKI, SKRT, SUSENAS serta sumber-sumber lain. Angka
kesakitan atau morbiditas di Kota Mojokerto diperoleh dari hasil pengumpulan data
dari Dinas Kesehatan Kota Mojokerto, serta sarana pelayanan kesehatan yang ada
di wilayah Kota Mojokerto.
3.2.1 Penyakit Menular Langsung
a) TB Paru
Penyakit
Tuberculosis
atau
TBC
disebabkan
oleh
kuman
Mycobacterium tuberculosis yang ditularkan melalui percikan dahak
penderitanya. Laporan WHO tahun 2009 menempatkan Indonesia di
urutan ke 5 sebagai penyumbang TB terbesar di dunia dibawah India,
China, Afrika Selatan, dan Nigeria.
Strategi penanganan TBC dilaksanakan melalui Directly Observed
Treatment Shortcourse (DOTS) yaitu pengawasan langsung menelan
obat jangka pendek setiap hari oleh seorang pengawas minum obat
(PMO). Strategi DOTS pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada
tahun 1995 dan telah diimplementasikan secara meluas dalam sistem
pelayanan kesehatan masyarakat.
Upaya yang dilakukan untuk menanggulangi TB secara nasional
mencatat tren yang cukup menggembirakan. Hal ini ditandai dengan
menurunnya angka insiden TB dari 130 per 100.000 penduduk di tahun
2000 menjadi 115 per 100.000 penduduk di tahun 2002 dan 103 per
100.000 penduduk di tahun 2006. Hal ini juga sejalan dengan
peningkatan case detection rate (CDR) yang tercatat sebesar 19,7% pada
tahun 2000 menjadi 41,6% pada tahun 2003 dan 76% pada tahun 2006.
Sejak
tahun
2000,
Indonesia
telah
berhasil
mencapai
dan
mempertahankan angka kesembuhan sesuai dengan target global, yaitu
minimal 85%. Akan tetapi perlu diwaspadai munculnya resistensi
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
14
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
terhadap obat anti TBC atau multiple drug resistent (MDR) yang dari segi
biaya dan waktu penanganan akan jauh lebih mahal dan lama serta
berefek samping lebih besar. WHO memperkirakan kasus MDR di
Indonesia sebesar 2% dari keseluruhan kasus TBC.
Pada tahun 2010, di Kota Mojokerto ditemukan 93 penderita TB
Paru BTA(+) baru atau 72,09% dari jumlah perkiraan penderita TB paru
yang ditargetkan. Dari jumlah 93 penderita tersebut, semuanya telah
mendapat penanganan, namun hanya 89 penderita yang dinyatakan
sembuh. Gambaran kasus TBC dalam lima tahun terakhir dapat diamati
pada gambar III.4 berikut.
Gambar III.4
Angka Kesembuhan TB Paru dengan BTA (+) di Kota
Mojokerto Tahun 2005 – 2010
Sumber: Bidang Pencegahan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2010
Dari diagram diatas dapat diamati bahwa tingkat kesembuhan
penderita TB Paru selama enam tahun terakhir di Kota Mojokerto masih
fluktuatif. Namun telah memenuhi target global lebih besar dari 85 %.
b) HIV/AIDS
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
15
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
HIV AIDS merupakan penyakit yang termasuk dalam kategori “New
Emerging Disease”. Perkembangan penyakit HIV/ AIDS sampai saat ini
terus menunjukkan peningkatan yang signifikan. Sehingga HIV dan AIDS
menjadi masalah darurat global. Hal ini antara lain disebabkan makin
tingginya mobilitas penduduk antar wilayah, menyebarnya sentra
pembangunan ekonomi, meningkatnya perilaku seksual yang tidak aman,
serta meningkatnya penyalahgunaan NAPZA melalui jarum suntik tidak
steril di sub-populasi pengguna napza suntik (penasun), sementara
penularan melalui hubungan seksual berisiko tetap berlangsung.
Perkembangan penyakit HIV/AIDS di wilayah Kota Mojokerto
berjalan seiring dengan peningkatan mobilitas penduduk dan ditunjang
dengan wilayah Kota Mojokerto sebagai kota ”Hinterland” atau penyangga
ibukota Propinsi Jawa Timur, yaitu Kota Surabaya. Jumlah penderita
HIV(+) di Kota Mojokerto dari tahun 2003 hingga tahun 2010 berturut-turut
sebanyak 6 Orang (2003); 7 orang (2004); 15 orang (2005); 2 orang
(2006); 43 orang (2007); 56 orang (2008); 55 orang (2009) dan sampai
dengan tahun 2010 sebanyak 43 orang. Adapun jumlah kumulatif
penderita sampai dengan tahun 2010 berjumlah 227 orang.
Gambar III.5
Jumlah Kumulatif Penderita HIV/AIDS di Kota
Mojokerto Tahun 2003 – 2010
Sumber: Bidang Pencegahan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2010
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
16
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
Upaya penanggulangan HIV dan AIDS yang diselenggarakan oleh
Pemerintah Kota Mojokerto haruslah didasari bahwa masalah HIV dan
AIDS sudah menjadi masalah sosial kemasyarakatan dan masalah
nasional, yang penanggulangannya diutamakan pada sub-populasi
berperilaku resiko tinggi, namun tetap memperhatikan masyarakat yang
rentan, termasuk yang berkaitan dengan pekerjaannya dan masyarakat
yang termarginalkan terhadap penularan HIV dan AIDS.
Sejak tahun 2007 di Kota Mojokerto telah dibuka Klinik VCT
(Voluntary Counseling and Testing) dan Klinik CST (Care Support
Treatment) bagi penderita HIV/AIDS dan telah mampu memberikan
penanganan pengobatan secara periodik di Bapelkes. RSU dr. Wahidin
Sudiro Husodo.
c) ISPA
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan (ISPA) khususnya Pneumonia
masih merupakan penyakit utama penyebab kesakitan dan kematian bayi
dan balita. Hal ini merujuk pada hasil konferensi internasional mengenai
ISPA di Canberra Australia pada Juli 1997, yang mengemukakan empat
juta bayi dan balita di negara-negara berkembang meninggal tiap tahun
akibat ISPA dan jumlah ini merupakan 30% dari seluruh kematian yang
ada.
Hal ini juga tampak dari hasil SURKESNAS tahun 2001 yang
menunjukkan bahwa proporsi kematian bayi akibat ISPA masih 28%
artinya dari 100 balita yang meninggal, 28 diantaranya disebabkan oleh
penyakit ISPA. Hasil SURKESNAS tersebut juga menunjukkan bahwa
80% kasus kematian ISPA pada balita disebabkan Pneumonia.
Angka ini juga ditegaskan dengan hasil ekstrapolasi data survei
kesehatan rumah tangga pada tahun 2001 yang menunjukkan bahwa
Angka Kematian Balita akibat ISPA adalah 4,9/1.000 balita, yang artinya
sekitar 5 dari 1.000 balita meninggal setiap tahun akibat Pneumonia.
Di Indonesia, Pemberantasan Penyakit ISPA dimulai pada tahun
1984 bersamaan dengan dilancarkannya pada tingkat global oleh WHO.
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
17
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
Maka tata laksana ISPA diklasifikasikan dalam 3 tingkat yaitu ISPA
ringan, sedang dan berat. Sehingga sejak tahun 1990 pemberantasan
ISPA dititikberatkan dan difokuskan pada penanggulangan Pneumonia
Balita, karena penyebab kematian tertinggi pada anak usia dibawah 5
tahun adalah penyakit pernafasan dan sebagian besar disebabkan oleh
Pneumonia.
Dalam upaya meningkatkan cakupan penemuan dan kualitas
tatalaksana penderita Pneumonia balita, Kementerian Kesehatan telah
menerapkan pendekatan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di
Puskesmas sebagai Unit Pelayanan Kesehatan Dasar.
Di Kota Mojokerto pada tahun 2010 tercatat 96 kasus penderita
pneumonia pada balita yang telah ditangani atau hanya 10,51% saja dari
jumlah perkiraan penderita Pneumonia Balita yang ditargetkan sebanyak
913 kasus, hal ini dapat dilihat pada Gambar III.5 berikut.
Gambar III.6
Penemuan Penderita Pneumonia pada Balita di Kota
Mojokerto Tahun 2007 – 2010
Sumber: Bidang Pencegahan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2010
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
18
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
3.2.2 Penyakit Menular Bersumber Binatang
a) Demam Berdarah Dengue (DBD)
Penyakit demam berdarah dengue ialah penyakit yang disebabkan
oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti
dan Aedes albopictus. Angka insiden DBD secara nasional berfluktuasi
dari tahun ke tahun. Jumlah penderita DBD yang dilaporkan pada tahun
2007 sebanyak 158.115 kasus dengan jumlah kematian 1.599 orang.
Case Fatality Rate (CFR) sebesar 1,01%, dan Incidence Rate (IR)
sebesar 71,78 per 100.000 penduduk.
Dari 38 Kabupaten/Kota yang ada di Jawa Timur, Kota Mojokerto
merupakan daerah endemis penyakit DBD dan perlu diwaspadai terutama
pada 8 kelurahan endemis DBD, yaitu : kelurahan Magersari, Balongsari,
Kedundung, Wates, Meri, Mentikan, Miji dan Kranggan. Dalam kurun
waktu empat tahun terakhir, kasus DBD yang ditemukan cenderung
mengalami penurunan. Incidence Rate (IR) DBD tahun 2010 sebesar
15,8/100.000 penduduk (19 kasus), dibanding tahun 2009 angka tersebut
telah mengalami penurunan (26 kasus) dan berhasil ditekan tidak
melebihi target yang telah ditetapkan sebesar 30/100.000 penduduk,
sedangkan jumlah penderita terbanyak berdomisili di wilayah kecamatan
Magersari (63,16%).
Gambar III.7
Jumlah Kasus DBD di Kota Mojokerto Tahun 2007 –
2010
Sumber: Bidang Pencegahan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2010
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
19
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
Penurunan angka kejadian DBD ini tidak lepas dari peran serta
masyarakat Kota Mojokerto yang telah memiliki kesadaran dalam
menggalakkan Gerakan Jum’at Berseri dan PSN 60 Menit melalui
Instruksi Walikota Mojokerto No. 1 Tahun 2006 tertanggal 20 Maret 2006.
Kader
Motivator Kesehatan
bersama dengan masyarakat sekitar
melakukan 3M (Menguras, Menutup dan Mengubur).
Selain itu, kegiatan pencegahan penyebaran penyakit juga dilakukan
melalui fogging focus segera setelah ada indikasi penderita DBD dan
fogging masal sebelum musim penularan dengan dua siklus, terutama
pada daerah endemis DBD.
b) Diare
Menurut data WHO, diare adalah penyebab nomor satu kematian
balita di seluruh dunia. Sedangkan di Indonesia dinyatakan bahwa diare
adalah pembunuh balita nomor dua setelah ISPA. Diperkirakan setiap
tahun, 100.000 balita Indonesia meninggal karena diare. Angka kesakitan
diare cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Angka kesakitan diare
secara nasional pada tahun 1996 tercatat sebesar 280 per 1000
penduduk. Pada tahun 2006 angka kesakitan ini meningkat menjadi 423
per 1.000 penduduk. Penyakit diare cukup sering menimbulkan Kejadian
Luar Biasa (KLB).
Pada tahun 2010 di Kota Mojokerto terdapat 6.442 kasus diare. Dari
keseluruhan kasus tersebut, 35,30% kasus terjadi pada balita. Data kasus
diare pada balita selama lima tahun berturut-turut yang terjadi di wilayah
Kota Mojokerto dapat diamati pada gambar berikut.
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
20
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
Gambar III.8
Jumlah Kasus Diare pada Balita di Kota Mojokerto
Tahun 2005 – 2010
Sumber: Bidang Pencegahan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2010
Apabila dilihat dari jumlah pasien diare secara umum, jumlah kasus
diare selama enam tahun cenderung mengalami peningkatan, walau
sempat pada tahun 2007 mengalami penurunan. Demikian halnya dengan
kasus diare pada balita, tren garis mengalami kenaikan walaupun pada
tahun 2007 sempat menurun. Seluruh penderita balita dengan diare telah
tertangani 100% sesuai tatalaksana diare dengan Lima Langkah
Tuntaskan Diare (Lintas Diare). Kenaikan kasus diare ini perlu
diwaspadai, karena harus dapat dikorelasikan dengan perbaikan hygiene
sanitasi dan perilaku hidup bersih dan sehat secara umum, penyakit diare
sangat berkaitan dengan kedua faktor tersebut.
3.2.3 Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)
a) Campak
Campak
merupakan
penyakit
menular
yang
cukup
sering
menyebabkan KLB. Data yang terekam di Kemenkes RI menyebutkan
frekuensi KLB campak menduduki urutan ke empat setelah DBD, diare
dan chikungunya. Kematian akibat campak pada umumnya disebabkan
karena kasus komplikasi seperti meningitis. Frekuensi KLB campak di
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
21
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
Indonesia dalam kurun waktu tiga tahun terakhir terus meningkat, adalah
sebesar 72 pada tahun 2005, 86 pada tahun 2006 dan 114 pada tahun
2007 (Profil Kesehatan Indonesia 2007).
Gambar III.9
Jumlah Kasus Campak di Kota Mojokerto Tahun
2007 – 2010
Sumber: Bidang Pencegahan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan,
2010
Meskipun secara nasional KLB campak mengalami peningkatan,
namun tidak demikian yang terjadi di Kota Mojokerto. Dari tahun 2007,
jumlah kasus Campak di Kota Mojokerto cenderung mengalami
penurunan, hingga akhir tahun 2010 tidak ditemukan satu pun kejadian
Campak. Hal ini tidak terlepas dari mulai tingginya kesadaran masyarakat
untuk melakukan imunisasi pada bayi serta keberhasilan program Bulan
Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) yang dilaksanakan di Kota Mojokerto.
b) Difteri
Difteri merupakan penyakit yang sangat mudah menular dan
seringkali menjadi penyebab kematian pada anak – anak. Penyakit ini
disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphteriae yang menyerang
saluran pernafasan bagian atas. Kasus dipteri di Jawa Timur cenderung
meningkat dari tahun ke tahun, namun tidak demikian di Kota Mojokerto.
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
22
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
Dari tahun 2007 hingga tahun 2010, jumlah kasus yang ditemukan setiap
tahunnya hanya 1 kasus.
Meskipun hanya 1 kasus saja yang terjadi, namun penemuan
penyakit Dipteri tersebut mendapat perhatian serius, karena sifat
penyebaran penyakitnya yang sangat mudah menular dan mematikan.
Upaya pencegahan pun tetap terus dilakukan dengan pemberian vaksin
DPT+HB sebanyak 3 kali pada bayi. Di tahun 2010, cakupan DPT3 + HB3
di Kota Mojokerto mencapai 107,57% dari seluruh sasaran bayi.
c) Pertusis (Batuk Rejan)
Bakteri Bardetella pertusis merupakan penyebab utama penyakit
Pertusis. Penyakit ini ditandai dengan gejala batuk beruntun selama 1 -3
bulan dan disertai dengan bunyi tarikan nafas hup yang khas dan muntah.
Dari tahun 2007 hingga 2010, tidak satupun kasus Pertusis (Batuk Rejan)
ditemukan di Kota Mojokerto. Sama halnya dengan penyakit Dipteri,
pencegahan Pertusis dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi
DPT+HB sebanyak 3 kali pada bayi.
d) Tetanus Neonatal dan Tetanus
Penyakit Tetanus disebabkan oleh Clostridium tetani, pada bayi
disebut sebagai Tetanus Neonatorum. Selama kurun waktu tahun 2007
hingga tahun 2010, hanya dijumpai 1 kasus Tetanus, terjadi di tahun
2008.
e) Hepatitis B
Penyakit Hepatitis ada beberapa jenis, salah satunya adalah
Hepatitis B. Penyakit ini disebabkan oleh virus Hepatitis B (HBV) yang
dapat menyebabkan peradangan hati akut ataupun menahun, dan bila
tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan terjadinya sirosis hati
atau kanker hati. Di Kota Mojokerto, kasus Hepatitis B yang dilaporkan
dari tahun 2007 hingga 2010 tidak ditemukan satu pun kasus muncul.
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
23
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
3.3
STATUS GIZI
Keadaan gizi yang baik menjadi pra syarat utama dalam mewujudkan sumber
daya manusia yang sehat dan berkualitas. Masalah gizi terjadi di setiap siklus
kehidupan, mulai sejak dalam kandungan (janin), bayi, anak, dewasa, sampai usia
lanjut. Status gizi dapat diukur melalui beberapa indikator antara lain bayi dengan
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), status gizi balita, maupun jumlah kecamatan
bebas rawan gizi.
3.3.1 Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Berat badan lahir rendah (kurang dari 2500 gram) merupakan salah
satu faktor utama yang berpengaruh terhadap kematian perinatal dan
neonatal. BBLR dibedakan dalam dua kategori yaitu BBLR karena prematur
atau usia kandungan yang kurang dari 37 minggu dan BBLR karena
intrauterine growth retardation (IUGR), yaitu bayi yang lahir cukup bulan tetapi
berat badannya kurang. BBLR karena IUGR umumnya disebabkan karena
status gizi ibu yang buruk atau menderita sakit yang dapat memperberat
kehamilan.
Di Kota Mojokerto pada tahun 2010, dari 1.896 bayi lahir hidup,
terdapat 53 bayi dengan BBLR (2,80%) yang keseluruhan bayi BBLR ini telah
mendapatkan penanganan. Kasus BBLR di Kota Mojokerto selama lima tahun
berturut-turut mulai tahun 2006 sampai 2010 dapat diamati pada gambar
berikut.
Gambar III.10
Jumlah Kasus BBLR di Wilayah Kota Mojokerto Tahun
2006 – 2010
Sumber: Bidang Kesehatan Keluarga, 2010
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
24
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
Dari gambar tersebut terlihat adanya kenaikan jumlah bayi BBLR dari
tahun 2006 hingga tahun 2010. Kenaikan jumlah bayi BBLR tersebut
dipengaruhi oleh status gizi ibu hamil atau adanya penyakit pada ibu yang
memperberat kehamilannya. Untuk menekan angka BBLR diperlukan
penanganan terpadu lintas program dan lintas sektor karena timbulnya
masalah penyakit dan status gizi berkaitan erat dengan tingkat kesejahteraan
masyarakat.
3.3.2 Pemantauan Gizi Balita
Salah satu cara mengetahui status gizi balita adalah dengan
menggunakan metode antropometri. Dalam metode antropometri, indeks
yang umum dipakai untuk Balita adalah Berat Badan menurut Umur (BB/U)
Dari data yang ada di Dinas Kesehatan Kota Mojokerto, pada tahun
2010 terdapat 9.130 balita. Dari jumlah tersebut, yang ditimbang di posyandu
sebesar 66,86% saja atau sebanyak 6.104 balita, yang naik berat badannya
sebanyak 4.021 balita (65,87%). Gambarannya dapat dilihat pada gambar
berikut.
Gambar III.11
Jumlah Balita Ditimbang Di Posyandu Yang
Mengalami Kenaikan Berat Badan Tahun 2006 – 2010
7000
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0
2006
2007
2008
2009
2010
Jumlah Balita
Ditimbang
6125
6603
6323
5983
6104
Jumlah Balita BB Naik
4173
4344
4227
4177
4021
Sumber: Bidang Kesehatan Keluarga, 2010
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
25
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
Dari diagram diatas, terlihat bahwa selama lima tahun terakhir jumlah
balita yang ditimbangkan di posyandu dan balita yang naik berat badannya
masih relatif stagnan. Adapun untuk balita yang berada dibawah garis merah
dan balita dengan gizi buruk datanya selama lima tahun terakhir dapat diamati
pada gambar berikut.
Gambar III.12
Jumlah Balita BGM dan Balita Gizi Buruk di Wilayah
Kota Mojokerto Tahun 2006 – 2010
250
200
150
195
188
165
151
159
127
50
110
102
100
51
47
0
2006
2007
Balita BGM
2008
2009
2010
Balita Gizi Buruk
Sumber: Bidang Kesehatan Keluarga, 2010
Dari grafik diatas ternyata selama lima tahun terakhir terlihat cenderung
fluktuatif baik pada jumlah balita yang berada di bawah garis merah maupun
pada balita dengan gizi buruk. Bahkan pada tahun 2010 jumlah balita gizi
buruk mengalami kenaikan hampir 2,3 kali lipat dibandingkan dengan tahun
2009.
Kondisi ini seharusnya menjadi catatan tersendiri terutama bagi
pemegang program baik di Puskesmas maupun ditingkat Kota untuk
melakukan upaya penanganan dan pencegahan, agar jumlah balita yang
berada di bawah garis merah tidak bertambah, apalagi sampai jatuh ke
tingkat gizi buruk dan perlu upaya pelaksanaan kegiatan Pemberian Makanan
Tambahan (PMT) yang diberikan baik PMT Penyuluhan atau PMT Pemulihan
secara optimal terutama pada balita maskin dan perlu ditingkatkan, baik oleh
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
26
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
petugas kesehatan puskesmas dan kader kesehatan melalui kegiatan
posyandu secara rutin setiap bulan.
3.3.3 Kecamatan Bebas Rawan Gizi
Untuk wilayah Kota Mojokerto yang terbagi dalam dua kecamatan yaitu
kecamatan Magersari dan Prajuritkulon, seluruhnya merupakan wilayah
bebas rawan gizi. Akan tetapi bukan berarti kewaspadaan pangan dan gizi
lantas tidak dijalankan, mengingat masih banyak masalah gizi yang belum
tertangani dengan baik di masyarakat, termasuk masalah gizi lebih.
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
27
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
Bab iV
Situasi UPAYA KESEHATAN
4.1 PELAYANAN KESEHATAN DASAR
Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam pelayanan kesehatan dasar,
antara lain adalah pelayanan kesehatan ibu dan bayi, pelayanan kesehatan anak
balita dan pra sekolah, usia sekolah dan remaja, pelayanan keluarga berencana,
pelayanan imunisasi, perbaikan gizi masyarakat, promosi kesehatan, penyehatan
lingkungan,
pelayanan
kesehatan
pra-usia
lanjut
dan
usia
lanjut,
serta
penanggulangan wabah. Selain itu, masih terdapat pelayanan penunjang yaitu
pelayanan kefarmasian serta pelayanan kesehatan rujukan yaitu pelayanan
kesehatan di Rumah Sakit.
4.1.1 Pelayanan Kesehatan Ibu dan Bayi
Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam pelayanan kesehatan ibu
dan bayi diantaranya adalah sebagai berikut :
a) Pelayanan Antenatal (K1 dan K4)
Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga
kesehatan profesional baik itu dokter spesialis kandungan dan kebidanan,
dokter umum, maupun bidan kepada ibu hamil selama masa kehamilannya
sesuai dengan pedoman pelayanan antenatal yang ada. Titik berat
kegiatan ini adalah upaya preventif dan promotif sedangkan hasilnya dapat
dilihat dari cakupan pelayanan K1 dan K4 (Wiyono, 1997).
Cakupan
K1
atau
disebut
juga
akses
pelayanan
ibu
hamil,
menggambarkan besaran ibu hamil yang telah melakukan kunjungan
pertama/kontak pertama dengan tenaga kesehatan/fasilitas pelayanan
kesehatan untuk mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standart.
Indikator akses ini digunakan untuk mengetahui jangkauan pelayanan
antenatal serta kemampuan program dalam menggerakkan masyarakat.
Sedangkan Cakupan K4 adalah besaran ibu hamil yang telah
mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar, minimal empat kali
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
28
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
kunjungan selama masa kehamilannya dengan distribusi satu kali pada
triwulan pertama, satu kali pada triwulan kedua dan dua kali pada triwulan
ketiga umur kehamilan, serta mendapat 90 tablet Fe selama periode
kehamilannya. Indikator ini berfungsi untuk menggambarkan tingkat
perlindungan ibu hamil di suatu wilayah dan untuk menggambarkan
kemampuan manajemen ataupun kelangsungan program KIA. Gambaran
pencapaian dua indikator ini selama lima tahun terakhir dapat dilihat dalam
gambar IV.1 berikut ini.
Cakupan Kunjungan Ibu Hamil (K1 dan K4) di Kota
Mojokerto Tahun 2004 – 2010
Gambar IV.1
110
105
104.3
99.15
100
98.09
96.81
95
90
90.38
K1
96.84
94.38
91.62
91.37
K4
88.33
85
80
2006
2007
2008
2009
2010
Sumber: Bidang Kesehatan Keluarga, 2010
Dari gambar di atas tampak dari tahun ke tahun cenderung fluktuatif
pada pencapaian kedua indikator, terutama tahun 2009 mengalami sedikit
penurunan pada cakupan kunjungan K4. Walaupun pada tahun 2010
cakupan kunjungan K4 mengalami kenaikan namun belum mencapai target
95%. Hal ini menandakan belum cukup optimalnya pelayanan kesehatan
antenatal di Kota Mojokerto. Juga masih terdapat kesenjangan yang cukup
besar antara kedua indikator ini yang masih harus menjadi perhatian
karena keberhasilan program tidak hanya berhenti pada kedua indikator ini
saja, tetapi sampai pada penurunan angka kematian ibu dan bayi.
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
29
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
b) Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan
Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dengan kompetensi
kebidanan merupakan salah satu dari enam indikator pemantauan program
KIA. Dengan indikator ini dapat diperkirakan proporsi persalinan yang
ditangani oleh tenaga kesehatan sekaligus menggambarkan kemampuan
manajemen program KIA dalam menangani persalinan secara profesional.
Komplikasi dan kematian ibu maternal dan bayi baru lahir, sebagian
besar terjadi pada masa di sekitar persalinan. Hal ini antara lain
disebabkan persalinan tidak ditolong oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai kompetensi kebidanan. Adapun pertolongan persalinan sendiri
adalah tindakan yang dilakukan oleh bidan/tenaga kesehatan lain dengan
kompetensi sesuai dalam proses lahirnya janin dari kandungan yang
dimulai dari tanda-tanda lahirnya bayi, pemotongan tali pusat sampai
keluarnya placenta (Profil Kesehatan JawaTimur, 2003).
Data dari bidang Kesehatan Keluarga Dinas Kesehatan Kota Mojokerto
menyebutkan, tahun 2010 terdapat 1.841 sasaran ibu bersalin. Dari jumlah
tersebut, yang ditolong oleh tenaga kesehatan sebanyak 1.826 atau
99,19%. Pencapaian ini telah melampaui target SPM tahun 2010 yang
ditetapkan sebesar 91%.
Gambar IV.2
104
103
102
101
100
99
98
97
96
95
Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan
di Kota Mojokerto Tahun 2006 – 2010
103.56
102.29
100.64
99.19
97.96
2006
2007
2008
2009
2010
Sumber: Bidang Kesehatan Keluarga, 2010
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
30
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
Dari gambar diatas terlihat adanya kenaikan cakupan pada tahun 2010
setelah sebelumnya selama 4 tahun berturut-turut mengalami penurunan
persentase. Meskipun mengalami penurunan, cakupan pertolongan
persalinan selama 5 tahun tersebut telah melampaui target pencapaian
yang telah ditetapkan, baik target Kota, Propinsi maupun Nasional.
c) Ibu Hamil dan Neonatus Risti yang Ditangani
Dalam pelayanan antenatal khususnya oleh bidan di Puskesmas,
sekitar 20% diantara ibu hamil yang ditemui, tergolong dalam kasus resiko
tinggi yang memerlukan pelayanan kesehatan rujukan. Resiko tinggi atau
komplikasi adalah keadaan penyimpangan dari normal, yang secara
langsung menyebabkan kesakitan dan kematian ibu maupun bayi. Yang
termasuk golongan ibu hamil resiko tinggi antara lain berat badan kurang,
kurus, anemia, tinggi badan <145 cm, usia ibu hamil <20 tahun dan >35
tahun serta pernah melahirkan anak >4. Sedangkan yang termasuk dalam
kasus komplikasi kebidanan antara lain Hb <8 g %, tekanan darah tinggi
(sistole >140 mmHg, diastole >90 mmHg), oedeme nyata, eklampsia,
perdarahan pervaginam, ketuban pecah dini, letak lintang pada usia
kehamilan >32 minggu, letak sungsang pada primigravida, infeksi
berat/sepsis dan persalinan prematur.
Untuk menemukan ibu hamil yang beresiko tinggi tersebut, dibedakan
antara deteksi dini resiko tinggi oleh masyarakat dan deteksi dini resiko
tinggi oleh tenaga kesehatan. Cakupan deteksi dini risti oleh masyarakat
dapat
digunakan
untuk
memantau
kemampuan
dan
peran
serta
masyarakat, sedangkan cakupan deteksi dini risti oleh tenaga kesehatan
dapat digunakan untuk memperkirakan besarnya masalah yang dihadapi
oleh program KIA.
Adapun keadaan sampai dengan akhir tahun 2010, dari 2.005 sasaran
ibu hamil, terdapat perkiraan sasaran 401 ibu hamil resiko tinggi. Dari
sasaran tersebut, jumlah ibu hamil resiko tinggi yang ditemukan tahun 2010
sebanyak 399 ibu hamil resti atau 99,50% dari target sasaran.
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
31
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
Sementara
itu,
yang
dikategorikan
sebagai
neonatal
resiko
tinggi/komplikasi antara lain asfiksia, tetanus neonatorum, sepsis, trauma
lahir, BBLR, sindroma gangguan pernafasan dan kelainan neonatal lainnya
yang mendapat pelayanan oleh tenaga kesehatan yang terlatih baik di
puskesmas, RSB dan rumah sakit. Untuk cakupan neonatal komplikasi
yang ditangani, sampai akhir tahun 2010 keadaan di Kota Mojokerto, dari
1.823 sasaran bayi, terdapat sasaran perkiraan sebanyak 273 bayi resiko
tinggi (berdasarkan perkiraan 15% dari jumlah total sasaran bayi). Dari
sasaran tersebut, tercatat jumlah neonatal resti yang ditemukan dan
mendapat penanganan komplikasi obstetri dan neonatal sebanyak 179
atau sebesar 65,46%.
d) Kunjungan Neonatus
Neonatus adalah bayi yang berusia kurang dari 1 bulan (0 – 28 hari).
Pada masa tersebut bayi sangat rawan terkena resiko gangguan
kesehatan, sehingga untuk mengurangi resiko terjadinya gangguan
kesehatan pada bayi perlu dilakukan kunjungan neonatus (KN). Idealnya
kunjungan neonates dilakukan minimal 3 kali, yaitu 2 kali pada neonatus
usia 0 -7 hari (KN1) dan 1 kali pada usia 8 – 28 hari (KN2). Pelayanan
kesehatan neonatal dasar dimaksud meliputi ASI segera, pencegahan
infeksi berupa perawatan mata, tali pusat, pemberian vitamin K1 dan
imunisasi hepatitis B1, serta manajemen terpadu bayi muda. Angka yang
diperoleh dari kunjungan neonatus dapat digunakan untuk mengetahui
jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan neonatus. Data yang
diperoleh dari Bidang Kesehatan Keluarga Dinas Kesehatan Kota
Mojokerto pada tahun 2010 cakupan KN lengkap mencapai 98,74% dari
jumlah 1.823 bayi. Untuk meningkatkan cakupan KN lengkap dibutuhkan
peran aktif tenaga kesehatan untuk melaksanakan kunjungan neonatus ke
rumah warga masyarakat yang mempunyai bayi.
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
32
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
e) Kunjungan Bayi
Kunjungan bayi adalah kunjungan bayi umur 0 hari s/d 11 bulan
termasuk neonatus (umur 1-28 hari) di sarana pelayanan kesehatan
maupun di rumah, posyandu dan tempat lain dengan kunjungan petugas
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan paling sedikit 7 kali yaitu satu
kali pada umur 1-3 hari, 3-7 hari, 8-28 hari, 29 hari-3 bulan, 1 kali pada
umur 3-6 bulan, 1 kali pada umur 6-9 bulan, dan 1 kali pada umur 9-11
bulan oleh dokter, bidan atau perawat yang memiliki kompetensi klinis
kesehatan. Pelayanan kesehatan yang dimaksud meliputi pemberian
imunisasi dasar, stimulasi deteksi intervensi dini tumbuh kembang dan
penyuluhan perawatan kesehatan bayi. Indikator ini bermanfaat untuk
mengukur kemampuan manajemen program KIA dalam melindungi
kesehatan bayi.
Data yang dimiliki di tingkat Kota Mojokerto menyebutkan pada tahun
2010 terdapat 1.823 sasaran bayi. Dari jumlah tersebut, yang melakukan
kunjungan sebanyak 1.778 bayi atau 97,53 %. Cakupan kunjungan bayi
selama lima tahun terakhir di Kota Mojokerto dapat diamati pada grafik IV.3
berikut.
Gambar IV.3
Cakupan Kunjungan Bayi di Kota Mojokerto Tahun 2006 – 2010
Sumber: Bidang Kesehatan Keluarga, 2010
Dari diagram itu tampak bahwa pencapaian kunjungan bayi selama
lima tahun terakhir menunjukkan kecenderungan turun secara signifikan.
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
33
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
Namun terlihat adanya kenaikan pada tahun 2010. Apabila dibandingkan
dengan target Nasional SPM yang ditetapkan di tahun 2015 sebesar 90%,
maka pencapaian kunjungan bayi pada tahun 2010 sudah memenuhi
target.
4.1.2 Pelayanan Nifas
Pelayanan Nifas sesuai standart meliputi pelayanan kepada ibu nifas
sedikitnya 3 kali, pada 2 jam s/d 3 hari pasca persalinan, pada minggu ke II,
dan pada minggu ke VI termasuk pemberian Vitamin A 2 kali serta persiapan
dan/atau pemasangan KB pasca persalinan. Dalam masa nifas, ibu
diharuskan memperoleh pelayanan kesehatan yang meliputi pemeriksaan
kondisi umum, pemeriksaan kondisi payudara dan puting, pemeriksaan
dinding perut, perineum, kandung kemih dan rectum, secret yang keluar serta
organ kandungan. Perawatan nifas yang tepat akan memperkecil resiko
kelainan atau bahkan kematian pada ibu nifas.
Di wilayah Kota Mojokerto, pada tahun 2010 terdapat 1.841 sasaran
ibu nifas. Dari jumlah tersebut, 1.816 ibu nifas atau 98,64% sudah
memperoleh pelayanan nifas sesuai standar. Apabila dibandingkan dengan
target Propinsi maupun Nasional SPM yang ditetapkan maka pencapaian
pelayanan nifas pada tahun 2010 ini telah memenuhi target.
4.1.3 Pelayanan Kesehatan Anak Balita dan Anak Pra Sekolah
a) Pelayanan Anak Balita
Anak Balita adalah setiap anak berumur 12-59 bulan, yang
memperoleh pelayanan kesehatan sesuai standart, meliputi pemantauan
pertumbuhan
setiap
bulan
minimal
8
kali
dalam
setahun
dan
perkembangan 2 kali setahun, serta pemberian suplementasi vitamin A
dosis tinggi 2 kali setahun. Indikator ini bermanfaat untuk mengukur
kemampuan manajemen program KIA dalam melindungi kesehatan anak
balita sehingga kesehatannya terjamin.
Di wilayah Kota Mojokerto, pada tahun 2010 terdapat 9.130 sasaran
anak balita. Dari jumlah tersebut, 7.034 balita atau 77,04% sudah
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
34
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
memperoleh pelayanan anak balita sesuai standar. Apabila dibandingkan
dengan target Nasional SPM yang ditetapkan di tahun 2015 sebesar 90%,
maka pencapaian pelayanan anak balita pada tahun 2010 ini masih belum
memenuhi target.
b) Pelayanan Deteksi Dini Tumbuh Kembang (DDTK) Anak Balita dan Pra
Sekolah
Anak balita dan pra sekolah adalah anak umur 1-4 tahun dan 5-6
tahun. Pelayanan kesehatan anak balita dan pra sekolah meliputi kegiatan
deteksi
dini
masalah
kesehatan
pertumbuhan
dengan
buku
anak
KIA/KMS,
dengan
MTBS,
pemantauan
monitoring
perkembangan,
penanganan penyakit, stimulasi pertumbuhan balita dan rujukan ke tingkat
pelayanan lanjutan. Deteksi dini tumbuh kembang anak balita dan pra
sekolah dilakukan minimal dua kali per tahun oleh dokter, bidan atau
perawat.
Jumlah anak balita dan pra sekolah yang ada di Kota Mojokerto pada
tahun 2010 sejumlah 10.960 anak. Dari jumlah tersebut, cakupan deteksi
dini tumbuh kembang anak balita dan pra sekolah pada tahun ini mencapai
91,97% (10.080 anak). Hasil pencapaian deteksi dini tumbuh kembang
selama lima tahun berturut-turut dapat diamati pada gambar IV.4 berikut .
Gambar IV.4
Cakupan Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak Balita dan
Pra Sekolah di Kota Mojokerto Tahun 2006 – 2010
Sumber: Bidang Kesehatan Keluarga, 2010
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
35
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
Grafik diatas menunjukkan bahwa selama lima tahun terakhir cakupan
deteksi dini tumbuh kembang pada anak balita dan pra sekolah
menunjukan tren yang fluktuatif, namun pada tahun 2010 cakupan ini
berhasil meningkat hingga 91,97%.
4.1.4 Pelayanan Kesehatan Anak Usia Sekolah dan Remaja
Pelayanan kesehatan untuk anak usia sekolah difokuskan pada Usaha
Kesehatan Sekolah (UKS). UKS adalah upaya terpadu lintas program dan
lintas sektor dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan serta membentuk
perilaku hidup sehat anak usia sekolah yang berada di sekolah. Pelayanan
kesehatan pada UKS yang dikenal dengan Trias UKS meliputi pendidikan
kesehatan, pelayanan kesehatan dan pembinaan lingkungan kehidupan
sekolah sehat.
Cakupan penjaringan kesehatan siswa SD/MI terutama murid kelas 1
oleh tenaga kesehatan/tenaga terlatih/guru UKS/dokter kecil pada tahun 2010
mencapai 91,50% dari 2.869 siswa SD/MI yang ada di Kota Mojokerto.
Pencapaian ini masih belum memenuhi target Nasional SPM tahun 2015
sebesar 100%. Sedangkan untuk kegiatan Usaha Kesehatan Gigi Sekolah
(UKGS), jumlah siswa SD/MI yang mendapat perawatan gigi pada siswa yang
memerlukan perawatan di Kota Mojokerto pada tahun 2010 baru mencapai
15,40%.
4.1.5 Pelayanan Keluarga Berencana
Dalam
Undang-Undang
RI
Nomor
10
tahun
1992
tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera,
disebutkan bahwa Keluarga Berencana adalah upaya peningkatan kepedulian
dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan,
pengaturan
kelahiran,
pembinaan
ketahanan
keluarga,
peningkatan
kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia dan
sejahtera. Apabila dikaitkan dengan pelayanan keluarga berencana, yang
diamati adalah peserta KB aktif, yaitu akseptor yang sedang memakai alat
kontrasepsi untuk menjarangkan kehamilan atau mengakhiri kesuburan.
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
36
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
Pada tahun 2010, jumlah pasangan usia subur di wilayah Kota
Mojokerto tercatat sebanyak 23.160 orang. Dari jumlah PUS tersebut,
cakupan peserta KB baru sebanyak 7,40% dan peserta KB aktif mencapai
79,27%. Capaian peserta KB aktif ini telah memenuhi target SPM Nasional
tahun 2010 sebesar 70%.
4.1.6 Pelayanan Kesehatan Pra Usila dan Usila
Selama beberapa tahun ini, pola demografi di wilayah Kota Mojokerto
cenderung mengarah pada penduduk berusia muda. Akan tetapi, keberadaan
para lanjut usia juga tidak dapat diabaikan, karena dengan meningkatnya
kualitas hidup para lanjut usia maka beban ketergantungan dan beban biaya
kesehatan yang ditimbulkannya akan makin berkurang. Jumlah warga lanjut
usia di wilayah Kota Mojokerto pada tahun 2010 tercatat sebesar 32.990
orang dan yang memperoleh pelayanan kesehatan sebanyak 7.234 orang
atau 21,93%. Cakupan pelayanan kesehatan untuk usila dan pra usila di
wilayah Kota Mojokerto selama lima tahun berturut-turut dapat diamati pada
gambar berikut.
Gambar IV.5
Cakupan Pelayanan Kesehatan Usila dan Pra Usila
Tahun 2006 – 2010
Sumber: Bidang Kesehatan Keluarga, 2010
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
37
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
Masih rendahnya cakupan pelayanan kesehatan untuk warga berusia
lanjut, kemungkinan karena masih belum berfungsinya posyandu lansia
secara optimal. Padahal dengan adanya posyandu lansia, maka pelayanan
kesehatan akan dapat lebih mudah dijangkau oleh para lansia.
4.1.7 Pelayanan Imunisasi
Pelayanan imunisasi merupakan bagian dari upaya pencegahan dan
pemutusan mata rantai penularan penyakit-penyakit yang dapat dicegah
dengan
imunisasi
(PD3I).
Indikator
yang
digunakan
untuk
menilai
keberhasilan program imunisasi secara nasional adalah angka UCI (Universal
Child Immunization). Awalnya UCI dijabarkan sebagai tercapainya cakupan
imunisasi lengkap minimal 80% untuk tiga jenis antigen yaitu DPT 3, Polio
dan Campak. Namun dalam perkembangannya, tidak hanya ketiga jenis
antigen itu saja yang diperhitungkan tetapi seluruh jenis antigen. Sejak tahun
2003, indikator penghitungan UCI sudah mencakup semua jenis antigen.
Sasaran Program Imunisasi adalah bayi (0-11 bulan), ibu hamil, Wanita Usia
Subur (WUS) dan murid SD kelas 1, 2 dan 3.
Gambaran pencapaian UCI di Wilayah Kota Mojokerto selama lima
tahun terakhir adalah sebagai berikut.
Gambar IV.6
Pencapaian Desa/Kelurahan UCI di Wilayah Kota Mojokerto
Tahun 2006 – 2010
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
2006
2007
Jumlah Kelurahan
2008
2009
2010
Jumlah Desa/Kel UCI
Sumber: Bidang Pencegahan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2010
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
38
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
Dari gambar diatas, terlihat bahwa capaian UCI untuk semua jenis
antigen di Kota Mojokerto telah tercapai 100% sejak tahun 2006. Pada tahun
ini pencapaian UCI telah memenuhi target Nasional SPM tahun 2010 yang
ditetapkan sebesar 100%.
4.1.8 Pemberantasan Penyakit
Pemberantasan penyakit ditekankan pada pemberantasan penyakit
menular langsung maupun yang berbasis binatang. Adapun pemberantasan
penyakit
menular
erat
hubungannya
dengan
kegiatan
surveillance
epidemiologi melalui upaya penemuan kasus maka penderita sejak dini yang
ditindak lanjuti dengan penanganan/tindak lanjut yang tepat. Selain
surveilance, kegiatan lain yang juga menunjang upaya pemberantasan
penyakit adalah pemberian imunisasi, peningkatan kualitas lingkungan serta
peningkatan peran serta masyarakat dalam rangka memutus mata rantai
penularan
penyakit
(Profil
Kesehatan
Indonesia,
2003).
Upaya
pemberantasan penyakit yang ditampilkan meliputi pemberantasan TBC Paru
dan DBD.
a) Pemberantasan TB Paru
Pemberantasan
penyakit
tuberculosis
paru
di
Kota
Mojokerto
dilaksanakan mengacu pada komitmen nasional yaitu menggunakan
pendekatan Directly Observe Treatment Shortcourse (DOTS) atau
pengobatan TB paru dengan pengawasan langsung oleh pengawas
menelan obat (PMO). Dari hasil pemeriksaan dahak di sarana pelayanan
kesehatan, selama tahun 2010 ditemukan 93 orang penderita dengan BTA
(+). Dari 93 penderita tersebut, seluruhnya telah mendapatkan paket
pengobatan intensif. Akan tetapi baru 89 orang atau 95,70% saja dari
seluruh penderita yang dinyatakan sembuh. Persentase kesembuhan
penderita TBC selama empat tahun terakhir dapat diamati pada gambar
berikut ini.
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
39
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
Gambar IV.7
Tingkat Kesembuhan Penderita TBC BTA+ di Wilayah
Kota Mojokerto Tahun 2007 – 2010
Sumber: Bidang Pencegahan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2010
Dari diagram diatas terlihat bahwa selama empat tahun terakhir tingkat
kesembuhan penderita TBC BTA (+) telah memenuhi target SPM yang
ditetapkan sebesar >85%, walaupun masih terlihat capaian cenderung
fluktuatif.
b) Pemberantasan DBD
Pemberantasan demam berdarah di Kota Mojokerto dilaksanakan
antara lain dengan pemberdayaan masyarakat untuk melaksanakan
kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) melalui gerakan 3 M
(Menguras, Mengubur dan Menutup) dan abatisasi selektif yang dalam
operasionalnya dibantu oleh juru pemantau jentik (Jumantik) yang
memantau kondisi kontainer-kontainer baik yang ada didalam maupun
diluar rumah untuk mengetahui angka bebas jentik di wilayah tersebut.
Selain itu juga dilakukan fogging atau pengasapan untuk membunuh
nyamuk dewasa.
Pada tahun 2010, jumlah kasus demam berdarah tercatat sebanyak 19
orang. Distribusi kasus terbanyak terjadi di wilayah kecamatan Magersari
sebanyak 12 kasus dan disusul kecamatan Prajurit Kulon sebanyak 7
kasus.
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
40
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
4.1.9 Perbaikan Gizi Masyarakat
Upaya perbaikan gizi masyarakat di Kota Mojokerto pada tahun 2010
antara lain dilakukan melalui distribusi kapsul vitamin A, distribusi kapsul
yodium pada Wanita Usia Subur (WUS), distribusi tablet Fe pada ibu hamil,
dan pemberian makanan pendamping ASI pada balita Bawah Garis Merah
(BGM).
Untuk distribusi kapsul vitamin A, sasarannya adalah bayi 6-11 bulan,
balita 1-4 tahun dan ibu nifas. Cakupan balita yang memperoleh vitamin A
sebanyak dua kali setahun (Februari dan Agustus) pada tahun 2010
sebanyak 7.034 balita dari 9.130 sasaran balita (77,04%). Gambaran
cakupan balita yang memperoleh vitamin A dalam lima tahun terakhir dapat
diamati pada gambar berikut.
Gambar IV.8
Cakupan Balita Mendapatkan Vitamin A di Kota Mojokerto
Tahun 2006 – 2010
Sumber: Bidang Kesehatan Keluarga, 2010
Adapun salah satu masalah gizi yang dihadapi Kota Mojokerto sampai
dengan saat ini adalah masalah gizi mikro seperti anemia gizi besi (AGB) dan
gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY). Untuk menanggulangi anemia
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
41
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
zat besi terutama pada ibu hamil, dilaksanakan program distribusi tablet Fe.
Hasilnya sampai dengan akhir tahun 2010 tercatat 1.787 (89,13%) ibu hamil
yang memperoleh 90 tablet Fe dari 2.005 sasaran ibu hamil. Hasil ini masih
belum dapat memenuhi target SPM Tahun 2010 sebesar 90%.
Selain masalah gizi diatas, masalah gizi lain yang masih perlu
mendapat perhatian di wilayah Kota Mojokerto adalah masalah gangguan
akibat kekurangan Yodium karena GAKY dapat mengakibatkan gangguan
pertumbuhan fisik dan keterbelakangan mental. Gangguan pertumbuhan fisik
meliputi pembesaran kelenjar tiroid (gondok), kretin (kerdil), gangguan
motorik, bisu, tuli dan mata juling. Sedangkan keterbelakangan mental
termasuk berkurangnya tingkat kecerdasan anak (Wiyono, 1997).
Berdasarkan data yang bersumber dari Hasil Riskesdas Propinsi Jawa
Timur tahun 2007 Depkes RI, memperlihatkan persentase rumah tangga yang
mempunyai ”garam cukup iodium ( 30 ppm KIO3)” menurut kabupaten, maka
di Kota Mojokerto hasil riset menunjukkan sebanyak 66,8% RT saja
mengkonsumsi
garam cukup Iodium. Hal ini masih jauh dari target Nasional maupun target
WHO Universal Salt Iodization (USI) atau ”Garam beriodium untuk semua”
yaitu minimal 90% rumah tangga menggunakan garam cukup iodium.
Upaya penanggulangan GAKY yang telah dilakukan sampai dengan
saat ini diantaranya adalah dengan penggunaan garam beryodium dan
distribusi kapsul yodium bagi wanita usia subur. Berkaitan dengan
penggunaan garam beryodium, Kota Mojokerto pada tahun 2010 telah
dilakukan survei penggunaan garam beryodium, dari 978 keluarga yang
disurvei menunjukkan sejumlah 948 keluarga (96,93%) menggunakan garam
beryodium.
4.1.10 Perilaku Masyarakat
Menurut teori Blum, salah satu faktor yang berperan penting dalam
menentukan derajat kesehatan adalah perilaku. Perilaku dianggap penting
karena ketiga faktor lain seperti lingkungan, kualitas pelayanan kesehatan
maupun genetika kesemuanya masih dapat dipengaruhi oleh perilaku. Selain
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
42
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
itu, banyak penyakit yang muncul pada saat ini disebabkan karena perilaku
yang tidak sehat. Perubahan perilaku tidak mudah untuk dilakukan akan
tetapi mutlak diperlukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Untuk itu, upaya promosi kesehatan harus terus menerus dilakukan untuk
mendorong masyarakat agar berperilaku hidup bersih dan sehat.
Dari hasil survey PHBS tahun 2010, dari 210 rumah tangga yang
disurvey, yang termasuk dalam kategori ber-PHBS hanya sebanyak 84 rumah
tangga atau baru mencapai 40%. Penerapan perilaku hidup bersih dan sehat
sendiri dapat dimulai dari unit terkecil masyarakat yaitu rumah tangga.
PHBS di rumah tangga diartikan sebagai upaya untuk memberdayakan
anggota rumah tangga agar tahu, mau dan mampu mempraktikkan perilaku
hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di
masyarakat. Pencapaian PHBS di rumah tangga dapat diukur dengan 10
indikator yaitu :
1. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan
2. Memberi ASI ekslusif
3. Menimbang balita setiap bulan
4. Menggunakan air bersih
5. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun
6. Menggunakan jamban sehat
7. Memberantas jentik di rumah sekali seminggu
8. Makan buah dan sayur setiap hari
9. Melakukan aktivitas fisik setiap hari
10. Tidak merokok di dalam rumah
Untuk beberapa indikator seperti kebiasaan mencuci tangan dengan
air bersih dan sabun, makan buah dan sayur setiap hari, tidak merokok dalam
rumah dan aktivitas fisik tidak dapat ditampilkan karena tidak tersedianya
data.
Untuk
menggambarkan
keadaan
perilaku
masyarakat
yang
berpengaruh terhadap derajat kesehatan, berikut akan disajikan beberapa
indikator seperti bayi diberi ASI eksklusif, persentase posyandu aktif serta
kepesertaan jaminan pemeliharaan kesehatan.
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
43
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
a) ASI Eksklusif
Definisi ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja pada bayi sejak lahir
sampai dengan usia 6 bulan. Data dari bidang Kesehatan Keluarga Dinas
Kesehatan Kota Mojokerto, diperoleh cakupan pemberian ASI eksklusif di
Kota Mojokerto pada tahun 2010 baru mencapai 46,19%. Hasil ini telah
meningkat dari capaian tahun lalu yang tercatat sebesar 34,91%.
Pencapaian ASI eksklusif dalam lima tahun terakhir tercatat tidak banyak
mengalami perubahan, yaitu berkisar pada angka 40%.
Kesulitan-kesulitan yang banyak ditemui dalam pemberian ASI
eksklusif diantaranya adalah :
1. Faktor Psikologis
Pada beberapa ibu yang baru melahirkan dapat timbul stress
akibat perubahan yang dialami dan muncul kekhawatiran tidak dapat
memberikan ASI yang justru malah menghambat produksi ASI.
2. Faktor Pemberi Pelayanan Persalinan
Beberapa institusi pelayanan kesehatan masih ada yang belum
menjalankan inisiasi menyusu dini dan cenderung mengedepankan
pemberian susu formula pada bayi yang baru lahir.
3. Faktor Ibu Bekerja
Tuntutan ekonomi saat ini menyebabkan banyak ibu harus bekerja
di luar rumah. Hal ini disertai perubahan pola pengasuhan anak dari ibu
kepada pengasuh lain. Dan karena alasan kepraktisan, bayi lebih sering
diberikan asupan susu formula.
4. Faktor Budaya
Walaupun saat ini tingkat pendidikan masyarakat sudah cukup
tinggi, budaya masyarakat yang terbiasa memberikan makanan
/minuman selain ASI sejak bayi lahir seperti air putih, madu, pisang, nasi
pisang dan lain sebagainya masih sulit dihilangkan.
5. Faktor Promosi
Promosi susu formula lebih gencar ditayangkan di media massa
dibandingkan promosi ASI eksklusif sehingga lambat laun juga dapat
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
44
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam pemberian ASI
eksklusif.
Karena faktor-faktor tersebut sangat terkait dengan perilaku, maka
untuk perbaikan di masa yang akan datang diperlukan penyuluhan dan
upaya-upaya promosi kesehatan yang lebih intensif
baik kepada
perorangan maupun institusi pemberi pelayanan kesehatan tentang
keunggulan ASI eksklusif.
4.1.11 Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin
Sampai dengan saat ini, masyarakat pada umumnya masih belum
menilai kesehatan sebagai sebuah investasi. Oleh karena itu, pembiayaan
untuk kesehatan juga masih belum menjadi prioritas terutama bagi
masyarakat miskin. Sesuai dengan amanat UUD 1945, dan dalam rangka
meneruskan kebijakan dan program pemerintah pusat maupun daerah untuk
mengentaskan
kemiskinan,
Dinas
Kesehatan
Kota
Mojokerto
menyelenggarakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin yang
didalamnya termasuk juga program jaminan pemeliharaan kesehatan untuk
keluarga miskin dan masyarakat rentan.
Tingkat pemanfaatan pelayanan kesehatan Dasar Jamkesmas di
Puskesmas pada tahun 2010 tercatat sebesar 85,43% untuk pelayanan rawat
jalan dan 1,44% pelayanan rawat inap. Adapun pemanfaatan pelayanan
kesehatan Rujukan Jamkesmas di Rumah Sakit tercatat sebesar 5,90% untuk
pelayanan rawat jalan dan 26,92% untuk pelayanan rawat inap.
4.1.12 Pelayanan Kesehatan Lingkungan dan Sanitasi Dasar
Untuk
memperkecil
resiko
terjadinya
penyakit
atau
gangguan
kesehatan sebagai akibat dari lingkungan yang kurang sehat, Dinas
Kesehatan Kota Mojokerto telah mengkoordinir berbagai upaya untuk
meningkatkan kualitas lingkungan, diantaranya dengan pembinaan kesehatan
lingkungan
pada
institusi,
pengawasan
tempat-tempat
umum
dan
pengendalian vektor. Hasil kegiatan pembinaan kesehatan lingkungan pada
beberapa institusi selama tahun 2010 dapat dilihat pada gambar berikut.
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
45
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
Gambar IV.9
Institusi yang Dibina Kesehatan Lingkungan di Kota Mojokerto
Tahun 2010
Sumber: Bidang Pencegahan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2010
Adapun untuk menggambarkan keadaan lingkungan di Kota Mojokerto,
berikut ini disajikan indikator-indikator persentase rumah sehat, tempattempat umum sehat, serta sarana sanitasi dasar seperti air bersih,
pembuangan air limbah dan kepemilikan jamban.
a) Rumah Sehat
Rumah sehat adalah bangunan rumah tinggal yang memenuhi syarat
kesehatan, yaitu memiliki jamban sehat, sarana air bersih, tempat
pembuangan sampah, sarana pembuangan air limbah, ventilasi yang baik,
kepadatan hunian sesuai dan lantai rumah yang tidak terbuat dari tanah.
Data dari seksi penyehatan lingkungan pada tahun 2010 menyebutkan
terdapat 29.021 rumah. Dari sekian banyak rumah, yang diperiksa
mencapai 19.929 rumah atau 68,67% dari total rumah yang ada. Jumlah
rumah yang diperiksa mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun
2009 sebesar 77,39%. Pada tahun 2010, jumlah rumah yang tergolong
sehat sebanyak 19.120 rumah atau 95,94% dari total rumah yang
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
46
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
diperiksa. Jumlah rumah sehat ini mengalami penurunan dari tahun
sebelumnya yang tercatat sebesar 97,39%. Gambaran pemeriksaan rumah
sehat dari tahun 2006 - 2009 dapat diamati pada gambar berikut.
Gambar IV.10
Hasil Pemeriksaan Rumah Sehat di Kota Mojokerto
Tahun 2006 – 2010
Sumber: Bidang Pencegahan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2010
b) Tempat-Tempat Umum dan Tempat Pengelolaan Makanan
Tempat-tempat Umum dan Tempat Pengelolaan Makanan (TPM)
merupakan suatu sarana yang dikunjungi oleh banyak orang sehingga
dikhawatirkan dapat menjadi sumber penyebaran penyakit. Yang termasuk
TPM antara lain adalah hotel, restoran, pasar dan lain-lain. Adapun TPM
yang dapat dikategorikan sehat adalah TPM yang memiliki sarana air
bersih, tempat pembuangan sampah, sarana pembuangan limbah, ventilasi
yang baik serta luas yang sesuai dengan banyaknya pengunjung.
Data yang diperoleh dari seksi penyehatan lingkungan Dinas
Kesehatan Kota Mojokerto, menyebutkan bahwa pada tahun 2010 terdapat
144 TTU di Kota Mojokerto. Dari jumlah tersebut, yang sudah diperiksa
sebanyak 143 tempat (99,31%) dan dari TTU yang telah diperiksa, yang
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
47
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
dapat dikategorikan sehat sejumlah 119 TTU atau 83,22% dari seluruh
TTU yang diperiksa.
Sedangkan untuk Data Tempat Pengelolaan Makanan dan Depot Air
Minum pada tahun 2010 menyebutkan terdapat 289 TPM di Kota
Mojokerto. Dari jumlah tersebut, yang sudah diperiksa sebanyak 272
tempat (94,12%) dan dari TPM yang telah diperiksa tersebut, yang dapat
dikategorikan memenuhi syarat sejumlah 186 TPM atau 68,38% dari TPM
yang diperiksa.
c) Akses Air Minum
Sumber air minum yang digunakan di rumah tangga dibedakan
menurut air kemasan, ledeng, sumur gali, sumur pompa dan penampungan
air hujan. Dari data yang ada, sebagian besar rumah tangga di Kota
Mojokerto memanfaatkan air ledeng baik yang berasal dari pelanggan
PDAM maupun swadaya masyarakat. Pada tahun 2010 dari 19.929
keluarga yang diperiksa, 25,14% memanfaatkan air ledeng. Selanjutnya
sebesar 70,18% menggunakan
sumur pompa tangan, 4,68% menggunakan sumur gali dan sisanya
menggunakan sumber air lainnya (air kemasan).
Apabila ditinjau dari segi kepemilikan sarana, hasil pemeriksaan diatas
masih belum mencerminkan kondisi riil di masyarakat. Hal ini terbukti dari
masih adanya sebagian masyarakat Kota Mojokerto yang kesulitan
memperoleh akses air bersih, terutama dari sumber PDAM. Dari segi
kualitas air, juga masih belum dapat dipastikan apakah masyarakat telah
mengkonsumsi air yang memenuhi standar kesehatan atau tidak, karena
walaupun telah dilakukan uji petik untuk memeriksa kualitas air di beberapa
titik mata air, namun kualitas air yang sampai ke konsumen juga sangat
ditentukan oleh banyak hal seperti kualitas jaringan perpipaan dan
pengolahan air dari PDAM. Sehingga untuk menjamin mutu air yang
dikonsumsi harus dilaksanakan kerja sama dengan lintas sektor terkait.
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
48
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
d) Sarana Sanitasi Dasar
Sarana sanitasi dasar yang dimaksudkan disini meliputi tempat
sampah, sarana pembuangan limbah dan kepemilikan jamban. Dari 35.479
KK, jumlah yang telah diperiksa kurang lebih sejumlah 19.929 KK atau
56,17% dari seluruh KK yang ada.
Untuk sarana pembuangan tempat sampah rumah tangga pada tahun
2010 ini kepemilikan berjumlah 18.866 KK (53,18%) dan yang telah
diperiksa sejumlah 19.929 KK, serta yang memenuhi syarat kesehatan di
lingkungan pemukiman sebanyak 17.286 KK (91,63%) dari tempat sampah
yang diperiksa.
Demikian juga pada kepemilikan sarana SPAL rumah tangga pada
tahun 2010 jumlah KK yang memiliki SPAL berjumlah 19.114 KK (53,87%)
dan diperiksa petugas sanitarian sebanyak 19.929 KK, serta yang
memenuhi syarat kesehatan sebanyak 17.449 KK (91,29%) dari SPAL
yang diperiksa. Sedangkan kepemilikan jamban pada tahun 2010 seluruh
KK yang diperiksa dan telah memiliki jamban hanya sebanyak 31.732 KK
dari 35.479 KK yang ada..
4.1.13 Penyediaan Obat dan Perbekalan Kesehatan
Pelayanan
penyediaan
obat
dan
perbekalan
kesehatan
yang
ditampilkan dalam profil ini meliputi pengadaan obat esensial dan generik
sampai dengan pemanfaatan obat generik. Pada tahun 2010, jumlah jenis
obat yang dibutuhkan sebanyak 35 jenis obat. Dari pengadaan obat yang
diadakan pada tahun ini, maka jenis obat yang dapat disediakan dari 35 jenis
obat tersebut sesuai kebutuhan sebesar 100%. Jumlah pemakaian obat
terbanyak selama tahun 2010 lebih lanjut dapat dilihat pada lampiran 42.
4.1.14 Penanggulangan Wabah Skala Kota
Selama tahun 2010 Kota Mojokerto terjadi wabah Kejadian Luar Biasa
(KLB) di 5 Kelurahan yang ditangani kurang dari 24 jam, terdiri dari KLB AFP
sebanyak 3 kasus di kelurahan Surodinawan, Balongsari dan Miji serta KLB
Dipteri sebanyak 1 kasus di kelurahan Meri.
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
49
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
Bab V
Situasi SUMBER DAYA kesehatan
5.1. TENAGA KESEHATAN
Dalam pembangunan kesehatan, faktor penggerak utama adalah SDM
(Sumber
Daya
Manusia).
SDM
kesehatan
yang
berkualitas
menentukan
keberhasilan dari seluruh proses pembangunan tersebut. Pada tahun 2010, jumlah
tenaga kesehatan di Kota Mojokerto baik yang berada di instansi pemerintah
maupun swasta seluruhnya sebanyak 1.142 orang. Berdasarkan PP Nomor 32
Tahun 1996, tenaga dikelompokkan dalam 8 kategori yaitu medis, perawat, bidan,
farmasi, kesehatan masyarakat, gizi, keterapian fisik dan teknisi medis.
Tabel 5.1
Jumlah dan Proporsi Tenaga Kesehatan Berdasarkan Kategori
di Kota Mojokerto Tahun 2010
No
Kategori
Jumlah
%
1.
Medis
113
9.89
2.
Perawat
577
50.53
3.
Bidan
125
10.95
4.
Farmasi
170
14.89
5.
Kesmas
47
4.12
6.
Gizi
23
2.01
7.
Keterapian Fisik
11
0.96
8.
Teknisi Medis
76
6.65
1,142
100
Total
Sumber : Subbag. Kepegawaian dan Umum
Dari tabel tersebut di atas terlihat bahwa jenis tenaga yang ada di sektor
kesehatan masih didominasi oleh tenaga perawat (50.53%) dan farmasi (14,89%).
Sedangkan bila dilihat dari persebarannya menurut tempat kerja, yang terbanyak
berada di Rumah Sakit (63,75%) dan di Sarana Kesehatan Lain (17,78%).
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
50
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
Gambar V.1
Persebaran Tenaga Kesehatan Berdasarkan Tempat Kerja di
Kota Mojokerto Tahun 2010
1.23% 2.28%
14.97%
17.78%
63.75%
Puskesmas
RS
Sarkes Lain
Diknakes
Dinkes
Sumber : Subbag. Kepegawaian dan Umum
Untuk melihat kecukupan tenaga kesehatan di sarana pelayanan kesehatan,
digunakan indikator rasio tenaga kesehatan per 100.000 penduduk, dengan
pedoman target yang tertulis dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan
Tahun 2009 – 2014 , maka kondisi SDM kesehatan yang ada di Kota Mojokerto
tampak dalam tabel sebagai berikut.
Tabel 5.2
Perbandingan Rasio SDM Kesehatan di Kota Mojokerto per
100.000 penduduk Tahun 2010 dengan Standar Indonesia Sehat
2010 dan Renstra Kemenkes
No
Kategori
Jumlah
Rasio
Target IS
2010
Target
Renstra
1.
Dokter Spesialis
28
23.28
6
9
2.
Dokter Umum
59
49.06
40
30
3.
Dokter Gigi
26
21.62
11
11
4.
Perawat
577
479.75
118
158
5.
Bidan
125
103.93
100
75
6.
Apoteker
170
141.35
10
9
7.
Kesmas
33
27.44
40
8
8.
Sanitarian
14
11.64
40
10
9.
Gizi
23
19.12
22
18
Sumber : Subbag. Kepegawaian dan Umum
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
51
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
Dari tabel diatas terlihat, bila dibandingkan dengan standar yang tertulis
dalam Renstra Kemenkes, semua jenis tenaga kesehatan yang ada di Kota
Mojokerto telah memenuhi standar rasio, namun bila dibandingkan dengan standar
dalam Indonesia Sehat 2010 terlihat bahwa untuk tenaga Kesehatan Masyarakat
dan Sanitarian masih belum memenuhi standar yang ada.
Namun kebutuhan tenaga dokter spesialis, terutama spesialis anak (Sp.A)
serta spesialis kandungan dan ginekologi (Sp.OG) dari segi kuantitas masih kurang,
karena dokter spesialis ini memiliki peran ganda, selain memberikan pelayanan
spesialis di instansi bekerjanya, juga mempunyai kewajiban pula untuk memberikan
pelayanan dan pembinaan bagi sarana pelayanan lainnya, termasuk di 2 puskesmas
perawatan/PONED yang ada di Kota Mojokerto, yaitu Puskesmas Kedundung dan
Blooto.
5.2. SARANA DAN PRASARANA
Selain ketersediaan tenaga kesehatan dalam jumlah dan kualifikasi yang
cukup, diperlukan juga dukungan sarana dan prasarana yang memadai agar
pelaksanaan pembangunan kesehatan dapat berjalan dengan baik. Situasi sarana
kesehatan di Kota Mojokerto pada tahun 2010 akan diuraikan sebagai berikut.
5.2.1. Puskesmas dan Jaringannya
Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis dari Dinas Kesehatan
Kota Mojokerto yang berada di wilayah kecamatan, yang melaksanakan
tugas-tugas operasional pembangunan kesehatan. Pada tahun 2010 di Kota
Mojokerto telah terdapat 5 Puskesmas yang tersebar di 2 Kecamatan. 3
Puskesmas berada di wilayah Kecamatan Magersari, yaitu Puskesmas
Kedundung, Puskesmas Gedongan dan Puskesmas Wates. Dua puskesmas
lain masing-masing berlokasi di Kecamatan Prajurit Kulon yaitu Puskesmas
Blooto dan Puskesmas Mentikan.
Selain mempunyai tugas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan
terhadap masyarakat, utamanya untuk upaya promotif dan preventif, masingmasing
Puskesmas
yang
ada
di
Kota
Mojokerto
sudah
mulai
mengembangkan inovasi layanan yang spesifik.
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
52
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
Puskesmas Kedundung mempunyai pengembangan pelayanan Rawat
Inap dan Pelayanan Obstetrik Neonatal Esensial Dasar (PONED) serta
layanan Unit Gawat Darurat (UGD) karena berada di tepi jalan raya
penghubung antar kota/propinsi (by pass). Puskesmas Gedongan diarahkan
untuk pengembangan layanan kesehatan jiwa dan lanjut usia. Puskesmas
Wates, meskipun masih dalam tahap pembangunan, sudah mulai diarahkan
untuk dikembangkan menjadi Puskesmas layanan indera dan juga layanan
untuk lanjut usia.
Puskesmas
Kedundung,
Blooto,
mempunyai
sebagaimana
pengembangan
halnya
dengan
pelayanan
Rawat
Puskesmas
Inap
dan
Pelayanan Obstetrik Neonatal Esensial Dasar (PONED). Sedangkan
Puskesmas Mentikan, karena lokasinya yang berdekatan dengan daerah
Lokalisasi, pelayanannya dikembangkan untuk menangani masalah –
masalah IMS.
Idealnya,
1
puskesmas mampu menjangkau
dan memberikan
pelayanan terhadap 30.000 penduduk. Di tahun 2010, dengan jumlah
penduduk sebesar 120.271 jiwa, maka rasio puskesmas yang ada di Kota
Mojokerto terhadap jumlah penduduk adalah 1 : 24.054. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa Puskesmas yang ada di Kota Mojokerto telah
memenuhi target jangkauan pelayanan.
Untuk memperluas jangkauan pelayanan puskesmas,dikembangkan
puskesmas pembantu (Pustu) yang seluruhnya berjumlah 14 buah, serta
terdapat sarana puskesmas keliling roda empat sebanyak 6 unit yang dapat
menjangkau seluruh daerah di wilayah Kota Mojokerto.
5.2.2. Rumah Sakit
Rumah Sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan yang bergerak
dalam upaya kuratif dan rehabilitatif serta merupakan sarana pelayanan
rujukan dari Puskesmas. Jumlah Rumah Sakit yang ada di Kota Mojokerto
pada tahun 2010 sebanyak 7 rumah sakit, yaitu RSU. Wahidin Sudirohusodo,
RS. DKT. Dr. Hadiono Singgih, RS. Gatoel, RSI. Hasanah, RS. Rekso
Waluyo, RS. Emma dan RS. Kamar Medika, dengan jumlah tempat tidur
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
53
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
pasien seluruhnya sebanyak 534 TT. Jumlah tempat tidur terbanyak ada di
RS. Gatoel (135 TT) dan RSU. Dr. Wahidin Sudirohusodo (125 TT).
Indikator yang digunakan untuk menilai pelayanan di Rumah Sakit
antara lain melalui BOR, TOI, ALOS, GDR dan NDR.
a. Bed Occupacy Rate (BOR)
BOR merupakan indikator untuk menggambarkan tinggi rendahnya
pemanfaatan tempat tidur di rumah sakit, idealnya berkisar 60% – 85%.
Tahun 2010, hanya 2 Rumah Sakit yang belum memenuhi kisaran ideal
tersebut, yaitu RS. DKT Hadiono Singgih (35,76%) dan RS. Kamar Medika
(36,25%).
b. Turn Over Interval (TOI)
TOI digunakan untuk menggambarkan tingkat efisiensi penggunaan
tempat tidur, idealnya berkisar 1 – 3 hari. TOI sebagian besar rumah sakit
di Kota Mojokerto berada dalam kisaran 1 – 3 hari, hanya RS. DKT
Hadiono Singgih dan RS. Kamar Medika yang berada dalam kisaran > 5
hari.
c. Average Length Of Stay (ALOS)
ALOS merupakan indikator untuk mengukur rata – rata lama waktu pasien
mendapat perawatan, idealnya < 9 hari. ALOS untuk seluruh Rumah Sakit
yang ada di Kota Mojokerto tahun 2010 berkisar < 5 hari.
Indikator Pelayanan
Tahun 2010
Jumlah
Nama RS
TT
RSU. Dr. Wahidin
125
Sudirohusodo
RS. DKT Dr.
24
Hadiono Singgih
RS. Gatoel
135
RSI. Hasanah
90
RS. Reksa Waluya
75
RS. Emma
51
RS. Kamar Medika
34
Tabel 5.3
No.
1
2
3
4
5
6
7
Kesehatan Rumah Sakit di Kota Mojokerto
BOR
ALOS
TOI
GDR
NDR
68.21
4.76
2.22
3.36
3.36
35.76
3.10
5.57
2.97
1.98
72.23
73.56
60.12
63.25
36.25
4.78
3.12
4.13
3.80
3.60
1.84
1.12
2.74
2.21
6.33
3.36
4.26
4.52
3.55
3.20
2.28
1.81
2.26
1.61
1.60
Sumber: Bidang Pelayanan Kesehatan, 2010
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
54
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
5.2.3. Sarana Kesehatan Lain
Selain Puskesmas dan Rumah Sakit, masih terdapat sarana kesehatan
lain yang mampu memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat,
terdiri atas 13 unit Balai Pengobatan/Klinik, 3 unit Rumah Bersalin dan 1 unit
Klinik Rawat Inap, yang seluruhnya dikelola oleh pihak swasta.
Pelayanan kesehatan di Mojokerto masih ditambah lagi dengan
adanya praktek dokter bersama sebanyak 2 buah, dokter praktek swasta
perorangan sebanyak 34 orang serta 2 tempat dokter praktek bersama.
5.2.4. Sarana Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat
Berbagai upaya telah dikembangkan untuk meningkatkan cakupan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat, termasuk dengan memanfaatkan
potensi dan sumberdaya yang ada di masyarakat antara lain melalui
Posyandu, Poskesdes dan Desa Siaga.
Gambar V.2 Strata Posyandu di Kota Mojokerto Tahun 2008 – 2010
J
u
m
l
a
h
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
74
76
81
63
49 47
21
14
20
Pratama
9
Madya
2008
Purnama
2009
14 12
Mandiri
2010
Sumber : Bidang Pemberdayaan Kesehatan Masyarakat
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
55
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
Posyandu merupakan salah satu bentuk UKBM yang paling dikenal
masyarakat. Posyandu menyelenggarakan minimal 5 program prioritas, yaitu
kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, perbaikan gizi, imunisasi dan
penanggulangan diare. Untuk memantau perkembangannya, Posyandu
dikelompokan dalam 4 strata, yaitu Pratama, Madya, Purnama dan Mandiri.
Jumlah seluruh Posyandu yang ada di Kota Mojokerto sebanyak 160 buah,
dengan rasio terhadap kelurahan sebesar 1 : 8,9 atau dengan kata lain dalam
1 kelurahan terdapat 8-9 posyandu. Sebagian besar posyandu yang ada
sudah berstrata Purnama (50,63%) dan Madya (29,38%)
Dari gambar diatas terlihat adanya penurunan dari tahun ke tahun
pada strata madya dan peningkatan pada strata purnama, hingga pada tahun
2010 mencapai jumlah 81 buah atau 50,63% dari 160 posyandu yang ada,
yang berarti telah mencapai target nasional sebesar 40%.
Selain posyandu, sumberdaya yang ada di masyarakat yang bisa
didayagunakan adalah Poskesdes. Sebuah desa/kelurahan yang telah
memiliki 1 poskesdes bisa dikatakan sebagai Desa/Kelurahan Siaga, yaitu
desa/kelurahan yang penduduknya memiliki kesiapan serta kemauan dan
kemampuan untuk mencegah dan mengatasi masalah kesehatan, bencana
dan kegawatdaruratan kesehatan secara mandiri. 18 Kelurahan yang ada di
Kota Mojokerto telah dinyatakan sebagai Kelurahan Siaga, karena seluruhnya
telah memiliki Poskesdes yang sebagian besar telah berstrata Purnama
(83,33%), dengan strata Kelurahan Siaga Tumbuh (66,67%) dan Kembang
(33,33%).
5.3. ANGGARAN
Anggaran Kesehatan di Kota Mojokerto terbesar berasal dari APBD II
(97,86%) dengan persentase 23,23% dari keseluruhan APBD II yang tersedia,
persentase ini jauh meningkat dibanding dengan tahun sebelumnya yang hanya
4,44%. Anggaran kesehatan tersebut dialokasikan terbesar untuk pembiayaan
program dan kegiatan di Rumah Sakit (81,18%) dan sisanya dialokasikan untuk
pembiayaan program dan kegiatan di Dinas Kesehatan (18,82%).
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
56
P
Prrooffiill K
Keesseehhaattaann K
Koottaa M
Moojjookkeerrttoo
Bab Vi
PENUTUP
Penyusunan Profil Kesehatan sebagai salah satu instrumen dalam Sistem
Informasi Kesehatan Daerah disadari maupun tidak, memegang peranan penting
bagi semua pihak yang terlibat dalam pembangunan. Hal ini karena data dan
informasi merupakan sumber daya strategis bagi organisasi maupun individu dalam
menjalankan sistem manajemen yaitu dalam proses perencanaan sampai
pengambilan keputusan.
Namun sangat disadari bahwa sulit untuk dapat memenuhi kebutuhan akan
data dan informasi kesehatan yang valid dan akurat. Akan tetapi dari seluruh
pemaparan dalam profil kesehatan ini, diharapkan dapat diperoleh gambaran secara
umum akan situasi dan kondisi Pembangunan Kesehatan di Kota Mojokerto selama
tahun 2010. Implikasi yang diharapkan setelah mengetahui gambaran umum situasi
kesehatan Kota Mojokerto, dapat dipergunakan sebagai masukan, terutama bagi
pembuat kebijakan untuk melakukan perencanaan yang lebih tepat sasaran
sehingga pencapaian pembangunan kesehatan di tahun-tahun mendatang dapat
lebih baik dari pencapaiannya saat ini.
Hal-hal yang masih perlu mendapat perhatian dari pencapaian pembangunan
kesehatan pada tahun 2010 diantaranya adalah perlunya peningkatan koordinasi
lintas
program
dan
lintas
sektor
untuk
mempercepat
pencapaian
tujuan
pembangunan kesehatan serta advokasi yang ditujukan kepada Pemerintah Daerah
Kota Mojokerto untuk masalah pembiayaan kesehatan agar dapat lebih ditingkatkan.
Selain itu, promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan
juga masih sangat perlu untuk ditingkatkan pelaksanaannya.
Profil Kesehatan Kota Mojokerto Tahun 2010
57
Download