INFOKES, VOL. 5 NO. 1 Februari 2015

advertisement
INFOKES, VOL. 5 NO. 1 Februari 2015
ISSN : 2086 - 2628
FAKTOR PRESDISPOSING KETERLAMBATAN PERKEMBANGAN
PADA ANAK DENGAN CEREBRAL PALSY DI RSJD Dr. RM.
SOEDJARWADI PROVINSI JAWA TENGAH
Intan Nugraheni1, Lailatif Nadiah Safitri2
Kementerian Kesehatan Politeknik Kesehatan Surakarta Jurusan Kebidanan
[email protected]
ABSTRACT
Background: The preliminary study in Region Psychological Hospital Dr. RM.
Soedjarwadi Central Java Province obtained approximately 50 patients with
cerebral palsy who came to perform stimulation treatments. The report of data
result in the Medical Records Installation stated that, cerebral palsy is the first
rank diagnosis in the top 10 of the most diagnostic in the Growth Child and
Adolescent Clinic of Region Psychological Hospital Dr. RM. Soedjarwadi Central
Java Province.
Objective: To determine the description of the presdisposing factors the
developmental delay in cerebral palsy’s children.
Method: The research is descriptive retrospective. The sampling technique used is
incidental sampling. Members ofthe sampleamounted to 45respondents. The data
analysis technique used is the frequency distribution of descriptive statistics.
Result: Most respondents were age 0-5 years (68,89%), male sex (55,56%), had a
history of birth cephalic presentation (93.33%), never exposed to toxins /
chemicals during the prenatal period (73.33%), were never infected with TORCH
during the prenatal period (91.11%), was never infected with an STD during the
prenatal period (100%), plan and get excited over the pregnancy (75.56%),
spontaneous delivery method (75.56%), were born at term (86.67%), and
asphyxia at birth (28.89%).
Conclusion: The internal and external factors can affect the developmental delay
in cerebral palsy’s children.
Keywords: Developmental Delayed, Cerebral Palsy
ABSTRAK
Latar Belakang : Studi pendahuluan di RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi
Jawa Tengah didapatkan sekitar 50 pasien dengan cerebral palsy yang datang
untuk melakukan perawatan stimulasi. Data hasil laporan dalam Instalasi Rekam
Medik, menyatakan bahwa, cerebral palsy merupakan diagnosa peringkat
pertama dari 10 besar diagnosa terbanyak di Klinik Tumbuh Kembang Anak dan
Remaja RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah.
Tujuan Penelitian : Untuk mengetahui faktor presdisposing keterlambatan
perkembangan pada anak dengan cerebral palsy di RSJD Dr. RM. Soedjarwadi
Provinsi Jawa Tengah.
Metode Penelitian : Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif
retrospektif. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah incidental
sampling. Anggota sampel berjumlah 45 responden. Teknik analisis menggunakan
uji univariat dengan dengan distribusi frekuensi.
JurnalIlmiahRekamMedisdanInformatikaKesehatan
1
INFOKES, VOL. 5 NO. 1 Februari 2015
ISSN : 2086 - 2628
Hasil Penelitian : Sebagian besar responden adalah berumur 0-5 tahun
(68,89%), berjenis kelamin laki-laki (55,56%), memiliki riwayat lahir presentasi
kepala (93,33%), tidak pernah terpapar toksin/zat kimia selama masa prenatal
(73,33%), tidak pernah terinfeksi TORCH selama masa prenatal (91,11%), tidak
pernah terinfeksi PMS selama masa prenatal (100%), merencanakan dan merasa
senang atas kehamilan (75,56%), metode persalinan spontan (75,56%), lahir
aterm (86,67%), dan asfiksia saat lahir (28,89%).
Kesimpulan : Faktor internal dan eksternal dapat mempengaruhi keterlambatan
perkembangan pada anak dengan cerebral palsy.
Kata kunci : Keterlambatan Perkembangan, Cerebral Palsy
PENDAHULUAN
Cerebral palsy ialah gangguan kelainan tonus otot atau kelumpuhan yang
disebabkan gangguan menetap di otak. Cerebral palsy bukan merupakan penyakit
yang menular ataupun bersifat herediter (Pertamawati, 2008: 2).
Palsiserebralmerupakansuatukeadaankerusakanjaringanotak
yang
menetapdantidakprogresif,
terjadipadausiadinisehinggamenggangguperkembanganotakdanmenunjukkankelai
nanposisi, tonus ototdankoordinasimotorik, sertakelainanneurologislainnya.
Secaraumum, palsiserebraldibagiatas 4 tipeyaituspastik, atetoid, ataksia,
dancampuran.Angkakejadianpalsiserebral di berbagainegarabervariasiantara 2-2,5
per 1000 kelahiranhidup (Wibowo, 2012: 1).
Lin (2003) dalamMardiani (2006: 1) menyebutkanbahwaThe National
Collaborative
Perinatal
Project
di
AmerikaSerikatmerekomendasikanperingatanbahwa
⅔
anak–anak
yang
didiagnosamengalamidiplegiaspastikdan
½
darisemuaanak
yang
menunjukkantanda–tanda
CP
padatahunpertamakehidupanmerekaakantampaksebagai CP setelahmerekaberusia
7 tahun.
Menurut Soetjiningsih (1995) dalam Mardiani (2006: 2) menyatakan bahwa
di Indonesia, prevalensi penderita CP diperkirakan sekitar 1 – 5 per 1.000
kelahiran hidup. Laki–laki lebih banyak daripada perempuan. Seringkali terdapat
pada anak pertama.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan penulis pada tahun 2014 di
Klinik Tumbuh Kembang Anak dan Remaja RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi
Jawa Tengah didapatkan data sekitar 50 pasien dengan cerebral palsy yang datang
untuk melakukan perawatan stimulasi. Dan angka kejadian cerebral palsy
tersebut, adalah kejadian yang terbanyak di Klinik tersebut jika dibandingkan
dengan diagnosa keterlambatan lainnya. Hal ini berbanding lurus dengan data
hasil laporan dalam Instalasi Rekam Medik di RSJD Dr. RM. Soedjarwadi
Provinsi Jawa Tengah, bahwa dalam peringkat 10 besar diagnosa terbanyak di
Klinik Tumbuh Kembang, cerebral palsy dengan kode G. 80.9 merupakan
diagnosa pasien yang menduduki peringkat pertama.Tujuan penelitian ini adalah
mengetahui faktor presdisposing keterlambatan perkembangan pada anak dengan
cerebral palsy di RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah.
LANDASAN TEORI
JurnalIlmiahRekamMedisdanInformatikaKesehatan
2
INFOKES, VOL. 5 NO. 1 Februari 2015
ISSN : 2086 - 2628
Menurut Suyitno (2002: 51), pertumbuhan adalah proses yang berhubungan
dengan bertambah besarnya ukuran fisik karena terjadi pembelahan dan
bertambah banyaknya sel, disertai bertambahnya substansi intersiil pada jaringan
tubuh. Proses tersebut dapat diamati dengan adanya perubahan-perubahan pada
besar dan bentuk yang dinyatakan dalam nilai-nilai ukuran tubuh, misalnya berat
badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar lengan atas, dan sebagainya.
Perkembangan adalah proses yang berhubungan dengan fungsi organ atau alat
tubuh karena terjadinya pematangan. Pada pematangan ini terjadi diferensiasi sel
dan maturasi alat atau organ sesuai dengan fungsinya.
Nursalam (2005: 34) menjelaskan bahwa meskipun pertumbuhan dan
perkembangan mempunyai arti yang berbeda, namun keduanya saling
mempengaruhi dan berjalan secara simultan. Pertambahan ukuran fisik akan
disertai dengan pertambahan kemampuan anak. CerebralPalsy diklasifikasikan
berdasarkan kerusakan gerakan yang terjadi dan dibagi dalam 4 kategori, yaitu: 1)
CP Spastikyaitudisertai tremor hemiparesis, dimana seseorang tidak dapat
mengendalikan gerakan pada tungkai pada salah satu sisi tubuh. Jika tremor
memberat, akan terjadi gangguan gerakan berat (Saharso, 2006: 6); 2) CP
Ataksidyaitu penderita yang terkena sering menunjukkan koordinasi yang buruk;
berjalan tidak stabil dengan gaya berjalan kaki terbuka lebar, meletakkan kedua
kaki dengan posisi yang saling berjauhan; kesulitan dalam melakukan gerakan
cepat dan tepat, misalnya menulis atau mengancingkan baju; 3) CP
Campuranyaituspastik dan gerakan atetoid tetapi kombinasi lain juga mungkin
dijumpai (Saharso, 2006).
Faktor-faktor resiko yang menyebabkan kemungkinan terjadinya CP semakin
besar antara lain 1) Letak sungsangyaitu kelainan letak seperti disproporsio
cephalopelvik dan letak abnormal, merupakan salah satu penyebab partus lama
atau macet yang menyebabkan trauma berkepanjangan terhadap janin; 2) Proses
persalinan sulitadalah masalah vaskuler atau respirasi bayi selama persalinan
merupakan tanda awal yang menunjukkan adanya masalah kerusakan otak atau
otak bayi tidak berkembang secara normal. Komplikasi tersebut dapat
menyebabkan kerusakan otak permanen; 3) Apgar skore rendahyaituapgar score
yang rendah hingga 10-20 menit setelah kelahiran merupakan faktor risiko
cerebral palsy; 4) Asfiksia BBLR atau prematuritas yaitu berat badan lahir rendah
dan prematuritas adalah faktor risiko utama CP (Stanley et al., 2000 dalam
Mardiani, 2006: 49).
Bayi prematur memiliki kemungkinan risiko lebih besar yang tidak terelakkan
daripada bayi cukup bulan, namun beberapa faktor yang disebabkan oleh infeksi
dapat meningkatkan kemungkinan bayi cukup bulan mengalami CP hingga 9 kali.
Variabel–variabel infeksi yang ada antara lain infeksi air ketuban, placenta,
traktus urinaria, chorioamnioitis atau infeksi yang menyerang membran di
sekeliling janin dan amniotic sac (Stanley et al., 2000 dalam Mardiani, 2006: 5152).
Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan perdarahan otak lebih banyak
dibandingkan bayi cukup bulan, karena pembuluh darah, enzim, faktor
pembekuan darah dan lain-lain masih belum sempurna (Ngastiyah, 1997: 268).
Bukti–bukti menunjukkan bahwa 5% dari bayi yang lahir dengan berat badan lahir
(BBL) < 2500 gram akan berkembang menjadi CP. Bayi yang bertahan hidup
yang lahir sebelum usia kehamilan mencapai 33 minggu, berisiko 30 kali lebih
JurnalIlmiahRekamMedisdanInformatikaKesehatan
3
INFOKES, VOL. 5 NO. 1 Februari 2015
ISSN : 2086 - 2628
besar mengalami CP daripada bayi yang dilahirkan cukup bulan. Semakin muda
usia gestasi, semakin rendah BBL, maka semakin tinggi risiko untuk menderita
CP. Secara ekstrim bayi dengan BBLR 100 kali lebih berisiko mengalami CP
daripada bayi dengan BBL normal (Stanley et al., 2000 dalam Mardiani, 2006:
59).Stres fisik yang dialami oleh bayi yang mengalami kelahiran prematur seperti
imaturitas pada otak dan vaskularisasi cerebral merupakan suatu bukti yang
menjelaskan mengapa prematuritas merupakan faktor risiko yang signifikan
terhadap kejadian CP (Boosara, 2004 dalam Mardiani, 2006).
Dalam menegakkan diagnosis CP perlu melakukan pemeriksaan kemampuan
motorik bayi dan melihat kembali riwayat medis mulai dari riwayat kehamilan,
persalinan dan kesehatan bayi. Perlu juga dilakukan pemeriksaan refleks dan
mengukur perkembangan lingkar kepala anak (Capture AJ, 1996 dalam Saharso,
2006: 16). Pemeriksaan khusus neuroradiologik untuk mencari kemungkinan
penyebab CP perlu dikerjakan, salah satu pemeriksaan adalah CT scan kepala,
yang merupakan pemeriksaan imaging untuk mengetahui struktur jaringan otak.
CT scan dapat menjabarkan area otak yang kurang berkembang, kista abnormal,
atau kelainan lainnya. Dengan informasi dari CT Scan, dokter dapat menentukan
prognosis penderita CP. Pada akhirnya, klinisi mungkin akan mempertimbangkan
kondisi lain yang berhubungan dengan CP, termasuk kejang, gangguan mental,
dan visus atau masalah pendengaran untuk menentukan pemeriksaan penunjang
yang dibutuhkan (Saharso, 2006).
Menurut Nurhiyani (1990: 31) bahwa meskipun dijumpai kesulitan dalam
menentukan kepastian diagnosis dan tipe palsi serebral, yang paling penting
jangan sampai terlampaui saat yang tepat untuk melakukan penatalaksanaan.
Diagnosis palsi serebral biasanya dapat dilakukan dengan pasti setelah bayi
berumur 6 bulan.
Menurut Voyta (1974) dalam Nurhiyani (1990: 32) bahwa bila palsi serebral
dialami lebih dari 6 bulan tanpa terapi, ‘abnormal motor pattern’ menjadi
menetap. Ini mengakibatkan palsi serebral menjadi kenyataan, yang akan lebih
sulit ditangani. Diagnosis dini memberi peluang untuk penatalaksanaan yang tepat
dengan kemungkinan besar dapat berhasil, karena gejala motorik abnormal belum
menetap.
Prognosis kesembuhan dalam arti regenerasi dari otak yang sesungguhnya, tidak
pernah terjadi pada palsi serebralis. Tetapi akan terjadi perbaikan sesuai dengan
tingkat maturitas otak yang sehat sebagai kompensasinya. Pengamatan jangka
panjang yang dilakukan oleh Cooper dkk (dikutip dari Oka Adnyana)
menunjukkan adanya tendensi perbaikan fungsi koordinasi dan fungsi motorik
dengan bertambahnya umur anak yang mendapat stimulasi yang baik
(Soetjiningsih, 2012: 234).
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptifbersifat retrospektif karena
karakter subyek yang diobservasi bukan hanya status pada saat dilakukan
penelitian, tetapi dilihat perkembangan ke belakang (Pratiknya, 2003: 14).
JurnalIlmiahRekamMedisdanInformatikaKesehatan
4
INFOKES, VOL. 5 NO. 1 Februari 2015
ISSN : 2086 - 2628
Populasi dalam penelitian adalah semua ibu yang memeriksakan anaknya dengan
cerebral palsy ke Klinik Tumbuh Kembang Anak dan Remaja.
Jenis
pengambilan sampel penelitian ini menggunakan nonprobability sampling
(Sugiyono, 2010: 66).
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalahincidental samplingyaitusiapa
saja yang kebetulan dijumpai oleh peneliti selama masa pengambilan data
penelitian padatahun2014 di Klinik Tumbuh Kembang Anak dan Remaja RSJD
Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengahdengan sampel penelitian berjumlah
45 responden.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Umur Responden
Tabel 1. Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur
No.
Umur
Ƒ
%
1.
Balita
31
68,89
2.
Anak
14
31,11
Jumlah
45
100
Berdasarkan tabel 1 didapatkan bahwa jumlah anak dengan cerebral palsy paling
banyak berumur 0-5 tahun yaitu sebanyak 31 orang (68,89%).
Jenis kelamin
Tabel 2. Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin
No.
1.
2.
Jenis
Kelamin
Perempuan
Laki-laki
Jumlah
Ƒ
%
20
25
45
44,44
55,56
100
Tabel 2 menunjukkan jumlah terbanyak anak dengan cerebral palsy berjenis
kelamin laki-laki yaitu 55,56%.
Faktor zat kimia
Tabel 3. Distribusi frekuensi responden berdasarkan zat kimia
No.
1.
2.
Zat Kimia
Ƒ
%
Pernah
12
26,67
Tidak Pernah
33
73,33
Jumlah
45
100
Tabel 3 menunjukkan paling banyak responden tidak pernah terpapar zat kimia
selama masa prenatal yaitu 73,33%.
Faktor infeksi
a. TORCH
Tabel 4. Distribusi frekuensi
No.
TORCH
1. Pernah
2. Tidak Pernah
Ƒ
4
41
responden berdasarkan TORCH
%
8,89
91,11
JurnalIlmiahRekamMedisdanInformatikaKesehatan
5
INFOKES, VOL. 5 NO. 1 Februari 2015
Jumlah
45
ISSN : 2086 - 2628
100
Tabel 4 menunjukkan paling banyak responden tidak pernah terpapar infeksi
TORCH selama masa prenatal yaitu 91,11%.
b. PMS
Tabel 5. Distribusi frekuensi responden berdasarkan PMS
No.
PMS
ƒ
%
1. Pernah
0
0
2. Tidak Pernah
45
100
Jumlah
45
100
Tabel 5 menunjukkan seluruh responden tidak pernah terpapar PMS selama masa
prenatal sebanyak 100%.
Psikologis ibu
Tabel 6. Distribusi frekuensi responden berdasarkan psikologis ibu
No.
1.
2.
Psikologis
Senang
Tidak
Jumlah
Ƒ
%
34
11
45
75,6
24,4
100
Berdasarkan tabel 6 diperoleh bahwa sebagian besar ibu merencanakan
kehamilannya dan merasa senang atas kehamilan tersebut sebesar 34 orang
(75,6%).
Faktor mekanis dan persalinan
Tabel 7. Distribusi frekuensi responden berdasarkan faktor mekanis dan
persalinan
KondisiAnak
Aterm
BBLR
Asfiksi
f
%
f
%
f
%
39
86,6 8
17,7 13
28,8
Total
65
Berdasarkan tabel 7 didapatkan hasil bahwa paling banyak responden lahir
aterm sebesar 86,6% , mengalami BBLR sebesar 17,7% dan asfiksia sebesar
28,8%.
Pembahasan
Umur responden
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden
adalah balita yang berumur 0-5 tahun (68,89%). Hal ini disebabkan karena tanda
awal CP biasanya tampak pada usia < 3 tahun dan orang tua sering mencurigai
JurnalIlmiahRekamMedisdanInformatikaKesehatan
6
INFOKES, VOL. 5 NO. 1 Februari 2015
ISSN : 2086 - 2628
ketika kemampuan perkembangan motorik tidak normal. Bayi dengan CP sering
mengalami kelambatan perkembangan, misalnya tengkurap, duduk, merangkak,
tersenyum atau berjalan (Blasco, 1989 dalam Saharso, 2006). Menurut Sacharin
(1996) menjelaskan bahwa pada kasus yang lebih parah, gejala dapat terlihat sejak
lahir. Bayi memperlihatkan keadaan cengeng dan muntah. Kasus yang lebih
ringan tidak memperlihatkan adanya defisiensi motorik hingga anak gagal untuk
melakukan keterampilan motorik utama pada periode perkembangan tertentu anak
tidak dapat duduk pada sekitar umur 6 bulan atau berjalan pada umur setahun.
Teori lain menyebutkan bahwa gangguan dapat terjadi mulai saat kelahiran
sampai usia 1 tahun (Hendarto dkk, 1985 dalam Nurhiyani, 1990). Atau 3 tahun
(Vining, 1986 dalam Nurhiyani, 1990) atau 5 tahun (Pharoah dkk, 1989 dalam
Nurhiyani, 1990).
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Mardiani (2006:93) menyebutkan
bahwa sebagian besar (26,7%) responden terdeteksi mengalami gejala CP pada
usia 19–24 bulan.Menurut Nurhiyani (1990) bahwa meskipun dijumpai kesulitan
dalam menentukan kepastian diagnosis dan tipe palsi serebral, yang paling penting
jangan sampai terlampaui saat yang tepat untuk melakukan penatalaksanaan.
Diagnosis palsi serebral biasanya dapat dilakukan dengan pasti setelah bayi
berumur 6 bulan.
Menurut Voyta (1974) dalam Nurhiyani (1990) bahwa bila palsi serebral
dialami lebih dari 6 bulan tanpa terapi, ‘abnormal motor pattern’ menjadi
menetap. Ini mengakibatkan palsi serebral menjadi kenyataan, yang akan lebih
sulit ditangani. Diagnosis dini memberi peluang untuk penatalaksanaan yang tepat
dengan kemungkinan besar dapat berhasil, karena gejala motorik abnormal belum
menetap.
Jenis kelamin responden
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa sebanyak 25 responden
berjenis kelamin laki-laki (55,56%). Dalam Nurhiyani (1990) dijelaskan bahwa
menurut Wishburn dkk. (1965); Mckinlav (1983); El-Zawahry (1985); Hartono
dkk. (1986), hal ini diduga karena angka kejadian meningitis dan ensefalitis lebih
tinggi pada laki-laki, karena perempuan punya sawar darah otak lebih kuat. Tetapi
ada pula pendapat bahwa perbedaan ini karena kromatin seks perempuan bersifat
memberi perlindungan terhadap infeksi dan benda toksik.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Mardiani (2006:118) bahwa laki-laki
berisiko 2,5 kali mengalami CP daripada perempuan. Begitu juga menurut hasil
penelitian Nurhiyani (1990:77) yang menunjukkan bahwa rasio pasien laki-laki
dan perempuan adalah 1,24:1. Selain itu menurut Winarno dkk. (1976) dalam
Nurhiyani (1990:78), mendapatkan angka perbandingan laki-laki dan wanita
sekitar 51,4:49,6 di YPAC Semarang.
Faktor toksin/zat kimia
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa jumlah anak dengan
cerebral palsy paling banyak tidak pernah terpapar toksin/zat kimia selama masa
prenatal yaitu sebesar 33 orang (73,33%).
Hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa perkembangan
janin sangat rentan terhadap kerusakan, terutama pada beberapa bulan pertama
perkembangannya. Konsumsi obat-obatan, alkohol atau merokok adalah salah
JurnalIlmiahRekamMedisdanInformatikaKesehatan
7
INFOKES, VOL. 5 NO. 1 Februari 2015
ISSN : 2086 - 2628
satu faktor yang menimbulkan efek perkembangan yang buruk pada bayi (Merrit,
1973; Stanley et al., 2000 dalam Mardiani, 2006).
Kelainan kromosom atau pengaruh zat–zat teratogen yang terjadi pada 8
minggu pertama kehamilan, dapat berpengaruh terhadap proses embriogenesis
sehingga dapat mengakibatkan kelainan yang berat. Pengaruh zat–zat teratogen
setelah trimester I akan mempengaruhi maturasi otak (Soetjiningsih, 2012).
Menurut United States Food and Drugs Administration, bahwa ada
beberapa jenis obat yang dilarang untuk dikonsumsi oleh wanita hamil dan obat
yang boleh dikonsumsi hanya dengan resep dokter. Obat-obat tersebut antara lain:
aspirin, ibuprofen (Motrin, Advil) dan thalidomide. Obat-obat tersebut berbahaya
bagi perkembangan janin jika dikonsumsi pada ibu hamil, terutama pada usia
gestasi kurang dari 3 bulan (Anonim, 2005 dalam Mardiani, 2006). Selain itu,
penggunaan antibiotik pada saat hamil juga terbukti sebagai fakor risiko
terjadinya CP (Stanley et al., 2000; O’Shea, 1998 dalam Mardiani, 2006).
Menurut Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia (1991) menyatakan bahwa pengaruh obat yang diberikan kepada ibu
hamil terhadap janin sangat tergantung dari umur kehamilan, jumlah obat, waktu
dan lama pemberian.
Teori ini sesuai dengan hasil penelitian Mardiani (2006:111), yang
menunjukkan bahwa pada responden yang ibunya mengalami keracunan saat
hamil, berisiko 66 kali lebih besar terjadi CP dibandingkan dengan yang tidak
mengalami keracunan saat kehamilan. Secara statistik menunjukkan adanya
hubungan yang signifikan antara keracunan kehamilan dengan kejadian CP.
Faktor infeksi
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa paling banyak responden tidak
pernah terpapar infeksi TORCH selama masa prenatal yaitu sebesar 41 orang
(91,11%). Dan semua responden tidak pernah terpapar PMS (Penyakit Menular
Seksual) selama masa prenatal sebesar 45 orang (100%). Didapatkan hasil diatas,
sebab sebagian besar ibu tidak mengetahui tentang infeksi TORCH dan PMS.
Sehingga gejala terpapar infeksi juga tidak dipahami oleh mereka, oleh karena itu
ibu tidak pernah memeriksakan dirinya ke pelayanan kesehatan berkaitan dengan
infeksi tersebut.
Hal ini tidak sesuai dengan teori menurut Leviton & Gilles (1984) dalam
Saharso (2006) menyatakan bahwa rubella dapat menginfeksi ibu hamil dan fetus
dalam uterus, akan menyebabkan kerusakan sistem saraf yang sedang
berkembang. Infeksi lain yang dapat menyebabkan cedera otak fetus meliputi
cytomegalovirus dan toxoplasmosis. Pada saat ini sering dijumpai infeksi maternal
lain yang dihubungkan dengan CP.
Berdasarkan pernyataan Miller & Bachrach (1995) dalam Mardiani (2006)
bahwa ketika infeksi–infeksi seperti rubella (German Measles), toksoplasmosis
(penyakit akibat masuknya mikroorganisme parasit) dan virus yang dikenal
sebagai cytomegalovirus, menyerang ibu hamil, dapat menyebabkan kerusakan
pada otak janin. Banyak infeksi lain yang dapat menyerang wanita hamil yang
juga dapat mengganggu perkembangan janin, tetapi hal ini diabaikan sebagai
penyebab CP pada neonatal, karena ibu–ibu yang terinfeksi tidak mengetahui
gejala infeksi yang dialami atau mungkin infeksi ini tidak menampakkan
gejalanya. Virus cytomegalovirus berdampak ringan pada ibu, namun hal ini dapat
menyebabkan janin yang dikandung mengalami kerusakan otak yang dapat
JurnalIlmiahRekamMedisdanInformatikaKesehatan
8
INFOKES, VOL. 5 NO. 1 Februari 2015
ISSN : 2086 - 2628
berakibat terjadinya CP. Infeksi parasit ringan seperti toksoplasmosis juga
seringkali tidak diketahui oleh ibu hamil, hingga waktu kelahiran (Mardiani,
2006).
Menurut Pillitteri (2002) menjelaskan bahwa penyakit menular seksual
(PMS) merupakan penyakit yang disebarkan melalui koitus. PMS mencakup
kandidiasis, trikomonas, bacterial vaginosis (infeksi Gardnella), klamidia
trakomatis, sifilis, virus herpes simpleks tipe 2, human papilloma virus,
gonorrhea, infeksi streptococcus grup B, dan human immunodeficiency virus
(HIV). Hampir semua PMS mempengaruhi janin. Hanya sedikit imunisasi dibuat
untuk melawan PMS, sehingga terdapat kemungkinan kambuh jika tindakan
pencegahan tidak dilakukan.
Psikologis ibu
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa sebagian besar ibu
merencanakan kehamilannya dan merasa senang atas kehamilan tersebut sebesar
34 orang (75,56%).
Menurut Pillitteri (2002) bahwa menerima kehamilan adalah tugas
psikologis pada trimester pertama kehamilan. Selama 9 bulan kehamilan, wanita
berada dalam lingkaran emosi, dari rasa terkejut mendapatkan dirinya hamil (atau
berharap dia tidak hamil) sampai rasa senang dan menerima terhadap kenyataan
bahwa ia akan memiliki anak, mencemaskan dirinya dan anak tersebut, bosan
dengan proses dan berharap untuk dapat segera melaluinya sehingga dapat menuju
ke langkah selanjutnya yaitu mendekati persalinan dan mengakhiri kehamilan.
Berbagai reaksi terhadap kehamilan muncul dari wanita, salah satunya adalah
ambivalen; dia ingin hamil tetapi dia juga tidak menikmati hal tersebut. (Hal ini
tidak berarti bahwa perasaan positif bertentangan dengan perasaan negatif, oleh
karena itu perasaan yang tersisa dari wanita hampir tidak ada mengenai
kehamilannya; perasaan tersebut bersifat pribadi).
Respon yang umum pada kehamilan mencakup berduka (sebelum menjalani
peran sebagai ibu, dia harus melepaskan perannya saat ini), egois, tertutup,
perubahan dalam gambaran diri dan batasan, penurunan kemampuan mengambil
keputusan, emosi yang labil dan perubahan keinginan seksual. Beberapa wanita
yang merasa kaget atas kehamilannya akan merasa kurang senang dan kecewa
atau cemas pada saat berita ini disampaikan; kebanyakan wanita mampu untuk
merubah perilaku mereka menghadapi kehamilan pada saat mereka merasakan
quickening (Pillitteri, 2002).
Faktor prenatal dan persalinan
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa paling banyak responden
mengalami lahir aterm sebesar 39 orang (86,6%), BBLR sebanyak 17,7% serta
asfiksia sebesar 13 orang (28,8%).
Masalah vaskuler atau respirasi bayi selama persalinan merupakan tanda
awal yang menunjukkan adanya masalah kerusakan otak atau otak bayi tidak
berkembang secara normal. Komplikasi tersebut dapat menyebabkan kerusakan
otak permanen (Saharso, 2006).
Organ tubuh yang rentan (otak), pada saat yang sulit (proses kelahiran)
dapat terpapar aliran darah yang rusak, yaitu darah yang mengandung sedikit
oksigen yang berasal dari paru–paru yang tidak berfungsi dengan baik. Selain itu,
adanya tekanan pada cranium, dapat mengubah bentuk kepala sehingga
JurnalIlmiahRekamMedisdanInformatikaKesehatan
9
INFOKES, VOL. 5 NO. 1 Februari 2015
ISSN : 2086 - 2628
menyebabkan perdarahan dan menurunnya aliran darah ke bagian otak lain yang
belum rusak (Stanley et al., 2000 dalam Mardiani, 2006).
Persalinan yang sulit termasuk persalinan dengan bantuan alat dan kelainan
letak dapat menyebabkan trauma lahir atau cedera mekanik pada kepala bayi.
Trauma lahir dapat menyebabkan perdarahan subdural, subarakhnoid dan
perdarahan intraventrikular (Soetomenggolo & Ismael, 1999 dalam Mardiani,
2006).
Menurut Mardiani (2006) bahwa cerebral palsy diskinetik berjumlah kurang
lebih 10 % dari semua bentuk CP, umumnya terjadi pada bayi cukup bulan. Sebab
perdarahan subarakhnoid dapat terjadi pada bayi prematur dan bayi cukup bulan.
Manifestasi neurologik dapat berupa iritabel dan kejang (Soetomenggolo &
Ismael, 1999 dalam Mardiani, 2006).
Begitu juga dengan status marmoratus yaitu suatu akibat neuropatologi yang
ditimbulkan oleh neonatal hypoxic-ischemic encephalopathy dan diduga lebih
banyak terjadi pada bayi cukup bulan daripada bayi prematur. Lesi ini adalah
keadaan khusus munculnya gumpalan karena suatu abnormalitas pembentukan
myelin. Lesi ini merusak ganglia basal dan thalamus yang menyebabkan fenotipe
CP diskinetik (Boosara, 2004 dalam Mardiani, 2006).
Menurut Glenting (1982); Sacks (1984); Hendarto dkk (1985) dalam
Nurhiyani (1990), menyatakan bahwa dari sekian banyak faktor yang dapat
menyebabkan kerusakan otak, mekanisme utama terjadinya palsi serebral adalah
melalui asfiksia/hipoksia dengan atau tanpa perdarahan intra kranial. Freeman dan
Nelson (1988) dalam Nurhiyani (1990) menyebutkan bahwa hanya bayi dengan
nilai Apgar rendah pada menit ke-15 dan ke-20 yang akan mempunyai risiko
kelak menjadi palsi serebral.
Hipoksia janin berkaitan erat dengan asfiksia neonatorum, dimana terjadi
perubahan pertukaran gas dan transpor oksigen yang akan mempengaruhi
oksigenasi sel-sel tubuh yang selanjutnya dapat menyebabkan kerusakan otak
(Wiknjosastro, 2002 dalam Mardiani 2006).
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi yang baru dilahirkan tidak segera
bernafas secara spontan dan teratur setelah dilahirkan. Nilai Apgar mempunyai
hubungan yang erat dengan beratnya asfiksia, dan biasanya dinilai satu menit dan
lima menit setelah bayi lahir (Wiknjosastro, 2002 dalam Mardiani, 2006). Pada
penelitian yang telah dilakukan oleh Stanley et. al. menunjukkan bayi dengan skor
Apgar 3 pada 20 menit pertama setelah kelahiran, berisiko 250 kali lebih besar
mengalami CP daripada bayi dengan skor Apgar normal (Stanley et. al., 2000
dalam Mardiani, 2006:117).
Teori menurut Nelson, et al (1994) dalam Saharso (2006), asfiksia sering
dijumpai pada bayi-bayi dengan kesulitan persalinan. Asfiksia menyebabkan
rendahnya suplai oksigen pada otak bayi pada periode lama, anak tersebut akan
mengalami kerusakan otak yang dikenal hipoksik iskemik encephalopathy. Angka
mortalitas meningkat pada kondisi asfiksia berat, tetapi beberapa bayi yang
bertahan hidup dapat menjadi CP, dimana dapat bersama dengan gangguan mental
dan kejang.
Cedera otak akibat vascular insufficiency tergantung pada berbagai faktor
saat terjadinya cedera, antara lain distribusi vaskular ke otak, efisiensi aliran darah
ke otak dan sistem peredaran darah, serta respon biokimia jaringan otak terhadap
JurnalIlmiahRekamMedisdanInformatikaKesehatan
10
INFOKES, VOL. 5 NO. 1 Februari 2015
ISSN : 2086 - 2628
penurunan oksigenasi (Boosara, 2004 dalam Mardiani, 2006). Kelainan
tergantung pada berat ringannya asfiksia yang terjadi pada otak (Mardiani, 2006).
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian beberapa peneliti yaitu
Franky (1994) dalam Soetjiningsih (2012:223) di RSUP Sanglah Denpasar,
mendapatkan bahwa terdapat 87,5% penderita palsi serebral berasal dari
persalinan spontan letak kepala dan 75 % penderita palsi serebral berasal dari
kehamilan cukup bulan.
KESIMPULAN
1. Sebagian besar respondenberumur 0-5 tahun sebanyak 68,89%.
2. Sebagian besar respondenberjenis kelamin laki-laki sebanyak 55,56%.
3. Sebagian besar responden memiliki riwayat lahir dengan riwayat presentasi
kepala sebesar 93,33%.
4. Sebagian besar respondentidak pernah terpapar zat kimia selama masa
prenatal sebesar 73,33%.
5. Sebagian besar ibu respondentidak pernah terinfeksi TORCH (Toksoplasma,
Other, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes simpleks) selama masa prenatal
sebesar 91,11%, dan tidak pernah terpapar PMS (Penyakit Menular Seksual)
selama masa prenatal sebanyak 100%.
6. Sebagian besar ibu respondenmerencanakan kehamilannya dan merasa senang
atas kehamilan tersebut sebesar 75,56%.
7. Sebagian besar metode persalinan adalah lahir aterm sebesar 86,6%, sebanyak
17,7% mengalami BBLR danasfiksia sebesar 28,89%.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Indonesia. 1991. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 1. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
2. Budiarto, E. 2002. Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat.
Cetakan ke-I. EGC. Jakarta.
3. Danim, S., dan Darwis. 2003. Metode Penelitian Kebidanan: Prosedur,
Kebijakan, dan Etik. EGC. Jakarta.
4. Gayatri, A. 1995. Kamus Kesehatan. Cetakan ke-5. Arcan. Jakarta.
5. Hadi, S. 2001. Statistik Jilid 2. Edisi pertama. Cetakan 19.Andi. Yogyakarta.
6. Hidayat, A.A.A. 2011. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis
Data. Edisi Pertama. Salemba Medika. Jakarta.
7. Mardiani, E. 2006. Faktor – faktor Risiko Prenatal dan Perinatal Kejadian
Cerebral Palsy (Studi Kasus di YPAC Semarang). Tesis. Program Studi
Epidemiologi Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang.
8. Markam, S., S. Ganiswarna, dan H. Laksman. 2001. Kamus Kedokteran. Edisi
ke-3. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
9. Narendra, M.B. 2002a. Penilaian Pertumbuhan dan Perkembangan Anak.
Dalam Buku Ajar Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Editor M.B. Narendra,
T.S. Sularyo, Soetjiningsih, H. Suyitno, IG. N. G. Ranuh. Edisi Pertama.
Cetakan Pertama. Sagung Seto. Jakarta.
10. Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Cetakan pertama. Buku Kedokteran
EGC. Jakarta.
JurnalIlmiahRekamMedisdanInformatikaKesehatan
11
INFOKES, VOL. 5 NO. 1 Februari 2015
ISSN : 2086 - 2628
11. Nurhiyani, L. 1990. Beberapa Aspek Klinik Palsi Serebral pada Anak. Tesis.
Program Studi Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Pasca Sarjana Universitas
Indonesia. Jakarta.
12. Nursalam, R. Susilaningrum, dan S. Utami. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi
dan Anak (untuk Perawat dan Bidan). Edisi Pertama. Salemba Medika.
Jakarta.
13. Pertamawati, N. 2008. Penerapan Metode Glenn Doman Untuk
Meningkatkan Kemampuan Membaca Anak Yang Memiliki Gangguan
Cerebral Palsy. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN).
Malang.
14. Pillitteri, A. 1995. Pocket Guide For Maternal & Child Health Nursing.
Lippincot-Raven. Philadelphia. Terjemahan Y. Asih, Setiawan, K.S. Kadar,
M. Ester. 2002. Buku Saku Perawatan Kesehatan Ibu dan Anak. Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
15. Pratiknya, A.W. 2003. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan
Kesehatan. Edisi pertama. Cetakan kelima. PT Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
16. Ramali, A., dan Pamoentjak. 1993. Kamus Kedokteran: Arti dan Keterangan
Istilah. Cetakan ke-18. Djambatan (anggota IKAPI). Jakarta.
17. RSJD Dr. RM. Soedjarwadi. 2014. Profil RSJD Dr. RM. Soedjarwadi
Provinsi Jawa Tengah. Bagian DIKLAT. Klaten.
18. Sacharin, R.M. 1986. Principles of Paediatric Nursing. Longman Group UK
Limited. London. Terjemahan R.F. Maulany.1996. Prinsip Keperawatan
Pediatrik. Edisi Kedua. Cetakan Kedua. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
19. Saharso, D. 2006. Cerebral Palsy Diagnosis dan Tatalaksana. Continuing
Education Ilmu Kesehatan Anak XXXVI Kapita Selekta Ilmu Kesehatan Anak
VI. 29-30 Juli 2006. Kelompok Studi Neuro-developmental Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FK Unair RSU Dr. Soetomo Surabaya.
20. Soetjinigsih. 2002. Perkembangan Anak dan Permasalahannya. Dalam Buku
Ajar Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Editor M.B. Narendra, T.S.
Sularyo, Soetjiningsih, H. Suyitno, IG. N. G. Ranuh. Edisi Pertama. Cetakan
Pertama. Sagung Seto. Jakarta.
21. Sugiyono. 2010. Statistika untuk Penelitian. Cetakan Ke-16. Alfabeta.
Bandung.
22. Suyitno, H. dan M.B. Narendra. 2002. Pertumbuhan Fisik Anak. Dalam Buku
Ajar Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Editor M.B. Narendra, T.S.
Sularyo, Soetjiningsih, H. Suyitno, IG. N. G. Ranuh. Edisi Pertama. Cetakan
Pertama. Sagung Seto. Jakarta.
23. Tanuwidjaya, S. 2002a. Konsep Umum Tumbuh dan Kembang. Dalam Buku
Ajar Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Editor M.B. Narendra, T.S.
Sularyo, Soetjiningsih, H. Suyitno, IG. N. G. Ranuh. Edisi Pertama. Cetakan
Pertama. Sagung Seto. Jakarta.
Wibowo, A. R., dan D. R. Saputra. 2012. Prevalens dan Profil Klinis pada Anak
Palsi Serebral Spastik dengan Epilepsi. Sari Pediatri 14 (1).
JurnalIlmiahRekamMedisdanInformatikaKesehatan
12
Download