2. tinjauan pustaka

advertisement
4
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Klasifikasi dan Karakteristik Morfologis Ikan Bilih
Klasifikasi ikan bilih (Mystacoleucus padangensis) menurut Sa’anin (1979)
adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Sub Filum
: Vertebrata
Kelas
: Pisces
Sub Kelas
: Teleostei
Ordo
: Ostariophysi
Sub Ordo
: Cyprinoidea
Familia
: Cyprinidae
Sub Familia
: Cyprininae
Genus
: Mystacoleucus
Spesies
: Mystacoleucus padangensis (Blkr.)
Sinonim
: Mystacoleucus marginatus CV.
Ikan bilih adalah ikan endemik yang hidup di Danau Singkarak, Sumatera
Barat. Sebagai ikan endemik, ikan bilih hidup dalam geografis yang terbatas
sehingga di dunia hanya ditemukan di Danau Singkarak. Oleh karena itu, Danau
Singkarak merupakan habitat asli dari ikan bilih. Nama Indonesia ikan ini adalah
“Bako” dan nama lokalnya Bilih.
Secara morfologik bentuk tubuh ikan bilih hampir menyerupai ikan tawes
(Puntius javanicus CV) namun tubuhnya lebih ramping. Panjang ikan bilih dewasa
berkisar antara 58,00-107,00 mm dengan panjang rata-rata 89,00 mm. Berat badan
ikan bilih berkisar antara 3,00-10,50 gram dengan berat rata-rata 6,80 gram. Tinggi
badan rata-rata 18,50 mm dan ekor bertipe “homocercal”. Pada garis sisi (linea
lateralis) terdapat sisik yang bertipe sikloid sebanyak 35 buah dan di atas garis sisi
sebanyak 5 buah. Sisik daerah perut sampai ekor bagian bawah berwarna putih
keperakan, sedangkan sisik di atas garis sisi atau bagian punggung berwarna agak
5
gelap (kecoklatan). Ikan bilih tidak mempunyai sungut (Jafnir 1989 in Yonwarson
1996). Bentuk morfologi ikan bilih dapat dilihat pada Gambar 1.
Ikan bilih merupakan jenis ikan yang sangat sensitif terhadap perubahan
kondisi lingkungan perairan. Hal ini diduga karena ikan bilih bersifat ”endemik” dan
relatif sulit beradaptasi dengan lingkungan di luar perairan umum Danau Singkarak,
sehingga tidak dapat menyebar secara alami (Azhar 1993).
Gambar 1. Ikan bilih (Mystacoleucus padangensis)
(Dokumentasi pribadi 2009)
2.2. Habitat dan Ruaya Pemijahan
Ikan bilih adalah ikan air tawar yang hidup di perairan umum, terutama di
Daerah Sumatera Barat (Weber & Beaufort 1916 in Azhar 1993). Selanjutnya
Rachmatika (1986) in Azhar (1993) menyatakan bahwa ikan bilih adalah jenis ikan
yang dominan hidup di Danau Singkarak. Hal ini diduga karena habitat danau ini
sangat mendukung semua proses daur hidupnya. Disamping itu ikan bilih ini
dikategorikan sebagai ikan yang hidup di kolom air dari dasar sampai ke permukaan
(bentho-pelagis), terutama di perairan dangkal atau litoral dan tergolong pemakan
plankton (plankton feeder) (FISHBASE).
Seluruh habitat perairan Danau Singkarak disukai oleh ikan bilih dengan
tingkat kesukaan (keterkaitan) yang sama. Hal ini terlihat dari distribusi ikan bilih
yang hampir merata di seluruh perairan, sehingga peluang ikan ini untuk
memanfaatkan sumberdaya alam yang tersedia relatif
besar jika dibandingkan
dengan jenis-jenis ikan lainnya yang hidup di Danau Singkarak (Yonwarson 1996).
6
Koesbiono (1980) in Azhar (1993), mengemukakan bahwa dalam suatu habitat
tertentu anggota-anggota dari suatu spesies akan dipengaruhi oleh anggota-anggota
spesies yang lain, bila niche ekologi kedua spesies ini sama. Bila ada dua spesies
yang kebutuhannya akan pangan dan atau faktor-faktor ekologi lainnya sama, maka
akan terjadi persaingan (kompetisi). Selanjutnya dinyatakan pula bahwa secara
umum kompetisi yang terjadi dalam suatu habitat bertindak sebagai pengatur,
misalnya dalam mengatur kepadatan populasi spesies lain yang hidup dalam niche
ekologi yang sama.
Secara umum ikan bilih menyukai perairan yang jernih, suhu perairan rendah
(26,0-28,0 oC) dan daerah litoral perairannya berbatu kerikil dan atau berpasir
(Azhar 1993). Karakteristik limnologis Danau Singkarak, hasil pengamatan tahun
2003, dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Karakterisitik hidrologis Danau Singkarak
No.
Parameter Hidrologis
Satuan
1
Luas permukaan air
Ha
11.220
2
Kedalaman maksimum
M
250
3
Kecerahan air
cm, secchi disk
4
Suhu air
o
5
pH
Unit
8,10-9,00
6
Alkalinitas
mg/l
11,10-26,50
7
Kandungan oksigen terlarut
mg/l
2,60-8,20
8
Nitrat (NO3)
mg/l
0,00-0,27
9
Fosfat (PO4)
mg/l
0,90-0,21
10
Produktivitas primer
mg C/m3/hari
11
Kelimpahan plankton
sel/l
12
Tekstur daerah litoral
-
C
Danau Singkarak
320-380
27,20-29,50
125,20-625,60
55.470-230.515
Pasir, lumpur
Keterangan: Parameter hidrologis diukur pada permukaan air sampai kedalaman 25 meter
Sumber data : Purnomo et al. (2003)
Ikan bilih memiliki pola ruaya pemijahan (spawning migration) yaitu ikan
melakukan ruaya pemijahan secara teratur dan berkala ke daerah “spawning ground”
(daerah /tempat dimana ikan-ikan tersebut dilahirkan) dan selanjutnya melakukan
ruaya ke daerah “feeding ground” untuk mendapatkan makanan. Dalam hal ini,
7
konsep reproductive homing merupakan faktor penting dan dominan dari beberapa
stok ikan dimana ikan kembali dan menempati daerah asal kelahirannya untuk
melangsungkan proses reproduksi, daripada pergi ke tempat lain walaupun
lingkungannya sama. Ikan bilih masuk ke danau dengan kondisi airnya jernih,
berarus, dasar perairannya berbatu kerikil dan atau pasir. Induk-induk ikan tersebut
mulai masuk sungai pada sore hari secara bergerombol untuk memijah di muara
sungai. Puncak pemijahan terjadi pada malam hari menjelang pagi, sekitar jam 3
sampai 5 pagi. Telur yang transparan hasil pemijahan yang telah dibuahi akan
bergerak terbawa arus air masuk ke danau dan menetas di perairan muara,
sedangkan larva dan benihnya tumbuh di danau sampai dewasa (Purnomo et al.
2006). Ikan bilih menuju kedaerah pemijahan dengan sifat pemijahan ”partial
spawner” yaitu tidak mengeluarkan telur matang sekaligus dalam satu kali periode
pemijahan (Syandri 1996). Menurut Lowe Mc Connel (1975) in Syandri (1996),
pemijahan ikan yang bersifat partial merupakan adaptasi ikan terhadap lingkungan
perairan sungai yang kondisinya relatif labil.
Ikan bilih tergolong heteroseksual yakni spermatozoa dan sel telur masingmasing dihasilkan oleh individu yang berbeda. Oleh sebab itu testis dan ovari
ditemukan berkembang secara terpisah sejak fase benih dan kemudian setiap
individu tetap berkelamin betina atau jantan selama hidupnya. Ikan bilih yang masih
kecil (< 48 mm) testis dan ovarinya belum berkembang sehingga tidak dapat
ditentukan jenis kelaminnya secara makroskopis. Ikan bilih memiliki tanda-tanda
luar (ciri kelamin sekunder) yang dapat dijadikan sebagai pedoman untuk
membedakan antara ikan betina dan jantan. Ikan bilih jantan bentuk tubuhnya agak
langsing sedangkan betina lebih gemuk. Ikan jantan dan betina matang gonad
pertama kali masing-masing pada ukuran 50 mm dan betina 55 mm, berumur enam
bulan. Pada ikan bilih matang gonad terdapat sirip ekor yang berwarna keemasan,
sedangkan yang belum matang gonad tidak ditemukan warna demikian. Warna
kuning pada sirip ekor ikan bilih merupakan ciri tingkat kematangan gonad yang
tinggi dan akan memasuki saat pemijahan (Syandri 1996).
8
2.3. Makanan dan Kebiasaan Makan
Makanan adalah organisme, bahan, maupun zat yang dimanfaatkan ikan untuk
menunjang kehidupan organ tubuhnya. Makanan merupakan faktor yang
mengendalikan populasi, pertumbuhan, dan kondisi ikan. Kebiasaan makanan (food
habits) ikan merupakan hal yang berhubungan dengan jenis, kuantitas, dan kualitas
makanan yang dimakan oleh ikan. Sementara itu, kebiasaan cara makan (feeding
habits) merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan waktu, tempat, dan
caranya makanan tersebut didapat. Kebiasaan makanan ikan dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain adalah habitat hidupnya, kesukaan terhadap jenis
makanan tertentu, musim, ukuran, dan umur ikan. Suatu spesies ikan di alam
memiliki hubungan yang sangat erat dengan keberadaan makanannya. Tidak semua
jenis makanan yang tersedia di sekitarnya dimakan dan dapat dicerna dengan baik
oleh ikan (Durr and Gonzales 2002).
Nikolsky (1963) menyatakan bahwa urutan kebiasaan makan pada ikan
dibedakan atas empat kategori berdasarkan persentase bagian terbesar yang terdiri
dari: (1) makanan utama yaitu makanan yang biasa dimakan dalam jumlah yang
besar; (2) makanan pelengkap yaitu makanan yang ditemukan dalam jumlah yang
lebih sedikit; (3) makanan tambahan yaitu makanan yang terdapat dalam saluran
pencernaan dalam jumlah sangat sedikit. Selain itu ada pula makanan pengganti
yaitu makanan yang hanya dikonsumsi apabila makanan utama tidak tersedia.
Tidak semua jenis makanan yang ada di lingkungan perairan disukai oleh ikan.
Beberapa faktor yang menentukan dimakan atau tidaknya suatu makanan oleh ikan
adalah ukuran, warna, tekstur, dan selera ikan terhadap makanan. Ikan cenderung
mencari makan pada daerah yang disukainya dan kaya akan sumberdaya makanan
(Effendie 2002). Struktur organ pencernaan juga sangat berperan dalam adaptasi
ikan terhadap makanan. Struktur organ pencernaan tersebut diantaranya adalah
mulut, gigi, tapis insang, lambung, dan usus (Lagler et al. 1977).
Ikan pada umumnya akan mencari makanan yang jenis dan ukurannya sesuai
dengan bentuk dan ukuran mulutnya. Apabila ikan tersebut bertambah besar maka ia
akan mengubah makanannya, baik dalam ukuran maupun kualitasnya. Panjang usus
menggambarkan spesialisasi penyesuaian di dalam kebiasaan makanan. Berdasarkan
kepada jenis makanannya ikan dibagi dalam beberapa kelompok, yaitu ikan
9
herbivora dan pemakan detritus, ikan karnivora, serta ikan omnivora (Effendie
2002). Masing-masing kelompok tersebut mempunyai struktur anatomis saluran
pencernaan yang agak berbeda (Huet 1971), seperti disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Perbedaan struktur anatomis saluran pencernaan pada ikan-ikan herbivora,
karnivora, dan omnivora (Huet 1971)
Kategori Ikan
Organ
Herbivora
Karnivora
Omnivora
Tulang
tapis
insang
Banyak, panjang, dan
rapat
Sedikit, pendek dan
kaku
Tidak terlalu banyak,
tidak terlalu panjang,
dan tidak terlalu rapat
Rongga
mulut
Sering tidak bergigi
Umumnya bergigi
tajam dan kuat
Bergigi kecil
Lambung
Tidak berlambung/
Berlambung palsu
Berlambung dengan
bentuk yang bervariasi
Berlambung dengan
bentuk kantung
Usus
Ukurannya sangat
panjang, beberapa kali
dari panjang tubuhnya
Pendek, kadangkadang lebih pendek
dari panjang tubuhnya
Sedang, 2-3 kali dari
panjang tubuhnya
Berdasarkan kepada jumlah variasi dari macam makanan yang dikonsumsi,
ikan dapat dikelompokkan atas: (1) euryphagic, yaitu ikan pemakan bermacammacam makanan; (2) stenophagic, yaitu ikan pemakan makanan yang macamnya
sedikit atau sempit; dan (3) monophagic, yaitu ikan yang makanannya terdiri dari
satu macam makanan saja (Nikolsky 1963).
Lagler
et
al.
(1977)
mengemukakan
studi-studi
makanan
dapat
memperlihatkan secara mendetail hubungan ekologis diantara organisme-organisme,
maka diperlukan indentifikasi secara menyeluruh dari jenis–jenis makanan tersebut.
Organisme yang hidup juga berinteraksi satu dengan yang lainnya dan dengan
lingkungan abiotik melalui beberapa cara serta tidak ada organisme yang hidup
bebas dari pengaruh lingkungannya.
Ikan bilih merupakan jenis ikan pemakan fitoplankton dan zooplankton
(plankton feeder). Jenis fitoplankton yang dominan dimakan adalah Surirella sp.,
Cymbella sp., Navicula sp., dan Cyclotella sp. (Bacillariophyceae), selanjutnya
adalah Pediastrum sp., Chlorella sp., Cosmarium sp., dan Oocystis sp.,
10
(Chlorophyceae), Oscilatoria sp., Croccocus sp., (Cyanophyceae), Peridinium sp.,
(Dinophyceae), sedangkan jenis-jenis zooplankton adalah Keratella sp., (Rotifera),
Cyclops sp., Diatomus sp., serta Daphnia sp., (Crustacea) (Azhar 1993; Syandri
1996; Kaz 1996 in Kham 1998).
Menurut Azhar (1993) dan Yonwarson (1996), sebagai pemakan plankton
(plankton feeder), makanan utama ikan bilih adalah fitoplankton dan zooplankton,
sedangkan makanan pelengkapnya adalah detritus dan potongan tumbuhan. Ada
sekitar 43 genus plankton dimanfaatkan sebagai makanan oleh ikan bilih. Hal ini
menunjukkan bahwa komposisi jenis makanan ikan bilih beragam. Disamping
beragamnya jenis makanan, ikan bilih juga selektif memilih jenis makanannya. Ada
3 jenis plankton yang disukai ikan bilih, yaitu Euastrum sp., dan Microspora sp.,
(Desmidiaceae) serta Oedogonium sp., (Chlorophyceae).
Fitoplankton mempunyai peranan yang besar dan merupakan dasar dari
kehidupan organisme perairan. Fitoplankton mampu mengikat energi matahari
melalui proses fotosintesa dalam bentuk substansi organik yang dapat digunakan
sebagai pakan bagi organisme konsumen. Kesuburan suatu perairan tergantung
kepada produksi fitoplankton (Ilyas 1989 in Kham 1998).
Menurut Effendie (2002), kebanyakan cara ikan mencari makanan adalah
dengan menggunakan mata. Pembauan dan persentuhan digunakan juga untuk
mencari makanan terutama oleh ikan pemakan dasar dalam perairan yang
kekurangan cahaya atau dalam perairan keruh. Pada umumnya ikan mempunyai
adaptasi yang tinggi terhadap kebiasaan makanannya serta dalam memanfaatkan
makanan yang tersedia. Selanjutnya Bhukaswan (1980) menyatakan bahwa variasi
distribusi ikan di suatu perairan adalah berhubungan dengan kebiasaan makanan dan
ketersediaan makanan.
2.4. Relung Makanan
Relung makanan adalah kebiasaan makan suatu spesies ikan terhadap satu atau
beberapa jenis makanan yang mengindikasikan adanya perbedaan sumberdaya
makanan yang dimanfaatkan oleh suatu organisme (Pianka 1981 in Asyarah 2006).
Relung ekologis suatu organisme harus tersedia di dalam habitatnya. Akan tetapi,
konsep relung menyangkut pertimbangan yang tidak hanya sekedar tempat tinggal
11
organisme. Kedudukan yang ditempati oleh suatu spesies di dalam jaring-jaring
makanan merupakan faktor utama dalam menentukan relung ekologisnya. Beberapa
faktor lain juga ikut terlibat, diantaranya adalah suhu, kelembaban, salinitas dan
sebagainya, yang dapat diterima oleh setiap dua spesies dalam suatu habitat untuk
ikut menentukan relung ekologisnya. Tiap faktor yang merupakan bagian dari relung
suatu spesies biasanya berkisar sekitar suatu kisaran nilai (Asyarah 2006).
Luas relung makanan yang besar mengindikasikan bahwa jenis makanan yang
dikonsumsi oleh ikan lebih beragam. Sebaliknya, jika luas relung makanannya
sempit atau kecil berarti ikan cenderung melakukan seleksi terhadap makanan
tertentu. Organisme yang memakan sejumlah sumberdaya makanan diduga luas
relungnya akan meningkat, walaupun ketersedian sumberdaya tersebut rendah
(Anakkota 2002 in Asyarah 2006). Luas relung akan tinggi jika organisme
mengkonsumsi jenis makanan yang beragam dan masing-masing jenis yang
dikonsumsi dalam jumlah yang sama. Sebaliknya, luas relung akan rendah jika
organisme hanya memanfaatkan satu jenis makanan (Levins 1968 in Krebs 1989).
Selanjutnya Keast (Steele 1970 in Effendie 2002) mengemukakan bahwa ikan
yang berukuran kecil menggunakan tingkat makanan atau niche tunggal. Semakin
besar ukurannya (tumbuh), maka ikan akan merubah dietnya dan bersama-sama
mengisi dua macam niche makanan atau lebih. Hal tersebut mengakibatkan
pengurangan persaingan intraspesifik sehingga mungkin terjadi transisi yang
meliputi perubahan proporsi dasar makanan yang dimakannya.
Tumpang tindih relung (niche overlap) makanan adalah penggunaan bersama
atas seluruh sumberdaya makanan oleh dua spesies ikan atau lebih. Bila nilai
tumpang tindih yang diperoleh berkisar satu, maka kedua kelompok yang
dibandingkan mempunyai jenis makanan yang sama. Bila nilai tumpang tindih yang
diperoleh sama dengan nol, menyatakan bahwa tidak diperoleh jenis makanan yang
sama antar kedua kelompok yang dibandingkan (Colwell and Futuyma 1971).
Persaingan dalam memanfaatkan ruang dan sumberdaya makanan yang sama
oleh dua atau lebih spesies dapat menimbulkan kematian atau kepunahan jenis ikan
tertentu. Hal ini disebabkan karena terbatasnya sumberdaya makanan di suatu
perairan. Persediaan makanan di perairan akan mempengaruhi pertumbuhan ikan
12
dan hanya ikan-ikan yang kuat dalam persaingan yang dapat tumbuh dengan baik
(Weatherley 1972).
2.5. Hubungan Panjang - Berat dan Faktor Kondisi
Pola pertumbuhan ikan dapat diketahui dengan melakukan analisis hubungan
panjang dan berat ikan tersebut. Hubungan ini juga dapat menerangkan pertumbuhan
ikan, kemontokan, dan perubahan lingkungan (Effendie 1979). Azhar (1993)
mendapatkan hasil pengukuran panjang total ikan bilih jantan berkisar antara 43 - 88
mm dengan berat berkisar antara 1,00 - 8,70 gram. Ikan bilih betina, ukurannya
relatif lebih panjang dan beratnya lebih besar dibanding ikan jantan, yang mana
panjang dan berat total masing-masing berkisar antara 50 – 99 mm dan 1,90 – 14,40
gram.
Pertumbuhan panjang total ikan bilih jantan dan betina lebih cepat dari pada
pertumbuhan berat. Ikan bilih betina mempunyai berat tubuh lebih berat daripada
ikan jantan pada ukuran panjang total yang sama. Hal yang sama juga dilaporkan
dari hasil penelitian Anhariah (1988), bahwa ikan bilih jantan lebih kecil daripada
ikan betina. Panjang rata-rata ikan bilih betina dan jantan dari hasil penelitiannya,
masing-masing adalah 92,60 mm dan 75,70 mm.
Hasil penelitian Kham (1998) memperlihatkan pola pertumbuhan yang
berbeda pada ikan bilih jantan dan betina. Panjang total ikan bilih jantan berkisar
antara 75 – 96 mm dengan kisaran berat antara 3,12 - 6,35 gram, sedangkan panjang
total dan berat ikan bilih betina berkisar antara 86 – 101,75 mm serta kisaran antara
4,78 – 8,15 gram. Pola pertumbuhan yang ditentukan melalui hasil analisis
hubungan panjang-berat menunjukkan untuk ikan bilih jantan adalah W = 7,5895 x
10-9 L 4,5690 (r = 0,9057) dan untuk ikan bilih betina adalah W = 1,3299 x 10-3 L 1,8591
(r = 0,9484). Dengan demikian didapatkan pola pertumbuhan allometrik positif
untuk ikan bilih jantan dan allometrik negatif untuk ikan bilih betina (Kham 1998).
Berdasarkan hasil laporan Institute for Regional Economic Research pada
tahun 1988, ikan bilih yang tertangkap mempunyai berat mencapai 17,00 gram.
Disamping itu Sa’anin (1979) menyatakan bahwa panjang tubuh ikan bilih tidak
pernah lebih dari 116 mm. Bervariasinya berat dan panjang ikan bilih yang
ditemukan oleh setiap peneliti, kemungkinan disebabkan karena alat tangkap yang
13
digunakan berbeda dan pengaruh faktor lingkungan yang berbeda karena waktu
pelaksanaan penelitian yang juga berbeda-beda (Azhar 1993).
Faktor kondisi didefinisikan sebagai keadaan atau kemontokan ikan yang
dinyatakan dalam angka-angka berdasarkan data panjang dan berat. Faktor kondisi
menunjukkan keadaan ikan baik dilihat dari segi kapasitas fisik untuk bertahan
hidup dan reproduksi (Effendie 2002). Selain itu faktor kondisi dapat dipengaruhi
oleh makanan, umur, jenis kelamin, dan tingkat kematangan gonad. Faktor kondisi
dalam siklus hidup ikan mengalami peningkatan dan penurunan. Hal ini merupakan
indikasi dari musim pemijahan. Ikan yang menggunakan lemaknya sebagai sumber
tenaga selama proses pemijahan, pada umumnya akan mengalami penurunan faktor
kondisi (Effendie 1979).
Kebutuhan ikan usia muda terhadap makanan cukup tinggi yang berguna untuk
bertahan hidup dan melangsungkan pertumbuhannya sehingga faktor kondisi ikan
yang berukuran kecil relatif tinggi dan akan menurun ketika ikan bertambah besar
(Effendie 2002).
2.6. Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah perubahan ukuran, atau massa dari suatu unit kehidupan
secara bertahap dalam hitungan waktu. Hal ini dapat berlaku dalam bagian
organisme, atau bahkan hingga dalam skala populasi. Dalam populasi, setiap
bagiannya memiliki perbedaan dalam pertumbuhan bahkan ada yang bersifat negatif
(Royce 1973). Dari sejumlah makanan yang dimakan oleh ikan tertentu sebagian
besar energinya digunakan untuk pemeliharaan tubuh, aktivitas, dan reproduksi.
Hanya sebagian kecil (biasanya 1/3 bagian) yang tersedia untuk pertumbuhan (King
1995).
Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor dalam dan
faktor luar baik yang terkontrol maupun tidak terkontrol. Faktor dalam umumnya
adalah faktor yang sulit dikontrol seperti keturunan, sex, umur, parasit, dan penyakit.
Faktor luar yang utama mempengaruhi pertumbuhan ikan yaitu suhu dan makanan
(Effendie 2002), ketersediaan makanan, laju memakan makanan, nilai gizi makanan,
dan faktor abiotik seperti ammonia dan pH (Woothon 1990 in Welcomme 2001).
14
Dalam menganalisis suatu populasi diperlukan ekspresi matematika yang
menggambarkan pertumbuhan. Melalui ekspresi matematika ini maka ukuran baik
panjang maupun berat suatu individu ikan pada umur tertentu dapat diduga (Gulland
1969). Beberapa model telah digunakan untuk menggambarkan pertumbuhan
dengan menggunakan persamaan matematika yang sederhana (Allen 1971 in King
1995). Menurut King (1995) salah satu diantaranya adalah persamaan pertumbuhan
von Bartalanffy yang umum digunakan dalam studi pertumbuhan. Persamaan
pertumbuhan von Bartalanffy memberikan representasi pertumbuhan ikan yang
memuaskan. Hal ini karena persamaan pertumbuhan von Bartalanffy berdasarkan
konsep fisiologis sehingga bisa digunakan untuk mengetahui beberapa masalah
seperti variasi pertumbuhan karena ketersediaan makanan (Beverton dan Holt 1957).
Kualitas dan kuantitas makanan merupakan hal yang paling mempengaruhi
pertumbuhan, namun temperatur juga memiliki pengaruh yang besar. Kombinasi
dari kedua faktor ini biasanya sangat berpengaruh di daerah perairan temperate atau
wilayah artik yang membeku pada musim dingin. Hal ini dikarenakan ketika suhu
mendekati 0oC maka aktivitas metabolisme dan pertumbuhan bersifat minimal
(Royce 1973).
Pertumbuhan ikan juga dipengaruhi oleh perbedaan musim yang terjadi. Pada
umumnya pertumbuhan ikan akan meningkat pada musim hujan (air naik) dan akan
melambat pada musim kemarau. Hal ini dikarenakan perubahan musim akan
menyebabkan perubahan ketersediaan makanan, temperatur, aktivitas makan, dan
aktivitas memijah (Welcomme 2001).
Download