7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Risiko

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Manajemen Risiko
2.1.1 Definisi Manajemen Risiko
•
Menurut Djojosoedarso (2003,p4) pengertian manajemen resiko adalah
pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen dalam penanggulangan risiko,
terutama risiko yang dihadapi oleh organisasi / perusahaan, keluarga, dan
masyarakat.
•
Menurut S. Dorfman (2004, p44) We define risk management as the logical
development and carrying out of a plan to deal with potential looses.
•
Manajemen resiko menurut Djohanputro (2008,43) Manajemen resiko
merupakan proses terstruktur dan sistematis dalam mengidentifikasi,
mengukur, memetakan, mengembangkan alternatif penanganan resiko, dan
memonitor dan mengendalikan penanganan resiko.
•
Manajemen resiko menurut Siahaan (Manajemen Risiko. PT Elex Media
Computindo. Jakarta. 2007) manajemen risiko adalah perbuatan (praktik)
dengan manajemen risiko, menggunakan metode dan peralatan untuk
mengelola risiko sebuah proyek.
•
Pengertian manajemen resiko menurut Tampubolon (Risk Management. PT
Elex Media Komputindo. Jakarta. 2004) Manajemen risiko juga dapat
diartikan sebagai kegiatan atau proses yang terarah dan bersifat proaktif, yang
ditujukan untuk mengakomodasi kemungkinan gagal pada salah satu, atau
sebagian dari sebuah transaksi atau instrumen.
•
Menurut Fahmi (2010;2) Manajemen resiko adalah suatu bidang ilmu yang
membahas tentang bagaimana suatu organisasi menerapkan ukuran dalam
7
8
memetakan berbagai permasalahan yang ada dengan menempatkan berbagai
pendekatan manajemen secara komprehensif dan sistematis
2.1.2 Manfaat Manajemen Resiko
Menurut Darmawi, (2005, p. 11) Manfaat manajemen risiko yang diberikan
terhadap perusahaan dapat dibagi dalam 5 (lima) kategori utama yaitu :
a) Manajemen risiko mungkin dapat mencegah perusahaan dari
kegagalan.
b) Manajemen risiko menunjang secara langsung peningkatan laba.
c) Manajemen risiko dapat memberikan laba secara tidak langsung.
d) Adanya ketenangan pikiran bagi manajer yang disebabkan oleh
adanya perlindungan terhadap risiko murni, merupakan harta non
material bagi perusahaan itu.
e) Manajemen risiko melindungi perusahaan dari risiko murni, dan
karena kreditur pelanggan dan pemasok lebih menyukai perusahaan
yang dilindungi maka secara tidak langsung menolong meningkatkan
public image. (http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/09/manajemenresiko-definisi-dan-manfaat.html)
2.1.3 Proses Manajemen Risiko
Pemahaman risk management memungkinkan manajemen untuk terlibat
secara efektif dalam menghadapi uncertainty dengan risiko dan peluang yang
berhubungan dan meningkatkan kemampuan organisasi untuk memberikan nilai
tambah. Menurut COSO, proses manajemen risiko dapat dibagi ke dalam 8
komponen (tahap)
9
1. Internal environment (Lingkungan internal)
Komponen ini berkaitan dengan lingkungan dimana perusahaan berada dan
beroperasi. Cakupannya adalah risk-management philosophy (kultur manajemen
tentang risiko), integrity (integritas), risk-perspective (perspektif terhadap risiko),
risk-appetite (selera atau penerimaan terhadap risiko), ethical values (nilai moral),
struktur organisasi, dan pendelegasian wewenang.
2. Objective setting (Penentuan tujuan)
Manajemen harus menetapkan objectives (tujuan-tujuan) dari organisasi agar
dapat mengidentifikasi, mengakses, dan mengelola risiko. Objective dapat
diklasifikasikan menjadi strategic objective dan activity objective. Strategic objective
di perusahaan berhubungan dengan pencapaian dan peningkatan kinerja instansi
dalam jangka menengah dan panjang, dan merupakan implementasi dari visi dan
misi instansi tersebut. Sementara itu, activity objective dapat dipilah menjadi 3
kategori, yaitu (1) operations objectives; (2) reporting objectives; dan (3)
compliance objectives.
3. Event identification (Identifikasi risiko)
Komponen ini mengidentifikasi kejadian-kejadian potensial baik yang terjadi
di lingkungan internal maupun eksternal organisasi yang mempengaruhi strategi atau
pencapaian tujuan dari organisasi. Kejadian tersebut bisa berdampak positif
(opportunities), namun dapat pula sebaliknya atau negative (risks).
4. Risk assessment (Penilaian risiko)
Komponen ini menilai sejauhmana dampak dari events (kejadian atau
keadaan) dapat mengganggu pencapaian dari objectives. Besarnya dampak dapat
diketahui dari inherent dan residual risk, dan dapat dianalisis dalam dua perspektif,
yaitu: likelihood (kecenderungan atau peluang) dan impact/consequence (besaran
10
dari terealisirnya risiko). Dengan demikian, besarnya risiko atas setiap kegiatan
organisasi merupakan perkalian antara likelihood dan consequence. Penilaian risiko
dapat menggunakan dua teknik, yaitu: (1) qualitative techniques; dan (2) quantitative
techniques. Qualitative techniques menggunakan beberapa tools seperti selfassessment (low, medium, high), questionnaires, dan internal audit reviews.
Sementara itu, quantitative techniques data berbentuk angka yang diperoleh dari
tools seperti probability based, non-probabilistic models (optimalkan hanya asumsi
consequence), dan benchmarking.
5. Risk response (Sikap atas risiko)
Organisasi harus menentukan sikap atas hasil penilaian risiko. Risk response
dari organisasi dapat berupa: (1) avoidance, yaitu dihentikannya aktivitas atau
pelayanan yang menyebabkan risiko; (2) reduction, yaitu mengambil langkahlangkah mengurangi likelihood atau impact dari risiko; (3) sharing, yaitu
mengalihkan atau menanggung bersama risiko atau sebagian dari risiko dengan pihak
lain; (4) acceptance, yaitu menerima risiko yang terjadi (biasanya risiko yang kecil),
dan tidak ada upaya khusus yang dilakukan.
Dalam memilih sikap (response), perlu dipertimbangkan faktor-faktor seperti
pengaruh tiap response terhadap risk likelihood dan impact, response yang optimal
sehingga bersinergi dengan pemenuhan risk appetite and tolerances, analis cost
versus benefits, dan kemungkinan peluang (opportunities) yang dapat timbul dari
setiap risk response.
6.
Control activities (Aktifitas-aktifitas pengendalian)
Komponen ini berperanan dalam penyusunan kebijakan-kebijakan (policies)
dan prosedur-prosedur untuk menjamin risk response terlaksana dengan efektif.
Aktifitas pengendalian memerlukan lingkungan pengendalian yang meliputi: (1)
11
integritas dan nilai etika; (2) kompetensi; (3) kebijakan dan praktik-praktik SDM; (4)
budaya organisasi; (5) filosofi dan gaya kepemimpinan manajemen; (6) struktur
organisasi; dan (7) wewenang dan tanggung jawab.
7. Information and communication (Informasi dan komunikasi)
Fokus dari komponen ini adalah menyampaikan informasi yang relevan
kepada pihak terkait melalui media komunikasi yang sesuai. Faktor-faktor yang perlu
diperhatikan dalam penyampaiaan informasi dan komunikasi adalah kualitas
informasi, arah komunikasi, dan alat komunikasi.
8. Monitoring
Monitoring dapat dilaksanakan baik secara terus menerus (ongoing) maupun
terpisah (separate evaluation). Aktifitas monitoring ongoing tercermin pada aktivitas
supervisi, rekonsiliasi, dan aktivitas rutin lainnya.
Pada proses monitoring, perlu dicermati adanya kendala seperti reporting
deficiencies, yaitu pelaporan yang tidak lengkap atau bahkan berlebihan (tidak
relevan). Kendala ini timbul dari berbagai faktor seperti sumber informasi, materi
pelaporan, pihak yang disampaikan laporan, dan arahan bagi pelaporan.
2.2 Resiko
2.2.1 Pengertian Resiko
•
Menurut Arthur Williams dan Richard, M.H), Resiko adalah suatu variasi
dari hasil-hasil yang dapat terjadi selama periode tertentu.
•
Menurut A. Abas Salim , Resiko adalah ketidakpastian (uncertainty) yang
mungkin melahirkan peristiwa kerugian (loss).
•
Menurut Soekarto, Resiko adalah ketidakpastian atas terjadinya suatu
peristiwa
12
•
Menurut Herman Darmawi, Resiko merupakan penyebaran / penyimpangan
hasil actual dari hasil yang diharapkan. Resiko adalah probabilitas sesuatu
hasil / outcome yang berbeda dengan yang diharapkan.
2.2.2 Macam-macam Resiko
Menurut Djojosoedarso, Resiko dapat dibedakan dengan berbagai macam cara.
Antara lain :
1. Menurut sifatnya resiko dapat dibedakan ke dalam:
a) Resiko yang tidak disengaja (resiko murni), adalah resiko yang
apabila tejadi tentu menimbulkan kerugian dan terjadinya tanpa
disengaja; misalnya resiko terjadinya kebakaran, bencana alam,
pencurian, penggelapan, pengacauan, dan sebagainya.
b) Resiko yang disengaja (resiko spekulatif), adalah resiko yang sengaja
ditimbulkan oleh yang bersangkutan, agar terjadinya ketidakpastian
memberikan keuntungan kepadanya, misalnya resiko utang-piutang,
perjudian, perdagangan berjangka (hedging), dan sebagainya.
c) Resiko fundamental, adalah resiko yang penyebabnya tidak dapat
dilinpahkan kepada seseorang dan yang menderita tidak hanya satu
atau beberapa orang saja, tetapi banyak orang, seperti banjir, angin
topan, dan sebagainya.
d) Resiko Khusus, adalah resiko yang bersumber pada peristiwa yang
mandiri dan umumnya mudah iketahui penyebabnya, seperti kapal
kandas, pesawat jatuh, tabrakan mobil,dan sebagainya.
e) Resiko dinamis, adalah resiko yang timbul karena perkembangan dan
kemajuan (dinamika) masyarakat di bidang ekonomi, ilma, resiko u
13
dan teknologi, seperti resiko keusangan, resiko penerbangan luar
angkasa. Kebalikannya disebut resiko statis, seperti resiko hari tua,
resiko kematian dan sebagainya.
2.2.3 Upaya Penanggulangan Resiko
Menurut Djojosoedarso (2003, p4) upaya untuk menanggulangi resiko harus
selalu dilakukan, sehingga kerugian dapat dihindari atau diminimumkan. Sesuai
dengan sifat dan objek yang terkena resiko, ada beberapa cara yang dapat dilakukan
(perusahaan) untuk meminimumkan resiko kerugian, antara lain :
a) Melakukan pencegahan dan pengurangan terhadap kemungkinan terjadinya
peristiwa yang menimbulkan kerugian, misalnya membangun gedung dengan
bahan- bahan yang antiterbakar untuk mencagah bahaya kebakaran,
memagari mesin-mesin untuk menghindari kecelakaan kerja, melakukan
pemeliharaan dan penyimpanan yang baik terhadap bahan dan hasil produksi
untuk menghindari resiko kecurian dan kerusakan, mengadakan pendekatan
kemanusiaan untuk mencegah terjadinya pemogokan, sabotase, dan
pengacauan.
b) Melakukan retensi, artinya mentolerir membiarkan terjadinya kerugian, dan
untuk mencegah terganggunya operasi perusahaan akibat kerugian tersebut
disediakan sejumlah dana untuk menanggulanginya (contoh : pos biaya
lain-lain atau tak terduga dalam anggaran perusahaan).
c) Melakukan pengendalian terhadap resiko, contohnya melakukan hedging
(perdagangan berjangka) untuk menanggulangi resiko kelangkaan dan
fluktuasi harga bahan baku/ pembantu yang diperlukan.
14
d) Mengalihkan memindahkan resiko kepada pihak lain, yaitu dengan cara
mengadakan
kontrak
pertanggungan
(asuransi)
dengan
perusahaan
asuransi terhadap resiko tertentu, dengan mambayar sejumlah premi asuransi
yang telah ditetapkan, sehingga perusahaan asuransi akan mengganti kerugian
bila betul-betul terjadi kerugian yang sesuai dengan perjanjian.
Tugas dari seorang manajer resiko adalah berkaitan erat dengan upaya memilih
dan menentukan cara-cara/ metode yang paling efisien dalam penaggulangan resiko
yang dihadapi perusahaan.
2.3 Resiko Operasional
2.3.1 Pengertian Resiko Operasional
Jurnal Penerapan Enterprise Risk Management dalam rangka meningkatkan
Efektifitas Kegiatan Operasional CV. Anugerah Berkat Calindojaya oleh Mellisa dan
Fidelis Arastyo Andono, S.E.,MM., Ak..”Resiko operasional terkait dengan customer
beralih ke produk pesaing yang kualitasnya sama tapi harganya lebih murah
dikarenakan kualitas yang ada di dalam perusahaan mengalami penurunan atau
jelek.”
Basel II Capital Accord secara khusus mendefinisikan resiko operasional
sebagai resiko kerugian yang timbul dari kegagalan atau tidak memadainya proses
internal, manusia dan sistem, atau kejadian-kejadian eksternal. Secara umum, resiko
operasional terkait dengan sejumlah masalah yang berasal dari kegagalan suatu
proses atau prosedur. Oleh karena itu, resiko operasional sebenarnya bukan
merupakan suatu resiko yang baru dan tidak hanya dihadapi oleh bank, walaupun
semua bank anak menghadapi kegagalan dan harus memiliki proses untuk
mengatasinya. Resiko operasional merupakan resiko yang mempengaruhi semua
15
kegiatan usaha karena merupakan suatu hal yang inherent dalam pelaksanaan suatu
proses atau aktivitas operasional.
Menurut Djohanputro (2008, p65) resiko operasional adalah potensi
penyimpangan dari hasil yang diharapkan karena tidak berfungsinya suatu sistem,
SDM, teknologi, atau faktor lain. Resiko operasional bisa terjadi pada 2 tingkatan :
teknis dan organisasi. Pada tataran teknis, resiko operasional bisa terjadi apabila
sistem informasi, kesalahan mencatat, informasi yang tidak memadai, dan
pengukuran resiko tidak akurat dan tidak memadai. Pada tataran organisasi, resiko
operasional bisa muncul karena sistem pemantauan dan pelaporan, sistem dan
prosedur, serta kebijakan tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Menurut jurnal Operational Conceptual Knowledge Approach to Operational
Risk Management (A Case Study) Ali Hadi Jebrin (Associate Professor) Department
of Business Administration, Amman Arab University, Abdalla Jamil Abu-Salma
Department of Business Administration, Middle East University Vol. 7, No. 2;
January 2012. Risk Management: If the organization wants to define an operational
goal, it must apply and pay attention to this project, with all of its contents of tools,
represented by “Evaluating the Risk” and an high levels as the tool to support the
decisions and the strategy of the organization in which belongs to products, and
every product got its’ own life-cycle. The Risk Management project adopts multidimensional analysis based on controversial economic methodology emerged from
the Risk Memory, that represents a group of applicable suggestions, especially on
the initial early stages, and then forms a suggested operations that’s aims to discover
and develop advanced recommendations on the producing field.
16
2.3.2 Klasifikasi Resiko Operasional
Menurut
Bank for
International Settlement (2004,
p140)
kerugian
operasional dikelompokkan ke dalam tujuh tipe kejadian kerugian (loss event types).
Tujuh tipe kejadian kerugian tersebut dibagi dalam kelompok sebagai berikut :
a)
Penyelewengan internal (internal fraud).
b)
Penyelewengan eksternal (external fraud).
c)
Praktik kepegawaian dan keselamatan kerja (employment practices and
workplace safety).
d)
Klien, produk, dan praktik bisnis (client, products, and business
practices).
e)
Kerusakan terhadap aset fisik perusahaan (physical asset damages).
f)
Terganggunya bisnis dan kegagalan sistem (business disruption and
system failure).
g)
Manajemen proses, pelaksanaan, dan penyerahan produk dan jasa
(execution,delivery and process management).
Menurut Djohanputro (2008, p65) resiko operasional bisa disebabkan oleh
beberapa faktor, yaitu :
•
Manusia (SDM)
•
Teknologi
•
Sistem dan prosedur
•
Kebijakan
•
Struktur organisasi
17
Berikut adalah beberapa klasifikasi yang terdapat di dalam resiko
operasional, antara lain :
a) Resiko Produktivitas
Resiko produktivitas berkaitan dengan penyimpangan hasil atau tingkat
produktivitas yang diharapkan karena adanya penyimpangan dari variabel
yang mempengaruhi produktivitas kerja. Termasuk di dalamnya adalah
teknologi, peralatan, material, dan SDM
b) Resiko Teknologi
Resiko
teknologi
berupa
potensi
penyimpangan
hasil
karena
teknologi yang digunakan tidak lagi sesuai dengan kondisi.
c) Resiko Inovasi
Resiko inovasi adalah potensi penyimpangan hasil karena terjadinya
pambaharuan, modernisasi, atau transformasi dalam beberapa aspek bisnis.
d) Resiko Sistem
Resiko
ini
merupakan
bagian
dari
resiko
proses,
yaitu
potensi
penyimpangan hasil karena adanya cacat atau ketidaksesuaian sistem dalam
operasi perusahaan.
e) Resiko Proses
Resiko proses adalah resiko mengenai potensi penyimpangan dari hasil yang
diharapkan dari proses karena ada penyimpangan atau kesalahan dalam
kombinasi sumber daya (SDM, keahlian, metode, peralatan, teknologi, dan
material) dan karena perubahan lingkungan.
Kesalahan
prosedur
merupakan salah satu bentuk perwujudan resiko proses.
Meskipun Basel II Accord tidak secara resmi melakukan ini, operational risk
18
events dapat dikelompokkan dalam kategorik-kategorik seperti risiko yang
melekat pada:
a)
Risiko proses internal didefinisikan sebagai risiko yang timbul
dari kegagalan proses dan prosedur bank
b)
Risiko manusia didefinisikan sebagai risiko yang melekat pada
karyawan suatu bank
c)
Risiko sistem adalah risiko yang melekat pada teknologi dan
sistem yang digunakan
d)
Risiko eksternal adalah risiko yang terjadi di luar kendali bank
secara langsung
Risiko hukum adalah risiko ketidakpastian dari tindakan hukum
e)
atau ketidakpastian untuk mengaplikasikan atau menginterprestasikan
suatu kontrak, peraturan dan perundang-undangan.
2.3.3 Cara Penanggulangan Resiko operasional
Dalam pengukuraan resiko, menurut Hinsa Siahaan (2007,P;11-15),resiko
subjektif tidak dapat di ukur secara akurat. Tetapi sebaliknya, besarnya resiko
objektif lebih dapat diobservasi dan diukur secara tepat. Beberapa konsep
penting berkaitan dengan pengukuran resiko objektif adalah chance of loss dan
degree of risk.
1)
Kemungkinan terjadinya kerugian (chance of loss)
Kemungkinan terjadinya kerugian dalam jangka panjang, atau frekuensi
relative kerugian, didefinisikan sebagai chance of loss. Konsep ini tidak ada
artinya jika digunakan untuk kemungkinan terjadinya satu kejadian. Konsep
ini baru mempunyai makna penting jika diaplikasikan pada kemungkinan
terjadinya dalam kejadian-kejadian yang jumlah besar atau frekuensi
19
kejadian sangat sering. Jadi, chance of loss dinyatakan dalam rasio
(perbandingan) jumlah kerugian yang terjadi dibandingkan dengan jumlah
kerugian yang mungkin dalam jumlah yang lebih besar dalam satu
kelompok. Sebagai contoh, misalkan korban bangunan hancur pada sebuah
kota yang dilanda tsunami adalah kemungkinan sebanyak 1.000 bangunan
ternyata 20 yang rusak karena tsunami, maka chance of loss akibat tsunami
adalah 2%. Angka
ini
ditentukan
dengan
cara
membagi
jumlah
kemungkinan kerugian(20) dengan jumlah bangunan terancam kerugian
(1.000)
Di
dalam
mengkalkulasikan
(menaksir) chance of loss, biasanya
digunakan perhitungan yang berbeda untuk penyebab kerugian yang
berbeda. Dalam hal ini, istilah peril digunakan menggambarkan keadaan
khusus yang menyebabkan kerugian. Sebagai contoh, salah satu peril yang
menyebabkan kerugian pada automobile adalah tabrakan. Peril lain adalah
yang menyebabkan sebuah bangunan rusak, contohnya kebakaran, angin
topan, tsunami, banjir lumpur panas, letusan gunung berapi. Kadang-kadang
terdapat kondisi yang meningkat (memperbesar) chance of loss dari peril
tertentu atau kecendrungan membuat kerugian semakin parah ketika terjadi
peril.contohnya adalah kondisi yang disebut sebagai hazard yang dapat
dikelompokkan dengan tiga cara:
a)
Physical hazard
Physical hazard adalah suatu kondisi yang bersumber dari karakter material
suatu objek. Contohnya peril tabrakan sebagai penyebab kerugian atas
sebuah mobil. Kondisi fisik yang memperbesar kemungkinan terjadinya
tabrakan adalah genangan air hujan yang membuat jalanan menjadi licin.
20
Jalan licin karena hujan adalah hazard sementara tabrakan yang terjadi
adalah peril. Terjadinya kerugian atau chance of loss tabrakan mungkin
lebih tinggi selama musim hujan dibandingkan musim lain sepanjang satu
tahun karena lebih banyak tabrakan saat kondisi jalanan licin akibat
terguyur hujan.
Contoh lain physical hazard adalah gejala-gejala terjadinya kekeringan
hutan (adalah sebagai hazard yang mempengaruhi peril kebakaran hutan),
getaran bumi(hazard terjadinya gempa bumi), tumpahan minyak di gudang
(hazard terjadinya kebakaran). Hazard ada yang mungkin dan ada yang tidak
mungkin dikendalikan oleh manusia. Contoh minyak tumpah di gudang
dapat dihilangkan atau dibersihkan, tetapi keadaan cuaca, hujan lebat yang
membuat jalan licin, hutan kekeringan berkepanjangan tidak dapat
dikendalikan manusia, kendatipun keberadaannya dapat diobservasi.
b)
Morale hazard
Pada dasarnya yang dimaksud dengan morale hazard adalah sikap mental
ceroboh atau sikap tidak hati-hati seseorang. Kadang-kadang terdapat hasrat
alam bawah sadar seseorang akan kerugian, orang bersangkutan tidak sadar
sepenuhnya dengan hasratnya yang membawa
celaka.
Kadang-kadang
keadaan membuat seseorang tidak peduli dengan kemungkinan kerugian
(resiko), sehingga membuat orang tersebut menjadi kurang hati-hati. Sebagai
contoh manajer PT.XYZ percaya bahwa pemerintah akan memberikan ganti
rugi penuh jika bangunan perusahaannya rusak kena bencana alam (gempa
bumi). Di dalam merencanakan pembuatan bangunan baru dekat
pusat
gempa, perusahaan mengabaikan desain konstruksi yang lebih mahal
dan mengabaikan prosedur yang dapat mengurangi kerusakan akibat
21
gempa bumi. Pada intinya asumsi perusahaan bahwa pemerintah memberi
ganti rugi penuh atas bangunannya yang ditimpa gempa bumi, membuat cara
pandangnya
tidak
peduli
dengan
kemungkinan
kerugian
yang
mengancamnya, karena itu mengambil keputusan yang tidak bijaksana alias
ceroboh.
c)
Moral hazard
Kondisi yang disebut sebagaii moral hazard juga bersumber dari sikap
mental seseorang. Ini berkaitan dengan tindakan disengaja yang dirancang
sehingga menyebabkan kerugian atau memperburuk kerugian.
Biasanya
moral hazard ini adalah karena sifat ketidakjujuran seseorang. Adanya
asuransi dapat menimbulkan moral hazard, sebagai contoh, seorang manajer
yang membeli polis asuransi kebakaran untuk pabriknya yang tidak
menguntungkan, peralatannya juga sudah ketinggalan zaman, terangsang
atau tergoda untuk menjual pabriknya kepada perusahaan asuransi
dengan membakar pabriknya. Moral hazard dapat juga digambarkan sebagai
perubahan perilaku yang terjadi karena adanya asuransi mengganti kerugian,
sebagai contoh kecendrungan seseorang tidak menjaga kesehatannya karena
biaya pengobatannya ditanggung asuransi.
Contoh lain moral hazard adalah kecelakaan dan jatuh sakit yang disengaja,
terutama jika manajer perusahaan menyediakan penggantian pendapatan
yang besar kepada pegawainya selama si pegawai tidak dapat bekerja. Dalam
situasi seperti ini, pegawai yang tidak suka dengan pekerjannya atau takut diPHK pada masa yang akan datang mungkin cenderung berpura-pura
kecelakaan atau jatuh sakit. Sangat mirip dengan kasus ini adalah kecelakaan
sebenarnya atau
sakit sesengguhnya
adalah
legal
(sah) tetapi ini
22
mungkin sengaja diperlambat. Alasan perilaku seperti ini mungkin karena
kekurangan insentif keuangan untuk kembali ke pekerjaan atau mungkin
karena alasan psikologi orang sakit biasanya mendapat perhatian dari sanak
saudara.
2)
Derajat Resiko (Degree of Risk)
Besarnya resiko objektif yang timbul dalam satu situasi, yang biasa juga
disebut sebgai derajat atau kadar resiko (degree of risk), adalah variasi
relative antara kerugian aktual dengan kerugian yang diharapkan. Lebih
jelasnya, kadar resiko adalah kisaran penyimpangan dari kerugian rata-rata
(kerugian yang diharapkan), yang ditaksir menggunakan kemungkinan
kerugian (chance of loss)
Selain pengukuran resiko objektif, menurut Soeisno Djojosoedarso(2003,p:48-49)
pengukuran resiko dapat juga dilakukan dengan:
A.
Pengukuran
frekuensi
kerugian
potensial
adalah
untuk
mengetahui berapa kali suatu jenis peril dapat menimpa suatu jenis objek
yang bisa terkena peril selama suatu jangka waktu tertentu, yang umumnya
satu tahun.
Berdasarkan dimensi frekuensinya ada empat kategori kerugian, yaitu:
-
kerugian yang hampir tidak mungkin terjadi (almost nill), yaitu
resiko yang menurutpendapat
manajer
resiko
tidak
akan
mungkin terjadi atau kemungkinannya terjadinya sangat kecil
-
kerugian yang kemungkinan terjadinya kecil (slight), yaitu
resiko-resiko yang tidak akan terjadi dalam waktu dekat dan di
23
masa yang akan datang kemungkinannya pun kecil
-
kerugian yang mungkin (moderate), yaitu kerugian-kerugian
yang mungkin bisa terjadi dalam waktu dekat di masa yang akan
datang
-
kerugian yang mungkin sekali (definite), yaitu kerugian yang
biasanya terjadi secara teratur, baik dalam waktu dekat maupun di
masa mendatang jadi merupakan kerugian yang hampir pasti
terjadi.
B.
Pengukuran
mengetahui
kegawatan
kerugian
adalah
untuk
berapa besarnya nilai kerugian, yang selanjutnya dikaitkan
dengan pengaruhnya terhadap kondisi perusahaan, terutama kondisi
finansialnya. Dalam mengukur kegawatan kerugian potensial ada tiga hal
yang perlu diperhatikan, yaitu:
-
kemungkinan kerugian maksimum dari setiap peril, yaitu
besarnya kerugian terburuk dari suatu peril
-
probabilitas kerugian maksimum dari setiap peril, yaitu
merupakan kemungkinan terburuk yang mungkin terjadi, yang
besarnya lebih rendah dari kemungkinan kerugian maksimum.
-
keseluruhan
tahunnya,
(aggregate)
kerugian
maksimum
setiap
yang merupakan keseluruhan kerugian total tebesar,
yang dapat menimpa perusahaan selama suatu periode tertentu
(biasanya satu tahun)
Menurut Fahmi (2010, p3), untuk mengimplementasikan manajemen
resiko secara komprehensif ada beberapa tahap yang harus dilaksanakan oleh
suatu perusahaan, yaitu :
24
a. Identifikasi Resiko
Pada tahap ini pihak manajemen perusahaan melakukan tindakan
berupa mengidentifikasi setiap bentuk resiko yang dialami perusahaan,
termasuk bentuk- bentuk resiko yang mungkin akan dialami oleh
perusahaan. Identifikasi ini dilakukan dengan cara melihat potensipotensi resiko yang sudah terlihat dan yang akan terlihat.
b. Mengidentifikasi bentuk-bentuk resiko
Pada tahap ini diharapkan pihak manajemen perusahaan telah mampu
menemukan bentuk dan format resiko yang dimaksud. Bentuk-bentuk
resiko yang diidentifikasi di sini telah mampu dijelaskan secara
detail, seperti ciri-ciri resiko dan faktor-faktor
timbulnya resiko tersebut. Pada tahap ini pihak manajemen perusahaan
juga sudah mulai mengumpulkan dan menerima berbagai data-data
baik bersifat kualitatif dan kuantitatif.
c. Menempatkan ukuran-ukuran resiko
Pada tahap ini pihak manajemen perusahaan sudah menempatkan
ukuran atau skala yang
dipakai,
termasuk
rancangan
model
metodologi penelitian yang akan digunakan. Data-data yang masuk
juga sudah dapat diterima, baik yang berbentuk kualitatif dan
kuantitatif serta pemilahan data dilakukan berdasarkan pendekatan
metodologi
yang
digunakan.
Dengan
kepemilikan
rancangan
metodologi penelitian yang ada diharapkan pihak manajemen
perusahaan telah memiliki fondasi kuat guna melakukan pengolahan
data. Untuk dipahami bahwa penggunaan ukuran dengan berdasarkan
format metodologi penelitian yang digunakan harus dilakukan dengan
sangat hati-hati dan penuh kecermatan karena jika salah atau tidak
25
sesuai dengan kasus yang ditangani maka hasil yang akan diperoleh
nantinya juga dianggap tidak akan akurat.
d.
Menempatkan alternatif-alternatif
Pada tahap ini pihak manajemen perusahaan telah melakukan
pengolahan data. Hasil pengolahan kemudian dijabarkan dalam
bentuk kualitatif dan kuantitatif beserta akibat-akibat atau pengaruhpengaruh yang akan timbul jika keputusan- keputusan tersebut diambil.
Berbagai bentuk penjabaran yang dikemukakan tersebut dipilah dan
ditempatkan sebagai alternatif-alternatif keputusan.
e. Menganalisis setiap alternatif
Pada tahap ini dimana setiap alternatif yang ada selanjutnya dianalisis
dan dikemukakan berbagai sudut pandang serta efek-efek yang
mungkin timbul. Dampak yang mungkin timbul baik secara jangka
pendek dan jangka panjang dipaparkan secara
sistematis,
dengan
tujuan
mampu
komprehensif
diperoleh
dan
suatu gambaran
secara jelas dan tegas. Kejelasan dan ketegasan dangat penting guna
membantu pengambilan keputusan secara tepat.
f. Memutuskan suatu alternatif
Pada tahap ini setelah berbagai alternatif dipaparkan dan dijelaskan
baik dalam bentuk lisan dan tulisan oleh para manajemen perusahaan
maka
diharapkan
pihak
manajer
perusahaan
sudah
memiliki
pemahaman secara khusus dan mendalam. Pemilihan satu alternatif
dari berbagai alternatif yang ditawarkan artinya mengambil alternatif
yang terbaik dari berbagai alternatif yang ditawarkan termasuk dengan
menolak berbagai alternatif lainnya. Dengan pemilihan satu alternatif
26
sebagai solusi dalam menyelesaikan berbagai permasalahan diharapkan
pihak manajer perusahaan sudah memiliki fondasi kuat dalam
menugaskan pihak manajemen perusahaan untuk bekerja berdasarkan
konsep dan koridor yang ada.
g. Melaksanakan alternatif yang dipilih
Pada tahap ini setelah alternatif dipilih dan ditegaskan serta dibentuk
tim untuk melaksanakan ini, maka artinya manajer perusahaan sudah
mengeluarkan Surat Keputusan
rincian
biaya.
Rincian
biaya
(SK)
yang
dilengkapi
dengan
yang dialokasikan tersebut telah
disetuju oleh bagian keuangan serta otoritas pengambil penting lainnya.
h. Mengontrol alternatif yang dipilih tersebut
Pada tahap ini alternatif yang dipilih telah dilaksanakan oleh pihak tim
manajemen beserta para manajer perusahaan. Tugas utama manajer
perusahaan
adalah
melakukan
kontrol
yang
maksimal
guna
menghindari timbulnya berbagai resiko yang tidak diinginkan.
i. Mengevaluasi jalannya alternatif yang dipilih
Pada
tahap
dilakukan
ini
setelah
alternatif
maka selanjutnya
pihak
dilaksanakan
tim
dan
kontrol
manajemen
secara
sistematis melaporkan kepada pihak manajer perusahaan. Pelaporan
tersebut berbentuk data-data yang bersifat fundamental dan teknikal
serta dengan tidak mengesampingkan informasi yang bersifat lisan.
Tujuan melakukan evaluasi dari alternatif yang dipilih tersebut adalah
bertujuan agar pekerjaan tersebut dapat terus dilaksanakan sesuai
dengan yang direncanakan.
2.4
Forecasting
27
2.4.1 Definisi forecasting
Forecasting adalah suatu usaha untuk meramalkan keadaan di masa
mendatang melalui pengujian keadaan masa lalu. Definisi lain forecasting
yaitu; merupakan suatu cara untuk mengukur atau menaksir kondisi bisnis
di masa mendatang secara kuantitatif dan kualitatif (Astuti, 2005, p25).
Menurut Siswanto (2007, p7) dalam Business Forecasting, ada
beberapa definisi mengenai forecasting :
-
Forecasting adalah proses untuk mendeteksi pola yang akan
datang apakah berupa siklus, asosiasi, atau analogi berdasar pada
intuisi dan critical judgement
-
Forecasting adalah proses menghitung dan memprediksi kejadiankejadian yang akan datang, biasanya didasarkan pada ekstrapolasi
masa lalu dengan berbagai tingkat ketidakpastian.
-
Forecasting adalah proses untuk memprediksi beberapa kejadian
atau kondisi yang akan datang atau mengindikasikan kemungkinankemungkinan yang paling mungkin terjadi, biasanya merupakan
hasil dari sebuah proses mempelajari dan menganalisis data yang
tersedia dan relevan.
2.4.2 Tujuan forecasting
Dalam dunia usaha sangat penting diperkirakan hal-hal yang terjadi di
masa depan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan, terutama dunia usaha
itu merupakan bagian dari kehidupan sosial; dimana segala sesuatu yang
terjadi serba tidak pasti, sukar diprediksi dengan tepat. Oleh karena itu perlu
dilakukan sebuah forecast / rencana forecasting yang dibuat selalu diupayakan
28
agar dapat:
•
Meminimumkan pengaruh ketidakpastian terhadap perusahaan,
•
Forecasting bertujuan mendapatkan forecast yang bisa meminimumkan
kesalahan meramal (forecast error) yang biasanya diukur dengan Mean
Squared Error (MSE), Mean Absolute Error (MAE), dan sebagainya (Astuti,
2005, p25).
Dalam jurnal Purna Chandra Padhan (2011) Forecasting International
Tourists Footfalls in India”: An Assortment of Competing Models :
“This paper highlights few recent studies which applied time series model
for forecasting tourism demand. For example, Song and Turner (2000) found
that majority of published article have applied quantitative methods such as
uni-variate, multivariate or causal forecasting methods for forecasting
tourism demand. The
time series methods starting from simple naïve
methods to the advanced models like artificial neural network to fuzzy goal
programming have been applied extensively for forecasting.”
2.4.3 Cara Penghihtungan Metode Forecasting
Untuk melakukan peramalan diperlukan metode tertentu dan metode
mana yang digunakan tergantung dari data dan informasi yang akan diramal
serta tujuan yang hendak
dicapai.
Dalam
hal
ini
digunakan
metode
peramalan Proyeksi Tren (Trend Projection). Dimana teknik ini mencocokkan
tren pada serangkaian data masa lalu dan kemudian memproyeksikan garis pada
masa datang untuk peramalan jangka menengah atau jangka panjang. Jika kita
memutuskan
untuk
membuat
tren
dengan
metode statistik, kita dapat
29
menerapkan metode kuadrat terkecil (least square method). Garis kuadrat
terkecil dijelaskan dengan sumbu y dan kemiringan. Jika dihitung y dan
kemiringan, maka dapat dinyatakan dengan persamaan berikut :
Y = a + bx
Dimana rumusnya adalah sebagai berikut :
b = n(∑XY) – (∑X)(∑Y)
n(∑X2) – (∑X)2
a = (∑Y) - b(∑X)
n
keterangan :
X
= Waktu (variabel independen)
Y
= Nilai terhitung dari variabel yang akan diprediksi
(variabel dependen)
a
= Konstanta
b
= Kemiringan garis regresi
n
= Jumlah pengamatan
∑
= Jumlah seluruh n
2.5 Analytical Hierarchy Process
2.5.1 Pengertian Analytical Hierarchy Process
AHP merupakan suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan
oleh Thomas L. Saaty. Model pendukung keputusan ini akan menguraikan
masalah multi faktor atau multi kriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki,
30
menurut Saaty (1993), hirarki didefinisikan sebagai suatu representasi dari
sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi level dimana
level pertama adalah tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria, dan
seterusnya ke bawah hingga level terakhir dari alternatif. Dengan hirarki, suatu
masalah yang kompleks dapat diuraikan ke dalam kelompok-kelompoknya yang
kemudian diatur menjadi suatu bentuk hirarki sehingga permasalahan akan
tampak lebih terstruktur dan sistematis.
Analytic Hierarchy Process (AHP) dapat menyelesaikan masalah
multikriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki. Masalah yang kompleks
dapat diartikan bahwa kriteria dari suatu masalah yang begitu banyak
(multikriteria),struktur masalah yang belum jelas, ketidakpastian pendapat dari
pengambil keputusan, pengambil keputusan lebih dari satu orang, serta
ketidakakuratan data yang tersedia.
Supriyono (2012), Dalam jurnal Sistem Penunjang Keputusan (SPK)
Pemilihan Sepeda Motor Menggunakan Metode AHP, : Alasan pemilihan
metode AHP karena AHP mampu digunakan untuk semua proses pemilihan
sedangkan penentuan kriteria bisa di rubah sesuai dengan kepentingan
konsumen.
Menurut Saaty, hirarki didefinisikan sebagai suatu representasi dari
sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi level dimana
level pertama adalah tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria, dan
seterusnya ke bawah hingga level terakhir dari alternatif. Dengan hirarki, suatu
masalah yang kompleks dapat diuraikan ke dalam kelompok-kelompoknya yang
kemudian diatur menjadi suatu bentuk hirarki sehingga permasalahan akan
tampak lebih terstruktur dan sistematis.
31
AHP sering digunakan sebagai metode pemecahan masalah dibanding
dengan metode yang lain karena alasan-alasan sebagai berikut :
1. Struktur yang berhirarki, sebagai konsekuesi dari kriteria yang
dipilih, sampai pada subkriteria yang paling dalam.
2. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi
inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh
pengambil keputusan.
3. Memperhitungkan
daya
tahan
output analisis
sensitivitas
pengambilan keputusan.
Menurut jurnal Evaluation of Risk Factors in Agriculture : An Application of
The Analytical Hirierichal L Process (AHP) Methodology .Toledo, Roger;
Engler, Alejandra; Ahumada, Víctor. Chilean Journal of Agricultural
Research71. 1 (Jan-Mar 2011): 114-121.
The AHP methodology has three important advantages (Martínez and
Escudey, 1998): 1) its application in empirical problems leads to an intuitive
solution; 2) results are not easily manipulated; and 3) it allows establishing
the relative importance of the sub-criteria considered in the decision problem.
This methodology has been widely disseminated due to the great flexibility
achieved in structuring decision problems, as well as the explicit consideration
of the subjective judgments of different experts generating results that sustain
an objective base for decision making (Braunschweig and Janssen, 1998;
Escobar et al., 2004).
Artinya : Metodologi AHP memiliki tiga keuntungan penting (Martínez dan
Escudey, 1998): 1) penerapannya dalam masalah empiris mengarah ke solusi
intuitif, 2) hasil tidak mudah dimanipulasi, dan 3) memungkinkan membangun
32
kepentingan relatif dari sub-kriteria yang dianggap dalam masalah keputusan.
Metodologi ini telah disebarluaskan karena fleksibilitas yang besar dicapai
dalam penataan masalah keputusan, serta eksplisit pertimbangan penilaian
subjektif yang berbeda ahli menghasilkan hasil yang menopang dasar yang
obyektif untuk pengambilan keputusan (Braunschweig dan Janssen, 1998;
Escobar dkk., 2004).
Menurut jurnal Analisis Multi Kriteria Pemilihan Teknologi
Pengomposan Sampah. Adi Susangka and Mochammad Chaerul , AHP
merupakan proses berpikir yang komprehensif, logis dan terstruktur, dan
sesuai untuk digunakan dalam upaya penyelesaian masalah yang menyangkut
banyak aspek atau multikriteria.
2.5.2 Langkah Pengerjaan AHP
Dalam penelitian ini, AHP digunakan untuk mendeterminasikan resiko
operasional yang paling banyak terjadi di dalam perusahaan. Oleh karena itu,
penulis memberikan kuesioner yang berisi perbandingan 5 indikator yang
dianggap sebagai factor pendukung suatu perjalanan wisata. Berikut adalah
gambaran kuesioner yang akan diberikan karyawan:
Tabel 2.1 Langkah Pengerjaan AHP
Skala
Definisi dari importance
1
Sama penting
3
Sedikit lebih penting
5
Jelas lebih penting
7
Sangat jelas penting
9
Mutlak lebih penting
2,4,6,8
Ragu-ragu antara dua nilai berdekatan
33
Sumber : (Saaty,1993)
34
2.6 Kerangka Pemikiran
PT. PESONA DANTE
KINTANI
(MATARI TRAVEL)
Pemutusan Indikator
Terpenting dalam
Operasional Tour
Meramalkan kenaikan
konsumen dan kerugian
operasional yang muncul
Solusi resiko operasional
perusahaan
ANALYTICAL
HIERARCHY PROCESS
(AHP)
FORECASTING
Download