6 BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1
Resiko
2.1.1
Definisi Resiko
Istilah resiko sudah biasa dipakai dalam kehidupan kita sehari-hari, yang umumnya
sudah dipahami secara intuitif. Tetapi pengertian secara ilmiah dari resiko sampai saat ini
masih tetap beragam, yaitu antara lain :
-
Menurut Arthur Williams dan Richard, M.H resiko adalah suatu variasi dari hasilhasil yang dapat terjadi selama periode tertentu. (Djojosoedarso, 2003, p2)
-
Menurut A. Abas Salim resiko adalah ketidakpastian (uncertainty) yang mungkin
melahirkan peristiwa kerugian. (Djojosoedarso, 2003, p2)
-
Menurut Soekarto resiko adalah ketidakpastian atas terjadinya suatu peristiwa.
(Djojosoedarso, 2003, p2)
-
Menurut Herman Darmawi resiko adalah probabilitas sesuatu hasil/ outcome
yang berbeda dengan yang diharapkan. (Djojosoedarso, 2003, p2)
-
Berdasarkan Workbook level 1 Global Association of Risk Professionals – Badan
Sertifikasi Manajemen Risiko (2005, A.4) resiko didefinisikan sebagai “Change of
bad outcome”. Maksudnya adalah suatu kemungkinan akan terjadinya hasil yang
tidak diinginkan serta tidak dikelola dengan semestinya.
-
Menurut Gallati (2003, h.7), resiko didefinisikan sebagai “a condition in which
there exist an exposure to adversity”.
-
Menurut Bessis (2002, 11) resiko adalah sebagai “Risk are uncertainty resulting
in adverse variations of probability or in losses”.
6
7
-
Menurut Djohanputro (2008, p31-p32) pengertian dasar resiko terkait dengan
keadaan adanya ketidakpastian dan tingkat ketidakpastiannya terukur secara
kuantitatif. Resiko juga dapat diartikan sebagai ketidakpastian yang telah
diketahui tingkat probabilitas kejadiannya.
Jadi resiko dapat dikatakan sebagai suatu peluang terjadinya kerugian atau
kehancuran. Lebih luas resiko dapat diartikan sebagai kemungkinan terjadinya hasil yang
tidak diinginkan atau berlawanan dari yang diinginkan.
2.1.2
Klasifikasi Resiko
Menurut Djohanputro (2008, p33-p35) untuk memudahkan pengenalan resiko, perlu
dilakukan klasifikasi sehingga mengenal karakter dari resiko. Resiko dapat dikategorikan ke
dalam resiko murni dan resiko spekulatif. Cara lain mengklasifikasi resiko adalah
mengategorikan ke dalam resiko sistematik dan resiko spesifik.
a. Resiko Murni dan Spekulatif
Resiko murni merupakan resiko yang dapat mengakibatkan kerugian pada
perusahaan,
tetapi
tidak
ada
kemungkinan
menguntungkan.
Perusahaan
menghadapi berbagai hal dalam resiko ini. Misalnya, kekayaan mesin yang
menanggung resiko murni. Ada kemungkinan mesin mengalami kerusakan, mulai
dari kerusakan kecil sampai besar. Tetapi, tidak mungkin keadaan sebaliknya bisa
terjadi. Kekayaan berupa gedung juga ada kemungkinan mengalami kerugian berupa
kerusakan atau kehancuran.
Sementara itu yang disebut dengan resiko spekulatif adalah resiko yang dapat
mengakibatkan dua kemungkinan, merugikan atau menguntungkan perusahaan.
Misalnya perusahaan yang menyimpan valuta asing seperti US$, GB₤, atau JPY dapat
mengalami keuntungan atau kerugian. Simpanan tersebut menguntungkan bila nilai
tukar mata uang tersebut menguat. Nilai simpanan tersebut meningkat bila dihitung
8
dalam Rupiah. Sebaliknya, nilai simpanan tersebut menurun bila dihitung dalam
Rupiah pada saat nilai tukar valuta asing tersebut melemah. Kebanyakkan transaksi
perusahaan yang melibatkan aspek moneter secara langsung mengandung resiko
spekulatif.
b. Resiko Sistematik dan Spesifik
Resiko sistematik (systematic risk) juga disebut resiko yang tidak dapat didiversifikasi
(nondiversiviable risk). Ciri dari resiko sistematik adalah tidak dapat dihilangkan atau
dikurangi dengan cara penggabungan berbagai resiko.
Resiko spesifik (specific risk), atau resiko yang dapat didiversifikasi (diversiviable
risk) dapat dihilangkan melalui proses pengganbungan (pooling).
Konsep resiko sistematik dan spesifik sangat berguna dalam menangani resiko
keuangan. Banyak resiko yang berkaitan dengan keuangan perusahaan dapat
ditekan dengan menerapkan diversifikasi.
2.1.3
Upaya Penanggulangan Resiko
Menurut Djojosoedaraso (2003, p4) upaya untuk menanggulangi resiko harus selalu
dilakukan, sehingga kerugian dapat dihindari atau diminimumkan. Sesuai dengan sifat dan
objek yang terkena resiko, ada beberapa cara yang dapat dilakukan (perusahaan) untuk
meminimumkan resiko kerugian, antara lain :
a. Melakukan
pencegahan dan
pengurangan
terhadap
kemungkinan
terjadinya
peristiwa yang menimbulkan kerugian, misalnya membangun gedung dengan bahanbahan yang antiterbakar untuk mencagah bahaya kebakaran, memagari mesin-mesin
untuk menghindari kecelakaan kerja, melakukan pemeliharaan dan penyimpanan
yang baik terhadap bahan dan hasil produksi untuk menghindari resiko kecurian dan
kerusakan, mengadakan pendekatan kemanusiaan untuk mencegah terjadinya
pemogokan, sabotase, dan pengacauan.
9
b. Melakukan retensi, artinya mentolerir membiarkan terjadinya kerugian, dan untuk
mencegah terganggunya operasi perusahaan akibat kerugian tersebut disediakan
sejumlah dana untuk menanggulanginya (contoh : pos biaya lain-lain atau tak
terduga dalam anggaran perusahaan).
c.
Melakukan
pengendalian
terhadap
resiko,
contohnya
melakukan
hedging
(perdagangan berjangka) untuk menanggulangi resiko kelangkaan dan fluktuasi
harga bahan baku/ pembantu yang diperlukan.
d. Mengalihkan/
memindahkan
resiko
kepada
pihak
lain,
yaitu
dengan
cara
mengadakan kontrak pertanggungan (asuransi) dengan perusahaan asuransi
terhadap resiko tertentu, dengan mambayar sejumlah premi asuransi yang telah
ditetapkan, sehingga perusahaan asuransi akan mengganti kerugian bila betul-betul
terjadi kerugian yang sesuai dengan perjanjian.
Tugas dari seorang manajer resiko adalah berkaitan erat dengan upaya memilih dan
menentukan cara-cara/ metode yang paling efisien dalam penaggulangan resiko yang
dihadapi perusahaan.
2.2
Manajemen Resiko
2.2.1
Definisi Manajemen Resiko
-
Menurut Djojosoedarso (2003, p4) secara sederhana pengertian manajemen
resiko adalah pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen dalam penanggulangan
resiko, terutama resiko yang dihadapi oleh organisasi/ perusahaan, keluarga dan
masyarakat. Jadi mencakup kegiatan merencanakan, mengorganisir, menyusun,
memimpin/ mengkoordinir, dan mengawasi (termasuk mengeveluasi) program
penanggulangan resiko.
-
Menurut Djohanputro (2008, p43) manajemen resiko merupakan proses
terstruktur dan sistematis dalam mengidentifikasi, mengukur, memetakan,
10
mengembangkan
alternatif
penanganan
resiko,
dan
memonitor
dan
mengendalikan implementasi penanganan resiko.
-
Menurut Fahmi (2010, p2) manajemen resiko adalah suatu bidang ilmu yang
membahas tentang bagaimana suatu organisasi menerapkan ukuran dalam
memetakan berbagai permasalahan yang ada dengan menempatkan berbagai
pendekatan manajemen secara komprehensif dan sistematis.
Jadi manajemen resiko adalah keseluruhan sistem pengelolaan dan pengendalian
resiko yang ditujukan untuk memelihara tingkat profitabilitas dan tingkat kesehatan
perusahaan.
2.2.2
Manfaat Manajemen Resiko
Menurut Darmawi (2005, p11) manfaat manajemen resiko yang diberikan terhadap
perusahaan dapat dibagi dalam 5 kategori utama yaitu :
a. Manajemen resiko mungkin dapat mencegah perusahaan dari kegagalan.
b. Manajemen resiko menunjang secara langsung peningkatan laba.
c.
Manajemen resiko dapat memberikan laba secara tidak langsung.
d. Adanya ketenangan pikiran bagi manajer yang disebabkan oleh adanya perlindungan
terhadap resiko murni, merupakan harta non material bagi perusahaan itu.
e. Manajemen resiko melindungi perusahaan dari resiko murni, dan karena kreditur
pelanggan dan pemasok lebih menyukai perusahaan yang dilindungi maka secara
tidak langsung menolong meningkatkan public image. Anonim (http://jurnalsdm.blogspot.com/)
Menurut Fahmi (2010, p3), dengan diterapkannya manajemen resiko di suatu
perusahaan ada beberapa manfaat yang akan diperoleh, yaitu :
11
a. Perusahaan memiliki ukuran kuat sebagai pijakan dalam mengambil setiap
keputusan, sehingga para manajer menjadi lebih berhati-hati (prudent) dan selalu
menempatkan ukuran-ukuran dalam berbagai keputusan.
b. Mampu memberi arah bagi suatu perusahaan dalam melihat pengaruh-pengaruh
yang mungkin timbul baik secara jangka pendek dan jangka panjang.
c.
Mendorong para manajer dalam mengambil keputusan untuk selalu menghindari
resiko dan menghindari dari pengaruh terjadinya kerugian khususnya kerugian dari
segi finansial.
d. Memungkinkan perusahaan memperoleh resiko kerugian yang minimum.
e. Dengan adanya konsep manajemen resiko (risk management concept) yang
dirancang secara detail maka artinya perusahaan telah membangun arah dan
mekanisme secara suistainable (berkelanjutan).
2.2.3
Tahap-tahap dalam Melaksanakan Manajemen Resiko
Menurut Fahmi (2010, p3), untuk mengimplementasikan manajemen resiko secara
komprehensif ada beberapa tahap yang harus dilaksanakan oleh suatu perusahaan, yaitu :
a. Identifikasi Resiko
Pada tahap ini pihak manajemen perusahaan melakukan tindakan berupa
mengidentifikasi setiap bentuk resiko yang dialami perusahaan, termasuk bentukbentuk resiko yang mungkin akan dialami oleh perusahaan. Identifikasi ini dilakukan
dengan cara melihat potensi-potensi resiko yang sudah terlihat dan yang akan
terlihat.
b. Mengidentifikasi bentuk-bentuk resiko
Pada tahap ini diharapkan pihak manajemen perusahaan telah mampu menemukan
bentuk dan format resiko yang dimaksud. Bentuk-bentuk resiko yang diidentifikasi di
sini telah mampu dijelaskan secara detail, seperti ciri-ciri resiko dan faktor-faktor
12
timbulnya resiko tersebut. Pada tahap ini pihak manajemen perusahaan juga sudah
mulai mengumpulkan dan menerima berbagai data-data baik bersifat kualitatif dan
kuantitatif.
c. Menempatkan ukuran-ukuran resiko
Pada tahap ini pihak manajemen perusahaan sudah menempatkan ukuran atau skala
yang dipakai, termasuk rancangan model metodologi penelitian yang akan
digunakan. Data-data yang masuk juga sudah dapat diterima, baik yang berbentuk
kualitatif dan kuantitatif serta pemilahan data dilakukan berdasarkan pendekatan
metodologi yang digunakan. Dengan kepemilikan rancangan metodologi penelitian
yang ada diharapkan pihak manajemen perusahaan telah memiliki fondasi kuat guna
melakukan pengolahan data. Untuk dipahami bahwa penggunaan ukuran dengan
berdasarkan format metodologi penelitian yang digunakan harus dilakukan dengan
sangat hati-hati dan penuh kecermatan karena jika salah atau tidak sesuai dengan
kasus yang ditangani maka hasil yang akan diperoleh nantinya juga dianggap tidak
akan akurat.
d. Menempatkan alternatif-alternatif
Pada tahap ini pihak manajemen perusahaan telah melakukan pengolahan data.
Hasil pengolahan kemudian dijabarkan dalam bentuk kualitatif dan kuantitatif
beserta akibat-akibat atau pengaruh-pengaruh yang akan timbul jika keputusankeputusan tersebut diambil. Berbagai bentuk penjabaran yang dikemukakan tersebut
dipilah dan ditempatkan sebagai alternatif-alternatif keputusan.
e. Menganalisis setiap alternatif
Pada tahap ini dimana setiap alternatif yang ada selanjutnya dianalisis dan
dikemukakan berbagai sudut pandang serta efek-efek yang mungkin timbul. Dampak
yang mungkin timbul baik secara jangka pendek dan jangka panjang dipaparkan
secara komprehensif dan sistematis, dengan tujuan mampu diperoleh suatu
13
gambaran secara jelas dan tegas. Kejelasan dan ketegasan dangat penting guna
membantu pengambilan keputusan secara tepat.
f.
Memutuskan suatu alternatif
Pada tahap ini setelah berbagai alternatif dipaparkan dan dijelaskan baik dalam
bentuk lisan dan tulisan oleh para manajemen perusahaan maka diharapkan pihak
manajer perusahaan sudah memiliki pemahaman secara khusus dan mendalam.
Pemilihan satu alternatif dari berbagai alternatif yang ditawarkan artinya mengambil
alternatif yang terbaik dari berbagai alternatif yang ditawarkan termasuk dengan
menolak berbagai alternatif lainnya. Dengan pemilihan satu alternatif sebagai solusi
dalam menyelesaikan berbagai permasalahan diharapkan pihak manajer perusahaan
sudah memiliki fondasi kuat dalam menugaskan pihak manajemen perusahaan untuk
bekerja berdasarkan konsep dan koridor yang ada.
g. Melaksanakan alternatif yang dipilih
Pada tahap ini setelah alternatif dipilih dan ditegaskan serta dibentuk tim untuk
melaksanakan ini, maka
artinya manajer perusahaan sudah mengeluarkan Surat
Keputusan (SK) yang dilengkapi dengan rincian biaya. Rincian biaya yang
dialokasikan tersebut telah disetuju oleh bagian keuangan serta otoritas pengambil
penting lainnya.
h. Mengontrol alternatif yang dipilih tersebut
Pada tahap ini alternatif yang dipilih telah dilaksanakan oleh pihak tim manajemen
beserta para manajer perusahaan. Tugas utama manajer perusahaan adalah
melakukan kontrol yang maksimal guna menghindari timbulnya berbagai resiko yang
tidak diinginkan.
i.
Mengevaluasi jalannya alternatif yang dipilih
Pada tahap ini setelah alternatif dilaksanakan dan kontrol dilakukan maka
selanjutnya pihak tim manajemen secara sistematis melaporkan kepada pihak
14
manajer perusahaan. Pelaporan tersebut berbentuk data-data yang bersifat
fundamental dan teknikal serta dengan tidak mengesampingkan informasi yang
bersifat lisan. Tujuan melakukan evaluasi dari alternatif yang dipilih tersebut adalah
bertujuan agar pekerjaan tersebut dapat terus dilaksanakan sesuai dengan yang
direncanakan.
2.3
Resiko Operasional
2.3.1
Definisi Resiko Operasional
Resiko operasional oleh Basel II didefinisikan sebagai suatu resiko kerugian yang
disebabkan karena tak berjalannya atau gagalnya proses internal, manusia dan sistem, serta
oleh peristiwa eksternal. Walaupun resiko ini dapat diterapkan pada semua jenis organisasi
bisnis, keterkaitan utamanya adalah pada bidang perbankan yang regulatornya bertanggung
jawab untuk menciptakan pengamanan sebagai perlindungan terhadap kegagalan sistemik
sistem perbankan dan ekonomi. Anonim (http://id.wikipedia.org/wiki/Risiko_operasional)
Menurut Djohanputro (2008, p65) resiko operasional adalah potensi penyimpangan
dari hasil yang diharapkan karena tidak berfungsinya suatu sistem, SDM, teknologi, atau
faktor lain. Resiko operasional bisa terjadi pada 2 tingkatan : teknis dan organisasi. Pada
tataran teknis, resiko operasional bisa terjadi apabila sistem informasi, kesalahan mencatat,
informasi yang tidak memadai, dan pengukuran resiko tidak akurat dan tidak memadai. Pada
tataran organisasi, resiko operasional bisa muncul karena sistem pemantauan dan pelaporan,
sistem dan prosedur, serta kebijakan tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Menurut Fahmi (2010, p54) resiko operasional merupakan resiko yang umumnya
bersumber dari masalah internal perusahaan, dimana resiko ini terjadi disebabkan oleh
lemahnya sistem kontrol manajemen (management control system) yang dilakukan oleh
pihak internal perusahaan.
15
Jadi resiko operasional adalah resiko kerugian yang terjadi sebagai akibat dari
ketidakcukupan atau kegagalan proses internal, manusia, dan sistem – sistem yang dapat
menimbulkan kerugian keuangan dan kerugian potensial atas hilangnya kesempatan
memperoleh keuntungan.
2.3.2
Klasifikasi Resiko Operasional
Menurut Bank for International Settlement (2004, p140) kerugian operasional
dikelompokkan ke dalam tujuh tipe kejadian kerugian (loss event types). Tujuh tipe kejadian
kerugian tersebut dibagi dalam kelompok sebagai berikut :
a. Penyelewengan internal (internal fraud).
b. Penyelewengan eksternal (external fraud).
c.
Praktik kepegawaian dan keselamatan kerja (employment practices and workplace
safety).
d. Klien, produk, dan praktik bisnis (client, products, and business practices).
e. Kerusakan terhadap aset fisik perusahaan (physical asset damages).
f.
Terganggunya bisnis dan kegagalan sistem (business disruption and system failure).
g. Manajemen proses, pelaksanaan, dan penyerahan produk dan jasa (execution,
delivery and process management).
Menurut Fahmi (2010, p54) terdapat 7 (tujuh) jenis resiko operasional atau
operational risk, antara lain :
a. Resiko pada Komputer (Computer Risk).
Ada beberapa resiko yang diperkirakan akan timbul dalam bidang komputer, yaitu :
•
Terjadinya perubahan data-data komputer karena faktor terserang oleh
virus. Kondisi ini sering terjadi karena jaringan komputer berhubungan
dengan internet. Oleh karena itu, komputer harus selalu memiliki antivirus
16
yang terbaru. Maka sebaiknya perusahaan harus selalu memiliki tempat
khusus yang aman untuk menyimpan dokumen panting.
•
Komputer adalah teknologi yang selalu mengalami perubahan terutama pada
setiap program yang ditawarkan, sehingga mengharuskan kualitas IT dari
para personelnya juga dapat di update setiap waktunya dengan tujuan
berbagai permasalahan yang akan timbul di kemudian hari dapat dihindari.
•
Komputer adalah masuk dalam kategori IT yang memiliki nilai pasar yang
tinggi, sehingga setiap pergantian perangkat komputer dan biaya tenaga
ahlinya selalu saja membutuhkan biaya yang tinggi. Seperti biaya training,
course, service komputer, dan pembelian program berbagai komputer. Dan
bagi setiap perusahaan program yang harus dibeli adalah selalu harus yang
bersifat original.
b. Kerusakan Maintenance Pabrik
Beberapa resiko yang harus ditanggung oleh suatu industri pada saat timbulnya
kerusakan maintenance pabrik adalah :
•
Terhentinya aktivitas produksi selama beberapa saat.
•
Biaya service (service cost) dengan mendatangkan tenaga ahli, jika
perusahaan tidak memilikinya.
•
Biaya pergantian dalam bentuk pembelian baru beberapa peralatan pabrik.
Dan persoalan yang lebih jauh jika barang yang dipesan tersebut tidak
tersedia di pasaran dengan cepat, sehingga mengharuskan perusahaan
untuk memesan terlebih dahulu dan ini akan memakan waktu yang lama.
c. Kecelakaan Kerja
Beberapa bentuk resiko dalam bidang kecelakaan kerja yang akan dialami oleh suatu
perusahaan yaitu sebagai berikut :
17
•
Perusahaan harus memperbaiki sistem manajemen kerja yang telah
diterapkan selama ini karena dianggap tidak efektif, sehingga untuk
menyempurnakan konsep sistem manajemen kerja yang baik sebuah
perusahaan kadangkala harus mengundang konsultan dalam bidang yang
bersangkutan sehingga pengalokasian anggaran untuk membayar konsultan
tersebut harus dipertimbangkan termasuk masa uji coba sistem tersebut.
•
Bila kecelakaan kerja sering terjadi dan mendapat sorotan dari pihak
jurnalistik (pers) maka ini bisa berakibat pada turunnya reputasi perusahaan
di mata konsumen dan mitra bisnis.
•
Jika perusahaan tidak menerapkan konsep keselamatan kerja dengan baik
maka pada saat mengajukan pinjaman ke perbankan akan mengalami
kendala.
d. Kesalahan dalam Pembukuan Secara Manual (Manual Risk)
Resiko dalam bidang pembukuan secara manual sebenarnya terjadi karena beberapa
sebab seperti :
•
Pembukuan secara manual ditulis atau dicatat umumnya di kertas, sehingga
pada saat suatu kantor mengalami kebanjiran, kebakaran, kesalahan dalam
peletakkan tidak bisa atau sulit untuk mencari penggantinya.
•
Jika
kesalahan
dalam
pencatatan
secara
pembukuan
terjadi
maka
penyelesaian dan pencarian sumber masalahnya juga harus dilakukan secara
manual.
•
Proses penyusunan pembukuan akan berlangsung dengan waktu yang lama
sehingga pekerjaan menjadi tidak efisien dan efektif. Efisien dilihat dari segi
biaya dan efektif dilihat dari segi waktu.
18
•
Setiap pengiriman informasi harus dilakukan melalui kantor pos atau jasa
pengiriman surat. Sementara dengan penggunaan teknologi sudah dapat
dilakukan dengan cara email atau via internet.
e. Kesalahan Produksi Barang dan Tidak Ada Kesepakatan Bahwa Barang
yang Dibeli Tidak Dapat Ditukar Kembali
Ketika kesepakatan tersebut tidak dibuat, maka perusahaan harus menanggung
beberapa resiko kerugian, yaitu sebagai berikut :
•
Adanya barang yang sudah diproduksi dengan harapan dapat terjual namun
tidak laku terjual dan tidak ada perjanjian barang tersebut tidak bisa ditukar
sehingga perusahaan mengalami kerugian.
•
Pada saat barang sudah diproduksi namun ternyata ada sisa, maka ini
memaksa perusahaan untuk menjualnya dengan harga yang murah dengan
asumsi daripada barang tersebut tidak terjual di pasaran atau mengalami
kadaluarsa.
•
Perusahaan tidak bisa melakukan penghematan biaya karena kontrak
dagang dengan para mitra bisnis bersifat tunai dan tidak ada konsep service
purna jual.
f.
Pegawai Outsourcing
Pada saat suatu perusahaan menerima pegawai yang bersifat outsourcing maka ada
beberapa resiko yang harus ditanggung oleh perusahaan, yaitu :
•
Pegawai tersebut bukan pegawai tetap, dalam artian pegawai tersebut tidak
bekerja hingga pensiun. Sehingga ia akan bekerja sebatas masa kontrak
kerja saja. Dengan begitu rasa tanggung jawab psikologis untuk menjaga
perusahaan tidak begitu ia pikirkan karena pegawai tersebut lebih
bertanggungjawab kepada perusahaan penyalur.
19
•
Rahasia perusahaan selama ia bekerja memungkinkan sekali untuk diketahui
oleh publik luar ketika ia tidak lagi bekerja di perusahaan tersebut.
Sementara rahasia perusahaan menyangkut dengan wibawa dan nama bali
perusahaan.
g. Globalisasi dalam Konsep dan Produk
Era globalisasi telah memberi perubahan besar bagi konsep bisnis pada seluruh
sektor bisnis, baik finansial dan non finansial, sehingga penciptaan konsep produk
dibuat untuk bisa menampung keinginan globalisasi tersebut, jika tidak maka artinya
produk tersebut tidak akan laku di pasaran secara baik.
Karena faktor itu perusahaan dituntut untuk menerapkan manajemen yang berbasis
konsep global yang secara tidak langsung mekanisme operasional perusahaan juga
harus bersifat global.
Menurut Djohanputro (2008, p65) resiko operasional bisa disebabkan oleh beberapa
faktor, yaitu :
-
Manusia (SDM)
-
Teknologi
-
Sistem dan prosedur
-
Kebijakan
-
Struktur organisasi
Berikut adalah beberapa klasifikasi yang terdapat di dalam resiko operasional, antara
lain :
a. Resiko Produktivitas
Resiko produktivitas berkaitan dengan penyimpangan hasil atau tingkat produktivitas
yang diharapkan karena adanya penyimpangan dari variabel yang mempengaruhi
20
produktivitas kerja. Termasuk di dalamnya adalah teknologi, peralatan, material, dan
SDM
b. Resiko Teknologi
Resiko teknologi berupa potensi penyimpangan hasil karena teknologi yang
digunakan tidak lagi sesuai dengan kondisi.
c. Resiko Inovasi
Resiko inovasi adalah potensi penyimpangan hasil karena terjadinya pambaharuan,
modernisasi, atau transformasi dalam beberapa aspek bisnis.
d. Resiko Sistem
Resiko ini merupakan bagian dari resiko proses, yaitu potensi penyimpangan hasil
karena adanya cacat atau ketidaksesuaian sistem dalam operasi perusahaan.
e. Resiko Proses
Resiko proses adalah resiko mengenai potensi penyimpangan dari hasil yang
diharapkan dari proses karena ada penyimpangan atau kesalahan dalam kombinasi
sumber daya (SDM, keahlian, metode, peralatan, teknologi, dan material) dan karena
perubahan
lingkungan.
Kesalahan
prosedur
merupakan
salah
satu
bentuk
perwujudan resiko proses.
2.3.3
Siklus Manajemen Resiko Operasional
Menurut Djohanputro (2008, p43) siklus manajemen resiko operasional terdiri dari 5
tahap, yaitu :
1. Tahap satu
: Identifikasi Resiko
Pada tahap ini, analis berusaha mengidentifikasi apa saja resiko yang dihadapi oleh
perusahaan.
21
2. Tahap dua
: Pengukuran Resiko
Pada dasarnya, pengukuran resiko mengacu pada 2 faktor : kuantitas resiko dan
kualitas resiko. Kuantitas resiko terkait dengan berapa banyak nilai, atau eksposur,
yang rentan terhadap resiko.
3. Tahap tiga
: Pemetaan Resiko
Perusahaan tidak perlu menakuti semua resiko. Ada resiko yang perlu mendapat
perhatian khusus, tetapi ada pula resiko yang dapat diabaikan. Itulah sebabnya
perusahaan perlu membuat peta resiko. Tujuan pemetaan ini adalah untuk
menetapkan prioritas resiko berdasarkan kepentingannya bagi perusahaan.
4. Tahap empat : Model Pengelolaan Resiko
Ada beberapa model yang bisa diterapkan perusahaan dalam mengelola resiko.
5. Tahap lima
Mengapa
: Monitor dan Pengendalian
monitor
dan
pengendalian
penting?
Pertama,
manajemen
perlu
memastikan bahwa pelaksanaan pengelolaan resiko berjalan sesuai dengan rencana.
Ini berarti, monitor dan pengendalian prosedur itu sendiri. Kedua, manajemen juga
perlu memastikan bahwa model pengelolaan resiko cukup efektif. Artinya, model
yang diterapkan sesuai dengan tujuan pengelolaan resiko. Ketiga, karena resiko itu
sendiri berkembang, monitor dan pengendalian bertujuan untuk memantau
perkembangan terhadap kecenderungan-kecenderungan berubahnya profil resiko.
Perubahan ini berdampak pada pergeseran peta resiko yang otomatis pada
perubahan prioritas resiko.
2.4
Forecasting
2.4.1
Definisi forecasting
Forecasting adalah suatu usaha untuk meramalkan keadaan di masa mendatang
melalui pengujian keadaan masa lalu. Definisi lain forecasting yaitu; merupakan suatu cara
22
untuk mengukur atau menaksir kondisi bisnis di masa mendatang secara kuantitatif dan
kualitatif (Astuti, 2005, p25).
Menurut Siswanto (2007, p7) dalam blognya mengenai Business Forecasting, ada
beberapa definisi mengenai forecasting :
-
forecasting adalah proses untuk mendeteksi pola yang akan datang apakah
berupa siklus, asosiasi, atau analogi berdasar pada intuisi dan critical judgment.
-
forecasting adalah proses menghitung dan memprediksi kejadian-kejadian yang
akan datang, biasanya didasarkan pada ekstrapolasi masa lalu dengan berbagai
tingkat ketidakpastian.
-
forecasting adalah proses untuk memprediksi beberapa kejadian atau kondisi
yang akan datang atau mengindikasikan kemungkinan-kemungkinan yang paling
mungkin terjadi, biasanya merupakan hasil dari sebuah proses mempelajari dan
menganalisis data yang tersedia dan relevan.
2.4.2
Hubungan forecasting dengan rencana
Forecasting adalah peramalan apa yang akan terjadi pada waktu yang akan datang,
sedangkan rencana merupakan penentuan apa yang akan dilakukan pada waktu yang akan
datang (Astuti, 2005, p25). Untuk membuat rencana jangka panjang, suatu perusahaan
harus mempertimbangkan kapasitas, fasilitas, elastisitas harga, forecast permintaan
konsumen dan sebagainya.
2.4.3
Tujuan forecasting
Dalam dunia usaha sangat penting diperkirakan hal-hal yang terjadi di masa depan
sebagai dasar untuk pengambilan keputusan, terutama dunia usaha itu merupakan bagian
dari kehidupan sosial; dimana segala sesuatu yang terjadi serba tidak pasti, sukar diprediksi
23
dengan tepat. Oleh karena itu perlu dilakukan sebuah forecast / rencana. Forecasting yang
dibuat selalu diupayakan agar dapat:
a. Meminimumkan pengaruh ketidakpastian terhadap perusahaan,
b. Forecasting bertujuan mendapatkan forecast yang bisa meminimumkan kesalahan
meramal (forecast error) yang biasanya diukur dengan mean squared error (MSE), mean
absolute error (MAE), dan sebagainya (Astuti, 2005, p25).
2.5
Analytical Hierarchy Process (AHP)
2.5.1
Definisi Analytical Hierarchy Process (AHP)
Menurut Jaelani (2009) Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah metode untuk
memecahkan suatu situasi yang kompleks tidak terstruktur ke dalam beberapa komponen
dalam susunan yang hirarki, dengan memberi nilai subjektif tentang pentingnya setiap
variabel secara relatif, dan menetapkan variabel mana yang memiliki prioritas paling tinggi
guna mempengaruhi hasil pada situasi tersebut.
Menurut Kastowo (2008) metode AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang
ahli matematika. Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan
efektif atas persoalan yang kompleks dengan menyederhanakan dan mempercepat proses
pengambilan keputusan dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam bagian-bagiannya,
menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik pada
pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan mensintesis berbagai
pertimbangan ini untuk menetapkan variabel yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi
dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut. Metode AHP ini membantu
memecahkan persoalan yang kompleks dengan menstruktur suatu hirarki kriteria, pihak yang
berkepentingan, hasil dan dengan menarik berbagai pertimbangan guna mengembangkan
bobot atau prioritas. Metode ini juga menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika
yang bersangkutan pada berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan yang
24
beragam menjadi hasil yang cocok dengan perkiraan kita secara intuitif sebagaimana yang
dipresentasikan pada pertimbangan yang telah dibuat. (Saaty, 1993).
2.5.2
Menyusun Hierarki
Menurut Saaty, ada tiga prinsip dalam memecahkan persoalan dengan AHP, yaitu
prinsip menyusun hirarki (Decomposition), prinsip menentukan skala prioritas (Comparative
Judgement), prinsip menentukan bobot prioritas (Systhesis of Priority), dan prinsip
konsistensi logis (Logical Consistency). Hirarki yang dimaksud adalah hirarki dari
permasalahan yang akan dipecahkan untuk mempertimbangkan kriteria-kriteria atau
komponen - komponen yang mendukung pencapaian tujuan. Dalam proses menentukan
tujuan dan hirarki tujuan, perlu diperhatikan apakah kumpulan tujuan beserta kriteria-kriteria
yang bersangkutan tepat untuk persoalan yang dihadapi. Dalam memilih kriteria-kriteria pada
setiap masalah pengambilan keputusan perlu memperhatikan kriteria-kriteria sebagai berikut:
a. Lengkap
Kriteria harus lengkap sehingga mencakup semua aspek yang penting, yang
digunakan dalam mengambil keputusan untuk pencapaian tujuan.
b. Operasional
Operasional dalam artian bahwa setiap kriteria ini harus mempunyai arti bagi
pengambil keputusan, sehingga benar-benar dapat menghayati terhadap alternatif
yang ada, disamping terhadap sarana untuk membantu penjelasan alat untuk
berkomunikasi.
c. Tidak berlebihan
Menghindari adanya kriteria yang pada dasarnya mengandung pengertian yang
sama.
25
d. Minimum
Diusahakan
agar
jumlah
kriteria
seminimal
mungkin
untuk
mempermudah
pemahaman terhadap persoalan, serta menyederhanakan persoalan dalam analisis.
ƒ
Decomposition
Setelah
persoalan
didefinisikan
maka
perlu
dilakukan decomposition,
yaitu
memecah persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya. Jika ingin mendapatkan
hasil yang akurat, pemecahan juga dilakukan terhadap unsur-unsurnya sehingga
didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan tadi. Karena alasan ini maka proses
analisis ini dinamai hirarki (Hierarchy). Pembuatan hirarki tersebut tidak memerlukan
pedoman yang pasti berapa banyak hirarki tersebut dibuat, tergantung dari
pengambil keputusan-lah yang menentukan dengan memperhatikan keuntungan dan
kerugian yang diperoleh jika keadaan tersebut diperinci lebih lanjut. Ada dua jenis
hirarki, yaitu hirarki lengkap dan hirarki tidak lengkap. Dalam hirarki lengkap, semua
elemen pada semua tingkat memiliki semua elemen yang ada pada tingkat
berikutnya. Jika tidak demikian maka dinamakan hirarki tidak lengkap.
ƒ
Comparative Judgement
Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada
suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat yang diatasnya. Penilaian ini
merupakan inti dari AHP, karena akan berpengaruh terhadap prioritas elemenelemen. Hasil dari penilaian ini akan ditempatkan dalam bentuk matriks yang
dinamakan matriks pairwise comparison. Dalam melakukan penilaian terhadap
elemen-elemen yang diperbandingkan terdapat tahapan-tahapan, yakni:
a. Elemen mana yang lebih (penting/disukai/berpengaruh/lainnya)
b. Berapa kali sering (penting/disukai/berpengaruh/lainnya)
26
Agar diperoleh skala yang bermanfaat ketika membandingkan dua elemen, perlu
dipahami tujuan yang diambil secara umum. Dalam penyusunan skala kepentingan,
Saaty menggunakan patokan pada tabel berikut.
Tabel 2.1 Penetapan Prioritas dengan Perbandingan Berpasangan
Intensitas Kepentingan
1
Definisi
Kedua elemen sama pentingnya
3
Elemen yang satu sedikit lebih
penting ketimbang yang lainnya
5
Elemen yang satu esensial atau
sangat penting ketimbang elemen
yang lainnya
7
Satu elemen jelas lebih penting
dari elemen yang lainnya
9
Satu elemen mutlak lebih penting
ketimbang elemen yang lainnya
2, 4, 6, 8
Kebalikan
Nilai – nilai diantara dua
pertimbangan yang berdekatan
Jika untuk aktivitas i mendapat
satu angka bila dibandingkan
dengan suatu aktivitas j, maka j
mempunyai nilai kebalikannya
bila dibandingkan dengan
aktivitas i.
Penjelasan
Dua elemen
menyumbangnya sama
besar pada sifat itu
Pengalan dan
pertimbangan sedikit
menyokong satu elemen
atas yang lainnya
Pengalaman dan
pertimbangan dengan
kuat menyokong satu
elemen atas elemen yang
lainnya
Satu elemen dengan kuat
disokong, dan
dominannya telah terlihat
dalam praktek
Bukti yang menyokong
elemen yang satu atas
yang lain memiliki tingkat
penegasan tertinggi yang
mungkin menguatkan
Kompromi diperlukan
antara dua pertimbangan
Sumber : http://www.ittelkom.ac.id/library/
Dalam penilaian kepentingan relatif dua elemen berlaku aksioma reciprocal, artinya
jika elemen i dinilai 3 kali lebih penting dibanding j, maka elemen j harus sama
dengan 1/3 kali pentingnya dibanding elemen i. Disamping itu, perbandingan dua
27
elemen yang sama akan menghasilkan angka 1, artinya sama penting. Dua elemen
yang berlainan dapat saja dinilai sama penting. Jika terdapat n elemen, maka akan
diperoleh matriks pairwise comparison berukuran n x n. Banyaknya penilaian yang
diperlukan
dalam
menyusun
matriks
ini
adalah
n(n-1)/2
karena
matriks reciprocal dan elemen-elemen diagonalnya sama dengan 1.
ƒ
Synthesis of Priority
Dari setiap pairwise comparison matrix kemudian dicari eigenvectornya untuk
mendapatkan local priority, karena pairwise comparison matrix terdapat pada setiap
tingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesa di antara
local prority. Prosedur melakukan sintesa berbeda menurut bentuk hirarki.
Pengurutan elemen – elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesa
dinamakan priority setting.
ƒ
Logical Consistency
Konsistensi memiliki dua makna, pertama adalah objek-objek yang serupa dapat
dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi. Arti kedua adalah
menyangkut tingkat hubungan antara objek-objek yang didasarkan pada kriteria
tertentu.
2.5.3
Penggunaan Metode AHP
Menurut Kastowo (2008) Secara umum, langkah-langkah dasar dari AHP dapat
diringkas dalam penjelasan berikut ini:
1.
Mendefinisikan masalah dan menetapkan tujuan.
2.
Menyusun masalah dalam struktur hirarki. Setiap permasalahan yang kompleks
dapat ditinjau dari sisi yang detail dan terstruktur.
28
3.
Menyusun prioritas untuk tiap elemen masalah pada tingkat hirarki. Proses ini
menghasilkan bobot elemen terhadap pencapaian tujuan, sehingga elemen dengan
bobot tertinggi memiliki prioritas penanganan.
Menurut Heru (2006, p1) kaidah pembobotan menyatakan bahwa:
1. Nilai bobot KPI berkisar antara 0 – 1 atau antara 0% – 100% jika kita menggunakan
prosentase.
2. Jumlah total bobot semua KPI harus bernilai 1 (100%)
3. Tidak ada bobot yang bernilai negatif (-).
2.6
Generalized Pareto Distribution
2.6.1
Definisi Generalized Pareto Distribution
Menurut Muslich (2007, p145) pada umumnya observasi yang menarik untuk
diketahui adalah observasi yang melampaui suatu tingkat threshold. Untuk mengetahui data
kerugian operasional di atas suatu level threshold digunakan teori Picklands, Dalkema, de
Hann. Teori Picklands, Dalkema, de Hann menyatakan bahwa fungsi distribusi atau yang
disebut sebagai fungsi distribusi kondisi lebih dirumuskan sebagai distribusi Pareto yang
digeneralisasikan (Generalized Pareto Distribution – GPD).
Generalized Pareto Distribution dapat digunakan seperti distribusi eksponensial,
dimana terdapat distribusi probabilitas standar yang seringkali digunakan untuk model-model
tersebut. Anonim (http://www.mathworks.com/access/helpdesk/help/toolbox/stats/brn2ivz52.html#brn2ivz-54).
Generalized Pareto Distribution adalah sebuah keluarga yang terdiri atas 3
parameter,
yaitu
location
(μ),
scale
(ψ),
dan
shape
(ξ).
Anonim
(http://en.wikipedia.org/wiki/Pareto_distribution).
Jadi Generalized Pareto Distribution adalah metode yang digunakan untuk
mengetahui tingkat potensi kerugian pada suatu perusahaan karena kasus kerugian
29
operasional dengan menggunakan data yang berada di atas nilai threshold (batas kerugian
yang dapat ditoleransi oleh perusahaan).
2.6.2
Value at Risk (VaR)
Menurut Zubair (2010, p3) Value at Risk dapat diartikan sebagai kerugian terburuk
dari suatu portofolio aset pada suatu jangka waktu tertentu dengan suatu tingkat
kepercayaan tertentu. VaR dapat menghitung besarnya kerugian terburuk yang dapat terjadi
dengan mengetahui posisi aset, volatilitas dari aset, tingkat kepercayaan akan terjadinya
resiko, dan time horizon atau jangka waktu penempatan aset.
Menurut Nababan (2008, p12) Value at Risk sekarang ini menjadi alat standar dalam
mengelola resiko pada bank dan institusi keuangan lainnya. Hal ini diartikan sebagai kerugian
untuk suatu tingkat kepercayaan yang diberikan. Untuk suatu tingkat kepercayaan p = 99%,
seseorang percaya bahwa 99% pada akhir resiko terpilih tidak akan terdapat lebih besar
kerugian dari VaR.
Menurut Satria (2009, p1) Value at Risk adalah kerugian terbesar yang mungkin
terjadi dalam rentang waktu/ periode tertentu yang diprediksikan dengan tingkat
kepercayaan tertentu. Konsep VaR berdiri di atas dasar observasi statistik atas data-data
historis dan relatif dapat dikatakan sebagai suatu konsep yang bersifat obyektif.
Jadi Value at Risk adalah suatu metode pengukuran resiko yang memperkirakan
kerugian maksimum yang mungkin terjadi atas suatu portofolio pada tingkat kepercayaan
tertentu.
2.6.3
Expected Shortfall (ES)
Expected Shortfall (ES) adalah alat ukur resiko, atau konsep yang digunakan dalam
pembiayaan (dan lebih khusus lagi di bidang pengukuran resiko keuangan) untuk
mengevaluasi resiko pasar atau resiko kredit portofolio. ES adalah suatu alternatif untuk nilai
30
pada resiko yang lebih sensitif dengan bentuk distribusi kerugian dalam ”tail”. Expected
Shortfall
sering disebut conditional value at risk (CVaR), average value at risk (AVaR),
dan expected tail loss (ETL). Anonim (http://en.wikipedia.org/wiki/Expected_shortfall).
Menurut Muslich (2007, p131) Expected Shortfall dikenal juga dengan sebutan tail
conditional expectation yang merupakan estimasi potensi besarnya kerugian yang melebihi
VaR.
31
2.7
Kerangka Pemikiran
PT. HOME SPIRIT
Penetapan Alternatif
Vektor Prioritas
Peramalan Resiko
Operasional
Analytical Hierarchy Process
(AHP)
Forecasting
Value at Risk
(VaR)
Generalized
Pareto
Distribution
Expected
Shortfall
(ES)
Perencanaan Solusi
Penanganan Resiko Operasional
PT. HOME SPIRIT
Download