PENENTUAN DOSIS PEMUPUKAN N, P DAN K PADA BUDIDAYA

advertisement
PENENTUAN DOSIS PEMUPUKAN N, P DAN K
PADA BUDIDAYA KATUK
(Sauropus androgynus (L.) Merr.)
IMAS ROHMAWATI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Penentuan Dosis
Pemupukan N, P dan K pada Budidaya Katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr.)
adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan
dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar
Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Februari 2013
Imas Rohmawati
NRP A252080071
ABSTRACT
IMAS ROHMAWATI. Determination of N, P and K Fertilizer Rates for Katuk
(Sauropus androgynus (L.) Merr.) Production. Under supervision of ANAS D
SUSILA as chairman and EDI SANTOSA as member of the advisory committee.
The objective of the research was to determine optimum rate of N, P, and K
fertilizer for katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr.) production. Experiments
were conducted at vegetables garden Darmaga Field Unit University Farm,
Bogor Agricultural University from May to December 2010. Treatments were N,
P and K fertilizer at rate of 0%, 50%, 100%, 150% and 200% of fertilizer
recommendation (100% N = 100 kg N.ha-1, 100% P = 135 kg P2O5.ha-1, 100% K
= 135 kg K2O.ha-1). One hundred percent P, 50 % N, and 50 % K were applied
before planting, while 25% N and 25% K were applied at 3rd and 6th week after
planting. This experiment used randomized completely block design with four
replications. Plot size was 5 m x 1.5 m. Katuk cuttings were planted in double
rows per plot, with plant spacing of 50 cm x 25 cm. Results showed that N
application had no effect on vegetative growth but increased on yield with a
linear response pattern. P fertilizer application increased on plant height but had
no effect on yields. K fertilizer treatment effected on yield with quadratic respon
pattern. Multi-nutrient response approach was not applicable to this experiment,
but the results of K fertilization treatment could be used to determine the
maximum dose of fertilizer. Based on these formulated, equation was
y=-0.0012x2+0.2529x+68.059 for K2O. The optimum rate for K was 105 kg
K2O.ha-1.
Keywords : katuk, fertilizer, multi-nutrient response
RINGKASAN
IMAS ROHMAWATI. Penentuan Dosis Pupuk N, P dan K pada Budidaya Katuk
(Sauropus androgynus (L.) Merr.). Dibimbing oleh ANAS D SUSILA sebagai
ketua dan EDI SANTOSA sebagai anggota komisi pembimbing.
Katuk merupakan tanaman semak tahunan yang memiliki adaptasi tropika
dan subtropika serta produktif sepanjang tahun. Daun katuk mengandung protein,
karbohidrat, zat besi, vitamin A, vitamin B1 dan vitamin C. Katuk sebagai
sayuran indigenous di Indonesia sebagian besar masih dibudidayakan secara
tradisional dengan areal yang tidak luas, sehingga produksinya belum dapat
memenuhi permintaan pasar secara kontinyu. Untuk itu diperlukan teknik
budidaya terutama pemupukan yang tepat baik dosis maupun jenisnya, untuk
mendukung produksi sayuran berkualitas. Penelitian ini bertujuan untuk
menentukan dosis pupuk N, P, dan K untuk pertumbuhan dan hasil panen
optimum tanaman katuk.
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Mei – Desember 2010 di Vegetable
Garden, University Farm, IPB Dramaga, Bogor. Analisis tanah dilakukan di
Laboratorium Tanah, Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian, Bogor.
Percobaan terdiri atas tiga percobaan paralel untuk menentukan pemupukan N, P
dan K. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok empat
ulangan dengan lima dosis pemupukan (0%, 50%, 100%, 150%, dan 200%,
dimana 100% N = 100 kg N.ha-1, 100% P = 135 kg P2O5.ha-1, 100% K = 135 kg
K2O.ha-1 dan pupuk selain perlakuan diberikan 100% sebagai pupuk dasar).
Perlakuan pupuk N diberikan tiga tahap bersamaan dengan pupuk K sebagai
pupuk dasar yaitu 50% saat tanam dan 25% pada 3 dan 6 MST, sementara pupuk
dasar P diberikan 100% pada saat tanam. Perlakuan pupuk P diberikan satu tahap
yaitu 100% sebelum tanam bersamaan dengan pupuk dasar N dan K sebanyak 50
%, sementara sisa pupuk dasar N dan K diberikan pada 3 dan 6 MST sebanyak
25%. Perlakuan pupuk K diberikan tiga tahap bersamaan dengan pupuk N sebagai
pupuk dasar yaitu 50% saat tanam dan 25% pada 3 dan 6 MST, sementara pupuk
dasar P diberikan 100% pada saat tanam. Bedeng yang digunakan berukuran 5 m
x 1.5 m dengan jarak tanam 50 cm x 25 cm. Pemeliharaan meliputi penyiraman,
penyulaman, pengendalian hama dan penyiangan gulma. Panen mulai dilakukan
pada 9 MST dengan cara memotong tanaman katuk dan menyisakan batang
setinggi 20 cm dari tanah untuk panen kedua.
Perlakuan pemupukan N tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman
maupun jumlah daun. Pola respon linier ditunjukkan pada bobot hasil panen per
petak dan persentase bagian yang dapat dimakan. Hal ini menunjukkan bahwa
pada perlakuan ini dosis N yang digunakan masih dapat ditingkatkan lagi.
Perlakuan pemupukan P berpengaruh pada tinggi tanaman pada minggu
ke-4 dan ke-6. Sementara terhadap jumlah daun, perlakuan pupuk P tidak
berpengaruh pada seluruh pengamatan. Demikian pula halnya dengan bobot hasil
panen, perlakuan P tidak memberikan pengaruh. Hal ini diduga karena kandungan
P dalam tanah tinggi.
Aplikasi pupuk K berpengaruh terhadap tinggi tanaman pada awal
pengamatan (2 MST) dengan pola respon kuadratik namun selanjutnya tidak
memberikan pengaruh hingga 8 MST. Demikian pula pada jumlah daun katuk,
perlakuan pupuk K hanya berpengaruh pada 2 MST, namun selanjutnya perlakuan
pupuk K tidak memberikan pengaruh terhadap jumlah daun hingga 8 MST. Untuk
hasil panen, perlakuan K memberikan pola respon kuadratik terhadap bobot total
per petak. Lahan percobaan tergolong ke dalam Ultisol dengan kriteria unsur N
rendah, P sangat tinggi dan unsur K sangat rendah berdasarkan hasil analisis. Hal
ini yang diduga menyebabkan respon pemupukan N, P dan K berbeda pada hasil
panen tanaman katuk.
Pendekatan multi-nutrient respon tidak dapat diterapkan pada percobaan
ini dan juga tidak dapat ditentukan rekomendasi pemupukan. Namun meskipun
demikian, hasil percobaan perlakuan pemupukan K masih dapat digunakan untuk
metode single nutrient yaitu dengan cara menentukan titik maksimum
pemupukan. Berdasarkan hasil panen bobot total per petak pada perlakuan K,
diperoleh persamaan kuadrat untuk K ialah y = -0.0012x2+0.2529x+68.059
dengan R2=0.1511. Berdasarkan persamaan tersebut dapat ditentukan titik
maksimum pemupukan, dengan cara dicari turunan pertama persamaan sama
dengan nol. Nilai pemupukan K untuk memperoleh hasil maksimum sebesar 105
kg K2O.ha-1.
©Hak Cipta milik IPB, tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
PENENTUAN DOSIS PEMUPUKAN N, P DAN K
PADA BUDIDAYA KATUK
(Sauropus androgynus (L.) Merr.)
IMAS ROHMAWATI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Mayor Agronomi dan Hortikultura
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ani Kurniawati, S.P., M.Si
Judul Tesis
:
Nama
NRP
:
:
Penentuan Dosis Pemupukan N, P dan K pada Budidaya
Katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr.)
Imas Rohmawati
A252080071
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Anas D. Susila, M.Si.
Ketua
Dr. Edi Santosa, S.P, M.Si.
Anggota
Diketahui
Ketua Mayor
Agronomi dan Hortikultura
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S.
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal ujian : 21 Januari 2013
Tanggal lulus : 8 Februari 2013
PRAKATA
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul
“Penentuan Dosis Pemupukan N, P dan K pada Budidaya Katuk (Sauropus
androgynus (L.) Merr.)”.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada Dr. Ir. Anas D. Susila, M.Si dan Dr. Edi Santosa, S.P, M.Si
sebagai Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan, masukan dan saran
sejak dimulainya penelitian hingga selesainya penulisan laporan ini. Ucapan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ani Kurniawati, S.P., M.Si
sebagai penguji dan Dr. Ir. Maya Melati, M.S., M.Sc yang telah memberikan
masukan pada saat ujian tesis serta kepada Prof. Dr. Munif Ghulamahdi, M.S.
sebagai ketua Mayor Agronomi dan Hortikultura.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Rektor, Dekan serta
rekan-rekan staf pengajar di Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa Banten, atas kesempatan dan dukungan yang telah diberikan kepada
penulis selama menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB.
Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih tak terhingga dan rasa
hormat yang mendalam kepada kedua orang tua [Bapak (alm) dan Mamah
(almh)], mertua (Bapak dan Mamah), suamiku Agusalam Budiarso dan anakku
Malik Adli Al-Abqary, serta seluruh keluarga yang selalu setia memberikan
dukungan dan do’a untuk penulis agar dapat menyelesaikan kewajiban dengan
sebaik-baiknya.
Penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Aamiin.
Bogor, Februari 2013
Imas Rohmawati
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Serang, Banten pada tanggal 12 Mei 1981 dari
pasangan Bapak Engkos (almarhum) dan Ibu Halimah (almarhumah). Penulis
adalah anak kelima dari enam bersaudara.
Penulis menempuh pendidikan SMU di SMU Negeri 1 Serang, lulus
tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan S1 di Program
Studi Agronomi Universitas Padjadjaran melalui jalur UMPTN dan lulus pada
tahun 2005. Kesempatan untuk melanjutkan pendidikan pascasarjana diperoleh
tahun 2008 pada Mayor Agronomi dan Hortikultura, Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor dengan beasiswa BPPS (2008-2010).
Sejak tahun 2006 hingga saat ini penulis bekerja sebagai staf pengajar di
Jurusan Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
(UNTIRTA) Banten.
x
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xv
PENDAHULUAN
Latar Belakang ......................................................................................
Tujuan ...................................................................................................
Hipotesis ...............................................................................................
1
3
3
TINJAUAN PUSTAKA
Sayuran Indigenous ................................................................................ 4
Katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr.) ............................................... 4
Pemupukan N, P dan K. ......................................................................... 5
Nitrogen ................................................................................................ 6
Fosfor ................................................................................................... 7
Kalium .................................................................................................. 9
Pemupukan dan Rekomendasi Pemupukan. ............................................ 10
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat ................................................................................
Bahan dan Alat ......................................................................................
Metode Penelitian .................................................................................
Pelaksanaan penelitian ..........................................................................
Persiapan tanah dan pengambilan contoh tanah ..............................
Penyemaian ....................................................................................
Penanaman .....................................................................................
Panen .............................................................................................
Pengamatan dan Pengolahan Data ..................................................
14
14
14
15
15
16
16
16
17
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Tanah ......................................................................................
Kondisi Umum ......................................................................................
Percobaan I: Pengaruh Pemupukan Nitrogen .........................................
Pengaruh Nitrogen terhadap pertumbuhan vegetatif………………..
Pengaruh Nitrogen terhadap hasil panen…………………………...
Percobaan II: Pengaruh Pemupukan Fosfor ............................................
Pengaruh Fosfor terhadap pertumbuhan vegetatif …………………..
Pengaruh Fosfor terhadap hasil panen……………………………...
Percobaan III: Pengaruh Pemupukan Kalium.......................................... .
Pengaruh Kalium terhadap pertumbuhan vegetatif………………... .
Pengaruh Kalium terhadap hasil panen……………………………. .
20
21
21
21
22
24
24
25
27
27
28
x
i
i
Pembahasan Umum................................................................................ 29
Rekomendasi pemupukan N, P dan K pada tanaman katuk .............. 30
KESIMPULAN .............................................................................................. 33
SARAN.............................................................................................................. . 33
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 34
LAMPIRAN .................................................................................................. 40
x
i
i
i
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Percobaan paralel pemupukan N, P dan K .................................................. 14
2 Hasil analisis contoh tanah di lokasi percobaan .......................................... 20
3 Pengaruh pemberian dosis Nitrogen terhadap tinggi tanaman katuk ............ 21
4 Pengaruh pemberian dosis Nitrogen terhadap jumlah daun tanaman katuk .. 22
5 Hasil panen pertama dan kedua tanaman katuk pada perlakuan pupuk
Nitrogen berbeda ........................................................................................ 23
6 Persentase bagian tanaman katuk yang dapat dimakan pada perlakuan
pupuk Nitrogen berbeda.............................................................................. 23
7 Pengaruh pemberian dosis Fosfor terhadap tinggi tanaman katuk ............... 24
8 Pengaruh pemberian dosis Fosfor terhadap jumlah daun tanaman katuk ..... 24
9 Hasil panen pertama dan kedua tanaman katuk pada perlakuan pupuk
Fosfor berbeda ........................................................................................... 25
10 Persentase bagian tanaman katuk yang dapat dimakan pada perlakuan
pupuk Fosfor berbeda................................................................................. 25
11 Pengaruh pemberian dosis Kalium terhadap tinggi tanaman katuk .............. 27
12 Pengaruh pemberian dosis Kalium terhadap jumlah daun tanaman katuk .... 27
13 Hasil panen pertama dan kedua tanaman katuk pada perlakuan pupuk
Kalium berbeda .......................................................................................... 28
14 Persentase bagian tanaman katuk yang dapat dimakan pada perlakuan
pupuk Kalium berbeda ............................................................................... 28
x
i
v
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
2
3
Kurva pengaruh pemupukan N terhadap hasil relatif katuk berdasarkan
hasil produksi total terhadap hasil produksi total tertinggi…………….
31
Kurva pengaruh pemupukan P terhadap hasil relatif katuk berdasarkan
hasil produksi total terhadap hasil produksi total tertinggi…………….
31
Kurva pengaruh pemupukan K terhadap hasil relatif katuk berdasarkan
hasil produksi total terhadap hasil produksi total tertinggi…………….
32
x
v
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah ........................................................... 41
2 Tabel data iklim selama penelitian berlangsung tahun 2010 ......................... 42
3 Gambar tanaman katuk umur 13 MST pada berbagai perlakuan pupuk ........ 43
PENDAHULUAN
Latar belakang
Sayuran merupakan bagian dari tanaman atau seluruh tubuh tanaman yang
dimakan dalam keadaan mentah atau masak, dimakan dengan menu utama namun
bukan sebagai makanan pencuci mulut. Sayuran merupakan salah satu komoditas
hortikultura yang penting terutama sebagai sumber vitamin, mineral dan serat.
Meskipun demikian tingkat konsumsi masyarakat akan sayuran masih rendah.
Berdasarkan data dari Dirjen Hortikultura Deptan (2009), pada tahun 2007 tingkat
konsumsi sayuran masyarakat Indonesia sebesar 40,90 kg/kapita/tahun. Hal
tersebut masih jauh lebih rendah dari pada rekomendasi FAO/UNDP yaitu sebesar
75 kg/kapita/tahun (Food and Agriculture Organization 2009). Hal ini antara lain
disebabkan oleh rendahnya daya beli dan kurangnya pengetahuan masyarakat
terhadap keberagaman sayuran yang ada.
Indonesia yang termasuk dalam wilayah Asia Tenggara memiliki beberapa
keragaman spesies tanaman. Walaupun sekitar 100 spesies dianggap sebagai
sayuran utama dan 125 spesies sebagai sayuran pendukung (Siemonsma dan
Piluek 1993), hanya sekitar 50 spesies sayuran yang memiliki bentuk dan nilai
komersial. Sekitar 30 spesies telah diintroduksi dari daerah temperate dan
dibudidayakan di daerah dataran tinggi tropika (Engle 2002).
Sayuran daun yang banyak dikenal dan dikonsumsi oleh masyarakat
selama ini hanya sayuran yang terdapat di pasar tradisional atau supermarket
seperti bayam, kangkung, daun singkong dan daun pepaya. Sebenarnya masih
banyak jenis sayuran lain yang belum diketahui oleh sebagian masyarakat yang
digolongkan ke dalam sayuran indigenous atau sayuran lokal.
Katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr.) adalah salah satu jenis sayuran
indigenous Indonesia yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai sayuran
alternatif untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. Daun katuk secara turun temurun
dikenal sebagai sayuran yang dapat membantu meningkatkan produksi air susu
ibu (ASI). Namun demikian, katuk masih dibudidayakan secara tradisional
dengan areal yang tidak luas, sehingga produksinya belum dapat memenuhi
permintaan pasar secara kontinyu, padahal permintaan sayuran cukup besar.
2
Sebagai contoh permintaan sayuran indigenous di daerah Bekasi, Jawa Barat
mencapai 2-4 ton/hari (Putrasamedja 2005). Untuk itu diperlukan teknik budidaya
sayuran indigenous yang tepat terutama pemupukan yang tepat baik dosis maupun
jenis pupuknya, untuk mendukung produksi sayuran indigenous.
Pupuk merupakan salah satu faktor penting dalam budidaya tanaman.
Pemupukan merupakan upaya yang dilakukan untuk mengatasi kekurangan hara
(tindakan penambahan hara ke dalam media tanam) Nitrogen, fosfor dan kalium
merupakan unsur-unsur hara makro yang mempunyai peran penting dalam
pertumbuhan tanaman. Secara alami, unsur-unsur hara makro tersebut terkandung
di dalam tanah, namun kurang tersedia bagi tanaman sehingga ketersediaan N, P
dan K adalah faktor yang paling membatasi pertumbuhan dan hasil maksimum
(Tisdale, Nelson dan Beaton 1990).
Teknik budidaya sayuran indigenous terutama pemupukan yang dilakukan
sampai saat ini masih kurang tepat karena pupuk belum digunakan secara rasional
sesuai dengan kebutuhan tanaman dan kemampuan tanah menyediakan hara.
Pemupukan yang dilakukan selama ini masih menggunakan dosis anjuran secara
umum sehingga pemupukan menjadi tidak efisien. Hal ini disebabkan karena
belum tersedia data penelitian untuk menyusun rekomendasi pemupukan
berdasarkan status hara tanah dan kebutuhan tanaman terhadap hara N, P dan K,
padahal disisi lain kadar hara N, P, dan K tanah sangat bervariasi antara satu jenis
tanah dengan jenis tanah lainnya, bahkan pada jenis tanah yang sama juga
mempunyai tingkat ketersediaan hara N, P dan K yang berbeda.
Pemberian pupuk yang berlebihan dapat mengganggu keseimbangan hara
dalam tanah, menurunkan efisiensi pemupukan dan menimbulkan polusi yang
berbahaya bagi lingkungan, sedangkan pemberian pupuk terlalu sedikit tidak
dapat mencapai tingkat produksi yang optimal (Soepartini et al. 1994). Untuk
mengatasi
hal
tersebut,
rekomendasi
pemupukan
hendaknya
dilakukan
berdasarkan hasil uji tanah dan analisa tanaman dengan memperhatikan status
hara, kebutuhan tanaman serta keadaan lingkungan (Rochyati 1996; Sabiham
1996). Menurut Hilman et al. (2008), sampai dengan saat ini penerapan
rekomendasi pemupukan berimbang berdasarkan analisis tanah pada tanaman
sayuran belum ada.
3
Proses rekomendasi pemupukan yang didasarkan pada uji tanah melalui
beberapa tahap. Proses pertama ialah uji korelasi yang bertujuan untuk
menghasilkan metode ekstraksi terpilih untuk suatu tanaman pada suatu tanah di
lokasi yang spesifik. Metode ekstraksi terbaik yang diperoleh dari uji korelasi
kemudian dikalibrasikan dengan respon tanaman di lapangan. Uji korelasi dapat
dilakukan pada satu lokasi atau multi lokasi. Uji kalibrasi dimaksudkan untuk
mendapatkan hubungan antara selang kadar suatu unsur hara atau nilai kritisnya
dengan respon tanaman di lapangan terhadap unsur hara tersebut (Setyorini et al.
2003). Beberapa penelitian telah dilakukan menggunakan metode tersebut antara
lain Sugiartini et al. (2007) pada timun di lahan kering, Kartika dan Susila (2008)
pada beberapa sayuran di Nanggung, Bogor; Susila et al. (2009a) pada kacang
panjang, dan Izhar (2012) pada tanaman tomat.
Keseluruhan proses rekomendasi yang telah dijabarkan di atas
memerlukan waktu lama dan biaya yang tidak sedikit. Untuk mendapatkan data
awal rekomendasi pemupukan dapat dilakukan shortcut (jalan cepat) melalui
pendekatan multinutrient respons. Percobaan dilakukan dengan cara menanam
pada tiga percobaan paralel perlakuan pemupukan N, P dan K. Masing-masing
pupuk menggunakan dosis bertingkat, sehingga didapatkan kebutuhan masingmasing hara pada kondisi threshold yield (ambang batas) dan juga kondisi
maksimum. Threshold yield mengacu pada titik awal respon hasil akibat tanpa
pemberian hara. Pendekatan multi nutrient response akan menghasilkan beberapa
pilihan rekomendasi pemupukan. Pilihan rekomendasi tersebut akan dievaluasi
secara ekonomi, yaitu dibandingkan dengan harga pupuk yang berlaku sehingga
didapatkan rekomendasi yang paling ekonomis (Waugh et al. 1973).
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dosis pemupukan N, P, dan K
untuk pertumbuhan dan produktivitas optimum tanaman katuk.
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah peningkatan dosis
pupuk akan meningkatkan hasil tanaman katuk.
TINJAUAN PUSTAKA
Sayuran Indigenous
Sayuran indigenous adalah sayuran asli Indonesia yang berasal dari daerah
atau ekosistem tertentu, termasuk spesies pendatang dari wilayah geografis lain
tetapi telah berevolusi dengan iklim dan geografis wilayah Indonesia (BALITSA
2007). Definisi sayuran indigenous menurut AVRDC (2006) adalah sayuran lokal
(sayuran yang berasal dari tanaman asli daerah) atau sayuran yang telah
beradaptasi di suatu daerah dan dapat tumbuh dengan baik dalam arti potensi dari
tanaman tersebut dapat terekspresi secara penuh.
Sayuran indigenous biasanya tumbuh di pekarangan rumah maupun kebun
secara alami dan dimanfaatkan untuk kepentingan keluarga, baik sebagai sayuran
yang dimasak maupun lalapan. Di Jawa Barat, yang dimaksud dengan sayuran
indigenous adalah katuk, kemangi, poh-pohan, paria, kecipir/jaat, oyong, labu,
koro/roay dan sebagainya (Rachman et al. 2002). Keunggulan sayuran indigenous
antara lain lebih mudah dibudidayakan karena memiliki syarat tumbuh yang
mudah, lebih resisten terhadap hama penyakit dan memiliki keaslian rasa. Sayuran
indigenous seringkali digunakan sebagai obat-obatan maupun jamu-jamuan
karena mengandung senyawa fitokimia yang berfungsi sebagai antioksidan yang
sangat menguntungkan bagi kesehatan. Katuk merupakan salah satu sayuran yang
diketahui mengandung senyawa fenol yang berupa golongan flavonoid yang
mempunyai aktivitas antioksidan (Batari 2007). Flavonoid merupakan salah satu
antioksidan yang dapat mengurangi akumulasi produk radikal bebas, menetralisir
racun mencegah inflamasi serta melindungi penyakit genetik.
Katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr.)
Katuk merupakan tanaman yang termasuk ke dalam famili Euphorbiaceae.
Diperkirakan katuk berasal dari India kemudian menyebar ke Asia Tenggara
termasuk Malaysia dan Indonesia. Biasanya katuk ditanam sebagai tanaman
selingan dan ditanam sebagai pagar hidup di pekarangan rumah.
Katuk merupakan tanaman semak tahunan yang memiliki adaptasi tropika
dan subtropika serta produktif sepanjang tahun, namun pada saat cuaca dingin,
katuk cenderung agak dorman (Rubatzky dan Yamaguchi 1998). Katuk dapat
5
tumbuh baik pada daerah dengan ketinggian 0 - 1500 m dpl. Bentuk tanaman
seperti semak kecil dan dapat mencapai ketinggian 3 meter. Batang tanaman katuk
umumnya panjang dan cabangnya lemah sehingga sering melengkung. Batang
muda berwarna hijau dan yang tua berwarna coklat, daun tersusun selang-seling
pada satu tangkai seolah-olah terdiri dari daun majemuk, bentuk helaian daun
lonjong sampai bulat, permukaan atas daun berwarna hijau gelap. Bunga katuk
kecil-kecil, berwarna merah gelap sampai kekuning-kuningan dengan bintikbintik merah (Siemonsma dan Piluek 1993).
Perbanyakan tanaman katuk umumnya dengan stek batang. Batang
tanaman yang berkayu dipotong dengan panjang 15 - 20 cm. Untuk menanam
katuk dengan stek digunakan jarak tanam 50x30 cm. Tanaman katuk dapat
dipanen setelah berumur 2 – 2.5 bulan. Panen berikutnya dapat dilakukan setiap
4 minggu sekali (Susila 2008).
Tanaman katuk biasanya dimanfaatkan daunnya sebagai lalapan atau
dibuat sayur bening. Selain itu, manfaat lain dari tanaman katuk ini yaitu dapat
melancarkan ASI serta obat beberapa penyakit seperti frambusia, sembelit dan
borok (Astuti et al. 1997). Kandungan gizi tanaman katuk meliputi protein,
karbohidrat, zat besi, vitamin A, vitamin B1 dan vitamin C. Katuk juga
merupakan salah satu sayuran indigenous yang mempunyai kadar flavonoid
tertinggi yaitu 831.70 mg per 100 g (Batari 2007).
Pemupukan N, P dan K
Tanah yang baik adalah tanah yang mampu menyediakan unsur hara
secara lengkap. Jika kekurangan unsur hara, tanah dikatakan sebagai tanah yang
tidak subur, yang menyebabkan tanaman tidak dapat tumbuh dengan baik.
Pengembalian unsur hara antara lain dapat dilakukan dengan pemupukan
(Leiwakabessy dan Sutandi 2004). Pemberian pupuk dapat meningkatkan
kandungan N, P dan K dalam tanah sehingga dapat meningkatkan kesuburan
tanah.
Penelitian pemupukan pada katuk masih terbatas. Sudiarto et al. (2002)
menggunakan pupuk organik untuk mengetahui pertumbuhan dan produksi katuk
di desa Cilendek Timur. Dosis yang digunakan adalah 0, 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35,
6
dan 40 ton/ha. Penelitian Lestari (2008) menggunakan pupuk N, P dan K dengan
dosis 100 kg/ha N, 135 kg/ha P2O5, 135 kg/ha K2O di desa Hambaro, Nanggung
Kabupaten Bogor, tidak meningkatkan pertumbuhan vegetatif dan juga hasil
panen katuk. Ketersediaan hara-hara tersebut dalam tanah dan fungsi N, P dan K
bagi tanaman dibahas sebagai berikut :
Nitrogen
Nitrogen merupakan salah satu unsur hara yang menjadi pembatas utama
produksi tanaman, karena nitrogen merupakan hara essensial yang berfungsi
sebagai bahan komponen inti sel, penyusun asam-asam amino, protein, enzim dan
klorofil yang penting dalam proses fotosintesis (Jones 1998). Nitrogen diperlukan
bagi pertumbuhan tanaman untuk pembentukan bagian-bagian vegetatif tanaman
seperti daun, batang dan akar. Nitrogen juga berperan dalam pembentukan
dinding sel tanaman berupa kalsium pektat, selulosa dan lignin.
Kekurangan N akan menghentikan proses pertumbuhan dan reproduksi,
dicirikan dengan vigor tanaman menjadi kerdil. Kekurangan N akan menyebabkan
daun kecil dan dinding sel tipis sehingga daun menjadi kasar dan berserat, warna
daun kekuningan dan hijau kemerah-merahan (Havlin et al. 2005). Gejala yang
paling mudah diamati adalah klorosis (daun yang menguning) pada daun yang
lebih tua karena hidrolisis dari kloroplas. Gejala tersebut juga terjadi karena
mobilitas N dari daun tua ke daun muda (Bennet 1996).
Tanaman menyerap N dalam bentuk NO3- dan NH4+. Tanaman
mengabsorpsi N pada waktu tanaman tumbuh aktif, tetapi tidak selalu pada
tingkat kebutuhan yang sama (Havlin et al. 2005) Banyaknya N yang dapat
diabsorpsi tiap hari per satuan berat tanaman adalah maksimum pada saat tanaman
masih muda dan berangsur-angsur menurun dengan bertambahnya umur tanaman.
Nitrogen adalah penyusun utama berat kering tanaman muda dibandingkan
tanaman yang lebih tua. Nitrogen harus tersedia di dalam tanaman sebelum
terbentuknya sel-sel baru, karena pertumbuhan tidak dapat berlangsung tanpa N.
Waktu pemberian serta penempatan pupuk yang tepat pada fase-fase pertumbuhan
akan mempertinggi efisiensi penggunaan pupuk sehingga absorpsi hara oleh
tanaman efektif (Hardjowigeno 2003).
7
Nitrogen dalam tanah dapat hilang melalui proses volatisasi, penguraian,
hidrolisis, denitrifikasi, pencucian dan diserap oleh akar tanaman (Prasad dan
Power 1997). Nitrogen yang hilang melalui proses volatisasi, merupakan
transformasi NH4+ yang dirubah ke dalam bentuk NH3- menguap ke atmosfer bila
tanah kering. Volatisasi dapat terjadi pada urea atau sumber amonium lainnya
(Eckert 2009).
Nitrogen dibedakan atas tiga macam berdasarkan bentuk nitrogen yang
terdapat dalam pupuk, yaitu pupuk nitrat, pupuk amonium dan pupuk amida.
Pupuk amida yang umum digunakan adalah urea dengan rumus kimia CO(NH2)2.
Urea merupakan sumber nitrogen anorganik yang paling umum digunakan di
aerah tropis yang berbentuk kristal berwarna putih, mengandung N sekitar
45-46%, bersifat higroskopis, dan mempunyai reaksi fisiologis masam dengan
ekivalen kemasaman sebesar 80 (Hardjowigeno 2003), mempunyai berat jenis
0,67 g/cc dan titik cair 132,70C.
Pupuk urea walaupun dapat langsung dimanfaatkan tanaman melalui
epidermis daun, namun umumnya di dalam tanah akan diubah menjadi amonium
dan nitrat melalui proses amonifikasi dan nitrifikasi terlebih dahulu oleh bakteri
tanah. Menurut Leiwakabessy dan Sutandi (2004), efektivitas urea dipengaruhi
oleh beberapa faktor, diantaranya adalah pH tanah awal, KTK tanah, kapasitas
buffer tanah, suhu tanah dan kelembaban tanah. Selanjutnya dijelaskan bahwa
kehilangan
N-NH3
dari
pemberian
sejumlah
urea
meningkat
dengan
meningkatnya pH tanah dan menurunnya KTK tanah, sehingga urea kurang
efektif pada tanah-tanah dengan pH tinggi dan KTK tanah rendah.
Fosfor
Fosfor (P) merupakan hara makro bagi tanaman yang dibutuhkan dalam
jumlah besar setelah nitrogen (Soepardi 1983). Fosfor berperan dalam proses
fotosintesis, respirasi, penyimpanan energi, transfer energi, pembelahan dan
perbesaran sel serta berperan dalam pertumbuhan akar dan pucuk tanaman
(Rochayati et al. 1999). Fungsi utama P dalam tanaman adalah penyusun DNA
dan RNA, menyimpan dan mentransfer energi dalam bentuk ADP (Adenosine
Diphospate) dan ATP (Adenosine Trifosfat) (Mosalli et al. 2005). Energi
8
diperoleh dari fotosintesis dan metabolisme karbohidrat yang disimpan dalam
campuran fosfat untuk digunakan dalam proses-proses pertumbuhan dan produksi
(Lukman 2010). Pada proses fotosintesis, cahaya yang ditangkap oleh bagian
klorofil tanaman digunakan untuk pembentukan gula dari CO2 dan air dengan
memanfaatkan energi dari ATP. Gula atau fotosintat hasil fotosintesis akan
digunakan oleh tanaman untuk pembentukan organ-organ tanaman (Marschner
1995).
Fosfor dapat merangsang pertumbuhan akar dan tanaman muda,
mempercepat pembungaan dan pemasakan buah (Sarief 1984). Kadar fosfor
paling tinggi terdapat pada bagian reproduktif tanaman (Ismunadji et al. 1991).
Kekurangan unsur P dapat menyebabkan tanaman tidak mampu menyerap unsur
lainnya, dan dapat mengakibatkan penurunan pertumbuhan secara drastis.
Tanaman yang kekurangan fosfor akan tumbuh kerdil, daun berwarna hijau gelap
dan pada tanaman tertentu timbul warna ungu. Selain itu biji tumbuh tidak
sempurna, panen terlambat dan hasil panen bermutu rendah. Fosfor sangat mobil,
sehingga gejala pertama biasanya terlihat pada daun yang lebih tua. Fosfor mobil
dari daun ke buah (Bennet 1996).
Ketersediaan fosfor tanah sangat rendah dan dipengaruhi oleh banyak
faktor termasuk kondisi tanah dan daya serap tanaman. Sifat-sifat tanah yang
menentukan ketersediaan unsur P adalah pH, kadar P, jumlah dan tingkat
dekomposisi bahan organik, tipe liat dan kegiatan mikroba tanah (Buckman and
Brady 1982). Sangat sedikit P tanah yang hilang akibat tercuci dan terbawa aliran
air, sehingga pemupukan P terus menerus mengakibatkan akumulasi unsur
tersebut di dalam tanah.
Pergerakan unsur hara P tergantung kandungan bahan organik dan mineral
di dalam tanah (Cassagne et al. 2000). Pergerakan P ini secara umum melalui
sistem difusi dan tergantung oleh jerapan tanah, kelembaban tanah dan kapasitas
serap P (Du et al. 2006). Fosfor yang diserap tanaman dalam bentuk ion organik
cepat berubah menjadi senyawa fosfor organik setelah diserap dalam bentuk
H2PO4-, umumnya cepat diesterifikasi melalui gugusan hidroksil berantai C
menjadi fosfat berenergi tinggi (misalnya ATP) (Widjaya-Adhi 1993; Syers et al.
2008).
9
Kalium
Kalium (K) merupakan salah satu unsur hara makro penting bagi tanaman
karena terlibat langsung dalam beberapa proses fisiologis. Kalium memegang
peranan penting dalam berbagai metabolisme tanaman, yaitu pengatur tekanan
osmotik, pH sel, aktivitas enzim, keseimbangan kation anion sel, pengatur
transpirasi dan transport asimilat (Marschner 1995). K terlibat dalam
mempertahankan tekanan turgor sel dan mengontrol pembukaan dan penutupan
stomata. Pembukaan dan penutupan stomata mengontrol ketersediaan CO2 dan
juga fotosintesis (Masdar 2003). Kalium berperan memperkuat dinding sel dan
terlibat dalam proses lignifikasi jaringan sklerenkim. Kalium juga berperan dalam
sistem enzimatis, ketahanan tanaman, sintesa protein dan pengaturan pH
(Amrutha et al. 2007). Gejala kekurangan K adalah pertumbuhan lambat terjadi
sebelum muncul gejala (biasa disebut hidden hunger atau kelaparan tersembunyi).
Karena K mobil, gejala pertama terjadi pada daun yang lebih tua. Klorosis terjadi
di sekitar tepi dan ujung daun yang lebih tua dan menjadi hangus.
Kalium diserap sebagai ion K+ dan paling banyak diserap tanaman
dibanding kation-kation lain, terdapat di dalam cairan sel-sel hidup di bagian
sitoplasma, vakuola dan inti sel. Serapan K oleh tanaman tidak hanya tergantung
pada konsentrasi K dalam tanah tetapi juga pada komposisi kation. Keberadaan
NH4+, Ca2+ atau Mg2+ yang berlebihan dalam tanah akan mengganggu serapan K
(Laegreid et al. 1999). Serapan K oleh akar tanaman memegang peranan penting
dalam mengontrol keseimbangan pertukaran dan ketersediaan K, karena deplesi K
pada rizosfir akan memicu pelepasan K dari permukaan pertukaran. Grimme
(1985) menyatakan bahwa suplai K untuk tanaman dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain konsentrasi, kandungan air tanah, akar tanaman dan serapan K.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan peran kalium pada tanaman.
Pemberian kalium 160 kg K2O/ha pada kacang hijau dapat menaikkan tekanan
osmotik dan potensial air dalam sel sehingga meningkatkan daya tahan terhadap
kekurangan air (Arifin 1999). Kalium 300 kg KCl/ha meningkatkan kandungan
karbohidrat dan gula dalam biji jagung manis (Suminarti 1999). Sementara kalium
370 kg K2SO4/ha dapat meningkatkan hasil dan kandungan zat terlarut serta
memperbaiki warna buah tomat (Hartz et al. 1999).
1
0
Secara garis besar, keterlibatan kalium dikelompokkan dalam dua aspek
yaitu: (1) aspek biofisik, dimana kalium berperan dalam pengendalian tekanan
osmotik dan turgor sel serta stabilitas pH, (2) aspek biokimia, dimana kalium
berperan dalam aktivitas enzim pada sintesis karbohidrat dan protein, serta
meningkatkan translokasi fotosintat dari daun (Marschner 1995). Kadar kalium
dalam tanah dibedakan menjadi tersedia dan tidak tersedia. Jumlah K tersedia
sekitar 1- 2% dari total K di dalam tanah, sementara jumlah K tidak tersedia
sekitar 90-98% dari total K di tanah (Hardjowigeno 2003). Unsur kalium dalam
tanah mudah tercuci sehingga di daerah yang curah hujannya tinggi akan
meningkatkan kehilangan hara tersebut.
Untuk pengelolaan kalium yang baik, perlu diketahui status hara K tanah
serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Marschner (1995) menyatakan bahwa
ketersediaan atau status hara K untuk tanaman sangat dipengaruhi oleh jenis
tanah, kadar liat, jenis mineral, kadar bahan organik dan kondisi iklim. Tanaman
memerlukan kalium dalam jumlah tinggi berkisar 50-300 kg/ha/musim tanam
(Laegreid et al. 1999). Jumlah ini hampir sama dengan serapan N, tapi
distribusinya dalam tanaman lebih banyak pada serasah dibandingkan biji.
Kekurangan unsur K menyebabkan pertumbuhan dan jumlah akar tanaman
berkurang, sehingga pengambilan unsur hara dan air menjadi terbatas. Beberapa
hasil penelitian menunjukkan unsur K menjadi pembatas pada pertumbuhan
tanaman tomat (Amisnaipa et al. 2009; Sugiartini 2007), kacang tanah (Silahooy
2008) dan kolesom (Mualim 2009).
Pemupukan dan Rekomendasi Pemupukan
Pupuk adalah suatu bahan organik atau anorganik, alami maupun buatan
yang digunakan untuk memperbaiki kesuburan tanah (Hardjowigeno 2003).
Pemupukan merupakan penambahan unsur hara dengan input eksternal yang
bertujuan untuk meningkatkan ketersediaan hara sesuai kebutuhan tanaman yang
tidak dapat dipasok oleh tanah (Leiwakabessy dan Sutandi 2004). Tidak semua
hara dapat tersedia bagi tanaman, sebagian besar hara terikat pada proses-proses
kimia di dalam tanah selain itu ketersediaan unsur hara tertentu yang berlebihan
akan mempengaruhi hara lainnya. Pola tanam yang intensif akan mengakibatkan
1
1
defisiensi unsur hara apabila tidak dilakukan penambahan pupuk yang cukup
(Masto et al. 2007). Diperlukan upaya penambahan pupuk atau perlakuan lainnya
untuk membuat unsur hara utama dapat digunakan dan tersedia dalam jumlah
optimum bagi tanaman (Juang et al. 2002). Pemupukan yang tepat dari suatu
tanaman adalah mengetahui kebutuhan nutrisi tanaman untuk hasil produksi
maksimum dan tingkat ketersediaan hara dari tanah (Susila, Prasetyo dan Palada
2009).
Terdapat tiga filosofi rekomendasi pemupukan yaitu, cation saturation
ratio, nutrient maintenance, dan sufficiency level (Olson et al. 1982). Cation
saturation ratio adalah rekomendasi pemupukan berdasarkan jumlah kation ideal
dalam tanah mengikuti pedoman 65% Ca, 10% Mg dan 5% K. Nutrient
maintenance adalah rekomendasi pemupukan berdasarkan konsep jumlah hara
yang harus ditambahkan sesuai dengan jumlah yang diambil oleh tanaman.
Sufficiency level adalah rekomendasi pemupukan berdasarkan keperluan tanaman
di luar kemampuan tanah untuk mendukung ketersediaan hara tersebut. Filosofi
Sufficiency level dianggap paling berhasil memprediksi rekomendasi pupuk.
Usaha pemupukan yang dilakukan sampai saat ini masih kurang tepat,
karena pupuk belum digunakan secara rasional sesuai dengan kebutuhan tanaman
dan kemampuan tanah menyediakan unsur hara. Pemupukan belum didasarkan
atas hasil uji tanah, sehingga di beberapa tempat pemupukan dapat menaikkan
hasil tanaman, tetapi di tempat lain tidak berpengaruh. Keadaan ini akan
memberikan dampak yang kurang menguntungkan terhadap sifat tanah dan
lingkungan secara keseluruhan (Sabiham 1996).
Efisiensi penggunaan pupuk dapat ditingkatkan dengan menyusun
rekomendasi spesifik lokasi yang didasarkan pada rangkaian uji tanah untuk suatu
sistem hara-tanah-tanaman. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, sebaiknya
pemupukan harus didasarkan atas hasil uji tanah dan analisis tanaman. Menurut
Sabiham (1996), uji tanah telah berhasil dengan baik dalam membina status
ketersediaan hara dalam tanah, interpretasi dan evaluasi hasil analisis serta
penyusunan rekomendasi pemupukan, sedangkan analisis tanaman dapat
melengkapi uji tanah sebagai salah satu bahan pertimbangan lainnya.
1
2
Tahapan kegiatan uji tanah meliputi: tahap ke-1 pengambilan contoh tanah
yang benar dan dapat mewakili lokasi yang diminta rekomendasinya, tahap ke-2
analisis kimia di laboratorium dengan mengunakan metode yang tepat dan teruji,
tahap ke-3 interpretasi hasil analisis dan tahap ke-4 rekomendasi pemupukan
(Widjaya-Adhi 1995; Sabiham 1995). Tahap ke-2 biasanya dilakukan berdasarkan
uji korelasi, sedangkan tahapan ke-3 dan ke-4 berdasarkan hasil penelitian uji
kalibrasi di lapangan.
Uji korelasi adalah suatu proses untuk menilai keeratan hubungan antara
kadar unsur hara dalam tanah yang terekstrak oleh suatu metode ekstraksi dengan
jumlah hara yang diserap oleh tanaman. Prinsip uji korelasi tanah adalah
penggunaan bahan kimia dengan konsentrasi rendah yang dapat mengekstrak
unsur hara tertentu yang dikehendaki dan dibutuhkan tanaman (Johnson et al.
1984). Korelasi bertujuan untuk menghasilkan metode ekstraksi terpilih untuk
suatu tanaman pada suatu tanah di lokasi yang spesifik. Metode ekstraksi spesifik
terhadap satu tanaman dan tanah tertentu karena setiap tanaman memiliki
perbedaan faktor genetik yang menentukan potensi fisiologis dan metabolis,
sedangkan tanah memiliki sifat yang berbeda-beda. Metode ekstraksi yang terpilih
memiliki nilai koefisien korelasi yang paling tinggi, serta merupakan cara yang
paling sederhana, cepat, mudah, tepat dan teliti.
Uji kalibrasi bertujuan untuk mendapatkan hubungan antara selang kadar
suatu unsur hara atau nilai kritisnya dengan respon tanaman di lapangan terhadap
unsur hara tersebut. Menurut Evans (1987) uji kalibrasi tanah adalah proses
mengidentifikasi tingkat kekurangan atau kecukupan hara dan jumlah hara yang
akan ditambahkan jika kekurangan . Penelitian uji kalibrasi dapat dilakukan pada
satu lokasi atau multi lokasi (Widjaja-adhi 1995; Al Jabri 2007). Penelitian
menggunakan satu lokasi dilakukan dengan cara tanah dibuat sedemikian rupa
sehingga memiliki selang ketersediaan hara mulai dari sangat rendah, rendah,
sedang, tinggi dan sangat tinggi. Pilihan kedua yaitu multi lokasi, yaitu percobaan
dilakukan pada lokasi yang secara alami memiliki selang ketersediaan hara yang
beragam, namun masih dalam satu ordo tanah. Adapun tahapan utama melakukan
proses pengujian kalibrasi tanah antara lain: analisis tanah, menumbuhkan
tanaman di lapangan, mendapatkan data hasil yang dapat dipasarkan (marketable
1
3
yield), menghubungkan proses pengujian relatif uji tanah terhadap hasil dan
mengulanginya pada beberapa jenis tanah, tanaman dan selama beberapa tahun
(Rochayati et al. 1999). Setelah dilakukan uji kalibrasi, maka dilakukan proses
optimasi pemupukan yang nantinya akan menghasikan rekomendasi pemupukan
pada tiap kondisi tanah yang berbeda.
Keseluruhan proses rekomendasi pemupukan tersebut memerlukan waktu
yang lama serta biaya yang tidak sedikit. Untuk mendapatkan data awal serta
membangun rekomendasi pemupukan secara cepat dapat dilakukan shortcut (jalan
cepat) melalui pendekatan multi nutrient respons. Percobaan multi nutrient
response dilakukan dengan cara menanam pada tiga percobaan paralel perlakuan
pemupukan N, P dan K. Masing-masing pupuk menggunakan dosis bertingkat
0%, 50%, 100%, 150% dan 200%. Hasil panen dikonversi menjadi hasil relatif,
yaitu hasil pada perlakuan tersebut dibagi hasil tertinggi yang diperoleh pada
perlakuan tersebut. Hal ini dilakukan agar ketiga percobaan dapat dibandingkan
walaupun hasil panen tidak sama besar.
Terdapat empat pilihan rekomendasi
pemupukan, yaitu pada kondisi
threshold yield (ambang batas) hara N, P dan K dan pada kondisi hasil
maksimum. Threshold yield mengacu pada titik awal respon hasil akibat tanpa
pemberian hara. Pendekatan multi nutrient response akan menghasilkan beberapa
pilihan rekomendasi pemupukan, yang akan dievaluasi secara ekonomi, yaitu
dibandingkan dengan harga pupuk yang berlaku sehingga didapatkan rekomendasi
yang paling ekonomis (Waugh et al. 1973). Rekomendasi yang paling ekonomis
diharapkan dapat diterapkan kepada petani. Meskipun demikian, pendekatan multi
nutrient respons dan rekomendasi yang didapatkan hanya dapat diterapkan pada
lokasi tertentu (spesifik lokasi), sehingga idealnya penentuan rekomendasi
pemupukan melalui metode uji tanah. Melalui tahapan uji tersebut akan
didapatkan uraian informasi akan kebutuhan unsur hara tanaman khususnya
sayuran pada waktu dan tempat tertentu (Haden et al. 2007).
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Mei 2010 sampai Desember 2010, di
Vegetable Garden, University Farm, IPB Dramaga, Bogor. Lokasi penelitian
berada pada ketinggian 250 m diatas permukaan laut (dpl). Analisis tanah
dilakukan di Laboratorium Tanah, Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian,
Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah stek batang tanaman
katuk, pupuk Urea, pupuk SP-36, pupuk KCl, pupuk kandang, arang sekam,
hormon tumbuh akar, fungisida, insektisida. Peralatan yang digunakan adalah
polibag, peralatan tanam dan peralatan untuk pengamatan seperti penggaris
(meteran), alat tulis, timbangan, dan kamera.
Metode Penelitian
Penelitian terdiri atas tiga percobaan paralel, yaitu percobaan pemupukan
N, P dan K (Tabel 1). Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak
kelompok empat ulangan dengan lima dosis pemupukan (0%, 50%, 100%, 150%,
dan 200%, dimana 100% N = 100 kg/ha N, 100% P = 135 kg/ha P2O5, 100% K =
135 kg/ha K2O dan pupuk selain perlakuan diberikan 100%).
Tabel 1 Percobaan paralel pemupukan N, P dan K
Hara
Percobaan N
N
0%
50 %
100 %
150 %
200 %
P
DA
DA
DA
DA
DA
K
DA
DA
DA
DA
DA
Percobaan P
N
DA
DA
DA
DA
DA
P
0%
50 %
100 %
150 %
200 %
K
DA
DA
DA
DA
DA
Percobaan K
N
DA
DA
DA
DA
DA
P
DA
DA
DA
DA
DA
K
0%
50 %
100 %
150 %
200 %
Keterangan : DA : Dosis acuan 100% N = 100 kg N/ha, 100% P = 135 kg P2O5/ha
, 100% K = 135 kg K2O/ha
1
5
Aplikasi pemupukan terdiri dari:
1.
Perlakuan pupuk N :
Pemupukan N diberikan tiga tahap yaitu 50% saat tanam, 25% pada 3 dan 6
MST. Hal ini dikarenakan pupuk N bekerja cepat dan mudah hilang, sehingga
tidak diberikan sekaligus. Pada setiap perlakuan diberikan pupuk dasar
berupa 135 kg/ha P2O5 dan 135 kg/ha K2O. Pupuk dasar diberikan bersamaan
dengan pupuk perlakuan pada saat sebelum tanam yaitu sebanyak 100% P2O5
dan 50% K2O. Setelah tanam, pupuk K diberikan dua kali yaitu pada 3 dan 6
MST masing-masing 25%.
2.
Perlakuan pupuk P :
Pemupukan P diberikan satu tahap yaitu 100% sebelum tanam. Pada setiap
perlakuan diberikan pupuk dasar berupa 100 kg/ha N dan 135 kg/ha K2O.
Pupuk dasar diberikan bersamaan dengan pupuk perlakuan pada saat tanam
yaitu sebanyak 50% pupuk N dan 50% pupuk K. Setelah tanam, pupuk N dan
K2O diberikan dua kali yaitu pada 3 dan 6 MST masing-masing 25%.
3.
Perlakuan pupuk K
Pemupukan K2O diberikan tiga tahap yaitu 50% saat tanam, 25% pada 3
MST dan 6 MST. Pada setiap perlakuan diberikan pupuk dasar berupa 100
kg/ha N dan 135 kg/ha P2O5.. Pupuk dasar N diberikan pada saat tanam yaitu
sebanyak 50% N dan pupuk dasar P debirikan sebelum tanam sebanyak 100%
P2O5. Setelah tanam, pupuk N diberikan dua kali yaitu pada 3 dan 6 MST
masing-masing 25%.
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan tanah dan pengambilan contoh tanah
Sebelum dilakukan penanaman, terlebih dahulu dilakukan pengolahan
tanah, kemudian dibuat bedeng dengan panjang 500 cm dan lebar 150 cm.
Pengambilan contoh tanah dilakukan setelah tanah diolah. Contoh tanah yang
diambil berasal dari tanah dengan kedalaman 20 cm, diambil secara komposit
dengan alur berbentuk huruf W. Contoh tanah yang sudah diambil kemudian
dibersihkan dari sisa-sisa tanaman dan batu-batuan atau kotoran-kotoran lain.
1
6
Setelah bersih dan teraduk rata diambil contoh seberat ±1 kg untuk dianalisis.
Setelah contoh tanah diambil, kapur tanah ditebar di atas bedeng kemudian diaduk
dengan tanah. Kapur tanah digunakan untuk menaikkan pH tanah, agar hara
tersedia bagi tanaman. Dosis yang digunakan berjumlah 1.5 ton/ha dengan masa
inkubasi dua minggu.
Penyemaian
Sebelum penanaman di lapangan, dilakukan perbanyakan tanaman katuk.
Katuk diperbanyak menggunakan stek batang dengan panjang stek sekitar 20 cm.
Bahan stek batang kemudian direndam dalam larutan fungisida dengan
konsentrasi 1 g/L selama 10 menit. Setelah direndam dalam larutan fungisida,
bahan stek dapat direndam dalam larutan hormon penginduksi akar dengan
konsentrasi 200 mg/L setinggi 2 cm dari pangkal batang selama 2 jam.
Kemudian bahan stek katuk ditanam secara vertikal dalam polibag berukuran 15
cm x 15 cm dengan menggunakan media tanam berupa campuran tanah, pupuk
kandang ayam dan sekam dengan perbandingan 1:1:1. Media semai dijaga agar
selalu lembab. Setelah 4 minggu setelah semai bibit tanaman katuk siap dipindah
ke lapangan.
Penanaman
Bedeng yang telah siap ditanami dibuat lubang dengan jarak tanam
50 cm x 25 cm. Setiap lubang tanam diisi satu bibit, sehingga setiap bedeng
tanaman katuk terdapat 40 tanaman. Aplikasi pemupukan dilakukan dengan cara
dibuat alur melingkari tanaman. Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan meliputi
penyiraman, penyulaman pada bibit yang pertumbuhannya tidak baik atau mati,
penyiangan gulma serta pengendalian hama dan penyakit yang disesuaikan
dengan kondisi di lapangan.
Panen
Tanaman katuk dikonsumsi bagian pucuk tanaman atau daun tanaman
yang masih muda dan segar.Tanaman katuk termasuk tanaman tahunan, sehingga
1
7
panen katuk bisa dilakukan berkali-kali. Pada percobaan ini panen katuk
dilakukan dua kali, yaitu pada 9 MST dan 13 MST.
Panen katuk dimulai pada 9 MST, dengan cara memotong tanaman katuk
dan menyisakan batang setinggi 20 cm dari tanah untuk panen kedua. Hasil panen
dikumpulkan di tempat yang teduh.
Pengamatan dan Pengolahan Data
Pengamatan yang dilakukan meliputi pengamatan pertumbuhan dan
produktivitas tanaman. Pengolahan data menggunakan analisis ragam (uji F) dan
uji Polynomial Orthogonal dengan taraf 5%. Pengamatan pertumbuhan yaitu :
1. Tinggi tanaman (cm)
Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang yang berada di permukaan tanah
sampai dengan titik tumbuh. Pengukuran dilakukan seminggu sekali.
2. Jumlah daun
Penghitungan jumlah daun dilakukan berdasarkan jumlah daun yang telah
membuka sempurna.
Pengamatan produktivitas tanaman terdiri dari :
1. Bobot panen per tanaman
Menimbang bobot basah tanaman sesaat setelah panen pada masing-masing
tanaman contoh dengan menggunakan timbangan digital.
2. Bobot panen per petak
Menimbang bobot basah tanaman sesaat setelah panen pada masing-masing
petak dengan menggunakan timbangan digital.
3. Persentase bagian yang dapat dikonsumsi (edible part)
Bagian yang dikonsumsi dari sayuran indigenous sebagian besar adalah daun
muda. Dihitung menggunakan rumus:
Persentase edible part : Bobot bagian yang bisa dikonsumsi (g) x 100%
Brangkasan (g)
1
8
4. Hasil Relatif
Merupakan hasil yang diperoleh dibagi hasil tertinggi pada masing-masing
variabel. Hasil relatif = Yi
x 100%
Ymaks
Keterangan :
Yi
= hasil pada perlakuan N, P, K ke-i
Ymaks
= hasil maksimum pada status hara N, P, K
5. Penentuan pilihan rekomendasi
Data hasil relatif yang diperoleh dibuat persamaan kuadrat, kemudian
dibaca secara bersama-sama untuk menentukan pilihan rekomendasi. Terdapat
empat pilihan rekomendasi, yaitu berdasarkan pemupukan maksimum,
sedangkan tiga yang lain berdasarkan ambang batas pemakaian pupuk N, P dan
K . Pemupukan maksimum diperoleh dari turunan pertama persamaan kuadrat
sama dengan nol.
Kebutuhan pupuk P dan K pada ambang batas pupuk N dicari dengan cara
menarik garis lurus secara horisontal sampai bertemu kurva persamaan P,
kemudian ditarik garis ke bawah menuju sumbu X, sehingga dapat ditentukan
kebutuhan pupuk P pada kondisi ambang batas pupuk N. Demikian pula untuk
pupuk K yang dibutuhkan dapat dicari dengan cara menarik garis lurus secara
horisontal dari titik ambang batas pupuk N sampai bertemu dengan kurva
persamaan K, kemudian ditarik garis ke bawah menuju sumbu X, sehingga
dapat ditentukan kebutuhan pupuk K pada kondisi ambang batas pupuk N.
Kebutuhan pupuk N dan K pada ambang batas pupuk P dapat dicari
dengan cara menarik garis lurus secara horisontal menuju kurva persamaan N
dari titik ambang batas persamaan P, kemudian ditarik garis ke bawah menuju
sumbu X, sehingga dapat ditentukan kebutuhan pupuk N pada kondisi ambang
batas pupuk P. Kebutuhan pupuk K dicari dengan menarik garis lurus secara
horisontal dari titik ambang batas pupuk P sampai bertemu dengan kurva
persamaan K, kemudian ditarik garis ke bawah menuju sumbu X, sehingga
dapat ditentukan kebutuhan pupuk K pada kondisi ambang batas pupuk P.
Kebutuhan pupuk N dan P pada ambang batas pupuk K dicari dengan cara
menarik garis lurus secara horisontal sampai bertemu kurva persamaan P,
1
9
kemudian ditarik garis ke bawah menuju sumbu X, sehingga dapat ditentukan
kebutuhan pupuk P pada kondisi ambang batas pupuk K. Demikian pula untuk
pupuk N yang dibutuhkan dapat dicari dengan cara menarik garis lurus secara
horisontal dari titik ambang batas pupuk K sampai bertemu dengan kurva
persamaan N, kemudian ditarik garis ke bawah menuju sumbu X, sehingga
dapat ditentukan kebutuhan pupuk N pada kondisi ambang batas pupuk K.
Terdapat pilihan rekomendasi dimana tidak diperlukan pemupukan sama
sekali, yaitu pada pilihan yang menghasilkan hasil relatif paling kecil. Hal ini
disebabkan letak ambang batas persamaan kuadrat pada perlakuan lain lebih
tinggi.
Evaluasi ekonomi dilakukan untuk menentukan pilihan rekomendasi yang
paling optimal. Sensitivitas hasil relatif dan harga pupuk dievaluasi untuk
melihat peubah mana yang lebih mudah berubah. Pilihan rekomendasi yang
paling optimal adalah pilihan yang memiliki biaya relatif per satuan hasil
relatif terkecil.
6. Data lain yang diambil sebagai data pendukung adalah data curah hujan, suhu,
kelembaban udara dan jumlah hari hujan selama penelitian berlangsung.
.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Tanah
Hasil analisis contoh tanah pada lokasi percobaan dapat dilihat pada
Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis tanah pada lokasi percobaan, tingkat
kemasaman tanah termasuk dalam kriteria sangat masam dengan nilai pH 4.30.
Tabel 2 Hasil analisis contoh tanah di lokasi percobaan
Parameter
pH
H2 O
KCl
Bahan Organik
C (%)
N (%)
C/N
P2O5 (mg/100g)
K2O (mg/100g)
Nilai Tukar Kation
Nilai
Ca (cmol(+)/kg)
Mg (cmol(+)/kg)
K (cmol(+)/kg)
Na (cmol(+)/kg)
KTK
Kejenuhan Basa (%)
4.02
0.46
0.14
0.08
12.20
39
Kriteria
4.3
3.8
Sangat Masam
Sangat Masam
1.19
0.11
11
54
7
Rendah
Rendah
Sedang
Sangat Tinggi
Sangat Rendah
Metode ekstraksi
Walkey and Black
Kjeldahl
HCl 25%
HCl 25%
NH4-Acetat
pH7
1N.
Rendah
Rendah
Rendah
Sangat Rendah
Rendah
Rendah
Sumber : Laboratorium Tanah BBSDLP Balai Penelitian Tanah Bogor (2010)
Kriteria menurut Balai Penelitian Tanah (2005)
Kandungan N 0.11% tergolong rendah, K potensial 7 mg K2O/100 g
tergolong sangat rendah dan Kdd 0.14 cmol(+)/kg tergolong rendah. P potensial
54 mg K2O/100 g tergolong sangat tinggi. Kapasitas tukar kation 12.20 tergolong
rendah, kejenuhan basa 39% tergolong rendah. Kriteria kandungan hara tanah
berdasarkan Balai Penelitian Tanah dapat dilihat pada Lampiran 1. Berdasarkan
hasil analisis tanah tersebut, secara umum tingkat kesuburan tanah pada lahan
percobaan tergolong rendah. Penambahan pupuk diharapkan dapat meningkatkan
pertumbuhan dan produksi katuk.
2
1
Kondisi Umum
Selama penelitian berlangsung kondisi curah hujan per bulan cukup tinggi
yaitu berkisar antara 177.3 – 601.0 mm/bulan dengan jumlah hari hujan berkisar
antara 18-29 hari. Kondisi suhu berkisar antara 25 – 27.10C dan kelembaban
berkisar antara 77-86%. Data curah hujan, jumlah hari hujan, suhu dan
kelembaban pada saat penelitian dapat dilihat pada Lampiran 2.
Selama percobaan dijumpai hama yang menyerang tanaman katuk. Hama
yang menyerang tanaman katuk adalah ulat pemakan tangkai daun katuk.
Pengendalian dilakukan secara mekanis dengan cara memotong bagian tanaman
yang terserang hama. Tanaman katuk pada percobaan ini juga terserang hama
rayap. Untuk mengurangi serangan rayap diaplikasikan Furadan 3G.
Percobaan I : Pengaruh Pemupukan Nitrogen
Pengaruh Nitrogen terhadap pertumbuhan vegetatif
Hasil pengamatan tinggi tanaman (Tabel 3) pada minggu ke-2 sampai
minggu ke-8 menunjukkan aplikasi pupuk N tidak berpengaruh terhadap tinggi
tanaman, dimana tinggi tanaman masih terus bertambah pada semua perlakuan.
Perlakuan dosis pupuk N tidak meningkatkan tinggi tanaman secara linier maupun
kuadratik dari awal pengamatan sampai akhir pengamatan. Aplikasi pemupukan N
juga tidak berpengaruh terhadap jumlah daun katuk (Tabel 4). Hal ini diduga
karena kandungan N dalam tanah yang rendah berdasarkan hasil analisis,
sehingga range dosis N yang digunakan pada percobaan ini tidak berpengaruh
terhadap tinggi tanaman maupun jumlah daun katuk.
Tabel 3 Pengaruh pemberian dosis Nitrogen terhadap tinggi tanaman katuk
Dosis Nitrogen
(kg N ha-1)
0
50
100
150
200
Pola Responŧ
Waktu Pengamatan
4 MST
6 MST
8 MST
– – – – – – – – – cm– – – – – – – – –
26.42
37.42
51.47
75.33
25.08
35.50
47.00
63.98
24.63
35.57
48.80
68.89
25.60
35.55
49.17
70.08
25.72
33.91
47.73
67.18
tn
tn
tn
tn
2 MST
Keterangan: tn : tidak nyata; ŧ : uji polinomial ortogonal terhadap dosis pupuk
2
2
Tabel 4 Pengaruh pemberian dosis Nitrogen terhadap jumlah daun tanaman
katuk
Dosis Nitrogen
(kg N ha-1)
0
50
100
150
200
Pola Respon ŧ
Waktu Pengamatan
2 MST
4 MST
6 MST
8 MST
– – – – – – – – – helai– – – – – – – – –
6.43
8.88
14.72
26.50
5.56
8.18
14.28
24.38
5.87
9.00
14.97
24.25
5.85
8.63
15.25
28.28
6.00
8.94
15.10
29.44
tn
tn
tn
tn
Keterangan: tn : tidak nyata; ŧ : uji polinomial ortogonal terhadap dosis pupuk
Perlakuan N yang tidak memberikan pengaruh terhadap tinggi tanaman
dan jumlah daun tanaman katuk diduga disebabkan pula oleh rendahnya bahan
organik di lahan percobaan tersebut yang menyebabkan penyerapan unsur hara
kurang optimal. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2 dimana nilai C organik
termasuk kriteria rendah. Menurut USDA (1996), bahan organik adalah
komponen esensial bagi tanah karena dapat menyediakan sumber energi dan
karbon untuk mikroba tanah, membantu pertumbuhan tanaman dengan
memperbaiki kemampuan tanah untuk menyimpan dan mengalirkan udara dan air,
menyimpan dan mensuplai unsur hara seperti nitrogen, fosfor dan sulfur yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman dan organisme tanah, menahan unsur
hara dengan menyediakan kapasitas tukar kation dan anion, dan menjaga tanah
dalam kondisi gembur dengan bulk density yang lebih rendah.
Pengaruh Nitrogen terhadap hasil panen
Perlakuan N tidak berpengaruh terhadap bobot per tanaman pada panen
pertama, namun memberikan respon secara linier pada bobot per petak. Pada
panen kedua, perlakuan N tidak berpengaruh terhadap bobot per tanaman maupun
bobot per petak. Perlakuan N berpengaruh pada total bobot per petak dan
memberikan respon secara linier seiring dengan semakin tingginya dosis pupuk N
yang diberikan (Tabel 5). Perlakuan pupuk N juga memberikan respon linier pada
persentase bagian tanaman yang dapat dimakan pada periode panen kedua
(Tabel 6). Peningkatan secara linier menunjukkan penambahan pupuk dosis
0-200% masih meningkatkan hasil tanaman, belum terdapat angka maksimal yang
dicapai. Artinya range dosis N yang digunakan masih bisa ditambah. Namun jika
2
3
dilihat dari aspek keseimbangan unsur hara dan juga kelestarian lingkungan,
penambahan N terus menerus akan menyebabkan toksisitas tanaman, menurunkan
efisiensi pemupukan, pencemaran terhadap air dan tanah melalui pencucian serta
pemborosan.
Tabel 5 Hasil panen pertama dan kedua tanaman katuk pada perlakuan pupuk
Nitrogen berbeda
Dosis Nitrogen
(kg N ha-1)
0
50
100
150
200
Uji F
Pola Responŧ
Panen pertama
Bobot
Bobot per
per tanaman
petak
(g/tan)
(g/7.5 m2)
40.22
1000.8
36.85
1020.5
39.20
1103.9
47.96
1265.0
46.54
1226.7
tn
*
tn
L*
Panen kedua
Bobot
Bobot per
per tanaman
petak
(g/tan)
(g/7.5 m2)
28.74
891.9
17.10
655.6
16.06
749.8
30.21
1095.7
26.85
816.9
tn
tn
tn
tn
Total
Bobot per
petak
(g/7.5 m2)
1892.7
1676.1
1853.7
2360.7
2043.6
*
L*
Keterangan: tn: tidak nyata; *: nyata pada taraf 5%; ŧ : uji polinomial ortogonal terhadap
dosis pupuk; L : Linier.
Tabel 6 Persentase bagian tanaman katuk yang dapat dimakan pada
perlakuan pupuk Nitrogen berbeda
Nitrogen
(kg N ha-1)
0
50
100
150
200
Uji F
Pola respon ŧ
Bagian yang dapat dimakan (%)
Panen pertama
Panen kedua
63.18
55.68
62.94
53.24
61.81
57.13
62.88
50.98
61.27
50.12
tn
*
tn
L
Keterangan: tn: tidak nyata; *: nyata pada taraf 5%; ŧ : uji polinomial ortogonal
terhadap dosis pupuk; L : Linier.
Berdasarkan data pada Tabel 5 tersebut, terlihat bahwa hasil panen kedua
cenderung lebih rendah dibandingkan dengan panen pertama. Demikian pula
halnya dengan persentase bagian yang dapat dimakan (Tabel 6), pada periode
panen kedua persentasenya lebih rendah dari panen pertama. Hal tersebut diduga
ada kaitannya dengan perlakuan yang diberikan. Pada panen pertama yaitu
9 MST, efek dari perlakuan diduga masih tinggi, sedangkan pada panen kedua,
13 MST, efek perlakuan kemungkinan tidak lagi optimal. Hal ini dimungkinkan
pula akibat curah hujan yang tinggi pada saat penelitian, yang dapat menyebabkan
2
4
hilangnya nitrogen. Tanaman menyerap nitrogen dalam bentuk ion nitrat (NO3-)
atau amonium (NH4+), yang keduanya merupan ion yang larut dalam air. Ion nitrat
merupakan ion yang larut dalam air. Ion nitrat diserap dengan cepat oleh akar
tanaman tetapi tercuci dengan mudah dari tanah dengan adanya curah hujan yang
tinggi atau irigasi berlebihan (Hardjowigeno 2003).
Percobaan II : Pengaruh Pemupukan Fosfor
Pengaruh Fosfor terhadap pertumbuhan vegetatif
Hasil pengamatan tinggi tanaman pada perlakuan pupuk P menunjukkan
bahwa aplikasi pupuk P berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada minggu
ke-4 dan 6 (Tabel 7), namun selanjutnya pada minggu ke-8 tidak menunjukkan
pengaruh. Perlakuan pupuk P meningkatkan tinggi tanaman secara kuadratik pada
pengamatan minggu ke-4 dan ke-6. Sementara terhadap jumlah daun, perlakuan
pupuk P tidak berpengaruh pada seluruh pengamatan (Tabel 8). Hal ini diduga
akibat belum seragamnya pertumbuhan tanaman katuk.
Tabel 7 Pengaruh pemberian dosis Fosfor terhadap tinggi tanaman katuk
Dosis Fosfor
(kg P2O5 ha-1)
0
67.5
135.0
202.5
270.0
Uji F
Pola Respon ŧ
2 MST
24.21
22.05
22.55
22.34
23.48
tn
tn
Waktu Pengamatan
4 MST
6 MST
8 MST
– – – – – – – – – cm– – – – – – – – –
36.50
50.15
67.54
31.40
42.60
58.98
32.35
44.71
63.14
32.12
47.63
70.75
34.26
47.07
66.30
*
*
tn
Q*
Q*
tn
Keterangan: tn: tidak nyata; *: nyata pada taraf 5%; ŧ: uji polinomial ortogonal terhadap
dosis pupuk; Q : kuadratik.
Tabel 8 Pengaruh pemberian dosis Fosfor terhadap jumlah daun tanaman katuk
Dosis Fosfor
(kg P2O5 ha-1)
0
67.5
135.0
202.5
270.0
Pola Respon ŧ
2 MST
5.87
5.28
6.22
5.72
5.12
tn
Waktu Pengamatan
4 MST
6 MST
8 MST
– – – – – – – – – helai– – – – – – – – –
11.50
16.19
26.63
9.41
15.31
25.97
10.12
16.25
24.75
10.31
16.47
26.70
9.31
16.38
29.43
tn
tn
tn
Keterangan: tn: tidak nyata; ŧ: uji polinomial ortogonal terhadap dosis pupuk.
2
5
Pengaruh Fosfor terhadap hasil panen
Perlakuan P tidak memberikan pengaruh terhadap bobot per tanaman
maupun bobot per petak, baik pada panen pertama maupun panen kedua.
Demikian pula halnya, perlakuan P tidak memberikan pengaruh terhadap total
bobot per petak (Tabel 9). Terhadap persentase bagian yang dapat dimakan,
perlakuan pupuk P juga tidak memberikan pengaruh nyata baik pada periode
panen pertama, maupun pada periode panen kedua (Tabel 10).
Tabel 9 Hasil panen pertama dan kedua tanaman katuk pada perlakuan pupuk
Fosfor berbeda
Dosis Fosfor
(kg P2O5 ha-1)
0
67.5
135.0
202.5
270.0
Pola Respon ŧ
Panen pertama
Bobot
Bobot per
per tanaman
petak
(g/tan)
(g/7.5 m2)
54.05
1398.6
38.76
1026.5
42.19
1177.9
48.97
1448.9
53.20
1274.6
tn
tn
Panen kedua
Bobot
Bobot per
per tanaman
petak
(g/tan)
(g/7.5 m2)
25.80
825.2
17.63
842.5
22.50
945.1
24.51
1121.1
24.22
842.5
tn
tn
Total
Bobot per
petak
(g/7.5 m2)
2223.8
1869.0
2122.9
2570.1
2117.1
tn
Keterangan: tn : tidak nyata; ŧ : uji polinomial ortogonal terhadap dosis pupuk
Tabel 10 Persentase bagian tanaman katuk yang dapat dimakan pada
perlakuan pupuk Fosfor berbeda
Fosfor
(kg P2O5 ha-1)
0
67.5
135.0
202.5
270.0
Pola respon ŧ
Bagian yang dapat dimakan (%)
Panen pertama
Panen kedua
68.60
55.74
67.19
55.95
64.77
53.09
64.52
52.35
66.43
55.64
tn
tn
Keterangan: tn: tidak nyata; ŧ : uji polynomial ortogonal terhadap dosis pupuk.
Hara P merupakan hara makro bagi tanaman yang dibutuhkan dalam
jumlah banyak setelah
hara N. Unsur P diperlukan oleh tanaman untuk
pembentukan adenosin diphospate (ADP) dan adenosin triphospate (ATP) yang
merupakan sumber energi untuk proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Selain itu, kecukupan hara P sangat penting untuk mendukung pertumbuhan dan
perkembangan bagian vegetatif dan reproduktif tanaman, meningkatkan kualitas
hasil dan ketahanan tanaman terhadap penyakit (Havlin et al. 2005).
2
6
Penambahan hara P ke dalam tanah melalui pemupukan menyebabkan
ketersediaan hara P bagi tanaman meningkat. Pada penelitian ini, penambahan
pupuk P ke dalam tanah hanya memberikan pengaruh pada tinggi tanaman tetapi
tidak terhadap hasil. Hal ini diduga karena unsur P yang tinggi tetapi tidak
tersedia untuk tanaman dikarenakan pH tanah pada lokasi percobaan sangat
masam (4.3). pH tanah sangat terlibat dalam ketersediaan unsur hara. pH tanah
sangat masam disebabkan oleh kandungan H+ yang lebih tinggi yang
menyebabkan unsur P dalam keadaan tak larut. Selain itu, lahan percobaan yang
digunakan termasuk ke dalam jenis Ultisol, dimana salah satu cirinya adalah
banyak mengandung liat, Al dan Fe. Pada pH rendah ion-ion fosfat bereaksi
dengan aluminium hidroksida yang sangat aktif pada pH dibawah 4-5, sehingga
menyebabkan P menjadi tidak tersedia (Fitter dan Hay 2002). Hal ini pula yang
diduga menyebabkan P tanah terikat pada koloid liat dan membentuk ikatan Al-P.
Ketersediaan unsur P merupakan faktor pembatas bagi tanaman yang
dibudidayakan. Beberapa penelitian menunjukkan, unsur P merupakan pembatas
pada pertumbuhan tanaman jagung (Nursyamsi 2002), kedelai (Nursyamsi dan
Widayati 2004), buncis, kangkung, terong, cabai dan tomat (Kartika dan Susila
2008).
Bahan organik dan karakteristik tanaman diduga pula mempengaruhi
terhadap hasil penelitian ini. Cassagne et al. (2000) menyatakan bahwa
pergerakan unsur hara P tergantung kandungan bahan organik dan mineral di
dalam tanah. Karakteristik tanaman katuk yang tergolong ke dalam jenis sayuran
indigenous diduga termasuk jenis tanaman yang merespon lambat atau tidak
merespon sama sekali terhadap pemupukan. Beberapa penelitian terhadap
tanaman katuk menunjukkan pemupukan tidak memberikan pengaruh terhadap
pertumbuhan vegetatif maupun hasil panen (Lestari 2008; Rahanita 2009;
Purwoko et al. 2009)
.
2
7
Percobaan III : Pengaruh Pemupukan Kalium
Pengaruh Kalium terhadap pertumbuhan vegetatif
Aplikasi pupuk K berpengaruh terhadap tinggi tanaman pada awal
pengamatan (2 MST) dengan pola respon kuadratik namun selanjutnya tidak
memberikan pengaruh hingga 8 MST (Tabel 11). Demikian pula pada jumlah
daun katuk, perlakuan pupuk K hanya berpengaruh pada 2 MST (Tabel 12),
namun selanjutnya perlakuan pupuk K tidak memberikan pengaruh terhadap
jumlah daun hingga 8 MST.
Tabel 11 Pengaruh pemberian dosis Kalium terhadap tinggi tanaman katuk
Dosis Kalium
(kg K2O ha-1)
0
67.5
135.0
202.5
270.0
Uji F
Pola Respon ŧ
2 MST
22.45
23.73
25.15
24.11
23.55
*
Q*
Waktu Pengamatan
4 MST
6 MST
– – – – – – – – – cm– – – – – – – – –
32.67
46.60
32.71
47.73
35.01
51.58
35.32
53.21
35.11
52.42
tn
tn
tn
tn
8 MST
68.56
70.00
73.39
71.97
71.83
tn
tn
Keterangan: tn: tidak nyata; *: nyata pada taraf 5%; ŧ: uji polinomial ortogonal terhadap dosis
pupuk; Q : kuadratik;
Tabel 12 Pengaruh pemberian dosis Kalium terhadap jumlah daun tanaman katuk
Dosis Kalium
(kg K2O ha-1)
0
67.5
135.0
202.5
270.0
Uji F
Pola Respon ŧ
Waktu Pengamatan
2 MST
4 MST
6 MST
8 MST
– – – – – – – – – helai– – – – – – – – –
5.72
8.62
14.38
26.69
6.88
9.40
17.50
29.53
6.75
9.00
15.94
30.88
6.31
7.87
15.91
28.78
5.59
8.25
15.63
25.81
*
tn
tn
tn
Q*
tn
tn
tn
Keterangan: tn:tidak nyata; *: nyata pada taraf 5%; ŧ : uji polynomial ortogonal terhadap
dosis pupuk; Q:kuadratik.
Hal ini diduga lebih dikarenakan oleh faktor bibit tanaman katuk dalam
merespon pupuk yang diberikan di awal tanam, sebagai akibat dari faktor stek
tanaman katuk yang tidak seluruhnya sama dan seragam.
2
8
Pengaruh Kalium terhadap hasil panen
Perlakuan K secara nyata berpengaruh terhadap bobot per tanaman pada
panen pertama dan bobot per petak panen kedua dengan pola respon kuadratik.
Demikian pula pada total bobot per petak respon yang ditunjukkan adalah pola
respon kuadratik (Tabel 13). Namun pada persentase bagian tanaman katuk yang
dapat dimakan, perlakuan K tidak memberikan pengaruh nyata pada panen
pertama maupun kedua (Tabel 14).
Tabel 13 Hasil panen pertama dan kedua tanaman katuk pada perlakuan pupuk
Kalium berbeda
Dosis Kalium
(kg K2O ha-1)
0
67.5
135.0
202.5
270.0
Uji F
Pola Respon ŧ
Panen pertama
Bobot
Bobot per
per tanaman
petak
(g/tan)
(g/7.5 m2)
38.50
1296.3
56.18
1424.0
52.03
1335.6
56.88
1437.7
51.51
1338.9
*
tn
Q*
tn
Panen kedua
Bobot
Bobot per
per tanaman
petak
(g/tan)
(g/7.5 m2)
20.17
1007.6
35.83
1205.7
34.65
1557.6
21.68
1060.5
33.34
1076.1
tn
*
tn
Q*
Total
Bobot per
petak
(g/7.5 m2)
2303.9
2629.6
2893.2
2498.2
2415.0
*
Q*
Keterangan: tn:tidak nyata; *: nyata pada taraf 5%; ŧ : uji polynomial ortogonal terhadap dosis
pupuk; Q:kuadratik.
Peningkatan secara kuadratik menunjukkan penambahan dosis pupuk K
dengan range dosis 0-200% memiliki nilai maksimal pada suatu titik antara dosis
0-200%, setelah titik maksimal tersebut, total bobot per petak akan turun. Sebagai
contoh pada Tabel 13, hasil total bobot per petak yang menunjukkan respon
kuadratik, nilai maksimal bobot per petak terletak pada dosis pupuk K
135 kg K2O ha-1.
Tabel 14 Persentase bagian tanaman katuk yang dapat dimakan pada
perlakuan pupuk Kalium berbeda
Kalium
Bagian yang dapat dimakan (%)
Panen pertama
Panen kedua
(kg K2O ha-1)
65.89
59.32
0
65.99
58.57
67.5
62.18
56.28
135.0
65.34
56.74
202.5
64.19
56.30
270.0
ŧ
tn
tn
Pola Respon
Keterangan: tn: tidak nyata; ŧ : uji polynomial ortogonal terhadap dosis pupuk.
2
9
Hasil analisis K tanah menunjukkan bahwa nilai K tanah sangat rendah.
Ketersediaan K yang rendah menyebabkan pemupukan K pada kondisi tersebut
memberikan respon yang signifikan terhadap hasil. Penambahan K ke dalam
tanah menyebabkan peningkatan kandungan hara K tanah, sehingga kebutuhan
hara K untuk pertumbuhan tanaman tercukupi. Tercukupinya hara K
menyebabkan fungsi hara K dapat berfungsi dengan baik. Fungsi K antara lain
dapat mengaktifkan sejumlah enzim yang terlibat dalam proses fotosintesis,
sehingga mempercepat pertumbuhan dan juga dapat meningkatkan produksi
(Havlin et al. 2005).
Pembahasan Umum
Hasil percobaan pemupukan N, P dan K pada tanaman katuk menunjukkan
hasil yang tidak berbeda nyata untuk hasil panen pada perlakuan P, sementara
pada perlakuan N, pola respon yang didapat adalah linier dan pada perlakuan K
secara nyata berpengaruh terhadap hasil panen dengan pola respon kuadratik. Hal
tersebut terjadi diduga dikarenakan oleh pengaruh beberapa hal, diantaranya
adalah kandungan unsur hara yang terdapat di lokasi percobaan (Tabel 2).
Penampilan tanaman pada umur 13 MST dapat dilihat pada Lampiran 3.
Bahan organik diduga juga berperan terhadap hasil panen. Hasil analisis
tanah di lokasi percobaan menunjukkan rasio C/N termasuk kriteria sedang
dengan nilai 11. Bahan organik adalah komponen esensial bagi tanah karena dapat
menyediakan sumber energi dan karbon untuk mikroba tanah, membantu
pertumbuhan tanaman dengan memperbaiki kemampuan tanah untuk menyimpan
dan mengalirkan udara dan air. Faktor lain yang diduga mempengaruhi terhadap
hasil penelitian ini adalah mulsa. Jarak antar tanaman yang cukup lebar dan tidak
diberi mulsa menyebabkan lebih mudah terjadinya evaporasi dikarenakan
penanaman katuk dilakukan di lahan terbuka.
Curah hujan yang tinggi pada saat penelitian diduga juga mempengaruhi
hasil penelitian ini. Curah hujan tinggi dapat menyebabkan hilangnya nitrogen.
Ion nitrat diserap dengan cepat oleh akar tanaman tetapi tercuci dengan mudah
dari tanah dengan adanya curah hujan yang tinggi atau irigasi berlebihan. Faktor
selanjutnya yang diduga berpengaruh adalah karakteristik tanaman katuk yang
merupakan golongan tanaman indigenous dan terrmasuk kedalam tanaman
3
0
tahunan. Salah satu sifat tanaman indigenous adalah tidak responsif atau
merespon lambat terhadap pemupukan. Jika dilihat dari hasil-hasil penelitian yang
telah dilakukan, diduga tanaman katuk termasuk kedalam tanaman yang tidak
responsif terhadap pemupukan.
Rekomendasi pemupukan N, P dan K pada tanaman katuk
Pendekatan
multi-nutrient
response
adalah
suatu
metode
yang
dikembangkan untuk menentukan rekomendasi pemupukan menggunakan model
kuadratik dari beberapa percobaan. Rekomendasi pemupukan dibuat berdasarkan
hasil panen tanaman katuk. Hasil panen dikonversi menjadi hasil relatif, sehingga
ketiga percobaan dapat dibandingkan walaupun hasil panen tidak sama besar.
Analisis ekonomi dilakukan pada setiap pilihan rekomendasi. Rekomendasi
pemupukan katuk didasarkan pada hasil dan nilai ekonomi yang paling
menguntungkan.
. Pilihan rekomendasi didasarkan pada kurva respon pemupukan N, P dan
K pada beberapa tingkat dosis. Kurva tersebut merupakan hasil relatif dari bobot
panen. Hasil relatif adalah hasil dari perlakuan dibagi hasil tertinggi yang
diperoleh dari setiap percobaan. Terdapat empat pilihan rekomendasi, yang
pertama yaitu berdasarkan pemupukan maksimum, sedangkan tiga yang lain
berdasarkan ambang batas pemakaian pupuk N, P dan K (aplikasi 0). Apabila
semua hasil percobaan menunjukkan pola respon yang sama yaitu pola respon
kuadratik, maka ketiga grafik tersebut dapat dibaca bersama-sama untuk
menentukan kebutuhan pada ambang batas N, P dan K.
Hasil yang diperoleh pada percobaan ini menunjukkan bahwa hasil panen
pada perlakuan pemupukan N memperlihatkan pola respon linier (Gambar 1),
perlakuan pemupukan P tidak berpengaruh nyata (Gambar 2), sedangkan hanya
pada perlakuan pemupukan K memperlihatkan pola respon kuadratik (Gambar 3).
Oleh karena itu pendekatan multi-nutrient respon tidak dapat diterapkan pada
percobaan ini dan juga tidak dapat ditentukan rekomendasi pemupukan untuk
tanaman katuk. Meskipun demikian, hasil percobaan perlakuan pemupukan K
yang menunjukkan pola respon kuadratik masih dapat digunakan untuk metode
single nutrient yaitu dengan cara menentukan titik maksimum pemupukan.
3
1
0
0
.
0
0
0
.
0
0
6
0
.
0
0
4
0
.
0
0
1
8
)
(
%
f
i
t
l
a
R
e
l
i
s
y
H
=
0
.
0
7
1
4
x
+
6
4
.
0
1
2
a
R
²
=
2
0
.
0
.
0
0
.
1
7
1
7
0
0
0
0
5
0
1
N
(
%
)
(
0
1
0
0
0
1
%
=
1
3
5
5
0
k
2
g
N
.
h
a
-
1
0
0
2
5
0
)
Gambar 1 Kurva pengaruh pemupukan N terhadap hasil relatif katuk berdasarkan
hasil produksi total terhadap hasil produksi total tertinggi.
1
0
0
.
0
0
0
.
0
0
6
0
.
0
0
4
0
.
0
0
2
0
.
0
0
8
)
(
%
f
i
t
l
a
R
e
l
i
s
H
a
8
y
=
0
.
0
2
R
7
=
0
.
0
x
+
5
0
.
4
5
4
²
0
.
0
1
6
1
0
0
5
0
1
P
(
%
)
(
1
0
0
0
0
%
1
=
1
3
5
k
g
5
0
P
2
2
O
5
.
h
a
-
1
0
0
2
5
0
)
Gambar 2 Kurva pengaruh pemupukan P terhadap hasil relatif katuk berdasarkan
hasil produksi total terhadap hasil produksi total tertinggi.
3
1
0
0
.
0
0
0
.
0
0
6
0
.
0
0
4
0
.
0
0
2
8
)
(
%
f
i
t
l
a
R
e
l
2
i
8
s
H
y
=
0
-
.
0
0
1
2
x
+
0
.
2
5
2
9
x
+
6
.
0
5
9
a
R
²
=
2
0
.
0
0
0
.
0
0
0
5
0
1
K
(
%
)
(
1
0
0
%
0
0
=
0
1
1
3
5
k
g
K
2
.
5
O
1
5
1
1
0
.
2
h
a
-
1
0
0
2
5
0
)
Gambar 3 Kurva pengaruh pemupukan K terhadap hasil relatif katuk berdasarkan
hasil produksi total terhadap hasil produksi total tertinggi.
Berdasarkan hasil panen bobot total per petak pada perlakuan K, diperoleh
persamaan kuadrat untuk K ialah y = -0.0012x2+0.2529x+68.059 dengan
R2 = 0.1511. Berdasarkan persamaan tersebut dapat ditentukan titik maksimum
pemupukan, dengan cara dicari turunan pertama persamaan sama dengan nol.
Nilai pemupukan K untuk memperoleh hasil maksimum sebesar 105 kg K2O.ha-1.
KESIMPULAN
1. Penentuan dosis pemupukan N, P, dan K menggunakan pendekatan multi
nutrient respon untuk tanaman katuk di lahan Ultisol Cikabayan tidak
tercapai karena hanya perlakuan pemupukan K yang memberikan pola
respon kuadratik pada hasil relatif panen katuk.
2. Hasil perlakuan pemupukan K dapat digunakan untuk menentukan titik
maksimum pemupukan menggunakan pendekatan single nutrient, dengan
nilai pemupukan K untuk memperoleh hasil maksimum sebesar 105 kg
K2O/ha.
SARAN
Untuk mendapatkan rekomendasi pemupukan dengan menggunakan
pendekatan multi nutrient respon disarankan untuk melakukan percobaan di lahan
dengan kriteria kandungan N, P dan K yang rendah sehingga bisa didapatkan
rekomendasi dosis pemupukan terbaik untuk tanaman katuk.
DAFTAR PUSTAKA
[AVRDC] Asian Vegetable Research and Development Center. 2006. Thousands
of Indigenous Vegetable Conserved. www.avrdc.org
[BALITSA] Balai Penelitian Sayuran. 2007. Sayuran Indigenous, Perlu digali dan
Dimaanfaatkan. http://www.litbang.deptan.go.id [04/12/2009]
Al Jabri M. 2007. Perkembangan uji tanah dan strategi program uji tanah masa
depan di Indonesia. J Litbang Pert. 26:54-66.
Amrutha RNP, Nataraj S, Rajeev KV, Kavi PBK. 2007. Genome-wide analysis
and identification of genes related to potassium transporter families in
rice (Oryza sativa L.). J Plant Sci.172:708-721
Amisnaipa, Susila AD, Situmorang R, Purnomo DW. 2009. Penentuan kebutuhan
pupuk kalium untuk budidaya tomat menggunakan irigasi tetes dan mulsa
polyethylene. J Agron. Indo. 37(2):115-122.
Arifin. 1999. Pemanfaatan kalium untuk meningkatkan daya tahan tanaman
kacang hijau terhadap kekeringan. Jurnal Ilmiah Habitat 10 (108) :
58-62.
Astuti Y, Wahjoedi B, Winarno MW. 1997. Efek diuretik infus akar katuk
terhadap tikus putih. Warta Tumbuhan Obat 3: 42-43.
Balai Penelitian Tanah. 2005. Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air dan Pupuk.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian
RI.
Batari R. 2007. Identifikasi Senyawa Flavonoid pada Sayuran Indigenous Jawa
Barat. Skripsi. Fakultas Teknologi Industri Pertanian. IPB. Bogor.
Bennet WF. 1996. Nutrient Deficiencies and Toxicities on Crop Plants. USA:
APS Press. St. Paul Minnessota.
Buckman HO, Braddy NC. 1982. Ilmu tanah. Terjemahan dari Soil Science oleh
Soegiman. Bhatara Karya Aksara. Jakarta.
Cassagne N, Remaury M, Gauquelin T, Fabre A. 2000. Form and profile
distribution of soil phosphorus in alpine Inceptisols and Spodosols.
Geoderma 95:161-172.
Direktorat Jenderal Hortikultura Departemen Pertanian. 2009. Gambaran Kinerja
Makro Hortikultura 2008. http://www.hortikultura.deptan.go.id/
[13/01/2010]
3
5
Du Z, Jianmin Z, Houyan W, Changwen D, Xiaoqin C. 2006. Potassium
movement and transformation in an acid soil as affected by phosphorus.
SSSA J. 70(6); ProQuest American Journal: 2057.
Eckert D. 2009. Efficient fertilizer use mannual - Nitrogen. School of Natural
Resources Ohio State.
Engle LM. 2002. Collection and conservation of indigenous vegetable germplasm
to enhance biodiversity and maintain livelihoods in ASEAN. Dalam :
Proceedings of the Forum on The ASEAN-AVRDC Regional Network
on Vegetable Research and Development (AARNET); Taiwan, 24-26
Sept 2001. Taiwan: AVRDC. Hal 65-77.
Evans CE. 1987. Soil Test Calibration. Madison Special Publication. 21:23-39.
[FAO]
Food
and
Agriculture
Organization.
http://www.fao.org/ag/pdf/0606-2.pdf. [04/12/2009]
2009.
.
Fitter AH, Hay RKM. 2002. Enviromental Physiology of Plants. 3rd Ed. San
Diego : Academic Press. p:79-130.
Grimme H. 1985. The dynamics of potassium in the soil plant system. p.127-154.
In Cooke (Ed) Potassium in The Agricultural System of The Humid
Tropics. Prociding of The 19th Colloqium of The Inter. Potash Inst.
Bangkok
Haden VR, Katterings QM, Kahabka JE. 2007. Factor effecting change in soil test
phosphorus following manure and fertilizer application. SSSA J.
71(4):1225-1232.
Hardjowigeno S. 2003. Ilmu Tanah. Cetakan Kelima. CV Akademika Pressindo.
Jakarta.
Hartz TK, Miyao EM, Mullen RJ, Cahn MD, Valencia JG, Brittan KL. 1999.
Potassium requirements for maximum yield and fruit quality of
processing tomato. J.Amer.Soc.Hort.Sci. 124:199-204
Havlin JL, Beaton JD, Tisdale SL, Nelson WL. 2005. Soil Fertility and Fertilizer.
An Introduction to Nutrient Management. New Jersey : Pearson
Prentice Hall.
Hilman Y, Sutapradja H, Rosliani R, dan Suryono Y. 2008. Status hara fosfat dan
kalium di sentra sayuran dataran rendah. J Hort. 18(1):27-37.
Ismunadji M, Partohardjono S, Karama AS. 1991. Fosfor Peranan dan
Penggunaannya dalam Bidang Pertanian. Balai Penelitian Tanaman
Pangan Bogor. Bogor.
3
6
Izhar L. 2012. Pengembangan uji tanah untuk membangun kriteria rekomendsi
pemupukan Fosfor dan Kalium pada Tomat [disertasi]. Bogor:Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Johnson GV, Isaac RA, Donohue SJ, Tucker MR, Woodruff JR. 1984. Procedure
used by state soil testing laboratories in the southern region of the
United States. USA: Southern Coop. Ser. Bull. Oklahoma State
University: 190: 16.
Jones JB Jr. 1998. Plant Nutrient Manual. CRC Press, Boca Raton, New York.
Juang KW, Liou DC, Lee DY. 2002. Site-specific phosphorus application based
on the rigging fertilizer-phosphorus availability index of soil. Env.
Qual. J. 31:1248-1255.
Kartika JG, Susila AD. 2008. Phosphorus correlation study for vegetable grown in
the Ultisols-Nanggung, Bogor, Indonesia. Working Paper No. 7–8 in
Sustainable Agriculture and Natural Resource Management
Collaborative Research Support Program (SANREM CRSP).
SANREM-TMPEGS Publication.
Laegreid M, Bockman OC, Kaarstad O. 1999. Agriculture, Fertilizers and The
Environment. CABI Publishing in Association with Nortsk Hydro
ASA.
Lestari MA. 2008. Pengaruh pemupukan terhadap pertumbuhan dan produktivitas
beberapa sayuran Indigenous [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Leiwakabessy FM, Sutandi A. 2004. Pupuk dan Pemupukan. Departemen Tanah,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Lukman L. 2010. Efek pemberian fosfor terhadap pertumbuhan bibit manggis.
J.Hort. 20(1):18-26.
Marschner H. 1995. Mineral Nutrition in Higher Plants. New York: Academic
Press.
Masdar. 2003. Pengaruh lama dan beratnya defisiensi kalium terhadap
pertumbuhan tanaman durian (Durio zibethinus Murr.). J Akta Agro.
6(2):60-66.
Masto RE, Chhonkar PK, Singh D, Patra AK. 2007. Soil quality response to longterm nutrient and crop management on a semi-arid Inceptisols. Agri.
Ecost. and Env. 118:130-142.
3
7
Mualim L, Aziz SA, Melati M. 2009. Kajian pemupukan NPK dan jarak tanam
pada produksi antosianin daun kolesom. J. Agron Indonesia. 37 (1):5561.
Mosalli J, Girma K, Teal RK, Freeman KW, Martin KL, Raun WR. 2005. Effect
of foliar application on winter grain yield, phosphorus uptake and use
efficiency. J.Plant.Nutr. 29:2147-2163
Nursyamsi D. 2002. Studi korelasi uji tanah hara K tanah Oxisol dan Inceptisol
untuk jagung (Zea mays). J. Tanah Trop 15:59-68.
Nursyamsi D, Widayati RD. 2004. Batas kritis hara fosfor dalam tanah Andisol
untuk Kedelai (Glycine max L.) Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan.
5(2):27-37.
Olson RA, Frank KD, Grabouski PH, Rehm GW. 1982. Soil Testing Philosophies.
Consequences of varying recommendation. Reprinted Crops and Soils
Magazine. American Society of Agronomy, Inc., Wisconsin.
Prasad R, Power JR. 1997. Soil Fertility Management for Sustainable Agriculture.
Lewis Publishers. Boca Raton. New York.
Purwoko BS, Kurnaitusolihat N, Susila AD, Palada MC, Reyes M. 2009. Effect of
fertilizers on yield of indigenous vegetables. Dalam: Publikasi dan
Diseminasi Hasil Penelitian Hortikultura Indonesia. Kumpulan Makalah
Seminar Ilmiah; Bogor, 21-22 Oktober 2009. Bogor: Perhimpunan
Hortikultura Indonesia. Hlm 367.
Putrasamedja S. 2005. Eksplorasi dan koleksi sayuran indigenous di Kabupaten
Karawang. Buletin Plasma Nutfah 11:1.
Rachman S, Suryadi, Witono, Hidayat AA, Komara U. 2002. Identifikasi dan
dokumentasi diversitas, nilai ekonomis serta sistem pengelolaan
sayuran indigenous. Laporan Kegiatan Penelitian. Balai Penelitian
Tanaman Sayuran Lembang.
Rahanita P. 2009. Pengaruh pupuk organik pada pertumbuhan dan hasil tanmaan
Kenikir (Cosmos caudatus) dan Katuk (Sauropus androgynus) [skripsi].
Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Rochayati R, Setyorini D, Suping S, Widowati LR. 1999. Korelasi Uji Tanah
Hara P dan K. [laporan tahunan] Bagian Proyek Penelitian Sumberdaya
Lahan. Bogor: Puslittanak.
Rochyati S. 1996. Persiapan pelaksanaan percobaan uji korelasi dan kalibrasi.
Disajikan Dalam: Pelatihan Pembinaan Uji Tanah dan Analisis
Tanaman, Kerjasama Fakultas Pertanian, IPB dengan Agriculture
3
8
Research and Management Project (ARMP), Bogor 25 November-7
Desember 1996.
Rubatzky VE, Yamaguchi M. 1998. Sayuran Dunia 3 (terjemahan). Institut
Teknologi Bandung. Bandung.
Sabiham S. 1995. Dasar, tujuan dan sasaran uji tanah dan analisis tanaman.
[Materi Kuliah dan Praktikum] Pelatihan Pembinaan Uji Tanah dan
Analisis Tanaman. Bogor: Litbang Pertanian. 23 Januari – 4 Februari
1995.
Sabiham S. 1996. Prinsip-prinsip dasar uji tanah. Dalam: Pelatihan Optimalisasi
Pemupukan. Proyek Pembinaan Kelembagaan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian bekerjasama dengan Fakultas Pertanian IPB,
Bogor, 19-31 Januari 1996.
Sarief S. 1984. Kesuburan dan Pemupukan Tanah pertanian. Pustaka Buana.
Bandung.
Setyorini D, Adiningsih JS, Rochayati S. 2003. Uji Tanah Sebagai Dasar
Penyusunan Rekomendasi Pemupukan. Balai Penelitian Tanah. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian RI.
Siemonsma JS, Piluek K (eds). 1993. Plant resources of Southeast Asia No. 8.
Vegetables. Plant Resources of South-East Asia, Bogor, Indonesia. 412
pp.
Silahooy C. 2008. Efek pupuk KCl dan SP-36 terhadap kalium tersedia, serapan
kalium dan hasil kacang tanah (Arachis hypogaea L.) pada tanah
Brunizem. Bul. Agron. (36)(2);126-132.
Soepardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Soepartini M, Nurjaya, Kasno A, Ardjakusumah S, Moersidi S, Adiningsih JS.
1994. Status hara P dan K serta sifat-sifat tanah sebagai penduga
kebutuhan pupuk padi sawah di Pulau Lombok. Pemberitaan Penelitian
Tanah dan Pupuk 12 : 23-34.
Sudiarto, Maslahah N, Sukmajaya D. 2002. Pengaruh pupuk organik terhadap
pertumbuhan dan produksi katuk (Sauropus androgynus (L). Merr).
Jurnal LITTRI. Vol.8 No.3.
Sugiartini E. 2007. Kalibrasi Uji Tanah Hara P dan K pada Tanaman Sayuran di
DKI Jakarta. http://jakarta.litbang.deptan.go.id.
Suminarti NE.1999. Pengaruh pupuk kalium dan pemberian air terhadap hasil dan
kualitas jagung manis. Jurnal Ilmiah Habitat 11 (109) : 57-63
3
9
Susila AD. 2008. Budidaya tanaman katuk. Publikasi No.06/SANREM
CRSP/BAU. Agroforestry and Sustainable Vegetable Production in
Southeast Asian Watershed SANREM CRSP-USAID.
Susila AD, Kartika JG, Prasetyo T, Palada MC. 2009a. Correlation and
Calibration Study of Soil P test for yard long bean (Vigna unguilata L)
on ultisols in Nanggung-Bogor, Research report SANREM-CRSP.
Susila AD, Prasetyo T, Palada MC. 2009b. Optimum fertilizer rate for Yard-long
Bean (Vigna unguilata L) production in Ultisol Jasinga. Dalam:
Publikasi dan Diseminasi Hasil Penelitian Hortikultura Indonesia.
Kumpulan Makalah Seminar Ilmiah; Bogor, 21-22 Oktober 2009.
Bogor: Perhimpunan Hortikultura Indonesia. Hlm 315-323.
Syers JK, Johnston AE, Curtin D. 2008. Efficiency of soil and fertilizer
phosphorus use. FAO Fertilizer and Plant Nutrition Bulletin No.
18:123.
Tisdale SL, Nelson WL, Beaton JD. 1990. Soil Fertility and Fertilizers. 4th ed.
Macmilan Publ. Co. New York.
[USDA] United State Departement of Agriculture. 1996. Soil Quality
Indicators:Organic Matter. Washington DC: Natural Resources
Conservation Service. hlm 2.
Waugh DL, Cate RB, Nelson LA. 1973. Discontinuous model for rapid
correlation, interpretation, and utilization of soil analysis and fertilizer
response data. Technical Buletin No:7.
Widjaya-Adhi IPG. 1993. Soil testing and formulating fertilizer recommendation.
Indo. Agric. Res. Rev J. 15(4):71-79.
Widjaja-Adhi IPG. 1995. Penggunaan Uji Tanah dan Analisis Daun Sebagai
Dasar Rekomendasi Pemupukan. [Materi Kuliah dan Praktikum]
Pelatihan dan Pembinaan Uji Tanah dan Analisis Tanaman. Bogor:
Litbang Pertanian. 23 Januari – 4 Februari 1995.
LAMPIRAN
4
Lampiran 1 Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah
Nilai
Parameter
C-organik (%)
N (%)
C/N ratio
P2O5 HCl 25% (mg/100g)
P2O5 (ppm)
K2O (mg/100g)
K2O-Morgan (ppm)
KTK (me/100g)
Susunan Kation :
Ca (me/100g)
Mg (me/100g)
K (me/100g)
Na (me/100g)
Kejenuhan Basa (%)
Sangat
Rendah
<1
<0.1
<5
<15
<4
<10
<10
<5
<2
<0.3
<0.1
<0.1
<20
Rendah
Sedang
Tinggi
1-2
0.1 - 0.2
5 – 10
15-20
5–7
10 - 20
10-20
5 – 16
2-2
0.21 - 0.5
11 – 15
21-40
8 – 10
21 - 40
21-40
17 – 24
3-5
0.51 - 0.75
16 – 25
41-60
11 – 15
41 - 60
41-60
25 – 40
Sangat
Tinggi
>5
>0.75
>25
>60
>15
>60
>60
>40
2-5
6 - 10
11 - 20
>20
0.4 – 1.0 1.1 – 2.0
2.1 – 8.0
>8
0.1 – 0.3 0.4 – 0.5
0.6 – 1.0
>1
0.1 – 0.3 0.4 – 0.7
0.8 – 1.0
>1
20 - 40
41 - 60
61 - 80
>80
pH H2O
Sangat Masam
Masam
Agak
Netral
Agak
Alkalis
Masam
Alkalis
<4.5
4.5 – 5.5
5.5 – 6.5
6.6 – 7.5
7.6 – 8.5
> 8.5
Sumber : Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air dan Pupuk. Balai
Penelitian Tanah, 2005.
1
4
Lampiran 2 Tabel data iklim selama penelitian berlangsung tahun 2010
Bulan
April
Curah hujan
(mm)
527.0
Temperature
(0C)
27.10
Kelembaban
(%)
77.00
Hari hujan
(hari)
21
Mei
330.9
26.70
84.00
18
Juni
303.4
25.89
85.85
22
Juli
270.4
25.78
83.58
22
Agustus
477.6
25.75
83.97
24
September
601.0
25.29
83.75
29
Oktober
436.2
25.40
86.00
26
November
284.3
25.00
82.00
27
Desember
177.3
25.50
83.20
29
Jumlah
3408.1
232.41
749.35
162
Rata-rata
378.6
25.82
83.26
23.14
Sumber : Pusat Data dan Informasi Badan Meteorologi Klimatologi dan
Geofisika, Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor, 2010.
2
4
3
Lampiran 3 Gambar tanaman katuk umur 13 MST pada berbagai perlakuan pupuk
0 kg N/ha
50 kg N/ha
100 kg N/ha
150 kg N/ha
200 kg N/ha
a) Gambar tanaman katuk umur 13 MST pada perlakuan pupuk N
0 kg P2O5/ha
67.5 kg P2O5/ha
135 kg P2O5/ha 202.5 kg P2O5/ha 270 kg P2O5/ha
b) Gambar tanaman katuk umur 13 MST pada perlakuan pupuk P
0 kg K2O/ha
c)
67.5 kg K2O/ha 135 kg K2O/ha
202.5 kg K2O/ha
Gambar tanaman katuk umur 13 MST pada perlakuan pupuk K
270 kg K2O/ha
Download