penelitian retrospektif pasien cedera kepala januari – desember

advertisement
PREVALENSI KANKER PAYUDARA DI SUB BAGIAN
BEDAH ONKOLOGI RSUD Dr MOEWARDI
PERIODE OKTOBER 2014 – OKTOBER 2015
(RETROSPEKTIF)
OCTAVIANI
PEMBIMBING:
dr. Widyanti Soewoto SpB(K)Onk
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS BEDAH I
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2016
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker payudara adalah keganasan yang paling sering pada wanita di negara
maju dan nomor satu di negara berkembang dan merupakan 29% dari seluruh kanker
yang didiagnosis tiap tahun. Berdasarkan Phatological Based Registration di Indonesia,
kanker payudara menempati urutan pertama dengan frekuensi relatif sebesar 18,6%. (
Data Kanker di Indonesia tahun 2010, menurut data Histopatologik ; Badan Registrasi
Kanker Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia (IAPI) dan Yayasan Kanker
Indonesia (YKI).
Diperkirakan angka kejadiannya di Indonesia adalah 12/100.000 wanita,
sedangkan di Amerika adalah sekitar 92/100.000 wanita dengan mortalitas yang cukup
tinggi yaitu 27/100.000 atau 18% dari kematian yang dijumpai pada wanita. Penyakit ini
juga dapat diderita laki-laki dengan frekuensi sekitar 1%. Berdasarkan Profil Kesehatan
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008, wilayah di jawa tengah dengan angka kejadian
tertinggi berada di Semarang sebanyak 4215 kasus, diikuti Surakarta sebanyak 3829
kasus,
Sukoharjo
sebanyak
771
kasus,
dan
Kudus
sebanyak
456
kasus.
(Anggorowati,2013). Menurut YKP jakarta, 10 dari 10.000 penduduk Indonesia terkena
ca mammae (YKPJ,2005).
Di Indonesia, lebih dari 80% kasus ditemukan berada pada stadium yang lanjut,
dimana upaya pengobatan sulit dilakukan. Oleh karena itu perlu pemahaman tentang
upaya pencegahan, diagnosis dini, pengobatan kuratif maupun paliatif serta upaya
rehabilitasi yang baik, agar pelayanan pada penderita dapat dilakukan secara optimal.
Berdasarkan data yang telah diuraikan , penulis tertarik untuk mengetahui kasus
karker payudara dalam ruang lingkup yang lebih kecil yaitu di Sub Bagian Bedah
Onkologi rumah sakit moewardi periode oktober 2014 – oktober 2015.
B. Tujuan
Untuk mengetahui prevalensi kanker payudara di sub bagian bedah onkologi RS
Dr. Moewardi Surakarta sejak oktober 2014 – oktober 2015
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
Kanker payudara (carcinoma mammae) adalah karsinoma yang berasal dari
duktus atau lobulus payudara, merupakan masalah global dan isu kesehatan internasional
yang penting. Kanker payudara adalah keganasan paling sering pada wanita di negara
maju dan nomor satu di negara berkembang dan merupakan 29% dari seluruh kanker
yang di diagnosis tiap tahun(suyatno,2009).
Faktor resiko :
1) Usia, ca mammae jarang ditemui pada usia muda kecuali pada kasus familial
tertentu. Kejadian menurut usia naik sejalan dengan bertambahnya usia.
Kejadian puncak kanker payudara terjadi pada usia 40-45 tahun. Kejadian
kanker payudara akan meningkat cepat pada usia reproduktif, kemudian
setelah itu meningkat dengan kecepatan yang lebih rendah (indrati,2006).
2) Jenis kelamin, insiden kanker payudara pada wanita dibanding pria lebih dari
100:1. Secara umum 1 dari 9 wanita Amerika akan menderita kanker payudara
sepanjang hidupnya. Kanker payuadra pada pria harus diwaspai sejak dini
karena bisa juga mengakibatkan kematian sebagaimana yang terjadi pada
wanita(Harianto,2005).
3) Hormonal, perubahan pertumbuhan tampak setelah penambahan atau
pengurangan hormone yang merangsang atau menghambat ca mammae.
Paritas dan menyusui dikabarkan menurunkan resiko terjadinya ca mammae.
Kadar estradiol serum juga memiliki hubungan dengan resiko terjadinya ca
mammae pada wanita pra maupun pasca menopause. Adanya hormone
progesterone endogen yang berlebihan juga berpengaruh menjadi factor resiko
ca mammae. Hormone progesterone yang dilepaskan akan ditangkap oleh
reseptor progesterone (PR). Bila pada pemeriksaan didapatkan PR positif
berarti pertumbuhan carcinoma dapat dipengaruhi oleh hormone progesterone.
Menarche dibawah 12 tahun risiko 1,7-3,4 kali. Menopause usia diatas 55
tahun risiko 1,5 kali. Pengunaan oral kontrasepsi lebih dari 8-10 tahun juga
meningkatkan risiko. Umur menstruasi yang lebih awal berhubungan dengan
lamanya paparan hormon estrogen dan progesteron pada wanita yang
3
berpengaruh
terhadap
proses
proliferasi
jaringan
termasuk
jaringan
payudara(Indrati,2006).
4) Riwayat keluarga, kemungkinan untuk menderita carcinoma mammae dua
sampai tiga kali lebih besar pada wanita yang usianya atau saudara
kandungnya menderita ca mammae. Kemungkinan ini lebih besar bila ibu atau
saudara kandung tersebut menderita karsinoma bilateral atau kanker pada pra
menopause(Harianto,2005).
5) Usia melahirkan anak pertama, jika usia 30 atau lebih resiko 2 kali dibanding
wanita yang melahirkan usia kurang dari 20 tahun. Nullipara dan usia
melahirkan anak pertama diatas 30 tahun dilaporkan dapat meningkatkan
risiko perkembangan kanker payudara. Wanita yang melahirkan anak pertama
pada usia diatas 35 tahun memiliki risiko sedikit lebih besar dibandingkan
wanita nullipara. Diperkirakan periode diantara usia menarche dan usia
kehamilan pertama terjadi ketidakseimbangan hormon dan jaringan payudara
sangat peka terhadap hal tersebut sehingga periode ini merupakan permulaan
dari perkembangan kanker payudara(Harianto,2005).
6) Lingkungan, obesitas dapat menaikkan resiko terjadinya ca mammae.
Merokok juga dapat meningkatkan resiko karena kandungan zat pada rokok
yang bersifat karsinogenik. alcohol juga diperkirakan meningkatkan resiko
carcinoma mammae. (Suyatno,2010)
Klasifikasi Ca mammae berdasarkan gambaran histology
1) Non invasive
a) Carcinoma duktus in situ, secara makroskopis dapat menghasilkan suatu
massa keras yang terdiri atas struktur-struktur seperti tali dan massa nekrotik.
b) Carcinoma lobules in situ, tidak menghasilkan lesi yang dapat diraba dan tidak
terlihat pada mammografi
2) invasive
a) Carcinoma duktus invasive, merupakan bentuk yang paling umum sekitar 6580% dari carcinoma mammae. secara histologis, jaringan ikat padat tersebar
berbentuk sarang. Secara makroskopis tumor berupa massa infiltrative
4
berwarna putih keabuan yang teraba keras seperti batu dan berpasir.
b) Carcinoma lobular invasive, merupakan carcinoma infiltrative yang tersusun
atas sel-sel berukuran kecil dan seragam dengan sedikit pleimorfisme.
c) Carcinoma musinosum, didapatkan sejumlah besar mucus intra dan
ekstraseluler yang dapat dilihat secara makroskopik dan mikroskopis.
d) Carcinoma meduler, secara makroskopis berbentuk bulat dengan ukuran yang
berbeda-beda dengan batas yang tegas dan konsisten lunak berwarna coklat
sampai abu-abu.
e) Carcinoma adenokistik, merupakan carcinoma invasive dengan karakteristik
sel yang berbentuk klibriformis.(Suyatno,2010)
Klasifikasi stadium Ca Mammae berdasarkan UICC (Union International Contra Le
Cancer) ataupun AJCC (American Joint Committe on Cancer Staging and End Resulls
Reporting)
a) Klasifikasi TNM
T artinya Tumor, N artinya Nodule (kelenjar regional yang membesar), M artinya
Metastase jauh, dibedakan TIS, T1, T2, T3. Masing-masing kategori dibagi menjadi
beberapa tingkatan diantaranya :
1) T atau tumor
Tx : Tumor primer tidak dapat ditentukan
Tis : Karsinoma in situ dan penyakit paget pada papilla tanpa teraba tumor
T0 : Tidak ada bukti adanya tumor primer
T1 : Ukuran tumor 2cm atau kurang
T1a : Tidak ada perlekatan atau infiltrasi ke fasia pektoralis atau otot paktoralis.
T1b : Dengan perlekatan atau infiltrasi ke fasia pektoralis atau otot paktoralis.
T2 : Ukuran tumor 2cm – 5cm
5
T2a : Tidak ada perlekatan ke fasia pektoralis atau otot paktoralis.
T2b : Dengan perlekatan ke fasia pektoralis atau otot paktoralis.
T3 : Ukuran tumor lebih dari 5cm
T3a : Tidak ada perlekatan ke fasia pektoralis atau otot paktoralis.
T3b : Dengan perlekatan atau infiltrasi ke fasia pektoralis atau otot paktoralis.
T4 : Tumor dengan besar berapa saja tetapi dengan infiltrasi ke dinding toraks atau kulit.
T4a : Dengan fiksasi ke dinding toraks
T4b :Dengan edema, infiltrasi atau ulserasi kulit, atau kulit yang berbiji-biji
2) N atau Kelenjar limfe regional
Nx : Kelenjar regional tidak dapat ditentukan
N0 : Tidak teraba kelenjar limfe di ketiak homolateral
N1 : Teraba kelenjar limfe di ketiak homolateral yang dapat digerakkan
N1a : Kelenjar limfe yang diduga bukan anak sebar
N1b : Kelenjar limfe yang diduga anak sebar
N2 : Kelenjar limfe ketiak homolateral, berlekatan satu sama lain atau melekat ke
jaringan sekitarnya
N3 : Kelenjar limfe infra dan supraklavikular homolateral
3) M atau metastase jauh atau anak sebar
Mx : Tidak dapat ditentukan metastase jauh
M0 : Tidak ada anak sebar jauh
M1 : Ada anak sebar jauh ditambah dengan infiltrasi kulit sekitar payudara
6
b) Klasifikasi Menurut Derajat Diferensiasi
Saat ini, sistem klasifikasi yang masih digunakan salah satunya adalah sistem kelas
Scarff-Bloom-Richardson. Untuk memakai sistem ini maka dilakukan pemeriksaan
histologi dengan melihat jaringan pada payudara dan dilihat menggunakan mikroskop.
(Hanna, 2007)
Interpretasi :
1) Derajat I : Skor 3-5, berdiferensiasi baik
2) Derajat II : Skor 6-7, berdiferensiasi sedang
3) Derajat III : Skor 8-9, berdiferensiasi buruk
Diagnosis
1) Anamnesis, harus mencakup status haid, status perkawinan, partus, laktasi,
riwayat kelainan payudara sebelumnya, riwayat keluarga.
2) Pemeriksaan fisik
a) Inspeksi, dilihat ukuran, simetri kedua payudara, dan apakah ada benjolan
tumor atau perubahan patologik kulit misal ada cekungan, kemerahan, edema,
erosi, nodul, dan lainnya. Perhatikan juga kedua papilla mammae simetri apa
tidak, ada distorsi atau kelainan lain apa tidak.
b) Palpasi, periksa secara rinci dan catat ukuran, lokasi, konsistensi, kondisi
batas, permukaan, mobilitas, nyeri tekan, dan lainnya. Periksa apakah tumor
itu melekat dengan dasar kulit atau tidak.
3) Pemeriksaan penunjang
a) Mammografi, kelebihan mammografi adalah dapat menampilkan nodul yang
sulit dipalpasi atau terpalpasi atipikal menjadi gambar, dapat menemukan lesi
mammae yang tanpa nodul namun terdapat bercak mikrokalsifikasi, dapat
digunakan untuk analisis diagnostic dan rujukan tindak lanjut. Ketepatan
diagnostic sekitar 80%
b) USG, transduser frekuensi tinggi dan pemeriksaan dopler tidak hanya dapat
membedakan dengan sangat baik tumor kistik atau padat, tapi juga dapat
7
mengetahui pasokan darahnya serta kondisi jaringan sekitarnya, Menjadi
dasar diagnosis yang sangat baik.
c) MRI Mammae, memiliki sensitivitas dan spesifisitas tinggi dalam diagnosis
karsinoma mammae stadium dini.
d) Pemeriksaan sitologi, dengan metode aspirasi jarum halus. Metode ini caranya
sederhana, aman dan akurasinya mencapai lebih dari 90%.
e) Pemeriksaan biopsi, dapat berupa biopsi eksisi atau insisi. Di RS yang
menyediakan dapat dilakukan potong beku saat operasi. bila tidak ada
perlengkapan itu, untuk carcinoma mammae yang dapat dioperasi tidak sesuai
dilakukan insisi tumor, untuk menghindari penyebaran iatrogenic tumor.
f) Pemeriksaan histopatologi, meliputi pemeriksaan makroskopik jaringan
disertai seleksi sampel jaringan untuk pemeriksaan mikroskopik. Pemeriksaan
hormonal dengan memeriksa reseptor progesterone dan estrogen. Langkah
pertama kerja suatu hormone adalah pengikatan hormone pada reseptor
spesifik di sel target. Sel yang tidak memiliki reseptor untuk hormone tersebut
tidak akan berespons. ketika hormone terikat pada reseptornya, hal tersebut
akan menginisiasi serangkaian reaksi di dalam sel, dengan setiap tahap reaksi
yang semakin teraktivasi sehingga sejumlah kecil konsentrasi hormone dapat
berpengaruh besar. reseptor progesterone adalah reseptor yang mengikat
hormone progesterone. Cara mengevaluasi reseptor progesterone sesuai
dengan persentase sel positif dibanding dengan jumlah total sel tumor dan
intensitas pewarnaan sendiri.
Penilaian persentase sel positif menggunakan system numeric yaitu 0 (0% sel
positif), 1 (<10%), 2 (11-50%), 3 (51-80%), 4 (>80%)
4) Penatalaksanaan
a) Terapi bedah, pasien yang pada awal terapi termasuk stadium 0,I,II dan
stadium III disebut carcinoma payudara operable
b) Kemoterapi, kemoterapi pra operasi mungkin dapat membuat sebagian
carcinoma mammae lanjut non operable menjadi kanker mammae operable.
Kemoterapi adjuvant pasca operasi
8
c) Radioterapi
d) Terapi hormonal, melalui pemeriksaan ER dan PR dari tumor untuk
menentukan efek terapi hormonal. Pasien dengan hasil pemeriksaan positif
tergolong karsinoma payudara tipe tergantung hormone, hasil terapi hormone
baik. Terapi hormonal terutama mencakup bedah dan terapi hormone.
5) Pencegahan
Mencegah carcinoma mammae dapat dimulai dari menghindarkan faktor
penyebab kemudian juga menemukan kasus dini sehingga dapat dilakukan
pengobatan kuratif. Pemeriksaan payudara sendiri oleh seorang wanita sekitar hari
kedelapan menstruasi dapat dianjurkan. Pemeriksaan oleh dokter bila ada yang
dicurigai dan bila seseorang tergolong dalam resiko tinggi, diperlukan pada waktu
tertentu bila usianya diatas 35 tahun. Bila perlu dapat dilakukan mammografi.
9
III. RANCANGAN PENELITIAN
A. METODE
Metode yang digunakan dalam pembuatan hasil penelitian ini adalah
dengan metode deskriptif retrospektif.
B. BAHAN DAN CARA
Data diambil dari Rekam medis RSDM Surakarta, seluruh pasien ca mammae
mulai oktober 2014– oktober 2015 yang rawat inap.
10
IV. HASIL
Data diambil dari pasien yang datang ke RS Dr. Moewardi Surakarta dengan ca
mammae sejak oktober 2014 – oktober 2015. Dari data tersebut didapatkan 904 pasien
ca mammae.
A. Profil Pasien carcinoma mammae berdasarkan usia
Usia
Jumlah
Persentase
< 30 tahun
6 orang
0,6%
30 – 40 tahun
125 orang
13,8%
41 – 50 tahun
342 orang
37,9%
51 – 60 tahun
267 orang
29,5%
61 – 70 tahun
127 orang
14,1%
71 – 80 tahun
31 orang
3,5%
>81 tahun
6 orang
0,6%
Berdasarkan distribusi usia kelompok terbanyak pada usia 41 – 50 tahun(37,9%)
B. Profil Pasien carcinoma mammae berdasarkan hasil PA
Hasil PA
Jumlah
Persentase
Ca duktus invasif
511 orang
56 %
Ca lobular invasif
282 orang
31 %
Ca meduler
69 orang
7%
Ca adenokistik
16 orang
2%
Ca mucinosum
26 orang
4%
Berdasarkan gambaran histology yang terbanyak ca duktus invasif (56%)
11
C. Profil Pasien carcinoma mammae berdasarkan usia melahirkan anak pertama
Usia melahirkan anak
Jumlah
Persentase
> 30 tahun
507 orang
56 %
< 30 tahun
397 orang
44 %
Berdasarkan usia melahirkan anak pertama sebanyak 507 orang (56%)
D. Profil Pasien carcinoma mammae berdasarkan riwayat menarche
Riwayat menarche
Jumlah
Persentase
Dibawah 12 tahun
497 orang
55%
Diatas 12 tahun
407 orang
45 %
Berdasarkan usia menarche dibawah 12 tahun sebanyak 497 orang (55%)
E. Profil Pasien carcinoma mammae berdasarkan hormonal defense
Hormonal
Jumlah
Persentase
Hormonal defense
687 orang
75%
Non hormonal defense
217 orang
25%
Berdasarkan hormonal defense sebanyak 687 orang (75%)
12
V. PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian di Sub Bagian Bedah Onkologi FK UNS / RS Dr.
Moewardi Surakarta sejak Oktober 2014– Oktober 2015 didapatkan 904 kasus ca
mammae dengan perincian sebagai berikut :
Berdasarkan faktor resiko dari usia, ditemukan paling banyak pada usia 41-50
tahun sebanyak 342 orang ( 37,9%) sesuai dengan kejadian puncak kanker payudara
terjadi pada usia 40-45 tahun. Riwayat usia melahirkan anak pertama diatas usia 30
tahun sebanyak 507 orang (56%) sesuai dengan pernyataan Caleste yang dikutib oleh
Harianto (2005) bahwa usia melahirkan anak pertama diatas 30 tahun dilaporkan
dapat meningkatkan risiko perkembangan kanker payudara. Hal ini dikarenakan
periode
diantara
usia
menarche
dan
usia
kehamilan
pertama
terjadi
ketidakseimbangan hormon dan jaringan payudara sangat peka terhadap hal tersebut,
sehingga periode ini merupakan permulaan dari perkembangan kanker payudara
(Chlebowski, 2009). Riwayat menarche kurang dari 12 tahun didapatkan 497 orang
(55%), sesuai dengan literatur bahwa menarche dibawah 12 tahun mempunyai resiko
1,7-3,4 kali terkena ca mammae.
Berdasarkan pada pemeriksaan hormonal defence didapatkan 687 orang
(75%), sesuai yang diungkapkan oleh suyatno 2010 bahwa pertumbuhan ca mammae
dipengaruhi oleh hormonal.
Berdasarkan insiden dari gambaran histology ca mammae didapatkan jenis
carcinoma duktus invasive sebanyak 511 orang (56 %) sesuai dengan suyatno, 2010
bahwa bentuk yang paling umum adalah carcinoma duktus invasive sekitar 65-80%
dari semua jenis ca mammae.
13
VI. KESIMPULAN
- Kanker payudara merupakan keganasan nomor satu di negara berkembang
-
Kasus ca mammae di RSDM periode oktober 2014 – oktober 2015 adalah
sebanyak 904 kasus dengan insiden terbanyak pada usia 41-50 tahun, usia
melahirkan anak pertama lebih dari 30 tahun, menarche kurang dari 12 tahun
mempunyai faktor resiko terkena lebih besar.
-
Timbulnya ca mammae lebih banyak dipengaruhi oleh hormonal sesuai dengan
jumlah kasus defence hormonal sebanyak 687 kasus. Dan hasil histology
terbanyak adalah carcinoma duktus invasive.
14
VII. DAFTAR PUSTAKA
Anggorowati L., (2013) : Faktor risiko kanker payudara wanita . jurnal kesehatan
masyarakat. http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kemas
Celeste L. Breast Cancer, Pharmacoteraphy Hand Book 5th Ed
Chlebowski, R.T. (2009): Breast Cancer after Use Estrogen plus progestin in
postmenopausal women. The New England Journal of Medicine, 360 (6)
Harianto.,Mutiara R., Surachmar H.,(2005) : Risiko penggunaan pil kontrasepsi
kombinasi terhadap kejadian kanker payudara pada reseptor KB di perjan
RS.Dr.Cipto Mangunkusumo. Majalah Ilmu Farmasi, 2(1)
Indrati R, Setyawan H, Handojo D.,(2006) : Faktor – faktor risiko yang berpengaruh
terhadap kejadian kanker payudara wanita. www.pdffactory.com.
Komite nasional penanggulangan kanker., (2015) : Kanker payudara ., Panduan
nasional penanganan kanker 2010
Manuraba, TW., (2010) : Kanker payudara., Panduan penatalaksanaan kanker solid
peraboi 2010., 15-48
Pratama A., (2007) : Kejadian karsinoma payudara di rumah sakit immanuel bandung
periode januari 2005 sampai dengan desember 2006
Rajidi I., (2010) : Epidemiologi kanker pada wanita. Jakarta : EGC
Suyatno, Pasaribu ET., (2010 ) : Kanker payudara., Bedah onkologi diagnostik dan
terapi ., 35-81
15
Van de velde JH, Bosman FT, Wagener DJ., (1996) : Tumor payudara., Onkologi.,
467- 492
Yayasan Kanker Indonesia., 2012 : Epidemiologi Kanker Payudara di Indonesia.
http://yayasankankerindonesia.org/category/article
16
Download