Semua Lembaran Informasi Spiritia

advertisement
Yayasan Spiritia
LEMBARAN INFORMASI
tentang
HIV dan AIDS
untuk
ORANG YANG HIDUP DENGAN HIV
(Odha)
Yayasan Spiritia
Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Johar Baru, Jakarta 10560
Tel: (021) 422-5163, 422-5168 Fax: (021) 4287 1866
E-mail: [email protected]
Situs web: http://spiritia.or.id/
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 001
DAFTAR LEMBARAN INFORMASI
No.
Judul
Tanggal
Informasi Dasar
001
101
102
103
106
Daftar Lembaran Informasi
Apa AIDS Itu?
Tes HIV
Infeksi HIV Primer
Siklus Hidup HIV
22 Jan 2015
1 Sep 2014
22 Jan 2015
7 Feb 2014
1 Jul 2014
Tes Laboratorium
120
121
122
123
124
125
126
135
136
Hasil Tes Lab Normal
Hitung Darah Lengkap
Tes Kimia Darah
Tes Gula & Lemak Darah
Tes CD4
Tes Viral Load
Resistansi terhadap Obat
Tes Fungsi Hati
Tes Fungsi Ginjal
5 Nov 2007
8 Mei 2014
8 Mei 2014
31 Jul 2014
8 Mei 2014
6 Mar 2014
6 Mar 2014
6 Mar 2014
1 Jun 2014
Pencegahan Penularan HIV
152
154
156
160
165
166
Berapa Tingkat Risiko
Penggunaan Narkoba & HIV
Profilaksis Pascapajanan
Profilaksis Prapajanan
Pencegahan Positif
Daya Menular
7 Feb 2014
6 Mar 2014
7 Apr 2014
1 Okt 2014
22 Jan 2015
1 Okt 2014
Hidup dengan HIV
207 Vaksinasi untuk Odha Dewasa
1 Jul 2014
Terapi Antiretroviral
401
402
403
404
405
406
407
411
413
414
415
416
417
419
420
427
431
432
434
435
442
443
444
446
447
448
449
450
455
461
462
465
466
467
Penggunaan Obat Antiretroviral
Nama Obat Antiretroviral
Terapi Antiretroviral (ART)
Pedoman Nasional ART
Kepatuhan terhadap Terapi
Terapi Berdenyut
Interaksi Obat
AZT (Zidovudine)
ddI (Didanosine)
d4T (Stavudine)
3TC (Lamivudine)
Abacavir
Duviral (AZT + 3TC)
Tenofovir
FTC (Emtricitabine)
Hidroksiurea
Nevirapine
Efavirenz
Etravirine
Rilpivirine
Ritonavir
Saquinavir
Nelfinavir
Lopinavir/Ritonavir
Atazanavir
Fosamprenavir
Tipranavir
Darunavir
Cobicistat
Enfuvirtide
Maraviroc
Raltegravir
Elvitegravir
Dolutegravir
7 Apr 2014
7 Apr 2014
14 Des 2014
1 Okt 2014
4 Feb 2014
7 Apr 2014
14 Des 2014
6 Mar 2014
6 Mar 2014
7 Apr 2014
7 Apr 2014
3 Jan 2015
6 Mar 2014
7 Apr 2014
7 Apr 2014
4 Feb 2014
24 Des 2014
7 Apr 2014
8 Mei 2014
7 Apr 2014
7 Apr 2014
3 Jan 2015
1 Jun 2014
7 Feb 2014
9 Des 2014
7 Apr 2014
9 Des 2014
1 Jun 2014
13 Nov 2014
1 Jun 2014
1 Jul 2014
14 Des 2014
4 Des 2013
1 Okt 2014
No.
Judul
Tanggal
No.
Judul
Penguatan Sistem Kekebalan
Populasi Pasien
481
482
483
484
485
610
611
612
613
614
616
617
618
619
Pemulihan Kekebalan
3 Jan 2015
Interleukin-2
3 Jan 2015
Sindrom Pemulihan Kekebalan 22 Jan 2015
HIV dan Peradangan
24 Des 2014
Apakah HIV Dapat
Disembuhkan?
1 Sep 2014
494 Narkoba
1 Jun 2014
Infeksi Oportunistik
500
501
502
503
504
505
506
507
508
509
510
511
512
513
514
515
516
517
518
519
520
525
526
527
528
Infeksi Oportunistik
Virus Sitomegalia (CMV)
Kriptosporidiosis
Meningitis Kriptokokus
Masalah Saraf & Demensia
Hepatitis
Hepatitis C (HCV) & HIV
Human Papillomavirus (HPV)
Sarkoma Kaposi (KS)
Limfoma
MAC (Mycobacterium Avium
Complex)
Moluskum
PCP (Pneumonia Pneumocystis)
PML
Herpes Zoster
Tuberkulosis (TB)
Kandidiasis
Toksoplasmosis
Wasting AIDS
Herpes Simpleks
Kanker dan HIV
Penisiliosis
Limfadenopati
Histoplasmosis
Steatosis
1 Jun 2014
7 Feb 2014
1 Sep 2014
1 Sep 2014
8 Mei 2014
8 Mei 2014
31 Okt 2014
6 Mar 2014
8 Mei 2014
6 Nov 2014
9 Des 2014
1 Sep 2014
1 Jun 2014
1 Sep 2014
1 Sep 2014
7 Feb 2014
9 Des 2014
9 Des 2014
31 Jul 2014
1 Jul 2014
31 Jul 2014
1 Jun 2014
1 Jun 2014
1 Jun 2014
1 Jun 2014
Obat untuk Infeksi Oportunistik
530
531
532
533
534
535
Azitromisin
Siprofloksasin
Klaritromisin
Dapson
Flukonazol
Kotrimoksazol
25 Des 2014
24 Des 2014
9 Des 2014
1 Jun 2014
3 Jan 2015
24 Des 2014
Obat Lain terkait HIV
540 Megestrol (Megace)
541 Metadon
542 Buprenorfin
2 Sep 2014
8 Mei 2014
8 Mei 2014
Efek Samping
550
551
552
553
554
555
556
557
558
559
560
561
562
Efek Samping
Kelelahan
Anemia
Lipodistrofi
Diare
Neuropati Perifer
Toksisitas Mitokondria
Osteoporosis
Depresi
Osteonekrosis
Rasa Nyeri
Hepatotoksisitas
Sindrom Stevens-Johnson
1 Jul 2014
1 Jun 2014
1 Jul 2014
1 Jun 2014
1 Jun 2014
7 Feb 2014
8 Mei 2014
9 Des 2014
1 Sep 2014
9 Des 2014
1 Jun 2014
6 Nov 2014
25 Nov 2014
Tanggal
Perempuan dan HIV
Kehamilan dan HIV
Anak dan HIV
Pasangan Status HIV Berbeda
Diagnosis HIV pada Bayi
Orang Lansia dan HIV
Memperoleh Keturunan
Pengobatan AIDS untuk Anak
Terapi Antiretroviral untuk Anak
9 Des 2014
16 Jul 2014
16 Jul 2014
16 Jul 2014
16 Jul 2014
1 Okt 2014
6 Mar 2014
16 Jul 2014
16 Jul 2014
Masalah terkait HIV
620
621
623
624
651
652
653
654
Masalah Kulit
8 Mei 2014
Masalah Penglihatan
8 Mei 2014
Masalah Haid
25 Nov 2014
Afte (Seriawan)
8 Mei 2014
HIV dan Penyakit Ginjal
6 Nov 2014
HIV & Penyakit Kardiovaskular 1 Jun 2014
Masalah Mulut
16 Jul 2014
Diabetes dan HIV
10 Des 2014
Hepatitis C
670
671
672
673
674
675
680
682
683
684
685
695
Siklus Hidup HCV
Tes Laboratorium Hepatitis C
Biopsi Hati
Pencegahan Penularan HCV
Genotipe Hepatitis C
Viral Load Hepatitis C
Interferon dan Ribavirin
Telaprevir
Boceprevir
Simeprevir
Sofosbuvir
Pemeriksaan Hati Noninvasif
3 Jan 2015
8 Mei 2014
8 Mei 2014
1 Jun 2014
25 Nov 2014
6 Mar 2014
2 Sep 2014
7 Apr 2014
8 Mei 2014
4 Feb 2014
4 Feb 2014
19 Apr 2014
Terapi Penunjang
700
724
726
735
740
741
742
760
Terapi Penunjang
DHEA
Echinacea
Silymarin
Kurkuma (Kunyit)
Temu Lawak
Bawang Putih
Hepatoprotektor
6 Nov 2014
6 Nov 2014
6 Nov 2014
6 Nov 2014
6 Nov 2014
6 Nov 2014
6 Nov 2014
6 Nov 2014
Gizi dan Olahraga
800
801
802
803
Gizi
Vitamin dan Zat Mineral
Olahraga dan HIV
Merokok dan HIV
1 Okt 2014
6 Mar 2014
16 Jul 2014
1 Okt 2014
Advokasi
811 Kewaspadaan Standar
813 Konfidensialitas dalam Sarana
Medis
16 Jul 2014
7 Feb 2014
Topik Khusus
851 Cuci Tangan
1 Sep 2014
Referensi
930 Pemulasaraan Jenazah
950 Profilaksis Kotri untuk Bayi &
Anak
951 Profilaksis Kotri untuk Dewasa
999 Daftar Istilah
7 Jul 2006
1 Jul 2010
10 Sep 2006
6 Sep 2013
Diperbarui 22 Januari 2015
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 101
APA AIDS ITU?
Apa Artinya ‘AIDS’?
AIDS adalah kependekan dari ‘Acquired
Immune Deficiency Syndrome’. Acquired
berarti didapat, bukan keturunan. Immune
terkait dengan sistem kekebalan tubuh
kita. Deficiency berarti kekurangan. Syndrome atau sindrom berarti penyakit
dengan kumpulan gejala, bukan gejala
tertentu. Jadi AIDS berarti kumpulan
gejala akibat kekurangan atau kelemahan
sistem kekebalan tubuh yang dibentuk
setelah kita lahir.
AIDS disebabkan oleh virus yang
disebut HIV atau Human Immunodeficiency Virus. Bila kita terinfeksi HIV,
tubuh kita akan mencoba menyerang
infeksi. Sistem kekebalan kita akan
membuat ‘antibodi’, molekul khusus yang
menyerang HIV itu.
Tes darah untuk HIV mencari antibodi
tersebut. Jika ditemukan antibodi tersebut
di darah kita, berarti kita terinfeksi HIV.
Orang yang mempunyai antibodi terhadap
HIV disebut ‘HIV-positif’ atau terinfeksi
HIV. Lihat Lembaran Informasi (LI) 102
untuk informasi lebih lanjut tentang tes
HIV.
Menjadi terinfeksi HIV bukan berarti
kita AIDS. Banyak orang terinfeksi HIV
tidak menjadi sakit selama bertahuntahun. Semakin lama kita terinfeksi HIV,
semakin rusak sistem kekebalan tubuh
kita. Virus, parasit, jamur dan bakteri yang
biasanya tidak menimbulkan masalah bagi
kita dapat menyebabkan penyakit jika
sistem kekebalan tubuh rusak. Penyakit
ini disebut ‘infeksi oportunistik (IO)’.
Lihat LI 500 untuk informasi tentang IO.
Bagaimana Kita Terkena AIDS?
Sebetulnya, kita tidak ‘terkena’ AIDS.
Kita mungkin terinfeksi HIV, dan kemudian mengembangkan AIDS. Kita dapat
tertular HIV dari seseorang yang sudah
terinfeksi, walaupun orang itu tidak
kelihatan sakit, bahkan dengan hasil tes
HIV yang tidak positif. Darah, cairan
vagina, air mani dan air susu ibu seseorang
yang terinfeksi HIV mengandung virus
yang cukup untuk menularkan orang lain.
Sebagian besar orang tertular HIV
melalui:
y hubungan seks dengan orang yang
terinfeksi HIV
y penggunaan jarum suntik bergantian
dengan orang yang terinfeksi HIV
y kelahiran oleh ibu yang terinfeksi, atau
disusui oleh perempuan yang terinfeksi
HIV
Dulu ada yang tertular HIV melalui
transfusi darah yang mengandung HIV
(diambil dari seorang yang terinfeksi
HIV), tetapi sekarang darah PMI diskrining secara sangat hati-hati, dan
risikonya sangat rendah.
Belum ada kasus HIV ditularkan melalui
air mata atau air ludah. Namun HIV bisa
menular melalui seks oral (hubungan seks
dengan mulut), bahkan dengan ciuman
dalam. Penularan melalui ciuman dalam
sangat jarang terjadi, kecuali jika ada luka
berat pada mulut, atau gusi berdarah.
Pada 2012, Kemenkes memperkirakan
ada 591.718 orang terinfeksi HIV di Indonesia. Namun pada akhir Maret 2014,
hanya ada 134.053 orang diketahui terinfeksi HIV melalui tes sukarela. Pada
waktu yang sama, 54.231 orang dilaporkan sudah sampai ke stadium AIDS dan
9.615 diketahui sudah meninggal dunia
akibatnya.
Apa yang Terjadi Bila Kita
Terinfeksi HIV?
Kita mungkin tidak tahu bahwa kita baru
terinfeksi HIV. Kurang lebih 2-3 minggu
setelah tertular, beberapa orang mengalami gejala mirip flu: demam, sakit
kepala, otot dan sendi yang sakit, sakit
perut, kelenjar getah bening yang bengkak, atau ruam pada kulit selama satu atau
dua minggu. Gejala ini biasanya hilang
tanpa diobati. Kebanyakan orang merasa
ini memang flu. Beberapa orang tidak
mengalami gejala apa pun. Lihat LI 103
untuk informasi lebih lanjut tentang tahap
awal infeksi HIV.
Virus akan menggandakan diri dalam
tubuh kita untuk beberapa minggu atau
bahkan bulan sebelum sistem kekebalan
tubuh kita menanggapinya. Selama masa
ini, hasil tes HIV tetap negatif (yang
kadang dilaporkan sebagai ‘non-reaktif’),
walaupun kita sudah terinfeksi dan bisa
menularkan orang lain.
Setelah menanggapi virus, sistem kekebalan tubuh mulai membuat antibodi.
Setelah dibuat cukup banyak antibodi,
hasil tes HIV akan menjadi positif atau
‘reaktif’. Setelah gejala mirip flu (jika
terjadi), kita akan tetap sehat selama bertahun-tahun – beberapa orang tidak
mengalami gejala selama sepuluh tahun
atau lebih. Namun selama masa tanpa
gejala ini, HIV terus merusak sistem
kekebalan tubuh kita.
Satu cara untuk mengukur kerusakan
pada sistem kekebalan tubuh adalah
dengan menghitung jumlah sel CD4. Sel
ini adalah bagian penting dari sistem
kekebalan tubuh. Orang yang sehat
mempunyai jumlah CD4 antara 500 dan
1.500. Lihat LI 124 untuk informasi lebih
lanjut tentang sel CD4.
Tanpa terapi, jumlah CD4 kita kemungkinan akan terus turun. Kita mungkin
mengalami gejala penyakit HIV, misalnya
demam, keringat malam, diare, atau
pembengkakan kelenjar getah bening.
Gejala ini bertahan lebih dari beberapa hari,
kemungkinan selama beberapa minggu.
Bagaimana Kita Tahu Kita AIDS?
Penyakit HIV menjadi AIDS waktu
sistem kekebalan tubuh kita sangat rusak.
Bila jumlah CD4 kita di bawah 200, atau
persentase CD4 (CD4%) di bawah 14%,
kita dianggap AIDS. Bila kita mengalami
IO tertentu, kita dianggap AIDS. Kemenkes secara resmi mengeluarkan daftar IO
yang mendefinisikan AIDS. Yang paling
umum adalah:
y TB (tuberkulosis), dalam paru atau di
luar paru (LI 515);
y PCP, semacam infeksi paru (LI 512);
y CMV (sitomegalovirus), infeksi yang
biasanya memengaruhi mata (LI 501); dan
y Kandidiasis, infeksi jamur dalam mulut
atau vagina (LI 516).
Gejala lain terkait AIDS termasuk
kehilangan berat badan yang berlebihan,
dan masalah kesehatan lain. Jika tidak
diobati, IO dapat gawat.
AIDS berbeda untuk setiap Odha. Ada
orang yang sampai ke AIDS beberapa
bulan setelah terinfeksi, tetapi kebanyakan
dapat hidup cukup sehat selama bertahuntahun, bahkan setelah AIDS. Sebagian
kecil Odha tetap sehat bertahun-tahun
bahkan tanpa memakai terapi antiretroviral (ART).
Apakah Ada Obat Penyembuh
AIDS?
Walaupun ada dua kasus orang yang
disembuhkan, saat ini belum ada cara
yang aman untuk menyembuhkan HIV
(lihat LI 485). Belum ada cara untuk
memberantas HIV dari tubuh kita. ART
dapat menekan penggandaan virus dengan
akibat kerusakan pada sistem kekebalan
tubuh dihentikan dan dipulihkan. Kita
dapat kembali tetap sehat, asal kita
memakai ART secara patuh.
Obat lain dapat mencegah atau mengobati IO. ART juga mengurangi timbulnya
IO. Namun masih ada beberapa IO yang
sulit diobati.
Diperbarui 1 September 2014 berdasarkan FS 101
The AIDS InfoNet 24 Januari 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 102
TES HIV
Apa Tes HIV Itu?
Bagaimana Kita Dapat Dites?
Apa Artinya Jika Kita Positif?
Tes HIV memberi tahu kita apakah kita
terinfeksi HIV, virus penyebab AIDS.
Kebanyakan tes ini mencari antibodi terhadap
HIV. Antibodi adalah protein yang dibuat oleh
sistem kekebalan tubuh untuk menyerang
kuman tertentu. Antibodi terhadap semua
kuman berbeda, jadi bila ditemukan antibodi
terhadap HIV dalam darah kita, artinya kita
terinfeksi HIV. Ada juga jenis tes lain yang
mencari tanda bahwa virus sendiri ada di
dalam darah, tetapi tes macam ini belum
tersedia di Indonesia.
Semua rumah sakit rujukan AIDS (lebih
dari 300 di seluruh Indonesia) dan satelitnya
menyediakan layanan tes HIV, sering kali di
klinik disebut VCT (voluntary counseling and
testing) atau KTS (Konseling dan Tes HIV
Sukarela). Daftar rumah sakit rujukan dapat
dilihat di situs web Spiritia (lihat alamat di
bawah) atau dari Komisi Penanggulangan
AIDS Daerah. Selain itu ada beberapa klinik
lain yang menyediakan tes HIV, dan tes juga
dapat dilakukan di beberapa laboratorium
swasta, walau sering kali lab tersebut tidak
menyediakan konseling.
Tes kadang disediakan tanpa biaya, tetapi
biasa harganya tidak lebih dari Rp 50.000.
Hasil positif atau reaktif berarti kita
mempunyai antibodi terhadap HIV, dan itu
berarti kita terinfeksi HIV. Hasil tes seharusnya disampaikan kepada kita oleh konselor,
yang akan memberi tahu kita apa dampak
pada kehidupan kita, dan bagaimana kita
dapat memperoleh layanan dan dukungan
kesehatan serta emosional.
Hasil positif bukan berarti kita AIDS (lihat
LI 101 untuk informasi lebih lanjut). Banyak
orang yang positif tetap sehat untuk beberapa
tahun, dan tidak tentu langsung perlu
memakai obat apa pun.
Penerimaan diagnosis HIV sering kali
sangat sulit. Namun kita tidak sendiri, dan
bertemu dengan teman senasib dapat sangat
membantu pada saat itu. Di beberapa daerah,
teman-teman Odha sudah membentuk kelompok dukungan sebaya (KDS) untuk memudahkan proses ini. Minta dirujuk pada KDS
terdekat oleh petugas klinik VCT.
Apa Proses Tes HIV?
Tes yang paling lazim untuk HIV adalah
tes darah. Sekarang juga ada tes yang dapat
mencari antibodi dalam air seni, atau dalam
cairan yang diambil dari dalam mulut (bukan
air liur), digesekkan dari dalam pipi. Tes yang
sering dipakai sekarang disebut tes cepat atau
rapid test, yang mampu menyediakan hasil
dalam 20-30 menit setelah contoh darah atau
cairan lain diambil.
Untuk tes darah, contoh darah kita diambil
dengan jarum suntik sekali pakai, atau tetes
darah diambil setelah jari kita ditusuk dengan
jarum sekali pakai. Jika hasil tes pertama
‘reaktif’ (positif), hal ini menunjukkan kemungkinan kita terinfeksi HIV. Tetapi tes harus
diulang sekali (jika kita mempunyai gejala
penyakit HIV) atau dua kali dengan cara
berbeda untuk memastikan hasilnya benar, dan
dapat dinyatakan ‘positif’. Ini biasanya
dilakukan oleh tempat tes tanpa kita ketahui.
Hasil juga dapat dilaporkan sebagai ‘nonreaktif’ (negatif). Kadang laboratorium juga
melaporkan angka non-reaktif (mis. ‘nonreaktif, 0,34’). Angka ini tidak ada relevansi
sama sekali dan sebaiknya diabaikan.
Sebelum darah diambil, kita wajib diberi
konseling oleh seorang konselor yang terlatih.
Di antara yang lain, konseling ini akan
memberi informasi dasar tentang HIV dan
AIDS, manfaat dan kerugian kita mengetahui
apakah kita terinfeksi, dan bagaimana kita
akan bereaksi jika nanti hasilnya positif.
Setelah itu, kita diminta menyetujui sebelum
darah diambil (sering disebut informed
consent). Kita juga wajib diberi konseling lagi
oleh konselor yang sama saat hasilnya sudah
ada. Hasilnya hanya boleh diberikan pada
kita, dan tidak boleh diberikan pada orang
lain tanpa persetujuan kita. Tempat melaksanakan tes bertanggung jawab untuk
menjamin nama kita dan hasil tes tidak
diketahui orang lain (konfidensialitas – lihat
LI 813).
Namun, jika kita di bawah umur, orang tua
atau wali kita boleh mewakili kita. Sayangnya, di Indonesia, tidak jelas berapa sebenarnya usia ‘di bawah umur.’
Hasil tes tidak wajib dilaporkan ke pemerintah. Ada beberapa tempat tes yang tidak
mewajibkan kita memberi nama atau identifikasi. Ini disebut tes tanpa nama atau anonim.
Siapa Sebaiknya Dites?
Kita dapat terinfeksi HIV tanpa mengetahuinya. Kita mungkin tidak merasa sakit atau
mempunyai keluhan. Tetapi kita tetap bisa
menularkan orang lain. Siapa pun yang aktif
secara seksual atau memakai jarum suntik
secara bergantian sebaiknya tes HIV secara
berkala. Kemenkes mengusulkan semua ibu
hamil ditawarkan tes HIV di layanan pranatal.
Kalau kita ragu apakah ada kemungkinan kita
terinfeksi HIV, sebaiknya dites.
Kapan Sebaiknya Kita Dites?
Jika kita menjadi terinfeksi HIV, biasanya
sistem kekebalan tubuh baru membentuk
antibodi tiga minggu hingga tiga bulan setelah
kita terpajan. Masa ini disebut masa jendela.
Jadi, jika kita merasa kita terpajan, atau
melakukan perilaku berisiko tertular HIV, kita
sebaiknya menunggu tiga bulan setelah
peristiwa berisiko sebelum kita dites. Kita
juga dapat langsung tes, dan mengulangi tes
tiga bulan setelah peristiwa (bukan setelah
tes pertama). Selama masa jendela ini, tes
antibodi akan menunjukkan hasil non-reaktif
(negatif), tetapi walaupun begitu, jika kita
sudah terinfeksi kita dapat menularkan orang
lain. Sebetulnya, selama masa awal infeksi
ini, daya menular (lihat LI 166) kita paling
tinggi sehingga kita lebih mungkin menularkan orang lain kalau kita berperilaku berisiko.
Menurut pedoman Kemenkes RI, hasil tes
HIV yang non-reaktif tiga bulan atau lebih
setelah peristiwa berisiko berarti kita tidak
terinfeksi HIV, atau dalam kata lain, kita HIVnegatif. Namun, sekali lagi, kalau kita ragu,
tidak salah kalau tes ulang.
Ada Tes yang Memberi Hasil
Lebih Cepat?
Tes viral load mencari potongan genetik HIV.
Bibit ini terbentuk sebelum sistem kekebalan
tubuh membentuk antibodi. Tes viral load tidak
biasa dipakai untuk menentukan apakah
seseorang terinfeksi, karena tes tersebut jauh
lebih mahal dibandingkan tes antibodi. Selain
itu, tingkat hasil yang salah lebih tinggi,
sehingga tes viral load ini tidak disetujui oleh
Kemenkes sebagai alat diagnosis HIV untuk
orang dewasa di Indonesia.
Apakah Kita Dapat Mempercayai
Hasil Tes?
Hasil tes antibodi untuk HIV adalah benar
untuk lebih dari 99,5% tes. Sebelum kita diberi
hasil positif, tes diulang sebagai konfirmasi.
Ada beberapa keadaan khusus yang dapat
memberi hasil yang salah atau tidak jelas:
y Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang HIVpositif dapat menunjukkan hasil positif untuk
beberapa bulan karena antibodi ibu dialihkan
ke bayi yang baru lahir. Walaupun bayi
sebenarnya tidak terinfeksi, dia mempunyai
antibodi terhadap HIV dan hasil tes dapat
reaktif sampai dia berusia 18 bulan. Tes lain,
misalnya tes viral load, harus dipakai jika hasil
yang benar dibutuhkan lebih cepat. Lihat
LI 613 untuk informasi mengenai diagnosis
HIV pada bayi.
y Orang yang baru terinfeksi dapat menunjukkan hasil negatif (non-reaktif) jika dia
dites terlalu dini (dalam masa jendela) sejak
terinfeksi dengan HIV.
Garis Dasar
Tes HIV biasanya mencari antibodi terhadap
HIV dalam darah atau cairan tubuh lain. Bila
kita terinfeksi HIV, sistem kekebalan tubuh kita
membuat antibodi ini untuk melawan HIV.
Biasanya dibutuhkan tiga minggu hingga tiga
bulan untuk membentuk antibodi tersebut.
Selama masa jendela ini, tes kita tidak akan
menunjukkan hasil positif walaupun kita terinfeksi. Tes HIV biasa juga tidak memberi hasil
yang dapat dipastikan untuk bayi yang baru lahir
pada ibu yang terinfeksi HIV.
Hasil tes yang positif (reaktif) berarti kita
terinfeksi HIV, tetapi tidak berarti kita AIDS. Jika
kita memang HIV-positif, sebaiknya kita belajar
tentang HIV, dan mempertimbangkan bagaimana
kita dapat melindungi kesehatan kita.
Diperbarui 22 Januari 2015 berdasarkan FS 102
The AIDS InfoNet23 Juli 2014 dan sumber lain
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 103
INFEKSI HIV PRIMER
Apa Infeksi HIV Primer Itu?
Risiko Kerusakan Kekebalan
Jumlah HIV dalam aliran darah menjadi
sangat tinggi dalam beberapa hari atau
minggu setelah kita terinfeksi HIV. Pada
saat itu, beberapa orang mengalami gejala
mirip flu. Tahap pertama infeksi HIV ini
disebut ‘infeksi HIV primer’ atau ‘infeksi
HIV akut.’
Kurang lebih separuh orang yang baru
terinfeksi tidak memperhatikan gejala apaapa. Gejala biasanya muncul dalam 2-4
minggu. Gejala paling umum adalah
demam, kelelahan, dan ruam. Gejala lain
termasuk sakit kepala, pembengkakan
kelenjar getah bening, radang tenggorokan,
pegal, mual, muntah, diare, dan keringat
malam yang basah kuyup.
Sangat mudah mengabaikan tanda
penyakit primer ini. Gejala ini dapat
disebabkan oleh beberapa penyakit lain.
Jika mengalami gejala ini, dan ada
kemungkinan kita baru terpajan HIV,
bicara dengan dokter tentang tes HIV,
atau mengunjungi klinik VCT di rumah
sakit setempat. Lihat Lembaran Informasi
(LI) 102 untuk informasi lebih lanjut
tentang tes HIV.
Beberapa orang beranggapan bahwa
tahap awal infeksi HIV tidak menyebabkan
banyak kerusakan. Mereka berpendapat
bahwa kerusakan yang terjadi pada sistem
kekebalan tubuh akan dipulihkan oleh
penggunaan terapi antiretroviral (ART).
Anggapan ini tidak benar!
Hingga 60% sel CD4 (LI 124) “ingatan”
yang melawan infeksi tertular pada masa
infeksi primer, dan separuh sel tersebut
terbunuh dalam 14 hari pertama setelah
kita terinfeksi. Lagi pula, HIV segera
mengurangi kemampuan kelenjar timus
untuk mengganti sel CD4 yang hilang.
Lapisan usus – bagian penting sistem
kekebalan tubuh – juga kehilangan sejumlah sel CD4 yang bermakna dalam 4-6
minggu setelah terinfeksi. Semua masalah
ini dapat terjadi sebelum tes HIV menunjukkan hasil positif.
Tes untuk Infeksi Primer
Tes HIV biasa akan menunjukkan hasil
negatif (non-reaktif) jika kita baru terinfeksi HIV. Tes HIV mencari antibodi
yang dibuat oleh sistem kekebalan tubuh
untuk melawan HIV. Dibutuhkan tiga
minggu sampai tiga bulan untuk membuat
antibodi ini.
Namun, ada tes yang disebut tes viral
load (LI 125), yang langsung mengukur
jumlah virus dalam darah. Sebelum sistem
kekebalan tubuh membuat antibodi untuk
melawannya, HIV menggandakan diri
secara sangat cepat. Jadi, tes ini akan
menunjukkan viral load yang tinggi selama
infeksi primer. Namun, karena tingkat hasil
yang salah lebih tinggi, tes viral load ini
tidak disetujui oleh Kemenkes RI sebagai
alat diagnosis HIV untuk orang dewasa di
Indonesia.
Tes antibodi HIV yang non-reaktif dan
viral load yang sangat tinggi menunjukkan
infeksi dini, kemungkinan dalam dua bulan
belakangan. Jika kedua tes ini positif, hal
itu berarti infeksi HIV kemungkinan terjadi
beberapa bulan sebelum tes dilaksanakan.
Pada 2010 FDA-AS menyetujui tes HIV
baru yang mendeteksi antibodi terhadap
HIV serta protein HIV. Tes baru ini dapat
menentukan infeksi HIV lebih dini dibandingkan tes antibodi saja. Namun tes ini
belum tersedia di Indonesia.
Risiko Menularkan Orang Lain
Jumlah HIV dalam darah jauh lebih
tinggi pada waktu infeksi HIV primer
dibandingkan setelah itu. Pajanan pada
darah seseorang pada tahap infeksi primer
akan lebih mungkin menghasilkan infeksi
dibanding pajanan pada darah seseorang
yang sudah lama terinfeksi. Satu penelitian
menunjukkan bahwa risiko infeksi adalah
kurang lebih 20 kali lebih tinggi selama
tahap infeksi primer.
Risiko menularkan infeksi HIV melalui
hubungan seks juga lebih tinggi selama
tahap awal infeksi primer.
Mengobati Infeksi HIV Primer
Pada awal infeksi, sistem kekebalan
tubuh membuat sel darah putih yang mengenal dan membunuh sel yang terinfeksi
HIV. Ini disebut ‘tanggapan khusus-HIV.’
Lambat laun, kita kehilangan tanggapan
ini. Kecuali kita memakai obat antiretroviral (ARV), infeksi HIV kita akan
melaju.
Pedoman untuk memakai obat HIV
mengusulkan kita menunggu hingga ada
tanda kerusakan pada sistem kekebalan
tubuh sebelum kita mulai memakai obat
tersebut. Namun, memulai ART selama
infeksi primer mungkin dapat melindungi
tanggapan khusus-HIV itu.
Para peneliti pernah menyelidiki orang
yang mulai terapi selama infeksi primer
dan kemudian berhenti memakai ART.
Satu penelitian menunjukkan bahwa
pengobatan ini mungkin menunda waktu
terjadinya kerusakan pada sistem kekebalan tubuh.
Baik-Buruknya Mengobati Infeksi
HIV Primer
Mulai ART adalah keputusan yang berat.
Siapa pun yang memikirkan penggunaan
ART sebaiknya mempertimbangkan manfaat dan kerugian.
Kehidupan kita sehari-hari dapat dipengaruhi oleh penggunaan ART. Jika kita
terlalu sering lupa dosis, ada kemungkinan
akan muncul resistansi terhadap obat, yang
akan membatasi pilihan di kemudian hari.
LI 405 memberi informasi tentang pentingnya memakai ART secara benar.
ART adalah obat yang sangat manjur.
Obat tersebut mungkin menyebabkan efek
samping yang lama-lama dapat sulit
ditahan.
Terapi secara dini dapat melindungi
sistem kekebalan tubuh dari kerusakan
oleh HIV. Kerusakan kekebalan ditunjukkan oleh jumlah CD4 yang lebih rendah
dan viral load yang lebih tinggi. Ini
dikaitkan dengan laju penyakit yang lebih
cepat. Orang yang lebih tua (usia di atas
40 tahun) mempunyai sistem kekebalan
tubuh yang lebih lemah. Orang tersebut
tidak menanggapi ART sama baiknya
dengan orang yang lebih muda.
Namun kebanyakan orang dengan HIV
tidak langsung menjadi sakit.
Saat ini, para peneliti berpendapat bahwa
mulai terapi sangat dini dapat memungkinkan Odha menghentikan penggunaan
ART setelah beberapa waktu mengendalikan HIV, atau bahkan menyembuhkan
infeksi (sebagaimana tampaknya terjadi
pada satu anak perempuan di AS).
Garis Dasar
Tidak mudah mengetahui orang dengan
infeksi HIV primer – kebanyakan Odha
baru terdiagnosis beberapa tahun setelah
terinfeksi. Beberapa orang tidak menunjukkan gejala infeksi primer sama sekali.
Jika gejala muncul, sulit dibedakan dari
penyakit lain, misalnya flu.
Jika kita berpikir bahwa kita mungkin pada tahap infeksi HIV primer, kita
sebaiknya memberi tahu dokter dan
melaksanakan tes HIV. Mungkin ada
manfaat mulai ART pada masa infeksi HIV
primer.
Memakai ART adalah keputusan yang
berat. Bahas manfaat dan kerugian dengan
dokter dan mempertimbangkannya secara
hati-hati sebelum mengambil keputusan.
Diperbarui 7 Februari 2014 berdasarkan FS 103
The AIDS InfoNet 12 November 2013
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 106
SIKLUS HIDUP HIV
2 Pengikatan dan penembusan: Virus
1 Virus bebas
mengikat pada reseptor CD4 dan salah
satu koreseptor (CCR5 atau CXCR4),
yang ada di permukaan sel CD4.
Kemudian virus meleburkan pada sel
3 Penembusan:
Reseptor
CD4
Virus mengosongkan
isinya ke dalam
sel CD4
Koreseptor CCR5
Koreseptor CXCR4
RNA HIV
DNA HIV
4 Reverse transcription:
RNA (serat tunggal)
virus diubah menjadi
DNA (dua serat) oleh
enzim reverse
transcriptase
DNA
manusia
DNA HIV
DNA
manusia
5 Pemaduan: DNA
virus disatukan
dengan DNA sel
oleh enzim integrase
6 Transcription: Waktu
sel yang terinfeksi
menggandakan diri, DNA
virus ‘dibaca’ dan rantai
protein yang panjang dibuat
8 Tonjolan:
Rantai protein HIV
Jutaan virus
yang belum
matang
mendesak ke
luar sel. Enzim
protease mulai
mengelola
protein dalam
virus yang baru
terbentuk
7 Perakitan: Rantai protein virus
mengelompok
9 Virus yang belum
10 Menjadi matang: Rantai protein pada bibit virus baru
matang melepaskan
diri dari sel yang
terinfeksi
dipotong oleh enzim protease menjadi protein tunggal.
Protein ini menggabung untuk membentuk inti virus dan
membuat virus yang siap bekerja
Ditinjau 1 Juli 2014 berdasarkan FS 106 The AIDS InfoNet 21 April 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 103
INFEKSI HIV PRIMER
Apa Infeksi HIV Primer Itu?
Risiko Kerusakan Kekebalan
Jumlah HIV dalam aliran darah menjadi
sangat tinggi dalam beberapa hari atau
minggu setelah kita terinfeksi HIV. Pada
saat itu, beberapa orang mengalami gejala
mirip flu. Tahap pertama infeksi HIV ini
disebut ‘infeksi HIV primer’ atau ‘infeksi
HIV akut.’
Kurang lebih separuh orang yang baru
terinfeksi tidak memperhatikan gejala apaapa. Gejala biasanya muncul dalam 2-4
minggu. Gejala paling umum adalah
demam, kelelahan, dan ruam. Gejala lain
termasuk sakit kepala, pembengkakan
kelenjar getah bening, radang tenggorokan,
pegal, mual, muntah, diare, dan keringat
malam yang basah kuyup.
Sangat mudah mengabaikan tanda
penyakit primer ini. Gejala ini dapat
disebabkan oleh beberapa penyakit lain.
Jika mengalami gejala ini, dan ada
kemungkinan kita baru terpajan HIV,
bicara dengan dokter tentang tes HIV,
atau mengunjungi klinik VCT di rumah
sakit setempat. Lihat Lembaran Informasi
(LI) 102 untuk informasi lebih lanjut
tentang tes HIV.
Beberapa orang beranggapan bahwa
tahap awal infeksi HIV tidak menyebabkan
banyak kerusakan. Mereka berpendapat
bahwa kerusakan yang terjadi pada sistem
kekebalan tubuh akan dipulihkan oleh
penggunaan terapi antiretroviral (ART).
Anggapan ini tidak benar!
Hingga 60% sel CD4 (LI 124) “ingatan”
yang melawan infeksi tertular pada masa
infeksi primer, dan separuh sel tersebut
terbunuh dalam 14 hari pertama setelah
kita terinfeksi. Lagi pula, HIV segera
mengurangi kemampuan kelenjar timus
untuk mengganti sel CD4 yang hilang.
Lapisan usus – bagian penting sistem
kekebalan tubuh – juga kehilangan sejumlah sel CD4 yang bermakna dalam 4-6
minggu setelah terinfeksi. Semua masalah
ini dapat terjadi sebelum tes HIV menunjukkan hasil positif.
Tes untuk Infeksi Primer
Tes HIV biasa akan menunjukkan hasil
negatif (non-reaktif) jika kita baru terinfeksi HIV. Tes HIV mencari antibodi
yang dibuat oleh sistem kekebalan tubuh
untuk melawan HIV. Dibutuhkan tiga
minggu sampai tiga bulan untuk membuat
antibodi ini.
Namun, ada tes yang disebut tes viral
load (LI 125), yang langsung mengukur
jumlah virus dalam darah. Sebelum sistem
kekebalan tubuh membuat antibodi untuk
melawannya, HIV menggandakan diri
secara sangat cepat. Jadi, tes ini akan
menunjukkan viral load yang tinggi selama
infeksi primer. Namun, karena tingkat hasil
yang salah lebih tinggi, tes viral load ini
tidak disetujui oleh Kemenkes RI sebagai
alat diagnosis HIV untuk orang dewasa di
Indonesia.
Tes antibodi HIV yang non-reaktif dan
viral load yang sangat tinggi menunjukkan
infeksi dini, kemungkinan dalam dua bulan
belakangan. Jika kedua tes ini positif, hal
itu berarti infeksi HIV kemungkinan terjadi
beberapa bulan sebelum tes dilaksanakan.
Pada 2010 FDA-AS menyetujui tes HIV
baru yang mendeteksi antibodi terhadap
HIV serta protein HIV. Tes baru ini dapat
menentukan infeksi HIV lebih dini dibandingkan tes antibodi saja. Namun tes ini
belum tersedia di Indonesia.
Risiko Menularkan Orang Lain
Jumlah HIV dalam darah jauh lebih
tinggi pada waktu infeksi HIV primer
dibandingkan setelah itu. Pajanan pada
darah seseorang pada tahap infeksi primer
akan lebih mungkin menghasilkan infeksi
dibanding pajanan pada darah seseorang
yang sudah lama terinfeksi. Satu penelitian
menunjukkan bahwa risiko infeksi adalah
kurang lebih 20 kali lebih tinggi selama
tahap infeksi primer.
Risiko menularkan infeksi HIV melalui
hubungan seks juga lebih tinggi selama
tahap awal infeksi primer.
Mengobati Infeksi HIV Primer
Pada awal infeksi, sistem kekebalan
tubuh membuat sel darah putih yang mengenal dan membunuh sel yang terinfeksi
HIV. Ini disebut ‘tanggapan khusus-HIV.’
Lambat laun, kita kehilangan tanggapan
ini. Kecuali kita memakai obat antiretroviral (ARV), infeksi HIV kita akan
melaju.
Pedoman untuk memakai obat HIV
mengusulkan kita menunggu hingga ada
tanda kerusakan pada sistem kekebalan
tubuh sebelum kita mulai memakai obat
tersebut. Namun, memulai ART selama
infeksi primer mungkin dapat melindungi
tanggapan khusus-HIV itu.
Para peneliti pernah menyelidiki orang
yang mulai terapi selama infeksi primer
dan kemudian berhenti memakai ART.
Satu penelitian menunjukkan bahwa
pengobatan ini mungkin menunda waktu
terjadinya kerusakan pada sistem kekebalan tubuh.
Baik-Buruknya Mengobati Infeksi
HIV Primer
Mulai ART adalah keputusan yang berat.
Siapa pun yang memikirkan penggunaan
ART sebaiknya mempertimbangkan manfaat dan kerugian.
Kehidupan kita sehari-hari dapat dipengaruhi oleh penggunaan ART. Jika kita
terlalu sering lupa dosis, ada kemungkinan
akan muncul resistansi terhadap obat, yang
akan membatasi pilihan di kemudian hari.
LI 405 memberi informasi tentang pentingnya memakai ART secara benar.
ART adalah obat yang sangat manjur.
Obat tersebut mungkin menyebabkan efek
samping yang lama-lama dapat sulit
ditahan.
Terapi secara dini dapat melindungi
sistem kekebalan tubuh dari kerusakan
oleh HIV. Kerusakan kekebalan ditunjukkan oleh jumlah CD4 yang lebih rendah
dan viral load yang lebih tinggi. Ini
dikaitkan dengan laju penyakit yang lebih
cepat. Orang yang lebih tua (usia di atas
40 tahun) mempunyai sistem kekebalan
tubuh yang lebih lemah. Orang tersebut
tidak menanggapi ART sama baiknya
dengan orang yang lebih muda.
Namun kebanyakan orang dengan HIV
tidak langsung menjadi sakit.
Saat ini, para peneliti berpendapat bahwa
mulai terapi sangat dini dapat memungkinkan Odha menghentikan penggunaan
ART setelah beberapa waktu mengendalikan HIV, atau bahkan menyembuhkan
infeksi (sebagaimana tampaknya terjadi
pada satu anak perempuan di AS).
Garis Dasar
Tidak mudah mengetahui orang dengan
infeksi HIV primer – kebanyakan Odha
baru terdiagnosis beberapa tahun setelah
terinfeksi. Beberapa orang tidak menunjukkan gejala infeksi primer sama sekali.
Jika gejala muncul, sulit dibedakan dari
penyakit lain, misalnya flu.
Jika kita berpikir bahwa kita mungkin pada tahap infeksi HIV primer, kita
sebaiknya memberi tahu dokter dan
melaksanakan tes HIV. Mungkin ada
manfaat mulai ART pada masa infeksi HIV
primer.
Memakai ART adalah keputusan yang
berat. Bahas manfaat dan kerugian dengan
dokter dan mempertimbangkannya secara
hati-hati sebelum mengambil keputusan.
Diperbarui 7 Februari 2014 berdasarkan FS 103
The AIDS InfoNet 12 November 2013
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 120
HASIL TES LAB NORMAL
Latar Belakang
Agar dapat memantau keadaan kesehatan kita, perlu dilakukan tes laboratorium secara berkala – untuk informasi lebih lanjut
mengenai jenis tes ini, lihat Lembaran Informasi 121 Hitung Darah Lengkap, 122 Tes Kimia Darah, dan 123 Gula & Lemak
Darah.
CATATAN PENTING:
Setiap laboratorium menentukan nilai ‘normal’, yang ditunjukkan pada kolom ‘Nilai Rujukan’ atau ‘Nilai Normal’ pada
laporan laboratorium. Nilai ini tergantung pada alat yang dipakai dan cara pemakaiannya. Tidak ada standar nilai rujukan; angka
ini diambil terutama dari laboratorium RSPI-SS, Jakarta; nilai laboratorium lain dapat berbeda. Jadi angka pada laporan kita
harus dibandingkan dengan nilai rujukan pada laporan, bukan dengan nilai rujukan pada lembaran ini. Bahaslah hasil yang
tidak normal dengan dokter.
Tubuh manusia tidak seperti mesin, dengan unsur yang dapat diukur secara persis dengan hasil yang selalu sama. Hasil
laboratorium kita dapat berubah-ubah tergantung pada berbagai faktor, termasuk: jam berapa contoh darah atau cairan lain
diambil; infeksi aktif; tahap infeksi HIV; dan makanan (untuk tes tertentu, contoh cairan harus diambil dengan perut kosong –
tidak ada yang dimakan selama beberapa jam). Kehamilan juga dapat mempengaruhi beberapa nilai. Oleh karena faktor ini,
hasil lab yang di luar normal mungkin tidak menjadi masalah.
Pada tabel ini, bila ada perbedaan tergantung pada jenis kelamin, angka ditunjukkan sebagai ‘P’ untuk perempuan dan ‘L’
untuk laki-laki.
Darah
Ukuran
Satuan Nilai Rujukan
Eritrosit (sel darah merah) juta/µl 4,0 – 5,0 (P)
4,5 – 5,5 (L)
Hemoglobin (Hb)
g/dL
12,0 – 14,0 (P)
13,0 – 16,0 (L)
Hematokrit
%
40 – 50 (P)
45 – 55 (L)
Hitung Jenis
Basofil
%
0,0 – 1,0
Eosinofil
%
1,0 – 3,0
Batang1
%
2,0 – 6,0
Segmen1
%
50,0 – 70,0
Limfosit
%
20,0 – 40,0
Monosit
%
2,0 – 8,0
Laju endap darah (LED) mm/jam < 15 (P)
< 10 (L)
3
Leukosit (sel darah putih) 10 /µl 5,0 – 10,0
MCH/HER
pg
27 – 31
MCHC/KHER
g/dL
32 – 36
MCV/VER
fl
80 – 96
Trombosit
103/µl 150 – 400
Catatan:
1. Batang dan segmen adalah jenis neutrofil. Kadang kala
dilaporkan persentase neutrofil saja, dengan nilai rujukan
50,0 – 75,0 persen
Fungsi Hati (LFT)
Ukuran
ALT (SGPT)
Alkalin fosfatase
GGT (Gamma GT)
Bilirubin total
Bilirubin langsung
Protein total
Albumin
Satuan Nilai Rujukan
U/L
< 23 (P)
< 30 (L)
U/L
< 21 (P)
< 25 (L)
U/L
15 – 69
U/L
5 – 38
mg/dL 0,25 – 1,0
mg/dL 0,0 – 0,25
g/L
61 – 82
g/L
37 – 52
Fungsi Ginjal
Kreatinin
U/L
AST (SGOT)
Urea
Natrium
Klorid
Kalium
60 – 150 (P)
70 – 160 (L)
mg/dL 8 – 25
mmol/L 135 – 145
mmol/L 94 – 111
mmol/L 3,5 – 5,0
Profil Lipid
Kolesterol total
HDL
mg/dL
mg/dL
Trigliserid
mg/dL
Lain
Glukosa (darah, puasa)
Amilase
Asam Urat
mg/dL
U/L
mg/dL
150 – 200
45 – 65 (P)
35 – 55 (L)
120 – 190
70 – 100
30 – 130
2,4 – 5,7 (P)
3,4 – 7,0 (W)
Diperbarui 5 November 2007 berdasarkan FS AIDS Infonet 26 April 2007 dan beberapa sumber lain
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 121
HITUNG DARAH LENGKAP
Hitung Darah Lengkap (HDL)
Tes laboratorium yang paling umum
adalah hitung darah lengkap (HDL) atau
complete blood count (CBC). Tes ini, yang
juga sering disebut sebagai ‘hematologi’,
memeriksa jenis sel dalam darah, termasuk
sel darah merah, sel darah putih dan
trombosit (platelet). Hasil tes menyebutkan
jumlah masing-masing dalam darah
(misalnya jumlah sel per milimeter kubik)
atau persentasenya. Tes laboratorium lain
dibahas pada Lembaran Informasi (LI) 122
dan 123.
Semua sel darah dibuat di sumsum
tulang. Beberapa obat atau penyakit dapat
merusak sumsum tulang sehingga menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah
merah dan putih.
Setiap laboratorium mempunyai ‘nilai
rujukan’ untuk semua hasil tes. Biasanya,
tes laboratorium akan menunjukkan hasil
tes yang berada di luar nilai normal. Untuk
informasi lebih lanjut mengenai hasil tes
laboratorium, lihat LI 120.
Angka dalam laporan sering sulit ditafsirkan. Beberapa angka dilaporkan dengan
satuan ‘x10.e3’ atau ‘x103’. Ini berarti
jumlah yang dicatat harus dikalikan 1.000.
Contohnya, bila hasil adalah 8,77 dengan
satuan ‘x10.e3’, jumlah sebenarnya adalah
8.770.
Tes Sel Darah Merah
Sel darah merah, yang juga disebut
sebagai eritrosit, bertugas mengangkut
oksigen dari paru ke semua sel di seluruh
tubuh. Fungsi ini dapat diukur melalui tiga
macam tes. Hitung Sel Darah Merah (red
blood cell count/RBC) yang menghitung
jumlah total sel darah merah. Hemoglobin
(Hb) yaitu protein dalam sel darah merah
yang bertugas mengangkut oksigen dari
paru ke bagian tubuh lain. Hematokrit (Ht
atau HCT) mengukur persentase sel darah
merah dalam seluruh volume darah.
Orang yang tinggal di dataran tinggi
umumnya mempunyai lebih banyak sel
darah merah. Ini merupakan upaya tubuh
mengatasi kekurangan oksigen.
Eritrosit, Hb dan Ht yang sangat rendah
menunjukkan adanya anemia, yaitu sel
tidak mendapat cukup oksigen untuk
berfungsi secara normal. Jika kita anemia,
kita sering merasa lelah dan terlihat pucat.
Lihat LI 551 mengenai kelelahan dan
LI 552 mengenai anemia.
Volume Eritrosit Rata-Rata (VER)
atau mean corpuscular volume (MCV)
mengukur besar rata-rata sel darah merah.
VER yang rendah berarti ukuran sel darah
merahnya lebih kecil dari ukuran normal.
Biasanya hal ini disebabkan oleh ke-
kurangan zat besi atau penyakit kronis.
VER yang tinggi dapat disebabkan oleh
obat antiretroviral (ARV), terutama AZT
dan d4T. Keadaan ini tidak berbahaya.
Namun VER yang tinggi dapat menunjukkan adanya anemia megaloblastik,
dengan sel darah merahnya besar dan
berwarna muda. Biasanya hal ini disebabkan oleh kekurangan asam folat.
Sementara VER mengukur ukuran ratarata sel darah merah, Red Blood Cell
Distribution Width (RDW) mengukur
kisaran ukuran sel darah merah. Hasil tes
ini dapat membantu mendiagnosis jenis
anemia dan kekurangan beberapa vitamin.
Hemoglobin Eritrosit Rata-Rata
(HER) atau mean corpuscular hemoglobin
(MCH) dan Konsentrasi Hemoglobin
Eritrosit Rata-Rata (KHER) atau mean
corpuscular hemoglobin concentration
(MCHC atau CHCM) masing-masing
mengukur jumlah dan kepekatan hemoglobin. HER dihitung dengan membagi
hemoglobin total dengan jumlah sel darah
merah total.
Trombosit atau platelet berfungsi
membantu menghentikan perdarahan
dengan membentuk gumpalan dan keropeng. Jika trombosit kita kurang, kita
mudah mengalami perdarahan atau memar.
Orang terinfeksi HIV kadang trombositnya
rendah (disebut trombositopenia). ARV
dapat mengatasi keadaan ini. Jumlah
trombosit hampir tidak pernah menjadi
begitu tinggi sehingga berpengaruh pada
kesehatan.
Tes Sel Darah Putih
Sel darah putih (disebut juga leukosit)
membantu melawan infeksi dalam tubuh
kita.
Hitung Sel Darah Putih (white blood
cell count/WBC) adalah jumlah total
leukosit. Leukosit tinggi (hitung sel darah
putih yang tinggi) umumnya berarti tubuh
kita sedang melawan infeksi. Leukosit
rendah artinya ada masalah dengan
sumsum tulang. Leukosit rendah, yang
disebut leukopenia atau sitopenia, berarti
tubuh kita kurang mampu melawan infeksi.
Hitung Jenis (differential) menghitung
lima jenis sel darah putih: neutrofil,
limfosit, monosit, eosinofil dan basofil.
Hasil masing-masing dilaporkan sebagai
persentase jumlah leukosit. Persentase ini
dikalikan leukosit untuk mendapatkan
hitung ‘mutlak’. Contohnya, dengan
limfosit 30% dan leukosit 10.000, limfosit
mutlak adalah 30% dari 10.000 atau 3.000.
Neutrofil berfungsi melawan infeksi
bakteri. Biasa jumlahnya adalah 55-70%
dari leukosit. Jika neutrofil kita rendah
(disebut neutropenia), kita lebih mudah
terkena infeksi bakteri. Penyakit HIV
lanjut dapat menyebabkan neutropenia.
Begitu juga, beberapa jenis obat yang
dipakai oleh Odha (misalnya gansiklovir
untuk mengatasi virus sitomegalo, lihat
LI 501) dan AZT (semacam ARV; lihat
LI 411).
Ada dua jenis utama limfosit: sel-T yang
menyerang dan membunuh kuman, serta
membantu mengatur sistem kekebalan
tubuh; dan sel-B yang membuat antibodi,
protein khusus yang menyerang kuman.
Jumlah limfosit umumnya 20-40% dari
leukosit. Salah satu jenis sel-T adalah sel
CD4, yang tertular dan dibunuh oleh HIV
(lihat LI 124). Hitung darah lengkap tidak
termasuk tes CD4. Tes CD4 ini harus
diminta sebagai tambahan. Hasil hitung
darah lengkap tetap dibutuhkan untuk
menghitung jumlah CD4, sehingga dua tes
ini umumnya dilakukan sekaligus.
Monosit atau makrofag mencakup 28% dari leukosit. Sel ini melawan infeksi
dengan ‘memakan’ kuman dan memberi
tahu sistem kekebalan tubuh mengenai
kuman apa yang ditemukan. Monosit
beredar dalam darah. Monosit yang berada
di berbagai jaringan tubuh disebut makrofag. Jumlah monosit yang tinggi umumnya
menunjukkan adanya infeksi bakteri.
Eosinofil biasanya 1-3% dari leukosit.
Sel ini terlibat dengan alergi dan tanggapan
terhadap parasit. Kadang kala penyakit
HIV dapat menyebabkan jumlah eosinofil
yang tinggi. Jumlah yang tinggi, terutama
jika kita diare, kentut, atau perut kembung,
mungkin menandai keberadaan parasit.
Fungsi basofil tidak jelas dipahami,
namun sel ini terlibat dalam reaksi alergi
jangka panjang, misalnya asma atau alergi
kulit. Sel ini jumlahnya kurang dari 1%
leukosit.
Persentase limfosit mengukur lima jenis
sel darah putih: neutrofil, limfosit, monosit,
eosinofil dan basofil, dalam bentuk
persentase leukosit. Untuk memperoleh
limfosit total, nilai ini dikalikan dengan
leukosit. Misalnya, bila limfosit 30,2% dan
leukosit 8.770, limfosit totalnya adalah
0,302 x 8.770 = 2.648.
Laju Endap Darah (LED) atau Sed
Rate mengukur kecepatan sel darah merah
mengendap dalam tabung darah. LED yang
tinggi menunjukkan adanya radang.
Namun LED tidak menunjukkan apakah
itu radang jangka lama, misalnya artritis,
atau disebabkan oleh tubuh yang terserang
infeksi.
Ditinjau 8 Mei 2014 berdasarkan FS 121 The AIDS
InfoNet 21 April 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 122
TES KIMIA DARAH
Tes Kimia Darah
Sebagian besar laporan laboratorium
memperlihatkan hasil tes kimia darah.
Tes ini mengukur berbagai zat kimia
dalam darah kita untuk melihat apakah
tubuh kita berfungsi dengan baik. Lihat
Lembaran Informasi (LI) 121 untuk informasi tentang Hitung Darah Lengkap dan
LI 123 untuk informasi tentang Tes Gula
dan Lemak Darah.
Setiap laboratorium mempunyai nilai
rujukan berbeda untuk hasil tes. Biasanya, laporan laboratorium mencantumkan nilai rujukan ini dan menandai hasil
tes yang berada di luar nilai rujukan.
Lihat LI 120 untuk informasi mengenai
hasil tes laboratorium normal.
Kalsium, semacam mineral, adalah
unsur utama dalam tulang dan gigi.
Kalsium juga dibutuhkan agar saraf dan
otot bekerja dengan baik, serta untuk
reaksi kimia dalam sel. Tubuh kita
mengatur tingkat zat kalsium dalam
darah. Namun tingkat protein dalam
darah dapat berpengaruh pada hasil tes
kalsium (lihat albumin di bawah). Hasil
tes kalsium yang rendah pada Odha
biasanya disebabkan oleh tingkat protein
yang rendah akibat kekurangan gizi
(malagizi) atau wasting (lihat LI 518).
Tingkat zat kalsium yang tidak normal
bisa jadi karena masalah pencernaan.
Fosforus, seperti juga kalsium, merupakan unsur tulang yang penting. Tingkat
zat fosforus yang rendah untuk waktu
yang lama dapat menyebabkan kerusakan
pada tulang, saraf dan otot. Tingkat zat
fosforus yang tinggi paling sering
disebabkan oleh gagal ginjal.
Glukosa adalah gula, yang diuraikan
dalam sel untuk membuat tenaga. Lihat
LI 123 untuk informasi tentang tes gula
darah.
Elektrolit
Elektrolit berkaitan dengan keseimbangan cairan dalam sel kita. Elektrolit
terutama penting jika kita mengalami
dehidrasi (kekurangan cairan) atau
masalah pada ginjal.
y Tingkat zat natrium menunjukkan
keseimbangan garam dan air. Zat
natrium juga menunjukkan baikburuknya kerja ginjal dan kelenjar
adrenal kita. Umumnya, tingkat zat
natrium yang tidak normal dalam darah
menunjukkan volume darah yang
terlalu rendah (akibat dehidrasi) atau
terlalu tinggi. Keadaan ini juga bisa
terjadi jika jantung tidak memompa
darah sebagaimana mestinya, atau
ginjal tidak bekerja dengan baik.
y Zat kalium berpengaruh pada beberapa
organ tubuh utama, termasuk jantung.
Tingkat zat kalium dapat meningkat
akibat gagal ginjal, dan dapat tidak
normal akibat muntah atau diare.
y Tingkat zat klorida sering naik-turun
bersama dengan tingkat natrium. Ini
karena natrium klorida, atau garam,
adalah unsur utama dalam darah.
y Bikarbonat memperlihatkan sistem
dapar (buffer) dalam darah. Tingkat
bikarbonat yang normal menunjukkan
keasaman darah yang benar. Tingkat
yang tinggi dapat disebabkan oleh
tingkat asam laktik yang tinggi dalam
darah.
Tes Fungsi Ginjal
Tes dasar untuk mengukur fungsi ginjal
adalah nitrogen urea darah (blood urea
nitrogen/BUN, atau kadang disebut
sebagai urea) dan kreatinin. Tingkat zat
fosforus, natrium atau asam urat yang
tidak normal juga dapat disebabkan oleh
ginjal.
BUN mengukur tingkat nitrogen darah.
Nitrogen adalah hasil buangan yang
disaring oleh ginjal dan dikeluarkan
dalam air seni. Tingkat BUN yang tinggi
dapat disebabkan oleh makanan berprotein tinggi, dehidrasi atau gagal ginjal
atau jantung.
Kreatinin adalah hasil buangan dari
pencernaan protein. Tingkatnya yang
tinggi dalam darah umumnya menunjukkan masalah ginjal. Dokter sering
memakai tingkat kreatinin sebagai tanda
yang paling langsung menunjukkan
kemampuan ginjal untuk mengeluarkan
hasil buangan dari tubuh.
Untuk informasi lebih lanjut mengenai
tes fungsi ginjal, lihat LI 136.
Tes Fungsi Hati
Tes laboratorium yang disebut tes
fungsi hati (liver function test/LFT)
sebenarnya mengukur tingkat enzim yang
terdapat dalam hati, jantung dan otot.
Enzim adalah protein yang menyebabkan
atau meningkatkan reaksi kimia dalam
organisme hidup. Tingkat enzim yang
tinggi menunjukkan kerusakan hati yang
bisa diakibatkan oleh obat, alkohol,
hepatitis atau penggunaan narkoba.
Pola dari tingkat enzim ini – kalau
beberapa di atas tingkat normal dan yang
lain normal – dapat membantu dokter
menemukan masalah kesehatan tertentu.
Tes laboratorium mencakup: ALT
(SGPT), AST (SGOT), bilirubin, fosfatase alkali, GGT dan LDH.
Untuk informasi lebih lanjut mengenai
tes fungsi hati, lihat LI 135.
Tes Kimia Darah Lain
Asam Urat terbentuk akibat penguraian DNA, bahan genetik dalam sel.
Asam ini biasanya dikeluarkan oleh
ginjal. Tingkat asam urat yang tinggi
sebenarnya cukup umum. Tingkat yang
sangat tinggi dapat terjadi bila ginjal tidak
mampu mengeluarkan asam urat dari
darah, atau karena leukemia (kanker
darah) atau limfoma (kanker getah bening
– lihat LI 509).
Albumin adalah protein penting dalam
darah. Protein ini mengatur keseimbangan air dalam sel, mengangkut gizi
pada sel, serta mengeluarkan produk
buangan. Tingkat albumin yang rendah
biasanya menunjukkan masalah gizi.
Karena albumin mengangkut begitu
banyak zat dalam darah, tingkat albumin
yang rendah dapat menyebabkan hasil
rendah pada tes laboratorium yang lain,
terutama kalsium dan testosteron.
Globulin (juga disebut sebagai imunoglobulin) mengukur protein dalam
antibodi yang dibuat oleh sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV menyebabkan
tingkat globulin yang sangat tinggi.
Tingkat umumnya dilaporkan untuk lima
jenis globulin: IgG, IgA, IgD, IgE dan
IgM.
Tes Protein C-Reactive (CRP) adalah
tes umum lain untuk peradangan (lihat
LI 484). Ukuran ini naik dan turun lebih
cepat daripada LED (lihat LI 121).
Tingkat CRP yang tinggi mungkin
menunjukkan risiko lebih tinggi terhadap
serangan jantung.
Ditinjau 8 Mei 2014 berdasarkan FS 122 The AIDS
InfoNet 21 April 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 123
TES GULA & LEMAK DARAH
Lihat Lembaran Informasi (LI) 121 untuk
informasi tentang Hitung Darah Lengkap
dan LI 122 untuk tes yang diliputi di Tes
Kimia Darah. Untuk informasi lebih
lengkap mengenai hasil tes laboratorium,
lihat LI 120.
Mengapa Memeriksa Gula dan
Lemak Darah?
Orang yang memakai terapi antiretroviral (ART) disarankan untuk lebih
sering memeriksakan tingkat gula dan
lemak dalam darahnya karena terapi
tersebut dapat mengakibatkan peningkatan yang sangat tinggi. Hal ini terutama
dialami bila dipakai golongan antiretroviral (ARV) protease inhibitor (PI).
Untuk informasi lebih lanjut, lihat LI 553
tentang lipodistrofi (perubahan bentuk
tubuh).
Gula Darah
Glukosa adalah gula. Glukosa diuraikan dalam sel untuk menghasilkan tenaga.
Gula darah meningkat setelah kita makan
atau minum apa saja kecuali air putih
biasa. Tingkat glukosa yang tinggi, yang
disebut hiperglisemia, dapat merupakan
tanda penyakit diabetes melitus. Gula
darah yang tinggi lambat laun dapat
merusak mata, saraf, ginjal atau jantung.
Tingkat yang tinggi ini dapat disebabkan
oleh efek samping PI.
Gula darah yang rendah, yang disebut
hipoglisemia, dapat menyebabkan kelelahan (lihat LI 551). Namun kelelahan
pada Odha umumnya disebabkan oleh hal
lain.
Pada orang sehat, gula darah dikendalikan oleh insulin. Insulin adalah hormon yang dibuat oleh pankreas. Insulin
membantu glukosa bergerak dari darah
masuk ke sel untuk menghasilkan tenaga.
Gula darah yang tinggi dapat berarti
bahwa pankreas kita tidak membuat cukup
insulin. Namun beberapa orang membuat
cukup banyak insulin tetapi tubuhnya
tidak menanggapinya secara normal. Ini
disebut ‘resistansi insulin’. Apa pun
alasannya, sel tidak memperoleh glukosa
secukupnya untuk dijadikan tenaga, dan
glukosa menumpuk dalam darah.
Beberapa orang yang memakai PI
mengalami resistansi insulin dan tingkat
gula dalam darahnya dapat meningkat
tajam. Keadaan ini kadang kala diobati
dengan obat yang biasa dipakai untuk
diabetes. Belum ada tes darah yang
sederhana untuk resistansi insulin.
Ada tiga cara untuk mengukur tingkat
gula darah:
Tes gula darah sewaktu. Tes ini
mengukur glukosa dalam darah yang
diambil kapan saja, tanpa memperhatikan
waktu makan.
Tes gula darah puasa. Tes ini memakai
contoh darah yang diambil saat perut
kosong, setelah kita tidak makan atau
minum apa pun (kecuali air putih) selama
sedikitnya delapan jam.
Tes toleransi glukosa. Tes ini dimulai
dengan tes gula darah puasa. Kemudian
kita diberikan minuman manis yang
mengandung gula dengan ukuran tertentu.
Tingkat gula darah lalu diukur dengan
memakai beberapa contoh darah yang
diambil pada jangka waktu yang tertentu.
Di Indonesia, yang lebih sering dilakukan adalah tes gula darah setelah makan.
Tes ini dimulai dengan tes gula darah
puasa, kemudian kita diminta untuk
makan seperti biasa, dan darah kita
diperiksa lagi dua jam kemudian.
Jika gula darah kita terlalu tinggi, kita
mungkin diabetes. Terapi untuk diabetes
meliputi mengurangi berat badan, mengatur pola makanan, dan olahraga. Bisa
juga termasuk obat atau suntikan insulin.
Lemak Darah
Lemak, yang sering disebut dalam
bahasa medis sebagai lipid, adalah salah
satu sumber tenaga. Lemak mengangkut
beberapa vitamin ke seluruh tubuh.
Lemak dipakai untuk membuat hormon
dan dinding sel, melindungi organ tubuh
dan melumasi beberapa bagian tubuh yang
bergerak. Namun terlalu banyak lemak
dalam darah (yang disebut sebagai
hiperlipidemia) dapat meningkatkan
risiko penyakit jantung atau pankreatitis.
Sebagian besar lemak di tubuh kita
berbentuk sebagai trigliserida. Kolesterol
adalah bentuk lemak yang lain. Agar dapat
diangkut oleh darah, lemak dibungkus
oleh beberapa molekul protein. Kumpulan
lemak yang terbungkus protein ini disebut
lipoprotein.
Ukuran lipoprotein berbeda-beda. Yang
lebih besar disebut lipoprotein kepekatan
rendah (low density lipoprotein/LDL) atau
lipoprotein kepekatan sangat rendah (very
low density lipoprotein/VLDL). Lipoprotein ini mengangkut lemak dari hati ke
bagian tubuh lain. Terlalu banyak LDL
atau VLDL dapat menyebabkan lemak
menumpuk di dinding pembuluh nadi.
Penyempitan ini dapat menyebabkan
pengiriman oksigen ke otot jantung
berkurang, dengan akibat serangan
jantung.
Lipoprotein yang lebih kecil disebut
lipoprotein kepekatan tinggi (high density
lipoprotein/HDL). HDL dianggap sebagai
lipoprotein yang ‘baik’ karena mengeluarkan lemak dari pembuluh darah dan
mengembalikannya ke hati untuk diproses
lagi. Tingkat HDL yang tinggi tampaknya
melindungi kita dari penyakit jantung.
Lemak darah diukur dalam mg/dL
darah.
Mengukur tingkat trigliserida: Tingkat trigliserida dalam darah meningkat
cepat setelah kita makan. Kita harus puasa
makan sedikitnya delapan jam sebelum
contoh darah diambil untuk tes tersebut.
Banyak Odha mempunyai tingkat trigliserida yang sangat tinggi, terutama
pengguna PI. Tingkat trigliserida di bawah
200mg/dL dianggap normal. Tingkat di
atas 1.000mg/dL dapat menyebabkan pankreatitis.
Mengukur tingkat kolesterol: Kolesterol total mencakup tingkat LDL yang
‘buruk’ dan HDL yang ‘baik’. Kolesterol
total tidak begitu cepat berubah setelah
kita makan, jadi darah untuk tes ini dapat
diambil kapan saja. Tingkat kolesterol
total di bawah 200mg/dL dianggap baik,
dan di atas 240mg/dL dianggap buruk.
HDL adalah kolesterol baik. Tingkat
kolesterol ini dapat diukur pada contoh
darah yang diambil tanpa puasa. Semakin
tinggi tingkat HDL semakin baik. Tingkatnya di atas 40mg/dL dianggap baik.
LDL adalah kolesterol buruk. Tingkat
LDL dihitung memakai rumusan yang
mencakup tingkat trigliserida. Contoh
darah yang diambil setelah puasa dipakai
untuk mengukur tingkat trigliserida atau
untuk menghitung tingkat LDL. Tingkat
LDL di bawah 100mg/dL dianggap baik,
sedangkan bila di atas 160mg/dL menunjukkan risiko tinggi terhadap penyakit
jantung. Untuk pasien berisiko tinggi,
LDL sebaiknya diturunkan di bawah
70mg/dL.
Semakin banyak Odha ditemukan dengan tingkat kolesterol yang tinggi,
terutama bila ada riwayat kolesterol tinggi
di keluarganya. Jika tingkat kolesterol kita
tinggi, sebaiknya kita membahas pilihan
pengobatan dengan dokter.
Diperbarui 31 Juli 2014 berdasarkan FS 123 The
AIDS InfoNet 4 Juni 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 124
TES CD4
Apa Sel CD4 Itu?
Sel CD4 adalah jenis sel darah putih
atau limfosit. Sel tersebut adalah bagian
yang penting dari sistem kekebalan tubuh
kita. Sel CD4 kadang kala disebut sebagai
sel-T. Ada dua macam sel-T. Sel T-4,
yang juga disebut CD4 dan kadang kala
sel CD4+, adalah sel ‘pembantu’. Sel T8 (CD8) adalah sel ‘penekan’, yang
mengakhiri tanggapan kekebalan. Sel
CD8 juga disebut sebagai sel ‘pembunuh’, karena sel tersebut membunuh
sel kanker atau sel yang terinfeksi virus.
Sel CD4 dapat dibedakan dari sel CD8
berdasarkan protein tertentu yang ada di
permukaan sel. Sel CD4 adalah sel-T yang
mempunyai protein CD4 pada permukaannya. Protein itu bekerja sebagai ‘reseptor’ untuk HIV. HIV mengikat pada
reseptor CD4 itu seperti kunci dengan
gembok.
Mengapa Sel CD4 Penting
Sehubungan dengan HIV?
HIV umumnya menulari sel CD4. Kode
genetik HIV menjadi bagian dari sel itu.
Waktu sel CD4 menggandakan diri
(bereplikasi) untuk melawan infeksi apa
pun, sel tersebut juga membuat tiruan
HIV.
Setelah kita terinfeksi HIV dan belum
mulai terapi antiretroviral (ART), jumlah
sel CD4 kita semakin menurun. Ini tanda
bahwa sistem kekebalan tubuh kita
semakin rusak. Semakin rendah jumlah
CD4, semakin mungkin kita akan jatuh
sakit.
Ada jutaan keluarga sel CD4. Setiap
keluarga dirancang khusus untuk melawan kuman tertentu. Waktu HIV mengurangi jumlah sel CD4, beberapa keluarga
dapat diberantas. Kalau itu terjadi, kita
kehilangan kemampuan untuk melawan
kuman yang seharusnya dihadapi oleh
keluarga tersebut. Jika ini terjadi, kita
mungkin mengalami infeksi oportunistik
– lihat Lembaran Informasi (LI) 500.
Apa Tes CD4 Itu?
Contoh kecil darah kita diambil. Darah
ini dites untuk menghitung beberapa tipe
sel. Jumlah sel CD4 tidak langsung
diukur. Malahan, laboratorium membuat
hitungan berdasarkan jumlah sel darah
putih, dan proporsi sel tersebut yang
CD4. Oleh karena itu, jumlah CD4 yang
dilaporkan oleh tes CD4 tidak persis.
Karena jumlah CD4 penting untuk
menunjukkan kekuatan sistem kekebalan
tubuh, diusulkan kita melakukan tes CD4
setiap 3-6 bulan. Namun setelah kita
mulai ART dan jumlah CD4 kita sudah
kembali normal, tes CD4 dapat dilakukan
setiap 9-12 bulan.
Faktor Apa yang Berpengaruh
pada Jumlah CD4?
Hasil tes dapat berubah-ubah, tergantung pada jam berapa contoh darah
diambil, kelelahan, dan stres. Sebaiknya
contoh darah kita diambil pada jam yang
sama setiap kali dites CD4, dan juga
selalu memakai laboratorium yang sama.
Infeksi lain dapat sangat berpengaruh pada jumlah CD4. Jika tubuh kita menyerang
infeksi, jumlah sel darah putih (limfosit)
naik. Jumlah CD4 juga naik. Vaksinasi
dapat berdampak serupa. Kalau akan
melakukan tes CD4, sebaiknya kita menunggu dua minggu setelah pulih dari
infeksi atau setelah vaksinasi.
Bagaimana Hasil Tes CD4
Dilaporkan?
Hasil tes CD4 biasanya dilaporkan sebagai jumlah sel CD4 yang ada dalam
satu milimeter kubik darah (biasanya
ditulis mm3). Jumlah CD4 yang normal
biasanya berkisar antara 500 dan 1.600.
Karena jumlah CD4 begitu berubahubah, kadang lebih cocok kita lihat
persentase sel CD4. Jika hasil tes melaporkan CD4% = 34%, ini berarti 34%
limfosit kita adalah sel CD4. Persentase
ini lebih stabil dibandingkan jumlah sel
CD4 mutlak. Angka normal berkisar
antara 30-60%. Setiap laboratorium
mempunyai kisaran yang berbeda. Belum
ada pedoman untuk keputusan pengobatan berdasarkan CD4%, kecuali untuk
anak berusia di bawah lima tahun.
Jumlah CD4 mutlak di bawah 200
menunjukkan kerusakan yang berat pada
sistem kekebalan tubuh. Walau CD4%
mungkin lebih baik meramalkan perkembangan penyakit HIV dibandingkan CD4
mutlak, jumlah CD4 mutlak tetap dipakai
untuk menentukan kapan ART sebaiknya
dimulai.
Kadang kita juga diusulkan untuk melakukan tes CD8. Namun sama sekali
tidak jelas bagaimana hasil tes CD8 dapat
ditafsirkan. Oleh karena itu, tidak ada
manfaat mengeluarkan biaya untuk tes
CD8.
Apa Artinya Angka Ini?
Jumlah CD4 adalah ukuran kunci kesehatan sistem kekebalan tubuh. Semakin
rendah jumlahnya, semakin besar kerusakan yang diakibatkan HIV. Jika kita
mempunyai jumlah CD4 di bawah 200,
atau persentase CD4 di bawah 14%, kita
dianggap AIDS, berdasarkan definisi
Kemenkes.
Jumlah CD4 dipakai bersama dengan viral
load untuk meramalkan berapa lama kita
akan tetap sehat. Lihat LI 125 untuk
informasi lebih lanjut tentang tes viral load.
Jumlah CD4 juga dipakai untuk menunjukkan kapan beberapa macam pengobatan termasuk ART sebaiknya dimulai.
Kapan mulai pengobatan untuk
mencegah infeksi oportunistik: Sebagian besar dokter meresepkan obat untuk
mencegah infeksi oportunistik pada
jumlah CD4 yang berikut:
y Di bawah 200: PCP (lihat LI 512)
y Di bawah 100: toksoplasmosis (lihat
LI 517) dan meningitis kriptokokus
(LI 503)
y Di bawah 50: MAC (lihat LI 510)
Memantau keberhasilan ART:
Umumnya jumlah CD4 akan mulai naik
segera setelah kita mulai ART. Namun
kecepatan sangat beragam, dan kadang
pelan. Bila jumlah CD4 di bawah 50
waktu kita mulai ART, jumlah CD4 kita
mungkin tidak akan meningkat menjadi
normal (di atas 500). Yang penting
jumlah naik; kita sebaiknya tidak terlalu
berfokus pada angka. Sebaliknya, bila
jumlah CD4 mulai menurun lagi setelah
naik, mungkin itu adalah tanda bahwa
ART kita mulai gagal, dan mungkin
rejimen harus diganti.
Jumlah CD4 yang lebih tinggi adalah
lebih baik. Namun, jumlah CD4 yang
normal tidak tentu berarti sistem kekebalan tubuh benar-benar pulih.
Penyakit dan Kematian ‘Non-AIDS’
Sekarang, karena Odha umumnya
hidup lebih lama berkat ART, ada lebih
banyak penelitian mengenai penyebab
penyakit dan kematian lain. Penyebab
kematian ‘non-AIDS’ ini termasuk
penyakit hati, kanker tidak terkait AIDS
dan penyakit jantung. Secara keseluruhan, kematian ini menurun. Namun
penelitian menunjukkan bahwa ada
hubungan erat antara jumlah CD4 yang
lebih rendah dan risiko kematian.
Diperbarui 8 Mei 2014 berdasarkan FS 124 The
AIDS InfoNet 16 April 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 125
TES VIRAL LOAD
Apa Tes Viral Load Itu?
Tes viral load adalah tes untuk mengukur
jumlah virus HIV dalam darah. Ada
beberapa cara untuk melakukan tes ini:
y Metode PCR (polymerase chain reaction) memakai suatu enzim untuk menggandakan HIV dalam contoh darah.
Kemudian reaksi kimia menandai virus.
Penanda diukur dan dipakai untuk menghitung jumlah virus. Tes jenis ini dibuat
oleh Roche dan Abbott.
y Metode bDNA (branched DNA) menggabungkan bahan yang menimbulkan cahaya dengan contoh darah. Bahan ini
mengikat pada bibit HIV. Jumlah cahaya
diukur dan dijadikan jumlah virus. Tes
jenis ini dibuat oleh Bayer.
y Metode NASBA (nucleic acid sequence
based amplification) menggandakan
protein virus agar dapat dihitung. Tes
jenis ini dibuat oleh bioMerieux.
Masing-masing tes menunjukkan hasil
yang berbeda untuk contoh yang sama.
Karena hasil tes berbeda, kita sebaiknya
tetap memakai jenis tes yang sama untuk
memantau kecenderungan viral load.
Catatan: Tampaknya semua tes viral load
di Indonesia memakai metode PCR.
Viral load biasanya dilaporkan sebagai
jumlah tiruan atau copies HIV dalam satu
mililiter darah (copies/mm3). Hasilnya
sering disebut sebagai angka saja, tanpa
disebut satuan. Batas atas tes kurang lebih
1 juta, dan terus disempurnakan sehingga
menjadi lebih peka. Batas bawah tes bDNA
pertama adalah 10.000. Model tes generasi
kedua dapat mengukur hingga 48. Saat ini
ada tes sangat peka yang mampu mendeteksi kurang dari lima copies.
Hasil tes viral load yang terbaik adalah
yang dilaporkan sebagai ‘tidak terdeteksi’.
Ini bukan berarti tidak ada virus dalam
darah; artinya hanya bahwa jumlah virus
yang ada tidak cukup untuk ditemukan dan
dihitung oleh tes. Dengan tes generasi yang
dipakai secara umum di Indonesia, ‘tidak
terdeteksi’ dapat berarti sampai dengan
399. Artinya hasil ‘tidak terdeteksi’ tergantung pada kepekaan tes yang dipakai.
Semua tes viral load pertama memakai
contoh darah yang dibekukan. Sekarang
hasil yang baik dicapai dengan contoh yang
dikeringkan. Cara ini akan mengurangi
biaya untuk alat membekukan dan pengiriman.
Bagaimana Tes Viral Load Dipakai?
Tes viral load membantu dalam beberapa
bidang:
y Dalam penelitian, tes ini membuktikan
bahwa HIV tidak pernah ‘laten’ atau
tidur, melainkan terus menggandakan
diri (bereplikasi). Banyak Odha tanpa
gejala AIDS dengan jumlah CD4 yang
tinggi juga mempunyai viral load yang
tinggi. Seumpama virus benar laten, tes
seharusnya tidak menemukan HIV dalam
darah.
y Tes ini dapat dipakai untuk diagnosis,
karena tes dapat menemukan virus
beberapa hari setelah seseorang terinfeksi HIV. Ini lebih baik dibandingkan
tes HIV baku (tes antibodi), yang bisa
saja ‘negatif’ selama tiga bulan setelah
infeksi HIV – lihat Lembaran Informasi
102 untuk informasi tentang tes antibodi
HIV. Namun tes viral load tidak disetujui
di Indonesia untuk diagnosis HIV,
kecuali untuk bayi baru lahir.
y Untuk prognosis, viral load dapat membantu meramalkan berapa lama kita akan
tetap sehat. Semakin tinggi viral load,
semakin cepat penyakit HIV berkembang.
y Untuk pencegahan, viral load menunjukkan daya menular pada orang lain.
Semakin tinggi viral load, semakin
mudah menularkan HIV.
y Untuk pemantauan terapi, tes viral load
menunjukkan apakah terapi antiretroviral (ART) mengendalikan virus.
Panduan saat ini menganjurkan pengukuran viral load pada awal, sebelum
mulai terapi. Pengobatan berhasil bila
viral load diturunkan setidaknya 90%
dalam waktu delapan minggu setelah
ART mulai dipakai. Viral load seharusnya terus menurun menjadi kurang dari
50 dalam enam bulan. Ada anggapan
bahwa viral load sebaiknya diukur 2-8
minggu setelah ART dimulai atau
diubah.
Kemudian viral load sebaiknya dipantau
setiap 6 bulan untuk Odha dengan
kepatuhan yang baik dengan viral load
tidak terdeteksi. Namun tes viral load
tidak dianjurkan untuk memantau hasil
ART di Indonesia, karena sering tidak
terjangkau; ART harus dipantau dengan
cara lain (jumlah CD4 dan/atau gejala
klinis).
Bagaimanakah Perubahan Viral
Load Diukur?
Tes berulang pada satu contoh darah
dapat memberikan hasil yang berbeda tiga
kali lipat. Ini berarti bahwa perubahan yang
bermakna adalah jika viral load menurun
menjadi kurang dari satu per tiga atau
meningkat menjadi lebih dari tiga kali
dibanding tes sebelumnya. Misalnya,
perubahan dari 200.000 menjadi 600.000
bisa dianggap tidak bermakna. Jika hasil
turun dari 50.000 menjadi 10.000, ini
dianggap bermakna. Yang terpenting
adalah untuk mencapai viral load yang
tidak terdeteksi.
Perubahan pada viral load kadang
dilaporkan sebagai perubahan ‘log’. Hal
ini mengacu pada catatan ilmiah, yang
memakai pangkat sepuluh. Misalnya,
penurunan 2-log adalah penurunan 102
atau 100 kali. Penurunan dari 60.000
menjadi 600 adalah penurunan 2-log.
“Blip” Viral Load
Baru-baru ini, para peneliti melihat
bahwa viral load pada banyak pasien
kadang kala naik dari tidak terdeteksi
menjadi tingkat yang masih rendah
(biasanya di bawah 400), dan kemudian
kembali tidak terdeteksi. “Blip” (peningkatan sementara) ini tidak menunjukkan
bahwa ART mulai gagal atau virus mulai
mengembangkan resistansi.
Apa Makna Angka?
Tidak ada angka viral load yang ‘ajaib’.
Kita tidak tahu berapa lama kita dapat tetap
sehat dengan viral load tertentu. Yang kita
tahu hanyalah bahwa semakin rendah
semakin baik, yaitu tampaknya berarti
hidup yang lebih lama dan lebih sehat.
Pedoman AS mengusulkan ART dipertimbangkan jika viral load di atas 100.000.
Beberapa orang mungkin beranggapan
bahwa mereka tidak dapat menularkan
orang lain jika viral loadnya tidak terdeteksi. Ini tidak benar. Tidak ada viral
load yang ‘aman’. Walaupun risiko lebih
rendah, kita dapat menularkan HIV
pada orang lain bahkan dengan viral
load yang tidak terdeteksi.
Apakah Ada Masalah dengan Tes
Viral Load?
Ada beberapa masalah dengan tes viral
load:
y Hanya 2% HIV dalam tubuh kita adalah
di darah. Tes viral load tidak mengukur
jumlah HIV yang ada di jaringan tubuh
misalnya kelenjar getah bening, empedu
atau otak. Viral load dalam jaringan getah
bening (limfa) dan air mani menurun bila
tingkat dalam darah menurun, tetapi
tidak pada waktu dan kecepatan yang
sama.
y Hasil tes viral load dapat dipengaruhi jika
tubuh kita menyerang infeksi, atau jika
kita baru imunisasi (misalnya vaksinasi
flu). Kita sebaiknya tidak mengambil
darah untuk tes viral load dalam waktu
empat minggu setelah infeksi atau
imunisasi apa pun.
Ditinjau 6 Maret 2014 berdasarkan FS 125 The
AIDS InfoNet 24 Februari 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 126
RESISTANSI TERHADAP OBAT
Apa Resistansi Itu?
HIV dianggap ‘resistan (kebal)’ terhadap obat antiretroviral (ARV) tertentu
bila virus itu terus menggandakan diri
(bereplikasi) walaupun kita memakai obat
tersebut. Waktu HIV bereplikasi, sering
kali hasilnya tidak persis sama dengan
aslinya – ada sedikit perubahan. Sebagian
virus yang dibuat ini, yang disebut mutan,
dapat menyebabkan resistansi. Tipe virus
yang ‘liar’ adalah bentuk HIV yang paling
umum. Virus yang berbeda dari tipe liar
dianggap mutan.
ARV tidak mampu mengendalikan virus
yang resistan terhadapnya. Virus yang
resistan dapat kebal terhadap obat tersebut. Jika kita tetap memakai obat itu,
virus yang resistan akan bereplikasi lebih
cepat dibanding virus liar. Ini disebut
‘tekanan pilihan’, dengan akibat virus
yang resistan akan berkuasa.
Bila kita berhenti memakai ARV, tidak
ada tekanan pilihan. Virus tipe liar (asli)
akan bereplikasi lebih cepat dibanding
virus yang resistan. Namun virus yang
resistan masih tersembunyi dalam sel di
luar aliran darah, misalnya di kelenjar
getah bening, dan akan cepat muncul
kembali jika kita mulai kembali memakai
obat yang sama.
Tes resistansi membantu dokter untuk
memberi informasi tepat pada pasien agar
pasien dapat mengambil keputusan
terbaik tentang pengobatan.
Bagaimana Resistansi Berkembang?
HIV biasanya menjadi resistan waktu
virus tidak dikendali secara keseluruhan
oleh obat yang kita pakai. Namun, bisa
jadi kita tertular dengan HIV yang sudah
resistan terhadap satu atau lebih ARV.
Semakin cepat HIV bereplikasi, semakin banyak mutan muncul. Mutasi
terjadi secara tidak sengaja. HIV tidak
‘mengetahui’ mutasi mana yang akan
kebal terhadap obat.
HIV dapat menjadi resistan terhadap
beberapa jenis obat akibat hanya satu
mutasi. Ini benar dengan 3TC dan obat
golongan NNRTI. Dari sisi lain, untuk
mengembangkan resistansi pada beberapa
obat lain, termasuk kebanyakan obat golongan protease inhibitor (PI), HIV harus
melalui serangkaian mutasi.
Cara terbaik untuk mencegah resistansi
adalah untuk mengendalikan HIV dengan
memakai ARV yang manjur. Bila kita
melupakan dosis obat, HIV akan lebih
mudah bereplikasi. Makin banyak
mutan akan muncul. Beberapa di
antaranya dapat menyebabkan resistansi.
Bila kita harus berhenti memakai ARV
apa pun, bicara dengan dokter. Kita
mungkin harus berhenti memakai satu
jenis obat sebelum berhenti yang lain.
Jika kita berhenti memakai ARV dengan
cara yang benar waktu virus dikendalikan,
kemungkinan kita dapat mulai memakainya lagi kemudian tanpa masalah.
Cara Resistansi Dipastikan
Ada tiga cara untuk mengetahui bahwa
resistansi sudah muncul:
y Cara klinis: Mengamati tanda/gejala
bahwa HIV tetap menggandakan diri
dalam tubuh kita walaupun kita memakai ARV.
y Cara fenotipe: Melihat apakah HIV
tetap menggandakan diri dalam tabung
reaksi setelah ARV diberikan.
y Cara genotipe: Mencari kode genetik
HIV mempunyai mutasi yang terkait
dengan resistansi terhadap obat.
Resistansi klinis dapat dilihat dalam
peningkatan pada viral load, penurunan
jumlah CD4, berat badan menurun, dan
kejadian baru atau kambuhan infeksi
oportunistik. Tes laboratorium dibutuhkan
untuk mengukur resistansi fenotipe dan
genotipe.
Tes Resistansi
Ada tiga jenis tes resistansi:
y Tes fenotipe: Contoh HIV dibiakkan
dalam laboratorium. Kemudian satu
jenis ARV diberikan. Kecepatan pertumbuhan virus dibandingkan dengan
virus liar. Jika HIV dalam contoh
bereplikasi lebih cepat, maka virus
tersebut dianggap resistan pada obat
yang bersangkutan. Tes fenotipe lebih
terpilih untuk orang dengan resistansi
yang diketahui atau dicurigai, terutama
terhadap PI.
y Tes genotipe: Kode genetik virus dalam
contoh dibaca untuk menentukan apakah ada mutasi tertentu yang diketahui
menimbulkan resistansi terhadap ARV
apa pun. Tes genotipe lebih terpilih
untuk orang yang mengalami masalah
dengan rejimen terapi ARV (ART) lini
pertama atau kedua.
y Tes fenotipe virtual: Sebetulnya tes ini
adalah cara menafsirkan hasil tes
genotipe. Tes ini lebih cepat dan murah
dibandingkan tes fenotipe.
Resistansi Silang
Kadang kala, jika virus kita mengembangkan resistansi terhadap satu macam
obat, virus juga menjadi resistan terhadap
ARV lain. Ini disebut ‘resistansi silang’
atau ‘cross resistance’ terhadap obat atau
golongan obat lain. Misalnya, sebagian
besar HIV yang resistan terhadap efavirenz (sejenis NNRTI) juga resistan
terhadap nevirapine (sejenis NNRTI lain)
dan sebaliknya.
Resistansi silang adalah penting bila kita
harus mengganti ARV akibat kegagalan
terapi karena resistansi. Kita harus
memilih obat baru yang tidak resistan
silang dengan obat yang kita pernah pakai.
Ilmuwan belum sepenuhnya memahami
resistansi silang. Namun banyak jenis
ARV sedikitnya sebagian resistan silang.
Sebagaimana HIV mengembangkan lebih
banyak mutasi, virus menjadi lebih sulit
dikendalikan. Pakai semua dosis ARV
persis sesuai dengan anjuran. Ini mengurangi risiko resistansi dan resistansi
silang, dan juga mencadangkan lebih
banyak pilihan jika kita harus menggantikan ARV pada masa depan.
Masalah dengan Tes Resistansi
Tes resistansi belum tersedia di Indonesia. Harganya di negara maju masih
sangat mahal.
Tes ini kurang mampu mendeteksi
mutan minoritas (di bawah 20% dari virus
keseluruhan). Juga, tes resistansi lebih
mampu bila viral load lumayan tinggi.
Bila viral load kita sangat rendah, tes
mungkin tidak berhasil. Tes biasanya tidak
dapat dilakukan bila viral load kita di
bawah 500-1.000.
Hasil tes resistansi dapat sulit ditafsirkan. Kadang kala hasil tes tidak
menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.
Obat yang menurut tes seharusnya
berhasil ternyata tidak, dan sebaliknya.
Kadang-kadang tes fenotipe dan genotipe
memberi hasil yang bertentangan. Beberapa mutasi dapat mengurangi keganasan
HIV atau menyebabkan HIV menjadi
lebih rentan terhadap obat tertentu lain.
Penelitian baru-baru ini memberi kesan
bahwa tes resistansi genotipe sebaiknya
dilakukan pada semua pasien sebelum
mereka mulai ART. Hal ini dapat menghemat biaya karena pasien tidak diberi
obat yang tidak efektif akibat virusnya
sudah resistan terhadap obat tersebut.
Tes resistansi tidak dibutuhkan untuk
memastikan apakah ART kita gagal;
kegagalan lebih baik dipastikan dengan
tes viral load (lihat Lembaran Informasi
125). Tes resistansi mungkin bermanfaat
untuk memastikan rejimen terbaik untuk
mengganti rejimen yang diketahui gagal.
Ditinjau 6 Maret 2014 berdasarkan FS 126 The
AIDS InfoNet 4 Februari 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 135
TES FUNGSI HATI
Apa Tes Fungsi Hati Itu?
Apa Arti Hasil Tes?
Dalam pekerjaannya, hati kita membuat
beberapa produk, termasuk jenis protein
yang disebut sebagai enzim. Produk ini
dapat keluar dari hati dan masuk ke aliran
darah. Tingkat produk tersebut dapat
diukur dalam darah.
Kerusakan pada hati yang disebabkan
oleh penyakit dapat memungkinkan
produk tersebut masuk ke aliran darah
dalam tingkat yang lebih tinggi. Jadi, tes
yang mengukur tingkat produk ini, yang
disebut sebagai tes fungsi hati (liver
function test/LFT), dapat menunjukkan
tingkat kerusakan pada hati.
Bila dokter mencurigai kita mempunyai
masalah atau penyakit hati, dia akan
meminta kita melakukan tes fungsi hati
untuk membantu diagnosis. Kemudian,
tes fungsi hati dapat dilakukan untuk
memantau hati kita, untuk melihat apakah
kerusakan dapat menjadi lebih berat atau
pun pulih.
Penyakit hati yang berbeda akan menyebabkan kerusakan yang berbeda, dan tes
fungsi hati dapat menunjukkan perbedaan
ini. Hasil tes fungsi hati dapat memberi
gambaran mengenai penyakit apa yang
mungkin menyebabkan kerusakan, tetapi
tes ini tidak mampu mendiagnosis akibat
penyakit hati.
Hasil tes ini juga bermanfaat untuk
memantau perjalanan penyakit hati, tetapi
sekali lagi, mungkin tidak memberi
gambaran yang tepat. Namun biasanya
hasil tes fungsi hati memberi gambaran
mengenai tingkat peradangan.
Apa yang Diukur dalam Tes
Fungsi Hati?
Produk berikut biasanya diukur sebagai
bagian dari tes fungsi hati:
y ALT (alanin aminotransferase), dahulu
dikenal sebagai SGPT (serum glutamik
piruvik transaminase)
y AST (aspartat aminotransferase), dahulu
dikenal sebagai SGOT (serum glutamik
oksaloasetik transaminase)
y Fosfatase alkali
y GGT (gamma-glutamil transpeptidase,
atau gamma GT)
y Bilirubin
y Albumin
Lembaran Informasi (LI) 120 menunjukkan nilai normal atau nilai rujukan
untuk semua tes tersebut. Harus ditekankan bahwa nilai ini berbeda tergantung
pada alat yang dipakai di laboratorium
yang melakukan tes serta cara penggunaannya. Laporan laboratorium yang
kita terima setelah melakukan tes menunjukkan nilai normal yang berlaku. Sebagai
contoh, batas atas nilai normal (BANN)
untuk AST dapat berkisar dari 35 hingga
50 (tergantung pada laboratorium), dan
berbeda untuk laki-laki dan perempuan.
Jadi bila kita ingin dapat komentar
mengenai hasil tes, sebaiknya kita menyebut baik hasil tes maupun nilai normal.
Selain itu, hasil tes juga dapat berubah
tergantung pada pukul berapa darah
diambil. Sebaiknya contoh darah kita
diambil pada jam yang sama setiap kali
kita dites fungsi hati, dan juga selalu pada
laboratorium yang sama.
Enzim Hati
ALT adalah lebih spesifik untuk kerusakan hati. ALT adalah enzim yang dibuat
dalam sel hati (hepatosit), jadi lebih
spesifik untuk penyakit hati dibandingkan
dengan enzim lain. Biasanya peningkatan
ALT terjadi bila ada kerusakan pada
selaput sel hati. Setiap jenis peradangan
hati dapat menyebabkan peningkatan pada
ALT. Peradangan pada hati dapat disebabkan oleh hepatitis virus, beberapa obat,
penggunaan alkohol, dan penyakit pada
saluran cairan empedu.
AST adalah enzim mitokondria yang
juga ditemukan dalam jantung, ginjal dan
otak. Jadi tes ini kurang spesifik untuk
penyakit hati. Dalam beberapa kasus
peradangan hati, peningkatan ALT dan
AST akan serupa.
Fosfatase alkali meningkat pada
berbagai jenis penyakit hati, tetapi
peningkatan ini juga dapat terjadi berhubungan dengan penyakit tidak terkait
dengan hati. Fosfatase alkali sebetulnya
adalah suatu kumpulan enzim yang
serupa, yang dibuat dalam saluran cairan
empedu dan selaput dalam hati, tetapi juga
ditemukan dalam banyak jaringan lain.
Peningkatan fosfatase alkali dapat terjadi
bila saluran cairan empedu dihambat
karena alasan apa pun. Di antara yang lain,
peningkatan pada fosfatase alkali dapat
terjadi terkait dengan sirosis dan kanker
hati.
GGT sering meningkat pada orang yang
memakai alkohol atau zat lain yang
beracun pada hati secara berlebihan.
Enzim ini dibuat dalam banyak jaringan
selain hati. Serupa dengan fosfatase alkali,
GGT dapat meningkat dalam darah pasien
dengan penyakit saluran cairan empedu.
Namun tes GGT sangat peka, dan tingkat
GGT dapat tinggi berhubungan dengan
hampir semua penyakit hati, bahkan juga
pada orang yang sehat. GGT juga dibuat
sebagai reaksi pada beberapa obat dan zat,
termasuk alkohol, jadi peningkatan GGT
kadang kala (tetapi tidak selalu) dapat
menunjukkan penggunaan alkohol. Penggunaan pemanis sintetis sebagai pengganti
gula, seumpamanya dalam diet soda,
dapat meningkatkan GGT.
Produk Hati Lain
Bilirubin adalah produk utama dari
penguraian sel darah merah yang tua.
Bilirubin disaring dari darah oleh hati, dan
dikeluarkan pada cairan empedu. Sebagaimana hati menjadi semakin rusak,
bilirubin total akan meningkat. Sebagian
dari bilirubin total termetabolisme, dan
bagian ini disebut sebagai bilirubin
langsung. Bila bagian ini meningkat,
penyebab biasanya di luar hati. Bila
bilirubin langsung adalah rendah sementara bilirubin total tinggi, hal ini menunjukkan kerusakan pada hati atau pada
saluran cairan empedu dalam hati.
Bilirubin mengandung bahan pewarna,
yang memberi warna pada kotoran. Bila
tingkatnya sangat tinggi, kulit dan mata
dapat menjadi kuning, yang mengakibatkan gejala ikterus.
Penggunaan atazanavir (sejenis obat
antiretroviral golongan PI – lihat LI 447)
dapat menyebabkan peningkatan pada
tingkat bilirubin. Walaupun efek samping
ini tidak berbahaya, perubahan pada
warna kulit dan mata dapat menimbulkan
ketidaknyamanan.
Albumin adalah protein yang mengalir
dalam darah. Karena dibuat oleh hati dan
dikeluarkan pada darah, albumin adalah
tanda yang peka dan petunjuk yang baik
terhadap beratnya penyakit hati.
Tingkat albumin dalam darah menunjukkan bahwa hati tidak membuat albumin
dan tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Tingkat ini biasanya normal pada
penyakit hati yang kronis, sementara
meningkat bila ada sirosis atau kerusakan
berat pada hati. Ada banyak protein lain
yang dibuat oleh hati, namun albumin
mudah diukur.
Tes Lanjutan
Bila ada kelainan pada tes fungsi hati,
dokter mungkin akan minta tes tambahan,
misalnya ultrasound atau biopsi hati. Bila
belum dilakukan tes untuk hepatitis virus,
kemungkinan kita akan diminta melakukan tes tersebut.
Ditinjau 6 Maret 2014 berdasarkan beberapa
sumber
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 136
TES FUNGSI GINJAL
Apa Tes Fungsi Ginjal Itu?
Ginjal kita, yaitu sistem penyaringan alami
tubuh kita, melakukan banyak fungsi penting.
Fungsi ini termasuk menghilangkan bahan
ampas sisa metabolisme dari aliran darah,
mengatur keseimbangan tingkat air dalam
tubuh, dan menahan pH (tingkat asam-basa)
pada cairan tubuh. Kurang lebih 1,5 liter
darah dialirkan melalui ginjal setiap menit.
Dalam ginjal, sisa senyawa kimia disaring dan
dihilangkan dari tubuh (bersama dengan air
berlebihan) sebagai air seni. Penyaringan ini
dilakukan oleh bagian ginjal yang disebut
sebagai glomeruli. Untuk informasi lebih
lanjut mengenai penyakit ginjal, lihat
Lembaran Informasi (LI) 651.
Banyak kerusakan dapat berpengaruh pada
kemampuan ginjal kita dalam melakukan
tugasnya. Beberapa dapat mengakibatkan
penurunan fungsi ginjal secara cepat (akut);
yang lain dapat menyebabkan penurunan
yang lebih lamban (kronis). Keduanya menghasilkan penumpukan bahan ampas yang
toksik (racun) dalam darah.
Adalah sulit mengukur kerusakan ini secara
langsung. Oleh karena itu, dibentuk beberapa
tes laboratorium yang memberi gambaran
mengenai kesehatan ginjal. Tes ini disebut
sebagai tes fungsi ginjal atau faal ginjal, dan
dapat membantu menentukan penyebab dan
tingkat masalah ginjal. Tes dilakukan pada
contoh air seni dan darah.
Bila dokter mencurigai kita mempunyai
masalah atau penyakit ginjal, dia akan
meminta kita melakukan tes fungsi ginjal
untuk membantu diagnosis. Kemudian, tes
fungsi ginjal dapat dilakukan untuk memantau ginjal kita, agar melihat apakah
kerusakan dapat menjadi lebih berat atau pun
pulih.
Kecepatan Penyaringan Glomeruli
Tes ini, yang umumnya disebut sebagai
GFR (glomerular filtration rate) atau LFG
(laju filtrasi glomerulus), mengukur jumlah
darah yang disaring oleh ginjal setiap menit.
Walau GFR ini dapat diukur, prosesnya rumit
dan hanya dilakukan dalam sarana penelitian.
Tes Keluaran Kreatinin
Sebagai alternatif yang lebih mudah, GFR
dapat diperkirakan berdasarkan keluaran
kreatinin (creatinine clearance). Tes keluaran
kreatinin mengukur tingkat salah satu bahan
ampas, yaitu kreatinin, “dibersihkan” dari
darah oleh ginjal. Kreatinin dihasilkan dari
metabolisme protein ketika otot membakar
energi. Kemudian kebanyakan kreatinin
disaring dari darah oleh ginjal dan dibuang
dalam air seni.
Pengukuran keluaran kreatinin dilakukan
dengan mengumpulkan semua air seni yang
dibuang dalam 24 jam. Jumlah kreatinin yang
ada dalam air seni tersebut diukur dan
dibandingkan dengan jumlah kreatinin yang
beredar dalam darah. Jika jumlah kreatinin
yang dikeluarkan oleh ginjal tidak cukup,
tingkat kreatinin dalam air seni akan menurun.
Akibatnya tingkat kreatinin dalam darah akan
meningkat.
Tes keluaran kreatinin membutuhkan
waktu, dan dapat muncul keraguan apakah
semua air seni yang dikeluarkan dalam 24 jam
benar-benar dikumpul oleh pasien. Oleh
karena itu, sekarang umumnya GFR diestimasikan (eGFR) berdasarkan tingkat kreatinin dalam darah. Kemudian, eGFR dihitung
dengan memakai salah satu dari beberapa
rumusan, yang memakai variabel terkait usia,
jenis kelamin dan (kadang) ras dan/atau berat
badan. Juga ada rumusan khusus untuk anak,
yang memakai variabel lain. Hasil diungkap
sebagai volume darah yang disaring dalam
mL/menit. Namun ada keraguan mengenai
rumusan terbaik untuk rangkaian dan ras yang
berbeda, dan untuk Odha.
nitrogen. Ginjal yang sehat menyaring urea
dari darah dan mengeluarkannya ke air seni.
Bila ginjal tidak berfungsi dengan baik, urea
ini yang disebut sebagai BUN) akan tetap
ditahan dalam darah. Oleh karena itu,
tingkat BUN yang tinggi dalam darah dapat
menandai masalah ginjal. Namun masalah
ini juga terpengaruh oleh fungsi hati (lihat
LI 135), sehingga tes BUN harus dilakukan bersamaan dengan pengukuran kreatinin, yang lebih khusus menandai masalah
ginjal.
y Tes lain. Pengukuran tingkat zat lain, yang
seharusnya diatur oleh ginjal, dalam darah
dapat membantu menilai fungsi hati. Zat ini
termasuk zat natrium, kalium, klorida,
bikarbonat, kalsium, magnesium, fosforus,
protein, asam urat dan glukosa.
Dalam keadaan tertentu, mungkin dokter
akan mengusulkan dilakukan tes pengamatan, termasuk ultrasonik (USG), dan
MRI atau CT scan, atau pun biopsi ginjal.
Tes Lain yang Penting
Hasil Tes
Ada beberapa tes lain yang penting untuk
memastikan fungsi hati:
y Analisis air seni: Contoh air seni diperiksa
secara fisik untuk ciri termasuk warna, bau,
penampilan, dan kepadatan; diperiksa
secara kimia untuk unsur termasuk protein,
glukosa, dan pH; dan di bawah mikroskop
untuk keberadaan unsur sel (sel darah
merah dan putih, dll.), bakteri, kristal, dsb.
y Tekanan darah: Tekanan darah tinggi
dapat menjadi salah satu faktor yang menekankan penyakit ginjal. Hal ini juga dapat
menunjukkan bahwa ginjal sudah dirusakkan.
y Keberadaan protein dalam air seni:
Ginjal yang sehat menyaring semua protein
dari darah dan menyerapnya kembali,
sehingga tingkat protein dalam air seni tetap
rendah. Ditemukan protein dalam air seni
adalah tanda penyakit ginjal.
LI 120 menunjukkan nilai normal atau nilai
rujukan untuk beberapa tes di atas. Harus ditekankan bahwa nilai ini berbeda tergantung
pada alat yang dipakai pada laboratorium
yang melakukan tes dan cara penggunaannya.
Laporan laboratorium yang kita terima setelah
melakukan tes menunjukkan nilai rujukan
yang berlaku. Bila kita ingin dapat komentar
mengenai hasil tes, sebaiknya kita menyebut
hasil tes serta nilai rujukan.
eGFR
Tes Penunjang
Ada beberapa tes lain yang dapat dilakukan:
y Keluaran urea. Urea adalah bahan ampas
dari metabolisme protein, dan dikeluarkan
dalam air seni. Seperti keluaran kreatinin,
tes ini mengukur jumlah urea yang dikeluarkan ke air seni selama beberapa jam, dan
juga membutuhkan pengukuran tingkat
urea dalam darah.
y Osmologi air seni. Tes ini mengukur
jumlah partikel (bibit) yang dilarutkan
dalam air seni, untuk menilai kemampuan
ginjal untuk mengatur kepekatan air seni
sebagaimana konsumsi air meningkat atau
menurun.
y Nitrogen urea darah (blood urea nitrogen/
BUN). Darah mengangkut protein ke sel di
seluruh tubuh. Setelah protein dipakai oleh
sel-sel, sisa produk buangan dikembalikan
ke darah sebagai urea, yang mengandung
Apa Arti Hasil Tes?
Hasil tes GFR menunjukkan kerusakan
pada ginjal, sebagaimana berikut:
Tahap Penyakit Ginjal Kronis
Stadium GFR Gambaran
1
2
3
4
5
t90 Normal
60-89 Fungsi ginjal sedikit berkurang
30-59 Penurunan fungsi ginjal sedang,
± bukti kerusakan lain
15-29 Penurunan fungsi ginjal berat
<15 Kegagalan ginjal
Karena dipengaruhi oleh masalah lain,
tingkat BUN yang tinggi secara sendiri tidak
tentu menandai masalah ginjal, tetapi
memberi kesan adanya masalah. Sebaliknya,
tingkat kreatinin yang tinggi dalam darah
sangat spesifik menandai penurunan pada
fungsi ginjal.
Ketidakmampuan ginjal untuk mengatur
kepekatan air seni sebagai tanggapan pada
perubahan dalam konsumsi cairan, yang
ditandai oleh tes osmologi dapat menandai
penurunan pada fungsi ginjal. Karena ginjal
yang sehat tidak mengeluarkan protein pada
air seni, tetap ada protein dalam air seni juga
menandai beberapa jenis penyakit ginjal.
Diperbarui 1 Juni 2013 berdasarkan beberapa
sumber, termasuk HATIP 171 27 Januari 2011
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 152
BERAPA TINGKAT RISIKO?
Apa Saya Berisiko Terinfeksi HIV?
Kebanyakan kita mengetahui bagaimana
HIV menular. Kita juga tahu mengenai
usulan untuk seks yang lebih aman. Namun
kita tetap dapat terpajan pada (berisiko terinfeksi) HIV. Hal ini dapat terjadi akibat
kecelakaan atau karena kita melakukan
perilaku berisiko. Waktu hal ini terjadi, kita
selalu ingin tahu tingkat kemungkinan
(kans) kita terinfeksi HIV.
Tidak Ada Jaminan!
Kita hanya dapat yakin kita tidak
terinfeksi HIV bila kita yakin 100% kita
belum pernah melakukan perilaku berisiko
apa pun, dan kita belum pernah terpajan
pada cairan terinfeksi HIV apa pun.
Satu-satunya cara untuk memastikan
apakah kita terinfeksi atau tidak adalah
dengan tes HIV – lihat Lembaran Informasi (LI) 102. Kita harus menunggu tiga
bulan setelah pajanan mungkin. Baru
setelah jangka waktu itu (yang disebut
masa jendela) kita dapat yakin bahwa hasil
tes non-reaktif berarti kita tidak terinfeksi
HIV. Namun hasil reaktif lebih dini berarti
kita pasti terinfeksi HIV.
Kita mungkin merasa bahwa kita baru
saja terpajan pada HIV melalui penggunaan jarum suntik bergantian, atau
melalui hubungan seks yang tidak aman
(tanpa memakai kondom). Bila hal ini
terjadi, sebaiknya kita segera periksa ke
dokter. Mungkin kita dapat diberi obat
untuk mencegah infeksi – lihat LI 156
mengenai Profilaksis Pascapajanan.
Apa Artinya Angka?
Pada akhir 1980-an dan awal 1990-an,
beberapa penelitian dilakukan untuk
menilai risiko infeksi HIV akibat jenis
pajanan tertentu pada HIV. Hitungan ini
hanya memberi gambaran yang umum
mengenai tingkat risiko. Angka dapat
menggambarkan kegiatan apa yang membawa risiko yang lebih tinggi atau lebih
rendah. Angka ini tidak dapat menebak
apakah kita terinfeksi atau tidak.
Contohnya, risiko (kans) 1 dari 100 tidak
berarti kita dapat melakukan kegiatan
tersebut 99 kali tanpa risiko. Kita dapat
tertular HIV akibat hanya satu kali
terpajan. Kita dapat tertular pertama kali
kita melakukan perilaku berisiko.
Lagi pula penelitian ini melibatkan
kelompok orang yang tertentu. Tidak ada
alasan untuk menganggap bahwa hasilnya
akan berlaku pada kelompok lain, atau
pada masyarakat umum.
Kegiatan Apa yang Paling
Berisiko?
Risiko tertinggi terinfeksi HIV adalah
penggunaan jarum suntik bergantian
untuk menyuntik narkoba bersama
dengan seseorang yang terinfeksi HIV. Bila
kita memakai jarum suntik bergantian, ada
kemungkinan yang sangat tinggi bahwa
darah orang lain akan dimasukkan pada
aliran darah kita. Virus hepatitis juga dapat
tertular dengan penggunaan jarum suntik
bergantian.
Risiko tertinggi terinfeksi HIV yang
berikutnya adalah dengan hubungan seks
tanpa kondom. Hubungan seks anal
(melalui dubur) paling berisiko. Lapisan
dubur adalah sangat tipis. Lapisan tersebut
sangat mudah dirusakkan saat berhubungan seks. Kerusakan tersebut memudahkan HIV masuk ke tubuh. Pasangan
atas (“top” atau yang memasukkan) dalam
hubungan seks anal tampaknya kurang
berisiko.
Hubungan seks vagina menimbulkan
risiko tertinggi yang berikutnya. Lapisan
vagina lebih kuat dibandingkan lapisan
dubur, tetapi tetap rentan terhadap infeksi.
Juga lapisan ini dapat dirusakkan oleh
kegiatan seks; hanya dibutuhkan luka yang
tidak kasatmata. Risiko penularan meningkat bila adanya radang atau infeksi pada
vagina.
Pasangan yang dimasukkan paling
berisiko. Namun tetap ada risiko pada
pasangan yang memasukkan pada seks
anal atau vagina. Ada kemungkinan HIV
dapat memasuki penis melalui luka
terbuka, melalui lapisan yang lembab pada
lubang penis, atau melalui sel di selaput
mukosa pada kulup atau kepala penis.
Bagaimana dengan Seks Oral?
Pernah dilakukan banyak penelitian
mengenai penularan HIV melalui seks oral
(mulut ke kelamin). Penelitian tersebut
tidak mengambil kesimpulan yang jelas.
Namun yang berikut adalah jelas:
y Penularan HIV melalui seks oral adalah
mungkin. Risiko bukan nol.
y Risiko penularan HIV melalui seks oral
sangat rendah, jauh lebih rendah dibandingkan jenis hubungan seks lain tanpa
kondom. Namun infeksi lain misalnya
sifilis dapat menular melalui seks oral.
Apa yang Meningkatkan Risiko
Penularan HIV?
Sifilis dapat meningkatkan risiko menularkan HIV. Kemungkinan orang tertular
HIV lebih tinggi kalau dia juga terinfeksi
sifilis. Sifilis juga menyebabkan luka besar
dan tidak sakit. Sangat mudah kita terinfeksi HIV melalui luka sifilis. Infeksi
herpes simpleks (LI 519) juga menyebabkan luka yang dapat memudahkan
penularan dengan HIV.
Kasus sifilis atau herpes simpleks yang
aktif meningkatkan jumlah HIV pada
darah kita, dan dapat meningkatkan
kemungkinan orang lain tertular.
Beberapa faktor lain meningkatkan
risiko menularkan HIV, atau menjadi terinfeksi:
y Waktu orang terinfeksi HIV pada fase
akut atau primer (lihat LI 103), jumlah
virus dalam darahnya sangat tinggi. Hal
ini meningkatkan kemungkinan orang
tersebut dapat menularkan infeksinya.
Sayangnya, hampir tidak seorang pun
mengetahui dirinya terinfeksi pada fase
tersebut. Orang tersebut tidak menunjukkan tanda atau gejala terinfeksi HIV.
y Bila orang yang tidak terinfeksi mempunyai sistem kekebalan tubuh yang
lemah. Hal ini dapat terjadi akibat
penyakit lanjutan atau karena infeksi
aktif misalnya peristiwa herpes, sifilis
atau flu.
y Bila salah satu atau kedua orang mempunyai luka terbuka yang terpajan pada
cairan terinfeksi. Luka tersebut dapat
luka selesma, herpes kelamin, luka pada
mulut (seriawan), luka sifilis, atau luka
atau goresan lain pada kulit.
y Bila ada pajanan pada darah yang
terinfeksi.
y Bila pasangan laki-laki tidak terinfeksi
yang memasukkan belum disunat.
LI 166 menyediakan informasi lebih
lanjut mengenai daya menular HIV.
Garis Dasar
Para peneliti mengembangkan perkiraan
mengenai risiko tertular HIV. Perkiraan
tersebut dapat memberi gambaran umum
mengenai kegiatan apa yang lebih berisiko
atau kurang berisiko. Angka ini tidak dapat
memberi tahu kita apakah kegiatan tertentu
aman, atau beberapa kali kita dapat
melakukannya tanpa kita menjadi terinfeksi. Cara terbaik untuk mencegah
infeksi HIV adalah dengan memakai
kondom secara benar dan konsisten setiap
kali berhubungan seks, dan menghindari
penggunaan jarum suntik bergantian. Bila
kita merasa kita terpajan, menunggu tiga
bulan, lalu melakukan tes HIV. Tes HIV
adalah satu-satunya cara untuk mengetahui
apakah kita terinfeksi HIV atau tidak.
Ditinjau 7 Februari 2014 berdasarkan FS 152 The
AIDS InfoNet 31 Agustus 2013
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 154
PENGGUNAAN NARKOBA & HIV
Apa Kaitan Antara Penggunaan
Narkoba dan HIV?
Penggunaan narkoba (NAPZA) suntikan
dan alkohol adalah faktor besar dalam
penyebaran infeksi HIV. Di luar Afrika,
penggunaan narkoba suntikan bertanggung
jawab untuk sepertiga infeksi HIV yang baru.
Alat-alat yang dipakai secara bergantian untuk
memakai narkoba dapat membawa HIV dan
hepatitis virus, dan penggunaan narkoba dan
alkohol juga dikaitkan dengan hubungan seks
secara tidak aman.
Penggunaan narkoba dan alkohol juga
dapat berbahaya untuk orang yang memakai
terapi antiretroviral (ART). Kepatuhan pada
pengobatan tampaknya lebih sulit untuk
pengguna narkoba, dan narkoba jalanan dapat
berinteraksi secara gawat dengan obat
antiretroviral (ARV). Lihat Lembaran
Informasi (LI) 494 untuk informasi lebih
lanjut mengenai narkoba. Terapi pemulihan
ketergantungan narkoba dan alkohol dapat
mengurangi risiko terinfeksi HIV.
Suntikan dan Infeksi
Infeksi HIV menyebar secara mudah bila
orang memakai alat suntik secara bergantian
dalam penggunaan narkoba. Penggunaan alat
bergantian juga menularkan virus hepatitis B,
virus hepatitis C, dan penyakit gawat lain.
Darah yang terinfeksi terdapat pada semprit
(insul) kemudian disuntikkan bersama dengan
narkoba saat pengguna berikut memakai
semprit tersebut. Ini adalah cara termudah
untuk menularkan HIV karena darah yang
terinfeksi langsung dimasukkan pada aliran
darah orang lain.
Untuk mengurangi risiko penularan HIV
dan hepatitis, jangan memakai alat suntik
apa pun secara bergantian, dan sering cuci
tangan. Membersihkan alat-alat serta kulit di
daerah suntikan. Mengikuti tindakan untuk
mengurangi dampak buruk (harm reduction)
penggunaan narkoba.
Sebuah penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa HIV dapat bertahan hidup
selama sedikitnya empat minggu dalam
semprit bekas pakai. Bila kita harus
memakai alat suntik bergantian, kita dapat
mengurangi risiko infeksi dengan membersihkannya sebelum orang yang berikut
memakainya. Bila mungkin, memakai semprit
milik sendiri dan tidak memakainya bergantian dengan orang lain. Semprit ini tetap
harus dibersihkan karena bakteri dapat
bertumbuh di dalamnya.
Cara yang paling efektif untuk membersihkan semprit adalah dengan memakai air
bersih dulu, kemudian pemutih, dan akhirnya
bilas dengan air bersih. Coba keluarkan
semua darah dari semprit dengan cara dikocok
secara keras selama 30 detik. Pakailah air
sejuk karena air panas dapat menyebabkan
darah menjadi beku. Untuk membunuh
sebagian besar HIV dan virus hepatitis,
biarkan pemutih dalam semprit selama dua
menit penuh. Tidak dapat dijamin bahwa
semua HIV dan virus hepatitis akan dibunuh
dengan pembersihan. Selalu memakai
semprit baru bila mungkin.
Program Pertukaran Jarum Suntik
Akses pada jarum suntik yang bersih
mengurangi penularan HIV dan hepatitis
virus. Di beberapa daerah, jarum suntik baru
dapat dibeli di apotek tanpa resep. Di
beberapa daerah, sudah terbentuk program
pertukaran jarum suntik (Layanan Alat Suntik
Steril/LASS) untuk menyediakan semprit
yang baru dan terjamin bersih pada pengguna
narkoba suntikan agar mereka tidak terpaksa
memakai jarum suntik bergantian.
Program yang memudahkan akses pada
jarum suntik baru memang kontroversial
karena ada yang menganggap program LASS
mendorong penggunaan narkoba. Namun
penelitian pada pertukaran jarum suntik
membuktikan bahwa hal ini tidak benar.
Angka infeksi HIV menurun di daerah yang
ada program tersebut, dan lebih banyak
pengguna narkoba siap mengikuti terapi
pemulihan narkoba.
Penggunaan Narkoba dan
Hubungan Seks Tidak Aman
Untuk banyak orang, narkoba dan seks
saling berhubungan. Pengguna narkoba dapat
menawarkan seks untuk narkoba atau uang
untuk membeli narkoba. Beberapa orang
mengaitkan seks tidak aman dengan penggunaan narkoba.
Penggunaan narkoba, termasuk metamfetamin (shabu) dan alkohol, meningkatkan
kemungkinan orang tidak akan melindungi
dirinya saat berhubungan seks. Seseorang
yang ‘menjual’ seks untuk narkoba mungkin
mengalami kesulitan untuk membatasi apa
yang dia akan lakukan. Penggunaan narkoba
dan alkohol dapat mengurangi angka penggunaan kondom dan praktek seks aman yang
lain.
Sering kali, pengguna narkoba bergantiganti pasangan seksual. Perilaku ini meningkatkan risiko terinfeksi HIV atau infeksi
menular seksual (IMS) lain. IMS dapat
meningkatkan risiko tertular atau menularkan
HIV.
Pengobatan dan Narkoba
Adalah sangat penting untuk memakai
setiap dosis ART sesuai dengan aturan (waktu,
takaran, dsb.) – lihat LI 405 mengenai
kepatuhan terhadap terapi. Orang yang tidak
patuh (melupakan dosis) lebih mungkin
mengalami tingkat HIV (viral load) yang lebih
tinggi dalam darahnya, dan mengembangkan
resistansi terhadap obatnya. Penggunaan
narkoba dikaitkan dengan ketidakpatuhan,
yang dapat mengakibatkan kegagalan terapi
dan penyakit melanjutkan.
Beberapa jenis narkoba berinteraksi dengan
obat medis – lihat LI 407. Hati kita menguraikan sebagian besar obat yang dipakai
untuk melawan HIV, terutama protease
inhibitor (PI) dan NNRTI. Hati juga menguraikan beberapa jenis narkoba, termasuk
alkohol. Bila narkoba dan obat kedua ‘antri’
memakai hati, ada yang diuraikan secara lebih
cepat dan juga yang lebih lambat. Hal ini
dapat menyebabkan overdosis berat oleh obat
atau pun narkoba.
Overdosis obat dapat menyebabkan efek
samping yang berat. Overdosis narkoba dapat
mematikan. Sedikitnya dilaporkan satu
kematian akibat interaksi antara ekstasi
dengan PI.
Sebaliknya, interaksi dapat menyebabkan
tingkat ARV yang rendah dalam darah,
dengan akibat tingkatnya terlalu rendah untuk
melawan HIV. Hal ini dapat menyebabkan
virus menjadi resistan terhadap obat tersebut.
Beberapa obat, termasuk ARV dapat
mengubah tingkat metadon dalam darah. Oleh
karena itu, pengguna metadon seharusnya
dipantau secara hati-hati setelah mulai
memakai ART atau pengobatan lain, dan dosis
metadon disesuaikan lagi – lihat LI 541 untuk
informasi lebih lanjut.
Garis Dasar
Penggunaan narkoba adalah penyebab
utama infeksi HIV baru. Penggunaan alat
suntik, terutama semprit, secara bergantian
dapat menularkan HIV, virus hepatitis dan
infeksi lain. Penggunaan alkohol dan
narkoba, walaupun belum sampai pada
ketergantungan, dapat meningkatkan kemungkinan dilakukan hubungan seks yang
tidak aman dan meningkatkan risiko infeksi
menular seksual.
Untuk melindungi dirinya sendiri dari
infeksi, jangan memakai peralatan suntik
secara bergantian. Bila memakai semprit
sendiri berulang kali, bersihkan secara hatihati setiap kali memakainya. Namun pembersihan yang paling hati-hati tidak dapat
menjamin semprit bebas kuman.
Di beberapa daerah, jarum suntik baru dapat
dibeli tanpa resep. Juga, program pertukaran
jarum suntik (layanan alat suntik steril/LASS)
menyediakan semprit yang baru dan bersih.
Program ini dapat mengurangi angka infeksi
HIV yang baru.
Penggunaan narkoba dapat menyebabkan
kelupaan dosis ART. Hal ini dapat meningkatkan kemungkinan kegagalan terapi dan
resistansi terhadap obat.
Memakai narkoba atau alkohol bersama
dengan obat antiretroviral dapat menjadi
berbahaya. Interaksi antara obat dengan
narkoba dapat menyebabkan efek samping
berat dan overdosis yang gawat.
Diperbarui 6 Maret 2014 berdasarkan FS 154 The
AIDS InfoNet 28 September 2013
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 156
PROFILAKSIS PASCAPAJANAN
Apa Profilaksis Pascapajanan Itu?
Profilaksis berarti pencegahan infeksi
dengan obat. Pajanan adalah peristiwa
yang menimbulkan risiko penularan. Jadi
profilaksis pascapajanan (atau PPP)
berarti penggunaan obat untuk mencegah
infeksi setelah terjadi peristiwa yang
berisiko.
Terkait dengan PPP, ada tiga macam
pajanan itu:
Pajanan di tempat kerja. Pajanan ini
biasa terjadi dalam sarana medis, dan
berasal jika darah, air mani, cairan vagina
atau ASI dari seorang yang terinfeksi HIV
masuk ke aliran darah orang lain, dalam
hal ini biasanya petugas perawatan kesehatan. Peristiwa yang termaksud biasanya kecelakaan akibat tertusuk jarum
suntik bekas pakai secara tidak sengaja
pada petugas. Pajanan juga dapat terjadi
dengan pisau bedah, atau jika darah atau
cairan lain pasien kena luka terbuka, atau
mulut, hidung atau mata petugas atau
orang lain.
Pajanan akibat hubungan seks
berisiko, misalnya bila kondom pecah
atau lepas saat seorang Odha berhubungan seks dengan pasangan HIV-negatif.
Pajanan akibat perkosaan. Pemerkosa hampir pasti tidak memakai kondom. Tambahannya, jika hubungan seks
terjadi secara paksa, yang sering disertai
kekerasan, risiko penularan lebih tinggi.
Risiko Penularan Akibat Pajanan
di Tempat Kerja
Kemungkinan terjadinya penularan
akibat tertusuk jarum suntik adalah
rendah: rata-rata 0,3%. Kurang lebih satu
dari 300 kasus akan menghasilkan infeksi
HIV pada petugas kesehatan, bila tidak
dilakukan tindakan pencegahan.
Risiko lebih tinggi jika:
y tusukan dalam;
y darah dapat terlihat pada alat yang
menyebabkan luka;
y jarum atau alat sebelumnya ditempatkan pada pembuluh darah pasien; atau
y pasien sumber mempunyai viral load
HIV yang tinggi.
Apa yang Harus Dilakukan
Setelah Pajanan?
Jangan panik! Namun segera lakukan
tindakan.
Luka tusuk: bilas dengan air mengalir
dan sabun atau antiseptik. Jangan dihisap
dengan mulut, dan jangan ditekan karena
ini tidak berguna. Desinfeksi luka dan
daerah sekitar kulit dengan betadine
selama lima menit atau alkohol selama
tiga menit.
Pajanan mulut: ludahkan dan berkumur.
Pajanan hidung: hembuskan keluar
dan bersihkan dengan air.
Pajanan mata: bilas selama beberapa
menit dengan air bersih.
Hubungan seks: jangan bilas vagina.
Setelah dibersihkan, laporkan pajanan
agar dapat segera diselidiki.
Kapan PPP Diusulkan?
Keputusan harus diambil apakah PPP
akan dimulai, berdasarkan hasil penyelidikan. Keadaan yang dianggap cukup
berat untuk mulai PPP termasuk:
y pajanan pada banyak darah;
y darah bersentuh pada luka yang terbuka;
y darah dapat terlihat pada jarum yang
menusuk; atau
y pajanan pada darah, air mani atau
cairan vagina seseorang dengan viral
load yang tinggi.
Bagaimana PPP Dipakai?
PPP dilakukan dengan penggunaan
obat antiretroviral (ARV) – lihat Lembaran Informasi (LI) 403. Menurut pedoman
Kemenkes, paduan yang dianjurkan
adalah AZT + 3TC + EFV atau AZT +
3TC + LPV/r. Nevirapine tidak boleh
dipakai untuk PPP.
PPP harus dimulai secepatnya setelah
pajanan, sebaiknya dalam empat jam dan
tidak lebih dari 72 jam.
PPP harus dilangsungkan selama empat
minggu, tetapi boleh dihentikan jika ada
efek samping yang berat. Jika pasien
sumber pajanan ternyata HIV-negatif,
dan tidak ada kemungkinan dia masih
dalam masa jendela, PPP dapat dihentikan. Namun tes HIV pada pasien
sumber harus dilaksanakan sesuai dengan
peraturan – lihat LI 102. Jelas, kerahasiaan harus dijamin.
Diusulkan orang yang terpajan melakukan tes HIV pada awal (tidak lebih dari
24 jam), dan pada bulan ke-3 dan ke-6
setelah pemberian PPP.
Orang yang terpajan harus segera diberi
konseling, dan konseling harus tersedia
lagi selama masa memakai PPP.
PPP dapat juga disediakan dalam kasus
pajanan dalam hubungan seks, misalnya
perkosaan atau keadaan pecah kondom
pada pasangan suami-istri.
Efek Samping PPP
Efek samping yang paling umum termasuk mual dan rasa tidak nyaman. Efek
samping lain dapat dilihat pada lembaran
informasi masing-masing obat.
Pajanan pada Infeksi Lain
Harus diingat bahwa ada beberapa
infeksi lain yang diangkut darah, dengan
daya menular yang jauh lebih tinggi
dibandingkan HIV. Infeksi ini termasuk
virus hepatitis B dan C, yang sering
menyertai HIV pada orang yang terinfeksi melalui penggunaan jarum suntik
bergantian. Semua infeksi ini dapat
dicegah dengan penggunaan kewaspadaan standar (lihat LI 811). Kewaspadaan ini termasuk penggunaan sarung
tangan lateks dan pelindung lain waktu
melaksanakan tindakan yang berisiko
pada semua pasien, bukan hanya mereka
yang diketahui terinfeksi penyakit
tersebut. Dapat dilakukan upaya PPP
akibat pajanan virus hepatitis B, tetapi
belum ada untuk virus hepatitis C.
Garis Dasar
Profilaksis pascapajanan (PPP) adalah
penggunaan ARV secepatnya setelah
terjadi peristiwa yang berisiko penularan
HIV, untuk mencegah infeksi HIV. PPP
dapat mengurangi risiko terinfeksi hingga
79%.
PPP hanya dipakai setelah penyelidikan
menunjukkan ada risiko pada orang yang
terpajan. Hanya 0,3% pajanan menghasilkan infeksi HIV. Karena ARV dapat
menyebabkan efek samping yang cukup
berat, sebaiknya PPP hanya dipakai jika
benar-benar dibutuhkan.
PPP terdiri dari tiga obat yang dipakai
dua kali sehari selama empat minggu.
PPP tidak 100% efektif; berarti PPP tidak
menjamin pajanan pada HIV tidak akan
menghasilkan infeksi.
Cara terbaik untuk mencegah terjadinya
penularan pada sarana medis adalah
melaksanakan kewaspadaan standar pada
semua pasien.
Diperbarui 7 April 2014 berdasarkan beberapa
sumber
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 160
PROFILAKSIS PRAPAJANAN
Apa Profilaksis Prapajanan
(PPrP) Itu?
Profilaksis berarti pencegahan infeksi
dengan obat. Pajanan adalah peristiwa
yang menimbulkan risiko penularan. Jadi
profilaksis prapajanan (atau PPrP) berarti
penggunaan obat untuk mencegah infeksi
sebelum terjadi peristiwa yang berisiko.
Dalam bahasa Inggris, PPrP dikenal
sebagai Pre-exposure prophylaxis atau
PrEP. PPrP adalah pencegahan pilihan
HIV yang baru untuk orang HIV-negatif
untuk mengurangi risiko terinfeksi HIV.
PPrP untuk pencegahan HIV terdiri dari
penggunaan obat antiretroviral (ARV)
oleh orang HIV-negatif untuk mengurangi risiko. Penelitian besar menunjukkan bahwa PPrP dapat membantu mencegah infeksi HIV yang baru bila dipakai
oleh orang yang berisiko tinggi tertular
HIV.
Penelitian terhadap PPrP hanya dilakukan dengan penggunaan kombinasi
Truvada (kombinasi tenofovir dan
emtricitabine). Penelitian ini menunjukkan penularan HIV menurun 90%
setelah PPrP dipakai empat kali seminggu, dan 99% bila dipakai sekali
sehari. Belum ada informasi yang cukup
mengenai penggunaan obat lain. Belum
diketahui apakah obat lain atau jadwal
dosis (misalnya beberapa kali seminggu
mengganti setiap hari) mungkin juga
menjadi cara yang baik untuk mengurangi
risiko HIV.
Truvada sebagai PPrP diteliti pada
orang yang berisiko tinggi terhadap
infeksi HIV. Penelitian tersebut melibatkan laki-laki yang berhubungan seks
dengan laki-laki (LSL), waria dan orang
heteroseksual berisiko tinggi yang HIVnegatif. Hasil penelitian ini bermacammacam, Penelitian menunjukkan bahwa
PPrP paling efektif bagi orang yang
benar-benar memakai obat setiap hari.
Bagaimana PPrP Dipakai?
Saat ini PPrP terdiri dari satu tablet
Truvada setiap hari. Truvada dapat
dipakai dengan makanan, atau dengan
perut kosong. Ada penelitian berkelanjutan yang menguji coba obat lain
untuk PPrP.
Truvada berisi dua obat, tenofovir (lihat
Lembaran Informasi (LI) 420) dan
emtricitabine (FTC, LI 419). Di Indonesia, kombinasi ini kadang tersedia
dengan versi generik. Truvada dan versi
generik hanya tersedia dengan resep.
Siapa Sebaiknya Pakai PPrP?
PPrP lebih dari sekadar minum pil ARV.
FDA-AS telah mengeluarkan beberapa
pedoman untuk penggunaan PPrP, termasuk satu untuk LSL dan satu lain untuk
orang heteroseksual. Pedoman mengusulkan beberapa persyaratan:
y PPrP harus dipakai oleh orang yang
berisiko tinggi terinfeksi HIV melalui
kegiatan seksual
y PPrP harus menjadi bagian dari program pencegahan HIV secara keseluruhan termasuk kondom dan konseling
y Sebelum memakai PPrP, yang bersangkutan harus dites HIV untuk memastikan bahwa dia tidak terlanjur terinfeksi
HIV
y Setiap pengguna PPrP harus dites HIV
secara berkala untuk memastikan dia
tidak terinfeksi.
y Para calon pengguna PPrP juga harus
diperiksa untuk kerusakan ginjal,
hepatitis B dan infeksi menular seksual
apa pun
PPrP juga dapat dipakai secara sementara oleh pasangan diskordan (satu
terinfeksi HIV, yang lain tidak) yang ingin
mempunyai anak – lihat LI 617. Namun
penggunaan PPrP untuk hal ini belum
disetujui.
Bagaimana Pengguna PPrP
Dipantau?
Pedoman FDA-AS mengusulkan agar
pengguna PPrP dipantau setiap 2-3 bulan
untuk:
y Dites untuk infeksi HIV
y Diperiksa untuk efek samping Truvada
y Diketahui apakah ada masalah memakai PPrP setiap hari
y Menguatkan pesan penggunaan kondom dan pencegahan lain
Apa Efek Samping PPrP
Efek samping yang paling umum
ditemukan dalam uji coba terhadap
Truvada sebagai PPrP termasuk sakit
kepala, mual, muntah, ruam dan kehilangan nafsu makan. Pada beberapa
orang, tenofovir dapat meningkatkan
kreatinin dan ALT, enzim yang berhubungan dengan ginjal dan hati. Tingkat
tinggi dapat menunjuk adanya kerusakan
pada organ tersebut. Penggunaan tenofovir jangka panjang dapat merusak
ginjal.
Tenofovir dapat mengurangi kepadatan
mineral tulang (lihat LI 557). Suplemen
kalsium atau vitamin D dapat mengurangi
masalah ini. Masalah tulang ini terutama
berlaku untuk orang dengan osteopenia
atau osteoporosis.
Tingkat asam laktik dalam darah
(asidosis laktik, lihat LI 556) meningkat
pada beberapa orang yang memakai
tenofovir dan emtricitabine. Masalah
hati, termasuk “hati berlemak” (LI 528)
mungkin juga terjadi.
Dalam kasus yang jarang, pengguna
emtricitabine dapat mengalami perubahan sementara pada warna kulit.
Apakah PPrP Berisiko?
Odha telah memakai Truvada, tenofovir
dan emtricitabine, selama beberapa
tahun. Obat ini umumnya mudah ditahan.
Efek samping jangka panjang yang
mungkin termasuk hilangnya kepadatan
mineral tulang dan kerusakan ginjal.
Beberapa orang khawatir bahwa pengguna PPrP mungkin menganggap bahwa
mereka benar-benar dilindungi. Mereka
mungkin kurang hati-hati tentang perilaku seksualnya. Sejauh ini, kekhawatiran
ini belum menjadi kenyataan.
Garis Dasar
Profilaksis prapajanan (PPrP) berarti
penggunaan obat antiretroviral Truvada
sebelum terinfeksi HIV, untuk mengurangi risiko infeksi HIV. Bila Truvada
dipakai sebagai PPrP secara benar dan
konsisten, tindakan ini dapat mengurangi
angka infeksi HIV melalui kegiatan
seksual sebanyak 90%.
Manfaat PPrP berpotensi sangat tinggi
untuk mengurangi infeksi HIV yang baru
pada orang yang menyadari risiko
infeksinya dan mampu memakai Truvada
untuk melindungi dirinya sendiri. Beberapa orang takut PPrP dapat mendorong
perilaku tidak aman, tapi hal ini belum
terlihat. Namun jelas PPrP ini tidak
melindungi terhadap infeksi menular
seksual lain.
Diperbarui 1 Oktober 2014 berdasarkan FS 160
The AIDS InfoNet 28 Agustus 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 165
PENCEGAHAN POSITIF
Apa yang Dimaksud dengan
‘Pencegahan Positif’?
Hampir tidak ada satu pun orang yang
terinfeksi HIV yang ingin orang lain
mengalami nasib yang sama. Hampir
semuanya ingin supaya virus yang ada di
tubuh dirinya sendiri tidak menular pada
orang lain, baik pasangannya, temannya
atau bayinya. Pada dasarnya, pencegahan
positif bertujuan untuk memotong rantai
penularan HIV dan meningkatkan mutu
hidup Odha.
Pencegahan positif didukung oleh
banyak pihak di seluruh dunia, baik oleh
organisasi Odha maupun oleh organisasi
pemerintah dan LSM yang bekerja di
bidang AIDS. Namun belum ada kesepakatan yang luas mengenai definisi
pencegahan positif. Nampaknya setiap
orang, komunitas maupun negara bisa
membuat definisi sesuai dengan keadaan
dan kebutuhan sendiri. Dengan demikian,
inti pemahaman pencegahan positif
diartikan sebagai upaya menyatukan
pencegahan, pengobatan, dukungan dan
perawatan agar kesehatan dan mutu hidup
Odha menjadi lebih baik.
Pemahaman Pencegahan Positif
Peserta lokakarya dilakukan di Jakarta
pada September 2011 mengusulkan
pemahaman pencegahan positif sebagai
berikut:
1. Pencegahan positif seharusnya merupakan strategi untuk mempromosikan
tanggung jawab bersama untuk menghindari/mencegah penularan HIV.
2. Pencegahan positif merupakan peningkatan mutu hidup dan kesadaran
dalam berperilaku positif.
3. Pencegahan positif merupakan kemampuan komunitas untuk meningkatkan nilai-nilai positif dalam
melakukan semua aspek kehidupan.
4. Istilah yang diusulkan adalah: Pemberdayaan Positif; Pencegahan yang
sehat; dan Perubahan Positif dan
Kesadaran positif.
Upaya sosialisasi pedoman pencegahan
positif di Yogyakarta pada Oktober 2012
memperoleh masukkan untuk definisi
pencegahan positif dengan memperhatikan beberapa unsur antara lain:
y Pencegahan dilakukan oleh seseorang
yang bertanggung jawab terhadap
perilaku yang berisiko dan bukan
semata-mata merupakan tanggung
jawab Odha. Bagi Odha perlu adanya
upaya penguatan atas otoritas tubuh
(self esteem)-nya agar bisa bertanggung
jawab atas tubuhnya sendiri.
y Penjagaan diri Odha untuk tidak
menularkan virus kepada orang lain
(terutama pasangan seks) dengan pola
hidup sehat.
y Pencegahan reinfeksi HIV maupun
infeksi lain sehingga Odha memiliki
mutu hidup yang lebih baik dan terhindar dari AIDS.
y Peningkatan pemberdayaan Odha
sehingga dirinya nyaman dengan diri
dan statusnya serta nyaman berhubungan sosial dengan orang lain.
y Upaya pencegahan memerlukan keterlibatan semua pihak, termasuk pemerintah, penyedia layanan, Odha, LSM
dan keluarga.
Definisi Pencegahan Positif
Dari semua masukkan ini muncul
definisi yang berikut:
Pencegahan positif adalah upayaupaya pemberdayaan Odha yang
bertujuan untuk meningkatkan harga
diri, kepercayaan diri dan kemampuan serta diimplementasikan di
dalam suatu kerangka etis yang
menghargai hak dan kebutuhan Odha
dan pasangannya.
Tiga Pilar Pencegahan Positif
1. Bagaimana meningkatkan mutu hidup
Odha.
2. Menjaga diri untuk tidak tertular HIV
maupun infeksi lain dari orang lain.
3. Menjaga diri untuk tidak menularkan
HIV kepada orang lain.
Prinsip Panduan Umum
Pencegahan Positif
y Pencegahan positif didasarkan pada
perspektif dan realita Odha.
y Pencegahan positif mengakui bahwa
Odha mempunyai hak seksualitas, oleh
karena itu dibutuhkan informasi yang
rinci tentang seksualitas.
y Pencegahan positif difokuskan pada
komunikasi, informasi, dukungan dan
perubahan kebijakan, tanpa stigmatisasi
dan diskriminasi.
y Pencegahan positif membutuhkan
keterlibatan dan partisipasi bermakna
Odha. Ini dapat dilakukan dengan
memberi dukungan dan dorongan agar
mereka turut mendiskusikan, menentukan dan memutuskan setiap komponen program dan kebijakan yang
sesuai dengan kebutuhan dan kondisinya. Oleh karena itu perlu menjalin
jejaring dan kemitraan dengan pemerintah maupun lembaga penyedia
pelayanan.
y Pencegahan positif harus memasukkan
organisasi layanan HIV, kelompok
dukungan dan LSM ke dalam program
penanggulangan HIV. Dalam hal ini
sangatlah penting untuk menyediakan
informasi tentang seks aman, infeksi
ulang, pilihan kesehatan produksi,
dampak pengobatan ARV, menyuntik
yang mana tersedia pada setiap organisasi pelayanan HIV termasuk rumah
sakit, puskesmas, klinik keluarga
berencana, LSM dan kelompok dukungan.
y Pencegahan positif menjunjung hak
asasi manusia, termasuk hak hidup
sehat, hak seksualitas, privasi, konfidensialitas, informed consent dan
bebas dari diskriminasi. Di samping itu
juga memenuhi kewajiban dan tanggung jawab untuk tidak menularkan
HIV.
y Pencegahan positif mengakui penularan HIV diperbesar oleh ketidaksetaraan jender, posisi tawar, sekualitas,
pendidikan, tidak tahu status HIV dan
tingkat ekonomi.
y Pencegahan positif menuntut tanggung
jawab bersama dalam upaya menurunkan tingkat penularan. Keterbukaan,
informasi dan komunikasi tentang
seksualitas dan hubungan seks bisa
menjadi cara untuk menurunkan penyebaran HIV lebih lanjut kepada pasangan atau orang lain.
y Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Garis Dasar
Tujuan utama pencegahan positif
adalah untuk meningkatkan mutu hidup
Odha dan memotong rantai penularan
HIV. Pencegahan positif bukan program,
yang hanya dilakukan untuk waktu
tertentu, melainkan prakarsa atau asas
yang harus mendasari semua tindakan
kita. Walaupun kadang prakarsa ini
dianggap kontroversial, diharapkan kita
dapat mendukung upaya ini, dan membahas pencegahan dalam kelompok kita.
Diperbarui 22 Januari 2015 berdasarkan Pedoman
dan Modul Pencegahan Positif, April 2012
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 166
DAYA MENULAR
Apa Maksud Daya Menular?
Bila kita terinfeksi HIV, kita dapat
menularkan infeksi ini pada orang lain.
Darah, air mani, cairan vagina dan cairan
dubur kita dapat mengandung cukup
banyak virus untuk menularkan orang lain.
Ada risiko menularkan orang lain hanya
bila salah satu cairan ini masuk ke tubuh
orang lain, langsung pada aliran darah atau
akibat hubungan seks tanpa kondom
melalui vagina, dubur, atau (sangat jarang)
mulut.
Penularan HIV hanya terjadi pada
sebagian kecil kejadian waktu seseorang
yang belum terinfeksi terpajan pada
cairan tubuh yang terinfeksi HIV. Faktor
yang dapat berpengaruh pada risiko
penularan HIV saat terpajan termasuk:
y Jumlah HIV (viral load) yang ada di
dalam cairan yang bersangkutan,
dengan risiko penularan tergantung
pada tingkat viral load
y Jenis pajanan berisiko. Memakai alat
suntik bergantian kemungkinan memiliki risiko terbesar. Seks anal (melalui
dubur) tanpa kondom tampaknya lebih
berisiko dibandingkan seks vagina
tanpa kondom. Sedikit kasus penularan
HIV dilaporkan akibat felasio (seks oral
dengan penis seorang dengan HIV
masuk ke mulut orang lain). Ejakulasi
(mengeluarkan air mani) dalam mulut
dan kerusakan pada jaringan dalam
mulut, misalnya gusi berdarah, meningkatkan risiko dari seks oral. Penularan
HIV melalui kunilingus (seks oral
dengan vagina perempuan dengan HIV
dijilat oleh orang lain) belum pernah
dilaporkan
y Adanya infeksi menular seksual (IMS)
lain. Infeksi ini dapat meningkatkan
jumlah HIV pada cairan kelamin
pasangan yang HIV-positif. IMS juga
dapat menyebabkan luka atau radang
pada kelamin, yang memudahkan HIV
masuk tubuh orang yang belum terinfeksi
y Faktor genetis
Ada semakin banyak bukti bahwa risiko
penularan HIV dari perempuan pada lakilaki melalui seks vagina lebih rendah bila
laki-laki tersunat. Tidak jelas apakah sunat
berpengaruh pada risiko penularan melalui
cara hubungan seks yang lain.
Viral Load
Daya menular HIV kita terkait erat
dengan viral load HIV kita.
Viral load pada minggu-minggu pertama setelah terinfeksi HIV (infeksi
primer – lihat Lembaran Informasi 103)
sangat tinggi sehingga risiko menularkan
HIV pada orang lain paling tinggi pada
waktu itu. Penelitian memberi kesan
bahwa sampai 50% infeksi HIV yang
baru tertular dari orang yang dirinya baru
saja terinfeksi HIV.
Bila kita mempunyai penyakit HIV
lanjut, viral load kita juga lebih tinggi.
Bila ibu hamil yang terinfeksi HIV
mempunyai viral load yang tinggi, dia
lebih mungkin menularkan HIV-nya pada
bayinya, dibandingkan ibu dengan viral
load rendah.
Terapi antiretroviral (ART) mengurangi
jumlah HIV dalam tubuh kita. Tujuan
ART adalah untuk mencapai viral load
yang tidak terdeteksi dalam darah, tetapi
ART juga mengurangi jumlah HIV dalam
cairan kelamin.
Dampak Penegahan dari Terapi
Antiretroviral
Kemungkinan Odha dengan viral load
tidak terdeteksi akan menularkan infeksi
pada orang lain jauh lebih rendah. Sebuah
penelitian yang disebut HPTN 052
menemukan bahwa ART mengurangi
risiko penularan pada pasangan tetap
sebesar 96%. Para pakar mengatakan
bahwa ART yang berhasil sama efektif
dengan penggunaan kondom secara
konsisten dalam mengurangi risiko
penularan melalui seks vagina. Ada juga
manfaat, walau mungkin tidak sama,
pada seks anal. Namun ada persyaratan:
kedua pasangan tidak terinfeksi IMS;
viral load yang terinfeksi HIV tidak
terdeteksi (di bawah 50) selama sedikitnya enam bulan; dan dia melakukan tes
viral load setiap 3-4 bulan.
Risiko adalah Rendah, bukan Nol
Walau risiko dapat dikurangi menjadi
sangat rendah dengan penggunaan ART,
penularan tetap bisa terjadi. Umumnya
viral load tidak terdeteksi dalam darah
disertai viral load tidak terdeteksi dalam
cairan kelamin. Namun kadang tingkat
pada cairan ini dapat lebih tinggi,
mungkin akibat IMS atau waktu haid.
Harus juga diingat bahwa ART tidak
mengurangi risiko penularan IMS.
Kondom tetap cara terbaik untuk mencegah penyebaran infeksi lain.
Penularan dari Ibu-ke-Bayi
Bila ibu hamil yang terinfeksi HIV
memakai ART, kemungkinan dia akan
menularkan infeksi HIV pada bayinya
jauh lebih rendah dibandingkan perempuan yang tidak memakai ART. Hal ini
karena ART mengurangi jumlah HIV
yang ada di cairan tubuh ibu, dan juga
karena ARV dapat masuk pada tubuh bayi
yang belum lahir sehingga menghambat
penularan. Lagi pula, penggunaan ART
oleh ibu selama menyusui akan mengurangi risiko bayi akan terinfeksi melalui
ASI.
Garis Dasar
Daya menular adalah ukuran yang
menunjukkan tingkat risiko penularan
infeksi pada orang lain. Kemungkinan
kita menularkan infeksi HIV kita pada
orang lain tergantung pada beberapa
faktor, termasuk viral load, ada-tiadanya
infeksi menular seksual, apakah kegiatan
menimbulkan luka pada pasangan, dan
status sunat pasangan laki-laki yang tidak
terinfeksi.
Kalau kita memakai ART dan viral load
kita tidak terdeteksi, kemungkinan kita
akan menularkan HIV pada orang lain
melalui hubungan seks sangat rendah.
Namun beberapa pakar mengusulkan kita
tetap memakai kondom waktu berhubungan seks.
Diperbaiki 1 Oktober 2014 berdasarkan FS NAM
Januari 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 207
VAKSINASI UNTUK ODHA DEWASA
Apa Itu Vaksinasi?
Vaksinasi, atau imunisasi, adalah jenis
pengobatan yang merangsang ketahanan
tubuh kita terhadap infeksi tertentu. Sebagian
besar orang diimunisasi terhadap beberapa
infeksi waktu bayi. Sebagian besar vaksin
diberi melalui suntikan, tetapi ada yang
dipakai melalui mulut. Dibutuhkan beberapa
minggu setelah diberi sehingga sistem kekebalan tubuh bereaksi pada vaksin yang
diberikan. Vaksin umumnya sangat aman.
Sebagian besar vaksin dipakai untuk mencegah infeksi. Tetapi, beberapa yang lain
membantu tubuh kita untuk melawan infeksi
yang sudah ada. Vaksin ini disebut ‘vaksin
terapeutik.’Ada beberapa vaksin terapeutik yang
sedang diteliti dan diuji coba terhadap HIV.
Vaksin ‘hidup’ memakai bentuk kuman
yang dilemahkan. Vaksin ‘dinonaktifkan’ (inactivated) tidak memakai kuman yang hidup.
Vaksin dapat menimbulkan efek samping.
Dengan vaksin hidup, kita mungkin mengalami penyakit yang ringan. Dengan vaksin
dinonaktifkan, kita mungkin mengalami
kesakitan, kemerahan, dan bengkak di tempat
yang disuntik. Kita juga mungkin merasa
lemas, kelelahan, atau mual selama waktu
yang singkat.
Apa yang Berbeda untuk Odha?
Sistem kekebalan tubuh yang sudah
dilemahkan oleh HIV mungkin tidak dapat
bereaksi secara baik pada vaksin. Jangka
waktu efektivitas vaksin dapat lebih singkat.
Bila kita baru saja akan mulai terapi
antiretroviral (ART), mungkin tanggapan
terhadap vaksin lebih baik bila kita menunggu sampai jumlah CD4 meningkat.
Hanya sedikit penelitian dilakukan terhadap penggunaan vaksin oleh Odha, apalagi
sejak ART sudah dipakai. Namun ada
beberapa petunjuk penting untuk Odha:
y Vaksinasi dapat meningkatkan viral load
untuk waktu yang singkat. Namun jatuh
sakit dengan penyakit yang dicegah oleh
vaksin lebih buruk. Jangan mengukur
viral load dalam empat minggu setelah
vaksinasi apa pun.
y Vaksinasi terhadap flu lebih ditelitikan
dengan Odha dibandingkan vaksinasi yang
lain. Vaksin flu dianggap aman dan efektif.
Namun Odha tidak boleh memakai
vaksin flu semprot hidung “FluMist”.
y Bila jumlah CD4-nya sangat rendah, vaksin
mungkin tidak berhasil. Bila mungkin,
menguatkan sistem kekebalan tubuh dengan
memakai ART sebelum divaksinisasi.
y Odha tidak boleh menerima sebagian
besar vaksin hidup termasuk vaksin
cacar air. Hindari kontak dekat dengan
siapa pun yang menerima vaksinasi
‘hidup’ dalam 2-3 minggu terakhir.
Namun vaksin campak, gondong dan rubela
dianggap aman asal jumlah CD4-nya di atas
200.
y Vaksin demam kuning (yellow fever)
adalah vaksin hidup yang tidak diusulkan
untuk Odha dengan jumlah CD4 di bawah
200. Vaksin ini dapat diberi pada Odha tanpa
gejala yang berjalan ke daerah dengan
demam kuning, asal jumlah CD4-nya di atas
200 dan mereka dipantau untuk efek
samping.
Vaksinasi yang Disarankan
Belum ada pedoman khusus di Indonesia
mengenai vaksinasi untuk Odha dewasa.
Yang berikut berdasarkan pedoman di AS
dan pedoman Indonesia umum untuk orang
dewasa. Sebaiknya dibahas dengan dokter
sebelum melakukan vaksinasi apa pun.
Penyakit Pneumokokus: Odha, terutama
perokok, lebih rentan terhadap penyakit ini,
yang dapat menyebabkan radang paru. Odha
diusulkan divaksinasi dengan PPV-23. Bila
divaksinasi waktu jumlah CD4 di bawah 200,
sebaiknya diulang vaksinasi setelah naik di atas
200. Vaksinasi harus diulang satu kali setelah
lima tahun.
Hepatitis: Lihat Lembaran Informasi (LI)
505. Hepatitis disebabkan oleh berbagai
macam virus. Laki-laki berhubungan seks
dengan laki-laki dan pengguna narkoba
suntikan lebih rentan terhadap virus hepatitis
A, B dan C. Ada vaksin terhadap hepatitis A
dan B. Dua suntikan vaksin hepatitis A
melindungi selama 20 tahun. Bila kita pernah
terpajan hepatitis B, kita sudah kebal. Bila
kita belum terpajan hepatitis B, sebaiknya
kita mendapatkan vaksinasi. Seri tiga
suntikan vaksinasi hepatitis B yang tuntas
seharusnya melindungi kita kurang lebih 20
tahun. Status kekebalan terhadap hepatitis B
sebaiknya dinilai secara berkala oleh Odha,
terutama bila jumlah CD4-nya rendah.
Human Papilloma Virus (HPV) (lihat
LI 507): Tersedia vaksin terhadap empat jenis
HPV, yang menyebabkan kutil pada dubur,
dan kanker vagina atau dubur. Vaksin ini
diusulkan dipakai oleh laki-laki di bawah usia
21 tahun dan perempuan di bawah usia 26
tahun. Vaksin ini paling efektif bila dipakai
sebelum menjadi aktif secara seksual.
Flu: Vaksin flu harus diperbarui setiap
tahun, berdasarkan tipe flu yang paling aktif
saat itu. Flu dapat berkembang menjadi
pneumonia. Beberapa vaksin flu dapat
menyebabkan reaksi alergi pada orang yang
mempunyai alergi terhadap telur. Kemenkes
mengusulkan vaksinasi terhadap flu setiap
tahun untuk semua orang, terutama untuk
jemaah haji.
Tetanus dan Difteri (Td): Tetanus adalah
penyakit gawat disebabkan oleh bakteri yang
umum. Infeksi tetanus dapat terjadi melalui
luka pada kulit. Para penasun lebih berisiko
terhadap tetanus. Difteri juga adalah
penyakit bakteri. Vaksin terhadap difteri
selalu digabungkan dengan vaksin tetanus.
Vaksin Td (bersama dengan vaksin terhadap pertusis; vaksin gabungan ini disebut
Tdap) biasanya diberikan pada anak sebagai
seri tiga suntikan. Satu suntikan ulang diberikan setiap sepuluh tahun sebagai penguat
(booster). Odha sebaiknya jangan divaksinasi ulang lebih sering, walau boleh lima
tahun bila cedera.
Pertusis (batuk rejan): Ini adalah penyakit bakteri lain yang menyebabkan batuk
berkepanjangan. Vaksinasi Tdap harus
mengganti booster Td berikutnya. Setelah
kita telah terima satu vaksinasi Tdap, kita
hanya perlu menerima booster Td di masa
depan karena tidak dibutuhkan vaksinasi
pertusis berulang-ulang.
Campak, Gondong dan Rubela: Ketiga
penyakit ini disebabkan oleh virus. Anak
seharusnya divaksinasi terhadap penyakit ini
dengan suntikan yang disebut sebagai
‘MMR’. Vaksin ini biasanya memberi perlindungan seumur hidup. Bila belum divaksinasi pada masa kanak-kanak, Odha
sebaiknya divaksinasi, asal CD4-nya di atas
200 (MMR adalah vaksin hidup).
Tifoid: Demam tifoid (‘tifus’) disebabkan
oleh bakteri. Kemenkes mengusulkan semua
orang Indonesia divaksinasi terhadap tifoid
setiap tiga tahun. Vaksinasi tidak berisiko untuk
Odha asal tidak dipakai vaksin hidup. Vaksin
ini jarang menimbulkan efek samping, tetapi
kadang kala ada sedikit rasa sakit pada bekas
suntikan yang akan segera hilang.
Meningitis meningokokal: Perjangkitan
meningitis kian sering, terutama pada kampus.
Odha lebih rentan terhadap penyakit ini jika
terpajan.
Odha Wisatawan
Odha wisatawan sebaiknya divaksinasi
terhadap hepatitis A dan B.
Beberapa negara mengharuskan wisatawan
melakukan vaksinasi. Asal vaksin tidak hidup,
biasanya ini tidak masalah, kecuali yang
dibahas di atas. Sebaiknya hindari vaksin
hidup, termasuk untuk demam kuning (lihat
di atas).
Sebagai alternatif divaksinasi dengan
vaksin hidup, kita sebaiknya minta pernyataan dokter yang menjelaskan bahwa kita
mempunyai alasan medis untuk tidak diberikan vaksinasi tersebut. Surat tersebut
diterima oleh yang berkuasa di sebagian
besar negara.
Diperbarui 1 Juli 2014 berdasarkan FS 207 The
AIDS InfoNet 23 Mei 2014 dan informasi dari
Kemenkes RI
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 401
PENGGUNAAN OBAT ANTIRETROVIRAL
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Non-nucleoside
RTI (NNRTI)
Reverse Transcriptase Inhibitor (RTI):
Analog Nukleosida atau Nukleotida
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
OBAT
PIL HARIAN (DEWASA)*
PENGGUNAAN & PENYIMPANAN
EFEK SAMPING
3TC (lamivudin)
2 (150mg: 1, 2x/hari) atau 1 (300mg; 1, 1x/hari)
Tidak ada aturan tentang makan
Mual, muntah, kelelahan, sakit kepala
ABC (abacavir)
2 (300mg: 1, 2x/hari atau 2. 1x/hari)
AZT (zidovudin)
2 (300mg: 1, 2x/hari); atau 6 (100mg: 2, 3x/hari)
d4T (stavudin)
2 (30mg; 1, 2x/hari)
Tidak ada aturan tentang makan
Tenofovir (TDF)
1 (300mg: 1, 1x/hari)
Tidak ada aturan tentang makan
Delavirdin (DLV)
12 (100mg; 4, 3x/hari) atau 6 (200mg; 2, 3x/hari)
Efavirenz (EFV)
3 (200mg; 3, 1x/hari) atau 1 (600mg; 1, 1x/hari)
Etravirin (ETV)
Lopinavir/ritonavir
(LPV/r)
Nelfinavir (NFV)
4 (100mg, 2, 2x/hari)
1 (200mg; 1, 1x/hari untuk 2 minggu pertama)
kemudian 2 (200mg; 1, 2x/hari)
1 (25mg; 1, 1x/hari)
2 (300mg; 1 + 1x 100mg ritonavir, 1x/hari) atau 2
(200mg, 1x/hari)
6 (300mg; 2 + 1 ritonavir, 2x/hari)
atau 4 (600mg + 1 ritonavir, 2x/hari)
4 (700mg; 2, 2xhari) atau 4 (700mg; 2+2 ritonavir,
1x/hari; atau 700mg; 1+1 ritonavir 2x/hari)
6 (400mg: 2, setiap 8 jam, tidak 3x/hari) atau
9 (333mg; 3 setiap 8 jam)
4 (tablet warna kuning 200mg lopinavir termasuk
50mg ritonavir: 2, 2x/hari)
10 (250mg; 5, 2x/hari); atau 9 (3, 3x/hari)
Saquinavir (SQV)
6 (500mg: 2 + 1 100mg ritonavir, 2x/hari)
Tipranavir (TPV)
8 (250mg, 2 + 2 ritonavir, 2x/hari)
Rilpivirin (RPV)
Atazanavir (ATV)
Protease Inhibitor (PI)
Darunavir (DRV)
Entry
Inhibitor
Integrase
Inhibitor
Tidak ada aturan tentang makan. Alkohol meningkatkan tingkat ABC Reaksi hiperpeka pada kurang lebih 8% pasien
Anemia, mual, muntah, sakit kepala, kelelahan, sakit otot,
Jangan gabung dengan d4T
keracunan sumsum tulang
Neuropati perifer, sakit kepala, panas-dingin & demam, diare, mual,
Tidak ada aturan tentang makan
Jangan gabung dengan AZT atau ddI
kehilangan lemak dari lengan, wajah atau kaki
FTC (emtrisitabin)
Nevirapin (NVP)
Fosamprenavir
(FPV)
Indinavir (IDV)
Kunyah tablet atau larutkan tablet dalam air; pakai dengan perut
kosong, tidak kurang dari 30 menit sebelum atau 2 jam setelah
makan/penggunaan obat lain
Diare, pankreatitis, sakit perut, neuropati perifer, mual & muntah
Jangan gabung dengan d4T. Kurangi takaran bila dipakai dengan TDF
Jangan gabung dengan 3TC
Jangan gabung dengan hanya dua NRTI lain kecuali obat tambahan
dipakai
Tidak ada aturan tentang makan
Tidak ada aturan tentang makan, tetapi hindari makanan tinggi
lemak. Pakai sebelum tidur
Pakai setelah makan
Sakit kepala, diare, mual, ruam
Efek samping ringan; sedikit mual, muntah, hilang nafsu makan.
Dapat mengurangi kepadatan mineral tulang
Ruam, mual, diare, muntah, sakit kepala, kelelahan
Impian jelas/aneh, gelisah, ruam, mual, pusing, diare, sakit
kepala & insomnia
Ruam, mual, sakit perut
Tidak ada aturan tentang makan
Ruam, demam, sakit kepala, mual
Pakai saat makan
Depresi, insomnia, sakit kepala, ruam
Tingkat bilirubin yang tinggi. Mual, sakit kepala, ruam, sakit perut,
muntah, diare, semutan, depresi. Perubahan denyut nadi
Pakai dengan makan
Dapat mengakibatkan hasil positif palsu pada tes mariyuana
Waspadai masalah hati, terutama bila mulai dengan jumlah CD4 yang
lebih tinggi
Pakai dengan makan
Diare, mual, sakit kepala, selesma, ruam (jarang berat)
Tidak ada aturan tentang makan
Mual, diare, muntah, ruam, mati rasa dekat mulut, sakit perut.
Peningkatan kolesterol/trigliserida
Protease inhibitor dan NNRTI dimetabolisasi oleh hati, seperti
banyak obat lain yang umum dipakai.
Sakit kepala, mual, sakit perut, batu ginjal
Interaksi obat dapat menyebabkan peningkatan atau penurunan
besar pada tingkat obat yang dipakai dalam darah, dengan akibat
dosis rendah yang tidak efektif, atau overdosis yang dapat gawat.
Pastikan dokter tahu SEMUA obat, suplemen dan jamu yang kita
pakai.
Pakai dengan banyak air, perut kosong atau snak rendah lemak.
Simpan di tempat sejuk dan kering
Tidak ada aturan tentang makan; kalau pakai dengan makan,
minum air secukupnya. Simpan di suhu ruang
Pakai dengan makanan atau snak
Pakai tidak lebih dari 2 jam sebelum/sesudah makan penuh atau
snak berat. Pada iklim panas, simpan di kulkas
Pakai dengan makanan. Simpan di kulkas atau di suhu ruang
selama tidak lebih dari 60 hari
Ritonavir (RTV)
Dosis kecil sebagai penguat untuk PI lain
Enfuvirtide (T-20)
2 suntikan per hari. 90mg per suntikan
Tidak ada aturan tentang makan
Maraviroc (MVC)
1 atau 2 tablet 2x/hari. 150, 300 atau 600mg/tablet
Tidak ada aturan tentang makan
Raltegravir (RGV)
2 tablet (400mg; 1, 2x/hari)
Tidak ada aturan tentang makan
Elvitegravir (EVG)
1 tablet (150mg EVG + 150mg cobicistat + 200mg
FTC + 300mg TDF)
Pakai dengan makan: jeda waktu 2 jam dengan obat antiasam
Dolutegravir (DTG) 1 tablet (50mg; 1, 1x/hari)
* Jika ada pilihan dosis, yang pertama biasanya yang diusulkan oleh WHO
Dapat mengurangi resistansi terhadap AZT. Jangan gabung dengan
hanya dua NRTI lain kecuali obat tambahan dipakai
Jangan gabung dengan hanya dua NRTI lain kecuali obat tambahan dipakai
Tidak ada aturan tentang makan
Berat badan (BB) >60kg: 400mg (tablet dapar:
200mg, 2x/hari; atau tablet dapar/EC: 400mg, 1x/hari)
BB <60kg: 250mg (tablet dapar: 125mg, 2x/hari; atau
tablet dapar/EC: 250mg, 1x/hari)
1 (200mg; 1x/hari)
ddI (didanosin)
ddI (Videx-EC®)
CATATAN
Tidak ada aturan tentang makan
Diare, kelelahan, sakit kepala, mual. Peningkatan
kolesterol/trigliserida
Diare, mual, gas, sakit perut, lesu
Sedikit mual, diare, perut tidak nyaman
Diare, ruam, mual, muntah, sakit perut, lesu, sakit kepala.
Memburukkan masalah hati. Peningkatan kolesterol/trigliserida
Mual, muntah, diare, kesemutan & mati rasa dekat mulut
Reaksi kulit daerah suntikan mulai dari kemerahan dan gatal
hingga benjolan keras
Batuk, demam, infeksi saluran napas atas, ruam, pegal, sakit
perut, pusing. Dapat berat pada hati
Diare, mual, sakit kepala; tingkat kinase kreatinin yang tinggi
(terkait masalah otot)
Sakit kepala, diare, mual, muntah, impian jelas/aneh, gelisah,
pusing, insomnia, hilang nafsu makan, hilang miineral tulang
Insomnia, sakit kepala
Dosis tergantung pada obat lain yang dipakai
Hanya tersedia dalam pil kombinasi Stribild
50mg, 2x/hari bila ada resistansi terhadap integrase inhibitor
Diperbarui 7April 2014 berdasarkan FS 401 The AIDS InfoNet 23 September 2013
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 402
NAMA OBAT ANTIRETROVIRAL
Tidak satu pun obat ini dapat membunuh HIV, tetapi setiap golongan menghambat penggandaan virus dengan cara tertentu.
1. Reverse transcriptase inhibitor (RTI): Golongan obat anti-HIV pertama. Obat golongan ini menghalangi penciptaan DNA virus
dari RNA dengan membuat sel tiruan yang mengganggu proses ini. Sebagian besar adalah analog nukleosida; tenofovir adalah analog
nukleotida.
Nama Generik
Nama Merek
Juga Dikenal Sebagai:
Produsen
Tahun*
Zidovudin
Didanosin
Zalcitabin
Stavudin
Lamivudin
Zidovudin/Lamivudin
Abacavir
Zidovudin/Lamivudin/Abacavir
Tenofovir
Emtrisitabin
Abacavir/Lamivudine
Emtrisitabin/Tenofovir
Retrovir
Videx
Hivid
Zerit
Epivir
Combivir
Ziagen
Trizivir
Viread
Emtriva
Epzicom
Truvada
AZT, ZDV
ddI
ddC
d4T
3TC
Gabungan AZT & 3TC
ABC
Gabungan AZT, 3TC, Abacavir
TDF
FTC
Gabungan ABC & 3TC
Gabungan FTC & TDF
ViiV Healthcare
Bristol-Myers Squibb
Tidak dibuat lagi
Bristol-Myers Squibb
ViiV Healthcare
ViiV Healthcare
ViiV Healthcare
ViiV Healthcare
Gilead Sciences
Gilead Sciences
ViiV Healthcare
Gilead Sciences
1987
1991
1992
1994
1995
1997
1998
2000
2001
2003
2004
2004
2. Non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI): Golongan obat ini juga mengganggu proses penciptaan DNA virus
dari RNA, dengan mengikat pada enzim reverse transcriptase dan menghalangi kegiatannya.
Nevirapine
Delavirdine
Efavirenz
Etravirine
Rilpivirine
Viramune
Rescriptor
Sustiva, Stocrin
Intelence
Edurant
NVP
DLV
EFV
ETV
RPV
Boehringer Ingelheim
ViiV Healthcare
Bristol-Myers Squibb
Tibotec
Tibotec
1996
1997
1998
2008
2011
2a. Obat kombinasi: Terdiri dari satu NNRTI, satu analog nukleosida, dan satu analog nukleotida.
Efavirenz/emtrisabin/tenofovir
Atripla
Gabungan EFV, FTC & TDF
BMS & Gilead
2006
3. Protease inhibitor (PI): Golongan obat ini menghalangi kegiatan protease, sebuah enzim yang memotong rantai protein HIV
menjadi protein tertentu yang diperlukan untuk merakit tiruan virus yang baru. Catatan: “/r” di belakang nama protease inhibitor
berarti obat tersebut dikuatkan dengan ritonavir takaran rendah. Misalnya, SQV/r berarti saquinavir dikuatkan ritonavir.
Saquinavir
Ritonavir
Indinavir
Nelfinavir
Saquinavir
Amprenavir
Lopinavir (dengan ritonavir)
Atazanavir
Fosamprenavir
Tipranavir
Darunavir
Invirase
Norvir
Crixivan
Viracept
Fortovase
Agenerase
Kaletra, Aluvia
Reyataz
Lexiva
Aptivus, Telzir
Prezista
SQV
RTV
IDV
NFV
SQV
APV
LPV/r
ATV
FPV
TPV
DRV
Roche
Abbott
Merck
ViiV Healthcare
Tidak dibuat lagi
Tidak dibuat lagi
Abbott
Bristol-Myers Squibb
ViiV Healthcare
Boehringer Ingelheim
Tibotec
1995
1996
1996
1997
1997
1999
2000
2003
2003
2005
2006
4. Integrase inhibitor: Golongan obat ini menghalangi kegiatan integrase, sebuah enzim yang memasukkan DNA virus ke dalam
serat DNA sel yang terinfeksi.
Raltegravir
Elvitegravir
Dolutegravir
Isentress
Tivicay
RGV
EVG
DTG
Merck
Gilead
Viiv Healthcare
2007
2012g
2013
Trimeris-Roche
ViiV Healthcare
2003
2007
g Saat ini hanya disetujui sebagai kandungan dalam pil kombinasi Stribild
5. Entry Inhibitor: Golongan obat ini mencegah pengikatan HIV pada sel.
Enfuvirtid
Maraviroc
Fuzeon
T-20
Selzentry, Celsentri MVC
*Tahun disetujui di AS. Juga ada banyak versi generik yang disetujui dengan nama yang berbeda.
Diperbarui 7 April 2014 berdasarkan FS 402 The AIDS InfoNet 23 September 2013
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 403
TERAPI ANTIRETROVIRAL (ART)
Apa Terapi Antiretroviral Itu?
Terapi antiretroviral (ART) berarti mengobati infeksi HIV dengan beberapa obat.
Karena HIV adalah retrovirus, obat ini biasa
disebut sebagai obat antiretroviral (ARV).
ARV tidak membunuh virus itu. Namun, ART
dapat melambatkan pertumbuhan virus.
Waktu pertumbuhan virus dilambatkan,
begitu juga penyakit HIV.
Apa Siklus Hidup HIV Itu?
Ada beberapa langkah dalam siklus hidup
HIV (lihat Lembaran Informasi (LI) 106
untuk gambar):
1. Virus bebas beredar dalam aliran darah
2. HIV mengikatkan diri pada sel
3. HIV menembus sel dan mengosongkan
isinya dalam sel
4. Kode genetik HIV diubah dari bentuk
RNA menjadi bentuk DNA dengan
bantuan oleh enzim reverse transcriptase
5. DNA HIV dipadukan dengan DNA sel
dengan bantuan oleh enzim integrase.
Dengan pemaduan ini, sel tersebut
menjadi terinfeksi HIV.
6. Waktu sel yang terinfeksi menggandakan
diri, DNA HIV diaktifkan, dan membuat
bahan baku untuk virus baru
7. Semua bahan yang dibutuhkan untuk
membuat virus baru dikumpulkan
8. Virus yang belum matang mendesak ke
luar sel yang terinfeksi dengan proses
yang disebut ‘budding (tonjolan)’
9. Jutaan virus yang belum matang dilepas
dari sel yang terinfeksi
10. Virus baru menjadi matang: bahan baku
dipotong oleh enzim protease dan dirakit
menjadi virus yang siap bekerja
ARV yang Disetujui di AS
Setiap tipe atau ‘golongan’ ARV menyerang
HIV dengan cara berbeda. Saat ini ada lima
golongan obat disetujui di AS.
Golongan obat anti-HIV pertama adalah
nucleoside reverse transcriptase inhibitor
atau NRTI, juga disebut analog nukleosida.
Obat golongan ini menghambat langkah
keempat di atas, yaitu perubahan bahan
genetik HIV dari bentuk RNA menjadi bentuk
DNA yang dibutuhkan dalam langkah berikut.
Obat dalam golongan ini yang disetujui di AS
dan masih dibuat adalah:
y 3TC (lamivudin)
y Abacavir (ABC)
y AZT (ZDV, zidovudin)
y d4T (stavudin)
y ddI (didanosin)
y Emtrisitabin (FTC)
y Tenofovir (TDF; analog nukleotida)
Non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor atau NNRTI menghambat langkah yang
sama dalam siklus hidup HIV, tetapi dengan cara
lain. Lima NNRTI disetujui di AS:
y Delavirdin (DLV)
y Efavirenz (EFV)
y Etravirin (ETV)
y Nevirapin (NVP)
y Rilpivirin (RPV)
Protease inhibitor (PI) menghambat
langkah kesepuluh, dengan bahan virus baru
dipotong sesuai untuk membuat virus baru.
Sembilan PI disetujui dan masih dibuat di AS:
y Atazanavir (ATV)
y Darunavir (DRV)
y Fosamprenavir (FPV)
y Indinavir (IDV)
y Lopinavir (LPV)
y Nelfinavir (NFV)
y Ritonavir (RTV)
y Saquinavir (SQV)
y Tipranavir (TPV)
Entry inhibitor mencegah pengikatan dan
pemasukan HIV pada sel dengan menghambat langkah kedua dari siklus hidupnya.
Dua obat golongan ini sudah disetujui di AS:
y Enfuvirtid (T-20)
y Maraviroc (MVC)
Integrase inhibitor (INI). Obat golongan
ini mencegah pemaduan kode genetik HIV
dengan kode genetik sel dengan menghambat
langkah kelima dari siklus hidupnya. Sudah
tersedia tiga obat INI:
y Dolutegravir (DTG)
y Elvitegravir (EGV)
y Raltegravir (RGV)
Namun elvitegravir hanya disetujui sebagai
kandungan dalam Stribild, pil kombinasi dengan
cobicistat, emtricitabine dan tenofovir.
Bagaimana Obat Ini Dipakai?
Obat ARV umumnya dipakai dalam gabungan dengan tiga atau lebih ARV dari lebih
dari satu golongan. Hal ini disebut sebagai
terapi kombinasi, atau ART. ART bekerja jauh
lebih baik daripada hanya satu ARV sendiri.
Cara penggunaan obat ini mencegah munculnya resistansi.
Produsen ARV terus-menerus berupaya
untuk membuat obatnya lebih mudah dipakai,
dan sudah menggabung dua atau lebih jenis
obat dalam satu pil.
Apa Resistansi terhadap Obat Itu?
Waktu HIV menggandakan diri, sebagian dari
bibit HIV baru dapat menjadi sedikit berbeda
dengan aslinya. Jenis berbeda ini disebut mutan.
Kebanyakan mutan langsung mati, tetapi
beberapa di antaranya terus menggandakan diri,
walaupun kita tetap memakai ART – mutan
tersebut ternyata kebal terhadap obat. Jika ini
terjadi, obat tidak bekerja lagi. Hal ini disebut
sebagai ‘mengembangkan resistansi’ terhadap
obat tersebut. Lihat LI 126 untuk informasi lebih
lanjut tentang resistansi.
Jika hanya satu jenis ARV dipakai, virus
secara mudah mengembangkan resistansi terhadapnya. Oleh karena itu, penggunaan hanya
satu jenis ARV (yang disebut monoterapi) tidak
dianjurkan. Tetapi jika dua jenis obat dipakai,
virus mutan harus unggul terhadap dua obat
ini sekaligus. Dan jika tiga jenis obat dipakai,
kemungkinan munculnya mutan yang dapat
sekaligus unggul terhadap semuanya sangat
kecil. Penggunaan kombinasi tiga jenis ARV
berarti membutuhkan jauh lebih lama untuk
mengembangkan resistansi.
Apakah Obat Ini Dapat
Menyembuhkan AIDS?
Saat ini, belum ditemukan penyembuh
infeksi HIV. ARV mengurangi viral load,
yaitu jumlah HIV dalam aliran darah kita.
Kalau viral load kita lebih rendah, kita tetap
sehat lebih lama. Kita juga kurang mungkin
menularkan HIV pada orang lain. Lihat
LI 125 untuk informasi lebih lanjut tentang
tes viral load.
Viral load beberapa orang menjadi begitu
rendah sehingga tidak dapat diukur oleh tes
viral load; viral loadnya disebut ‘tidak
terdeteksi’. Ini bukan berarti virus hilang, dan
tidak berarti orang tersebut ‘sembuh’.
Kapan Sebaiknya Kita Mulai?
Belum ada jawaban yang jelas untuk
pertanyaan ini. Sebagian besar dokter akan
mempertimbangkan jumlah CD4, dan gejala
yang kita alami. Menurut pedoman WHO,
ART sebaiknya dimulai sebelum CD4 turun
di bawah 350, bila kita hamil, kita alami TB
aktif, kita membutuhkan terapi untuk virus
hepatitis B (HBV), atau kita mempunyai
gejala penyakit terkait HIV yang sedang atau
berat. Kriteria untuk mulai ditentukan dalam
Pedoman ART Kemenkes (lihat LI 404).
Keputusan untuk memulai ART sangat
penting, dan sebaiknya dibahas dahulu
dengan dokter. Untuk informasi lebih lanjut
mengenai mulai ART, lihat buku kecil
Yayasan Spiritia “Pengobatan untuk AIDS:
Ingin Mulai?”
Obat Apa yang Sebaiknya Kita
Pakai?
ARV dipilih berdasarkan resistansi HIV
terhadap obat, kesehatan kita (misalnya, ada
penyakit hati atau ginjal) dan faktor pola
hidup. Namun tidak semua ARV di atas
tersedia di Indonesia, sehingga pilihan
berdasarkan Pedoman ART. Sementara
paduan ART umumnya ditahan dengan baik,
setiap ARV, sama seperti semua obat lain,
dapat menimbulkan efek samping (lihat
LI 550). Beberapa efek samping ini gawat.
Lihat Lembaran Informasi untuk masingmasing obat. Setiap orang berbeda, dan kita,
bersama dengan dokter, harus memutuskan
obat apa yang kita pilih.
Kepatuhan terhadap ART sangat penting (lihat
LI 405). Tes viral load dipakai untuk menentukan apakah ART bekerja sebagaimana
mestinya. Bila viral load kita tidak turun, atau
turun tetapi naik kembali, mungkin kita harus
beralih ke kombinasi ARV lain.
Apa yang Selanjutnya?
Obat baru sedang ditelitikan dalam kelima
golongan yang ada. Para peneliti juga
berupaya mengembangkan golongan obat
baru, misalnya obat yang menghambat
langkah lain pada siklus hidup HIV, dan obat
yang akan menguatkan ketahanan oleh kekebalan tubuh.
Diperbarui 14 Desember 2014 berdasarkan FS 403
The AIDS InfoNet 29 Juli 2013
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 404
PEDOMAN NASIONAL ART
Apa Pedoman ART Itu?
Pedoman nasional terapi antiretroviral
(ART) diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) sebagai standar untuk
para dokter mengenai cara menatalaksanakan
ART di Indonesia. Pedoman dirancang
berdasarkan usulan dari WHO dengan
kesepakatan antara beberapa pakar di
Indonesia.
Karena pengetahuan dan pengalaman
mengenai ART berkembang terus-menerus,
seharusnya pedoman sering diperbarui. Oleh
karena itu, pedoman yang berlaku saat ini
(Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis
Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada
Orang Dewasa 2011) diperbarui berdasarkan
pedoman WHO 2010 (Antiretroviral therapy
for HIV infection in adults and adolescents:
recommendations for a public health approach – 2010). Namun pada Juni 2013,
WHO mengeluarkan pedoman baru (Consolidated guidelines on the use of antiretroviral drugs for treating and preventing
HIV infection: recommendations for a public
health approach). Pedoman WHO terbaru ini
mengusulkan beberapa perubahan. Diharapkan Kemenkes sedang mengkaji perubahan
ini dan segera akan juga mengeluarkan versi
pedoman ART nasional yang baru.
Berbeda dengan pedoman sebelumnya,
pedoman baru ini memberi pengarahan
mengenai penanganan masalah kesehatan
Odha, dari konseling dan tes HIV, melalui
penanganan infeksi oportunistik tertentu
sampai penanganan ART.
Harus ditekankan bahwa pedoman ini tidak
memberi panduan untuk menatalaksana ART
untuk anak. Hal ini masih diatur oleh
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi
Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia yang
dikeluarkan oleh Kemenkes pada 2008
berdasarkan pedoman WHO 2006. Walau
dicetak ulang pada 2010, pedoman ini belum
diperbarui, meskipun ada banyak perkembangan dan perubahan pada pengobatan
untuk anak dengan HIV sejak 2006. Untuk
informasi lebih lanjut mengenai ART untuk
anak, lihat Lembaran Informasi (LI) 619.
Catatan: Pedoman WHO 2013 yang baru
menggabungkan semua pedoman sebelumnya, termasuk untuk anak dan untuk pencegahan penularan HIV dari ibu-ke-anak.
Apa Isi Pedoman ART?
y
y
y
y
y
y
y
Pedoman ART terutama mengatur:
kapan ART boleh dimulai
rejimen yang dipakai sebagai lini pertama
ART pada populasi khusus
pemantauan ART
masalah toksisitas dan interaksi ARV
kegagalan ART
pilihan rejimen lini kedua
Stadium Klinis
WHO menetapkan empat stadium klinis
HIV, sebagaimana berikut:
y
y
y
y
Stadium 1: Tanpa gejala
Stadium 2: Penyakit ringan
Stadium 3: Penyakit lanjut
Stadium 4: Penyakit berat
Lihat pedoman atau situs web Spiritia untuk
definisi masing-masing stadium klinis.
batkan efek samping yang cukup berat hingga
gawat. Dalam pedoman baru ini, Kemenkes
menganjurkan agar penggunaan d4T dikurangi/
dihentikan dan tidak dipakai lebih dari enam
bulan. Sekarang TDF diusulkan sebagai
pengganti kalau AZT mengakibatkan anemia.
Kapan Mulai ART
Pemantauan ART
Berdasarkan Pedoman ART 2011, Odha
dewasa dan remaja memenuhi kriteria untuk
mulai ART bila:
y Penyakit stadium 3 atau 4, tanpa memandang jumlah CD4; atau
y Jumlah CD4 di bawah 350, tanpa memandang gejala klinis.
Harus ditekankan bahwa pedoman tidak
mengharuskan tes CD4 sebelum mulai ART.
Bila kita mengalami penyakit stadium 3 atau
4, kita boleh mulai ART walau tidak diketahui
jumlah CD4. Bila kita mengalami penyakit
stadium 3, kita boleh mulai dengan jumlah
CD4 apa pun. Namun, kalau kita tidak
mempunyai gejala, kita baru boleh mulai
setelah jumlah CD4 kita turun di bawah 350.
Tambahan, bab mengenai ART pada
populasi khusus menyarankan agar kita mulai
lebih dini dalam keadaan tertentu. Misalnya,
semua perempuan hamil yang terinfeksi HIV
diusulkan memulai ART, apa pun stadium
klinisnya atau berapa pun jumlah CD4-nya.
Orang koinfeksi HIV dan hepatitis B (HBV),
bila membutuhkan terapi untuk HBV-nya
harus sekaligus memulai ART.
Karena TB aktif pada Odha adalah salah
satu tanda stadium 3 (TB paru) atau stadium
4 (TB di luar paru), Odha dengan TB aktif
harus mulai ART dengan jumlah CD4 berapa
pun. Diusulkan ART dimulai sesegera
mungkin setelah memulai obat anti-TB (OAT)
selama 2-8 minggu atau setelah OAT dapat
ditahan dan stabil.
Ada satu persyaratan lagi: kita harus siap
mulai. Pedoman ART 2011 mewajibkan petugas
kesehatan untuk menelaah kesiapan pasien
untuk ART, dengan membahas 13 topik bersama
dengan pasien. Dan kepatuhan terhadap ART
wajib dinilai, dengan dikuatkan oleh konseling
kepatuhan, pada setiap kunjungan pasien ke
klinik. Lihat Lembaran Informasi 405 mengenai
kepatuhan terhadap ART.
Menurut pedoman, ada beberapa tes laboratorium yang seharusnya dilakukan sebelum
dan/atau setelah kita mulai ART. Tes utama yang
dibutuhkan adalah tes Hb (untuk anemia, lihat
LI 552) sebelum kita mulai dan secara berkala
dalam beberapa bulan setelah kita mulai bila
kita memakai AZT. Tes lain yang diusulkan
termasuk tes untuk infeksi HBV, serta tes
kreatinin (enzim ginjal; lihat LI 136) sebelum
kita mulai memakai TDF. Tes ini harus diulang
setiap tiga bulan untuk satu tahun pertama untuk
pengguna TDF, dan kemudian jika stabil
dilakukan setiap enam bulan.
Selain itu, perempuan harus melakukan tes
kehamilan sebelum mulai rejimen yang
mengandung efavirenz. Hal ini diatur karena
efavirenz dapat menyebabkan cacat janin,
terutama bila dipakai pada trimester pertama
kehamilan.
Pedoman mengusulkan dilakukan tes CD4
sebelum mulai ART dan setiap 6 bulan setelah
mulai untuk memantau keberhasilan. Namun
tes ini tidak diharuskan.
Pedoman ART di Indonesia tidak menganjurkan dilakukan tes viral load atau tes
resistansi sebagai persyaratan sebelum mulai
atau sebagai tes pemantauan ART.
Mulai dengan Rejimen Apa?
Kita mulai dengan rejimen lini pertama.
Rejimen lini pertama umumnya dibentuk
dengan dua NRTI dan satu NNRTI (lihat
LI 403), dengan tiga dari enam obat: (AZT atau
TDF) + (3TC atau FTC) + (nevirapine atau
efavirenz). Pilihan yang baku adalah AZT + 3TC
+ nevirapine. AZT + 3TC sering disediakan
dalam satu pil yang mengandung kedua obat.
Juga FTC umumnya dipakai bersamaan dengan
TDF, karena kedua obat ini disediakan dalam
satu pil.
Catatan: dahulu d4T sering dianjurkan untuk
mengganti AZT bila timbul anemia sebagai efek
samping AZT. Namun d4T dapat mengaki-
Alasan untuk Mengganti ART
Ada dua alasan untuk mengganti ART: efek
samping yang tidak tertahan; dan kegagalan
terapi. Kalau kita mengalami efek samping,
mungkin kita harus mengganti satu obat
dalam rejimen lini pertama dengan obat lain,
disebut sebagai substitusi. Dalam keadaan
yang luar biasa, kita mungkin harus mengganti obat dari rejimen lini pertama dengan
obat yang umumnya dipakai sebagai lini
kedua; walau begitu, rejimen tetap dianggap
lini pertama.
Bila dokter menentukan bahwa terapi kita
gagal, ditunjukkan antara lain oleh viral load
di atas 5.000 setelah menjadi tidak terdeteksi,
jumlah CD4 menurun, atau kita mengalami
infeksi oportunistik, kita akan dialihkan pada
rejimen lini kedua, yang disebut sebagai
‘switch’.
Pilihan Rejimen Lini Kedua
Rejimen lini kedua harus mengganti
sedikitnya dua dari tiga ARV dalam rejimen
lini pertama dengan ARV lain. Saat ini,
rejimen lini kedua umumnya terdiri dari TDF
atau AZT (tergantung yang mana dipakai pada
lini pertama), 3TC atau FTC, dan Kaletra/
Aluvia.
Diperbarui 1 Oktober 2014 berdasarkan Pedoman
Nasional ART 2011
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 405
KEPATUHAN TERHADAP TERAPI
Apa Kepatuhan Itu?
Kepatuhan adalah istilah yang menggambarkan penggunaan terapi antiretroviral (ART) kita persis sesuai dengan
petunjuk pada resep. Ini mencakup penggunaan obat pada waktu yang benar dan
mengikuti aturan makan tertentu (misalnya harus dipakai dengan perut kosong).
Penekanan virus
Untuk menekan penggandaan (replikasi) virus di dalam darah kita, tingkat
obat antiretroviral (ARV) harus selalu di
atas tingkat tertentu. Tingkat obat yang
rendah dapat memungkinkan HIV tetap
bereplikasi. Semakin banyak virus dibuat,
semakin mungkin akan dibuat virus yang
cacat dan resistan (kebal) terhadap obat.
Lihat Lembaran Informasi (LI) 126 untuk
informasi lebih lanjut tentang resistansi.
Jika HIV di tubuh kita menjadi resistan
terhadap obat yang kita pakai, terapinya
akan mulai gagal. Kegagalan ditandai oleh
peningkatan pada viral load, yang menjadi
terdeteksi.
Cara terbaik untuk mencegah pengembangan resistansi adalah dengan kepatuhan terhadap terapi.
Mengapa Kita Harus Patuh?
Obat yang kita pakai diserap dalam
lambung, masuk ke aliran darah, dan
diangkut ke seluruh tubuh kita. Waktu
darah melewati hati dan ginjal kita,
sebagian obat tersebut disaring dan
dibuang. Jadi jumlah obat dalam aliran
darah menjadi semakin kecil, sampai kita
memakainya lagi.
Beberapa obat diserap lebih baik, dan
masuk ke aliran darah dengan tingkat
lebih tinggi, bila tidak ada makanan dalam
perut. Obat ini harus dipakai dengan perut
kosong. Sementara ada obat lain masuk
ke aliran darah secara lebih baik bila ada
lemak dalam lambung. Obat ini sebaiknya
dipakai dengan makan. Dengan beberapa
obat pun, makanan tidak penting.
Kita harus mengetahui petunjuk penggunaan masing-masing obat agar akan selalu
ada cukup obat dalam aliran darah. Petunjuk
ini termasuk berapa pil harus kita pakai,
kapan, dan bagaimana. Jika kita lupakan satu
dosis, tidak memakai dosis penuh, tidak
mengikuti petunjuk tentang makanan, atau
memakai obat yang berinteraksi dengan
ARV (lihat LI 407), tingkat obat dalam aliran
darah kita dapat menjadi terlalu rendah.
Berapakah Tingkat Kepatuhan
yang Cukup?
Beberapa penelitian sudah mengukur
tingkat kepatuhan yang ‘cukup.’ Pene-
litian ini menemukan bahwa, untuk
memastikan HIV tetap tertekan (yang
ditunjukkan oleh viral load yang tetap
tidak terdeteksi), kita harus memakai lebih
dari 90% obat kita sesuai resep (yaitu
kepatuhan lebih dari 90%). Penelitian
tersebut berdasarkan rejimen yang mengandung protease inhibitor. Penelitian
yang lebih baru terhadap rejimen berdasarkan NNRTI memberi kesan bahwa
kepatuhan yang lebih rendah mungkin
cukup. Namun semakin sedikit dosis
dilupakan, semakin tinggi kemungkinan
viral load kita tidak terdeteksi, dengan
akibat semakin rendah risiko resistansi
akan muncul.
Dari sisi lain, penelitian di AS terhadap
narapidana yang memakai setiap dosis (setiap
dosis diawasi), semua mempunyai viral load
di bawah 400 setelah satu tahun, dan 85% di
bawah 50. Hasil ini lebih baik daripada
hampir semua uji coba terhadap obat baru –
dan sebagian besar narapidana tersebut
pernah gagal dengan pengobatan lain.
Yang penting adalah bukan bahwa kita
harus masuk penjara, tetapi jika kita berhasil
mencari cara agar kita dapat memakai semua
obat kita, terapi kita akan bekerja buat kita
untuk jangka waktu yang lama.
Apakah Ada Kelonggaran?
Penting kita berusaha agar selalu memakai obat pada jam yang benar. Namun
biasanya ada ‘jendela’ atau kelonggaran.
Lamanya kelonggaran ini tergantung pada
obat dan tubuh kita. Tetapi ARV yang
dipakai dalam rejimen ART lini pertama
dan kedua cukup ‘pemaaf’. Oleh karena
itu, umumnya tidak ada kerugian bila kita
terlambat satu atau dua jam waktu
memakai obat. Beberapa jenis obat
mempunyai jendela yang lebih lebar
dibandingkan yang lain.
Mengembangkan Rutinitas
Penting agar kita mengembangkan
rutinitas (kebiasaan) yang dapat membantu kita mengikuti jadwal yang benar,
yang kadang kala rumit dan mengganggu
kegiatan sehari-hari kita. Kepatuhan dapat
sangat sulit dan kita akan membutuhkan
dukungan agar kita menjadi biasa dengan
perubahan yang diakibatkannya pada
hidup kita. Ini bisa menjadi hal yang
paling penting untuk dipertimbangkan
waktu kita mulai memakai terapi baru.
Mengatur untuk mulai terapi waktu kita
dapat meluangkan waktu dan kesempatan
yang mungkin dibutuhkan untuk menyesuaikan diri. Tidak ada masalah lain yang
lebih penting daripada menjadi nyaman
dengan pengobatan pada minggu-minggu
pertama ini.
Menggalang dukungan dari keluarga
atau teman adalah sangat penting, agar
mengingatkan kita waktu harus memakai
obat, dan untuk memberi semangat pada
kita jika kita mengalami efek samping.
Menilai kepatuhan dirinya secara ketat
selama satu minggu yang ‘normal’. Jika
hasilnya tampaknya kurang baik, kita
membutuhkan lebih banyak dukungan –
pasti tersedia tetapi mungkin harus
diminta. Jika masih ada masalah, bahas
dengan dokter. Jika kita benar-benar tidak
dapat mencapai tingkat kepatuhan yang
tinggi, mungkin sebaiknya kita berhenti
terapi untuk sementara.
(Tips untuk membantu kepatuhan kita
dibahas pada buku kecil Yayasan Spiritia
“Pengobatan untuk AIDS: Ingin Mulai?”)
Kejenuhan Pil
Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa kepatuhan kian menurun, bahkan
pada orang yang sangat patuh. Gejala ini
disebut ‘kejenuhan pil’ atau ‘kejenuhan
terapi.’ Namun sebuah penelitian baru
menemukan bahwa kepatuhan tinggi
semakin lama sebetulnya semakin meningkat.
Kepatuhan tinggi bukan masalah satu
hari saja. Kepatuhan tinggi harus diteruskan untuk seumur hidup. Oleh karena ini,
tetap dibutuhkan dukungan dan semangat,
walau kita sudah sangat patuh selama
bertahun-tahun.
Garis Dasar
Agar terapi kita tetap berhasil, kita harus
memakainya sesuai dengan petunjuk. Jika
kita tidak patuh, virus di tubuh kita dapat
menjadi resistan terhadap ARV yang kita
pakai. Untuk hasil terbaik, kita harus
memakai lebih dari 90% obat kita secara
benar.
Pastikan kita mengerti semua obat yang
diresepkan. Pastikan kita tahu harus kita
pakai berapa banyak, kapan harus dipakai,
dan apakah harus dipakai dengan makanan atau dengan perut kosong. Agar tidak
ada masalah dengan interaksi, pastikan
dokter tahu SEMUA obat, suplemen dan
jamu yang kita pakai.
Dukungan dari keluarga atau teman
untuk mengingatkan kita dan memberi
semangat pada kita adalah sangat penting!
Jika ada masalah dengan kepatuhan
terhadap terapi, segera bahasnya dengan
dokter.
Ditinjau 4 Februari 2014 berdasarkan FS 405 The
AIDS InfoNet 22 April 2013 dan sumber lain
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 406
TERAPI BERDENYUT
Apa Terapi Berdenyut Itu?
Terapi berdenyut berarti terapi antiretroviral (ART) yang dihentikan sementara
secara terencana, di bawah pengawasan
dokter. Istilah yang dipakai dalam bahasa
Inggris adalah “structured treatment interruption/STI”, “structured intermittent
therapy/SIT” atau “pulse therapy”, walaupun orang awam sering menyebutnya sebagai
“drug holiday (liburan dari obat).” Karena
belum ada istilah yang jelas dalam bahasa
Indonesia, kami mengusulkan dipakai istilah
yang sederhana yaitu “terapi berdenyut.”
Terapi berdenyut adalah penghentian
penggunaan semua obat dalam kombinasi
ART seketika. Setelah itu, terapi dimulai lagi
sesuai dengan beberapa rumusan.
Apa Maksudnya Terapi Berdenyut?
Penggunaan ART tidak mudah untuk
sebagian besar orang. Ada yang mengalami
efek samping yang cukup berat. Ada yang
merasa tidak berdaya dengan kepatuhan yang
dibutuhkan terus-menerus agar viral load
ditekan di bawah tingkat terdeteksi dan untuk
menghindari terbentuk resistansi terhadap
obat. Walaupun kita paham bahwa kita
membutuhkan terapi ini untuk menyelamatkan jiwa kita, setelah beberapa tahun
mungkin kita merasa bosan dengan hidup
kita yang dikendalikan oleh obat dan efek
sampingnya; ini disebut sebagai kelelahan
atau kejenuhan terapi (treatment fatigue) –
lihat Lembaran Informasi (LI) 405.
Oleh karena itu, muncul keinginan untuk
berhenti memakai obat untuk jangka waktu
tertentu. Keinginan ini diperkuat oleh laporan
bahwa viral load beberapa orang yang
berhenti ART tetap ditekan di bawah tingkat
terdeteksi. Alasan mengapa ini terjadi belum
jelas, dan masih diteliti oleh dokter.
Ada beberapa pilihan yang sedang diteliti.
Ada yang berhenti untuk waktu tertentu,
kemudian kembali memakai ART lagi untuk
waktu tertentu, kemudian berhenti lagi, dan
seterusnya – selang-seling. Jangka waktu
penggunaan dan penghentian dapat satu
minggu, atau beberapa minggu bahkan bulan.
Ada juga yang memantau jumlah CD4 dan/
atau viral load, dan kembali memakai obat
waktu CD4 turun di bawah jumlah tertentu
atau viral load naik menjadi angka tertentu.
Dua penelitian besar terhadap kedua
macam penghentian terapi ini baru-baru
dihentikan. Ada lebih banyak kasus AIDS
dan infeksi lanjutan di antara peserta yang
berhenti terapinya. Jadi tampaknya penghentian sementara ini tidak berhasil dan dapat
dianggap berbahaya.
Merangsang Sistem Kekebalan
Tubuh
Ada maksud lain untuk berhenti terapi.
Sistem kekebalan tubuh kita hanya dapat
dirangsang untuk melawan kuman kalau
kuman tersebut berada dalam jumlah cukup
banyak. Waktu kita memakai ART secara
berhasil, jumlah virus menjadi sangat kecil,
yang ditunjukkan oleh viral load yang tidak
terdeteksi. Hal itu berarti upaya melawan
virus hanya dilakukan oleh obat, bukan oleh
sistem kekebalan tubuh. Beberapa peneliti
menganggap bahwa bila kita berhenti terapi
secara sementara, ‘ledakan’ virus yang diakibatkan akan merangsang sistem kekebalan
untuk bekerja seperti seharusnya, dengan
harapan virus dapat dikendalikan tanpa
dibutuhkan terapi. Pendekatan ini tampaknya mungkin berhasil untuk sejumlah kecil
orang yang mulai ART di waktu dini – pada
masa infeksi primer (lihat LI 103).
Penghentian Sementara sebelum
Mengganti Obat
Ada beberapa orang dengan virus yang
resistan terhadap sebagian besar obat
antiretroviral (ARV) yang tersedia. Untuk
orang yang tidak mempunyai pilihan lain,
beberapa peneliti mengusulkan mereka berhenti terapinya untuk beberapa waktu sebelum mencoba “terapi keselamatan (salvage
therapy)”, yaitu terapi yang dicoba setelah
beberapa rejimen yang sudah terpakai tidak
efektif lagi akibat resistansi. Yang dimaksud
dengan penghentian ini adalah agar jenis
virus yang resistan dapat dikalahkan oleh
jenis yang asli, yang disebut sebagai tipe liar,
yang peka terhadap obat. Ada kesan bahwa
hal ini memang terjadi, tetapi manfaatnya
cepat hilang. Virus yang resistan sebenarnya
tidak pernah hilang, tetapi disimpan di
beberapa tempat persembunyian seperti
kelenjar getah bening. Setelah virus liar dikendalikan lagi oleh obat, virus resistan mulai
bereplikasi, dan cepat menjadi dominan.
Lagi pula, sebuah penelitian di 2008
menunjukkan bahwa pasien yang tetap
memakai rejimen yang ‘gagal’ mengembangkan lebih sedikit masalah terkait AIDS
dibandingkan pasien yang berhenti ART-nya.
Apakah Ada Risiko dengan Terapi
Berdenyut?
Ya. Tergantung pada riwayat terapi dan
keadaan kesehatan kita, penghentian terapi
dapat menghasilkan kemerosotan yang tajam
pada jumlah CD4, dan kambuhnya penyakit.
Hal ini lebih mungkin untuk orang dengan
jumlah CD4 yang sangat rendah sebelum
terapi. Misalnya, jika CD4 terendah kita 100,
tetapi naik menjadi 500 setelah kita memakai
ART, CD4 kita kemungkinan akan segera
merosot setelah kita berhenti terapi. Dari sisi
lain, jika CD4 kita 700 sebelum mulai ART,
dan hanya naik sedikit selama terapi, kemungkinan jumlah tidak akan turun secara bermakna setelah kita berhenti.
Pada 2011, penelitian mengenai penghentian sementara menemukan risiko lebih
tinggi terhadap penyakit terkait AIDS,
pemulihan jumlah CD4 yang lebih rendah dan
angka kematian yang lebih tinggi delapan
tahun setelah penghentian.
Walaupun begitu, tampaknya virus di tubuh
kita tidak menjadi resistan karena penghentian sementara. Resistansi hanya muncul
karena “tekanan selektif” yang diakibatkan
oleh obat sendiri. Jika kita tidak pakai obat,
tekanan tersebut hilang. Namun, penting
menghentikan obat secara terencana: karena
ARV golongan NNRTI (nevirapine dan
efavirenz) mempunyai masa paro yang
panjang, diusulkan untuk menghentikan obat
ini kurang lebih satu minggu sebelum
berhenti obat lain.
Walaupun jumlah CD4 dan viral load dapat
kembali seperti sebelum berhenti terapi,
jumlah tersebut mungkin tidak persis sama
baiknya seperti yang diharapkan.
Salah satu tujuan terapi berdenyut adalah
agar mutu hidup kita ditingkatkan karena kita
mendapatkan “liburan” dari penggunaan
obat. Namun ini tidak selalu dapat dicapai.
Waktu mulai lagi, kebiasaan kepatuhan
mungkin harus dipelajari lagi setelah
beberapa lama tidak memakai obat, dan efek
samping mungkin kembali dialami. Lagi
pula, beberapa orang mengalami gejala mirip
flu setelah berhenti, akibat peningkatan pada
viral load.
Kita mungkin memakai obat untuk mencegah
infeksi oportunistik (IO) sebelum kita mulai
ART, karena jumlah CD4 kita di bawah 200.
Dengan peningkatan pada jumlah CD4 setelah
kita memakai ART, kita mungkin berhenti
memakai obat pencegahan itu. Karena jumlah
CD4 kita dapat merosot secara cepat setelah
kita berhenti ART, mungkin kita harus kembali
memakai kotrimoksazol untuk mencegah IO
tertentu. Obat pencegahan itu tidak boleh
dihentikan sementara. Penelitian menunjukkan bahwa orang yang berhenti ART jauh
lebih mungkin mengalami IO.
Garis Dasar
Walau tampaknya penghentian terapi
antiretroviral sementara kadang kala dianggap masuk akal, ternyata beberapa penelitian
menunjukkan bahwa tindakan ini meningkatkan risiko timbulnya penyakit atau kematian.
Bicaralah dengan dokter sebelum berhenti
terapi. Penghentian sementara harus direncanakan bersama oleh dokter dan pasien, dan
umumnya hanya dilakukan dalam sarana
penelitian atau uji klinis. Sebaiknya ada
rencana yang jelas sebelum berhenti: kapan
akan mulai terapi lagi – berdasarkan jangka
waktu atau jumlah CD4?
Jika kita pernah memakai kotrimoksazol
untuk mencegah IO tetapi sudah berhenti,
sebaiknya kita kembali memakainya lagi
waktu berhenti ART.
Ditinjau 7 April 2014 berdasarkan beberapa
sumber
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 407
INTERAKSI OBAT
Apa Interaksi Obat Itu?
Takaran obat resep harus cukup tinggi
untuk menyerang penyakit yang bersangkutan, tetapi cukup rendah agar terhindar
munculnya efek samping yang berat.
Perubahan besar pada jumlah suatu obat
dalam aliran darah kita dapat disebabkan
oleh interaksi dengan obat lain, baik yang
diresepi maupun yang tidak, atau pun
narkoba, jamu, suplemen, atau bahkan
makanan.
Interaksi obat sangat umum. Ada beberapa alasan:
y Dokter mungkin tidak mengetahui ada
interaksi dengan obat yang diresepi.
y Mungkin ada beberapa dokter yang
meresepkan obat untuk satu pasien.
y Pasien yang semakin tua mempunyai
beberapa masalah kesehatan dan memakai semakin banyak jenis obat.
y Interaksi obat mungkin belum diketahui
sebagai penyebab hasil pengobatan yang
tidak diharapkan atau efek samping.
y Dokter mungkin tidak mengetahui semua
jenis obat dan suplemen yang dipakai oleh
pasien.
Semua orang yang memakai obat antiretroviral (ARV) harus sangat waspada
terhadap interaksi obat. Apoteker seharusnya siap mengecek interaksi obat bila kita
mengajukan daftar semua obat yang kita
pakai. Pastikan dokter mengetahui
SEMUA obat, suplemen dan jamu yang
kita pakai.
Bagaimana Tubuh Kita Mengelola
Obat?
Tubuh kita mengenal obat sebagai ‘zat
asing.’ Jadi obat diuraikan oleh tubuh,
biasanya sebagai air seni atau kotoran
(tinja). Banyak obat dikeluarkan tanpa
perubahan oleh ginjal dalam air seni. Obat
lain harus diuraikan oleh hati kita. Enzim
di hati mengubah molekul obat, yang
kemudian dikeluarkan dalam air seni atau
tinja.
Waktu kita meminum pil, obat jalan dari
perut ke usus dan kemudian masuk hati
sebelum mengalir ke bagian tubuh yang
lain. Jika obat mudah diuraikan oleh hati,
hanya sebagian kecil dari obat sampai ke
tubuh.
Bagaimana Obat Saling Berinteraksi?
Interaksi obat yang paling umum melibatkan hati. Beberapa obat dapat memperlambat
atau mempercepat proses enzim hati. Ini dapat
mengakibatkan perubahan besar pada tingkat
obat lain dalam aliran darah yang memakai
enzim yang sama. Beberapa obat melambatkan proses ginjal. Ini meningkatkan
tingkat bahan kimia yang biasanya dikeluarkan oleh ginjal.
Mengapa Ada Masalah dengan
Makanan?
Pil apa pun yang kita minum melalui perut
kita, lalu diserap dan masuk ke aliran darah.
Kebanyakan obat diserap lebih cepat jika
perutnya kosong. Penyerapan lebih cepat
adalah baik untuk beberapa obat, tetapi juga
dapat mengakibatkan efek samping yang
lebih berat. Beberapa obat harus dipakai
dengan makanan agar diuraikan lebih
lambat atau untuk mengurangi efek samping. Beberapa obat lain harus dipakai
dengan makanan berlemak karena dilarutkan dalam lemak, sehingga diserap lebih
cepat. Namun hal ini juga dapat mengakibatkan efek samping yang lebih berat,
misalnya untuk efavirenz. Asam perut
dibutuhkan untuk menguraikan beberapa
obat agar mencapai tingkat yang cukup
dalam darah. Obat ini tidak boleh dipakai
sekaligus dengan obat antiasam.
Lagi pula, ada beberapa jenis jus buah
yang diketahui berinteraksi dengan obat
tertentu. Jus Grapefruit terkenal berinteraksi dengan obat statin, dan kemungkinan buah Jeruk Bali, serta mungkin jus
Belimbing mempunyai sifat yang sama.
Tampaknya buah ini tidak berinteraksi
dengan ARV, tetapi kalau kita memakai obat
untuk masalah lain, sebaiknya kita membahas masalah ini dengan dokter.
Obat Apa yang Mengakibatkan
Interaksi Terbanyak?
Protease inhibitor (PI) dan NNRTI
diuraikan oleh hati dan mengakibatkan
banyak interaksi.
Beberapa jenis obat lain yang kemungkinan akan menimbulkan interaksi termasuk:
y Obat antijamur dengan nama yang
diakhiri dengan ‘-azol’ (mis. flukonazol)
y Beberapa antibiotik dengan nama yang
diakhiri dengan ‘-misin’ (mis. klindamisin)
y Obat antiasam simetidin
y Beberapa obat yang dipakai untuk
mencegah konvulsi, termasuk fenitoin dan
karbamazipin
CATATAN: Ini bukan daftar lengkap.
Obat lain juga dapat mengakibatkan
interaksi. Ada beberapa obat yang tidak
boleh dipakai secara bersamaan (kontraindikasi), karena dapat mengakibatkan
hasil yang gawat. Untuk informasi lebih
rinci mengenai interaksi antara ARV dan
obat lain, lihat http://www.hivdruginteractions.org/Interactions.aspx.
Apakah Ada Obat Lain yang
Butuh Perhatian Khusus?
Dengan beberapa obat, hanya sedikit
kelebihan dapat mengakibatkan overdosis
yang berbahaya, dan jika jumlah hanya
sedikit kekurangan, obat mungkin tidak
berhasil. Obat tersebut dikenal dengan
‘indeks terapeutik yang sempit’. Jika kita
memakai obat jenis ini, interaksi apa pun
dapat gawat atau bahkan mematikan.
Yang harus diperhatikan termasuk:
y Antidepresan
y Antihistamin (antialergi)
y Obat yang mengendalikan denyut jantung
y Obat sedatif (penenang), termasuk
triazolam
y Obat pengencer darah
y Metadon (lihat LI 541) dan buprenorfin
(LI 542)
y Obat penawar rasa nyeri yang berasal dari
opium
y Obat untuk mengobati disfungsi ereksi
(mis. Viagra)
y Obat untuk mengobati TB, terutama
rifampisin
Obat lain yang harus diperhatikan termasuk narkoba. Belum ada penelitian yang
teliti terhadap interaksi dengan narkoba,
tetapi ada laporan tentang overdosis dan
kematian diakibatkan penggunaan narkoba
sekaligus dengan ARV. Untuk informasi
lebih lanjut, lihat LI 494.
Perempuan yang memakai pil KB sebaiknya bicara dengan dokter tentang interaksi
obat. Beberapa ARV dapat menurunkan
tingkat obat KB ini, dan menyebabkan
kehamilan yang tidak direncanakan.
Bagaimana dengan Jamu?
Belum ada banyak penelitian tentang
interaksi antara jamu dan obat-obatan.
Penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa
St. John’s Wort (hiperisin) dikontraindikasi
dengan semua PI dan NNRTI. Bawang putih
dapat menurunkan tingkat ARV dalam aliran
darah. Interaksi antara ARV dengan beberapa
jamu juga dicatat di lembaran informasi di
atas.
Garis Bawah
Banyak ARV dapat berinteraksi dengan
obat lain, narkoba, atau jamu, dan daftar
interaksi semakin panjang. Interaksi itu
dapat mengakibatkan overdosis beberapa
obat dan kelebihan dosis ini dapat gawat
atau mematikan. Interaksi juga dapat mengakibatkan tingkat obat yang terlalu rendah
dalam aliran darah. Kita dan dokter
sebaiknya meninjau lembaran informasi
yang ada di dalam kemasan semua obat.
Minta informasi tersebut untuk setiap
obat yang dipakai. Juga, memastikan
bahwa dokter meninjau SEMUA obat,
narkoba dan jamu yang kita pakai.
Diperbarui 14 Desember 2014 berdasarkan FS 407
The AIDS InfoNet 30 September 2014 dan sumber
lain
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 411
AZT (ZIDOVUDINE)
Apa AZT Itu?
AZT (Retrovir) adalah obat yang dipakai
untuk terapi antiretroviral (ART). Obat ini
pertama kali dibuat oleh GlaxoSmithKline
(GSK), tetapi sekarang tersedia dari
beberapa produsen, termasuk di Indonesia.
Versi Kimia Farma bernama Reviral. AZT
juga dikenal sebagai azido-deoxythymidine,
zidovudine atau ZDV.
AZT adalah obat pertama yang disetujui
untuk mengobati HIV. Obat ini termasuk
golongan analog nukleosida atau nucleoside
reverse transcriptase inhibitor (NRTI). Obat
golongan ini menghambat enzim reverse
transcriptase. Enzim ini mengubah bahan
genetik (RNA) HIV menjadikannya bentuk
DNA. Ini harus terjadi sebelum kode
genetik HIV dapat dimasukkan ke kode
genetik sel yang terinfeksi HIV.
Siapa Sebaiknya Memakai AZT?
AZT disetujui pada 1987 sebagai obat
antiretroviral (ARV) untuk orang dengan
infeksi HIV. Takaran disetujui untuk anak
di atas usia enam minggu serta untuk bayi
yang baru lahir dari ibu HIV-positif, untuk
mencegah penularan HIV.
Tidak ada pedoman tetap tentang kapan
sebaiknya mulai memakai ART. Kita dan
dokter harus mempertimbangkan jumlah
CD4, viral load, gejala yang kita alami, dan
sikap kita terhadap penggunaan ART.
Lembaran Informasi (LI) 404 memberi
informasi lebih lanjut tentang pedoman
penggunaan ART.
Jika kita memakai AZT dengan ARV lain,
kita dapat mengurangi viral load kita pada
tingkat yang sangat rendah dan meningkatkan jumlah CD4 kita. Hal ini seharusnya
berarti kita lebih sehat untuk waktu lebih
lama.
Karena AZT adalah obat antiretroviral
(ARV) yang pertama disetujui, obat ini telah
lebih diteliti dibandingkan dengan obat apa
pun. Obat baru diuji coba dengan membandingkannya dengan AZT.
Awalnya, AZT diuji coba pada orang
tanpa gejala penyakit HIV. Penelitian ini
menunjukkan tidak ada manfaat dari penggunaan AZT. Tetapi AZT dipakai sebagai
bagian dari terapi kombinasi untuk orang
yang terpajan HIV (berisiko terinfeksi)
melalui kecelakaan di tempat kerja (misalnya tertusuk jarum suntik atau darah terkena
luka). Penggunaan obat ini dikenal sebagai
‘post-exposure prophylaxis’ atau profilaksis
(pencegahan dengan obat) pascapajanan
(PPP – lihat LI 156).
AZT mengurangi penularan HIV dari ibuke-bayi secara bermakna. Pada pedoman
yang sebelumnya, obat ini diberikan kepada
perempuan hamil dari bulan empat kehamilan. Namun sekarang pedoman di
Indonesia mengusulkan agar semua ibu
hamil terinfeksi HIV mulai ART penuh
paling lambat pada semester kedua kehamilan. Berdasarkan pedoman ini, AZT
diberi pada bayi terlahir dari ibu terinfeksi
HIV untuk 4-6 minggu pertama kehidupan.
Lihat LI 611 untuk informasi lebih lanjut.
Bagaimana dengan Resistansi
terhadap Obat?
Waktu HIV menggandakan diri, sebagian
dari bibit HIV baru menjadi sedikit berbeda
dengan aslinya. Jenis berbeda ini disebut
mutan. Kebanyakan mutan langsung mati,
tetapi beberapa di antaranya terus menggandakan diri, walaupun kita tetap memakai
ART – mutan tersebut ternyata kebal
terhadap obat. Jika ini terjadi, obat tidak
bekerja lagi. Hal ini disebut sebagai
‘mengembangkan resistansi’ terhadap obat
tersebut. Lihat LI 126 untuk informasi lebih
lanjut tentang resistansi.
Kadang kala, jika virus kita mengembangkan resistansi terhadap satu macam
obat, virus juga menjadi resistan terhadap
ARV lain. Ini disebut ‘resistansi silang’ atau
‘cross resistance’ terhadap obat atau
golongan obat lain.
Resistansi dapat segera berkembang.
Sangat penting memakai ARV sesuai
dengan petunjuk dan jadwal, serta tidak
melewati atau mengurangi dosis.
Bagaimana AZT Dipakai?
Takaran AZT yang dianjurkan untuk orang
dewasa adalah 500mg hingga 600mg per
hari, dipakai dua kali sehari. AZT tersedia
berbentuk tablet atau pil dengan isi 100mg
dan 300mg, dan dalam bentuk cairan. Pada
2011 FDA AS menyetujui tablet 100mg
yang dapat dilaruti dalam air. Pada 2009,
FDA menyetujui pedoman takaran baru
untuk anak berusia 4 minggu ke atas.
Takaran berdasarkan berat badan, dan boleh
dipakai dua atau tiga kali sehari.
AZT tersedia juga sebagai gabungan
dengan 3TC dalam satu pil. Nama pil ini
tergantung pada produsen. Versi GSK
bernama Combivir; dari Kimia Farma
namanya Duviral (lihat LI 417). GSK juga
menyediakan versi gabungan dengan 3TC
dan abacavir, dengan nama Trizivir.
Apa Efek Samping AZT?
Jika kita mulai memakai ART, kita
mungkin mengalami efek samping sementara, misalnya sakit kepala, darah tinggi,
atau seluruh badan terasa tidak enak. Efek
samping ini biasanya lambat laun membaik
dan hilang. Beberapa pasien yang memakai
AZT terus mengalami mual, muntah, sakit
kepala dan kelelahan.
Efek samping yang paling berat akibat
AZT adalah anemia, neutropenia dan
miopati. Namun efek samping ini tidak
lazim.
Anemia adalah kekurangan sel darah
merah akibat kerusakan sumsum tulang,
yang ditunjukkan oleh Hb yang rendah.
Tampaknya efek samping ini paling sering
terjadi pada orang yang mulai penggunaan
AZT dengan jumlah CD4 yang rendah, di
bawah 200. Sebaiknya kita melakukan tes
Hb sebelum mulai penggunaan AZT, dan
setiap bulan untuk 3-6 bulan kemudian.
Jika kita mengalami anemia, dokter
mungkin menggantinya dengan ARV lain;
pilihan lain untuk orang dengan anemia
adalah d4T (lihat LI 414). Jika anemia
berat, dan kita harus tetap memakai AZT,
mungkin kita membutuhkan transfusi darah,
atau memakai obat eritropoietin. Untuk
informasi lebih lanjut tentang anemia, lihat
LI 552.
Kalau kita harus mengganti AZT dengan
d4T akibat anemia, umumnya kita dapat
(dan sebaiknya) kembali memakai AZT 612 bulan kemudian tanpa masalah anemia,
setelah jumlah CD4 kita di atas 200. Namun
sebaiknya kita memantau Hb sebelum ganti
kembali, dan setiap 3-6 bulan kemudian.
Neutropenia adalah jumlah neutrofil
yang di bawah normal. Neutrofil adalah sel
darah putih yang paling umum. Bila kita
kekurangan sel ini, kita lebih rentan
terhadap infeksi bakteri dan jamur.
Miopati adalah sakit dan kelemahan otot.
Tidak ada pengobatan khusus untuk miopati.
Warna kulit/kuku dapat menjadi lebih
gelap setelah kita memakai AZT. Tampaknya tidak ada dampak klinis dari perubahan
ini, tetapi tidak ada cara untuk mengobati
gejala ini.
Efek samping AZT mungkin lebih berat
jika dipakai dengan beberapa obat lain.
Bagaimana AZT Berinteraksi
dengan Obat Lain?
AZT dapat berinteraksi dengan obat lain,
suplemen atau jamu yang kita pakai – lihat
LI 407. Interaksi ini dapat mengubah
jumlah masing-masing obat yang masuk
ke aliran darah kita dan mengakibatkan
overdosis atau dosis rendah. Interaksi
baru terus-menerus diketahui. Pastikan
dokter tahu SEMUA obat, suplemen dan
jamu yang kita pakai.
AZT tidak boleh dipakai bersamaan
dengan d4T – lihat LI 414.
AZT harus dipakai dalam kombinasi
dengan ARV lain, kecuali jika dipakai untuk
mencegah penularan dari ibu-ke-bayi atau
pascapajanan.
Metadon dapat meningkatkan jumlah
AZT dalam darah – lihat LI 541. Bila kita
memakai metadon bersamaan dengan AZT,
waspada terhadap efek samping AZT.
Diperbarui 6 Maret 2014 berdasarkan FS 411 The
AIDS InfoNet 24 Februari 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 413
ddI (DIDANOSINE)
Apa ddI Itu?
ddI (Videx) adalah obat yang dipakai
sebagai bagian dari terapi antiretroviral
(ART). Obat ini asli dibuat oleh Bristol-Myers
Squibb (BMS), tetapi sekarang tersedia dari
beberapa produsen, terutama di India. ddI
dikenal sebagai didanosine atau dideoxyinosine.
ddI termasuk golongan analog nukleosida
atau nucleoside reverse transcriptase inhibitor
(NRTI). Obat golongan ini menghambat enzim
reverse transcriptase. Enzim ini mengubah
bahan genetik (RNA) HIV menjadikannya
bentuk DNA. Ini harus terjadi sebelum kode
genetik HIV dapat dimasukkan ke kode
genetik sel yang terinfeksi HIV.
Siapa Sebaiknya Memakai ddI?
ddI disetujui pada 1991 sebagai obat antiretroviral (ARV) untuk orang terinfeksi HIV,
untuk orang dewasa dan anak dengan berat
badan 20kg atau lebih.
Tidak ada pedoman tetap tentang kapan
sebaiknya mulai memakai ART. Kita dan
dokter harus mempertimbangkan jumlah CD4,
viral load, gejala yang kita alami, dan sikap
kita terhadap penggunaan ART. Lembaran
Informasi (LI) 404 memberi informasi lebih
lanjut tentang pedoman penggunaan ART.
Jika kita memakai ddI dengan ARV lain, kita
dapat mengurangi viral load kita pada tingkat
yang sangat rendah dan meningkatkan jumlah
CD4 kita. Hal ini seharusnya berarti kita lebih
sehat untuk waktu lebih lama.
Bagaimana dengan Resistansi
terhadap Obat?
Waktu HIV menggandakan diri, sebagian
dari bibit HIV baru menjadi sedikit berbeda
dengan aslinya. Jenis berbeda ini disebut
mutan. Kebanyakan mutan langsung mati,
tetapi beberapa di antaranya terus menggandakan diri, walaupun kita tetap memakai ART
– mutan tersebut ternyata kebal terhadap obat.
Jika ini terjadi, obat tidak bekerja lagi. Hal
ini disebut sebagai ‘mengembangkan resistansi’ terhadap obat tersebut. Lihat LI 126
untuk informasi lebih lanjut tentang resistansi.
Kadang kala, jika virus kita mengembangkan resistansi terhadap satu macam obat,
virus juga menjadi resistan terhadap ARV lain.
Ini disebut ‘resistansi silang’ atau ‘cross
resistance’ terhadap obat atau golongan obat
lain.
Resistansi dapat segera berkembang.
Sangat penting memakai ARV sesuai
dengan petunjuk dan jadwal, serta tidak
melewati atau mengurangi dosis.
Bagaimana ddI Dipakai?
ddI tersedia berbentuk tablet yang dapat dikunyah, dan sebagai bubuk untuk dilarutkan
dalam air. Tablet itu juga dapat dilarutkan
dalam air. Takaran ddI yang dianjurkan untuk
dewasa berdasarkan berat badan. Untuk orang
dengan berat badan di atas 60kg, dosis adalah
200mg dengan bentuk tablet, atau 250mg
bubuk, dua kali sehari. Untuk orang dengan
berat badan di bawah 60kg, dosis adalah
125mg dengan bentuk tablet, atau 167mg
bubuk, dua kali sehari.
Bila harus dipakai sebagai bagian dari
rejimen ART lini kedua, WHO mengusulkan
ddI dipakai sekali sehari dengan takaran
400mg bila berat badan di atas 60kg, dan
250mg bila berat badan lebih rendah. Bila
dipakai bersama dengan tenofovir (LI 419),
takaran harus dikurangi menjadi 250mg sekali
sehari bila berat badan di atas 60kg, dan
200mg untuk berat badan lebih rendah.
Namun beberapa pakar mengusulkan agar ddI
tidak dipakai bersamaan dengan tenofovir.
ddI tidak dapat diserap dalam suasana asam.
Tablet dan bubuk ddI mengandung zat yang
disebut ‘dapar’ atau ‘buffer’ untuk mengurangi
efek asam dalam perut. ddI harus dipakai
dengan perut kosong, 30 menit sebelum atau
dua jam setelah makan. Memakai ddI dengan
makan dapat mengurangi tingkat ddI dalam
darah sehingga 50%.
Ada versi ddI baru dengan nama Videx EC.
Versi ini dilapisi dengan zat khusus (EC berarti
‘enteric coated’) agar tidak dipengaruhi oleh
asam dalam perut. Satu tablet Videx EC dapat
dipakai sekali sehari. Videx EC tidak mengandung dapar, jadi efek samping dan interaksi
obat dapat dikurangi. Videx EC harus dipakai
dengan perut kosong. Jangan mengunyahnya;
telan keseluruhan seperti tablet lain.
Apa Efek Samping ddI?
Jika kita mulai memakai ART, kita mungkin
mengalami efek samping sementara, misalnya
sakit kepala, darah tinggi, atau seluruh badan
terasa tidak enak. Efek samping ini biasanya
lambat laun membaik atau hilang.
Efek samping ddI yang paling umum adalah
diare, sakit kepala, muntah dan ruam. Diare,
yang disebabkan dapar dalam tablet, dapat
menjadi berat. Efek samping lebih jarang
terjadi dengan versi EC.
Sangat jarang, ddI dapat mengakibatkan
masalah hati yang gawat disebut hipertensi
portal. Efek samping lain yang paling berat
akibat ddI adalah neuropati perifer, pankreatitis dan asidosis laktik:
Neuropati perifer (peripheral neuropathy/
PN) adalah bentuk kerusakan saraf. PN
dialami hingga 20% orang yang memakai ddI.
Biasanya PN dialami sebagai kesemutan, mati
rasa atau seperti terbakar pada kaki dan
tangan. Kerusakan saraf biasanya bersifat sementara dan akan hilang jika kita berhenti
penggunaan ddI, atau mengurangi dosis. Jika
kita terus memakai ddI setelah kerusakan
saraf dialami, kerusakan ini dapat menjadi
permanen – lihat LI 555.
Pankreatitis adalah radang pankreas,
kelenjar besar yang berada di bagian belakang
perut. Kurang dari 7% orang yang memakai
ddI mengalami pankreatitis, biasanya setelah
memakai ddI selama beberapa bulan. Pankreatitis dapat gawat. Jika kita memakai ddI dan
mengalami rasa nyeri (sakit) yang menusuk
dekat perut, belakang atau pinggang, dengan
mual atau muntah, langsung berhenti memakai
ddI dan hubungi dokter. Pankreatitis lebih
umum pada pasien lebih tua, orang yang pernah
mengalaminya sebelumnya, atau orang dengan
masalah ginjal.
Asidosis laktik adalah penambahan asam
laktik dalam darah. Ini hasil sambilan
pembuatan tenaga oleh sel. Penyakit ini juga
dapat diakibatkan oleh kerusakan pada
mitokondria – lihat LI 556 untuk informasi
lebih lanjut. Asidosis laktik dapat menyebabkan kerusakan yang berat pada pankreas dan
hati. Gejala asidosis laktik meliputi kehilangan berat badan, sakit perut dan kelelahan
yang berlebihan.
ddI juga dapat memicu kambuhan beberapa
infeksi oportunistik melalui sindrom pemulihan kekebalan (lihat LI 481). Masalah ini
dapat muncul beberapa bulan setelah mulai
ART.
Bagaimana ddI Berinteraksi
dengan Obat Lain?
ddI dapat berinteraksi dengan obat lain,
suplemen atau jamu yang kita pakai – lihat
LI 407. Interaksi ini dapat mengubah
jumlah masing-masing obat yang masuk ke
aliran darah kita dan mengakibatkan
overdosis atau dosis rendah. Interaksi baru
terus-menerus diketahui. Pastikan dokter
tahu SEMUA obat, suplemen dan jamu
yang kita pakai.
Metadon (LI 541) mengurangi tingkat ddI
dalam darah.
ddI sebaiknya tidak dipakai dalam kombinasi bersama dengan d4T. Kedua obat ini
dapat menimbulkan PN, yang dapat menjadi
lebih berat bila dipakai bersama.
Perempuan hamil sebaiknya tidak memakai ddI dan d4T secara bersamaan karena ini
meningkatkan risiko asidosis laktik.
ddI sebaiknya tidak dipakai pada waktu
yang sama dengan protease inhibitor, obat
antijamur (dengan nama diakhiri dengan
‘-azol’) dan beberapa antibiotik. Selisihnya
tergantung pada jenis protease inhibitor – lihat
petunjuk obatnya. Kapsul Videx EC yang baru
tidak berinteraksi dengan obat tersebut dan
umumnya dapat dipakai pada waktu yang
sama.
Tenofovir meningkatkan tingkat ddI. ddI
dan tenofovir sebaiknya tidak dipakai bersamaan, terutama pada pasien dengan viral
load yang tinggi dan jumlah CD4 yang rendah.
Beberapa pasien mengalami efek samping
yang berat terkait penggunaan tingkat ddI yang
tinggi dalam darah. Bila harus pakai bersama
sebagai lini kedua, takaran ddI harus dikurangi
(lihat di atas).
Ribavirin (obat hepatitis C) meningkatkan
tingkat ddI dalam tubuh, dan meningkatkan
risiko efek samping ddI. Sebaiknya kita tidak
memakai ribavirin dengan ddI.
Diperbarui 6 Maret 2014 berdasarkan FS 413 The
AIDS InfoNet 24 Februari 2014 dan sumber lain
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 414
d4T (STAVUDIN)
Apa d4T Itu?
d4T (Zerit) adalah obat yang dipakai
sebagai bagian dari terapi antiretroviral
(ART). Obat ini pertama kali dibuat oleh
Bristol-Myers Squibb (BMS), tetapi
sekarang tersedia dari beberapa produsen,
terutama di India. d4T dikenal sebagai
stavudin atau didehydrodeoxythymidine.
d4T adalah obat antiretroviral (ARV)
yang paling sering dipakai di seluruh
dunia. Namun pada 2009, Organisasi
Kesehatan Sedunia (WHO) mengusulkan
agar ARV tidak dipakai lagi karena
menimbulkan berbagai efek samping yang
berat (lihat di bawah).
d4T termasuk golongan analog nukleosida atau nucleoside reverse transcriptase
inhibitor (NRTI). Obat golongan ini
menghambat enzim reverse transcriptase.
Enzim ini mengubah bahan genetik
(RNA) HIV menjadikannya bentuk DNA.
Ini harus terjadi sebelum kode genetik
HIV dapat dimasukkan ke kode genetik
sel yang terinfeksi HIV.
Siapa Sebaiknya Memakai d4T?
d4T disetujui di AS pada 1994 sebagai
ARV untuk orang dengan infeksi HIV,
termasuk bayi yang baru lahir.
Tidak ada pedoman tetap tentang kapan
sebaiknya mulai memakai ART. Kita dan
dokter harus mempertimbangkan jumlah
CD4, viral load, gejala yang kita alami,
dan sikap kita terhadap penggunaan ART.
Lembaran Informasi (LI) 404 memberi
informasi lebih lanjut tentang pedoman
penggunaan ART.
d4T dapat mengakibatkan efek samping
yang gawat. Sekarang WHO mengusulkan agar d4T tidak lagi dipakai
sebagai bagian dari ART lini pertama.
Jika kita memakai d4T dengan ARV
lain, kita dapat mengurangi viral load kita
pada tingkat yang sangat rendah dan
meningkatkan jumlah CD4 kita. Hal ini
seharusnya berarti kita lebih sehat untuk
waktu lebih lama.
Perempuan hamil menghadapi risiko
khusus bila memakai d4T. Lihat informasi
di bawah mengenai asidosis laktik dan
reaksi obat.
Bagaimana dengan Resistansi
terhadap Obat?
Waktu HIV menggandakan diri, sebagian dari bibit HIV baru menjadi sedikit
berbeda dengan aslinya. Jenis berbeda ini
disebut mutan. Kebanyakan mutan langsung mati, tetapi beberapa di antaranya
terus menggandakan diri, walaupun kita
tetap memakai ART – mutan tersebut
ternyata kebal terhadap obat. Jika ini
terjadi, obat tidak bekerja lagi. Hal ini
disebut sebagai ‘mengembangkan resistansi’ terhadap obat tersebut. Lihat LI 126
untuk informasi lebih lanjut tentang
resistansi.
Kadang kala, jika virus kita mengembangkan resistansi terhadap satu macam
obat, virus juga menjadi resistan terhadap
ARV lain. Ini disebut ‘resistansi silang’
atau ‘cross resistance’ terhadap obat atau
golongan obat lain.
Resistansi dapat segera berkembang.
Sangat penting memakai ARV sesuai
dengan petunjuk dan jadwal, serta
tidak melewati atau mengurangi dosis.
Bagaimana d4T Dipakai?
d4T tersedia dalam berbagai bentuk.
Dahulu, takaran tergantung pada berat
badan. Namun sekarang WHO mengusulkan dosis 30mg dua kali sehari untuk
semua orang dewasa. Juga ada versi sirop
untuk bayi dan anak.
d4T boleh diminum dengan atau tanpa
makan.
Pastikan dokter mengetahui jika kita
pernah mengalami masalah hati. Hati kita
harus diawasi dengan teliti jika kita
memakai d4T, dan dokter mungkin
memutuskan bahwa sebaiknya kita tidak
memakai d4T sama sekali.
Apa Efek Samping d4T?
Jika kita mulai memakai terapi antiretroviral, kita mungkin mengalami efek
samping sementara, misalnya sakit kepala,
darah tinggi, atau seluruh badan terasa
tidak enak. Efek samping ini biasanya
lambat laun membaik atau hilang.
Efek samping yang paling berat akibat
d4T adalah neuropati perifer, lipodistrofi
dan asidosis laktik:
Neuropati perifer (peripheral neuropathy/PN) adalah bentuk kerusakan saraf.
Biasanya PN dialami seperti kesemutan,
mati rasa atau rasa seperti terbakar pada
kaki dan tangan. Kerusakan saraf biasanya bersifat sementara dan akan hilang
jika kita berhenti pemakaian d4T, atau
mengurangi dosis. Jika kita terus memakai d4T setelah kerusakan saraf dialami, kerusakan ini dapat menjadi
permanen. Lihat LI 555 untuk informasi
lebih lanjut.
Lipodistrofi adalah kumpulan perubahan pada bentuk tubuh dan kimia darah.
Lihat LI 553 untuk informasi lebih lanjut.
Beberapa penelitian menemukan kaitan
erat antara d4T dan kehilangan lemak
pada kaki, lengan dan muka.
Asidosis laktik adalah penambahan
asam laktik dalam darah. Ini hasil sambilan pembuatan tenaga oleh sel. Penyakit
ini juga dapat diakibatkan kerusakan pada
mitokondria – lihat LI 556 untuk informasi lebih lanjut. Asidosis laktik dapat
menyebabkan kerusakan yang berat pada
pankreas dan hati. Gejala asidosis laktik
meliputi kehilangan berat badan, sakit
perut dan kelelahan parah. Risiko asidosis
laktik lebih tinggi untuk perempuan dan
orang yang sudah lama memakai obat
analog nukleosida atau orang yang sangat
gemuk.
Karena ada semakin banyak bukti
mengenai efek samping jangka menengah
dan panjang ini, pedoman ART Indonesia
menganjurkan agar d4T diganti setelah
penggunaan enam bulan, walau tidak
dijumpai efek samping dan/atau toksisitas. Lagi pula, dianjurkan agar
penggunaan dihentikan secara bertahap,
dengan d4T tidak disediakan lagi setelah
stok habis.
Walau begitu, d4T masih pilihan untuk
dipakai oleh anak. Masalahnya anak kecil
sering mengalami anemia akibat AZT,
tenofovir belum disetujui untuk anak di
bawah usia 2 tahun, dan abacavir belum
tersedia karena mahal.
Bagaimana d4T Berinteraksi
dengan Obat Lain?
d4T dapat berinteraksi dengan obat lain,
suplemen atau jamu yang kita pakai – lihat
LI 407. Interaksi ini dapat mengubah
jumlah masing-masing obat yang masuk ke aliran darah kita dan mengakibatkan overdosis atau dosis rendah.
Interaksi baru terus-menerus diketahui. Pastikan dokter tahu SEMUA
obat, suplemen dan jamu yang kita
pakai.
d4T tidak boleh dipakai dengan AZT.
Sebaiknya d4T tidak dipakai bersamaan dengan ddI, karena dua-duanya dapat
menyebabkan PN.
Perempuan hamil sebaiknya tidak
memakai d4T dan ddI bersamaan karena
ini meningkatkan risiko asidosis laktik.
Efek samping d4T mungkin lebih berat
jika dipakai dengan gansiklovir atau
pentamidin.
Sebaiknya kita menghindari penggunaan d4T selama lebih dari enam bulan.
Ditinjau 7 April 2014 berdasarkan FS 414 The
AIDS InfoNet 4 Februari 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 415
3TC (LAMIVUDIN)
Apa 3TC Itu?
3TC (Epivir) adalah obat yang dipakai
untuk terapi antiretroviral (ART). Obat
ini pertama kali dibuat oleh GlaxoSmithKline (GSK), tetapi sekarang tersedia
dari beberapa produsen, termasuk di
Indonesia. Versi Kimia Farma bernama
Hiviral. 3TC juga dikenal sebagai
lamivudin.
3TC termasuk golongan analog nukleosida atau nucleoside reverse transcriptase
inhibitor (NRTI). Obat golongan ini
menghambat enzim reverse transcriptase.
Enzim ini mengubah bahan genetik
(RNA) HIV menjadikannya bentuk
DNA. Ini harus terjadi sebelum kode
genetik HIV dapat dimasukkan ke kode
genetik sel yang terinfeksi HIV.
Siapa Sebaiknya yang Memakai
3TC?
3TC disetujui pada 1995 sebagai obat
antiretroviral (ARV) untuk orang terinfeksi HIV. 3TC disetujui untuk dipakai
oleh orang dewasa dan anak berusia di
atas 3 bulan.
Tidak ada pedoman tetap tentang kapan
sebaiknya mulai memakai ART. Kita dan
dokter harus mempertimbangkan jumlah
CD4, viral load, gejala yang kita alami,
dan sikap kita terhadap penggunaan ART.
Lembaran Informasi (LI) 404 memberi
informasi lebih lanjut tentang pedoman
penggunaan ART.
Jika kita memakai 3TC dengan ARV
lain, kita dapat mengurangi viral load kita
pada tingkat yang sangat rendah dan
meningkatkan jumlah CD4 kita. Hal ini
seharusnya berarti kita lebih sehat untuk
waktu lebih lama.
Bentuk 3TC yang berbeda disetujui
untuk mengobati hepatitis B. Hepatitis B
pada beberapa orang terinfeksi HIV
menjadi lebih buruk setelah mereka
berhenti penggunaan 3TC. Kita sebaiknya dites untuk hepatitis B sebelum kita
mulai memakai 3TC untuk mengobati
HIV. Bila kita hepatitis B dan berhenti
memakai 3TC, fungsi hati kita (ALT –
lihat LI 135) sebaiknya dipantau secara
ketat oleh dokter.
Bagaimana dengan Resistansi
terhadap Obat?
Waktu HIV menggandakan diri, sebagian dari bibit HIV baru menjadi
sedikit berbeda dengan aslinya. Jenis
berbeda ini disebut mutan. Kebanyakan
mutan langsung mati, tetapi beberapa di
antaranya terus menggandakan diri,
walaupun kita tetap memakai ART –
mutan tersebut ternyata kebal terhadap
obat. Jika ini terjadi, obat tidak bekerja
lagi. Hal ini disebut sebagai ‘mengembangkan resistansi’ terhadap obat tersebut. Lihat LI 126 untuk informasi lebih
lanjut tentang resistansi.
Kadang kala, jika virus kita mengembangkan resistansi terhadap satu macam
obat, virus juga menjadi resistan terhadap
ARV lain. Ini disebut ‘resistansi silang’
atau ‘cross resistance’ terhadap obat atau
golongan obat lain.
Resistansi dapat segera berkembang.
Sangat penting memakai ARV sesuai
dengan petunjuk dan jadwal, serta
tidak melewati atau mengurangi dosis.
3TC tampaknya mampu mengurangi
resistansi terhadap AZT. Berarti, setelah
kita mengembangkan resistansi terhadap
AZT dan kemudian memakai 3TC,
tampaknya AZT bekerja lebih baik.
Bagaimana 3TC Dipakai?
3TC disediakan berbentuk tablet
dengan isi 150mg dan 300mg. 3TC juga
tersedia dalam bentuk sirop. Dosis 3TC
yang dianjurkan untuk dewasa adalah
300mg setiap hari: boleh satu tablet
300mg sehari, atau satu tablet 150mg dua
kali sehari. Ada usulan agar takaran
dikurangi untuk orang dengan berat
badan di bawah 50kg, walau pengurangan ini jarang dilakukan.
3TC dapat dipakai dengan makanan
atau antara makan.
Pastikan dokter mengetahui jika kita
mengalami masalah ginjal; dosis 3TC
mungkin harus dikurangi.
3TC juga tersedia sebagai gabungan
150mg dengan AZT (300mg) dalam satu
pil. Nama pil ini tergantung pada produsen. Versi GSK bernama Combivir;
dari Kimia Farma namanya Duviral (lihat
LI 417). Beberapa produsen juga menyediakan versi gabungan 150mg 3TC
dengan 30mg d4T dan 200mg nevirapine;
kombinasi ini tersedia di Indonesia dari
GPO Thailand dengan nama GPOVir,
untuk diminum dua kali sehari. Kimia
Farma dulu berencana membuat versi
gabungan 150mg 3TC dengan 300mg
AZT dan 200mg nevirapine dengan nama
Triviral, tetapi status gabungan ini belum
jelas.
GSK juga menyediakan versi gabungan
150mg 3TC dengan abacavir (300mg),
dengan nama Epzicom, dan gabungan
150mg 3TC dengan AZT (300mg) dan
abacavir (300mg), dengan nama Trizivir.
Apa Efek Samping 3TC?
Jika kita mulai memakai ART, kita
mungkin mengalami efek samping
sementara, misalnya sakit kepala, darah
tinggi, atau seluruh badan terasa tidak
enak. Efek samping ini biasanya lambat
laun membaik atau hilang.
Efek samping 3TC yang paling umum
adalah mual, muntah, kelelahan, dan sakit
kepala. Beberapa orang mengalami
masalah dengan tidur. Kadang-kadang
orang mengalami kerontokan rambut,
tetapi efek samping ini jarang terjadi.
Bagaimana 3TC Berinteraksi
dengan Obat Lain?
3TC dapat berinteraksi dengan obat
lain, suplemen atau jamu yang kita pakai
– lihat LI 407. Interaksi ini dapat mengubah jumlah masing-masing obat yang
masuk ke aliran darah kita dan mengakibatkan overdosis atau dosis rendah.
Interaksi baru terus-menerus diketahui. Pastikan dokter tahu SEMUA
obat, suplemen dan jamu yang kita
pakai.
Oleh karena 3TC serupa dengan FTC
(emtricitabine), tidak ada manfaat bila
kedua obat ini dipakai bersamaan.
Tingkat 3TC dalam darah mungkin
meningkat jika dipakai dengan kotrimoksazol. Lihat LI 535 mengenai obat
ini.
Kombinasi 3TC + abacavir + tenofovir, atau 3TC + ddI + tenofovir
dikaitkan dengan tingkat kegagalan terapi
yang tinggi, dan sebaiknya tidak dipakai
tanpa ARV lain.
Ditinjau 7 April 2014 berdasarkan FS 415 The
AIDS InfoNet 4 Februari 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 416
ABACAVIR
Apa Abacavir Itu?
Abacavir (Ziagen) adalah obat yang
dipakai sebagai bagian dari terapi antiretroviral (ART). Obat ini dibuat oleh ViiV
Healthcare, tetapi sekarang tersedia dari
beberapa produsen, terutama di India.
Abacavir termasuk golongan analog nukleosida atau nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NsRTI). Obat golongan
ini menghambat enzim reverse transcriptase. Enzim ini mengubah unsur
genetis (RNA) HIV menjadi bentuk DNA.
Ini harus terjadi sebelum kode genetik HIV
dapat dimasukkan ke kode genetik sel yang
terinfeksi HIV.
Siapa Sebaiknya yang Memakai
Abacavir?
Abacavir disetujui pada 1998 di AS
sebagai obat antiretroviral (ARV) untuk
orang dewasa dan anak di atas usia tiga
bulan yang terinfeksi HIV. Tidak ada
pedoman tetap tentang kapan sebaiknya
mulai memakai ART. Kita dan dokter harus
mempertimbangkan jumlah CD4, viral
load, gejala yang kita alami, dan sikap kita
terhadap penggunaan ART. Lembaran
Informasi (LI) 404 memberi informasi
lebih lanjut tentang pedoman penggunaan
ART. Catatan: Pedoman Nasional ART
tidak mengusulkan penggunaan abacavir
di Indonesia, dan obat tersebut tidak
tersedia dalam program ART nasional.
Jika kita memakai abacavir dengan ARV
lain, kita dapat mengurangi viral load kita
pada tingkat yang sangat rendah dan
meningkatkan jumlah CD4 kita. Hal ini
seharusnya berarti kita lebih sehat untuk
waktu yang lebih lama.
Abacavir tampaknya masuk pada susunan saraf pusat (cairan tulang punggung). Jadi obat ini mungkin membantu
mencegah masalah saraf misalnya demensia. Lihat LI 504 untuk informasi lebih
lanjut mengenai demensia.
Bagaimana dengan Resistansi
terhadap Obat?
Waktu HIV menggandakan diri, sebagian
dari bibit HIV baru menjadi sedikit
berbeda dengan aslinya. Jenis berbeda ini
disebut mutan. Kebanyakan mutan langsung mati, tetapi beberapa di antaranya
terus menggandakan diri, walaupun kita
tetap memakai ART – mutan tersebut
ternyata kebal terhadap obat. Jika ini
terjadi, obat tidak bekerja lagi. Hal ini
disebut sebagai ‘mengembangkan resistansi’ terhadap obat tersebut. Lihat LI 126
untuk informasi lebih lanjut tentang
resistansi.
Kadang kala, jika virus kita mengembangkan resistansi terhadap satu macam
obat, virus juga menjadi resistan terhadap
ARV lain. Ini disebut ‘resistansi silang’
atau ‘cross resistance’ terhadap obat atau
golongan obat lain.
Resistansi dapat segera berkembang.
Sangat penting memakai ARV sesuai
dengan petunjuk dan jadwal, serta tidak
melewati atau mengurangi dosis.
Abacavir tampaknya masih bekerja
walaupun virus di tubuh kita sudah
mengembangkan resistansi terhadap
analog nukleosida lain.
Bagaimana Abacavir Dipakai?
Abacavir dipakai melalui mulut sebagai
kapsul. Dosis dewasa yang biasa adalah
300mg dua kali sehari atau 600mg sekali
sehari. Kapsulnya masing-masing 300mg,
jadi kita harus minum satu kapsul dua kali
sehari atau dua kapsul sekali sehari. Ada
bentuk sirop untuk anak. Takaran yang
dipakai tergantung pada berat badan anak.
Abacavir dapat dipakai dengan perut
kosong atau waktu makan.
Abacavir juga tersedia sebagai gabungan
300mg dengan AZT (lihat LI 411) 300mg
dan 3TC (lihat LI 415) 150mg dalam satu
pil. Nama pil ini Trizivir, dipakai dua kali
sehari. Juga ada gabungan abacavir 600mg
dengan 3TC 300mg dalam satu pil. Nama
pil ini Epzicom, dipakai sekali sehari.
Apa Efek Samping Abacavir?
Jika kita mulai memakai ART, kita mungkin mengalami efek samping sementara,
misalnya sakit kepala, darah tinggi, atau
seluruh badan merasa tidak enak. Efek
samping ini biasanya lambat laun membaik
atau hilang. Efek samping abacavir yang
paling umum adalah sakit kepala, mual,
dan muntah.
Baru-baru ini, para peneliti menemukan
tes darah yang sederhana yang dapat
mengetahui hampir semua pasien yang
mungkin akan mengembangkan reaksi
hiperpeka terhadap abacavir. Tes darah ini
mencari gen HLA-B*5071. Tes genetis ini
mulai dipakai secara umum di AS sebelum
abacavir diresepkan. Tes genetis sekarang
diusulkan oleh FDA-AS sebelum abacavir
dimulai. Bila hasil tes ini positif, kita
sebaiknya menambah abacavir pada daftar
obat yang menimbulkan alergi pada kita.
Bila kita mengalami reaksi hiperpeka,
gejala akan semakin buruk setiap kali obat
dipakai, dan tidak akan hilang kecuali kita
berhenti memakainya. Bila kita mengalami segala bentuk gejala ini selama
memakai abacavir, segera hubungi
dokter. Bila kita mengalami reaksi alergi
pada abacavir, kita tidak boleh memakainya lagi untuk selamanya. Pasien
alergi yang mencoba memakai abacavir
lagi pernah mengalami reaksi yang sangat
gawat.
Bila kita harus menghentikan penggunaan abacavir untuk alasan apa pun
(misalnya karena obatnya habis), bicara
dengan dokter sebelum mulai lagi. Kadang
kala, orang yang merasa dirinya tidak
alergi mengalami reaksi yang berat saat
kembali minum abacavir.
Satu penelitian besar memberi kesan
bahwa abacavir dapat meningkatkan risiko
serangan jantung. Namun penelitian baru
tidak berhasil membukitkan penemuan ini.
Tampaknya masalah ini, kalau ada, hanya
dialami oleh orang yang sudah berisiko
tinggi terhadap masalah jantung. Kita
sebaiknya membahas tingkat risiko kita
terhadap penyakit jantung dengan dokter.
Reaksi Hiperpeka
Bagaimana Abacavir Berinteraksi
dengan Obat Lain?
Kurang lebih 8% orang yang memakai
abacavir mengalami reaksi alergi. Efek
samping ini biasanya dialami dalam dua
minggu setelah mulai memakai abacavir.
Namun reaksi ini dapat muncul enam
minggu atau lebih setelah mulai. Pasien
mengalami gejala berikut:
y Demam (80% pasien yang mengalami
reaksi)
y Ruam (60-70%)
y Sakit kepala/merasa tidak enak badan /
tidak ada tenaga (60%)
y Mual, muntah, diare, atau sakit perut
(50%)
y Batuk, sesak napas, atau sakit tenggorokan (20%)
Abacavir dapat berinteraksi dengan obat
lain, suplemen atau jamu yang kita pakai
– lihat LI 407. Interaksi ini dapat mengubah jumlah masing-masing obat yang
masuk ke aliran darah kita dan mengakibatkan overdosis atau dosis rendah.
Interaksi baru terus-menerus diketahui.
Pastikan dokter tahu SEMUA obat,
suplemen dan jamu yang kita pakai.
Namun, saat ini belum diketahui interaksi antara ARV lain dengan abacavir.
Kombinasi abacavir + AZT + 3TC hanya
boleh dipakai bila tidak ada alternatif lain.
Kombinasi abacavir + tenofovir + 3TC
sebaiknya hanya dipakai bersamaan
dengan ARV lain.
Diperbarui 3 Januari 2015 berdasarkan FS 416 The
AIDS InfoNet 4 Februari 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 417
DUVIRAL (AZT + 3TC)
Apa Duviral Itu?
Duviral adalah kaplet yang mengandung dua jenis obat yang dipakai sebagai
bagian dari terapi antiretroviral (ART):
AZT dan 3TC – lihat Lembaran Informasi (LI) 411 dan LI 415. Duviral
diproduksi oleh Kimia Farma. Versi asli
dibuat oleh ViiV Healthcare dengan nama
Combivir, dan gabungan ini juga tersedia
dengan nama lain di Indonesia.
Kedua jenis obat yang ada di dalam
Duviral disebut sebagai analog nukleosida atau nucleoside reverse transcriptase
inhibitor (NRTI). Obat golongan ini
menghambat enzim reverse transcriptase.
Enzim ini mengubah bahan genetik
(RNA) HIV menjadikannya bentuk
DNA. Ini harus terjadi sebelum kode
genetik HIV dapat dimasukkan ke kode
genetik sel yang terinfeksi HIV.
Siapa Sebaiknya Memakai
Duviral?
Duviral disetujui oleh BPOM pada
2004 sebagai obat antiretroviral (ARV)
untuk orang dengan infeksi HIV. Duviral
sebaiknya tidak dipakai oleh anak dengan
berat badan di bawah 30kg.
3TC (lamivudine) disetujui untuk
mengobati hepatitis B. 3TC adalah satu
unsur di dalam Duviral. Kalau kita
terinfeksi hepatitis B bersamaan dengan
HIV, penyakit hepatitis B dapat memburuk bila kita berhenti penggunaan 3TC.
Kita sebaiknya dites untuk hepatitis B sebelum kita mulai memakai 3TC untuk
mengobati HIV. Bila kita hepatitis B dan
berhenti memakai Duviral, fungsi hati
kita (ALT) sebaiknya dipantau secara
ketat oleh dokter.
Tidak ada pedoman tetap tentang kapan
sebaiknya mulai memakai ART. Kita dan
dokter harus mempertimbangkan jumlah
CD4, viral load, gejala yang kita alami,
dan sikap kita terhadap penggunaan ART.
Lembaran Informasi (LI) 404 memberi
informasi lebih lanjut tentang pedoman
penggunaan ART.
Jika kita memakai Duviral dengan ARV
lain, kita dapat mengurangi viral load kita
pada tingkat yang sangat rendah dan
meningkatkan jumlah CD4 kita. Hal ini
seharusnya berarti kita lebih sehat untuk
waktu lebih lama.
Karena AZT (zidovudine), salah satu
unsur di dalam Duviral, cenderung
menekankan sel darah merah (lihat efek
samping di bawah), bila kita sudah
mengalami anemia dengan Hb yang
rendah (mis. di bawah 7,0), kemungkinan
dokter akan mengusulkan kita tidak
memakai Duviral. Dalam keadaan itu,
kemungkinan kita akan ditawarkan d4T
(lihat LI 414) untuk mengganti AZT.
Orang dengan masalah ginjal sebaiknya
tidak memakai Duviral.
Duviral mengandung dua obat dalam
satu kaplet. Penggunaan satu pil dapat
lebih mudah daripada memakai masingmasing obat sendiri. Hal ini memudahkan kepatuhan, dengan mengurangi
kemungkinan dosis terlupakan.
Bagaimana dengan Resistansi
terhadap Obat?
Waktu HIV menggandakan diri, sebagian dari bibit HIV baru menjadi
sedikit berbeda dengan aslinya. Jenis
berbeda ini disebut mutan. Kebanyakan
mutan langsung mati, tetapi beberapa di
antaranya terus menggandakan diri,
walaupun kita tetap memakai ART –
mutan tersebut ternyata kebal terhadap
obat. Jika ini terjadi, obat tidak bekerja
lagi. Hal ini disebut sebagai ‘mengembangkan resistansi’ terhadap obat tersebut. Lihat LI 126 untuk informasi lebih
lanjut tentang resistansi.
Kadang kala, jika virus kita mengembangkan resistansi terhadap satu macam
obat, virus juga menjadi resistan terhadap
ARV lain. Ini disebut ‘resistansi silang’
atau ‘cross resistance’ terhadap obat atau
golongan obat lain.
Resistansi dapat segera berkembang.
Sangat penting memakai ARV sesuai
dengan petunjuk dan jadwal, serta
tidak melewati atau mengurangi dosis.
Bagaimana Duviral Dipakai?
Duviral dipakai dengan ditelan sebagai
kaplet. Dosis biasa untuk orang dewasa
adalah satu kaplet dua kali sehari per 12
jam. Setiap kaplet mengandung 300mg
AZT dan 150mg 3TC.
Duviral dapat dipakai dengan atau
tanpa makan.
Apa Efek Samping Duviral?
Jika kita mulai memakai ART, kita
mungkin mengalami efek samping
sementara, misalnya sakit kepala, darah
tinggi, atau seluruh badan terasa tidak
enak. Efek samping ini biasanya membaik atau hilang dalam beberapa minggu.
Efek samping Duviral yang paling
umum adalah sama dengan efek samping
AZT dan 3TC, termasuk sakit kepala,
mual, dan kelelahan. Untuk informasi
lebih lanjut mengenai kelelahan, lihat
LI 551.
Efek samping yang paling berat akibat
AZT adalah anemia, neutropenia dan
miopati. Bila efek samping ini terjadi,
mungkin kita harus berhenti memakai
Duviral, dan ganti AZT dengan d4T.
Lihat LI 411 untuk informasi lebih lanjut
mengenai efek samping AZT.
Anemia adalah kekurangan sel darah
merah akibat kerusakan sumsum tulang.
Untuk informasi lebih lanjut tentang
anemia, lihat LI 552.
Neutropenia adalah jumlah sel darah
putih yang di bawah normal, yang juga
diakibatkan oleh kerusakan pada sumsum
tulang.
Miopati adalah sakit dan kelemahan
otot. Tidak ada pengobatan khusus untuk
miopati.
Bagaimana Duviral Berinteraksi
dengan Obat Lain?
Duviral dapat berinteraksi dengan obat
lain, suplemen atau jamu yang kita pakai
– lihat LI 407. Interaksi ini dapat mengubah jumlah masing-masing obat yang
masuk ke aliran darah kita dan mengakibatkan overdosis atau dosis rendah.
Interaksi baru terus-menerus diketahui. Pastikan dokter tahu SEMUA
obat, suplemen dan jamu yang kita
pakai.
Duviral tidak boleh dipakai dengan
d4T. Juga FTC (emtricitabine – lihat
LI 420) adalah serupa dengan 3TC (salah
satu kandungan Duviral), jadi tidak ada
manfaat memakai Duviral dengan FTC.
Tingkat 3TC dalam darah dapat ditingkatkan oleh kotrimoksazol (lihat
LI 535).
Efek samping AZT (juga satu kandungan Duviral) mungkin lebih berat jika
dipakai dengan beberapa obat lain.
Metadon dapat meningkatkan tingkat
AZT dalam darah – lihat LI 541. Bila kita
memakai Duviral bersamaan dengan
metadon, kita sebaiknya memperhatikan
efek samping AZT.
Diperbarui 6 Maret 2014 berdasarkan FS 417 The
AIDS InfoNet 7 April 2013
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 419
TENOFOVIR
Apa Tenofovir Itu?
Tenofovir (Viread) adalah obat yang
dipakai sebagai bagian dari terapi antiretroviral (ART). Obat ini dibuat oleh
Gilead Sciences. Sekarang juga disetujui
versi tenofovir generik dibuat oleh Mylan
di India.
Tenofovir termasuk golongan analog nukleotida atau nucleotide reverse transcriptase inhibitor (NtRTI). Obat golongan
ini menghambat enzim reverse transcriptase. Enzim ini mengubah bahan
genetik (RNA) HIV menjadikannya bentuk
DNA. Ini harus terjadi sebelum kode
genetik HIV dapat dimasukkan ke kode
genetik sel yang terinfeksi HIV.
Siapa Sebaiknya yang Memakai
Tenofovir?
Tenofovir disetujui pada 2001 di AS
sebagai obat antiretroviral (ARV) untuk
orang terinfeksi HIV. Pada 2010, tenofovir
disetujui untuk dipakai oleh remaja berusia
antara 12-18 tahun. Pada 2011, tenofovir
disetujui untuk dipakai oleh anak berusia
antara 2-12 tahun. Obat ini belum diuji coba
terhadap orang berusia di atas 65 tahun.
Tidak ada pedoman tetap tentang kapan
sebaiknya mulai memakai ART. Kita dan
dokter harus mempertimbangkan jumlah
CD4, viral load, gejala yang kita alami, dan
sikap kita terhadap penggunaan ART.
Lembaran Informasi (LI) 404 memberi
informasi lebih lanjut tentang pedoman
penggunaan ART.
Kita harus memberi tahu dokter bila kita
mempunyai masalah ginjal. Orang dengan
kerusakan pada ginjal mungkin harus
memakai dosis tenofovir yang lebih rendah.
Jika kita memakai tenofovir dengan ARV
lain, kita dapat mengurangi viral load kita
pada tingkat yang sangat rendah dan
meningkatkan jumlah CD4 kita. Hal ini
seharusnya berarti kita lebih sehat untuk
waktu lebih lama.
Tenofovir juga mungkin dapat membantu
mengendalikan hepatitis B (lihat LI 505).
Namun hepatitis B menjadi lebih buruk
pada sebagian orang yang memakai tenofovir dan kemudian menghentikannya. Sebaiknya kita dites untuk hepatitis B sebelum
kita mulai memakai tenofovir untuk mengobati HIV. Bila kita hepatitis B dan berhenti
memakai tenofovir, fungsi hati (ALT – lihat
LI 135) kita harus dipantau secara hati-hati
selama beberapa bulan.
Tenofovir juga ditelitikan untuk mencegah
infeksi HIV. Gilead mengharapkan hanya
satu pil per hari cukup untuk pencegahan.
Bagaimana dengan Resistansi
terhadap Obat?
Waktu HIV menggandakan diri, sebagian
dari bibit HIV baru menjadi sedikit berbeda
dengan aslinya. Jenis berbeda ini disebut
mutan. Kebanyakan mutan langsung mati,
tetapi beberapa di antaranya terus menggandakan diri, walaupun kita tetap memakai
ART – mutan tersebut ternyata kebal
terhadap obat. Jika ini terjadi, obat tidak
bekerja lagi. Hal ini disebut sebagai
‘mengembangkan resistansi’ terhadap obat
tersebut. Lihat LI 126 untuk informasi lebih
lanjut tentang resistansi.
Kadang kala, jika virus kita mengembangkan resistansi terhadap satu macam
obat, virus juga menjadi resistan terhadap
ARV lain. Ini disebut ‘resistansi silang’ atau
‘cross resistance’ terhadap obat atau
golongan obat lain.
Resistansi dapat segera berkembang.
Sangat penting memakai ARV sesuai
dengan petunjuk dan jadwal, serta tidak
melewati atau mengurangi dosis.
Satu manfaat tenofovir adalah obat ini
bekerja terhadap berbagai jenis HIV yang
sudah resistan terhadap AZT atau ddI.
Bagaimana Tenofovir Dipakai?
Dosis tenofovir yang biasa untuk dewasa
adalah 300mg sebagai satu pil sekali sehari,
dengan atau tanpa makan. Bila dipakai
bersama dengan ddI, tenofovir harus dipakai
dengan perut kosong, atau 30 menit
sebelum atau jam sesudah ddI-nya.
Saat ini, sebuah prodrug tenofovir,
tenofovir alafenamid (TAF), dalam perkembangan. Saat diuraikan dalam tubuh,
hasilnya adalah tenofovir. Dalam penelitian
awal, obat ini jauh lebih manjur daripada
tenofovir, dan mungkin efek samping
dikurangi.
Anak berusia 2-5 tahun akan memakai
bentuk serbuk. Untuk yang berusia 6-12
tahun, disediakan pil yang mengandung
150mg, 200mg dan 250mg. Takaran tergantung pada usia dan berat badan.
Tenofovir juga tersedia sebagai gabungan
300mg dengan emtrisitabin (lihat LI 420)
200mg dalam satu pil. Nama pil ini Truvada,
dipakai sekali sehari. Juga ada versi
gabungan dengan emtrisitabin dan efavirenz
(LI 432) 600mg dalam satu pil. Nama pil ini
Atripla, juga dipakai sekali sehari. Mylan
juga membuat versi gabungan dengan 3TC
(300mg) dan efavirenz; versi ini menyediakan ART satu pil sekali sehari versi
generik yang lebih murah.
Apa Efek Samping Tenofovir?
Jika kita mulai memakai ART, kita
mungkin mengalami efek samping sementara, misalnya sakit kepala, darah tinggi,
atau seluruh badan terasa tidak enak. Efek
samping ini biasanya lambat laun membaik
atau hilang.
Efek samping tenofovir yang paling
umum adalah mual, muntah, dan hilang
nafsu makan. Tenofovir dapat mengakibatkan kerusakan pada ginjal. Tingkat
kreatinin pada pengguna tenofovir harus
dipantau – lihat LI 136. Tenofovir juga
dapat merusakkan hati, sehingga sebaiknya
kesehatan hati juga sebaiknya dipantau –
lihat LI 135.
Tenofovir dapat menyebabkan kehilangan
kepadatan tulang – lihat LI 557. Penggunaan suplemen kalsium dan vitamin D
dapat membantu masalah ini. Hal ini
terutama untuk orang dengan osteopenia
atau osteoporosis (LI 557), dan juga untuk
remaja, karena kepadatan tulang umumnya
meningkat pada masa itu.
Bagaimana Tenofovir Berinteraksi
dengan Obat Lain?
Tenofovir dapat berinteraksi dengan obat
lain, suplemen atau jamu yang kita pakai –
lihat LI 407. Interaksi ini dapat mengubah jumlah masing-masing obat yang
masuk ke aliran darah kita dan mengakibatkan overdosis atau dosis rendah.
Interaksi baru terus-menerus diketahui.
Pastikan dokter tahu SEMUA obat,
suplemen dan jamu yang kita pakai.
Tenofovir menghasilkan tingkat ddI yang
lebih tinggi dalam darah. Bila ddI dipakai
bersama dengan tenofovir, takaran ddI harus
dikurangi – lihat LI 413. Beberapa pasien
mengalami efek samping yang berat terkait
dengan tingkat ddI yang tinggi dalam darah.
Tingkat tenofovir dalam darah meningkat bila dipakai bersama dengan protease
inhibitor atazanavir atau lopinavir/
ritonavir (Kaletra/Aluvia). Hal ini dapat
meningkatkan risiko efek samping tenofovir. Tenofovir juga mengurangi tingkat
atazanavir dalam darah. Bila atazanavir
dipakai bersama dengan tenofovir, sebaiknya juga dikuatkan dengan ritonavir.
Tenofovir tidak memengaruhi tingkat
metadon, ribavirin atau adefovir dalam
darah. Tidak diketahui interaksi antara
tenofovir dengan buprenorfin.
Tenofovir diuraikan oleh ginjal. Tenofovir
tidak dimetabolisasi oleh hati, jadi kemungkinan obat ini tidak akan berinteraksi
dengan sebagian besar obat lain. Namun,
beberapa obat dengan nama dengan ‘-ovir’
di belakang, misalnya asiklovir atau
gansiklovir, dapat berinteraksi dengan
tenofovir.
Selain untuk pencegahan, tenofovir harus
dipakai sebagai bagian dari ART terhadap
HIV. Biasanya tenofovir dipakai bersama
satu analog nukleosida dan satu NNRTI atau
satu protease inhibitor.
Diperbarui 7 April 2014 berdasarkan FS 419 The
AIDS InfoNet 31 Januari 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 420
FTC (EMTRISITABIN)
Apa FTC Itu?
FTC (Emtriva) adalah obat yang
dipakai sebagai bagian dari terapi antiretroviral (ART). Obat ini dibuat oleh
Gilead Sciences. FTC juga dikenal
sebagai emtrisitabin atau emtricitabine.
Juga sudah ada versi FTC generik buatan
Mylan.
FTC juga aktif terhadap hepatitis B
(lihat Lembaran Informasi (LI) 505).
FTC termasuk golongan analog nukleosida atau nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NRTI). Obat golongan ini menghambat enzim reverse transcriptase. Enzim ini mengubah bahan
genetik (RNA) HIV menjadikannya
bentuk DNA. Ini harus terjadi sebelum
kode genetik HIV dapat dimasukkan ke
kode genetik sel yang terinfeksi HIV.
Siapa Sebaiknya yang Memakai
FTC?
FTC disetujui pada 2003 di AS sebagai
obat antiretroviral (ARV) untuk orang
terinfeksi HIV. Obat ini belum ditelitikan
pada orang usia lanjut. Pada 2005, versi
sirop untuk anak berusia di atas 3 bulan
disetujui di AS.
Tidak ada pedoman tetap tentang kapan
sebaiknya mulai memakai ART. Kita dan
dokter harus mempertimbangkan jumlah
CD4, viral load, gejala yang kita alami,
dan sikap kita terhadap penggunaan ART.
Lembaran Informasi (LI) 404 memberi
informasi lebih lanjut tentang pedoman
penggunaan ART.
Jika kita memakai FTC dengan ARV
lain, kita dapat mengurangi viral load kita
pada tingkat yang sangat rendah dan
meningkatkan jumlah CD4 kita. Hal ini
seharusnya berarti kita lebih sehat untuk
waktu lebih lama.
FTC tidak disetujui untuk dipakai
terhadap infeksi hepatitis B. Beberapa
orang dengan HIV mengalami hepatitis
B-nya menjadi lebih buruk setelah
mereka berhenti memakai FTC. Sebaiknya kita dites untuk hepatitis B sebelum
kita mulai memakai FTC untuk mengobati HIV. Bila kita hepatitis B dan
berhenti memakai FTC, fungsi hati (ALT
– lihat LI 135) kita harus dipantau secara
hati-hati selama beberapa bulan.
FTC adalah obat yang serupa dengan
3TC (lihat LI 415). Menurut WHO, tidak
ada perbedaan yang bermakna antara
FTC dan 3TC. Jadi FTC dapat diganti
dengan 3TC atau sebaliknya tanpa ada
risiko.
Bagaimana dengan Resistansi
terhadap Obat?
Waktu HIV menggandakan diri, sebagian dari bibit HIV baru menjadi
sedikit berbeda dengan aslinya. Jenis
berbeda ini disebut mutan. Kebanyakan
mutan langsung mati, tetapi beberapa di
antaranya terus menggandakan diri,
walaupun kita tetap memakai ART –
mutan tersebut ternyata kebal terhadap
obat. Jika ini terjadi, obat tidak bekerja
lagi. Hal ini disebut sebagai ‘mengembangkan resistansi’ terhadap obat tersebut. Lihat LI 126 untuk informasi lebih
lanjut tentang resistansi.
Kadang kala, jika virus kita mengembangkan resistansi terhadap satu macam
obat, virus juga menjadi resistan terhadap
ARV lain. Ini disebut ‘resistansi silang’
atau ‘cross resistance’ terhadap obat atau
golongan obat lain. Misalnya, bila HIV
kita resistan terhadap 3TC, kemungkinan
besar virus itu juga resistan terhadap
FTC. Bila kita pernah memakai 3TC,
sebaiknya kita melakukan tes resistansi
untuk menentukan apakah FTC dapat
berhasil untuk kita.
Resistansi dapat segera berkembang.
Sangat penting memakai ARV sesuai
dengan petunjuk dan jadwal, serta
tidak melewati atau mengurangi dosis.
Bagaimana FTC Dipakai?
FTC tersedia dengan tablet 200mg.
Dosis FTC yang biasa adalah 200mg
sebagai satu pil sekali sehari. FTC dapat
dipakai dengan makan atau dengan perut
kosong.
Kita harus memberi tahu dokter bila
kita mempunyai masalah ginjal. Orang
dengan kerusakan pada ginjal mungkin
harus memakai dosis FTC yang lebih
rendah.
FTC juga tersedia sebagai gabungan
200mg dengan tenofovir (lihat LI 419)
300mg dalam satu pil. Nama pil ini
Truvada, dipakai sekali sehari. Juga ada
versi gabungan dengan tenofovir dan
efavirenz (LI 432) 600mg dalam satu pil.
Nama pil ini Atripla, juga dipakai sekali
sehari.
Apa Efek Samping FTC?
Jika kita mulai memakai ART, kita
mungkin mengalami efek samping
sementara, misalnya sakit kepala, darah
tinggi, atau seluruh badan terasa tidak
enak. Efek samping ini biasanya lambat
laun membaik atau hilang.
Efek samping FTC yang paling umum
adalah sakit kepala, diare, mual, dan ruam
(luka pada kulit). Tingkat asam laktik
dalam darah (lihat LI 556) meningkat
pada beberapa orang yang memakai
analog nukleosida. Masalah hati, termasuk “hati yang berlemak” juga dapat
terjadi – lihat LI 525. Dapat pula terjadi
perubahan yang terbatas pada warna kulit
tetapi ini jarang terjadi.
Bagaimana FTC Berinteraksi
dengan Obat Lain?
FTC dapat berinteraksi dengan obat
lain, suplemen atau jamu yang kita pakai
– lihat LI 407. Interaksi ini dapat mengubah jumlah masing-masing obat yang
masuk ke aliran darah kita dan mengakibatkan overdosis atau dosis rendah.
Interaksi baru terus-menerus diketahui. Pastikan dokter tahu SEMUA
obat, suplemen dan jamu yang kita
pakai. Namun belum diketahui interaksi
yang bermakna antara FTC dan ARV lain.
Oleh karena FTC serupa dengan 3TC,
tidak ada manfaat bila kedua obat ini
dipakai bersamaan.
Diperbarui 7 April 2014 berdasarkan FS 420 The
AIDS InfoNet 18 September 2013
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 427
HIDROKSIUREA
Apa Hidroksiurea Itu?
Hidroksiurea adalah obat yang pernah
diuji coba sebagai pelengkap untuk terapi
antiretroviral (ART). Obat, dengan nama
Hydrea ini, dibuat oleh Bristol-Myers
Squibb (BMS). Hidroksiurea sering
disebut sebagai HU.
Hidroksiurea pada awal disetujui untuk
mengobati kanker. Obat ini juga berhasil
terhadap anemia sel sabit (sickle cell
anemia). Hidroksiurea belum disetujui di
AS untuk mengobati HIV. Hidroksiurea
bukan obat antiretroviral (ARV).
Hidroksiurea menghambat sebuah
enzim yang dibuat oleh sel manusia.
Enzim ini membuat bahan baku yang
dipakai oleh sel yang menggandakan diri.
Sel kanker menggandakan diri secara
sangat cepat, jadi jika enzim tersebut
dihambat oleh hidroksiurea, kanker
berkembang lebih lambat.
Bahan baku itu juga dipakai oleh HIV
untuk menggandakan diri. Beberapa obat
yang dipakai terhadap HIV (analog
nukleosida) adalah versi ‘palsu’ bahan
baku yang sama. Bila HIV memakai
bahan baku yang palsu itu, penggandaannya dihambat. Hidroksiurea meningkatkan kemanjuran ddI (lihat Lembaran
Informasi (LI) 413) dan d4T (lihat
LI 414).
Hidroksiurea mengurangi penggiatan
sistem kekebalan tubuh. Tampaknya,
obat ini tidak lagi diteliti sebagai bagian
dari pengobatan HIV.
Siapa Sebaiknya Memakai
Hidroksiurea?
Hidroksiurea tidak diusulkan sebagai bagian dari ART. Hidroksiurea
pernah diuji coba dalam paduan dengan
ARV ddI dan d4T. Penggunaan hidroksiurea mengurangi peningkatan pada
jumlah CD4 yang biasanya dialami
setelah mulai ART, meningkatkan efek
samping ddI, serta dapat menimbulkan
cacat lahir bila dipakai oleh ibu hamil.
Obat ini diteliti karena mempunyai
kemampuan untuk meningkatkan kemanjuran obat lain. Namun tampaknya
kerugian lebih besar daripada manfaat
untuk Odha.
Bagaimana dengan Resistansi
terhadap Obat?
Hidroksiurea menghambat sebuah
enzim yang dibuat secara alami oleh sel
kita, bukan oleh HIV. Hal ini berarti HIV
tidak dapat menjadi resistan terhadap
hidroksiurea. Penggunaan hidroksiurea
dapat melambatkan pembentukan mutasi
HIV, sehingga butuh lebih lama untuk
membentuk resistansi terhadap ARV lain
yang dipakai.
Bagaimana Hidroksiurea Dipakai?
Hidroksiurea tersedia dengan tablet
500mg. Takaran yang paling umum
diteliti terkait HIV adalah 1g sekali
sehari, atau 500mg dua kali sehari.
Apa Efek Samping Hidroksiurea?
Hidroksiurea dapat menyebabkan
mual, muntah, diare. Obat ini juga dapat
menyebabkan berat badan meningkat,
rambut rontok, dan perubahan pada
warna kulit. Hidroksiurea juga dapat
menyebabkan cacat lahir, jadi tidak boleh
dipakai oleh perempuan yang hamil.
Hidroksiurea dapat merusak sumsum
tulang. Ini dapat menyebabkan anemia
(kurang darah merah – lihat LI 552) atau
neutropenia (kurang darah putih). Oleh
karena itu, hidroksiurea tidak boleh
dipakai bersama dengan AZT, yang juga
dapat merusak sumsum tulang.
Ketika dipakai dengan ddI dan/atau
d4T, hidroksiurea meningkatkan risiko
efek samping yang biasanya dihubungkan dengan ddI dan d4T: pankreatitis,
keracunan hati, neuropati perifer (LI 555)
dan asidosis laktik (LI 556). Risiko lebih
besar jika ddI dan d4T dipakai sekaligus.
Pankreatitis adalah penyakit yang dapat
menjadi sangat gawat, dan ada bukti
cukup kuat bahwa penggunaan hidroksiurea bersama dengan ddI meningkatkan
risikonya. Satu uji klinis di AS melaporkan tiga kematian akibat pankreatitis di
antara 68 orang yang memakai ddI + d4T
+ indinavir (sebuah protease inhibitor) +
hidroksiurea. Uji klinis tersebut dihentikan, walaupun peningkatan dalam
kejadian pankreatitis dianggap tidak
bermakna secara statistik, dan belum
pernah dilaporkan sebelumnya.
Menambahkan hidroksiurea pada
nukleosida apa pun meningkatkan risiko
kematian akibat keracunan hati. Namun
hidroksiurea tampaknya tidak meningkatkan angka hepatitis aktif di antara
orang yang terinfeksi dengan HIV dan
hepatitis C (HCV) bersama. Sebenarnya
ada bukti bahwa kombinasi yang mengandung hidroksiurea memperbaiki fungsi
hati pada beberapa orang.
Garis Dasar
Hidroksiurea dipakai untuk mengurangi penggiatan sistem kekebalan tubuh
dan sedang diteliti untuk mengurangi
penggiatan kekebalan terkait HIV. Obat
ini melambatkan pertumbuhan kanker.
Pada awal, ada harapan bahwa hidroksiurea bersama dengan ddI dan/atau
d4T akan menjadi alternatif yang lebih
murah pada ART yang baku. Sayang ada
semakin banyak bukti bahwa manfaat,
jika ada, hanya bersifat sementara, dan
efek samping dapat cukup gawat. Jadi sebagian besar ilmuwan sekarang enggan
untuk mengusulkan hidroksiurea dipakai
oleh orang HIV-positif.
Efek samping hidroksiurea mungkin
semakin buruk bila dipakai bersama
dengan AZT, karena AZT juga dapat
merusakkan sumsum tulang.
Diperbarui 4 Februari 2014 berdasarkan FS 427
The AIDS InfoNet 5 November 2013 dan tinjauan
aidsmap.com 1 November 2002
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 431
NEVIRAPINE
Apa Nevirapine Itu?
Nevirapine adalah obat yang dipakai
sebagai bagian dari terapi antiretroviral
(ART). Obat ini pertama kali dibuat oleh
Boehringer Ingelheim (BI), dengan nama
merek Viramune. Namun sekarang versi
generik nevirapine tersedia dari beberapa
produsen, terutama dari India. Versi yang
dibuat oleh Kimia Farma diberi nama
Neviral.
Nevirapine termasuk golongan nonnucleoside reverse transcriptase inhibitor
(NNRTI). Obat golongan ini menghambat
enzim reverse transcriptase. Enzim ini
mengubah unsur genetis (RNA) HIV menjadikannya bentuk DNA. Perubahan ini
harus terjadi sebelum kode genetik HIV
dapat dimasukkan ke kode genetik sel yang
terinfeksi HIV.
Siapa Sebaiknya Memakai
Nevirapine?
Nevirapine disetujui di AS pada 1996
sebagai obat antiretroviral (ARV) untuk
orang terinfeksi HIV. Nevirapine diuji coba
pada orang dewasa serta anak dan bayi di
atas usia 15 hari. Orang dengan penyakit hati
sebaiknya tidak memakai nevirapine.
Tidak ada pedoman tetap tentang kapan
sebaiknya mulai memakai ART. Kita dan
dokter harus mempertimbangkan jumlah
CD4, viral load, gejala yang kita alami, dan
sikap kita terhadap penggunaan ART.
Lembaran Informasi (LI) 404 memberi informasi lebih lanjut tentang pedoman penggunaan ART.
Perempuan dengan jumlah CD4 di atas 250
dan laki-laki dengan jumlah CD4 di atas 400
sebaiknya tidak mulai memakai nevirapine
akibat risiko masalah hati (hepatotoksisitas –
lihat LI 561). Nevirapine tampaknya tidak
berdampak buruk pada ibu hamil atau
meningkatkan risiko pada janin. Oleh karena
itu obat ini dianggap sebagai NNRTI yang
paling aman untuk dipakai oleh ibu hamil
dalam triwulan pertama kehamilan.
Jika kita memakai nevirapine dengan ARV
lain, kita dapat mengurangi viral load kita
pada tingkat yang sangat rendah dan
meningkatkan jumlah CD4 kita. Hal ini
seharusnya berarti kita lebih sehat untuk
waktu lebih lama.
Nevirapine juga dapat dipakai untuk
mencegah penularan HIV dari ibu-ke-bayi.
Walaupun AZT (sebuah ARV lain) mencegah lebih banyak infeksi, nevirapine lebih
murah dan lebih berhasil dengan ibu yang
menyusui bayinya. Nevirapine setiap hari
dari kelahiran sampai usia 6 bulan atau
penghentian penyusuan adalah sangat efektif
untuk mencegah penularan HIV pada bayi.
Sayangnya, resistansi terhadap nevirapine
berkembang pada banyak perempuan yang
memakainya dengan cara ini waktu hamil.
Resistansi ini dapat ditularkan melalui
menyusui. Oleh karena ini, para peneliti
meninjau kembali apakah nevirapine
sebaiknya tetap dipakai untuk mencegah
penularan HIV dari ibu-ke-bayi.
Bagaimana dengan Resistansi
terhadap Obat?
Waktu HIV menggandakan diri, sebagian
dari bibit HIV baru menjadi sedikit berbeda
dengan aslinya. Jenis berbeda ini disebut
mutan. Kebanyakan mutan langsung mati,
tetapi beberapa di antaranya terus menggandakan diri, walaupun kita tetap memakai
ART – mutan tersebut ternyata kebal
terhadap obat. Jika ini terjadi, obat tidak
bekerja lagi. Hal ini disebut sebagai
‘mengembangkan resistansi’ terhadap obat
tersebut. Lihat LI 126 untuk informasi lebih
lanjut tentang resistansi.
Kadang kala, jika virus kita mengembangkan resistansi terhadap satu macam
obat, virus juga menjadi resistan terhadap
ARV lain. Ini disebut ‘resistansi silang’ atau
‘cross resistance’ terhadap obat atau
golongan obat lain. Resistansi silang di
antara NNRTI berkembang sangat cepat.
Jika kita mengembangkan resistansi terhadap satu jenis NNRTI, kemungkinan kita
tidak lagi dapat memakai obat apa pun dari
golongan ini dalam ART kita.
Resistansi dapat segera berkembang.
Sangat penting memakai ARV sesuai
dengan petunjuk dan jadwal, serta tidak
melewati atau mengurangi dosis.
Bagaimana Nevirapine Dipakai?
Nevirapine tersedia dengan bentuk pil
berisi 200mg. Dosis nevirapine yang
dianjurkan untuk orang dewasa adalah
200mg per hari untuk dua minggu (masa
awal), kemudian 400mg per hari (200mg dua
kali sehari). Penting mengikuti jadwal ini
untuk menghindari risiko efek samping yang
berat. Versi sirop juga tersedia untuk anak.
Versi baru dengan nama Viramune XR yang
dapat dipakai sekali sehari disetujui oleh
FDA-AS pada 2011, tetapi belum tersedia
di Indonesia.
Apa Efek Samping Nevirapine?
Jika kita mulai memakai ART, kita mungkin mengalami efek samping sementara,
misalnya sakit kepala, darah tinggi, atau
seluruh badan merasa tidak enak. Efek
samping ini biasanya lambat laun membaik
atau hilang.
Efek samping nevirapine yang paling berat
adalah kerusakan pada hati, yang dapat
menjadi gawat. Risiko terbesar terjadinya
masalah ini adalah selama enam minggu
pertama pengobatan dengan nevirapine.
Namun pasien seharusnya dipantau secara
hati-hati selama 18 minggu pertama memakai nevirapine untuk mengamati munculnya
masalah kulit atau hati, jika mungkin dengan
tes fungsi hati (liver function test/LFT – lihat
LI 135). Pada beberapa kasus, masalah hati
dapat memburuk walaupun nevirapine
dihentikan.
Karena risiko kerusakan pada hati,
nevirapine tidak dapat dipakai untuk profilaksis pascapajanan (PPP atau pencegahan
HIV setelah kecelakaan di tempat kerja).
Lihat LI 156 untuk informasi lebih lanjut
mengenai PPP.
Efek samping yang paling umum akibat
nevirapine adalah ruam pada kulit, yang
dialami kurang lebih 25% pasien. Efek
samping ini lebih umum pada perempuan
dibanding laki-laki. Jika kita mengembangkan ruam selama masa awal (masa dosis
rendah), kita sebaiknya tidak meningkatkan
dosis menjadi penuh. Jika ruam merasa tidak
nyaman, sebaiknya berhenti memakai obat
ini. Beberapa dokter meresepkan prednison
untuk mengobati ruam ini. Namun penelitian
menunjukkan bahwa obat ini dapat memburukkan ruam.
Satu efek samping yang jarang terjadi
adalah sindrom Stevens-Johnson. Ini ruam
kulit berat yang dapat menjadi gawat – lihat
LI 562.
Satu efek samping nevirapine yang dapat
membantu adalah peningkatan pada tingkat
kolesterol HDL (kolesterol “baik”).
Bagaimana Nevirapine
Berinteraksi dengan Obat Lain?
Nevirapine dapat berinteraksi dengan obat
lain, suplemen atau jamu yang kita pakai –
lihat LI 407. Interaksi ini dapat mengubah
jumlah masing-masing obat yang masuk
ke aliran darah kita dan mengakibatkan
overdosis atau dosis rendah. Interaksi
baru terus-menerus diketahui.
Obat yang harus diperhatikan termasuk
ARV lain, obat yang dipakai untuk mengobati TB (lihat LI 515), obat untuk disfungsi
ereksi (mis. Viagra), obat yang mengendalikan denyut jantung (antiaritmia), dan
obat sakit kepala migran. Interaksi juga dapat
terjadi dengan beberapa antihistamin (obat
antialergi), sedatif, obat untuk mengurangi
kolesterol, dan obat antijamur. Pastikan
dokter tahu SEMUA obat, suplemen dan
jamu yang kita pakai.
Nevirapine mengurangi tingkat beberapa
obat KB dalam darah. Hal ini mungkin
menonaktifkan pil tersebut.
Nevirapine juga mengurangi tingkat
metadon dan buprenorfin dalam darah. Ini
dapat mengakibatkan gejala lepas zat
(sakaw).
Ramuan St. John’s Wort (lihat LI 729)
mengurangi tingkat beberapa jenis NNRTI
dalam darah. Jangan memakai ramuan ini
bersamaan dengan nevirapine.
Diperbarui 24 Desember 2014 berdasarkan FS 431
The AIDS InfoNet 16 April 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 432
EFAVIRENZ
Apa Efavirenz Itu?
Efavirenz adalah obat yang dipakai
sebagai bagian dari terapi antiretroviral
(ART). Obat ini pertama kali dibuat oleh
Bristol-Myers Squibb (BMS), dan dipasarkan di AS dengan nama Sustiva. Di luar
AS, efavirenz dipasarkan oleh Merck
dengan nama Stocrin. Sekarang tersedia
dari beberapa produsen, terutama dari
India. Versi Cipla diberi nama Efavir.
Efavirenz termasuk golongan nonnucleoside reverse transcriptase inhibitor
(NNRTI). Obat golongan ini menghambat
enzim reverse transcriptase. Enzim ini
mengubah bahan genetik (RNA) HIV
menjadi bentuk DNA. Perubahan ini harus
terjadi sebelum kode genetik HIV dapat
dimasukkan ke kode genetik sel yang
terinfeksi HIV.
Siapa Sebaiknya Memakai
Efavirenz?
Efavirenz disetujui di AS pada 1998
sebagai obat antiretroviral (ARV) untuk
orang terinfeksi HIV. Obat ini tidak
disarankan untuk dipakai oleh anak
berusia di bawah tiga bulan.
Tidak ada pedoman tetap tentang kapan
sebaiknya mulai memakai ART. Kita dan
dokter harus mempertimbangkan jumlah
CD4, viral load, gejala yang kita alami,
dan sikap kita terhadap penggunaan ART.
Lembaran Informasi (LI) 404 memberi
informasi lebih lanjut tentang pedoman
penggunaan ART.
Jika kita memakai efavirenz dengan
ARV lain, kita dapat mengurangi viral
load kita pada tingkat yang sangat rendah
dan meningkatkan jumlah CD4 kita. Hal
ini seharusnya berarti kita lebih sehat
untuk waktu lebih lama.
Efavirenz tampaknya masuk ke dalam
susunan saraf pusat (cairan tulang belakang). Karena itu, efavirenz mungkin
dapat membantu masalah otak seperti
demensia (lihat LI 504).
Bagaimana dengan Resistansi
terhadap Obat?
Waktu HIV menggandakan diri, sebagian dari bibit HIV baru menjadi sedikit
berbeda dengan aslinya. Jenis berbeda ini
disebut mutan. Kebanyakan mutan langsung mati, tetapi beberapa di antaranya
terus menggandakan diri, walaupun kita
tetap memakai ART – mutan tersebut
ternyata kebal terhadap obat. Jika ini
terjadi, obat tidak bekerja lagi. Hal ini
disebut sebagai ‘mengembangkan resistansi’ terhadap obat tersebut. Lihat LI 126
untuk informasi lebih lanjut tentang
resistansi.
Kadang kala, jika virus kita mengembangkan resistansi terhadap satu macam
obat, virus juga menjadi resistan terhadap
ARV lain. Ini disebut ‘resistansi silang’
atau ‘cross resistance’ terhadap obat atau
golongan obat lain.
Resistansi dapat segera berkembang.
Sangat penting memakai ARV sesuai
dengan petunjuk dan jadwal, serta
tidak melewati atau mengurangi dosis.
Bagaimana Efavirenz Dipakai?
Efavirenz diminum sebagai kapsul atau
kaplet. Dosis umum untuk dewasa adalah
600mg sekali sehari pada waktu tidur.
Efavirenz tersedia dengan kapsul 50mg,
100mg, 200mg dan dengan kaplet 600mg.
Jika kaplet 600mg tidak tersedia, kita
dapat meminum tiga kapsul 200mg
sekaligus.
Efavirenz sebaiknya dipakai dengan perut
kosong, pada waktu tidur. Cara ini kita akan
mengurangi efek samping yang kita alami.
Makanan yang mengandung banyak lemak,
atau susu, meningkatkan tingkat efavirenz
dalam darah, dan sebaiknya dihindari saat
memakai efavirenz.
Saat ini, sudah mulai tersedia kombinasi
takaran tetap (dalam satu tablet) yang
mengandung efavirenz 600mg, tenofovir
300mg dan 3TC 300mg. Tablet ini juga
dapat dipakai sekali sehari pada waktu
tidur.
Apa Efek Samping Efavirenz?
Jika kita mulai memakai ART, kita
mungkin mengalami efek samping sementara, misalnya sakit kepala, darah tinggi,
atau seluruh badan merasa tidak enak.
Efek samping ini biasanya lambat laun
membaik atau hilang.
Efek samping yang paling umum akibat
efavirenz adalah kelelahan, ruam pada
kulit, mual, pusing, diare, sakit kepala, dan
insomnia (sulit tidur). Memakai efavirenz
waktu makan makanan berlemak atau
minum susu dapat meningkatkan tingkat
obat dalam darah, sehingga efek samping
mungkin lebih berat.
Untuk menghindari rasa pusing setelah
memakai efavirenz, sebaiknya kita memakainya pas sebelum tidur. Beberapa orang
mengalami impian yang aneh. Untuk
sebagian besar orang, efek samping ini
hilang sendiri dalam beberapa minggu.
Kurang lebih 5% orang yang memakai
efavirenz mengalami gejala psikiatris
yang berat. Bila kita pakai efavirenz dan
mengalami depresi, rasa mau bunuh diri,
atau gejala psikiatris lain yang berat,
segera periksa ke dokter.
Ada beberapa laporan mengenai masalah hati yang berat, walaupun belum
dialami penyakit hati sebelumnya. Tes
fungsi hati (LI 135) sebaiknya dilakukan
secara berkala, terutama bila kita juga
terinfeksi hepatitis B atau C, atau kita
mempunyai masalah hati lain.
Penelitian terhadap kera menunjukkan
bahwa efavirenz dapat menyebabkan
cacat lahir. Oleh karena ini, efavirenz
sebaiknya tidak dipakai oleh perempuan
hamil, terutama pada triwulan pertama
kehamilan. Namun penelitian baru tidak
menunjukkan peningkatan pada cacat
lahir pada perempuan hamil pengguna
efavirenz.
Orang yang memakai efavirenz dapat
menunjukkan hasil positif palsu pada tes
untuk penggunaan mariyuana (ganja) atau
jenis benzodiazepin (obat penenang).
Untuk membuktikan bahwa hasil ini
palsu, kita harus menunjukkan obat yang
kita pakai. Hal ini akan menunjukkan juga
bahwa kita terinfeksi HIV.
Bagaimana Efavirenz Berinteraksi
dengan Obat Lain?
Efavirenz dapat berinteraksi dengan
obat lain, suplemen atau jamu yang kita
pakai – lihat LI 407. Interaksi ini dapat
mengubah jumlah masing-masing obat
yang masuk ke aliran darah kita dan
mengakibatkan overdosis atau dosis
rendah. Interaksi baru terus-menerus
diketahui.
Obat yang harus diperhatikan termasuk
ARV lain, obat yang dipakai untuk
mengobati TB (lihat LI 515), terutama
rifampisin, yang mungkin mengharuskan
penggunaan takaran efavirenz yang lebih
tinggi. Obat lain yang harus diperhatikan
termasuk obat untuk disfungsi ereksi (mis.
Viagra), obat yang mengendalikan denyut
jantung (antiaritmia), dan obat sakit
kepala migran. Interaksi juga dapat terjadi
dengan beberapa antihistamin (obat
antialergi), sedatif, obat untuk mengurangi
kolesterol, dan obat antijamur. Pastikan
dokter tahu SEMUA obat, suplemen
dan jamu yang kita pakai.
Efavirenz juga mengurangi tingkat
metadon dan buprenorfin dalam darah.
Ini dapat mengakibatkan gejala lepas zat
(sakaw).
Ramuan St. John’s Wort (lihat LI 729)
mengurangi tingkat beberapa NNRTI
dalam darah. Jangan memakai ramuan ini
bersamaan dengan efavirenz.
Diperbarui 7 April 2014 berdasarkan FS 432 The
AIDS InfoNet 24 Januari 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 434
ETRAVIRINE
Apa Etravirine Itu?
Etravirine adalah obat yang dipakai
sebagai bagian dari terapi antiretroviral
(ART). Obat ini dibuat oleh Tibotec
Pharmaceuticals, dan dipasarkan dengan
nama merek Intelence.
Etravirine termasuk golongan nonnucleoside reverse transcriptase inhibitor
(NNRTI). Obat golongan ini menghambat enzim reverse transcriptase.
Enzim ini mengubah bahan genetik
(RNA) HIV menjadikannya bentuk
DNA. Perubahan ini harus terjadi sebelum kode genetik HIV dapat dimasukkan ke kode genetik sel yang terinfeksi
HIV.
Siapa Sebaiknya Memakai
Etravirine?
Etravirine disetujui di AS pada 2008
sebagai obat antiretroviral (ARV) untuk
orang terinfeksi HIV. Etravirine dimaksudkan untuk dipakai oleh orang yang
pernah memakai beberapa kombinasi
obat untuk melawan HIV-nya. Pada
2012, FDA-AS menyetujui etravirine
untuk dipakai oleh orang berusia 6-18
tahun yang sudah pernah memakai ART
dan berberat badan 16kg ke atas.
Tidak ada pedoman tetap tentang kapan
sebaiknya mulai memakai ART. Kita dan
dokter harus mempertimbangkan jumlah
CD4, viral load, gejala yang kita alami,
dan sikap kita terhadap penggunaan ART.
Lembaran Informasi (LI) 404 memberi
informasi lebih lanjut tentang pedoman
penggunaan ART.
Jika kita memakai etravirine dengan
ARV lain, kita dapat mengurangi viral
load kita pada tingkat yang sangat rendah
dan meningkatkan jumlah CD4 kita. Hal
ini seharusnya berarti kita lebih sehat
untuk waktu lebih lama.
Bagaimana dengan Resistansi
terhadap Obat?
Waktu HIV menggandakan diri, sebagian dari bibit HIV baru menjadi
sedikit berbeda dengan aslinya. Jenis
berbeda ini disebut mutan. Kebanyakan
mutan langsung mati, tetapi beberapa di
antaranya terus menggandakan diri,
walaupun kita tetap memakai ART –
mutan tersebut ternyata kebal terhadap
obat. Jika ini terjadi, obat tidak bekerja
lagi. Hal ini disebut sebagai ‘mengembangkan resistansi’ terhadap obat tersebut. Lihat LI 126 untuk informasi lebih
lanjut tentang resistansi.
Kadang kala, jika virus kita mengembangkan resistansi terhadap satu macam
obat, virus juga menjadi resistan terhadap
ARV lain. Ini disebut ‘resistansi silang’
atau ‘cross resistance’ terhadap obat atau
golongan obat lain. Resistansi silang di
antara efavirenz, delavirdine dan nevirapine (semunya NNRTI) berkembang
sangat cepat. Jika kita mengembangkan
resistansi terhadap salah satu obat
tersebut, kemungkinan kita tidak lagi
dapat memakai obat lain dari golongan
ini dalam ART kita. Namun etravirine
mampu mengendalikan HIV yang sudah
mengembangkan resistansi pada tingkat
tertentu terhadap NNRTI lain.
Resistansi dapat segera berkembang.
Sangat penting memakai ARV sesuai
dengan petunjuk dan jadwal, serta
tidak melewati atau mengurangi dosis.
Bagaimana Etravirine Dipakai?
Etravirine dipakai sebagai tablet. Dosis
harian untuk dewasa adalah 400mg. Etravirine pada awal tersedia dengan tablet
100mg. Pada 2010, versi tablet 200mg
disetujui. Jadi, kita akan memakai satu
atau dua tablet, dua kali sehari. Takaran
untuk anak dan remaja tergantung pada
berat badan. Tablet 25mg sekarang
tersedia.
Dianjurkan kita memakai etravirine
setelah makan. Jangan pakai dengan
perut kosong. Bila mengalami kesulitan
menelan etravirine, kita dapat melarutkan tablet dalam air.
Tidak dibutuhkan penyesuaian takaran
untuk pasien dengan masalah hati yang
ringan atau masalah ginjal.
Apa Efek Samping Etravirine?
Jika kita mulai memakai ART, kita
mungkin mengalami efek samping
sementara, misalnya sakit kepala, darah
tinggi, atau seluruh badan merasa tidak
enak. Efek samping ini biasanya lambat
laun membaik atau hilang.
Efek samping yang paling umum akibat
etravirine adalah ruam pada kulit dan
mual. Ruam biasanya terjadi pada
minggu kedua penggunaan etravirine.
Dalam kasus yang jarang, ruam tersebut
dapat berat, bahkan gawat. Reaksi ini
disebut sebagai sindrom Stevens-Johnson
(lihat LI 562). Kita seharusnya langsung
berhenti penggunaan etravirine bila kita
mengalami ruam berat. Beberapa pasien
juga mengalami sakit perut dan muntah.
Bagaimana Etravirine
Berinteraksi dengan Obat Lain?
Etravirine dapat berinteraksi dengan
obat lain, suplemen atau jamu yang kita
pakai – lihat LI 407. Interaksi ini dapat
mengubah jumlah masing-masing
obat yang masuk ke aliran darah kita
dan mengakibatkan overdosis atau
dosis rendah. Interaksi baru terusmenerus diketahui.
Obat yang harus diperhatikan termasuk
ARV lain, obat yang dipakai untuk
mengobati TB (lihat LI 515), obat untuk
disfungsi ereksi (mis. Viagra), obat yang
mengendalikan denyut jantung (antiaritmia), dan obat sakit kepala migran.
Interaksi juga dapat terjadi dengan
beberapa antihistamin (obat antialergi),
sedatif, obat untuk mengurangi kolesterol, dan obat antijamur. Pastikan
dokter tahu SEMUA obat, suplemen
dan jamu yang kita pakai.
Etravirine tampaknya tidak berpengaruh pada tingkat obat KB oral, antiasam, atau metadon. Etravirine sedikit
mengurangi tingkat buprenorfin. Walau
penyesuaian dosis tidak dibutuhkan,
pengguna etravirine bersamaan dengan
buprenorfin sebaiknya dipantau secara
ketat.
Ramuan St. John’s Wort (lihat LI 729)
mengurangi tingkat beberapa NNRTI
dalam darah. Jangan memakai ramuan ini
bersamaan dengan etravirine.
Diperbarui 8 Mei 2014 berdasarkan FS 434 The
AIDS InfoNet 24 April 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 435
RILPIVIRIN
Apa Rilpivirin Itu?
Rilpivirin adalah obat yang dipakai
sebagai bagian dari terapi antiretroviral
(ART). Obat ini dibuat oleh Janssen
Pharmaceuticals, dan dipasarkan dengan
nama merek Edurant.
Rilpivirin termasuk golongan nonnucleoside reverse transcriptase inhibitor
(NNRTI). Obat golongan ini menghambat enzim reverse transcriptase.
Enzim ini mengubah bahan genetik
(RNA) HIV menjadikannya bentuk
DNA. Perubahan ini harus terjadi sebelum kode genetik HIV dapat dimasukkan
ke kode genetik sel yang terinfeksi HIV.
Siapa Sebaiknya Memakai
Rilpivirin?
Rilpivirin disetujui di AS pada 2011
sebagai obat antiretroviral (ARV) untuk
orang terinfeksi HIV. Rilpivirin disetujui
untuk dipakai oleh orang yang baru mulai
memakai obat untuk melawan HIV-nya.
Obat ini paling berhasil pada Odha
dengan viral load (lihat Lembaran
Informasi (LI) 125) di bawah 100.000.
Pada 2013, FDA-AS menyetujui kombinasi takaran tetap (FDC) Complera,
yang mengandung emtrisitabin, rilpivirin
dan tenofovir dalam satu tablet, untuk
dipakai sebagai pengganti oleh pasien
dewasa tertentu yang stabil dengan
rejimen ART lain. Obat ini tidak disetujui
untuk dipakai oleh anak dan remaja.
Tidak ada pedoman tetap tentang kapan
sebaiknya mulai memakai ART. Kita dan
dokter harus mempertimbangkan jumlah
CD4, viral load, gejala yang kita alami,
dan sikap kita terhadap penggunaan ART.
LI 404 memberi informasi lebih lanjut
tentang pedoman penggunaan ART.
Jika kita memakai rilpivirin dengan
ARV lain, kita dapat mengurangi viral
load kita pada tingkat yang sangat rendah
dan meningkatkan jumlah CD4 kita. Hal
ini seharusnya berarti kita lebih sehat
untuk waktu lebih lama.
Bagaimana dengan Resistansi
terhadap Obat?
Waktu HIV menggandakan diri, sebagian dari bibit HIV baru menjadi
sedikit berbeda dengan aslinya. Jenis
berbeda ini disebut mutan. Kebanyakan
mutan langsung mati, tetapi beberapa di
antaranya terus menggandakan diri,
walaupun kita tetap memakai ART –
mutan tersebut ternyata kebal terhadap
obat. Jika ini terjadi, obat tidak bekerja
lagi. Hal ini disebut sebagai ‘mengembangkan resistansi’ terhadap obat tersebut. Lihat LI 126 untuk informasi lebih
lanjut tentang resistansi.
Kadang kala, jika virus kita mengembangkan resistansi terhadap satu macam
obat, virus juga menjadi resistan terhadap
ARV lain. Ini disebut ‘resistansi silang’
atau ‘cross resistance’ terhadap obat atau
golongan obat lain. Resistansi silang di
antara efavirenz, delavirdin, nevirapin,
etravirin dan rilpivirin (semunya NNRTI)
berkembang sangat cepat. Jika kita
mengembangkan resistansi terhadap
salah satu obat tersebut, kemungkinan
kita tidak lagi dapat memakai obat lain
dari golongan ini dalam ART kita.
Resistansi dapat segera berkembang.
Sangat penting memakai ARV sesuai
dengan petunjuk dan jadwal, serta
tidak melewati atau mengurangi dosis.
Bagaimana Rilpivirin Dipakai?
Rilpivirin dipakai sebagai tablet. Dosis
harian untuk dewasa adalah 25mg.
Rilpivirin harus dipakai bersamaan
dengan makan.
Rilpivirin tampaknya aman untuk orang
dengan masalah hati atau ginjal yang
ringan atau sedang.
Apa Efek Samping Rilpivirin?
Jika kita mulai memakai ART, kita
mungkin mengalami efek samping
sementara, misalnya sakit kepala, darah
tinggi, atau seluruh badan merasa tidak
enak. Efek samping ini biasanya lambat
laun membaik atau hilang.
Efek samping yang paling umum akibat
rilpivirin adalah depresi, insomnia
(masalah tidur) dan ruam pada kulit.
Pastikan semua efek samping yang kita
alami dibahas dengan dokter. Rilpivirin
dapat menyebabkan kerusakan pada hati.
Pastikan dokter tahu bila kita terinfeksi
virus hepatitis B atau C.
Bagaimana Rilpivirin Berinteraksi
dengan Obat Lain?
Rilpivirin dapat berinteraksi dengan
obat lain, suplemen atau jamu yang kita
pakai – lihat LI 407. Interaksi ini dapat
mengubah jumlah masing-masing
obat yang masuk ke aliran darah kita
dan mengakibatkan overdosis atau
dosis rendah. Interaksi baru terusmenerus diketahui.
Obat yang harus dihindari termasuk
obat antiasam. Obat yang harus diperhatikan termasuk ARV lain, termasuk
semua protease inhibitor. Pastikan
dokter tahu SEMUA obat, suplemen
dan jamu yang kita pakai.
Rilpivirin dapat mengurangi tingkat
metadon dalam darah. Namun takaran
metadon umumnya tidak harus disesuaikan. Rilpivirin belum diuji coba
dengan buprenorfin.
Belum ada informasi mengenai dampak rilpivirin pada KB oral.
Ramuan St. John’s Wort (lihat LI 729)
mengurangi tingkat beberapa NNRTI
dalam darah. Jangan memakai ramuan ini
bersamaan dengan rilpivirin.
Diperbarui 7 April 2014 berdasarkan FS 435 The
AIDS InfoNet 14 Februari 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 442
RITONAVIR
Apa Ritonavir Itu?
Ritonavir adalah obat yang dipakai
sebagai bagian dari terapi antiretroviral
(ART). Obat ini juga dikenal sebagai
Norvir, dan dibuat oleh Abbott Laboratories.
Ritonavir adalah protease inhibitor. Obat
golongan ini mencegah pekerjaan enzim
protease. Protease HIV bertindak seperti
gunting kimia. Enzim ini memotong bahan
baku HIV menjadi potongan khusus yang
dibutuhkan untuk membangun virus baru.
Protease inhibitor merusak gunting ini.
Siapa Sebaiknya Memakai Ritonavir?
Ritonavir disetujui di AS pada 1996
sebagai obat antiretroviral (ARV) untuk
orang terinfeksi HIV. Obat ini ditelitikan
pada orang dewasa dan anak usia satu bulan
ke atas.
Tidak ada pedoman tetap tentang kapan
sebaiknya mulai memakai ART. Kita dan
dokter harus mempertimbangkan jumlah
CD4, viral load, gejala yang kita alami, dan
sikap kita terhadap penggunaan ART.
Lembaran Informasi (LI) 404 memberi
informasi lebih lanjut tentang pedoman
penggunaan ART.
Jika kita memakai ritonavir dengan ARV
lain, kita dapat mengurangi viral load kita
pada tingkat yang sangat rendah dan
meningkatkan jumlah CD4 kita. Hal ini
seharusnya berarti kita lebih sehat untuk
waktu lebih lama.
Penggunaan ritonavir menyebabkan hati
kita bekerja lebih lamban. Hal ini dapat
meningkatkan tingkat obat lain dalam
darah, termasuk protease inhibitor lain.
Peningkatan ini dapat mengakibatkan
interaksi yang berbahaya dengan obat lain.
Ritonavir sekarang jarang dipakai sebagai
protease inhibitor. Obat ini sangat sulit
ditahan oleh pasien. Namun ritonavir sering
dipakai untuk meningkatkan tingkat atau
menguatkan (boost) protease inhibitor lain
dalam darah. Takaran yang dipakai untuk
peningkatan ini jauh lebih rendah dibandingkan takaran anti-HIV yang penuh, dan
menyebabkan lebih sedikit efek samping.
Bagaimana dengan Resistansi
terhadap Obat?
Waktu HIV menggandakan diri, sebagian
dari bibit HIV baru menjadi sedikit berbeda
dengan aslinya. Jenis berbeda ini disebut
mutan. Kebanyakan mutan langsung mati,
tetapi beberapa di antaranya terus menggandakan diri, walaupun kita tetap memakai
ART – mutan tersebut ternyata kebal
terhadap obat. Jika ini terjadi, obat tidak
bekerja lagi. Hal ini disebut sebagai
‘mengembangkan resistansi’ terhadap obat
tersebut. Lihat LI 126 untuk informasi lebih
lanjut tentang resistansi.
Kadang kala, jika virus kita mengembangkan resistansi terhadap satu macam
obat, virus juga menjadi resistan terhadap
ARV lain. Ini disebut ‘resistansi silang’ atau
‘cross resistance’ terhadap obat atau
golongan obat lain.
Resistansi dapat segera berkembang.
Sangat penting memakai ARV sesuai
dengan petunjuk dan jadwal, serta tidak
melewati atau mengurangi dosis.
Bagaimana Ritonavir Dipakai?
Ritonavir disediakan dengan bentuk
kapsul atau tablet. Takaran penuh (bila
ritonavir dipakai tanpa protease inhibitor
lain) adalah 600mg dengan dosis dua kali
sehari. Untuk anak di atas usia satu bulan,
ritonavir disetujui dengan takaran 350400mg per meter persegi luas permukaan
badan. Namun, sekarang ritonavir sangat
jarang dipakai dengan dosis penuh.
Sekarang ritonavir lebih sering dipakai
untuk menguatkan protease inhibitor lain
dalam darah. Biasanya 100mg atau 200mg
dipakai dengan setiap dosis. Penting kita
mengetahui takaran ritonavir yang diresepkan oleh dokter, dan cara penggunaannya.
Setiap kapsul Kaletra/Aluvia mengandung ritonavir untuk menguatkan lopinavir (jenis protease inhibitor lain) (lihat
LI 446).
Pada 1998, bentuk sirop ritonavir dikembangkan. Banyak orang menganggap rasa
sirop sangat tidak enak. Namun beberapa
orang menganggap bentuk sirop lebih
cocok, terutama untuk anak. Jangan
menyimpan sirop ritonavir dalam kulkas.
Botol harus dikocok sebelum obat dipakai.
Di apotek, kapsul ritonavir harus disimpan dalam kulkas. Di rumah, ritonavir
kapsul sebaiknya disimpan di kulkas. Bila
tidak mungkin disimpan dalam kulkas,
ritonavir harus disimpan pada suhu di
bawah 25° Celcius dan dipakai dalam 30
hari.
Sekarang ada versi ritonavir dalam bentuk
tablet 100mg. Tablet ini tidak harus
disimpan dalam suhu dingin, tetapi harus
dipakai waktu makan.
Bila ritonavir dipakai oleh orang dewasa
atau anak dengan dosis penuh (bukan untuk
menguatkan protease inhibitor lain), takaran
pada awal lebih rendah dan ditingkatkan
secara berangsur selama beberapa hari
untuk mengurangi efek samping.
Apa Efek Samping Ritonavir?
Efek samping paling berat dari ritonavir
adalah mual, muntah, kembung, dan diare.
Beberapa orang juga mengalami kesemutan
atau mati rasa di sekitar mulut, atau rasa
makanan menjadi aneh. Walau sangat
jarang, ritonavir dapat menyebabkan ruam
kulit yang gawat, yang disebut sebagai
sindrom Stevens-Johnson (lihat LI 562).
Langsung lapor pada dokter kalau kita
mengalami masalah kulit waktu memakai
ritonavir.
Dalam uji coba klinis, sekitar sepertiga
orang yang memakai ritonavir dengan dosis
penuh harus berhenti memakainya akibat
efek samping. Namun ada jauh lebih sedikit
efek samping bila ritonavir dipakai dengan
takaran rendah sebagai penguat.
Untuk banyak orang, efek samping
ritonavir hanya berlanjut selama 2-4
minggu. Bila berlanjut lebih dari empat
minggu, efek samping umumnya tidak
pernah hilang.
Bagaimana Ritonavir Berinteraksi
dengan Obat Lain?
Ritonavir dapat berinteraksi dengan obat
lain, suplemen atau jamu yang kita pakai –
lihat LI 407. Interaksi ini dapat mengubah jumlah masing-masing obat yang
masuk ke aliran darah kita dan mengakibatkan overdosis atau dosis rendah.
Interaksi baru terus-menerus diketahui.
Interaksi yang gawat dapat terjadi dengan
obat untuk hipertensi pembuluh paru
(pulmonary arterial hypertension) atau
untuk disfungsi ereksi (mis. Viagra), serta
obat lain dengan nama diakhiri dengan ‘afil’, obat untuk asma dan obat yang
mengendalikan denyut jantung (antiaritmia). Memakai ritonavir bersamaan
dengan saquinavir dapat menyebabkan
denyut jantung yang tidak terkendali. Obat
lain yang harus diperhatikan termasuk ARV
lain, obat yang dipakai untuk mengobati TB
(lihat LI 515), dan obat sakit kepala migran.
Interaksi juga dapat terjadi dengan beberapa antihistamin (obat antialergi), sedatif,
obat untuk mengurangi kolesterol, dan obat
antijamur. Pastikan dokter tahu SEMUA
obat, suplemen dan jamu yang kita
pakai.
Ritonavir mengurangi tingkat metadon
dalam darah. Perhatikan gejala sedasi
(penenang) berlebihan bila obat ini dipakai
bersama dengan buprenorfin.
Beberapa pil KB mungkin tidak bekerja
jika kita memakai ritonavir. Bicara dengan
dokter tentang bagaimana mencegah
kehamilan yang tidak direncanakan.
Jamu St. John’s Wort (lihat LI 729)
menurunkan tingkat beberapa jenis protease
inhibitor dalam darah. Jangan pakai
bersamaan dengan ritonavir.
Ditinjau 7 Februari 2014 berdasarkan FS 442 The
AIDS InfoNet 24 Februari 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 481
PEMULIHAN KEKEBALAN
Apa Pemulihan Kekebalan Itu?
Pemulihan kekebalan berarti memperbaiki kerusakan yang dilakukan pada sistem
kekebalan tubuh kita oleh HIV.
Dalam sistem kekebalan tubuh yang sehat,
ada serangkaian sel CD4 yang penuh untuk
memerangi penyakit yang berbeda – ada satu
jenis sel CD4 khusus untuk setiap jenis
infeksi. Sebagaimana penyakit HIV berlanjut, jumlah sel CD4 menurun. Sel CD4
yang pertama diserang adalah sel yang
seharusnya secara khusus melawan HIV.
Beberapa jenis sel CD4 dapat hilang, dan
ini berarti ada kelemahan pada pertahanan
kekebalan. Pemulihan kekebalan mencari
cara untuk memperbaiki kelemahan tersebut.
Sistem kekebalan tubuh yang sehat dapat
melawan infeksi oportunistik (IO – lihat
Lembaran Informasi (LI) 500). Karena
infeksi ini berkembang waktu jumlah sel
CD4 rendah, banyak peneliti menganggap
bahwa jumlah CD4 adalah ukuran yang baik
mengenai fungsi kekebalan. Peningkatan
pada jumlah CD4 adalah tanda pemulihan
kekebalan. Namun masih ada keraguan
tentang ini – lihat “Apakah Sel CD4 Baru
Sama Baik dengan Sel Lama?” di bawah.
Bagaimana Sistem Kekebalan
Dapat Dipulihkan?
Jika terapi antiretroviral (ART) dimulai
segera setelah kita terinfeksi HIV, sistem
kekebalan tubuh kita belum mulai dirusakkan – lihat LI 103 mengenai infeksi HIV
primer. Sayangnya, sedikit sekali kasus HIV
didiagnosis begitu dini. Sebagaimana
infeksi HIV berlanjut, sistem kekebalan
semakin dirusakkan. Para ilmuwan menyelidiki beberapa cara untuk memperbaiki
kerusakan ini.
Perbaiki fungsi timus: Timus adalah
organ kecil yang terletak di dada di bawah
tenggorokan. Organ ini mematangkan sel
CD4 dari sel darah putih baru yang dibuat
di sumsum tulang. Timus paling efektif
waktu kita baru berusia enam bulan sampai
dua tahun. Setelah itu, timus menjadi semakin kecil. Para ilmuwan dulu menganggap bahwa timus tidak bekerja lagi
setelah kita berusia 20 tahun. Namun penelitian menunjukkan bahwa organ ini tetap
bisa membuat sel CD4 baru, mungkin sehingga kita berusia 50 tahun. ART dapat
memungkinkan timus mengganti jenis sel
CD4 yang hilang.
Waktu para ilmuwan menganggap bahwa
timus tidak bekerja lagi pada usia muda,
mereka meneliti pencangkokan timus
manusia atau hewan pada seorang dengan
HIV. Mereka juga mencoba merangsang
timus dengan hormon. Cara ini mungkin
masih penting untuk orang lanjut usia
dengan HIV.
Pulihkan jumlah sel kekebalan: Sebagaimana penyakit HIV berlanjut, jumlah sel
CD4 dan CD8 menurun. Beberapa peneliti
mencari cara untuk menahan atau meningkatkan jumlah sel ini.
Satu pendekatan disebut perluasan sel.
Sel tersebut digandakan di luar tubuh,
kemudian ditransfusi kembali pada tubuh.
Pendekatan kedua adalah pemindahan sel,
yang mencakup pemberian sel kekebalan
dari saudara kembar atau sanak saudara
yang HIV-negatif.
Cara ketiga memakai sitokin. Sel ini
adalah pesuruh kimia yang mendukung
tanggapan kekebalan. Penelitian terbanyak
dilakukan pada interleukin-2 (IL-2), yang
dapat mengakibatkan peningkatan besar
pada sel CD4. Sayangnya hal ini tampaknya
tidak menghasilkan kesehatan yang lebih
baik. LI 482 memberi informasi lebih
lanjut.
Pendekatan lain adalah terapi gen. Terapi
ini mencakup perubahan sel yang berpindah
dari sumsum tulang ke timus untuk menjadi
sel CD4. Terapi gen ini coba membuat sel
di sumsum tulang kebal terhadap infeksi
HIV. Satu pendekatan adalah zinc finger
inhibitor, yang pernah diteliti untuk
membuat sel CD4 tanpa koreseptor CCR5
(lihat LI 106, langkah 2).
Biarkan sistem kekebalan memperbaiki dirinya: Jumlah CD4 meningkat
pada banyak orang yang memakai ART.
Beberapa ilmuwan menganggap bahwa
sistem kekebalan dapat memulihkan dirinya
bila tidak harus terus-menerus melawan
jumlah virus yang sangat besar. Pendekatan
ini tampaknya lebih mungkin setelah kita
mengetahui bahwa timus tetap bekerja
sehingga kita hampir berusia 50 tahun.
Kita seharusnya memakai obat untuk
mencegah IO setelah jumlah CD4 kita turun
di bawah 200. Namun jika kita memakai
ART dan jumlah CD4 kita naik kembali di
atas 200, kita dapat berhenti memakai obat
pencegahan tersebut. Bicara dengan
dokter sebelum berhenti memakai obat
apa pun.
Merangsang tanggapan kekebalan
khusus HIV: Para peneliti memakai jenis
HIV yang diubah dan dibunuh (Remune)
untuk merangsang tanggapan tubuh pada
HIV. Penelitian bertahun-tahun mencapai
hasil yang membingungkan dan mengecewakan. Pendekatan baru saat ini sedang
diteliti. Salah satunya adalah vaksin
terapeutik yang dikenal sebagai DermaVir,
yang dipakai pada kulit. DermaVir dalam
uji coba klinis Fase II.
Dalam penelitian lain, sebuah kombinasi
vaksin HIV dan IL-2 meningkatkan tanggapan kekebalan anti-HIV dan mengakibatkan pengendalian HIV selama satu tahun
pada satu penelitian.
Mengurangi peradangan: HIV menyebabkan peradangan (lihat LI 484). Peradangan dikaitkan dengan banyak penyakit.
Mengurangi peradangan terkait HIV
mungkin membantu memulihkan sistem
kekebalan tubuh.
Apakah Sel CD4 Baru Sama Baik
dengan Sel Lama?
Sebagian besar pendekatan untuk pemulihan kekebalan mencoba meningkatkan
jumlah sel CD4. Pendekatan ini berdasarkan pemikiran bahwa jika jumlah sel
CD4 meningkat, sistem kekebalan tubuh
akan lebih kuat.
Waktu Odha mulai memakai ART, jumlah
CD4-nya biasanya meningkat. Pada awal,
sel CD4 baru kemungkinan tiruan dari jenis
sel yang masih ada. Bila beberapa ‘jenis’
sel CD4 hilang, sel tersebut tidak akan
langsung kembali. Hal ini dapat berarti
bahwa pertahanan kita belum lengkap.
Namun jika HIV tetap dikendalikan
selama beberapa tahun, timus mungkin
membuat sel CD4 baru yang dapat memenuhi kekurangan ini dan memulihkan
kembali sistem kekebalan. Beberapa di
antara sel tersebut mungkin dapat membantu mengendalikan HIV. Beberapa obat
antiretroviral menghasilkan peningkatan
yang lebih tinggi pada jumlah CD4 dibandingkan yang lain. Belum jelas apakah hal
ini berdampak pada kesehatan.
Banyak orang yang memakai ART sekarang mempunyai jumlah CD4 yang normal.
Namun Odha tersebut tetap mengalami
penyakit “non-AIDS”, mis. kanker dan
penyakit jantung. Penyakit ini terjadi
dengan angka di atas normal berdasarkan
usia.
Penelitian baru menunjukkan bahwa
tingkat jumlah CD4 yang paling rendah
(“nadir”) mungkin meramalkan masalah
susunan saraf pusat lebih baik daripada
jumlah CD4 saat ini. Peningkatan pada
jumlah CD4 tidak mengurangi gejala ini.
Jumlah CD4 yang normal tidak sendiri
berarti bahwa sistem kekebalan tubuh sudah
pulih. Penelitian terus dilanjutkan untuk
melihat apakah ada cara lebih biak untuk
mengukur kesehatan sistem kekebalan
tubuh.
Ditinjau 3 Januari 2015 berdasarkan FS 481 The
AIDS InfoNet 30 Agustus 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 444
NELFINAVIR
Apa Nelfinavir Itu?
Nelfinavir, juga disebut Viracept (nama
merek), adalah obat yang dipakai sebagai
bagian dari terapi antiretroviral (ART).
Obat ini pertama kali dibuat oleh Agouron Pharmaceuticals, tetapi akhir ini
dibuat oleh ViiV Healthcare. Sekarang
nelfinavir tersedia dari beberapa produsen, terutama di India. Nelfinavir
adalah protease inhibitor. Obat golongan
ini mencegah pekerjaan enzim protease.
Protease HIV bertindak seperti gunting
kimia. Enzim ini memotong bahan baku
HIV menjadi potongan khusus yang
dibutuhkan untuk membangun virus baru.
Protease inhibitor merusak gunting ini.
Walaupun dulu nelfinavir cukup sering
dipakai di Indonesia, sekarang obat ini
jarang dipakai, karena efek samping agak
berat, dan kemanjurannya kurang.
Nelfinavir juga menyerang beberapa
jenis kanker. Obat ini diteliti terhadap
kanker payudara dan kanker dubur.
Siapa Sebaiknya Memakai
Nelfinavir?
Nelfinavir disetujui di AS pada 1997
sebagai obat antiretroviral (ARV) untuk
orang dan anak dengan infeksi HIV.
Tidak ada pedoman tetap tentang kapan
sebaiknya mulai memakai ART. Kita dan
dokter harus mempertimbangkan jumlah
CD4, viral load, gejala yang kita alami,
dan sikap kita terhadap penggunaan ART.
Lembaran Informasi (LI) 404 memberi
informasi lebih lanjut tentang pedoman
penggunaan ART.
Jika kita memakai nelfinavir dengan
ARV lain, kita dapat mengurangi viral
load kita pada tingkat yang sangat rendah
dan meningkatkan jumlah CD4 kita. Hal
ini seharusnya berarti kita lebih sehat
untuk waktu lebih lama.
Bagaimana dengan Resistansi
terhadap Obat?
Waktu HIV menggandakan diri, sebagian dari bibit HIV baru menjadi
sedikit berbeda dengan aslinya. Jenis
berbeda ini disebut mutan. Kebanyakan
mutan langsung mati, tetapi beberapa di
antaranya terus menggandakan diri,
walaupun kita tetap memakai ART –
mutan tersebut ternyata kebal terhadap
obat. Jika ini terjadi, obat tidak bekerja
lagi. Hal ini disebut sebagai ‘mengembangkan resistansi’ terhadap obat tersebut. Lihat LI 126 untuk informasi lebih
lanjut tentang resistansi.
Kadang kala, jika virus kita mengembangkan resistansi terhadap satu macam
obat, virus juga menjadi resistan terhadap
ARV lain. Ini disebut ‘resistansi silang’
atau ‘cross resistance’ terhadap obat atau
golongan obat lain.
Resistansi dapat segera berkembang.
Sangat penting memakai ARV sesuai
dengan petunjuk dan jadwal, serta
tidak melewati atau mengurangi dosis.
Bagaimana Nelfinavir Dipakai?
Nelfinavir disediakan sebagai tablet,
dan harus dipakai dengan makan/makanan ringan. Dosis nelfinavir yang
dianjurkan adalah 750mg tiga kali sehari.
Dengan tablet nelfinavir berisi 250mg,
kita harus meminum tiga tablet setiap kali
dipakai.
Dosis baru yang disetujui di AS adalah
1250mg dua kali sehari. Ini berarti setiap
kali dipakai, harus meminum lima tablet.
Pada April 2003, tablet berisi 625mg
disetujui di AS. Dengan versi ini, kita
hanya harus minum dua tablet dua kali
sehari. Namun versi ini hanya tersedia di
AS.
Jika kita ingin mengubah dosis baru
tiga kali sehari menjadi dua kali
sehari, sebaiknya kita bicara dengan
dokter dahulu. Dosis berbeda dipakai
dalam beberapa kombinasi. Pastikan kita
mengetahui beberapa banyak nelfinavir
yang diresepkan, kapan dan bagaimana
kita harus memakai setiap dosis.
Nelfinavir harus disimpan pada suhu
ruang dan dilindungi dari kelembaban,
dan suhu terlalu dingin atau panas.
Apa Efek Samping Nelfinavir?
Efek samping paling umum dari nelfinavir adalah diare, kelelahan, sakit
kepala, mual dan sakit perut, semuanya
tampaknya tidak begitu berat. Dalam
sebagian besar kasus, diare dapat dikendalikan dengan obat tanpa resep.
Bagaimana Nelfinavir Berinteraksi
dengan Obat Lain?
Nelfinavir dapat berinteraksi dengan
obat lain, suplemen atau jamu yang kita
pakai – lihat LI 407. Interaksi ini dapat
mengubah jumlah masing-masing
obat yang masuk ke aliran darah kita
dan mengakibatkan overdosis atau
dosis rendah. Interaksi baru terusmenerus diketahui.
Obat yang harus diperhatikan termasuk
ARV lain, obat yang dipakai untuk
mengobati TB (lihat LI 515), obat untuk
disfungsi ereksi (mis. Viagra), obat yang
mengendalikan denyut jantung (antiaritmia), dan obat sakit kepala migran.
Interaksi juga dapat terjadi dengan
beberapa antihistamin (obat antialergi),
sedatif, obat untuk mengurangi kolesterol, dan obat antijamur. Pastikan
dokter tahu SEMUA obat, suplemen
dan jamu yang kita pakai.
Jika kita memakai nelfinavir dan ddI,
memakai ddI satu jam sebelum atau dua
jam setelah memakai nelfinavir.
Nelfinavir mengurangi tingkat Kaletra/
Aluvia dalam darah, dan dapat berpengaruh pada tingkat warfarin, obat
untuk menyesuaikan penggumpalan
darah.
Bila nelfinavir dipakai bersama dengan
delavirdine, tingkat kedua obat dalam
darah meningkat. Hindari kombinasi ini.
Nelfinavir mengurangi tingkat metadon dalam darah. Perhatikan gejala
sedasi (penenang) berlebihan bila obat ini
dipakai bersama dengan buprenorfin.
Beberapa pil KB mungkin tidak bekerja jika kita memakai nelfinavir. Bicara
dengan dokter tentang bagaimana mencegah kehamilan yang tidak diinginkan.
Jamu St. John’s Wort (lihat LI 729)
menurunkan tingkat beberapa protease
inhibitor dalam darah. Jangan memakai
jamu ini bersamaan dengan nelfinavir.
Ditinjau 1 Juni 2014 berdasarkan FS 444 The AIDS
InfoNet 16 April 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 445
AMPRENAVIR
Apa Amprenavir Itu?
Amprenavir adalah obat yang dipakai
sebagai bagian dari terapi antiretroviral
(ART). Obat ini juga dikenal sebagai Agenerase. Amprenavir dibuat oleh GlaxoSmithKline.
Pembuatan amprenavir dihentikan pada
Oktober 2007. Obat ini diganti oleh fosamprenavir (lihat Lembaran Informasi 448).
Fosamprenavir adalah amprenavir pro-drug.
Hal ini berarti waktu fosamprenavir dipakai,
obat tersebut diuraikan menjadi amprenavir.
Dicabut
Diperbarui 21 Desember 2007 berdasarkan FS 445
AIDS Infonet 25 November 2007
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 446
LOPINAVIR/RITONAVIR
Apa Lopinavir/ritonavir Itu?
Lopinavir adalah obat yang dipakai
sebagai bagian dari terapi antiretroviral
(ART). Obat ini dibuat oleh Abbott Laboratories. Lopinavir adalah protease inhibitor.
Tingkat lopinavir dalam darah lebih tinggi
untuk jangka waktu lebih lama bila dipakai
bersama dengan ritonavir, sebuah protease
inhibitor lain. Lihat Lembaran Informasi (LI)
442 untuk informasi lebih lanjut mengenai
ritonavir. Saat ini lopinavir hanya dipakai
dalam kombinasi dengan ritonavir. Kombinasi ini biasa disebut sebagai lopinavir/r
atau LPV/r. Kaletra adalah nama pasaran
kombinasi tersebut dalam satu pil. Ada versi
Kaletra yang dipasarkan di negara berkembang sebagai Aluvia.
Obat golongan ini mencegah pekerjaan
enzim protease. Protease HIV bertindak
seperti gunting kimia. Enzim ini memotong
bahan baku HIV menjadi potongan khusus
yang dibutuhkan untuk membentuk virus
baru. Protease inhibitor merusak gunting ini.
Siapa Sebaiknya Memakai
Lopinavir/r?
Lopinavir/r (Kaletra) disetujui di AS pada
2000 sebagai obat antiretroviral (ARV)
untuk orang terinfeksi HIV. Obat ini diujicobakan pada orang dewasa dan anak. Pada
2008, obat ini disetujui untuk dipakai oleh
anak berusia 14 hari ke atas.
Tidak ada pedoman tetap tentang kapan
sebaiknya mulai memakai ART. Kita dan
dokter harus mempertimbangkan jumlah
CD4, viral load, gejala yang kita alami, dan
sikap kita terhadap penggunaan ART.
Lembaran Informasi (LI) 404 memberi informasi lebih lanjut tentang pedoman penggunaan ART. Catatan: Pedoman Nasional
ART mengusulkan penggunaan Aluvia
sebagai salah satu obat dalam rejimen lini
kedua di Indonesia.
Jika kita memakai lopinavir/r dengan ARV
lain, kita dapat mengurangi viral load kita
pada tingkat yang sangat rendah dan
meningkatkan jumlah CD4 kita. Hal ini
seharusnya berarti kita lebih sehat untuk
waktu lebih lama.
Bagaimana dengan Resistansi
terhadap Obat?
Waktu HIV menggandakan diri, sebagian
dari bibit HIV baru menjadi sedikit berbeda
dengan aslinya. Jenis berbeda ini disebut
mutan. Kebanyakan mutan langsung mati,
tetapi beberapa di antaranya terus menggandakan diri, walaupun kita tetap memakai
ART – mutan tersebut ternyata kebal
terhadap obat. Jika ini terjadi, obat tidak
bekerja lagi. Hal ini disebut sebagai
‘mengembangkan resistansi’ terhadap obat
tersebut. Lihat LI 126 untuk informasi lebih
lanjut tentang resistansi.
Kadang kala, jika virus kita mengembangkan resistansi terhadap satu macam
obat, virus juga menjadi resistan terhadap
ARV lain. Ini disebut ‘resistansi silang’ atau
‘cross resistance’ terhadap obat atau
golongan obat lain.
Lopinavir/r menimbulkan tingkat obat
dalam darah yang cukup tinggi untuk
mengendalikan HIV yang sudah menjadi
resistan terhadap protease inhibitor lain.
Resistansi dapat segera berkembang.
Sangat penting memakai ARV sesuai
dengan petunjuk dan jadwal, serta tidak
melupakan atau mengurangi dosis.
Bagaimana Lopinavir/r Dipakai?
Tablet Kaletra/Aluvia yang dilapisi
disetujui pada Oktober 2005 untuk mengganti bentuk kapsul sebelumnya. Tablet ini
berisi 200mg lopinavir dan 50mg ritonavir.
Dosis normal adalah dua tablet dua kali
sehari, atau empat tablet sekali sehari untuk
Odha dengan HIV yang tidak menjadi
resistan secara bermakna pada lopinavir/r.
Tablet Kaletra dapat dipakai dengan atau
tanpa makan.
Pada November 2007, FDA AS menyetujui tablet dosis separuh untuk anak. Tablet
ini berisi 100mg lopinavir dan 25mg
ritonavir. Takaran Kaletra untuk anak
tergantung pada berat badan anak. Tablet
Kaletra tidak boleh dihancurkan, dipatah
atau dikunyah. Hal ini dapat menyebabkan
tingkat obat yang rendah dalam darah.
Kaletra juga tersedia dengan bentuk sirop.
Takaran biasa untuk dewasa adalah 5ml dua
kali sehari. Sirop Kaletra harus dipakai
dengan makanan.
Takaran yang berbeda dipakai dalam
kombinasi tertentu dengan obat lain. Kita
harus yakin kita tahu takaran lopinavir/r yang
harus kita pakai, kapan harus dipakai dan
aturan lain.
Tablet Kaletra/Aluvia dapat disimpan pada
suhu ruang. Sirop Kaletra dapat disimpan
dalam kulkas atau disimpan pada suhu ruang
sampai dengan dua bulan.
Apa Efek Samping Lopinavir/r?
Efek samping paling umum lopinavir/r
adalah diare, kelelahan, sakit kepala, dan
mual. Ini semua tampaknya tidak begitu
berat. Lopinavir/r dapat meningkatkan
tingkat lemak (kolesterol dan trigliserida)
dalam darah. Tingkat lemak yang tinggi
dalam darah dapat meningkatkan risiko
masalah jantung dan pankreas. Lopinavir/r
baru-baru ini diketahui mengakibatkan
perubahan pada denyut jantung. Pastikan
dokter tahu bila kita mengalami masalah apa
pun dengan jantung.
Bagaimana Lopinavir/r
Berinteraksi dengan Obat Lain?
Lopinavir/r diuraikan oleh hati dan dapat
berinteraksi dengan obat lain yang juga
diuraikan oleh hati. Memakai obat ini
sekaligus dapat mengubah tingkat masing-masing obat dalam aliran darah kita
dan mengakibatkan overdosis atau dosis
rendah. Interaksi baru terus-menerus
diketahui. Pastikan dokter tahu SEMUA
obat, suplemen dan jamu yang kita pakai.
Obat yang harus diperhatikan termasuk
ARV lain, obat yang dipakai untuk mengobati TB (lihat LI 515), obat untuk disfungsi
ereksi (mis. Viagra), obat yang mengendalikan denyut jantung (antiaritmia), dan
obat sakit kepala migran. Interaksi juga dapat
terjadi dengan beberapa antihistamin (obat
antialergi), sedatif, obat untuk mengurangi
kolesterol, obat antijamur, dan obat yang
mengubah denyut jantung.
Jika kita memakai lopinavir/r versi sirop
bersamaan dengan ddI, kita harus memakai
ddI satu jam sebelum atau dua jam setelah
memakai lopinavir/r. Tidak ada masalah
memakai Kaletra/Aluvia bentuk tablet
dengan ddI.
Bila kita memakai obat antiasam (mis.
Mylanta), kita sebaiknya memakai lopinavir/r satu jam sebelum atau sesudahnya.
Lopinavir/r mengurangi tingkat metadon
dalam darah. Takaran metadon mungkin
harus disesuaikan jika dipakai bersama
dengan lopinavir/r. Lihat LI 541 untuk
informasi lebih lanjut mengenai metadon.
Perhatikan gejala sedasi (penenang) berlebihan bila obat ini dipakai bersama dengan
buprenorfin.
Nelfinavir mengurangi tingkat lopinavir/
r dalam darah. Takaran lopinavir/r mungkin
harus ditingkatkan bila kita juga memakai
nelfinavir, terutama bila virus kita sebagian
resistan terhadap protease inhibitor. Lihat
LI 444 untuk informasi lebih lanjut mengenai nelfinavir.
Beberapa pil KB mungkin tidak bekerja
jika kita memakai lopinavir/r. Bahas dengan
dokter tentang bagaimana mencegah kehamilan yang tidak direncanakan.
Jamu St. John’s Wort (lihat LI 729)
menurunkan tingkat beberapa jenis protease
inhibitor dalam darah.
Lopinavir/r menurunkan tingkat lamotrigin dalam darah. Obat ini dipakai untuk
mengobati epilepsi dan neuropati. Takaran
lamotrigin yang lebih tinggi mungkin
dibutuhkan.
Lopinavir/r meningkatkan tingkat midazolam dalam darah. Obat ini tidak boleh
dipakai bersamaan tanpa pemantauan ketat.
Ditinjau 7 Februari 2014 berdasarkan FS 446 The
AIDS InfoNet 4 Februari 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 447
ATAZANAVIR
Apa Atazanavir Itu?
Atazanavir adalah obat yang dipakai
sebagai bagian dari terapi antiretroviral
(ART). Obat ini juga dikenal sebagai Reyataz.
Atazanavir dibuat oleh Bristol-Myers Squibb
(BMS). Atazanavir sudah tersedia dalam versi
generik dari produsen di India. Namun, saat
ini atazanavir belum tersedia secara umum
di Indonesia.
Atazanavir adalah protease inhibitor. Obat
golongan ini mencegah pekerjaan enzim protease. Protease HIV bertindak seperti gunting
kimia. Enzim ini memotong bahan baku HIV
menjadi potongan khusus yang dibutuhkan
untuk membangun virus baru. Protease
inhibitor merusak gunting ini.
Siapa Sebaiknya Memakai
Atazanavir?
Atazanavir disetujui di AS pada 2003
sebagai obat antiretroviral (ARV) untuk orang
terinfeksi HIV. Atazanavir boleh dipakai oleh
orang dewasa dan anak berusia enam tahun
ke atas.
Tidak ada pedoman tetap tentang kapan
sebaiknya mulai memakai ART. Kita dan
dokter harus mempertimbangkan jumlah
CD4, viral load, gejala yang kita alami, dan
sikap kita terhadap penggunaan ART.
Lembaran Informasi (LI) 404 memberi informasi lebih lanjut tentang pedoman penggunaan ART. Catatan: Pedoman Nasional
ART belum mengusulkan penggunaan
atazanavir di Indonesia, dan obat tersebut
tidak tersedia dalam program ART nasional.
Jika kita memakai atazanavir dengan ARV
lain, kita dapat mengurangi viral load kita
pada tingkat yang sangat rendah dan meningkatkan jumlah CD4 kita. Hal ini seharusnya
berarti kita lebih sehat untuk waktu lebih
lama.
Walaupun protease inhibitor lain dapat
menyebabkan peningkatan pada tingkat
lemak dalam tubuh, hal ini tidak berlaku
untuk atazanavir. Bila kita mempunyai tingkat
kolesterol atau trigliserida yang tinggi, atau
faktor risiko lain untuk penyakit jantung,
dokter kita mungkin mengusulkan kita
memakai atazanavir.
Bagaimana dengan Resistansi
terhadap Obat?
Waktu HIV menggandakan diri, sebagian
dari bibit HIV baru menjadi sedikit berbeda
dengan aslinya. Jenis berbeda ini disebut
mutan. Kebanyakan mutan langsung mati,
tetapi beberapa di antaranya terus menggandakan diri, walaupun kita tetap memakai ART
– mutan tersebut ternyata kebal terhadap obat.
Jika ini terjadi, obat tidak bekerja lagi. Hal
ini disebut sebagai ‘mengembangkan resistansi’ terhadap obat tersebut. Lihat LI 126
untuk informasi lebih lanjut tentang resistansi.
Kadang kala, jika virus kita mengembangkan resistansi terhadap satu macam obat,
virus juga menjadi resistan terhadap ARV
lain. Ini disebut ‘resistansi silang’ atau ‘cross
resistance’ terhadap obat atau golongan obat
lain.
Atazanavir menghasilkan tingkat obat
dalam darah yang cukup tinggi untuk
mengendalikan HIV yang sudah resistan
terhadap protease inhibitor lain.
Resistansi dapat segera berkembang.
Sangat penting memakai ARV sesuai
dengan petunjuk dan jadwal, serta tidak
melewati atau mengurangi dosis.
Bagaimana Atazanavir Dipakai?
Atazanavir dipakai sekali sehari dengan
makanan sebagai kapsul. Untuk orang dewasa
yang baru mulai memakai ART, takaran
normal adalah 300mg plus ritonavir 100mg
sekali sehari.
Bila efek samping ritonavir tidak dapat
ditahan, pilihan lain adalah atazanavir dengan
takaran 400mg. Namun pilihan ini tidak
diusulkan untuk Odha yang pernah mengalami kegagalan ART dengan rejimen lain.
Pedoman khusus untuk perempuan hamil
dikeluarkan di AS pada 2011. Perempuan
hamil harus memakai atazanavir dengan
ritonavir 100mg. Pastikan dokter tahu bila
kita memakai tenofovir atau penghambat H2,
semacam obat antiasam, karena obat tersebut
dapat berpengaruh pada tingkat atazanavir
dalam darah.
Takaran untuk anak berusia enam tahun ke
atas berdasarkan berat badan dan riwayat ART
sebelumnya.
Atazanavir tersedia dalam bentuk kapsul
100mg, 150mg, 200mg dan 300mg. Atazanavir boleh disimpan pada suhu ruang, tetapi
harus dihindari lembab. Kapsul harus tetap
dalam kemasan yang tertutup rapat.
Menurut pedoman WHO untuk rejimen lini
kedua, sebaiknya semua pengguna atazanavir
memakai takaran 300mg + ritonavir 100mg
sekali sehari.
Apa Efek Samping Atazanavir?
Atazanavir dapat menyebabkan tingkat
bilirubin yang tinggi, mual, sakit kepala,
ruam, sakit perut, muntah, diare, kesemutan
pada tangan atau kaki, dan depresi. Ruam
dapat gawat; kita harus berhenti penggunaan
atazanavir bila kita mengalami ruam yang
berat. Atazanavir dapat menyebabkan perubahan pada denyut jantung. Kita sebaiknya
memberi tahu dokter bila kita merasa pusing
kepala waktu memakai atazanavir.
Bilirubin dibuat oleh hati kita waktu sel
darah merah yang tua diuraikan. Tingkat
bilirubin yang tinggi dapat menyebabkan kulit
atau mata menjadi kuning. Hal ini disebut
sebagai ikterus (sakit kuning). Kurang lebih
10% pasien yang memakai atazanavir mengalami ikterus.
Tingkat bilirubin yang tinggi dapat menjadi
tanda kerusakan hati. Namun, hal ini
umumnya tidak berlaku untuk orang yang memakai atazanavir, karena obat ini menghambat pengeluaran bilirubin.
Atazanavir tampaknya tidak meningkatkan
tingkat lemak atau gula dalam darah. Artinya,
tingkat trigliserida, kolesterol dan glukosa
tetap hampir normal. Hal ini berbeda dengan
protease inhibitor lain, dan dapat bermanfaat
untuk orang yang ingin mengurangi risiko
jangka panjang terhadap penyakit jantung.
Tidak jelas apakah atazanavir terkait dengan
angka lipodistrofi (perubahan bentuk tubuh)
yang lebih rendah.
Bagaimana Atazanavir
Berinteraksi dengan Obat Lain?
Atazanavir dapat berinteraksi dengan obat
lain, suplemen atau jamu yang kita pakai –
lihat LI 407. Interaksi ini dapat mengubah
jumlah masing-masing obat yang masuk ke
aliran darah kita dan mengakibatkan
overdosis atau dosis rendah. Interaksi baru
terus-menerus diketahui.
Obat yang harus diperhatikan termasuk
ARV lain (terutama efavirenz atau nevirapine), obat yang dipakai untuk mengobati TB
(lihat LI 515), obat untuk disfungsi ereksi
(mis. Viagra), obat yang mengendalikan
denyut jantung (antiaritmia), dan obat sakit
kepala migran. Interaksi juga dapat terjadi
dengan beberapa antihistamin (obat antialergi), sedatif, obat untuk mengurangi
kolesterol, dan obat antijamur. Pastikan
dokter tahu SEMUA obat, suplemen dan
jamu yang kita pakai.
y Bila kita memakai atazanavir dan ddI (versi
dapar atau pun versi EC), memakai atazanavir dua jam sebelum atau satu jam sesudah
ddI.
y Tingkat amprenavir ditingkatkan oleh
atazanavir.
y Efavirenz dan tenofovir menurunkan
tingkat atazanavir dalam darah.
y Atazanavir dapat meningkatkan tingkat
hormon dari pil KB dalam darah. Sebaiknya memakai cara KB lain.
y Tidak ada interaksi antara atazanavir dan
metadon.
y Waspadai tanda sedasi berlebihan bila
memakai atazanavir bersamaan dengan
buprenorfin.
y Jangan memakai midazolam dengan
atazanavir.
y Pedoman penggunaan obat antiasam
dengan atazanavir rumit. Pedoman tersebut
diperbarui pada 2008. Pastikan dokter kita
diketahui bila kita memakai ranitidin (mis.
Zantac, Zantadin), omeprazol (mis. Morecon), famotidin (mis. Facid), atau antiasam
lain.
y Jamu St. John’s Wort (lihat LI 729)
menurunkan tingkat beberapa jenis protease
inhibitor dalam darah. Jangan memakai
jamu ini bersamaan dengan atazanavir.
Diperbarui 9 Desember 2014 berdasarkan FS 447
The AIDS InfoNet 16 April 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 448
FOSAMPRENAVIR
Apa Fosamprenavir Itu?
Fosamprenavir adalah obat yang dipakai
sebagai bagian dari terapi antiretroviral
(ART). Obat ini juga dikenal sebagai Lexiva
atau Telzir. Fosamprenavir dibuat oleh Viiv
Healthcare. Fosamprenavir belum tersedia
dalam versi generik. Saat ini fosamprenavir
belum tersedia secara umum di Indonesia.
Fosamprenavir adalah protease inhibitor.
Obat golongan ini mencegah pekerjaan
enzim protease. Protease HIV bertindak
seperti gunting kimia. Enzim ini memotong
bahan baku HIV menjadi potongan khusus
yang dibutuhkan untuk membangun virus
baru. Protease inhibitor merusak gunting
ini.
Siapa Sebaiknya Memakai
Fosamprenavir?
Fosamprenavir disetujui di AS pada 2003
sebagai obat antiretroviral (ARV) untuk
orang dengan infeksi HIV. Pada 2007, versi
sirop disetujui untuk dipakai oleh anak
berusia 2 sampai 18 tahun. Pada 2012, ARV
ini disetujui untuk anak berusia 4 minggu
ke atas.
Tidak ada pedoman tetap tentang kapan
sebaiknya mulai memakai ART. Kita dan
dokter harus mempertimbangkan jumlah
CD4, viral load, gejala yang kita alami, dan
sikap kita terhadap penggunaan ART.
Lembaran Informasi (LI) 404 memberi
informasi lebih lanjut tentang pedoman
penggunaan ART.
Jika kita memakai fosamprenavir dengan
ARV lain, kita dapat mengurangi viral load
kita pada tingkat yang sangat rendah dan
meningkatkan jumlah CD4 kita. Hal ini
seharusnya berarti kita lebih sehat untuk
waktu lebih lama.
Bagaimana dengan Resistansi
terhadap Obat?
Waktu HIV menggandakan diri, sebagian
dari bibit HIV baru menjadi sedikit berbeda
dengan aslinya. Jenis berbeda ini disebut
mutan. Kebanyakan mutan langsung mati,
tetapi beberapa di antaranya terus menggandakan diri, walaupun kita tetap memakai
ART – mutan tersebut ternyata kebal
terhadap obat. Jika ini terjadi, obat tidak
bekerja lagi. Hal ini disebut sebagai
‘mengembangkan resistansi’ terhadap obat
tersebut. Lihat LI 126 untuk informasi lebih
lanjut tentang resistansi.
Kadang kala, jika virus kita mengembangkan resistansi terhadap satu macam
obat, virus juga menjadi resistan terhadap
ARV lain. Ini disebut ‘resistansi silang’ atau
‘cross resistance’ terhadap obat atau
golongan obat lain. Kemungkinan fosamprenavir tidak resistan silang dengan
protease inhibitor lain.
Resistansi dapat segera berkembang.
Sangat penting memakai ARV sesuai
dengan petunjuk dan jadwal, serta tidak
melewati atau mengurangi dosis.
Bagaimana Fosamprenavir
Dipakai?
Fosamprenavir dipakai sebagai tablet.
Takaran normal untuk orang dewasa adalah
1.400mg dipakai dua kali sehari. Masingmasing tablet mengandung 700mg, jadi kita
harus memakai dua tablet fosamprenavir
dua kali sehari. Fosamprenavir juga dapat
dipakai dalam berbagai kombinasi dengan
ritonavir untuk meningkatkan tingkatnya
dalam darah. Takaran tergantung pada
apakah kita sebelumnya sudah pernah
memakai ART, atau protease inhibitor lain.
Pastikan dokter mengetahui riwayat ART
kita.
Takaran untuk anak dihitung berdasarkan
berat badan.
Bila kita mempunyai masalah hati atau
kerusakan pada hati, bahas dengan dokter.
Mungkin takaran fosamprenavir harus
disesuaikan.
Fosamprenavir boleh dipakai dengan atau
tanpa makan. Fosamprenavir dapat disimpan pada suhu ruang. Namun bila kita
memakai fosamprenavir bersamaan dengan
ritonavir, ritonavir harus disimpan dalam
kulkas, atau sampai 30 hari pada suhu ruang
(di bawah 25ºC).
Apa Efek Samping
Fosamprenavir?
Efek samping paling umum yang diakibatkan oleh fosamprenavir termasuk mual,
diare, muntah, ruam dan sakit kepala.
Beberapa orang mengalami mati rasa di
daerah mulut, dan nyeri pada perut. Kurang
dari 1% orang mengalami masalah kulit
yang berat, termasuk sindrom StevensJohnson (lihat LI 562). Diare biasanya dapat
ditangani dengan obat tanpa resep.
Fosamprenavir dapat menyebabkan peningkatan pada tingkat kolesterol dan
trigliserida (lemak dalam darah – lihat
LI 123), serta angka serangan jantung (lihat
LI 652). Tingkat lemak dalam darah dan
risiko serangan jantung sebaiknya diukur
sebelum penggunaan fosamprenavir dimulai dan secara berkala selama ARV ini
dipakai.
Fosamprenavir adalah obat sulfa. Bila kita
alergi terhadap obat sulfa, pastikan hal ini
diketahui oleh dokter.
Bagaimana Fosamprenavir
Berinteraksi dengan Obat Lain?
Fosamprenavir diuraikan oleh hati, dan
dapat berinteraksi dengan obat lain yang
juga diuraikan oleh hati (lihat LI 407).
Interaksi ini dapat mengubah tingkat
masing-masing obat dalam aliran darah
kita dan mengakibatkan overdosis atau
dosis rendah. Interaksi baru terusmenerus diketahui. Pastikan dokter tahu
SEMUA obat, suplemen dan jamu yang
kita pakai.
Obat yang harus diperhatikan termasuk
ARV lain, obat yang dipakai untuk mengobati TB (lihat LI 515), obat untuk disfungsi
ereksi (mis. Viagra), obat yang mengendalikan denyut jantung (antiaritmia), dan
obat sakit kepala migran. Interaksi juga
dapat terjadi dengan beberapa antihistamin
(obat antialergi), sedatif, obat untuk mengurangi kolesterol, dan obat antijamur.
y Fosamprenavir tidak boleh dipakai
bersamaan dengan Kaletra/Aluvia (lopinavir/r). Tingkat lopinavir dan fosamprenavir dalam darah dikurangi. Lebih
banyak efek samping diamati.
y Bila fosamprenavir dipakai dengan ritonavir dan efavirenz, takaran ritonavir
mungkin harus ditingkatkan.
y Beberapa pil KB mungkin tidak bekerja
bila kita memakai fosamprenavir. Bicara
dengan dokter mengenai bagaimana
mencegah kehamilan yang tidak diinginkan.
y Fosamprenavir menyebabkan peningkatan yang tinggi pada tingkat beberapa
obat antidepresan (mis. amitriptilin dan
imipramin) dalam darah. Obat ini kadang
kala dipakai untuk mengobati neuropati
perifer (lihat LI 555). Namun fosamprenavir mengurangi tingkat paroksetin,
sejenis obat antidepresan lain, sehingga
mungkin dibutuhkan takaran paroksetin
yang lebih tinggi. Bahas penggunaan obat
antidepresan dengan dokter.
y Tingkat fosamprenavir tampaknya tidak
dipengaruhi oleh obat antiasam.
y Memakai fosamprenavir bersamaan
dengan metadon menurunkan tingkat
kedua obat tersebut dalam darah. Bahas
penggunaan metadon dengan dokter.
Waspadai tanda sedasi berlebihan bila
dipakai fosamprenavir bersamaan dengan
buprenorfin.
y Jamu St. John’s Wort (lihat LI 729)
menurunkan tingkat beberapa protease
inhibitor dalam darah. Jangan memakai
jamu ini bersamaan dengan fosamprenavir.
y Fosamprenavir meningkatkan tingkat
beberapa obat statin (penurun tingkat
kolesterol) dalam darah. Beberapa statin
sebaiknya tidak dipakai bersamaan
dengan fosamprenavir. Takaran yang lain
mungkin harus dikurangi.
Diperbarui 7 April 2014 berdasarkan FS 448 The
AIDS InfoNet 4 Februari 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 449
TIPRANAVIR
Apa Tipranavir Itu?
Tipranavir adalah obat yang dipakai
sebagai bagian dari terapi antiretroviral
(ART). Obat ini juga dikenal sebagai
Aptivus. Tipranavir dibuat oleh Boehringer Ingelheim. Tipranavir belum
tersedia dalam versi generik. Saat ini
tipranavir belum tersedia secara umum di
Indonesia.
Tipranavir adalah protease inhibitor.
Obat golongan ini mencegah pekerjaan
enzim protease. Protease HIV bertindak
seperti gunting kimia. Enzim ini memotong bahan baku HIV menjadi potongan
khusus yang dibutuhkan untuk membangun virus baru. Protease inhibitor
merusak gunting ini.
Siapa Sebaiknya Memakai
Tipranavir?
Tipranavir disetujui di AS pada 2005
sebagai obat antiretroviral (ARV) untuk
orang terinfeksi HIV yang pernah memakai ART sebelumnya. Tipranavir belum
diteliti pada orang yang baru mulai ART.
Tipranavir yang dikuatkan dengan ritonavir seharusnya tidak dipakai sebagai
bagian dari rejimen ART pertama.
Tidak ada pedoman tetap tentang kapan
sebaiknya mulai memakai ART. Kita dan
dokter harus mempertimbangkan jumlah
CD4, viral load, gejala yang kita alami,
dan sikap kita terhadap penggunaan ART.
Lembaran Informasi (LI) 404 memberi
informasi lebih lanjut tentang pedoman
penggunaan ART.
Jika kita memakai tipranavir dengan
ARV lain, kita dapat mengurangi viral
load kita sampai tingkat yang sangat
rendah dan meningkatkan jumlah CD4
kita. Hal ini seharusnya berarti kita lebih
sehat untuk waktu lebih lama.
Bagaimana dengan Resistansi
terhadap Obat?
Waktu HIV menggandakan diri, sebagian
dari bibit HIV baru menjadi sedikit berbeda
dengan aslinya. Jenis berbeda ini disebut
mutan. Kebanyakan mutan langsung mati,
tetapi beberapa di antaranya terus menggandakan diri, walaupun kita tetap memakai ART – mutan tersebut ternyata kebal
terhadap obat. Jika ini terjadi, obat tidak
bekerja lagi. Hal ini disebut sebagai
‘mengembangkan resistansi’ terhadap obat
tersebut. Lihat LI 126 untuk informasi
lebih lanjut tentang resistansi.
Kadang kala, jika virus kita mengembangkan resistansi terhadap satu macam
obat, virus juga menjadi resistan terhadap
ARV lain. Ini disebut ‘resistansi silang’
atau ‘cross resistance’ terhadap obat atau
golongan obat lain.
Resistansi dapat segera berkembang.
Sangat penting memakai ARV sesuai
dengan petunjuk dan jadwal, serta
tidak melewati atau mengurangi dosis.
Tipranavir dikembangkan secara khusus
untuk mengendalikan HIV yang sudah
resistan terhadap protease inhibitor lain.
Oleh karena itu, kemungkinan tipranavir
akan menunjukkan resistansi silang
dengan protease inhibitor lain adalah
rendah.
tinggi dapat meningkatkan risiko penyakit jantung. Pastikan tingkat lemak dalam
darah diukur sebelum kita mulai pakai
tipranavir, dan kemudian secara berkala.
Pada 2006 beberapa kasus perdarahan
dalam dilaporkan pada pasien yang
memakai tipranavir. Beberapa kasus
mengakibatkan kematian. Kita harus
memberi tahu dokter bila kita mempunyai
kelainan perdarahan.
Tipranavir adalah obat sulfa. Bila kita
alergi terhadap obat sulfa, pastikan hal ini
diketahui oleh dokter.
Bagaimana Tipranavir Dipakai?
Bagaimana Tipranavir
Berinteraksi dengan Obat Lain?
Tipranavir dipakai sebagai kapsul lunak.
Takaran normal untuk orang dewasa
adalah 500mg plus ritonavir 200mg
dengan dosis dua kali sehari. Kapsul
mengandung 250mg, jadi kita harus
memakai dua tablet tipranavir plus dua
kapsul ritonavir dua kali sehari. Pada
2008, tipranavir dalam bentuk sirop
disetujui di AS untuk orang dewasa dan
anak berusia di atas dua tahun.
Tipranavir harus dipakai dengan makanan. Dengan cara ini, tingkat tipranavir dalam darah menjadi cukup tinggi.
Makanan yang kaya lemak dapat meningkatkan tingkat tipranavir dalam darah.
Sebelum dibuka, botol tipranavir harus
disimpan dalam kulkas. Setelah botol
dibuka, kapsul dapat disimpan pada
suhu ruang selama sampai 60 hari.
Apa Efek Samping Tipranavir?
Efek samping yang paling umum yang
diakibatkan oleh tipranavir termasuk
diare, mual, muntah, sakit perut, kelelahan
dan sakit kepala. Perempuan yang memakai pil KB dapat mengalami ruam kulit.
Tipranavir dapat memburukkan masalah hati. Pasien dengan hepatitis B atau
hepatitis C yang memakai tipranavir
sebaiknya dipantau dengan hati-hati.
Beberapa orang yang memakai tipranavir
mengembangkan hepatitis, yang dapat
menyebabkan kegagalan hati, walau
jarang.
Kurang lebih 10% pasien mengembangkan ruam kulit atau kulit yang peka
terhadap cahaya matahari, kadang kala
dengan sakit sendi atau pegal, gatal-gatal,
dan sesak pada tenggorok.
Tipranavir dapat menyebabkan peningkatan besar pada tingkat kolesterol dan
trigliserida (lemak dalam darah). Lihat
LI 123 untuk informasi mengenai lemak
darah. Hal ini sedikitnya didorong oleh
ritonavir yang dipakai bersama dengan
tipranavir. Tingkat lemak darah yang
Tipranavir dapat berinteraksi dengan
obat lain, suplemen atau jamu yang kita
pakai – lihat LI 407. Interaksi ini dapat
mengubah jumlah masing-masing obat
yang masuk ke aliran darah kita dan
mengakibatkan overdosis atau dosis
rendah. Interaksi baru terus-menerus
diketahui.
Tipranavir menurunkan tingkat lopinavir (dalam Kaletra/Aluvia – lihat LI 446)
dalam darah. Tipranavir tidak boleh dipakai
bersamaan dengan Kaletra/Aluvia.
Obat lain yang harus diperhatikan termasuk ARV lain, obat yang dipakai untuk
mengobati TB (lihat LI 515), obat untuk
disfungsi ereksi (mis. Viagra), obat yang
mengendalikan denyut jantung (antiaritmia), dan obat sakit kepala migran.
Interaksi juga dapat terjadi dengan
beberapa antihistamin (obat antialergi),
sedatif, obat untuk mengurangi kolesterol,
dan obat antijamur. Pastikan dokter tahu
SEMUA obat, suplemen dan jamu
yang kita pakai.
Tipranavir meningkatkan tingkat midazolam (sejenis obat sedatif) dalam darah.
Obat ini tidak boleh dipakai bersamaan
dengan tipranavir kecuali dipantau dengan
seksama.
Beberapa pil KB mungkin tidak bekerja
bila dipakai bersamaan dengan tipranavir.
Membahas cara KB yang terbaik untuk
kita dengan dokter.
Tipranavir menurunkan tingkat metadon dalam darah. Waspadai tanda sedasi
(penenang) berlebihan bila dipakai tipranavir bersamaan dengan buprenorfin.
Jamu St. John’s Wort (lihat LI 729)
menurunkan tingkat beberapa protease
inhibitor dalam darah. Jangan memakai
jamu ini bersamaan dengan tipranavir.
Ditinjau 9 Desember 2014 berdasarkan FS 449 The
AIDS InfoNet 30 September 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 450
DARUNAVIR
Apa Darunavir Itu?
Darunavir adalah obat yang dipakai
sebagai bagian dari terapi antiretroviral
(ART). Obat ini juga dikenal sebagai
Prezista (nama merek), dan dahulu
dikenal sebagai TMC114. Darunavir
dibuat oleh Tibotec Pharmaceuticals.
Darunavir belum tersedia sebagai versi
generik. Saat ini darunavir belum tersedia
secara umum di Indonesia.
Darunavir adalah protease inhibitor.
Obat golongan ini mencegah pekerjaan
enzim protease. Protease HIV bertindak
seperti gunting kimia. Enzim ini memotong bahan baku HIV menjadi potongan
khusus yang dibutuhkan untuk membangun virus baru. Protease inhibitor
merusak gunting ini.
Siapa Sebaiknya Memakai
Darunavir?
Darunavir disetujui di AS pada 2006
sebagai obat antiretroviral (ARV) untuk
orang dengan infeksi HIV. Darunavir tidak
boleh dipakai oleh anak berusia di bawah
tiga tahun, dan belum diteliti pada anak
berusia antara tiga dan enam tahun.
Tidak ada pedoman tetap tentang kapan
sebaiknya mulai memakai ART. Kita dan
dokter harus mempertimbangkan jumlah
CD4, viral load, gejala yang kita alami,
dan sikap kita terhadap penggunaan ART.
Lembaran Informasi (LI) 404 memberi
informasi lebih lanjut tentang pedoman
penggunaan ART.
Jika kita memakai darunavir dengan
ARV lain, kita dapat mengurangi viral
load kita sampai tingkat yang sangat
rendah dan meningkatkan jumlah CD4
kita. Hal ini seharusnya berarti kita lebih
sehat untuk waktu lebih lama.
Bagaimana dengan Resistansi
terhadap Obat?
Waktu HIV menggandakan diri, sebagian
dari bibit HIV baru menjadi sedikit berbeda
dengan aslinya. Jenis berbeda ini disebut
mutan. Kebanyakan mutan langsung mati,
tetapi beberapa di antaranya terus menggandakan diri, walaupun kita tetap memakai
ART – mutan tersebut ternyata kebal
terhadap obat. Jika ini terjadi, obat tidak
bekerja lagi. Hal ini disebut sebagai
‘mengembangkan resistansi’ terhadap obat
tersebut. Lihat LI 126 untuk informasi lebih
lanjut tentang resistansi.
Kadang kala, jika virus kita mengembangkan resistansi terhadap satu macam
obat, virus juga menjadi resistan terhadap
ARV lain. Ini disebut ‘resistansi silang’
atau ‘cross resistance’ terhadap obat atau
golongan obat lain.
Resistansi dapat segera berkembang.
Sangat penting memakai ARV sesuai
dengan petunjuk dan jadwal, serta
tidak melewati atau mengurangi dosis.
Darunavir dikembangkan secara khusus
untuk mengendalikan HIV yang sudah
resistan terhadap protease inhibitor lain.
Oleh karena itu, kemungkinan darunavir
akan menunjukkan resistansi silang dengan
protease inhibitor lain adalah rendah.
Bagaimana Darunavir Dipakai?
Darunavir dipakai sebagai tablet. Dosis
normal untuk orang dewasa adalah 600mg
plus ritonavir 100mg dipakai dua kali sehari.
Tablet tersedia sekarang mengandung 75mg,
150mg, 300mg, 400mg, 600mg dan 800mg.
Pilihan ini dapat mengurangi jumlah pil
yang harus dipakai.
Pada 2008, FDA AS menyetujui darunavir sebagai bagian dari rejimen lini
pertama (untuk orang yang belum pernah
memakai ART), dengan dosis 800mg plus
ritonavir 100mg sekali sehari dengan
makanan. Pada 2010, dosis sekali sehari
itu disetujui untuk mengobati pasien yang
berpengalaman dengan ART, asal tes
resistansi genotip (lihat LI 126) tidak
menunjukkan mutasi terhadap protease
inhibitor yang terkait.
Pada 2011 Tibotec mengumumkan
persetujuan dengan Gilead Sciences untuk
mengembangkan pil kombinasi mengandung darunavir dan cobicistat (penguat
pengganti ritonavir). Versi ini akan dipakai
sebagai satu pil sekali sehari.
Darunavir juga sudah disetujui untuk
dipakai oleh anak berusia tiga tahun ke
atas yang berpengalaman dengan ART.
Tersedia tablet yang mengandung 75mg
dan 150mg darunavir untuk anak. Versi
sirop disetujui oleh FDA-AS pada 2011
untuk dipakai oleh anak atau orang
dewasa. Pada 2012, darunavir disetujui
oleh FDA-AS untuk dipakai oleh anak
berusia 6 tahun ke atas. Pada anak tetap
dipakai dengan ritonavir, dan takaran
tergantung pada berat badan.
Darunavir harus dipakai dengan makanan, agar tingkat darunavir dalam darah
menjadi cukup tinggi. Jenis makanan tidak
penting.
Darunavir sebaiknya disimpan pada
suhu ruang.
Apa Efek Samping Darunavir?
Efek samping yang paling umum yang
diakibatkan oleh darunavir termasuk
diare, mual, sakit kepala, dan pilek.
Beberapa orang dapat mengalami ruam
kulit; masalah ini dapat menjadi gawat,
walau jarang.
Darunavir belum ditelitikan secara ketat
pada pasien dengan hepatitis B atau
hepatitis C, atau orang dengan penyakit
hati. Odha terinfeksi bersama dengan
virus hepatitis atau dengan penyakit hati
yang memakai darunavir sebaiknya
dipantau secara ketat. Beberapa kasus
kerusakan hati yang berat dilaporkan.
Darunavir yang dipakai bersamaan
dengan ritonavir dapat meningkatkan
tingkat kolesterol dan trigliserida (lemak
dalam darah). Lihat LI 123 untuk informasi mengenai lemak darah. Tingkat
lemak darah yang tinggi dapat meningkatkan risiko penyakit jantung. Pastikan
tingkat lemak dalam darah diukur sebelum
kita mulai pakai darunavir, dan kemudian
secara berkala.
Darunavir adalah obat sulfa. Bila kita
alergi terhadap obat sulfa, pastikan hal ini
diketahui oleh dokter.
Bagaimana Darunavir
Berinteraksi dengan Obat Lain?
Darunavir dengan ritonavir dapat
berinteraksi dengan obat lain, suplemen
atau jamu yang kita pakai – lihat LI 407.
Interaksi ini dapat mengubah jumlah
masing-masing obat yang masuk ke
aliran darah kita dan mengakibatkan
overdosis atau dosis rendah. Interaksi
baru terus-menerus diketahui.
Obat yang harus diperhatikan termasuk
ARV lain, obat yang dipakai untuk
mengobati TB (lihat LI 515), obat untuk
disfungsi ereksi (mis. Viagra), obat yang
mengendalikan denyut jantung (antiaritmia), dan obat sakit kepala migran.
Interaksi juga dapat terjadi dengan
beberapa antihistamin (obat antialergi),
sedatif, obat untuk mengurangi kolesterol,
dan obat antijamur. Pastikan dokter tahu
SEMUA obat, suplemen dan jamu
yang kita pakai.
Beberapa pil KB mungkin tidak bekerja
bila dipakai bersamaan dengan darunavir.
Membahas cara KB yang terbaik untuk
kita dengan dokter.
Darunavir menurunkan tingkat metadon dalam darah. Waspadai tanda sedasi
berlebihan bila dipakai darunavir bersamaan dengan buprenorfin.
Jamu St. John’s Wort (lihat LI 729)
menurunkan tingkat beberapa protease
inhibitor dalam darah. Jangan memakai
jamu ini bersamaan dengan darunavir.
Ditinjau 1 Juni 2014 berdasarkan FS 450 The AIDS
InfoNet 4 Februari 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 455
COBICISTAT
Apa Cobicistat Itu?
Cobicistat adalah obat yang dipakai
sebagai bagian dari terapi antiretroviral
(ART). Obat ini juga dikenal sebagai
Tybost, dan dibuat oleh Gilead Sciences.
Cobicistat adalah penguat farmakologis.
Obat golongan ini bekerja dengan
melambatkan metabolisme obat lain
dalam hati. Cobicistat sendiri tidak
menghalangi HIV.
Siapa Sebaiknya Memakai
Cobicistat?
Cobicistat disetujui di AS pada 2012
sebagai penguat untuk elvitegravir (lihat
Lembaran Informasi (LI) 466) dalam
kombinasi Stribild. Elvitegravir adalah
sejenis obat antiretroviral (ARV) dalam
golongan integrase inhibitor.
Sementara penggunaan ART diusulkan
untuk semua orang yang hidup dengan
HIV di AS, tidak ada pedoman tetap
tentang kapan sebaiknya mulai memakai
ART. Kita dan dokter harus mempertimbangkan jumlah CD4, viral load,
gejala yang kita alami, dan sikap kita
terhadap penggunaan ART. Lembaran
Informasi (LI) 404 memberi informasi
lebih lanjut tentang pedoman penggunaan
ART di Indonesia.
Jika kita memakai cobicistat dengan
ARV lain, kita dapat mengurangi viral
load kita pada tingkat yang sangat rendah
dan meningkatkan jumlah CD4 kita. Hal
ini seharusnya berarti kita lebih sehat
untuk waktu lebih lama.
Penggunaan cobicistat menyebabkan
hati kita bekerja lebih lamban. Hal ini
dapat meningkatkan tingkat obat lain
dalam darah, termasuk elvitegravir dan
juga ARV dalam golongan protease
inhibitor. Peningkatan ini dapat mengakibatkan interaksi yang berbahaya
dengan obat lain.
Bagaimana Cobicistat Dipakai?
Cobicistat dipakai melalui mulut
dengan tablet 150mg sekali sehari.
Ada obat lain yang dipakai sebagai
penguat farmakologis, yaitu ritonavir
(lihat LI 442). Ritonavir dipakai untuk
menguatkan beberapa ARV lain. Cobicistat tidak boleh dipakai sebagai pengganti
untuk ritonavir bersamaan dengan
darunavir (LI 450) dua kali sehari, atau
dengan fosamprenavir (LI 448), saquinavir (LI 443) atau tipranavir (LI 449).
Setiap tablet Stribild mengandung
cobicistat untuk menguatkan elvitegravir.
Apa Efek Samping Cobicistat?
Efek samping paling umum dari cobicistat waktu dipakai bersamaan dengan
atazanavir (LI 447) adalah ikterus (kulit
dan mata kelihatan kuning), dan mual.
Lapor pada dokter kalau kita mengalami
masalah apa pun waktu memakai cobicistat.
Bagaimana Cobicistat Berinteraksi
dengan Obat Lain?
Cobicistat dapat berinteraksi dengan
obat lain, suplemen atau jamu yang kita
pakai – lihat LI 407. Interaksi ini dapat
mengubah jumlah masing-masing
obat yang masuk ke aliran darah kita
dan mengakibatkan overdosis atau
dosis rendah. Interaksi baru terusmenerus diketahui.
Beberapa pil KB mungkin tidak bekerja jika kita memakai cobicistat. Bicara
dengan dokter tentang bagaimana mencegah kehamilan yang tidak direncanakan.
Interaksi yang gawat dapat terjadi
dengan obat untuk hipertensi pembuluh
paru (pulmonary arterial hypertension)
atau untuk disfungsi ereksi (mis. Viagra),
serta obat lain dengan nama diakhiri
dengan ‘-afil’, obat untuk asma dan obat
yang mengendalikan denyut jantung
(antiaritmia).
Jamu St. John’s Wort (lihat LI 729)
menurunkan tingkat beberapa jenis ARV
dalam darah. Jangan pakai jamu ini
bersamaan dengan cobicistat.
Obat lain yang harus diperhatikan termasuk ARV lain, obat yang dipakai untuk
mengobati TB (lihat LI 515), dan obat
sakit kepala migran. Interaksi juga dapat
terjadi dengan beberapa antihistamin
(obat antialergi), sedatif, obat untuk
mengurangi kolesterol, dan obat antijamur. Pastikan dokter tahu SEMUA
obat, suplemen dan jamu yang kita
pakai.
Dibuat 13 November 2014 berdasarkan FS 455
The AIDS InfoNet 30 September 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 461
ENFUVIRTIDE
Apa Enfuvirtide Itu?
Enfuvirtide adalah obat yang dipakai
sebagai bagian dari terapi antiretroviral
(ART). Obat ini juga dikenal sebagai
Fuzeon (nama merek) atau T-20. Enfuvirtide dibuat oleh Roche dan Trimeris.
Enfuvirtide belum tersedia sebagai versi
generik. Saat ini enfuvirtide belum
tersedia secara umum di Indonesia.
Enfuvirtide adalah obat pertama dalam
golongan antiretroviral (ARV) yang
disebut sebagai ‘fusion inhibitor’. Saat
menularkan sel, HIV mengikat pada
permukaan sel. Setelah itu, HIV masuk
pada sel melalui proses ‘peleburan
(fusion)’. Enfuvirtide mencegah proses
peleburan ini, dengan begitu menghambat penularan sel oleh HIV.
Siapa Sebaiknya Memakai
Enfuvirtide?
Enfuvirtide disetujui di AS pada 2003
sebagai obat antiretroviral (ARV) untuk
orang dengan infeksi HIV. Enfuvirtide
sudah ditelitikan pada orang dewasa dan
anak berusia di atas enam bulan.
Tidak ada pedoman tetap tentang kapan
sebaiknya mulai memakai ART. Kita dan
dokter harus mempertimbangkan jumlah
CD4, viral load, gejala yang kita alami,
dan sikap kita terhadap penggunaan obat
HIV. Lembaran Informasi (LI) 404
memberi informasi lebih lanjut tentang
pedoman penggunaan ART.
Enfuvirtide disuntikkan dua kali sehari.
Obat ini umumnya dipakai oleh Odha
yang kurang pilihan ARV lain.
Jika kita memakai enfuvirtide dengan
ARV lain, kita dapat mengurangi viral
load kita sampai tingkat yang sangat
rendah dan meningkatkan jumlah CD4
kita. Hal ini seharusnya berarti kita lebih
sehat untuk waktu lebih lama.
Bagaimana dengan Resistansi
terhadap Obat?
Waktu HIV menggandakan diri, sebagian dari bibit HIV baru menjadi
sedikit berbeda dengan aslinya. Jenis
berbeda ini disebut mutan. Kebanyakan
mutan langsung mati, tetapi beberapa di
antaranya terus menggandakan diri,
walaupun kita tetap memakai ART –
mutan tersebut ternyata kebal terhadap
obat. Jika ini terjadi, obat tidak bekerja
lagi. Hal ini disebut sebagai ‘mengembangkan resistansi’ terhadap obat tersebut. Lihat LI 126 untuk informasi lebih
lanjut tentang resistansi.
Resistansi dapat segera berkembang.
Sangat penting memakai ARV sesuai
dengan petunjuk dan jadwal, serta
tidak melupakan atau mengurangi
dosis.
Penelitian baru menunjukkan bahwa
enfuvirtide dapat tetap efektif walau HIV
sudah mulai resistan terhadap obat
tersebut.
Kadang kala, jika virus kita mengembangkan resistansi terhadap satu macam
obat, virus juga menjadi resistan terhadap
ARV lain. Ini disebut ‘resistansi silang’
atau ‘cross resistance’ terhadap obat atau
golongan obat lain. Enfuvirtide tidak
dapat mengembangkan resistansi silang
terhadap ARV lain.
Bagaimana Enfuvirtide Dipakai?
Bila enfuvirtide ditelan, obat dihancurkan oleh asam dalam perut. Hal ini
berarti enfuvirtide tidak dapat dipakai
sebagai pil. Enfuvirtide disuntik di bawah
kulit. Proses ini disebut suntikan subcutaneous.
Dosis normal untuk orang dewasa
adalah 90mg per suntikan dipakai dua
kali sehari. Takaran untuk anak berdasarkan berat badan. Suntikan enfuvirtide
sekali sehari sedang diteliti.
Bila dokter kita meresepkan enfuvirtide, kita akan dilatih untuk menyiapkan
suntikan, serta bagaimana dan di mana
disuntik. Penyiapan suntikan enfuvirtide
membutuhkan waktu kurang lebih 40
menit. Kita dapat menyiapkan kedua
dosis harian sekaligus. Hindari menyuntik dekat saraf besar (tanya dokter
mengenai ini). Juga, jangan menyuntik
pada tempat yang sebelumnya menimbulkan reaksi, atau pada tahi lalat, tato,
jaringan bekas luka, memar, atau pada
pusar.
Semacam penyuntik baru (disebut
Biojector) yang tidak membutuhkan
jarum dipertimbangkan untuk penggunaan dengan enfuvirtide. Namun perkembangan alat ini dihentikan pada Oktober
2007.
Enfuvirtide adalah golongan ARV baru.
Hal ini berarti obat ini tetap manjur
terhadap HIV yang sudah mengembangkan resistansi terhadap ARV lain. Namun
enfuvirtide tidak boleh dipakai sebagai
monoterapi (tanpa ARV lain). Enfuvirtide
harus dipakai dalam kombinasi dengan
ARV lain.
Apa Efek Samping Enfuvirtide?
Efek samping yang paling umum yang
diakibatkan oleh enfuvirtide adalah
reaksi kulit pada tempat suntikan. Hampir
semua orang yang memakai enfuvirtide
mengalami reaksi ini. Reaksi ini dapat
sangat ringan, sekadar kulit jadi merah.
Tetapi reaksi dapat lebih berat, termasuk
gatal, pembengkakan, nyeri, kulit menjadi keras, atau gumpalan keras. Setiap
reaksi dapat bertahan sampai satu
minggu.
Dengan dua suntikan setiap hari, orang
yang memakai enfuvirtide mungkin
mengalami reaksi pada beberapa tempat
di tubuhnya pada waktu yang sama.
Namun hanya sedikit berhenti memakai
enfuvirtide akibat reaksi kulit.
Efek samping lain yang paling umum
yang diakibatkan oleh enfuvirtide adalah
sakit kepala, nyeri dan mati rasa pada
kaki, pusing, dan kesulitan tidur. Orang
yang memakai enfuvirtide tampaknya
mengalami tingkat pneumonia bakteri
yang lebih tinggi. Pastikan dokter tahu
bila kita mengalami masalah paru.
Bagaimana Enfuvirtide
Berinteraksi dengan Obat Lain?
Enfuvirtide sudah diteliti untuk menentukan apakah ada interaksi dengan obat
lain (lihat LI 407). Saat ini belum
diketahui interaksi dengan ARV lain.
Namun enfuvirtide belum diteliti dengan
semua obat, obat tanpa resep, atau
vitamin dan jamu. Pastikan dokter tahu
SEMUA obat, suplemen dan jamu
yang kita pakai.
Garis Dasar
Enfuvirtide adalah obat pertama dalam
golongan baru. Obat ini menghambat
peleburan HIV pada sel. Hal ini mencegah agar HIV tidak dapat menularkan
sel. Enfuvirtide membantu mengendalikan HIV, walau yang sudah resistan
terhadap obat lain.
Enfuvirtide harus disuntikkan di bawah
kulit dua kali sehari. Hampir semua orang
yang memakainya mengalami reaksi kulit
di tempat suntikan. Kebanyakan reaksi
ini tidak berat.
Ditinjau 1 Juni 2014 berdasarkan FS 461 The AIDS
InfoNet 21 April 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 462
MARAVIROC
Apa Maraviroc Itu?
Maraviroc (MVC) adalah obat yang
dipakai sebagai bagian dari terapi
antiretroviral (ART). Obat ini dibuat oleh
ViiV Healthcare, dengan nama merek
Selzentry di AS dan Celsentri di luar AS.
Maraviroc adalah obat pertama dalam
golongan antiretroviral (ARV) yang
disebut sebagai “attachment inhibitor”.
Saat menulari sebuah sel dalam tubuh
manusia, HIV mengikat pada protein
tertentu pada permukaan sel tersebut.
Protein tersebut disebut sebagai koreseptor. Setelah terikat, HIV masuk pada sel
melalui proses ‘peleburan (fusion)’.
Maraviroc menghambat pekerjaan satu
jenis koreseptor yang disebut sebagai
CCR5. Saat koreseptor tersebut dirintang, HIV tidak mampu menulari sel itu.
HIV dapat memilih di antara dua jenis
koreseptor. Hal ini disebut sebagai
tropisme. Pada awal infeksi, HIV umumnya memilih CCR5, tetapi setelah
beberapa waktu, HIV berubah dan mulai
memilih koreseptor CXCR4 juga. Maraviroc hanya mampu menghambat CCR5,
sehingga efektivitasnya hilang bila virus
mulai mempunyai tropisme CXCR4.
Oleh karena itu, sebelum mulai memakai
maraviroc, kita harus melakukan tes
tropisme untuk memastikan bahwa HIV
di tubuh kita hanya memakai CCR5. Saat
ini, tes tropisme hanya dapat dilakukan
di AS, dan harganya sangat mahal
(kurang lebih 2.000 dolar AS).
Siapa Sebaiknya Memakai
Maraviroc?
Maraviroc disetujui di AS pada 2007
sebagai ARV untuk orang terinfeksi HIV.
Maraviroc hanya boleh dipakai oleh
orang dengan virus yang ‘tropis’ CCR5.
Maraviroc belum disetujui untuk dipakai
oleh anak, ibu hamil, orang dengan
penyakit hati yang berat, dan orang lanjut
usia.
Tidak ada pedoman tetap tentang kapan
sebaiknya mulai memakai ART. Kita dan
dokter harus mempertimbangkan jumlah
CD4, viral load, gejala yang kita alami,
dan sikap kita terhadap penggunaan ART.
Lembaran Informasi (LI) 404 memberi
informasi lebih lanjut tentang pedoman
penggunaan ART.
Maraviroc lebih mungkin dipakai oleh
orang yang hanya mempunyai sedikit
pilihan ARV lain akibat resistansi. Jika
kita memakai maraviroc dengan ARV
lain, kita dapat mengurangi viral load kita
sampai tingkat yang sangat rendah dan
meningkatkan jumlah CD4 kita. Hal ini
seharusnya berarti kita lebih sehat untuk
waktu lebih lama.
Bagaimana dengan Resistansi
terhadap Obat?
Waktu HIV menggandakan diri, sebagian dari bibit HIV baru menjadi
sedikit berbeda dengan aslinya. Jenis
berbeda ini disebut mutan. Kebanyakan
mutan langsung mati, tetapi beberapa di
antaranya terus menggandakan diri,
walaupun kita tetap memakai ART –
mutan tersebut ternyata kebal terhadap
obat. Jika ini terjadi, obat tidak bekerja
lagi. Hal ini disebut sebagai ‘mengembangkan resistansi’ terhadap obat tersebut. Lihat LI 126 untuk informasi lebih
lanjut tentang resistansi.
Resistansi terhadap maraviroc belum
dipahami dengan baik. Dengan penggunaan terapi kombinasi (tiga atau lebih
ARV sekaligus), HIV bermutasi lebih
pelan, sehingga HIV membutuhkan lebih
lama untuk mengembangkan resistansi.
Sangat penting memakai ARV sesuai
dengan petunjuk dan jadwal, serta
tidak melupakan atau mengurangi
dosis.
Kadang kala, jika virus kita mengembangkan resistansi terhadap satu macam
obat, virus juga menjadi resistan terhadap
ARV lain. Ini disebut ‘resistansi silang’
atau ‘cross resistance’ terhadap obat atau
golongan obat lain. Karena maraviroc
adalah anggota golongan ARV yang baru,
tampaknya obat ini hampir tidak mempunyai resistansi silang terhadap ARV
dari golongan yang lebih tua.
Bagaimana Maraviroc Dipakai?
Maraviroc tersedia sebagai tablet
dilapisi dengan isi 150mg dan 300mg.
Takaran maraviroc tergantung pada ARV
lain yang dipakai. Dosis baku adalah
300mg dua kali sehari. Takaran 150mg
dibutuhkan bila dipakai beberapa ARV
termasuk delavirdine dan kebanyakan
protease inhibitor. Takaran 600mg
dipakai dengan efavirenz, etravirine dan
obat lain yang dapat mengurangi tingkat
maraviroc dalam darah. Dosis harus
dikurangi bila dipakai oleh pasien dengan
masalah ginjal yang berat.
Maraviroc boleh dipakai dengan atau
tanpa makanan.
Apa Efek Samping Maraviroc?
Efek samping maraviroc yang paling
umum termasuk batuk, demam, infeksi
saluran pernapasan atas, ruam, otot pegal,
sakit perut, dan pusing. Orang yang
memakai maraviroc juga dapat mempunyai risiko lebih tinggi terhadap
masalah jantung, misalnya serangan
jantung atau merasa pusing waktu berdiri
secara cepat.
Maraviroc dapat meningkatkan beban
pada hati. Bila kita memakai maraviroc,
sebaiknya lapor ke dokter bila dialami
tanda apa saja adanya masalah hati,
misalnya ruam, kulit atau mata menjadi
kuning, air seni berwarna gelap, muntah
atau sakit perut. Namun maraviroc
tampaknya mengurangi parutan pada hati
(fibrosis).
Bagaimana Maraviroc
Berinteraksi dengan Obat Lain?
Maraviroc mempunyai interaksi yang
penting dengan banyak ARV lain. Bila
dipakai bersamaan dengan ARV ini,
takaran maraviroc harus diubah. Maraviroc umumnya tidak boleh dipakai oleh
pasien dengan masalah ginjal yang berat
yang juga memakai ritonavir.
Jamu St. John’s Wort (lihat LI 729)
menurunkan tingkat maraviroc dalam
darah. Jangan memakai jamu ini bersamaan dengan maraviroc.
Maraviroc belum diuji coba dengan
semua obat, suplemen, vitamin atau jamu.
Pastikan dokter tahu SEMUA obat,
suplemen dan jamu yang kita pakai.
Garis Dasar
Maraviroc adalah obat pertama dalam
golongan ARV baru, yaitu attachment
inhibitor. Golongan obat ini menghambat
pengikatan HIV dengan sel, sehingga sel
tidak menjadi terinfeksi. Maraviroc membantu mengendalikan HIV, kendati virus
sudah resistan terhadap ARV lain.
Ditinjau 1 Juli 2014 berdasarkan FS 462 The AIDS
InfoNet 4 Juni 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 465
RALTEGRAVIR
Apa Raltegravir Itu?
Raltegravir (RGV) adalah obat yang
dipakai sebagai bagian dari terapi
antiretroviral (ART). Obat ini dibuat oleh
Merck, dengan nama merek Isentress.
Raltegravir adalah obat pertama dalam
golongan antiretroviral (ARV) yang
disebut sebagai “integrase inhibitor”.
Saat HIV menulari sebuah sel dalam
tubuh manusia, DNA (kode genetik) HIV
dipadukan dalam DNA sel induk – lihat
Lembaran Informasi (LI) 106, langkah 5.
Pemaduan ini dibantu oleh enzim integrase. Raltegravir menghambat pekerjaan
enzim ini, dengan akibat DNA HIV tidak
dipadukan pada DNA sel induk. HIV
menulari sel tersebut, tetapi tidak mampu
menggandakan diri.
Siapa Sebaiknya Memakai
Raltegravir?
Raltegravir disetujui di AS pada 2007
sebagai ARV untuk orang terinfeksi HIV.
Obat ini pertama diuji coba pada orang
dewasa dengan HIV yang sudah menjadi
resistan terhadap ARV lain. Lihat LI 126
untuk informasi mengenai resistansi.
Pada akhir 2008, raltegravir disetujui
untuk dipakai oleh pasien yang baru
mulai ART. Raltegravir belum disetujui
untuk dipakai oleh anak, ibu hamil, dan
orang lanjut usia.
Tidak ada pedoman tetap tentang kapan
sebaiknya mulai memakai ART. Kita dan
dokter harus mempertimbangkan jumlah
CD4, viral load, gejala yang kita alami,
dan sikap kita terhadap penggunaan ART.
LI 404 memberi informasi lebih lanjut
tentang pedoman penggunaan ART.
Raltegravir lebih mungkin dipakai oleh
orang yang hanya mempunyai sedikit
pilihan ARV lain akibat resistansi. Jika
kita memakai raltegravir dengan ARV
lain, kita dapat mengurangi viral load kita
sampai tingkat yang sangat rendah dan
meningkatkan jumlah CD4 kita. Hal ini
seharusnya berarti kita lebih sehat untuk
waktu lebih lama.
Bagaimana dengan Resistansi
terhadap Obat?
Waktu HIV menggandakan diri, sebagian dari bibit HIV baru menjadi
sedikit berbeda dengan aslinya. Jenis
berbeda ini disebut mutan. Kebanyakan
mutan langsung mati, tetapi beberapa di
antaranya terus menggandakan diri,
walaupun kita tetap memakai ART –
mutan tersebut ternyata kebal terhadap
obat. Jika ini terjadi, obat tidak bekerja
lagi. Hal ini disebut sebagai ‘mengembangkan resistansi’ terhadap obat tersebut. Lihat LI 126 untuk informasi lebih
lanjut tentang resistansi.
Raltegravir menunjukkan kegiatan
terhadap HIV yang sudah resistan
terhadap beberapa ARV lain.
Resistansi terhadap raltegravir belum
dipahami dengan baik. Dengan penggunaan terapi kombinasi (tiga atau lebih
ARV sekaligus), HIV bermutasi lebih
pelan, sehingga HIV lebih lama untuk
mengembangkan resistansi. Sangat
penting memakai ARV sesuai dengan
petunjuk dan jadwal, serta tidak
melupakan atau mengurangi dosis.
Kadang kala, jika virus kita mengembangkan resistansi terhadap satu macam
obat, virus juga menjadi resistan terhadap
ARV lain. Ini disebut ‘resistansi silang’
atau ‘cross resistance’ terhadap obat atau
golongan obat lain. Karena raltegravir
adalah obat pertama dalam golongan
ARV yang baru, tampaknya hampir tidak
ada resistansi silang terhadap ARV dari
golongan yang lebih tua.
Bagaimana Raltegravir Dipakai?
Raltegravir boleh dipakai dengan atau
tanpa makanan. Raltegravir tersedia
sebagai tablet 400mg. Dosis raltegravir
untuk orang dewasa adalah 400mg dua
kali sehari. Juga ada tablet yang dapat
dikunyah, yang dipakai dua kali sehari.
Raltegravir juga boleh dipakai oleh
anak. Dosis untuk anak di bawah 12 tahun
tergantung pada berat badan.
Merck menelitikan dosis 800mg sekali
sehari. Dosis ini kurang efektif untuk
mengendalikan HIV dibandingkan dosis
dua kali sehari yang disetujui. Perbedaan
dalam efektivitas lebih besar pada pasien
yang mulai penggunaannya dengan viral
load lebih dari 100.000.
Apa Efek Samping Raltegravir?
Pada uji coba terhadap manusia, efek
samping yang paling lazim pada orang
yang memakai raltegravir adalah diare,
mual dan sakit kepala. Laporan dari
orang yang memakai raltegravir juga
termasuk ruam dan depresi. Pada kasus
yang jarang, ruam kulit dapat menjadi
berat dan gawat. Hubungi dokter
secepatnya bila kita mengalami ruam
berat waktu kita pakai raltegravir.
Bagaimana Raltegravir
Berinteraksi dengan Obat Lain?
Raltegravir diuji coba untuk menentukan apakah ada interaksi dengan obat
lain (lihat LI 407). Rifampisin, yang
dipakai untuk mengobati TB (lihat
LI 515) mengurangi tingkat raltegravir
dalam darah. Dosis raltegravir yang lebih
tinggi harus dipakai.
Raltegravir belum diuji coba dengan
semua obat, suplemen, vitamin atau jamu.
Pastikan dokter tahu SEMUA obat,
suplemen dan jamu yang kita pakai.
Garis Dasar
Raltegravir adalah obat pertama dalam
golongan ARV baru, yaitu integrase
inhibitor. Golongan obat ini menghambat
pemaduan DNA HIV dengan DNA sel
yang terinfeksi. Hal ini menghambat
penggandaan HIV. Raltegravir membantu
mengendalikan HIV, kendati virus sudah
resistan terhadap ARV lain.
Dperbarui 14 Desember 2014 berdasarkan FS 465
The AIDS InfoNet 24 Februari 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 466
ELVITEGRAVIR
Apa Elvitegravir Itu?
Elvitegravir (EVG) adalah obat yang
dipakai sebagai bagian dari terapi
antiretroviral (ART). Obat ini dibuat oleh
Gilead, dan dahulu diketahui sebagai GS9137.
Elvitegravir adalah obat kedua dalam
golongan antiretroviral (ARV) yang
disebut sebagai “integrase inhibitor”.
Saat HIV menulari sebuah sel dalam
tubuh manusia, DNA (kode genetik) HIV
dipadukan dalam DNA sel induk – lihat
Lembaran Informasi (LI) 400, langkah 5.
Pemaduan ini dibantu oleh enzim integrase. Elvitegravir menghambat pekerjaan enzim ini, dengan akibat DNA HIV
tidak dipadukan pada DNA sel induk.
HIV menulari sel tersebut, tetapi tidak
mampu menggandakan diri.
Tingkat elvitegravir dalam darah hanya
cukup tinggi untuk jangka waktu yang
cukup lama bila dipakai bersamaan
dengan obat lain sebagai penguat. Saat
ini elvitegravir hanya dipakai dalam kombinasi dengan cobicistat sebagai penguat.
Siapa Sebaiknya Memakai
Elvitegravir?
Elvitegravir tidak disetujui secara
sendiri di AS sebagai ARV untuk orang
terinfeksi HIV. Obat ini sudah disetujui
pada 2012 sebagai satu kandungan dalam
pil kombinasi tetap yang baru yang
bernama Stribild. Stribild mengandung
elvitegravir 150mg, cobicistat 150mg,
emtricitabine 200mg dan tenofovir
300mg. Saat ini obat ini hanya disetujui
untuk dipakai oleh pasien yang baru
mulai ART, dan belum disetujui untuk
yang pernah pakai ARV lain. Obat ini
pertama diuji coba pada orang dewasa
dengan HIV yang sudah menjadi resistan
terhadap ARV lain.
Tidak ada pedoman tetap tentang kapan
sebaiknya mulai memakai ART. Kita dan
dokter harus mempertimbangkan jumlah
CD4, viral load, gejala yang kita alami,
dan sikap kita terhadap penggunaan ART.
LI 404 memberi informasi lebih lanjut
tentang pedoman penggunaan ART.
Bagaimana dengan Resistansi
terhadap Obat?
Waktu HIV menggandakan diri, sebagian dari bibit HIV baru menjadi
sedikit berbeda dengan aslinya. Jenis
berbeda ini disebut mutan. Kebanyakan
mutan langsung mati, tetapi beberapa di
antaranya terus menggandakan diri,
walaupun kita tetap memakai ART –
mutan tersebut ternyata kebal terhadap
obat. Jika ini terjadi, obat tidak bekerja
lagi. Hal ini disebut sebagai ‘mengembangkan resistansi’ terhadap obat tersebut. Lihat LI 126 untuk informasi lebih
lanjut tentang resistansi.
Elvitegravir menunjukkan kegiatan
terhadap HIV yang sudah resistan
terhadap beberapa ARV lain.
Resistansi terhadap elvitegravir belum
dipahami dengan baik. Kadang kala, jika
virus kita mengembangkan resistansi
terhadap satu macam obat, virus juga
menjadi resistan terhadap ARV lain. Ini
disebut ‘resistansi silang’ atau ‘cross
resistance’ terhadap obat atau golongan
obat lain. Karena elvitegravir adalah obat
dalam golongan ARV yang baru, tampaknya hampir tidak ada resistansi silang
terhadap ARV dari golongan yang lebih
tua. Namun diperkirakan resistansi silang
antara elvitegravir dan raltegravir
(LI 465) dapat muncul, karena kedua
obat ini dalam golongan yang sama.
Dengan penggunaan terapi kombinasi
(tiga atau lebih ARV sekaligus), HIV
bermutasi lebih pelan, sehingga HIV
membutuhkan lebih lama untuk mengembangkan resistansi. Sangat penting
memakai ARV sesuai dengan petunjuk
dan jadwal, serta tidak melupakan
atau mengurangi dosis.
Bagaimana Elvitegravir Dipakai?
Saat ini, elvitegravir belum disetujui
untuk dipakai sendiri, atau hanya dengan
cobicistat sebagai penguat. Obat ini
hanya tersedia sebagai kandungan dalam
Stribild. Elvitegravir juga pernah diteliti
dengan takaran 85mg dan 150mg sekali
sehari yang dikuatkan oleh ritonavir.
Stribild dipakai sebagai tablet. Dosis
umum untuk orang dewasa adalah satu
tablet sekali sehari dengan makan. Bila
dosis dilupakan, Stribild dapat dipakai
sampai 12 jam terlambat. Bila lebih dari
12 jam, pakai dosis berikut sesuai jadwal
biasa. Bila kita harus pakai obat antiasam,
obat ini harus dipakai sedikitnya dua jam
sebelum atau setelah Stribild.
Apa Efek Samping Elvitegravir?
Pada uji coba terhadap manusia, efek
samping yang paling lazim pada orang
yang memakai elvitegravir adalah diare,
mual dan sakit kepala, disertai oleh
infeksi saluran pernapasan atas dan
bronkitis.
Bagaimana Elvitegravir
Berinteraksi dengan Obat Lain?
Elvitegravir diuji coba untuk menentukan apakah ada interaksi dengan obat
lain (lihat LI 407). Rifampisin, yang
dipakai untuk mengobati TB (lihat
LI 515) mengurangi tingkat elvitegravir
dalam darah. Dosis elvitegravir yang
lebih tinggi harus dipakai.
Karena elvitegravir hanya tersedia
dalam kombinasi dengan emtricitabine
dan tenofovir, kita harus memperhatikan
interaksi antara obat ini dengan obat lain
yang kita pakai. Lihat daftar interaksi
dalam lembaran informasi untuk masingmasing obat ini
Elvitegravir belum diuji coba dengan
semua obat, suplemen, vitamin atau jamu.
Pastikan dokter tahu SEMUA obat,
suplemen dan jamu yang kita pakai.
Garis Dasar
Elvitegravir adalah obat kedua dalam
golongan ARV baru, yaitu integrase
inhibitor. Obat ini tidak disetujui untuk
dipakai sendiri, tetapi sebagai satu
kandungan dalam pil kombinasi Stribild.
Golongan obat ini menghambat pemaduan DNA HIV dengan DNA sel yang
terinfeksi. Hal ini menghambat penggandaan HIV. Elvitegravir membantu
mengendalikan HIV, kendati virus sudah
resistan terhadap ARV lain.
Diperbarui 4 Desember 2013 berdasarkan FS 466
The AIDS InfoNet 23 September 2013 dan FS473
The AIDS InfoNet 23 September 2013
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 467
DOLUTEGRAVIR
Apa Dolutegravir Itu?
Dolutegravir (DTG) adalah obat yang
dipakai sebagai bagian dari terapi
antiretroviral (ART). Obat ini dibuat oleh
ViiV Healthcare, dan dahulu diketahui
sebagai S/GSK1349572. Nama mereknya adalah Tivicay; belum ada versi
generik.
Dolutegravir adalah obat ketiga dalam
golongan antiretroviral (ARV) yang
disebut sebagai “integrase inhibitor”.
Saat HIV menulari sebuah sel dalam
tubuh manusia, DNA (kode genetik) HIV
dipadukan dalam DNA sel induk – lihat
Lembaran Informasi (LI) 400, langkah
5. Pemaduan ini dibantu oleh enzim
integrase. Dolutegravir menghambat
pekerjaan enzim ini, dengan akibat DNA
HIV tidak dipadukan pada DNA sel
induk. HIV menulari sel tersebut, tetapi
tidak mampu menggandakan diri.
Siapa Sebaiknya Memakai
Dolutegravir?
Dolutegravir tidak disetujui di AS pada
2013 sebagai ARV untuk orang terinfeksi
HIV. Obat ini sudah disetujui untuk
dipakai oleh orang dewasa dan anak
berusia 12 tahun ke atas, dengan berat
badan 40kg ke atas.
Tidak ada pedoman tetap tentang kapan
sebaiknya mulai memakai ART. Kita dan
dokter harus mempertimbangkan jumlah
CD4, viral load, gejala yang kita alami,
dan sikap kita terhadap penggunaan
ART. LI 404 memberi informasi lebih
lanjut tentang pedoman penggunaan
ART.
Bagaimana dengan Resistansi
terhadap Obat?
Waktu HIV menggandakan diri, sebagian dari bibit HIV baru menjadi
sedikit berbeda dengan aslinya. Jenis
berbeda ini disebut mutan. Kebanyakan
mutan langsung mati, tetapi beberapa di
antaranya terus menggandakan diri,
walaupun kita tetap memakai ART –
mutan tersebut ternyata kebal terhadap
obat. Jika ini terjadi, obat tidak bekerja
lagi. Hal ini disebut sebagai ‘mengembangkan resistansi’ terhadap obat tersebut. Lihat LI 126 untuk informasi lebih
lanjut tentang resistansi.
Dolutegravir menunjukkan kegiatan
terhadap HIV yang sudah resistan
terhadap beberapa ARV lain, termasuk
virus yang sudah resistan terhadap obat
lain dalam golongan integrase inhibitor.
Resistansi terhadap dolutegravir belum
dipahami dengan baik. Kadang kala, jika
virus kita mengembangkan resistansi
terhadap satu macam obat, virus juga
menjadi resistan terhadap ARV lain. Ini
disebut ‘resistansi silang’ atau ‘cross
resistance’ terhadap obat atau golongan
obat lain. Karena dolutegravir adalah
obat dalam golongan ARV yang baru,
tampaknya hampir tidak ada resistansi
silang terhadap ARV dari golongan yang
lebih tua. Namun diperkirakan resistansi
silang antara dolutegravir dan raltegravir
(LI 465) dan elvitegravir (LI 466) dapat
muncul, karena kedua obat ini dalam
golongan yang sama.
Dengan penggunaan terapi kombinasi
(tiga atau lebih ARV sekaligus), HIV
bermutasi lebih pelan, sehingga HIV
membutuhkan lebih lama untuk mengembangkan resistansi. Sangat penting memakai ARV sesuai dengan
petunjuk dan jadwal, serta tidak
melupakan atau mengurangi dosis.
Bagaimana Dolutegravir Dipakai?
Dolutegravir dipakai sebagai tablet
50mg sekali sehari untuk orang yang
memakainya sebagai obat pertama dalam
golongan integrase inhibitor. Dolutegravir mungkin diresepkan untuk
dipakai dua kali sehari oleh orang yang
pernah memakai raltegravir atau elvitegravir dan virusnya sudah menjadi
resistan terhadap integrase inhibitor.
Umumnya, dolutegravir dapat dipakai
dengan atau tanpa makan. Bila dipakai
bersamaan dengan obat antiasam, atau
suplemen zat kalsium atau besi, dolutegravir dan suplemen tersebut harus
dipakai secara bersamaan dengan makan.
Apa Efek Samping Dolutegravir?
Dolutegravir umumnya tidak menimbulkan efek samping. Efek samping (jika
terjadi) yang paling lazim adalah diare,
mual dan sakit kepala.
Beberapa orang dengan infeksi virus
hepatitis B atau C (HBV atau HCV)
mengalami peradangan hati. Oleh karena
itu, tes laboratorium sebelum mulai
penggunaan dolutegravir dan pemantauan untuk toksisitas hati diusulkan
untuk pasien dengan penyakit hati. Efek
samping lain yang dilaporkan termasuk
ruam kulit, yang dapat gawat dalam
kasus yang jarang. Segera hubungi
dokter bila dialami ruam berat setelah
mulai penggunaan dolutegravir.
Bagaimana Dolutegravir
Berinteraksi dengan Obat Lain?
Dolutegravir diuji coba untuk menentukan apakah ada interaksi dengan obat
lain (lihat LI 407). Rifampisin, yang
dipakai untuk mengobati TB (lihat
LI 515), dan beberapa ARV lain (termasuk efavirenz, fosamprenavir/ritonavir dan tipranavir/ritonavir) mengurangi tingkat dolutegravir dalam darah.
Bila dipakai bersamaan dengan obat ini,
dolutegravir harus dipakai dengan dosis
50mg dua kali sehari. Dolutegravir tidak
boleh dipakai bersamaan dengan obat
penyakit jantung dofetilid.
Dolutegravir belum diuji coba dengan
semua obat, suplemen, vitamin atau
jamu. Pastikan dokter tahu SEMUA
obat, suplemen dan jamu yang kita
pakai.
Garis Dasar
Dolutegravir adalah obat ketiga dalam
golongan ARV baru, yaitu integrase
inhibitor. Golongan obat ini menghambat
pemaduan DNA HIV dengan DNA sel
yang terinfeksi. Hal ini menghambat
penggandaan HIV. Dolutegravir membantu mengendalikan HIV, kendati virus
sudah resistan terhadap ARV lain.
Diperbarui 1 Oktober 2014 berdasarkan FS 467 The
AIDS InfoNet 29 Mei 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 481
PEMULIHAN KEKEBALAN
Apa Pemulihan Kekebalan Itu?
Pemulihan kekebalan berarti memperbaiki kerusakan yang dilakukan pada sistem
kekebalan tubuh kita oleh HIV.
Dalam sistem kekebalan tubuh yang sehat,
ada serangkaian sel CD4 yang penuh untuk
memerangi penyakit yang berbeda – ada satu
jenis sel CD4 khusus untuk setiap jenis
infeksi. Sebagaimana penyakit HIV berlanjut, jumlah sel CD4 menurun. Sel CD4
yang pertama diserang adalah sel yang
seharusnya secara khusus melawan HIV.
Beberapa jenis sel CD4 dapat hilang, dan
ini berarti ada kelemahan pada pertahanan
kekebalan. Pemulihan kekebalan mencari
cara untuk memperbaiki kelemahan tersebut.
Sistem kekebalan tubuh yang sehat dapat
melawan infeksi oportunistik (IO – lihat
Lembaran Informasi (LI) 500). Karena
infeksi ini berkembang waktu jumlah sel
CD4 rendah, banyak peneliti menganggap
bahwa jumlah CD4 adalah ukuran yang baik
mengenai fungsi kekebalan. Peningkatan
pada jumlah CD4 adalah tanda pemulihan
kekebalan. Namun masih ada keraguan
tentang ini – lihat “Apakah Sel CD4 Baru
Sama Baik dengan Sel Lama?” di bawah.
Bagaimana Sistem Kekebalan
Dapat Dipulihkan?
Jika terapi antiretroviral (ART) dimulai
segera setelah kita terinfeksi HIV, sistem
kekebalan tubuh kita belum mulai dirusakkan – lihat LI 103 mengenai infeksi HIV
primer. Sayangnya, sedikit sekali kasus HIV
didiagnosis begitu dini. Sebagaimana
infeksi HIV berlanjut, sistem kekebalan
semakin dirusakkan. Para ilmuwan menyelidiki beberapa cara untuk memperbaiki
kerusakan ini.
Perbaiki fungsi timus: Timus adalah
organ kecil yang terletak di dada di bawah
tenggorokan. Organ ini mematangkan sel
CD4 dari sel darah putih baru yang dibuat
di sumsum tulang. Timus paling efektif
waktu kita baru berusia enam bulan sampai
dua tahun. Setelah itu, timus menjadi semakin kecil. Para ilmuwan dulu menganggap bahwa timus tidak bekerja lagi
setelah kita berusia 20 tahun. Namun penelitian menunjukkan bahwa organ ini tetap
bisa membuat sel CD4 baru, mungkin sehingga kita berusia 50 tahun. ART dapat
memungkinkan timus mengganti jenis sel
CD4 yang hilang.
Waktu para ilmuwan menganggap bahwa
timus tidak bekerja lagi pada usia muda,
mereka meneliti pencangkokan timus
manusia atau hewan pada seorang dengan
HIV. Mereka juga mencoba merangsang
timus dengan hormon. Cara ini mungkin
masih penting untuk orang lanjut usia
dengan HIV.
Pulihkan jumlah sel kekebalan: Sebagaimana penyakit HIV berlanjut, jumlah sel
CD4 dan CD8 menurun. Beberapa peneliti
mencari cara untuk menahan atau meningkatkan jumlah sel ini.
Satu pendekatan disebut perluasan sel.
Sel tersebut digandakan di luar tubuh,
kemudian ditransfusi kembali pada tubuh.
Pendekatan kedua adalah pemindahan sel,
yang mencakup pemberian sel kekebalan
dari saudara kembar atau sanak saudara
yang HIV-negatif.
Cara ketiga memakai sitokin. Sel ini
adalah pesuruh kimia yang mendukung
tanggapan kekebalan. Penelitian terbanyak
dilakukan pada interleukin-2 (IL-2), yang
dapat mengakibatkan peningkatan besar
pada sel CD4. Sayangnya hal ini tampaknya
tidak menghasilkan kesehatan yang lebih
baik. LI 482 memberi informasi lebih
lanjut.
Pendekatan lain adalah terapi gen. Terapi
ini mencakup perubahan sel yang berpindah
dari sumsum tulang ke timus untuk menjadi
sel CD4. Terapi gen ini coba membuat sel
di sumsum tulang kebal terhadap infeksi
HIV. Satu pendekatan adalah zinc finger
inhibitor, yang pernah diteliti untuk
membuat sel CD4 tanpa koreseptor CCR5
(lihat LI 400, langkah 2).
Biarkan sistem kekebalan memperbaiki dirinya: Jumlah CD4 meningkat
pada banyak orang yang memakai ART.
Beberapa ilmuwan menganggap bahwa
sistem kekebalan dapat memulihkan dirinya
bila tidak harus terus-menerus melawan
jumlah virus yang sangat besar. Pendekatan
ini tampaknya lebih mungkin setelah kita
mengetahui bahwa timus tetap bekerja
sehingga kita hampir berusia 50 tahun.
Kita seharusnya memakai obat untuk
mencegah IO setelah jumlah CD4 kita turun
di bawah 200. Namun jika kita memakai
ART dan jumlah CD4 kita naik kembali di
atas 200, kita dapat berhenti memakai obat
pencegahan tersebut. Bicara dengan
dokter sebelum berhenti memakai obat
apa pun.
Merangsang tanggapan kekebalan
khusus HIV: Para peneliti memakai jenis
HIV yang diubah dan dibunuh (Remune)
untuk merangsang tanggapan tubuh pada
HIV. Penelitian bertahun-tahun mencapai
hasil yang membingungkan dan mengecewakan. Pendekatan baru saat ini sedang
diteliti. Salah satunya adalah vaksin
terapeutik yang dikenal sebagai DermaVir,
yang dipakai pada kulit. DermaVir dalam
uji coba klinis Fase II.
Dalam penelitian lain, sebuah kombinasi
vaksin HIV dan IL-2 meningkatkan tanggapan kekebalan anti-HIV dan mengakibatkan pengendalian HIV selama satu tahun
pada satu penelitian.
Mengurangi peradangan: HIV menyebabkan peradangan (lihat LI 484). Peradangan dikaitkan dengan banyak penyakit.
Mengurangi peradangan terkait HIV
mungkin membantu memulihkan sistem
kekebalan tubuh.
Apakah Sel CD4 Baru Sama Baik
dengan Sel Lama?
Sebagian besar pendekatan untuk pemulihan kekebalan mencoba meningkatkan
jumlah sel CD4. Pendekatan ini berdasarkan pemikiran bahwa jika jumlah sel
CD4 meningkat, sistem kekebalan tubuh
akan lebih kuat.
Waktu Odha mulai memakai ART, jumlah
CD4-nya biasanya meningkat. Pada awal,
sel CD4 baru kemungkinan tiruan dari jenis
sel yang masih ada. Bila beberapa ‘jenis’
sel CD4 hilang, sel tersebut tidak akan
langsung kembali. Hal ini dapat berarti
bahwa pertahanan kita belum lengkap.
Namun jika HIV tetap dikendalikan
selama beberapa tahun, timus mungkin
membuat sel CD4 baru yang dapat memenuhi kekurangan ini dan memulihkan
kembali sistem kekebalan. Beberapa di
antara sel tersebut mungkin dapat membantu mengendalikan HIV. Beberapa obat
antiretroviral menghasilkan peningkatan
yang lebih tinggi pada jumlah CD4 dibandingkan yang lain. Belum jelas apakah hal
ini berdampak pada kesehatan.
Banyak orang yang memakai ART sekarang mempunyai jumlah CD4 yang normal.
Namun Odha tersebut tetap mengalami
penyakit “non-AIDS”, mis. kanker dan
penyakit jantung. Penyakit ini terjadi
dengan angka di atas normal berdasarkan
usia.
Penelitian baru menunjukkan bahwa
tingkat jumlah CD4 yang paling rendah
(“nadir”) mungkin meramalkan masalah
susunan saraf pusat lebih baik daripada
jumlah CD4 saat ini. Peningkatan pada
jumlah CD4 tidak mengurangi gejala ini.
Jumlah CD4 yang normal tidak sendiri
berarti bahwa sistem kekebalan tubuh sudah
pulih. Penelitian terus dilanjutkan untuk
melihat apakah ada cara lebih biak untuk
mengukur kesehatan sistem kekebalan
tubuh.
Ditinjau 5 Januari 2014 berdasarkan FS 481 The
AIDS InfoNet 26 Agustus 2013
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 482
INTERLEUKIN-2
Apa Interleukin-2 Itu?
Interleukin-2 (IL-2) adalah protein
yang dibuat oleh tubuh kita. Sel CD4,
semacam sel darah putih, membuat IL-2
saat dirangsang oleh infeksi. IL-2
mendorong penggandaan dan pematangan sel yang melawan infeksi itu.
Pasien yang memakai IL-2 mengalami
peningkatan yang bermakna pada jumlah
sel CD4. IL-2 disebut sebagai immune
modulator.
IL-2 sudah disetujui oleh FDA di AS
untuk dipakai untuk mengobati beberapa
jenis kanker, tetapi tidak disetujui untuk
dipakai untuk penyakit HIV. Berdasarkan
hasil negatif dari dua uji coba klinis
internasional yang besar, penelitian
mengenai penggunaan IL-2 terhadap
pasien dengan HIV dihentikan.
Versi IL-2 sintetis dibuat oleh Chiron
Corporation dengan rekayasa gen. Versi
ini dikenal sebagai Proleukin, sekarang
dibuat oleh Novartis. Obat ini dipakai
untuk mengobati beberapa jenis kanker.
Siapa Sebaiknya Memakai IL-2?
IL-2 merangsang sistem kekebalan
tubuh dan meningkatkan jumlah sel CD4.
Orang yang mulai dengan jumlah CD4
lebih tinggi mendapatkan peningkatan
yang lebih besar pada jumlah CD4.
Para ilmuwan tidak bersepakat mengenai kegunaan sel CD4 baru yang dibentuk oleh IL-2. Pada 2009, dua penelitian
internasional yang besar diakhiri. Penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah
CD4 berdasarkan penggunaan IL-2 tidak
sama baik dengan jumlah CD4 berdasarkan terapi antiretroviral (ART) yang
berhasil. Perbedaan terkait dengan
berapa jenis sel CD4 yang kita miliki.
Sebelum HIV melawan sistem kekebalan tubuh, kita memiliki jutaan jenis
sel CD4. Jenis ini dapat diibaratkan
dengan huruf dalam abjad. Masingmasing huruf dibentuk untuk menanggapi
jenis infeksi yang berbeda. Dengan
sistem kekebalan tubuh yang sehat, kita
memiliki banyak tiruan masing-masing
huruf. Sebagaimana jumlah CD4 kita
menurun, kita memiliki semakin sedikit
tiruan masing-masing huruf, dan kemungkinan kita akan kehabisan beberapa
huruf.
Seumpamanya, kita ingin membuat kata
“zebra” untuk melawan suatu infeksi
tertentu. Bila kita kehabisan huruf ‘z’,
kita tidak mampu membuat kata “zebra”,
sehingga kita dapat menimbulkan penyakit akibat infeksi tersebut.
IL-2 membuat lebih banyak tiruan
“huruf” (jenis sel CD4) yang masih ada.
Tetapi IL-2 tidak mampu membangkitkan lagi “huruf” yang hilang. Mungkin
tetap ada celah dalam pertahanan kekebalan. Penelitian besar terhadap IL-2
menunjukkan bahwa jumlah CD4 meningkat secara bermakna. Namun peningkatan ini tidak menghasilkan perbaikan
dalam kesehatan.
Para peneliti juga memakai IL-2 untuk
mencoba mengeluarkan sel CD4 yang
beristirahat dalam darah. Penelitian ini
tidak berhasil.
Bagaimana IL-2 Dipakai?
IL-2 dipakai sebagai infus intravena
(dalam pembuluh darah) atau suntikan
subkutan (di bawah kulit) dua kali sehari.
Penelitian awal menunjukkan bahwa
peningkatan terbesar dalam jumlah CD4
terjadi bila IL-2 dipakai setiap hari untuk
lima hari, dengan siklus delapan minggu.
Bila jumlah CD4 meningkat cukup tinggi
setelah beberapa siklus pertama, siklus
berikut dapat dilakukan dengan frekuensi
yang lebih lama.
Takaran IL-2 yang terbaik belum
ditentukan. Takaran diukur dalam “jutaan
satuan internasional” atau MIU (millions
of international units). Beberapa pasien
yang memakai IL-2 sudah dipantau
selama enam tahun atau lebih. Setelah
memakai IL-2 setiap dua bulan pada
awal, mereka meningkatkan jangka
waktu antara siklus menjadi sampai tiga
tahun. Mereka tetap mempunyai jumlah
CD4 yang lebih tinggi.
Apa Efek Samping IL-2?
Tanpa ART, IL-2 dapat meningkatkan
viral load HIV menjadi hingga enam kali
lipat jumlah sebelum terapi. Peningkatan
ini hilang dengan sendirinya dalam satu
bulan. ART dapat mengendalikan peningkatan sementara ini. Kita sebaiknya tidak
memakai IL-2 kecuali kita sudah memakai ART. Namun, berdasarkan penelitian
baru-baru ini, penggunaan IL-2 oleh
Odha tidak mempunyai dasar bukti.
Bila IL-2 diberikan sebagai infus
intravena, efek samping yang paling
umum disebut sebagai sindrom kebocoran kapiler (capillary leak syndrome).
Sindrom ini menyebabkan peningkatan
pada berat badan, tekanan darah rendah,
dan masalah lain.
Dengan takaran yang lebih rendah,
orang yang memakai IL-2 mengalami
gejala seperti flu, termasuk demam,
panas-dingin, dan pegal. Oleh karena
IL-2 merangsang sistem kekebalan tubuh,
obat ini dapat memburukkan beberapa
penyakit imun, termasuk artritis (radang
sendi), psoriasis dan diabetes. IL-2 juga
dapat mengurangi jumlah neutrofil,
semacam sel darah putih yang melawan
infeksi, dan dapat menyebabkan tingkat
tiroid yang rendah.
Bila IL-2 diberikan dengan suntikan
subkutan, efek samping biasanya lebih
ringan dibandingkan dengan infus.
Namun dapat terjadi rasa gatal di tempat
suntikan. Efek samping biasanya mulai
dialami dua hingga enam jam setelah
suntikan IL-2, dan hilang segera setelah
akhir siklus.
IL-2 dapat menyebabkan perubahan
pada suasana hati termasuk sifat lekas
marah, insomnia (sulit tidur), kebingungan, atau depresi. Gejala ini dapat dialami
selama beberapa hari setelah IL-2
dihentikan.
Bagaimana IL-2 Berinteraksi
dengan Obat Lain?
Tubuh kita membuat IL-2 secara alami.
Tidak ditemukan interaksi berat dengan
obat antiretroviral (ARV). Lagi pula,
tampaknya tubuh tidak membentuk
resistansi terhadap IL-2 bila diberikan
dalam siklus.
Garis Dasar
IL-2 merangsang sistem kekebalan
tubuh dan dapat menyebabkan peningkatan besar dalam jumlah sel CD4.
Sayangnya, peningkatan ini tidak menghasilkan perbaikan dalam kesehatan pada
Odha.
Berdasarkan hasil penelitian besar,
tidak alasan untuk memakai IL-2 sebagai
cara untuk mendukung ART.
Ditinjau 3 Januari 2015 berdasarkan FS 482 The
AIDS InfoNet 19 Mei 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 483
SINDROM PEMULIHAN KEKEBALAN
Apa Sindrom Pemulihan
Kekebalan Itu?
Beberapa orang yang mulai memakai
terapi antiretroviral (ART) untuk HIV
mengalami masalah kesehatan walaupun
HIV-nya mulai terkendali. Kadang kala
infeksi yang kita miliki sebelumnya dapat
kambuh. Atau kita dapat mengembangkan penyakit baru. Kejadian ini
dikaitkan dengan pemulihan pada sistem
kekebalan tubuh. Masalah tersebut
biasanya terjadi dalam dua bulan pertama
sejak mulai ART. Kondisi ini, yang
disebut sebagai Immune Reconstitution
Inflammatory Syndrome (IRIS), biasa
disebut sebagai sindrom pemulihan
kekebalan. Akhir-akhir ini, sindrom ini
juga dikenal sebagai sindrom pulih imun
(SPI) dalam kalangan medis. Sindrom ini
dapat terjadi pada kurang lebih 20%
orang yang mulai memakai ART.
Bagaimana Sindrom Ini Dikenal?
Beberapa pasien mengembangkan
penyakit CMV (virus sitomegalo) setelah
mereka mulai ART. Lihat Lembaran
Informasi (LI) 501 untuk informasi lebih
lanjut tentang CMV. Pada beberapa
kasus, pasien tersebut belum didiagnosis
CMV sebelum mulai ART.
Para dokter menyimpulkan bahwa
pasien tersebut terinfeksi CMV sebelum
mereka mulai ART. Namun, sistem
kekebalannya terlalu lemah untuk membuat reaksi terhadap infeksi CMV itu.
Waktu mereka mulai ART, sistem kekebalannya menjadi lebih kuat, dan mulai
menyerang infeksi CMV-nya. Pada waktu
itu, apa yang terlihat sebagai infeksi
CMV baru berkembang pada pasien
tersebut.
Terjadi pula kasus serupa pada pasien
dengan infeksi lain. Beberapa pasien
mengalami demam atau pembengkakan
pada kelenjar getah bening. Yang lain
mengalami radang pada beberapa bagian
tubuhnya. Hampir semuanya mulai ART
dengan jumlah CD4 yang sangat rendah
(<100). Masalah ini menjadi jelas setelah
jumlah CD4 (LI 124) pasien tersebut
menunjukkan peningkatan yang cukup
besar dan viral load (LI 125) sudah
merosot.
Berita Buruk – atau Berita Baik?
Tidak seorang pun ingin mengalami
radang atau infeksi. Namun sebagian
besar kasus sindrom pemulihan kekebalan menghilang dengan kelanjutan
penggunaan ART.
Sebetulnya, nama sindrom menunjukkan hal yang lebih penting. Masalahnya diakibatkan pemulihan sistem kekebalan tubuh, yang menjadi lebih kuat.
Masalah ini juga menunjukkan bahwa
sistem kekebalan tubuh mulai menyerang
kembali kuman tertentu. Sebelum ART
dimulai, kemungkinan tidak ada tanggapan terhadap kuman ini karena sistem
kekebalan tubuh terlalu lemah.
ART sebaiknya diteruskan walau pasien
mengembangkan sindrom pemulihan
kekebalan.
Masalah Apa yang Dapat Terjadi?
IRIS dihubungkan dengan jenis radang
atau infeksi termasuk yang berikut:
CMV: IRIS CMV dapat berdampak
pada berbagai organ tubuh, termasuk
otak, mata dan usus besar.
Masalah kognitif (ingatan atau
pikiran): Beberapa orang mengembangkan apa yang sekarang disebut sebagai
gangguan motor kognitif minor saat
pertama mulai ART. Lihat LI 504 untuk
informasi lebih lanjut mengenai masalah
susunan saraf.
Meningitis Kriptokokus: Gejala
pertama adalah sakit kepala dan demam.
Lihat LI 503.
Hepatitis B dan C: Beberapa kasus ini
adalah hepatitis C yang tidak didiagnosis
sebelumnya. Lihat LI 505 dan LI 506.
Jangkitan Herpes Zoster dan Herpes
Simpleks: Lihat LI 514 dan LI 519.
Moluskum (semacam infeksi kulit).
Lihat LI 511.
MAC (Mycobacterium Avium Complex): Infeksi oportunistik ini disebabkan
oleh bakteri sejenis dengan TB. IRIS
MAC selama pemulihan kekebalan dapat
muncul dengan gejala yang tidak lazim,
termasuk demam, kelelahan dan keringat
malam. Lihat LI 510.
PML (Progressive Multifocal Leucoencephalopathy): Pemulihan kekebalan
dapat mengakibatkan gejala PML menjadi jauh lebih buruk. Lihat LI 513.
Pembengkakan pada kelenjar getah
bening, juga disebut sebagai “limfadenopati”: Masalah ini dapat menunjukkan
pemulihan sistem kekebalan secara
umum. Lihat LI 526.
Tuberkulosis (TB): IRIS TB adalah
umum di banyak negara berkembang.
Lihat LI 515.
Bagaimana Sindrom Pemulihan
Kekebalan Diobati?
Tidak ada pengobatan khusus untuk
sindrom pemulihan kekebalan. Bila kita
melanjutkan ART, terapi ini akan menguatkan sistem kekebalan. Hal ini biasanya
menghadapi infeksi apa pun yang muncul.
Namun pada beberapa kasus, dokter
memperlambat pemulihan sistem kekebalan. Dengan meningkatkan kekuatannya secara berangsur, beberapa tanggapan sistem kekebalan dihindari.
IRIS dapat diobati dengan obat steroid,
misalnya prednison. Ini dapat mengurangi radang sementara tetap memungkinkan sistem kekebalan menjadi pulih.
Garis Dasar
Sindrom pemulihan kekebalan (IRIS)
dapat terjadi waktu orang dengan sistem
kekebalan tubuh yang sangat lemah mulai
terapi antiretroviral. Bila sistem kekebalan tubuh kita terlalu cepat pulih (jumlah
CD4 menjadi lebih tinggi dan viral load
menjadi lebih rendah), sistem tersebut
dapat menanggapi secara kuat pada
kuman yang sudah ada dalam tubuh kita.
Tanggapan tersebut biasanya dilihat
sebagai sejenis radang.
Beberapa jenis infeksi oportunistik
pernah terkait dengan pemulihan kekebalan.
IRIS adalah tanda peningkatan kesehatan kekebalan. Biasanya sindrom ini
tidak harus diobati. Terapi HIV lanjutan
menanggapi masalah. Pada sebagian
kecil kasus, sistem kekebalan dapat
ditekan dengan obat steroid untuk
meringankan radang.
Diperbarui 22 Januari 2015 berdasarkan FS 483
The AIDS InfoNet 28 Agustus 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 484
HIV DAN PERADANGAN
Apa Peradangan Itu?
Peradangan merupakan tanggapan awal
terhadap infeksi atau cedera. Ini adalah
tanggapan kekebalan “non-spesifik”.
Peradangan tidak berbeda-beda tergantung pada jenis luka atau infeksi.
Sebagian besar alat penyembuhan tubuh
beredar dalam darah. Ini termasuk antibodi, sel-T dan sel darah putih lain, faktor
pembekuan, bahan kimia yang dapat
membunuh kuman, dan bahan gizi untuk
memberi makanan pada sel yang rusak.
Sel yang dilukai mengeluarkan bahan
kimia yang berkomunikasi dengan sistem
kekebalan tubuh. Sel tersebut menarik sel
penyembuhan dan bahan kimia. Peradangan membantu faktor penyembuhan
keluar dari aliran darah dan bekerja pada
jaringan yang rusak. Pembuluh darah
membesar, dengan akibat aliran darah ke
daerah yang rusak meningkat. Peradangan
mengubah bentuk pembuluh darah,
sehingga memudahkan pasokan darah ke
dalam jaringan yang melingkupinya. Hal
ini menyebabkan pembengkakan. Peradangan juga menyebabkan kemerahan,
rasa panas, dan nyeri. Selain itu, peradangan mengurangi fungsi jaringan.
Gumpalan (pembentukan penyumbat
darah) adalah bagian dari peradangan.
Gumpalan ini dapat terjadi di kulit (mis.
menghentikan perdarahan dari luka) atau
di dalam tubuh (mis. membentuk penghalang melapisi kuman atau melindungi
daerah yang rusak pada lapisan pembuluh
darah).
Gumpalan harus tetap seimbang dengan
penguraian dan penghapusan penyumbat.
Proses ini disebut fibrinolisis. Fibrin
adalah protein yang membentuk penyumbat. Lisis berarti pengurangan atau
penghapusan.
Peradangan Akut dan Kronis
Peradangan akut biasanya terjadi dalam
menanggapi luka fisik seperti dipotong
atau keseleo, atau infeksi lokal. Peradangan akut berakhir ketika bahan kimia
tertentu
dugunakan
untuk
“memadamkan” peradangan.
Namun, peradangan juga bisa kronis.
Peradangan kronis menyebabkan kerusakan dan parutan pada jaringan. Pembuluh darah tetap dapat ditembus. Sel
darah putih terus meninggalkan darah dan
menumpuk di jaringan. Sel kekebalan
dapat “aus” dan berhenti bekerja sebagaimana mestinya. Peradangan kronis akhirnya menghancurkan jaringan di sekitarnya
dan membentuk jaringan parut. Hal ini
juga dapat menyumbang pada alergi, asma
atau penyakit “autoimun”, mis. artritis dan
sklerosis multipleks. Pada penyakit
autoimun, tubuh kadang membuat antibodi yang menyerang sel yang sehat.
Peradangan berlangsung dikaitkan dengan
banyak penyakit kronis. Penyakit tersebut
termasuk gagal jantung, masalah ginjal,
sindrom metabolik, diabetes, demensia,
dan kelemahan.
HIV Menyebabkan Peradangan
HIV adalah infeksi kronis. Bahkan
pasien dengan viral load tidak terdeteksi
membuat virus baru. Hal ini dapat
menyebabkan peradangan terus-menerus.
Seiring waktu, HIV melemahkan sistem
kekebalan tubuh. Infeksi yang sudah pulih
mungkin kambuh. Hampir semua orang
dengan HIV juga terinfeksi sitomegalovirus (CMV, lihat Lembaran Informasi
(LI) 501). Infeksi CMV yang laten (tidak
aktif) dapat menjadi aktif pada Odha,
menyebabkan peradangan tambahan.
Infeksi atau penyakit lain bersamaan sangat penting dalam memahami kesehatan
Odha. Infeksi hepatitis (LI 505) atau
herpes simpleks (LI 519) juga umum.
Sindrom Bocor Usus
Mulut dan saluran pencernaan melindungi tubuh dari ancaman “luar”, sama
seperti kulit. Pada sisi “atas” saluran
pencernaan adalah mulut. Kesehatan gigi
yang buruk dapat menyebabkan infeksi
umum dan peradangan (lihat LI 653).
Usus biasanya mengandung kurang
lebih 70% sel kekebalan tubuh. Usus
memiliki luas permukaan kurang lebih
sama dengan ukuran lapangan sepak bola!
Sistem kekebalan di usus disebut jaringan
limfoid terkait usus (gut-associated
lymphoid tissue/GALT). GALT melindungi tubuh dari kuman dalam makanan.
HIV merusakkan GALT sangat dini
setelah terinfeksi.
Peradangan dalam usus memudahkan
kuman ke luar dari usus dan “bocor” ke
dalam peredaran tubuh. Usus bocor ini
menyumbang pada peradangan keseluruhan (sistemik). Peradangan dalam usus
juga menyumbang pada penyerapan gizi
yang buruk.
Lipopolisakarid (LPS) adalah molekul
yang merupakan bagian dari lapisan
beberapa bakteri biasanya ditemukan
dalam usus. LPS menghasilkan tanggapan
kekebalan yang kuat. Tingkat LPS yang
tinggi dalam darah merupakan tanda
sindrom “bocor usus”.
Mengukur Peradangan
Peradangan pada Odha muncul dalam
tingkat tinggi beberapa unsur dalam
darah:
y Interleukin-6 (IL-6) terlibat dalam
meningkatkan dan mengurangi peradangan. IL-6 meningkat dengan cepat
setelah olahraga.
y Protein C-reaktif (CRP) diperkirakan
mengikat pada sel yang rusak, menarik
zat yang akan menghancurnya. CRP
adalah ukuran peradangan umum. CRP
meningkat secara cepat dan dramatis
selama infeksi.
y D-dimer dibuat ketika penyumbat darah
diuraikan. D-dimer adalah ukuran
peradangan umum, dan juga dipakai
untuk mendiagnosis penyumbat darah,
khususnya penyumbat dalam pembuluh
darah yang dalam atau di paru.
y Sistatin C terutama dipakai sebagai
indikator kesehatan ginjal. Namun,
tingkat sistatin C yang tinggi telah
dikaitkan dengan penyakit jantung,
masalah saraf dan tingkat kematian yang
lebih tinggi.
Mengobati Peradangan HIV
Para peneliti mempertimbangkan obat
antiradang yang telah dipakai dengan
penyakit lain, misalnya artritis rematoid,
dan coba belajar dari penelitian lain
mengenai penggiatan kekebalan tubuh,
peradangan, dan penuaan.
Bidang lain penelitian pada HIV melibatkan bakteri usus. Bakteri ini dapat
berpengaruh pada hasil dari banyak
penyakit. Intervensi yang berpengaruh
pada bakteri ini mungkin membantu.
Bakteri ini termasuk “probiotik” misalnya
asidofilus dan biakan hidup lain yang
merangsang pertumbuhan bakteri bermanfaat dalam usus.
Garis Dasar
Peradangan adalah sebuah proses yang
rumit. Peradangan akut adalah bagian
normal dari proses penyembuhan tubuh.
Peradangan kronis dapat merusak tubuh
dan berhubungan dengan banyak masalah
kesehatan kronis, dan dengan penuaan
normal.
HIV menyebabkan penyakit radang dan
mengakibatkan peradangan kronis. Hal ini
dapat mempercepat perubahan fisik
biasanya berkaitan dengan penuaan.
Berbagai pengobatan yang mungkin
sedang diteliti untuk peradangan kronis.
Diperbarui 24 Desember 2014 berdasarkan FS 484
The AIDS InfoNet 30 Agustus 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 485
APAKAH HIV DAPAT DISEMBUHKAN?
Apa yang Kita Pelajari tentang
HIV?
Pada 1981, beberapa kasus pneumonia
yang luar biasa (PCP, lihat Lembaran
Informasi (LI) 512) dan kanker kulit yang
disebut sarkoma Kaposi (LI 508) dilaporkan. Kasus ini ditemukan pada laki-laki
homoseksual di Los Angeles dan New York
City. Peristiwa ini adalah kegaiban bagi
para peneliti.
Virus penyebab AIDS diidentifikasi pada
1983. Baru disediakan obat untuk mengobati penyakit ini pada 1987. Pada waktu
itu, sejenis obat kanker yang disebut
zidovudine (AZT) ditemukan mampu
memperlambat replikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV.)
Pada 2011, lebih dari 30 jenis obat telah
disetujui untuk melawan HIV. Tak satu pun
dari obat ini membunuh virus. Masingmasing melambatkan HIV pada langkah
tertentu dalam siklus hidupnya (lihat
LI 400).
Harapan untuk Penyembuh
Pada 1996, beberapa studi penelitian
memberi kesan bahwa kombinasi tiga jenis
obat dapat mengurangi jumlah HIV bahkan
memberantasnya. Banyak orang yang
memakai kombinasi obat antiretroviral
(ARV) mencapai viral load tidak terdeteksi
(lihat LI 125).
Namun diperkirakan bahwa hanya 2%
virus dalam tubuh adalah dalam darah;
hanya virus dalam darah ini dapat diukur
dengan tes viral load. Ternyata HIV tidak
berhasil diberantas, bahkan pada pasien
yang memakai kombinasi tiga obat yang
sangat manjur,.
Di Mana Virus Tersembunyi?
Segera setelah kita terinfeksi HIV, virus
menjadi bagian dari kode genetik dalam
jutaan sel. Beberapa sel ini berada di luar
jangkauan sistem kekebalan tubuh, dan dari
ARV. Bagian tubuh tempat persembunyian
virus disebut sebagai reservoir (waduk).
Bagian ini termasuk saluran kelamin dan
sistem saraf pusat. Satu peneliti memperkirakan bahwa mungkin HIV dapat diberantas dari waduk tersebut setelah 70
tahun penggunaan terapi antiretroviral
(ART).
Harapan untuk menyembuhkan HIV
didorong oleh kasus “pasien Berlin.” Orang
terinfeksi HIV ini, yang tinggal di Berlin,
juga menderita leukemia. Pengobatan baku
untuk leukemianya gagal. Dia kemudian
menerima pencangkokan sumsum tulang.
Terkait dengan pencangkokan ini, sistem
kekebalan tubuhnya dihapuskan. Sumsum
tulang pengganti dicangkok dari donor
dengan mutasi genetik langka, yang
membuatnya kebal terhadap infeksi HIV.
Ketika pengobatannya tuntas, pasien Berlin
ini tidak memiliki tanda apa pun HIV dalam
tubuhnya.
Tindakan pencangkokan sumsum tulang
adalah berbahaya. Sebanyak sepertiga
pasien yang mendapatkannya akhirnya
meninggal akibat tindakan ini. Oleh karena
itu, tidak jelas bahwa keberhasilan pasien
Berlin dapat atau harus dicoba pada orang
lain. Namun, kasus ini memberikan
beberapa petunjuk tentang bagaimana HIV
dapat diberantas.
Hasil Lain yang Baik
Pada 2013, beberapa peneliti AIDS
melaporkan “penyembuhan”. Penelitian ini
tidak dirancang secara hati-hati untuk
meneliti penyembuhan. Namun, untuk
orang yang terlibat hasilnya dianggap
sebagai “penyembuh fungsional.” Istilah
ini berarti bahwa, walau penggunaan ART
dihentikan, viral load tetap terkendali.
Seorang bayi perempuan di Mississippi AS
yang dinyatakan terinfeksi HIV setelah
dilahirkan oleh ibu terinfeksi HIV segera
diberi ART. Diperkirakan bayi tersebut
sudah disembuhkan, namun laporan baru
ini menunjukkan virus sudah muncul lagi.
Penelitian Penyembuh Sedang
Dilakukan
Ada upaya penelitian yang sedang
berlangsung di beberapa bidang:
y Membersihkan infeksi dari waduk
y Vaksinasi untuk membantu sistem
kekebalan tubuh melawan HIV (vaksin
terapeutik)
y Membuat sel kebal terhadap HIV
y Mengubah sel punca
Membersihkan infeksi dari waduk
Selama awal infeksi HIV, jutaan sel
terinfeksi. Virus adalah tidak aktif (tidur),
sehingga tidak membuat virus baru. Dalam
keadaan ini, virus di luar jangkauan sistem
kekebalan tubuh dan ARV.
Para peneliti sedang bekerja dengan obat
yang mampu mengaktifkan HIV dalam
waduk. Diharapkan ini akan mengeluarkannya agar terjangkau oleh ARV yang ada,
sehingga dapat dibersihkan. Namun ada
ketakutan bahwa pendekatan ini dapat
meningkatkan beberapa jenis kanker.
Vaksin terapeutik
Kebanyakan vaksin diberikan untuk
mencegah infeksi. Vaksin terapeutik
diberikan untuk meningkatkan kemampuan
tubuh untuk melawan infeksi yang sudah
ada. Sejauh ini, penelitian vaksin terapeutik
untuk HIV belum menunjukkan hasil yang
kuat. Salah satu risiko yang mungkin
adalah bahwa vaksinasi terapeutik akan
meningkatkan kegiatan kekebalan tubuh
dan peradangan.
Membuat sel kebal terhadap HIV
Dalam pendekatan ini, sel CD4 diambil
dari pasien. Sel tersebut diubah agar
menjadi kebal terhadap HIV. Kemudian sel
ini ditransfusi kembali ke pasien. Harapannya adalah bahwa sel yang diubah ini akan
berkembang biak dalam pasien.
Pendekatan ini mengharuskan pasien
dihubungkan ke mesin selama beberapa
jam sambil sel CD4 dikeluarkan dari darah.
Ketika sel yang diubah ditransfusi kembali
ke pasien. Tindakan ini dapat menyebabkan menggigil, demam, sakit kepala,
berkeringat, pusing dan kelelahan.
Sebuah pendekatan baru termasuk
menekan sistem kekebalan tubuh untuk
“membuat ruang” untuk sel yang baru
diubah. Cara ini dapat meningkatkan
jumlah sel yang diubah dalam tubuh.
Namun, selama tindakan, pasien mungkin
lebih rentan terhadap infeksi berat.
Mengubah sel punca
Pasien Berlin menerima pencangkokan
sel punca yang kebal terhadap infeksi HIV.
Sel punca dapat tumbuh menjadi berbagai
jenis sel dalam tubuh, dan dalam beberapa
kasus, bertindak sebagai sistem perbaikan.
Ada risiko yang bermakna dalam pendekatan ini. Jika sel punca tidak diubah secara
benar, sel ini dapat menyebabkan penyakit
berat. Terapi sel punca juga mungkin
memerlukan sebagian atau seluruh sistem
kekebalan tubuh pasien dihancurkan.
Pendekatan ini hanya mungkin masuk akal
untuk orang dengan HIV yang harus melemahkan sistem kekebalan tubuhnya sebagai
bagian dari pengobatan untuk kanker.
Penghentian ART Sementara
Banyak studi penelitian mengenai
penyembuh mengharuskan agar pasien
berhenti ART-nya. Hal ini memungkinkan
peneliti untuk melihat apakah pengobatan
yang diteliti ternyata membantu sistem
kekebalan tubuh melawan HIV. Terapi
berdenyut (LI 406) dapat berisiko. Penghentian dalam studi ini saat ini tidak
melebihi 12 minggu.
Garis Bawah
Ada pasang surut dalam mencari penyembuh untuk HIV. Sejauh ini, tampaknya bahwa semua pendekatan membawa
beberapa risiko. Lagi pula, manfaatnya
belum jelas.
Namun, ada semakin banyak minat dalam
penelitian penyembuh. Minat akan terus
berlanjut, dan mungkin meningkat, pada
tahun-tahun mendatang.
Diperbarui 1 September 2014 berdasarkan FS 485
The AIDS InfoNet 23 Juli 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 494
NARKOBA
Apa Narkoba Itu?
Istilah ‘narkoba’ adalah kependekan dari
‘narkotik dan obat-obatan berbahaya’.
Namun sekarang narkoba umumnya diartikan untuk meliputi narkotik, psikotropik
dan alkohol. Pihak pemerintah cenderung
lebih senang istilah ‘NAPZA (narkotik,
alkohol, psikotropik dan zat adiktif)’.
Bahan ini termasuk zat ilegal (drugs):
heroin (putaw); metamfetamin (sabu);
mariyuana (ganja); dan halusinogen (mis.
LSD); serta obat resep yang dapat disalahgunakan, misalnya benzodiazepin, sering
disebut sebagai ‘pil BK’.
Ada berbagai dampak dari penggunaan
narkoba, termasuk overdosis dan perilaku
yang meningkatkan risiko tertular HIV dan
infeksi lain. Lembaran Informasi (LI) ini
hanya membahas dampak narkoba pada
kesehatan orang yang sudah terinfeksi HIV
(Odha), serta interaksi antara narkoba
dengan obat antiretroviral (ARV) dan obat
lain yang dipakai oleh Odha. Untuk
informasi lebih lanjut mengenai pencegahan infeksi terkait dengan penggunaan
narkoba, lihat LI 154.
Karena penggunaan narkoba cenderung
ilegal, membuat penelitian terhadapnya
secara teliti atau resmi sangat sulit. Jadi
jarang ada informasi yang jelas mengenai
dampak narkoba. Tentu juga, karena
narkoba umumnya dianggap ‘haram’,
informasi yang ada sering mencerminkan
prasangka orang yang menyediakannya
daripada pendekatan yang objektif.
Ada masalah yang lebih rumit lagi.
Informasi yang ada berdasarkan bukti
berlaku untuk bentuk narkoba yang
‘murni’. Namun narkoba yang dijual di
jalan jarang murni; sering kali narkoba
tersebut dicampur dengan senyawa lain
yang tidak ‘baku’. Senyawa ini juga dapat
berpengaruh pada HIV atau berinteraksi
dengan obat lain.
Dampak Narkoba pada HIV
Umumnya, narkoba tidak langsung
berpengaruh pada infeksi HIV. Namun
beberapa pakar menganggap bahwa jumlah
sel CD4 orang di Indonesia yang terinfeksi
HIV melalui penggunaan narkoba suntikan
menurun lebih cepat. Pengguna narkoba
suntikan (penasun) dengan HIV itu tampaknya sampai ke masa AIDS rata-rata lima
tahun setelah terinfeksi (biasanya masa ini
dianggap rata-rata 7-10 tahun). Hal ini sulit
dibuktikan, karena kita jarang mampu
menentukan secara tepat kapan kita tertular
HIV, dan diagnosis HIV-nya mungkin
dilakukan beberapa tahun setelah tertular.
Lagi pula, mungkin dampak ini diakibatkan oleh kehidupan yang semrawut dan
kurang sehat (yang sering dialami oleh
penasun).
Satu penelitian menunjukkan bahwa
perempuan dengan HIV yang memakai
kokain, heroin atau metadon, atau menyuntikkan narkoba apa pun, mengalami 65%
lebih banyak penyakit terkait AIDS selama
lima tahun dibandingkan dengan Odha
perempuan lain. Namun tidak ditemukan
kaitan yang bermakna antara penggunaan
narkoba ini dengan jumlah CD4, viral load
HIV, atau angka kematian. Kemungkinan
pengguna narkoba secara umum lebih
rentan terhadap infeksi apa pun, dan
pengguna narkoba terinfeksi HIV lebih
rentan lagi. Lagi pula, kebanyakan penasun
di Indonesia terinfeksi bersamaan dengan
virus hepatitis C, dan sulit memastikan
dampak dari infeksi bersamaan ini.
Ada anggapan bahwa penggunaan kokain meningkatkan viral load HIV. Hal ini
dibuktikan oleh penelitian terhadap tikus.
Diperkirakan penggunaan kokain berpengaruh pada sel CD4, yang memungkinkan HIV lebih mudah masuk sel
tersebut.
Demensia (kerusakan pada otak; lihat
LI 504) terkait AIDS juga dapat didorong
oleh penggunaan kokain atau metamfetamin.
Dampak HIV pada Kesehatan
Pengguna Narkoba
Sekali lagi, umumnya tidak ada dampak
khusus oleh HIV pada kesehatan pengguna
narkoba. Sebuah penelitian menunjukkan
bahwa penggunaan kokain oleh Odha
berhubungan dengan kerusakan pada
pembuluh darah dalam jantung.
Dampak Narkoba pada ART
Dampak terbesar oleh penggunaan
narkoba pada terapi ARV (ART) adalah
pada kepatuhan – lihat LI 405. Walaupun
memang ditemukan pengguna narkoba
aktif yang terbukti patuh, jelas hidup yang
cenderung semrawut dapat berpengaruh
pada kepatuhan. Pengguna aktif membutuhkan lebih banyak dukungan agar tetap
patuh, dan mungkin harus diingatkan terusmenerus agar tidak lupa obatnya. Salah satu
solusi adalah terapi pengalihan dengan
metadon (lihat LI 541) atau buprenorfin
(LI 542). Klien layanan metadon harus lapor ke klinik setiap hari untuk mendapat
dosisnya, dan hal ini memungkinkan
pemberian ART dengan pengawasan
langsung sekali sehari; jelas upaya ini lebih
efektif bila dipakai rejimen yang hanya
harus diminum sekali sehari.
Banyak Odha dengan latar belakang
penggunaan narkoba juga terinfeksi virus
hepatitis atau mengalami kerusakan pada
hati. Karena kebanyakan ARV diuraikan
oleh hati, kerusakan pada hati dapat
berpengaruh pada ART. Ada beberapa ARV
yang dapat menimbulkan/meningkatkan
kerusakan pada hati. Jadi kesehatan hati
harus dipantau secara hati-hati waktu
memakai ART.
Penggunaan beberapa narkoba juga dapat
meningkatkan kerusakan pada hati. Alkohol paling berbahaya sebagai pengrusak
hati; Odha dengan hepatitis sebaiknya
menghindari total penggunaan alkohol.
Alkohol dapat meningkatkan tingkat
abacavir (LI 416) dalam darah, walau
dampak interaksi ini tidak jelas. Kecuali obat
ini, belum ada bukti bahwa alkohol
berinteraksi secara bermakna dengan ARV
atau obat lain. Jadi untuk yang mempunyai
hati yang sehat, tidak ada dampak negatif
pada HIV dari penggunaan alkohol, asal
tidak dipakai secara berlebihan.
Salah satu protease inhibitor (PI), yaitu
ritonavir (lihat LI 442), berinteraksi dengan
amfetamin (termasuk MDMA/ekstasi,
GHB, dan metamfetamin/sabu), dengan
akibat yang dapat menjadi gawat. Oleh
karena itu, ritonavir tidak boleh dipakai
oleh pengguna amfetamin. Larangan ini
termasuk penggunaan ritonavir sebagai
penguat untuk PI lain; hampir semua PI
sekarang dilengkapi dengan ritonavir.
Jangan lupa bahwa Kaletra/Aluvia (LI 446)
mengandung ritonavir.
Efavirenz dan nevirapine berinteraksi
dengan fenobarbital. Karena interaksi ini
dapat gawat, obat ini sebaiknya tidak
dipakai bersama.
Efavirenz dan semua PI berinteraksi dengan
jenis benzodiazepin. Alprazolam (Xanax),
diazepam (Valium), midozolam (Versed),
triazolam (Halcion) dan kebanyakan benzodiazepin lain tidak boleh dipakai bersama
dengan efavirenz atau PI.
Tampaknya tidak ada interaksi yang
bermakna antara ARV apa pun dengan
heroin, kokain, mariyuana, atau alkohol,
kecuali ada bukti bahwa ritonavir dapat
mengurangi tingkat heroin dalam darah
menjadi separuh.
Garis Dasar
Penggunaan narkoba dapat berpengaruh
pada kelanjutan penyakit HIV dan penggunaan ART. Walaupun sebaiknya kita
menghindari penggunaan narkoba bila kita
terinfeksi HIV, kita juga harus sadar bahwa
‘katakan tidak saja’ tidak selalu mungkin.
Bila kita tetap memakai narkoba, sebaiknya kita mengerti dampaknya. Lagi pula,
ada baik bila kita membahas penggunaan
narkoba (dan semua obat lain, termasuk
jamu) dengan dokter.
Diperbarui 1 Juni 2014 berdasarkan beberapa
sumber
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 500
INFEKSI OPORTUNISTIK
Apa Infeksi Oportunistik Itu?
Dalam tubuh, kita membawa banyak
kuman – bakteri, parasit, jamur dan virus.
Sistem kekebalan yang sehat mampu
mengendalikan kuman ini. Tetapi bila
sistem kekebalan dilemahkan oleh penyakit HIV atau obat tertentu, kuman ini
mungkin tidak terkendali lagi dan
menyebabkan masalah kesehatan.
Infeksi yang mengambil kesempatan
dari kelemahan dalam pertahanan kekebalan disebut “oportunistik”. Istilah
“infeksi oportunistik” sering kali disingkat menjadi “IO”.
Angka IO sudah menurun secara
dramatis sejak tersedia terapi antiretroviral (ART). Namun IO masih
menimbulkan masalah, terutama untuk
orang yang baru diketahui terinfeksi HIV
setelah infeksinya lebih lanjut. Banyak
orang masih dirawat inap di rumah sakit
dengan IO yang berat. Akibat ini, mereka
dites HIV, dan baru diketahui terinfeksinya.
Tes untuk IO
Kita dapat terinfeksi IO, dan “dites
positif” untuk IO tersebut, walaupun IO
tersebut belum menimbulkan penyakit.
Misalnya, hampir setiap orang dengan
HIV jika dites untuk virus sitomegalia
(cytomegalovirus atau CMV) ternyata
positif. Tetapi penyakit CMV sangat
jarang berkembang kecuali bila jumlah
CD4 turun di bawah 50, yang merupakan tanda kerusakan berat terhadap
sistem kekebalan.
Untuk menentukan apakah kita terinfeksi IO, darah kita dapat dites untuk
antigen (potongan kuman penyebab IO)
atau untuk antibodi (protein yang dibuat
oleh sistem kekebalan untuk memerangi
antigen). Ditemukan antigen berarti kita
terinfeksi. Ditemukan antibodi berarti
kita pernah terpajan pada infeksi. Kita
mungkin diberikan imunisasi atau vaksinasi terhadap infeksi tersebut, atau
sistem kekebalan mungkin “memberantas” infeksi dari tubuh kita, atau pun
kita mungkin tetap terinfeksi. Jika kita
terinfeksi kuman penyebab IO, dan jika
jumlah CD4 kita cukup rendah sehingga
memungkinkan IO berkembang, dokter
kita akan mencari tanda penyakit aktif.
Tanda ini tergantung pada IO.
IO dan AIDS
Orang yang tidak terinfeksi HIV dapat
mengembangkan IO jika sistem keke-
balannya rusak. Misalnya, banyak obat
yang dipakai untuk mengobati kanker
menekan sistem kekebalan. Beberapa
orang yang menjalani pengobatan kanker
dapat mengembangkan IO.
HIV melemahkan sistem kekebalan,
sehingga IO dapat berkembang. Jika kita
terinfeksi HIV dan mengalami IO, kita
mungkin AIDS.
Di Indonesia, Kemenkes bertanggung
jawab untuk memutuskan siapa yang
AIDS. Kemenkes mengembangkan
pedoman untuk menentukan IO yang
mana mendefinisikan AIDS. Jika kita
HIV, dan mengalami satu atau lebih IO
“resmi” ini, maka kita dianggap AIDS.
IO Mana yang Paling Umum?
Pada tahun-tahun pertama epidemi
AIDS, IO menyebabkan banyak kesakitan dan kematian. Namun, setelah
orang mulai memakai ART, penyakit
akibat IO dialami oleh jauh lebih sedikit
orang. Tidak jelas berapa banyak orang
dengan HIV akan jatuh sakit dengan IO
tertentu.
Pada perempuan, penyakit pada vagina
dapat menjadi tanda awal infeksi HIV.
Masalah ini, antara lain, termasuk
penyakit radang panggul dan vaginosis
bakteri.
Berikut tercantum IO yang paling
umum, berbarengan dengan penyakit
yang biasa disebabkannya, dan jumlah
CD4 waktu penyakit menjadi aktif:
y Kandidiasis adalah infeksi jamur pada
mulut, tenggorokan, atau vagina.
Rentang CD4: dapat terjadi bahkan
dengan CD4 yang agak tinggi. Lihat
Lembaran Informasi (LI) 516.
y Virus sitomegalia (CMV) adalah
infeksi virus yang menyebabkan penyakit mata yang dapat menimbulkan kebutaan. Rentang CD4: di bawah 50.
Lihat LI 501.
y Dua macam virus herpes simpleks
dapat menyebabkan herpes pada mulut
atau kelamin. Ini adalah infeksi yang
agak umum, tetapi jika kita terinfeksi
HIV, perjangkitannya dapat jauh lebih
sering dan lebih berat. Penyakit ini
dapat terjadi pada jumlah CD4 berapa
pun. Lihat LI 519.
y Malaria adalah umum di beberapa
daerah di Indonesia. Penyakit ini lebih
umum dan lebih berat pada orang
terinfeksi HIV.
y Mycobacterium avium complex
(MAC) adalah infeksi bakteri yang
dapat menyebabkan demam berulang,
seluruh badan terasa tidak enak,
masalah pencernaan, dan kehilangan
berat badan yang berlebihan. Rentang
CD4: di bawah 50. Lihat LI 510.
y Pneumonia pneumocystis (PCP)
adalah infeksi jamur yang dapat menyebabkan pneumonia (radang paru) yang
gawat. Rentang CD4: di bawah 200.
Lihat LI 512. Sayangnya PCP tetap
menjadi IO yang agak umum pada
orang yang belum diketahui HIV, atau
Odha yang belum mulai ART.
y Toksoplasmosis (tokso) adalah infeksi protozoa yang menyerang otak. Rentang CD4: di bawah 100. Lihat LI 517.
y Tuberkulosis (TB) adalah infeksi
bakteri yang menyerang paru, dan dapat
menyebabkan meningitis (radang pada
sistem saraf pusat). Rentang CD4: TB
dapat menimbulkan penyakit dengan
jumlah CD4 berapa pun. Lihat LI 515.
Mencegah IO
Sebagian besar kuman penyebab IO
sangat umum, dan mungkin kita telanjur
terinfeksi beberapa infeksi ini. Kita dapat
mengurangi risiko infeksi baru dengan
tetap menjaga kebersihan dan menghindari sumber kuman penyebab IO yang
diketahui.
Meskipun kita terinfeksi beberapa IO,
kita dapat memakai obat yang akan
mencegah pengembangan penyakit aktif.
Pencegahan ini disebut profilaksis. Cara
terbaik untuk mencegah IO adalah untuk
memakai ART. Lihat LI 403 untuk informasi mengenai ART ini.
Lihat lembaran informasi masingmasing IO untuk informasi lebih lanjut
tentang menghindari infeksi atau mencegah pengembangan penyakit aktif.
Mengobati IO
Untuk setiap IO, ada obat atau kombinasi obat tertentu yang tampak paling
berhasil. Lihat lembaran informasi setiap
IO untuk lebih mempelajari tentang
bagaimana IO tersebut diobati.
ART memungkinkan pemulihan sistem
kekebalan yang rusak dan lebih berhasil
memerangi IO. LI 481 tentang pemulihan
kekebalan mempunyai informasi tentang
topik ini.
Diperbarui 1 Juni 2014 berdasarkan FS 500 The
AIDS InfoNet 29 Agustus 2013
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 501
VIRUS SITOMEGALIA (CMV)
Apa CMV Itu?
Virus sitomegalia (cytomegalovirus/
CMV) adalah virus yang dapat mengakibatkan infeksi oportunistik (IO – lihat
Lembaran Informasi (LI) 500). Virus ini
sangat umum. Sampai 85% masyarakat
di AS terinfeksi CMV pada saat mereka
berusia 40 tahun. Statistik untuk Indonesia
belum diketahui. Sistem kekebalan tubuh
yang sehat mengendalikan virus ini,
sehingga tidak mengakibatkan penyakit.
Waktu pertahanan kekebalan menjadi
lemah, CMV dapat menyerang beberapa
bagian tubuh. Kelemahan tersebut dapat
disebabkan oleh berbagai penyakit termasuk HIV. Terapi antiretroviral (ART)
sudah mengurangi angka penyakit CMV
pada Odha secara bermakna. Namun,
kurang lebih 5% Odha masih mengalami
penyakit CMV.
Penyakit yang paling lazim disebabkan
CMV adalah retinitis. Penyakit ini adalah
kematian sel pada retina, bagian belakang
mata. Kematian sel ini dapat menyebabkan kebutaan secara cepat jika tidak
diobati. CMV dapat menyebar ke seluruh
tubuh dan menginfeksi beberapa organ
sekaligus. Risiko penyakit CMV tertinggi
waktu jumlah CD4 di bawah 50. Penyakit
CMV jarang terjadi dengan jumlah CD4
di atas 100.
Tanda pertama retinitis CMV adalah
masalah penglihatan seperti titik hitam
yang bergerak. Ini disebut ‘floater’
(katung-katung) dan mungkin menunjukkan adanya radang pada retina. Kita
juga mungkin memperhatikan cahaya
kilat, penglihatan yang kurang atau
bengkok-bengkok, atau titik buta. Beberapa dokter mengusulkan pemeriksaan
mata untuk mengetahui adanya retinitis
CMV. Pemeriksaan ini dilaksanakan oleh
ahli mata. Jika jumlah CD4 kita di
bawah 200 dan kita mengalami masalah penglihatan apa saja, sebaiknya
kita langsung menghubungi dokter.
Untuk informasi lebih lanjut mengenai
masalah penglihatan, lihat LI 621.
Beberapa Odha yang baru saja mulai
memakai ART dapat mengalami radang
dalam mata, yang menyebabkan kehilangan penglihatan. Masalah ini disebabkan
oleh sindrom pemulihan kekebalan (lihat
LI 483).
Sebuah penelitian baru memberi kesan
bahwa orang dengan infeksi CMV aktif
lebih mudah menularkan HIV-nya pada
orang lain.
Infeksi CMV dapat menyebabkan
peradangan (lihat LI 484) walau tidak ada
gejala penyakit CMV. CMV dapat diaktifkan kembali pada banyak orang sebagai
bagian dari penuaan yang normal. Untuk
mengurangi peradangan, CMV sebaiknya
diobati, walau tidak ada gejala.
Bagaimana CMV Diobati?
Pada awal, pengobatan untuk CMV
meliputi infus setiap hari. Karena harus
diinfus setiap hari, sebagian besar orang
memasang ‘keran’ atau buluh obat yang
dipasang secara tetap pada dada atau
lengan. Dulu orang dengan penyakit CMV
diperkirakan harus tetap memakai obat
anti-CMV seumur hidup.
Setelah mulai penggunaan ART, pasien
dapat berhenti memakai pengobatan CMV
jika jumlah CD4-nya di atas 150 dan tetap
begitu selama sedikitnya tiga bulan.
Namun ada dua keadaan yang khusus:
1. Sindrom pemulihan kekebalan dapat
menyebabkan radang yang berat pada
mata Odha walaupun sebelumnya tidak
pernah sakit CMV. Dalam hal ini,
biasanya pasien diberikan obat antiCMV bersama dengan ART-nya.
2. Bila jumlah CD4 turun di bawah 50,
risiko penyakit CMV meningkat.
Apakah CMV Dapat Dicegah?
Gansiklovir disetujui untuk mencegah
(profilaksis) CMV, tetapi banyak dokter
enggan meresepkannya. Mereka tidak
ingin menambahkan hingga 12 kapsul
sehari pada pasien. Lagi pula, belum jelas
apakah profilaksis ini bermanfaat. Dua
penelitian besar menghasilkan kesimpulan berbeda. Akhirnya, ART dapat
menahan jumlah CD4 pada tingkat yang
cukup tinggi sehingga yang memakainya
tidak akan sakit CMV.
Bagaimana Kita Dapat Memilih
Pengobatan CMV?
Ada beberapa masalah yang sebaiknya
dipertimbangkan jika memilih pengobatan penyakit CMV aktif:
Apakah ada risiko pada penglihatan?
Kita harus segera bertindak agar kita tidak
menjadi buta.
Seberapa efektif pengobatan? Gansiklovir suntikan adalah pengobatan CMV
yang paling efektif secara keseluruhan.
Bentuk susuk sangat baik untuk menghentikan retinitis. Namun susuk hanya
bekerja pada mata yang disusuk.
Bagaimana obat diberikan? Pil paling
mudah dipakai. Pengobatan yang dimasukkan langsung ke dalam pembuluh
darah membutuhkan suntikan atau pembuluh obat, dan hal ini dapat menimbulkan infeksi. Suntikan pada mata berarti
menyuntik jarum langsung pada mata.
Bentuk susuk, yang bertahan enam sampai
delapan bulan, membutuhkan sekitar satu
jam rawat jalan.
Apakah terapinya lokal atau sistemik? Terapi lokal hanya berpengaruh
pada mata. Retinitis CMV dapat cepat
menyebar dan mengakibatkan kebutaan.
Karena itu, penyakit ini diobati dengan
manjur waktu pertama ditemukan. Obat
baru dalam bentuk suntikan dan susuk
menempatkan obat langsung dalam mata,
dan menimbulkan dampak terbesar pada
retinitis.
Penyakit CMV juga dapat ditemukan
pada bagian tubuh lain. Untuk menanggulangi di bagian tubuh lain, kita membutuhkan terapi sistemik (seluruh tubuh).
Pengobatan suntikan atau infus, atau pil
valgansiklovir, dapat dipakai.
Apa efek sampingnya? Beberapa obat
CMV dapat merusak sumsum tulang atau
ginjal. Ini mungkin membutuhkan obat
tambahan. Obat lain meliputi infus selama
waktu yang lama. Bahas efek samping
pengobatan CMV dengan dokter.
Apa saran pedoman? Baru-baru ini
ada beberapa pedoman profesional yang
menyarankan penggunaan valgansiklovir
sebagai pengobatan pilihan untuk pasien
yang tidak berisiko segera kehilangan
penglihatannya.
Garis Dasar
Penggunaan ART adalah cara terbaik
untuk mencegah CMV. Jika jumlah CD4
kita rendah, dan kita mengalami gangguan
penglihatan APA PUN, kita harus langsung periksa ke dokter!
Pengobatan langsung pada mata memungkinkan pengendalian retinitis CMV.
Dengan obat CMV baru, kita dapat
menghindari buluh obat yang dipasang
pada tubuh kita dan infus harian.
Sebagian besar orang dapat menghentikan penggunaan obat CMV jika jumlah
CD4-nya naik dan tetap di atas 150 waktu
memakai ART.
Ditinjau 7 Februari 2014 berdasarkan FS 504 The
AIDS InfoNet 4 Februari 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 502
KRIPTOSPORIDIOSIS
Apa Kriptosporidiosis Itu?
Kriptosporidiosis (kripto) adalah
infeksi yang disebabkan parasit Cryptosporidium parvum. Parasit mengambil
nutrisinya dari organisme hidup lain,
yang disebut induk. Tubuh kita adalah
induk tersebut bila kita terinfeksi kripto.
Kripto sebagian besar berpengaruh pada
usus dan menyebabkan diare.
Kripto menular secara mudah melalui
makanan atau air yang tercemar, atau
hubungan langsung dengan orang atau
hewan yang terinfeksi. Di AS, kurang
lebih 15-20% Odha terinfeksi kripto;
angka untuk Indonesia belum diketahui.
Hanya sebagian infeksi ini mengembangkan penyakit berat.
Kripto menyebabkan diare berat, serta
mual, muntah, dan kram perut. Pada
orang yang sistem kekebalan tubuhnya
sehat, gejala ini tidak bertahan lebih dari
sekitar satu minggu. Lihat Lembaran
Informasi (LI) 554 untuk informasi lebih
lanjut mengenai diare.
Namun gejala kripto dapat berlangsung
lama jika sistem kekebalan sudah rusak.
Ini biasa terjadi pada jumlah CD4 di
bawah 200. Pada orang terinfeksi HIV,
bila kripto berlangsung empat minggu
atau lebih, orang tersebut dianggap AIDS,
berdasarkan definisi yang berlaku di AS.
Diare dapat mengganggu penyerapan
gizi. Jika berlangsung lama, hal ini dapat
menyebabkan penurunan yang luar biasa
pada berat badan, yang disebut wasting
– lihat LI 518.
Beberapa penyakit menyebabkan masalah serupa. Untuk konfirmasi diagnosis,
dokter biasanya memeriksa kotoran
(tinja) untuk parasit dan telurnya. Ini
disebut ‘tes O dan P’, atau ‘ova (telur)
dan parasit’.
Dapatkah Kripto Dicegah?
Belum ada obat untuk mencegah kripto.
Perlindungan terbaik adalah kebersihan. Hindari kontak dengan kotoran
manusia atau hewan. Cuci tangan setelah
ke kamar mandi, bekerja di kebun,
menangani cucian kotor atau hewan, atau
mengganti popok – lihat LI 851. Kripto
dapat menular melalui hubungan seks
oral-anal (mulut ke dubur). Hindari
menelan air waktu berenang karena air
dapat tercemar kotoran manusia atau
hewan yang mengandung kripto. Kerang
atau tiram mentah dapat membawa
kripto.
Air ledeng atau air sumur dapat tercemar kripto. Jika jumlah CD4 kita di
bawah 300, kita sebaiknya mempertimbangkan langkah ini:
y Merebus air minum atau yang dipakai
untuk memasak sedikitnya satu menit;
atau
y Memakai air mineral (botol); atau
y Memakai air yang disaring: memakai
saringan rumah yang dipastikan sebagai
‘Saringan 1-mikron’; atau
y Memakai air sulingan.
Air mineral mungkin tidak aman kalau
tidak direbus atau disaring secara benar.
Bagaimana Kripto Diobati?
Belum ada pengobatan yang menyembuhkan kripto; namun terapi antiretroviral (ART) dapat mengurangi atau
memulihkan gejala kripto.
Nitazoksanid disetujui di AS untuk
mengobati kripto pada orang dewasa dan
anak. Beberapa obat yang disetujui untuk
mengobati penyakit lain dapat dipakai
terhadap kripto, termasuk paromomisin.
Kita tidak dapat memberantas infeksi
kripto. Namun ada obat untuk menangani
diare yang disebabkannya. Ini termasuk
loperamid (Imodium), bismut subsalisilat
dan obat serupa. Diare berat yang berlangsung terus-menerus kadang kala
diobati dengan oktreotid.
Bila kita diare, penting kita minum
banyak agar tidak dehidrasi (kekurangan
cairan). Kita mungkin juga harus mengganti elektrolit yang hilang dengan
memakai oralit.
Garis Dasar
Kriptosporidium adalah parasit yang
agak lazim. Kuman ini ditemukan pada
hewan, manusia, tanah, dan air. Kripto
mudah menular.
Pada orang dengan sistem kekebalan
sehat, kripto menyebabkan diare dan
masalah perut lain untuk kurang lebih
satu minggu. Pada Odha dengan jumlah
CD4 di bawah 200, diare dapat berlangsung lama.
Cara terbaik mencegah infeksi kripto
adalah dengan sering cuci tangan.
Hindari air yang tercemar, atau es yang
dibuat dari air yang tercemar. Karena
kemungkinan air ledeng/air sumur tercemar kripto, hanya memakai air yang
direbus atau disaring, atau air mineral
(botol) untuk minum dan masak.
Pengobatan terbaik untuk kripto adalah
ART. Nitazoksanid dapat dipakai untuk
memerangi kripto.
Diare terus-menerus akibat kripto harus
ditangani dengan baik untuk menghindari
dehidrasi, kehilangan elektrolit, dan
masalah yang lebih berat seperti wasting.
Ditinjau 1 September 2014 berdasarkan FS 502
The AIDS InfoNet 4 Juni 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 503
MENINGITIS KRIPTOKOKUS
Apa Meningitis Kriptokokus Itu?
Kriptokokus adalah jamur. Kuman ini
sangat lazim berada di tanah. Jamur ini
masuk ke tubuh kita waktu kita menghirup
debu atau kotoran burung yang kering.
Tampaknya kuman ini tidak menyebar
dari orang ke orang.
Meningitis adalah infeksi pada lapisan
urat saraf tulang punggung dan otak.
Meningitis dapat disebabkan oleh berbagai jenis infeksi. Penyakit ini dapat
menyebabkan koma dan kematian. Meningitis adalah penyakit paling umum
yang disebabkan oleh kriptokokus.
Kriptokokus juga dapat menginfeksi kulit,
paru, dan bagian tubuh lain. Risiko infeksi
kriptokokus paling tinggi jika jumlah CD4
di bawah 50. Meningitis kriptokokus
adalah salah satu infeksi oportunistik
terkait HIV yang terpenting, terutama di
negara berkembang. Sebuah penelitian
baru memperkirakan ada satu juta kasus
setiap tahun.
Tanda pertama meningitis termasuk
demam, kelelahan, leher pegal, sakit
kepala, mual dan muntah, kebingungan,
penglihatan kabur, dan kepekaan pada
cahaya terang. Gejala ini muncul secara
perlahan. Sakit kepala sering dialami pada
bagian depan kepala dan tidak mampu
diredakan oleh parasetamol.
Penyakit HIV atau obat juga dapat
menyebabkan gejala yang serupa. Jadi, tes
laboratorium dipakai untuk menentukan
diagnosis meningitis.
Tes laboratorium ini memakai darah atau
cairan sumsum tulang punggung. Cairan
sumsum tulang punggung diambil dengan
proses yang disebut pungsi lumbal (lumbar
puncture atau spinal tap). Sebuah jarum
ditusukkan pada pertengahan tulang
punggung kita, pas di atas pinggul. Jarum
menyedot contoh cairan sumsum tulang
punggung. Tekanan cairan sumsum tulang
punggung juga dapat diukur. Bila tekanan
terlalu tinggi, sebagian cairan tersebut
dapat disedot. Tes ini aman dan biasanya
tidak terlalu menyakitkan. Namun setelah
pungsi lumbal beberapa orang mengalami
sakit kepala, yang dapat berlangsung beberapa hari.
Darah atau cairan sumsum tulang
punggung dapat dites untuk kriptokokus
dengan dua cara. Tes yang disebut
‘CRAG’ mencari antigen (sebuah protein)
yang dibuat oleh kriptokokus. Tes ‘biakan’
mencoba menumbuhkan jamur kriptokokus dari contoh cairan. Tes CRAG cepat
dilakukan dan dapat memberi hasil pada
hari yang sama. Tes biakan membutuhkan
satu minggu atau lebih untuk menunjukkan hasil positif. Cairan sumsum
tulang punggung juga dapat dites secara
cepat bila diwarnai dengan tinta India.
Bagaimana Meningitis Kriptokokus
Diobati?
Meningitis kriptokokus diobati dengan
obat antijamur. Beberapa dokter memakai flukonazol. Obat ini tersedia dengan
bentuk pil atau infus. Flukonazol lumayan efektif, dan biasanya mudah ditahan
(lihat Lembaran Informasi (LI) 534). Itrakonazol kadang kala dipakai untuk orang
yang tidak tahan dengan flukonazol.
Dokter lain memilih kombinasi amfoterisin B dan kapsul flusitosin.
Amfoterisin B adalah obat yang sangat
manjur. Obat ini disuntikkan atau diinfus
secara perlahan, dan dapat mengakibatkan
efek samping yang berat. Efek samping
ini dapat dikurangi dengan memakai obat
semacam ibuprofen setengah jam sebelum
amfoterisin B dipakai. Ada versi amfoterisin B yang baru, dengan obat dilapisi
selaput lemak menjadi gelembung kecil
yang disebut liposom. Versi ini mungkin
menyebabkan lebih sedikit efek samping.
Meningitis kriptokokus kambuh setelah
kejadian pertama pada kurang lebih
separuh orang. Kemungkinan kambuh
dapat dikurangi dengan terus memakai
obat antijamur. Namun sebuah penelitian
baru menemukan bahwa meningitis tidak
kambuh pada Odha dengan jumlah CD4
meningkat menjadi lebih dari 100 dan
mempunyai viral load tidak terdeteksi
selama tiga bulan.
Untuk beberapa orang, cairan sumsum
tulang punggung harus disedot setiap hari
untuk beberapa waktu agar mengurangi
tekanan pada otak.
Odha yang mulai terapi antiretroviral
(ART) setelah terinfeksi kriptokokus
dapat mengalami gejala ini sebagai bagian
dari sindrom pemulihan kekebalan (IRIS:
lihat LI 483). Sebuah penelitian pada 2011
menunjukkan bahwa mulai ART sekaligus
mengobati meningitis kriptokokus meningkatkan risiko IRIS. Hasil yang lebih
baik dicapai dengan mengobati meningitis
tersebut sebelum mulai ART.
Bagaimana Kita Dapat Memilih
Pengobatan?
Jika kita mengalami meningitis kriptokokus, kita diobati dengan obat antijamur
seperti amfoterisin B, flukonazol dan
flusitosin. Amfoterisin B adalah yang
paling manjur, tetapi obat ini dapat
merusak ginjal. Obat lain mengakibatkan
efek samping yang lebih ringan, tetapi
kurang efektif memberantas kriptokokus.
Jika meningitis didiagnosis cukup dini,
penyakit ini dapat diobati tanpa memakai
amfoterisin B. Namun, pengobatan yang
umum adalah amfoterisin B untuk dua
minggu diikuti dengan flukonazol oral
(pil). Tanpa ART, flukonazol harus
dipakai terus untuk seumur hidup; kalau
tidak, meningitis kemungkinan akan
kambuh. Bila kita memakai ART, kita
boleh berhenti penggunaan flukonazol
jika jumlah CD4 kita tetap di atas 200
selama lebih dari enam bulan.
Dapatkah Meningitis Kriptokokus
Dicegah?
Memakai flukonazol waktu jumlah CD4
di bawah 50 dapat membantu mencegah
meningitis kriptokokus. Tetapi ada beberapa alasan sebagian besar dokter tidak
meresepkannya:
y Sebagian besar infeksi jamur mudah
diobati
y Flukonazol adalah obat yang sangat
mahal
y Memakai flukonazol jangka panjang
dapat menyebabkan infeksi jamur ragi
(seperti kandidiasis mulut, vaginitis,
atau infeksi kandida berat pada tenggorokan) yang kebal (resistan) terhadap
flukonazol. Infeksi yang resistan ini
hanya dapat diobati dengan amfoterisin B.
Garis Dasar
Meningitis terjadi paling sering pada
orang dengan jumlah CD4 di bawah 50.
Walaupun obat antijamur dapat mencegah
meningitis kriptokokus, obat ini biasanya
tidak dipakai karena mahal dan risiko
mengembangkan infeksi ragi yang resistan terhadap obat tersebut.
Jika kita mengalami meningitis kriptokokus, diagnosis dini mungkin membolehkan pengobatan dengan obat yang
kurang beracun. Kita sebaiknya menghubungi dokter jika kita mengalami sakit
kepala, leher pegal, masalah penglihatan,
kebingungan, mual, atau muntah.
Jika kita pernah meningitis, kita harus
memakai obat antijamur terus-menerus
untuk mencegah kambuhnya. Namun
profilaksis ini dapat dihentikan bila CD4
kita tetap di atas 200 selama enam bulan
akibat penggunaan ART.
Ditinjau 1 September 2014 berdasarkan FS 503
The AIDS InfoNet 19 Mei 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 504
MASALAH SARAF & DEMENSIA
Apa Masalah Susunan Saraf Itu?
Susunan saraf mempunyai dua bagian.
Otak dan urat saraf tulang belakang yang
disebut susunan saraf pusat (SSP). Saraf
dan otot disebut susunan saraf perifer
(perifer berarti jauh dari pusat).
Orang dengan penyakit HIV mungkin
mengalami beberapa masalah pada susunan saraf. Masalah yang lazim adalah
neuropati perifer. Ini kerusakan pada
saraf yang mengendalikan perasaan.
Gejala dapat termasuk perubahan pada
perasaan, mati rasa, kesemutan, nyeri,
atau kelemahan, terutama pada kaki.
Lihat Lembaran Informasi (LI) 555 untuk
informasi lebih lanjut. Masalah SSP mencakup depresi dan masalah tidur, keseimbangan, jalan kaki, pikiran dan ingatan.
Pada awal sejarah AIDS, semua masalah ini disebut “demensia terkait HIV”.
Namun sekarang masalah yang lebih luas
mulai muncul. Hal ini disebut sebagai
“gangguan neurologis terkait HIV (HIVassociated neurological disturbance/
HAND). Masalah ini termasuk gejala
yang kurang berat yang disebut sebagai
gangguan motor kognitif yang minor.
Sebelum ada terapi antiretroviral
(ART), kurang lebih 20% Odha di AS
mengalami demensia berat. ART sudah
mengurangi kejadian demensia berat.
Namun dengan Odha bertahan hidup
lebih lama, lebih banyak orang mengalami masalah neurologis yang lebih
ringan. Masalah ini diperkirakan berpengaruh pada 40-70% Odha. Hal ini tetap
terjadi, walau mereka memakai ART.
Namun jarang ada laporan mengenai
demensia pada Odha di Indonesia.
Tubuh kita mempunyai mekanisme
untuk melindungi otak dari benda asing,
yang disebut sebagai sawar darah-otak.
Sawar ini menghambat pemasukan
sebagian besar obat antiretroviral (ARV)
pada otak. Walau begitu, bila viral load
HIV dalam darah menurun akibat penggunaan ARV tersebut, viral load dalam
otak juga menurun. Tidak diketahui
apakah penggunaan ARV yang mampu
menembus sawar darah-otak membantu
mengurangi gejala masalah neurologis
yang lebih ringan. Hasil penelitian bertentangan.
Apa Tanda Masalah SSP?
Beberapa masalah neurologis membutuhkan tanggapan medis yang mendesak. Bila kita mengalami sakit kepala
yang berat, terutama bersamaan dengan
demam, leher kaku, muntah, atau masalah penglihatan, atau bila kita mengembangkan kelemahan baru atau kehilangan
perasaan, kita sebaiknya langsung periksa
ke dokter.
Gejala utama masalah SSP adalah dengan pikiran, perilaku dan penggerakan:
y Pikiran: kehilangan ingatan, kesulitan
memusatkan pikiran, kehilangan kemampuan mental, sulit pemahaman.
Masalah ini dapat termasuk kelupaan
nomor telepon yang sering dipakai, atau
kesulitan dengan hitungan sederhana
seperti menghitung uang kembali di
toko. Orang dengan masalah SSP
mungkin mengalami kesulitan penggunaan obat sesuai jadwal (kepatuhan,
lihat LI 405).
y Perilaku: depresi, gelisah, putus asa,
lekas marah.
y Penggerakan: masalah keseimbangan,
berjalan tidak tegak, penggerakan lebih
lambat, kurang koordinasi, gemetaran.
Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan
kekurangan refleks di pergelangan kaki,
terutama bila dibandingkan dengan
refleks di lutut.
MRI (semacam pengamatan) dapat
menunjukkan kelainan pada jaringan
otak.
Apa yang Memburukkan Masalah
SSP?
Banyak faktor dapat memburukkan
masalah SSP, termasuk depresi berat,
penggunaan narkoba atau alkohol, infeksi
hepatitis C (lihat LI 506), peradangan
(lihat LI 484), dan penuaan normal.
Tambahan, masalah SSP tampaknya
lebih lazim pada orang yang pernah
mempunyai jumlah CD4 di bawah 200.
Sebagaimana Odha bertahan hidup
lebih lama, penuaan juga menambah
masalah SSP. Beberapa masalah terkait
penuaan mungkin terjadi lebih cepat pada
Odha.
Bagaimana Masalah SSP Diobati?
Jika efek samping obat termasuk
masalah SSP, masalah tersebut biasanya
hilang jika penggunaan obat penyebabnya dihentikan. Namun mungkin dibutuhkan beberapa bulan sebelum hilang.
Orang dengan masalah SSP mungkin
mengalami kesulitan dalam kepatuhan
terhadap ART-nya. Mungkin mereka
memerlukan bantuan tambahan untuk
mengingatkan agar memakai obatnya.
Beberapa masalah neurologis lain
mulai muncul pada Odha walau memakai ART. Masalah ini termasuk yang
dikaitkan dengan sindrom pemulihan
kekebalan (lihat LI 483).
Garis Dasar
Penyakit HIV dapat menyebabkan
beberapa masalah pada sistem saraf, dari
sulit ingatan dan masalah keseimbangan
hingga demensia berat. Masalah ini
biasanya baru dilihat pada tahap lanjut
penyakit HIV. Namun, masalah ingatan
dapat dialami, bahkan pada pasien yang
tidak mengalami gejala lain.
ART tampaknya melindungi susunan
saraf pusat dari kerusakan berat oleh HIV.
Namun karena semakin banyak Odha
bertahan hidup lebih lama berkat ART,
dan menjadi semakin tua, semakin
banyak masalah SSP mulai muncul.
Mengasuh seseorang dengan masalah
SSP yang berat adalah sangat sulit. Pengasuh harus memperhatikan dirinya
sendiri untuk menghindari kejenuhan dan
depresi.
Ditinjau 8 Mei 2014 berdasarkan FS 505 The AIDS
InfoNet 4 Februari 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 505
HEPATITIS
Apa Hepatitis Itu?
Hepatitis berarti radang atau pembengkakan hati. Hepatitis bisa disebabkan
oleh virus, alkohol, narkoba, obat (termasuk obat yang diresepkan), atau racun.
Penyebab lainnya adalah infeksi oportunistik (IO) seperti MAC (lihat Lembaran Informasi (LI) 510) atau CMV (lihat
LI 501).
Hepatitis merupakan penyakit yang
sangat umum. Penyakit ini dapat terjadi
bahkan pada orang yang sistem kekebalannya sehat. Hepatitis juga bisa mengakibatkan parutan hati (sirosis), dan kegagalan fungsi hati yang bisa mematikan.
Banyak kasus hepatitis tidak diobati
karena tidak ada gejala atau gejala dikira
diakibatkan hanya oleh serangan flu biasa.
Gejala hepatitis yang paling umum adalah nafsu makan hilang, kelelahan, demam, pegal sekujur tubuh, mual dan
muntah serta nyeri pada perut. Beberapa
orang mungkin mengalami air seni yang
menjadi berwarna gelap, buang air besar
berwarna pucat, dan kulit serta mata
menguning (disebut ikterus atau jaundice).
Dokter akan memeriksa darah kita untuk
melihat apakah hati kita bekerja secara
normal. Tes fungsi hati tersebut mencakup
pengukuran tingkat bahan kimia tertentu,
misalnya bilirubin, AST dan ALT (dulu
SGOT dan SGPT). Tingkat zat ini yang
tinggi dalam darah mungkin menandai
hepatitis. Lihat LI 135 untuk informasi
lebih lanjut mengenai tes fungsi hati. Tes
darah juga dapat dipakai untuk mencari
virus penyebab hepatitis. Tes hepatitis
virus dianjurkan untuk semua Odha.
Adakalanya contoh sel hati diambil
dengan memakai jarum (biopsi – lihat
LI 672) dan diperiksa untuk menemukan
tanda infeksi.
Hepatitis Virus
Para ilmuwan mengetahui lima virus
yang bisa menyebabkan hepatitis. Ini
disebut virus hepatitis A, B, C, D dan E,
atau HAV, HBV, dan seterusnya. Lebih
dari 90% kasus hepatitis disebabkan HAV,
HBV dan HCV.
Hepatitis virus dapat akut atau kronis.
Akut berarti penyakit hanya bertahan
selama beberapa minggu atau bulan.
Kemudian infeksi diberantas dari tubuh.
Kita dapat merasa sakit selama beberapa
minggu. Hepatitis kronis berarti hati kita
mungkin sudah terkena radang selama
enam bulan atau lebih. Hepatitis kronis
menetap di tubuh kita; kita dapat menulari
orang lain, dan penyakit kita dapat
menjadi aktif lagi.
HAV dan HEV merupakan penyakit
akut dan tidak pernah menjadi kronis.
Keduanya menular melalui kontak dengan
tinja, baik secara langsung atau pun
melalui makanan yang tersentuh oleh
tangan yang tercemar.
HBV merupakan virus hepatitis yang
paling umum. Infeksi ini bisa ditularkan
dari ibu-ke-bayi, melalui hubungan seks,
atau kontak dengan darah yang terinfeksi.
Secara global, kurang lebih 10% Odha
juga terinfeksi (koinfeksi) HBV. Odha
lebih mungkin mengembangkan HBV
kronis. HBV lebih berat pada Odha, tetapi
beberapa obat antiretroviral (ARV) – 3TC,
tenofovir, FTC – juga menyerang HBV.
Untuk informasi lebih lanjut, lihat buku
kecil Spiritia “ Hepatitis Virus & HIV”.
HCV biasanya ditularkan melalui
kontak langsung dengan darah, umumnya
melalui penggunaan jarum atau alat suntik
lain secara bergantian. Walau jarang, HCV
juga dapat menular melalui hubungan
seks tanpa kondom, terutama antara lakilaki yang berhubungan seks dengan lakilaki. Kurang lebih 75-85% orang terinfeksi HCV mengembangkan penyakit
kronis. HCV dapat sangat ringan atau
sama sekali tidak menunjukkan gejala,
tetapi pada kurang lebih 20% orang dapat
menyebabkan kerusakan hati yang berat
pada kurun waktu 15-50 tahun. Infeksi
HIV memburukkan penyakit HCV. Lihat
LI 506 untuk informasi lebih lanjut
mengenai HCV.
HDV hanya muncul pada orang dengan
HBV. Penyakit pada orang yang terinfeksi
HDV menjadi lebih berat dibandingkan
orang yang hanya terinfeksi HBV.
Cara terbaik untuk mencegah infeksi
virus hepatitis adalah dengan menjaga
kebersihan dan menghindari hubungan
langsung dengan darah. Kita mungkin
tidak mengetahui apakah orang lain
terinfeksi. Kondom dapat membantu mencegah penularan HBV dan HCV. Selain
itu, ada vaksin yang dapat melindungi
terhadap HAV dan HBV, walau kita sudah
terpajan. Vaksin ini mungkin kurang
efektif pada orang dengan jumlah CD4 di
bawah 350.
Belum ada pengobatan yang efektif
untuk HAV dan HEV, tapi kedua penyakit ini biasanya cepat sembuh. Interferon
pegilasi dan tiga ARV – 3TC, FTC dan
tenofovir – membantu mengobati HBV
dan HDV. Adefovir dipivoxil (Hepsera)
disetujui di AS untuk mengobati HBV.
LI 506 memberi informasi lebih lanjut
mengenai obat untuk HCV. Ada beberapa
obat baru yang sedang dikembangkan
untuk mengobati HCV.
Tipe Hepatitis Lain
Hepatitis yang disebabkan oleh alkohol,
narkoba, obat, atau pun racun mengakibatkan gejala yang sama seperti hepatitis
virus. Tugas hati adalah untuk menguraikan zat yang terdapat dalam darah, dan
beban dapat menjadi terlalu berat.
Beberapa obat yang dipakai untuk memerangi HIV atau pun penyakit terkait AIDS
dapat mengakibatkan hepatitis. Begitu
juga dengan parasetamol/asetaminofen
(nama merek antara lain Bodrex dan Panadol), obat penawar nyeri yang umum.
Pengobatan yang paling baik untuk tipe
hepatitis ini adalah menghentikan penggunaan alkohol, narkoba atau obat yang
mengganggu hati.
Jika hepatitis disebabkan oleh IO terkait
AIDS maka IO itu harus ditangani agar
hati dapat pulih.
Masalah Pengobatan
Hati harus berfungsi dengan baik agar
dapat menguraikan sebagian besar obat.
Obat yang tidak menyebabkan gangguan
apa pun pada waktu hati kita sehat dapat
membuat kita sakit berat bila kita mengalami hepatitis. Ini juga berlaku untuk
alkohol, aspirin, jamu-jamuan, dan
narkoba. Pastikan dokter tahu SEMUA
obat, suplemen dan jamu yang kita
pakai..
Beberapa obat yang dipakai untuk
mengobati hepatitis berinteraksi dengan
ARV. Dokter kita harus memperhatikan
semua obat yang kita pakai.
Pendekatan Alternatif
Dua jenis jamu tampaknya dapat menolong jenis hepatitis apa pun. Pertama
adalah licorice (Glycyrrhiza glabra),
sering kali diminum dalam bentuk kapsul
atau sebagai teh. Sedangkan yang lain
adalah ‘widuri susu’ (milk thistle –
Silybum marianum, lihat LI 735), dipakai
dalam bentuk sari pati atau teh. Bicaralah
dengan dokter atau ahli jamu yang
berpengalaman sebelum memakai kedua
jenis jamu tersebut.
Beberapa produsen memasarkan yang
disebut ‘hepatoprotektor’, yaitu gabungan
beberapa jamu – lihat LI 760. Belum ada
bukti bahwa hepatoprotektor efektif
terhadap hepatitis virus.
Ditinjau 8 Mei 2014 berdasarkan FS 506 The AIDS
InfoNet 26 Agustus 2013
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 506
HEPATITIS C (HCV) & HIV
Apa Hepatitis C Itu?
Virus hepatitis C (HCV) dapat menyebabkan kerusakan pada hati. Infeksi HCV
terutama tersebar melalui hubungan langsung darah-ke-darah. Kebanyakan orang
tertular HCV melalui penggunaan narkoba suntikan dengan memakai jarum
suntik secara bergantian. Sampai 90%
orang yang pernah menyuntik narkoba,
walau hanya sekali, ternyata terinfeksi
HCV. Beberapa orang juga terinfeksi
HCV melalui hubungan seks tanpa
kondom. Risiko ini terutama tinggi untuk
laki-laki terinfeksi HIV yang berhubungan seks dengan laki-laki, dan orang
terinfeksi HIV dengan infeksi menular
seksual yang lain, mempunyai banyak
pasangan seks, dan/atau melakukan
kegiatan seksual yang menyebabkan
perdarahan, misalnya memasukkan
tangan pada dubur (fisting). HCV juga
dapat tertular melalui peralatan atau tinta
tato yang dipakai secara bergantian.
Beberapa orang juga terinfeksi dalam
sarana kesehatan, melalui tertusuk
dengan jarum suntik atau alat lain yang
tidak steril. Petugas layanan kesehatan
dapat tertular HCV melalui tertusuk
secara tidak sengaja dengan jarum suntik.
HCV juga dapat menular melalui transfusi darah, walau darah donor di Indonesia diskrining untuk HCV.
HCV lebih mudah menular dibanding
HIV melalui darah yang tercemar. Di
Indonesia, ada kurang lebih 40 kali lebih
banyak orang terinfeksi HCV dibanding
terinfeksi HIV. Kita bisa terinfeksi HCV
tanpa menyadarinya. Kurang lebih
15-30% orang memberantas HCV dari
tubuhnya tanpa pengobatan. Sisanya mengembangkan infeksi kronis, dan virus ini
bermukim dalam tubuh kecuali bila
berhasil diobati. HCV mungkin tidak
menyebabkan masalah selama kurang
lebih 15-20 tahun, bahkan lebih lama,
tetapi HCV dapat mengakibatkan kerusakan hati berat yang disebut sirosis.
Orang dengan sirosis berisiko lebih tinggi
terhadap kanker hati, gagal hati dan
kematian. Sebuah penelitian besar pada
2011 menemukan bahwa infeksi HCV
kronis meningkatkan risiko kematian dari
penyebab apa pun dua kali lipat.
Bagaimana HCV Didiagnosis?
Beberapa orang terinfeksi HCV mempunyai tingkat enzim hati (ALT/SGPT)
yang luar biasa tinggi. Lihat Lembaran
Informasi (LI) 135 untuk informasi
tentang tes ini. Bila kita pernah berisiko
HCV, sebaiknya kita dites HCV, walau
tingkat enzim hati tetap normal. Tes HCV
diusulkan untuk semua Odha, karena
koinfeksi (infeksi bersamaan) adalah
umum.
Umumnya, tes darah pertama untuk
HCV adalah tes antibodi. Hasil tes positif
berarti kita pernah terinfeksi HCV.
Namun HCV pada beberapa orang dapat
sembuh tanpa pengobatan, jadi kita
membutuhkan tes viral load HCV untuk
mengetahui apakah kita terinfeksi kronis.
Tes viral load HCV diusulkan bila hasil
tes antibodi reaktif, kita pernah berisiko
HCV, atau dialami tanda atau gejala
hepatitis.
Tes HCV serupa dengan tes antibodi
dan viral load HIV. Viral load HCV
umumnya jauh lebih tinggi dibandingkan
viral load HIV, sering kali jutaan.
Berbeda juga dengan HIV, viral load
HCV tidak meramalkan kelanjutan
penyakit.
Viral load HCV atau hasil tingkat enzim
hati tidak menunjukkan tingkat kerusakan
pada hati. Biopsi hati (LI 672) adalah
cara terbaik untuk memastikan keadaan
hati. Bila hanya ada sedikit kerusakan
pada hati, beberapa pakar mengusulkan
hati dipantau; bila ada parutan, pengobatan HCV mungkin dibutuhkan.
Bagaimana HCV Diobati?
Hampir semua kasus HCV dapat disembuhkan jika pengobatan dengan
interferon dimulai sangat dini sejak terinfeksi. Sayangnya, kebanyakan orang
pada awal infeksi tidak sama sekali
mengalami tanda hepatitis, atau menganggapnya sebagai gejala flu. Kebanyakan kasus baru didiagnosis setelah beberapa tahun. Pada 2014, Organisasi
Kesehatan Sedunia (WHO) mengeluarkan pedoman pengobatan HCV pertama.
Langkah pertama dalam mengobati
HCV adalah untuk menentukan genotipe
HCV (LI 674). Kebanyakan orang
terinfeksi dengan genotipe 1.
Pengobatan umum untuk HCV genotipe 1 adalah kombinasi dua obat:
interferon pegilasi (pegIFN) dan ribavirin
(RBV) plus protease inhibitor HCV –
lihat LI 680, LI 682 dan LI 683. Obat ini
mempunyai efek samping yang berat,
termasuk gejala mirip flu, lekas marah,
depresi, dan kekurangan sel darah merah
(anemia) atau sel darah putih (neutropenia).
Orang dengan HCV genotipe 2, 3 dan
4 diobati dengan pegIFN dan RBV. Obat
baru untuk HCV sedang dikembangkan.
Pengobatan HCV tidak cocok untuk
semua orang, dan beberapa orang
tidak tahan efek sampingnya. Kita
lebih mungkin berhasil jika kita:
y Belum mengalami kerusakan berat
pada hati
y Berkulit putih
y Hasil tes genotipe IL28B yang baik
y Mempunyai HCV genotipe 1b, dibandingkan 1a
yHCV-nya belum pernah diobati
Dapatkah HCV Dicegah?
Belum ada vaksin untuk HCV. Cara
terbaik untuk mencegah infeksi HCV
adalah menghindari penggunaan peralatan suntik narkoba bergantian dan
kontak lain dengan darah terinfeksi HCV.
Koinfeksi HCV dan HIV
Karena HIV dan HCV ditularkan melalui
hubungan dengan darah yang terinfeksi, banyak orang terinfeksi kedua virus ini, yang
disebut koinfeksi.
y Koinfeksi HIV dikaitkan dengan
kelanjutan penyakit HCV yang lebih
cepat, atau risiko kerusakan hati yang
lebih tinggi. Dari sisi lain, HCV tampaknya tidak mempercepat kelanjutan
penyakit HIV
y Orang dengan koinfeksi lebih mungkin depresi. Depresi adalah gejala
HCV. Hal ini dapat menyebabkan
kelupaan dosis obat (kepatuhan rendah,
lihat LI 416) dan masalah berpikir
(LI 504)
y Odha dengan jumlah CD4 di bawah
200 berisiko paling tinggi terhadap
kerusakan hati akibat HCV
y Pengobatan HCV kurang efektif untuk
orang koinfeksi. Angka sembuh adalah
kurang lebih 20% dengan genotipe 1 dan
50-70% untuk genotipe 2 atau 3
y Jika kita memenuhi kriteria untuk
terapi ARV (ART), kita sebaiknya
mulai ART lebih dahulu. HIV yang
tidak diobati selama 6-12 bulan dapat
menimbulkan akibat yang berat
y Beberapa ARV sebaiknya dihindari
selama pengobatan HCV. Jangan
memakai ddI atau d4T dengan RBV.
Hindari AZT selama pengobatan
HCV, karena meningkatkan risiko
anemia. Bila kita koinfeksi HCV-HIV,
pastikan dokter berpengalaman dengan
kedua penyakit.
Diperbarui 31 Oktober 2014 berdasarkan FS 507
The AIDS InfoNet 24 April 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 507
HUMAN PAPILLOMAVIRUS (HPV)
Apa HPV Itu?
Infeksi dengan virus papiloma manusia
(human papilloma virus/HPV) pada kelamin adalah infeksi menular seksual (IMS)
yang paling umum. Ada lebih dari 120 tipe
virus HPV. Virus tersebut lazim ditemukan.
Satu penelitian menemukan HPV pada 77%
perempuan HIV-positif. HPV menular
dengan mudah melalui hubungan seks.
HPV begitu umum sehingga hampir semua
laki-laki dan perempuan yang aktif secara
seksual tertular pada suatu waktu dalam
kehidupan.
Berbagai jenis HPV menyebabkan kutil,
umumnya pada tangan atau kaki. Infeksi
pada tangan dan kaki biasanya tidak
menular melalui hubungan seks. Beberapa
jenis HPV dapat menyebabkan kutil
kelamin pada penis, vagina dan dubur. Odha
dapat mengalami luka yang lebih buruk di
dubur dan daerah leher rahim. HPV juga
dapat mengakibatkan masalah pada mulut
atau pada lidah dan bibir. Jenis HPV lain
dapat menyebabkan pertumbuhan sel yang
tidak normal yang disebut displasia.
Displasia dapat berkembang menjadi
kanker dubur pada laki-laki dan perempuan,
dan kanker leher rahim (cervical cancer),
atau kanker penis.
Displasia di sekitar dubur disebut neoplasia
intraepitelial anal (anal intraepithelial
neoplasia/AIN). AIN adalah perkembangan
sel baru yang tidak normal pada lapisan
dubur. Displasia pada daerah leher rahim
disebut neoplasia intraepitelial serviks
(cervical intraepithelial neoplasia/CIN).
Tampaknya AIN dan CIN lebih umum pada
Odha dibanding orang HIV-negatif.
Bagaimana HPV Ditemukan?
Banyak orang mempunyai infeksi HPV
tanpa diketahui. Infeksi HPV dapat hilang
tanpa menyebabkan masalah. Untuk menemukan HPV, dokter mencari displasia atau
kutil kelamin.
Tes Pap (Pap smear) dipakai untuk
memeriksa leher rahim perempuan. Tes ini
juga dapat dipakai untuk memeriksa dubur
laki-laki dan perempuan. Kain penyeka
diusap pada daerah yang ingin diperiksa
dilumuri pada kaca dan diperiksa dengan
mikroskop. Sel diperiksa untuk kelainan
yang mungkin menunjukkan perubahan
abnormal pada sel, misalnya displasia atau
kanker leher rahim.
Pada 2009, FDA AS menyetujui dua tes
yang memakai contoh yang diambil oleh tes
Pap. Tes ini mencari tipe HPV yang
dikaitkan dengan masalah kesehatan.
Displasia dapat dideteksi dengan tes Pap.
Beberapa peneliti menganggap bahwa tes
Pap pada dubur dan leher rahim sebaiknya
dilakukan setiap tahun untuk orang yang
berisiko lebih tinggi:
y Orang yang menerima seks anal (penis
masuk pada duburnya)
y Perempuan yang pernah mengalami CIN
y Siapa pun dengan jumlah CD4 di bawah
500
Namun peneliti lain menganggap pemeriksaan fisik dengan teliti dapat menemukan semua kasus kanker dubur yang
ditemukan melalui tes Pap pada dubur.
Kutil kelamin dapat muncul antara
beberapa minggu hingga beberapa bulan
setelah seorang terinfeksi HPV. Kutil dapat
kelihatan seperti benjolan kecil. Kadang
kala, kutil ini dapat menjadi lebih penuh
dengan daging dan kelihatan seperti
kembang kol. Semakin lama, kutil dapat
menjadi semakin besar.
Umumnya, dokter dapat menentukan
apakah kita mempunyai kutil kelamin
dengan melihatnya. Kadang kala alat yang
disebut anoskop dipakai untuk memeriksa
daerah dubur. Jika perlu, contoh kutil
dipotong dan diperiksa dengan mikroskop.
Ini disebut biopsi.
Jenis HPV yang menyebabkan kutil kelamin tidak sama dengan jenis virus yang
menyebabkan kanker. Tetapi jika kita mempunyai kutil, kita mungkin juga terinfeksi
jenis HPV lain yang dapat menyebabkan
kanker.
Apakah Infeksi HPV Dapat
Dicegah?
Tidak ada cara yang mudah untuk mengetahui apakah seseorang terinfeksi HPV.
Orang yang tidak menunjukkan tanda atau
gejala infeksi HPV tetap dapat menularkan
infeksinya.
Kondom tidak mencegah penularan
HPV secara keseluruhan. Virus ini dapat
menular melalui hubungan langsung
dengan daerah kulit yang terinfeksi yang
tidak diliputi oleh kondom.
Laki-laki dan perempuan dengan HIV
yang aktif secara seksual mungkin sebaiknya melakukan tes Pap secara berkala pada
vagina dan/atau dubur untuk mencari sel
yang abnormal atau tanda awal kutil. Hasil
positif dapat ditindaklanjuti untuk mengetahui apakah pengobatan dibutuhkan.
Dua vaksin disetujui di AS untuk laki-laki
dan perempuan berusia 9-26 tahun. Vaksin
ini diberi dengan serangkaian tiga suntikan
selama enam bulan. Vaksin ini paling efektif
pada orang yang belum aktif secara seksual.
Vaksin ini belum diuji coba pada orang yang
terlanjur terinfeksi HPV, dan tidak disetujui
untuk dipakai oleh orang tersebut.
Pada 2011, CDC-AS mengusulkan semua
anak laki-laki divaksinasi pada usia 11
tahun.
Bagaimana Infeksi HPV Diobati?
Belum ada pengobatan langsung untuk
infeksi HPV. Sistem kekebalan tubuh dapat
“memberantas” (alias menyembuhkan)
infeksi HPV. Namun orang tersebut dapat
tertular lagi. Displasia dan kutil dapat
dicabut. Ada beberapa cara untuk melakukan ini:
y Membakarnya dengan jarum listrik
(kauterisasi listrik) atau laser.
y Membekukannya dengan nitrogen cair.
y Memotongnya secara bedah.
y Mengobatinya dengan zat kimia. Asam
triklorasetik (TCA) efektif untuk beberapa orang.
Pengobatan lain yang kurang lazim untuk
kutil termasuk obat 5-FU (5-fluorourasil) dan
interferon alfa. 5-FU berbentuk krim. Suatu
obat baru, yaitu imikuimod, disetujui di AS
untuk mengobati kutil kelamin. Sidofovir,
yang aslinya dikembangkan untuk mengobati
virus sitomegalo (CMV) mungkin juga dapat
membantu memerangi HPV.
Infeksi HPV dapat bertahan lama, terutama pada orang terinfeksi HIV. Displasia
dan kutil dapat kambuh. Penyakit ini
sebaiknya diobati sesegera mungkin untuk
mengurangi kemungkinan penyebaran atau
kambuh.
Sebuah penelitian di AS menemukan bahwa
peningkatan dalam kanker dubur sebagian
besar ditemukan pada Odha laki-laki.
Garis Dasar
Virus papiloma manusia (HPV) adalah
virus yang sangat lazim. Beberapa jenis
HPV menyebabkan kutil atau pertumbuhan
sel yang tidak normal (displasia) di daerah
kelamin dalam atau di sekitar leher rahim
atau dubur. Pertumbuhan sel tidak normal
ini dapat menyebabkan kanker leher rahim
atau dubur. Infeksi HPV pada alat kelamin
disebarkan melalui hubungan seks.
Infeksi HPV dapat bertahan lama, terutama pada Odha. Dua vaksin sudah
disetujui untuk dipakai pada laki-laki dan
perempuan berusia 9-26 tahun.
Tes Pap dapat menemukan pertumbuhan
sel yang tidak normal pada leher rahim. Tes
ini juga dapat dipakai untuk memeriksa
dubur laki-laki dan perempuan. Walaupun
tes Pap tampaknya cara terbaik untuk
menemukan kanker leher rahim secara dini,
pemeriksaan fisik dengan hati-hati mungkin adalah cara terbaik untuk menemukan
kanker dubur.
Tanda infeksi HPV – kutil atau displasia
– sebaiknya diobati sesegera mungkin
setelah dideteksi. Kalau tidak, masalah
dapat menjadi lebih besar dan lebih
mungkin kambuh setelah diobati.
Diperbarui 6 Maret 2014 berdasarkan FS 510 The
AIDS InfoNet 10 Januari 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 508
SARKOMA KAPOSI (KS)
Apa Sarkoma Kaposi Itu?
Sarkoma Kaposi (KS) adalah penyakit
mirip kanker. Awalnya KS ini dikenal
sebagai penyakit yang berpengaruh pada
laki-laki usia lanjut di daerah Eropa
Timur atau Laut Tengah. KS juga terjadi
pada laki-laki Afrika dan orang dengan
sistem kekebalan tubuh yang lemah.
Penyebab KS tertinggi sekarang adalah
infeksi HIV. Kalau kita mengalami KS
terkait HIV, kita dianggap AIDS.
Penyakit ini biasanya dilihat pada kulit,
atau dalam lapisan mulut, hidung, atau
mata. KS juga dapat menyebar pada paru,
hati, perut dan usus, dan kelenjar getah
bening. KS mencakup perkembangan
banyak pembuluh darah baru yang sangat
tipis. Proses ini disebut angiogenesis.
KS disebabkan oleh virus herpes yang
disebut virus herpes manusia 8 (HHV-8).
Dalam suatu penelitian baru, laki-laki
dengan HHV-8 hampir 12 kali lipat lebih
mungkin didiagnosis dengan KS dibandingkan laki-laki yang tidak terinfeksi
HHV-8.
KS berpengaruh pada kurang lebih
20% Odha di AS yang tidak memakai
terapi antiretroviral (ART). Angka di
Indonesia belum diketahui, tetapi tampaknya lebih rendah. Di AS, kejadian KS
merosot kurang lebih 80% setelah adanya
ART. Namun pada 2007, dokter menemukan kasus KS pada orang yang HIVnya tertekan penuh oleh ART. Kasus baru
ini tampaknya ringan dan tidak gawat.
KS terutama terjadi pada laki-laki: di
AS ada delapan kali lebih banyak lakilaki dengan KS dibandingkan perempuan. KS adalah gejala AIDS yang paling
mudah terlihat, karena biasanya penyakit
tampak sebagai bintik kulit yang disebut
lesi, yang kelihatan berwarna merah atau
ungu pada kulit putih dan agak biru,
cokelat atau hitam pada kulit lebih gelap.
Lesi sering terjadi pada wajah, lengan dan
kaki.
KS pada kulit tidak gawat. Namun lesi
KS pada kaki dapat menyebabkan kesulitan berjalan kaki. Jika menyebar pada
tempat lain, tumor KS dapat menyebabkan masalah berat. Pada lapisan
mulut, KS dapat menyebabkan kesulitan
makan atau menelan. Pada perut atau
usus, KS dapat menyebabkan perdarahan
dalam dan penyumbatan. Jika KS menyumbat kelenjar getah bening, hal ini
dapat menyebabkan bengkak yang berat
pada lengan, kaki, wajah atau kantong kemaluan. Bentuk KS yang paling berat
adalah pada paru. KS pada paru dapat
menyebabkan batuk yang berat, sesak
napas, atau kumpulan cairan yang dapat
menjadi gawat.
KS sering dapat didiagnosis dengan
melihat lesi pada kulit. Biasanya datar,
tanpa rasa sakit, dan tidak gatal atau berisi
cairan. Mungkin kelihatan seperti luka
memar, tetapi warna ungu luka memar
hilang jika ditekan; lesi KS tidak begitu.
Lesi KS dapat tumbuh menjadi benjolan
yang dapat bergabung. Dokter kita
mungkin mengambil contoh kecil (biopsi) dari lesi untuk diperiksa dengan
mikroskop dan menentukan diagnosis
KS.
Bagaimana KS Diobati?
ART adalah pengobatan terbaik untuk
KS aktif. Pada banyak orang, ART dapat
menghentikan tumbuhnya atau bahkan
memulihkan lesi kulit. Selain ART, ada
berbagai pengobatan untuk KS pada kulit
atau pada bagian tubuh lain.
Pada kulit, KS mungkin tidak harus
diobati jika hanya ada sedikit lesi. Lesi
kulit dapat:
y Dibekukan dengan nitrogen cair
y Diobati dengan radiasi
y Dicabut secara bedah
y Disuntik dengan obat antikanker atau
interferon alfa
y Diobati dengan olesan tretinoin (asam
retinoik)
Pengobatan ini hanya efektif pada lesi
kulit, bukan KS secara keseluruhan. Lesi
kulit mungkin kambuh setelah pengobatan.
Jika KS telah menyebar pada organ
dalam, pengobatan sistemik (seluruh
tubuh) dipakai. Jika ART tidak cukup,
doksorubisin, daunorubisin atau paklitaksel juga dapat dipakai.
Doksorubisin dan daunorubisin adalah
obat antikanker dalam bentuk ‘liposomal’. ‘Liposomal’ berarti obat dengan
jumlah kecil dilapisi selaput lemak
menjadi gelembung kecil, yang disebut
liposom. Obat bertahan lebih lama
dengan bentuk ini dan tampaknya berpindah ke daerah yang membutuhkan.
Dengan memakai bentuk obat liposomal,
beberapa efek samping berkurang.
Apakah KS Dapat Dicegah?
Cara penularan HHV-8 belum jelas.
Mungkin virus ini menular melalui hubungan seks dan melalui ciuman dalam.
Seperti infeksi oportunistik lain, sistem
kekebalan tubuh yang sehat dapat
mengendalikan infeksi HHV-8. Cara
terbaik mencegah KS adalah dengan
memakai ART untuk menjaga kekuatan
sistem kekebalan.
Adakah Pengobatan Lain yang
Ditelitikan untuk KS?
Pendekatan antisitokin: Ada banyak
penelitian terhadap sitokin, protein yang
dipakai oleh sistem kekebalan untuk
merangsang sel agar tumbuh. Para
peneliti menganggap bahwa zat yang
menghambat faktor pertumbuhan ini juga
dapat melambatkan pertumbuhan KS.
Antibodi monoklonal: Obat ini dibuat
melalui rekayasa genetis. Nama obat ini
mempunyai “-mab” di belakang, misalnya bevacizumab.
Obat lain: Ilmuwan sedang meneliti
beberapa obat yang melambatkan perkembangan pembuluh darah (angiogenesis).
Garis Dasar
KS adalah penyakit yang berpengaruh
pada kurang lebih 20% Odha di AS yang
tidak memakai ART, tetapi mungkin
kejadian lebih rendah di Indonesia. KS
sebagian disebabkan oleh virus herpes
yang disebut HHV-8.
Pengobatan terbaik untuk KS adalah
ART. KS pada kulit diobati dengan
beberapa cara, dan bukan masalah gawat.
KS pada organ dalam dapat gawat. KS
dalam biasa diobati dengan obat antikanker.
Jika kita mengamati bintik warna gelap
pada kulit, kita sebaiknya diperiksa
dokter untuk menentukan apakah kita
sakit KS.
Ditinjau 8 Mei 2014 berdasarkan FS 511 The AIDS
InfoNet 4 Februari 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 509
LIMFOMA
Apa Limfoma Itu?
Limfoma adalah kanker sel darah putih
yang disebut limfosit-B, atau sel-B. Sel
tersebut cepat menggandakan diri dan
membentuk tumor. Limfoma pada otak
atau urat saraf tulang belakang disebut
limfoma susunan saraf pusat (SSP).
Limfoma yang berhubungan dengan
AIDS kadang kala disebut sebagai
Limfoma Non-Hodgkin (NHL). Pada
1985, NHL dimasukkan pada daftar
penyakit yang mendefinisi AIDS oleh
Centers for Disease Control di AS.
Penyakit Hodgkin, jenis limfoma lain,
jarang ditemukan pada Odha.
Semakin lama kita hidup dengan sistem
kekebalan tubuh yang lemah, semakin
tinggi risiko NHL. NHL dapat terjadi
bahkan pada jumlah CD4 yang tinggi.
NHL dapat gawat dan menimbulkan
kematian, kadang-kadang dalam satu
tahun.
Penggunaan terapi antiretroviral (ART)
mengurangi angka sebagian besar infeksi oportunistik kurang lebih 80%. Pada
awal, penurunan ini tampaknya tidak
berlaku untuk NHL. Namun penelitian
baru menunjukkan kejadian NHL menurun 50%, terutama limfoma SSP. NHL
masih menyebabkan kurang lebih 20%
kematian pada Odha. Kurang lebih 10%
Odha mungkin akhirnya akan mengembangkan NHL.
Bagaimana NHL Didiagnosis?
Tumor NHL dapat terjadi pada tulang,
perut, hati, otak atau bagian tubuh yang
lain. Tanda pertama NHL adalah pembengkakan kelenjar getah bening, demam, keringat malam, dan kehilangan
berat badan lebih dari 10%. Gejala ini
dapat muncul akibat beberapa penyakit
lain berhubungan dengan AIDS. Jika
tidak menemukan alasan lain untuk gejala
ini, biasanya dokter akan tes untuk NHL.
NHL biasa didiagnosis dengan memakai teknik penggambaran atau biopsi.
Teknik penggambaran memakai beberapa pengamatan (scan) yaitu scan CAT,
PET, galium dan talium. Biopsi adalah
pemeriksaan sel yang terduga adalah
tumor. Sel diambil dengan jarum tipis,
atau sel diambil dengan bedah.
Apa Penyebab NHL?
NHL disebabkan oleh rangsangan
jangka panjang pada sistem kekebalan
tubuh. Jika sel-B menggandakan diri
secara cepat selama bertahun-tahun,
makin banyak mutasi atau perubahan
terjadi pada sel ini. Beberapa mutasi ini
dapat menyebabkan kanker.
Kurang lebih 4% orang dengan gejala
penyakit HIV mengalami NHL setiap
tahun. Angka kejadian NHL pada Odha
80 kali lebih tinggi dibandingkan masyarakat umum.
Risiko NHL ditingkatkan oleh infeksi
dengan virus Epstein-Barr, dan oleh
faktor genetis. Angka kejadian NHL dua
kali lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan pada perempuan, dan di AS, dua
kali lebih tinggi di antara orang berkulit
putih dibandingkan orang asal Afrika dan
Karibia.
Pada saat ini, belum diketahui cara
pencegahan NHL.
Bagaimana NHL Diobati?
Sebagian besar kanker diobati dengan
kombinasi obat (kemoterapi atau kemo).
Kemo sangat beracun. Terapi ini menekan sistem kekebalan. Kemo dapat
mengakibatkan mual, muntah, kelelahan,
diare, gusi bengkak dan peka, luka pada
mulut, rambut rontok, dan mati rasa atau
semutan pada kaki atau tangan.
Kemo juga merusak sumsum tulang. Ini
dapat mengakibatkan anemia (kurang sel
darah merah) dan neutropenia (kurang sel
darah putih). Neutropenia meningkatkan
risiko infeksi bakteri. Obat tambahan
mungkin dibutuhkan untuk melawan efek
samping ini.
NHL pada SSP sangat sulit diobati.
Terapi radiasi sering dipakai untuk
menggantikan atau menunjang kemo.
Odha lebih mudah menahan kemo
untuk NHL bila memakai ART. Sebagai
hasil, angka kematian akibat NHL sudah
menurun lebih dari 80%. Dalam sebuah
penelitian, 74% pasien NHL yang
memakai kombinasi kemo baru yang
disebut EPOCH menjadi pulih.
Sejak Odha mulai memakai ART, jenis
NHL yang ditemukan pada Odha menjadi lebih mudah diobati. Sebagai hasil,
sekarang Odha dengan NHL bertahan
hidup lebih lama.
Beberapa jenis kemo dipakai untuk
NHL. Kemo memulihkan tumor pada
kurang lebih 50% pasien. Namun tumor
dapat kambuh pada banyak pasien dalam
satu tahun.
Orang yang didiagnosis NHL lebih
berisiko mengalami pneumonia pneumosistis (PCP), dan harus memakai obat
untuk mencegah penyakit ini. Lihat
Lembaran Informasi (LI) 512 untuk
informasi lebih lanjut tentang PCP.
“Antibodi monoklonal” sekarang
dipakai untuk NHL, dan peneliti terus
menelitikan penggunaannya. Obat ini
dibuat dengan rekayasa genetis. Obat ini
menyerang sel-B yang menggandakan
diri tanpa pengendalian. Nama antibodi
monoklonal berakhir dengan ‘-mab’,
seperti rituksimab. Obat tersebut menyusutkan tumor dan memperpanjang waktu
sebelum tumor tumbuh kembali.
Garis Dasar
NHL, sejenis kanker yang melibatkan
sel-B, berpengaruh pada orang dengan
penyakit HIV lanjut. NHL gawat dan
sering mengakibatkan kematian. Penggunaan ART menurunkan jumlah kasus
baru NHL. Ini terutama betul untuk NHL
pada susunan saraf pusat (SSP).
NHL diobati dengan obat kemo. Untuk
NHL pada SSP, terapi radiasi juga
dipakai. Walaupun tumor NHL dapat
hilang, mereka cenderung kambuh pada
banyak orang.
Pengobatan NHL sulit. Orang yang
mengalaminya sering mempunyai sistem
kekebalan tubuh yang sangat lemah. ART
dapat menguatkan sistem kekebalan
tubuh dan memungkinkan penggunaan
kemo yang lebih manjur. ART juga
tampaknya menyebabkan NHL lebih
mudah diobati. Obat tambahan sering kali
dibutuhkan untuk menangani efek samping kemo.
Obat baru hasil rekayasa genetis yang
disebut antibodi monoklonal sudah mulai
dipakai untuk mengobati NHL. Penelitian
terus dilakukan terhadap penggunaan
antibodi monoklonal, serta kombinasi
obat kemo yang baru.
Ditinjau 6 November 2014 berdasarkan FS 512
The AIDS InfoNet 30 September 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 510
MAC (Mycobacterium Avium Complex)
Apa MAC Itu?
Kompleks Mikobakterium Avium
(Mycobacterium Avium Complex/MAC)
adalah penyakit berat yang disebabkan
oleh bakteri umum. MAC juga dikenal
sebagai MAI (Mycobacterium Avium
Intracellulare). Infeksi MAC dapat lokal
(terbatas pada satu bagian tubuh) atau
diseminata (tersebar luas pada seluruh
tubuh, kadang kala disebut DMAC).
Infeksi MAC sering terjadi pada paru,
usus, sumsum tulang, hati dan limpa.
Bakteri yang menyebabkan MAC
sangat lazim. Kuman ini ditemukan di air,
tanah, debu dan makanan. Hampir setiap
orang memiliki bakteri ini dalam tubuhnya. Sistem kekebalan tubuh yang sehat
dapat mengendalikan MAC, tetapi orang
dengan sistem kekebalan yang lemah
dapat mengembangkan penyakit MAC.
Hingga 50% Odha mengalami penyakit MAC, terutama jika jumlah CD4 di
bawah 50. MAC hampir tidak pernah
menyebabkan penyakit pada orang
dengan jumlah CD4 di atas 100.
Bagaimana Kita Tahu Kita MAC?
Gejala MAC dapat meliputi demam
tinggi, panas dingin, diare, kehilangan
berat badan, sakit perut, kelelahan, dan
anemia (kurang sel darah merah). Jika
MAC menyebar dalam tubuh, bakteri ini
dapat menyebabkan infeksi darah,
hepatitis, pneumonia, dan masalah berat
lain.
Gejala ini dapat disebabkan oleh
banyak infeksi oportunistik. Jadi, dokter
kemungkinan akan memeriksa darah, air
seni, atau air ludah untuk mencari bakteri
MAC. Contoh cairan tersebut dites untuk
mengetahui bakteri apa yang tumbuh
padanya. Proses ini, yang disebut pembiakan, membutuhkan beberapa minggu.
Memang sulit menemukan bakteri MAC,
walau kita terinfeksi.
Jika jumlah CD4 kita di bawah 50,
dokter mungkin mengobati kita seolaholah kita MAC, walaupun tidak ada
diagnosis yang tepat. Ini karena infeksi
MAC sangat umum tetapi sulit didiagnosis.
Bagaimana MAC Diobati?
Bakteri MAC dapat bermutasi (mengubah dirinya) dan mengembangkan resistansi (menjadi kebal) terhadap beberapa
obat yang dipakai untuk mengobatinya.
Dokter memakai kombinasi obat antibakteri (antibiotik) untuk mengobati
MAC. Sedikitnya dua obat dipakai:
biasanya azitromisin atau klaritromisin
ditambah hingga tiga obat lain. Pengobatan MAC harus diteruskan seumur
hidup (selama jumlah CD4 kita di bawah
100), agar penyakit tidak kembali
(kambuh).
Orang akan bereaksi secara berbeda terhadap obat anti-MAC. Kita dan dokter
mungkin harus mencoba berbagai kombinasi sebelum kita menemukan satu
kombinasi yang berhasil untuk kita dan
menyebabkan efek samping sedikit
mungkin.
Obat MAC yang paling umum dan efek
sampingnya adalah:
y Amikasin: masalah ginjal dan telinga;
disuntikkan.
y Azitromisin (lihat Lembaran Informasi
(LI) 530): mual, sakit kepala, diare;
bentuk kapsul atau diinfus.
y Siprofloksasin (lihat LI 531): mual,
muntah, diare; bentuk tablet atau
diinfus.
y Klaritromisin (lihat LI 532): mual, sakit
kepala, muntah, diare; bentuk kapsul
atau diinfus. Catatan: takaran maksimum 500mg dua kali sehari.
y Etambutol: mual, muntah, masalah
penglihatan; bentuk tablet.
y Rifabutin: ruam, mual, anemia; bentuk
tablet. Banyak interaksi obat.
y Rifampisin: demam, panas dingin, sakit
tulang atau otot; dapat menyebabkan air
seni, keringat dan air ludah menjadi
berwarna merah-oranye (dapat mewarnai lensa kontak); dapat mengganggu pil KB. Banyak interaksi obat.
Dapatkah MAC Dicegah?
Bakteri yang menyebabkan MAC
sangat umum. Mustahil infeksinya
dihindari. Cara terbaik untuk mencegah
penyakit MAC adalah memakai terapi
antiretroviral (ART). Bahkan jika jumlah
CD4 kita sangat rendah, ada obat yang
dapat mencegah perkembangan penyakit
MAC pada hingga 50% orang.
Obat antibiotik azitromisin dan klaritromisin dipakai untuk mencegah penyakit
MAC. Obat ini dapat diresepkan untuk
orang dengan jumlah CD4 di bawah 50.
ART dapat meningkatkan jumlah CD4.
Jika jumlah CD4 naik di atas 100 dan
tahan pada tingkat ini selama tiga bulan,
berhenti memakai obat pencegahan MAC
mungkin aman. Bahas dengan dokter
sebelum berhenti memakai obat apa
pun yang diresepkan.
Masalah Interaksi Obat
Sebagian besar obat yang dipakai untuk
mengobati MAC berinteraksi dengan
banyak obat yang lain, termasuk obat
antiretroviral (ARV), obat antijamur dan
pil KB. Hal ini dapat menjadi masalah
besar dengan rifampisin, rifabutin dan
rifapentin. Pastikan dokter tahu SEMUA obat, suplemen dan jamu yang
kita pakai agar semua interaksi yang
mungkin dapat dipertimbangkan.
Garis Dasar
MAC adalah penyakit berat yang disebabkan bakteri yang lazim. MAC dapat
menyebabkan kehilangan berat badan
yang parah, diare dan gejala lain.
Jika kita sakit MAC, kemungkinan kita
akan diobati dengan azitromisin atau
klaritromisin ditambah satu hingga tiga
antibiotik lain. Kita harus memakai obat
ini terus-menerus seumur hidup (selama
jumlah CD4 di bawah 100) untuk menghindari kambuhnya MAC.
Orang dengan jumlah CD4 di bawah
50 sebaiknya bicara dengan dokter
mengenai obat untuk mencegah penyakit MAC.
Ditinjau 9 Desember 2014 berdasarkan FS 514 The
AIDS InfoNet 30 September 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 511
MOLUSKUM
Apa Moluskum Itu?
Moluskum kontagiosum (Molluscum
contagiosum) adalah infeksi kulit, yang
disebabkan oleh virus. Moluskum mengakibatkan bintil putih kecil (lesi) yang
muncul pada kulit. Sebagian besar
bergaris tengah sekitar 1cm. Bagian
tengah lesi keras berwarna putih. Beberapa lesi mempunyai cekungan di tengah.
Lesi moluskum berwarna sama dengan
kulit biasa, tetapi bisa kelihatan seperti
lilin. Lesi biasanya tidak sakit atau gatal.
Virus moluskum sangat umum, dan
hampir semua orang pernah terinfeksinya. Sistem kekebalan tubuh yang sehat
dapat mengendalikan moluskum agar lesi
tidak terjadi, atau jika terjadi, tidak
bertahan lama. Orang dengan sistem
kekebalan yang lemah dapat mengembangkan lesi moluskum yang menyebar,
bertahan lama, dan sangat sulit diobati.
Kurang lebih 20% Odha akan mengembangkan moluskum.
Moluskum bukan masalah kesehatan
yang berat. Namun, banyak orang menganggap lesi moluskum kelihatan sangat
buruk. Ini dapat menyebabkan masalah
emosional dan mental yang berat.
Bagaimana Moluskum Menyebar?
Moluskum dapat menyebar melalui
hubungan langsung dengan kulit. Infeksi
ini dapat menular melalui hubungan seks.
Moluskum dapat menginfeksi bagian
kulit mana pun, tetapi umumnya terjadi
pada wajah atau di pangkal paha dan
bagian pinggang.
Moluskum dapat menyebar dari lesi ke
bagian tubuh yang lain, atau kepada
orang lain. Infeksi ini juga dapat disebarkan oleh barang atau pakaian yang
pernah berhubungan dengan lesi.
Laki-laki dengan HIV sering mengalami moluskum pada wajah. Moluskum
dapat disebarkan akibat mencukur
janggut dengan pisau silet.
Bagaimana Kita Mengetahui Kita
Mengalami Moluskum?
Dokter dapat mendiagnosis lesi moluskum dengan mudah. Lesi tersebut adalah
bintil seperti lilin berwarna sama dengan
kulit, yang tidak sakit atau gatal. Hanya
ada satu atau dua infeksi lain dengan
gejala mirip dengan moluskum.
Bagaimana Moluskum Diobati?
Lesi moluskum diobati dengan cara
sama dengan kutil. Sayang, lesinya sering
kembali, dan harus diobati lagi.
y Lesi dapat dibekukan dengan nitrogen
cair. Ini cara pengobatan yang paling
lazim.
y Lesi dapat dibakar dengan jarum listrik
(kauterisasi listrik) atau laser. Terapi ini
dapat menyakitkan dan kadang meninggalkan bekas.
y Lesi dapat diobati dengan zat kimia
yang dipakai untuk kutil, seperti asam
trikloroasetik (TCA), podofilin atau
podofiloks. Zat ini tidak dapat dipakai
pada kulit yang peka atau sekitar mata.
y Lesi dapat dipotong atau ‘digali’ secara
bedah. Terapi ini dapat menyakitkan
dan meninggalkan bekas.
y Lesi dapat diobati dengan obat yang
dipakai untuk mengobati jerawat
misalnya tretinoin atau isotretinoin. Ini
pendekatan yang agak baru. Obat ini
mengurangi tingkat minyak dalam kulit.
Lapisan kulit atas mengering dan lepas.
Obat ini dapat menyebabkan kemerahan dan sakit. Tretinoin adalah
krim yang dioleskan pada lesi. Isotretinoin berbentuk pil.
y Satu pendekatan lain adalah memakai
obat antiviral sidofovir, kantaridin atau
imikuimod. Obat ini dioleskan langsung pada lesi. Obat tersebut dapat
menyebabkan gatal-gatal pada kulit di
tempatnya.
y Ada indikasi bahwa terapi antiretroviral
(ART) efektif menghilangkan gejala
moluskum.
Apakah Moluskum Dapat
Dicegah?
Karena virus yang menyebabkan
moluskum begitu umum, mustahil infeksi
virus tersebut dapat dihindari. Namun,
jika kita mengalami moluskum, kita harus
memastikan bahwa lesinya tidak tersentuh orang lain. Kita juga harus hati-hati
agar tidak menyebarkan moluskum pada
bagian tubuh yang lain.
Jangan menggaruk lesi atau melukainya waktu mencukur janggut. Beberapa
dokter berpikir memakai alat cukur listrik
membantu mencegah penyebaran moluskum.
Masalah Interaksi Obat
Obat jerawat tretinoin dan isotretinoin
cenderung mengeringkan kulit. Kulit
kering juga efek samping dari protease
inhibitor indinavir (suatu obat antiretroviral/ARV) dan beberapa ARV lain.
Jika kita memakai tretinoin atau isotretinoin untuk mengobati moluskum
sekaligus dengan ARV yang menyebabkan kulit kering, masalah kulit kita dapat
menjadi semakin buruk.
Garis Dasar
Moluskum adalah infeksi virus yang
dapat menyebabkan lesi pada kulit.
Walaupun tidak berbahaya secara medis,
lesi dapat mengakibatkan masalah
emosional dan mental yang berat.
Moluskum dapat disebarkan dari
orang-ke-orang melalui hubungan langsung dengan kulit. Moluskum juga dapat
disebarkan melalui hubungan seks. Jika
kita mengalami moluskum, kita dapat
menyebarkan moluskum pada bagian
kulit baru jika kita mencukur janggut
dengan pisau silet.
Lesi moluskum dapat dihilangkan
dengan cara serupa yang dipakai untuk
mengobati kutil. Sayangnya, lesi moluskum sering kambuh dan harus diobati
kembali.
Ditinjau 1 September 2014 berdasarkan FS 513
The AIDS InfoNet 21 April 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 512
PCP (Pneumonia Pneumocystis)
Apa PCP Itu?
Pneumonia Pneumocystis (PCP) adalah infeksi oportunistik (IO) paling umum
pada orang terinfeksi HIV. Tanpa pengobatan, lebih dari 85% orang dengan HIV
pada akhirnya akan mengembangkan
penyakit PCP. PCP menjadi salah satu
pembunuh utama Odha. Walau PCP
hampir selalu dapat dicegah dan diobati,
penyakit ini tetap menyebabkan kematian
pada kurang lebih 10% kasus.
Saat ini, dengan tersedianya terapi
antiretroviral (ART), angka PCP menurun
secara dramatis. Sayangnya, PCP masih
umum pada Odha yang terlambat mencari
pengobatan atau belum mengetahui dirinya
terinfeksi HIV. Sebenarnya, 30-40% Odha
akan mengembangkan PCP bila mereka
menunggu sampai jumlah CD4-nya kurang
lebih 50. Cara terbaik untuk mencegah PCP
adalah dengan tes HIV untuk mengetahui
infeksinya lebih dini.
PCP disebabkan oleh jamur yang ada
dalam tubuh hampir setiap orang. Dahulu
jamur tersebut disebut Pneumocystis
carinii, tetapi para ilmuwan sekarang
memakai nama Pneumocystis jiroveci,
namun penyakit masih disingkatkan
sebagai PCP. Sistem kekebalan yang
sehat dapat mengendalikan jamur ini.
Namun, PCP menyebabkan penyakit
pada orang dewasa dan anak dengan
sistem kekebalan yang lemah.
Jamur Pneumocystis hampir selalu
berpengaruh pada paru, menyebabkan
bentuk pneumonia (radang paru). Orang
dengan jumlah CD4 di bawah 200
mempunyai risiko paling tinggi mengalami penyakit PCP. Orang dengan
jumlah CD4 di bawah 300 yang telah
mengalami IO lain juga berisiko. Sebagian besar orang yang mengalami penyakit
PCP menjadi jauh lebih lemah, kehilangan berat badan, dan kemungkinan
mengembangkan penyakit PCP lagi.
Tanda pertama PCP adalah sesak napas,
demam, dan batuk tanpa dahak. Siapa pun
dengan gejala ini sebaiknya segera periksa
ke dokter. Namun, semua Odha dengan
jumlah CD4 di bawah 300 sebaiknya
membahas pencegahan PCP dengan dokter,
sebelum mengalami gejala apa pun.
Bagaimana PCP Diobati?
Selama bertahun-tahun, antibiotik
dipakai untuk mencegah PCP pada pasien
kanker dengan sistem kekebalan yang
lemah. Tetapi baru pada 1985 sebuah
penelitian kecil menunjukkan bahwa
antibiotik juga dapat mencegah PCP pada
Odha.
Obat yang sekarang dipakai untuk
mengobati PCP mencakup kotrimoksazol, dapson, pentamidin, dan atovakuon.
y Kotrimoksazol (TMP/SMX) (lihat
Lembaran Informasi (LI) 535) adalah
obat anti-PCP yang paling efektif. Ini
adalah kombinasi dua antibiotik: trimetoprim (TMP) dan sulfametoksazol
(SMX).
y Dapson (LI 533) serupa dengan kotrimoksazol. Dapson kelihatan hampir
seefektif kotrimoksazol melawan PCP.
y Pentamidin adalah obat hirup yang
berbentuk aerosol untuk mencegah
PCP. Pentamidin juga dipakai secara
intravena (IV) untuk mengobati PCP
aktif.
y Atovakuon adalah obat yang dipakai
pada kasus PCP ringan atau sedang oleh
orang yang tidak dapat memakai
kotrimoksazol atau pentamidin.
Berdasarkan sebuah penelitian kecil,
bila terapi baku tidak berhasil, pasien
mungkin dapat memakai trimekstrat
digabung dengan asam folinik.
Dapatkah PCP Dicegah?
Cara terbaik untuk mencegah PCP
adalah dengan memakai ART. Orang
dengan jumlah CD4 di bawah 200 dapat
mencegah PCP dengan memakai obat
yang juga dipakai untuk mengobati PCP.
Untuk informasi lebih lanjut, lihat LI 950
dan LI 951.
Cara yang lain untuk mengurangi risiko
PCP adalah dengan tidak merokok.
Perokok terinfeksi HIV mengembangkan
PCP 2-3 kali lebih cepat dibandingkan
Odha yang tidak merokok. Satu penelitian menemukan bahwa perokok yang
sudah berhenti sedikitnya selama satu
tahun tidak mengembangkan PCP lebih
cepat dibandingkan non-perokok.
ART dapat meningkatkan jumlah CD4
kita. Jika jumlah ini melebihi 200 dan
bertahan begitu selama tiga bulan,
mungkin kita dapat berhenti memakai
obat pencegah PCP tanpa risiko. Namun,
karena pengobatan PCP adalah murah
dan mempunyai efek samping yang
ringan, beberapa peneliti mengusulkan
pengobatan sebaiknya diteruskan hingga
jumlah CD4 di atas 300. Kita harus
berbicara dengan dokter kita sebelum
kita berhenti memakai obat apa pun
yang diresepkan.
Obat Mana yang Paling Baik?
Kotrimoksazol adalah obat yang paling
efektif melawan PCP. Obat ini juga
murah, dan dipakai dalam bentuk pil, satu
atau dua pil sehari.
Namun, bagian SMX dari kotrimoksazol merupakan obat sulfa dan hampir
separuh orang yang memakainya mengalami reaksi alergi, biasanya ruam kulit,
kadang-kadang demam. Sering kali, bila
penggunaan kotrimoksazol dihentikan
sampai gejala alergi hilang, lalu penggunaan dimulai kembali, masalah alergi
tidak muncul lagi. Reaksi alergi yang
berat dapat diatasi dengan memakai
desensitisasi. Pasien mulai dengan
takaran obat yang sangat rendah dan
kemudian meningkatkan takarannya
hingga takaran penuh dapat ditahan (lihat
LI 951). Mengurangi dosis menjadi tiga
pil seminggu mengurangi masalah alergi
kotrimoksazol, dan tampak sama berhasil.
Karena masalah alergi yang disebabkan
oleh kotrimoksazol serupa dengan efek
samping dari beberapa obat antiretroviral, sebaiknya penggunaan kotrimoksazol dimulai seminggu atau lebih
sebelum mulai ART. Dengan cara ini, bila
alergi muncul, penyebab lebih mudah
diketahui.
Dapson menyebabkan lebih sedikit
reaksi alergi dibanding kotrimoksazol,
dan harganya juga agak murah. Biasanya
dapson dipakai dalam bentuk pil tidak
lebih dari satu pil sehari. Namun dapson
kadang kala lebih sulit diperoleh di
Indonesia.
Pentamidin memerlukan kunjungan
bulanan ke klinik yang mempunyai
nebulizer, mesin yang membuat kabut
obat yang sangat halus. Kabut ini dihirup
secara langsung ke dalam paru. Prosedur
ini memakan waktu kurang lebih 30-45
menit. Kita dibebani harga obat tersebut
ditambah biaya klinik. Pasien yang
memakai pentamidin aerosol akan
mengalami PCP lebih sering dibanding
orang yang memakai pil antibiotik.
Garis Dasar
Hampir semua peristiwa PCP, salah
satu penyakit pembunuh utama para
Odha, dapat diobati – dan dapat dicegah
dengan obat murah yang mudah dipakai.
ART dapat menahan jumlah CD4 kita
tetap tinggi. Jika jumlah CD4 kita turun
di bawah 300, kita sebaiknya membahas
penggunaan obat pencegah PCP dengan
dokter kita. Siapa pun dengan jumlah
CD4 di bawah 200 seharusnya memakai
obat anti-PCP.
Ditinjau 1 Juni 2014 berdasarkan FS 515 The AIDS
InfoNet 16 April 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 513
PML
Apa PML Itu?
PML ada singkatan dari progressive
multifocal leucoencephalopathy (leukoensefalopati multifokal progresif). PML
adalah infeksi virus pada otak yang
gawat.
“Ensefalo” berarti terkait dengan otak.
“Pati” berarti penyakit. Jadi ensefalopati
adalah penyakit pada otak. “Leuko”
berarti pucat atau putih. Jadi leukoensefalopati adalah penyakit bahan putih
pada otak.
“Progresif” berarti penyakit ini menjadi
semakin buruk dalam waktu yang singkat. “Multifokal” berarti penyakit ini
ditemukan di berbagai tempat sekaligus.
Para peneliti berpikir 6% Odha di AS
mengembangkan PML. Angka yang
persis sulit diketahui karena diagnosis
PML sulit. Belum ada informasi mengenai angka ini di Indonesia. Sebagian
besar kasus PML ditemukan pada orang
dengan jumlah CD4 di bawah 100.
Sebelumnya, sebagian besar kasus
PML mengakibatkan kematian. Orang
yang didiagnosis PML hidup rata-rata
enam bulan. Sebagian besar meninggal
dunia dalam dua tahun. Namun, orang
dengan PML yang mulai memakai terapi
antiretroviral (ART) untuk mengendalikan HIV-nya bertahan hidup jauh lebih
lama. Sekarang lebih dari separuh orang
dengan HIV dan PML di AS bertahan
hidup sedikitnya dua tahun.
PML disebabkan virus dengan nama JC
– JC adalah inisial pasien pertama yang
didiagnosis dengan penyakit ini. Sebagian besar orang dewasa terinfeksi
virus JC, namun tidak mengembangkan
penyakit. Sistem kekebalan tubuh yang
sehat dapat mengendalikan infeksi JC
agar tidak menyebabkan penyakit. Pada
orang dengan sistem kekebalan yang
rusak, virus JC ini bisa menjadi aktif.
Bagaimana PML Dideteksi?
Gejala awal PML adalah kelemahan
pada otot atau masalah berkoordinasi
lengan atau kaki. Mungkin ada kesulitan
berpikir atau berbicara. Masalah penglihatan dan ingatan, kejang, dan sakit
kepala bisa terjadi.
Gejala ini juga dapat terjadi dengan
infeksi oportunistik yang lain, termasuk
toksoplasmosis, limfoma, infeksi telinga
dalam, atau meningitis kriptokokus.
Adalah penting mengesampingkan penyakit ini.
PML dapat didiagnosis dengan penggambaran otak dengan magnetic resonance (MRI). Cara lain adalah dengan
memeriksa cairan sumsum tulang punggung. Contoh cairan diambil dengan
menusuk jarum tipis pada tulang punggung. Ini disebut pungsi lumbal (lumbar
puncture atau spinal tap).
Bagaimana PML Diobati?
Suatu hambatan besar dengan mengobati penyakit apa pun pada otak adalah
sawar darah-otak. Sawar darah-otak
adalah jaringan ketat pembuluh darah
yang melindungi otak dari zat beracun.
Bahan kimia yang larut dalam lemak
dapat melewati sawar darah-otak. Bahan
yang larut dalam air tidak dapat melewatinya. Sayangnya, sebagian besar
antibiotik dan banyak obat lain larut
dalam air.
Saat ini, belum ada pengobatan yang
dibuktikan efektif untuk mengobati PML.
Hasil beberapa penelitian bertentangan.
Ada beberapa pengobatan potensial yang
belum diuji coba dengan teliti. Namun
PML dapat diperlambat atau dihentikan
pada beberapa pasien yang memakai
ART.
Sampai sekarang, menguatkan sistem
kekebalan tubuh adalah cara terbaik
untuk mengobati PML. Namun pendekatan ini dapat memicu sindrom
pemulihan kekebalan (IRIS – lihat
Lembaran Informasi 483).
Ara-C (sitosin arabinosid atau sitarabin) pernah diuji coba terhadap PML.
Obat ini diberi secara infus, atau dimasukkan langsung ke otak. Obat ini
tampaknya berhasil dalam satu percobaan
kecil, tetapi tidak pada percobaan
berikutnya. Ara-C sangat beracun, dan
merusak sumsum tulang.
AZT dosis tinggi pernah dicoba terhadap PML, karena obat ini dapat melalui
sawar darah-otak. Obat lain pernah juga
dicoba tetapi tingkat keberhasilannya
berbeda-beda termasuk asiklovir, heparin, peptid-T, interferon beta, deksametason, meflokuin, n-asetilsistin,
topotekan dan sidofovir.
Karena PML dapat sangat cepat berkembang, penting segera mulai pengobatan.
Garis Dasar
PML adalah penyakit otak yang disebabkan infeksi virus JC. Penyakit ini
menimbulkan kematian dalam 50%
kasus. Infeksi ini sulit dibedakan dari
infeksi yang lain.
Belum ada pengobatan yang disetujui
untuk PML, walaupun beberapa pengobatan mungkin dapat membantu. Penguatan sistem kekebalan tubuh dengan
terapi antiretroviral (ART) sekarang
pendekatan terbaik. Pengobatan apa pun
harus dimulai secepat mungkin. ART
dapat memperlambat kelanjutan PML.
Ditinjau 1 September 2014 berdasarkan FS 516
The AIDS InfoNet 16 April 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 514
HERPES ZOSTER
Apa Herpes Zoster Itu?
Herpes zoster (Shingles) adalah suatu
penyakit yang membuat sangat nyeri (rasa
sakit yang amat sangat). Penyakit ini juga
disebabkan oleh virus herpes yang juga
mengakibatkan cacar air (virus varisela
zoster). Seperti virus herpes yang lain, virus
varisela zoster mempunyai tahapan penularan awal (cacar air) yang diikuti oleh suatu
tahapan tidak aktif. Kemudian, tanpa alasan
virus ini jadi aktif kembali, menjadikan
penyakit yang disebut sebagai herpes zoster.
Kurang lebih 20% orang yang pernah
cacar air lambat laun akan mengembangkan
herpes zoster. Keaktifan kembali virus ini
kemungkinan akan terjadi pada orang
dengan sistem kekebalan yang lemah. Ini
termasuk orang terinfeksi HIV, dan orang
di atas usia 50 tahun.
Herpes zoster hidup dalam jaringan saraf.
Kejangkitan herpes zoster dimulai dengan
gatal, mati rasa, kesemutan atau rasa nyeri
yang berat pada daerah bentuk tali lebar di
dada, punggung, atau hidung dan mata.
Walaupun jarang, herpes zoster dapat
menular pada saraf wajah dan mata. Ini
dapat menyebabkan jangkitan di sekitar
mulut, pada wajah, leher dan kulit kepala,
dalam dan sekitar telinga, atau pada ujung
hidung.
Jangkitan herpes zoster hampir selalu
terjadi hanya pada satu sisi tubuh. Setelah
beberapa hari, ruam muncul pada daerah
kulit yang berhubungan dengan saraf yang
meradang. Lepuh kecil terbentuk, dan berisi
cairan. Kemudian lepuh pecah dan berkeropang.
Jika lepuh digaruk, infeksi kulit dapat
terjadi. Ini membutuhkan pengobatan
dengan antibiotik dan mungkin menimbulkan bekas.
Biasanya, ruam hilang dalam beberapa
minggu, tetapi kadang-kadang rasa nyeri
yang berat dapat bertahan berbulan-bulan
bahkan bertahun-tahun. Kondisi ini disebut
“neuralgia pascaherpes”.
Herpes Zoster dan HIV
Herpes zoster bukan infeksi yang menyebutkan kita AIDS.
Herpes zoster dapat terjadi pada orang
dengan HIV baru setelah mereka mulai
memakai terapi antiretroviral (ART). Kasus
herpes zoster ini kemungkinan diakibatkan
pemulihan pada sistem kekebalan tubuh
(lihat Lembaran Informasi 483).
HIV meningkatkan risiko kerumitan akibat
herpes zoster. Kerumitan ini termasuk rasa
nyeri (neuralgia pascaherpes). Juga bila kita
mengalami penglihatan yang kabur, langsung lapor ke dokter. Sebagaimana kita
menjadi semakin tua, kita semakin mungkin mengembangkan herpes zoster.
Bagaimana Herpes Zoster Menular?
Herpes zoster hanya dapat terjadi setelah
kita mengalami cacar air. Jika kita sudah
menderita cacar air dan kita berhubungan
dengan cairan dari lepuh herpes zoster, kita
tidak dapat ‘tertular’ herpes zoster. Namun,
orang yang belum menderita cacar air dapat
terinfeksi herpes zoster dan mengembangkan cacar air. Jadi kita yang belum
terinfeksi harus menghindari hubungan
dengan ruam herpes zoster atau dengan
bahan yang mungkin sudah menyentuh
ruam atau lepuh herpes zoster.
Bagaimana Herpes Zoster
Diobati?
Perawatan setempat untuk herpes zoster
sebaiknya termasuk membersihkan lukanya
dengan air garam dan menjaganya tetap
kering. Gentian violet dapat dioleskan pada
luka.
Beberapa jenis obat dipakai untuk
mengobati herpes zoster. Obat ini termasuk
obat antiherpes, dan beberapa jenis obat
penawar nyeri.
Obat antiherpes: Pengobatan baku untuk
herpes zoster adalah dengan asiklovir, yang
dapat diberikan dalam bentuk pil atau
secara intravena (infus) untuk kasus yang
lebih berat.
Dua obat yang agak baru telah disetujui
untuk pengobatan herpes zoster: famsiklovir dan valasiklovir. Obat ini diminum
tiga kali sehari, dibanding dengan asiklovir
yang diminum lima kali sehari. Semua obat
ini paling berhasil apabila dimulai dalam
tiga hari pertama setelah rasa nyeri herpes
zoster mulai terasa.
Penghambat saraf (nerve blockers):
Dokter sering meresepkan berbagai obat
penawar nyeri untuk orang dengan herpes
zoster. Karena rasa nyeri herpes zoster dapat
begitu hebat, peneliti mencari cara untuk
menghambat rasa nyeri tersebut. Suntikan
obat bius dan/atau steroid sedang diteliti
sebagai penghambat saraf. Obat tersebut
dapat disuntikkan pada saraf perifer atau
pada sumsum tulang punggung (susunan
saraf pusat).
Pengobatan kulit: Beberapa jenis krim, gel
dan semprotan sedang diteliti. Obat ini
memberi keringanan sementara pada rasa
sakit. Capsaicin, senyawa kimia yang
membuat cabe pedas, tampaknya berhasil
baik. Tambahannya, pada 1999, obat bius
lidokain dalam bentuk tempelan disetujui di
AS. Tempelan ini, dengan nama merek Lidoderm, meringankan rasa nyeri pada beberapa
orang dengan herpes zoster. Karena dioleskan pada kulit, risiko efek samping obat ini
lebih rendah dibanding dengan obat penawar
nyeri dengan bentuk pil.
Kutenza adalah pengobatan kulit yang baru.
Obat ini adalah bentuk capsaicin yang sangat
dipekatkan. Obat dioleskan di klinik dokter
selama 60 menit, dan dapat meringankan rasa
nyeri selama tiga bulan.
Obat penawar nyeri lain: Beberapa obat
yang biasanya dipakai untuk mengobati
depresi, epilepsi dan rasa sakit yang berat
kadang kala dipakai untuk nyeri herpes
zoster. Obat tersebut dapat menimbulkan
berbagai efek samping. Nortriptilin adalah
obat antidepresi yang paling umum dipakai
untuk nyeri herpes zoster. Pregabalin adalah
obat antiepilepsi yang juga dipakai untuk
rasa nyeri setelah herpes zoster.
Dapatkah Herpes Zoster Dicegah?
Saat ini, belum ada cara untuk meramalkan jangkitan herpes zoster.
Ada penelitian yang menunjukkan bahwa
memberi vaksinasi pada orang yang lebih
tua dengan vaksin cacar air yang lebih kuat
daripada yang biasa dipakai untuk anak
dapat meningkatkan jenis kekebalan yang
dianggap perlu untuk melawan virus.
Zostavaks, sebuah vaksin terhadap herpes
zoster, sudah disetujui di AS. Penelitian
awal terhadap orang terinfeksi HIV menunjukkan bahwa Zostavaks adalah aman dan
efektif.
Garis Dasar
Herpes zoster adalah penyakit yang tidak
dapat diramalkan dan membuat sangat nyeri. Penyakit ini disebabkan virus yang menjadi aktif kembali setelah pernah mengakibatkan cacar air. Walaupun tidak secara
langsung dikaitkan dengan HIV, herpes
zoster tampaknya lebih sering terjadi pada
Odha.
Walaupun herpes zoster dapat hilang dalam beberapa minggu, rasa nyeri yang berat
dapat berlanjut selama beberapa bulan.
Vaksin terhadap herpes zoster telah
disetujui di AS. Penelitian awal terhadap
orang terinfeksi HIV menemukan bahwa
Zostavaks adalah aman dan efektif.
Penyakit ini diobati dengan asiklovir,
diminum lima kali sehari, atau pada kasus
yang berat diberikan lewat infus. Dua obat
yang lebih baru, famsiklovir dan valasiklovir, kelihatan lebih efektif terhadap
rasa nyeri yang timbul akibat herpes zoster,
dan hanya perlu diminum tiga kali sehari.
Bisa jadi sangat sulit menahan rasa nyeri
akibat herpes zoster. Suatu pengobatan baru
adalah tempelan obat bius yang dapat
ditempelkan langsung pada kulit.
Ditinjau 1 September 2014 berdasarkan FS 509
The AIDS InfoNet 7 November 2013
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 515
TUBERKULOSIS (TB)
Apa TB Itu?
Bagaimana TB Didiagnosis?
Tuberkulosis (TB) adalah infeksi yang
disebabkan oleh bakteri. TB biasanya
berpengaruh pada paru, tetapi juga dapat
berdampak pada organ lain, terutama pada
Odha dengan jumlah CD4 di bawah 200.
TB adalah penyakit yang sangat berat di
seluruh dunia. Hampir sepertiga penduduk
dunia, dan sepertiga Odha terinfeksi TB.
Sistem kekebalan tubuh yang sehat biasanya
dapat mencegah penyakit aktif. TB adalah
penyebab kematian yang besar untuk Odha
di seluruh dunia, menurut WHO.
Nama tuberkulosis berasal dari tuberkel.
Tuberkel adalah tonjolan kecil dan keras
yang terbentuk waktu sistem kekebalan
membangun tembok mengelilingi bakteri TB
dalam paru. Infeksi ini disebut TB paru.
Infeksi dapat menyebar dari paru ke ginjal,
tulang belakang dan otak. Infeksi ini disebut
TB luar paru. TB luar paru ditemukan pada
orang yang sudah terinfeksi TB tetapi belum
diobati. Odha yang tinggal di daerah rawan
TB dapat mengembangkan TB luar paru.
TB aktif di paru dapat menyebabkan batuk
selama tiga minggu atau lebih, kehilangan
berat badan, kelelahan terus-menerus,
keringat basah kuyup pada malam, dan
demam, terutama pada sore hari. Gejala ini
mirip dengan gejala yang disebabkan PCP
(lihat Lembaran Informasi (LI) 512). Gejala
ini dapat berbeda bila TB juga terjadi di
bagian tubuh lain. Bila Odha dengan TB
mengalami gejala tanpa alasan jelas,
sebaiknya kesampingkan penyakit TB aktif.
TB menular melalui udara, waktu seseorang dengan TB aktif pada paru batuk,
bersin atau bicara. Sinar ultraviolet dalam
cahaya matahari dapat mematikan TB.
Ventilasi yang baik mengurangi risiko
infeksi TB. Namun orang yang tinggal dekat
dengan orang dengan TB aktif mudah
terinfeksi. Hal ini terutama mungkin bila kita
pada tahap infeksi HIV lanjut. Kita dapat
terinfeksi TB pada jumlah CD4 berapa pun.
Ada tes kulit yang sederhana untuk TB.
Sebuah protein yang ditemukan pada bakteri
TB disuntik pada kulit lengan. Jika kulit kita
bereaksi dengan bengkak, itu berarti kita
kemungkinan terinfeksi bakteri TB. Hasil tes
kulit yang positif bukan berarti kita TB aktif.
Jika HIV atau penyakit lain sudah merusak
sistem kekebalan kita, kita mungkin tidak
menunjukkan reaksi pada tes kulit, walaupun kita terinfeksi TB. Kondisi ini disebut
‘anergi’. Oleh karena masalah ini, dan
karena kebanyakan orang di Indonesia sudah
terinfeksi TB, jadi tes kulit sekarang jarang
dipakai di sini. Jika kita anergi, pembiakan
bakteri dari dahak (lihat alinea berikut)
adalah cara terbaik untuk diagnosis TB aktif.
Bila kita mempunyai gejala yang mungkin disebabkan oleh TB, dokter akan minta
kita menyediakan tiga contoh dahak untuk
diperiksa, termasuk satu yang diminta
dikeluarkan dari paru pada pagi hari. Dokter
juga mungkin melakukan rontgen dada.
Dokter juga akan coba membiakkan bakteri
TB dari contoh dahak atau cairan yang
diambil dari bagian tubuh lain yang dapat
mengena TB. Tes ini dapat memerlukan
jangka waktu dua sampai empat minggu,
tergantung pada cara yang dilakukan. Sulit
mendiagnosis TB aktif, terutama pada Odha,
karena tampaknya mirip dengan pneumonia,
masalah paru lain, atau infeksi lain, dan juga
dapat terjadi di luar paru. Namun tes baru
yang lebih cepat sedang dikembangkan.
TB dan HIV: Pasangan yang Buruk
Banyak jenis virus dan bakteri hidup di
tubuh kita. Sistem kekebalan tubuh yang
sehat dapat mengendalikan kuman ini agar
mereka tidak menyebabkan penyakit. Jika
HIV melemahkan sistem kekebalan, kuman
ini dapat mengakibatkan infeksi oportunistik
(IO).
Angka TB pada Odha sering kali 40 kali
lebih tinggi dibanding angka untuk orang
yang tidak terinfeksi HIV. Angka TB di
seluruh dunia meningkat karena HIV.
TB dapat merangsang HIV agar lebih
cepat menggandakan diri, mengurangi
jumlah CD4 dan memburukkan infeksi HIV.
Karena itu, penting agar orang dengan HIV
mencegah dan mengobati TB.
Bagaimana TB Diobati?
Jika kita terinfeksi TB, tetapi tidak
mengalami penyakit aktif, kemungkinan kita
diobati dengan isoniazid (INH) untuk
sedikitnya enam bulan, atau dengan INH
plus satu atau dua obat lain untuk tiga bulan.
INH dapat menyebabkan masalah hati,
terutama pada perempuan. Sebuah penelitian pada 2001 menunjukkan bahwa
penggunaan INH bersamaan dengan rifapentin seminggu sekali selama tiga bulan
sama efektif. CDC-AS sekarang mengusulkan terapi jangka lebih pendek ini. Sayangnya rifapentin berinteraksi dengan beberapa
protease inhibitor. Penyesuaian takaran
mungkin dibutuhkan, tetapi belum diteliti.
Jika kita mengalami TB aktif, kita diobati
dengan antibiotik. Karena bakteri TB dapat
menjadi kebal (resistan) terhadap obat tunggal,
kita akan diberi kombinasi antibiotik. Obat TB
harus dipakai untuk sedikitnya enam bulan,
tetapi kebanyakan kasus TB dapat disembuhkan dengan antibiotik yang ada. Jika kita
tidak memakai semua obat, TB dalam tubuh
kita mungkin jadi resistan dan obat tersebut
akan menjadi tidak efektif lagi.
Ada jenis TB yang resistan terhadap beberapa antibiotik. Ini disebut TB yang
resistan terhadap beberapa obat atau MDRTB, atau yang resistan terhadap semua obat
lini pertama dan kedua (XDR-TB). Jenis TB
ini jauh lebih sulit diobati. Lebih banyak
jenis obat harus dipakai untuk jangka waktu
yang lebih lama. Angka kesembuhan lebih
rendah dibandingkan TB yang lazim. Untuk
pertama kali selama 40 tahun terakhir, FDAAS baru saja menyetujui obat baru untuk TB.
Obat tersebut, bedakwilin, adalah efektif
terhadap TB yang resistan terhadap obat lain.
Masalah Obat
Beberapa antibiotik yang dipakai untuk
mengobati TB dapat merusak hati atau
ginjal. Begitu juga beberapa obat antiretroviral (ARV). Bisa jadi sulit untuk
memakai obat TB dan ARV sekaligus. INH
dapat menyebabkan neuropati perifer
(LI 555), seperti juga beberapa ARV, jadi
dapat terjadi masalah bila obat ini dipakai
bersama. Pengobatan TB juga dapat menyebabkan sindrom pemulihan kekebalan (lihat
LI 483).
Juga, banyak ARV berinteraksi dengan
obat yang dipakai untuk memerangi TB –
lihat LI 407 untuk informasi mengenai
interaksi obat. Rifampisin umumnya dipakai
untuk mengobati TB. Obat ini dapat mengurangi tingkat ARV dalam darah kita di
bawah tingkat yang diperlukan untuk
mengendalikan HIV. ARV dapat meningkatkan tingkat obat TB ini sehingga mengakibatkan efek samping yang berat.
Rifampisin tidak boleh dipakai jika kita
memakai kebanyakan protease inhibitor (PI)
atau NNRTI. Ada pedoman khusus untuk
dokter jika kita memakai obat untuk memerangi TB dan HIV sekaligus.
Untuk alasan ini, lebih baik TB diobati
sebelum terapi ARV (ART) dimulai. Namun
bila jumlah CD4 di bawah 350, ART
sebaiknya dimulai segera setelah efek
samping obat TB sudah hilang.
Garis Dasar
TB adalah penyakit berat dan membunuh
lebih banyak Odha dibanding dengan semua
penyakit lain. TB dan HIV saling memburukkan.
Ada pengobatan efektif untuk infeksi TB,
dan untuk penyakit TB aktif. Jika kita pernah
dekat dengan orang TB aktif, atau mempunyai gejala TB, sebaiknya kita segera dites
dan diobati.
Pengobatan untuk TB perlu jangka waktu
yang lama, dan dapat sulit dipakai sekaligus
dengan ARV, tetapi obat tersebut dapat
menyembuhkan TB. Beberapa obat TB
dapat berinteraksi dengan ARV, jadi pengobatan harus direncanakan dengan hati-hati
jika kita memiliki TB dan HIV sekaligus.
Penting dipahami bahwa semua obat TB
harus dipakai untuk jangka waktu sesuai
perintah dokter.
Diperbarui 7 Februari 2014 berdasarkan FS 518
The AIDS InfoNet 4 Februari 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 516
KANDIDIASIS
Apa Kandidiasis Itu?
Kandidiasis adalah infeksi oportunistik (IO) yang sangat umum pada orang
terinfeksi HIV. Infeksi ini disebabkan
oleh sejenis jamur yang umum, yang
disebut kandida. Jamur ini, semacam ragi,
ditemukan di tubuh kebanyakan orang.
Sistem kekebalan tubuh yang sehat dapat
mengendalikan jamur ini. Jamur ini biasa
menyebabkan penyakit pada mulut,
tenggorokan dan vagina. IO ini dapat
terjadi beberapa bulan atau tahun sebelum IO lain yang lebih berat. Lihat Lembaran Informasi (LI) 500 untuk informasi
lebih lanjut tentang IO.
Pada mulut, penyakit ini disebut thrush.
Bila infeksi menyebar lebih dalam pada
tenggorokan, penyakit yang timbul
disebut esofagitis. Gejalanya adalah
gumpalan putih kecil seperti busa, atau
bintik merah. Penyakit ini dapat menyebabkan sakit tenggorokan, sulit menelan,
mual, dan hilang nafsu makan. Kandidiasis juga dapat menyebabkan retak
pada ujung mulut, yang disebut sebagai
kheilitis angularis.
Kandidiasis adalah berbeda dengan
seriawan, walaupun orang awam sering
menyebutnya sebagai seriawan. Lihat
LI 624 untuk informasi mengenai seriawan yang benar.
Kandidiasis pada vagina disebut
vaginitis. Penyakit ini adalah umum.
Gejala vaginitis termasuk gatal, rasa
bakar dan keluarnya cairan kental putih.
Kandida juga dapat menyebar dan
menimbulkan infeksi pada otak, jantung,
sendi, dan mata.
Apakah Kandidiasis Dapat
Dicegah?
Tidak ada cara untuk mencegah terpajan kandida. Umumnya, obat tidak
dipakai untuk mencegah kandidiasis. Ada
beberapa alasan:
y Penyakit tersebut tidak begitu gawat
y Ada obat yang efektif untuk mengobati
penyakit tersebut
y Jamur jenis ini dapat menjadi kebal
(resistan) terhadap obat
Menguatkan sistem kekebalan tubuh
dengan terapi antiretroviral (ART) adalah
cara terbaik untuk mencegah jangkitan
kandidiasis.
Bagaimana Kandidiasis Diobati?
Sistem kekebalan tubuh yang sehat
dapat menjaga supaya kandida tetap
seimbang. Bakteri yang biasa ada di
tubuh juga dapat membantu mengendalikan kandida. Beberapa antibiotik membunuh bakteri ini dan dapat menyebabkan
kandidiasis. Mengobati kandidiasis tidak
dapat memberantas jamur itu. Pengobatan akan mengendalikan jamur agar
tidak berlebihan.
Pengobatan dapat lokal atau sistemik.
Pengobatan lokal diberikan pada tempat
infeksi. Pengobatan sistemik berpengaruh pada seluruh tubuh. Banyak dokter
lebih senang memakai pengobatan lokal
dahulu. Obat lokal menimbulkan lebih
sedikit efek samping dibanding pengobatan sistemik. Juga risiko kandida
menjadi resistan terhadap obat lebih
rendah. Obat yang dipakai untuk memerangi kandida adalah obat antijamur.
Hampir semua namanya diakhiri dengan
‘-azol’. Obat tersebut termasuk klotrimazol, nistatin, flukonazol, dan
itrakonazol.
Pengobatan lokal termasuk: olesan;
supositoria yang dipakai untuk mengobati vaginitis; cairan; dan lozenge yang
dilarutkan dalam mulut.
Pengobatan lokal dapat menyebabkan
rasa pedas atau gangguan setempat.
Pengobatan yang paling murah untuk
kandidiasis mulut adalah gentian violet;
obat ini dioleskan di tempat ada lesi
(jamur) tiga kali sehari selama 14 hari.
Obat yang sangat murah ini dapat
diperoleh dari puskesmas atau apotek
tanpa resep.
Pengobatan sistemik diperlukan jika
pengobatan lokal tidak berhasil, atau jika
infeksi menyebar pada tenggorokan
(esofagitis) atau bagian tubuh yang lain.
Beberapa obat sistemik tersedia dalam
bentuk pil. Efek samping yang paling
umum adalah mual, muntah dan sakit
perut. Kurang dari 20% orang mengalami
efek samping ini.
Kandidiasis dapat kambuh. Beberapa
dokter meresepkan obat antijamur jangka
panjang. Ini dapat menyebabkan resistansi. Ragi penyebab dapat bermutasi sehingga obat tersebut tidak lagi berhasil.
Beberapa kasus berat tidak menanggapi
obat lain. Dalam keadaan ini, amfoterisin
B mungkin dipakai. Obat ini yang sangat
manjur dan beracun, dan diberi melalui
mulut atau secara intravena (infus). Efek
samping utama obat ini adalah masalah
ginjal (lihat LI 651) dan anemia (kurang
darah merah – lihat LI 552). Reaksi lain
termasuk demam, panas dingin, mual,
muntah dan sakit kepala. Reaksi ini biasa
membaik setelah beberapa dosis pertama.
Terapi Alam
Beberapa terapi non-obat tampaknya
membantu. Terapi tersebut belum diteliti
dengan hati-hati untuk membuktikan
hasilnya.
y Mengurangi konsumsi gula.
y Minum teh Pau d’Arco. Ini dibuat dari
kulit pohon Amerika Selatan.
y Memakai bawang putih mentah atau
suplemen bawang putih (LI 742).
Bawang putih diketahui mempunyai
efek antijamur dan antibakteri. Namun
bawang putih dapat berinteraksi dengan
protease inhibitor.
y Kumur dengan minyak pohon teh (tea
tree oil) yang dilarutkan dengan air.
y Memakai kapsul laktobasilus (asidofilus), atau makan yoghurt dengan
bakteri ini. Pastikan produk mengandung biakan yang hidup dan aktif.
Mungkin ada manfaat memakai ini
setelah memakai antibiotik.
y Memakai suplemen gamma-linoleic
acid (GLA) dan biotin. Dua suplemen
ini tampaknya membantu memperlambatkan penyebaran kandida. GLA
ditemukan pada beberapa oli yang
dipres dingin. Biotin adalah jenis
vitamin B.
Garis Dasar
Kandidiasis adalah penyakit jamur
(ragi) yang sangat umum. Jamur ini biasa
hidup dalam tubuh. Jamur tersebut tidak
dapat diberantas. Cara terbaik untuk
menghindari jangkitan kandidiasis adalah
dengan menguatkan sistem kekebalan
tubuh melalui penggunaan terapi antiretroviral.
Sebagian besar penyakit kandidiasis
dapat diobati secara mudah dengan terapi
lokal. Pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, penyakit ini
menjadi lebih menetap. Obat antijamur
sistemik dapat dipakai, tetapi kandida
mungkin menjadi resistan terhadapnya.
Obat antijamur yang paling manjur,
amfoterisin B, dapat menimbulkan efek
samping yang berat.
Beberapa terapi alam tampaknya memberi manfaat untuk mengendalikan
infeksi kandida.
Ditinjau 9 Desember 2014 berdasarkan FS 501 The
AIDS InfoNet 19 Mei 2014, dan Pedoman AIDS
Namibia
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 517
TOKSOPLASMOSIS
Apa Toksoplasmosis Itu?
Toksoplasmosis (tokso) adalah infeksi
yang disebabkan oleh parasit sel tunggal
toxoplasma gondii. Parasit adalah
makhluk yang hidup dalam organisme
hidup lain (induknya) dan mengambil
semua gizi dari induknya.
Penyakit yang paling umum diakibatkan tokso adalah infeksi pada otak
(ensefalitis). Tokso juga dapat menginfeksikan bagian tubuh lain. Tokso dapat
menyebabkan koma dan kematian. Risiko
tokso paling tinggi waktu jumlah CD4
kita di bawah 100.
Berapa Tingkat Tokso pada
Umum?
Parasit tokso sangat umum pada tinja
kucing, sayuran mentah dan tanah.
Kuman ini juga umumnya ditemukan
dalam daging mentah, terutama daging
babi, kambing dan rusa. Parasit tersebut
dapat masuk ke tubuh waktu kita menghirup debu. Hingga 50% penduduk
terinfeksi tokso. Sistem kekebalan tubuh
yang sehat dapat mencegah agar parasit
tokso tidak mengakibatkan penyakit.
Tokso tampaknya tidak menular dari
orang-ke-orang.
Pada awal epidemi HIV, tokso adalah
penyakit yang lazim. Dengan pengobatan
yang lebih baik, penyakit tokso agak
jarang terjadi. Pada 1995, 10.000 orang
dirawat inap di AS akibat tokso. Pada
2008, jumlah tersebut menurun menjadi
di bawah 3.000. Angka untuk Indonesia
tidak diketahui. Namun tokso masih
dialami oleh Odha, terutama pada orang
yang tidak tahu dirinya terinfeksi HIV,
dan tidak didiagnosis secara dini.
Bagaimana Tokso Didiagnosis?
Gejala pertama tokso termasuk demam,
kekacauan, kepala nyeri, disorientasi,
perubahan pada kepribadian, gemetaran
dan kejang. Tokso biasanya didiagnosis
dengan tes antibodi terhadap toxoplasma
gondii. Perempuan hamil dengan infeksi
tokso juga dapat menularkannya pada
bayinya.
Tes antibodi tokso menunjukkan
apakah kita terinfeksi tokso. Hasil positif
bukan berarti kita menderita penyakit
ensefalitis tokso. Namun, hasil tes negatif
berarti kita tidak terinfeksi tokso.
Pengamatan otak (brain scan) dengan
computerized tomography (CT scan) atau
magnetic resonance imaging (MRI scan)
juga dipakai untuk mendiagnosis tokso.
CT scan untuk tokso dapat mirip dengan
pengamatan untuk infeksi oportunistik
(IO) yang lain. MRI scan lebih peka dan
memudahkan diagnosis tokso.
Bagaimana Tokso Diobati?
Tokso diobati dengan kombinasi pirimetamin dan sulfadiazin. Kedua obat ini
dapat melalui sawar-darah otak.
Parasit toxoplasma gondii membutuhkan vitamin B untuk hidup. Pirimetamin
menghambat pemerolehan vitamin B
oleh tokso. Sulfadiazin menghambat
penggunaannya. Dosis normal obat ini
adalah 50-75mg pirimetamin dan 2-4g
sulfadiazin per hari.
Kedua obat ini mengganggu ketersediaan vitamin B dan dapat mengakibatkan anemia. Orang dengan tokso
biasanya memakai kalsium folinat
(semacam vitamin B) untuk mencegah
anemia.
Kombinasi obat ini sangat efektif
terhadap tokso. Lebih dari 80% orang
menunjukkan perbaikan dalam 2-3
minggu.
Tokso biasanya kambuh setelah peristiwa pertama. Orang yang pulih dari tokso
seharusnya terus memakai obat antitokso
dengan dosis rumatan yang lebih rendah.
Jelas bahwa orang yang mengalami tokso
sebaiknya mulai terapi antiretroviral
(ART) secepatnya. Bila CD4 naik
menjadi di atas 200 selama lebih dari tiga
bulan, terapi rumatan tokso dapat dihentikan.
Bagaimana Kita Memilih
Pengobatan Tokso?
Jika kita didiagnosis tokso, dokter kita
kemungkinan akan meresepkan pirimetamin dan sulfadiazin. Kombinasi ini
dapat menyebabkan penurunan pada
jumlah sel darah putih (lihat Lembaran
Informasi (LI) 552), dan masalah ginjal
(lihat LI 651).
Sulfadiazin adalah obat sulfa. Hampir
separuh orang yang memakainya mengalami reaksi alergi. Ini biasanya ruam
kulit, kadang-kadang demam.
Reaksi alergi dapat ditangani dengan
proses desensitisasi. Pasien mulai dengan
dosis obat yang sangat rendah, dan
takaran ditingkatkan secara berangsur
sehingga takaran penuh dapat ditahan.
Orang yang tidak tahan terhadap obat
sulfa dapat memakai klindamisin untuk
mengganti sulfadiazin dalam kombinasi.
Apakah Tokso Dapat Dicegah?
Cara terbaik untuk mencegah tokso
adalah memakai ART. Kita dapat dites
untuk mengetahui apakah kita terinfeksi
tokso. Jika belum terinfeksi, kita dapat
mengurangi risiko infeksi dengan menghindari memakan daging atau ikan
mentah, dan memakai sarung tangan dan
masker jika kita membersihkan kandang
kucing, dan cuci tangan dengan sempurna
setelah ini (walau seharusnya kita selalu
cuci tangan dengan sempurna – lihat
LI 851).
Jika jumlah CD4 kita di bawah 100, kita
sebaiknya memakai obat untuk mencegah
penyakit tokso aktif. Orang dengan
jumlah CD4 di bawah 200 biasanya
memakai kotrimoksazol (lihat LI 535)
untuk mencegah PCP (lihat LI 512). Obat
ini juga melindungi kita dari tokso. Jika
kita tidak tahan memakai kotrimoksazol,
dokter kita dapat meresepkan obat lain.
Garis Dasar
Toksoplasmosis adalah infeksi oportunistik yang berat. Jika kita belum
terinfeksi tokso, kita dapat menghindari
risiko terpajan infeksi dengan tidak
memakan daging atau ikan mentah, dan
ambil kewaspadaan lebih lanjut jika kita
membersihkan kandang kucing.
Kita dapat memakai ART untuk menahan jumlah CD4. Ini seharusnya mencegah masalah kesehatan diakibatkan
tokso. Jika jumlah CD4 kita turun di
bawah 100, kita sebaiknya bicara dengan
dokter tentang penggunaan obat untuk
mencegah penyakit tokso.
Jika kita mengalami kepala nyeri,
disorientasi, kejang, atau gejala lain
terkait tokso, kita harus langsung hubungi
dokter. Dengan diagnosis dan pengobatan dini, tokso dapat diobati secara
efektif.
Jika kita mengalami penyakit tokso,
sebaiknya kita terus memakai obat
antitokso untuk mencegah penyakitnya
kambuh. Obat ini boleh dihentikan bila
jumlah CD4 kita naik di atas 200 selama
tiga bulan atau lebih berkat ART.
Ditinjau 9 Desember 2014 berdasarkan FS 517 The
AIDS InfoNet 16 April 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 518
WASTING AIDS
Apa Wasting AIDS Itu?
Wasting AIDS adalah kehilangan berat
badan lebih dari 10% pada Odha secara
tidak sengaja, ditambah diare, atau rasa
lemah dan demam, hingga lebih dari 30
hari. Wasting dihubungkan dengan perkembangan penyakit dan kematian. Kehilangan
5% berat badan pun dapat menimbulkan
dampak negatif yang serupa. Walau kejadian sindrom wasting sudah berkurang
secara dramatis sejak 1996, wasting tetap
merupakan masalah untuk Odha, bahkan
apabila HIV-nya dikendalikan oleh terapi
antiretroviral (ART).
Sebagian dari berat badan yang hilang
adalah lemak. Lebih penting adalah
kehilangan massa otot. Ini juga disebut
“massa badan tidak berlemak (lean body
mass)” atau “massa sel badan (body cell
mass)”. Massa badan tidak berlemak diukur
dengan analisis impedansi biolistrik
(bioelectrical impedance analysis/BIA)
atau dengan pengamatan rontgen seluruh
tubuh (DEXA). Tes ini sederhana dan tidak
menyakitkan, dan seharusnya dapat dilaksanakan di praktek ahli gizi.
Wasting AIDS dan lipoatrofi (kehilangan
lemak dari tubuh) keduanya dapat menyebabkan perubahan pada bentuk tubuh. Lihat
Lembaran Informasi (LI) 551 untuk informasi lanjut mengenai lipodistrofi. Wasting
adalah kehilangan otot. Lipoatrofi dapat
menyebabkan kehilangan lemak di bawah
kulit. Wasting tidak sama dengan kehilangan lemak akibat lipodistrofi. Namun
wasting pada perempuan bisa diawali oleh
kehilangan lemak.
Apa Penyebab Wasting AIDS?
Beberapa faktor yang menyokong pada
wasting AIDS:
y Kekurangan makan: Nafsu makan
rendah adalah lazim pada HIV. Juga,
beberapa obat AIDS harus dipakai
sewaktu perut kosong, atau dengan
makanan. Beberapa Odha mengalami
kesulitan untuk makan walau lapar. Efek
samping obat seperti mual, perubahan
pada indra perasa, atau kesemutan di
sekitar mulut juga mengurangi nafsu
makan. Infeksi oportunistik pada mulut
atau tenggorokan dapat membuat seseorang sulit menelan makanan. Infeksi
pada perut atau usus dapat menjadikan
kita merasa kenyang setelah memakan
hanya sedikit. Depresi juga dapat menurunkan nafsu makan. Akhirnya, kekurangan uang atau tenaga dapat menyulitkan berbelanja atau memasak.
y Kekurangan penyerapan gizi: Orang
sehat menyerap gizi melalui usus kecil.
Pada penyakit HIV, beberapa infeksi
(termasuk parasit) dapat mengganggu
proses ini. HIV dapat langsung ber-
pengaruh pada lapisan usus dan mengurangi penyerapan gizi. Diare dapat menyebabkan kehilangan kalori dan gizi.
y Perubahan metabolisme: Penguraian
makanan dan pembentukan protein
dipengaruhi oleh penyakit HIV. Bahkan
sebelum gejala terlihat, kita membutuhkan lebih banyak tenaga. Ini
mungkin disebabkan penambahan kegiatan sistem kekebalan tubuh. Odha
membutuhkan lebih banyak kalori hanya
untuk mempertahankan berat badan.
Tingkat hormon dapat berpengaruh pada
metabolisme. HIV tampaknya mengubah
tingkat hormon, termasuk testosteron dan
tiroid. Juga sitokin berperan dalam wasting.
Sitokin adalah protein yang membuat
peradangan untuk membantu tubuh memerangi infeksi. Odha membuat sangat
banyak sitokin. Ini mengakibatkan tubuh
membuat lebih banyak lemak dan gula,
tetapi lebih sedikit protein.
Sayangnya, faktor ini dapat bekerja sama
untuk merancang ‘spiral ke bawah’.
Misalnya, infeksi dapat meningkatkan
kebutuhan tenaga tubuh. Infeksi ini sekaligus dapat mengganggu penyerapan gizi dan
menyebabkan kelelahan. Ini dapat mengurangi nafsu makan dan mengurangi kemampuan kita berbelanja atau memasak makanan. Kita mengurangi makanan, yang
mempercepat proses ini.
Bagaimana Wasting Diobati?
Tidak ada pengobatan baku untuk wasting AIDS. Namun terapi antiretroviral
(ART) yang berhasil umumnya mengarah
pada penambahan berat badan yang sehat.
Pengobatan wasting menangani masingmasing penyebab tersebut di atas.
Mengurangi viral load menjadi tidak
terdeteksi umumnya mengakibatkan peningkatan pada berat badan (rata-rata
peningkatan 10-25% per tahun).
y Mengurangi mual dan muntah dapat
membantu meningkatkan jumlah makanan. Juga perangsang nafsu makan termasuk Megace (lihat LI 540) dan Marinol (dronabinol) dapat dipakai. Sayangnya, Megace dikaitkan dengan penambahan lemak badan, gumpalan darah, masalah tulang, dan diabetes. Marinol adalah
bentuk sintetis (buatan) zat yang ditemukan pada mariyuana. Mariyuana sendiri
efektif untuk mengurangi mual dan merangsang nafsu makan. Obat antimual
juga dapat membantu.
y Mengobati diare dan infeksi oportunistik pada perut/usus dapat membantu menangani penyerapan gizi yang
buruk. Ada banyak perkembangan di
bidang ini. Namun, dua infeksi parasit –
kriptosporidiosis dan mikrosporidiosis –
masih sangat sulit diobati.
Pendekatan lain adalah suplemen gizi
seperti Ensure dan Advera. Produk ini
khusus dirancang untuk memberi gizi
yang mudah diserap. Namun suplemen ini
belum diteliti dengan hati-hati dan
mengandung banyak gula. Suplemen gizi
seperti Juven atau protein air dadih juga
dapat membantu peningkatan berat
badan. Namun beberapa orang mempunyai alergi terhadap air dadih. Diskusikan dengan dokter sebelum memakai
suplemen gizi. Suplemen hanya boleh
dipakai untuk melengkapi diet yang
seimbang.
y Mengobati perubahan pada metabolisme: Pengobatan hormon sedang diteliti. Hormon pertumbuhan manusia
(human growth hormone/HGH) meningkatkan berat badan dan massa badan tidak
berlemak, sekaligus mengurangi massa
lemak. Namun pengobatan ini sangat
mahal dan dapat menyebabkan efek
samping yang berat. Beberapa ahli
berpendapat bahwa HGH dapat dipakai
dengan dosis yang lebih rendah daripada
yang disetujui oleh FDA-AS.
Testosteron dan steroid anabolik (yang
membangun otot) seperti oksandrolon atau
nandrolon mungkin membantu mengobati
wasting. Obat ini diteliti terkait HIV secara
sendiri dan dalam kombinasi dengan
olahraga.
Progressive resistance training (PRT)
adalah semacam olahraga dengan beban
dan alat khusus. Sebuah penelitian baru
menemukan bahwa PRT memberi hasil
serupa dengan oksandrolon dalam meningkatkan massa badan yang tidak lemak. PRT
lebih efektif daripada oksandrolon dalam
meningkatkan fungsi fisik, serta lebih
murah. Olahraga juga dapat memperbaiki
suasana hati dan kolesterol, serta menguatkan tulang. Lihat LI 802 untuk informasi
lebih lanjut mengenai olahraga.
Garis Dasar
Wasting AIDS belum dipahami dengan
baik. Namun jelas Odha harus menghindari
kehilangan massa badan tidak berlemak.
Beberapa pengobatan untuk wasting sedang
diteliti.
Kita sebaiknya memantau berat badan
kita. Kita sebaiknya mempertahankan penggunaan makanan bergizi walaupun nafsu
makan kita rendah. Kita harus mencari
pengobatan secepatnya jika kita mengalami
diare yang berat atau infeksi apa pun pada
sistem pencernaan kita. Ini dapat menyebabkan masalah dengan penyerapan gizi.
Diberbarui 31 Juli 2014 berdasarkan FS 519 The
AIDS InfoNet 19 Mei 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 519
HERPES SIMPLEKS
Apa Herpes Simpleks Itu?
Herpes simpleks berkenaan dengan
sekelompok virus yang menulari manusia. Serupa dengan herpes zoster (lihat
Lembaran Informasi (LI) 514), herpes
simpleks menyebabkan luka-luka yang
sangat sakit pada kulit. Gejala pertama
biasanya gatal-gatal dan kesemutan/
perasaan geli, diikuti dengan lepuh yang
membuka dan menjadi sangat sakit.
Infeksi ini dapat dorman (tidak aktif)
dalam sel saraf selama beberapa waktu.
Namun tiba-tiba infeksi menjadi aktif
kembali. Herpes dapat aktif tanpa gejala
atau tanda kasatmata.
Virus herpes simpleks tipe 1 (HSV-1)
adalah penyebab umum untuk luka-luka
demam (cold sore) di sekeliling mulut.
HSV-2 biasanya menyebabkan herpes
kelamin. Namun HSV-1 dapat menyebabkan infeksi pada kelamin dan HSV-2
dapat menginfeksikan daerah mulut
melalui hubungan seks.
HSV adalah penyakit yang sangat
umum. Di AS, kurang lebih 45 juta orang
memiliki infeksi HSV – kurang lebih 20%
orang di atas usia 12 tahun. Diperkirakan
terjadi satu juta infeksi baru setiap tahun.
Prevalensi dan kejadian di Indonesia
belum diketahui. Prevalensi infeksi HSV
sudah meningkat secara bermakna selama
dasawarsa terakhir. Sekitar 80% orang
dengan HIV juga terinfeksi herpes kelamin.
Infeksi HSV-2 lebih umum pada perempuan. Di AS, kurang lebih satu dari empat
perempuan dan satu dari lima laki-laki
terinfeksi HSV-2. HSV kelamin berpotensi menyebabkan kematian pada bayi
yang terinfeksi. Bila seorang perempuan
mempunyai herpes kelamin aktif waktu
melahirkan, sebaiknya melahirkan dengan
bedah sesar.
Jangkitan HSV berulang dapat terjadi
bahkan pada orang dengan sistem kekebalan yang sehat. Jangkitan HSV berjangka lama mungkin berarti sistem
kekebalan tubuh sudah lemah. Ini termasuk Odha, terutama mereka yang
berusia di atas 50 tahun. Untungnya,
jarang ada jangkitan lama yang tidak
menjadi pulih kecuali pada Odha dengan
jumlah CD4 yang sangat rendah. Jangkitan lama ini juga sangat jarang terjadi
setelah tersedianya terapi antiretroviral
(ART).
HSV dan HIV
HSV tidak termasuk infeksi yang mendefinisikan AIDS. Namun orang yang
terinfeksi HIV dan HSV bersamaan lebih
mungkin mengalami jangkitan herpes
lebih sering. Jangkitan ini dapat lebih
berat dan bertahan lebih lama dibandingkan dengan orang tidak terinfeksi
HIV.
Luka herpes menyediakan jalur yang
dimanfaatkan HIV untuk melewati pertahanan kekebalan tubuh, sehingga menjadi
lebih mudah terinfeksi HIV. Sebuah
penelitian baru menemukan risiko orang
dengan HSV tertular HIV adalah tiga kali
lebih tinggi dibandingkan orang tanpa
HSV. Sebuah penelitian lain menemukan
bahwa mengobati HSV dapat mengakibatkan penurunan yang bermakna pada
viral load HIV. Namun penelitian lain
menemukan bahwa mengobati herpes
kelamin tidak mencegah infeksi HIV baru.
Orang dengan HIV dan HSV bersamaan juga sebaiknya sangat hati-hati waktu
ada jangkitan HSV. Pada waktu itu, viral
load HIV-nya (lihat LI 125) biasanya
meningkat, yang meningkatkan risiko
penularan HIV-nya pada orang lain.
Dari sisi lain, mengobati HSV pada
orang dengan infeksi HIV dan HSV
bersamaan dapat mengurangi viral load
HIV. Pengobatan ini juga dapat mengurangi risiko menyebarkan HIV pada orang
lain.
Bagaimana HSV Menular?
Infeksi HSV ditularkan dari orang ke
orang melalui hubungan langsung dengan
daerah tubuh yang terinfeksi. Penularan
dapat terjadi walaupun tidak ada luka
HSV yang terbuka.
Lagi pula, sebagian besar orang dengan
HSV tidak mengetahui dirinya terinfeksi
dan tidak sadar bahwa mereka dapat
menyebarkannya. Justru, di AS hanya 9%
orang dengan HSV-2 mengetahui dirinya
terinfeksi.
Bagaimana Herpes Diobati?
Perawatan setempat untuk herpes zoster
sebaiknya termasuk membersihkan lukanya dengan air garam dan menjaganya
tetap kering. Gentian violet dapat dioleskan pada luka.
Pengobatan baku untuk HSV adalah
asiklovir dalam bentuk pil dua sampai lima
kali sehari. Ada versi asiklovir lain dengan
nama valasiklovir. Valasiklovir dapat
diminum dua atau tiga kali sehari, tetapi
harganya jauh lebih mahal dibandingkan
asiklovir. Famsiklovir adalah obat lain yang
dipakai untuk mengobati HSV. Pada 2011
ada beberapa laporan bahwa penggunaan
asiklovir atau valasiklovir mengurangi viral
load HIV dan melambatkan kelanjutan
penyakit.
Obat ini tidak menyembuhkan infeksi
HSV. Namun obat ini dapat mengurangi
lama dan beratnya jangkitan yang terjadi.
Dokter mungkin meresepkan terapi “rumatan” – terapi antiherpes harian – untuk
Odha yang sering mengalami jangkitan
HSV. Terapi ini dapat mencegah sebagian
besar jangkitan. Terapi ini juga mengurangi
secara bermakna jumlah hari dalam bulan
waktu HSV dapat terdeteksi pada kulit atau
selaput mukosa, bahkan tidak ada gejala.
Apakah Herpes Dapat Dicegah?
Penyebaran HSV sulit dicegah. Hal ini
sebagian karena kebanyakan orang dengan HSV tidak tahu dirinya terinfeksi dan
dapat menularkannya. Orang yang tahu
dirinya terinfeksi HSV pun mungkin tidak
mengetahui mereka dapat menularkan
infeksi walaupun mereka tidak mempunyai luka herpes yang terbuka.
Angka penularan HSV dapat dikurangi
dengan penggunaan kondom. Namun
kondom tidak dapat mencegah semua
penularan. Infeksi HSV dapat menular dan
ditulari dari daerah kelamin yang agak
luas – lebih luas daripada yang ditutup
oleh celana dalam – dan juga di daerah
mulut. Bila kita dengan herpes minum
asiklovir setiap hari, kita dapat mengurangi risiko menulari herpes pada orang
lain.
Para peneliti sekarang mencari vaksin
untuk mencegah HSV. Satu calon vaksin
menunjukkan hasil yang baik terhadap
HSV-2 pada perempuan, tetapi tidak pada
laki-laki. Belum ada vaksin yang disetujui
untuk mencegah infeksi HSV, tetapi
penelitian terhadap vaksin untuk HSV
berlanjut terus.
Garis Dasar
Herpes simpleks adalah infeksi virus
yang dapat menyebabkan herpes kelamin
atau “luka demam” di sekitar mulut.
Kebanyakan orang yang terinfeksi HSV
tidak mengetahui dirinya terinfeksi. HSV
mudah menular dari orang ke orang waktu
hubungan seks atau hubungan langsung
yang lain dengan daerah infeksi HSV.
Herpes dapat menular walaupun luka
terbuka tidak terlihat.
Belum ada obat penyembuh untuk
herpes. Sekali kita terinfeksi, kita tetap
terinfeksi untuk seumur hidup. Orang
dengan herpes sekali-kali dapat mengalami jangkitan kulit melepuh yang sakit.
Setelah setiap jangkitan selesai, untuk
sementara infeksi menjadi laten atau tidak
aktif. Odha mengalami jangkitan HSV
yang lebih sering dan lebih berat.
Ditinjau 1 Juli 2014 berdasarkan FS 508 The AIDS
InfoNet 19 Mei 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 520
KANKER DAN HIV
Kanker yang Mana Berpengaruh
pada Odha?
Kanker adalah pertumbuhan yang tidak
terkendali oleh sel abnormal dalam
tubuh. Sel kanker disebut sebagai sel
ganas (malignant cell). Dalam hal kanker,
ganas berarti cenderung menyerang
jaringan normal dan kambuh setelah
penghapusan.
Kanker telah dikaitkan dengan AIDS
dari awal epidemi. Di antara kasus AIDS
pertama, yang ditemukan di Los Angeles, AS pada 1981, ada yang diketahui
akibat gejala sarkoma Kaposi (KS) – lihat
Lembaran Informasi (LI) 508. Kanker
kulit ini biasanya hanya timbul pada lakilaki usia lanjut, tetapi pada waktu itu
secara luar biasa ditemukan pada beberapa laki-laki muda.
Banyak jenis kanker dialami oleh Odha.
Beberapa kanker, yang disebut kanker
terdefinisi AIDS, adalah bagian dari
definisi resmi AIDS. Kanker ini termasuk
KS, Limfoma Non-Hodgkin (LI 509),
dan kanker leher rahim (LI 507) yang
lanjut.
Setelah terapi antiretroviral (ART)
mulai dipakai secara luas, angka timbulnya kanker terkait AIDS telah menurun
secara bermakna. Namun Odha lebih
berisiko mengalami kanker lain dibandingkan rata-rata pada masyarakat
umum. Kanker tersebut termasuk limfoma Hodgkin, dan kanker pada anus
(dubur), paru, hati, dan kulit. Jumlah
kasus kanker ini meningkat pada Odha.
Apakah HIV Meningkatkan Risiko
Kanker?
Beberapa penelitian menemukan angka
kejadian kanker yang lebih tinggi pada
Odha dibandingkan dengan masyarakat
umum.
Banyak faktor dapat menjelaskan hal
ini:
y Sekarang Odha hidup lebih lama,
berkat ART. Usia yang lebih tua
berhubungan dengan angka kejadian
kanker yang lebih tinggi
y Odha cenderung lebih mungkin dan
lebih banyak merokok, yang meningkatkan risiko beberapa jenis kanker.
Penelitian baru menunjukkan bahwa
Odha perokok kehilangan lebih banyak
tahun kehidupan akibat merokok
dibandingkan akibat HIV. Lihat LI 803.
y Infeksi HIV melemahkan sistem kekebalan tubuh. Ini mungkin membiarkan
sel kanker berkembang biak
y HIV juga merangsang sistem kekebalan
secara terus menerus. Ini mungkin
mendorong timbulnya beberapa jenis
kanker
y Beberapa kanker (seperti KS dan
limfoma Hodgkin) tampaknya terkait
dengan jumlah CD4 terendah (nadir)
yang pernah dialami oleh yang bersangkutan
y Beberapa kanker dikaitkan dengan
infeksi virus. Ini ditunjukkan dalam
tabel berikut.
Kanker
Virus
Sarkoma Kaposi (KS)
Limfoma Non-Hodgkin (NHL)
Kanker leher rahim dan dubur
Beberapa kanker kulit
Kanker hati
HHV8
HHV8, EBV
HPV
HPV
HBV, HCV
Odha mengalami angka kejadian
infeksi ini yang lebih tinggi dibandingkan masyarakat umum.
Apakah Kanker adalah Tanda
Penuaan Dini pada Odha?
Beberapa kanker timbul pada Odha
dengan usia lebih muda dibandingkan
masyarakat umum. Beberapa pakar
beranggap bahwa HIV mempercepat
penuaan, dan bahwa kanker adalah salah
satu tanda proses kecepatan ini.
Sebuah penelitian yang cermat menunjukkan bahwa ini tidak benar untuk
kebanyakan kanker. Penelitian ini menemukan bahwa kebanyakan Odha diteliti
pada usia lebih muda dibandingkan
masyarakat umum. Kebanyakan Odha
masih berusia antara 30 dan 55 tahun,
sehingga kanker tampaknya terjadi di
usia yang lebih muda. Untuk masyarakat
umum, usia yang lebih tinggi dikaitkan
dengan angka kejadian kanker yang lebih
tinggi. Sebagaimana populasi Odha
menjadi semakin tua, usianya waktu
timbul kasus kanker akan semakin tinggi.
Namun, Odha tampaknya mengembangkan kanker dubur dan paru, dan
limfoma Hodgkin pada usia yang lebih
muda. Hal ini mungkin karena dampak
HIV pada kanker ini, tetapi juga dapat
disebabkan oleh pajanan lebih dini pada
faktor risiko untuk jenis kanker ini,
seperti mulai merokok atau melakukan
hubungan seksual (yang meningkatkan
risiko infeksi HPV) pada usia lebih dini.
Lagi pula, Odha cenderung dipantau
secara lebih cermat dari usia yang lebih
muda, sehingga mungkin kanker terdeteksi lebih dini.
Bagaimana Odha Dapat
Mengurangi Risiko Kanker?
1. Berhenti merokok. Merokok berhubungan bukan hanya dengan kanker
paru, tetapi juga dengan kanker
kepala, leher, ginjal dan usus besar.
Merokok juga mungkin meningkatkan risiko kanker leher rahim.
2. Kurangi konsumsi alkohol, yang
dapat meningkatkan risiko kanker
hati.
3. Jika sesuai, lakukan vaksinasi terhadap HPV dan hepatitis A dan B.
4. Sebaiknya dites untuk hepatitis B dan
C, yang meningkatkan risiko kanker
hati. Jika kita terinfeksi, pastikan
dokter memantau infeksi ini.
5. Lakukan tes Pap pada leher rahim dan
dubur setiap tahun. Tes Pap pada
dubur harus dilakukan baik untuk
laki-laki dan perempuan. Sayangnya,
tes ini umumnya tidak tersedia.
Bicarakan dengan dokter.
6. Mengikuti pedoman baku untuk
pemeriksaan payudara, usus besar,
dan prostat.
7. Pakai krim anticahaya matahari dan
menghindari pajanan berlebihan pada
matahari.
Diperbarui 31 Juli 2014 berdasarkan FS 520 The
AIDS InfoNet 12 Januari 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 525
PENISILIOSIS
Apa Penisiliosis Itu?
Penisiliosis adalah infeksi yang disebabkan oleh jamur Penicillium marneffei,
yang biasanya ditemukan di daerah
tropis. Hingga saat ini, sebagian besar
kasus penisiliosis ditemukan di Thailand
utara, dan jarang didiagnosis sebelum
adanya AIDS. Seperempat pasien AIDS
di Chiang Mai, Thailand didiagnosis
penisiliosis, sementara lima kasus
didiagnosis di Singapura sampai dengan
2001. Penisiliosis adalah infeksi oportunistik (IO) terkait HIV tertinggi ketiga
di Thailand dan daerah lain di Asia
Tenggara.
Seperti penyakit lain yang jarang
ditemui dan dulu sangat tidak dikenal,
infeksi ini mempunyai kesempatan untuk
berkembang karena lemahnya sistem
kekebalan orang yang terinfeksi HIV.
Kebanyakan kasus penisiliosis ditemukan
pada orang dengan jumlah CD4 di bawah
100. Jika tidak diobati, penisiliosis dapat
mematikan.
Sumber infeksi jamur ini masih belum
ditentukan. Infeksi ini ditemukan pada
empat jenis tikus bambu, dan juga dalam
tanah. Tikus bambu ditemukan di Cina
selatan sampai ke Indonesia. Di Thailand
Utara, habitatnya adalah di belukar
bambu di daerah pegunungan, tempat
tikus itu hidup dalam tanah dan berkembang pada musim hujan. Kemungkinan penularan terjadi dari tanah dan
tampaknya lebih sering terjadi pada
musim hujan.
Penisiliosis adalah penyakit pernapasan
yang disebarkan dari paru. Jamur P.
marneffei dapat ditemukan di tempat
yang sedang dibangun, ketika membongkar bangunan tua, dan pada kotoran
burung serta kelelawar.
Tanda penisiliosis sebagian besar tidak
khusus; gejalanya, seperti demam, kehilangan berat badan, anemia (kurang sel
darah merah, lihat Lembaran Informasi
552), batuk, ruam pada kulit, dan kelenjar
getah bening, limpa dan hati yang
bengkak. Hingga 70% kasus juga mengalami lesi (luka) seperti jerawat pada kulit
di daerah muka, telinga, kaki dan tangan,
dan kadang di kelamin. Lesi ini serupa
dengan lesi diakibatkan oleh moluskum
(lihat LI 511). Penisiliosis juga dapat
berpengaruh pada organ tubuh lain,
termasuk sumsum tulang, kelenjar getah
bening, paru, hati dan usus. Gejala
muncul secara mendadak dan hebat.
Karena gejala ini sangat umum terkait
AIDS, terutama mirip dengan gejala
infeksi kriptokokosis atau histoplasmosis,
mungkin kebanyakan kasus tidak didiagnosis sebagai penisiliosis.
Bagaimana Penisiliosis Didiagnosis?
Penyakit ini dapat didiagnosis dengan
memeriksa contoh kulit, isi kelenjar atau
sumsum tulang dengan mikroskop. Namun sebagian besar diagnosis dilaksanakan dengan pemeriksaan klinis, walaupun gejala klinis dapat disalahartikan
dengan penyakit lain seperti histoplasmosis, kriptokokosis, atau moluskum.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan
membiakkan contoh darah atau sumsum
tulang. DNA (bahan genetik) jamur ini
dapat ditemukan dengan tes PCR, dan
cara ini sedang dinilai sebagai tes yang
dapat memberi hasil lebih cepat.
Dapatkah Penisiliosis Dicegah?
Cara terbaik untuk mencegah pajanan
adalah dengan menghindari perjalanan
pada daerah endemis jamur ini. Untuk
mencegah agar infeksi tidak menimbulkan penyakit, itrakonazol atau flukonazol dapat dipakai sebagai profilaksis
(obat yang dipakai untuk mencegah
penyakit) bila jumlah CD4 di bawah 100.
Namun profilaksis ini hanya dibutuhkan
untuk Odha yang tinggal atau berkunjung
pada daerah endemis
Bagaimana Penisiliosis Diobati?
Penisiliosis biasanya diobati dengan
obat antijamur, terutama amfoterisin B.
Amfoterisin B adalah obat yang sangat
manjur. Obat ini diinfus secara perlahan,
dan dapat mengakibatkan efek samping
yang berat.
Pasien dengan penisiliosis yang telah
menyebar ke seluruh tubuh biasanya
menanggapi dengan baik pada amfoterisin B secara infus dengan dosis
0,6mg/kg berat badan per hari untuk dua
minggu, diikuti itrakonazol (400mg
sekali sehari) untuk sepuluh hari. Pasien
dengan penyakit lebih ringan dapat
diobati dari awal dengan itrakonazol.
Pada Odha yang mengalaminya, terapi
antiretroviral (ART) sebaiknya dimulai
sekaligus dengan pengobatan untuk
penisiliosis.
Garis Dasar
Penisiliosis adalah penyakit yang bisa
menjadi gawat. Penyakit ini disebabkan
oleh jamur Penicillium marneffei. Jamur
ini hanya ditemukan di daerah tropis dan
tampaknya dibawa oleh tikus bambu.
Infeksi ini tidak dapat menular dari orang
ke orang.
Pada orang dengan sistem kekebalan
yang rusak (jumlah CD4 di bawah 100),
infeksi ini dapat mematikan jika tidak
diobati.
Penisiliosis dapat diobati dengan obat
antijamur. Untuk mencegah infeksi
kambuh kembali, sebaiknya Odha mulai
ART bersamaan dengan pengobatan
untuk penisiliosis.
Ditinjau 1 Juni 2014 berdasarkan pedoman DHHS
7 Mei 2013
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 526
LIMFADENOPATI
Apa Limfadenopati Itu?
Limfadenopati berarti penyakit pada
kelenjar atau aliran getah bening (sistem
limfatik). Biasanya, penyakit tersebut
terlihat sebagai kelenjar getah bening
menjadi bengkak, sering tanpa rasa sakit.
Pembengkakan kelenjar itu disebabkan
oleh reaksi sistem kekebalan tubuh
terhadap berbagai infeksi, termasuk HIV
dan TB.
Ada ratusan kelenjar getah bening di
tubuh kita, dengan ukuran antara sebesar
kepala peniti hingga biji kacang. Organ
ini sangat penting untuk fungsi sistem
kekebalan tubuh, dengan tugas menyerang infeksi dan menyaring cairan getah
bening. Sebagian besar kelenjar getah
bening ada di daerah tertentu, misalnya
mulut, leher, lengan bawah, ketiak, dan
kunci paha.
Segera setelah seseorang terinfeksi
HIV, kebanyakan virus keluar dari darah.
Sebagian melarikan diri ke sistem
limfatik (getah bening) untuk menyembunyikan diri dalam sel di kelenjar getah
bening. Beberapa ilmuwan menganggap
bahwa hanya 2% HIV ada dalam darah.
Sisanya ada di sistem limfatik, termasuk
limpa, di lapisan usus dan di otak.
Infeksi HIV sendiri dapat menyebabkan limfadenopati atau pembengkakan
kelenjar getah bening. Limfadenopati
adalah salah satu gejala umum infeksi
primer HIV. Infeksi primer atau akut
adalah penyakit yang dialami oleh
sebagian orang beberapa minggu setelah
tertular HIV – lihat Lembaran Informasi
(LI) 103. Gejala lain termasuk demam
dan sakit kepala, dan sering kali penyakit ini dianggap flu.
Walaupun limfadenopati sering disebabkan HIV sendiri, penyakit ini dapat
gejala infeksi lain, termasuk TB di luar
paru, sifilis, histoplasmosis, virus
sitomegalia, sarkoma Kaposi, limfoma
dan kelainan kulit.
Apa Limfadenopati Generalisata
yang Persisten Itu?
Limfadenopati generalisata yang persisten (persistent generalized lymphadenopathy/PGL) adalah limfadenopati
pada beberapa kelenjar getah bening
yang bertahan lama. PGL adalah gejala
khusus infeksi HIV yang timbul pada
lebih dari 50% Odha dan sering disebabkan oleh infeksi HIV sendiri. Batasan
limfadenopati pada infeksi HIV adalah
sbb.:
y Melibatkan sedikitnya dua kelompok
kelenjar getah bening;
y Sedikitnya dua kelenjar yang simetris
berdiameter lebih dari 1cm dalam
setiap kelompok;
y Berlangsung lebih dari satu bulan; dan
y Tidak ada infeksi lain yang menyebabkannya.
Pembengkakan kelenjar getah bening
ini bersifat tidak sakit, simetris (kirikanan sama), dan kebanyakan terdapat di
leher bagian belakang dan depan, di
bawah rahang bawah, di ketiak serta di
tempat lain, tidak termasuk kunci paha.
Biasanya kulit pada kelenjar yang
bengkak karena PGL akibat HIV tidak
berwarna merah. Kelenjar yang bengkak
kadang kala sulit dilihat, dan lebih mudah
ditemukan melalui menyentuhnya. Biasanya kelenjar ini berukuran serupa kacang
polong sampai buah anggur, dan bila
diraba, merasa seperti buah anggur.
PGL berkembang secara pelan dan
mungkin dapat menghilang pada saat
jumlah CD4 menurun menjelang 200.
Kurang lebih 30% orang dengan PGL
juga mengalami splenomegali (pembesaran limpa).
Bagaimana Limfadenopati
Diobati?
Asal jumlah, tempat dan ukuran kelenjar yang bengkak tidak berubah, orang
dengan PGL tidak membutuhkan pengobatan lebih lanjut, selain pemantauan
setiap periksa ke dokter. Perubahan pada
ciri kelenjar harus secepatnya dilaporkan
ke dokter.
Bila kelenjar menjadi semakin besar,
berwarna merah, sakit atau tampaknya
berisi cairan bila diraba, dan dokter
mencurigai ada infeksi bakteri, dokter
mungkin akan memberi obat antibiotik.
Kalau tidak ada perubahan, dokter
mungkin akan melakukan aspirasi (mengambil contoh kecil dari kelenjar dengan
jarum tipis, untuk diperiksa dengan
mikroskop). Aspirasi ini berguna untuk
menyingkirkan diagnosis limfoma, limfadenopati karena sarkoma Kaposi, penyakit jamur, TB atau penyebab yang
lain. Bila kelenjar terus membesar,
mungkin dokter akan menyedot cairan
isinya dengan jarum kecil (aspirasi) agar
tidak meledak.
Apakah Limfadenopati Tanda
AIDS?
Limfadenopati dapat terjadi dari awal
infeksi HIV, dan PGL biasanya dialami
waktu belum ada gejala lain, sering pada
waktu jumlah CD4 di atas 500. Sebaliknya, hilangnya PGL dapat menunjukkan
kita tidak lama lagi akan masuk tahap
AIDS, berarti sebaiknya kita mempertimbangkan mulai terapi antiretroviral
(ART).
Garis Dasar
Limfadenopati sering di antara gejala
pertama infeksi HIV, yang dialami waktu
infeksi primer atau akut, beberapa
minggu setelah terinfeksi. Penyakit ini
ditandai pembengkakan pada satu atau
lebih kelenjar getah bening, biasanya di
leher dan ketiak, tetapi kadang kala di
tempat lain. Gejala ini biasanya cepat
hilang tanpa diobati. Namun gejala ini
dapat bertahan terus, menjadi PGL.
Limfadenopati generalisata yang persisten (PGL) adalah kelenjar yang
bengkak di sedikitnya dua tempat secara
simetris. PGL biasanya dialami waktu
tahap infeksi HIV tanpa gejala, dengan
jumlah CD4 di atas 500, dan sering hilang
sebagaimana jumlah CD4 menurun
menjelang 200.
Selain infeksi HIV sendiri, limfadenopati dapat disebabkan oleh infeksi lain,
termasuk TB di luar paru dan sifilis. Jika
ada gejala lain, sebaiknya ada pemeriksaan secara teliti untuk menyingkirkan
alasan lain. Bila tidak ada alasan lain,
limfadenopati tidak perlu diobati.
Limfadenopati tidak berkembang
menjadi limfoma (kanker pada sistem
limfatik – lihat LI 509), dan tidak
menunjukkan peningkatan dalam kemungkinan limfoma akan terjadi.
Ditinjau 1 Juni 2014 berdasarkan HRSA Guide
for HIV/AIDS Clinical Care 30 April 2014 hlm.
313 dan berbagai sumber lain
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 527
HISTOPLASMOSIS
Apa Histoplasmosis Itu?
Histoplasmosis adalah infeksi oportunistik (IO) yang umum pada orang
HIV-positif. Infeksi ini disebabkan oleh
jamur Histoplasma capsulatum. Jamur
ini berkembang dalam tanah yang tercemar dengan kotoran burung, kelelawar
dan unggas, sehingga ditemukan dalam
di kandang burung/unggas dan gua.
Infeksi menyebar melalui spora (debu
kering) jamur yang dihirup saat bernapas,
dan tidak dapat menular dari orang yang
terinfeksi.
Jamur ini dapat tumbuh dalam aliran
darah orang dengan sistem kekebalan
tubuh yang rusak, biasanya dengan
jumlah CD4 di bawah 150, walau gejala
ringan dapat timbul dengan jumlah CD4
lebih tinggi. Setelah berkembang, infeksi
dapat menyebar pada paru, kulit, dan
kadang kala pada bagian tubuh yang lain.
Histoplasmosis adalah penyakit yang
didefinisi AIDS.
Gejala awal muncul serupa dengan
penyakit flu yang ringan, dan berkembang dengan berbagai gejala, termasuk
demam, kelelahan, kehilangan berat
badan, hepatosplenomegali (pembengkakan pada hati dan/atau limpa) dan
limfadenopati (pembengkakan pada
kelenjar getah bening). Kurang lebih
50% pasien mengalami batuk kering,
sakit dada dan sesak napas, sementara
sejumlah yang lebih kecil mengalami
masalah perut-usus dan kulit. Kurang
lebih 10% mengalami renjatan dan
kegagalan beberapa organ tubuh
Histoplasmosis juga dapat berpengaruh
pada sumsum tulang, dengan akibat
anemia (kurang darah merah, lihat
Lembaran Informasi 552), leukopenia
(kurang beberapa jenis darah putih) dan
trombositopenia (kurang trombosit,
dengan akibat darah sulit beku). Kurang
lebih separuh penderita mengalami
masalah paru; rontgen dada dapat
menunjukkan tanda yang khas pada paru.
Penyakit paru akibat histoplasmosis
serupa dengan TB dan dapat semakin
berat selama bertahun-tahun. Histoplasmosis juga dapat berpengaruh pada
susunan saraf pusat (SSP), dengan sampai
20% pasien mengalami gejala kejiwaan.
Untuk Odha dengan jumlah CD4 di atas
300, gejala histoplasmosis umumnya
dibatasi pada saluran napas, yaitu batuk,
sesak napas dan demam.
Bagaimana Histoplasmosis
Didiagnosis?
Ada tes antigen untuk infeksi dengan
jamur H. capsulatum. Tes ini paling peka
dengan contoh air seni, tetapi juga dapat
dari contoh darah. Histoplasmosis juga
dapat didiagnosis dengan membiakkan
jamur dari contoh sumsum tulang, tetapi
proses ini membutuhkan waktu beberapa
minggu.
Dapatkah Histoplasmosis
Dicegah?
Cara terbaik untuk mencegah histoplasmosis adalah dengan memakai terapi
antiretroviral (ART).
Itrakonazol dapat dipakai untuk mencegah munculnya penyakit akibat infeksi
jamur termasuk histoplasmosis, namun
penggunaannya umumnya tidak diusulkan. Profilaksis terhadap histoplasmosis
dapat dipertimbangkan untuk Odha
dengan jumlah CD4 di bawah 150
dengan pekerjaan berisiko tinggi (mis.
bertani, berkebun, buruh bangunan).
Bagaimana Histoplasmosis
Diobati?
Histoplasmosis diobati dengan dua
tahap: induksi (terapi awal untuk infeksi
akut), dan rumatan atau profilaksis
sekunder (terapi terus-menerus untuk
mencegah kambuhnya).
Bila infeksinya ringan atau sedang,
terapi induksi dilakukan dengan itrakonazol; versi sirop paling baik. Bila
penyakit berat, amfoterisin B dapat
dipakai pada awal. Amfoterisin B adalah
obat yang sangat manjur. Obat ini diinfus
secara perlahan, dan dapat mengakibatkan efek samping yang berat. Ada
versi amfoterisin B yang baru, dengan
obat dilapisi selaput lemak menjadi
gelembung kecil yang disebut liposom.
Versi ini mungkin menyebabkan lebih
sedikit efek samping.
Terapi amfoterisin B biasanya dilakukan selama dua minggu atau lebih,
dan pasien umumnya dirawat di rumah
sakit selama ini. Karena penguraian obat
ini berbeda-beda tergantung pada individu, tingkat obat dalam darah harus
dipantau. Setelah terapi awal ini selesai,
terapi diteruskan dengan itrakonazol
selama 12 bulan atau lebih. Flukonazol
tidak efektif untuk mengobati histoplasmosis. Bila histoplasmosis sudah
berpengaruh pada SSP, biasanya terapi
induksi dengan amfoterisin B diteruskan
selama 4-6 minggu.
Setelah terapi ini, profilaksis sekunder,
biasanya dengan itrakonazol, harus
dilakukan seumur hidup. Ada kesepakatan bahwa profilaksis sekunder ini
dapat dihentikan bila terapi sudah
dilakukan lebih dari 12 bulan, jumlah
CD4 di atas 150, ART dipakai selama
lebih dari enam bulan, DAN tes pada air
seni mendukung.
Pada Odha yang mengalaminya, ART
sebaiknya dimulai sekaligus dengan
pengobatan untuk histoplasmosis.
Garis Dasar
Histoplasmosis adalah penyakit jamur
yang cukup umum pada Odha di Indonesia. Jamur tersebut tidak dapat diberantas.
Penyakit ini umumnya muncul saat
sistem kekebalan tubuh sangat rusak,
yaitu dengan jumlah CD4 di bawah 150,
walau gejala ringan dapat dialami dengan
jumlah CD4 yang lebih tinggi.
Histoplasmosis biasanya harus diobati
pada awal dengan obat yang cukup
manjur, amfoterisin B, yang juga menimbulkan efek samping yang berat. Untuk
mencegah infeksi kambuh kembali,
sebaiknya Odha mulai ART bersamaan
dengan pengobatan untuk histoplasmosis.
Ditinjau 1 Juni 2014 berdasarkan pedoman DHHS
7 Mei 2013
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 528
STEATOSIS
Apa Steatosis Itu?
Bila sel lemak berlebihan berkembang
di hati kita, masalah ini disebut sebagai
hati berlemak (fatty liver) atau steatosis.
Lebih banyak orang terinfeksi virus
hepatitis C (HCV – lihat Lembaran
Informasi (LI) 506) mengalami steatosis
dibandingkan orang tanpa HCV. Diperkirakan bahwa kurang lebih 55% orang
dengan HCV mengalami steatosis, dua
sampai tiga kali lipat di atas angka pada
masyarakat umum. Alasan untuk hal ini
tidak jelas.
Penelitian menunjukkan bahwa steatosis meningkatkan risiko lanjutan infeksi
HCV, mengurangi kemungkinan terapi
HCV akan berhasil, dan dapat meningkatkan risiko perkembangan kanker hati
(HCC).
Apa Penyebab Steatosis?
Steatosis dapat disebabkan oleh banyak
faktor, termasuk:
y Konsumsi terlalu banyak makanan dan
minuman yang mengandung lemak dan
gula
y Kurang berolahraga
y Mempunyai lemak berlebihan di seluruh badan
y Menderita diabetes – penyakit yang
muncul karena tubuh tidak mampu
mengelola atau mengendalikan tingkat
gula (glukosa) dalam tubuh
y Penggunaan alkohol secara berlebihan
selama waktu yang lama
y Hiperlipidemia – peningkatan pada
lipid (lemak) dalam darah. Lipid ini
termasuk kolesterol, senyawa kolesterol, fosfolipid dan trigliserida
y Terinfeksi HCV genotipe 3
Kebanyakan ahli menganggap bahwa
ada faktor tambahan terkait virus yang
meningkatkan kemungkinan orang dengan HCV mengembangkan steatosis,
tetapi faktor yang tepat belum jelas.
Genotipe 3
Tampaknya infeksi HCV genotipe 3
dapat langsung menyebabkan steatosis,
walau mekanisme belum jelas. Yang
jelas, bila infeksi HCV genotipe 3 diobati
secara berhasil, sehingga virus diberantas, steatosis umumnya berkurang dan
kadang kala hilang. Hasil serupa tidak
dilihat setelah HCV genotipe lain diobati.
Dampak Steatosis
Steatosis dapat merusak hati. Pada
orang terinfeksi HCV, steatosis akan
mempercepat kerusakan yang disebabkan
oleh HCV. Lagi pula, pengobatan untuk
HCV dipengaruhi oleh steatosis.
Dampak HIV pada Steatosis
Pada satu penelitian, 40% Odha koinfeksi HCV yang memakai terapi antiretroviral (ART) mengalami steatosis,
dan hal ini terkait dengan penyakit HCV
yang lebih berat. Faktor risiko pada Odha
koinfeksi HCV adalah kelainan metabolik (berat badan terlalu tinggi dan
tingkat glukosa dalam darah yang tinggi),
serta penggunaan obat “d” (terutama d4T
tetapi juga ddI) dalam ART-nya.
Perkembangan Penyakit HCV
Steatosis tampaknya meningkatkan laju
perkembangan penyakit hepatitis C.
Penelitian baru menunjukkan bahwa
tingkat steatosis yang lebih tinggi
berhubungan langsung dengan tingkat
(grade) fibrosis hati (jaringan hati
menjadi berserat), serta juga perkembangan fibrosis dan sirosis (radang hati
yang berat) yang lebih cepat.
Kanker Hati
Sudah dibuktikan bahwa steatosis
adalah faktor risiko independen terhadap
perkembangan kanker hati. Steatosis,
sirosis, dan usia lebih tua dilaporkan
sebagai faktor risiko independen yang
bermakna untuk perkembangan kanker
hati.
Tanggapan terhadap Terapi HCV
Steatosis tampaknya agak mengurangi
kemungkinan terapi HCV akan berhasil,
sedikitnya pada orang dengan HCV
genotipe non-3.
Pengobatan untuk Steatosis
Saat ini belum ada pengobatan untuk
steatosis. Namun ada banyak penelitian
terhadap obat yang mungkin berhasil
untuk mengobati steatosis. Sayangnya,
obat tersebut kemungkinan baru tersedia
setelah beberapa tahun.
Terapi umum untuk steatosis adalah
diet dan olahraga. Beberapa tips untuk
membantu mengurangi steatosis termasuk:
y Konsumsi diet yang sehat, dengan
banyak buah-buahan, sayur-mayur,
serta daging (misalnya daging ayam)
yang hanya sedikit atau tidak berlemak.
Ikan yang dimasak juga adalah makanan yang rendah lemak ‘buruk’ dan
sangat sehat dimakan.
y Olahraga (lihat LI 802) juga adalah
cara untuk tetap sehat dan mengurangi
steatosis. Jangan berlebihan, terutama
pada awal; tingkatkan beratnya secara
berangsur-angsur. Contoh olahraga
yang baik termasuk jalan kaki, berenang, angkat beban dan apa saja yang
menggerakkan badan.
y Berhenti atau mengurangi konsumsi
minuman beralkohol.
Garis Dasar
Semakin jelas bahwa steatosis dapat
mempercepat kerusakan pada hati disebabkan oleh hepatitis C. Kalau kita
prihatin terhadap steatosis, sebaiknya kita
mempertimbangkan program diet dan
olahraga yang akan membantu mengurangi steatosis dan dampaknya pada perkembangan HCV. Selain itu, kita dapat
mempertimbangkan perubahan pola
hidup yang lain, termasuk mengurangi
penggunaan alkohol dan zat lain yang
dapat berdampak buruk pada hati kita.
Hal ini dapat mengarah pada hidup yang
lebih sehat agar sistem kekebalan tubuh
kita lebih kuat melawan hepatitis C.
Ditinjau 1 Juni 2014 berdasarkan HCV Advocate
hcspFACTsheet Disease Progression: Steatosis v5
Mei 2014 dan Basics Fatty Liver v2.2 Desember
2013
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 530
AZITROMISIN
Apa Azitromisin Itu?
Azitromisin adalah obat antibiotik
(antibakteri). Obat ini dipasarkan dengan
beberapa nama merek. Namun versi
generik dengan nama azitromisin adalah
sama dengan versi bermerek, hanya
harganya jauh lebih murah.
Antibiotik menyerang infeksi yang
disebabkan bakteri. Azitromisin dipakai
untuk menyerang beberapa infeksi oportunistik pada Odha.
Mengapa Odha Memakai
Azitromisin?
Azitromisin dipakai untuk infeksi
bakteri yang ringan dan sedang. Obat ini
manjur untuk beberapa jenis bakteri yang
berbeda, terutama klamidia, hemofilius
dan streptokokus. Bakteri ini dapat
menularkan kulit, hidung, tenggorokan,
dan paru. Infeksi ini dapat menular
melalui hubungan seks dan menyebabkan penyakit pada kelamin.
Banyak kuman hidup di tubuh kita atau
adalah umum dalam lingkungan kita.
Sistem kekebalan yang sehat dapat
menyerang atau mengendalikan infeksi
yang disebabkan oleh kuman tersebut.
Namun, infeksi HIV dapat merusak
sistem kekebalan. Infeksi yang mengambil manfaat dari kerusakan pertahanan
kekebalan tubuh dikenal sebagai “infeksi
oportunistik.” Orang dengan penyakit
HIV tahap lanjut dapat mengalami infeksi
oportunistik. Lihat Lembaran Informasi
(LI) 500 untuk informasi lebih lanjut
tentang Infeksi Oportunistik.
Salah satu infeksi oportunistik pada
Odha adalah MAC. Lihat LI 510 untuk
informasi tentang MAC. Odha dengan
jumlah CD4 di bawah 50 dapat mengembangkan MAC.
Azitromisin umumnya dipakai dengan
antibiotik lain untuk mengobati MAC.
Obat ini juga dapat dipakai untuk
mencegah infeksi tersebut. Jika jumlah
CD4 kita di bawah 50, sebaiknya kita
bicara dengan dokter tentang penggunaan
azitromisin.
Azitromisin juga dipakai untuk mengobati toksoplasmosis (lihat LI 517) dan
kriptosporidiosis (LI 502).
Beberapa orang mempunyai alergi pada
azitromisin dan antibiotik sejenis.
Katakan pada dokter jika kita mempunyai
alergi pada eritromisin atau antibiotik
lain.
Bagaimana dengan Resistansi
terhadap Obat?
Jika kita memakai obat resep apa pun,
kita harus menghabiskan semua pil yang
diresepkan. Banyak orang berhenti memakai obat jika mereka merasa lebih
baik. Ini bukan langkah yang baik. Jika
sebuah obat tidak mematikan semua
kuman, kuman tersebut dapat berubah
(bermutasi) sehingga mereka bisa kebal
(resistan). Bila kuman menjadi resistan
terhadap satu atau beberapa obat, obat
tersebut tidak akan berhasil lagi di tubuh
kita.
Misalnya, jika kita memakai azitromisin untuk melawan MAC, dan kita
lupakan terlalu banyak dosis, kuman
MAC di tubuh kita dapat menjadi resistan
pada azitromisin. Jika ini terjadi, kita
harus memakai obat lain terhadap MAC.
Bagaimana Azitromisin Dipakai?
Azitromisin tersedia dalam kapsul atau
tablet berisi 250mg. Untuk melawan
sebagian besar infeksi, takaran untuk
orang dewasa adalah 500mg pada hari
pertama, diikuti dengan 250mg setiap
hari untuk empat hari lagi.
Takaran untuk mencegah infeksi MAC
adalah 1.200mg atau 1.250mg sekali
seminggu.
Tablet azitromisin dapat dipakai
dengan atau tanpa makanan. Minum
banyak air waktu memakainya. Kapsul
atau sirop sebaiknya dipakai waktu perut
kosong, satu jam sebelum atau dua jam
setelah makan. Perhatikan peraturan
secara teliti.
Jangan pakai azitromisin sekaligus
dengan obat antiasam yang mengandung
aluminium atau magnesium. Ini akan
mengurangi jumlah azitromisin dalam
aliran darah.
Apa Efek Samping Azitromisin?
Efek samping azitromisin sebagian
besar berdampak pada sistem pencernaan. Efek ini termasuk diare, mual,
dan sakit perut. Beberapa orang menjadi
sangat peka pada sinar matahari. Yang
lain dapat mengalami sakit kepala, pusing
atau menjadi mengantuk, atau bermasalah mendengar. Hanya sangat sedikit
orang yang memakai azitromisin mengalami efek samping ini. Namun, sebagian
besar obat antiretroviral (ARV) juga
menyebabkan masalah pada sistem
pencernaan. Azitromisin dapat memburukkan masalah ini.
Beberapa orang mengalami reaksi
alergi yang berat pada azitromisin.
Segera periksa ke dokter bila dialami
diare yang berat, demam, nyeri pada
sendi, kram atau penyakit perut yang
berat, pembengkakan pada leher, mulut,
tangan atau kaki, atau sesak napas.
Antibiotik membunuh bakteri ‘baik’
yang diperlukan agar makanan dicerna.
Kita dapat makan yoghurt atau suplemen
(makan tambahan) asidofilus untuk
menggantinya.
Bagaimana Azitromisin
Berinteraksi dengan Obat Lain?
Azitromisin diuraikan oleh hati. Jadi
obat ini dapat berinteraksi dengan obat
yang diuraikan oleh hati, termasuk
sebagian besar ARV. Para ilmuwan belum
menelitikan semua interaksi yang mungkin – lihat LI 407 untuk informasi lebih
lanjut mengenai interaksi. Azitromisin
kemungkinan berinteraksi dengan beberapa obat pengencer darah, obat jantung,
obat antisawan (antikonvulsi), dan
antibiotik lain. Pastikan dokter mengetahui semua obat, suplemen dan jamu
yang kita pakai.
Dokter mungkin harus memantau kita
secara teliti jika kita memakai azitromisin
sekaligus dengan protease inhibitor
ritonavir.
Obat antiasam dengan aluminium dan
magnesium dapat mengurangi kadar
azitromisin dalam aliran darah. Jangan
memakai antiasam sekaligus dengan
azitromisin.
Ditinjau 25 Desember 2014 berdasarkan FS 530
The AIDS InfoNet 30 September 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 531
SIPROFLOKSASIN
Apa Siprofloksasin Itu?
Siprofloksasin (ciprofloxacin atau
sipro) adalah obat antibiotik. Antibiotik
melawan infeksi yang disebabkan bakteri. Sipro melawan banyak jenis bakteri.
Obat ini juga dipakai untuk melawan
beberapa infeksi oportunistik (IO) pada
Odha.
Catatan: Pada 2004, CDC di AS
mencatat peningkatan dalam jenis gonore
yang resistan terhadap sipro yang ditemukan pada laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki. Penggunaan sipro dapat tidak efektif untuk
gonore, dan justru meningkatkan penyebaran jenis gonore yang resistan terhadap
obat. Oleh karena ini, CDC di AS
mengusulkan penggunaan antibiotik lain
untuk mengobati gonore pada laki-laki
yang berhubungan seks dengan laki-laki.
Mengapa Odha Memakai Sipro?
Sipro dipakai untuk banyak infeksi
bakteri yang berbeda. Obat ini berhasil
terhadap beberapa jenis bakteri yang
berbeda, termasuk infeksi yang resistan
terhadap obat lain, termasuk penisilin.
Banyak kuman hidup di tubuh kita atau
umum dalam lingkungan kita. Sistem
kekebalan yang sehat dapat menyerang
atau mengendalikan infeksi yang disebabkan oleh kuman tersebut. Namun,
infeksi HIV dapat merusak sistem
kekebalan. Infeksi yang mengambil
manfaat dari kerusakan pertahanan
kekebalan tubuh dikenal sebagai “infeksi
oportunistik.” Orang dengan penyakit
HIV tahap lanjut dapat mengalami infeksi
oportunistik. Lihat Lembaran Informasi
(LI) 500 untuk informasi lebih lanjut
tentang IO.
Sipro sering dipakai dengan antibiotik
lain untuk mengobati MAC (mycobacterium avium complex), salah satu IO
pada Odha. Lihat LI 510 untuk informasi
tentang MAC.
Odha dengan jumlah CD4 di bawah 50
dapat mengembangkan MAC. Jika
jumlah CD4 kita di bawah 50, sebaiknya
kita bicara dengan dokter tentang penggunaan sipro.
Beberapa orang beralergi pada sipro
dan antibiotik sejenis. Katakan pada
dokter jika kita beralergi pada antibiotik
apa pun.
Bagaimana dengan Resistansi
terhadap Obat?
Jika kita memakai obat resep apa pun,
kita harus menghabiskan semua pil yang
diresepkan. Banyak orang berhenti memakai obat jika mereka merasa lebih
baik. Ini bukan langkah yang baik. Jika
sebuah obat tidak mematikan semua
kuman, kuman tersebut dapat berubah
(bermutasi) sehingga mereka bisa kebal
(resistan). Bila kuman menjadi resistan
terhadap satu atau beberapa obat, obat
tersebut tidak akan berhasil lagi di tubuh
kita.
Misalnya, jika kita memakai sipro
untuk melawan MAC, dan kita lupakan
terlalu banyak dosis, kuman MAC di
tubuh kita dapat menjadi resistan pada
sipro. Jika ini terjadi, kita harus memakai
obat lain terhadap MAC.
Bagaimana Sipro Dipakai?
Sipro tersedia dalam tablet dengan
berbagai dosis. Tablet mengandung
antara 100mg dan 750mg Sipro. Juga ada
versi dengan nama Sipro XR, dengan
isinya 500mg. Sipro juga tersedia dalam
bentuk sirop. Sipro bentuk biasa dipakai
setiap 12 jam, sedangkan versi XR
dipakai sekali sehari. Takaran sipro dan
lama penggunaannya tergantung pada
jenis infeksi.
Tablet sipro dapat dipakai dengan atau
tanpa makan. Minum banyak air waktu
memakainya, agar menentukan bahwa
obat ini tidak berkumpul dalam ginjal.
Jangan pakai sipro sekaligus dengan
obat antiasam yang mengandung aluminium atau magnesium. Ini akan mengurangi jumlah sipro dalam aliran darah.
Apa Efek Samping Sipro?
Efek samping sipro yang paling umum
adalah mual, diare, muntah, sakit perut,
sakit kepala, ruam pada kulit, dan keresahan. Obat ini juga bisa menyebabkan
pusing dan kantuk. Hanya sangat sedikit
orang yang memakai sipro mengalami
efek samping ini. Namun, sebagian besar
obat antiretroviral (ARV) juga menyebabkan masalah pada sistem pencernaan.
Sipro dapat memburukkan masalah ini.
Sipro dapat menyebabkan kerusakan
pada saraf. Bila kita mengalami mati rasa
atau kesemutan pada tangan atau kaki,
langsung hubungi dokter.
Sipro meningkatkan kepekaan beberapa orang terhadap sinar matahari. Obat
ini juga dapat meningkatkan efek kafein,
dan membuat kita cemas dan gelisah.
Pada kasus yang jarang, sipro dapat
menyebabkan reaksi alergi yang dapat
menjadi gawat.
Antibiotik membunuh bakteri ‘baik’
yang diperlukan dalam pencernaan
makanan. Kita dapat makan yoghurt atau
suplemen (makan tambahan) asidofilus
untuk mengganti bakteri tersebut.
Bagaimana Sipro Berinteraksi
dengan Obat Lain?
Sipro tidak diuraikan oleh hati. Jadi
obat ini tidak banyak berinteraksi dengan
ARV yang dipakai untuk menyerang HIV
– lihat LI 407 untuk informasi lebih lanjut
mengenai interaksi. Namun, pastikan
dokter mengetahui SEMUA obat, suplemen dan jamu yang kita pakai.
Obat antiasam dengan aluminium dan
magnesium dapat mengurangi tingkat
sipro dalam aliran darah. Jangan memakai antiasam sekaligus dengan sipro.
Suplemen yang mengandung zat kalsium, besi, atau zink juga dapat mengurangi kadar sipro. Jangan memakainya
sekaligus dengan sipro. Tanya pada
dokter apakah sebaiknya kita tetap
memakai multivitamin yang mengandung
zat besi, kalsium, atau zink sekaligus
dengan sipro.
Probenesid adalah obat untuk mengurangi tingkat asam urat. Ini pengobatan
untuk pirai. Probenesid menyebabkan
peningkatan tinggi pada kadar sipro
dalam aliran darah.
Sipro dapat meningkatkan kadar metadon, mungkin menyebabkan overdosis
yang berat.
Diperbarui 24 Desember 2014 berdasarkan FS 531
The AIDS InfoNet 28 Agustus 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 532
KLARITROMISIN
Apa Klaritromisin Itu?
Klaritromisin (clarithromycin) adalah
obat antibiotik. Antibiotik melawan
infeksi yang disebabkan bakteri. Klaritromisin ini juga dipakai untuk melawan
beberapa infeksi oportunistik (IO) pada
Odha.
Mengapa Odha Memakai
Klaritromisin?
Klaritromisin dipakai untuk infeksi
bakteri yang ringan dan sedang. Obat ini
berhasil melawan beberapa jenis bakteri
yang berbeda, terutama klamidia, hemofilius dan streptokokus. Bakteri ini dapat
menginfeksikan kulit, hidung, tenggorokan, dan paru. Infeksi ini dapat
menular melalui hubungan seks dan
menyebabkan penyakit pada alat kelamin.
Banyak kuman hidup di tubuh kita atau
umum dalam lingkungan kita. Sistem
kekebalan yang sehat dapat menyerang
atau mengendalikan infeksi yang disebabkan oleh kuman tersebut. Namun,
infeksi HIV dapat merusak sistem
kekebalan. Infeksi yang mengambil
manfaat dari kerusakan pertahanan
kekebalan tubuh dikenal sebagai “infeksi
oportunistik.” Orang dengan penyakit
HIV tahap lanjut dapat mengalami infeksi
oportunistik. Lihat Lembaran Informasi
(LI) 500 untuk informasi lebih lanjut
tentang IO. Beberapa orang dengan
jumlah CD4 yang sangat rendah (di
bawah 50) memakai klaritromisin untuk
mencegah infeksi. Lihat LI 124 untuk
informasi lebih lanjut mengenai sel CD4.
Salah satu IO pada Odha adalah MAC.
Ini singkatan untuk mycobacterium
avium complex. Lihat LI 510 untuk
informasi tentang MAC. Odha dengan
jumlah CD4 di bawah 50 dapat mengembangkan MAC.
Klaritromisin sering dipakai dengan
antibiotik lain untuk mengobati MAC.
Obat ini juga dapat dipakai untuk mencegah MAC. Jika jumlah CD4 kita di
bawah 50, sebaiknya kita bicara dengan
dokter tentang penggunaan klaritromisin.
Beberapa orang alergi pada klaritromisin dan antibiotik sejenis. Katakan
pada dokter jika kita alergi terhadap
klaritromisin atau antibiotik lain.
Bagaimana dengan Resistansi
terhadap Obat?
Jika kita memakai obat resep apa pun,
kita harus menghabiskan semua pil yang
diresepkan. Banyak orang berhenti
memakai obat jika mereka merasa lebih
baik. Ini bukan langkah yang baik. Jika
sebuah obat tidak mematikan semua
kuman, kuman tersebut dapat berubah
(bermutasi) sehingga mereka bisa kebal
(resistan). Bila kuman menjadi resistan
terhadap satu atau beberapa obat, obat
tersebut tidak akan berhasil lagi di tubuh
kita.
Misalnya, jika kita memakai klaritromisin untuk melawan MAC, dan kita
lupakan terlalu banyak dosis, kuman
MAC di tubuh kita dapat menjadi resistan
pada klaritromisin. Jika ini terjadi, kita
harus memakai obat lain untuk melawan
MAC.
Bagaimana Klaritromisin
Dipakai?
Klaritromisin tersedia dalam tablet
dengan mengandung 250mg dan 500mg
klaritromisin. Klaritromisin juga tersedia
dalam bentuk biji butir untuk membuat
bentuk sirop. Takaran klaritromisin dan
lama penggunaannya tergantung pada
jenis infeksi.
Takaran yang dipakai untuk mencegah
infeksi MAC adalah 500mg setiap 12
jam. Pengobatan diteruskan selama
jumlah CD4 cukup rendah untuk memungkinkan pengembangan MAC. Bila
jumlah CD4 kita naik ke atas 100 selama
3-6 bulan, dokter mungkin mengusulkan
untuk berhenti penggunaan klaritromisin.
Tablet klaritromisin dapat dipakai
dengan atau tanpa makan, kendati
memakainya dengan makanan dapat
mengurangi gangguan perut. Juga ada
versi klaritromisin lepasan lama yang
disebut “XL”; obat dilepas dari tablet
selama beberapa jam setelah ditelan.
Versi ini harus dipakai dengan makan.
Minum secangkir penuh air waktu
memakai klaritromisin.
Apa Efek Samping Klaritromisin?
Efek samping klaritromisin yang paling
umum adalah dampak pada sistem pencernaan. Ini termasuk diare, mual, rasa
panas dalam perut, dan sakit perut. Hanya
sangat sedikit orang yang memakai
klaritromisin yang mengalami efek
samping ini. Namun, sebagian besar obat
antiretroviral (ARV) juga menyebabkan
masalah pada sistem pencernaan. Klaritromisin dapat memburukkan masalah
ini.
Klaritromisin dapat membebani hati.
Dokter kemungkinan akan memantau
hasil tes laboratorium kita untuk tanda
kerusakan pada hati. Periksa ke dokter
jika air seni menjadi gelap atau warna
kotoran (air besar) menjadi lebih muda/
pucat.
Antibiotik membunuh bakteri ‘baik’
yang diperlukan dalam pencernaan
makanan. Kita dapat makan yoghurt atau
suplemen (makan tambahan) asidofilus
untuk mengganti bakteri tersebut.
Bagaimana Klaritromisin
Berinteraksi dengan Obat Lain?
Klaritromisin diuraikan oleh hati. Jadi
obat ini dapat berinteraksi dengan obat
yang diuraikan oleh hati, termasuk
sebagian besar ARV yang dipakai untuk
menyerang HIV. Para ilmuwan belum
menelitikan semua interaksi yang mungkin – lihat LI 407 untuk informasi lebih
lanjut mengenai interaksi. Klaritromisin
kemungkinan berinteraksi dengan ARV
golongan NNRTI, beberapa obat pengencer darah, obat jantung, obat antisawan
(antikonvulsi), dan antibiotik lain.
Pastikan dokter mengetahui SEMUA
obat, suplemen dan jamu yang kita
pakai.
Protease inhibitor ritonavir, lopinavir
dan darunavir dapat meningkatkan
tingkat klaritromisin dalam aliran darah.
Klaritromisin dapat berpengaruh pada
tingkat AZT dalam aliran darah.
Ditinjau 9 Desember 2014 berdasarkan FS 532 The
AIDS InfoNet 30 September 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 533
DAPSON
Apa Dapson Itu?
Dapson adalah obat antibiotik (antibakteri). Antibiotik menyerang infeksi
yang disebabkan bakteri. Dapson juga
dipakai untuk menyerang beberapa
infeksi oportunistik (IO) pada Odha.
Dapson biasanya dipakai sebagai obat
penyakit kusta, atau masalah kulit
dermatitis herpetiformis.
Mengapa Odha Memakai Dapson?
Banyak kuman hidup di tubuh kita atau
adalah umum dalam lingkungan kita.
Sistem kekebalan yang sehat dapat
menyerang atau mengendalikan infeksi
yang disebabkan oleh kuman tersebut.
Namun, infeksi HIV dapat merusak
sistem kekebalan. Infeksi yang mengambil manfaat dari kerusakan pertahanan
kekebalan tubuh dikenal sebagai “infeksi
oportunistik.” Orang dengan penyakit
HIV tahap lanjut dapat mengalami infeksi
oportunistik. Lihat Lembaran Informasi
(LI) 500 untuk informasi lebih lanjut
tentang IO.
Satu IO pada Odha adalah PCP. Ini
singkatan untuk pneumocystis jiroveci
pneumonia, yang berdampak pada paru.
Lihat LI 512 untuk informasi tentang
PCP. Odha dengan jumlah CD4 di bawah
200 dapat mengalami PCP. Infeksi ini
dapat dicegah dengan memakai obat
setiap hari selama sistem kekebalan
tubuhnya masih lemah. Jika jumlah CD4
kita di bawah 200, tanyakan pada dokter
apakah sebaiknya kita memakai obat
untuk mencegah PCP.
Odha biasanya memakai kotrimoksazol
(lihat LI 535) sebagai obat pilihan
pertama untuk mencegah atau mengobati
PCP. Namun sampai 30% Odha mengalami alergi sebagai efek samping
kotrimoksazol. Untuk Odha yang tidak
tahan memakai kotrimoksazol, pilihan
terbaik untuk mencegah PCP adalah
dapson. Untuk mengobati PCP, pilihan
kedua adalah dapson bersama dengan
trimetoprim. Namun kadang kala ditemukan kesulitan untuk menjangkau dapson
di Indonesia. Bila hal ini terjadi, mungkin
Spiritia dapat membantu; hubungi kami
di alamat di bawah.
Salah satu IO lain adalah toksoplasmosis (tokso), yang berdampak pada
otak. Lihat LI 517 untuk informasi
tentang tokso. Odha dengan jumlah CD4
di bawah 100 dapat mengalami tokso.
Dapson bersama obat lain (pirimetamin)
dapat dipakai untuk mengobati atau
mencegah tokso, bila kotrimoksazol
(pilihan pertama) tidak dapat ditahan.
Siapa Sebaiknya Tidak Memakai
Dapson?
y Beberapa orang juga alergi terhadap
dapson. Beri tahu dokter kalau mempunyai alergi pada antibiotik lain.
y Dapson dapat menyebabkan anemia.
Orang dengan Hb rendah (lihat LI 552)
sebaiknya membahas dengan dokter
apakah ada pilihan lain.
y Beberapa orang mempunyai tingkat
enzim glukosa-6-fosfat dehidrogenase
(G6PD) yang rendah. Orang tersebut
dapat mengalami anemia berat secara
mendadak.
y Penggunaan dapson dalam triwulan
pertama kehamilan dapat berisiko cacat
lahir. Perempuan hamil atau yang ingin
menjadi hamil sebaiknya menghindari
dapson bila mungkin.
Bagaimana dengan Resistansi
terhadap Obat?
Jika kita memakai obat resep apa pun,
kita harus menghabiskan semua pil yang
diresepkan. Banyak orang berhenti
memakai obat jika mereka merasa lebih
baik. Ini bukan langkah yang baik. Jika
sebuah obat tidak mematikan semua
kuman, kuman tersebut dapat berubah
(bermutasi) sehingga menjadi kebal
(resistan). Bila kuman menjadi resistan
terhadap satu atau beberapa obat, obat
tersebut tidak akan berhasil lagi di tubuh
kita.
Misalnya, jika kita memakai dapson
untuk melawan PCP, dan kita lupakan
terlalu banyak dosis, kuman PCP di tubuh
kita dapat menjadi resistan pada dapson.
Jika ini terjadi, kita harus memakai obat
lain terhadap PCP.
Bagaimana Dapson Dipakai?
Dapson tersedia dalam tablet dengan
takaran 25mg dan 100mg. Dosis yang
dipakai tergantung pada jenis infeksi
yang hendaknya dicegah.
Kita harus memakai dapson terusmenerus selama jumlah CD4 kita masih
begitu rendah sehingga kita dapat mengalami tokso atau PCP. Perhatikan bahwa
kita harus pakai obat lain bersamaan
dengan dapson untuk mencegah penyakit
tokso.
Tidak ada aturan makan untuk penggunaan dapson. Bila kita mengalami sakit
perut setelah memakai dapson, sebaiknya
kita pakai bersama dengan makan.
Apa Efek Samping Dapson?
Efek samping utama dari dapson adalah
anemia. Ketidaknyamanan pada perut juga
agak umum. Sedikit orang mengalami rasa
pegal pada kaki atau tulang belakang, mual,
muntah, sakit kepala, pusing, atau neuropati perifer (kesemutan pada kaki dan
tangan, lihat LI 555).
Jika kita memakai dapson, kita bisa
menjadi lebih peka terhadap sinar
matahari. Bila ini terjadi, memakai krim
antisinar matahari (sunblock) pada kulit
dan/atau memakai kacamata gelap.
Periksa ke dokter jika kulitnya menjadi
pucat atau berwarna kuning, atau jika
mengalami sakit tenggorokan, demam,
atau ruam, bahkan setelah beberapa
minggu penggunaan dapson. Gejala ini
mungkin menandai reaksi obat yang
berat.
Bagaimana Dapson Berinteraksi
dengan Obat Lain?
Dapson diuraikan oleh hati. Jadi obat
ini dapat berinteraksi dengan obat yang
diuraikan oleh hati, termasuk sebagian
besar obat antiretroviral (ARV) yang
dipakai untuk menyerang HIV. Namun,
belum semua interaksi ini diteliti. Ada
kemungkinan dapson berinteraksi dengan
beberapa obat pengencer darah, obat
penyakit jantung, obat antisawan (antikonvulsi), dan antibiotik lain. Pastikan
dokter tahu SEMUA obat, suplemen
dan jamu yang kita pakai.
Dokter harus memantau kemungkinan
akan interaksi secara hati-hati bila kita
memakai dapson bersama dengan ARV
fosamprenavir, saquinavir, tipranavir
dan etravirine.
Tingkat dapson dalam darah dapat
berkurang bila kita juga memakai rifampisin, sebuah obat yang dipakai untuk TB
(lihat LI 515) dan MAC (LI 510). Lagi
pula, ddI dapat mengurangi penyerapan
dapson; memakai dapson sedikitnya dua
jam sebelum atau setelah minum ddI.
Risiko mengembangkan anemia adalah
lebih tinggi jika kita memakai dapson
sekaligus dengan obat lain yang menyebabkannya, misalnya AZT.
Risiko mengembangkan neuropati
perifer adalah lebih tinggi jika kita
memakai dapson sekaligus dengan obat
lain yang menyebabkannya, misalnya ddI
dan d4T.
Ditinjau 1 Juni 2014 berdasarkan FS 533 The AIDS
InfoNet 21 April 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 534
FLUKONAZOL
Apa Flukonazol Itu?
Flukonazol adalah obat antijamur. Obat
ini dipasarkan dengan nama merek
Diflucan. Namun versi generik dengan
nama flukonazol atau beberapa nama lain
adalah sama dengan versi bermerek,
hanya harganya jauh lebih murah.
Obat antijamur menyerang infeksi yang
disebabkan berbagai macam jamur.
Flukonazol menyerang beberapa infeksi
oportunistik pada Odha.
Mengapa Odha Memakai
Flukonazol?
Flukonazol dipakai jika infeksi jamur
tidak dapat diobati dengan krim atau
lozenge. Obat ini berhasil terhadap
beberapa jenis jamur yang berbeda,
termasuk infeksi ragi (semacam jamur)
yang disebut kandidiasis (lihat Lembaran
Informasi (LI) 516).
Banyak kuman hidup di tubuh kita atau
adalah umum dalam lingkungan kita.
Sistem kekebalan yang sehat dapat
menyerang atau mengendalikan infeksi
yang disebabkan oleh kuman tersebut.
Namun, infeksi HIV dapat merusakkan
sistem kekebalan. Infeksi yang mengambil manfaat dari kerusakan pertahanan
kekebalan tubuh dikenal sebagai “infeksi
oportunistik.” Orang dengan penyakit
HIV tahap lanjut dapat mengalami infeksi
oportunistik. Lihat LI 500 untuk informasi lebih lanjut tentang Infeksi Oportunistik.
Infeksi kandidiasis sifatnya agak
umum. Namun penyakit ini dapat lebih
berat pada Odha. Salah satu infeksi
oportunistik lain, meningitis kriptokokus
dibahas pada LI 503. Flukonazol disetujui untuk mengobati kedua jenis infeksi ini.
Namun sebuah penelitian baru menemukan bahwa orang yang diobati untuk
meningitis kriptokokus mempunyai
risiko tinggi akan sindrom pemulihan
kekebalan (LI 483) bila mereka mulai
terapi antiretroviral (ART) secara bersamaan. Para peneliti mengusulkan ART
ditunda sampai infeksi meningitis sudah
terkendali.
Beberapa dokter juga memakai flukonazol untuk mengobati infeksi oportunistik lain yang disebabkan oleh jamur.
Bagaimana dengan Resistansi
terhadap Obat?
Jika kita memakai obat resep apa pun,
kita harus menghabiskan semua pil yang
diresepkan. Banyak orang berhenti memakai obat jika mereka merasa lebih
baik. Ini bukan langkah yang baik. Jika
sebuah obat tidak mematikan semua
kuman, kuman tersebut dapat berubah
(bermutasi) sehingga dapat menjadi kebal
(resistan). Bila kuman menjadi resistan
terhadap satu atau beberapa obat, obat
tersebut tidak akan manjur lagi di tubuh
kita. Misalnya, jika kita memakai flukonazol untuk melawan kandidiasis, dan
kita melupakan terlalu banyak dosis,
jamur di tubuh kita itu dapat menjadi
resistan pada flukonazol. Jika ini terjadi,
kita harus memakai obat lain terhadap
kandidiasis.
Bagaimana Flukonazol Dipakai?
Flukonazol tersedia dalam beberapa
bentuk. Ada tablet 50mg, 100mg, 150mg,
dan 200mg. Obat juga tersedia sebagai
granul (biji-butir) untuk membuat bentuk
cairan, dan sebagai cairan untuk infus.
Dosis dan lama memakainya tergantung
pada jenis infeksi.
Jika kita mempunyai masalah ginjal,
dokter mungkin mengurangi dosis flukonazol.
Flukonazol dapat dipakai dengan atau
tanpa makanan.
Apa Efek Samping Flukonazol?
Efek samping flukonazol yang paling
umum adalah sakit kepala, mual, dan
sakit perut. Sedikit orang mengalami
diare. Sebagian besar obat antiretroviral
(ARV) menyebabkan masalah pada
sistem pencernaan. Flukonazol dapat
memburukkan masalah itu.
Flukonazol dapat membebani hati.
Dokter kemungkinan akan memantau
hasil tes laboratorium kita untuk tanda
kerusakan pada hati – lihat LI 135 tentang
Tes Fungsi Hati. Periksa ke dokter jika
air seni menjadi gelap atau warna kotoran
(tinja) menjadi lebih muda.
Flukonazol juga dapat menyebabkan
kerusakan pada ginjal – lihat LI 651
tentang penyakit ginjal. Periksa ke dokter
jika berat badan tiba-tiba meningkat atau
ada bagian tubuh yang membengkak.
Pada kasus yang jarang, flukonazol
dapat menyebabkan reaksi yang gawat
(sindrom Stevens-Johnson – lihat LI 562)
yang dilihat sebagai ruam pada kulit.
Ada bukti bahwa flukonazol dapat
memengaruhi kesehatan perempuan
hamil dan dosis tinggi yang dipakai
selama beberapa bulan dapat menimbulkan cacat pada janin. Jadi sebaiknya
perempuan hamil tidak memakai flukonazol bila ada pilihan yang lebih aman.
Flukonazol dikeluarkan dalam ASI
dengan tingkat serupa dengan yang ada
di darah. Jadi flukonazol tidak boleh
dipakai oleh perempuan yang menyusui.
Bagaimana Flukonazol
Berinteraksi dengan Obat Lain?
Flukonazol sebagian besar diuraikan
oleh ginjal. Jadi obat ini tidak begitu
berinteraksi dengan obat yang diuraikan
oleh hati, termasuk sebagian besar ARV
yang dipakai untuk menyerang HIV.
Namun, flukonazol berinteraksi dengan
indinavir, ritonavir, dan AZT. Flukonazol
juga berinteraksi dengan beberapa jenis
obat lain, termasuk beberapa obat
pengencer darah, obat antisawan (antikonvulsi), diuretik, obat untuk menurunkan gula dalam darah, dan obat antibiotik.
Pastikan dokter tahu SEMUA obat,
suplemen dan jamu yang kita pakai.
Lihat LI 407 untuk informasi lebih
lanjut mengenai interaksi obat.
Ditinjau 3 Januari 2015 berdasarkan FS 534 The
AIDS InfoNet 19 Mei 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 535
KOTRIMOKSAZOL
Apa Kotrimoksazol Itu?
Kotrimoksazol (kotri) adalah kombinasi
dua obat antibiotik (antibakteri): trimetoprim
dan sulfametoksazol dalam satu pil. Kombinasi obat ini juga dikenal sebagai TMP/
SMX, dan dipasarkan dengan beberapa nama
merek, misalnya Bactrim. Namun versi
generik dengan nama kotrimoksazol adalah
sama dengan versi bermerek, hanya harganya jauh lebih murah.
Antibiotik menyerang infeksi yang
disebabkan bakteri. Kotri juga dipakai
untuk menyerang beberapa infeksi yang
disebabkan jamur, termasuk beberapa
infeksi oportunistik pada Odha.
Mengapa Odha Memakai Kotri?
Kotri dipakai untuk banyak infeksi
bakteri. Obat ini efektif dan murah.
Menambah kotri pada terapi antiretroviral
(ART) mengurangi angka kematian 35%
pada 60 minggu pertama terapi. Hasil ini
berdasarkan uji coba di Afrika yang
dilaporkan pada 2010. Sayangnya, hingga
sepertiga orang yang memakainya mengalami reaksi alergi.
Banyak kuman hidup di tubuh kita atau
adalah umum dalam lingkungan kita.
Sistem kekebalan yang sehat dapat menyerang atau mengendalikan infeksi yang
disebabkan oleh kuman tersebut. Namun,
infeksi HIV dapat merusak sistem kekebalan. Infeksi yang mengambil manfaat
dari kerusakan pertahanan kekebalan
tubuh dikenal sebagai “infeksi oportunistik
(IO).” Orang dengan penyakit HIV tahap
lanjut dapat mengalami IO. Lihat Lembaran Informasi (LI) 500 untuk informasi
lebih lanjut tentang infeksi oportunistik.
Salah satu IO pada Odha adalah PCP. Ini
singkatan untuk pneumocystis pneumonia,
yang berdampak pada paru. Lihat LI 512
untuk informasi tentang PCP. Odha dengan
jumlah CD4 di bawah 200 dapat mengalami PCP.
Kotri adalah obat pilihan pertama untuk
mengobati atau mencegah PCP. Jika
jumlah CD4 kita di bawah 200, tanyakan
pada dokter apakah sebaiknya kita memakai kotri atau obat lain untuk mencegah
PCP. Penggunaan obat untuk mencegah
penyakit disebut sebagai profilaksis.
Salah satu IO lain adalah toksoplasmosis
(tokso), yang berdampak pada otak. Lihat
LI 517 untuk informasi tentang tokso.
Odha dengan jumlah CD4 di bawah 100
dapat mengalami tokso. Kotri juga dapat
dipakai untuk mengobati atau mencegah
tokso.
Penggunaan obat dengan maksud untuk
mencegah penyakit akibat infeksi disebut
sebagai profilaksis. WHO sudah mengeluarkan pedoman yang mengusulkan
penggunaan kotri sebagai profilaksis oleh
Odha dewasa dan anak. Lihat LI 950 dan
LI 951 untuk informasi mengenai pedoman
WHO ini.
Beberapa orang memiliki alergi terhadap
kotrimoksazol. Katakan pada dokter jika
kita beralergi pada obat sulfa atau antibiotik lain, atau bila kita mempunyai
penyakit hati atau ginjal. Orang dengan
anemia (kurang darah merah – lihat
LI 552) sebaiknya tidak memakai kotri.
Penggunaan kotri waktu hamil dapat
meningkatkan risiko cacat lahir. Perempuan hamil atau menyusui sebaiknya
menghindari penggunaan kotri jika mungkin. Pastikan dokter tahu bila kita mempunyai penyakit hati atau ginjal, atau
kekurangan enzim G6PD.
Bagaimana dengan Resistansi
terhadap Obat?
Jika kita memakai obat resep apa pun,
kita harus menghabiskan semua pil yang
diresepkan. Banyak orang berhenti memakai obat jika mereka merasa lebih baik. Ini
bukan langkah yang baik. Jika sebuah obat
tidak mematikan semua kuman, kuman
tersebut dapat berubah (bermutasi) sehingga mereka bisa kebal (resistan). Bila
kuman menjadi resistan terhadap satu atau
beberapa obat, obat tersebut tidak akan
berhasil lagi di tubuh kita.
Misalnya, jika kita memakai kotri
sebagai pengobatan PCP, dan kita lupakan
terlalu banyak dosis, kuman PCP di tubuh
kita dapat menjadi resistan pada kotri. Jika
ini terjadi, kita harus memakai obat lain
terhadap PCP.
Bagaimana Kotri Dipakai?
Kotri umumnya tersedia dalam tablet
yang mengandung 400mg sulfametoksazol
dan 80mg trimetoprim (400/80mg). Juga
ada tablet kekuatan ganda (‘forte’) 800/
160mg. Untuk anak tersedia versi sirop
yang mengandung 200/40mg per 5ml, serta
tablet 100/20mg. Dosis yang dipakai
tergantung pada jenis infeksi kita coba
obati atau cegah.
Kita harus memakai kotri terus-menerus
selama jumlah CD4 kita masih begitu
rendah sehingga kita dapat mengalami
tokso atau PCP.
Kotri biasanya diminum waktu makan,
tetapi tablet 400/80mg dapat dipakai
dengan atau tanpa makanan. Kita sebaiknya minum banyak air saat kita memakai
kotri.
Apa Efek Samping Kotri?
Infeksi HIV menyebabkan angka efek
samping kotri yang lebih tinggi. Orang
yang pernah memakai kotri sebelumnya
sering mengalami lebih banyak efek
samping.
Efek samping utama dari kotri adalah
mual, muntah, hilang nafsu makan, dan
reaksi alergi pada kulit (ruam). Ruam agak
umum. Walau sangat jarang. kotri juga
dapat menyebabkan sindrom StevensJohnson, sejenis ruam yang gawat (lihat
LI 562).
Kotri juga dapat menyebabkan neutropenia, yaitu tingkat neutrofil yang rendah.
Neutrofil adalah jenis sel darah putih yang
menyerang infeksi bakteri. Infeksi HIV juga
dapat menyebabkan neutropenia.
Beberapa dokter memakai proses ‘desensitisasi dengan pasien yang mengalami
reaksi alergi’ – lihat LI 951. Kotri dimulai
dengan dosis yang sangat rendah yang
tidak menyebabkan reaksi alergi, dan dosis
secara bertahap ditingkatkan hingga
menjadi dosis penuh. Vitamin C juga dapat
membantu bila ada reaksi alergi pada kotri.
Jika ini tidak berhasil, alternatif lain adalah
untuk memakai obat lain misalnya dapson
(lihat LI 533).
Jika kita memakai kotri, kita bisa menjadi
lebih peka terhadap sinar matahari. Bila
ini terjadi, memakai krim antisinar matahari pada kulit dan/atau memakai kacamata
gelap.
Periksa ke dokter jika kulit menjadi pucat
atau berwarna kuning, atau jika mengalami
sakit tenggorokan, demam, atau ruam,
bahkan setelah beberapa minggu penggunaan kotri. Gejala ini mungkin menandai
reaksi obat yang gawat.
Bagaimana Kotri Berinteraksi
dengan Obat Lain?
Kotri sebagian besar diuraikan oleh ginjal.
Jadi obat ini tidak begitu berinteraksi
dengan obat yang diuraikan oleh hati,
termasuk sebagian besar obat antiretroviral
(ARV) yang dipakai untuk menyerang HIV.
Namun, kotri berinteraksi dengan beberapa
jenis obat lain, termasuk beberapa obat
pengencer darah, obat untuk menurunkan
gula dalam darah, obat antisawan (antikonvulsi), dan diuretik – lihat LI 407 untuk
informasi lebih lanjut mengenai interaksi.
Pastikan dokter mengetahui SEMUA
obat, suplemen dan jamu yang kita
pakai.
Risiko mengembangkan anemia adalah
lebih tinggi jika kita memakai kotri
sekaligus dengan obat lain yang menyebabkannya, misalnya AZT.
Risiko mengembangkan neutropenia
adalah lebih tinggi jika kita memakai kotri
sekaligus dengan obat lain yang menyebabkannya, misalnya AZT dan gansiklovir.
Diperbarui 24 Desember 2014 berdasarkan FS 535
The AIDS InfoNet 21 April 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 540
MEGESTROL (MEGACE)
Apa Megestrol Itu?
Megestrol asetat adalah obat yang pada
awal dipakai untuk mengobati gejala
kanker. Sekarang ada versi berbentuk
cairan yang juga dipakai untuk meningkatkan nafsu makan, agar menambah
berat badan untuk orang dengan HIV
(Odha). Obat ini dibuat dan dipasarkan
sebagai Megace oleh Bristol-Myers
Squibb.
Megestrol adalah bahan sintetis (buatan manusia) yang meniru progesteron,
yaitu hormon seks perempuan. Tidak
diketahui bagaimana megestrol meningkatkan nafsu makan.
Megestrol disetujui oleh FDA-AS pada
1993 untuk dipakai sebagai pengobatan
untuk kehilangan berat badan terkait
AIDS.
Saat ini ada versi baru, yaitu Megace
ES, yang lebih mudah dipakai dan lebih
cepat diserap oleh tubuh.
Mengapa Odha Memakai
Megestrol?
Kehilangan berat badan adalah masalah yang sering dialami oleh Odha. Gejala
ini mempunyai banyak penyebab yang
mungkin (lihat Lembaran Informasi (LI)
518 untuk informasi lebih lanjut). Hal ini
dapat disebabkan oleh infeksi oportunistik yang mengganggu kemampuan
sistem pencernaan untuk menyerap
makanan. Kehilangan berat badan juga
dapat disebabkan kekurangan makan –
makanan tidak cukup akibat kehilangan
nafsu makan atau tidak dapat tahan
makanan karena mual atau muntah.
Masalah mulut dan tenggorokan, misalnya kandidiasis, juga dapat mengakibatkannya. Ada juga masalah yang disebut
wasting, yang belum begitu dipahami
oleh ilmuwan, yang mengakibatkan kehilangan massa otot yang tidak berlemak.
Akhirnya, kehilangan berat badan dapat
disebabkan diare kronis. Adalah penting,
jika mungkin, untuk mendiagnosis dan
mengobati penyebab kehilangan berat
badan yang tidak sengaja, sekaligus
menangani gejalanya.
Bagaimana Megestrol Dipakai?
Untuk mengobati kehilangan berat
badan, dosis biasa adalah 800mg (20mL)
per hari. Kocok botol dengan baik
sebelum dipakai. Dosis untuk versi
Megace ES adalah 5mL. Odha yang
memakai megestrol untuk menambah
berat badan sebaiknya terus memakainya
hingga mencapai berat badan yang
diharapkan. Setelah itu, penggunaan
dapat dihentikan sehingga dibutuhkan
lagi, jika terjadi.
Megestrol sebaiknya dipakai baru
setelah semua penyebab kehilangan berat
badan lain yang dapat diobati, misalnya
infeksi oportunistik pada perut atau usus
atau gizi yang buruk, telah disingkirkan
atau ditangani. Obat ini tidak berguna
untuk mencegah kehilangan berat badan
sebelum terjadi, karena terbukti tidak
efektif jika dipakai begitu.
Megestrol terutama menambah berat
badan berbentuk lemak. Penggunaan
megestrol dapat berhasil menambah
0,5kg per minggu dengan tambahan berat
badan total rata-rata 4kg. Manfaat dari
penambahan macam ini belum jelas.
Sebaiknya ini tergabung dengan menambah berat otot, mungkin dengan olahraga
yang teratur.
Setelah kita berhenti memakai megestrol, kortikosteroid (mis. hidrokortison) mungkin dibutuhkan kalau kita
mengalami stres atau trauma, pembedahan besar atau infeksi berat.
Apa Efek Samping Megestrol?
Walaupun jarang dilaporkan efek
samping oleh pengguna megestrol,
kadang kala dilaporkan diare, gas dalam
perut, mual, muntah, gatal-gatal, dan
tekanan darah tinggi. Beberapa gejala ini
sulit dipisahkan dari gejala kehilangan
berat badan lain. Megestrol juga dapat
menyebabkan kekurangan testosteron
pada laki-laki. Ini dapat mengakibatkan
kelelahan dan beberapa masalah lain,
termasuk kehilangan berat badan lagi.
Megestrol adalah obat hormon yang
dapat berpengaruh pada laki-laki dan
perempuan secara berbeda. Perempuan
dapat mengalami perubahan pada haidnya, termasuk perdarahan yang tidak
teratur. Laki-laki dapat mengalami
kemandulan (disfungsi ereksi).
Megestrol sebaiknya tidak dipakai oleh
perempuan hamil, karena obat ini dapat
menyebabkan bayinya cacat lahir. Oleh
karena itu, perempuan yang memakai
megestrol diusulkan memakai kontrasepsi yang efektif. Lagi pula, megestrol
sebaiknya tidak dipakai oleh ibu yang
menyusui.
Beberapa kasus kekurangan hormon
adrenalin dicatat pada pengguna megestrol atau saat berhenti memakainya.
Pengguna harus diingatkan untuk melapor ke dokter bila mengalami gejala
dan/atau tanda yang memberi kesan
tingkat adrenalin yang rendah (mis.
tekanan darah yang rendah, mual,
muntah, pusing atau kelelahan).
Bagaimana Megestrol Berinteraksi
dengan Obat Lain?
Megestrol dapat mengganggu efek
bromokriptin, jadi kedua obat ini sebaiknya tidak dipakai sekaligus. Rifampisin
(yang dipakai untuk TB) dapat mengurangi tingkat megestrol dalam tubuh, dan
mungkin mengurangi dampaknya. Pastikan dokter tahu mengenai SEMUA
obat, suplemen dan jamu yang kita
pakai. Juga bila kita mengalami masalah
darurat (mis. kecelakaan, atau harus
mencabut gigi), sebaiknya kita memberi
tahu dokter/dokter gigi bila kita baru saja
berhenti memakai megestrol.
Garis Dasar
Megestrol adalah obat untuk menambah berat badan pada Odha yang mengalami penurunan berat badan. Walaupun
obat ini dapat dipakai secara berhasil
untuk mengobati gejala kehilangan berat
badan tanpa menghiraukan penyebabnya,
terapi yang paling efektif adalah dengan
melibatkan pengobatan terhadap masalah yang mendasari, bukan hanya gejalanya.
Megestrol hanya menambah lemak,
bukan massa otot. Karena itu, sebaiknya
penggunaannya disertai dengan olahraga.
Karena megestrol dapat mengurangi
tingkat testosteron, orang yang memakai
obat ini sebaiknya memantau tingkat
hormon tersebut, dan memakai terapi
untuk menambahnya jika perlu.
Megestrol tidak boleh dipakai oleh
perempuan hamil atau mungkin menjadi
hamil, atau yang menyusui.
Diperbarui 2 September 2014 berdasarkan The
HIV Drug Book, yang diterbitkan Project Inform
1998, halaman AIDSinfo 9 April 2007 dan
beberapa sumber lain.
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 541
METADON
Apa Metadon Itu?
Metadon adalah opiat (narkotik) sintetis
yang kuat seperti heroin (putaw) atau morfin,
tetapi tidak menimbulkan efek sedatif yang
kuat. Metadon biasanya disediakan pada
Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM),
yaitu program yang mengalihkan pengguna
heroin pada obat lain yang lebih aman.
Metadon bukan penyembuh untuk ketergantungan opiat: selama memakai metadon,
penggunanya tetap tergantung pada opiat
secara fisik. Tetapi metadon menawarkan
kesempatan pada penggunanya untuk mengubah hidupnya menjadi lebih stabil dan
mengurangi risiko terkait dengan penggunaan
narkoba suntikan, dan juga mengurangi kejahatan yang sering terkait dengan kecanduan.
Dan karena diminum, penggunaan metadon
mengurangi penggunaan jarum suntik
bergantian, perilaku yang sangat berisiko
penularan HIV dan virus lain.
PTRM sering mempunyai dua tujuan pilihan.
Tujuan pertama adalah untuk membantu
pengguna berhenti penggunaan heroin, diganti
dengan takaran metadon yang dikurangi tahapdemi-tahap selama jangka waktu tertentu. Tujuan
kedua adalah untuk mengurangi beberapa
dampak buruk akibat penggunaan heroin secara
suntikan. Pilihan ini menyediakan terapi rumatan, yang memberikan metadon pada pengguna
secara terus-menerus dengan takaran yang disesuaikan agar pengguna tidak mengalami gejala
putus zat (sakaw) atau sedasi.
Bagaimana Metadon Dipakai?
Metadon biasanya diberikan pada klien
program dalam bentuk cairan (larutan sirop)
yang diminum di bawah pengawasan di
PTRM setiap hari. Setiap klien membutuhkan takaran yang berbeda, akibat perbedaan
metabolisme, berat badan dan toleransi
terhadap opiat. Beberapa waktu dibutuhkan
untuk menentukan takaran metadon yang
tepat untuk setiap klien. Pada awalnya, klien
harus diamati setiap hari dan reaksi terhadap
dosisnya dinilai. Jika klien menunjukkan
tanda atau gejala putus zat, takaran harus
ditingkatkan. Umumnya program mulai
dengan takaran 20mg metadon dan kemudian
ditingkatkan 5-10mg per hari. Biasanya klien
bertahan dalam terapi dan mampu menghentikan penggunaan heroin dengan takaran
metadon sedang hingga tinggi (60-100mg).
Apa Efek Samping Metadon?
Walaupun metadon biasanya ditoleransi
dengan baik, kadang kala klien mengalami
efek samping:
y mual
y muntah: 10-15% mengalami efek samping ini,
yang biasanya hilang setelah beberapa hari
y sembelit: seperti opiat lain, gizi dan
olahraga dapat membantu
y keringat: dapat muncul sebagai efek samping,
atau karena takaran metadon tidak sesuai
y amenore: masa haid terlambat, atau kadang
kala lebih teratur
y libido: penurunan pada gairah seksual
y kelelahan: dapat dikurangi dengan mengurangi takaran
y gigi busuk: disebabkan oleh sirop dan mulut
kering
Penggunaan metadon tidak berisiko pada hati.
Informasi mengenai efek samping yang
mungkin akan muncul harus diberikan pada klien.
Apakah Metadon Berinteraksi
dengan Obat Lain?
Metadon dapat berinteraksi dengan obat
lain atau suplemen yang dipakai bersamaan
(lihat Lembaran Informasi (LI) 407). Untuk
informasi khusus mengenai interaksi antara
metadon dan obat yang umumnya dipakai
oleh Odha, lihat tabel di bawah.
Dapat disimpulkan bahwa metadon tidak
berpengaruh pada tingkat obat antiretroviral
(ARV) atau obat TB dalam darah, kecuali ddI
(lihat LI 413) versi dapar (buffered) dan AZT
(LI 411). Bila ada klien metadon yang
memakai ddI, mungkin takaran ddI harus
dinaikkan atau sebaiknya ddI versi dapar
diganti dengan ddI EC (bila tersedia). Bila
dipakai AZT (atau pil kombinasi yang
mengandung AZT, mis. Duviral), mungkin
efek samping AZT timbul kembali. Karena
efek samping ini dapat serupa dengan sakaw,
harus hati-hati membedakannya. Hal serupa
terjadi setelah mulai terapi untuk hepatitis C.
Sebaliknya, beberapa obat dapat berpengaruh pada efek metadon. Jadi petugas PTRM
seharusnya selalu memantau penggunaan
obat lain oleh kliennya, terutama bila mulai
atau berhenti terapi TB. Bila setelah mulai
atau berhenti penggunaan obat lain klien
mengalami sakaw atau sedasi, takaran
metadon harus disesuaikan.
Interaksi yang terjadi kadang kala berbeda
dengan yang tercantum dalam tabel. Pastikan dokter/petugas PTRM tahu bila kita
mulai atau berhenti penggunaan obat,
suplemen atau jamu apa pun.
Garis Dasar
Metadon adalah opiat sintetis yang dapat
dipakai oleh pengguna narkoba suntikan
untuk mengganti heroin bila dia tidak dapat
berhenti memakainya akibat kecanduan.
Karena ada interaksi antara metadon dengan
beberapa obat yang dipakai oleh Odha,
petugas PTRM harus mengetahui bila klien
mulai memakai obat baru, atau berhenti
memakainya, agar takaran metadon dapat
disesuaikan bila dibutuhkan.
Diperbarui 8 Mei 2014 dari beberapa acuan
Obat
Dampak pada
tingkat metadon
Dampak pada
tingkat obat
Catatan/Anjuran
3TC/lamivudin
Abacavir
Atazanavir/r
AZT
Buprenorfin
d4T/stavudin
Darunavir
ddI (dapar)
ddI (EC)
Dolutegravir
Efavirenz
Elvitegravir
Eritromisin
Etravirin
Fenitoin
Fenobarbital
Flukonazol
Fosamprenavir
FTC/emtrisitabin
Ketokonazol
Klaritromisin
Lopinavir/r
Maraviroc
Naltrekson
Nelfinavir
Nevirapin
Peginterferon
Raltegravir
Ribavirin
Rifabutin
Rifampisin
Rilpivirin
Ritonavir
Saquinavir/r
Tenofovir
Tipranavir
Tidak ada
Turun
Turun sedikit
Tidak ada
Menggantinya
Turun sedikit
Turun
Tidak dilaporkan
Tidak ada
Tidak ada
Turun banyak
Tidak ada
Naik
Turun
Turun
Turun
Naik
Turun sedikit
Tidak ada
Naik
Naik
Turun
Tidak ada
Menggantinya
Turun
Turun banyak
±
Tidak ada
±
Tidak ada
Turun banyak
Tidak ada
Turun sedikit
Tidak ada
Tidak ada
Turun banyak
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Naik
±
±
Tidak ada
Turun
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
±
Tidak ada
±
±
±
Tidak ada
Tidak ada
±
±
Tidak ada
Tidak ada
±
Turun sedikit
Tidak ada
±
Tidak ada
±
±
±
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak perlu penyesuaian takaran
Penyesuaian takaran metadon jarang dibutuhkan
Tidak perlu penyesuaian takaran
Dampak tidak jelas, pantau toksisitas AZT
Kontraindikasi ± jangan pakai bersamaan
Kemungkinan tidak perlu menyesuaikan takaran
Pantau, naikkan takaran metadon?
Takaran ddI dinaikkan? Ganti dengan ddI (EC)
Pengganti versi dapar
Tidak perlu penyesuaian takaran
Naikkan besar takaran metadon sering dibutuhkan
Tidak perlu penyesuaian takaran
Pantau, turunkan takaran metadon?
Penyesuaian takaran metadon jarang dibutuhkan
Naikkan takaran metadon?
Naikkan takaran metadon?
Pantau, turunkan takaran metadon?
Pantau, naikkan takaran metadon?
Tidak perlu penyesuaian takaran
Pantau, turunkan takaran metadon?
Pantau, turunkan takaran metadon?
Pantau, naikkan takaran metadon?
Tidak perlu penyesuaian takaran
Kontraindikasi ± jangan pakai bersamaan
Pantau, naikkan takaran metadon?
Naikkan takaran metadon sering dibutuhkan
Naikkan takaran metadon akibat efek samping?
Tidak perlu penyesuaian takaran
Naikkan takaran metadon akibat efek samping?
Tidak perlu penyesuaian takaran
Naikkan takaran metadon
Tidak perlu penyesuaian takaran
Pantau, naikkan takaran metadon?
Tidak perlu penyesuaian takaran
Tidak perlu penyesuaian takaran
Naikkan besar takaran metadon sering dibutuhkan
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 542
BUPRENORFIN
Apa Buprenorfin Itu?
Bagaimana Buprenorfin Dipakai?
Buprenorfin (nama merek: Subutex)
adalah opiat (narkotik) sintetis yang kuat
seperti heroin (putaw), tetapi tidak menimbulkan efek sedatif yang kuat. Seperti
metadon (lihat Lembaran Informasi (LI)
541), buprenorfin biasanya dipakai dalam
program pengalihan narkoba, yaitu program yang mengalihkan pengguna heroin
pada obat lain yang lebih aman.
Buprenorfin bukan penyembuh untuk
ketergantungan opiat: selama memakai buprenorfin, penggunanya tetap tergantung
pada opiat secara fisik. Tetapi buprenorfin menawarkan kesempatan pada penggunanya untuk mengubah hidupnya menjadi lebih stabil dan mengurangi risiko
terkait dengan penggunaan narkoba
suntikan, dan juga mengurangi kejahatan
yang sering terkait dengan kecanduan. Dan
karena diminum, penggunaan metadon
mengurangi penggunaan jarum suntik bergantian, perilaku yang sangat berisiko
penularan HIV dan virus lain.
Program buprenorfin sering mempunyai
dua tujuan pilihan. Tujuan pertama adalah
untuk membantu pengguna berhenti memakai heroin, diganti dengan takaran buprenorfin yang dikurangi tahap-demi-tahap selama
jangka waktu tertentu. Tujuan kedua adalah
untuk mengurangi beberapa dampak buruk
akibat penggunaan heroin secara suntikan.
Pilihan ini menyediakan terapi rumatan, yang
memberikan buprenorfin pada pengguna
secara terus-menerus dengan takaran yang
disesuaikan agar pengguna tidak mengalami
gejala putus zat (sakaw) atau sedasi.
Ada risiko pengguna narkoba suntikan
(penasun) akan menyalahgunakan buprenorfin dengan menggerus tablet, melarutkannya dengan air, lalu memakai larutan
dengan cara suntikan. Hal ini menimbulkan dua masalah: pertama, buprenorfin tidak larut dalam air, sehingga cairan
mengandung gumpalan obat, yang dapat
memampatkan pembuluh darah, dengan
risiko terjadi emboli (penyumbatan), yang
dapat mematikan. Kedua, perilaku suntikan terus berisiko menyebarkan infeksi.
Oleh karena itu, versi buprenorfin yang
tersedia di Indonesia dikombinasikan
dengan nalokson, obat yang dipakai untuk
mengobati overdosis opiat. Versi ini
dikenal sebagai Suboxone. Nalokson
hanya bekerja bila disuntikkan pada
pembuluh darah, jadi bila dipakai melalui
mulut, tidak ada dampak. Tetapi bila
Suboxone disuntik, nalokson langsung
melawan dengan buprenorfin, sehingga
tidak ada efek sama sekali dari buprenorfin. Oleh karena itu, pengguna dihindari
memakainya dengan cara suntikan.
Buprenorfin biasanya diberikan pada
klien program dalam bentuk pil yang tidak
ditelan, tetapi ditaruh di bawah lidah
sampai larut. Proses ini membutuhkan 210 menit. Buprenorfin tidak bekerja bila
dikunyah atau ditelan. Jangan menyuntik tablet buprenorfin yang dibuat
puyer dan dilarutkan dengan air.
Buprenorfin seharusnya dipakai di bawah
pengawasan di klinik setiap hari. Setiap
klien membutuhkan takaran yang berbeda,
akibat perbedaan metabolisme, berat badan
dan toleransi terhadap opiat.
Beberapa waktu dibutuhkan untuk menentukan takaran buprenorfin yang tepat untuk
setiap klien. Awalnya, klien harus diamati
setiap hari dan reaksi terhadap dosisnya dinilai.
Jika klien menunjukkan tanda atau gejala
putus zat, takaran harus ditingkatkan.
Umumnya program mulai dengan takaran 24mg buprenorfin dan kemudian ditingkatkan
2-4mg per hari. Biasanya klien bertahan dalam
terapi dan mampu menghentikan penggunaan
heroin dengan takaran buprenorfin 12-24mg/
hari, dengan maksimum 32mg/hari.
Buprenorfin dapat menyebabkan gejala
putus zat bila dipakai segera setelah opiat
(heroin, morfin atau metadon).
Buprenorfin mempunyai yang disebut
sebagai ‘efek plafon’. Setelah takaran buprenorfin tertentu dipakai, takaran yang
lebih tidak menimbulkan efek yang lebih
tinggi. Oleh karena ini, overdosis buprenorfin jarang terjadi, jadi dianggap lebih
aman daripada metadon.
Karena buprenorfin bertahan lebih lama
dalam darah dibandingkan metadon, untuk
klien tertentu dosis buprenorfin dapat
diberikan setiap tiga hari.
Buprenorfin sebaiknya tidak dipakai oleh
perempuan hamil atau mungkin menjadi
hamil. Buprenorfin juga dapat mengarah
pada air susu ibu (ASI), dan memberi
dampak buruk pada bayi yang disusui.
Oleh karena itu, ibu yang menyusui
sebaiknya tidak memakai buprenorfin.
Apa Efek Samping Buprenorfin?
Efek samping buprenorfin pada awalnya
serupa dengan opiat lain, termasuk sakit
kepala, mual, muntah dan sembelit. Namun
klien yang dialihkan dari heroin ke buprenorfin jarang mengalami efek samping.
Sebelum mulai memakai buprenorfin,
berhenti memakai heroin atau metadon
untuk beberapa waktu sehingga gejala
putus zat timbul, sedikitnya delapan jam
untuk heroin dan 24 jam untuk metadon.
Bila mulai lebih cepat, dosis pertama buprenorfin akan langsung membuat sakaw.
Penggunaan buprenorfin tidak berisiko
pada hati.
Apakah Buprenorfin Berinteraksi
dengan Obat Lain?
Beberapa obat dapat berpengaruh pada
tingkat buprenorfin dalam darah bila dipakai
bersamaan, dan sebaiknya klien dipantau
untuk gejala sakaw atau sedasi setelah mulai
atau berhenti penggunaan obat apa pun. Saat
ini hanya ada sedikit data mengenai interaksi
antara buprenorfin dan obat lain, suplemen,
jamu atau narkoba lain.
Tampaknya tidak ada dampak besar dari
obat antiretroviral (ARV), selain atazanavir dan mungkin saquinavir. Atazanavir
dapat meningkatkan tingkat buprenorfin
dalam darah, sehingga takaran buprenorfin harus diturunkan bila dipakai dengan
atazanavir, dan mungkin juga dengan
saquinavir.
Nevirapine dan efavirenz dapat mengurangi tingkat buprenorfin dalam darah, dan
walau kemungkinan besar perubahan
takaran buprenorfin tidak dibutuhkan, klien
buprenorfin yang mulai ARV ini sebaiknya
dipantau untuk beberapa minggu.
Tampaknya tidak ada interaksi yang
bermakna dengan ARV lain.
Tidak ada interaksi dengan buprenorfin
yang berpengaruh pada tingkat ARV dalam
darah.
Bila buprenorfin dipakai bersama dengan
flukonazol, fenobarbital, fenitoin atau
rifampisin, kemungkinan tidak dibutuhkan
penyesuaian dosis buprenorfin atau obat
yang bersangkutan.
Penggunaan buprenorfin bersamaan dengan jenis benzodiazepin (mis. diazepam)
dapat menjadi berbahaya.
Karena interaksi antara obat lain dengan
buprenorfin belum ditelitikan dengan baik,
pastikan dokter/petugas klinik tahu bila
kita mulai atau berhenti penggunaan
obat, suplemen atau jamu apa pun. Lihat
LI 407 untuk informasi lebih lanjut
mengenai interaksi obat.
Garis Dasar
Buprenorfin adalah opiat sintetis yang
dapat dipakai oleh pengguna narkoba
suntikan untuk mengganti heroin bila dia
tidak dapat berhenti memakainya akibat
kecanduan.
Karena kemungkinan ada interaksi
antara buprenorfin dengan beberapa obat
yang dipakai oleh Odha, petugas klinik
atau dokter yang menatalaksanakan
pengalihan dengan buprenorfin harus
mengetahui bila klien mulai atau berhenti
penggunaan obat baru, agar takaran buprenorfin dapat dipantau dan disesuaikan bila
dibutuhkan.
Ditinjau 8 Mei 2014 berdasarkan beberapa acuan
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 550
EFEK SAMPING
Apa Efek Samping Itu?
Efek samping adalah dampak dari obat
yang tidak diinginkan. Obat diresepkan
untuk maksud tertentu, misalnya untuk
menangani HIV. Dampak lain obat adalah
efek samping.
Ada beberapa efek samping yang ringan,
seperti sakit kepala yang ringan. Efek
samping lain, misalnya kerusakan pada hati,
dapat berat dan kadang kala gawat. Ada
beberapa efek samping yang bertahan hanya
beberapa hari atau minggu, sementara yang
lain dapat bertahan selama obat yang
mengakibatkannya masih dipakai, atau
bahkan setelah dihentikan. Ada efek
samping yang muncul beberapa hari atau
minggu setelah kita mulai penggunaan obat
penyebab; ada yang baru menimbulkan
masalah setelah obat dipakai berbulanbulan bahkan bertahun-tahun.
Siapa Mengalami Efek Samping?
Sebagian besar orang yang memakai obat
antiretroviral (ARV) mengalami beberapa
efek samping. Umumnya, semakin tinggi
takaran obat yang dipakai, semakin berat
efek sampingnya. Jika tubuh kita lebih kecil
daripada rata-rata, kita mungkin mengalami
lebih banyak efek samping. Juga, jika tubuh
kita menguraikan obat lebih lambat dari
yang sewajarnya, tingkat obat dalam darah
kita dapat lebih tinggi, dan hal ini lebih
mungkin mengakibatkan efek samping.
Beberapa efek samping menjadi semakin
buruk bila obat yang bersangkutan dipakai
dengan perut kosong. Yang lain dapat
memburuk bila obat dipakai dengan
makanan atau minuman berlemak (misalnya susu).
Semua obat dilengkapi dengan daftar efek
samping yang paling umum diakibatkannya.
Jangan anggap bahwa setiap orang akan
mengalami semua efek samping yang
terdaftar! Kebanyakan orang hanya
mengalami efek samping yang ringan akibat
ARV-nya.
Bagaimana Kita Menangani Efek
Samping?
Ada beberapa langkah yang dapat kita
lakukan untuk menyiapkan diri menghadapi
efek samping. Belajar tentang efek samping
umum obat yang kita pakai. Lembaran
informasi (LI) untuk masing-masing obat
membahas efek sampingnya secara umum.
y Bicara dengan dokter tentang efek
samping yang dapat terjadi. Tanyakan
kapan sebaiknya lapor ke dokter bila efek
samping bertahan terlalu lama, atau
menjadi berat.
y Tanyakan apakah kita dapat mengobati
efek samping ringan dengan jamu atau
cara yang lazim dipakai di rumah, atau
dengan obat yang dapat diperoleh tanpa
resep.
y Kadang kala, dokter dapat menyediakan
resep untuk obat yang dapat membantu
jika efek samping menjadi berat.
y Jika mengalami masalah perut, pastikan
disediakan makanan yang cocok dan
ringan.
Jangan berhenti penggunaan obat apa
pun, atau melewati atau mengurangi
dosisnya, tanpa terlebih dahulu bicara
dengan dokter. Jika melakukan itu, virus
dapat menjadi kebal (resistan) terhadap obat
tersebut (lihat LI 126). SEBELUM efek
samping memaksa kita melewati atau
mengurangi dosis, bicara dengan dokter
tentang mengganti obat!
Apa Efek Samping yang Paling
Lazim?
Jika kita mulai terapi ARV (ART), kita
mungkin mengalami sakit kepala, darah
tinggi, atau seluruh badan terasa tidak enak.
Lambat laun, gejala ini biasanya membaik
dan hilang.
Kelelahan (LI 551): Odha sering melaporkan kadang-kadang merasa lelah.
Mengetahui penyebab kelelahan dan
menanganinya adalah penting.
Anemia (LI 552) dapat menyebabkan
kelelahan. Anemia meningkatkan risiko
menjadi lebih sakit dengan infeksi HIV. Tes
darah berkala dapat mengetahui adanya
anemia, dan anemia dapat diobati.
Masalah pencernaan: Banyak obat dapat
menimbulkan rasa nyeri pada perut. Obat
dapat menyebabkan mual, muntah, kembung, atau diare. Tanggapan yang lazim
dipakai di rumah termasuk:
y Daripada tiga kali makan secara besar,
lebih baik makan sedikit tetapi sering.
y Makan sup dan makanan lunak, jangan
yang pedas-pedas.
y Teh jahe atau minuman jahe lain dapat
menyamankan perut. Begitu juga bau
jeruk segar.
y Sering berolahraga.
Jangan melupakan makan. Coba menghindari kehilangan berat badan berlebihan.
Ada beberapa obat yang dapat mengurangi
rasa mual. Namun hati-hati dengan interaksi
antara obat antimual yang dibeli tanpa resep
dengan ARV; bahas dengan dokter sebelum
memakai obat apa pun.
y Perut kembung dapat dikurangi dengan
menghindari makanan seperti buncis,
beberapa macam sayuran mentah, dan
kulit sayuran.
y Diare (LI 554) dapat berkisar antara
gangguan kecil hingga berat. Periksa ke
dokter jika diare berjalan terlalu lama atau
menjadi berat. Banyak minum.
Lipodistrofi (LI 553) termasuk kehilangan lemak pada lengan, kaki dan wajah;
penambahan lemak pada perut atau di
belakang leher; dan peningkatan lemak
(kolesterol) dan gula (glukosa) dalam darah.
Perubahan ini dapat meningkatkan risiko
serangan jantung atau serangan otak.
Tingkat lemak atau gula yang tinggi
dalam darah (LI 123), termasuk kolesterol,
trigliserida dan glukosa. Masalah ini dapat
meningkatkan risiko penyakti jantung.
Masalah kulit (LI 620): Beberapa obat
menyebabkan ruam. Sebagian besar bersifat
sementara, tetapi dapat menimbulkan reaksi
berat. Periksa ke dokter jika mengalami
ruam. Masalah kulit lain termasuk kulit
kering dan rambut rontok. Pelembab kulit
dapat membantu masalah kulit.
Neuropati (LI 555) adalah penyakit yang
sangat nyeri disebabkan oleh kerusakan
saraf. Penyakit ini biasanya mulai pada kaki
dan tangan.
Toksisitas mitokondria (LI 556) adalah
kerusakan rangka dalam sel. Penyakit ini
dapat menyebabkan neuropati atau kerusakan pada ginjal, dan dapat meningkatkan
asam laktik dalam tubuh.
Osteoporosis (LI 557) sering terjadi pada
Odha. Mineral tulang dapat hilang dan
tulang menjadi rapuh. Kehilangan aliran
darah dapat menyebabkan masalah pinggul.
Pastikan konsumsi cukup zat kalsium dalam
makanan dan suplemen. Olahraga angkat
beban atau berjalan kaki dapat membantu.
Garis Dasar
Sebagian besar orang yang memakai obat
antiretroviral mengalami beberapa efek
samping. Namun, jangan menganggap kita
akan mengalami semua efek samping yang
kita pernah dengar!
Cari informasi tentang efek samping yang
paling umum dan bagaimana menanganinya. Baca lembaran informasi tentang obat
yang bersangkutan dan efek sampingnya.
Sediakan jamu/obat yang lazim dipakai di
rumah dan bahan lain yang dapat membantu
menangani efek samping.
Kita harus tahu kapan kita sebaiknya
kembali ke dokter karena ada efek samping
yang bertahan terlalu lama atau menjadi berat.
Jangan biarkan efek samping sebagai
dasar untuk menghindari penggunaan
obat! Jangan anggap bahwa memakai ART
berarti kita harus tahan dengan efek
samping. Jika efek samping tidak dapat
tertahan, jika dialami terus-menerus selama
lebih dari beberapa bulan, atau bila mutu
hidup kita menjadi lebih rendah akibat efek
samping obat, bicara dengan dokter tentang
penggantian obat penyebab.
Ditinjau 1 Juli 2014 berdasarkan FS 550 The AIDS
InfoNet 26 Agustus 2013
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 551
KELELAHAN
Apa Kelelahan Itu?
Kelelahan (fatigue) adalah rasa capek
yang tidak hilang waktu kita istirahat.
Kelelahan dapat fisik atau mental.
Dengan kelelahan fisik, otot kita tidak
dapat melakukan kegiatan apa pun
semudah seperti sebelumnya. Kita mungkin menyadari ini waktu kita naik tangga
atau membawa kantong penuh dari pasar.
Dengan kelelahan mental, kita tidak
dapat memusatkan pikiran seperti dahulu.
Jika makin berat, mungkin kita malas
bangun dari ranjang waktu pagi atau
malas melakukan tugas sehari-hari.
Apakah Kelelahan Itu Penting?
Kelelahan adalah salah satu dari dua
cara utama tubuh mengingatkan bahwa
kita mempunyai persoalan. Cara lain
adalah rasa nyeri. Kita biasanya memperhatikan rasa nyeri atau sakit, dan menghentikan apa yang jadi penyebabnya.
Namun kita tidak memperhatikan kelelahan sama seperti rasa nyeri. Satu alasan
mungkin karena kelelahan menjadi semakin buruk secara pelan-pelan, jadi kita
tidak memperhatikannya.
Odha dengan kelelahan cenderung
lebih cepat menjadi semakin sakit
dibanding dengan Odha tanpa kelelahan.
Kelelahan juga dapat memperlemah sistem kekebalan tubuh secara terus-menerus. Odha sebaiknya mengetahui apa
yang menyebabkan kelelahan dan bagaimana kelelahan dapat diobati.
Bagaimana Mengetahui bahwa
Kita Kelelahan?
Kelelahan dapat mulai dan memburuk
sangat pelan-pelan. Jika kita merasa
capek bahkan setelah istirahat, kita
sebaiknya bicara dengan dokter tentang
kelelahan. Memberi informasi semaksimal mungkin kepada dokter. Ini akan
mempermudah dia mengetahui apakah
kita kelelahan, dan apa penyebabnya.
Berikut adalah beberapa pertanyaan yang
dapat dipikirkan sebelum kita membahas
masalah kelelahan kita dengan dokter:
y Berapa lama kita merasa lemah?
y Dibandingkan dengan beberapa bulan
yang lalu, apakah tingkat kegiatan fisik
kita berubah?
y Bagaimana kita merasa waktu kelelahan? Apakah kita sesak napas? Otot
pegal? Sulit mengingat atau memusatkan pikiran? Sulit membangun perhatian untuk kegiatan sehari-hari?
y Kapan kita kelelahan? Apakah setelah
kegiatan tertentu, seperti naik tangga?
Apakah kita kelelahan waktu bangun
pagi?
y Bagaimana kita tidur? Berapa lama kita
tidur setiap malam? Berapa kali kita
harus bangun? Apakah sulit tidur atau
sering bangun tidur karena gatal, rasa
nyeri, atau masalah lain?
Apa Penyebab Kelelahan, dan
Bagaimana Kelelahan Diobati?
Kelelahan disebabkan oleh beraneka
ragam faktor. Kita sebaiknya bekerja
sama dengan dokter untuk mengetahui
penyebab kelelahan dan cara terbaik
untuk mengobatinya.
Infeksi HIV aktif: Bila HIV cepat
menggandakan dirinya, tubuh kita
memakai banyak tenaga untuk memerangi HIV. Sebagian besar orang mempunyai lebih banyak tenaga setelah mereka mulai memakai terapi antiretroviral
(ART).
Infeksi aktif lain: Infeksi lain dapat
melelahkan kita, bahkan tanpa gejala
yang jelas. Parasit pada sistem pencernaan, bronkitis, infeksi lain dan alergi
dapat menyebabkan kelelahan. Jika
infeksi ini diketahui dan diobati, tenaga
kita dapat naik.
Kurang gizi: Odha membutuhkan
lebih banyak tenaga dibanding orang
sehat. Jika kita tidak menyerap gizi
secukupnya, tingkat tenaga kita akan
rendah. Diare dapat mengeluarkan gizi
dari tubuh kita dan menyebabkan kelelahan. Untuk informasi lebih lanjut, lihat
Lembaran Informasi (LI) 554 tentang
diare, LI 800 tentang gizi dan LI 801
tentang vitamin. Jika mungkin, bertemu
dengan ahli gizi yang mengetahui tentang
penyakit HIV untuk membahas kebiasaan makan kita. Untuk beberapa orang,
suplemen vitamin B12 atau gizi yang
lebih baik dapat menghilangkan kelelahan.
Anemia: (lihat LI 552) Tugas utama sel
darah merah adalah untuk mengangkat
oksigen dari paru ke semua bagian tubuh
lain. Jika kita tidak mempunyai cukup sel
darah merah, atau jika sel darah merah
kita tidak mengangkut cukup oksigen,
kelelahan mungkin disebabkan anemia.
Sebuah tes darah yang sederhana dapat
menunjukkan apakah kita anemia.
Jika kita anemia, dokter akan menentukan apa penyebabnya. Anemia itu mungkin disebabkan kehilangan darah, kerusakan pada sumsum tulang akibat obat
antiretroviral atau kekurangan vitamin,
atau karena kekurangan hormon eritropoietin yang membantu pembentukan sel
darah merah.
Tingkat hormon yang rendah: Kekurangan hormon seks testosteron dapat
menyebabkan kelelahan dan kekurangan
nafsu seks dan kegiatan wajar lain, terutama pada laki-laki. Kekurangan hormon lain yang penting seperti DHEA
(lihat LI 724), kortisol atau tiroid dapat
menyebabkan masalah serupa. Tingkat
hormon dapat diperiksa dengan tes darah.
Pil, tempelan, krim, atau suntikan dapat
meningkatkan tingkat hormon.
Depresi: (lihat LI 558) Ini lebih dari
sekadar merasa sedih. Perubahan kimia
pada otak dapat menyebabkan kelelahan
dan kurang perhatian pada kegiatan
sehari-hari. Tidak ada tes darah untuk
depresi. Kemungkinan kita depresi lebih
tinggi jika sebelumnya didiagnosis
depresi, mempunyai riwayat memakai
alkohol atau narkoba secara berat, atau
keluarga kita mempunyai riwayat penyakit emosional. Depresi dapat diobati.
Namun beberapa obat antidepresi dapat
menyebabkan masalah dengan fungsi
seksual. Juga beberapa obat antidepresi
bisa berinteraksi dengan ARV, jadi obat
antidepresi itu harus dipakai dengan hatihati.
Gaya hidup: Adalah penting kita
cukup tidur. Kebiasaan seperti merokok
atau minum banyak kopi dapat mengganggu tidur. Olahraga secara teratur
dapat membantu kita tidur.
Garis Dasar
Kelelahan adalah kondisi yang sangat
lazim untuk orang dengan HIV. Kelelahan yang tidak diobati dapat menyebabkan
HIV melaju lebih cepat.
Menetapkan penyebab kelelahan bisa
sangat sulit. Beberapa faktor dapat
menyebabkan gejala yang sama. Tes
darah dapat mengetahui beberapa alasan
tetapi tidak semuanya. Semakin banyak
informasi kita beri pada dokter, semakin
mudah menentukan apa penyebab kelelahan kita dan bagaimana mengobatinya.
Diperbarui 1 Juni 2014 berdasarkan FS 551 The
AIDS InfoNet 21 April 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 552
ANEMIA
Apa Anemia Itu?
Anemia adalah kekurangan hemoglobin (Hb). Hb adalah protein dalam sel
darah merah, yang mengantar oksigen
dari paru ke bagian tubuh yang lain.
Anemia menyebabkan kelelahan, sesak
napas dan kepusingan. Kalau kita mengalami anemia, kita umumnya merasa
badan kurang enak dibandingkan waktu
Hb yang normal. Kita juga merasa lebih
sulit untuk bekerja. Artinya mutu hidup
kita jelas lebih rendah.
Tingkat Hb diukur sebagai bagian dari
tes darah lengkap (complete blood count/
CBC). Lihat Lembaran Informasi (LI)
121 untuk informasi lebih lanjut tentang
tes laboratorium ini.
Anemia didefinisikan oleh tingkat Hb.
Sebagian besar dokter sepakat bahwa
tingkat Hb di bawah 6,5 menunjukkan
anemia yang gawat. Tingkat Hb yang
normal adalah sedikitnya 12 untuk
perempuan dan 14 untuk laki-laki.
Secara keseluruhan, perempuan mempunyai tingkat Hb yang lebih rendah
dibandingkan laki-laki. Begitu juga
dengan orang yang sangat tua atau sangat
muda.
Apa Penyebab Anemia?
Sumsum tulang membuat sel darah
merah. Proses ini membutuhkan zat besi,
serta vitamin B12 dan asam folat. Eritropoietin (EPO) merangsang pembuatan sel
darah merah. EPO adalah hormon yang
dibuat oleh ginjal.
Anemia dapat terjadi bila tubuh kita
tidak membuat sel darah merah secukupnya. Anemia juga disebabkan kehilangan
atau kerusakan pada sel tersebut. Ada
beberapa faktor yang dapat menyebabkan
anemia:
y Kekurangan zat besi, vitamin B12 atau
asam folat. Kekurangan asam folat
dapat menyebabkan jenis anemia yang
disebut megaloblastik, dengan sel darah
merah yang besar berwarna muda (lihat
LI 121)
y Kerusakan pada sumsum tulang atau
ginjal
y Kehilangan darah akibat perdarahan
dalam atau pada siklus haid perempuan
y Penghancuran sel darah merah (anemia
hemolitik)
Infeksi HIV dapat menyebabkan anemia. Begitu juga banyak infeksi oportunistik (lihat LI 500) terkait dengan
penyakit HIV.
Beberapa obat yang umumnya dipakai
untuk mengobati HIV dan infeksi terkait
dapat menyebabkan anemia.
Anemia dan HIV
Dahulu, anemia berat jauh lebih umum.
Lebih dari 80% yang didiagnosis AIDS
mengalami anemia dengan tingkat tertentu. Semakin lanjut penyakit HIV, atau
semakin rendah jumlah CD4, lebih
semakin mungkin munculnya anemia.
Angka anemia menurun setelah Odha
mulai memakai terapi antiretroviral
(ART). Anemia berat jarang terjadi di
negara maju. Namun ART belum memberantas anemia. Satu penelitian besar
menemukan bahwa kurang lebih 46%
pasien mempunyai anemia ringan atau
sedang, walaupun sudah memakai ART
selama satu tahun.
Beberapa faktor yang berhubungan
dengan angka anemia semakin tinggi
pada Odha:
y Jumlah CD4 yang lebih rendah (lihat
LI 124)
y Viral load yang lebih tinggi (lihat
LI 125)
y Tingkat vitamin D yang lebih rendah
y Memakai AZT (lihat LI 411)
y Memakai pengobatan untuk hepatitis C
(lihat LI 680)
y Pada perempuan
Kelanjutan penyakit HIV kurang lebih
lima kali lebih umum pada orang dengan
anemia. Anemia juga dikaitkan dengan
risiko kematian yang lebih tinggi.
Mengobati anemia tampaknya dapat
menghapuskan risiko ini.
Bagaimana Anemia Diobati?
Mengobati anemia tergantung pada
penyebabnya.
y Pertama, mengobati perdarahan kronis. Ini mungkin perdarahan dalam,
wasir, atau bahkan sering mimisan
y Kemudian, memperbaiki kelangkaan
zat besi, vitamin B12 atau asam folat,
jika ada
y Berhenti memakai atau mengurangi
takaran obat penyebab anemia
Pendekatan ini mungkin tidak berhasil.
Mungkin mustahil berhenti memakai
semua obat yang menyebabkan anemia.
Dua pengobatan lain adalah transfusi
darah dan suntikan EPO.
Transfusi darah dahulu satu-satunya
pengobatan untuk anemia berat. Namun,
transfusi darah dapat membawa infeksi
dan menekan sistem kekebalan tubuh.
Transfusi darah tampaknya mengakibatkan kelanjutan penyakit HIV yang
lebih cepat dan meningkatkan risiko
kematian pada Odha.
EPO (eritropoietin) merangsang
pembuatan sel darah merah. Pada 1985,
ilmuwan berhasil membuat EPO sintetis
(buatan manusia). EPO ini disuntik di
bawah kulit, biasanya sekali seminggu.
Namun EPO sangat mahal dan sulit
terjangkau di Indonesia.
Sebuah penelitian besar terhadap Odha
menemukan bahwa suntikan EPO mengurangi risiko kematian. Sebaliknya,
transfusi darah tampaknya meningkatkan
risiko kematian. Karena risiko transfusi
darah, sebaiknya kita berusaha hindari
transfusi untuk mengobati anemia.
Garis Dasar
Anemia menyebabkan kelelahan dan
rasa kurang enak badan. Anemia juga
meningkatkan risiko kelanjutan penyakit
dan kematian. Anemia dapat disebabkan
oleh infeksi HIV atau penyakit lain.
Beberapa obat yang dipakai untuk
mengobati HIV dan infeksi terkait juga
dapat menyebabkan anemia.
Anemia sejak awal adalah masalah
untuk Odha. Angka anemia berat menurun secara bermakna di negara maju sejak
orang mulai memakai ART. Namun
hampir separuh Odha masih mengalami
anemia ringan atau sedang.
Mengobati anemia meningkatkan kesehatan dan daya tahan hidup Odha.
Memperbaiki perdarahan, atau kekurangan zat besi atau vitamin adalah
langkah pertama. Jika memungkinkan,
sebaiknya berhenti memakai obat penyebab anemia. Jika perlu, pasien sebaiknya
diobati dengan eritropoietin (EPO), atau
jika tidak ada pilihan lain, dengan
transfusi darah.
Ditinjau 1 Juli 2014 berdasarkan FS 552 The AIDS
InfoNet 4 Juni 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 553
LIPODISTROFI
Apa Lipodistrofi Itu?
y Tingkat lemak yang tinggi dalam darah
dapat meningkatkan risiko penyakit
jantung
y Payudara menjadi lebih besar dan dapat
merasa sakit
y Peningkatan dalam tingkat asam laktik,
yang disebut asidosis laktik, walaupun
jarang terjadi, bisa jadi gawat. Lihat
LI 556 untuk informasi lebih lanjut
y Kumpulan lemak di belakang leher
(punuk kerbau) dapat menjadi begitu
besar sehingga menyebabkan sakit
kepala dan masalah bernapas dan tidur
Belum ada seorang peneliti yang
menyarankan agar orang dengan lipo
menghentikan penggunaan ART-nya.
Lipodistrofi, yang biasa disingkatkan
menjadi “lipo”, adalah kumpulan perubahan pada bentuk tubuh yang dialami
oleh orang yang memakai obat antiretroviral (ARV). ‘Lipo’ berarti ‘lemak’,
dan ‘distrofi’ berarti pertumbuhan yang
tidak benar. Perubahan tersebut termasuk
kehilangan lemak, kumpulan lemak, dan
perubahan metabolik.
Kehilangan lemak terjadi pada lengan,
kaki, bokong atau wajah (pipi cekung). Ini
tampaknya ciri-ciri umum lipo.
Kumpulan lemak dapat dilihat pada
perut, belakang leher (punuk kerbau),
payudara perempuan dan dada laki-laki,
dan daerah tubuh lain.
Perubahan metabolik dapat meliputi
peningkatan pada lemak darah atau asam
laktik. Beberapa orang mengalami “resistansi insulin.”
y Lemak darah termasuk kolesterol dan
trigliserida.
y Asam laktik dibuat waktu glukosa
(gula) dipakai oleh sel. Kerusakan pada
mitokondria (lihat Lembaran Informasi
(LI) 556) atau hati dapat meningkatkan
jumlah asam laktik. Kelebihan asam
laktik dapat menyebabkan masalah
kesehatan.
y Umumnya, insulin memindahkan gula
(glukosa) ke dalam sel untuk membuat
tenaga. Dengan resistansi insulin, lebih
sedikit glukosa memasuki sel; lebih
banyak yang ditinggalkan dalam darah.
LI 123 memberi informasi tentang tes
laboratorium untuk glukosa, kolesterol
dan trigliserida.
Belum ada definisi jelas apa artinya lipo.
Oleh karena itu, para dokter melaporkan
bahwa 5-75% pasien yang memakai terapi
ARV (ART) mempunyai tanda lipo.
Perubahan ini pertama diberi nama “Crix
belly (perut Crix)”, karena dilihat pada
orang yang memakai protease inhibitor
Crixivan (indinavir). Namun, lipo dapat
dialami oleh orang yang memakai beberapa jenis ART.
Penyebab lipo belum diketahui. Penyebab kehilangan lemak berbeda dengan
penyebab kumpulan lemak.
Kehilangan lemak: AZT dan d4T
dikaitkan dengan kehilangan lemak.
Efavirenz juga dapat menyumbang.
Kumpulan lemak: Suatu teori adalah
bahwa protease inhibitor mengganggu
pengelolaan lemak. Tetapi ada pasien yang
walaupun belum pernah memakai protease inhibitor, namun mereka mengalami
lipo. Teori lain adalah bahwa resistansi
insulin berperan dalam lipo. Orang dengan
resistansi insulin cenderung meningkatkan berat badan pada perut.
Lipo mungkin serupa dengan ‘Sindrom
X’ yang dapat terjadi pada orang yang
pulih dari penyakit gawat seperti leukemia
pada masa kanak-kanak atau kanker
payudara. Untuk orang dengan HIV, ini
mungkin disebabkan oleh pemulihan
sistem kekebalan menjelang ART yang
efektif.
Satu penelitian besar menemukan
bahwa faktor yang berikut meningkatkan
risiko lipo:
y Usia di atas 40 tahun
y AIDS selama lebih dari tiga tahun
y Jumlah CD4 terendah di bawah 100
y Berkulit putih
y Penggunaan d4T, ddI dan/atau AZT
Apakah Lipo Berbahaya?
Dapatkah Lipo Diobati?
Walaupun tidak berbahaya, lipo adalah
masalah berat.
y Perubahan bentuk tubuh dapat sangat
merepotkan. Beberapa pasien bahkan
berhenti memakai ART-nya
y Ketakutan akan perubahan bentuk tubuh
mencegah orang untuk mulai memakai
ART
y Resistansi insulin dapat mengakibatkan
diabetes dan peningkatan berat badan,
serta dapat meningkatkan risiko penyakit jantung
Bila kita mengalami kehilangan
lemak yang berat dan kita memakai
d4T atau AZT, sebaiknya kita membahas dengan dokter agar obat ini
diganti. Namun dibutuhkan waktu
yang lama untuk memulihkan perubahan pada bentuk tubuh. Tampaknya
mengganti d4T dengan AZT tidak
berhasil mengembalikan lemak yang
hilang; dampaknya menggantinya
dengan tenofovir atau abacavir memberi hasil lebih nyata, walau masih
Apa Penyebab Lipo?
membutuhkan beberapa tahun. Bedah
plastik (‘tanaman’ atau suntikan) merupakan satu-satunya cara untuk mengatasi
pipi cekung. Ini mengandung beberapa
risiko dan hasilnya mungkin bersifat
sementara.
Memakai rosiglitazon, sebuah obat
diabetes, serta menghentikan penggunaan
d4T dan AZT, menunjukkan pengembalian beberapa lemak yang hilang dari
lengan dan kaki.
Beberapa kumpulan lemak dapat dicabut dengan pembedahan, atau dikeluarkan
dengan liposuction (isap lemak). Lebih
banyak olahraga dan perubahan pada pola
makan dapat membantu. Contohnya, lebih
banyak serat dalam makanan dapat
mengendalikan resistansi insulin dan
membantu mengurangi lemak pada perut.
Testosteron juga diteliti untuk membantu
gejala lipo.
Hormon pertumbuhan manusia (HGH/
human growth hormone) dapat sangat
berhasil untuk mengurangi lemak tetapi
menimbulkan beberapa efek samping
yang berat. Sebuah obat baru, tesamorelin
(TH9507) dari Theratechnologies adalah
pendorong hormon pertumbuhan. Obat ini
mengurangi kumpulan lemak viseral
(mendalam) terkait lipo. Hasilnya serupa
dengan HGH, tetapi efek sampingnya
lebih ringan. Tesamorelin disetujui oleh
FDA AS pada 2010.
Kolesterol atau glukosa tinggi harus
diobati dengan cara yang sama seperti
orang tanpa HIV. Beberapa dokter mengusulkan dipakai obat untuk menurunkan
kolesterol dan trigliserida, atau memperbaiki kepekaan terhadap insulin. Perhatian
yang semakin besar diberikan untuk
menilai dan mengurangi risiko penyakit
jantung pada pasien dengan HIV.
Garis Dasar
Lipo adalah kumpulan perubahan
metabolisme dan bentuk tubuh pada orang
yang memakai ARV. Belum ada definisi
lipo yang jelas. Sulit diketahui berapa
orang yang mengalaminya. Kecuali kita
ketahui penyebab lipo, kita tidak mengetahui bagaimana mengobatinya. Mengubah atau menghentikan ART tidak
dianjurkan.
Sehingga kita mengetahui lebih banyak
tentang penyebab dan pengobatan khusus
untuk lipo, gejalanya ditangani dengan
cara yang sama dengan masyarakat umum.
Ditinjau 1 Juni 2014 berdasarkan FS 553 The
AIDS InfoNet 4 Februari 2014 dan sumber lain
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 554
DIARE
Apa Diare Itu?
Diare adalah peningkatan dalam frekuensi buang air besar (kotoran), serta
pada kandungan air dan volume kotoran
itu. Para Odha sering mengalami diare.
Diare dapat menjadi masalah berat.
Diare yang ringan dapat pulih dalam
beberapa hari. Namun, diare yang berat
dapat menyebabkan dehidrasi (kekurangan cairan) atau masalah gizi yang
berat.
Apakah Diare Berbahaya?
Risiko terbesar diare adalah dehidrasi.
Jika kita diare, kita dapat kehilangan lima
liter air setiap hari. Bersama dengan air
ini, kita juga menghilangkan zat mineral
(‘elektrolit’) yang penting untuk fungsi
tubuh normal. Elektrolit utama adalah
natrium dan kalium.
Dehidrasi berat dapat menyebabkan
tubuh menjadi syok (kejut) dan dapat
mematikan. Dehidrasi lebih berat untuk
balita dan anak dibandingkan orang
dewasa. Siapa pun yang diare harus
minum banyak cairan bening, misalnya
teh, kaldu ayam, atau air soda. Ini lebih
baik daripada air saja, yang tidak
mengembalikan zat mineral. Kita juga
dapat minum cairan elektrolit (oralit)
yang dapat dibeli tanpa resep di apotek.
Diare yang berlanjut dalam jangka
waktu lama dapat menyebabkan penyerapan gizi yang kurang. Ini dapat mengakibatkan wasting (lihat Lembaran Informasi (LI) 518).
Diare dapat menjadi gawat. Pastikan
dokter mengetahui jika kita diare yang
berlanjut lebih dari beberapa hari.
Apa Penyebab Diare?
Kadang kala adalah sulit untuk mengetahui penyebab diare. Diare dapat
disebabkan oleh infeksi pada perut atau
usus. Infeksi dapat disebabkan oleh
bakteri, parasit, jamur atau virus.
y Parasit: Parasit cryptosporidium (lihat
LI 502) atau microsporidium menyebabkan diare yang terjadi pada banyak
Odha. Kejadian infeksi parasit ini sudah
menurun di AS sejak terapi antiretroviral (ART) dipakai.
y Obat: Beberapa jenis obat yang
dipakai oleh Odha dapat menyebabkan
diare. Hal ini sering berlaku dengan
antiretroviral nelfinavir, ritonavir,
Kaletra/Aluvia, ddI dan tipranavir, serta
foskarnet dan interferon alfa.
y Penyebab lain: Penggunaan antibiotik
dapat membunuh bakteri “baik” dalam
perut dan usus, yang mengakibatkan
diare. Diare juga dapat disebabkan oleh
ketidakmampuan mencerna produk
susu (intoleransi laktosa), oleh masalah
pankreas, atau oleh stres emosional.
Bagaimana Kita Mengetahui
Penyebab Diare?
Dokter akan menanyakan apa yang kita
makan atau minum baru-baru ini, dan
apakah kita baru melakukan perjalanan.
Contoh kotoran dapat dites untuk tanda
bakteri atau parasit. Dokter mungkin
mengulangi tes ini jika pertama kali tidak
ada tanda apa pun. Mungkin darah atau
air seni kita juga dites.
Jika tes ini tidak menunjukkan penyebab diare, dokter mungkin akan mengamati aliran pencernaan kita dengan alat
khusus. Nama proses ini tergantung pada
di mana dokter melihat. ‘Endoskopi’
adalah istilah umum untuk ‘lihat ke
dalam’. ‘Kolonoskopi’ berarti dokter
memeriksa kolon (usus besar). Penyebab
kurang lebih sepertiga kasus diare tidak
dapat ditentukan.
Bagaimana Diare Diobati?
1. Mengubah apa yang kita makan.
Beberapa jenis makanan dapat mengakibatkan diare, dan yang lain dapat membantu menghentikannya.
Jangan makan:
y produk susu (susu atau keju)
y masakan yang digoreng
y makanan berlemak termasuk mentega,
margarin, minyak atau kacang
y makanan pedas
y makanan yang mengandung banyak
serat yang tidak larut. Ini termasuk
buah-buahan atau sayur-mayur mentah,
roti gandum, jagung, atau kulit dan biji
buahan
Sebaiknya makan:
y pisang
y nasi putih
y saus apel
y sereal
y roti tawar bakar atau biskuit kering
y makaroni atau mi biasa
y telur rebus
y bubur gandum
y kentang rebus tumbuk
y yoghurt (walau ini produk susu, makanan ini sebagian dicernakan oleh
bakteri yang dipakai untuk membuatnya)
2. Pengobatan. Krofelemer adalah
obat baru untuk diare terkait HIV yang
disetujui oleh FDA-AS pada 2012. Obat
dipakai untuk mengobati diare tergantung
pada jenisnya. Dokter tidak dapat
meresepkan obat kecuali dia mengetahui
penyebab diare kita.
Beberapa obat dapat diperoleh tanpa
resep, di antaranya ada yang sangat baik
untuk diare, termasuk asam amino Lglutamin, bismut subsalisilat, atapulgit
dan loperamid.
Beberapa produk lain yang biasanya
dijual untuk mengobati sembelit juga
dapat membantu dengan diare. Produk ini
mengandung serat larut, yang menambah
besarnya kotoran dan menyerap air.
Produk ini termasuk produk yang mengandung psilium.
3. Terapi penunjang untuk diare.
Kapsul asidofilus (yang mengandung
bakteri yang membantu) dapat memulihkan pencernaan, terutama bila kita
memakai antibiotik. Beberapa macam
yoghurt mengandung ‘biakan hidup’
asidofilus yang bekerja dengan cara
sama.
Pepermin, jahe dan pala dianggap
membantu masalah pencernaan, jadi teh
pepermin atau jahe, atau soda dengan
jahe adalah pilihan yang baik untuk
‘cairan bening’. Coba tambah pala pada
makanan atau minuman.
Penelitian menunjukkan bahwa tambahan kalsium bantu meringankan diare
pada orang yang memakai nelfinavir. Ini
mungkin berhasil dengan diare yang
disebabkan obat lain.
Garis Dasar
Diare adalah masalah umum untuk
Odha. Diare biasanya disebabkan infeksi
pada sistem pencernaan. Stres, beberapa
obat dan masalah pencernaan produk
susu juga dapat menyebabkan diare.
Akibat yang paling berat adalah dehidrasi. Ini merupakan masalah lebih gawat
untuk anak dibandingkan orang dewasa.
Jika kita diare, kita sebaiknya minum
banyak cairan bening. Kita juga dapat
memakai cairan elektrolit.
Beberapa perubahan sederhana pada
makanan dapat membantu diare. Begitu
juga beberapa obat tanpa resep atau
asidofilus.
Pastikan dokter diberi tahu jika diare
berlanjut lebih dari beberapa hari.
Diperbarui 1 Juni 2014 berdasarkan FS 554 The
AIDS InfoNet 4 Februari 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 555
NEUROPATI PERIFER
Apa Neuropati Perifer Itu?
Bagaimana PN Didiagnosis?
Neuropati perifer (peripheral neuropathy/PN) adalah penyakit pada saraf
perifer. Saraf tersebut adalah semua saraf
selain yang ada di otak dan urat saraf
tulang belakang (perifer berarti jauh dari
pusat).
Kurang lebih 30% Odha mengalami PN.
Sebagian PN diakibatkan kerusakan pada
sumbu serabut saraf (akson), yang mengirimkan perasaan pada otak. Kadang kala,
PN disebabkan kerusakan pada selubung
serabut saraf (mielin). Ini berpengaruh
pada isyarat nyeri (sakit) yang dikirim ke
otak.
PN dapat menjadi gangguan ringan atau
kelemahan yang melumpuhkan. PN
biasanya dirasakan sebagai kesemutan,
pegal, mati rasa atau rasa seperti terbakar
pada kaki dan jari kaki, tetapi juga dapat
dialami pada tangan dan jari. Juga dapat
dirasa dikitik-kitik, nyeri tanpa alasan,
atau rasa yang tampaknya lebih hebat daripada biasa. Gejala PN dapat bersifat
sementara: kadang sangat sakit, terus tibatiba hilang. PN berat dapat mengganggu
waktu berjalan kaki atau berdiri.
Tidak perlu tes laboratorium untuk
diagnosis PN: tanda dan gejalanya cukup.
Tes khusus mungkin diperlukan untuk
mengetahui penyebab PN. Tes ini mengukur arus listrik yang sangat lemah dalam
saraf dan otot. Jumlah dan kecepatan
isyarat listrik ini menurun pada jenis PN
yang berbeda. Namun banyak pasien
dengan PN tidak terdiagnosis secara
benar.
Apa Penyebab PN?
PN dapat disebabkan oleh infeksi HIV
pada sel saraf, oleh obat yang dipakai
untuk mengobati HIV atau masalah
kesehatan lain, atau oleh penyebab lain.
Faktor risiko untuk PN termasuk viral load
HIV yang tinggi, diabetes, usia di atas 50
tahun, dan penggunaan alkohol yang
berlebihan. Faktor risiko lain termasuk
penggunaan kokain atau amfetamin,
pengobatan untuk kanker, penyakit tiroid,
atau kekurangan vitamin B12 atau vitamin
E. Sebuah penelitian pada 2009 menemukan bahwa orang Hispanik mungkin
mengalami PN dengan angka yang lebih
tinggi. Para peneliti mengusulkan penelitian lebih lanjut. Tidak diketahui apabila
orang Asia lebih rentan terhadap PN.
Beberapa obat antiretroviral (ARV)
dapat menyebabkan PN. Yang paling
penting adalah yang disebut obat “d”: ddI
dan d4T. Hidroksiurea, yang dahulu
kadang-kadang digabung dengan ARV,
meningkatkan risiko PN.
AZT, abacavir, NNRTI, dan protease
inhibitor tampaknya tidak menyebabkan
PN.
Bagaimana PN Diobati?
Bicara dengan dokter mengenai berhenti
memakai obat yang dapat menyebabkan
PN. PN yang diakibatkan obat biasanya
hilang total jika obat penyebab dihentikan
segera setelah PN dialami, tetapi dapat
membutuhkan hingga delapan minggu.
Namun jika obat tersebut tetap dipakai,
kerusakan pada saraf dapat menjadi permanen.
Terapi Non-Obat: Beberapa hal sederhana dapat mengurangi rasa sakit PN:
y memakai sepatu yang lebih longgar
y jangan berjalan kaki terlalu jauh
y jangan berdiri terlalu lama
y merendam kaki dalam air es
Sebuah penelitian baru menunjukkan
manfaat menghisap mariyuana untuk
meringankan rasa nyeri akibat PN.
Terapi Obat: Belum ada obat yang
disetujui untuk memperbaiki kerusakan
pada saraf. Beberapa dokter memakai obat
yang dikembangkan untuk mengobati
serangan, misalnya gabapentin atau
fenitoin. Antidepresan, misalnya amitriptilin, mungkin membantu. L-asetilkarnitin (juga disebut asetil-l-karnitin atau
asetil karnitin) sudah menunjukkan hasil
awal yang baik.
Pengobatan tergantung pada beratnya
gejala PN:
y Gejala ringan: Ibuprofen kadang kala
dipakai
y Gejala sedang: Amitriptilin dan nortriptilin dapat dipakai. Obat antidepresi
ini meningkatkan penyebaran isyarat
saraf otak. Pengobatan lain meliputi
gabapentin, sebuah obat antikonvulsi,
dan krim yang mengandung obat bius
lidokain
y Gejala berat: Obat penawar nyeri
narkotik seperti kodein atau metadon
dapat dipakai. Obat antiserangan pregabalin juga dipakai untuk mengurangi
nyeri yang diakibatkan oleh PN. Namun
sebuah penelitian pada 2010 menemukan tidak ada manfaat dari penggunaan pregabalin.
Obat lain yang sedang ditelitikan untuk
PN termasuk tempelan untuk mengobati
di tempat. Tempelan ini mengandung
lidokain (obat bius), atau capsaicin,
senyawa kimia yang membuat cabe pedas
(koyo cabe).
Terapi Gizi: Terapi gizi ditelitikan
untuk PN yang disebabkan oleh diabetes:
y Vitamin B: Berbagai vitamin B berguna
untuk mengobati PN terkait diabetes, Ini
termasuk biotin, kolin, inositol, dan
tiamin. Vitamin ini tampaknya memperbaiki fungsi saraf
y Asam alfa-lipoik dapat melindungi
saraf dari peradangan
y Asam gamma linolenik, yang ditemukan pada evening primrose oil, dapat
memperbaiki kerusakan pada saraf di
beberapa pasien diabetes.
Magnet: Sebuah penelitian baru-baru
ini menemukan bahwa kaos kaki yang mengandung magnet dapat meringankan
neuropati terkait diabetes. Namun, magnet
ini tidak sama efektif untuk rasa nyeri
pada kaki dengan akibat lain.
Garis Dasar
Neuropati perifer (PN) adalah penyakit
susunan saraf. PN menyebabkan perasaan
yang aneh, terutama pada kaki dan jari,
dan dapat menyebabkan rasa nyeri. Rasa
nyeri ini dapat ringan, atau begitu berat
sehingga menghambat berjalan kaki.
Segera periksa ke dokter jika ada tanda
PN. Kemungkinan kita harus segera
berhenti memakai obat yang dapat mengakibatkan PN. Jika ini tidak menyelesaikan
masalah, mungkin kita harus dites untuk
menentukan apa penyebab PN. Ada pengobatan berbeda untuk PN dengan penyebab berbeda.
PN disebabkan oleh d4T umumnya
dapat dipulihkan dengan menggantinya
dengan NRTI lain; bila kita memakai d4T
karena mengalami anemia sebagai efek
samping AZT, biasanya kita dapat memakai AZT kembali bila jumlah CD4
sudah meningkat di atas 200 dan Hb sudah
normal.
Obat dapat meringankan rasa nyeri
(sakit) akibat PN. Beberapa terapi gizi
dapat membantu memperbaiki kerusakan
pada saraf.
Ditinjau 7 Februari 2014 berdasarkan FS 555 The
AIDS InfoNet 4 Februari 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 556
TOKSISITAS MITOKONDRIA
Apa Mitokondria Itu?
Mitokondria (mitochondria) adalah
‘organ’ sangat kecil dalam sel kita.
Mitokondria adalah pembangkit tenaga
sel. Mitokondria memakai oksigen,
lemak dan gula untuk membuat adenosin
trifosfat (ATF). Proses ini dikenal sebagai
‘respirasi sel’. Jika membutuhkan tenaga,
sel menguraikan molekul ATF untuk
melepaskan tenaga yang disimpan.
Semakin banyak tenaga yang dibutuhkan sel tertentu, semakin banyak mitokondria dikandungnya. Satu sel dapat
mempunyai hanya beberapa mitokondria,
atau pun ribuan. Jumlah yang paling
besar ditemukan di sel saraf, otot, dan
hati.
Beberapa ilmuwan menganggap bahwa
mitokondria adalah kunci terhadap
penuaan. Semakin tua kita, mitokondria
kita mengalami semakin banyak mutasi
(perubahan tidak sengaja pada sel). Sel
kita mempunyai cara untuk mengawasi
kesalahan (mutasi) waktu digandakan,
tetapi mitokondria tidak mempunyai
pengawasan ini.
Akhirnya, mutasi itu atau kekurangan
mitokondria dapat mengurangi tenaga
yang tersedia pada sel. Jika tenaga
menurun menjadi cukup rendah, sel tidak
berfungsi sebagaimana mestinya. Jika
tenaga semakin menurun, sel tersebut
dapat berhenti bekerja.
Apa Toksisitas Mitokondria Itu?
Toksisitas mitokondria adalah kerusakan yang mengurangi jumlah mitokondria. Bila jumlah mitokondria dalam
sel terlalu sedikit, sel tersebut dapat
berhenti bekerja sebagaimana mestinya.
Tidak jelas tingkat kehilangan mitokondria yang berpengaruh pada fungsi
sel.
Apa Tanda Toksisitas Mitokondria?
Salah satu tanda paling umum toksisitas
mitokondria adalah kelemahan otot
(miopati). Jika sel otot tidak memperoleh
cukup tenaga melalui respirasi sel, sel
tersebut harus mendapat tenaga tanpa
oksigen. Pembuatan tenaga tanpa oksigen
(yang disebut sebagai ‘anaerobik’) ini
membuat asam laktik sebagai sisa
buangan.
Asam laktik dapat menyebabkan otot
pegal. Misalnya, pegal yang orang alami
setelah lari maraton disebabkan kelebihan asam laktik.
Beberapa orang dengan toksisitas
mitokondria mempunyai tingkat asam
laktik yang sangat tinggi dalam darahnya.
Masalah yang jarang terjadi ini dikenal
sebagai asidosis laktik. Ada tes darah
untuk mengukur tingkat asam laktik,
tetapi para ahli ragu bagaimana menafsirkan hasilnya. Pengerahan tenaga,
misalnya naik tangga, sebelum tes dapat
meningkatkan tingkat asam laktik,
dengan akibat hasil tesnya salah.
Sangat sulit mengetahui bila kita
mengalami toksisitas mitokondria.
Namun, kita dapat mengamati tanda
asidosis laktik yang berikut:
y Mual
y Muntah
y Kelelahan yang berat
y Kehilangan berat badan yang baru
terjadi
y Napas yang cepat dan dalam
y Kram, otot pegal dan mati rasa atau
kesemutan
y Kelemahan otot yang cepat semakin
berat
Asidosis laktik dapat mematikan. Segera hubungi dokter jika mengalami
gejala ini.
Toksisitas mitokondria juga dapat
mengakibatkan kerusakan saraf (neuropati perifer – lihat Lembaran Informasi
(LI) 555). Toksisitas mitokondria dapat
dikaitkan dengan kerusakan ginjal dan
kehilangan pendengaran. Beberapa
peneliti juga menganggap toksisitas
mitokondria bertanggung jawab untuk
pemindahan lemak tubuh (lipodistrofi,
lihat LI 553) pada orang yang memakai
obat antiretroviral (ARV).
Bagaimana ARV Menyebabkan
Toksisitas Mitokondria?
Mitokondria mempunyai sebuah enzim
yang membantunya menggandakan diri.
Enzim ini dikenal sebagai polymerase
gamma atau pol gamma. Enzim ini sangat
mirip dengan enzim reverse transcriptase
HIV. Sayangnya, hal ini berarti bahwa
obat yang kita pakai untuk menghambat
reverse transcriptase juga dapat menghambat pol gamma. Jika ini terjadi, lebih
sedikit mitokondria baru yang dibuat.
Obat analog nukleosida (NRTI: AZT,
3TC, ddI, d4T, dan abacavir) semua
menghambat pol gamma pada tingkat
yang berbeda. Semakin lama obat ini
dipakai, semakin mungkin toksisitas
mitokondria akan terjadi.
Obat yang berbeda berpengaruh pada
organ tubuh yang tertentu. Mungkin ini
menjelaskan mengapa toksisitas mitokondria yang disebabkan oleh obat
berbeda dapat merusak bagian tubuh
yang berbeda.
Diketahui bahwa toksisitas mitokondria
dapat menyebabkan kelemahan otot pada
orang yang memakai AZT (LI 411).
Kemungkinan ini penyebab ‘hati berlemak’ (steatosis hepatik, lihat LI 528)
dan tingkat asam laktik yang tinggi terkait
dengan penggunaan semua NRTI. Sayangnya, hanya ada sedikit penelitian
mengenai tingkat kerusakan mitokondria
yang disebabkan oleh masing-masing
ARV pada bagian tubuh yang lain. Juga
belum diketahui kombinasi obat mana
yang menyebabkan paling banyak toksisitas mitokondria.
Para peneliti mengetahui bagaimana
mengukur jumlah mitokondria di dalam
sel yang berbeda, untuk dibandingkan
dengan jumlah normal. Namun, mereka
tidak mengetahui jumlah mitokondria
yang dapat hilang sehingga menimbulkan
masalah.
Apa Selanjutnya?
Sayangnya hanya ada sedikit penelitian
terhadap toksisitas mitokondria yang
disebabkan NRTI. Percobaan di laboratorium dan terhadap hewan menunjukkan
bahwa toksisitas mitokondria dapat
menyebabkan kerusakan saraf. Tetapi
belum ada penelitian terhadap manusia.
Selama beberapa tahun berikut, para
peneliti akan meneliti toksisitas mitokondria. Mereka akan mengembangkan
tes untuk mengenalinya. Mereka akan
meneliti hubungan antara toksisitas
mitokondria dan berbagai efek sampingnya. Beberapa peneliti menganggap
bahwa vitamin dan zat mineral tertentu
dapat melawan dampak toksisitas mitokondria yang disebabkan oleh ARV.
Sementara itu, Odha harus mengetahui
gejala asidosis laktik, sebuah efek
samping yang jarang tetapi dapat mematikan.
Ditinjau 8 Mei 2014 berdasarkan FS 556 The AIDS
InfoNet 29 Agustus 2013
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 557
OSTEOPOROSIS
Apa Tulang Itu?
Tulang adalah bahan yang hidup dan
tumbuh. Tulang mempunyai kerangka protein.
Kalsium memperkuat kerangka tersebut.
Lapisan luar tulang mempunyai saraf dan
jaringan pembuluh darah yang kecil.
Bahan tulang yang tua dihilangkan dan
bahan tulang baru ditambah terus-menerus.
Pada anak dan orang dewasa yang muda,
lebih banyak bahan tulang ditambah
dibandingkan yang dihilangkan. Tulang kita
menjadi semakin besar, berat dan kuat.
Setelah kita berusia 30 tahun, lebih banyak
bahan tulang hilang dibandingkan yang
dibuat baru. Tulang kita menjadi semakin
ringan dan rapuh.
Odha mengalami angka kepadatan zat
mineral tulang dan patah tulang yang luar
biasa tinggi. Masalah ini mungkin disebabkan oleh infeksi HIV sendiri. Mungkin
osteoporosis diburukkan oleh beberapa obat
yang dipakai untuk mengobati HIV.
Apa Osteoporosis Itu?
Osteoporosis, atau tulang keropos, terjadi
jika terlalu banyak zat mineral dihilangkan
dari kerangka tulang. Tulang menjadi rapuh
dan lebih mudah patah. Patah tulang yang
paling umum adalah tulang pinggul, tulang
belakang dan tulang pergelangan tangan.
Osteopenia adalah kehilangan zat mineral
tulang secara ringan atau sedang.
Kehilangan kepadatan zat mineral tulang
dapat terjadi tanpa gejala atau rasa nyeri.
Sering kali, tulang pinggul, belakang atau
pergelangan tangan yang patah menjadi
tanda pertama osteoporosis.
Apa Penyebab Osteoporosis?
Sebagaimana kita menua, tulang kita
kehilangan kandungan zat mineralnya. Ada
banyak faktor yang meningkatkan risiko
osteoporosis. Beberapa kita mampu mengendalikan; beberapa lain tidak.
Faktor yang kita tidak mampu kendali
termasuk:
y Usia lebih dari 50 tahun
y Perempuan setelah mati haid
y Keturunan Kaukasoid atau Asia
y Punya orang tua yang pernah patah tulang
pinggul
y Badan langsing atau ringan
Faktor yang kita mampu kendali
termasuk:
y Kekurangan kalsium atau vitamin D
dalam diet
y Merokok
y Konsumsi lebih dari tiga unit minuman
beralkohol per hari
y Konsumsi kafein berlebihan
y Kurang berolahraga. Namun olahraga
berlebihan juga meningkatkan risiko
osteoporosis
Beberapa masalah kesehatan juga meningkatkan risiko osteoporosis:
y Gizi buruk yang parah
y Tingkat testosteron yang rendah
y Infeksi hepatitis C
y Artritis rematoid dan penyakit terkait
y Penyakit ginjal lanjutan
y Kelainan tiroid
y Penggunaan kortikosteroid (obat antiradang) mis. prednison atau hidrokortison
selama lebih dari tiga bulan
HIV dan Osteoporosis?
Infeksi HIV menyebabkan kehilangan
kepadatan zat mineral tulang. Beberapa
penelitian memberi kesan bahwa HIV
sendiri, peradangan kronis, masalah
kesehatan lain atau obat tertentu mungkin
ada kaitan dengan penyakit tulang.
Penggunaan tenofovir (semacam obat
antiretroviral; lihat LI 419) juga dikaitkan
dengan kehilangan kepadatan zat mineral
tulang.
Antiasam dan Kepadatan Zat
Mineral Tulang
Penggunaan obat antiasam macam proton
pump inhibitor (mis. lansoprazol, omeprazol atau esomeprazol) secara lama dapat
mengurangi kepadatan zat mineral tulang.
Dari sisi lain, kita dapat meningkatkan
tingkat kalsium dengan penggunaan obat
antiasam kalsium karbonat.
Bagaimana Kita Tahu Kita
Osteoporosis?
Sayangnya, mungkin tidak ada tanda
osteoporosis sebelum kita patah tulang.
Satu-satunya cara untuk mengetahui betapa
cepat tulang kita menghilangkan kandungan
zat mineral adalah melalui tes. Tes yang
paling umum dipakai untuk mengukur
kepadatan tulang adalah pengamatan
DEXA (Dual Energy X-ray Absorptiometry). Pengamatan DEXA adalah cepat
dan tanpa rasa sakit. Odha berusia 50 tahun
ke atas diusulkan melakukan pengamatan
DEXA.
Kepadatan zat mineral tulang dilaporkan
sebagai gram per sentimeter kubik. Angka
ini dibandingkan dengan kepadatan zat
mineral maksimal untuk seorang berusia 30
tahun yang sehat dari jenis kelamin sama.
Skor-T mengukur seberapa kandungan zat
mineral tulang di bawah angka puncak.
Osteoporosis didefinisikan sebagai mempunyai skor-T –2,5 atau lebih rendah. SkorT antara –1,0 dan –2,5 menunjukkan
osteopenia.
Kepadatan tulang juga dapat dilaporkan
sebagai skor-Z. Ini membandingkan
kandungan zat mineral tulang kita dengan
orang berusia dan jenis kelamin yang sama.
bangun tulang (hingga usia 30 tahun).
Semakin tinggi puncak kepadatan tulang,
semakin baik.
Jika kita osteopenia atau osteoporosis, kita
dapat mengurangi risiko patah tulang:
y Pastikan kita dapat kalsium secukupnya. Tingkat yang diusulkan tergantung pada usia: 9-18 tahun: 1.300mg/
hari; 19-50 tahun: 1.000mg/hari; 50 tahun
ke atas: 1.200mg/hari.
Kita mungkin mendapatkan kalsium
secukupnya dari makanan, terutama
kita makan yoghurt atau keju, atau
minum susu. Buah badam, buncis, buah
ara, brokoli, dan banyak macam makanan lain mengandung banyak. Bila kita
pakai suplemen kalsium ingat bahwa
penyerapan kalsium dibantu oleh
vitamin D.
y Lakukan olahraga angkat beban
tampaknya memberi isyarat pada tulang
untuk menahan kandungan zat mineral.
y Kurangi atau hentikan merokok dan
mengurangi konsumsi kafein dan alkohol.
y Kurangi risiko jatuh. Kosongkan tempat
berjalan di rumah. Hati-hati jika naik/
turun tangga dan lereng yang curam. Hal
ini terutama penting bila kita mengalami
neuropati perifer (lihat LI 555) pada kaki.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
obat alendronat meningkatkan kepadatan
mineral tulang pada Odha. Obat ini dari
golongan bifosfonat, dan beberapa obat
dalam golongan ini dapat dipakai sebulan
atau setahun sekali. FDA-AS mencatat
masalah tulang pada rahang dan paha
sebagai efek samping jangka panjang yang
mungkin dari obat ini. Bahas dengan dokter
berapa lama terapi bifosfonat dapat dilanjutkan.
Garis Dasar
Odha mengalami osteoporosis, semacam
penyakit tulang dengan angka yang luar
biasa tinggi. HIV sendiri atau ARV mungkin
bertanggung jawab.
Kita dapat membantu mencegah osteoporosis dengan memakai zat kalsium atau
suplemen vitamin D, berhenti merokok, dan
mengurangi konsumsi alkohol dan kafein.
Jika tidak ada rasa sakit pada sendi,
olahraga angkat beban juga dapat membantu.
Obat alendronat dipakai untuk mengobati
osteoporosis terkait HIV.
Diperlukan tes khusus untuk mengetahui
apakah kita mengalami osteoporosis.
Bagaimana Kita Menghadapi
Osteoporosis?
Untuk mencegah osteoporosis, memakai
banyak zat kalsium waktu masih mem-
Ditinjau 9 Desember 2014 berdasarkan FS 557 The
AIDS InfoNet 13 Juni 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 558
DEPRESI
Apa Depresi Itu?
Depresi adalah penyakit suasana hati.
Penyakit depresi lebih dari sekadar kesedihan atau duka cita. Depresi adalah
kesedihan atau duka cita yang lebih hebat
dan bertahan terlalu lama. Ada berbagai
penyebab depresi:
y peristiwa dalam kehidupan sehari-hari
y perubahan kimia dalam otak
y efek samping obat
y beberapa penyakit fisik
Kurang lebih 5-10% masyarakat umum
mengalami depresi. Namun angka depresi pada Odha dapat mencapai 60%.
Perempuan terinfeksi HIV dua kali lebih
mungkin mengalami depresi dibandingkan laki-laki.
Menjadi depresi bukan tanda berjiwa
lemah. Depresi tidak berarti kita ‘gila’. Kita
tidak akan sekadar ‘mengatasi’ depresi;
menanganinya membutuhkan bantuan.
Jangan menganggap kita pantas menjadi
depresi karena kita menghadapi HIV. Dan
jangan menganggap kita harus depresi
karena kita HIV.
Apakah Depresi Penting?
Depresi dapat menyebabkan kita tidak
tetap tertahan dalam perawatan, tidak
hadir pada klinik, dan melupakan dosis
terapi antiretroviral (ART). Depresi dapat
meningkatkan perilaku berisiko yang
menularkan HIV pada orang lain. Secara
keseluruhan, depresi dapat mempercepat
laju penyakit HIV. Dan depresi mengganggu kemampuan kita untuk hidup
dengan bahagia.
Sebuah penelitian pada 2012 menunjukkan bahwa pasien dengan depresi,
terutama perempuan, lebih mungkin
berhenti pengobatan dan tidak mencapai
viral load tidak terdeteksi.
Depresi sering diabaikan atau diremehkan. Banyak dokter yang menangani HIV
belum cukup terlatih untuk mengenal atau
mengobati depresi. Depresi juga dapat
disalahtafsirkan sebagai tanda penyakit
HIV lanjutan.
Apa Tanda Depresi?
Gejala depresi berbeda-beda tergantung
pada yang bersangkutan. Kebanyakan
dokter mencurigai depresi bila pasien
melaporkan bahwa dia merasa sedih atau
kehilangan gairah untuk kegiatan seharihari. Kemungkinan kita depresi bila
perasaan ini tetap berlanjut selama dua
minggu atau lebih, dan kita juga mempunyai beberapa di antara gejala berikut:
y Kelelahan atau merasa lamban dan lesu
y Kesulitan konsentrasi
y Gairah seks berkurang
y Masalah tidur: bangun lebih pagi, atau
tidur berlebihan
y Merasa bersalah, tidak berharga, atau
putus asa
y Nafsu makan berkurang atau kehilangan
berat badan
y Makan berlebihan
Apa Penyebab Depresi?
Ada berbagai penyebab depresi. Menerima diagnosis penyakit kronis seperti
infeksi HIV dapat memburukkan gejala
depresi. Beberapa obat yang dipakai untuk
mengobati HIV dapat menyebabkan atau
memburukkan depresi, terutama efavirenz. Ada berbagai penyakit (mis.
anemia atau diabetes) yang dapat menyebabkan gejala serupa dengan depresi.
Begitu juga penggunaan narkoba atau
alkohol, serta tingkat testosteron, vitamin
B6 atau vitamin B12 yang rendah.
Odha yang juga terinfeksi virus hepatitis lebih mungkin mengalami depresi,
terutama bila diobati dengan interferon.
Faktor risiko lain termasuk:
y Perempuan
y Kita sendiri atau keluarga mempunyai
riwayat penyakit jiwa, penggunaan
alkohol berlebihan atau narkoba
y Kurang dukungan sosial
y Belum mengungkapkan status HIV
y Kegagalan terapi (ART atau lain)
Pengobatan untuk Depresi
Depresi dapat ditangani dengan perubahan pola hidup, terapi tradisional, dan/
atau dengan pengobatan. Banyak obat
yang dipakai untuk depresi dapat berinteraksi dengan obat antiretroviral (ARV).
Dokter dapat membantu memilih terapi
atau kombinasi terapi yang paling cocok
untuk kita. Jangan coba mengobati diri
sendiri dengan alkohol atau narkoba
karena zat ini dapat meningkatkan gejala
depresi dan menimbulkan masalah lain.
Perubahan pola hidup dapat memperbaiki depresi pada sebagian orang.
Perubahan ini termasuk:
y Olahraga teratur
y Berjemur pada sinar matahari
y Penanganan stres
y Konseling
y Tidur teratur
y Relaksasi
y Meditasi
Terapi tradisional
Beberapa orang memperoleh hasil yang
baik dari pijat, akupunktur dan olahraga.
Ramuan St. John’s wort dianggap dapat
mengobati depresi. Namun jamu ini
ditunjukkan kurang efektif untuk mengobati depresi dan berinteraksi dengan
beberapa ARV. Pastikan dokter diberi
tahu bila kita pakai St. John’s wort.
Valerian atau melatonin dapat membantu tidur. Bila ada kekurangan vitamin
B6 atau B12, suplemen vitamin ini dapat
membantu.
Antidepresan
Beberapa orang dengan depresi mengalami manfaat dari pengobatan. Namun
antidepresan (obat untuk depresi) dapat
berinteraksi dengan ARV. Antidepresan
harus dipakai dalam pengawasan dokter
yang mengetahui mengenai ARV yang
kita pakai. Protease inhibitor sering
berinteraksi dengan antidepresan.
Antidepresan yang paling sering dipakai adalah obat dalam golongan Selective
Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI).
Obat dalam golongan ini dapat menyebabkan kehilangan gairah dan fungsi seks,
kehilangan nafsu makan, sakit kepala,
insomnia (sulit tidur), kelelahan, mual,
diare, dan kegelisahan.
Obat dari golongan antidepresan
trisiklik menyebabkan lebih banyak efek
samping daripada SSRI. Obat dari
golongan ini dapat menyebabkan sedasi
(tenang berlebihan seperti dibius),
sembelit, dan denyut jantung yang tidak
teratur.
Beberapa dokter meresepkan perangsang jiwa (psychostimulant), obat yang
dipakai untuk mengobati gangguan defisit
perhatian (attention deficit disorder).
Sebuah penelitian baru menunjukkan
bahwa pengobatan dengan DHEA (lihat
Lembaran Informasi 724) dapat mengurangi depresi pada beberapa Odha.
Garis Dasar
Depresi adalah penyakit yang sangat
umum pada Odha. Depresi yang tidak
diobati dapat mengganggu kepatuhan
terhadap terapi dan mengurangi mutu
hidup.
Depresi adalah masalah yang berpengaruh pada seluruh tubuh, dengan
mengganggu kesehatan fisik, pikiran, rasa
dan perilaku.
Semakin cepat kita periksa ke dokter,
semakin cepat kita dapat merencanakan
strategi yang sesuai untuk menghadapi
masalah ini, yang sebetulnya adalah
gangguan yang sangat nyata terhadap
kesehatan.
Diperbarui 1 September 2014 berdasarkan FS 558
The AIDS InfoNet 23 Juli 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 559
OSTEONEKROSIS
Apa Osteonekrosis Itu?
Tulang adalah bahan yang hidup dan
tumbuh. Tulang mempunyai kerangka
protein. Kalsium memperkuat kerangka
tersebut. Lapisan luar tulang mempunyai
saraf dan jaringan pembuluh darah yang
kecil. Tulang terus-menerus diuraikan
dan diperbarui.
Odha mengalami dua macam penyakit
tulang dengan angka yang luar biasa
tinggi: yaitu osteoporosis (lihat Lembaran
Informasi (LI) 557) dan osteonekrosis.
Masalah ini mungkin disebabkan oleh
infeksi HIV sendiri. Mungkin osteoporosis diburukkan oleh beberapa obat
yang dipakai untuk mengobati HIV.
Osteonekrosis berarti kematian tulang.
Kehilangan aliran darah “melaparkan”
sel yang membuat tulang baru. Osteonekrosis juga disebut nekrosis avaskular
(avascular necrosis/AVN).
Bila osteonekrosis melanjutkan, pembuatan tulang tidak cukup untuk mengganti tulang yang diuraikan. Bentuk
tulang berubah, dan sendi tidak lagi
bekerja dengan lembut. Hal ini menyebabkan radang (artritis) dan nyeri.
Osteonekrosis biasanya berpengaruh
pada tulang paha. Kepala (tombol) tulang
paha mendapatkan aliran darahnya dari
hanya satu pembuluh darah. Bila pembuluh ini tersumbat atau dihalangi, aliran
darah ini ditutup dengan akibat osteonekrosis. Hal serupa dapat berpengaruh
pada bahu dan lutut.
Osteonekrosis jarang terjadi. Penyakit
ini berpengaruh pada 10.000-20.000
orang di AS setiap tahun. Statistik untuk
Indonesia belum diketahui. Osteonekrosis umumnya ditemukan pada lakilaki dan perempuan berusia 30-an, 40an dan 50-an. Berbeda dengan osteoporosis, penyakit ini tidak menjadi lebih
lazim pada usia lanjut. Odha lebih sering
mengalami osteonekrosis dibandingkan
populasi umum.
Apa Penyebab Osteonekrosis?
Osteonekrosis disebabkan oleh kehilangan aliran darah pada tulang. Hal ini
dapat disebabkan oleh patah tulang atau
sambungan tulang terlepas. Tidak diketahui mengapa Odha cenderung mengalami osteonekrosis. Beberapa penyakit
dapat mengurangi aliran darah ke tulang.
Di beberapa kasus, lemak menyumbat
pembuluh darah dalam tulang. Infeksi
HIV dapat menyebabkan masalah dengan
metabolisme lemak. Tingkat lemak yang
tinggi dalam darah (lihat LI 123) dapat
menyumbang pada gumpalan darah.
Lebih banyak radang (LI 484) dapat
meningkatkan pembekuan darah dan juga
meningkatkan risiko gumpalan darah.
Obat yang dipakai untuk mengurangi
radang (kortikosteroid, mis. prednison
atau hidrokortison) dapat meningkatkan
risiko osteonekrosis bila dipakai secara
lama. Merokok dan konsumsi alkohol
secara berlebihan juga dikaitkan dengan
osteonekrosis.
Tidak ada bukti yang mengaitkan
penggunaan obat antiretroviral apa pun
dengan osteonekrosis.
Bagaimana Kita Tahu Kita
Osteonekrosis?
Osteonekrosis mengakibatkan rasa
sakit pada sendi. Rasa sakit pada daerah
pinggul mungkin tanda osteonekrosis.
Pada awal, rasa sakit mungkin terjadi
hanya waktu kita membebani sendi.
Dalam kasus lebih berat, rasa sakit dapat
terus-menerus. Bila osteonekrosis terus
berlanjut, berjalan kaki dapat menjadi
mustahil.
Pengamatan magnetic resonance imaging (MRI) dapat mendeteksi tahap awal
osteonekrosis. Rontgen dan pengamatan
lain dapat mendeteksi kasus lanjut.
Beberapa dokter memakai pembedahan
sebagai tes untuk osteonekrosis.
Bagaimana Kita Menghadapi
Osteonekrosis?
Osteonekrosis kadang kala dapat pulih
pada seorang yang sehat, terutama jika
penyakit diakibatkan cedera dari kecelakaan. Tubuh kita dapat memperbaiki
pembuluh darah yang rusak dan membangun kembali tulang yang rusak. Jika
osteonekrosis disebabkan konsumsi
alkohol atau steroid, tubuh mungkin
mampu memulihkan diri bila penggunaannya dihentikan.
Pengobatan pertama umumnya obat
antinyeri. Kita juga dapat mengurangi
beban pada sendi. Ini sebaliknya dengan
terapi yang dianjurkan untuk osteoporosis.
Pengobatan dengan obat bifosfonat
(mis. alendronat atau residronat) dapat
membantu membentuk tulang kembali,
sedikitnya untuk waktu yang singkat. Ada
laporan yang jarang mengenai osteonekrosis pada rahang pada orang yang
memakai alendronat selama lebih dari
lima tahun. Kebanyakan kasus ini berhubungan dengan penggunaan alendronat
secara infus, dan dengan pencabutan gigi
atau infeksi.
Pengobatan dapat bekerja dengan baik
untuk pasien dengan osteonekrosis dini
pada daerah tulang yang kecil. Namun,
pengobatan tidak berhasil bagi mereka
dengan osteonekrosis pinggul atau lutut
dan keruntuhan tulang progresif.
Tindakan bedah mungkin dianjurkan
untuk meringankan rasa sakit dan mencegah keruntuhan tulang. Tindakan yang
disebut dekompresi inti (core decompression) dapat dipakai untuk mencabut
sepotong (inti) tulang dari daerah yang
terkena dalam upaya untuk meningkatkan
aliran darah. Dalam kasus yang lebih
lanjut, ahli bedah dapat mencabut tulang
mati dan mengatur kembali tempat tulang
sehingga permukaan sendi yang menahan
beban didukung oleh tulang yang sehat.
Jika sendi sudah runtuh, mengganti
sendi mungkin satu-satunya cara untuk
mengurangi rasa sakit dan mengembalikan fungsi.
Garis Dasar
Odha mengalami osteonekrosis (juga
disebut sebagai AVN) dengan angka yang
luar biasa tinggi. HIV sendiri atau efek
samping ARV mungkin bertanggung
jawab.
Rasa sakit pada sendi, terutama pada
daerah pinggul, mungkin tanda osteonekrosis. Jika kita mengalami rasa sakit
pada sendi, kita sebaiknya bicara dengan
dokter sebelum meningkatkan program
olahraga kita. Kasus ringan mungkin
dapat diobati dengan penawar rasa sakit
dan pengurangan penggunaan sendi
tersebut. Kasus berat mungkin membutuhkan tindakan bedah.
Ditinjau 9 Desember 2014 berdasarkan FS 559 The
AIDS InfoNet 30 September 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 560
RASA NYERI
Apa Nyeri Itu?
Nyeri (rasa sakit yang sangat) adalah
suatu gejala yang sangat subjektif. Biasanya agak sulit melihat adanya nyeri kecuali
dari keluhan penderita itu sendiri. Nyeri
pada Odha sering terjadi dan merupakan
kelainan penting yang berpengaruh pada
mutu hidup Odha. Lebih dari sepertiga
Odha pernah diserang oleh rasa nyeri.
Nyeri antara lain dapat disebabkan oleh
infeksi HIV sendiri, efek samping obat,
atau infeksi oportunistik.
Untuk memudahkan pengukuran rasa
nyeri, skala ukuran metrik (0 = tidak ada
nyeri, 10 = nyeri yang berlebihan) dapat
dipakai. Untuk nyeri pada anak, mungkin
gambar diperlukan untuk membedakan
derajat nyeri (lihat Lembaran Informasi
(LI) 618).
Bagaimana Nyeri Ditangani?
Waktu kita sakit, kita mungkin menderita
nyeri fisik (rasa sakit di sekujur tubuh),
sering kali dua atau tiga jenis nyeri dari
berbagai gejala pada waktu yang sama.
Kita juga dapat mengalami nyeri mental,
dengan kesusahan dan kegelisahan sebagai
tanda luarnya. Nyeri fisik dapat memburukkan nyeri mental, dan rasa nyeri
mental dapat menambah rasa nyeri fisik.
Tidak seorang pun seharusnya betah
dengan nyeri yang terus-menerus.
Penatalaksanaan nyeri berarti menentukan jenis nyeri yang dialami, kemudian
menentukan jenis pengobatan yang cocok.
Ini proses yang seharusnya melibatkan
pasien yang menderita nyeri beserta dokter.
Jangan merasa malu atau kurang ‘jantan’
karena mengeluhkan nyeri. Nyeri adalah
tanda bahwa ada masalah dengan tubuh
kita.
Tujuan penatalaksanaan rasa nyeri
adalah agar memberdayakan orang untuk
menangani nyerinya sendiri. Jika kita
dirawat di rumah, ini berarti kita harus
dibimbing untuk menyesuaikan obat yang
dipakai, atau bagaimana memakai obat
beserta terapi tradisional misalnya refleksi
atau pijat. Jika kita di rumah sakit, kita
harus mampu memberitahukan perawat
mengenai jenis rasa nyeri yang dialami,
dan tingkat keberhasilan pengobatan agar
dapat disesuaikan.
Ambang Rasa Nyeri
Kadang kala kita lebih mudah merasa
nyeri, sedangkan ada kalanya juga kita
dapat lebih tahan. Ada beberapa faktor
yang menaikkan ambang rasa nyeri,
sedangkan ada faktor yang menurunkannya. Kita harus mengupayakan agar
mendapatkan faktor yang menaikkan
ambang rasa nyeri, termasuk: hilangnya
keluhan penderita; cukup tidur; dukungan
spiritual dan emosional; dan penggunaan
obat yang sesuai.
Sebaliknya, kita harus menghindari
faktor yang menurunkan ambang rasa
nyeri, termasuk: sulit tidur; kelelahan;
kegelisahan; marah; depresi; bosan; dan
rasa kesepian.
Terapi penunjang, termasuk akupunktur,
refleksi, pijat, dan olahraga dapat meningkatkan ambang tersebut.
Pengobatan Nyeri
Upaya pertama adalah untuk mengobati
penyakit yang menimbulkan nyerinya, jika
bisa. Namun sambil mencari alasan atau
obat yang cocok, kita sebaiknya juga
mengobati gejala dengan obat analgesik
(antinyeri).
Penanganan nyeri tergantung dari derajat
rasa nyeri serta tanggapan pada obat
analgesik. Pemberian dan penggantian
obat analgesik dilakukan secara bertahap.
Tahapan digambarkan dengan Jenjang
Analgesik dengan tiga tahap atau langkah.
Langkah pertama mencakup obat analgesik nonnarkotik, misalnya aspirin atau
parasetamol. Perhatikan: parasetamol
(mis. Panadol) sebaiknya dihindari oleh
orang dengan hepatitis. Langkah kedua
memberi narkotik lemah, misalnya kodein,
bila dibutuhkan dengan tetap diberi
analgesik biasa. Sedang pada langkah
tertinggi, diberikan obat narkotik kuat,
misalnya morfin, sekali lagi dengan
analgesik biasa bila dibutuhkan.
Obat analgesik juga dapat ditambah
dengan adjuvan, obat untuk membantu
khasiat obat pokok. Adjuvan dapat termasuk obat bius lokal, steroid, dan obat
antimual, serta juga terapi penunjang yang
dibahas di atas.
Jenis obat analgesik yang diberi dapat
dinaikkan ke langkah berikutnya bila tidak
ada perbaikan dengan penggunaan takaran
yang dianjurkan. Sebaliknya, bila diberi
analgesik langkah ketiga dan nyeri mulai
hilang, obat diganti dengan obat jenis
langkah kedua dulu, terus (bila nyeri masih
tetap ringan) dengan obat jenis langkah
pertama, terus dihentikan bila masalahnya
hilang total. Jangan langsung berhenti
memakai obat pada langkah kedua atau
ketiga.
Biasanya, obat diberikan waktu kita
merasa nyeri. Ini dapat berarti bahwa
waktu nyeri diobati, dibutuhkan takaran
besar, dengan kemungkinan ada efek
samping. Beberapa ahli nyeri menganggap
bahwa cara terbaik untuk menawar nyeri
adalah dengan memberi obat pada jadwal
tetap, dengan takaran tetap, sebelum rasa
nyeri dialami.
Obat Narkotik
Banyak petugas perawatan kesehatan
prihatin tentang ketergantungan fisik dan
psikologis waktu meresepkan narkotik.
Akibatnya, pasien sering diberi dosis yang
terlalu rendah dengan jangka waktu terlalu
lama untuk memberi penawar yang cukup.
Namun, pengalaman dengan orang yang
sangat sakit menunjukkan bahwa, walaupun ketergantungan fisik pada obat
narkotik kadang terjadi, ketergantungan
psikologis jarang. Adalah hak kita untuk
memperoleh penawar rasa nyeri yang
terbaik, dan jika ini berarti penggunaan
obat narkotik, kita harus berani memintanya.
Jika kita pengguna narkoba, mantan atau
aktif, kita mungkin mempunyai toleransi
terhadap narkotik yang dipakai untuk
menawar nyeri. Dalam keadaan ini,
sebaiknya kita memberi tahu dokter bahwa
kita pengguna narkoba, agar dia tidak
meremehkan derajat penawar nyeri yang
dibutuhkan. Masalahnya adalah bahwa jika
kita mengetahuinya, dokter mungkin anggap bahwa kita membesarkan rasa nyeri
agar dapat lebih banyak obat. Ini bukan
pilihan yang mudah, tetapi hanya kita yang
dapat memilihnya.
Neuropati Perifer
Rasa nyeri yang diakibatkan neuropati
perifer (mati rasa atau kesemutan pada
tangan atau kaki) biasanya ditangani secara
khusus – dan sayangnya sulit ditangani.
Langkah terbaik untuk neuropati sebagai
efek samping obat adalah untuk mencegah
terjadinya, dengan mengganti obat penyebab segera setelah gejala pertama (kesemutan) dialami. Lihat LI 555 untuk informasi lebih lanjut.
Garis Dasar
Nyeri, atau rasa sangat sakit, sering
dialami oleh Odha, khususnya pada tahap
akhir penyakitnya.
Kita semua berhak menerima pengobatan yang sesuai untuk rasa nyeri. Ini
biasa mulai dengan obat analgesik yang
biasa, tetapi jika ini tidak berhasil, obat
narkotik lemah atau kuat mungkin dibutuhkan.
Namun rasa nyeri juga dapat dikurangi
dengan beberapa intervensi lain, termasuk
perhatian dari orang lain dan terapi
penunjang.
Ditinjau 1 Juni 2014 berdasarkan FS NAM 6 Juni
2012, hlm. HRSA Guide for HIV/AIDS Clinical
Care hlm. 547 dan beberapa sumber lain
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 561
HEPATOTOKSISITAS
Apa Hepatotoksisitas Itu?
Hepatotoksisitas adalah istilah yang
dipakai untuk menggambarkan kerusakan
hati akibat penggunaan obat. Terutama
untuk Odha, hati kita sangat penting,
karena organ ini membuat protein baru
yang dibutuhkan oleh sistem kekebalan
tubuh, membantu tubuh kita melawan
infeksi, dan menguraikan banyak jenis obat
yang dipakai untuk mengobati HIV dan
infeksi terkait AIDS. Sayangnya, obat ini
dapat merusak hati kita, dengan akibat hati
tidak mampu melakukan semua tugasnya.
Yang memburukkan keadaan, banyak
Odha juga terinfeksi virus hepatitis B dan/
atau C. Virus ini dapat menyebabkan
kerusakan pada hati, yang berpengaruh
pada kemampuan hati untuk menguraikan
obat, dan dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya hepatotoksisitas. Walaupun tidak tentu hepatitis virus akan
menimbulkan masalah, bila kita terinfeksi
virus ini, sebaiknya hati kita dipantau
secara lebih ketat oleh dokter, terutama
setelah kita baru mulai memakai terapi
antiretroviral (ART) atau pengobatan lain.
Bagaimana Obat Menyebabkan
Hepatotoksisitas?
Obat dapat berpengaruh pada hati kita
dengan empat cara:
y Obat dipakai dengan takaran sangat
tinggi. Bila kita minum terlalu banyak
obat (misalnya kita minum dua pil saat
seharusnya hanya minum satu), hal ini
dapat langsung menyebabkan kerusakan, yang dapat berat, pada sel hati.
y Takaran baku dipakai untuk jangka
waktu yang sangat lama. Bila kita
minum obat secara berkala untuk jangka
waktu yang lama, ada risiko hati akan
rusak. Hal ini biasanya baru terjadi
setelah beberapa bulan atau tahun.
Protease inhibitor dapat menyebabkan
kerusakan pada sel hati apabila dipakai
selama bertahun-tahun.
y Reaksi alergi. Biasanya, kita mengaitkan
reaksi alergi dengan kulit gatal atau mata
berair. Namun reaksi alergi juga dapat
terjadi pada hati. Bila kita alergi pada obat
tertentu, sistem kekebalan tubuh kita dapat
menyebabkan peradangan pada hati sebagai interaksi antara protein dalam hati
dan obat yang dipakai. Bila penggunaan
obat tidak dihentikan, peradangan tersebut dapat memburuk, dan menyebabkan
kerusakan yang gawat pada hati. Dua obat
antiretroviral (ARV), abacavir dan nevirapine, diketahui menyebabkan reaksi alergi
(yang kadang kala disebut sebagai
‘hipersensitivitas’. Reaksi alergi biasanya
terjadi beberapa minggu atau bulan
setelah obat mulai diminum, dan juga
dapat disertai oleh gejala terkait lain,
misalnya demam atau ruam.
y Kerusakan hati nonalergi. Beberapa
obat dapat mengakibatkan kerusakan pada
hati tanpa reaksi alergi atau penggunaan
dengan takaran tinggi. Dua ARV yang
dapat menyebabkan kerusakan hati yang
berat, walau untuk sebagian kecil orang,
adalah tipranavir dan darunavir.
Bagaimana Kita Mengetahui Kita
Mengalami Hepatotoksisitas?
Tanda paling jelas adanya hepatotoksisitas adalah peningkatan pada enzim
hati dalam darah. Yang paling penting
adalah ALT (SGPT), tetapi juga AST
(SGOT), bilirubin, dan alkalin fosfatase
dapat dipengaruhi (lihat Lembaran Informasi (LI) 122). Tingkat enzim ini sebaiknya diukur secara berkala melalui tes
fungsi hati.
Bila kita atau dokter mencurigai adanya
kerusakan pada hati, sebaiknya kita melakukan tes fungsi hati (lihat LI 135). Adalah lebih
baik apabila kita mengetahui ada hepatotoksisitas secara dini agar dapat diambil
langkah untuk mencegah kerusakan lebih
lanjut dan memungkinkan hati menjadi pulih.
Secara umum, bila ALT kita tinggi tetapi di
bawah lima kali di atas batas atas nilai normal
atau BANN (misalnya bila BANN untuk
ALT adalah 36, dan ALT kita di bawah 180),
kita mengalami hepatotoksisitas antara
ringan dan sedang. Dalam contoh ini, bila
ALT di atas 180 hepatotoksisitas kita adalah
berat, yang dapat mengakibatkan masalah
hati yang lebih gawat.
Enzim hati yang tinggi jarang dirasakan
atau menimbulkan gejala. Jadi penting bagi
kita untuk melakukan tes fungsi hati secara
berkala, sebaiknya sedikitnya setiap enam
bulan. Namun kadang kala orang dengan
hepatotoksisitas berat dapat mengalami
gejala serupa dengan hepatitis, termasuk
kehilangan nafsu makan, mual, muntah,
kotoran berwarna lebih muda, kulit atau
mata jadi kuning, sakit perut, dan/atau
kelelahan. Bila kita mengalami gejala
seperti ini, sebaiknya kita periksa ke dokter.
Apakah Semua Pengguna ART
Mengalami Hepatotoksisitas?
Tidak. Penelitian di AS menunjukkan
bahwa kurang lebih 5% pengguna ART
mengalami hepatotoksisitas, tetapi sebagian dari mereka tidak harus mengganti
rejimen ART-nya. Frekuensi hepatotoksisitas yang lebih tinggi terjadi pada
orang yang memakai nevirapine dan orang
koinfeksi virus hepatitis B dan/atau C.
Tampaknya perempuan, orang berusia di
atas 50 tahun, orang yang sangat gemuk
dan orang yang mengonsumsi alkohol
secara berlebihan lebih rentan terhadap
hepatotoksisitas. Namun juga kebanyakan
orang dengan hepatitis tetap dapat memakai ART, walaupun mungkin tidak dapat
memakai nevirapine.
Apa Masalah Nevirapine?
Semakin jelas bahwa nevirapine dapat
menimbulkan hepatotoksisitas berat,
terutama pada perempuan dengan jumlah
CD4 di atas 250 dan laki-laki dengan CD4
di atas 400 waktu mulai ART. Orang yang
baru memakai nevirapine sebaiknya diberi
tahu mengenai risiko ini, dan diingatkan
untuk melapor ke dokter bila mengalami
demam, ruam, artralgia atau mialgia (nyeri
sendi atau otot), terutama pada enam
minggu pertama penggunaannya. Jelas
penting untuk mulai dengan dosis separuh
untuk dua minggu pertama, dan hanya
meningkatkan dosis jadi penuh bila tidak
ada gejala hepatotoksisitas.
Untuk informasi lebih lanjut, lihat LI 431
dan minta lembaran khusus Efek Samping
Nevirapine dari Yayasan Spiritia.
Apakah Hepatotoksisitas Dapat
Dicegah?
Paling penting adalah menghindari
alkohol secara total. Sebaliknya, sebaiknya
kita minum sedikitnya delapan gelas air
setiap hari. Selain itu, kita sebaiknya
menjaga agar diet kita seimbang, dengan
memakan lebih banyak sayuran dan buahan.
Banyak orang dengan masalah hati
memakai jamu. Namun belum ada bukti
bahwa ada jamu yang benar-benar efektif
untuk melindungi hati, walaupun ada
beberapa kombinasi yang dipasarkan
sebagai ‘hepatoprotektor’ (lihat LI 760).
Ada yang menganggap bahwa silymarin
(LI 735) dan beberapa jamu lain adalah
efektif. Sebaliknya beberapa jamu dapat
meracuni hati dengan memburukkan
masalahnya. Jadi sebaiknya kita sangat
hati-hati sebelum memakai terapi penunjang apa pun – lihat LI 700.
Garis Dasar
Hepatotoksisitas adalah kerusakan pada
hati disebabkan oleh obat. Kerusakan ini
lebih sering terjadi bila hati kita sudah
mengalami kerusakan akibat hepatitis.
Namun ada beberapa obat, terutama
nevirapine, yang menimbulkan risiko lebih
tinggi terhadap hepatotoksisitas.
Bila hepatotoksisitas berat terjadi, kita
mungkin harus berhenti memakai obat
penyebabnya, dan menggantinya dengan
obat lain.
Ditinjau 6 November 2014 berdasarkan http://
www.aidsmeds.com/articles/
Hepatotoxicity_7546.shtml 23 Juni 2011 dan
sumber lain
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 562
SINDROM STEVENS-JOHNSON
Apa Sindrom Stevens-Johnson
Itu?
Sindrom Stevens-Johnson, yang biasa
disingkat SJS, adalah reaksi buruk yang
sangat gawat terhadap obat. Efek samping obat ini berpengaruh pada kulit,
terutama selaput mukosa. Juga ada versi
efek samping ini yang lebih buruk lagi,
yang disebut sebagai nekrolisis epidermis
toksik (toxic epidermal necrolysis/TEN).
Ada juga versi yang lebih ringan, disebut
sebagai eritema multiforme (EM).
Sindrom Stevens-Johnson pertama
diketahui pada 1922 oleh dua dokter,
Dr. Stevens dan Dr. Johnson, pada dua
pasien anak laki-laki. Namun dokter
tersebut tidak dapat menentukan penyebabnya.
Apa Penyebab SJS?
Hampir semua kasus SJS dan TEN
disebabkan oleh reaksi toksik terhadap
obat, terutama antibiotik (mis. obat sulfa
dan penisilin), antikejang (mis. fenitoin)
dan obat antinyeri, termasuk yang dijual
tanpa resep (mis. ibuprofen). Terkait HIV,
penyebab SJS yang paling umum adalah
nevirapine (hingga 1,5% penggunanya)
dan kotrimoksazol (jarang). Reaksi ini
dialami segera setelah mulai obat,
biasanya dalam 2-3 minggu.
Walaupun abacavir dapat menyebabkan
reaksi gawat pada kulit, reaksi ini tidak
terkait dengan SJS atau TEN.
Eritema multiforme dapat disebabkan
oleh herpes simpleks (Lembaran Informasi (LI) 519), tetapi penyakit ini jarang
menjadi gawat.
Apa Gejala SJS?
SJS dan TEN biasanya mulai dengan
demam, sakit kepala, batuk, dan pegal,
yang dapat berlanjut dari 1-14 hari.
Kemudian pasien mengalami ruam datar
berwarna merah pada muka dan batang
tubuh, sering kali kemudian meluas ke
sekujur tubuh dengan pola yang tidak
rata. Daerah ruam membesar dan meluas,
sering membentuk lepuh di tengahnya.
Kulit lepuh sangat longgar, dan mudah
lepas bila digosok.
Pada TEN, bagian kulit yang luas
mengelupas, sering hanya dengan sentuhan halus. Pada banyak orang, 30%
atau lebih permukaan tubuh hilang.
Daerah kulit yang terpengaruh sangat
nyeri dan pasien merasa sangat sakit
dengan panas-dingin dan demam. Pada
beberapa orang, kuku dan rambut rontok.
Pada SJS dan TEN, pasien mempunyai
lepuh pada selaput mukosa yang melapisi
mulut, tenggorokan, dubur, kelamin, dan
mata.
Kehilangan kulit dalam TEN serupa
dengan luka bakar yang gawat dan samasama berbahaya. Cairan dan elektrolit
dalam jumlah yang sangat besar dapat
merembes dari daerah kulit yang rusak.
Daerah tersebut sangat rentan terhadap
infeksi, yang menjadi penyebab kematian
utama akibat TEN.
Mengenal gejala awal SJS dan segera
periksa ke dokter adalah cara terbaik
untuk mengurangi efek jangka panjang
yang dapat sangat berpengaruh pada
orang yang mengalaminya. Gejala awal
termasuk:
y ruam
y lepuh dalam mulut, mata, kuping,
hidung atau alat kelamin
y bengkak pada kelopak mata, atau mata
merah
y konjungtivitis (radang selaput yang
melapisi permukaan dalam kelopak
mata dan bola mata)
y demam terus-menerus atau gejala
seperti flu
Bila kita mengalami dua atau lebih
gejala ini, terutama bila kita baru
mulai memakai obat baru, segera
periksa ke dokter.
Siapa yang Dapat Mengalami SJS/
TEN?
Walaupun SJS dapat berpengaruh pada
orang dari semua umur, tampaknya anak
lebih rentan. Tampaknya juga perempuan
sedikit lebih rentan daripada laki-laki.
Risiko Akibat SJS/TEN
SJS dan TEN adalah reaksi yang gawat.
Bila tidak diobati dengan baik, reaksi ini
dapat menyebabkan kematian, umumnya
sampai 35% orang yang mengalami TEN
dan 5-15% orang dengan SJS, walaupun
angka ini dapat dikurangi dengan pengobatan yang baik sebelum gejala menjadi
terlalu gawat. Reaksi ini juga dapat
menyebabkan kebutaan total, kerusakan
paru, dan beberapa masalah lain yang
tidak dapat disembuhkan.
Pengobatan SJS/TEN
Pertama, dan paling penting, kita harus
segera berhenti penggunaan obat yang
dicurigai sebagai penyebab reaksi.
Dengan tindakan ini, kita dapat mencegah
pemburukan.
Orang dengan SJS/TEN biasanya
dirawat inap. Bila mungkin, pasien TEN
dirawat dalam unit rawat luka bakar, dan
kewaspadaan dilakukan secara ketat
untuk menghindari infeksi. Pasien SJS
biasanya dirawat di ICU. Perawatan
membutuhkan pendekatan tim, yang
melibatkan spesialis luka bakar, penyakit dalam, mata, dan kulit. Cairan
elektrolit dan makanan cairan dengan
kalori tinggi harus diberikan melalui infus
untuk mendorong pemulihan. Antibiotik
diberikan bila dibutuhkan untuk mencegah infeksi sekunder seperti sepsis.
Obat antinyeri, misalnya morfin, juga
diberikan agar pasien merasa lebih
nyaman – lihat LI 560.
Ada keraguan mengenai penggunaan
kortikosteroid untuk mengobati SJS/
TEN. Beberapa dokter berpendapat
bahwa kortikosteroid takaran tinggi
dalam beberapa hari pertama memberi
manfaat; yang lain beranggapan bahwa
obat ini sebaiknya tidak dipakai. Obat ini
menekan sistem kekebalan tubuh, sehingga meningkatkan risiko infeksi
gawat, apa lagi pada Odha dengan sistem
kekebalan yang sudah lemah.
Garis Dasar
Sindrom Stevens-Johnson (SJS) adalah
reaksi terhadap obat yang berpengaruh
pada kulit dan selaput mukosa. Nekrolisis
epidermis toksik (TEN) adalah versi SJS
yang lebih gawat. Kedua reaksi ini dapat
sangat gawat, dan harus segera diobati
dengan sangat hati-hati untuk menghindari kematian.
Penyebab utama SJS untuk Odha
adalah nevirapine, yang menimbulkan
reaksi ini pada kurang lebih 1,5%
penggunanya. Kotrimoksazol juga dapat
menyebabkan SJS, walaupun jarang.
Bila kita mengalami gejala SJS (ruam,
terutama yang berpengaruh pada selaput
mukosa, dan demam), dalam beberapa
minggu setelah kita mulai pakai obat
tersebut, penting kita segera periksa ke
dokter.
Diperbarui 25 November 2014 berdasarkan
beberapa sumber
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 610
PEREMPUAN DAN HIV
y
Apakah HIV Berpengaruh pada
Perempuan secara Berbeda?
Saat ini, hanya ada sedikit penelitian
yang secara khusus membidik pada
perempuan dengan HIV. Belum ada bukti
bahwa HIV secara klinis lebih buruk pada
perempuan. Namun beberapa penelitian
memberi kesan bahwa HIV dapat beroengaruh pada perempuan secara berbeda
dibandingkan laki-laki.
Perbedaan, jika ada, mungkin disebabkan perbedaan fisik, sosial atau psikologis. HIV dapat berpengaruh pada:
y hormon
y berat dan bentuk badan
y sistem reproduksi
y haid dan mati haid
y gaya hidup dan keadaan sosial
Sering kali, perempuan HIV-positif
harus merawat pasangan dan/atau anak
yang terinfeksi HIV, atau mempunyai
anak yang tergantung padanya.
Ada bukti bahwa viral load pada perempuan lebih rendah daripada laki-laki,
terutama pada tahun-tahun pertama
setelah terinfeksi. Namun tampaknya
gerak laju HIV berjalan serupa dengan
laki-laki. Pedoman pengobatan untuk
laki-laki dapat dipakai untuk perempuan.
Perempuan yang terinfeksi HIV tampaknya mengalami masalah tulang yang
lebih berat – lihat LI 557.
Gangguan Haid
Gangguan haid agak umum, tidak
memandang status HIV-nya. Jika kita
mengalami gangguan haid, penting
diingat bahwa HIV atau pengobatan HIV
tidak tentu penyebabnya. Sering kali
gangguan tersebut diakibatkan perubahan
hormon yang terjadi secara alami pada
sebagian besar perempuan. Namun HIV
dan ART dapat berpengaruh pada siklus
haid. Lihat LI 623 untuk informasi lebih
lanjut mengenai masalah haid.
Infeksi Oportunistik pada
Perempuan
y Perempuan dengan HIV mengalami
infeksi vagina, ulkus kelamin, penyakit
radang panggul (pelvic inflammatory
disease/PID) dan kutil kelamin lebih
sering dan lebih berat daripada perempuan yang tidak terinfeksi HIV.
y Perempuan jarang mengalami sarkoma
Kaposi (lihat LI 508).
y Perempuan lebih sering mengalami
kandidiasis (lihat LI 516) pada tenggorokan dan herpes simpleks (lihat
LI 519) dibandingkan dengan laki-laki.
y Tipe sel prakanker yang tidak normal
terkait dengan kanker leher rahim lebih
sering terjadi dan menjadi lebih berat
pada perempuan yang terinfeksi HIV
(lihat LI 507).
Pengobatan untuk Perempuan
Perempuan sebaiknya ditangani oleh
dokter yang mengerti bahwa penyakit
HIV dan penatalaksanaannya dapat
berbeda pada perempuan. Perempuan
dengan HIV yang hamil sebaiknya
diobati oleh dokter kandungan yang
berpengetahuan mengenai HIV (lihat
LI 611).
Perempuan sering mempunyai tugas
yang berat di rumah tangga, dan mungkin
juga harus mengasuh anak dengan HIV.
Hal ini dapat berpengaruh pada kepatuhan (lihat LI 405), dan mungkin
perempuan membutuhkan lebih banyak
dukungan untuk memastikan mereka
memakai obat sesuai jadwal tanpa
kelupaan.
Efek Samping ART pada
Perempuan
Rata-rata berat badan perempuan lebih
ringan dibandingkan laki-laki, dan
mungkin juga metabolisme berbeda. Hal
ini mungkin memburukkan efek samping
ART pada perempuan.
y Perempuan lebih mungkin mengalami
ruam dan masalah hati akibat penggunaan nevirapine (lihat LI 431).
y Perempuan yang mengalami peningkatan atau kehilangan lemak (lipodistrofi, lihat LI 553) dapat mengalami
pertambahan lemak pada perut dan
payudara, dan/atau kehilangan lemak
dari lengan, kaki dan bokong.
Apakah Gangguan Haid Dapat
Terkait dengan ART?
Banyak perempuan melaporkan perubahan pada siklus haid setelah mulai
ART. Obat antiretroviral (ARV) termasuk
AZT, ddI, dan d4T diketahui menyebabkan gangguan haid pada beberapa
perempuan.
Penelitian baru menunjukkan bahwa
gangguan haid, terutama perdarahan di
atas normal, mungkin adalah efek
samping dari beberapa protease inhibitor,
misalnya ritonavir. Adalah penting untuk
menangani perdarahan yang luar biasa,
karena ini dapat menyebabkan anemia
(lihat LI 552).
Masalah Khusus terkait KB
Perempuan dengan HIV sering memakai pil KB untuk mengatur siklus haid
atau waktu masuk masa mati haid.
Banyak ARV dapat berinteraksi dengan
sebagian besar jenis pil KB. Jika dipakai
sekaligus, keefektifan pil KB dapat
berkurang. Tanyakan pada dokter apakah
perlu mengubah dosis pil KB-nya waktu
mulai ART, atau menggantikannya
dengan cara KB lain, misalnya kondom.
Garis Dasar
HIV berpengaruh pada perempuan secara berbeda dengan laki-laki. Ini karena
beberapa perbedaan antara perempuan
dan laki-laki, baik fisik, sosial dan
mental. Perempuan dengan HIV sebaiknya ditangani oleh dokter yang berpengetahuan dan berpengalaman dengan HIV
pada perempuan.
Perempuan dengan HIV sering mengalami gangguan haid. Bila ini terjadi,
coba membahas dengan dokter.
Infeksi oportunistik yang dialami oleh
perempuan dapat lain daripada yang
dialami laki-laki. Juga ada perbedaan
dalam prevalensi dan beratnya efek
samping obat, termasuk ARV.
Ditinjau 9 Desember 2014 berdasarkan FS 610 The
AIDS InfoNet 30 November 2014 dan beberapa
sumber lain
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 611
KEHAMILAN DAN HIV
Bagaimana Bayi Tertular HIV?
HIV, virus penyebab AIDS, dapat menular dari ibu yang terinfeksi HIV ke bayinya
yang baru lahir. Menurut WHO, sampai
30% bayi lahir dari ibu yang terinfeksi HIV
akan tertular HIV kalau ibunya tidak
memakai terapi antiretroviral (ART). Bila
ibu terinfeksi HIV menyusui bayi, risiko
keseluruhan naik menjadi 35-50%.
Ibu dengan viral load HIV yang tinggi
lebih mungkin menularkan infeksi pada
bayinya. Kebanyakan ahli menganggap
bahwa risiko penularan pada bayi sangat
amat rendah bila viral load ibu di bawah
1000 waktu melahirkan. Walaupun janin
dalam kandungan dapat terinfeksi, sebagian besar penularan terjadi dalam
proses melahirkan. Bayi lebih mungkin
tertular jika persalinan berlanjut lama.
Selama persalinan, bayi dalam keadaan
berisiko tertular oleh darah ibunya.
Harus diketahui bahwa seorang laki-laki
dengan HIV tidak bisa menularkan virusnya langsung pada bayi. Namun laki-laki
tersebut dapat menularkan pasangan
perempuan waktu berhubungan seks untuk
membuat anak.
Bila ibu baru tertular HIV pada akhir
masa kehamilan, viral loadnya akan sangat
tinggi waktu melahirkan anak, yang berarti
risiko bayi terinfeksi HIV waktu lahir
paling tinggi. Oleh karena itu pasangan
laki-laki terinfeksi HIV harus menghindari
hubungan seks tanpa kondom dengan
pasangan perempuan yang HIV-negatif
waktu dia hamil.
Bila seorang ibu berperilaku berisiko
penularan HIV selama kehamilan, sebaiknya dia dites HIV pada setiap trimester dan
tiga bulan setelah berperilaku berisiko.
Bagaimana Penularan HIV dari
Ibu-ke-Bayi Dapat Dicegah?
Bila ayah terinfeksi HIV: Risiko terjadi
waktu berhubungan seks untuk membuahkan anak. Ada beberapa cara untuk
mengurangi risiko ini: lihat Lembaran
Informasi (LI) 617 Memperoleh Keturunan. Catatan: bila ibu tidak terinfeksi,
pasti bayi tidak terinfeksi. Status HIV bayi
tidak terpengaruh oleh status HIV ayahnya.
Penggunaan ART: Risiko penularan
sangat rendah bila ART dipakai oleh ibu
waktu hamil dan melahirkan. Angka penularan hanya 1–2% bila ibu memakai ART.
Pedoman terbaru di Indonesia mengusulkan semua ibu hamil memakai ART. Bayi
diberi satu AZT pas setelah lahir, dengan
AZT diteruskan dua kali sehari selama
enam minggu. Dengan cara ini, angka
penularan dapat ditekan menjadi di bawah
2%.
Menjaga proses kelahiran tetap singkat waktunya: Semakin lama proses
kelahiran, semakin besar risiko penularan.
Bila ibu memakai ART dan mempunyai
viral load di bawah 1000, risiko hampir nol.
Ibu dengan viral load tinggi dapat mengurangi risiko dengan melahirkan melalui
bedah Sesar.
Makanan bayi: Sampai 17% bayi terinfeksi HIV melalui ASI yang terinfeksi.
Risiko ini dapat dihindari jika bayinya
diberi pengganti ASI (PASI, atau formula).
Namun jika PASI tidak diberi secara
benar, risiko lain pada bayinya menjadi
semakin tinggi. Oleh karena itu, usulan di
Indonesia adalah agar semua bayi disusui
secara eksklusif selama enam bulan pertama, kemudian diganti dengan formula
secara eksklusif. Namun, jika PASI dapat
diberi secara eksklusif (bayi tidak disusui
sama sekali) dan aman terus-menerus,
dengan formula dilarutkan dengan air
bersih, dan ada biaya untuk memastikan
formula dapat diberikan dalam jumlah
yang cukup, pilihan untuk memberi PASI
dapat dipertimbangkan.
Yang terburuk adalah campuran ASI dan
PASI. Oleh karena itu, bila berencana
untuk menyusui, harus ada kesepakatan
dengan bidan sebelum lahir agar bayi
langsung diberi pada ibunya untuk disusui,
dan tidak diberi makanan atau minuman
apa pun sebelumnya.
Bagaimana Mengenai Kesehatan
Ibu?
Bagaimana Kita Tahu Jika Bayi
Terinfeksi?
Seorang perempuan terinfeksi HIV yang
menjadi hamil harus memikirkan kesehatan dirinya sendiri dan kesehatan
bayinya. Menjadi hamil tampaknya tidak
memburukkan kesehatan ibu.
Risiko bayinya terinfeksi HIV waktu
lahir dapat dikurangi menjadi sangat
rendah jika ibu dan bayi yang baru lahir
memakai terapi jangka pendek selama
persalinan.
Ada kekhawatiran bahwa risiko cacat
lahir akibat penggunaan obat apa pun
tertinggi jika obat dipakai pada trimester
pertama. Jika kita memutuskan untuk
berhenti memakai beberapa obat selama
kehamilan, mungkin hal ini memburukkan
kesehatannya. Seorang perempuan yang
mempertimbangkan menjadi hamil sebaiknya membahas pilihan pengobatan dengan
dokter.
Bayi diwarisi antibodi dari ibunya, untuk
melindungi dia dalam bulan-bulan pertama
kehidupannya, sebelum sistem kekebalan
tubuh sudah berfungsi secara penuh. Hal
itu berarti bayi yang terlahir oleh ibu HIVpositif pasti mempunyai antibodi terhadap
HIV, apakah dia terinfeksi HIV atau tidak.
Antibodi itu mulai hilang pada usia
sembilan bulan, tetapi dapat tertahan
sampai dengan usia 18 bulan.
Oleh karena itu, hasil tes HIV pada bayi
tersebut pasti akan menunjukkan hasil
positif, walau kemungkinan besar bayi
ternyata tidak terinfeksi.
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai masalah ini, dan cara untuk menghadapi, lihat Lembaran Informasi 613
mengenai Diagnosis HIV pada Bayi.
Penelitian baru menunjukkan bahwa
perempuan terinfeksi HIV yang hamil tidak
menjadi lebih sakit dibandingkan yang tidak
hamil. Ini berarti menjadi hamil tidak
berpengaruh pada kesehatan perempuan
HIV-positif. Justru ada bukti bahwa ibu HIVpositif menjadi lebih sehat setelah kehamilan.
Bila akan mulai ART, atau sudah memakai ART sebelum menjadi hamil, seorang
ibu hamil sebaiknya mempertimbangkan
beberapa masalah yang dapat terjadi terkait
ART:
Beberapa dokter mengusulkan perempuan tidak mulai ART pada trimester
pertama kehamilan. Ada tiga alasan:
y Risiko dosis dilewatkan akibat mual dan
muntah selama awal kehamilan, dengan
risiko mengembangkan resistansi terhadap obat yang dipakai.
y Risiko obat mengakibatkan anak cacat
lahir, yang tertinggi pada trimester
pertama. Tidak ada bukti terjadi cacat
lahir akibat penggunaan ARV.
y Ada kekhawatiran ART dapat meningkatkan risiko kelahiran dini atau bayi
lahir dengan berat badan rendah.
Namun pedoman saat ini tidak mendukung penghentian ART oleh ibu
hamil.
Jika kita terinfeksi HIV dan hamil, atau
ingin hamil, sebaiknya kita bicara dengan
dokter tentang pilihan menjaga kesehatan
sendiri, dan mengurangi risiko bayi kita
terinfeksi HIV atau cacat lahir.
Garis Dasar
Diperbarui 16 Juli 2014 berdasarkan FS 611 The
AIDS InfoNet 17 Februari 2014 dan sumber lain
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 612
ANAK DAN HIV
Bagaimana Anak Tertular HIV?
Sebagian besar anak di bawah usia
sepuluh tahun yang terinfeksi HIV
tertular dari ibunya, walau sebagian kecil
tertular akibat transfusi darah yang
tercemar HIV. Penularan dapat terjadi
dalam kandungan, waktu melahirkan atau
melalui menyusui (lihat Lembaran
Informasi (LI) 611). Belum pernah
dilaporkan kasus anak yang terinfeksi
akibat kegiatan sehari-hari di rumah,
walaupun ibu atau anggota keluarga lain
terinfeksi HIV. Sebaliknya, HIV tidak
dapat menular melalui hubungan langsung dengan anak, misalnya memeluk,
mencium, memandikan, mengganti popok, atau waktu bermain.
Saat ini, sebagian besar anak yang
terinfeksi HIV di negara berkembang
didiagnosis berdasarkan gejala penyakit
terkait HIV, diikuti oleh tes HIV dengan
hasilnya reaktif. Hasil tes HIV yang
reaktif pada anak hampir pasti berarti
bahwa ibunya dan mungkin pasangan ibu
juga terinfeksi HIV. Jadi keluarga membutuhkan banyak dukungan setelah
diagnosis HIV pada anaknya. Lagi pula,
sebelum anak dites HIV, sedikitnya
ibunya harus diberi konseling prates dan
memberi persetujuan agar anak dites.
Bagaimana Kita Tahu Anak
Terinfeksi HIV
Seperti dengan orang dewasa, ada
beberapa tanda dan gejala yang seharusnya menimbulkan kecurigaan bahwa
anak terinfeksi HIV. Ini termasuk: berat
badan menurun, atau gagal tumbuh; diare
lebih dari 14 hari; demam lebih dari satu
bulan; infeksi saluran pernapasan bagian
bawah yang berat atau menetap; batuk
kronis; kandidiasis mulut (LI 516) dan
infeksi oportunistik (IO) sama yang
dialami oleh orang dewasa.
Tes HIV (lihat LI 102) pada bayi
umumnya menunjukkan hasil reaktif
selama beberapa bulan setelah lahir jika
ibunya terinfeksi HIV, walaupun anak
mungkin tidak terinfeksi (lihat LI 614
untuk informasi lebih lanjut tentang tes
HIV untuk bayi). Jadi, jika hasil tes anak
adalah reaktif, ini bukti bahwa ibunya
HIV, dan karena itu, penting ibu diberi
konseling sebelum anaknya dites. Namun
bayi dengan hasil tes HIV yang reaktif
hanya dapat dianggap terinfeksi bila hasil
tetap reaktif setelah dia berusia 18 bulan.
Penelitian terhadap Anak
Sebetulnya, hanya ada sedikit penelitian mengenai HIV pada anak. Jadi
sebagian besar usulan dan pedoman
tentang penatalaksanaan HIV pada anak
berdasarkan penelitian pada orang
dewasa.
Sebuah penelitian baru menemukan
bahwa anak dilahirkan oleh ibu terinfeksi
HIV mempunyai angka gangguan psikiatri dan beberapa masalah kesehatan
lain yang lebih tinggi, walau anak sendiri
ternyata tidak terinfeksi HIV.
Perkembangan Penyakit HIV pada
Anak
Anak yang terinfeksi selama kehamilan
atau waktu dilahirkan lebih mungkin akan
mengembangkan tanda dan gejala penyakit sebelum berusia 12 bulan; anak ini
dianggap sebagai ‘pelanjut cepat’. Anak
tersebut akan melaju ke masa AIDS
secara sangat cepat, dan kemungkinan
akan meninggal sebelum berusia satu
tahun bila tidak segera diobati. Gejala
dapat mencakup tidak mengalami pertumbuhan, kandidiasis mulut, pneumonia
berat, sepsis berat atau beberapa IO berat
yang lain.
Sebagian anak yang terinfeksi HIV
melalui menyusui lebih mungkin akan
berlanjut lebih lambat. Anak tersebut
cenderung mengembangkan bukti kerusakan berat pada sistem kekebalan tubuh
pada usia 7-8 tahun. Kehilangan sel CD4
akan berlanjut berangsur-angsur. Gejala
dapat mencakup limfadenopati (lihat
LI 526) dan penyakit masa kanak-kanak
yang kambuhan, dengan fungsi kekebalan tubuh tidak rusak berat. Kelompok
ini, yang disebut ‘pelanjut lamban’, mempunyai harapan hidup yang lebih baik.
Pengobatan untuk Anak
Akhir-akhir ini, pengalaman mengobati
anak dengan HIV terus berkembang, baik
untuk mencegah atau mengobati infeksi
oportunistik, maupun ART. Dengan
pengobatan tersebut, ada harapan bahwa
anak tersebut dapat bertahan hidup lama,
seperti orang dewasa yang diberi terapi
itu. Untuk informasi lebih lanjut mengenai pengobatan untuk anak dengan HIV,
lihat LI 618 dan LI 619.
Menurut pedoman ART 2010 dari
WHO, ART sebaiknya dimulai pada
semua bayi yang didiagnosis HIV di
bawah usia 24 bulan, tidak memandang
jumlah CD4 atau stadium klinis. Lagi
pula, WHO menganjurkan agar semua
anak terinfeksi HIV berusia sampai
dengan lima tahun diberi ART, dengan
prioritas untuk mereka dengan penyakit
stadium 3 atau 4, atau CD4% di bawah
25%.
WHO menganjurkan agar semua anak
yang lahir dari ibu terinfeksi HIV diberi
profilaksis kotrimoksazol dari usia 4-6
minggu (lihat LI 950).
Imunisasi untuk Anak dengan HIV
Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa manfaat dari imunisasi pada anak
dengan HIV lebih besar dibandingkan
kerugian akibat efek samping dari vaksin,
walaupun ada gejala penyakit HIV.
Namun masih ada keraguan mengenai
penggunaan vaksin BCG untuk TB.
Sebaiknya vaksinasi BCG diberi pada
semua bayi segera setelah lahir untuk
melindunginya terhadap meningitis TB.
Masalahnya anak yang ternyata terinfeksi
HIV lebih mungkin mengembangkan
penyakit BCG akibat imunisasi, tetapi
tidak mungkin diketahui apakah bayi
terinfeksi HIV pada saat diimunisasi.
Garis Dasar
Bayi dan balita yang dilahirkan oleh ibu
terinfeksi HIV dapat tertular HIV selama
kehamilan, waktu dilahirkan dan melalui
menyusui. Jika tertular selama kehamilan,
kemungkinan anak akan melanjut cepat
ke AIDS, dan akan meninggal dalam satu
tahun pertama kehidupannya, bila tidak
segera diberi ART. Namun pada banyak
anak dengan HIV, perkembangan penyakit akan lebih lamban, dan ada harapan
mereka dapat bertahan hidup tanpa ART
selama 7-8 tahun atau lebih.
Diagnosis infeksi HIV atau hasil tes
HIV yang reaktif pada anak hampir pasti
menunjukkan bahwa ibunya dan sering
kali ayahnya juga terinfeksi. Jadi masalah asas konfidentialitas dan dukungan
untuk keluarga tetap sangat penting.
HIV pada anak dapat diobati seperti
dengan orang dewasa.
Bayi yang dilahirkan oleh ibu terinfeksi
HIV sebaiknya diimunisasi sama seperti
anak lain, walau ada risiko mengembangkan penyakit BCG pada anak yang
ternyata terinfeksi HIV.
Anak yang terinfeksi HIV sebaiknya
diawasi oleh dokter spesialis anak yang
berpengalaman menatalaksana HIV.
Diperbarui 16 Juli 2014 berdasarkan beberapa
sumber
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 613
PASANGAN STATUS HIV BERBEDA
Apa Maksud dengan Status HIV
Berbeda?
Pasangan dengan satu orang terinfeksi
HIV dan yang lain HIV-negatif kadangkadang disebut “serodiskordan” atau
“serostatus berbeda”. ‘Sero-’ mengacu
pada serum darah. “Status HIV” mengacu pada apakah seseorang memiliki
infeksi HIV atau tidak.
HIV bukanlah topik pertama yang
muncul ketika sebagian besar pasangan
mulai berkencan. Kita mungkin tidak tahu
status HIV pasangan kita. Kita sendiri
mungkin belum pernah melakukan tes
HIV. Untuk berbicara tentang status HIV
pun dapat sangat sulit.
Apa Masalah Khusus untuk
Pasangan Serodiskordan
Orang dalam hubungan diskordan
menghadapi semua hal yang sama seperti
pasangan lain. Tapi ada beberapa masalah tambahan:
y Pasangan terinfeksi HIV mungkin
mengutamakan agar tidak menulari
pasangannya. Pasangan HIV-negatif
dapat berkonsentrasi pada mengasuh
pasangannya. Hal ini dapat menyebabkan ketidakseimbangan yang bermakna dalam hubungan.
y HIV dapat menyebabkan perubahan
pada bentuk tubuh (lihat Lembaran
Informasi (LI) 553.) Obat antiretroviral
(ARV) dapat menimbulkan efek samping yang tidak menyenangkan. Hal ini
dapat menimbulkan perasaan negatif
tentang tubuh dan kesehatannya pada
pasangan terinfeksi HIV. Mungkin sulit
untuk dia merasa menarik dan membangun hubungan bermesraan yang
normal.
y Ketakutan akan penularan HIV dapat
menyebabkan kekhawatiran yang
berlebihan. Hal ini dapat sangat berpengaruh pada hubungan seksual. Lihat
LI 152 mengenai tingkat risiko dan
LI 166 mengenai daya menular.
Cobalah membahas secara terbuka
tentang keinginan kita, ketakutan kita,
dan batasan kita. Ambil kesepakatan
tentang tingkat risiko yang cocok dan
nyaman buat kita. Mungkin ada manfaat
melibatkan seorang konselor dalam
diskusi.
Mengurangi Risiko
Terapi antiretroviral (ART – lihat
LI 403) mampu mengendalikan infeksi
HIV secara sangat baik. Kabar baik
tentang penggunaan ART adalah seberapa baik keberhasilannya. Belum ada
obat penyembuhan untuk infeksi HIV,
jadi ART tidak akan memberantas HIV
dari tubuh, tetapi dapat membantu kita
menjalani kehidupan yang sehat dan
penuh.
ART juga dapat mengurangi kemungkinan kita menularkan infeksi HIV pada
pasangan. Jika viral load kita tetap tidak
terdeteksi (lihat LI 125), risiko kita akan
menularkan infeksi HIV pada pasangan
menjadi sangat amat kecil.
Namun, ada beberapa hal penting untuk
diingat:
y Kita harus memakai ART secara sangat
teratur agar memastikan viral load tetap
tidak terdeteksi. LI 405 memberi
informasi lebih lanjut tentang kepatuhan terhadap pengobatan.
y Hasil viral load “tidak terdeteksi”
bukan berarti nol. Ini berarti jumlah
HIV dalam contoh darah kita tidak
cukup untuk diukur oleh tes.
y Tes viral load mengukur jumlah virus
dalam darah. Kita tidak dapat ambil
kesimpulan mengenai tingkat virus
dalam cairan kelamin (air mani atau
cairan vagina).
y Hasil tes viral load berlaku untuk waktu
contoh darah diambil, tidak saat ini.
Viral load dapat berubah dengan cepat,
terutama jika kita sakit, misalnya
dengan flu, atau jika kita baru saja
divaksinasi.
Walau begitu, sangat jarang pasangan
menjadi terinfeksi HIV dari pengguna
ART dengan viral load tidak terdeteksi.
Penggunaan Kondom
Walau risiko bisa tertekan menjadi
rendah, masih masuk akal untuk mengambil langkah tambahan, yaitu untuk
memakai kondom saat berhubungan seks
dengan pasangan terinfeksi HIV. Kondom sangat efektif untuk mencegah
penularan HIV serta berbagai infeksi
menular seksual lain. Kondom sebaiknya
dipakai dengan cara benar setiap kali kita
berhubungan seks. Jika kita membiasakan penggunaan kondom, kita dapat
bersantai dan lebih menikmati diri sendiri
selama kegiatan seksual.
Bila Kita Terpajan HIV...
Jika kondom pecah, atau jika kita lupa
untuk memakainya, penggunaan ARV
oleh pasangan HIV-negatif mungkin
mencegah penularan. Bicaralah dengan
dokter tentang Profilaksis Pascapajanan
(PPP, lihat LI 156). Jangan hanya
memakai beberapa dosis ARV dari pasangannya! ARV yang dia pakai mungkin bukan obat yang tepat. Agar PPP
paling mungkin berhasil, penggunaan
ARV harus dimulai segera setelah
terpajan HIV. Sebelum terjadi, bahas
PPP dengan dokter sehingga kita tahu
pilihan jika terjadi kecelakaan yang
memajankan pasangan negatif terhadap
HIV. Minta agar disediakan ‘starter kit’
dengan isi beberapa dosis pertama PPP,
agar profilaksis dapat langsung dimulai
kalau ada kejadian yang tidak diinginkan.
Memperoleh Keturunan
Jelas walau penggunaan kondom akan
mencegah agar pasangan negatif tidak
terinfeksi HIV, kondom juga mencegah
kehamilan. Jadi kondom harus dilepas
bila kita ingin punya anak. Adanya
infeksi HIV tidak mengurangi hak kita
untuk mendapat keturunan. Namun
jelas harus dilakukan tindakan agar
mengurangi kemungkinan pasangan yang
negatif menjadi terinfeksi dan agar anak
tidak terinfeksi HIV waktu lahir. Masalah
ini dibahas secara dalam di LI 617.
Kalau ibu yang negatif terlanjur
terinfeksi HIV selama kehamilan, risiko
bayi akan terinfeksi semakin besar. Jadi
upaya pencegahan semakin penting
selama kehamilan.
Garis Dasar
Pasangan diskordan (satu terinfeksi
HIV, yang lain tidak) menghadapi
tantangan yang jauh lebih besar dibandingkan pasangan lain. Mereka membutuhkan informasi yang lengkap dan benar
mengenai cara melangsungkan kehidupan bersama, dan bagaimana pasangan
negatif dilindungi agar tetap tidak
terinfeksi. Namun mereka tetap mempunyai hak untuk mendapatkan anak, jadi
juga harus diberi informasi mengenai
cara memperoleh keturunan dengan cara
yang paling aman.
Penyediaan beberapa dosis pertama
obat ARV sebagai awal PPP akan meningkatkan kenyamanan waktu berhubungan seks, dengan memastikan
dapat dilakukan tindakan pencegahan
bila kondom pecah atau kecelakaan lain
terjadi.
Ditinjau 16 Juli 2014 berdasarkan FS 613 The
AIDS InfoNet 24 Februari 2014 dan sumber lain
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 614
DIAGNOSIS HIV PADA BAYI
Mengapa Sulit Menentukan
Apakah Bayi Terinfeksi HIV?
Tes HIV yang biasa dipakai pada orang
dewasa mencari antibodi terhadap HIV,
bukan virus sendiri (lihat Lembaran
Informasi (LI) 102). Antibodi terhadap HIV
diserahkan dari ibu ke janin melalui
plasenta. Jadi bayi yang terlahir oleh ibu
terinfeksi HIV pasti terpajan HIV. Oleh
karena itu, hasil tes HIV pada seorang bayi
yang terlahir oleh ibu dengan HIV pasti
reaktif (positif), walau kebanyakan bayi
tersebut sebetulnya tidak terinfeksi HIV.
Oleh karena itu, sementara diagnosis HIV
pada orang dewasa relatif mudah, menentukan apakah seorang bayi terinfeksi atau
tidak adalah jauh lebih rumit. Tes yang
canggih dibutuhkan, tetapi tidak terjangkau
di Indonesia.
Tes Antibodi
Bayi yang terlahir oleh ibu terinfeksi HIV
dapat tertular HIV selama kehamilan, waktu
kelahiran, dan bila disusui – lihat LI 611.
Namun kemungkinan bayi terinfeksi dalam
kandungan atau dalam persalinan hanya
kurang lebih 20%. Antibodi yang diwarisi
ibu mulai hilang setelah enam bulan, tetapi
dapat bertahan dalam jumlah yang cukup
untuk ditemukan dengan tes antibodi
sampai usia 18 bulan. Untuk memastikan
apakah bayi ternyata terinfeksi HIV, dia
dapat dites dengan tes antibodi pada usia
di atas sembilan bulan. Kebanyakan bayi
yang tidak terinfeksi HIV menunjukkan
hasil tes non-reaktif pada usia 12 bulan.
Namun bila hasil reaktif pada saat itu, tes
harus diulang lagi, dan bayi baru dapat
dipastikan terinfeksi HIV bila hasil tes tetap
reaktif pada usia 18 bulan.
Bayi yang tidak terinfeksi saat lahir dapat
tertular melalui air susu ibu (ASI) dari ibu
terinfeksi HIV. Bila terinfeksi melalui ASI,
antibodi yang dicari oleh tes HIV baru
terbentuk dengan jumlah yang cukup untuk
dideteksi setelah beberapa minggu. Jadi
hasil tes antibodi yang non-reaktif pada bayi
yang disusui harus diulang sedikitnya enam
minggu setelah penyusuan dihentikan total,
untuk memastikan bayi tetap tidak terinfeksi
HIV.
Hasil tes HIV yang reaktif pada seorang
anak berusia 18 bulan ke atas berarti anak
tersebut terinfeksi HIV.
Tes Virus
Berbeda dengan tes antibodi, tes virus
dapat menentukan apakah bayi terinfeksi
dalam bulan-bulan pertama hidupnya. Tes
RNA HIV dengan alat PCR (LI 125), yang
biasanya dilakukan untuk mengukur viral
load, dapat mendeteksi virus dalam darah,
dan dapat dipakai untuk diagnosis HIV pada
bayi. Namun tes ini masih sangat mahal
(umumnya lebih dari Rp 500 ribu) dan lebih
sulit dilakukan dibandingkan tes antibodi.
Tes ini masih hanya dapat dilakukan di
sedikit laboratorium di Indonesia.
Sebagian kecil (20-40%) bayi yang
terinfeksi dalam kandungan atau saat lahir
akan menunjukkan hasil positif pada tes
PCR baru setelah lahir, sementara kebanyakan akan menunjukkan hasil positif pada
usia 14 hari. Virus pada 98% bayi terinfeksi
HIV terdeteksi setelah empat minggu. Oleh
karena itu, WHO mengusulkan tes viral load
untuk mendiagnosis infeksi HIV pada bayi
sebaiknya dilakukan pada usia 4-6 minggu
ke atas.
Hasil positif palsu dapat terjadi, terutama
bila laboratorium tidak berpengalaman
dengan alat PCR, dan semua hasil positif
sebaiknya langsung dikonfirmasi dengan
contoh darah baru. Hasil viral load yang
rendah (di bawah 10.000) kemungkinan
positif palsu, karena viral load pada bayi
biasanya sangat tinggi.
Hasil negatif palsu juga dapat terjadi.
Sebaiknya dua tes virus dilakukan untuk
konfirmasi bahwa anak tidak terinfeksi.
Sebaiknya juga tes antibodi dilakukan
setelah anak berusia 18 bulan sebagai
konfirmasi ulang.
Bila bayi disusui, hasil tes negatif melalui
PCR harus diulang enam minggu setelah
penyusuan dihentikan total.
Protokol Tes yang Diusulkan
Penyakit yang diakibatkan HIV dapat
berlanjut secara cepat pada bayi: angka
kematian mendekati 50% pada anak terinfeksi HIV di bawah dua tahun bila HIVnya tidak diobati. Jadi dengan semakin
luasnya ketersediaan terapi antiretroviral
(ART) untuk bayi dan anak, tujuan kita
untuk menentukan apakah bayi terinfeksi
secara dini terutama untuk bertemu bayi
terinfeksi HIV yang membutuhkan perawatan dan pengobatan daripada sekadar
untuk konfirmasi ketiadaan infeksi HIV.
Sementara hasil tes PCR yang positif (bila
dikonfirmasi) membuktikan bahwa bayi
terinfeksi HIV, seperti dibahas di atas, tes
PCR yang negatif tidak membuktikan
bahwa bayi tidak terinfeksi bila tes dilakukan sebelum usia empat minggu atau bayi
diberi ASI. Namun, hasil PCR negatif
menunjukkan bahwa bayi tersebut tidak
berisiko tinggi terhadap kelanjutan penyakit
yang diakibatkan HIV (karena viral loadnya
rendah).
Bayi dengan tes PCR negatif dan tetap tidak
bergejala sebaiknya dites antibodinya setelah
berusia 18 bulan atau enam minggu setelah
penyusuan dihentikan, kalau disusui lebih dari
18 bulan. Sebaliknya seorang bayi dengan
hasil tes PCR negatif tetapi bergejala
sebaiknya mendapatkan tes diagnosis lanjutan. Walaupun gejala penyakit terkait HIV
sering mirip dengan gejala penyakit umum
pada masa kanak-kanak, dan harus dilakukan
upaya untuk mengesampingkan diagnosis
lain, tes PCR ulang diusulkan bila infeksi HIV
dicurigai.
Sebelum dilakukan tes PCR pada bayi
berusia di atas sembilan bulan, sebaiknya
dilakukan tes antibodi. Bila hasil tes antibodi negatif, bayi tidak terinfeksi dan tes
PCR tidak dibutuhkan. Bila bayi masih
disusui, tes harus ditunda sampai enam
minggu setelah penyusuan dihentikan.
Bila bayi di bawah usia 18 bulan terpajan
HIV (menunjukkan hasil tes antibodi yang
reaktif) mengalami tanda atau gejala yang
mungkin disebabkan oleh HIV, dan tes viral
load tidak mungkin dilakukan, dokter boleh
mengambil diagnosis presumptif terinfeksi
HIV agar bayi tersebut dapat segera mulai
ART.
Garis Dasar
y Hasil tes antibodi HIV yang reaktif pada
anak berusia 18 bulan ke atas berarti anak
terinfeksi HIV
y Hasil tes antibodi HIV yang reaktif pada
anak di bawah usia 18 bulan tidak
membantu membedakan anak terinfeksi
HIV dari anak yang tidak terinfeksi
y Hasil tes antibodi HIV yang non-reaktif
enam minggu atau lebih setelah penyusuan dihentikan, atau kapan saja pada
anak yang tidak disusui berarti anak
tersebut tidak terinfeksi HIV
y Kebanyakan anak yang tidak terinfeksi
HIV akan menunjukkan hasil tes antibodi
non-reaktif (membuktikan tidak terinfeksi
HIV) pada usia 9-12 bulan
y Hasil tes antibodi HIV yang non-reaktif
pada anak yang masih disusui atau dengan
penyusuan baru saja dihentikan tidak
cukup untuk mengesampingkan infeksi
HIV. Tes harus diulang sedikitnya enam
minggu setelah penyusuan dihentikan
y Hasil tes PCR HIV yang positif dan langsung dikonfirmasi dengan tes ulang pada
anak berusia 4-6 minggu atau lebih berarti
anak tersebut terinfeksi HIV
y Hasil tes PCR HIV yang negatif pada anak
belum berusia enam minggu tidak memastikan bahwa anak tidak terinfeksi HIV
y Anak dengan hasil tes PCR HIV yang
negatif dan mengembangkan gejala
penyakit terkait HIV sebaiknya dites PCR
HIV ulang
y Dokter boleh mengambil diagnosis
presumptif terinfeksi HIV pada bayi
terpajan HIV (hasil tes antibodi reaktif)
dengan gejala yang memberi kesan terkait
HIV, agar bayi dapat segera mulai ART
Diperbarui 16 Juli 2014 berdasarkan Pedoman
Tatalaksana Infeksi HIV dan ART Pada Anak,
Depkes RI 2008 dan Pedoman WHO 2013-2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 616
ORANG LANSIA DAN HIV
Berapa Orang Lansia Terinfeksi
HIV?
Menurut laporan dari Kementerian
Kesehatan lebih dari 4% orang yang
diketahui AIDS di Indonesia berusia 50
tahun ke atas. Namun kemungkinan
jumlahnya lebih besar; di Indonesia
jumlah orang lanjut usia yang dilaporkan
dengan AIDS meningkat dari 82 (2,3%
jumlah laporan AIDS) pada 2006 menjadi 406 (6,5%) pada 2013.
Jumlah orang lanjut usia (lansia)
dengan AIDS terus meningkat. Ada tiga
jenis orang lansia dengan HIV: orang
yang sudah lama hidup dengan HIV;
orang terinfeksi HIV yang baru saja
mengetahui status HIV-nya; dan orang
yang baru terinfeksi waktu sudah lansia.
Kurang lebih separuh orang lansia
dengan HIV terinfeksi satu tahun atau
kurang sebelumnya.
Banyak orang menganggap usia 50
tahun belum ‘tua’. Namun usia 50 tahun
dipakai untuk statistik mengenai orang
lansia dengan HIV dan AIDS.
Mengapa Orang Lansia Tertular?
Ada beberapa alasan:
y Orang lansia jarang dites untuk HIV
y Orang lansia mungkin kurang sadar
mengenai faktor risiko tertular HIV
(lihat Lembaran Informasi (LI) 152)
y Banyak orang lansia baru ‘bujang’ lagi
karena cerai atau menjanda. Waktu
mereka berpasangan kembali, mereka
tidak memperhatikan pesan pencegahan
y Orang lansia jarang dianggap ‘kelompok berisiko’, sehingga tidak menjadi
sasaran untuk penyuluhan
y Banyak orang lansia beranggapan
bahwa ‘AIDS hanya penyakit orang
muda’
y Pelatihan mengenai cara berhubungan
seks lebih aman jarang disediakan
untuk orang lansia
y Penggunaan jarum suntik bergantian
(lebih dari 16% kasus yang dilaporkan
di AS, tetapi di bawah 2% di Indonesia)
y Hubungan seks yang tidak aman, baik
heteroseks maupun homoseks. Dalam
era Viagra dan obat lain untuk membantu laki-laki mendapat ereksi, orang
lansia mungkin mulai berhubungan
seks lagi setelah beberapa tahun puasa
y Dokter mungkin tidak mendiagnosis
infeksi HIV pada orang lansia. Beberapa gejala awal mungkin dianggap
disebabkan oleh penuaan
y Stigma terkait HIV lebih buruk untuk
orang lansia. Akibat ini, mungkin
mereka tidak siap mengungkapkan
infeksinya pada keluarga dan teman
Apakah Penyakit HIV Berbeda
untuk Orang Lansia?
Penelitian pertama tentang HIV pada
orang lansia dilakukan sebelum terapi
antiretroviral (ART) tersedia. Sebagian
besar penelitian tersebut menunjukkan
bahwa orang lansia menjadi sakit dan
meninggal lebih cepat dibandingkan
dengan orang yang lebih muda. Hal ini
diperkirakan disebabkan sistem kekebalan tubuh yang lebih lemah pada orang
lansia. Lagi pula, orang lansia biasanya
mempunyai masalah kesehatan selain
HIV.
Penelitian lebih baru menunjukkan
bahwa orang lansia menanggapi ART
dengan baik. Kebanyakan orang lansia
lebih patuh pada pengobatan (LI 405),
asal mereka tidak mempunyai masalah
jiwa atau memakai narkoba.
Apakah ART Sama Efektif pada
Orang Lansia?
Setelah mulai ART, jumlah CD4
(LI 124) tidak meningkat sama cepat
dengan Odha yang lebih muda. Sayangnya, belum ada informasi yang baik
tentang orang lansia karena mereka
jarang dilibatkan pada uji coba klinis
terhadap obat baru.
Efek samping obat (LI 550) tampaknya
tidak lebih sering pada orang lansia.
Namun perubahan disebabkan oleh
penuaan dapat serupa dengan atau
memburukkan efek samping obat. Misalnya, usia lebih tua adalah faktor risiko
utama untuk penyakit jantung (LI 652),
dan untuk lebih banyak lemak pada perut.
Beberapa orang lansia HIV-negatif
menghilangkan lemak yang kelihatan
serupa dengan perubahan diakibatkan
oleh lipodistrofi (lihat LI 553).
Penelitian baru memberi kesan bahwa
banyak masalah kesehatan yang dialami
oleh orang lansia berlanjut lebih cepat
pada Odha. Peradangan (LI 484) adalah
faktor utama dalam beberapa penyakit
terkait penuaan.
Apakah Ada Masalah Kesehatan
Lain yang Umum?
Sebagaimana kita semakin tua, kita
mengalami masalah kesehatan yang
meneruskan untuk sisa kehidupan.
Masalah ini termasuk penyakit jantung,
depresi (LI 558), osteoporosis (LI 557),
darah tinggi, masalah ginjal (LI 651),
artritis, diabetes, penyakit Alzheimer dan
beberapa macam kanker.
Orang lansia sering harus meminum
berbagai macam obat untuk menghadapi
masalah kesehatannya. Hal ini dapat
membuat pilihan ARV semakin rumit
karena interaksinya dengan obat lain.
Masalah Kejiwaan
Orang lansia mungkin mengalami lebih
banyak masalah dengan pikiran dan
ingatan dibandingkan orang lebih muda.
Gejala ini dapat serupa dengan masalah
kejiwaan terkait HIV. LI 504 memberi
informasi lanjutan mengenai masalah
sistem saraf terkait HIV.
Masalah ini, yang kadang kala disebut
sebagai demensia, sekarang kurang berat
dibandingkan dengan masa sebelum ada
ART. Adalah sulit untuk menentukan
penyebab masalah kejiwaan pada orang
lansia dengan HIV. Apakah disebabkan
oleh penuaan normal atau HIV? Penelitian sudah mengaitkan usia dan viral
load (LI 125) yang lebih tinggi dengan
masalah kejiwaan.
Angka depresi dan penggunaan narkoba belum diteliti dengan baik pada
orang lansia. Namun masalah ini dapat
terkait dengan HIV, penuaan, atau duaduanya. Masalah ini harus didiagnosis
dan diobati secara benar.
Garis Dasar
Jumlah orang berusia di atas 50 tahun
dengan HIV atau AIDS semakin meningkat.
Orang lansia tertular HIV dengan cara
yang sama dengan orang lebih muda.
Namun mungkin mereka tidak sadar akan
risikonya terhadap infeksi HIV. Mereka
mungkin juga belum tahu cara melindungi dirinya dari infeksi.
Orang lansia menghadapi masalah
kesehatan lain. Hal ini dapat menyulitkan
pilihan ARV. Gejala penyakit ini juga
dapat disalahartikan sebagai efek samping obat.
ART sama efektif pada orang lansia,
walau jumlah CD4 mungkin akan meningkat lebih perlahan. Orang lansia
mungkin lebih patuh pada terapinya
dibandingkan orang yang lebih muda.
Diperbarui 1 Oktober 2014 berdasarkan FS 616
The AIDS InfoNet 10 Agustus 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 617
MEMPEROLEH KETURUNAN
Apakah Kita Bisa Mempunyai
Keturunan?
Itu pertanyaan yang paling sering ditanyakan baik oleh laki-laki maupun oleh
perempuan terinfeksi HIV. Pasti muncul
ketakutan pada Odha bahwa ia akan menulari pasangannya, jika pasangannya belum
terinfeksi. Dan kedua pasangan juga cemas
bayinya akan ikut terinfeksi HIV.
Lembaran Informasi (LI) ini akan membahas cara mengurangi kemungkinan pasangan kita tertular waktu berhubungan seks
dengan tujuan memperoleh keturunan. Lihat
LI 611 untuk informasi tentang mengurangi
risiko bayi terinfeksi HIV waktu lahir, atau
tertular melalui menyusui.
Hak Memperoleh Keturunan
Dahulu, kita sering kali mendengar pendapat bahwa Odha sebaiknya tidak kawin atau
memperoleh keturunan. Namun Odha mempunyai hak yang sama dengan orang lain
dalam hal ini. Jelas ada beberapa faktor lain
yang harus dipertimbangkan. Keputusan
memperoleh anak sebaiknya dibahas bersama
pasangan. Disarankan pembahasan ini
dilakukan dengan bantuan konselor yang
terlatih. Tetapi, pada akhirnya, keputusan
merupakan hak kita bersama pasangan. Untuk
mengambil keputusan terbaik, kita harus
mempunyai informasi yang benar.
Jadi, apa faktanya? Pertama, bagaimana kita
yang terinfeksi HIV dapat menghindari
menulari pasangan kita? Biasanya, kita
didesak memakai kondom waktu berhubungan seks jika kita dan/atau pasangan kita
terinfeksi HIV. Tetapi ini menjadi dilema:
kondom juga mencegah kehamilan, sementara berhubungan seks tanpa kondom menimbulkan risiko penularan.
Jika pasangan perempuan yang sudah terinfeksi, pasangan laki-laki dapat menghindari
infeksi dengan memakai cara sederhana. Air
mani dapat dikeluarkan melalui onani, lalu
disemprotkan ke dalam vagina pasangannya
(cara ini memang teramat tidak mesra!).
Jika pasangan laki-laki yang terinfeksi HIV,
belum ada cara yang terjamin 100% menghindari penularan. Proses yang disebut
“sperm-washing” atau “cuci sperma” saat ini
tersedia di beberapa rumah sakit di Jakarta.
Sperma dipisahkan dari virus, lalu sisa yang
bersih dimasukkan ke dalam vagina perempuan. Risiko terinfeksi HIV melalui cara ini
sangat amat rendah. Sayang, proses ini sangat
mahal, dan mungkin harus diulang beberapa
kali sebelum berhasil, dengan jelas meningkatkan biaya.
Risiko Penularan
Sebelum kita membahas pilihan, kita harus
ingat bahwa risiko tertular dari satu kali ber-
hubungan seks sebetulnya cukup rendah.
Kemungkinan penularan dari laki-laki yang
terinfeksi kepada perempuan melalui hubungan seks umumnya dianggap kurang lebih
satu dari 500. Jika ada infeksi menular seksual
(IMS) pada salah satu atau kedua pihak, ini
akan meningkatkan risiko. Juga risiko akan
lebih besar kalau berhubungan seks secara
kasar atau lama sehingga kulit kelamin
terluka.
Semakin banyak pakar beranggapan bahwa,
jika laki-laki yang terinfeksi memakai terapi
antiretroviral (ART – lihat LI 403) selama
lebih dari enam bulan, sehingga viral loadnya
di bawah tingkat terdeteksi, dan dia memakai
ART dengan kepatuhan 100%, kemungkinan
penularan juga sangat amat rendah, hampir
nol, walaupun tidak dapat dijamin benarbenar nol.
Profilaksis Prapajanan (PrPP)
Sekarang beberapa dokter mengusulkan
perempuan yang tidak terinfeksi HIV agar
memakai dua jenis antiretroviral (ARV)
tertentu beberapa jam sebelum dan/atau
sesudah berhubungan seks tanpa kondom
dengan pasangan laki-laki yang terinfeksi
HIV. Hal ini disebut profilaksis prapajanan
(PrPP). PrPP dapat lebih mengurangi risiko,
dan mungkin juga membuat kedua pasangan
lebih nyaman sehingga hubungannya dapat
berlanjut lebih lancar. PrPP belum disetujui
di Indonesia, tetapi mungkin ada manfaat
membahas dulu dengan dokter. Lihat LI 160
untuk informasi lebih lanjut mengenai PrPP.
Pilihan Praktis
Ini menunjukkan sebagian penyelesaian.
Waktu berusaha menghamili pasangan, kedua
pasangan harus memastikan terlebih dahulu
bahwa tidak satu pun dari keduanya yang
sedang terkena IMS. Dan seringnya berhubungan seks tanpa kondom harus dibatasi
menjadi sesedikit mungkin. Tambahan,
sebaiknya saat berhubungan seks, hubungan
ini dilakukan secara halus dengan memakai
banyak pelicin – jenis pelicin tidak penting
karena tidak ada kondom yang dapat dirusakkan. Juga, sekali lagi ditegaskan bahwa
sebaiknya laki-laki memeriksa viral loadnya
(lihat LI 125): jika ini tinggi, pertimbangkan
mulai memakai ART sebelum berupaya
menghamili pasangan.
Sebaiknya kedua pihak diperiksa dokter
kandungan (ginekolog) untuk memastikan
dua-duanya cukup subur. Jika ada masalah
dengan kesuburan, ada kemungkinan harus
berhubungan seks lebih sering sebelum berhasil, bahkan mustahil. Karenanya, masalah
kesuburan sebaiknya ditangani sebelum
mencoba menjadi hamil. Dan ingat bahwa
mengisap ganja berdampak buruk pada
kesuburan laki-laki.
Jadwalkan Hubungan Seks di Masa
Subur
Hanya ada sedikit hari selama siklus haid
waktu seorang perempuan dapat menjadi
hamil. Ada cara untuk meramalkan hari
tersebut. Sebaiknya pasangan merencanakan
hubungan seks tanpa kondom pada saat itu
saja. Setelah itu, mereka sebaiknya menunggu
hasilnya. Jika tidak berhasil, coba sekali lagi
beberapa bulan berikut. Jika dua kali tidak
berhasil, sebaiknya periksa ulang ke dokter
kandungan.
Jelas semua ini tidak melenyapkan semua
risiko perempuan tertular dari pasangannya
yang terinfeksi HIV. Namun kemungkinan
terinfeksi dapat lebih ditekan.
Pengambilan Keputusan
Adalah penting agar kedua pihak membahas
semua masalah seputar hal ini, dan mengambil keputusan bersama, mungkin dibantu
oleh seorang konselor yang terlatih dan
memahami semua informasi terkait. Keduanya perlu memahami risiko dan kesempatan
yang ada. Membahas hal ini bersama-sama
diharapkan dapat menghindari saling tuduh
di belakang hari.
Garis Dasar
Memperoleh keturunan adalah hak kita
semua. Menjadi terinfeksi HIV tidak mengubah atau menghapus hak ini. Sama seperti
orang lainnya, keputusan mempunyai anak
sebaiknya merupakan keputusan bersama
suami-istri.
Jika hanya satu dari kedua pihak yang
terinfeksi HIV, muncul kemungkinan pihak
kedua dapat tertular melalui hubungan seks
tanpa kondom – cara yang dibutuhkan untuk
menghamili. Jika perempuan yang terinfeksi,
penularan pada laki-laki dapat dihindari
dengan menyemprotkan air maninya ke dalam
vagina perempuan.
Jika laki-laki yang terinfeksi, masalahnya akan
lebih rumit. Mereka harus memastikan terlebih
dahulu bahwa keduanya subur, dan juga
memastikan bahwa tidak satu pun mengidap
infeksi menular seksual. Hubungan seks tanpa
kondom perlu dilakukan sesedikit mungkin dan
hanya pada masa paling subur pasangan perempuan. Berhubungan seks dengan cara yang paling
halus untuk menghindari luka pada perempuan.
Jika mungkin, viral load laki-laki dites dulu; jika
tinggi, pertimbangkan penggunaan ART untuk
menguranginya. Dan juga ada manfaat bila
perempuan memakai ARV sebelum dan/atau
sesudah berhubungan seks.
Untuk informasi lebih lanjut, minta buku
kecil Spiritia “HIV, Kehamilan dan Kesehatan
Perempuan”, yang tersedia gratis dari alamat
di bawah.
Diperbarui 6 Maret 2014 berdasarkan beberapa
sumber
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 618
PENGOBATAN HIV UNTUK ANAK
Pengobatan Apa yang Dibutuhkan
oleh Anak Terinfeksi HIV?
Seperti orang dewasa, anak terinfeksi HIV
dapat mengembangkan penyakit HIV yang
berat. Kelanjutan penyakit bisa lebih cepat
pada anak – lihat Lembaran Informasi (LI)
612. Namun seperti juga orang dewasa,
anak dapat diobati, baik dengan terapi antiretroviral (ART, lihat LI 619) atau untuk
infeksi oportunistik (IO, LI 500). Dan pada
akhirnya, perawatan dan pengobatan
paliatif harus diberikan pada anak agar
mereka tidak terlalu menderita rasa sakit,
dan untuk memberi kenyamanan pada orang
tua dan keluarga lain.
Cara terbaik untuk mencegah atau
mengobati IO adalah dengan ART. Seharusnya ART terjangkau dengan subsidi
penuh oleh semua anak di Indonesia yang
membutuhkannya. Namun jika terapi ini
tidak dapat diperoleh, masih ada banyak
upaya yang dapat dilakukan untuk memperpanjang hidup anak dengan HIV, maupun
meningkatkan mutu hidupnya.
Pemeriksaan oleh Dokter
Anak yang dilahirkan oleh ibu yang
terinfeksi HIV sebaiknya diperiksa dokter
setiap bulan sampai usia tiga bulan,
kemudian pada usia enam bulan, dan selanjutnya setiap enam bulan. Pada kunjungan
ini, dokter harus memantau keadaan, dan
mengobati gejala yang muncul. Penting juga
untuk menilai keadaan gizinya pada kunjungan ini.
Di luar jadwal ini, orang tua/pengasuh
anak juga dianjurkan untuk membawa anak
ke dokter bila sakit.
Pengobatan Penunjang
Kekurangan vitamin A adalah umum pada
anak dengan HIV, dan ini meningkatkan
kemungkinan akan muncul infeksi. Dosis
tunggal suplemen vitamin A diusulkan
setiap enam bulan.
Jika mungkin ada kekurangan zat besi
atau asam folat (yang dapat menyebabkan
anemia), beri suplemen yang mengandung
zat tersebut.
Infeksi Oportunistik
Sebaiknya diberi obat untuk mencegah
PCP (lihat LI 512) pada semua anak yang
dilahirkan oleh ibu terinfeksi HIV, dari usia
enam minggu (lihat LI 950 untuk informasi
lebih lanjut mengenai profilaksis kotri untuk
bayi dan anak). Jika ternyata anak tidak
terinfeksi, pencegahan tersebut dapat
dihentikan. Obat ini juga akan mencegah
infeksi tokso (lihat LI 517) dan beberapa
infeksi lain.
Berdasarkan pedoman TB di Indonesia,
semua anak (terutama yang di bawah usia
dua tahun) yang berhubungan dengan
pasien TB aktif, dan mereka yang menun-
jukkan tanggapan pada tes kulit TB,
sebaiknya diberi obat pencegahan untuk
TB, kecuali jika didiagnosis TB aktif.
Anak-anak sering mengalami kesulitan
memakai banyak obat. Takaran harus
disesuaikan dengan berat badan anak. Obat
sebaiknya ditelan jika mungkin, dan anak
diberi pilihan antara tablet utuh atau yang
dapat dicampur dalam air atau ASI, dibuat
puyer, atau sirop.
Perawatan Paliatif
Perawatan paliatif adalah perawatan
penunjang untuk meningkatkan mutu hidup,
meringankan penderitaan penyakit, dan
juga harus disediakan pada tahap yang tidak
dapat disembuhkan. Perawatan tersebut
mungkin dibutuhkan dari masa bayi dan
untuk bertahun-tahun untuk beberapa anak,
sementara yang lain baru memerlukannya
setelah mereka lebih tua, dan untuk jangka
waktu yang singkat.
Sebagian besar anak dengan penyakit
berat dirawat di rumah. Orang tuanya
adalah bagian dari tim perawatan serta
anggota keluarga yang membutuhkan
dukungan. Sebagai perawat primer anak,
mereka harus terlibat dalam tim perawatan
– diberi informasi, kesempatan untuk membahas rencana pengobatan, keterampilan
yang dibutuhkan, dan diyakinkan bahwa
nasihat dan dukungan tersedia 24 jam.
Akhirnya, mereka harus diberi kesempatan
untuk berduka cita atas kehilangan anak
yang meninggal dunia.
Pengobatan Rasa Nyeri (Sakit)
WHO menyusun strategi pengobatan
bertahap dengan tiga langkah untuk orang
dewasa dengan rasa nyeri yang berat, yang
disebut ‘jenjang analgesik’ (lihat LI 560).
Namun WHO mengubah jenjang ini untuk
anak kecil, dengan diusulkan hanya dua
langkah. Langkah pertama pada jenjang
tersebut meliputi pengobatan dengan
parasetamol dan NSAID (mis. ibuprofen).
Langkah kedua, dengan nyeri sedang atau
berat, memberikan opioid sedang atau berat,
biasanya morfin. Sayang, sebagian besar
dokter belum berpengalaman meresepkan
morfin untuk anak, dan sering terlalu
berhati-hati. Dengan pengobatan yang
sesuai, rasa nyeri yang berat hampir selalu
dapat ditangani, dan seharusnya tidak ada
pasien yang terlalu menderita akibat rasa
nyeri.
Anak kecil sering tidak dapat langsung
menunjukkan tingkat rasa sakitnya. Ada
gambar yang dapat dipakai untuk menilai
tingkat rasa nyeri pada anak; gambar ini bisa
diminta dari dokter anak.
terlanjur terinfeksi HIV, tidak ada alasan
untuk tidak menyusui, dan tidak ada alasan
untuk berhenti penyusuan setelah enam
bulan. Kalau ibu mengalami kesulitan
dalam menyediakan ASI, sebaiknya konsultasi dengan ahli laktasi.
Jika ada kesulitan memberi makanan pada
anaknya, banyak orang tua merasa sangat
bingung, sehingga mungkin mereka merasa
tidak berhasil sebagai orang tua. Menghisap
dan memakan adalah bagian dari perkembangan anak, dan memberi kenyamanan,
kebahagiaan, dan perangsang. Masalah ini
harus dipertimbangkan bersama dengan
masalah medis dan praktis si anak terkait
dengan makanan.
Masalah makanan sering dipersulit oleh
rasa mual dan muntah. Obat yang dipakai
untuk menghadapi masalah ini pada orang
dewasa juga sering dapat dipakai oleh anak.
Dukungan untuk Keluarga
Keluarga membutuhkan dukungan mulai
saat anaknya didiagnosis dan selama pengobatan, bukan hanya pada waktu penyakit
sangat lanjut. Setiap keluarga adalah
berbeda, dengan kekuatan dan keterampilan
untuk menangani yang berbeda. Kebutuhan
kakak-adik dan nenek-kakek juga harus
diperhatikan. Harus dipertimbangkan ketersediaan kelompok dukungan sebaya untuk
keluarga yang mengasuh anak dengan HIV.
Umumnya, sedikitnya ibu dari anak
terinfeksi HIV juga terinfeksi sendiri. Oleh
karena itu, orang tua sering membutuhkan
dukungan dan bantuan tambahan, apa lagi
bila mereka merasa salah karena anaknya
harus menderita penyakit berat ini.
Garis Dasar
Anak dengan HIV perlu pengobatan
seperti orang dewasa. Sebagian besar
pengobatan orang dewasa cocok untuk
anak, walaupun belum ada banyak penelitian mengenai efek samping atau takaran.
Jelas takarannya harus diubah sesuai
dengan berat badan, dan oleh karena itu
takaran mungkin harus disesuaikan setiap
beberapa bulan.
Anak yang terinfeksi HIV sebaiknya
diobati oleh dokter spesialis anak yang
berpengalaman menatalaksana HIV, dan
diperiksa dokter secara berkala.
Seperti dengan orang dewasa, tidak ada
alasan anak harus menderita rasa nyeri yang
berlebihan. Anak dapat diberikan obat
penawar nyeri, sampai dengan morfin.
Keluarga anak dengan AIDS membutuhkan banyak dukungan, apa lagi jika orang
tuanya sendiri terinfeksi HIV.
Makanan
Makanan terbaik untuk bayi terinfeksi
HIV adalah air susu ibu (ASI). Bila bayi
Diperbarui 16 Juli 2014 berdasarkan beberapa
sumber
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 619
TERAPI ANTIRETROVIRAL UNTUK ANAK
Apakah Terapi Antiretroviral
untuk Anak?
Pada beberapa tahun terakhir ini, terapi
dengan kombinasi tiga obat antiretroviral
(ARV) sangat berpengaruh pada hidup
orang yang dengan HIV – lihat Lembaran
Informasi (LI) 403. Namun obat ini masih
rumit, dan efek sampingnya dapat sulit
ditahan. Lagi pula, kepatuhan pada jadwal
pengobatan sangat penting, agar virus tidak
menjadi kebal atau resistan terhadap obat
(lihat LI 126). Sekarang terapi ARV (ART)
ini dapat dipakai dengan tujuan yang sama
untuk anak yang terinfeksi HIV.
Apa Perbedaan Anak dan
Dewasa?
Sistem kekebalan tubuh anak masih berkembang. Anak menanggapi infeksi HIV
secara berbeda. Jumlah CD4 (lihat LI 124)
anak terinfeksi HIV lebih tinggi dibandingkan orang dewasa, dan cenderung
menurun hingga usia 4-5 tahun. Persentase
CD4 (CD4%) lebih stabil dan umumnya
ukuran ini dipakai untuk mengukur
kesehatan sistem kekebalan anak di bawah
lima tahun (balita).
Viral load (LI 125) bayi juga biasanya
lebih tinggi, dan menurun hingga usia 4-5
tahun, kemudian menjadi stabil.
Anak balita mempunyai lebih banyak
lemak dan air dalam tubuhnya. Hal ini
berpengaruh pada tingkat obat yang masuk
ke aliran darahnya. Metabolisme balita
juga sangat cepat, kemudian jadi semakin
pelan sebagaimana anak menjadi semakin
tua.
Hati kita menguraikan obat dan mengeluarkannya dari tubuh kita. Hati hanya
berfungsi secara penuh setelah beberapa
tahun. Selama waktu perubahan ini, tingkat
obat dalam aliran darah anak bisa berubah
secara bermakna. Banyak obat mempunyai
pedoman khusus untuk anak.
Penelitian terhadap Anak
Sebetulnya, hanya ada sedikit penelitian
mengenai HIV pada anak. Jadi sebagian
besar usulan dan pedoman tentang penatalaksanaan HIV pada anak berdasarkan
penelitian pada orang dewasa.
ART untuk Anak
Sama seperti untuk orang dewasa, ART
sudah sangat berpengaruh pada harapan
dan mutu hidup anak. Berkat ART, anak
yang lahir dengan HIV sekarang dapat
berharap akan bertahan hidup sama seperti
anak yang tidak terinfeksi HIV. Di negara
maju, angka kematian anak dengan HIV
sudah turun serupa dengan orang dewasa.
Anak yang terinfeksi HIV sebaiknya
diobati oleh dokter spesialis anak yang
berpengalaman menatalaksana HIV.
Anak juga menanggapi ARV secara
berbeda. Anak mengalami peningkatan
lebih besar pada jumlah CD4, dan sel CD4nya lebih beraneka ragam. Tampaknya
tanggapan kekebalan anak menjadi lebih
pulih dibandingkan orang dewasa.
Karena ARV jarang diuji coba pada anak,
takaran yang terbaik kadang belum jelas.
Takaran obat untuk anak umumnya ditentukan berdasarkan berat badan. Namun,
kadang kala takaran ditentukan berdasarkan luasnya permukaan tubuh; rumusan ini
melibatkan tinggi dan berat badan. Kadang
juga, takaran ditentukan berdasarkan
perkembangan anak (Tanner stage).
Seperti dibahas di atas, ada beberapa faktor
yang berpengaruh pada tingkat obat dalam
aliran darah anak. Takaran obat harus
diubah-ubah terus-menerus sebagaimana
anak berkembang.
Beberapa ARV disediakan dalam bentuk
bubuk atau sirop. Semakin banyak ARV
(termasuk kombinasi) mulai tersedia
dengan pil versi pediatrik, dengan kandungan masing-masing obat cocok untuk
dipakai oleh anak kecil. Sekarang sebagian
besar obat ARV lini pertama tersedia
dengan bentuk tablet ‘dispersible’ (dapat
dicampur dalam 5-10ml air atau ASI).
Beberapa pil dewasa dapat dibuat puyer
dan dimasukkan pada makanan atau minuman. Beberapa klinik mendidik anak
agar bisa menelan pil. Anak yang dapat
menelan pil mempunyai lebih banyak
pilihan.
Walau para dokter kadang mencoba
memotong tablet dewasa sesuai dengan
takaran anak, hal ini dapat menghasilkan
takaran yang terlalu rendah. Unsur aktif
obat mungkin tidak disebarkan secara rata
dalam tablet – keadaan ini sering terjadi
pada obat kombinasi tetap, mis. Duviral
(kombinasi AZT dan 3TC dalam satu
tablet). Perhatikan bahwa berdasarkan
etiket, tablet Aluvia (LPV/r) tidak boleh
dipotong atau dibuat puyer.
Beberapa ARV belum disetujui untuk
dipakai oleh bayi atau anak. Lihat lembaran
informasi untuk masing-masing ARV.
Efek Samping ART pada Anak
Anak pengguna ART cenderung mengalami efek samping serupa dengan orang
dewasa – lihat LI 550. Cara menangani
juga serupa.
Tulang anak berkembang cepat pada tahun-tahun awal hidup kita. ART tam-
paknya melemahkan tulang pada orang
dewasa. Masalah ini lebih besar buat anak,
karena tulangnya masih berkembang. Lihat
LI 557 untuk informasi lebih lanjut
mengenai masalah tulang terkait HIV.
Kapan Sebaiknya Mulai ART?
Penyakit terkait HIV muncul jauh lebih
cepat pada anak yang tidak diobati
dibandingkan dengan orang dewasa. Tanpa
pengobatan, sampai 50% anak meninggal
dunia atau mengembangkan AIDS dalam
dua tahun pertama usianya.
Oleh karena itu, menurut WHO semua
anak terinfeksi HIV di bawah usia 24 bulan
harus segera mulai ART, tidak memandang
jumlah CD4 atau CD4%-nya. Anak berusia
2-5 tahun juga sebaiknya diberi ART,
dengan prioritas untuk mereka dengan
penyakit HIV stadium 3 (gejala sedang)
atau 4 (gejala berat), atau dengan CD4%
≤25%. Kriteria ini belum tercermin dalam
pedoman ART di Indonesia.
Anak dan Kepatuhan
Kepatuhan (lihat LI 405) adalah tantangan besar untuk anak. Baik anak dan
orang tua mungkin membutuhkan lebih
banyak dukungan. Banyak anak tidak
mengerti mengapa mereka harus mengalami efek samping obat.
Sering kali orang tuanya juga terinfeksi
HIV. Mereka sendiri mungkin menghadapi
masalah dengan kepatuhan. Anaknya
mungkin memakai obat berbeda, mungkin
juga dengan jadwal yang berbeda. Banyak
ARV rasanya kurang enak atau mempunyai
susunan (tekstur) yang aneh. Selang
makanan yang langsung ke perut mungkin
diperlukan jika seorang balita enggan
menelan obatnya.
Garis Dasar
ART sangat efektif untuk mencegah
penyakit terkait HIV dan kematian pada
anak. Namun ART untuk anak yang
terinfeksi HIV adalah rumit. Takaran yang
cocok belum jelas. Anak mungkin mengalami kesulitan untuk menelan obat dan
memakai setiap dosis sesuai dengan
jadwal.
Seperti pada orang dewasa, kepatuhan
pada jadwal pengobatan sangat penting
agar virus tidak menjadi resistan terhadap
obat. Namun ini mungkin masalah yang
lebih sulit untuk anak, yang mungkin
enggan memakai obat.
Anak yang HIV-positif sebaiknya diobati
oleh dokter spesialis anak yang berpengalaman menangani HIV.
Diperbarui 16 Juli 2014 berdasarkan FS 612 The
AIDS InfoNet 29 April 2014 dan beberapa sumber
lain
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 620
MASALAH KULIT
Apa Penyebab Masalah Kulit?
Ada tiga penyebab utama masalah kulit:
infeksi kulit yang dialami oleh Odha, efek
samping obat, dan efek HIV sendiri. Beberapa
masalah kulit dapat sangat berat, bahkan gawat,
jadi kita sebaiknya segera periksa ke dokter jika
kita mengalami ruam, lesi (luka atau radang)
pada kulit, atau masalah kulit lain.
Masalah kulit sangat umum pada orang
yang tidak terinfeksi HIV, terutama di daerah
tropis seperti Indonesia. Penyebab umum
untuk masalah kulit termasuk alergi, reaksi
pada bahan yang mengganggu kulit (mis.
bahan kimia atau pun sabun/detergen yang
keras), dan infeksi umum. Kita sebaiknya
tidak ambil asumsi bahwa masalah kulit yang
kita alami ada kaitan dengan HIV atau efek
samping obat antiretroviral (ARV).
Pengaruh Infeksi HIV pada Kulit
Beberapa minggu setelah kita terinfeksi
HIV, kita mungkin mengalami gejala serupa
dengan flu. Ini disebut infeksi HIV primer
(lihat Lembaran Informasi (LI) 103). Gejala
ini dapat termasuk ruam yang berwarna
merah dan yang tidak menimbulkan gatal.
Gejala ini biasanya berlangsung 2-3 minggu,
dan pulih sendiri tanpa obat.
Pada infeksi lanjutan, sistem kekebalan
tubuh kita menjadi rusak, dan ini dapat
menyebabkan kulit merah dan gatal-gatal.
Masalah ini dapat diobati dengan krim steroid
atau obat antihistamin.
Bila kita mulai memakai terapi antiretroviral (ART), sistem kekebalan tubuh
mulai pulih. Kadang kala pemulihan ini bisa
menyebabkan masalah kulit, misalnya akne
(jerawat) dan folikulitis (benjolan pada akar
rambut). Sebetulnya ini tanda baik, yang
menunjukkan bahwa kekebalan kita mulai
pulih kembali – lihat LI 483.
Dermatitis
Masalah hati yang paling umum disebut
sebagai dermatitis atau eksem. Penyakit ini
adalah peradangan hebat yang menyebabkan
pembentukan lepuh atau gelembung kecil
pada kulit hingga akhirnya pecah dan
mengeluarkan cairan. Dermatitis dapat
disebabkan oleh berbagai alasan dan penyakit ini dapat diobati dengan obat antihistamin.
Untuk meringankan masalah kulit kering apa
pun, hindari mandi lama dan penggunaan
sabun yang keras atau produk lain yang dapat
mengganggu kulit.
Dermatitis seboroika (radang pada kelenjar lemak kulit) sering terjadi pada bagian
tubuh yang berbulu, dan kelihatan seperti
ketombe berwarna agak kuning. Penyakit ini
umum terkait HIV tahap bergejala; sampai
80% Odha dengan penyakit HIV lanjut
mengalaminya. Dermatitis dapat diobati
dengan olesan steroid, atau krim atau tablet
antijamur. Beberapa masalah pada jangat
(kulit) kepala diobati dengan sampo (pencuci
rambut) antiketombe atau antijamur. Madu
yang dilarutkan 90% dengan air hangat juga
dapat berguna untuk mengobati dermatitis
seboroika dan ketombe.
Masalah Kulit karena Infeksi
Infeksi kulit biasanya dibagi menjadi tiga
golongan: infeksi disebabkan oleh bakteri,
jamur atau virus.
Tinea adalah infeksi jamur yang menyebabkan kulit merah yang mengeripik dan
daerah yang putih dan lembab. Tinea diobati
dengan krim antijamur. Minyak pohon teh
(tea tree oil) mungkin juga efektif. Jagalah
agar kulit tetap kering dan menghindari
bahan yang dapat menimbulkan gatal,
misalnya deodorant (pembasmi bau badan).
Folikulitis adalah infeksi kulit, kemungkinan disebabkan oleh ragi, yang dapat
diobati dengan obat antijamur.
Impetigo adalah infeksi bakteri pada kulit,
dengan luka berlapis keras berwarna merahkuning. Impetigo juga dapat menularkan akar
rambut, dengan menyebabkan bisul dan
abses. Penyakit ini diobati dengan antibiotik.
Jerawat yang kecil seperti mutiara dapat
disebabkan oleh moluskum (lihat LI 511), atau
oleh infeksi jamur misalnya kriptokokus (lihat
LI 503). Moluskum dapat menyebar secara
sangat cepat dan seharusnya segera diobati.
Kutil, terutama kutil pada alat kelamin atau
dubur yang disebabkan oleh HPV (LI 507)
sering dialami oleh Odha.
Psoriasis dan kudis juga dapat menyebabkan masalah kulit untuk Odha, seperti
juga beberapa penyakit terkait HIV, misalnya
herpes (LI 514), sarkoma Kaposi (LI 508),
histoplasmosis (LI 527), MAC (LI 510), dan
TB (LI 515).
Efek Samping Obat
Odha sering mengalami efek samping obat
yang berpengaruh pada kulit, misalnya ruam.
Sebagian besar ringan dan pengobatan dapat
dilanjutkan. ARV golongan NNRTI dapat
menyebabkan ruam baru setelah kita mulai
memakai obat – nevirapine pada 20-30%
penggunanya, dan efavirenz pada 5%. Ruam
ini biasanya ringan (gatal-gatal) dan hilang
setelah tubuh kita membiasakan diri pada obat.
Namun masalah dapat menjadi gawat, sampai
ke sindrom Stevens-Johnson (LI 562).
Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya efek samping, beberapa obat dapat
dimulai dengan dosis lebih rendah. Misalnya
nevirapine HARUS dimulai dengan dosis
separuh dan dosis penuh baru dipakai setelah
dua minggu. Bicara dengan dokter sebelum
mengurangi dosis obat apa pun.
Abacavir, sebuah ARV lain, dapat menyebabkan ruam sebagai reaksi alergi yang dapat
menjadi gawat. Bila kita pakai abacavir dan
mengalami ruam, kita harus langsung
berhenti memakai obat tersebut dan tidak
pernah memakainya lagi untuk seumur hidup.
Sekarang ada tes untuk menunjukkan apakah
kita kemungkinan akan mengalami reaksi ini
– lihat LI 416.
Obat lain yang sering dipakai untuk
mengobati infeksi terkait HIV juga dapat
menyebabkan ruam. Obat ini termasuk
kotrimoksazol (LI 535) dan dapson (LI 533).
Jika ruam tidak dapat ditahan, mungkin kita
harus berhenti penggunaan obat yang
menyebabkannya. Mungkin kita dapat coba
memakainya kembali setelah beberapa
waktu, namun jika ruamnya berat, obat
tersebut tidak dapat dipakai lagi.
Kadang ada laporan bahwa kulit menjadi
semakin gelap setelah mulai beberapa ARV.
Belum jelas mengapa ini terjadi, tetapi
masalah ini tidak berbahaya, walau dapat
mengganggu.
Cahaya Matahari
Odha sering kali melaporkan kulitnya lebih
peka terhadap cahaya matahari. Ini dapat
disebabkan HIV sendiri atau efek samping
obat. Untuk mencegah terbakar cahaya
matahari, mengoleskan kulit dengan losion
anticahaya matahari (sunblock) satu jam
sebelum kita keluar. Satu produk yang cocok
adalah Vaseline Intensive Care Healthy
Sunblock SPF 30/PA++ (angka SPF menunjukkan kemampuannya untuk menyaring
cahaya – harus 30 atau lebih). Waktu dioleskan, jangan raba-raba – losion itu tidak harus
masuk ke kulit.
Mandi
Masalah kulit dapat diburukkan dengan
cara mandi. Penggunaan sabun yang ‘keras’,
terutama sabun desinfektan misalnya sabun
Dettol, merangsang masalah kulit. Lebih baik
kita pakai sabun yang halus, seperti sabun
cair khusus untuk bayi. Lagi pula, bila kita
mandi dua kali sehari, mungkin sebaiknya
kita hanya mandi dengan sabun sekali sehari.
Pada kali yang lain, kita bisa mandi tanpa
sabun.
Garis Dasar
Masalah kulit dapat disebabkan oleh
berbagai alasan, termasuk alergi, infeksi HIV,
infeksi atau efek samping obat, dan juga
sangat umum pada orang yang tidak terinfeksi HIV. Masalah kulit juga dapat diburukkan oleh cahaya matahari atau sabun.
Infeksi kulit dapat diobati; jangan ragu
periksa ke dokter. Namun masalah kulit dapat
kambuh, terutama bila sistem kekebalan
tubuh sudah mulai rusak. Karena kita lebih
rentan terhadap infeksi kulit bila jumlah CD4
kita rendah, sering kali cara terbaik untuk
mengobati masalah kulit terkait HIV adalah
dengan memulai ART.
Masalah kulit yang dialami sebagai efek
samping obat dapat berat atau pun gawat.
Setelah kita mulai memakai obat tertentu,
sebaiknya kita segera periksa ke dokter jika
kita mengalami ruam.
Ditinjau 8 Mei 2014 berdasarkan FS NAM Juni
2012 dan beberapa sumber lain
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 621
MASALAH PENGLIHATAN
Apa Masalah Penglihatan Itu?
Sebagian besar Odha tidak mengalami
masalah terkait HIV yang berpengaruh
pada matanya. Penggunaan terapi antiretroviral (ART) dapat mencegah kerusakan pada sistem kekebalan tubuh yang
dapat memungkinkan masalah penglihatan. Namun, sebagian orang dengan
sistem kekebalan tubuh yang lemah
mengembangkan penyakit mata yang
berat. Penyakit ini dapat menyebabkan
kebutaan jika tidak segera diobati.
Penyakit mata yang paling berat
disebabkan oleh virus sitomegalia (CMV
– lihat Lembaran Informasi (LI) 501).
Jika jumlah CD4 kita di bawah 50-75 –
atau pernah di bawah angka itu, CMV
dapat menyebabkan retinitis. Penyakit ini
adalah kerusakan sel pada retina, bagian
belakang mata yang peka pada cahaya.
Infeksi lain yang dapat berpengaruh
pada mata kita termasuk infeksi oportunistik, misalnya virus herpes (virus
varisela zoster – lihat LI 514) dan toksoplasmosis (LI 517), atau infeksi biasa
seperti virus herpes simpleks (LI 519)
dan sifilis.
Gejala Penyakit Mata
Gejala awal retinitis CMV dapat
termasuk:
y Penglihatan yang kabur
y ‘Floater’ (katung-katung) baru – titik
hitam yang sangat kecil yang bergerakgerak pada ruang penglihatan
y Titik buta
y Kilasan cahaya terang
Jika jumlah CD4 kita adalah atau
pernah rendah, kita harus menganggap
gejala ini sebagai sangat penting. Kita
sebaiknya segera periksa ke dokter,
karena semakin cepat CMV diobati,
semakin kecil kerusakannya. Jika jumlah
CD4 lebih tinggi, masalah kemungkinan
tidak disebabkan CMV, namun sebaiknya kita segera ke dokter.
Gejala serupa dapat disebabkan oleh
toksoplasmosis, pada Odha dengan
jumlah CD4 di bawah 100.
Uveitis (radang pada lapisan dalam
mata) menyebabkan kemerahan dan rasa
sakit pada mata, dan penglihatan kabur.
Uveitis terkait CMV juga dapat muncul
sebagai akibat sindrom pemulihan
kekebalan (lihat LI 483), biasanya segera
setelah kita mulai terapi antiretroviral
(ART) dengan jumlah CD4 yang sangat
rendah.
Masalah mata juga dapat disebabkan
obat tertentu, termasuk rifabutin (obat
anti-MAC, lihat LI 510), dan etambutol
(obat anti-TB, LI 515). ddI (LI 413) dan
asiklovir infus juga dapat menyebabkan
masalah mata, walau jarang.
Odha juga lebih rentan terhadap
keratokonjungtivitis sika (mata kering),
akibat radang pada kelenjar air mata
disebabkan oleh HIV. Masalah ini dapat
diburukkan dengan membaca atau memakai komputer secara berlebihan.
Pemeriksaan Mata
Ada cara sederhana untuk mengetahui
apakah kita membutuhkan kacamata.
Sediakan sehelai kertas dengan satu
lubang peniti. Lihat melalui lubang
tersebut dengan mata tunggal satu per
satu. Jika hasilnya lebih jelas, sebaiknya
kita periksa ke klinik mata/optik.
Penglihatan kita juga dapat berubah
secara sementara setelah kita sakit, akibat
perubahan pada lensa di mata.
Kita dapat memeriksa mata sendiri
waktu membaca, dengan mencari daerah
yang bengkok-bengkok, kabur atau
gelap. Cara lebih baik adalah untuk
memakai gambar jaringan, yang disebut
Grid Amsler. Gambar ini, dengan pedoman untuk memakainya, dapat diminta
dari dokter atau dapat diunduh dari situs
web Yayasan Spiritia.
Dokter kita dapat memeriksa bagian
belakang mata kita dengan alat khusus.
Jika ditemukan masalah, mungkin kita
dirujuk pada spesialis mata.
Pengobatan Masalah Penglihatan
Cara terbaik untuk mengobati masalah
penglihatan yang disebabkan oleh infeksi
oportunistik adalah dengan ART. Jika
sistem kekebalan tubuh menjadi pulih,
infeksi tersebut sering hilang tanpa
pengobatan lain. Namun, seperti dibahas
di atas, kalau kita mulai ART dengan
jumlah CD4 rendah, kita rentan terhadap
sindrom pemulihan kekebalan, yang
dapat menyebabkan atau memburukkan
masalah penglihatan.
Kerusakan pada retina akibat CMV
adalah permanen dan tidak dapat dipulihkan. Kehilangan penglihatan akibat
kerusakan ini tidak dapat diperbaiki
dengan kacamata. Tujuan pengobatan
anti-CMV adalah agar mencegah keru-
sakan menjadi lebih buruk. Obat misalnya gansiklovir, foskarnet dan sidofovir
dapat melambatkan atau mencegah
perluasan kerusakan. Obat ini dapat
dipakai dengan beberapa cara, termasuk
infus intravena, suntikan langsung ke
mata, susuk dalam mata.
Sekarang ada versi gansiklovir yang
baru, dengan nama valgansiklovir. Obat
ini dapat dipakai dengan tablet. Umumnya, obat ini sangat mahal dan sulit
terjangkau, tetapi produsen (Roche)
sudah sepakat dengan Medicines Patent
Pool untuk menyediakan obat ini dengan
harga lebih terjangkau di negara berkembang, khusus untuk dipakai untuk mengobati retinitis CMV.
Jika masalah penglihatan disebabkan
oleh infeksi lain, pengobatan yang cocok
untuk melawan infeksi dipakai. Misalnya,
untuk herpes, obat antiviral: untuk tokso,
antibiotik. Uveitis yang disebabkan oleh
obat dapat diobati dengan berhenti
penggunaan obat penyebab, atau mengurangi dosisnya. Gejala dapat dikurangi
dengan obat antiradang.
Mengawasi Mata
Masalah penglihatan dapat berdampak
pada siapa pun, apakah terinfeksi HIV
atau tidak. Masalah umum. Adalah masuk
akal untuk melakukan tes mata secara
berkala, kurang lebih dua tahun sekali,
agar masalah dapat diketahui lebih dini.
Dan sebagaimana kita menua, semakin
mungkin kita membutuhkan kacamata.
Garis Dasar
Masalah penglihatan pada Odha dapat
disebabkan oleh beberapa infeksi oportunistik atau infeksi biasa lain. Masalah
yang disebabkan oleh infeksi oportunistik, misalnya CMV atau toksoplasmosis, biasanya baru terjadi waktu sistem
kekebalan sangat rusak, yang ditunjukkan oleh jumlah CD4 yang rendah. Jika
infeksi ini diobati dengan memakai ART,
masalah penglihatan yang disebabkannya
dapat hilang.
Namun, kerusakan pada mata akibat
CMV tidak dapat dipulihkan.
Jika kita mengalami masalah penglihatan, sebaiknya kita segera periksa ke
dokter.
Diperbarui 8 Mei 2014 berdasarkan FS NAM Juni
2012 dan beberapa sumber lain
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 623
MASALAH HAID
Apa Masalah Haid yang Dialami
oleh Perempuan dengan HIV?
Banyak perempuan yang terinfeksi HIV
melaporkan perubahan pada masa haid.
Perubahan ini termasuk:
y perdarahan yang berlangsung lebih lama
daripada biasa,
y perdarahan waktu tidak haid,
y masa haid yang lebih cepat,
y haid yang lebih ringan dengan lebih lama
antara masa haid,
y haid kadang kala tidak terjadi, atau
y haid tidak terjadi.
Tambahan, beberapa perempuan dengan
HIV mengalami gejala prahaid yang lebih
berat.
Namun harus ditekankan bahwa masalah
haid adalah umum pada semua perempuan,
bukan hanya yang terinfeksi HIV.
Apa Penyebab Masalah Haid
Terkait HIV?
Belum jelas apakah atau bagaimana
infeksi HIV berpengaruh pada haid.
Sebuah penelitian besar terhadap perempuan dengan HIV di AS yang melaporkan
pada 2006 menemukan bahwa kejadian
masalah haid adalah “rendah”. Masalah
haid yang berat jarang terjadi. Lagi pula,
infeksi HIV tidak dikaitkan dengan
masalah haid tertentu. Namun perempuan
dengan jumlah CD4 di bawah 200 50%
lebih mungkin mengalami masalah haid.
Faktor yang berpengaruh pada haid pada
perempuan HIV-negatif tetap sama pada
yang terinfeksi HIV, termasuk: kehilangan
berat badan, terutama kehilangan lemak;
penggunaan narkoba; infeksi berat; stres
terus-menerus; dan usia lebih tua.
Penelitian ini juga menemukan bahwa
penggunaan obat antiretroviral (ARV)
cenderung mengurangi masalah haid,
melainkan meningkatkannya. Namun ada
kesan bahwa beberapa protease inhibitor
dapat meningkatkan perdarahan, hingga
terjadi anemia. Pastikan dokter tahu bila
kita mengalami perubahan pada perdarahan
setelah kita mulai penggunaan ARV
tertentu.
Tingkat trombosit yang rendah dapat
menyebabkan perdarahan yang lebih berat.
Trombosit adalah sel dalam darah yang
membantu pembekuan darah. Odha tidak
jarang mengalami tingkat trombosit yang di
bawah normal.
Penggunaan narkoba (terutama heroin)
dapat menyebabkan haid tidak terjadi.
Penggunaan megestrol (Megace – lihat
Lembaran Informasi (LI) 540), yang
mengandung hormon progesteron, juga
dapat berpengaruh pada haid, terutama
meningkatkan perdarahan.
Beberapa jamu dapat berpengaruh pada
haid. Bila kita memakai jamu dan meng-
alami masalah haid, sebaiknya kita minta
bantuan dari praktisi obat jamu. Sebaliknya, ada jamu yang dapat meringankan
gejala haid.
Infeksi vagina atau leher rahim yang tidak
diobati dapat menyebabkan perdarahan
yang berat atau perdarahan antara haid.
Perdarahan antara haid adalah gejala infeksi
HPV yang lanjut – lihat LI 507. Infeksi ini
dapat menyebabkan kanker leher rahim, jadi
sebaiknya gejala ini segera dilaporkan pada
dokter.
Mati Haid (Menopause)
Perempuan berusia antara 45-55 tahun
dapat masuk masa perimenopause, saat
siklus haidnya berubah dan melambat
sebelum berhenti total. Perempuan berusia
di atas 40 kadang mengalami perdarahan
lebih berat karena mereka tidak mengeluarkan telur pada setiap siklus haid. Infeksi
HIV, terutama jumlah CD4 yang rendah,
berhubungan dengan permulaan mati haid
pada usia lebih dini.
Perempuan yang tidak haid dapat mengalami rasa sakit pada panggul, payudara
bengkak atau ‘hot flashes’ (rasa hangat yang
terjadi dan hilang secara tiba-tiba).
Bagaimana Diagnosis Masalah Haid
Sebaiknya kita membahas perubahan apa
saja pada masa haid dengan dokter dan
dokter kandungan. Perdarahan berat dapat
menyebabkan anemia (lihat LI 552).
Untuk membantu diagnosis sumber masalah, dokter dapat melakukan beberapa tes,
termasuk:
y tes hamil jika masa haid lewat,
y tes darah untuk mengukur tingkat trombosit dan hemoglobin (Hb),
y tes tingkat hormon,
y pemeriksaan panggul terhadap kesakitan
atau bengkak,
y tes Pap (lihat LI 507).
Untuk membantu mencari alasan perubahan pada masa haid, kita dapat membuat
catatan harian haid selama tiga atau empat
bulan. Waktu kita mulai perdarahan
dianggap hari pertama siklus haid. Catat
berapa lama perdarahan berlangsung,
apakah kita harus pakai lebih banyak atau
lebih sedikit pembalut daripada biasa, bila
ada perdarahan setelah haid, dan jika ada
rasa sakit yang luar biasa. Catatan harian
haid juga dapat berguna untuk mencatat
gejala prahaid, baik fisik (perut kembung,
sakit kepala, buang air besar, dll.) maupun
emosi (tekanan, depresi, kegelisahan, dll.).
Bagaimana Masalah Haid Diobati?
Pengobatan untuk gangguan haid akan
berbeda, tergantung pada masalah dan
penyebabnya. Penggunaan terapi antiretroviral (ART) dapat mengurangi viral
load, meningkatkan jumlah CD4, dan
mengurangi risiko mengembangkan penya-
kit yang berlanjut ke AIDS. ART juga dapat
membantu meningkatkan berat badan,
terutama lemak, yang dalam giliran dapat
membantu mengatur haid.
Tingkat hormon testosteron pada beberapa perempuan dengan wasting (lihat
LI 518) dapat rendah; tambahan testosteron
mungkin dapat membantu.
Gejala mati haid dapat diobati dengan
menambah hormon estrogen dan/atau
progesteron.
Hidup dengan Gejala Prahaid
Gejala fisik dan emosi prahaid umumnya
berkembang satu hingga 14 hari sebelum
haid. Walaupun hampir semua perempuan
mengalami beberapa gejala prahaid, banyak
perempuan terinfeksi HIV melaporkan
gejala yang lebih sering dan berat. Ada
banyak macam pengobatan untuk gejala
prahaid, dan kita mungkin harus mencoba
beberapa pendekatan atau gabungan
sebelum bertemu yang cocok untuk kita.
Perubahan apa yang dimakan kurang
lebih dua minggu sebelum haid dapat
membantu dengan gejala prahaid. Banyak
ahli menyarankan mengurangi atau menghentikan penggunaan kafein dan gula (dapat
merangsang gejala), garam (dapat meningkatkan perut kembung), dan alkohol (yang
dapat memburukkan depresi). Beberapa
perempuan menemukan bahwa olahraga
secara rutin dapat meringankan gejala
prahaid.
Penggunaan 50-200mg vitamin B6 dan
200-800 IU vitamin E, asam lemak omega3 serta juga tambahan zat magnesium dapat
membantu. Kapsul evening primrose oil
dapat membantu mengurangi sakit payudara, perut kembung, lekas marah, dan depresi. Produk kedelai juga dapat membantu
menghadapi gejala umum.
Memakai asam mefanamat, naproksen
atau ibuprofen selama kurang lebih satu
minggu sebelum haid dapat meringankan
gejala prahaid. Ada juga beberapa obat
resep yang dapat membantu dengan gejala
fisik dan emosi –bahas dengan dokter.
Garis Dasar
Perempuan terinfeksi HIV dapat mengalami berbagai macam masalah haid yang
mungkin tidak berhubungan langsung
dengan HIV. Masalah ini sebaiknya diperiksa dengan baik oleh dokter umum atau
dokter kandungan.
Jika penyebab masalah ditemui, masalah
dapat diobati. Walaupun penyebab tidak
jelas, ada banyak macam pengobatan yang
dapat meringankan gejala. Penggunaan
ART dapat mengurangi masalah haid.
Diperbarui 25 November 2014 berdasarkan FS
CATIE Maret 2000, laporan CATIE lain 31
Oktober 2006 dan beberapa sumber lain
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 624
Afte (Seriawan)
Apa Afte Itu?
Afte (aphthous ulcers), yang sering
disebut sebagai seriawan, adalah tukak
(luka terbuka) yang bulat atau jorong
(bulat panjang), yang dapat berkembang
pada selaput lendir mulut (termasuk lidah)
atau alat kelamin. Tukak tersebut biasanya
terbentuk pada kulit dalam mulut yang
tidak terikat dengan tulang dan yang
berwarna merah jambu yang halus.
Misalnya, afte dapat berkembang di dalam
bibir dan pipi, dan di bawah lidah. Tukak
ini biasanya tidak terbentuk pada langitlangit mulut yang keras atau pada gusi.
Afte tidak sama dengan kandidiasis (lihat
Lembaran Informasi (LI) 517), walaupun
kandidiasis juga sering disebut sebagai
seriawan. Agar tidak yang kebingungan,
lembaran informasi ini akan terus memakai nama medis, yaitu afte.
Walaupun afte sendiri tidak pernah
menjadi gawat, tukak ini dapat sangat sakit.
Rasa sakit yang sangat dalam mulut dapat
mengganggu asupan makan, sehingga dapat
memburukkan kehilangan berat badan (lihat
LI 518). Rasa sakit dapat berlanjut hingga
sepuluh hari, dan tukak biasanya pulih
dalam 1-3 minggu. Afte yang besar, dengan
ukuran lebih dari 1cm, dapat membutuhkan waktu yang lebih lama untuk pulih.
Afte tidak masuk dalam daftar penyakit
yang mendefinisikan AIDS. Jadi bila kita
terinfeksi HIV dan mengalami afte, ini
tidak berarti kita AIDS. Namun, afte lebih
umum pada Odha dan lebih mungkin
kambuh pada Odha. Afte juga umumnya
terjadi berkaitan dengan masalah kesehatan lain, termasuk penyakit Crohn.
Walaupun afte sangat umum di antara
orang terinfeksi HIV maupun yang tidak
terinfeksi HIV, masih belum jelas apa
penyebabnya. Kemungkinan kelebihan
kegiatan oleh sistem kekebalan tubuh ada
hubungan dengan afte, tetapi mekanisme
tidak diketahui.
Bila ada riwayat afte di keluarga kita,
kita lebih mungkin mengalami afte juga.
Afte juga dapat disebabkan stres emosi
dan kekurangan tidur. Bila kita menggigit
pipi bagian dalam, ini dapat menyebabkan
afte. Orang dengan masalah gizi, misalnya kekurangan vitamin B, zat besi atau
asam folat, lebih mungkin mengalami
afte. Beberapa perempuan melaporkan
afte pada waktu tertentu dalam masa
haidnya.
Apa Gejala Afte?
Afte biasanya mulai sebagai perasaan
terbakar atau geli. Biasanya gejala ini
diikuti dengan bintik atau benjol merah,
yang berkembang menjadi tukak terbuka.
Tukak tersebut umumnya kecil, dengan
ukuran di bawah 1cm, tetapi dapat lebih
besar. Dapat membentuk satu tukak, dapat
pula beberapa tukak pada satu tempat.
Afte sering sangat sakit dan dapat
menyebabkan kesulitan makan atau minum
beberapa jenis makanan/minuman.
Setelah afte mulai pulih, terbentuk
selaput berwarna putih-abu-abu melapisi
tukak. Setelah pulih, afte yang besar dapat
meninggalkan bekas.
Bagaimana Afte Didiagnosis?
Mendiagnosis afte dapat sulit, karena
tukaknya serupa dengan tukak yang
disebabkan oleh infeksi virus, seperti
virus herpes simpleks (HSV – lihat
LI 519). Luka yang diakibatkan HSV
cenderung dangkal dan terjadi pada
jaringan keras. Obat yang dipakai untuk
mengobati HSV tidak memulihkan afte.
Biopsi jarang dibutuhkan untuk mendiagnosis afte. Namun bila tukaknya
besar, mungkin biopsi harus dilakukan
untuk mengesampingkan masalah yang
lebih berat, misalnya kanker.
Bagaimana Afte Diobati?
Biasanya afte tidak perlu diobati, dan
akan pulih sendiri. Namun ada beberapa
cara yang sederhana untuk mengurangi
rasa sakit dan kesulitan makan:
y Hindari makanan pedas, asam, keras,
atau terlalu panas
y Hindari minuman soda atau air jeruk
y Pakai sedotan waktu minum
y Berkumur dengan air garam
y Ada yang menganggap bahwa madu
dapat mengurangi rasa sakit
Bila masih tidak nyaman, seka tukak
dengan larutan 50% hidrogen peroksida
dengan air. Kemudian seka sedikit
magnesium hidroksida pada tukak 3-4 kali
sehari. Ini tidak hanya mengentengkan,
tetapi tampaknya juga membantu pemulihan.
Krim kortikosteroid adalah jenis obat
yang umumnya dipakai untuk mengobati
afte yang berat. Obat topikal (setempat)
ini dapat mengurangi kegiatan sistem
kekebalan tubuh, yang dianggap sebagai
penyebab tukaknya, pada tempat tukak
bertumbuh. Kortikosteroid setempat yang
paling efektif adalah fluokinonid, klobetasol, atau deksametazon. Obat setempat ini harus dipakai dengan hati-hati,
karena banyak di antaranya dapat mengurangi pembuatan adrenalin (suatu hormon
yang penting) oleh kelenjar adrenal, yang
ada di atas ginjal. Penggunaan obat
tersebut untuk waktu terlalu lama juga
dapat meningkatkan kemungkinan timbulnya beberapa infeksi dalam mulut,
seperti kandidiasis.
Afte yang besar, atau tukak yang tidak
menjadi pulih setelah memakai kortikosteroid setempat, sering diobati dengan
kortikosteroid yang dipakai dalam bentuk
pil, misalnya prednison. Kadang penambahan antihistamin (obat antialergi) dan/
atau obat bius (mis. lidokain) dapat
membantu mengobati rasa nyeri terkait
dengan afte yang besar.
Talidomid sudah dibuktikan sebagai
obat yang sangat efektif untuk tukak.
Namun, obat ini hanya disetujui di AS
untuk mengobati kusta. Obat ini tidak
boleh dipakai oleh perempuan hamil
atau yang mungkin akan menjadi
hamil. Talidomid dapat menyebabkan
cacat lahir yang sangat parah.
Penting kita menjaga gizi yang baik
selama pemulihan afte. Makan makanan
yang halus dan lunak.
Apakah Afte Dapat Dicegah?
Sebetulnya, tidak, karena belum jelas
siapa yang paling berisiko terhadap afte.
Afte dapat dialami oleh Odha dengan
sistem kekebalan tubuh yang sehat atau
yang sudah rusak, jadi tidak jelas apakah
terapi antiretroviral (ART) dapat membantu mengurangi risiko, atau membantu
pengobatan afte.
Garis Dasar
Afte, yang juga disebut sebagai seriawan, adalah tukak yang biasanya dialami
dalam mulut. Walaupun tidak gawat, afte
dapat terasa sangat sakit, selama sampai
sepuluh hari.
Afte dapat berkembang pada orang tidak
terinfeksi HIV, tetapi lebih sering dialami
oleh Odha. Namun afte tidak dianggap
sebagai infeksi oportunistik atau penyakit yang mendefinisikan AIDS.
Afte biasanya pulih sendiri tanpa obat,
tetapi ada beberapa cara sederhana untuk
mengurangi rasa sakitnya.
Tukak yang lebih berat dapat diobati
dengan krim kortikosteroid, tetapi bila
tukak besar, mungkin pil kortikosteroid
dapat lebih efektif. Talidomid juga dapat
dipakai untuk mengobatinya, tetapi obat
tersebut sulit terjangkau, karena menyebabkan cacat lahir yang parah bila dipakai
oleh perempuan hamil.
Ditinjau 8 Mei 2014 berdasarkan FS
AIDSMeds.com 5 Maret 2004 dan hlm. AETC
cg-902 edisi 2013
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 651
HIV DAN PENYAKIT GINJAL
Mengapa Odha Perlu
Memperhatikan Penyakit Ginjal?
HIV dapat mengakibatkan kegagalan
ginjal sebagai akibat infeksi HIV pada
sel ginjal. Masalah ini disebut sebagai
nefropati terkait HIV (HIV-Associated
Nephropathy) atau HIVAN. Penyebab
lain penyakit ginjal termasuk diabetes
dan darah tinggi. Di AS, semua masalah
ini, khususnya HIVAN, lebih umum pada
orang keturunan Afrika-Amerika; tidak
diketahui keadaan di Indonesia. Penggunaan beberapa obat yang dipakai untuk
mengobati infeksi terkait HIV atau
masalah kesehatan terkait juga dapat
menyebabkan penyakit ginjal. Masalah
ginjal dapat mengakibatkan penyakit
ginjal tahap akhir (ESRD) atau kegagalan
ginjal, yang dapat membutuhkan dialisis
atau pencangkokan ginjal.
Angka penyakit ginjal pada Odha sudah
menurun secara bermakna sejak adanya
terapi antiretroviral (ART). Namun
kurang lebih 30% Odha dapat mengalami
penyakit ginjal. Penyakit ginjal yang
berlanjut dapat menyebabkan penyakit
jantung (lihat Lembaran Informasi (LI)
652) dan tulang (LI 557).
Apa Fungsi Ginjal?
Fungsi utama ginjal adalah menyaring
sisa-sisa makanan. Ginjal menyerap apa
yang dibutuhkan dan mengeluarkan sisasisa dalam air seni. Sisa-sisa yang paling
penting adalah kelebihan natrium dan air.
Masing-masing ginjal memiliki kurang
lebih satu juta unsur penyaring yang
dikenal sebagai nefron. Nefron:
y mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh
y mengaturkan volume dan tekanan
darah, dan
y mengatur tingkat elektrolit dan keasaman darah
Apa Tanda Masalah Ginjal?
Sayangnya, kebanyakan gejala penyakit ginjal hanya muncul ketika sebagian
besar fungsi ginjal sudah hilang. Pembengkakan pada kaki dan muka atau
perubahan pada pembuangan air seni
dapat timbul. Gejala lain, misalnya
kelelahan dan hilangnya nafsu makan,
dapat sulit dibedakan dari penyakit lain.
Dokter kita harus memantau fungsi
ginjal kita, walau kita tidak mempunyai
gejala. Tes paling umum untuk fungsi
ginjal adalah dengan tes air seni. Tes
sederhana dengan ‘dipstick’ dipakai
untuk mengukur tingkat protein, gula,
keton, darah, nitrit, serta sel darah putih
dan merah. Tingkat protein dalam air seni
yang rendah dapat timbul sebelum
penyakit ginjal mengakibatkan hilangnya
fungsi ginjal.
Hampir sepertiga Odha mempunyai
tingkat protein yang tinggi dalam air seni,
yang mungkin menandai masalah ginjal.
Tes ginjal lain termasuk tingkat urea
nitrogen darah atau BUN, tingkat kreatinin dalam darah, dan cepatnya pembuangan kreatinin.
BUN muncul dalam darah saat protein
diuraikan, yang umumnya dikeluarkan
oleh ginjal. Tingkat BUN yang tinggi
dapat disebabkan oleh dehidrasi, konsumsi protein yang tinggi, atau kegagalan
jantung atau ginjal. Tingkat BUN yang
tinggi harus memicu pencarian penyakit
ginjal.
Kreatinin terbentuk dengan pergantian
sel otot secara normal. Tingkat kreatinin
dalam darah mengukur fungsi ginjal.
Tingkat yang tinggi biasanya karena
masalah dalam ginjal. Tingkat kreatinin
biasa dipakai oleh dokter untuk mengetahui baik-buruknya fungsi ginjal.
Tingkat kreatinin yang diukur harus
disesuaikan untuk ras, usia, berat badan
dan jenis kelamin. Rumusan yang paling
umum untuk menyesuaikan kreatinin
adalah rumusan Cockcroft-Gault. Rumusan lain adalah MDRD (Modification in
Diet in Renal Disease). Hasil rumusan
ini memberi ukuran yang disebut sebagai
GFR (glomerular filtration rate).
Para dokter memakai GFR untuk
mendapatkan gambaran artinya tingkat
kreatinin yang benar. Orang tanpa
penyakit ginjal mempunyai GFR kurang
lebih 100. Sebagaimana penyakit ginjal
mengurangi fungsi ginjal, GFR menurun.
Orang membutuhkan pencangkokan
ginjal atau dialisis saat GFR menurun di
bawah kurang lebih 15. Lihat LI 136
untuk informasi lebih lanjut mengenai tes
fungsi ginjal.
Tes skrining air seni yang sederhana
untuk protein adalah cara paling peka
untuk mendiagnosis penyakit ginjal.
Orang yang berisiko penyakit ginjal
sebaiknya melakukan tes ini setiap tahun.
Apa Faktor Risiko Penyakit
Ginjal?
Penyakit ginjal lebih sering ditemui
pada orang:
y Keturunan Afrika-Amerika
y Penderita diabetes
y Mengalami tekanan darah yang tinggi
y Lanjut usia
y Jumlah CD4-nya yang lebih rendah
y Viral loadnya yang lebih tinggi
y Terinfeksi hepatitis B atau C
Odha sebaiknya diskrining secara hatihati untuk tanda diabetes atau darah
tinggi. Odha sebaiknya mengendalikan
tingkat gula darah dan tekanan darah
semaksimal mungkin.
Pengobatan HIV dan Ginjal
Beberapa obat yang dipakai oleh Odha
dapat membebani ginjal secara berat.
Obat ini termasuk antiretroviral (ARV)
dan beberapa obat yang dipakai untuk
mengobati masalah kesehatan terkait
HIV. Tenofovir diketahui menyebabkan
masalah ginjal. Bila kita memakai
tenofovir, dokter mungkin memantau
tingkat kreatinin secara berkala
Takaran beberapa obat yang diuraikan oleh ginjal perlu dikurangi bagi
mereka dengan masalah ginjal. Pastikan dokter tahu bila kita memiliki
masalah ginjal.
Dialisis dan Pencangkokan Ginjal
Ada Odha yang telah menjalani dialisis
dan beberapa sudah menerima pencangkokan ginjal. Ada beberapa kekhawatiran
dalam mempertahankan sistem kekebalan
tubuh pascapencangkokan, maka sebagian besar pusat pencangkokan organ
hanya melayani Odha dengan jumlah
CD4 di atas 200 dan dengan viral load
yang tidak terdeteksi. Keberhasilan pada
Odha ini biasanya sama dengan pasien
cangkok ginjal pada umumnya.
Garis Dasar
Infeksi HIV dapat menimbulkan masalah ginjal yang kemudian berkembang
semakin berat. Juga, Odha yang mempunyai masalah ginjal perlu mengurangi
takaran obat yang dipakai.
Masalah ginjal sering tidak tampak
sebagai gejala penyakit. Adalah penting
untuk melakukan pemeriksaan air seni
secara rutin untuk mencari tanda-tanda
masalah ginjal.
Ditinjau 6 November 2014 berdasarkan FS 651
The AIDS InfoNet 24 Februari 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 652
HIV & PENYAKIT KARDIOVASKULAR
Apa Penyakit Kardiovaskular Itu?
Penyakit kardiovaskular (cardiovascular disease/CVD) termasuk sekelompok masalah terkait dengan jantung
(kardio) atau pembuluh darah (vaskular).
Penyakit kardiovaskular termasuk:
y penyakit jantung koroner (serangan
jantung)
y angina (nyeri pada dada akibat kekurangan aliran darah ke jantung)
y penyakit serebrovaskular (masalah
dengan pembuluh darah di otak, termasuk stroke)
y tekanan darah yang tinggi (hipertensi)
y penyakit urat nadi perifer (pembuluh
darah pada kaki yang tersumbat)
y penyakit jantung rematik (komplikasi
infeksi tenggorokan)
y penyakit jantung bawaan (akibat cacat
lahir)
y kegagalan jantung
Di seluruh dunia, penyakit kardiovaskular adalah penyebab 30% dari semua
kematian.
Mengapa Odha Harus Peduli
Mengenai Penyakit Kardiovaskular?
Oleh karena terapi antiretroviral (ART)
begitu efektif, Odha bertahan hidup lebih
lama. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa penyakit kardiovaskular adalah
penyebab 20% kematian pada Odha.
Odha mempunyai angka penyakit kardiovaskular yang lebih tinggi dibandingkan masyarakat umum. Infeksi HIV
sendiri meningkatkan faktor risiko untuk
penyakit kardiovaskular. Infeksi ini
mungkin juga memburukkan penyakit
kardiovaskular dalam cara yang kita
belum mengerti. ART juga dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular.
Apa Penyebab Penyakit
Kardiovaskular
Angina disebabkan oleh penyumbatan
yang mengakibatkan kekurangan aliran
darah ke jantung. Serangan jantung dan
stroke disebabkan waktu penyumbatan
menjadi begitu besar sehingga jantung
atau otak mengalami kerusakan. Penyebab paling lazim adalah penumpukan
endapan berlemak pada lapisan dalam
pembuluh darah. Pembuluh darah tersebut menjadi semakin sempit dan kurang
lunak. Hal ini disebut sebagai aterosklerosis (atau pengerasan urat nadi), dan
dapat menyebabkan angina.
Akibat aterosklerosis, pembuluh darah
lebih mungkin tersumbat dengan gumpalan darah. Waktu hal ini terjadi,
pembuluh yang tersumbat tidak dapat
mengalihkan darah ke jantung dan otak.
Kemudian, organ itu menjadi rusak akibat
kekurangan darah.
Penyebab utama penyakit kardiovaskular (angina, serangan jantung dan
stroke) adalah penggunaan tembakau,
kolesterol tinggi, tekanan darah yang
tinggi, dan diabetes. Kurang olahraga dan
makanan yang kurang sehat memburukkan tingkat kolesterol, tekanan darah
dan diabetes.
Penuaan, jenis kelamin laki-laki, dan
riwayat penyakit kardiovaskular di
keluarga juga meningkatkan risiko
penyakit kardiovaskular.
ART dapat meningkatkan lemak dalam
darah (kolesterol dan trigliserida, lihat
Lembaran Informasi (LI) 123). ART juga
dapat membantu terjadinya diabetes dan
resistansi insulin. Masalah ini adalah
faktor risiko untuk penyakit jantung.
HIV mengurangi kolesterol ‘baik’ dan
meningkatkan trigliserida. HIV menyebabkan peradangan –lihat LI 484. Masalah ini juga dapat meningkatkan kejadian
penyakit kardiovaskular.
Keseluruhan, angka penyakit kardiovaskular di antara Odha adalah cukup
rendah. Namun karena HIV dan pengobatannya dapat meningkatkan risiko
penyakit kardiovaskular dalam beberapa
cara, kita sebaiknya menilai risiko
penyakit kardiovaskularnya. Bila risiko
ini tinggi, kita mungkin harus mengambil
tindakan khusus untuk menurunkannya.
Bagaimana Risiko Penyakit
Kardiovaskular Diukur?
Cara yang paling umum untuk menilai
risiko penyakit kardiovaskular adalah
Framingham Risk Assessment. Alat
penghitung tersedia di Internet di http://
hin.nhlbi.nih.gov/atpiii/calculator.asp
Hitungan Framingham tidak disesuaikan untuk HIV. Tampaknya penilaian ini
cukup persis untuk Odha. Sekarang ada
alat penghitung baru untuk Odha. Alat
penghitung D:A:D ini tersedia di http://
www.cphiv.dk/TOOLS/
DADRiskEquations/tabid/437/
Default.aspx
Bagaimana Risiko Penyakit
Kardiovaskular Dapat Dikurangi?
Sebuah penelitian yang sangat besar
menemukan bahwa orang yang memakai
protease inhibitor mempunyai risiko
penyakit kardiovaskular yang sedikit
lebih tinggi dibandingkan mereka yang
memakai NNRTI. Penelitian ini juga
menemukan risiko yang sedikit lebih
tinggi untuk pasien yang memakai
abacavir atau ddI. Risiko ini hilang enam
bulan setelah pasien tersebut berhenti
memakai obat itu.
Tindakan yang paling penting yang
dapat kita lakukan untuk mengurangi
risiko penyakit kardiovaskular adalah
mengurangi faktor risiko yang umum.
Berhenti merokok mempunyai dampak
terbesar. Juga, mengubah pola makan dan
olahraga dapat mengurangi tingkat
kolesterol, trigliserida dan glukosa (gula).
Namun intervensi pola hidup hanya
menunjukkan hasil yang terbatas.
Bagaimana dengan Mengganti
Obat?
Beberapa Odha mengganti obatnya
agar mengurangi tingkat kolesterolnya.
Namun belum ada bukti bahwa tindakan
ini berhasil.
Sebuah penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa risiko penghentian ART
lebih tinggi. Orang yang berhenti memakai ART mengalami lebih banyak masalah kesehatan, termasuk penyakit kardiovaskular, dibandingkan mereka yang
meneruskan ART-nya.
Diperbarui 1 Juni 2014 berdasarkan FS 652 The
AIDS InfoNet 24 Februari 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 653
MASALAH MULUT
Bagaimana HIV Berpengaruh
pada Mulut?
Banyak masalah berkaitan dengan HIV
berpengaruh pada mulut, dan menyebabkan
gejala misalnya tukak (ulkus), mulut kering
dan lesi (luka) yang sakit. Masalah mulut
disebabkan oleh infeksi jamur, virus atau
bakteri. Infeksi tersebut mungkin tanda awal
kerusakan sistem kekebalan tubuh. Terapi
antiretroviral (ART) dan pengobatan khusus
dapat menyerang infeksi mulut. Pemeriksaan
medis/gigi secara berkala dapat mencegah
masalah mulut yang berat. Menyikat gigi dua
atau tiga kali sehari diusulkan untuk memastikan kesehatan mulut dan gigi. Perokok lebih
mungkin mengalami infeksi pada mulut
dibandingkan dengan non-perokok.
Mulut Kering dan Kelenjar Ludah
Bengkak
Mulut kering dapat disebabkan oleh
penyakit yang berkenaan dengan air liur.
Penyakit ini, yang berkaitan dengan HIV,
menyebabkan pembengkakan pada kelenjar ludah. Masalah ini terutama lazim
pada anak HIV-positif. ART dapat memperkecil kelenjar yang bengkak.
Mulut kering juga menjadi efek samping
dari obat misalnya ddI, protease inhibitor
dan beberapa obat antidepresan. Masalah
ini juga dapat dikaitkan dengan kegelisahan.
Mulut kering dapat menyebabkan kesulitan mengunyah dan pencernaan, dan
tingkat asam yang tinggi di mulut. Hal ini
meningkatkan kemungkinan kandidiasis
(lihat Lembaran Informasi (LI) 516),
infeksi bakteri dan kerusakan pada gigi.
Ada beberapa tips yang dapat membantu
membasahkan mulut kering:
y Sering sesap air atau minuman tanpa gula
y Kunyah permen karet yang tidak mengandung gula
y Hindari rokok, alkohol dan sirih
y Hindari makanan asin
y Minta dokter meresepkan ludah buatan
Seriawan (Afte) – lihat LI 624
Tukak mulut atau afte, yang biasa disebut
seriawan, adalah luka yang sakit pada gusi,
lidah atau tenggorokan. Tukak ini dapat
menghalangi menelan makanan dan
minuman. Penyebabnya belum diketahui,
namun mungkin masalah ini ada kaitan
dengan kelompok virus herpes (misalnya
CMV dan virus Epstein-Barr/EBV). Tukak
kecil dapat pulih setelah kita memakai obat
kumur mulut, obat bius lokal, atau krim
steroid. Untuk tukak yang sulit hilang, talidomid dapat efektif; namun obat ini sulit
diperoleh dan tidak boleh dipakai oleh ibu
hamil.
Kandidiasis – lihat LI 516
Kandidiasis mulut (sering salah disebut
sebagai seriawan) menyebabkan gumpalan
putih dalam mulut dan tenggorokan.
Daerah yang merah dan radang dalam
mulut dapat terjadi. Kandidiasis disebabkan oleh tumbuhnya jamur yang biasanya ada tetapi secara berlebihan. Hal ini
dapat terjadi waktu sistem kekebalan tubuh
mulai rusak (misalnya dengan jumlah CD4
di bawah 300). Kandidiasis juga dapat
diperburuk oleh antibiotik.
Jamur kandida juga dapat mengakibatkan kheilitis angularis (retak-retak pada
sudut mulut) walau masalah ini juga dapat
disebabkan oleh masalah lain termasuk
kekurangan vitamin B12 dan diabetes.
Beberapa obat antijamur efektif terhadap
kandidiasis mulut. Yang paling manjur dan
kurang toksik (beracun) adalah flukonazol
(lihat LI 534). Obat dengan dosis rendah
dapat dipakai untuk mencegah kandidiasis.
Namun beberapa dokter tidak menyetujui
penggunaannya karena hal ini dapat
menimbulkan resistansi terhadap obat
tersebut.
Obat yang dipakai untuk kandidiasis
dapat berinteraksi dengan obat lain
(misalnya protease inhibitor). Sebaiknya
kita membahas masalah ini dengan dokter.
herpes, kutil, kandidiasis dan CMV kadang
kala dapat efektif terhadap OHL.
Gingivitis (Radang Gusi)
Ada bukti bahwa Odha lebih mungkin
mengembangkan kanker mulut dan tenggorokan. Kanker ini dikaitkan dengan jenis
human papiloma virus (HPV) tertentu –
lihat LI 507.
Gusi yang meradang dan sakit, disebut
gingivitis, disebabkan bakteri dalam plak
(endapan) pada gigi. Bakteri menginfeksi
gusi dan menyebabkan radang, bengkak,
perdarahan dan napas yang busuk. Pada
Odha dengan jumlah CD4 sangat rendah,
infeksi ini dapat menjadi semakin berat,
dan dapat meluas pada dan merusak tulang
rahang di bawah gusi. Infeksi ini dapat
dicegah dengan sering menyikat gigi.
Antibiotik dan obat kumur dapat menyerang infeksi, walaupun beberapa obat
kumur dapat menyakitkan.
Baru-baru ini, penyakit gusi dikaitkan
dengan tingkat peradangan yang lebih
tinggi (lihat LI 484) di seluruh tubuh. Hal
ini dapat meningkatkan risiko penyakit
jantung dan stroke.
Herpes Simpleks – lihat LI 519
Luka selesma adalah lesi yang kecil dan
sakit pada bibir atau mulut, umumnya
disebabkan oleh virus herpes HSV-1. Ini
dapat membutuhkan beberapa minggu agar
menjadi pulih. Jika kita yang HIV-positif
mengalami herpes mulut atau kelamin
yang berat dan terus-menerus, kita digolongkan sebagai sudah memasuki tahap
AIDS. Luka selesma dapat diobati dengan
krim antiherpes; namun beberapa dokter
ragu tentang keefektifannya. Obat misalnya asiklovir dan valasiklovir oral dipakai
untuk mengobati dan/atau mencegah
jangkitan herpes.
Oral Hairy Leukoplakia (OHL)
Sarkoma Kaposi (KS) dan Limfoma
OHL menyebabkan daerah putih dengan
tonjolan kecil seperti bulu yang biasanya
terjadi pada sisi lidah, walaupun juga dapat
dilihat pada lidah bagian atas atau bawah,
atau di dalam pipi. Daerah tersebut
tampaknya seperti kandidiasis, tetapi tidak
mudah dicabut jika digores dengan sikat
gigi. OHL disebabkan EBV. Sebagian
besar orang di dunia terinfeksi EBV, tetapi
infeksi ini hanya menyebabkan penyakit
pada orang dengan sistem kekebalan
tubuhnya rusak.
OHL biasanya terjadi pada orang dengan
jumlah CD4 di bawah 200, walaupun dapat
dialami oleh orang dengan jumlah CD4 di
atas 500, atau bahkan orang yang tidak
terinfeksi HIV.
OHL dianggap sebagai penyakit lunak
(tidak berbahaya); berarti jarang menyebabkan masalah fisik yang berat, dan tidak
berkembang menjadi berat. Karena ini,
OHL jarang diobati, walaupun ART
biasanya memulihkannya. Terapi untuk
KS (LI 508) dan limfoma (LI 509)
kadang kala dapat berpengaruh pada
mulut.
Kanker Mulut
Garis Dasar
Sering kali, masalah mulut dapat menjadi
tanda pertama infeksi HIV atau menunjukkan sudah waktu kita mulai ART. Oleh
karena itu, sebaiknya kita periksa secara
berkala ke dokter gigi.
Masalah mulut dapat dicegah atau
dikurangi jika kita mengutamakan kebersihan mulut, dengan menyikat gigi setiap
kali setelah kita makan. Kita juga dapat
menghindari masalah dengan mengurangi
konsumsi gula, termasuk cokelat atau
permen dan minuman soda/kemasan. Juga
sebaiknya kita tidak merokok.
Masalah mulut biasanya dapat diobati.
Sebaiknya kita periksa ke dokter jika ada
masalah mulut yang berlangsung lama.
Ditinjau 16 Juli 2014 berdasarkan FS 653 The
AIDS InfoNet 19 Mei 2014, FS NAM Mei 2012,
dan sumber lain
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 654
DIABETES DAN HIV
Apa Diabetes Itu?
Diabetes, yang juga dikenal sebagai
penyakit kencing manis, adalah penyakit
yang mengganggu perubahan makanan
menjadi energi oleh tubuh. Biasanya,
setelah kita makan, tubuh kita menguraikan
makanan menjadi glukosa (juga dikenal
sebagai “gula darah”) yang dibawa oleh
darah ke sel di seluruh tubuh. Diabetes juga
sering dikenal sebagai diabetes melitus atau
DM.
Sel kita menggunakan insulin, sebuah
hormon yang dibuat di kelenjar pankreas,
untuk membantu sel mengubah gula darah
menjadi energi. Pada beberapa orang
dengan diabetes, proses ini melambat,
sehingga tingkat gula dalam darah menjadi
terlalu tinggi. Keadaan ini dikenal sebagai
hiperglikemia.
Diabetes yang tidak dikendalikan dapat
menyebabkan kerusakan pada saraf dan
pembuluh darah. Hal ini dapat mengakibatkan komplikasi misalnya penyakit
jantung dan ginjal, dan masalah saraf, yang
dapat mengharuskan amputasi anggota
badan yang terkena.
Apa Penyebab Diabetes?
Kita dapat mengembangkan diabetes
bila:
y Pankreas kita tidak membuat cukup
insulin (diabetes tipe 1)
y Sel kita tidak mampu lagi menggunakan
insulin secara benar, yang dikenal
sebagai resistansi insulin (diabetes tipe
2)
Diabetes tipe 2 adalah tipe yang paling
sering dikaitkan dengan HIV.
Faktor Risiko untuk Diabetes
Orang yang kelebihan berat badan,
jarang berolahraga, dan mereka yang
memiliki riwayat keluarga diabetes
berada pada risiko yang lebih tinggi
terkena diabetes. Faktor risiko tambahan
termasuk infeksi HIV dan virus hepatitis
C, tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi
dan sedang kehamilan. Perokok 30-40%
lebih mungkin mengembangkan diabetes
tipe 2 dibanding bukan perokok. Orang
dengan latar belakang etnis tertentu
(Afrika, Hispanik atau Asia) juga mungkin menghadapi risiko yang lebih tinggi.
Diabetes juga dapat berkembang sebagai
efek samping dari obat tertentu.
Diabetes dan HIV
Beberapa obat antiretroviral (ARV)
yang dipakai untuk mengobati HIV
diketahui meningkatkan risiko diabetes.
ARV ini termasuk AZT, ddI dan d4T, dan
beberapa protease inhibitor, termasuk
LPV/r (Aluvia).
Penelitian baru ini menunjukkan bahwa
orang dengan diabetes memiliki risiko
lebih besar terkena tuberkulosis aktif (TB
– lihat LI 518). Karena orang dengan
HIV juga jauh lebih tinggi risiko kematian akibat TB, penderita diabetes harus
mengambil tindakan pencegahan tambahan untuk menghindari TB, termasuk
pengobatan pencegahan isoniazid (PP
INH).
Bagaimana Tahu Kita Diabetes?
Gejala resistansi insulin biasanya
ringan dan mungkin tidak terlihat. Gejala
dapat termasuk:
y Merasa mengantuk, terutama setelah
makan
y Perubahan suasana hati yang sangat
atau kelaparan yang sungguh-sungguh
setelah makan makanan ringan bergula
atau makanan karbohidrat tinggi
y Tingginya kadar lemak dalam darah
y Bercak kulit gelap di daerah leher dan
ketiak
Gejala ini kadang-kadang disebut
sebagai pradiabetes.
Gejala diabetes dapat mencakup:
y Haus yang luar biasa
y Sering buang air kecil
y Kelaparan yang sungguh-sungguh
y Penurunan atau peningkatan berat
badan yang tidak biasa
y Kelelahan dan lekas marah yang sangat
y Sering mengalami infeksi
y Penglihatan kabur
y Rasa kesemutan atau mati rasa di
tangan dan kaki
y Penyembuhan luka atau memar yang
lambat
Bagaimana Diabetes Didiagnosis?
Ada tiga cara untuk menguji tingkat
gula darah; cara ini dijelaskan dalam LI
123 tentang Gula Darah dan Lemak. Tes
yang paling umum adalah tes glukosa
puasa. Tes ini mengukur kadar gula dalam
darah setelah seseorang tidak makan
selama delapan jam.
Kadar gula darah puasa kita sebaiknya
diperiksa sebelum kita memulai terapi
antiretroviral (ART) dan setidaknya
setiap tahun. Jika kadarnya tinggi, tes lain
mungkin diperlukan dan kita mungkin
disarankan untuk menghindari ARV
tertentu.
Bagaimana Diabetes Diobati?
Cara terbaik untuk mengendalikan
diabetes adalah dengan mengurangi atau
menyingkirkan faktor risiko dalam gaya
hidup yang terkait dengan diet, olahraga
(lihat LI 802) dan merokok (lihat LI 803).
Kita juga mungkin perlu mengubah
beberapa obat kita, termasuk ARV.
Banyak orang dapat mengendalikan
diabetes dengan kombinasi diet, olahraga, dan obat-obatan oral. Bila tindakan
ini tidak berhasil, insulin adalah sarana
yang sangat aman dan efektif untuk
mengendalikan gula darah tinggi.
Garis Dasar
Diabetes sering dianggap sebagai
penyakit gaya hidup, dan dengan demikian cenderung muncul sebagaimana
orang semakin tua (lihat LI 616). Sebagaimana orang dengan HIV hidup lebih
lama berkat terapi antiretroviral, mereka
menjadi lebih rentan terhadap diabetes.
Cara terbaik untuk menghindari diabetes adalah dengan membatasi atau
menghilangkan faktor risiko yang dapat
dikendalikan: makan makanan sehat dan
menjaga berat badan yang sehat; berolahraga secara teratur; dan berhenti merokok.
Orang lansia disarankan untuk melakukan pemeriksaan kadar gula darah
secara berkala. Jika kadar ini tinggi,
mengurangi berat badan dapat menyebabkan perbaikan, terutama pada orang
yang sangat gemuk. Dalam beberapa
kasus, obat-obatan mungkin diperlukan
untuk mengendalikan diabetes, dan
mungkin kita harus mengganti ARV
tertentu.
Dibuat 10 Desember 2014 berdasarkan FS 654 The
AIDS InfoNet 9 Desember 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 670
SIKLUS HIDUP HCV
1 Virus hepatitis C
2 Pengikatan: Virus mengikat pada reseptor sel
hati. Sedikitnya 4 protein yang berbeda
dibutuhkan untuk pemasukan virus
3 Penembusan dan pemasukan:
Virus menembus sel hati, yang
"menelannya"
Molekul reseptor
pada permukaan sel
hati (beberapa tipe)
4 Perpaduan dan pengeluaran
RNA virus: Virus melebur. Lapisan
proteinnya larut. Kode RNA virus
dikeluarkan dalam sel hati
5 Pembuatan seratan protein:
RNA virus membajak alat sel hati
untuk membuat protein virus
6 Pengolahan protein: Enzim
SEL HATI
protease dari virus hepatitis C dan
sel hati yang terinfeksi memotong
seratan protein menjadi berbagai
protein virus
Nukleus
sel hati
7 Replikasi: Ratusan tiruan
RNA hepatitis C dibuat oleh
enzim polimerase
8 Perakitan Virus: Kulit
protein (kapsid) melapis
tiruan RNA hepatitis C untuk
membuat virus baru
9 Tonjolan: Virus yang
belum matang menonjol
ke dalam kantong diisi
cairan dalam sel
10 Pengeluaran: Virus
hepatitis C yang belum
matang diboyong ke
permukaan sel
11 Pelepasan: Virus
hepatitis C yang baru
dikeluarkan dari sel
terinfeksi
Diperbarui 3 Januari 2015 berdasarkan FS 670 The AIDS InfoNet 10Agustus 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 671
TES LABORATORIUM HEPATITIS C
Beberapa tes laboratorium (darah)
dipakai terkait hepatitis C (HCV). Tes ini
termasuk tes fungsi hati, viral load HCV,
tes genotipe, tes genetik IL28B, dan tes
pembekuan darah.
Tes Fungsi Hati
Tes laboratorium yang disebut “tes fungsi
hati” tidak mengukur bagaimana hati
berfungsi. Sebaliknya, tes tersebut mengukur tingkat enzim yang ditemukan di
jantung, hati, dan otot. Enzim adalah
protein yang terkait dengan reaksi kimia
dalam organisme hidup. Lihat Lembaran
Informasi (LI) 135 untuk informasi lebih
lanjut mengenai tes fungsi hati.
Tingkat enzim yang tinggi dapat menunjukkan kerusakan pada hati yang disebabkan oleh obat, asupan alkohol yang berat,
hepatitis virus, asap beracun atau penggunaan narkoba. Hasil tes enzim hati dapat
sulit ditafsirkan. Orang dengan kerusakan
hati yang berat kadang kala memiliki
tingkat enzim hati yang normal.
Pola yang berbeda dari enzim ini – ketika
ada yang tinggi dan yang lain tetap normal
– adalah bagian dari informasi yang
dipakai oleh dokter memakai untuk
memantau kesehatan hati.
Tes fungsi hati termasuk:
y Albumin adalah protein yang paling
umum dalam darah. Hal ini penting
untuk pengalihan cairan tubuh secara
benar. Albumin membantu memindahkan molekul kecil di seluruh tubuh.
Karena albumin dibuat oleh hati, penurunannya mungkin merupakan tanda
penyakit hati, penyakit ginjal, atau gizi
buruk.
y ALT (alanine aminotransferase, dulu
dikenal sebagai SGPT) dipakai bersamaan dengan AST untuk memantau kesehatan hati. Kadang kala ALT dipakai
untuk melihat apakah pengobatan berhasil memperbaiki fungsi hati.
y AST (aspartate aminotransferase, dulu
dikenal sebagai SGOT) biasanya dipakai dengan ALT untuk memantau kesehatan hati. Namun tes ini tidak secara
khusus menunjukkan fungsi hati, dan
tidak benar-benar dibutuhkan.
y Bilirubin adalah cairan berwarna kuning
yang dihasilkan ketika sel darah merah
menjadi rusak. Tingkat bilirubin yang
tinggi dapat menyebabkan ikterus
(penyakit kuning), yang menyebabkan
bagian putih mata dan kadang kala kulit
menjadi berwarna kuning. Tingginya
tingkat bilirubin dapat menandakan
penyakit hati, tapi mungkin juga tidak
penting jika disebabkan oleh obat
antiretroviral (ARV) indinavir atau
atazanavir.
y Fosfatase alkalin. Sel hati yang rusak
mengeluarkan jumlah fosfatase alkali
yang meningkat ke aliran darah. Tingkat
yang tinggi juga bisa menandakan
penyakit tulang.
y Feritin adalah protein yang mengikat
pada zat besi. Tingkat feritin atau zat besi
dalam darah yang tinggi dapat menandai
pengumpulan zat besi (hemokromatosis)
atau penyakit hati lain.
y GGT (gamma glutamil transpeptidase).
Hasil tes ini dapat menunjukkan apakah
hasil tes abnormal yang lain disebabkan
oleh masalah hati atau masalah tulang.
Bila AST dan ALT tidak meningkat, tes
GGT mungkin dilakukan untuk membantu menentukan apakah sumber
fosfatase alkali tinggi adalah kelainan
tulang atau penyakit hati. Tingkat GGT
meningkat dengan konsumsi alkohol
yang berat.
y LDH (laktik dehidrogenase) adalah
enzim ditemukan dalam banyak jaringan tubuh. Peningkatan tingkat LDH
biasanya menunjukkan beberapa jenis
kerusakan jaringan. Tes ALT, AST, dan
fosfatase alkali membantu menentukan
organ yang mana terlibat.
Tes Viral Load
Tes viral load HCV menghitung berapa
banyak bibit virus hepatitis C (HCV)
dalam darah. Tes ini mirip dengan tes viral
load HIV (lihat LI 125) tetapi ada beberapa perbedaan penting:
y Viral load HCV diukur dalam satuan
internasional per mililiter (IU/mL). Satu
IU adalah sekitar tiga tiruan (copy) HCV.
y Viral load HCV jauh lebih tinggi dibandingkan viral load HIV. Viral load HCV
dapat mencapai beberapa juta IU. Viral
load HCV di bawah 400.000 sampai
600.000 IU dianggap rendah.
y Viral load HIV dipakai untuk meramalkan perkembangan penyakit. Namun, hal
ini tidak dibenarkan untuk viral load
HCV. Viral load HCV yang tinggi tidak
menunjukkan bahwa penyakit berkembang lebih cepat. Namun, viral load HCV
dapat meramalkan tanggapan terhadap
pengobatan HCV: semakin rendah viral
load, semakin mungkin pengobatan HCV
akan berhasil.
y Viral load dipakai untuk menentukan
apakah pengobatan HCV berhasil, dan
seberapa cepat viral load menjadi tidak
terdeteksi. Bila viral load menjadi tidak
terdeteksi selama pengobatan HCV dan
tetap begitu selama enam bulan setelah
pengobatan selesai, hal ini disebut
sebagai sustained virologic response atau
SVR. Bila kita mencapai SVR, umumnya hasil ini tetap dialami selama sepuluh
tahun atau lebih, dan dianggap penyembuhan.
Tes Genotipe HCV
Ada lebih dari enam tipe HCV, yang
diidentifikasi oleh nomor. Ada juga
subtipe, yang diidentifikasi oleh huruf.
Contohnya, ada genotipe 1a dan 1b.
Genotipe HCV ditentukan dengan menganalisis contoh darah untuk mengetahui
kode genetik virus. Tipe HCV yang paling
umum di Amerika Utara adalah genotipe
1, jauh lebih lazim daripada genotipe 2 dan
3. Tampaknya keadaan genotipe juga mirip
di Indonesia.
Genotipe dan subtipe HCV memberikan
informasi yang penting pada dokter untuk
memilih pengobatan. Misalnya, genotipe
2 dan 3 paling mudah diobati dengan
interferon.
Tes Genetik IL28B
Para peneliti baru-baru ini menemukan
hubungan antara kode genetik pasien dan
tanggapannya terhadap pengobatan yang
baku. Kode genetik dari sekelompok besar
pasien dengan HCV genotipe 1 dianalisis.
Pasien dengan jenis gen IL28B yang
tertentu lebih dari dua kali lebih mungkin
menanggapi pengobatan HCV baku dengan interferon dan ribavirin secara baik.
Tes IL28B mungkin akan menjadi alat
penting untuk memandu pengobatan HCV.
Tes Pembekuan Darah
Beberapa tes mungkin akan dipakai jika
kita akan melakukan biopsi hati (lihat
LI 672.) Dengan biopsi, ada risiko perdarahan. Tes pembekuan darah mengukur
seberapa cepat darah membentuk pembekuan, yang menghentikan perdarahan.
Nilai abnormal pada tes ini mungkin
menandakan penyakit hati lanjut.
y PT/INR (Prothrombin Time dan International Normalized Ratio) adalah tes
pembekuan darah yang paling umum.
Contoh kecil darah dites di laboratorium
untuk menentukan dibutuhkan berapa
lama untuk membentuk pembekuan.
y Hitung Trombosit (Platelet Count)
menunjukkan jumlah trombosit dalam
darah. Orang dengan penyakit hati lanjut
mungkin memiliki lebih sedikit trombosit
dan mungkin lebih cenderung berdarah
setelah biopsi hati.
Ditinjau 8 Mei 2014 berdasarkan FS 671 The AIDS
InfoNet 24 Februari 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 672
BIOPSI HATI
Apa Biopsi Itu?
Biopsi adalah analisis contoh jaringan
hati yang sangat kecil. Contoh diperiksa
untuk tanda parutan, atau penyakit atau
kerusakan lain.
Biopsi hati adalah cara terbaik untuk
memeriksa keadaan hati. Viral load hepatitis
C atau tes fungsi hati tidak mampu menunjukkan tingkat parutan atau peradangan pada
hati, atau lemak dalam hati (steatosis – lihat
Lembaran Informasi (LI) 528) yang dapat
memburukkan parutan. Pada biopsi, contoh
jaringan hati akan diambil dengan jarum
tipis dan diperiksa di bawah mikroskop. Jika
ditemukan sangat sedikit kerusakan pada
hati, beberapa ahli mengusulkan pemantauan saja. Jika ada kerusakan (parutan),
pengobatan virus hepatitis C (HCV)
mungkin dibutuhkan.
Mengapa Dilakukan Biopsi?
Meskipun dapat menyakitkan, biopsi hati
memiliki beberapa keuntungan. Biopsi
adalah cara terbaik untuk menilai kerusakan hati. Tes viral load HCV tidak
mampu menunjukkan kerusakan hati.
Tes fungsi hati (lihat LI 671) bukan
merupakan cara yang dapat diandalkan
untuk mengukur kerusakan hati. Beberapa
orang dengan tingkat enzim hati yang
normal masih mungkin mengalami kerusakan hati. Tingkat enzim hati yang tinggi
terus-menerus adalah tanda peradangan
hati, yang berlanjut pada parutan. Kebanyakan pasien HCV dengan tingkat ALT
yang normal memiliki fibrosis (parutan)
hati dengan tingkat tertentu.
Beberapa tes yang noninvasif (dilakukan
dari luar tubuh) telah diteliti. Tes ini menilai
kerusakan hati dengan mengukur seberapa
kaku atau lunak hati. Sebuah hati yang
berparut adalah lebih kaku dibandingkan
sebuah hati yang masih sehat. Satu tes,
yang disebut sebagai FibroScan, memakai
ultrasound (USG). Tes lain memakai
pengamatan MRI (Magnetic Resonance
Imaging). Kedua tes ini tidak menimbulkan
rasa sakit tetapi kurang berhasil untuk
menunjukkan kerusakan hati dibandingkan
biopsi.
Tes ini masih tidak terjangkau di sebagian
besar negara berkembang. Sekarang WHO
mengusulkan penggunaan tes berdasarkan
hitung darah (lihat LI 695).
Semua tes noninvasif ini mampu mengonfirmasi atau mengesampingkan sirosis
(kerusakan hati yang berat), tetapi tidak
baik dalam mendeteksi kerusakan hati yang
ringan atau sedang.
Bagaimana Biopsi Dilakukan?
Biopsi hati biasanya dilakukan di ruang
dokter atau di rumah sakit dengan rawat
jalan. Prosedur ini sendiri hanya membutuhkan sekitar 15 atau 20 menit. Setelah
dilakukan, kita akan diawasi selama
beberapa jam untuk memastikan tidak ada
masalah, seperti perdarahan internal. Kita
harus ditemani oleh seseorang untuk
membantu kita pulang ke rumah. Biopsi
jarang membutuhkan rawat inap di rumah
sakit.
Contoh jaringan biasanya diambil dengan
memasukkan jarum antara tulang rusuk di
sisi kanan ke dalam hati. Pertama, kita
diberikan suntikan anestesi lokal untuk
mematikan rasa di daerah yang akan dimasukkan oleh jarum biopsi. Kemudian jarum
dimasukkan. Jarum cepat mengumpulkan
sepotong hati yang kecil. Kadang kala alat
USG dipakai untuk memilih lokasi terbaik
untuk biopsi.
Beberapa pasien membutuhkan obat
untuk menenangkannya dulu sebelum
biopsi. Walau anestesi umum tidak dapat
dipakai, ada cara lain untuk mereda kegelisahan selama biopsi. Pasien harus tetap
sadar selama prosedur agar memberi tahu
petugas medis jika ada masalah.
Meskipun biopsi adalah cara terbaik untuk
menilai parutan pada jaringan hati, prosedur
ini tidak sempurna. Contoh yang diambil
mungkin terlalu kecil, atau mungkin berasal
dari bagian hati yang sehat.
Bagaimana Hasil Biopsi
Dilaporkan?
Ada dua cara utama untuk menilai hasil
biopsi: Metavir dan Knodell. Dalam sistem
Metavir, hasil biopsi diberi grade dan
stage. Grade menunjukkan tingkat peradangan. Stage mengukur tingkat fibrosis
atau parutan jaringan. Grade dan stage
diberi nilai dari 0 sampai 4 dengan 4 yang
paling berat.
Sistem Knodell (atau indeks aktivitas
histologis/HAI) lebih rumit. Seperti sistem
Metavir, tindakan itu mengukur peradangan (0-18) dan parutan jaringan (dari 0
sampai 4).
Bagaimana Hasil Biopsi Dipakai?
Seperti dibahas di atas, biopsi merupakan
pemeriksaan mikroskopis dari contoh
jaringan hati yang sangat kecil. Sel
diperiksa:
y agar diketahui apakah ada penyakit hati
lain selain HCV, termasuk kanker,
hepatitis B, penumpukan lemak (steatosis), penumpukan zat besi (hematokromatosis), infeksi lain
y untuk menentukan luasnya kerusakan
pada hati. Kerusakan dapat ditampilkan
sebagai peradangan, fibrosis (penumpukan jaringan tangguh, parutan yang
ringan) atau sirosis (luka parut yang lebih
berat)
y untuk membantu menentukan pengobatan terbaik
y untuk menyediakan titik awal (baseline)
untuk membandingkan dengan biopsi
masa depan. Ini membantu melacak jika
parutan jaringan hati semakin baik atau
buruk.
Apa Efek Samping Biopsi?
Efek samping biopsi yang paling umum
adalah nyeri. Sekitar sepertiga orang
mengalami nyeri sedang selama dan setelah
biopsi. Efek samping jarang dan hampir
selalu muncul dalam satu hari.
Ada juga risiko perdarahan internal jika
biopsi jarum menusuk pembuluh darah
atau organ yang dekat. Perdarahan berat
dialami oleh kurang dari 2% pasien, dan
sering berhenti sendiri. Dalam kasus yang
sangat jarang, transfusi darah mungkin
dibutuhkan. Kematian akibat biopsi sangat
amat jarang, kurang lebih 1 dalam 10.000
biopsi.
Untuk mengurangi risiko perdarahan
yang berlebihan, tes darah dilakukan
sebelum biopsi. Yang paling umum adalah
disebut PT/INR dan hitung trombosit –
lihat LI 671.
Jika kita memakai obat yang melambatkan pembekuan darah, kita mungkin
harus menghentikan penggunaannya
sebelum biopsi. Obat ini termasuk pengencer darah, atau obat pengurang peradangan, misalnya aspirin, naproksen, atau
ibuprofen.
Setelah Biopsi
Setelah biopsi, perban akan diletakkan di
atas tempat tusukan dan kita akan terletak
di sisi kanan, ditekan pada handuk, selama
satu sampai dua jam. Tekanan darah, detak
jantung dan pernapasan serta tingkat nyeri
akan dipantau.
Pastikan kita ditemani oleh seseorang
yang dapat membantu kita pulang ke rumah
setelah biopsi. Rencanakan beristirahat
selama sehari setelah biopsi. Hindari
olahraga atau terlalu banyak kegiatan untuk
satu minggu agar tempat tusukan jarum dan
hati dapat pulih.
Rasa sakit pada tempat tusukan dan di
bahu kanan adalah biasa. Nyeri ini disebabkan oleh gangguan pada otot sekat rongga
badan (diafragma). Ini biasanya menghilang dalam beberapa jam atau hari.
Kita sebaiknya menghindari penggunaan
aspirin atau ibuprofen untuk satu minggu
setelah biopsi. Obat ini dapat meningkatkan masalah perdarahan.
Diperbarui 8 Mei 2014 berdasarkan FS 672 The
AIDS InfoNet 16 April 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 673
PENCEGAHAN PENULARAN HCV
Bagaimana Kita Tertular dengan
Hepatitis C?
Virus hepatitis C (HCV) menyebar
terutama melalui hubungan dengan darah
yang terinfeksi. Karena HCV adalah virus
yang sangat kecil, sejumlah darah yang
sangat kecil – tidak kasatmata – dapat
menularkan HCV. Dalam jarum suntik
bekas pakai, darah dapat menular setelah
tiga minggu. Virus itu dapat tahan hidup
dalam darah yang beku selama sampai
empat hari.
HCV baru ditemukan pada 1989.
Sampai 1990, belum ada cara untuk
skrining darah untuk HCV. Banyak orang
terinfeksi HCV melalui transfusi darah
atau produk darah, misalnya yang dipakai
oleh orang dengan hemofilia. Pada awal
1990-an di AS, bank darah mulai skrining
darah yang disumbang untuk HCV. Bila
skrining ini dilakukan, infeksi baru tidak
terjadi. Namun, bila darah tidak diskrining, atau alat medis tidak disterilkan,
infeksi HCV dapat terjadi.
Orang yang melakukan dialisis ginjal
mungkin berisiko tertular HCV bila
upaya pencegahan infeksi tidak memadai.
Apakah Kegiatan Rumah Tangga
Dapat Menularkan HCV?
Hubungan biasa dalam rumah tangga
tidak menyebarkan HCV. HCV tidak
menular melalui peluk, cium, atau makan
atau minum dengan memakai alat makan/
minum secara bersamaan.
Namun ada risiko bila dipakai alat
pribadi secara bersamaan, misalnya alat
cukur, gunting kuku dan sikat gigi. Alat
ini dapat mengandung jumlah darah yang
sangat kecil dan tidak kasatmata.
Penggunaan Narkoba Suntikan
Cara paling umum penularan HCV
adalah melalui menyuntikkan narkoba.
Beberapa penelitian menemukan bahwa
sampai 90% pengguna narkoba suntikan
(penasun) terinfeksi HCV. Oleh karena
begitu banyak penasun terinfeksi HCV,
dan tidak dapat diketahui apakah seseorang terinfeksi dari memandangnya, kita
harus sangat hati-hati bila menyuntik
narkoba bergantian dengan orang lain.
Jangan memakai alat apa pun secara
bergantian.
Memakai jarum suntik secara bergantian adalah kegiatan yang paling berisiko
terinfeksi HCV. Kita juga dapat tertular
HCV melalui alat atau barang lain yang
dipakai saat menyuntik narkoba. Alat dan
barang tersebut termasuk alat pemanas,
kapas, saringan, dan tali. Sejumlah darah
yang tidak kasatmata dapat cukup untuk
menularkan HCV, sehingga sangat
penting tidak memakai alat/barang yang
dipakai untuk menyuntik narkoba secara
bergantian.
Akses umum yang lebih baik terhadap
jarum suntik yang steril mencegah
penyebaran HCV. Di beberapa daerah,
jarum suntik baru dapat dibeli di apotek
tanpa resep. Ada layanan alat suntik steril
(LASS), terutama di puskesmas, di
beberapa daerah, yang memberi jarum
suntik yang steril secara gratis sehingga
penasun tidak terpaksa memakainya
secara bergantian.
Bagaimana dengan Tato?
Menato dapat menularkan HCV bila
alat, tinta atau bahkan tempat tinta
dipakai bergantian. Praktik yang tidak
aman ini terutama terjadi bila tato
dilakukan di jalan atau di penjara.
Bila kita memutuskan untuk ditato,
pastikan tindakan pencegahan yang aman
dilakukan. Tindakan ini termasuk:
y Jarum baru dipakai
y Alat atau barang yang mungkin jadi
tercemar dengan darah disterilkan
y Semua permukaan dibersihkan
y Sarung tangan lateks yang baru dipakai
untuk setiap klien
y Tabung tinta baru dipakai untuk setiap
klien (HCV dapat tahan hidup dalam
tinta tato)
y Tato yang baru dilindungi agar darah
tidak disebarkan
y Semua benda yang mungkin tercemar
darah dibuang secara hati-hati
Penularan dari Ibu-ke-Bayi
HCV dapat menyebar dari ibu kepada
bayinya selama kehamilan dan kelahiran,
walau hal ini hanya terjadi pada satu dari
30 kasus. Seorang bayi juga dapat tertular
waktu disusui bila puting susu ibu retak
atau berdarah.
Petugas Layanan Kesehatan
Pajanan pada darah tercemar dengan
HCV dapat menyebabkan infeksi melalui
tusukan jarum suntik, atau bila darah
tersebut mengena luka terbuka atau mata.
Petugas layanan kesehatan, termasuk di
layanan kesehatan gigi, harus mematuhi
kewaspadaan standar (lihat Lembaran
Informasi 811) untuk menghindari
hubungan dengan darah yang terinfeksi.
Dapatkah HCV Tertular Melalui
Hubungan Seks?
HCV secara umum tidak menular melalui hubungan seks. Namun kegiatan
seksual yang menyebabkan perdarahan,
bahkan yang kecil, dapat menularkan
HCV. Hubungan seks yang keras, dan
seks melalui dubur atau kegiatan lain
yang menyebabkan luka dapat menularkan HIV.
Orang dengan infeksi menular seksual
misalnya HIV lebih mungkin menularkan
HCV melalui hubungan seks. Luka yang
terbuka, misalnya yang disebabkan oleh
herpes atau sifilis, meningkatkan risiko
penularan HCV.
HCV yang tertular melalui hubungan
seks menyebar di antara laki-laki terinfeksi HIV yang berhubungan dengan lakilaki. Faktor risiko termasuk memakai alat
mainan seks secara bergantian, memiliki
berbagai pasangan, hubungan seks anak
secara kasar dan lama, memasukkan
tangan ke dalam dubur, dan hubungan
seks anal setelah bedah pada dubur.
Bagaimana Bila Kita Terpajan?
Penyakit hepatitis C tidak pasti menyebabkan gejala. Bila kita merasa kita
pernah terpajan, sebaiknya kita melakukan tes HCV.
Garis Dasar
HCV paling umum menyebar melalui
hubungan dengan darah yang terinfeksi.
Sejumlah darah yang sangat kecil, yang
tidak kasatmata, cukup untuk menularkan HCV. Pengguna narkoba suntikan
(penasun) terutama berisiko terinfeksi
HCV. Tato dan hubungan seks juga
mengandung risiko. Ibu hamil terinfeksi
HCV dapat menularkan infeksinya pada
bayi, walaupun risiko agak kecil (sekitar
3%).
Diperbarui 1 Juni 2014 berdasarkan FS 673 The
AIDS InfoNet 16 April 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 674
GENOTIPE HEPATITIS C
Apa Genotipe Hepatitis C Itu?
Ada beberapa jenis atau genotipe
hepatitis C (HCV). Kode genetis masingmasing genotipe sedikit berbeda, dan
perbedaan tersebut dapat ditunjukkan
oleh tes laboratorium. Dalam kode
genetis, semua genotipe HCV mempunyai bagian yang sama. Genotipe HCV
yang tertentu lebih umum di berbagai
belahan dunia. Perbedaan ini muncul
sebagaimana virus menyesuaikan diri
dengan lingkungan dan tantangan yang
berbeda.
Dalam tubuh kita, HCV menggandakan
diri (bereplikasi) sangat cepat, membuat
lebih dari satu triliun bibit virus setiap
hari. Banyak virus baru ini berbeda dari
virus asli; versi yang berbeda ini disebut
sebagai mutan. Kebanyakan mutan ini
tidak dapat bertahan hidup. Namun, ada
beberapa yang bertahan hidup, bahkan
ketika obat anti-HCV dipakai. Mutan ini
hanya mempunyai sedikit perbedaan
dalam kode genetika HCV, dan tidak
dianggap sebagai genotipe baru.
Secara global, ada 11 genotipe HCV.
Genotipe ini diidentifikasi dengan nomor,
misalnya genotipe 1. Dalam setiap
genotipe, ada beberapa jenis yang sedikit
berbeda, yang disebut sebagai subtipe.
Subtipe diidentifikasi dengan huruf,
misalnya genotipe 1a.
Mengapa HCV Penting?
Genotipe HCV yang berbeda umumnya
menginfeksi manusia dan menyebabkan
penyakit dengan cara yang sama. Tetapi
genotipe HCV yang berbeda tidak sama
dalam cara menanggapi pengobatan
HCV, misalnya interferon dan ribavirin
(lihat Lembaran Informasi (LI) 680).
Pengobatan dengan interferon dan
ribavirin berhasil pada 70-90% pasien
dengan genotipe 2 dan 3, tetapi hanya
pada 40-60% pasien dengan genotipe 1.
Obat anti-HCV yang baru adalah lebih
efektif terhadap berbagai genotipe;
pengobatan dapat disesuaikan dengan
genotipe tertentu.
Keanekaragaman genotipe HCV juga
menyulitkan pengembangan vaksin.
Vaksin yang efektif sebaiknya menghasilkan tanggapan kekebalan untuk semua
genotipe.
Genotipe dan Steatosis
Steatosis (penumpukan lemak di hati,
lihat LI 528) adalah masalah yang sering
ditemukan terkait infeksi HCV. Steatosis
dapat berpengaruh pada perkembangan
penyakit dan tanggapan pada pengobatan
HCV meskipun mekanisme yang tepat
tidak sepenuhnya dipahami. Orang
dengan HCV genotipe 3 lebih mungkin
mengembangkan steatosis dan diperkirakan bahwa HCV genotipe 3 merupakan
faktor risiko yang berdiri sendiri dan
mungkin sebenarnya memainkan peran
langsung dalam pengembangan steatosis.
Telah dilaporkan bahwa ketika diobati
HCV genotipe 3 secara berhasil, umumnya steatosis akan membaik dan steatosis
dapat pulih.
Genotipe dan Kelanjutan Penyakit
HCV
Ada kesan bahwa genotipe 1b dikaitkan dengan perkembangan penyakit yang
lebih berat dibandingkan genotipe 1a atau
2. Namun uji klinis prospektif yang lebih
besar diperlukan untuk memastikan
dampak ini.
Genotipe HCV Ditemukan di
Daerah Mana?
Genotipe 1, 2, dan 3 ditemukan di
seluruh dunia. Subtipe 1a dan 1b adalah
yang paling umum, dan menyebabkan
sekitar 60-70% infeksi HCV di dunia.
Subtipe 1a terutama ditemukan di
Amerika Utara, Amerika Selatan, Eropa
dan Australia. Subtipe 1b ditemukan di
Amerika Utara, Eropa, dan di bagian
Asia.
Genotipe 2 ditemukan di kebanyakan
negara maju, tetapi jauh lebih jarang
daripada genotipe 1. Genotipe 3 adalah
umum di Asia Tenggara, tetapi juga
ditemukan di wilayah lain.
Genotipe 4 terutama ditemukan di
Timur Tengah, Mesir, dan Afrika Tengah.
Genotipe 5 ditemukan dalam kelompok
lokal di seluruh dunia, tetapi jumlah
orang yang terinfeksi secara keseluruhan
agak kecil. Genotipe 6 sampai 11 ditemukan di Asia.
Analisis genetika menunjukkan bahwa
kebanyakan HCV adalah genotipe 1
sampai 6. Di Amerika Serikat, genotipe
yang paling umum adalah 1a dan 1b,
diikuti oleh genotipe 2 dan 3. Genotipe
4 sampai 11 bertanggung jawab untuk
kurang dari 5% kasus HCV global.
Bagaimana Genotipe Ditentukan?
Sebuah sampel darah yang terinfeksi
HCV dites untuk menentukan urutan
genetis virusnya. Tes genotipe HCV
hanya dilakukan sekali saja karena
genotipe tidak berubah. Namun, kalau
kita terinfeksi ulang dengan HCV,
mungkin infeksi ulang ini disebabkan
oleh virus dengan genotipe yang berbeda.
Diperbarui 25 November 2014 berdasarkan FS 674
AIDS InfoNet 23 Juli 2014 dan hcspFACTsheet
v7 Oktober 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 675
VIRAL LOAD HEPATITIS C
Apa Viral Load HCV Itu?
Ada dua jenis tes viral load HCV yang
utama:
Tes viral load kualitatif menentukan
keberadaan RNA (kode genetik) HCV
dalam darah. Jenis tes ini biasanya
dipakai untuk memastikan infeksi HCV
yang kronis (menahun). Jika RNA virus
terdeteksi, hasil dilaporkan sebagai
positif. Jika RNA virus tidak terdeteksi,
hasil dilaporkan sebagai negatif. Sampai
dengan 15% orang yang terinfeksi HCV
mengeluarkan infeksi tanpa pengobatan.
Tes antibodi yang dilakukan oleh orang
ini menunjukkan hasil positif tetapi hasil
tes viral loadnya negatif.
Tes viral load kuantitatif mengukur
jumlah virus dalam satu mililiter darah.
Tes jenis ini sering dipakai untuk menilai
apakah pengobatan dengan interferon
atau interferon plus ribavirin mungkin
akan berhasil atau tidak, dan kemudian
setelah obat dipakai, apakah pengobatan
berhasil.
Ada beberapa cara yang berbeda untuk
menghitung jumlah virus HCV:
y Polymerase chain reaction (PCR).
Tes jenis ini mengukur salinan kode
genetik HCV. Tes PCR sangat peka.
y Branched-chain DNA (bDNA). Tes
ini kurang peka dibandingkan tes PCR.
Namun, tes jenis ini lebih murah.
y Transcription-mediated amplification (TMA). Tes ini sangat peka, dan
menjadi semakin cepat dan murah.
Tes yang berbeda dapat memberikan
hasil yang berbeda untuk contoh darah
yang sama. Oleh karena itu, kita harus
memakai jenis tes yang sama setiap kali
kita mengukur viral load.
Bagaimana Virus Load HCV
Dilaporkan?
Viral load biasanya dilaporkan sebagai
jumlah copies (salinan) virus dalam satu
mililiter (mL) darah. Namun, karena jenis
tes yang berbeda memberikan hasil viral
load yang berbeda, viral load HCV
dilaporkan sebagai International Unit per
mL (IU/ml).
Hasil tes viral load terbaik adalah “tidak
terdeteksi.” Hal ini tidak menjamin
bahwa tidak ada virus dalam darah kita;
hasil ini dapat berarti bahwa jumlah virus
tidak cukup untuk ditemukan dan dihitung oleh alat tes. Viral load di bawah
800.000 IU/mL dianggap rendah; di atas
800.000 dianggap tinggi.
Virus hepatitis C secara fisik jauh lebih
kecil dari HIV dan menggandakan diri
jauh lebih cepat. Viral load HCV dapat
berjumlah jutaan. Tetapi dengan pengobatan yang berhasil, HCV dapat disembuhkan.
Perubahan pada viral load sering
digambarkan sebagai perubahan “log”.
Hal ini mengacu pada notasi ilmiah, yang
memakai pangkat dasar 10. Sebagai
contoh, penurunan 2-log adalah penurunan 102 atau 100 kali. Penurunan dari
600.000 menjadi 6.000 akan dilaporkan
sebagai penurunan 2-log.
Bagaimana Viral Load HCV
Dipakai?
Viral load membantu dalam beberapa
bidang:
y Diagnosis. Tes ini dapat mendeteksi
keberadaan HCV beberapa hari setelah
kita terinfeksi HCV, sebelum tes
antibodi menunjukkan hasil positif.
y Prediksi keberhasilan pengobatan.
Kalau kita mempunyai viral load di bawah 400.000 sebelum mulai pengobatan, umumnya hasil pengobatan
akan lebih baik.
y Pemantauan terapi. Tes menunjukkan
jika pengobatan berhasil mengendalikan virus. Ada beberapa cara untuk
mengukur tanggapan pada pengobatan,
sebagaimana dijelaskan di bawah.
Viral load HCV tidak dapat dipakai
dengan cara yang sama seperti viral load
HIV (lihat Lembaran Informasi 125).
Berbeda dengan HIV, viral load HCV
bukan indikator yang baik untuk menentukan tingkat beratnya penyakit, atau
seberapa cepat penyakit akan berlanjut.
Lagi pula, lebih rumit menilai tanggapan
terhadap pengobatan berdasarkan viral
load HCV.
Namun, viral load yang lebih rendah
dikaitkan dengan tanggapan yang lebih
baik terhadap terapi HCV. Juga, viral load
yang lebih tinggi terkait dengan peningkatan pada risiko penularan HCV,
setidaknya penularan HCV dari ibu hamil
ke bayinya.
Viral Load HCV dan Tanggapan
Terhadap Pengobatan
Ada beberapa jenis tanggapan viral
load HCV terhadap pengobatan:
RVR (rapid virologic response/tanggapan virologi cepat): Ini berarti bahwa
viral load HCV menjadi tidak terdeteksi
paling empat minggu setelah mulai
pengobatan.
EVR (early virologic response/tanggapan virologi dini): Ini ditunjukkan
dengan penurunan 99% (2 log) pada viral
load (yang dikenal sebagai EVR sebagian), atau menjadi tidak terdeteksi
(EVR lengkap), setelah 12 minggu
pengobatan. Pasien yang tidak menghasilkan EVR hampir pasti tidak akan
mencapai SVR (lihat di bawah). Kebanyakan dokter akan menghentikan
pengobatan HCV jika pasien tidak
menghasilkan EVR.
ETR (end-of-treatment response/
tanggapan pada akhir pengobatan): Ini
berarti bahwa viral load HCV tidak
terdeteksi waktu masa pengobatan HCV
selesai.
SVR (sustained virologic response/
tanggapan virologi yang berkelanjutan):
Ini berarti bahwa viral load HCV tetap
tidak terdeteksi enam bulan setelah
menyelesaikan pengobatan. Kebanyakan
pakar menganggap bahwa SVR berarti
bahwa infeksi HCV sudah sembuh.
Viral Breakthrough (terobosan HCV):
Setelah menjadi tidak terdeteksi, viral
load HCV menjadi terdeteksi lagi dalam
masa pengobatan.
Viral Relapse (kambuh HCV): Ini
mengacu pada viral load HCV yang
menjadi tidak terdeteksi pada masa
pengobatan, tetapi menjadi terdeteksi lagi
setelah pengobatan selesai.
Diperbarui 6 Maret 2014 berdasarkan FS675 AIDS
InfoNet 24 Februari 2104
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 680
INTERFERON DAN RIBAVIRIN
Pengobatan Baku untuk Hepatitis C
Pengobatan yang baku untuk hepatitis
C (HCV) adalah gabungan interferon
(IFN) dengan ribavirin (RBV), yang
dipakai selama 48 minggu. Sayangnya,
kombinasi ini menimbulkan efek samping yang berat dan tidak begitu efektif.
Obat ini dibahas di bawah.
INTERFERON
Apa Interferon (IFN) Itu?
IFN adalah protein yang dibuat oleh
berbagai sel dari sistem kekebalan tubuh,
termasuk sel darah putih. IFN dibuat
sebagai tanggapan terhadap sel “asing”
termasuk virus, bakteri, parasit, dan sel
tumor. Nama “interferon” berasal dari
kemampuan IFN untuk mengganggu
perkalian sel asing.
Selama infeksi apa pun, IFN dilepaskan dan meningkatkan tanggapan kekebalan tubuh. Tanggapan ini bertanggung
jawab atas banyak efek samping IFN
(lihat di bawah). Ada berbagai macam
IFN, termasuk: alpha, beta, gamma dan
lambda. Interferon sintetik (buatan
manusia) telah dikembangkan dengan
memakai teknologi DNA. Saat ini ada 12
jenis interferon dan ada lagi yang lebih
sedang diteliti.
Berbagai jenis interferon telah disetujui
untuk mengobati penyakit yang berbeda.
Penelitian terbaru telah tertuju pada
penggunaan interferon untuk meningkatkan keberhasilan terapi lain, misalnya
untuk mengobati kanker payudara.
Bagaimana IFN Dipakai?
IFN versi awal disuntikkan di bawah
kulit tiga kali seminggu. Takaran umum
adalah tiga juta unit internasional (MIU).
IFN diberikan sebagai bubuk yang
dilarutkan dalam air steril, atau dalam
jarum suntik yang sudah diisi. Volume
IFN yang ternyata disuntikkan sangat
kecil, sekitar 0,5mL atau sepuluh tetes.
Panjangnya jarum kurang lebih 1cm.
Takaran umumnya didasarkan pada berat
badan pasien.
Pada 2001, FDA-AS menyetujui bentuk IFN yang baru. Interferon pegilasi
(PEG-IFN) tertahan dalam tubuh lebih
lama dan dapat disuntikkan hanya sekali
seminggu. Pegilasi (pegylated) berarti
mengikat serat polietilen glikol (PEG)
pada sebuah molekul. PEG-IFN telah
menjadi bentuk baku IFN untuk mengobati HCV. Interferon harus disimpan
dalam kulkas tanpa menjadi beku.
Apa Efek Samping IFN?
IFN dapat menyebabkan kekurangan
berbagai jenis sel darah. Kekurangan
jenis sel darah putih yang disebut
neutrofil (neutropenia) dapat mengurangi
kemampuan untuk melawan infeksi.
Kekurangan sel darah merah disebut
anemia (lihat Lembaran Informasi (LI)
552). Penurunan trombosit (trombositopenia) bisa menyebabkan mudah berdarah dan lebam. Gejala mirip flu terjadi
pada hampir separuh pasien setelah setiap
suntikan interferon. Gejala termasuk
kelelahan (lihat LI 551), demam, menggigil, sakit kepala, dan nyeri otot.
Beberapa pasien mengembangkan diare
(lihat LI 554). Untuk banyak orang, efek
samping IFN menjadi semakin ringan
setelah suntikan berkali-kali. Efek samping dapat ditangani dengan pereda rasa
sakit sederhana seperti ibuprofen atau
antihistamin.
Depresi, kegelisahan dan rasa ingin
bunuh diri telah dilaporkan. Ini mungkin
disebabkan oleh IFN sendiri atau oleh
penyakit yang diobati.
Karena IFN disuntikkan, mantan pengguna narkoba suntikan (penasun) mungkin tidak nyaman memakai jarum suntik
sendiri dan lebih memilih agar dosis
diberikan oleh perawat.
RIBAVIRIN
Apa Ribavirin (RBV) Itu?
RBV adalah obat antivirus yang ditemukan pada tahun 1970. Cara obat ini
melawan dengan virus tidak dipahami
dengan baik.
RBV disetujui pada tahun 1985 dalam
bentuk hirup untuk melawan bentuk
influenza pada anak. RBV hanya efektif
terhadap HCV dalam kombinasi dengan
obat lain.
Bagaimana RBV Dipakai?
RBV dipakai sebagai tablet, kapsul, atau
dalam bentuk sirop. Obat ini biasanya
dipakai dua kali sehari dengan makan.
Takaran baku tergantung pada genotipe
HCV. Umumnya, takaran antara 800mg
dan 1.400mg per hari. Isinya tablet
200mg. Pedoman pengobatan saat ini
mengusulkan takaran RBV berdasarkan
berat badan pasien.
Apa Efek Samping RBV?
Efek samping RBV yang paling umum
adalah anemia. Efek ini biasanya muncul
dalam empat minggu pertama pengobatan dan kemudian membaik. Anemia
dapat memburukkan beberapa masalah
jantung.
RBV dapat menyebabkan cacat lahir.
Pasien perempuan yang memakai RBV
tidak boleh menjadi hamil selama pengobatan dan enam bulan setelah penggunaan RBV dihentikan. Hal ini juga
berlaku untuk pasangan perempuan dari
pasien laki-laki pengguna RBV.
TERAPI KOMBINASI IFN/RBV
Studi gabungan IFN dan RBV menunjukkan bahwa kombinasi ini lebih
berhasil untuk mengobati HCV dibandingkan salah satunya dipakai sendiri.
Kombinasi tersebut telah disetujui oleh
FDA pada 1998, dan sekarang telah
menjadi terapi HCV yang baku. Pengobatan dilanjutkan selama 12-48 minggu,
tergantung pada genotipe HCV (lihat
LI 674) dan hasil terapi yang diamati
dengan pemantauan.
Siapa Sebaiknya Memakai IFN/RBV?
Kombinasi IFN dan RBV adalah satusatunya terapi saat ini disetujui oleh
FDA-AS untuk mengobati HCV. Orang
yang dites positif untuk HCV mungkin
mengeluarkan HCV secara spontan
(tanpa obat). Jika tidak, mereka dinyatakan terinfeksi kronis, dan sebaiknya
mulai terapi IFN/RBV dalam waktu 12
minggu setelah infeksi.
HCV lebih berat pada orang yang juga
terinfeksi HIV. Ini disebut “koinfeksi.”
Lihat LI 506 untuk informasi lebih lanjut
mengenai infeksi HCV dan HIV bersamaan.
Bagaimana IFN dan RBV
Berinteraksi dengan ARV?
RBV meningkatkan tingkat ddI (lihat
LI 413) dan dapat menyebabkan efek
samping yang gawat. Kedua obat ini tidak
boleh dipakai bersamaan. AZT (lihat
LI 411) dapat menyebabkan anemia dan
sebaiknya tidak dipakai bersamaan
dengan RBV.
Garis Dasar
Kombinasi IFN dan RBV adalah terapi
HCV yang baku. Penggunaan terapi ini
dapat sulit. Kurang lebih 15% pasien
HCV berhenti terapi ini akibat beratnya
efek samping. Untuk pasien koinfeksi
HIV/HCV, proporsi yang lebih tinggi
mengalami efek samping yang berat.
Banyak obat lain sedang diteliti untuk
mengobati HCV.
Diperbarui 2 September 2014 berdasarkan FS 680
The AIDS InfoNet 19 Mei 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 682
TELAPREVIR
Apa Itu Telaprevir?
Telaprevir adalah obat yang dipakai
sebagai bagian dari terapi antiviral
terhadap virus hepatitis C (HCV). Nama
merek di Amerika Utara adalah Incivek.
Di Eropa namanya Incivo. Waktu dalam
perkembangan, obat ini disebut sebagai
VX-950. Obat ini dibuat oleh Vertex
Pharmaceuticals.
Telaprevir adalah protease inhibitor
HCV. Obat golongan ini menghambat
pekerjaan enzim protease. Dengan ini,
replikasi virus menjadi lebih sulit. Lihat
langkah 6 dalam siklus hidup HCV pada
Lembaran Informasi (LI) 670.
Telaprevir adalah salah satu obat
pertama yang menghambat siklus hidup
HCV secara langsung. Obat yang dikembangkan sebelumnya untuk mengobati
HCV adalah interferon dan ribavirin (lihat
LI 680). Obat macam itu terutama bekerja
dengan menguatkan sistem kekebalan
tubuh untuk melawan infeksi. Telaprevir
harus dipakai dalam kombinasi bersamaan
dengan interferon pegilasi dan ribavirin
(pegIFN/RBV). Telaprevir tidak boleh
dipakai tanpa obat lain.
Siapa Sebaiknya yang Memakai
Telaprevir?
Telaprevir disetujui pada 2011 sebagai
obat antiviral untuk orang terinfeksi HCV
genotipe 1, dengan hati yang masih
berfungsi. Orang dengan sirosis hati yang
dekompensasi (labil) sebaiknya tidak
memakai telaprevir. Tanda sirosis dekompensasi dapat termasuk perdarahan akibat
varises (vena yang terpuntir) di tenggorokan dan perut, asites atau ensefalopati.
Telaprevir belum diteliti pada orang
berusia di bawah 18 tahun, atau pasien
pencangkokan hati. Hanya ada sedikit
informasi mengenai penggunaan oleh
orang terinfeksi HIV atau virus hepatitis
B (HBV).
Penggunaan telaprevir bersamaan
dengan pegIFN/RBV meningkatkan
kemungkinan pemberantasan infeksi
HCV genotipe 1 dibandingkan penggunaan hanya pegIFN/RBV.
Bagaimana dengan Resistansi
terhadap Obat?
Beberapa virus HCV baru dapat membawa mutasi, yang berarti virus tersebut
sedikit berbeda dengan virus asli. Beberapa virus bermutasi dapat tetap
replikasi walau kita memakai obat antiHCV. Jika ini terjadi, obat tidak bekerja
lagi. Hal ini disebut sebagai ‘mengembangkan resistansi’ terhadap obat tersebut.
Resistansi dapat segera berkembang.
Sangat penting memakai ARV sesuai
dengan petunjuk dan jadwal, serta
tidak melewati atau mengurangi dosis.
Jika viral load HCV masih terlalu tinggi
setelah 4 minggu pengobatan, dokter
mungkin akan mengusulkan kita berhenti
penggunaan telaprevir agar menghindari
perkembangan resistansi.
Bagaimana Telaprevir Dipakai?
Telaprevir dipakai melalui mulut sebagai tablet 375mg. Dosis normal untuk
orang dewasa adalah 750mg tiga kali
sehari. Pakai dosis dengan jarak waktu 79 jam. Kita harus pakai dua tablet setiap
kali, dengan total enam tablet per hari.
Telaprevir harus dipakai bersamaan
dengan pegIFN/RBV. Interferon disuntik
di bawah kulit, dan ribavirin dipakai
melalui mulut (lihat LI 680).
Penggunaan telaprevir berdasarkan
“terapi dituntun oleh tanggapan/response
guided therapy.” Jangka waktu pengobatan tergantung pada bagaimana viral
load HCV dikendali pada awal pengobatan.
Dalam sebagian besar kasus, telaprevir
dipakai selama 12 minggu. Pengobatan
diteruskan dengan pegIFN/RBV. Pasien
dengan tanggapan yang baik terhadap
telaprevir meneruskan untuk 12 minggu
lagi. Pasien lain memakai pegIFN/RBV
untuk 36 minggu, dengan total 48 minggu
pengobatan. Pengobatan dianggap gagal
bila viral load lebih dari 1.000 IU pada
minggu ke-4. Jika ini terjadi, penggunaan
telaprevir sebaiknya dihentikan.
Telaprevir harus dipakai dengan makan.
Cara ini meningkatkan tingkat obat dalam
darah. Telaprevir membutuhkan lemak
dalam perut agar diserap dengan baik.
Jangan hanya memakai makanan lemak
rendah atau bebas lemak. Telaprevir harus
disimpan pada suhu ruang.
Apa Efek Samping Telaprevir?
Telaprevir dapat menyebabkan penurunan pada hitung sel darah merah
(anemia, lihat LI 552). Suatu efek sam-
ping lain yang penting adalah ruam kulit,
yang dapat dialami oleh lebih dari separuh
pengguna. Pajanan pada cahaya matahari
dapat memicu atau memburukkan ruam
ini. Diusulkan penggunaan pelindungan
terhadap cahaya matahari dengan sunscreen dan pakaian.
Efek samping lain yang umum disebabkan oleh telaprevir termasuk gatal, mual,
diare (lihat LI 554), dan muntah. Beberapa orang mengembangkan wasir, rasa
tidak nyaman atau gatal di sekitar dubur,
atau indera rasa yang aneh (disebut
sebagai disgeusia).
Oleh karena telaprevir selalu dipakai
bersamaan dengan ribavirin, yang dapat
menyebabkan cacat lahir yang berat, kita
tidak boleh memakai telaprevir bila kita
atau pasangan kita adalah hamil atau ingin
menjadi hamil. Kita atau pasangan kita
harus menghindari menjadi hamil untuk
enam bulan setelah penggunaan terapi
kombinasi dengan telaprevir dihentikan.
Lihat LI 680 untuk informasi lebih
lanjut mengenai efek samping interferon
dan ribavirin.
Pastikan dokter diberi tahu mengenai
semua efek samping yang kita alami.
Bagaimana Telaprevir
Berinteraksi dengan Obat Lain?
Terapi kombinasi telaprevir dapat
berpengaruh pada penguraian obat lain
oleh hati kita. Interaksi ini dapat
mengubah jumlah masing-masing obat
yang masuk ke aliran darah kita dan
mengakibatkan overdosis atau dosis
rendah.
Obat yang harus diperhatikan termasuk
ARV, obat untuk mengobati kolesterol
tinggi (statin), rifampisin untuk mengobati
TB, obat untuk disfungsi ereksi (mis.
Viagra), obat antijamur dengan nama yang
diakhiri dengan “-azol”, obat untuk
tekanan darah tinggi, antibiotik, obat
sedatif (benzodiazepin), obat antidepresi,
hormon KB, dan lain-lain.
Jamu St. John’s Wort (lihat LI 729)
menurunkan tingkat beberapa jenis
protease inhibitor dalam darah. Jangan
memakai jamu ini bersamaan dengan
telaprevir.
Interaksi baru terus-menerus diketahui. Pastikan dokter tahu SEMUA
obat, suplemen dan jamu yang kita
pakai.
Ditinjau 7 April 2014 berdasarkan FS 682 The
AIDS InfoNet 7 November 2013
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 683
BOCEPREVIR
Apa Boceprevir Itu?
Boceprevir adalah obat yang dipakai
sebagai bagian dari terapi antiviral terhadap
virus hepatitis C (HCV). Nama merek
adalah Victrelis. Obat ini dibuat oleh
Merck.
Boceprevir adalah protease inhibitor
HCV. Obat golongan ini menghambat
pekerjaan enzim protease. Dengan ini,
replikasi virus menjadi lebih sulit. Lihat
langkah 6 dalam siklus hidup HCV pada
Lembaran Informasi (LI) 670.
Boceprevir adalah salah satu obat pertama
yang menghambat siklus hidup HCV secara
langsung. Obat yang dikembangkan sebelumnya untuk mengobati HCV adalah
interferon dan ribavirin (lihat LI 680). Obat
macam itu terutama bekerja dengan menguatkan sistem kekebalan tubuh untuk
melawan infeksi. Boceprevir harus dipakai
dalam kombinasi bersamaan dengan interferon pegilasi dan ribavirin (pegIFN/RBV).
Boceprevir tidak boleh dipakai tanpa obat
lain.
Siapa Sebaiknya yang Memakai
Boceprevir?
Boceprevir disetujui pada 2011 sebagai
obat antiviral untuk orang terinfeksi HCV
genotipe 1, dengan hati yang masih berfungsi. Orang dengan sirosis hati yang
dekompensasi (labil) sebaiknya tidak
memakai boceprevir. Tanda sirosis dekompensasi dapat termasuk perdarahan akibat
varises (vena yang terpuntir) di tenggorokan
dan perut, asites atau ensefalopati.
Boceprevir belum diteliti pada orang
berusia di bawah 18 tahun, atau pasien
pencangkokan hati. Hanya ada sedikit
informasi mengenai penggunaan oleh orang
terinfeksi HIV atau virus hepatitis B (HBV).
Penggunaan boceprevir bersamaan dengan pegIFN/RBV meningkatkan kemungkinan pemberantasan infeksi HCV genotipe
1 dibandingkan penggunaan hanya pegIFN/
RBV.
Bagaimana dengan Resistansi
terhadap Obat?
Beberapa virus HCV baru dapat membawa mutasi, yang berarti virus tersebut
sedikit berbeda dengan virus asli. Beberapa
virus bermutasi dapat tetap replikasi walau
kita memakai obat anti-HCV. Jika ini
terjadi, obat tidak bekerja lagi. Hal ini
disebut sebagai ‘mengembangkan resistansi’ terhadap obat tersebut.
Resistansi dapat segera berkembang.
Sangat penting memakai ARV sesuai
dengan petunjuk dan jadwal, serta tidak
melewati atau mengurangi dosis.
Jika viral load HCV masih terlalu tinggi
setelah empat minggu pengobatan, dokter
mungkin akan mengusulkan kita berhenti
penggunaan boceprevir agar menghindari
perkembangan resistansi.
Bagaimana Boceprevir Dipakai?
Pengobatan dimulai dengan pegIFN/RBV
selama empat minggu, disebut sebagai masa
‘lead in’. Boceprevir mulai dipakai pada
minggu kelima. Obat ini dipakai melalui
mulut sebagai tablet 200mg. Dosis normal
untuk orang dewasa adalah 800mg tiga kali
sehari. Pakai dosis dengan jarak waktu 7-9
jam. Kita harus pakai empat tablet setiap
kali, dengan total 12 tablet per hari.
Boceprevir harus dipakai bersamaan
dengan pegIFN/RBV. Interferon disuntik di
bawah kulit, dan ribavirin dipakai melalui
mulut (lihat LI 680).
Penggunaan boceprevir berdasarkan
“terapi dituntun oleh tanggapan/response
guided therapy.” Jangka waktu pengobatan
tergantung pada bagaimana viral load HCV
dikendali pada awal pengobatan. Tanggapan baik berarti viral load HCV menjadi
tidak terdeteksi dalam delapan minggu
pertama pengobatan dan tetap tidak terdeteksi, Tanggapan sedang berarti viral
load tetap terdeteksi selama delapan minggu
pertama pengobatan, tetapi menjadi terdeteksi sebelum minggu ke-24 pengobatan.
Pengobatan gagal terjadi bila viral load
lebih dari 100IU pada minggu ke-12 atau
terdeteksi pada minggu ke-24. Bila hal ini
terjadi, penggunaan boceprevir harus
dihentikan.
Pasien tanpa sirosis yang belum mulai
pengobatan HCV:
y Tanggapan baik: pengobatan dihentikan
setelah tujuh bulan
y Tanggapan sedang: pengobatan dengan
boceprevir diteruskan selama 36 minggu
(sembilan bulan) diikuti dengan 12
minggu (tiga bulan) pengobatan lagi
dengan pegIFN/RBV.
Pasien tanpa sirosis yang pernah melakukan pengobatan HCV:
y Tanggapan baik: pengobatan dihentikan
setelah sembilan bulan
y Tanggapan sedang: pengobatan dengan
boceprevir diteruskan selama 36 minggu
(sembilan bulan) diikuti dengan 12
minggu (tiga bulan) pengobatan lagi
dengan pegIFN/RBV.
Pasien dengan sirosis yang stabil harus
memakai pegIFN/RBV untuk empat minggu, dan kemudian tambah boceprevir
selama 44 minggu lagi.
Boceprevir harus dipakai dengan makan
atau makan ringan untuk meningkatkan
tingkat obat dalam darah. Boceprevir dapat
disimpan dalam kulkas, tetapi tetap stabil
kalau disimpan di suhu ruang sampai
dengan tiga bulan.
Apa Efek Samping Boceprevir?
Boceprevir dapat menyebabkan penurunan pada hitung sel darah merah (anemia,
lihat LI 552). Boceprevir juga dapat
menyebabkan neutropenia, kekurangan
sejenis sel darah putih. Neutropenia dapat
disebabkan oleh interferon; masalah
diburukkan oleh boceprevir. Efek samping
lain yang umum disebabkan oleh boceprevir
termasuk mual, diare, dan indera rasa yang
aneh (disebut sebagai disgeusia), yang
hilang bila penggunaan boceprevir dihentikan.
Oleh karena boceprevir selalu dipakai
bersamaan dengan ribavirin, yang dapat
menyebabkan cacat lahir yang berat, kita
tidak boleh memakai boceprevir bila kita
atau pasangan kita adalah hamil atau ingin
menjadi hamil. Kita atau pasangan kita
harus menghindari menjadi hamil untuk
enam bulan setelah penggunaan terapi
kombinasi dengan boceprevir dihentikan.
Lihat LI 680 untuk informasi lebih lanjut
mengenai efek samping interferon dan
ribavirin. Pastikan dokter diberi tahu
mengenai semua efek samping yang kita
alami.
Bagaimana Boceprevir
Berinteraksi dengan Obat Lain?
Boceprevir bersamaan dengan pegIFN/
RBV dapat berinteraksi dengan obat lain
atau suplemen yang kita pakai. Interaksi
ini dapat mengubah jumlah masingmasing obat yang masuk ke aliran darah
kita dan mengakibatkan overdosis atau
dosis rendah.
Bila boceprevir dipakai bersamaan
dengan protease inhibitor yang dikuatkan
untuk mengobati HIV, tingkat kedua obat
dalam darah dapat dikurangi. Obat yang
harus diperhatikan termasuk obat untuk
mengobati kolesterol tinggi (statin),
rifampisin untuk mengobati TB, obat untuk
disfungsi ereksi (mis. Viagra), obat antijamur dengan nama yang diakhiri dengan
“-azol”, obat untuk tekanan darah tinggi,
antibiotik, obat sedatif (benzodiazepin), dan
banyak yang lain.
Jamu St. John’s Wort (lihat LI 729)
menurunkan tingkat beberapa jenis protease
inhibitor dalam darah. Jangan memakai
jamu ini bersamaan dengan boceprevir.
Interaksi baru terus-menerus diketahui. Pastikan dokter tahu SEMUA
obat, suplemen dan jamu yang kita
pakai.
Diperbarui 8 Mei 2014 berdasarkan FS 683 The
AIDS InfoNet 21 April 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 684
SIMEPREVIR
Apa Itu Simeprevir?
Simeprevir adalah obat yang dipakai
sebagai bagian dari terapi antiviral
terhadap virus hepatitis C (HCV). Nama
merek di Amerika Utara adalah Olysio.
Waktu dalam perkembangan, obat ini
disebut sebagai TMC435. Obat ini dibuat
oleh Janssen Pharmaceuticals.
Simeprevir adalah protease inhibitor
HCV. Obat golongan ini menghambat
pekerjaan enzim protease. Dengan ini,
replikasi virus menjadi lebih sulit. Lihat
langkah 6 dalam siklus hidup HCV pada
Lembaran Informasi (LI) 670.
Simeprevir menghambat siklus hidup
HCV secara langsung. Obat yang dikembangkan sebelumnya untuk mengobati
HCV adalah interferon dan ribavirin
(lihat LI 680). Obat macam itu terutama
bekerja dengan menguatkan sistem
kekebalan tubuh untuk melawan infeksi.
Simeprevir harus dipakai dalam paduan
bersamaan dengan interferon pegilasi dan
ribavirin (pegIFN/RBV). Simeprevir
tidak boleh dipakai tanpa obat lain.
Siapa Sebaiknya yang Memakai
Simeprevir?
Simeprevir disetujui pada 2013 sebagai
obat antiviral untuk orang terinfeksi HCV
genotipe 1, dengan hati yang masih
berfungsi. Orang dengan sirosis hati yang
dekompensasi (labil) sebaiknya tidak
memakai simeprevir. Tanda sirosis
dekompensasi dapat termasuk perdarahan akibat varises (vena yang
terpuntir) di tenggorokan dan perut, asites
(pengumpulan cairan di perut) atau
ensefalopati (kerusakan pada otak yang
menyebabkan perubahan kepribadian
atau kesulitan pada pikiran).
Simeprevir belum diteliti pada orang
berusia di bawah 18 tahun, atau pasien
pencangkokan hati. Hanya ada sedikit
informasi mengenai penggunaan oleh
orang terinfeksi HIV atau virus hepatitis
B (HBV).
Penggunaan simeprevir bersamaan
dengan pegIFN/RBV meningkatkan
kemungkinan pemberantasan infeksi
HCV genotipe 1 dibandingkan penggunaan hanya pegIFN/RBV.
Bagaimana dengan Resistansi
terhadap Obat?
Beberapa virus HCV baru dapat membawa mutasi, yang berarti virus tersebut
sedikit berbeda dengan virus asli. Beberapa virus bermutasi dapat tetap
replikasi walau kita memakai obat antiHCV. Jika ini terjadi, obat tidak bekerja
lagi. Hal ini disebut sebagai ‘mengembangkan resistansi’ terhadap obat tersebut.
Resistansi dapat segera berkembang.
Sangat penting memakai ARV sesuai
dengan petunjuk dan jadwal, serta
tidak melewati atau mengurangi dosis.
Jika viral load HCV masih terlalu tinggi
setelah empat minggu pengobatan, dokter
mungkin akan mengusulkan kita berhenti
penggunaan simeprevir agar menghindari
perkembangan resistansi.
Bagaimana Simeprevir Dipakai?
Simeprevir dipakai sekali sehari melalui mulut sebagai kapsul 150mg.
Simeprevir harus dipakai bersamaan
dengan pegIFN/RBV. Interferon disuntik
di bawah kulit, dan ribavirin dipakai
melalui mulut (lihat LI 680).
Penggunaan simeprevir berdasarkan
“terapi dituntun oleh tanggapan/response
guided therapy.” Jangka waktu pengobatan tergantung pada bagaimana viral
load HCV dikendali pada awal pengobatan.
Dalam sebagian besar kasus, simeprevir dipakai selama 12 minggu. Pengobatan diteruskan dengan pegIFN/RBV.
Pasien dengan tanggapan yang baik
terhadap simeprevir meneruskan untuk
12 minggu lagi. Pasien lain memakai
pegIFN/RBV untuk 36 minggu, dengan
total 48 minggu pengobatan. Pengobatan
dianggap gagal bila viral load lebih dari
1.000 IU pada minggu ke-4. Jika ini
terjadi, penggunaan simeprevir sebaiknya
dihentikan.
Simeprevir harus dipakai dengan makan. Cara ini meningkatkan tingkat obat
dalam darah. Simeprevir membutuhkan
lemak dalam perut agar diserap dengan
baik. Jangan hanya memakai makanan
lemak rendah atau bebas lemak. Simeprevir harus disimpan pada suhu ruang.
Apa Efek Samping Simeprevir?
Simeprevir dapat menyebabkan penurunan pada hitung sel darah merah
(anemia, lihat LI 552). Suatu efek sam-
ping lain yang penting adalah ruam kulit,
yang dapat dialami oleh lebih dari
separuh pengguna. Pajanan pada cahaya
matahari dapat memicu atau memburukkan ruam ini. Diusulkan penggunaan pelindungan terhadap cahaya
matahari dengan sunscreen dan pakaian.
Efek samping lain yang umum disebabkan oleh simeprevir termasuk gatal, mual,
diare (lihat LI 554), dan muntah.
Oleh karena simeprevir selalu dipakai
bersamaan dengan ribavirin, yang dapat
menyebabkan cacat lahir yang berat, kita
tidak boleh memakai simeprevir bila kita
atau pasangan kita hamil atau merencanakan kehamilan. Kita atau pasangan
kita harus menghindari menjadi hamil
untuk enam bulan setelah penggunaan
terapi paduan dengan simeprevir dihentikan.
Lihat LI 680 untuk informasi lebih
lanjut mengenai efek samping interferon
dan ribavirin.
Pastikan dokter diberi tahu mengenai
semua efek samping yang kita alami.
Bagaimana Simeprevir
Berinteraksi dengan Obat Lain?
Terapi paduan simeprevir dapat berpengaruh pada penguraian obat lain oleh
hati kita. Interaksi ini dapat mengubah
jumlah masing-masing obat yang
masuk ke aliran darah kita dan mengakibatkan overdosis atau dosis rendah.
Obat yang harus diperhatikan termasuk
ARV, obat untuk mengobati kolesterol
tinggi (statin), rifampisin untuk mengobati TB, obat untuk disfungsi ereksi
(mis. Viagra), obat antijamur dengan
nama yang diakhiri dengan “-azol”, obat
untuk tekanan darah tinggi, antibiotik,
obat sedatif (benzodiazepin), obat
antidepresi, hormon KB, dan lain-lain.
Jamu St. John’s Wort (lihat LI 729)
menurunkan tingkat beberapa jenis
protease inhibitor dalam darah. Jangan
memakai jamu ini bersamaan dengan
simeprevir.
Interaksi baru terus-menerus diketahui. Pastikan dokter tahu SEMUA
obat, suplemen dan jamu yang kita
pakai.
Dibuat 4 Februari 2014 berdasarkan FS 684 The
AIDS InfoNet 2 Desember 2013
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 685
SOFOSBUVIR
Apa Itu Sofosbuvir?
Sofosbuvir adalah obat yang dipakai
sebagai bagian dari terapi antiviral
terhadap virus hepatitis C (HCV). Nama
merek adalah Sovaldi. Obat ini dibuat
oleh Gilead Sciences.
Sofosbuvir adalah polymerase inhibitor
HCV. Obat golongan ini menghambat
pekerjaan enzim polymerase. Dengan ini,
replikasi virus menjadi lebih sulit. Lihat
langkah 7 dalam siklus hidup HCV pada
Lembaran Informasi (LI) 670.
Sofosbuvir adalah obat pertama yang
menghambat polymerase HCV. Obat ini
juga obat ke-empat yang mengganggu
replikasi virus secara langsung.
Obat yang dikembangkan sebelumnya
untuk mengobati HCV adalah interferon
pegilasi (pegIFN) dan ribavirin (RBV,
lihat LI 680) dan protease inhibitor HCV
(lihat LI 682, LI 683 dan LI 684). Sofosbuvir harus dipakai dalam paduan bersamaan dengan obat HCV lain.
Paduan obat yang dipakai tergantung
pada genotipe HCV – lihat LI 674.
Sofosbuvir tidak boleh dipakai tanpa obat
lain.
Siapa Sebaiknya yang Memakai
Sofosbuvir?
Sofosbuvir disetujui pada 2013 sebagai
obat antiviral langsung untuk orang
terinfeksi HCV genotipe apa pun, dengan
koinfeksi HCV/HIV dan untuk orang
dengan kanker hati yang menunggu
pencangkokan hati.
Sofosbuvir belum diteliti pada orang
berusia di bawah 18 tahun.
Bagaimana Sofosbuvir Dipakai?
Sofosbuvir dipakai sekali sehari melalui mulut sebagai tablet 400mg, dengan
atau tanpa makan. Sofosbuvir dipadukan
dengan obat lain tergantung pada genotipe HCV.
Pasien dengan genotipe HCV 1 atau
4 memakai sofosbuvir dengan RBV dan
pegIFN selama 12 minggu.
Pasien dengan genotipe HCV 2
memakai sofosbuvir dengan RBV selama
12 minggu (tanpa interferon).
Pasien dengan genotipe HCV 3
memakai sofosbuvir dengan RBV selama
24 minggu (tanpa interferon).
Interferon disuntik di bawah kulit, dan
ribavirin dipakai melalui mulut (lihat LI
680).
Sofosbuvir dapat dipakai dengan atau
tanpa makan. Sofosbuvir harus disimpan
pada suhu ruang (di bawah 30°C).
Apa Efek Samping Sofosbuvir?
Efek samping yang paling umum
disebabkan oleh sofosbuvir waktu
dipakai bersamaan dengan RBV adalah
kelelahan dan sakit kepala
Kalau dipakai dalam paduan dengan
RBV dan pegIFN, efek samping paling
umum adalah kelelahan, sakit kepala,
mual, sulit tidur dan penurunan pada
hitung sel darah merah (anemia, lihat LI
552).
Efek samping lain dapat muncul.
Pastikan dokter diberi tahu mengenai
semua efek samping yang mengganggu
kita atau yang tidak cepat hilang.
Oleh karena sofosbuvir selalu dipakai
bersamaan dengan ribavirin, yang dapat
menyebabkan cacat lahir yang berat, kita
tidak boleh memakai sofosbuvir bila kita
atau pasangan kita adalah hamil atau
ingin menjadi hamil. Kita atau pasangan
kita harus menghindari menjadi hamil
untuk enam bulan setelah penggunaan
terapi kombinasi dengan sofosbuvir
dihentikan.
Lihat LI 680 untuk informasi lebih
lanjut mengenai efek samping pegIFN
dan RBV. Pastikan dokter diberi tahu
mengenai semua efek samping yang kita
alami.
Bagaimana dengan Resistansi
terhadap Obat?
Beberapa virus HCV baru dapat membawa mutasi, yang berarti virus tersebut
sedikit berbeda dengan virus asli. Beberapa virus bermutasi dapat tetap
replikasi walau kita memakai obat antiHCV. Jika ini terjadi, obat tidak bekerja
lagi. Hal ini disebut sebagai ‘mengembangkan resistansi’ terhadap obat tersebut.
Resistansi dapat segera berkembang.
Sangat penting memakai ARV sesuai
dengan petunjuk dan jadwal, serta
tidak melewati atau mengurangi dosis.
Resistansi terhadap obat HCV lain
tidak berarti virus kita juga resistan
terhadap sofosbuvir.
Bagaimana Sofosbuvir
Berinteraksi dengan Obat Lain?
Terapi kombinasi sofosbuvir dapat
berpengaruh pada penguraian obat lain
oleh hati kita. Interaksi ini dapat
mengubah jumlah masing-masing
obat yang masuk ke aliran darah kita
dan mengakibatkan overdosis atau
dosis rendah.
Bila sofosbuvir dipakai dalam paduan
dengan tipranavir (protease inhibitor HIV
– lihat LI 449), tingkat sofosbuvir dalam
darah menjadi lebih rendah. Diusulkan
sofosbuvir tidak dipakai bersamaan
dengan tipranavir.
Obat yang harus diperhatikan termasuk
beberapa obat untuk serangan (karbamazepin, okskarbazepin, dan fenitoin),
dan obat untuk tuberkulosis (rifabutin,
rifampisin dan rifapentin).
Jamu St. John’s Wort (lihat LI 729)
menurunkan tingkat beberapa obat HCV
dalam darah. Jangan memakai jamu ini
bersamaan dengan sofosbuvir.
Interaksi baru terus-menerus diketahui. Pastikan dokter tahu SEMUA
obat, suplemen dan jamu yang kita
pakai.
Garis Dasar
Sofosbuvir adalah polymerase inhibitor
HCV pertama, sebuah golongan obat
HCV yang bekerja langsung. Obat ini
menghambat replikasi HCV. Terapi
dengan sofosbuvir termasuk obat HCV
lain selama 12 atau 24 minggu.
Dibuat 4 Februari 2014 berdasarkan FS 685 The
AIDS InfoNet 7 Desember 2013
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 695
PEMERIKSAAN HATI NONINVASIF
Apa Noninvasif Itu?
Tindakan medis, termasuk tes dan
bedah, kadang membutuhkan pembukaan
kulit atau akses pada rongga tubuh.
Tindakan ini disebut invasif. Jelas
tindakan invasif dapat menjadi cukup
rumit, sering membutuhkan perawatan
inap, dapat menimbulkan risiko infeksi
dan membutuhkan waktu untuk menjadi
pulih. Selain beda, tindakan invasif
termasuk biopsi (pengambilan contoh
jaringan untuk diperiksa), dan pemeriksaan vagina atau dubur.
Sebaliknya, tindakan noninvasif dilakukan tanpa kulit harus dibuka atau diiris,
dan dilakukan dari luar tubuh. Contoh
tindakan noninvasif termasuk penggunaan stetoskop, mengukur urat nadi
atau tekanan darah, rontgen dada, serta
beberapa jenis pengobatan misalnya
radioterapi. Umumnya tindakan noninvasif lebih aman, lebih murah dan lebih
nyaman buat pasien.
Latar Belakang
Hepatitis adalah penyakit pada hati,
yang sering menyebabkan radang atau
pembengkakan hati. Hati kita bertugas
untuk menyaring sebagian besar bahan
toksik (beracun) dari tubuh, tetapi racun
itu dapat merusak hati. Jadi hepatitis
sering disebabkan oleh bahan yang
mengandung toksin, mis. alkohol, narkoba dan obat. Kerusakan ini juga dapat
disebabkan oleh virus hepatitis B dan C
yang cukup umum.
Kerusakan pada Hati
Setelah kita terinfeksi virus hepatitis C
(HCV – lihat Lembaran Informasi (LI)
506), virus tersebut beralih pada hati kita.
Pada sekitar 20% kasus, virus diberantas
oleh sistem kekebalan tubuh. Untuk sisa
80% orang terinfeksi, virus menahun di
dalam hati. Sebetulnya virus sendiri tidak
menimbulkan masalah pada hati. Tetapi
pada sistem kekebalan tubuh, virus
dianggap benda asing yang harus dilawan. Sayangnya, peperangan ini antara
sistem kekebalan tubuh dan virus begitu
keras sehingga sel hati dilukai dengan
hasil dibentuk parutan yang keras di
dalam hati. Parutan itu disebut fibrosis.
Fibrosis
Fibrosis adalah jaringan parut yang
terbentuk sebagai akibat dari peradangan
terus-menerus dalam hati. Jika kita
melukai kulit, terbentuk jaringan parut
yang menimbulkan bekas luka. Walau
bekas luka ini kadang tidak kelihatan
baik, parut jaringan itu tidak bermasalah
pada kesehatan.
Namun, jika kita mengalami peradangan pada hati, dikembangkan jaringan
parut atau fibrosis, dan hal ini adalah
buruk. Jika fibrosis ini berlanjut, parutan
mulai merusakkan hati. Biasanya fibrosis
dimulai sekitar pembuluh portal (saluran
darah yang masuk ke hati) dan bentuk
fibrosis paling ringan disebut “periportal
(sekitar portal)”.
Fibrosis yang melanjut biasanya meluas
seperti jari-jari dari pusat roda. Jari-jari
disebut septa berserat. Ketika jari-jari
berserat dari satu roda bertemu dengan
jari-jari berserat dari roda lain, dibentuk
sebuah penghubung yang disebut fibrosis
menjembatani (bridging fibrosis). Fibrosis yang berlanjut lebih luas disebut
sirosis.
Sirosis
Sirosis adalah bentuk fibrosis paling
lanjut dan menunjukkan ada kerusakan
berat pada hati. Walau begitu, sering kali
hati dengan sirosis masih dapat berfungsi
secara baik selama bertahun-tahun.
Kerusakan ini disebut sirosis kompensasi.
Namun pada beberapa orang, kerusakan
dapat berlanjut menjadi begitu berat
sehingga hati tidak dapat berfungsi lagi;
hal ini disebut sirosis dekompensasi.
Terapi untuk HCV
Sekarang ada semakin banyak obat
yang dipakai dalam terapi untuk HCV
(lihat LI 680-685). Namun semua obat ini
mahal, sulit terjangkau dan dapat menimbulkan efek samping berat. Oleh karena
itu, penggunaan terapi ini sebaiknya
diprioritaskan untuk mereka yang sangat
membutuhkannya, yaitu mereka dengan
penyakit lebih lanjut, tetapi sebelum
sampai ke sirosis dekompensasi. Tetapi
kebijakan ini menimbulkan tantangan:
bagaimana beratnya penyakit dapat
dipastikan?
Penilaian Kerusakan pada Hati
Ada beberapa skala untuk mengukur
tingkat kerusakan pada hati. WHO
mengusulkan dipakai Skor METAVIR:
y F0 Tiada parutan
y F1 Sedikit parutan
y F2 Parutan telah terjadi dan meluas di
luar daerah dalam hati yang mengandung pembuluh darah
y F3 Fibrosis menjembatani menyebar
dan menghubungkan ke daerah lain
yang mengandung fibrosis
y F4 Sirosis
Baku emas untuk menilai tingkat
kerusakan dan mengukur skor METAVIR
adalah dengan biopsi hati (ambil sedikit
jaringan hati dengan jarum sempit – lihat
LI 672). Namun biopsi adalah mahal,
sebagai tindakan invasif menimbulkan
risiko pada kesehatan, dan kurang
nyaman buat pasien. Oleh karena itu,
beberapa alternatif yang noninvasif
terbentuk.
Tes Noninvasif
Yang paling baik adalah Fibroscan,
yang mengukur kekakuan hati dari luar
dengan memakai alat yang canggih.
Namun tes ini juga mahal dan alat ini
tidak terjangkau di sebagian besar daerah
di Indonesia.
Sekarang, untuk menentukan kapan
sebaiknya mulai terapi untuk HCV, WHO
mengusulkan dua sistem yang mengukur
tanda fibrosis secara tidak langsung
dengan memakai tes darah yang jauh
lebih terjangkau. Skor APRI dihitung
berdasarkan rumusan dengan AST (dulu
SGOT – lihat LI 135)) dan trombosit
(platelet – lihat LI 121). Skor FIB4 juga
memakai AST dan trombosit, ditambah
ALT (dulu SGPT) dan usia.
Skor APRI dan FIB4 tidak mampu
memberi skor METAVIR langsung.
Kalau angka APRI adalah 0,5 ke bawah
atau angka FIB4 adalah 3,25 ke bawah,
kemungkinan besar skor METAVIR
adalah di bawah F2, dan terapi HCV
dapat ditunda. Sebaliknya bila angka
APRI 2,0 ke atas, skor METAVIR
kemungkinan F4 (sirosis) dan terapi
sebaiknya dimulai. Menurut pedoman
WHO, orang dengan angka APRI antara
0,5 dan 2,0 dapat dites ulang setiap satu
atau dua tahun, atau bila terapi menjadi
lebih terjangkau, dapat diobati.
Hitung APRI dan FIB4
Rumusan dan kalkulator untuk menghitung APRI dapat diakses di:
http://hepatitisc.uw.edu/go/evaluationstaging-monitoring/evaluation-staging/
calculating-apri
Rumusan dan kalkulator untuk menghitung FIB4 dapat diakses di:
http://gihep.com/calculators/
hepatology/fibrosis-4-score/
Dibuat 19 April 2014 berdasarkan WHO
Guidelines for the screening, care and treatment
of persons with hepatitis C infection http://
www.who.int/hiv/pub/hepatitis/hepatitis-cguidelines/en/
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 700
TERAPI PENUNJANG
Apa Terapi Penunjang Itu?
Semacam terapi yang dianggap bukan
praktik medis baku ‘barat’ disebut sebagai
terapi penunjang atau terapi alternatif.
Istilah ‘penunjang’ lebih disukai, sebab
terapi ini lebih cocok dipakai untuk
melengkapi terapi ‘medis’, bukan sebagai
alternatif pada terapi tersebut.
Terapi penunjang termasuk:
y Praktek pemulihan tradisional, misalnya
akupunktur
y Terapi fisik, misalnya pijat, yoga, dan
refleksi
y Terapi jamu dan aroma
y Teknik relaksasi, misalnya meditasi dan
musik
y Terapi spiritual, termasuk paranormal
y Suplemen makanan, misalnya vitamin
dan zat mineral – lihat Lembaran Informasi (LI) 801
Beberapa dokter siap mendukung penggunaan terapi penunjang sebagai pelengkap. Mereka merasa bahwa terapi penunjang dapat mengurangi stres, meringankan
beberapa efek samping obat antiretroviral
(ARV), dan mempunyai manfaat lain.
Dokter lain tidak setuju dengan terapi
penunjang. Mereka menganggap bahwa
terapi ini tidak berdasarkan bukti uji coba
yang resmi (evidence-based). Mereka yakin
bahwa pasien selalu lebih mendapat manfaat dengan terapi medis.
Apakah Terapi Penunjang Aman?
Terapi penunjang dapat menimbulkan
efek samping yang berbahaya. Istilah ‘alam’
atau ‘jamu tradisional’ tidak menjamin
keamanan. Walaupun Badan Pengawas
Obat dan Makanan (BPOM) mendaftarkan
beberapa jamu, pendaftaran itu tidak
menjamin bahwa jamu tersebut aman untuk
semua keadaan. Lagi pula, beberapa jamu
diketahui merangsang sistem kekebalan
tubuh, yang dapat berdampak buruk pada
Odha, terutama dengan jumlah CD4 yang
rendah. Lagi pula, beberapa ramuan dapat
menurunkan tingkat ARV dalam darah.
Pastikan dokter tahu SEMUA jamu/terapi
yang kita pakai.
Kita juga sering ditawarkan berbagai
macam jamu yang tidak didaftarkan oleh
BPOM, dan dalam kemasan yang tidak
menunjukkan nama produsen atau kandungan. Jamu ini tidak terjamin bersih, dan
mungkin juga mengandung jamur atau
kuman dan kotoran lain, yang dapat menimbulkan risiko yang lebih besar untuk orang
dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah.
Daripada kita mengambil risiko dengan
memakai jamu dalam kemasan yang tidak
jelas, sebaiknya kita cari resep dan mem-
buatnya sendiri dengan membeli bahan yang
segar di pasar.
Walaupun kita semua menantikan obat
yang mampu memberantas virus dari tubuh
kita, kita harus sadar bahwa hingga saat ini,
obat penyembuh belum ditemukan. Jelas
bila obat macam ini ditemukan, hal ini akan
menjadi berita yang heboh di seluruh dunia.
Jadi, kita harus mengambil sikap sangat
berhati-hati bila ditawarkan jamu atau
terapi lain yang dikatakan dapat menyembuhkan AIDS agar kita tidak tertipu.
Walaupun mungkin jamu tersebut tidak
menimbulkan efek fisik yang berbahaya,
dampak psikologis dapat sangat berat waktu
dibuktikan tidak berhasil, apa lagi bila kita
mengeluarkan banyak biaya untuk memakainya.
Sementara banyak orang mendapatkan
manfaat dari dukungan spiritual/agama, kita
harus sangat berhati-hati dengan terapi yang
ditawarkan oleh orang pintar atau dukun.
Ada cukup banyak cerita mengenai orang
yang berhenti penggunaan terapi ARV
(ART) setelah dinyatakan ‘sembuh’ oleh
dukun, dengan dampak yang sangat negatif
pada kelanjutan hidupnya.
Apakah Terapi Penunjang Efektif?
Berbeda dengan obat medis, sebagian
besar terapi penunjang belum pernah diuji
coba dengan cara yang teliti dan dapat
dipercaya. Jadi adalah sulit mencari informasi yang baik mengenai efektivitas terapi
penunjang. Namun sebaiknya kita coba. Cari
informasi dari praktisi pengobatan tradisional
yang dapat dipercaya, dari internet, atau dari
kemasan. Tetapi kita selalu harus mengambil
sikap ‘curiga’ terhadap semua informasi ini.
Usulan dari teman yang pernah memakai
terapi tersebut mungkin dapat membantu,
tetapi kita harus sadar bahwa semua orang
berbeda: yang efektif untuk satu orang
mungkin tidak cocok untuk orang lain. Lagi
pula, masalah kesehatan sering membaik
secara alam tanpa tindakan; perbaikan yang
terjadi setelah mulai memakai jamu mungkin
adalah kebetulan.
Kadang kita ditawarkan jamu untuk
meningkatkan jumlah CD4 kita. Sampai saat
ini, satu-satunya tindakan yang terbukti
efektif untuk memulihkan sistem kekebalan
tubuh dan meningkatkan jumlah CD4 adalah
ART.
Ada beberapa tantangan yang lain dalam
pencarian informasi yang dapat membantu
kita mengambil keputusan:
y Jamu jarang dibakukan. Merek berbeda
mengandung jumlah unsur aktif yang
berbeda. Lagi pula sering ada berbagai
jenis tanaman obat yang serupa, tetapi
tidak persis sama, walaupun pakai nama
lokal yang sama.
y Banyak tanaman obat mengandung
berbagai unsur aktif, dan tidak semuanya
diketahui. Lagi pula ada kemungkinan
unsur aktif dapat hilang dalam proses
pembuatan jamu.
y Jamu sering dipasarkan dalam kombinasi,
dan kegunaan beberapa unsur mungkin
tidak jelas.
y Sering dianggap adanya sinergi antara
berbagai unsur dalam kombinasi jamu. Ini
berarti unsur saling membantu dengan
akibat kombinasi lebih efektif daripada
masing-masing unsur sendiri.
y Lebih sulit lagi menilai efektivitas praktek
fisik seperti akupunktur atau refleksi, yang
sangat tergantung pada keterampilan
praktisinya.
Lembaran Informasi Spiritia hanya
membahas berbagai macam jamu yang
sering dipakai di Indonesia, dan mencoba
memberi informasi untuk membantu
mengambil keputusan apakah terapi patut
dicoba, dan efek samping yang dilaporkan
akibat penggunaan jamu tersebut. Namun,
keberadaan lembaran informasi mengenai
macam jamu tidak berarti bahwa penggunaan jamu tersebut disokong atau
didukung oleh Spiritia.
Kerja Sama dengan Dokter
Kita sebaiknya membahas penggunaan
semua terapi penunjang yang kita pakai
dengan dokter. Ini sangat penting agar
dokter tidak bingung bila ada reaksi buruk
pada jamu yang dipakai. Lagi pula, mungkin
ada jamu yang tidak boleh dipakai bersama
dengan ARV yang kita pakai. Misalnya, ada
jamu yang mengurangi tingkat berbagai
jenis ARV dalam darah.
Mudah-mudahan dokter akan terbuka terhadap penggunaan terapi penunjang, dan
akan membantu kita dalam penilaian
pilihan terapi penunjang kita.
Garis Dasar
Sebagian besar Odha memakai sedikitnya
satu macam terapi penunjang. Penting kita
sadar bahwa ada terapi penunjang yang
berbahaya, apa lagi bila kita memakai
terapi antiretroviral. Yang lain adalah aman,
tetapi mungkin juga tidak memberi manfaat,
atau terlalu membebani kantong kita. Ada
juga yang tampaknya sangat bermanfaat.
Sebaiknya kita memberi tahu dokter kita
mengenai semua terapi penunjang yang kita
pakai.
Ditinjau 6 November 2014 berdasarkan FS 700
AIDS InfoNet 16 April 2014 dan sumber lain
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 724
DHEA
Catatan: Keberadaan lembaran informasi ini bukan berarti penggunaan
bahan ini disokong atau didukung oleh
Yayasan Spiritia – lihat Lembaran
Informasi 700 mengenai Terapi Penunjang.
Apa DHEA Itu?
Dehydroepiandrosterone (DHEA)
adalah sejenis hormon steroid yang
dibuat oleh kelenjar adrenal pada lakilaki dan perempuan. Hormon adalah
senyawa kimia yang dibuat oleh satu
bagian tubuh dan dibawa ke bagian lain
tubuh, di mana hormon tersebut mempunyai efek khusus. Kelenjar adrenal
berada di atas ginjal.
DHEA adalah steroid yang paling
umum pada manusia. DHEA dapat
diubah bentuknya dalam tubuh menjadi
testosteron (hormon seks laki-laki yang
primer), estrogen (hormon seks perempuan yang penting), atau steroid lain.
Namun suplemen DHEA dibuktikan
tidak meningkatkan testosteron pada lakilaki. Dampak ini hanya terlihat pada
perempuan.
DHEA tidak menunjukkan efek serupa
dengan steroid anabolik (yang membangun otot), tetapi ada kemungkinan
bahan ini dapat dianggap obat yang harus
diawasi secara ketat oleh pemerintah.
Pada orang dewasa yang sehat, tingkat
DHEA menjadi paling tinggi pada usia
kurang lebih 20 tahun, dan kemudian
semakin menurun. Odha dengan lipodistrofi (lihat Lembaran Informasi (LI)
553) mempunyai tingkat DHEA yang
sangat rendah.
Apa Manfaat DHEA?
Orang dengan berbagai penyakit
mempunyai tingkat DHEA yang luar
biasa rendah. DHEA dipakai selama
kurang lebih 30 tahun terakhir ini untuk
mengobati obesitas (tubuh yang sangat
gemuk), diabetes, dan lupus. Ditemukan
juga bahwa DHEA dapat memperbaiki
tidur. Banyak orang yang pernah memakai DHEA melaporkan lebih bertenaga dan merasa sangat nyaman.
Mengapa Odha Memakai DHEA?
Beberapa Odha memakai DHEA dengan jumlah yang cukup untuk meningkatkan tingkatnya dalam tubuh menjadi
normal. Penggunaan ini dapat membantu
meningkatkan tenaganya. Beberapa
penelitian menemukan bahwa DHEA
meningkatkan tingkat IL-2, sebuah
pembawa pesan kimia yang meningkatkan pembuatan sel CD4. Lihat LI 482
untuk informasi mengenai IL-2. DHEA
juga meningkatkan kemampuan sel CD8
untuk membunuh sel yang terinfeksi.
DHEA mungkin membantu memulihkan
sistem kekebalan tubuh. Sebuah penelitian baru menunjukkan bahwa DHEA
dapat mengurangi depresi pada Odha.
Bagaimana DHEA Dipakai?
DHEA tersedia dengan bentuk “regular”, yaitu DHEA-S (DHEA sulfat).
Tubuh kita dapat mengubah DHEA
menjadi DHEA-S dan sebaliknya.
Satu pendekatan untuk memakai DHEA
adalah untuk mencoba menahan tingkat
DHEA dalam darah yang serupa dengan
orang dewasa muda. Hal ini umumnya
berarti pasiennya memakai 200mg
DHEA sekali atau dua kali sehari.
Ada tes darah dan ludah untuk mengukur tingkat DHEA dalam darah. Tes ini
dapat membantu menentukan berapa
DHEA yang harus dipakai dan apakah
tingkatnya sudah sesuai dengan keinginan. Tingkat DHEA berubah-ubah
dari pagi sampai sore, jadi sebaiknya kita
selalu melakukan tes pada jam yang
sama.
DHEA tidak dianjurkan untuk anak dan
remaja dengan HIV. Penggunaan mungkin mengganggu keseimbangan hormon
yang normal.
Apa Efek Samping DHEA?
Hanya ada sedikit efek samping yang
tercatat akibat penggunaan DHEA
dengan takaran sampai 2.500mg per hari.
Namun ada laporan mengenai peningkatan akne (jerawat) dan bulu wajah,
serta penurunan pada tingkat lipoprotein
kepadatan tinggi (kolesterol ‘baik’).
Beberapa penelitian memberi kesan
bahwa Odha dengan sarkoma Kaposi
(KS, lihat LI 508) mempunyai tingkat
DHEA yang sangat tinggi. Penggunaan
DHEA oleh orang tersebut mungkin
berbahaya. Ukur tingkat DHEA dalam
darah dan air seni sebelum memakainya.
Bagaimana DHEA Berinteraksi
dengan Terapi Lain?
Belum ada interaksi yang tercatat antara
DHEA dan terapi lain. Karena DHEA
secara alamiah berada dalam tubuh
manusia, tidak mungkin akan ditemukan
interaksi. Adalah mungkin bahwa DHEA
dapat berpengaruh pada penguraian obat
oleh hati, tetapi hal ini belum diteliti.
Bagaimana Kita Tahu DHEA
Berhasil?
Ada perhatian ilmiah terus-menerus
pada DHEA, dengan lebih dari 100
artikel ilmiah diterbitkan setiap tahun
selama empat tahun terakhir ini. Namun,
belum ada banyak penelitian yang
menunjukkan manfaatnya pada kesehatan
manusia, dan beberapa hasil awal yang
baik belum dikonfirmasi dengan penelitian lanjutan.
Belum ada dukungan ilmiah yang kuat
untuk memakai suplemen DHEA (menambah tingkat DHEA dalam tubuh di
atas tingkat normal). Namun beberapa
dokter menganjurkan penggunaan DHEA
sebagai pengganti, yang berarti memakai
secukupnya untuk meningkatkan tingkat
DHEA yang rendah menjadi normal.
Garis Dasar
DHEA adalah hormon steroid yang
dibuat oleh tubuh manusia. Tingkat
DHEA semakin menurun dengan usia
semakin tua, dan menurun lebih cepat
dengan berbagai penyakit termasuk HIV.
DHEA dapat membantu fungsi kekebalan, meningkatkan tenaga, dan mengurangi depresi.
Mungkin ada manfaat kalau kita
memakai cukup DHEA untuk meningkatkan tingkat DHEA dalam darah
menjadi normal kembali. Hal ini disebut
sebagai terapi pengganti (replacement
therapy). Sebelum DHEA dipakai,
sebaiknya kita mengukur tingkat DHEA
dengan tes darah atau ludah.
Saat ini, belum ada penelitian yang
mendukung penggunaan DHEA sebagai
suplemen (dengan takaran yang akan
menghasilkan tingkat DHEA dalam darah
di atas normal).
Ditinjau 6 November 2014 berdasarkan FS 724
The AIDS InfoNet 4 Juni 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 726
ECHINACEA
Catatan: Keberadaan lembaran informasi ini bukan berarti penggunaan
jamu ini disokong atau didukung oleh
Yayasan Spiritia - lihat Lembaran
Informasi 700 mengenai Terapi Penunjang.
Apa Echinacea Itu?
Echinacea adalah tanaman berbunga.
Nama lainnya adalah ‘Purple Coneflower’. Tanaman ini terutama tumbuh di
Eropa dan Amerika Utara. Ada beberapa
jenis yang serupa: Echinacea purpurea,
angustifolia, dan palida. Masing-masing
mempunyai sifat medis yang sedikit
berbeda. Echinacea purpurea tampak
lebih aktif dalam tabung percobaan.
Echinacea angustifolia tampak lebih
efektif pada manusia.
Echinacea adalah jamu yang paling
umum dipakai oleh orang asli Amerika di
daerah Great Plains. Echinacea adalah
salah satu jamu yang paling laku di AS.
Sejak akhir 1930-an, peneliti Jerman
meneliti echinacea dan dampaknya pada
sistem kekebalan tubuh. Pemerintah
Jerman sudah menyetujui akar Echinacea
palida dan daun Echinacea purpurea
untuk dipakai terhadap selesma, flu, dan
infeksi saluran pernapasan dan saluran
kencing yang kronis. Banyak penelitian
mendukung penggunaannya. Namun satu
penelitian di AS pada 2006 tidak menemukan manfaat dari satu bentuk tertentu.
Bagaimana Echinacea Dipakai?
Pendukung echinacea mengusulkan
jamu dipakai sebagai teh yang dibuat dari
sejumlah rempah yang kecil berusia
kurang dari satu tahun. Echinacea tersedia
dalam kapsul yang mengandung bubuk
tanaman atau akar yang dikeringkan, dan
juga sebagai tincture (larutan dalam
alkohol). Pada kasus tertentu, orang
minum jus yang diperas dari tanaman
segar. Untuk mengobati masalah kulit,
jamu khusus yang mengandung jus
tersebut dipakai.
Takaran echinacea yang disarankan
tergantung pada jenis dan bagian tanaman
yang dipakai. Secara umum, sebaiknya
echinacea tidak dipakai secara terusmenerus lebih dari dua minggu.
Echinacea adalah satu ramuan dalam
beberapa kombinasi jamu yang dipasarkan untuk masalah hati, yang sering
disebut sebagai ‘hepatoprotektor’ (lihat
Lembaran Informasi 760).
Apa Manfaat Echinacea?
Kegunaan utama echinacea adalah
untuk mengobati selesma dan flu. Echinacea juga dipakai untuk infeksi saluran
kencing, luka pada kulit yang tidak pulih,
dan masalah kulit seperti psoriasis dan
eksema.
Echinacea merangsang sistem kekebalan tubuh. Jamu ini mendorong penggiatan sel CD4 dan meningkatkan kegiatan sistem kekebalan tubuh. Echinacea
juga membantu sel darah putih melawan
kuman. Dampak ini dapat menjadi semakin kurang bila echinacea dipakai lebih
dari beberapa minggu.
Echinacea secara umum tidak disarankan untuk dipakai oleh orang dengan
penyakit pada sistem kekebalan tubuh
seperti HIV, multiple sclerosis, atau TB.
Pemerintah Jerman mengusulkan echinacea tidak dipakai bila kita mengalami
penyakit ini. Beberapa peneliti menganggap bahwa echinacea sebetulnya dapat
memperburuk masalah sistem kekebalan
tubuh. Beberapa ahli jamu tidak mengusulkan echinacea dipakai oleh orang
dengan jumlah CD4 di bawah 200.
Mengapa Odha Memakai
Echinacea?
Banyak Odha memakai echinacea
karena jamu ini merangsang sistem
kekebalan tubuh, atau untuk jangka
pendek sebagai pengobatan untuk selesma
atau flu. Penggunaan echinacea oleh Odha
adalah kontroversial.
Beberapa dokter menganggap bahwa
sistem kekebalan tubuh orang dengan
masalah kekebalan sebaiknya tidak
dirangsang. Meningkatkan penggiatan sel
CD4 dapat memberi HIV lebih banyak
‘sel sasaran’ untuk diinfeksikan. Dokter
lain menganggap bahwa beberapa bagian
dari sistem kekebalan tubuh Odha sudah
terlalu aktif, dengan akibat kerusakan
pada sel dan jaringan yang sehat.
Dokter juga prihatin terhadap penelitian
pada hewan yang menunjukkan bahwa
echinacea meningkatkan tingkat faktor
tumor nekrosis alfa (TNF-alpha), sebuah
senyawa yang dibuat oleh sistem kekebalan tubuh untuk membunuh sel yang
tidak sehat. Tingkat tinggi TNF-alpha
pernah dikaitkan dengan kelanjutan
penyakit HIV.
Sayangnya belum pernah dilakukan
penelitian secara teliti terhadap Odha,
seperti halnya dengan hampir semua jenis
jamu. Belum dilaporkan penelitian yang
menemukan hasil yang berbahaya dari
penggunaan echinacea oleh Odha. Belum
dilakukan penelitian mengenai penggunaan echinacea oleh perempuan hamil.
Mereka sebaiknya hati-hati bila memakai
tincture karena kandungan alkohol yang
tinggi.
Beberapa peneliti menganggap bahwa
penggunaan dalam jangka pendek (hingga
dua minggu) untuk mengobati selesma
atau flu tidak menimbulkan risiko yang
bermakna pada Odha. Namun baik
peneliti AIDS maupun praktisi jamu
mengusulkan agar echinacea tidak dipakai
dalam jangka panjang.
Apa Efek Samping Echinacea?
Tidak diketahui efek samping dari
penggunaan echinacea melalui mulut atau
pada kulit. Peringatan mengenai dampak
negatif dari penggunaan echinacea oleh
orang dengan masalah kekebalan berdasarkan penelitian dalam laboratorium.
Belum ada penelitian terhadap manusia
yang menemukan efek samping tersebut.
Bagaimana Echinacea
Berinteraksi dengan Obat Lain?
Kebanyakan interaksi antara ramuan
dan obat belum diteliti secara hati-hati.
Echinacea ditunjukkan menurunkan
tingkat beberapa obat antiretroviral (ARV)
dalam darah. Namun belum ada interaksi
yang terbukti bermakna atau yang membutuhkan penyesuaian takaran. Pastikan
dokter tahu SEMUA obat, suplemen
dan jamu yang kita pakai, termasuk
echinacea.
Garis Dasar
Echinacea adalah tanaman berbunga
yang dipakai sebagai jamu untuk mengobati masalah saluran pernapasan dan
untuk merangsang sistem kekebalan
tubuh. Jamu ini sangat populer di AS. Ada
ratusan penelitian terhadap echinacea
yang diterbitkan, kebanyakan di Eropa.
Penelitian ini membuktikan dampak
echinacea pada sistem kekebalan tubuh
dan manfaatnya dalam mengobati selesma
dan flu.
Beberapa peneliti menganggap bahwa
dampak echinacea pada sistem kekebalan
tubuh dapat menimbulkan masalah untuk
Odha. Namun belum diterbitkan penelitian yang menunjukkan dampak buruk
dari penggunaan echinacea oleh Odha.
Kemungkinan tidak ada risiko asal
echinacea tidak dipakai lebih dari dua
minggu.
Ditinjau 6 November 2013 berdasarkan FS 726
The AIDS InfoNet 19 Mei 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 735
SILYMARIN
Catatan: Keberadaan lembaran informasi ini bukan berarti penggunaan
jamu ini disokong atau didukung oleh
Yayasan Spiritia – lihat Lembaran
Informasi 700 mengenai Terapi Penunjang.
Apa Silymarin Itu?
Silymarin adalah semacam jamu yang
dibuat dari sari bibit tanaman Silybum
marianum, yang juga disebut sebagai
“milk thistle”. Jamu ini sudah dipakai
selama lebih dari 2.000 tahun. Pada abad
pertengahan bibit milk thistle umumnya
dipakai untuk mengobati penyakit hati.
Kandungan aktif milk thistle adalah
senyawa kimia yang disebut sebagai
flavonoid. Flavonoid dalam milk thistle
adalah silybin, silydianin dan silychristin.
Bersama, ketiga flavonoid ini disebut
sebagai silymarin.
Apa Kegunaan Silymarin?
Silymarin melindungi hati melalui
tindakan sebagai antioksidan dan dengan
mendorong tumbuhnya sel hati baru.
Silymarin juga membantu mencerna
lemak. Jamu ini tampak menjaga agar
senyawa yang berdampak buruk tidak
masuk ke dalam sel hati.
Silymarin dapat membantu mencegah
atau memulihkan kerusakan pada hati
yang disebabkan oleh alkohol, narkoba,
pestisida, racun lain, atau hepatitis.
Silymarin telah dipakai (terutama di
Eropa) untuk mengobati hepatitis,
kerusakan hati yang diakibatkan oleh
kecanduan alkohol, dan keracunan oleh
beberapa jenis jamur tertentu. Namun
sebuah penelitian baru-baru ini pada
orang dengan hepatitis C menunjukkan
tidak ada manfaat dari penggunaan
silymarin.
Silymarin adalah satu ramuan dalam
beberapa kombinasi jamu yang dipasarkan untuk masalah hati, yang sering
disebut sebagai ‘hepatoprotektor’ (lihat
Lembaran Informasi 760).
Tidak ada bukti bahwa silymarin
bertindak langsung terhadap HIV.
Mengapa Odha Memakai
Silymarin?
Beberapa obat yang dipakai untuk
melawan HIV dapat merusak hati. Orang
yang terinfeksi bersama dengan virus
hepatitis B atau C (HBV dan HCV) lebih
mungkin mengalami masalah hati waktu
memakai obat antiretroviral (ARV).
Silymarin mungkin membantu mencegah
kerusakan pada hati.
Beberapa ARV dapat menyebabkan
sakit perut, dan silymarin dapat membantu mengobati masalah pencernaan.
Bagaimana Silymarin Dipakai?
Silymarin adalah sari bibit tanaman
milk thistle. Sari baku seharusnya 80%
silymarin (kandungan aktif). Jamu ini
dapat diperoleh di toko obat di kota besar
seperti Guardian atau Century. Satu
penelitian menunjukkan bahwa jangka
waktu kedaluwarsa silymarin hanya
kurang lebih tiga bulan.
Takaran umum silymarin adalah 300600mg per hari. Milk thistle tidak larut
dalam air, jadi tidak diusulkan dibuat teh
dari milk thistle.
Apa Efek Samping Silymarin?
Belum ditemukan efek samping yang
berat dari penggunaan silymarin. Walaupun dipakai dengan takaran tinggi, tidak
ada laporan mengenai dampak negatif.
Namun beberapa orang mengalami sakit
perut, diare, perut kembung, atau gas
pada lambung setelah mulai memakai
silymarin. Bila ini terjadi, kurangi takaran
kemudian tingkatkan kembali secara
bertahap.
Sedikit orang mengalami reaksi alergi
terhadap milk thistle.
Beberapa ahli menganjurkan agar
silymarin tidak dipakai oleh perempuan
hamil, karena dapat berpengaruh pada
perkembangan janin.
Apakah Silymarin Berinteraksi
dengan Obat Lain?
Karena diuraikan oleh hati, milk thistle
mungkin berinteraksi dengan obat lain
yang juga diuraikan oleh hati. Obat ini
termasuk beberapa obat antigelisah, obat
antijamur, dan mungkin juga dengan
beberapa protease inhibitor.
Diusulkan untuk tidak memakai obat
KB yang mengandung hormon estrogen
bersamaan dengan milk thistle. Milk
thistle mungkin mengganggu penggunaan
estrogen oleh tubuh, sehingga dapat
terjadi kehamilan yang tidak diinginkan.
Pastikan dokter tahu SEMUA obat,
suplemen dan jamu yang kita pakai,
termasuk milk thistle.
Bagaimana Kita Mengetahui
Silymarin Bermanfaat?
Milk thistle telah dipakai selama lebih
dari 2.000 tahun, jadi banyak yang sudah
ditulis mengenai dampaknya pada kesehatan. Sudah dilakukan lebih dari 300
penelitian ilmiah terhadap silymarin yang
mencatat:
y Dampak antioksidan
y Pengobatan sirosis hati akibat kecanduan alkohol
y Pengobatan hepatitis kronis
y Pengobatan keracunan akibat makan
jamur liar
y Membantu hati memulihkan dirinya
Sebagian besar penelitian ilmiah ini
dilakukan di Eropa.
Garis Dasar
Silymarin adalah sari bibit tanaman
milk thistle. Jamu ini sudah dipakai
selama lebih dari 2.000 tahun untuk
mengobati masalah hati. Belum dialami
efek samping yang berat atau interaksi
yang gawat.
Untuk orang dengan HIV, terutama
yang juga terinfeksi virus hepatitis,
silymarin mungkin membantu melindungi hati dari kerusakan yang disebabkan oleh terapi antiretroviral (ART).
Silymarin juga mungkin mengurangi
sakit perut sebagai efek samping obat
lain.
Diperbarui 6 November 2014 berdasarkan FS 735
The AIDS InfoNet 19 Mei 2014, serta Drug Digest
23 November 2010
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 740
KURKUMA (KUNYIT)
Catatan: Keberadaan lembaran informasi ini bukan berarti penggunaan
jamu ini disokong atau didukung oleh
Yayasan Spiritia - lihat Lembaran
Informasi 700 mengenai Terapi Penunjang.
Apa Kurkuma Itu?
Kurkuma adalah semacam jamu yang
dibuat dari tanaman Curcuma domestica
atau Curcuma longa, dari familia (jenis)
Zingiberaceae. Jenis lain dalam familia
ini termasuk Curcuma xanthorrhizae,
yang lebih dikenal sebagai temu lawak
(lihat Lembaran Informasi (LI) 741),
Curcuma heyneana atau temu giring, dan
Curcuma aeruginosa atau temu hitam.
Semuanya mempunyai bentuk akar yang
disebut sebagai rimpang (rhizome), dan
biasanya bagian ini yang dipakai untuk
membuat jamu.
Temu giring dan temu hitam paling
sering dipakai untuk pengobatan cacing.
Kurkuma dan temu lawak lebih sering
dipakai oleh Odha. Kurkuma adalah satu
ramuan dalam beberapa kombinasi jamu
yang dipasarkan untuk masalah hati, yang
sering disebut sebagai ‘hepatoprotektor’
(lihat LI 760).
Kurkuma lebih dikenal sebagai bumbu
dapur kunyit. Kunyit adalah bumbu untuk
memasak kari, sering juga disebut
sebagai turmeric.
Apa Kegunaan Kurkuma?
Kandungan aktif kunyit adalah senyawa
kimia yang disebut sebagai curcuminoid.
Curcuminoid dalam kunyit adalah curcumin (75%), demethoxycurcumin (1520%) dan bisdemethoxycurcumin (kurang lebih 3%). Dalam penelitian,
curcuminoid ditemukan mempunyai sifat
antioksidan dan antiradang. Pada awal
1990-an, para peneliti juga menemukan
bawah curcumin bertindak sebagai antiHIV dalam tabung percobaan.
Namun dua uji coba klinis pada manusia mengambil kesimpulan yang bertentangan. Satu, yang dilakukan di Los
Angeles pada 1994 mengamati penurunan viral load di antara orang yang
memakai kurkuma. Namun sebuah uji
coba klinis lain yang dilakukan di AS
pada 1996 tidak menemukan bukti bahwa
kurkuma dengan takaran tinggi atau
rendah berhasil mengurangi viral load
atau meningkatkan jumlah sel CD4.
Sayangnya belum dilakukan penelitian
lanjutan terhadap dampak kurkuma pada
HIV sejak waktu itu.
Tampaknya juga, kurkuma dapat
melindungi hati dari beberapa senyawa
beracun. Sekali lagi belum ada dasar
bukti yang jelas mengenai dampak ini.
Mengapa Odha Memakai
Kurkuma?
Selain anggapan bahwa kurkuma dapat
membantu tubuh melawan dengan HIV,
sifat antiracun pada hati mungkin dapat
membantu Odha. Jamu ini dipakai oleh
praktisi pengobatan tradisional di Indonesia antara lain untuk mengobati
penyakit kuning. Beberapa obat yang
dipakai untuk melawan HIV dapat
merusak hati. Orang yang terinfeksi
hepatitis B atau C (HBV dan HCV) lebih
mungkin mengalami masalah hati waktu
memakai obat antiretroviral (ARV).
Diharapkan kurkuma dapat membantu
mencegah atau mengurangi kerusakan
pada hati.
Kurkuma diketahui mempunyai sifat
antiradang, sehingga dapat dipakai untuk
mengobati masalah peradangan. Peradangan, sebagai tanggapan tubuh terhadap infeksi, dikaitkan dengan beberapa
penyakit, termasuk HIV (lihat LI 484).
Sekarang ada teori bahwa tingkat peradangan yang rendah yang berlanjut
bertahun-tahun dapat memperparah
beberapa infeksi kronis, termasuk HIV.
Oleh karena itu, mungkin penggunaan
kurkuma dapat mengurangi dampak
jangka panjang infeksi HIV.
Bagaimana Kurkuma Dipakai?
Empu rimpang kunyit dicampur dengan
bahan rempah lain kemudian direbus, lalu
airnya diminum sebagai obat. Atau kunyit
dapat diparut dan ditambah air minum,
diperas lalu diminum dua kali sehari.
Kurkuma dapat dibeli sebagai jamu sari
kunyit dengan 90-95% curcumin, yang
dipakai dengan takaran 250-500mg tiga
kali sehari.
Apa Efek Samping Kurkuma?
Bila dipakai dengan takaran yang
diusulkan, kurkuma dianggap aman.
Beberapa ahli menganjurkan agar kurkuma tidak dipakai dengan takaran tinggi
oleh perempuan hamil, karena dapat
menimbulkan masalah rahim. Orang
dengan batu empedu atau hambatan pada
saluran empedu sebaiknya bicara dengan
dokter sebelum memakai kurkuma.
Apakah Kurkuma Berinteraksi
dengan Obat Lain?
Tidak tercatat interaksi antara kurkuma
dengan ARV. Kurkuma dapat mengurangi
kemampuan pembekuan darah setelah
luka-luka, Karena aspirin juga dapat
menunda pembekuan darah, sebaiknya
kurkuma tidak dipakai bersamaan dengan
aspirin. Pastikan dokter tahu SEMUA
obat, suplemen dan jamu yang kita
pakai, termasuk kurkuma.
Garis Dasar
Kunyit mengandung beberapa jenis
curcumin yang sudah lama dipakai
sebagai jamu untuk mengobati berbagai
penyakit. Jamu ini sudah dipakai selama
ribuan tahun, dan belum dialami efek
samping yang berat atau interaksi yang
gawat.
Walaupun ada bukti bahwa curcumin
mempunyai tindakan anti-HIV dalam
tabung percobaan, hal ini belum dibuktikan dengan uji coba klinis pada manusia.
Namun hanya sedikit uji coba itu dilakukan, dan oleh karena itu dan kenyataan
bahwa jamu ini aman dan murah, tidak
ada kesalahan bila Odha ingin coba
sendiri, asal harapannya tidak terlalu
tinggi.
Beberapa praktisi menganggap bahwa
kurkuma dapat mengurangi kerusakan
pada hati yang diakibatkan oleh beberapa
jenis racun termasuk obat antiretroviral.
Ditinjau 6 November 2014 berdasarkan
DrugDigest 22 Desember 2010 dan beberapa
sumber lain
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 741
TEMU LAWAK
Catatan: Keberadaan lembaran informasi ini bukan berarti penggunaan
jamu ini disokong atau didukung oleh
Yayasan Spiritia - lihat Lembaran
Informasi 700 mengenai Terapi Penunjang.
Apa Temu Lawak Itu?
Temu lawak adalah semacam jamu
yang dibuat dari tanaman Curcuma
xanthorrhizae, yang lebih dikenal sebagai temu lawak, dari familia (jenis)
Zingiberaceae. Jenis lain dalam familia
ini termasuk Curcuma domestica atau
Curcuma longa, yang lebih dikenal
sebagai kunyit (lihat Lembaran Informasi
(LI) 740), Curcuma heyneana atau temu
giring, dan Curcuma aeruginosa atau
temu hitam. Semuanya mempunyai
macam akar yang disebut sebagai rimpang (rhizome), dan biasanya bagian ini
yang dipakai untuk membuat jamu.
Temu lawak adalah satu ramuan dalam
beberapa kombinasi jamu yang dipasarkan untuk masalah hati, yang sering
disebut sebagai ‘hepatoprotektor’ (lihat
LI 760).
Apakah Kegunaan Temu Lawak?
Kandungan aktif temu lawak termasuk
minyak esensial dan beberapa bahan
kimia lain. Tampaknya belum ada
penelitian mengenai manfaat temu lawak.
Menurut ahli jamu, temu lawak dapat
dipakai untuk penyakit ginjal, demam,
penyakit kuning, gangguan pada getah
empedu, dan beberapa masalah lain.
Mengapa Odha Memakai Temu
Lawak?
Jamu ini dipakai oleh praktisi pengobatan tradisional di Indonesia antara lain
untuk mengobati penyakit kuning.
Beberapa obat yang dipakai untuk
melawan HIV dapat merusak hati. Orang
yang terinfeksi hepatitis B atau C (HBV
dan HCV) lebih mungkin mengalami
masalah hati waktu memakai obat
antiretroviral (ARV). Diharapkan temu
lawak dapat membantu mencegah atau
mengurangi kerusakan pada hati.
Bagaimana Temu Lawak Dipakai?
Satu potong temu lawak sebesar telur
ayam diiris-iris, ditambah sebatang
pohon meniran (Phyllanthus urinaria),
kemudian direbus dengan air empat gelas
hingga tinggal tiga gelas. Setelah dingin
minum setengah sampai satu gelas tiga
kali sehari, ditambah dengan satu sendok
makan madu.
Apa Efek Samping Temu Lawak?
Belum ada laporan mengenai efek
samping penggunaan temu lawak. Orang
dengan batu empedu atau hambatan pada
saluran empedu sebaiknya bicara dengan
dokter sebelum memakai temu lawak.
Apakah Temu Lawak Berinteraksi
dengan Obat Lain?
Tidak tercatat interaksi antara temu
lawak dengan ARV atau obat lain.
Namun pastikan dokter tahu SEMUA
obat, suplemen dan jamu yang kita
pakai, termasuk temu lawak.
Apakah Temu Lawak Memberi
Manfaat pada Odha?
Belum ada uji coba klinis terhadap
temu lawak. Belum ada tanda bahwa
temu lawak mempunyai tindakan antiHIV. Beberapa ahli jamu menganggap
bahwa temu lawak mempunyai pengaruh
terhadap hepatitis.
Garis Dasar
Temu lawak sudah lama dipakai sebagai jamu untuk mengobati berbagai
penyakit. Belum dilaporkan efek samping
yang berat atau interaksi yang gawat.
Belum pernah dilakukan uji coba
terhadap temu lawak, terutama terhadap
HIV atau hepatitis. Oleh karena itu dan
kenyataan bahwa jamu ini aman dan
murah, tidak salah bila Odha ingin coba
sendiri, asal harapannya tidak terlalu
tinggi.
Beberapa praktisi menganggap temu
lawak dapat mengurangi kerusakan pada
hati yang diakibatkan oleh beberapa jenis
racun termasuk obat antiretroviral.
Ditinjau 6 November 2014 berdasarkan beberapa
sumber
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 742
BAWANG PUTIH
Catatan: Keberadaan lembaran informasi ini bukan berarti penggunaan
jamu ini disokong atau didukung oleh
Yayasan Spiritia - lihat Lembaran
Informasi 700 mengenai Terapi Penunjang.
Apa Bawang Putih Itu?
Bawang putih adalah tanaman umum
dengan akar berwarna putih berbentuk
umbi lapis, serupa dengan bawang merah.
Nama ilmiah adalah Allium sativum, dan
tanaman ini adalah bagian dari familia
Liliaceae (Lili). Bawang putih dipakai
baik untuk masakan maupun sebagai
tanaman obat.
Saat bawang putih segar dihancurkan
atau dicincang, enzim dalam umbinya
dilepas dan sebuah senyawa yang mengandung sulfur (belerang) bernama allicin
dibuat. Senyawa yang mengandung sulfur
ini sering menjadi antibiotik yang efektif.
Apa Kegunaan Bawang Putih?
Bawang putih mungkin berasal dari
Kirgiz, daerah padang pasir Siberia.
Pujangga Cina 3000 tahun SM menguji
manfaat bawang putih. Jadi, bawang
putih mempunyai sejarah panjang dalam
penggunaannya sebagai obat. Aristoteles
menguji bawang putih pada tahun 335
SM untuk mutu pengobatan. Pada abad
pertengahan, bawang putih telah dipikirkan sebagai pengobatan terhadap orang
bertekanan darah tinggi, kehilangan nafsu
makan, orang dengan masalah paru,
gigitan ular, batuk rejan, dan kebotakan.
Pendeta Prancis abad ke-17 makan
bawang putih dalam jumlah besar untuk
melawan wabah sampar, dan dilaporkan
mereka bertahan hidup lebih lama
daripada pendeta Inggris. Selama kedua
perang dunia, tentara Rusia dan Jerman
makan bawang putih sebagai pengobatan
di medan pertempuran.
Mengapa Odha Memakai Bawang
Putih?
Banyak tes sudah membuktikan bahwa
bawang putih mengandung zat antibakteri
dan antijamur. Bawang putih juga dapat
mempertahankan sistem kekebalan
tubuh, yang dalam kasus HIV sangat
dibutuhkan. Bawang putih terbukti efektif
melawan sejumlah infeksi oportunistik
(IO) termasuk herpes virus, sitomegalovirus, kriptosporidiosis (kripto), dan
organisme mikobakteri atau kandida.
Pada beberapa kasus, pengobatan Barat
tidak efektif untuk mengobati kondisi ini.
Sebagai contoh, sebuah tes yang melibatkan lima orang dengan kripto (lihat
Lembaran Informasi (LI) 502) di Los
Angeles menunjukkan bahwa seluruh
gejala berkurang ketika mereka memakai
banyak bawang putih. Kripto dianggap
sebagai salah satu IO yang sulit diobati.
Bawang putih mengandung sulfur, asam
amino, zat mineral termasuk germanium,
selenium, dan zink, serta vitamin A, B,
dan C. Allicin dipercaya sebagai zat
kandungan bawang putih yang paling
banyak memberikan manfaat, selain
menghasilkan bau yang menyengat itu.
Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa bawang putih dapat mengurangi
tingkat kolesterol dan trigliserid yang
tinggi. Masalah ini dapat menjadi efek
samping dari penggunaan terapi antiretroviral (ART). Namun bawang putih
kurang efektif dalam hal ini dibandingkan dengan perubahan pada pola makan/
hidup dan penggunaan obat kolesterol
tinggi.
Bagaimana Bawang Putih
Dipakai?
Bawang putih berbentuk pil/kapsul bisa
dibeli di apotek. Harganya memang
mahal, tetapi baunya tidak terlalu
menusuk. Kebanyakan orang memakai
bawang putih pada masakan mereka.
Beberapa orang memakan bawang putih
mentah secara teratur, biasanya dengan
memotongnya kecil-kecil, dan memakannya bersama makanan lain. Atau, ada juga
yang merajangnya sampai halus lalu
disendokkan ke mulut, seperti puyer.
Apa Efek Samping Bawang Putih?
Bawang putih menimbulkan sedikit
efek samping, tetapi dosis yang tinggi
dapat menyebabkan sakit perut atau
gangguan pada usus. Hal ini terutama
terjadi bila dipakai bawang putih mentah.
Selain itu, baunya dapat dianggap sebagai
efek samping yang kurang enak!
Bawang putih mengurangi kemampuan
darah untuk membeku. Oleh karena itu,
sebaiknya tidak dipakai oleh orang yang
mengalami trombositopenia (kekurangan
pada unsur dalam darah yang membekukannya).
Apakah Bawang Putih
Berinteraksi dengan Obat Lain?
Sebuah penelitian pada 2001 menunjukkan bahwa bawang putih dan suplemen yang mengandung bawang putih
atau allicin dapat mengurangi tingkat
saquinavir (sebuah protease inhibitor)
dalam darah rata-rata 51%. Hal ini
kemungkinan sangat berpengaruh pada
kegiatan saquinavir terhadap HIV,
dengan kemungkinan HIV menjadi
resistan terhadap obat tersebut. Walaupun belum diteliti, kemungkinan interaksi
ini terjadi terhadap protease inhibitor lain
dan juga NNRTI. Menurut para peneliti,
“kami melihat interaksi yang jelas dan
berjangka lama. Implikasi yang jelas
adalah bahwa dokter dan pasien seharusnya berhati-hati bila memakai bawang
putih atau suplemen kandungan bawang
putih bersama dengan ART.”
Karena bawang putih mengurangi
kemampuan darah untuk membeku,
sebaiknya dihindari oleh orang yang
memakai obat antitrombosit atau antibeku (mis. warfarin). Karena aspirin juga
dapat menunda pembekuan darah, sebaiknya penggunaan bawang putih secara
berlebihan bersamaan dengan aspirin
sebaiknya dihindari.
Pastikan dokter tahu SEMUA obat,
suplemen dan jamu yang kita pakai,
termasuk bawang putih.
Garis Dasar
Bawang putih adalah tanaman yang
sudah lama diketahui efektif sebagai
obat. Namun hanya sedikit penelitian
yang dilakukan terhadapnya, jadi efektivitasnya tidak dapat dibuktikan.
Bukti klinis yang terbatas tampaknya
menunjukkan bahwa bawang putih yang
dipakai secara oral dapat membantu
mengurangi kolesterol tinggi dan tekanan darah tinggi. Lebih sedikit bukti
mendukung manfaat untuk mencegah
penyakit jantung, meningkatkan fungsi
kekebalan, atau melindungi terhadap
beberapa jenis kanker.
Penggunaan biasanya tidak menimbulkan efek samping (kecuali baunya), tetapi
dibuktikan ada interaksi dengan satu jenis
obat antiretroviral, dan kemungkinan
juga ada dengan beberapa jenis lain. Jadi
sebaiknya kita tidak memakai bawang
putih dengan dosis tinggi bila kita
memakai ART. Namun penggunaan
sebagai rempah dalam masakan kemungkinan tidak menimbulkan masalah.
Ditinjau 6 November 2014 berdasarkan
DrugDigest 2 Agustus 2011 dan beberapa sumber
lain
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 760
HEPATOPROTEKTOR
Catatan: Keberadaan lembaran informasi ini bukan berarti penggunaan
jamu ini disokong atau didukung oleh
Yayasan Spiritia – lihat Lembaran
Informasi 700 mengenai Terapi Penunjang.
Apa Hepatoprotektor Itu?
Hepatoprotektor (pelindung hati)
adalah istilah yang diberikan pada produk
yang dipasarkan untuk melindungi hati
dan/atau memulihkan hati yang telah dirusak oleh racun, obat atau penyakit.
Sampai saat ini, belum ada obat yang
disetujui sebagai hepatoprotektor. Tetapi
ada berbagai jenis jamu atau campuran
jamu yang dipasarkan di Indonesia
sebagai hepatoprotektor. Produk tersebut
termasuk Hepasil dari Kalbe Farma,
Hepacomb dari Sidomuncul, Hepagard
dari Phapros, HP-Pro, Lesipar, Hepimun
dan beberapa produk lain.
Mengapa Odha Memakai
Hepatoprotektor?
Mungkin lebih dari separuh Odha di
Indonesia juga terinfeksi bersama dengan
virus hepatitis B atau C (HBV/HCV –
lihat Lembaran Informasi (LI) 505).
Hepatitis dapat merusak hati, dan
kerusakan ini ditunjukkan oleh peningkatan pada dua enzim hati yang diukur
pada tes fungsi hati (lihat LI 135). Kedua
enzim ini adalah ALT (SGPT) dan AST
(SGOT).
Kebanyakan obat yang dipakai untuk
melawan HIV (antiretroviral/ARV) atau
untuk mengobati infeksi oportunistik
disaring dan diuraikan oleh hati. Hati
yang rusak dapat berpengaruh pada kemampuan kita untuk memakai obat
tersebut, dan penggunaan obat itu juga
dapat meningkatkan beban pada hati,
dengan risiko hati kita tidak berfungsi lagi
dan kita mengalami kegagalan hati.
Sampai saat ini, belum ada obat yang
disetujui untuk memulihkan tingkat ALT
yang tinggi akibat HBV atau HCV.
Namun produsen beberapa jenis hepatoprotektor menyatakan bahwa produknya
efektif untuk menurunkan ALT yang
tinggi. Oleh karena itu, dan karena pasien
dengan ALT tinggi sering mendesak
dokter untuk memberi obat untuk masalah ini, dokter sering kali meresepkan
hepatoprotektor ini.
Bagaimana Hepatoprotektor
Dipakai?
Hepatoprotektor sering tersedia sebagai
kapsul. Hepasil, misalnya, tersedia dalam
bentuk kapsul, dengan usulan dipakai
satu kapsul 3-4 kali sehari, 1-2 jam
setelah makan.
Pilihan yang mungkin lebih cocok
adalah untuk membuat campuran sendiri,
dengan membeli jamu secara segar di
pasar.
Sering tidak jelas berapa lama hepatoprotektor sebaiknya dipakai, atau apakah
ada risiko bila hepatoprotektor dipakai
jangka panjang.
Apa Efek Samping
Hepatoprotektor?
Efek samping tergantung pada kandungan – lihat lembaran informasi
mengenai masing-masing jamu, bila ada.
Sering kali produsen tidak menjelaskan
apakah produknya dapat menimbulkan
efek samping.
Apakah Ada Kontraindikasi atau
Peringatan?
Kontraindikasi seharusnya dicatat pada
etiket produk. Umumnya penggunaan
hepatoprotektor mungkin adalah aman,
tetapi hal ini jelas tergantung pada
kandungan. Hepasil, misalnya, mengandung echinacea (lihat LI 726), dan jamu
ini sebaiknya tidak dipakai oleh Odha
(terutama bila jumlah CD4-nya rendah)
atau perempuan hamil.
Ada anggapan bahwa semua produk
alami adalah aman. Jelas anggapan ini
tidak benar, apa lagi buat Odha. Selain
apakah produknya bersifat racun, cara
produksinya tidak selalu dijamin bersih,
dan bebas unsur lain termasuk jamur. Bila
tidak, produk dapat menjadi berbahaya
untuk Odha.
Bagaimana Hepatoprotektor
Berinteraksi dengan Obat Lain?
Belum diketahui interaksi apa pun
antara hepatoprotektor dan obat atau
jamu lain. Namun belum diteliti interaksi
antara hepatoprotektor dengan sebagian
besar obat atau jamu lain. Untuk informasi lebih lanjut mengenai interaksi, lihat
lembaran informasi mengenai masingmasing jamu, bila ada. Pastikan dokter
tahu SEMUA obat, suplemen dan
jamu yang kita pakai, termasuk hepatoprotektor.
Dasar Bukti untuk Hepatoprotektor
Sampai saat ini, belum dilakukan uji
coba klinis secara acak yang membuktikan keberhasilan hepatoprotektor untuk
menurunkan ALT. Ada beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa beberapa
jamu, terutama silymarin (lihat LI 735),
dapat membantu dalam kasus keracunan
hati akibat zat kimia (terutama karbon
tetraklorida). Namun belum ada dasar
bukti kasus kerusakan hati akibat HBV/
HCV.
Ada banyak anekdot (cerita) yang
menunjukkan bahwa ALT yang tinggi
menurun pas setelah penggunaan hepatoprotektor. Namun virus hepatitis sering
mengakibatkan peningkatan sementara
pada tingkat ALT (yang disebut flare,
atau kobaran), tetapi yang menurun
secara alami setelah beberapa hari. Bila
hepatoprotektor dipakai saat flare ini,
ALT memang akan turun, tetapi penurunan akan terjadi walau hepatoprotektor dipakai atau tidak.
Pada 2002, Prof Dr H Ali Sulaeman
PhD SpPD-KGEH FACG (guru besar
penyakit hati) menyatakan bahwa ada
ketidaksesuaian antara pemanfaatan obat/
suplemen hepatoprotektor dengan konsep dasar bukti. “Kita kembalikan saja
pada pribadi masing-masing. Apabila
diyakini baik, silakan saja diteruskan,”
dikatakannya.
Garis Dasar
Hepatoprotektor adalah ‘obat’ campuran
jamu yang dipasarkan oleh beberapa produsen obat di Indonesia. Tampaknya ‘obat’
ini sering diresepkan oleh dokter pada
orang dengan HIV dan hepatitis bersamaan,
dan dengan ALT/AST tinggi. Menurut
laporan anekdot, penggunaan hepatoprotektor sering berhasil untuk mengurangi
tingkat enzim hati. Namun belum ada dasar
bukti yang mendukung penggunaan hepatoprotektor dalam kasus koinfeksi HIV/
virus hepatitis.
Kandungan semua jenis hepatoprotektor berbeda-beda, tergantung pada
produsen. Sebaiknya kita memperhatikan
kandungan, karena mungkin ada di antara
kandungan yang sebaiknya tidak dipakai
oleh Odha (misalnya echinacea). Kecuali
itu, kemungkinan hepatoprotektor aman
untuk Odha, walau mungkin tidak
memberi manfaat jelas, asal dibuat
dengan cara yang bersih.
Ditinjau 6 November 2014 berdasarkan beberapa
sumber
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 800
GIZI
Mengapa Gizi Itu Penting?
Gizi yang baik berarti makan makanan
yang benar dengan jumlah yang benar.
Gizi yang baik kadang kala menjadi
masalah bagi Odha. Bila tubuh kita
memerangi infeksi, maka tubuh memakai tenaga dan gizi mikro dari makanan
dengan laju yang lebih cepat.
Infeksi HIV dapat menyebabkan kehilangan berat badan, tetapi obat antiretroviral dapat menyebabkan penambahan lemak. Agar mencegah kehilangan
otot dan/atau penambahan lemak, kita
sebaiknya makan berbagai macam
sumber daging kurang lemak sedikitnya
tiga kali sehari (telur atau daging unggas,
ikan, sapi tanpa lemak, babi). Bila berat
badan kita naik atau turun lebih dari 5kg
dalam enam bulan, bahas dengan dokter.
Beberapa obat dapat mengganggu
perut, dan berbagai infeksi oportunistik
(IO) dapat memengaruhi mulut atau
tenggorokan. Hal ini mengakibatkan sulit
makan. Lagi pula, beberapa obat dan
infeksi menyebabkan diare. Jika kita
diare, tubuh kita sebenarnya menerapkan
lebih sedikit dari yang apa yang kita
makan. Hal ini disebut sebagai malabsorpsi (gangguan penyerapan). Bila kita
mengalami sakit perut, diare, atau nyeri
pada mulut, bahas dengan dokter atau ahli
gizi.
Panduan Gizi bagi Odha
Pertama, makan lebih sering. Coba
makan 4-6 kali sehari ganti 2-3 kali. Hal
ini akan bantu mencegah kehilangan otot.
Penambahan berat otot akan membantu
kita memerangi HIV. Hal ini sangat
penting. Banyak orang ingin mengurangi
berat badannya, tapi bagi Odha, ini dapat
gawat.
Makan banyak daging, buah-buahan,
dan sayuran.
y Daging (protein) bantu membangun
dan mempertahankan otot. Telur,
produk susu, dan daging ayam, babi,
sapi dan ikan merupakan makanan yang
terbaik untuk mempertahankan otot.
y Buah-buahan, sayuran dan butir
kasar (karbohidrat) memberi tenaga
dan antioksidan. Makanan ini adalah
“makanan kekuatan’ yang bantu melawan infeksi. Setiap kali kita makan
harus termasuk buah-buahan dan
sayuran.
y Biji-bijian dan minyak (lemak)
memberi tenaga untuk olahraga intensitas rendah dan fungsi tubuh yang
normal. Kita perlu secukupnya – tetapi
jangan terlalu banyak.
Program olahraga ringan membantu
tubuh membentuk zat makanan menjadi
otot. Dalam 15 menit setelah olahraga,
makan makanan kecil atau camilan
dengan daging, buah-buahan dan sayuran
atau minum segelas susu cokelat. Jadikan
sikap santai, dan berolahraga sebagai
kegiatan sehari-hari – lihat LI 802.
Sangat penting minum cairan secukupnya bila kita terinfeksi HIV. Air tambahan
bisa mengurangi efek samping beberapa
obat. Air dapat membantu menghindari
mulut kering dan sembelit (susah buang
air). Ingat, minum teh, kopi, cola, cokelat,
atau alkohol sebenarnya dapat menghilangkan cairan tubuh. Cara terbaik
untuk mengetahui apakah kita konsumsi
cukup air adalah dengan memantau
warna air seni. Warna kuning muda
adalah yang terbaik.
Menjaga Kebersihan Makanan
y Simpan makanan di luar zona suhu
yang berbahaya, yaitu 5-60°C
y Sering cuci tangan (lihat LI 851). Pakai
sabun dan air, dan gosok sedikitnya 20
detik. Cuci tangan sebelum dan setelah
menangani makanan mentah
y Bila ragu, buang. Jangan makan apa
pun yang mungkin mulai busuk
y Cuci semua buah dan sayuran secara
tuntas, walau kulitnya akan dilepaskan
y Sering bersihkan permukaan, papan
potong, dan ruang dapur selama menyiapkan makanan
y Jangan makan telur atau ikan mentah;
hati-hati dengan taoge atau bibit lain
yang bertunas
y Masak daging secara matang; jangan
makan daging yang masih mentah
y Masak kembali sisa-sisa makanan pada
suhu di atas 65°C
y Sebaiknya memakai air kemasan
Bagaimana dengan Suplemen?
Suplemen dapat berbahaya. Hindari
suplemen bila belum dibahas dengan
dokter atau ahli gizi. Suplemen (vitamin,
mineral, bubuk protein, minuman ganti
makanan, asam amino, jamu) sering
tercemar, mahal, dan tidak diawasi oleh
Badan POM. Suplemen dapat mengandung kandungan yang berinteraksi
dengan obat.
Garis Dasar
Makan makanan yang sehat adalah
sangat penting bagi Odha. Bila kita
terinfeksi HIV, kita harus mengubah jenis
dan jumlah makanan yang kita konsumsi.
Memakai diet seimbang, yang meliputi
banyak daging tanpa lemak, buah-buahan
dan sayuran, dan bibit kasar. Program
olahraga akan membantu kita mengembangkan dan mempertahankan otot.
Minum banyak cairan untuk membantu
tubuh menguraikan obat yang dipakai.
Jaga kebersihan makanan. Pastikan
dapur tetap bersih, makanan selalu dicuci,
dan hati-hati dalam menyiapkan dan
menyimpan makanan. Minum air yang
sudah direbus atau air kemasan.
Jika kita merasa membutuhkan gizi
tambahan, sebaiknya minta saran dari
dokter atau konselor gizi.
Ditinjau 1 Oktober 2014 berdasarkan FS 800 The
AIDS InfoNet 28 Agustus 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 801
VITAMIN DAN ZAT MINERAL
Mengapa Vitamin dan Zat Mineral
Penting?
Vitamin dan zat mineral kadang-kadang
disebut bahan gizi mikro. Tubuh kita hanya
membutuhkan bahan gizi mikro dalam
jumlah sedikit, untuk mendukung reaksi
kimia yang diperlukan oleh sel kita agar
dapat hidup. Kita memperolehnya dari
makanan atau suplemen, karena tubuh kita
tidak mampu membuatnya. Berbagai
macam bahan gizi berdampak pada pencernaan, susunan saraf, pikiran, dan proses
tubuh yang lain.
Bahan gizi mikro terkandung pada banyak
bahan makanan. Orang yang sehat mungkin
mendapatkan cukup vitamin dan zat
mineral dari makanannya saja. Odha atau
orang dengan beberapa penyakit lain membutuhkan lebih banyak bahan gizi mikro
untuk membantu memperbaiki dan memulihkan sel yang rusak. Selain itu, beberapa
obat dapat menimbulkan kekurangan berbagai bahan gizi.
Apa Antioksidan Itu?
Beberapa molekul dalam tubuh adalah
dalam bentuk yang disebut beroksidasi.
Molekul ini dikenal sebagai radikal bebas
(free radical). Molekul ini bereaksi secara
mudah dengan molekul lain, dan dapat
merusak sel tubuh. Kadar radikal bebas
yang tinggi tampaknya menyebabkan
banyak kerusakan yang berkaitan dengan
proses penuaan.
Radikal bebas dibuat sebagai bagian dari
reaksi kimia normal dalam tubuh. Antioksidan adalah molekul yang dapat menghambat reaksi radikal bebas dengan
molekul yang lain. Ini membatasi kerusakan
yang dilakukan oleh radikal bebas. Ada
beberapa macam bahan gizi yang bersifat
antioksidan. Antioksidan cenderung bekerja
bersama, sehingga lebih baik dipakai
kombinasi daripada hanya satu macam.
Antioksidan penting bagi Odha, karena
infeksi HIV meningkatkan kadar radikal
bebas. Lagi pula radikal bebas dapat
memacu kegiatan HIV. Pada tingkat yang
lebih tinggi antioksidan dapat melambatkan penggandaan HIV dan membantu
memperbaiki sebagian kerusakan yang
disebabkan oleh virus tersebut.
Berapa Banyak yang Kita
Butuhkan?
Mungkin kita berpikir bahwa kita dapat
memperoleh cukup vitamin dan zat mineral
dengan memakai pil multivitamin satu kali
sehari. Sayangnya, tidak semudah itu.
Jumlah bahan gizi mikro pada banyak pil
tersebut berdasarkan pada angka kecukupan
gizi/AKG. Masalah dengan AKG adalah
bahwa jumlah bahan gizi yang ditetapkannya tidak cocok bagi Odha. Sebaliknya,
anjurannya merupakan jumlah minimal
untuk mencegah kekurangan gizi bagi orang
yang sehat. Penyakit HIV dan beberapa obat
untuk infeksi terkait HIV dapat menghilangkan beberapa bahan gizi. Ada penelitian
yang menunjukkan bahwa Odha membutuhkan bahan gizi dengan jumlah enam
sampai 25 kali AKG. Sebuah pil multivitamin yang sangat manjur adalah cara
yang baik untuk memperoleh bahan gizi
mikro yang dasar.
Bahan Gizi Mana yang Penting?
Belum ada banyak penelitian yang
dilaksanakan mengenai bahan gizi tertentu
terkait dengan penyakit HIV. Sebuah metaanalisis terhadap penelitian menunjukkan
bahwa satu multivitamin yang sederhana
dapat membantu. Lagi pula, banyak bahan
gizi saling berinteraksi. Kebanyakan ahli
gizi menganjurkan merencanakan program
tambahan bahan gizi secara keseluruhan.
Odha dapat memperoleh manfaat dengan
memakai tambahan vitamin dan zat mineral
yang berikut:
y Vitamin B: Vitamin B1 (tiamin). vitamin
B2 (riboflavin), vitamin B6 (piridoksin),
vitamin B12 (kobalamin), dan folat (asam
folat).
y Niasin, juga semacam vitamin B, dapat
membantu meningkatkan kolesterol
“baik” dan menurunkan kolesterol
“buruk”.
y Vitamin lain: Tingkat vitamin D3 sering
rendah pada Odha, terutama yang berkulit
hitam. Vitamin C dapat membantu fungsi
kekebalan. Vitamin K membantu pembekukan darah dan pembentukan tulang.
y Antioksidan, termasuk beta-karoten
(tubuh mengurai beta-karoten untuk
membuat vitamin A), zat selenium,
vitamin E (tokoferol), dan vitamin C.
y Zat magnesium, selenium, kalsium dan
zink. Magnesium penting untuk fungsi
saraf, dan dapat membantu dengan kram
otot. Selenium adalah antioksidan yang
penting; tingkatnya sering menurun pada
penyakit HIV. Kalsium dibutuhkan oleh
tulang, dan zink untuk fungsi kekebalan.
Bagaimana dengan Suplemen Lain?
Selain vitamin dan zat mineral, beberapa
ahli gizi menyarankan Odha untuk memakai tambahan bahan gizi yang lain:
y Asidofilus, semacam bakteri yang berkembang secara alami dalam usus,
membantu pencernaan. Ada beberapa
macam bakteri yang membantu kesehatan. Bakteri tersebut dikenal sebagai
probiotik.
y Asam alfalipoik adalah antioksidan kuat
yang dapat meringankan gangguan mental
dan neuropati.
y Karnitin (bentuk serupa adalah asetil-Lkarnitin) mungkin mencegah wasting dan
memberi manfaat lain kepada kekebalan
dan metabolisme.
y Koenzim Q mungkin membantu fungsi
10
kekebalan tubuh
dan kesehatan jantung.
y Asam lemak esensial (essential fatty
acid) yang terdapat pada evening primrose oil atau flaxseed oil dapat membantu
kulit yang kering. Juga ditemukan sebagai
asam lemak omega-3 dalam lemak ikan,
dapat membantu dengan kolesterol,
trigliserida dan depresi.
y N-Asetil-Sistein, suatu antioksidan, dapat
membantu memelihara tingkat glutation
dalam tubuh. Glutation adalah salah satu
antioksidan utama di tubuh.
Apakah Bahan Gizi Berlebihan
Berbahaya?
Kebanyakan vitamin dan zat mineral
tampaknya aman sebagai suplemen, bahkan
pada tingkat yang lebih tinggi daripada yang
dianjurkan oleh AKG. Namun sebagian di
antaranya dapat menyebabkan masalah
pada dosis yang terlalu tinggi, termasuk
vitamin A, vitamin D, niasin, dan zat
tembaga, besi, selenium dan zink.
Program dasar tambahan vitamin dan zat
mineral sebaiknya aman. Ini meliputi yang
berikut (semua yang sesuai dengan petunjuk yang ada di kemasan):
y Pil multivitamin/zat mineral (tanpa zat
besi tambahan),
y Suplemen antioksidan dengan berbagai
kandungan, dan
y Suplemen trace element. Ada tujuh
elemen yang dibutuhkan: krom, tembaga,
kobalt, yodium, besi, selenium, dan zink.
Beberapa pil multivitamin juga mengandung elemen ini.
Program suplemen lain sebaiknya dibahas dahulu dengan dokter atau ahli gizi.
Ingat bahwa harga semakin mahal bukan
berarti mutu semakin tinggi.
Memperoleh Bahan Gizi
Ingat bahwa kebanyakan bahan gizi mikro
yang dibutuhkan oleh tubuh kita dapat
diperoleh dari makanan yang sehat, terutama buah-buahan dan sayur-mayur yang
segar. Cara ini lebih murah dibandingkan
pil, dan kemungkinan lebih sehat. Namun
kadang kita tetap kekurangan bahan gizi
mikro, dan kalau kita ragu, sebaiknya kita
berkonsultasi dengan ahli gizi.
Ditinjau 6 Maret 2014 berdasarkan FS 801 The
AIDS InfoNet 24 Februari 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 802
OLAHRAGA DAN HIV
Mengapa Olahraga Penting?
Olahraga tidak dapat mengendalikan
atau melawan penyakit HIV, tetapi dapat
membantu kita merasa lebih sehat dan
melawan berbagai dampak dari HIV dan
efek samping obat yang dipakai oleh
Odha.
Apa Manfaat Olahraga?
Olahraga yang tidak terlalu berat dan
dilakukan secara berkala memberi
manfaat yang sama pada Odha seperti
pada orang lain. Olahraga dapat:
y Meningkatkan massa otot, serta kekuatan dan ketahanannya
y Memperbaiki ketahanan jantung dan
paru
y Meningkatkan tenaga sehingga kita
merasa segar kembali
y Mengurangi stres
y Meningkatkan rasa kesejahteraan
y Meningkatkan kekuatan tulang
y Mengurangi kolesterol LDL (‘buruk’)
dan trigliserid (lihat Lembaran Informasi (LI) 123)
y Meningkatkan kolesterol HDL (‘baik’)
y Mengurangi lemak pada perut
y Meningkatkan nafsu makan
y Memperbaiki pola tidur
y Memperbaiki cara tubuhnya memakai
dan mengendalikan gula darah (glukosa), yang mengurangi risiko diabetes
tipe II
Apa Risiko Olahraga?
y Kita dapat menjadi dehidrasi (hilang
terlalu banyak cairan) bila kita tidak
minum cukup untuk menahan tingkat
cairan
y Kalau mengalami cedera, mungkin luka
membutuhkan lebih lama untuk pulih
y Kita dapat kehilangan massa tubuh
tidak berlemak (lean body mass) bila
kita terlalu banyak olahraga
y Kita dapat melukai diri bila kita
melakukan olahraga yang salah
y Olahraga dapat membantu penyakit
jantung, tetapi sebaiknya kita berbicara
dengan dokter untuk memastikan
bahwa kita dapat berolahraga secara
aman
Pedoman Olahraga untuk Odha
Jangan berlebihan!
Program olahraga yang sedang akan
memperbaiki komposisi tubuh kita dan
mengurangi risiko pada kesehatan. Pada
awal, santai saja, dan jadwalkan olahraga
ke dalam kegiatan sehari-hari.
Meningkatkan program olahraga menjadi jadwal sedikitnya 20 menit paling
tidak tiga kali seminggu kalau bisa.
Jadwal ini dapat memberi perbaikan yang
bermakna dalam kesehatan jasmani dan
kita kemungkinan akan merasa lebih
baik. Sebagaimana kekuatan dan energi
kita meningkat, kita sebaiknya mengusahakan melakukan olahraga 45 menit
sampai satu jam tiga atau empat kali
seminggu.
Odha dapat meningkatkan kesehatan
jasmani melalui olahraga sama seperti
orang yang tidak terinfeksi HIV. Namun
Odha mungkin mengalami kesulitan yang
lebih besar untuk melanjutkan program
olahraga akibat kelelahan (lihat LI 551)
atau karena rasa nyeri pada kaki akibat
neuropati – lihat LI 555. Namun masalah
ini lebih jarang dialami setelah memakai
terapi antiretroviral (ART).
Sering membarui program olahraga
agar tidak menjadi bosan. Cari cara baru
untuk tetap termotivasi agar menahan
program olahraga. Cari teman untuk berolahraga bersama.
Tingkat kesehatan jasmani kita mungkin lebih rendah daripada dahulu. Sangat
penting kita meningkatkan program
olahraga kita secara bertahap agar kita
tidak mengalami cedera. Cukup mulai
dengan sesi sepuluh menit, dan berangsur meningkatkan waktu menjadi satu
jam.
Makan dan minum secara benar
Minum cairan secukupnya sangat
penting saat kita berolahraga. Tambahan
air dapat membantu mengganti cairan
yang hilang. Ingatlah bahwa meminum
teh, kopi, cola, cokelat atau alkohol justru
dapat menghilangkan cairan tubuh.
Jangan makan berlebihan sebelum
berolahraga (camilan boleh). Coba
makan dalam jam pertama setelah berolahraga untuk mengisi ulang simpanan
energi tubuh. Makan camilan, misalnya
apel atau roti gandum dengan selai
kacang sebelum berolahraga dapat
meningkatkan energi.
Gizi yang tepat juga penting. Dengan
badan lebih bergerak, kita mungkin
membutuhkan lebih banyak kalori untuk
menghindari kehilangan berat badan,
kecuali tujuan adalah untuk mengurangi
berat badan.
Pilih olahraga yang nyaman
Pilih kegiatan olahraga yang nyaman.
Apakah yoga, berlari, bersepeda, atau
olahraga lain, melakukan sesuatu yang
disenangi akan membantu kita tetap
mengikuti program. Coba menghindari
duduk lebih dari dua jam. Mengubah
posisi dan berjalan-jalan. Jangan membiarkannya menjadi suatu kebiasaan.
Mengganti kegiatan bila dibutuhkan
untuk tetap bermotivasi.
Jika tingkat kesehatan jasmani tinggi,
kita dapat mengikuti olahraga bertanding.
Keterlibatan dalam olahraga bertanding
tidak berisiko menularkan HIV pada atlet
lain atau pelatih. Menjaga viral load HIV
tetap tidak terdeteksi melindungi kita dan
orang lain, dan mungkin mencegah
kehilangan massa tubuh tidak berlemak.
Olahraga angkat besi
Olahraga angkat besi atau beban adalah
salah satu cara terbaik untuk meningkatkan massa tubuh tidak berlemak dan
kepadatan tulang yang mungkin hilang
akibat penyakit HIV dan penuaan. Angkat
beban tiga kali seminggu untuk satu jam
mungkin cukup bila dilakukan dengan
baik. Melakukan angkat beban diikuti
oleh olahraga kardiovaskular selama 30
menit mungkin cara terbaik untuk
memperbaiki susunan tubuh dan mengurangi lemak (lipid) dan gula dalam darah.
Olahraga kardiovaskular berarti meningkatkan tingkat oksigen dan denyut
jantung sambil menggerakkan kelompok
otot yang besar secara terus-menerus
untuk sedikitnya 30 menit. Kegiatan
seperti berjalan kaki cepat, jogging
(berlari), bertari, bersepeda atau berenang dapat dianggap sebagai olahraga
kardiovaskular. Berjalan dengan anjing,
parkir mobil jauh dari kantor, naik
tangga, dan cara kreatif agar tidak duduk
terus-menerus. Mutu masa usia lanjut
tergantung pada hal ini!
Garis Dasar
Olahraga dapat meningkatkan massa
tubuh tidak berlemak, serta mengurangi
lemak, stres, kelelahan dan depresi. Lagi
pula, olahraga dapat meningkatkan
kekuatan, daya tahan dan kesehatan
kardiovaskular. Ada kesan juga bahwa
olahraga dapat meningkatkan kesehatan
sistem kekebalan tubuh.
Ditinjau 16 Juli 2014 berdasarkan FS 802 The
AIDS InfoNet 21 Februari 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 803
MEROKOK DAN HIV
Mengapa Merokok Lebih
Berbahaya untuk Odha?
Penelitian menunjukkan bahwa orang
dengan HIV di AS lebih mungkin merokok dibandingkan orang HIV-negatif.
Walaupun keadaan di Indonesia belum
diketahui, ada kesan bahwa sebagian
besar Odha masih merokok. Merokok
dapat mengganggu fungsi paru pada
orang yang sehat. Pada Odha, merokok
membuatnya lebih sulit melawan infeksi
yang berat.
Saat ini, berkat terapi antiretroviral
(ART), Odha bertahan hidup semakin
lama. Namun mutu hidup jangka panjang
ini dapat terganggu oleh merokok dan
masalah terkait. Penelitian baru ini
menunjukkan bahwa perokok dengan
HIV kehilangan lebih banyak tahun
kehidupan akibat rokok dibandingkan
akibat HIV.
Apa Risiko Merokok?
Merokok melemahkan sistem kekebalan tubuh, dengan akibat sistem
tersebut lebih sulit melindungi kita dari
infeksi oportunistik. Hal ini terutama
benar untuk infeksi yang dikaitkan
dengan paru. Risiko ini juga meliputi
merokok mariyuana (ganja), bukan
hanya tembakau. HIV meningkatkan
risiko penyakit paru kronis.
Merokok dapat berpengaruh pada
penguraian obat oleh hati. Merokok juga
dapat memburukkan masalah hati,
misalnya hepatitis.
Merokok dan efek samping
Odha yang merokok lebih mungkin
mengalami efek samping dari obat HIV.
Misalnya, perokok lebih mungkin mengalami mual dan muntah sebagai efek
samping dari obat antiretroviral (ARV).
Merokok meningkatkan risiko efek
samping jangka panjang obat dan dampak lain dari infeksi HIV. Ini termasuk
osteoporosis (tulang lemah yang lebih
rentan patah – lihat Lembaran Informasi
(LI) 557) dan osteonekrosis (kematian
tulang – lihat LI 559). ART sendiri memang sedikit meningkatkan risiko penyakit jantung, tetapi di antara risiko
serangan jantung dan stroke akibat
kegiatan hidup yang kita dapat kendalikan, merokok adalah yang terbesar.
Penelitian baru menemukan bahwa
berhenti merokok lebih efektif mengurangi risiko serangan jantung pada Odha
dibandingkan faktor lain misalnya
perubahan pada pengobatan.
Merokok dan infeksi oportunistik
Odha yang merokok lebih mungkin
mengembangkan beberapa infeksi oportunistik (lihat LI 500), termasuk:
y kandidiasis (LI 516)
y oral hairy leukoplakia (LI 653)
y pneumonia bakteri
y pneumonia pneumosistis (PCP –
LI 512)
Untuk perempuan, merokok dapat
meningkatkan risiko dan beratnya infeksi
dengan human papilloma virus (HPV –
LI 507). Infeksi ini meningkatkan risiko
penyakit pada leher rahim.
Baru-baru ini, bakteri yang menyebabkan Mycobacterium avium complex
(MAC – LI 510) dikaitkan dengan
merokok. Bakteri ini ditemukan pada
tembakau, kertas rokok dan saringan
rokok walaupun benda tersebut sudah
terbakar.
Merokok dan risiko kematian
Sebuah penelitian baru-baru ini menemukan bahwa merokok di antara Odha
berhubungan dengan angka kematian
yang lebih tinggi. Hal ini berlaku untuk
perokok dan mantan perokok. Peningkatan tertinggi pada risiko kematian –
60% – adalah untuk penyakit kardiovaskular (jantung) dan beberapa jenis
kanker.
Bagaimana Kita Dapat Berhenti
Merokok?
Merokok, atau sebetulnya menghirup
nikotin, sangat menimbulkan ketagihan
atau adiksi. Sangat sulit berhenti merokok. Tidak ada satu cara yang terbaik buat
kita semua. Cara terbaik tergantung pada
orang. Dokter dapat membantu memilihkan cara yang terbaik untuk kita.
Beberapa orang berhenti merokok
mendadak (“cold turkey”). Orang lain
membutuhkan suatu macam dukungan.
Dukungan ini dapat bersifat obat yang
membantu menangani gejala fisik lepas
zat. Ada juga macam terapi yang menangani masalah ketagihan psikologis.
Gejala lepas nikotin dapat diobati.
Beberapa obat dapat dibeli tanpa resep,
sementara yang lain mungkin membutuhkan resep. Permen karet atau lozenge
yang mengurangi ketagihan sering dijual
tanpa resep. Obat resep termasuk inhaler
dan semprot hidung, serta juga pil. Obat
ini semua mengobati gejala fisik dan
kimia lepas zat. Namun penggunaan dua
jenis obat penghentian merokok, yaitu
vareniklin dan bupropion menimbulkan
risiko perubahan perilaku, suasana hati
yang depresi, permusuhan, dan rasa ingin
bunuh diri.
Beberapa orang juga mendapat bantuan
berhenti merokok dengan:
y mengubah rutinitas yang mendorong
merokok
y mencari dukungan untuk mengurangi
faktor seperti stres yang mendorong
untuk merokok
y mengikuti kelompok motivasi untuk
orang yang ingin berhenti merokok
Beberapa orang berhasil dengan terapi
tradisional, misalnya akupunktur atau
hipnosis.
Garis Dasar
Merokok meningkatkan risiko timbulnya masalah lebih berat akibat HIV.
Merokok dapat mengurangi kemampuan
sistem kekebalan tubuh untuk melawan
infeksi. Merokok berdampak lebih buruk
pada ketahanan hidup dan kesehatan
secara keseluruhan dibandingkan HIV.
Ada berbagai macam cara untuk berhenti merokok. Bicaralah dengan dokter
untuk mencari cara terbaik.
Diperbarui 1 Oktober 2014 berdasarkan FS 803
The AIDS InfoNet 26 Agustus 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 811
KEWASPADAAN STANDAR
Apa Kewaspadaan Standar Itu?
Ada berbagai macam infeksi menular yang
terdapat dalam darah dan cairan tubuh lain
seseorang, di antaranya hepatitis B dan C –
dan HIV. Mungkin juga ada infeksi lain yang
belum diketahui – harus diingat bahwa
hepatitis C baru ditemukan pada 1988.
Sebagian besar pasien dengan infeksi tersebut
belum tahu dirinya terinfeksi.
Dalam semua sarana kesehatan, termasuk
rumah sakit, puskesmas dan praktek dokter
gigi, tindakan yang dapat mengakibatkan luka
atau tumpahan cairan tubuh, atau penggunaan
alat medis yang tidak steril, dapat menjadi
sumber infeksi penyakit tersebut pada petugas
layanan kesehatan dan pasien lain. Jadi
seharusnya ada pedoman untuk mencegah
kemungkinan penularan terjadi.
Pedoman ini disebut sebagai kewaspadaan
standar (dulu kewaspadaan universal). Harus
ditekankan bahwa pedoman tersebut dibutuhkan tidak hanya untuk melindungi
terhadap penularan HIV, tetapi yang tidak
kalah penting terhadap infeksi lain yang dapat
berat dan sebetulnya lebih mudah menular.
Bagaimana Kewaspadaan Standar
Diterapkan?
Karena akan sulit untuk mengetahui apakah
pasien terinfeksi atau tidak, petugas layanan
kesehatan harus menerapkan kewaspadaan
standar secara penuh dalam hubungan dengan
SEMUA pasien, dengan melakukan tindakan
berikut:
y Cuci tangan setelah berhubungan dengan
pasien atau setelah membuka sarung tangan
y Segera cuci tangan setelah ada hubungan
dengan cairan tubuh
y Pakai sarung tangan bila mungkin akan ada
hubungan dengan cairan tubuh
y Pakai masker dan kacamata pelindung bila
mungkin ada percikan cairan tubuh
y Tangani dan buang jarum suntik dan alat
tajam lain secara aman; yang sekali pakai
tidak boleh dipakai ulang
y Bersihkan dan disinfeksikan tumpahan
cairan tubuh dengan bahan yang cocok
y Patuhi standar untuk disinfeksi dan sterilisasi alat medis
y Tangani semua bahan yang tercemar dengan
cairan tubuh sesuai dengan prosedur
y Buang limbah sesuai prosedur
Apakah Ada Pilihan Lain?
Sebelum kewaspadaan standar pertama
dikenalkan di AS pada 1987, semua pasien
harus dites untuk semua infeksi tersebut. Bila
diketahui terinfeksi, pasien diisolasikan dan
kewaspadaan khusus lain dilakukan, misalnya waktu bedah. Banyak petugas layanan
kesehatan dan pemimpin rumah sakit masih
menuntut tes HIV wajib untuk semua pasien
yang dianggap anggota ‘kelompok berisiko
tinggi’ infeksi HIV, misalnya pengguna
narkoba suntikan. Namun tes wajib ini tidak
layak, kurang efektif dan bahkan berbahaya
untuk beberapa alasan:
y Hasil tes sering baru diterima setelah pasien
selesai dirawat
y Bila semua pasien dites, biaya sangat tinggi
y Jika hanya pasien yang dianggap berisiko
tinggi dites, infeksi HIV pada pasien yang
dianggap tidak berisiko tidak diketahui
y Hasil negatif palsu menyebabkan kurang
kewaspadaan saat dibutuhkan
y Hasil positif palsu menyebabkan kegelisahan yang tidak perlu untuk pasien dan
petugas layanan kesehatan
y Tes hanya untuk HIV tidak melindungi
terhadap infeksi virus hepatitis dan kuman
lain dalam darah termasuk yang belum
diketahui, banyak di antaranya lebih
menular, prevalensinya lebih tinggi dan
hampir seganas HIV
y Tes tidak menemukan infeksi pada orang
yang dalam masa jendela, sebelum antibodi
terbentuk
y Tes HIV tanpa konseling dan informed
consent melanggar peraturan nasional dan
hak asasi manusia
Bila kewaspadaan standar hanya dipakai
untuk pasien yang diketahui terinfeksi HIV,
status HIV-nya pasti diketahui orang lain, asas
konfidentialitas tidak terjaga, dengan akibat
hak asasinya terlanggar.
Mengapa Kewaspadaan Standar
Sering Diabaikan?
Ada banyak alasan mengapa kewaspadaan
standar tidak diterapkan, termasuk:
y Petugas layanan kesehatan kurang pengetahuan
y Kurang dana untuk menyediakan pasokan
yang dibutuhkan, misalnya sarung tangan
dan masker
y Penyediaan pasokan tersebut kurang
y Petugas layanan kesehatan ‘terlalu sibuk’
y Dianggap Odha harus ‘mengaku’ bahwa
dirinya HIV-positif agar kewaspadaan dapat
dilakukan
Tambahannya, rumah sakit swasta enggan
membebani semua pasien dengan ongkos
kewaspadaan yang pasien anggap tidak
dibutuhkan.
Apakah Risiko Jika Kewaspadaan
Standar Kurang Diterapkan?
Kewaspadaan standar diciptakan untuk
melindungi terhadap kecelakaan yang dapat
terjadi. Kecelakaan yang paling umum adalah
tertusuk jarum suntik, yaitu jarum suntik yang
dipakai pada pasien menusuk kulit seorang
petugas layanan kesehatan. Penelitian menunjukkan bahwa risiko penularan rata-rata dalam
kasus pasien yang bersangkutan terinfeksi HIV
adalah kurang lebih 0,3%, dibandingkan
dengan 3% untuk hepatitis C dan lebih dari
30% untuk hepatitis B. Jika darah dari pasien
yang terinfeksi mengenai selaput mukosa
(misalnya masuk mata) petugas layanan kese-
hatan, risiko penularan HIV adalah kurang
lebih 0,1%. Walaupun belum ada data tentang
kejadian serupa dengan darah yang tercemar
hepatitis B, risiko jelas jauh lebih tinggi.
Apa yang Dapat Dilakukan Jika
Ada Kecelakaan?
Fasilitas layanan kesehatan harus mempunyai prosedur tetap yang dipakai bila ada
kecelakaan. Satu pilihan untuk mencegah
infeksi HIV setelah diselidiki adalah untuk
menawarkan profilaksis pascapajanan (PPP
– lihat Lembaran Informasi 156).
Bagaimana Kita Dapat Mendorong
Penerapan Kewaspadaan Standar?
Jelas penerapan kewaspadaan standar yang
tidak sesuai dapat menghasilkan bukan hanya
risiko pada petugas layanan kesehatan dan
pasien lain, tetapi juga peningkatan pada
stigma dan diskriminasi yang dihadapi oleh
Odha. Jadi kita harus mengerti dasar pemikiran
kewaspadaan standar dan terus menerus
mengadvokasikan untuk penerapannya. Kita
harus mengajukan keluhan jika kewaspadaan
standar diterapkan secara pilih-pilih (‘kewaspadaan Odha’) dalam sarana medis. Kita
harus protes dan menolak bila ada tes HIV
wajib sebelum kita diterima di rumah sakit.
Kita mungkin juga harus beradvokasi pada
pemerintah daerah melalui KPAD dan pada
DPRD agar disediakan dana yang cukup untuk
menerapkan kewaspadaan standar dalam
sarana medis pemerintah.
Garis Bawah
Kewaspadaan standar dimaksudkan untuk
melindungi petugas layanan kesehatan dan
pasien lain terhadap penularan berbagai
infeksi dalam darah dan cairan tubuh lain,
termasuk HIV. Kewaspadaan tersebut mewajibkan petugas agar melakukan tindakan
tertentu seperti memakai sarung tangan jika
mereka mungkin akan terkena cairan tubuh
pasien.
Karena tidak praktis untuk melakukan tes
pada semua pasien untuk semua infeksi yang
mungkin dapat menular, dan bila hanya pasien
dari ‘kelompok berisiko tinggi’ dites bersikap
diskriminatif (dan tidak efektif, antara lain
akibat masa jendela), maka kewaspadaan
standar mewajibkan agar SEMUA pasien
dianggap terinfeksi.
Penerapan kewaspadaan standar sering
kurang baik. Sebagai Odha dan orang yang
peduli, kita harus beradvokasi agar kewaspadaan standar diterapkan secara penuh.
Untuk informasi lebih lanjut, lihat lembaran
WHO ‘Penerapan Kewaspadaan Standar di
fasilitas pelayanan kesehatan’ yang dapat
diunduh dari http://www.who.int/entity/csr/
resources/publications/
AMStandardPrecautions_bahasa.pdf
Ditinjau 16 Juli 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 813
KONFIDENSIALITAS DALAM SARANA MEDIS
Hak Atas Konfidensialitas
Setiap orang mempunyai hak atas konfidensialitas dan martabat pribadi. Setiap
orang mempunyai hak untuk memutuskan
aspek kehidupannya yang mana pribadi dan
yang mana boleh dibagikan dengan masyarakat. Asas ini berlaku untuk pokok yang
biasanya dianggap pribadi, misalnya,
orientasi seksual seseorang, agamanya atau
status kesehatannya. Sayangnya, asas ini
paling sering dilanggar berkaitan dengan
status HIV seseorang.
Pelanggaran asas konfidensialitas terdapat di rumah sakit dan klinik. Bagi
pekerjaan yang mensyaratkan tes HIV, dan
juga bagi perusahaan asuransi yang besar
yang menuntut orang menjalankan tes HIV,
pelanggaran asas konfidensialitas telah
menjadi semakin biasa. Tanggung jawab
yang dipaparkan di bawah ini juga berlaku
untuk keadaan lain.
Apakah Asas Konfidensialitas
Medis Itu?
Dalam proses diagnosis dan merawat
penyakit, seorang dokter dapat menemukan
hal mengenai seorang pasien, seperti status
HIV, yang dianggap pribadi. Seorang pasien
akan berharap bahwa dokternya tidak akan
membeberkan informasi itu dan akan
menghormati hak atas konfidensialitas
pribadinya.
Hak seseorang atas konfidensialitas
medis, termasuk status HIV-nya, telah
dijamin oleh lembaga kesehatan pemerintah
di kebanyakan negara. Hak ini termasuk
salah satu asas tertua dalam profesi medis.
Petugas layanan kesehatan diharapkan
akan menjaga konfidensialitas semua informasi yang didapatkan mengenai seseorang
yang berada dalam perawatan. Kewajiban
itu tidak berakhir jika seseorang tidak
berkunjung lagi ke dokter, atau bahkan jika
orang itu meninggal. Tanggung jawab ini
berjalan untuk selama-lamanya.
Mengapa Asas Konfidensialitas Itu
Penting?
Sangat sulit membayangkan informasi
yang akan lebih berpengaruh pada kepribadian kita dibandingkan kabar bahwa kita
terinfeksi HIV. Hidup dengan HIV menyentuh rasa identitas dan aman yang paling
dasar.
Kita tidak perlu malu. Tetapi, karena
stigma yang melekat pada HIV, banyak di
antara kita takut mengungkapkannya
kepada teman, rekan kerja dan saudara. Kita
dapat dikucilkan secara sosial, mengalami
diskriminasi di tempat kerja atau dihalangi
untuk mendapatkan rumah, asuransi atau
tunjangan lain.
Membagi status HIV kita dengan mereka
yang paling dekat dengan kita adalah
penting. Juga dianjurkan agar Odha
mempraktekkan hubungan seks yang aman
dan memberitahukan pasangan seksnya
mengenai statusnya. Yang paling penting
adalah setiap orang merasa bahwa dialah
yang memutuskan untuk memberikan
informasi yang sangat pribadi itu.
Keputusan siapa yang akan diberitahukan
status HIV kita adalah milik kita dan hanya
milik kita.
Apakah Kewajiban terhadap
Masyarakat Dapat Melebihi Asas
Konfidensialitas?
Asas konfidensialitas boleh dikesampingkan hanya dalam keadaan apabila kewajiban untuk memberitahukan pihak ketiga
dinilai lebih penting, dan itu pun hanya
setelah masalah itu dibicarakan dengan
kita.
Pada masa lalu ada orang yang berpendapat bahwa status HIV seseorang boleh
dibeberkan demi kepentingan kesehatan
masyarakat—bahkan tanpa persetujuan
yang bersangkutan. Misalnya, ada pendapat
bahwa petugas layanan kesehatan dengan
HIV diwajibkan untuk mengungkapkan
status HIV-nya. Tetapi fakta ilmiah dan
medis mengenai HIV tidak mendukung
pendapat tersebut. HIV jauh lebih sulit
menular dibandingkan virus yang lain. HIV
tidak menular melalui udara, seperti
tuberkulosis atau flu. HIV tidak dapat hidup
di luar tubuh manusia. HIV hanya dapat
menular melalui cara tertentu. Dengan
tindakan pencegahan yang tepat tidak
mungkin HIV dapat menular dari seorang
dokter ke seorang pasien atau sebaliknya.
Bolehkah Asas Konfidensialitas
Diabaikan?
Tidak. Izin dengan penuh kesadaran
dan jelas harus diperoleh dari pasien
sebelum statusnya HIV-nya diberitakan
kepada orang lain. Itu berarti bahwa kita
harus diberikan keterangan mengenai
maksud penggunaan informasi tersebut,
termasuk siapa saja yang diberitahukan, dan
caranya. Tidak ada seorang petugas layanan
kesehatan yang boleh menduga-duga bahwa
persetujuan itu telah diberikan. Selalu harus
ada pembicaraan dengan kita sebelum
petugas layanan kesehatan yang lain
diberitakan.
Apabila pasien tidak memberikan izin,
seorang petugas layanan kesehatan tidak
mempunyai hak otomatis untuk membocorkan informasi.
Aturan ini harus dipertahankan kecuali
jika:
y pengadilan memerintahkan pengungkapan informasi; atau
y ada ancaman jelas atau sikap acuh
terhadap jiwa orang tertentu
Satu-satunya keadaan yang membenarkan asas konfidensialitas boleh diabaikan
adalah bila orang yang terinfeksi HIV
mengatakan pada dokter bahwa dia bermaksud untuk tetap berhubungan seks atau
memakai jarum suntik bergantian dengan
orang tertentu tanpa tindakan pencegahan
penularan. Dalam keadaan seperti ini
seorang dokter wajib pada awal berusaha
memberikan konseling pada orang itu untuk
tidak meneruskannya. Bila tidak berhasil,
dokter itu harus memberitahukan kepada
pasiennya bahwa sebagai dokter dia
mempunyai kewajiban etis dan hukum
untuk memperingatkan orang lain yang
bersangkutan.
Demi Kesehatan Masyarakat dan
Pribadi!
Di dunia ini masih ada prasangka dan
kesalahpahaman mengenai HIV, jadi asas
konfidensialitas merupakan hak yang
melindungi hak yang lain. Kegagalan
membela hak atas asas konfidensialitas
akan mendorong HIV/AIDS ke bawah
tanah, dengan dampak yang dahsyat:
y Orang yang memerlukan layanan kesehatan akan takut membuka semua fakta
mengenai status kesehatannya, dan karena
itu mungkin tidak akan menerima layanan
yang terbaik.
y Orang yang menduga bahwa dirinya
terinfeksi HIV akan takut dites karena
kemungkinan munculnya prasangka
apabila informasi mengenai status HIVnya kemungkinan dibocorkan.
Semuanya ini akan menambah penderitaan di kalangan Odha, dan menimbulkan
masalah yang lebih besar dalam penanggulangan HIV. Asas konfidensialitas
merupakan hak asasi manusia, tetapi juga
kebutuhan praktis dalam upaya menahan
HIV.
Kami menegaskan semua petugas
layanan kesehatan, orang di industri
asuransi, pengusaha/majikan, rekan
kerja, keluarga, saudara dan teman
untuk menghormati asas tersebut.
Disesuaikan dari: HIV/AIDS and the right
to confidentiality (HIV and human rights
Pamphlet 3 January 1995), AIDS Law
Project, Centre for Applied Legal Studies,
University of the Witwatersrand, Private
Bag 3, Wits 2050 Afrika Selatan, dikutip di
“Pemberdayaan Positif.”
Diperbarui 7 Februari 2014
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 851
CUCI TANGAN
Mengapa Cuci Tangan Lebih
Penting untuk Odha?
Tangan kita adalah bagian dari tubuh
kita yang sangat sering menyebarkan
infeksi. Tangan terkena kuman waktu kita
menyentuh daerah tubuh kita, tubuh
orang lain, hewan, atau permukaan yang
tercemar. Walaupun kulit yang utuh akan
melindungi kita dari infeksi langsung,
kuman tersebut dapat masuk ke tubuh kita
waktu kita menyentuh mata, hidung atau
mulut.
Orang yang terinfeksi HIV lebih rentan
terhadap infeksi apa pun karena sistem
kekebalan tubuhnya dilemahkan oleh
HIV. Oleh karena itu, kebersihan, terutama cuci tangan secara lebih teratur,
lebih penting untuk Odha.
Bukti Manfaat Cuci Tangan
Pada 1847, seorang dokter bernama
Ignaz Semmelweis bekerja di bagian
kebidanan di sebuah rumah sakit di Wina,
Austria. Semmelweis mengamati bahwa
angka kematian di antara ibu di bangsal
yang dilayani oleh mahasiswa kedokteran
tiga kali lebih tinggi dibandingkan
bangsal yang dilayani oleh bidan. Semmelweis mendalilkan bahwa hal ini
terjadi karena mahasiswa langsung ke
bangsal kebidanan setelah belajar otopsi
(bedah mayat), dan membawa infeksi
dari mayat ke ibu yang melahirkan. Dia
memerintahkan dokter dan mahasiswa
untuk mencuci tangannya dengan larutan
klorin sebelum memeriksa ibu tersebut.
Setelah aturan ini diterapkan, angka
kematian menurun menjadi serupa
dengan bangsal yang dilayani oleh bidan.
Pada 1996, Angkatan Laut AS melakukan penelitian terhadap tamtama yang
mengikuti pelatihan di suatu asrama
besar. Para tamtama tersebut sering
mengalami infeksi pada saluran pernapasan. Pada penelitian tersebut, 40.000
tamtama diperintahkan agar mencuci
tangannya dengan air dan sabun lima kali
sehari. Setelah satu tahun, angka kesakitan menurun 45%.
Apakah Cuci Tangan Efektif
terhadap Infeksi Lain?
Salmonella sp. (salmonela) adalah
bakteri yang sangat umum yang menyebabkan penyakit tifoid (sering disebut
sebagai tifus). Bakteri ini sangat mudah
disebarkan antara manusia dan hewan
melalui kontak langsung dan tidak
langsung. Bakteri ini sering ditemukan
pada unggas dan telur. Padahal, Odha
lebih rentan terhadap infeksi salmonela,
dan infeksi tersebut pada Odha lebih
sering menimbulkan septisemia (infeksi
darah) yang dapat gawat.
Selain salmonela, ada banyak jenis
bakteri lain yang ditemukan pada daging
mentah dan sayuran. Oleh karena itu, cuci
tangan setelah kita menangani bahan
makanan sangat efektif untuk mengurangi
penularan infeksi bakteri tersebut.
Ada bukti bahwa virus flu burung dan
flu (A) H1N1 (‘flu babi’) sering masuk
ke saluran pernapasan melalui tangan,
terutama setelah jabatan tangan dengan
orang yang terinfeksi flu tersebut. Cuci
tangan secara teratur terbukti mengurangi
risiko kita tertular flu.
Kapan Sebaiknya Kita Cuci
Tangan?
Sebaiknya kita cuci tangan dengan air
dan sabun:
y Sebelum dan setelah makan atau
menangani makanan (terutama daging
mentah)
y Sebelum mengobati luka pada kulit
y Sebelum dan setelah merawat orang
sakit (terutama Odha)
y Sebelum memasukkan atau mengeluarkan lensa kontak
y Sebelum melakukan kegiatan apa pun
yang mencakup memasukkan jari
dalam atau dekat pada mulut, mata, dll.
y Setelah pakai WC (toilet)
y Setelah membuang ingus
y Setelah menangani sampah
y Setelah mengganti popok
y Setelah main dengan atau menyentuh
hewan, termasuk hewan peliharaan
Apakah Cara Terbaik Mencuci
Tangan?
y Basahi tangan dengan air mengalir
y Taruh sabun dan buat busa tanpa
percikan
y Gosok: telapak tangan, punggung
tangan, sela jari, ibu jari dan pergelangan tangan, selama 10-15 detik
y Bilas dengan air sampai bersih
y Keringkan dengan kertas/tisu/handuk
katun bersih sekali pakai
y Matikan keran dengan kertas atau tisu
Yang penting kita memakai air yang
mengalir; air dalam baskom menyimpan
kuman dari semua orang yang memakainya, dan setelah mencuci tangan di
baskom, umumnya tangan kita lebih
tercemar kuman daripada sebelumnya.
Apakah Ada Cara Lain?
Ada beberapa produk yang dikemaskan
dalam botol kecil untuk mencuci tangan
bila tidak tersedia air mengalir yang
bersih. Cari yang mengandung etil
alkohol, dan yang tidak mengandung
triklosan, bahan antibakteri yang juga
dapat membunuh sel kulit manusia.
Alkohol dapat menyebabkan kulit kering,
dan produk yang mengandung gliserin
dapat mengurangi masalah ini. Bahan ini
mudah dibuat sendiri dengan bahan yang
dapat dibeli di apotek. Campurkan 100ml
alkohol isopropil atau etil 60-90%
dengan 2ml gliserin, propilena glikol atau
sorbitol.
Cara memakai produk ini: Tuangkan
bahan secukupnya untuk membasahi
seluruh permukaan tangan dan jari.
Gosok benar-benar pada tangan, di antara
jari, dan bawah kuku sampai kering.
Apakah Ada Masalah Lain?
Sebaiknya kita memakai sabun yang
lembut, terutama bila kita mengalami
masalah kulit (lihat Lembaran Informasi
620). Bila ada infeksi seperti eksema atau
dermatitis, mungkin sebaiknya kita
mengurangi penggunaan sabun, atau
memakai sabun yang lebih halus seperti
sabun cair untuk bayi.
Risiko Penggunaan Ponsel
Penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar orang memakai telepon
seluler (ponsel/HP) waktu buang air
besar. Akibatnya 82% ponsel tercemar
dengan bakteri dan satu dari enam dengan
kotoran. Sebaiknya kita membersihkan
ponsel secara berkala. Cara terbaik:
lembapkan kain lap dengan sedikit air,
dan seka seluruh ponsel.
Garis Dasar
Odha lebih rentan terhadap infeksi yang
dapat disebarkan setelah kita menyentuh
apa saja yang tercemar kuman. Oleh
karena itu, cuci tangan secara teratur
sangat penting untuk mencegah infeksi
pada Odha. Tangan sebaiknya dicuci
dengan sabun dan air yang mengalir,
bukan dalam baskom atau wastafel.
Namun Odha juga harus berhati-hati
agar kulit pada tangan tidak menjadi
terlalu kering dan pecah-pecah. Hal ini
dapat memungkinkan kuman masuk ke
tubuh melalui luka kecil di permukaan
kulit tersebut.
Ditinjau 1 September 2014 berdasarkan berbagai
sumber
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 930
PEMULASARAAN JENAZAH
Perawatan jenazah penderita penyakit
menular dilaksanakan dengan selalu
menerapkan kewaspadaan universal
tanpa mengakibatkan tradisi budaya dan
agama yang dianut keluarganya. Setiap
petugas kesehatan terutama perawat
harus dapat menasehati keluarga jenazah
dan mengambil tindakan yang sesuai
agar penanganan jenazah tidak menambah risiko penularan penyakit seperti
halnya hepatitis-B, AIDS, kolera dsb.
Tradisi yang berkaitan dengan perlakuan
terhadap jenazah tersebut dapat diizinkan dengan memperhatikan hal yang
telah disebut di atas, seperti misalnya
mencium jenazah sebagai bagian dari
upacara penguburan. Perlu diingat
bahwa virus HIV hanya dapat hidup dan
berkembang dalam tubuh manusia
hidup, maka beberapa waktu setelah
penderita infeksi-HIV meninggal, virus
pun akan mati.
Beberapa pedoman perawatan jenazah
adalah seperti berikut:
A. Tindakan di Luar Kamar
Jenazah
1. Mencuci tangan sebelum memakai
sarung tangan
2. Memakai pelindung wajah dan jubah
3. Luruskan tubuh jenazah dan letakkan dalam posisi terlentang dengan
tangan di sisi atau terplipat di dada
4. Tutup kelopak mata dan/atau ditutup
dengan kapas atau kasa; begitu pula
mulut, hidung dan telinga
5. Beri alas kepala dengan kain handuk
untuk menampung bila ada rembesan
darah atau cairan tubuh lainnya
6. Tutup anus dengan kasa dan plester
kedap air
7. Lepaskan semua alat kesehatan dan
letakkan alat bekas tersebut dalam
wadah yang aman sesuai dengan
kaidah kewaspadaan universal
8. Tutup setiap luka yang ada dengan
plester kedap air
9. Bersihkan tubuh jenazah dan tutup
dengan kain bersih untuk disaksikan
oleh keluarga
10.Pasang label identitias pada kaki
11. Bertahu petugas kamar jenazah
bahwa jenazah adalah penderita
penyakit menular
12. Cuci tangan setelah melepas sarung
tangan
B. Tindakan di Kamar Jenazah
1. Lakukan prosedur baku kewaspadaan universal yaitu cuci tangan
sebelum memakai sarung tangan
2. Petugas memakai alat pelindung:
y Sarung tangan karet yang panjang
(sampai ke siku)
y Sebaiknya memakai sepatu bot
sampai lutut
y Pelindung wajah (masker dan kaca
mata)
y Jubah atau celemek, sebaiknya
yang kedap air
3. Jenazah dimandikan oleh petugas
kamar jenazah yang telah memahami
cara membersihkan/memandikan
jenazah penderita penyakit menular
4. Bungkus jenazah dengan kain kaifan
atau kain pembungkus lain sesuai
dengan agama dan kepercayaan yang
dianut
5. Cuci tangan dengan sabun sebelum
memakai sarung tangan dan sesudah
melepas sarung tangan
6. Jenazah yang telah dibungkus tidak
boleh dibuka lagi
7. Jenazah tidak boleh dibalsem atau
disuntik untuk pengawetan kecuali
oleh petugas khusus yang telah
mahir dalam hal tersebut
8. Jenazah tidak boleh diotopsi. Dalam
hal tertentu otopsi dapat dilakukan
setelah mendapat persetujuan dari
pimpinan rumah sakit dan dilaksanakan oleh petugas yang telah
mahir dalam hal tersebut
9. Beberapa hal lain yang perlu diperhatikan adalah:
y Segera mencuci kulit dan permukaan lain dengan air mengalir
bila terkena darah atau cairan tubuh
lain
y Dilarang memanipulasi alat suntik
atau menyarumkan jarum suntik ke
tutupnya. Buang semua alat/benda
tajam dalam wadah yang tahan
tusukan
y Semua permukaan yang terkena
percikan atau tumpahan darah dan/
atau cairan tubuh lain segera dibersihkan dengan larutan klorin 0,5%
y Semua peralatan yang akan digunakan kembali harus diproses dengan
urutan: dekontaminasi, pembersihan, disinfeksi atau sterilisasi
y Sampah dan bahan terkontaminasi
lainnya ditempatkan dalam kantong
plastik
y Pembuangan sampah dan bahan
yang tercemar sesuai cara pengelolaan sampah medis
Diambil dari ‘Pedoman Tatalaksanaan Klinis
Infeksi HIV di Sarana Pelayanan Kesehatan’
halaman 198-199, terbitan PPM & PL Depkes
2001
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected]
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 950
PROFILAKSIS KOTRI UNTUK BAYI & ANAK
Berikut adalah terjemahan bagian dari
Co-trimoxazole Prophylaxis for HIVexposed and HIV-infected Infants and
Children; Practical approaches to
implementation and scale up, yang
diterbitkan oleh WHO dan UNICEF 6
Desember 2009. Hubungi Spiritia
untuk mendapatkan dokumen yang
lengkap.
Dasar Pemikiran
Kotrimoksazol (kotri) adalah gabungan
dua antibiotik: sulfametoksazol dan
trimetoprim – lihat Lembaran Informasi
(LI) 535. Obat ini paling sering dipakai
sebagai penanganan lini pertama untuk
infeksi saluran pernapasan secara akut
(acute respiratory infection/ARI) pada
anak, tetapi juga dipakai untuk mengobati diare dan PCP (lihat LI 512), serta
infeksi saluran kencing dan kuping
tengah.
Untuk mencegah PCP di antara Odha,
kotri menjadi standar perawatan selama
bertahun-tahun, berdasarkan sejumlah
penelitian yang menunjukkan manfaat,
terutama pada orang dewasa terinfeksi
HIV. Pada awal ada ketakutan antara
pembuat kebijakan bahwa penggunaan
profilaksis kotri secara luas akan mengurangi kemanjurannya dalam penanganan
ARI, dan akan mengakibatkan resistansi
terhadap antibiotik di beberapa patogen
yang umum. Penelitian yang lebih baru
tidak mendukung ketakutan ini, dan
sudah menunjukkan manfaat pada
tingkat populasi.
Sudah ditunjukkan bahwa profilaksis
kotri memberi manfaat yang lebih luas
daripada sekadar pencegahan PCP.
Sebuah penelitian di antara anak terinfeksi HIV di Zambia menunjukkan
bahwa, antara yang memakai kotri,
mortalitas dikurangi 50% dan jumlah
anak yang dirawat inap menurun secara
bermakna.
Kotri juga melindungi terhadap peristiwa malaria (diperkirakan perlindungan
99,5%), dan juga mengurangi mortalitas
dari malaria pada anak terinfeksi HIV.
Selain manfaat klinis profilaksis kotri
untuk mencegah infeksi oportunistik
(IO) terkait HIV, manfaat lain termasuk:
y kotri dapat diberi pada anak di tingkat
layanan kesehatan yang belum dapat
memberi terapi antiretroviral (ART)
y kotri dapat diberi melalui pendekatan
berdasarkan keluarga, karena kotri
sama bermanfaat untuk orang dewasa
dan anak
y kotri mendorong kepatuhan sebelum
mulai ART
y kotri dapat mengurangi beban infeksi
menular pada anak dan anggota keluarga lain, dan
y kotri dapat mencegah malaria.
Usulan WHO
Bayi dan anak terpajan HIV (anak
dilahirkan oleh ibu yang terinfeksi HIV
atau disusui oleh ibu terinfeksi HIV
sampai pajanan berhenti, enam minggu
setelah penyusuan dihentikan):
Di rangkaian dengan prevalensi HIV
yang tinggi, mortalitas bayi yang tinggi
akibat infeksi menular dan prasarana
layanan kesehatan yang terbatas, WHO
mengusulkan profilaksis kotri untuk
semua bayi dan anak terpajan HIV, mulai
empat sampai enam minggu setelah lahir,
dan diteruskan sampai paling cepat enam
minggu setelah pemberhentian risiko
penularan HIV dan anak dipastikan tidak
terinfeksi HIV secara tuntas.
Bayi dan anak terinfeksi HIV:
y Untuk bayi berusia kurang dari satu
tahun dengan infeksi HIV dipastikan, profilaksis kotri diindikasi tanpa
memandang persentase CD4 (CD4%)
atau status klinis
y Untuk bayi dan anak berusia 1-4
tahun, permulaan profilaksis kotri
diusulkan apabila anak ditentukan pada
stadium WHO 2, 3 atau 4, tidak
memandang CD4%, atau bila CD4%nya di bawah 25% tidak memandang
stadium WHO.
y Untuk anak berusia di atas lima
tahun, pedoman WHO untuk orang
dewasa harus diikuti (lihat LI 951)
Anak dengan riwayat pengobatan PCP
harus diberi rejimen yang sama yang
diusulkan untuk profilaksis primer.
Kepatuhan
Kepatuhan mungkin menjadi tantangan
bila kotri harus diberi pada bayi yang
sangat kecil, atau harus memakainya
untuk jangka waktu yang lama. Memastikan kepatuhan yang baik adalah proses
yang dilakukan terus-menerus, yang
mulai dengan pemeriksaan klinis pertama dan diteruskan pada setiap pertemuan dengan pengasuh.
Namun kepatuhan yang tidak sempurna terhadap profilaksis kotri tidak
boleh dianggap alasan untuk menghentikannya, karena manfaat pada pencegahan ditahan dengan dosis tiga kali
seminggu. Walau manfaat mungkin
dikurangi dengan kepatuhan yang tidak
sempurna, kemungkinan tetap ada
manfaat.
Pemberhentian profilaksis kotri
pada bayi dan anak
Mungkin profilaksis kotri harus dihentikan akibat efek samping yang berat.
Walau jarang terjadi, efek samping yang
gawat terhadap kotri seperti ruam kulit
yang berat, sindrom Stevens-Johnson
(LI 562), atau anemia atau pansitopenia
yang berat dapat dialami.
Orang tua/wali atau pengasuh lain
harus diberi informasi secara tulis atau
lisan mengenai efek samping yang dapat
terjadi, dan dianjurkan untuk berhenti
penggunaan kotri, dan lapor pada
layanan kesehatan terdekat bila efek
samping terkait kotri dicurigai.
Bukti saat ini belum cukup untuk
mengusulkan pemberhentian profilaksis
kotri setelah anak mulai ART.
Diperbarui 1 Juli 2010
Tabel: Takaran kotrimoksazol pada bayi dan anak
Takaran harian yang diusulana
Sirop
(200 + 40mg/5ml)
2,5mlb
5mld
10ml
±
Tablet anak
(100 + 20mg)
1 tablet
2 tablet
4 tablet
±
Tablet dewasa
(400 + 80mg)
¼ tabletc
½ tablet
1 tablet
2 tablet
<6 bulan atau <5kg 100 + 20mg
6 bulan-5 tahun atau 5-15kg 200 + 40mg
6-14 tahun atau 15-30kg 400 + 80mg
>14 tahun atau >30kg 800 + 160mg
Diberikan sekali sehari
a. Beberapa negara memilih untuk memakai takaran berdasarkan berat badan.
b. Dicampur dengan makanan atau dengan sejumlah kecil susu atau air.
c. Membelah tablet menjadi seperempat tidak dianggap praktek yang baik. Hal ini hanya dapat dilakukan bila
sirop tidak tersedia, dan mungkin harus dipuyer dan dicampur pada makanan
d. Anak berusia ini (6 bulan-14 tahun) mungkin dapat menelan tablet yang dipuyer.
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Yayasan Spiritia
Lembaran Informasi 951
PROFILAKSIS KOTRI UNTUK DEWASA
Berikut adalah terjemahan bagian dari
WHO Guidelines on Co-trimoxazole
Prophylaxis for HIV-Related Infections
among Children, Adolescents and
Adults in Resource-Limited Settings,
2006. Hubungi Spiritia untuk mendapatkan dokumen yang lengkap.
Profilaksis kotrimoksazol pada
orang dewasa dan remaja
Kontraindikasi
Orang dewasa dan remaja dengan riwayat
reaksi buruk yang parah (reaksi golongan
4) terhadap kotrimoksazol (kotri) atau obat
sulfa lain harus tidak diresepkan profilaksis kotri. Dalam keadaan kotri tidak dapat
diteruskan atau ada kontraindikasi, dapson
100mg sekali sehari, jika tersedia, adalah
pilihan lain. Dapson kurang efektif untuk
mencegah PCP dibandingkan dengan kotri,
dan tidak mempunyai kegiatan antikuman
yang luas seperti kotri.
Resistansi bakteri pada kotri
Efektivitas profilaksis kotri terbukti tidak
dipengaruhi oleh angka resistansi yang
tinggi terhadap kotri.
Efektivitas kotri terhadap malaria
Kotri terbukti 99,5 persen efektif untuk
mencegah malaria dibandingkan 95 persen
untuk sulfadoksin/pirimetamin (SP).
Karena kotri begitu efektif dalam pencegahan malaria, bila kasus terjadi pada orang
yang memakai kotri, ada kemungkinan
yang bersangkutan tidak patuh pada kotrinya.
Permulaan profilaksis primer kotri
pada orang dewasa/remaja
Dalam rangkaian dengan profilaksis kotri
dimulai berdasarkan kriteria stadium klinis
WHO saja, profilaksis kotri diusulkan
untuk semua orang bergejala dengan
penyakit HIV ringan, lanjut atau parah
(stadium klinis WHO 2, 3 atau 4). Bila tes
CD4 tersedia, profilaksis kotri diusulkan
untuk semuanya dengan CD4 di bawah
350, terutama dalam rangkaian terbatas
sumber daya dengan prevalensi infeksi
bakteri atau malaria tinggi di antara Odha.
Beberapa negara mungkin akan memilih
memakai ambang CD4 200 untuk mulai
profilaksis kotri. Pilihan ini terutama
diusulkan bila sasaran utama profilaksis
kotri adalah PCP dan tokso. Namun Odha
sering mengalami infeksi bakteri di semua
rangkaian, yang mendukung penggunaan
ambang 350. Orang dengan penyakit HIV
stadium klinis 3 atau 4 (termasuk orang
dengan TB paru dan di luar paru) sebaiknya
mulai profilaksis kotri tidak memandang
jumlah CD4.
Karena efek samping yang paling umum
pada kotri dan terapi antiretroviral (ART),
terutama ART dengan nevirapine dan
efavirenz adalah ruam, disusulkan untuk
memulai profilaksis kotri dahulu kemudian
mulai ART setelah dua minggu jika Odha
stabil dengan kotri dan tidak mengalami
ruam.
Profilaksis kotri di antara perempuan hamil
Walaupun Odha perempuan hamil sudah
memakai kotri secara luas, tidak ada bukti
peningkatan efek samping terkait kotri di
antara perempuan hamil dibandingkan
perempuan tidak hamil.
Karena risiko infeksi berbahaya di antara
perempuan hamil dengan jumlah CD4 yang
rendah lebih tinggi daripada risiko teoretis
masalah cacat janin, perempuan yang
memenuhi kriteria untuk profilaksis kotri
sebaiknya teruskan kotri selama kehamilannya. Bila seorang perempuan membutuhkan profilaksis kotri waktu hamil,
seharusnya profilaksis tersebut dimulai
tidak memandang tahap kehamilan. Dia
tidak harus diberi profilaksis tambahan
dengan SP (IPT) untuk malaria. Ibu yang
menyusui sebaiknya meneruskan profilaksis kotri.
Takaran kotri di antara orang
dewasa/remaja
Takaran kotri di antara orang dewasa/
remaja dengan HIV adalah satu tablet forte
atau dua tablet biasa sekali sehari; takaran
total per hari adalah 960mg. Ada pilihan
lain untuk memberi satu tablet biasa
(480mg) dua kali sehari, karena cara ini
dapat membantu dalam menyiapkan orang
untuk mulai regimen ART dua kali sehari.
Pemberhentian profilaksis kotri
pada orang dewasa/remaja
Usulan umum adalah untuk meneruskan
profilaksis kotri di antara Odha dewasa
tanpa hentinya. Beberapa negara mungkin
mempertimbangkan menghentikan kotri
sebagai profilaksis terhadap PCP dan tokso
pada orang dengan sistem kekebalan yang
mulai pulih dan jumlah CD4 di atas 200
sebagai tanggapan pada ART selama
sedikitnya enam bulan. Dalam keadaan lain
(dengan profilkasis kotri dimulai untuk
mengurangi morbiditas dan mortalitas serta
kejadian malaria dan infeksi bakteri), dapat
dipertimbangkan profilaksis dihentikan
pada orang dengan sistem kekebalan yang
mulai pulih dan jumlah CD4 di atas 350
sebagai tanggapan pada ART.
Berhenti kotri akibat efek samping
yang buruk
Reaksi buruk yang parah pada kotri tidak
lazim. Jika efek samping yang tidak parah
terjadi, harus dibuat semua upaya untuk
meneruskan profilaksis kotri karena
efektivitas profilaksis tersebut untuk
mencegah infeksi PCP dan bakteri lebih
tinggi dibandingkan dapson di antara orang
dewasa. Kotri juga melindungi terhadap
tokso, malaria dan beberapa patogen
enterik. Kecuali pada kasus reaksi buruk
parah, penggunaan kotri sebaiknya dihentikan untuk dua minggu, kemudian dicoba
kembali dengan disensitisasi.
Dalam rangkaian dengan kemampuan
laboratorium yang terbatas, efek samping
potensi terkait profilaksis kotri (ruam,
toksisitas sumsum tulang dan hepatotoksisitas) dapat dipantau secara klinis.
Tidak dibutuhkan pemantauan laboratorium di antara orang dewasa/remaja yang
menerima profilaksis kotri.
Perhatian khusus harus diberikan pada
reaksi kulit atau gejala seperti mual,
muntah atau ikterus. Reaksi kulit adalah
reaksi paling umum pada kotri, dan
didiagnosis secara klinis. Perhatian harus
juga diberikan pada obat lain yang mungkin
mempunyai toksisistas yang serupa (mis.
nevirapine dan isoniazid).
Desensitisasi kotri
Desensitisasi kotrimokasazol dibuktikan
berhasil pada kebanyakan orang yang
hiperpeka sebelumnya, dan jarang menyebabkan reaksi yang parah. Namun desensitisasi tidak boleh dicoba pada orang
dengan riwayat reaksi grade 4 sebelumnya
terhadap kotri atau obat sulfa lain. Diusulkan mulai dengan rejimen antihistamin
pilihan satu hari sebelum mulai rejimen dan
meneruskannya setiap hari sehingga
peningkatan dosis kotri selesai.
Diperbarui 10 September 2006
Protokol untuk desensitisasi kotrimoksazol di antara orang dewasa dan remaja
Langkah
Takaran
a
Hari 1
80mg sulfametoksazol + 16mg trimetoprim (2ml sirop )
a
Hari 2
160mg sulfametoksazol + 32mg trimetoprim (4ml sirop )
a
Hari 3
240mg sulfametoksazol + 48mg trimetoprim (6ml sirop )
a
Hari 4
320mg sulfametoksazol + 64mg trimetoprim (8ml sirop )
Hari 5
I tablet kotrimoksazol (400mg sulfametoksazol + 80mg trimetoprim)
Hari 6 dst
2 tablet kotrimoksazol (800mg sulfametoksazol + 600mg trimetoprim)
a Sirop kotrimoksazol adalah 40ml trimetoprim dan 200mg sulfametoksazol per 5ml
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected]
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Yayasan Spiritia
DAFTAR ISTILAH
Lembaran Informasi 999
Lembaran Informasi 999, hlm. 1
Abses (Abscess)
Rongga yang terjadi karena kerusakan
jaringan, berisi nanah.
ADC
Lihat Kompleks Demensia AIDS.
Adjuvan (Adjuvant)
Pengobatan tambahan untuk membantu
khasiat obat pokok.
Adrenal
Anak ginjal, kelenjar endokrin di atas ginjal
yang menghasilkan hormon adrenalin.
Afte (Aptous Ulcer)–LI 624
Tukak pada selaput mukosa dalam mulut.
AIDS (Acquired Immune Deficiency
Syndrome)–LI 101
Sekumpulan gejala penyakit yang menyerang tubuh manusia setelah sistem
kekebalannya dirusak oleh virus yang
disebut HIV.
Akut (Acute)
Perkembangan penyakit yang cepat,
parah, dan mengancam jiwa. Lawan dari
kronis. Infeksi HIV akut adalah penyakit
yang dialami setelah terinfeksi waktu
antibodi baru mulai dibentuk.
Albumen–LI 122
Protein dalam darah yang mengatur keseimbanganan air dalam sel, mengangkut
gizi pada sel, serta mengeluarkan produk
buangan.
ALT–LI 135
Enzim hati, yang juga dikenal sebagai
SGPT. Tingkat enzim ini, yang diukur pada
tes fungsi hati, menunjukkan tingkat kerusakan pada hati.
Amandel (Tonsils)
Dua kelenjar berbentuk bulat ditempatkan
di bagian belakang mulut/pangkal tenggorokan.
Amilase (Amylase)
Enzim dibuat oleh pankreas yang mengubah zat tepung menjadi gula.
Anal
Berkaitan dengan anus/dubur.
Analgesik
Obat mengatasi nyeri.
Analog Nukleosida (Nucleoside
Analogue)–LI 403
Suatu golongan obat antiretroviral yang
dipakai dalam kombinasi dengan antiretroviral lain. Senyawa sintetis yang
menyerupai salah satu komponen RNA;
Contohnya AZT.
Analog Nukleotida (Nucleotide
Analogue)–LI 403
Obat antiretroviral yang bekerja dengan
cara serupa dengan analog nukleosida.
Contohnya tenofovir.
Anemia (Anaemia)–LI 552
Jumlah sel darah merah yang lebih rendah
dari biasanya.
Anergi (Anergy)–LI 515
Berkurang atau hilangnya reaksi tubuh
terhadap tes kulit TB atau terhadap infeksi
lain, yang disebabkan oleh melemahnya
sistem kekebalan tubuh.
Antibiotik (Antibiotic)
Obat mematikan bakteri.
Antibodi (Antibody)
Zat yang dibentuk dalam darah untuk
memusnahkan bakteri, virus atau mikrob
lain.
Antigen
Zat asing, semacam bagian dari protein
yang dihasilkan oleh bakteri atau virus.
Antioksidan (Antioxidant)–LI 801
Zat yang mencegah terjadinya kerusakan
sel akibat radikal bebas. Molekul di dalam
tubuh yang teroksidasi bisa mengakibatkan kerusakan sel. Contoh antioksidan
adalah vitamin A, C dan E.
Antiretroviral
ARV. Obat yang digunakan untuk mengobati retrovirus seperti HIV, untuk menghambat perkembangbiakannya.
Antiviral
Obat yang dipakai untuk mengobati virus
seperti CMV, untuk menghambat perkembangbiakannya.
Apoptosis
Kematian sel yang direncanakan, sebagai
bagian normal kehidupan.
ART (Antiretroviral Therapy)–LI 401
Terapi anti-HIV yang sangat aktif dengan
kombinasi obat. Biasa ART dianggap termasuk paling sedikit tiga macam obat.
Dahulu dikenal sebagai HAART.
Artralgia (Arthralgia)
Rasa sakit pada sendi.
Artritis (Arthritis)
Radang pada sendi.
ARV
Lihat Antiretroviral.
Asam Folat (Folic Acid)–LI 801
Vitamin B kompleks yang dikristalkan,
terutama digunakan dalam pengobatan
anemia karena kekurangan gizi. Zat ini
terdapat pada sayuran hijau, buah-buahan
segar, daging hati dan ragi. Zat ini sering
juga disebut folacin, folate atau vitamin B9.
Asam Laktik (Lactic Acid)–LI 556
Produk buangan pembuatan tenaga
dalam sel.
Asam Urat (Uric Acid)–LI 122
Zat yang ditemukan di dalam darah dan
air seni yang merupakan hasil dari
pencernaan protein.
Asidosis Laktik (Lactic Acidosis)–LI 556
Tingkat asam laktik yang sangat tinggi
dalam darah.
Asimtomatik (Asymptomatic)
Keadaan tanpa gejala. Berkaitan dengan
HIV, istilah ini biasanya dipakai untuk
menggambarkan orang yang hasil tes HIVnya positif, tetapi tidak menunjukkan gejala
klinis. Orang yang HIV-positif masih dapat
menyebarkan penyakit itu bahkan saat
mereka mengalami fase asimtomatik.
Asites (Ascites)
Penumpukan cairan pada rongga perut,
sering petanda bahwa hati sangat rusak.
Aspergilosis (Aspergillosis)
Infeksi paru disebabkan oleh jamur
Aspergillus.
Aspirasi (Aspiration)–LI 526
Pengambilan cairan isi rongga (mis.
kelenjar) untuk diperiksa atau untuk
mengurangi isi/tekanan dalam rongga.
AST–LI 135
Enzim hati, yang juga dikenal sebagai
SGOT. Tingkat enzim ini, yang diukur pada
tes fungsi hati, menunjukkan tingkat kerusakan pada hati.
Autoantibodi (Autoantibody)
Antibodi yang dibuat secara tidak normal,
yang melawan dengan jaringan tubuh
sendiri.
Bakteremia (Bacteremia)
Adanya bakteri dalam darah.
Bakteri (Bacteria)
Organisme yang terdiri dari satu sel
tunggal, yang hanya dapat dilihat dengan
mikroskop.
Basil (Bacillus)
Bakteri berbentuk batang. Kuman TB
berbentuk basil.
Basofil (Basophil)–LI 121
Macam sel darah putih.
BANN
Lihat Batas Atas Nila Normal.
Batas Atas Nilai Normal (Upper Limit
of Normal/ULN)–LI 561
Setiap laboratorium menentukan nilai
‘normal’ untuk semua jenis tes yang ada
ukuran. Umumnya ada kisaran antara nilai
bawah dan nilai atas. Ukuran yang
melebihi nilai atas dianggap abnormal, dan
dampak berlebihan tersebut dapat ditunjukkan dengan menghitung berapa kali
lipat ukuran abnormal tersebut adalah di
atas nilai normal. Mis. bila nilai normal
untuk ALT adalah paling 30, ALT yang
diukur sebagai 60 disebut sebagai dua kali
di atas batas atas nilai normal atau 2x
BANN. Serupanya, ALT 150 adalah 5x
BANN.
bDNA–LI 125
Teknik mengukur viral load di dalam darah.
Lihat juga PCR.
Bedah Sesar (Caesarian Section)–
LI 611
Tindakan untuk melahirkan bayi yang
meliputi mengiris dinding perut dan rahim
untuk mengeluarkan bayi.
Biakan (Culture)
Penumbuhan atau hasil penumbuhan
jamur atau jasad renik lain pada media
buatan.
BD
Dua kali sehari.
BID
Dua kali sehari.
Bilirubin–LI 122, 505
Bahan dalam empedu berwarna oranyekuning, hasil penguraian hemoglobin
dalam sel darah merah.
Bioavailabilitas (Bioavailability)
Tingkat penyerapan obat dalam darah.
Biopsi (Biopsy)–LI 672
Pengambilan dan pemeriksaan jaringan
dari pasien hidup untuk menentukan
diagnosis (misalnya untuk menentukan
apakah ada sel abnormal seperti sel
kanker).
Blip–LI 125
Peningkatan sementara pada viral load,
yang untuk waktu yang singkat menjadi
terdeteksi.
BMI (Body Mass Index)
Hitungan tinggi badan x berat badan, yang
dipakai untuk menunjukkan apakah seseorang terlalu berat atau kurang berat.
Boost
Lihat Penguatan.
Bronkoskopi (Bronchoscopy)
Pemeriksaan cabang tenggorok dengan
alat khusus.
BTA Positif (Smear Positive)
Tes BTA (Batang Tahan Asam) yang
dilakukan pada dahak orang yang dicurigai
mempunyai TB aktif. Hasil positif menunjukkan adanya basil TB dan dapat menular
pada orang lain.
Cairan Otak (Cerebrospinal Fluid/CSF)
Cairan tanpa warna yang mengisi ruang
di otak dan urat saraf tulang belakang
serta juga ruang antara sel saraf.
CBC (Complete Blood Count)
Lihat Hitung Darah Lengkap.
CCR5–LI 400, 462
Koreseptor yang ada di permukaan sel
CD4, yang dibutuhkan oleh HIV untuk
mengikat pada sel.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Yayasan Spiritia
DAFTAR ISTILAH
Lembaran Informasi 999
Lembaran Informasi 999, hlm. 2
CCR5 Inhibitor–LI 403, 462
Suatu golongan obat antiretroviral yang
dipakai dalam kombinasi dengan antiretroviral lain. Menghalangi pengikatan
HIV pada sel CD4 dengan menghambat
pekerjaan koreseptor CCR5. Contohnya
maraviroc.
CD4
Lihat Sel CD4.
CMV (Cytomegalovirus)
Lihat Sitomegalia.
Cryptosporidium
Lihat Kriptosporidiosis.
CSF
Lihat Cairan Otak.
CT Scan
Pengamatan medis oleh alat yang membuat gambar perpotongan tubuh pada
komputer.
CVD (Cardiovascular Disease)–LI 652
Penyakit kardiovaskular.
Dapar (Buffer)–LI 413
Bahan yang mengendalikan tingkat hidrogen dalam larutan. Bahan tambahan pada
obat untuk mengurangi efek asam dalam
perut.
Dehidrasi (Dehydration)–LI 554
Kehilangan cairan tubuh.
Dekompensasi (Decompensated)
Kegagalan fungsi suatu organ tubuh.
Terkait kegagalan hati, lihat Sirosis.
Demensia (Dementia)–LI 504
Kerusakan intelektual kronis (seperti
kehilangan kemampuan mental) yang
disebabkan oleh rusaknya (organ) otak
yang memengaruhi kemampuan seseorang dalam kehidupan sosialnya atau
dalam merancang tindakannya.
Dermatitis–LI 620
Radang kulit.
Dermatitis Seboroik (Seborrheic
Dermatitis)–LI 620
Masalah kulit yang umum pada Odha.
Dicirikan oleh sisik yang lepas, berminyak
atau kering, berwarna putih sampai
kuning-kuningan, dengan atau tanpa kulit
yang merah.
Desensitisasi (Desensitization)–LI 512,
517
Pengurangan atau penghilangan kepekaan atau reaksi alergi terhadap antigen
atau obat tertentu.
Diabetes–LI 108
Kelainan yang ditandai dengan tingkat gula
dalam darah atau kemih terlalu tinggi,
akibat masalah pembuatan insulin.
Diagnosis
Penentuan akibat penyakit yang dialami.
Diare (Diarrhea)–LI 554
Buang air besar yang tidak normal lebih
dari tiga kali sehari, dengan kotoran tinja
berbentuk lembek atau cairan.
Diseminata (Disseminated)
Infeksi yang disebar luas di seluruh tubuh.
Diskordan (Discordant)
Pasangan orang dengan satu HIV-positif
dan yang lain HIV-negatif.
Dislipidemia (Dyslipidemia)
Tingkat lipid dalam darah yang tinggi.
Displasia (Dysplasia)–LI 507
Perkembangan jaringan tubuh yang tidak
normal. Sejenis kanker.
Dispnea (Dyspnea)
Sesak napas.
DNA–LI 400
DNA (Deoxyribonucleic Acid) adalah rantai
molekul yang terdapat pada gen (plasma
pembawa sifat keturunan) dalam inti sel,
yang membawa informasi genetik sehingga memungkinkan sel menggandakan
diri.
Dosis (Dose)
Aturan pakai obat untuk sekali pakai dalam
jangka waktu tertentu. Lihat juga Takaran.
DOT (Directly Observed Therapy)
Pengawasan langsung meminum obat
untuk jangka waktu tertentu. Pengawasan
dilakukan oleh Pengawas Menelan Obat
(PMO).
EBV
Lihat Epstein Barr Virus.
Edema
Pembengkakan yang disebabkan oleh
penumpukan cairan pada jaringan tubuh.
Efek Samping (Side Effect)–LI 550
Daya kerja atau efek obat (atau vaksin)
yang tidak diharapkan. Istilah ini biasanya
berhubungan dengan dampak buruk
seperti sakit kepala, ruam, atau kerusakan
hati.
eGFR (Estimated GFR)–LI 136
Estimasi GFR berdasarkan tingkat kreatinin dalam darah.
Elektrolit (Electrolyte)–LI 554
Zat mineral yang sangat penting untuk
fungsi tubuh normal. Elektrolit sering
hilang waktu muntah-muntah atau diare.
ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent
Assay)
Tes laboratorium yang sangat peka untuk
menentukan ada/tiadanya antibodi terhadap HIV dalam darah atau cairan tubuh
lain.
Elite Controller
Orang yang sudah terinfeksi HIV bertahuntahun (umumnya sedikitnya 7 tahun) tetap
mempunyai jumlah CD4 yang stabil di atas
600, tidak mengalami IO, dan tidak harus
memakai ART.
Emboli (Embolism)
Penyumbatan pembuluh darah oleh benda
asing (mis. bekuan darah, udara).
Emetik (Emetic)
Penyebab muntah
-emia
Akhiran berarti tingkat dalam darah, mis.
viremia.
Empedu (Bile)
Cairan yang dihasilkan hati untuk mencerna lemak.
Endemik (Endemic)
Menggambarkan infeksi yang dikaitkan
secara terus-menerus dengan daerah
tertentu.
Endokrin (Endocrine)
Bersekresi ke dalam tubuh, ke dalam
darah atau limfa.
Ensefalitis (Encephalitis)–LI 513, 517
Radang otak diakibatkan oleh beberapa IO.
Ensefalopati (Encephalopathy)–LI 513
Luka di dalam otak, kemerosotan fungsi
otak secara umum.
Enterik (Enteric)
Berkaitan dengan saluran cerna.
Enzim (Enzyme)
Sebuah protein yang mempercepat reaksi
kimia tertentu tanpa mengubah dirinya
sendiri.
Eosinofil (Eosinophil)–LI 121
Macam sel darah putih.
Epidemi (Epidemic)
Menyebarnya penyakit pada banyak orang.
Epidemiologi (Epidemiology)
Ilmu yang mempelajari epidemi.
Epitel (Epithelium)
Lapisan (termasuk kulit) yang melindungi
organ tubuh luar dan dalam, termasuk
pembuluh darah.
Epstein Barr Virus/EBV
Virus mirip herpes yang menginfeksi
hidung dan tenggorokan, dan mudah
menular melalui kontak langsung. Infeksi
EBV sering terjadi pada anak. EBV menetap di dalam kelenjar getah bening dan
bisa menyebabkan limfoma.
EPO
Lihat Eritropoietin.
Eritema (Erythema)
Kemerahan atau ruam kulit.
Eritropoietin (Erythropoietin)–LI 552
EPO. Versi sintetis sebuah hormon alami.
Untuk mengobati anemia yang disebabkan
oleh efek samping.
Eritrosit (Erythrocyte)–LI 121
Sel darah merah.
Etiologi (Etiology)
Ilmu tentang penyebab penyakit.
ETR (End-of-Treatment Response)
Mencapai viral load HCV yang tidak
terdeteksi pada akhir terapi HCV. Lihat
juga SVR.
EVR (Early Virological Response)
Penurunan 2 log dalam viral load HCV
setelah 12 minggu terapi HCV.
Farmakokinetik (Pharmacokinetic)
Ilmu yang mempelajari bagaimana obat
diserap dan disebarkan di seluruh tubuh.
Farmakologi (Pharmacology)
Ilmu yang mempelajari segala sesuatu
tentang obat, terutama dampaknya pada
tubuh.
FDC (Fixed Dose Combination)
Kapsul atau tablet yang mengandung dua
obat atau lebih dengan demikian mengurangi jumlah pil yang harus dipakai.
Fenotipe (Phenotype)–LI 126
Cara melaksanakan tes resistansi, dengan
tes rentannya virus pada obat dalam
tabung reaksi.
FI
Lihat Fusion Inhibitor.
Fibrosis
Kerusakan hati ditandai oleh jaringan paru
atau hati parut atau berserat. Lihat
Sirosis.
Formulasi (Formulation)
Bentuk fisik obat, mis. tablet, kapsul, sirop,
krim, suntikan.
Fosfatase Alkali (Alkaline
Phosphatase)–LI 135
Enzim yang ada dalam sel tertentu dalam
hati, tulang, ginjal, usus dan plasenta.
Waktu sel dihancurkan di jaringan ini,
enzim tersebut dibocorkan ke aliran
darah, dan tingkatnya diukur untuk
menunjukkan keparahan masalah.
Fosforilasi (Phosphorylation)
Proses perubahan obat golongan analog
nukleosida dalam tubuh menjadi bentuk
yang dapat melawan HIV.
Fulminan (Fulminant)
Perkembangan penyakit hati secara tibatiba dan cepat yang terkait dengan
kegagalan hati.
Fusion Inhibitor–LI 403
Golongan obat yang menghambat pengikatan HIV pada sel CD4. Lihat juga CCR5
Inhibitor.
Gastrointestinal (GI)
Berkaitan dengan lambung dan usus.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Yayasan Spiritia
DAFTAR ISTILAH
Lembaran Informasi 999
Lembaran Informasi 999, hlm. 3
Gejala (Symptom)
Keadaan atau keluhan yang menyertai
infeksi atau penyakit.
Generalisata (Generalized)
Penyebaran sangat luas.
Generik (Generic)
Obat yang mempunyai kandungan aktif
yang sama dengan obat merek dalam hal
takaran, keamanan, kekuatan, bagaimana
dipakai, mutu, kinerja dan penggunaan.
Genotipe (Genotype)–LI 126, 506
Ciri-ciri fisik yang tidak tampak dari luar,
khususnya yang bersangkutan dengan
susunan genetis, sebagai akibat evolusi
biologi pada organisme. Cara melaksanakan tes resistansi, dengan melihat kode
genetis virus untuk menentukan apakah
ada mutasi yang diketahui menimbulkan
resistansi.
GFR (Glomerular Filtration Rate)–LI 136
Ukuran jumlah darah yang disaring oleh
ginjal. Menunjukkan kesehatan ginjal.
Gizi (Nutrition)–LI 800
Berhubungan dengan makanan, makan
dan metabolisme.
Glikoprotein (Glycoprotein)
Senyawa yang terdiri dari protein dan
karbohidrat.
Globulin–LI 122
Macam protein yang tidak larut dalam air.
Globulin Gamma (Gamma Globulin)
Bagian darah yang mengandung antibodi.
Glomerulus–LI 136
Struktur di dalam ginjal yang menyaring
air kencing.
Glukosa (Glucose)
Bentuk gula yang ditemukan dalam darah,
dikelola oleh tubuh dari zat tepung/
karbohidrat dalam makanan.
Glutation (Glutathione)
Bahan kimia alami dipakai oleh tubuh
untuk melawan tekanan oksidatif.
Golongan (Class)
Obat antiretroviral dibagi dalam beberapa
golongan, berdasarkan cara kerjanya.
Lihat juga Analog Nukleosida, Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor,
Protease Inhibitor, Fusion Inhibitor,
Integrase Inhibitor.
gp120
Glikoprotein 120. Salah satu protein yang
menonjol dari permukaan HIV dan mengikat pada reseptor CD4 di sel CD4.
gp160
Glikoprotein 160. Pendahuluan protein
permukaan HIV gp41 dan gp120. gp160
dipotong oleh protease HIV untuk membentuk gp120 dan gp41.
gp41
Glikoprotein 41. Salah satu protein yang
menonjol dari permukaan HIV dan menyatukan HIV dengan sel CD4.
Grade
Terkait dengan biopsi hati, tingkat radang
yang ditemukan pada hati. Ada beberapa
skala yang dipakai. Di Indonesia biasanya
diukur dengan skala Metavir: 0 = tidak ada;
4 = radang berat.
Granulosit (Granulocyte)
Jenis sel darah putih yang terutama
penting untuk melawan infeksi bakteri.
Granulositopenia (Granulocytopenia)
Kekurangan granulosit dalam darah.
HAART (Highly Active Antiretroviral
Therapy)
Lihat ART.
Hb
Lihat Hemoglobin.
HBV–LI 505
Virus hepatitis B.
HCC (Hepatocelllular Carcinoma)
Sejenis kanker hati primer yang terlihat
pada beberapa orang dengan kerusakan
berat dan jangka panjang pada hati, akibat
penyakit virus hepatitis B atau C kronis.
HCV–LI 505, 506
Virus hepatitis C.
Hematologi (Hematology)
Ilmu yang mempelajari hal darah.
Hematokrit (Hematocrit)–LI 121
Mengukur persentase volume darah yang
diambil oleh sel darah merah.
Hemoglobin–LI 121
Hb. Protein dalam sel darah merah yang
membawa oksigen ke sel di seluruh tubuh.
Hemoptisis (Hemoptysis)
Batuk darah.
Hepatitis–LI 505
Radang hati akibat virus atau alasan lain.
HepatoTerkait hati.
Hepatosit (Hepatocyte)–LI 135
Sel utama pada hati yang berperan dalam
banyak lintasan metabolisme, dengan
bobot sekitar 80% dari massa hati,
Hepatotoksisitas (Hepatotoxicity)–
LI 561
Keracunan pada hati sebagai efek samping obat atau bahan lain.
Hepatomegali (Hepatomegaly)
Pembesaran hati.
Herpes–LI 514, 519
Radang kulit akibat beberapa virus berbeda.
Herpes Zoster (Shingles)–LI 514
Penyakit kulit akibat virus varisela zoster.
Herpes Simpleks (Herpes Simplex)–
LI 519
Infeksi virus yang menyebabkan luka pada
kelamin atau sekitar mulut.
Higiene (Hygiene)
Tindakan untuk membuat lingkungan
menjadi lebih sehat.
Hiper- (Hyper-)
Awalan yang berarti lebih tinggi daripada
biasa.
Hiperglisemia (Hyperglycemia)–LI 108
Tingkat glukosa dalam darah yang tinggi.
Hiperlaktatemia (Hyperlactatemia)
Tingkat asam laktik yang tinggi dalam
darah.
Hiperlipidemia (Hyperlipidemia)
Tingkat lipid yang tinggi dalam darah.
Hiperpeka (Hypersensistivity)
Reaksi alergi.
Hipertensi Portal (Portal Hypertension)
Peningkatan tekanan darah dalam pembuluh darah yang mengalihkan darah ke
hati.
Hipo- (Hypo-)
Awalan yang berarti lebih rendah daripada
biasa.
Hipoglisemia (Hypoglycemia)–LI 108
Tingkat gula yang rendah di dalam darah.
Hipoksemia (Hypoxemia)
Tingkat oksigen dalam darah yang rendah.
Histologis (Histological)
Berhubungan dengan jaringan tubuh.
Terkait HCV, perbaikan histologis berarti
perbaikan pada jaringan hati, dengan
penurunan pada radang atau fibrosis
dalam perbandingan dengan biopsi sebelumnya.
Histoplasmosis–LI 527
Infeksi dengan gejala demam tidak teratur
dan radang saluran napas.
Hitung Darah Lengkap (Complete Blood
Count/CBC)–LI 121
Tes memeriksa beberapa jenis sel dalam
darah.
HIV (Human Immunodeficiency Virus)–
LI 101
Virus yang menyerang sistem kekebalan
tubuh manusia yang kemudian dapat
menimbulkan AIDS.
HLA-B*5701 (Human Leukocyte
Antigen-B*5701)–LI 416
Mutasi pada sejenis protein yang terletak
pada permukaan semua sel di tubuh.
Mutasi ini dihubungkan dengan reaksi
hiperpeka pada abacavir.
Hormon (Hormone)
Getah kelenjar yang merangsang atau
menghambat kegiatan jaringan atau sel.
HPV (Human Papiloma Virus)–LI 507
Puluhan jenis virus, yang sering menular
melalui hubungan seks.
HTLV-1 (Human T-Cell Lymphotropic
Virus Type 1)
Virus dalam keluarga yang sama dengan
HIV. Pada kasus yang jarang, HTLV-1
dapat menyebabkan sejenis kanker darah
yang jarang.
Idiopatik (Idiopathic)
Tidak diketahui penyebabnya.
IDU (Injecting Drug User)
Lihat Penasun.
Ikterus (Jaundice)
Penyakit kuning.
Imunoglobulin (Immunoglobulin)
Kata lain untuk antibodi.
Imunologis (Immunological)
Berkaitan dengan kekebalan tubuh.
Imunomodulator (Immunomodulator)
Unsur yang dapat mengubah kemampuan
sistem kekebalan.
Indikasi (Indication)
Alasan untuk dilakukan suatu tindakan
medis, mis. pengobatan. Lihat juga Kontraindikasi.
Infeksi Akut (Acute infection)–LI 103
Infeksi yang terjadi pada minggu-minggu
pertama setelah tertular. Kadang disertai
oleh gejala mirip flu.
Infeksi Oportunistik (Opportunistic
Infection/OI)–LI 500
IO. Penyakit yang muncul karena sistem
kekebalan tubuh sudah rusak atau melemah.
Infeksi Primer (Primary infection)–
LI 103
Lihat Infeksi Akut;
Infus (Infusion)
Pemberian larutan (mis. glukosa, garam,
atau obat), umumnya ke dalam pembuluh
darah.
Informed Consent–LI 102
Pernyataan dari pasien/klien, berdasarkan informasi lengkap yang diberikan,
mengenai kesediaannya untuk menjalani
tindakan medis, misalnya tes HIV.
INI
Lihat Integrase Inhibitor.
Insomnia
Kelainan/kesulitan tudur.
Insulin–LI 108, 553
Hormon yang mengatur metabolisme
karbohidrat.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Yayasan Spiritia
DAFTAR ISTILAH
Lembaran Informasi 999
Lembaran Informasi 999, hlm. 4
Integrase
Enzim yang digunakan HIV untuk memadukan DNA-nya dalam DNA sel CD4, agar
sel tersebut membuat unsur virus baru
saat bereplikasi.
Integrase Inhibitor–LI 403
INI. Suatu golongan obat antiretroviral
yang dipakai dalam kombinasi dengan antiretroviral lain. Menghalangi pekerjaan
enzim integrase. Contohnya raltegravir.
Intent To Treat
ITT. Terkait uji coba klinis, analisis yang
menganggap peserta yang mangkir/tidak
menyelesaikan pengobatan sebagai gagal.
Lihat juga On treatment.
Interaksi (Interaction)–LI 407
Dampak yang dapat terjadi bila satu obat
dipakai bersamaan dengan obat lain atau
dengan makanan tertentu, atau dengan
jamu/suplemen/narkoba.
Interferon–LI 506
Sitokin yang diproduksi ketika tubuh
merasakan infeksi virus, yang juga dibuat
secara sintetis untuk dipakai sebagai obat.
Ada tiga golongan utama interferon, yakni
interferon alfa, beta dan gamma. Versi
interferon rekayasa secara genetis
disetujui untuk pengobatan hepatitis virus.
Interferon Alfa (Interferon Alpha)–
LI 506
Obat untuk KS dan HCV.
Interleukin
Jenis sitokin.
Intervensi (Intervention)
Pengobatan atau tindakan yang dilakukan
untuk mencegah atau mengobati sebuah
penyakit atau memperbaiki kesehatan
dengan cara lain.
Intravena (Intravenous/IV)
Penyuntikan atau infus langsung ke aliran
darah melalui pembuluh darah agar obat
cepat memberikan reaksi.
In Vitro
Tes/uji coba dalam tabung percobaan.
In Vivo
Tes/uji coba pada hewan atau manusia.
IO
Lihat Infeksi Oportunistik.
IRIS (Immune Reconstitution Inflammatory Syndrome)–LI 483
Lihat Sindrom Pemulihan Kekebalan.
IRS (Immune Recovery Syndrome)–
LI 483
Lihat Sindrom Pemulihan Kekebalan.
Jaringan (Tissue)
Satu kumpulan sel yang sejenis yang
bertindak bersama-sama untuk mengerjakan fungsi tertentu. Ada empat jaringan
dasar di dalam tubuh, yakni epitelium,
sendi penyambung, otot dan saraf.
Kandida (Candida)–LI 516
Jamur yang menyerupai ragi dapat
menyebabkan infeksi pada manusia.
Kandidiasis (Candidiasis)–LI 516
Infeksi akibat jamur dari keluarga Kandida,
umumnya Candida albicans.
Kanker (Cancer)
Sekelompok besar penyakit yang bercirikan pertumbuhan dan penyebaran sel
abnormal yang tak terkendali.
Kaposi’s Sarkoma–LI 508
Lihat Sarkoma Kaposi.
Kardiovaskular (Cardiovascular)–
LI 652
Terkait jantung dan pembuluh darah.
Kateter (Catheter)–LI 501
Buluh yang dimasukkan ke dalam tubuh
untuk mengeluarkan cairan atau mema-
sukkan obat.
Kavitas (Cavity)
Rongga. Terkait dengan TB, rongga dalam
paru diisi udara yang dibentuk oleh bakteri
TB.
Kejadian (Incidence)
Angka munculnya kasus penyakit tertentu
yang baru dalam populasi tertentu, sering
dilaporkan sebagai jumlah kasus per
100.000 orang.
Kelelahan (Fatigue)–LI 551
Rasa capek dan kurang bertenaga.
Kelenjar (Gland)
Alat tubuh yang menghasilkan getah atau
sekret
Kelenjar Getah Bening (Lymph Node)–
LI 526
Organ kecil, bagian dari sistem kekebalan
tubuh, yang berbentuk seperti kacang
terletak di seluruh tubuh, terutama
terdapat di leher, ketiak dan lipat paha.
Kemoterapi (Chemotherapy)
Pengobatan penyakit dengan bahan kimia.
Kepatuhan (Adherence)
Penggunaan obat persis sesuai resep,
yaitu dengan takaran benar, pada tepat
waktu, dengan cara benar.
Kewaspadaan Standar (Standard
Precautions)–LI 811
Semua upaya pencegahan penularan
penyakit di unit pelayanan kesehatan,
seperti rumah sakit, puskesmas, rumah
bersalin dsb.
Kohort (Cohort)
Kelompok orang yang semuanya mempunyai satu faktor bersama (mis. semua
HIV-positif), yang diteliti selama waktu yang
cukup lama.
Koinfeksi (Co-infection)
Infeksi dengan dua infeksi secara bersamaan, mis. infeksi HIV bersamaan
dengan TB atau hepatitis virus.
Kolesterol (Cholesterol)
Unsur serupa dengan lemak yang dipakai
untuk membangun sel. Bila tingkatnya
dalam darah berlebihan (hiperlipidemia),
unsur ini menumpuk pada pembuluh
darah, meningkatkan risiko penyakit
jantung.
Kompensasi (Compensated)
Kerusakan pada suatu organ tubuh yang
dapat dikompensasikan sehingga tidak
ada pengaruh besar terhadap fungsinya
Terkait hati, lihat Sirosis.
Kompleks Demensia AIDS (AIDS
Dementia Complex/ADC)–LI 504
Kemerosotan neurologis, dengan berbagai kejadian klinis yang meliputi hilangnya koordinasi gerak tubuh, suasana hati
berubah-ubah, dan hilangnya kendali diri,
dan akhirnya berlanjut pada kemerosotan
kesadaran yang lebih luas.
Kompleks Mikobakterium Avium
(Mycobacterium Avium Complex)–
LI 510
MAC. Infeksi bakteri yang sejenis dengan
TB.
Konseling (Counselling)–LI 102
Kegiatan memberikan pengetahuan,
informasi, pemahaman yang dilakukan
oleh seorang ahli kepada seseorang untuk
memecahkan masalah.
Kontraindikasi (Contraindication)
Alasan untuk tidak melakukan suatu
tindakan medis, mis. kapan penggunaan
suatu obat tidak disarankan.
Koreseptor (Co-receptor)
Lihat Reseptor.
Kreatinin (Creatinin)–LI 122
Produk buangan dari pencernaan protein,
terdapat di air seni dan darah. Tingkatnya
mengukur fungsi ginjal.
Kriptokokus (Cryptococcus)–LI 503
Jamur yang menyebabkan semacam
meningitis, sebuah IO.
Kriptosporidiosis (Cryptosporidiosis)–
LI 502
IO yang disebabkan oleh protozoa kriptosporidium.
Kronis (Chronic)
Bersifat menahun, tidak secara tiba-tiba.
KS
Lihat Sarkoma Kaposi.
Kuman (Germ)
Organisme yang dapat menimbulkan penyakit, mis. bakteri, protozoa, virus dan jamur.
Hanya dapat dilihat melalui mikroskop. Secara
resmi, artinya terbatas pada bakteri, tetapi
di sini dipakai dengan arti lebih luas.
Leher Rahim (Cervix)
Rahim bagian bawah berbentuk silindris
yang menonjol di dalam lubang vagina.
Lesi (Lesion)
Kerusakan, kehilangan jaringan tubuh
karena cedera, infeksi atau akibat lain.
Leukopenia–LI 121
Kekurangan leukosit dalam darah.
Leukoplakia
Infeksi pada mulut yang disebabkan oleh
virus Epstein Barr yang dapat terjadi
cukup dini dalam perjalanan infeksi HIV.
Leukosit (Leukocyte)–LI 121
Sel darah putih.
Liar (Wild)
Lihat Virus Liar.
Limfadenopati (Lymphadenopathy)–
LI 526
Pembengkakan pada kelenjar getah
bening.
Limfadenopati Persisten Generalisata
(Persistent Generalized
Limphadenopathy)–LI 526
Pembengkakan (biasanya kecil) pada lebih
dari dua pasang kelenjar getah bening
secara simetris, yang tidak sakit, disebabkan oleh infeksi HIV.
Limfoma (Lymphoma)–LI 509
Kanker pada kelenjar atau aliran getah
bening.
Limfosit (Lymphocyte)
Sel darah putih yang bertugas bagi
pertahanan kekebalan tubuh. Ada di dalam
darah dan getah bening.
Limpa (Spleen)
Alat di dalam rongga perut di sebelah kiri
atas yang berfungsi mengurai sel darah
merah.
LIP (Lymphoid Interstitial Pneumonitis)
Masalah paru yang memengaruhi penyerapan oksigen, umumnya dialami anak
dengan HIV.
Lipid
Lemak.
Lipoatrofi (Lipoatrophy)–LI 553
Kehilangan lemak dalam tubuh, sering dari
pipi, kaki dan pantat. Lihat juga Lipodistrofi.
Lipodistrofi (Lipodistrophy)–LI 553
Perubahan pada bentuk tubuh, termasuk
kehilangan atau kumpulan lemak, dan
perubahan metabolik. Biasa disebut ‘lipo’.
Log
Berkaitan dengan viral load di dalam
kelipatan 10. Suatu perubahan log berarti
kelipatan 10, baik bertambah atau pun
berkurang (misalnya 10 menjadi 100
berarti penambahan 1 log).
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Yayasan Spiritia
DAFTAR ISTILAH
Lembaran Informasi 999
Lembaran Informasi 999, hlm. 5
Lokal (Local)
Pengobatan yang diberikan pada tempat
infeksi. Lihat juga Sistemik.
Long-Term Nonprogressor
Lihat Elite Controller.
MAC
Lihat Kompleks Mikobacterium Avium.
Makrofag (Macrophage)–LI 121
Sel pemakan berukuran besar yang
sanggup menelan dan menghancurkan
bakteri, benda asing dan sebagainya. Juga
disebut monosit.
Malaise
Keadaan lesu dan kurang sehat, seperti
gejala flu.
Malignan (Malignant)
Terkait tumor, cenderung mengarah ke
keadaan buruk.
Masa Jendela (Window Period)
Tenggang waktu antara masuknya HIV ke
dalam tubuh seseorang dengan munculnya antibodi terhadap virus tersebut.
Tenggang waktu biasanya antara satu
sampai enam bulan. Pada masa ini, hasil
tes antibodi adalah negatif.
Masa Paro (Half-life)
Waktu yang diperlukan obat hingga
tingkatnya dalam darah menjadi separo
tingkat maksimal.
Median
Terkait statistik, nilai atau ukuran tengah,
dengan separuh angka dalam lebih dan
separuh kurang dari angka tersebut.
-megali (-megaly)
Pembesaran, mis. hepatomegali.
Meningitis–LI 503
Infeksi pada lapisan urat saraf tulang
punggung dan otak.
Metaanalisis (Meta-analysis)
Analisis dengan data dari beberapa
penelitian yang serupa (seperti uji coba
terhadap satu jenis obat) digabung untuk
mengambil hasil keseluruhan.
Metabolisme (Metabolism)
Reaksi fisik dan kimia yang membuat
tenaga untuk tubuh. Juga proses penguraian obat.
Metadon (Methadone)–LI 541
Obat narkotik dipakai sebagai pengganti
untuk heroin dalam pengobatan kecanduannya.
Mialgia (Myalgia)
Rasa sakit pada otot.
Mielopati (Myelopathy)
Penyakit pada urat saraf tulang belakang.
Mikobakterium Tuberkulosis
(Mycobacterium TB)–LI 515
Basil yang menyebabkan penyakit TB.
Mikosis (Mycosis)
Penyakit yang disebabkan oleh jamur.
Mikrob (Microbe)
Lihat Kuman.
Mineral–LI 801
Zat organik yang dalam jumlah tertentu
diperlukan oleh tubuh untuk proses
metabolisme normal yang diperoleh
melalui makanan sehari-hari.
Miopati (Myopathy)–LI 556
Kelainan otot yang bersifat kelemahan,
wasting, dan perubahan pada sel otot.
Mitokondria (Mytochondria)–LI 556
Bagian sel yang membuat tenaga untuk
sel.
Molekul (Molecule)
Bagian terkecil dari suatu zat yang masih
memiliki sifat-sifat zat tersebut dan secara
kimiawi dapat diuraikan menjadi beberapa
atom.
Moluskum (Molluscum Contagiosum)–
LI 511
Penyakit pada kulit dan selaput mukosa
yang disebabkan oleh virus.
Monosit (Monocyte)
Lihat Makrofag.
Monoterapi (Monotherapy)
Penggunaan terapi atau obat tunggal
dalam sebuah pengobatan.
Morbiditas (Morbidity)
Angka kesakitan.
Mortaliitas (Mortality)
Angka kematian.
MRI Scan
Pengamatan medis oleh alat yang memberi gambar jaringan di dalam tubuh.
MTCT (Mother-to-Child Transmission)–
LI 611
Penularan (HIV) dari ibu-ke-anak.
Mukosa (Mucous Membrane)
Selaput lendir dari jaringan setengahdapat ditembus cairan yang menggarisi
liang-liang atau saluran pada tubuh, yang
memiliki gerbang bukaan ke arah luar
tubuh (mis. garis mulut, vagina atau cuping
hidung).
Mutan (Mutant)
Makhluk hidup yang mengalami mutasi.
Mutasi (Mutation)
Perubahan sifat keturunan sel secara
tetap, biasanya karena perubahan pada
satu gen.
Nadir
Titik yang paling rendah.
Naif (Naïve)
(Terkait ART) Belum pernah memakai
ARV.
Narkoba (Drugs)
Singkatan dari Narkotik dan Bahan
Berbahaya.
Narkotik (Narcotic)
Obat untuk menenangkan saraf, menghilangkan rasa sakit, menimbulkan rasa
mengantuk.
Nefro- (Nephro-)
Terkait dengan ginjal.
Nefropati (Nephropathy)
Kerusakan ginjal.
Neoplasia (Neoplasm)
Tumor. Tumbuhan pada jaringan yang
tidak normal.
Neuralgia
Rasa sakit pada saraf.
Neuropati (Neuropathy)
Penyakit akibat terganggu atau matinya
urat saraf.
Neuropati Perifer (Peripheral
Neuropathy)–LI 555
Kerusakan pada saraf tungkai. Gejala
sering ditandai dengan kesemutan.
Neutrofil (Neutrophil)–LI 121
Jenis sel darah putih yang mempunyai
banyak inti sel yang berbintik-bintik.
Neutropenia–LI 121
Penurunan jumlah sel neutrofil dalam
darah.
NHL–LI 509
Non-Hodgin’s Lymphoma, semacam
limfoma.
NRTI
Lihat Analog Nukleosida.
NNRTI
Lihat Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor.
Non-Nucleoside Reverse Transcriptase
Inhibitor/NNRTI–LI 403
Suatu golongan obat antiretroviral yang
dipakai dalam kombinasi dengan antiretroviral lain. Seperti analog nukleosida, NNRTI
menghalangi infeksi HIV ke sel baru.
NNRTI menghalangi kerja reverse
transcriptase. Contohnya nevirapine.
Non-Reaktif (Non Reactive)–LI 102
Hasil tes (HIV atau TB) yang tidak (belum)
menunjukkan bukti infeksi.
Nucleoside Reverse Transcriptase
Inhibitor/NRTI
Lihat Analog Nukleosida.
Nukleus (Nucleus)
Inti sel yang mengandung informasi
genetik (DNA) organisme.
OAT
Lihat Obat Anti-TB.
Obat Anti-TB
Paduan obat yang dipakai untuk menyembuhkan TB aktif.
Obat Sulfa (Sulfa Drug)–LI 535
Sejenis bahan kimia sintetis yang berasal
dari sulfanilamide dan dipakai sebagai
antibiotik.
Obesitas
Kegemukan yang berlebihan.
Odha
Orang yang hidup dengan HIV.
On Treatment
Terkait uji coba klinis, analisis yang hanya
memasukkan hasil dari peserta yang
menyelesaikan pengobatan. (Lihat juga
Intent-to-treat).
Open Label
Uji coba klinis dengan para peneliti dan
peserta mengethaui siapa yang memakai
pengobatan yang dalam perkembangan.
Opportunistic Infection/OI
Lihat Infeksi Oportunistik.
Oral
Berkaitan dengan mulut. Untuk pengobatan berarti diberikan melalui mulut,
dalam bentuk pil atau cairan.
Osteopenia–LI 557
Tulang menipis akibat zat mineral hilang
dari kerangka tulang.
Osteonekrosis (Osteonecrosis)–LI 557
Kematian tulang, biasanya pada tulang
paha, disebabkan oleh kehilangan aliran
darah pada tulang.
Osteoporosis–LI 557
Tulang keropos, akibat terlalu banyak zat
mineral hilang dari kerangka tulang.
Paduan
Kombinasi obat, terutama pada OAT.
Pajanan (Exposure)
Peristiwa yang menimbulkan risiko penularan.
Paliatif (Palliative)
Cara perawatan yang meringankan
penderitaan pada penyakit atau tahap
yang tidak dapat disembuhkan.
Pankreas (Pancreas)
Kelenjar ludah perut.
Pankreatitis (Pancreatitis)–LI 108
Radang pada pankreas. Gejala bisa
meliputi sakit perut yang hebat, mual,
sembelit (susah buang air besar), dan
mungkin sakit kuning.
Pap Smear
Lihat Tes Pap.
Parasit (Parasite)
Organisme yang hidup menumpang pada
organisme lain dan merugikannya.
Patogen (Pathogen)
Bersifat dapat menimbulkan penyakit.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Yayasan Spiritia
DAFTAR ISTILAH
Lembaran Informasi 999
Lembaran Informasi 999, hlm. 6
Patogenesis (Pathogenesis)
Perkembangan penyakit tertentu, termasuk kejadian yang akan timbul, jaringan
atau organ tubuh yang dipengaruhi,
mekanisme kerusakan dan jadwal kelanjutan penyakit.
p24
Protein HIV dalam lapisan bahan genetik
HIV.
PCP–LI 512
Pneumonia Pneumocystis. IO pada paru
yang dapat gawat.
PCR (Polymerase Chain Reaction)–
LI 125
Teknik laboratoris sensitif yang bisa
mendeteksi dan menghitung viral load
dalam darah.
Pediatrik (Paediatric)
Terkait pengobatan untuk anak.
Pegilasi (Pegylated)
Macam interferon yang mempunyai masa
paro yang panjang dalam tubuh sehingga
dapat disuntik hanya sekali seminggu.
Pemulihan Kekebalan (Immune
reconstitution)
Perbaikan dalam fungsi sistem kekebalan
tubuh sebagai akibat penggunaan ART.
Penasun (Injecting Drug User/IDU)–
LI 154
Pengguna narkoba suntikan.
Penelitian Prospektif (Prospective
Study)
Sebuah penelitian yang lihat ke depan.
Peserta dipilih dan perkembangannya
dipantau selama jangka waktu tertentu.
Penelitian Retrospektif (Retrospective
Study)
Sebuah penelitian berdasarkan rekam
medis pasien, lihat ke belakang pada
peristiwa yang terjadi pada masa lalu.
Pengalihan (Switching)
Perubahan rejimen setelah kegagalan
terapi.
Penggantian (Substitution)
Penggantian satu (atau lebih) jenis obat
dalam rejimen akibat toksisitas.
Penguatan (Boost)–LI 442
Terkait ART, penggunaan ritonavir takaran
rendah bersamaan dengan protease
inhibitor (PI) lain untuk meningkatkan
tingkat PI tersebut dalam darah, dengan
demikian mengurangi takaran PI yang
harus diminum.
Peradangan (Inflammation)–LI 484
Proses menjadi radang.
Perianal
Sekitar dubur.
Perifer (Periferal)–LI 555
Terletak di tepi, jauh dari pusat.
Perinatal
Waktu pada saat dimulainya proses
kelahiran sampai proses melahirkan
tuntas.
Perkutan (Percutaneous)
Melalui kulit.
PGL (Persistent Generalized Limphadenopathy)
Lihat Limfadenopati Persisten Generalisata.
PI
Lihat Protease Inhibitor.
Plasebo (Placebo)
Zat atau obat yang tidak menimbulkan
efek pada tubuh (sering kali pil berisi gula).
Zat ini diberikan pada salah satu kelompok
sebagai pembanding, sementara kelompok lain diberikan obat sebenarnya. Hasil
dari kedua kelompok itu kemudian dibandingkan.
Plasenta (Placenta)
Jaringan penuh pembuluh darah yang
menghubungkan janin dengan dinding
rahim.
Plasma
Cairan tak berwarna yang menjadi bagian
darah, dalam keadaan normal volumenya
5% dari berat badan. Cairan ini bekerja
mengantarkan sel darah dan bahan gizi
ke seluruh tubuh, membersihkan sisa-sisa
metabolis dan menjadi wadah bagi sistem
hubungan zat-zat kimia di dalam tubuh.
Pleura
Selaput yang melapisi paru dan dinding
rongga dada yang berisi paru.
PML–LI 513
Progressive Multifocal Leukoencephalopathy. IO yang diakibatkan oleh kambuhnya infeksi lama atau timbulnya infeksi
baru dari virus JC.
PMTCT (Prevention of Mother to Child
Transmission of HIV)
Pencegahan penularan dari ibu-ke-anak.
Lihat PPIA.
Pneumonia Pneumocystis
Lihat PCP.
Polymerase Chain Reaction
Lihat PCR.
PPD (Purified Protein Derivative)–
LI 515
Tes kulit untuk infeksi TB.
PPIA–LI 611
Pencegahan penularan (HIV) dari ibu-keanak dalam kandungan waktu persalinan
atau melalui ASI.
Prevalensi (Prevalence)
Jumlah orang yang mengalami penyakit
tertentu.
Pro-Drug
Obat yang diuraikan menjadi bentuk yang
aktif dalam tubuh. Lihat Fosforilasi.
Profilaksis (Prophylaxis)
Mencegah infeksi atau penyakit dengan
penggunaan obat atau tindakan medis
lain.
Profilaksis Pascapajanan/PPP (PostExposure Prophylaxis/PEP)–LI 156
Profilaksis untuk mencegah infeksi (HIV
atau yang lain) setelah terjadi peristiwa
berisiko.
Profilaksis Prapajanan/PrPP (PreExposure Prophylaxis/PrEP)–LI 156
Profilaksis untuk mencegah infeksi (HIV
atau yang lain) sebelum terjadi peristiwa
berisiko.
Prognosis
Ramalan tentang kelanjutan penyakit.
Program Terapi Rumatan Metadon
(Methadone Substitution Program)–
LI 541
PTRM. Program yang mengganti heroin
yang dipakai oleh pecandu dengan metadon.
Progressive Multifocal Leukoencephalopathy/PML
Lihat PML.
Protease
Enzim yang digunakan HIV untuk memotong protein besar menjadi protein yang
lebih kecil di mana partikel HIV yang baru
bisa dibentuk.
Protease Inhibitor–LI 403
PI. Suatu golongan obat antiretroviral yang
dipakai dalam kombinasi dengan antiretroviral lain. Menghalangi pekerjaan
enzim protease. Contohnya saquinavir.
Protein
Molekul biologis yang sangat kompleks
terdiri dari kombinasi asam amino. Setiap
jenis protein mempunyai fungsi tersendiri.
Enzim dan antibodi adalah contoh protein.
Protozoa
Mikrorganisme satu sel, seluruh fungsinya
dilakukan oleh sel itu.
Provirus
Bahan genetik HIV yang dipadukan dalam
DNA sel induk (mis. sel CD4).
Pruritis
Rasa gatal.
PTRM
Lihat Program Terapi Rumatan Metadon.
Pungsi Lumbal (Lumbar Puncture,
Spinal Tap)–LI 503, 513
Proses mengambil cairan sumsum tulang
belakang dengan jarum untuk dites.
Punuk Kerbau (Buffalo Hump)–LI 553
Satu jenis manifestasi lipodistrofi.
Purpura
Perdarahan di dalam kulit berupa kemerahan pada kulit yang tidak hilang bila
ditekan.
Q8H
Setiap 8 jam.
QD
Sekali sehari.
Radikal (Radical)–LI 801
Kelompok atom yang bekerja sebagai
kesatuan, dapat pindah dari satu senyawa
ke senyawa lain, tetapi tidak dapat berdiri
sendiri.
Radang (Inflamed)–LI 484
Penyakit kerusakan jaringan tubuh yang
ditandai oleh kemerahan, demam dan
pembengkakan.
Radikal Bebas (Free radical)
Radikal yang bebas bereaksi dengan sel
lain, mampu merusakkan sel dan menimbulkan risiko perkembangan penyakit
jantung dan kanker.
Ragi (Yeast)
Sejenis jamur di dalam tubuh, yang
biasanya tidak membahayakan. Namun
bila pertumbuhannya tidak terkendali ragi
dapat menimbulkan penyakit (mis. kandidiasis).
Reaktif (Reactive)–LI 102
Hasil tes antibodi HIV yang menunjukkan
ada infeksi. Umumnya harus dikonfirmasi
dengan tes ulang.
Rejimen
Pedoman mengenai takaran dan cara
pemakaian obat dalam suatu terapi.
Rejimen Lini Kedua (Second-line
regimen)
Rejimen yang dipakai untuk mengganti
rejimen lini pertama setelah kegagalan
terapi. Lihat Pengalihan.
Rejimen Lini Pertama (First-line
regimen)
Rejimen yang dipakai saat mulai terapi
pertama kali.
Rekayasa Genetik (Genetic Engineering)
Mengubah bahan genetik (DNA atau RNA)
organisme untuk mengubah ciri tertentunya.
Renjatan (Shock)
Kegagalan peredaran darah yang ditandai
dengan menurunnya tekanan darah dan
gejala umum lain.
Replikasi (Replication)
Proses virus menggandakan diri.
Reseptor (Receptor)–LI 400
Penerima yang menonjol pada permukaan
sel (mis. CD4).
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Yayasan Spiritia
DAFTAR ISTILAH
Lembaran Informasi 999
Lembaran Informasi 999, hlm. 7
Resistan (Resistant)–LI 126
Sifat tahan atau kebal terhadap suatu
obat.
Resistansi (Resistance)–LI 126
Kemampuan suatu virus, bakteri, atau
jamur untuk menjadi resistan.
Resistansi Insulin (Insulin Resistance)–
LI 123
Tanggapan abnormal oleh tubuh terhadap
insulin, sebuah hormon yang mengatur
tingkat glukosa dalam darah.
Resistansi Silang (Cross resistance)–
LI 126
Resistansi yang berkembang pada satu
obat yang juga berdampak pada obat lain
yang mungkin belum dipakai.
Retina–LI 501
Lapisan terdalam bola mata yang berfungsi sebagai penerima rangsang cahaya.
Retinitis–LI 501
Radang pada retina yang dalam hal AIDS
disebabkan oleh CMV.
Retrovirus
HIV dan virus lain yang membawa materi
genetiknya dalam bentuk RNA dan yang
memiliki enzim reverse transcriptase.
Seperti virus lain, HIV bereplikasi di dalam
sel. Retrovirus memakai reverse transcriptase untuk mengubah RNA-nya menjadi DNA, yang kemudian bersatu di dalam
DNA sel tubuh. Keluarga retrovirus
meliputi oncovirus (mis. HTLV-1) dan
lentivirus (mis. HIV-1, HIV-2).
Reverse Transcriptase
Enzim yang dibutuhkan HIV untuk mengubah bahan genetik (RNA) menjadi DNA.
Lihat Retrovirus.
Reverse Transcriptase Inhibitor/RTI
Golongan ARV yang menghambat perubahan RNA menjadi DNA virus oleh enzim
reverse transcriptase. Lihat juga Analog
Nukleosida, Analog Nukleotida.
Rinorea (Rhinorrhea)
Rabas cair dari hidung.
RNA
Asam ribonukleik, bahan genetik.
Ruam (Rash)
Gatal-gatalan pada kulit.
Rumatan (Maintenance)
Lihat Terapi Rumatan.
Salmonela (Salmonella)
Jenis bakteri yang masuk ke tubuh melalui
makanan atau minuman tercemar. Dapat
menyebabkan septisemia pada Odha, yang
dapat menjadi gawat.
Salvage Therapy
Lihat Terapi Keselamatan.
Sarkoma Kaposi (Kaposi’s Sarcoma/
KS)–LI 508
Sejenis kanker kulit.
Sawar Darah-Otak (Blood-Brain
Barrier)–LI 504
Penghalang berupa dinding kapiler dalam
otak yang memisahkan darah dari jaringan otak. Beberapa obat tidak dapat
menembus penghalang ini, sehingga
infeksi pada otak sulit diobati.
Sekret
Produk kelenjar, termasuk air mata,
keringat, getah bening, air susu ibu, dll..
Sekresi (Secretion)
Pengeluaran hasil kelenjar atau sel secara
aktif.
Seksio Sesar
Lihat Bedah Sesar.
Sel (Cell)
Unit terkecil yang mandiri dari sebuah
organisme. Sebuah sel terbentuk dari
sitoplasma dan sebuah nukleus, dan
dikelilingi oleh sebuah selaput atau dinding.
Sel-B (B-cell)
Sel dalam sistem kekebalan tubuh yang
membuat antibodi.
Sel CD4 (CD4 Cell)–LI 124
Sejenis sel darah putih yang dipakai oleh
HIV untuk mereplikasi dan kemudian
dibunuhnya. Jumlah CD4 mencerminkan
kesehatan sistem kekebalan tubuh.
Sel Punca (Stem Cell)
Sejenis sel manusia yang dapat membuat
sel khusus untuk beberapa jaringan di
tubuh, mis. otot jantung, jaringan otak dan
jaringan hati.
Sel-T (T-cell)
Beberapa jenis limfosit dalam sistem
kekebalan tubuh, termasuk sel CD4 dan
CD8.
Sel-T Pembantu (T-helper Cell)
Nama lain untuk sel CD4.
Sepsis
Adanya bakteri yang dapat membentuk
nanah dalam tubuh.
Septisemia (Septicemia)
Keracunan darah.
Serebrovaskular (Cerebrovascular)
Meliputi otak dan saluran yang mengalirkan darah ke otak.
Seriawan
Lihat Afte.
Serokonversi (Seroconversion)
Saat status orang yang baru tertular
mengubah dari antibodi-negatif dalam
darah menjadi antibodi-positif.
Seronegatif (Seronegative)
Hasil tes antibodi dalam darah negatif.
Seropositif (Seropositive)
Hasil tes antibodi dalam darah positif.
Serum
Cairan sarah yang jernih, yang mengandung antiibodi dan protein lain.
SGOT
Lihat AST.
SGPT
Lihat ALT.
Shingles
Lihat Herpes Zoster.
Sinanaga (Shingles)–LI 514
Lihat Herpes Zoster,
Sindrom (Syndrome)
Kumpulan gejala dan penyakit yang
merupakan ciri-ciri dari suatu kondisi
tertentu.
Sindrom Pemulihan Kekebalan
(Immune Reconstitution Syndrome)–
LI 483
Kumpulan gejala yang dapat terjadi
beberapa minggu atau bulan setelah mulai
memakai ART, disebabkan oleh pemulihan
sistem kekebalan tubuh.
Sindrom Stevens-Johnson (StevensJohnson Syndrome)–LI 562
Ruam yang parah, terkadang mematikan,
yang umumnya terjadi sebagai efek
samping obat tertentu.
Sindrom Wasting
Lihat Wasting.
Sinusitis
Radang atau infeksi pada rongga belakang
dahi dan tulang pipi.
Sirosis (Cirrhosis)–LI 505
Kerusakan/radang kronis pada hati. Pada
sirosis kompensasi, hati sudah rusak
tetapi tetap dapat berfungsi. Bila menjadi
dekompensasi, fungsi hati menurun
drastis dan jaringan yang rusak mengganggu lairan darah melalui hati, yang
dapat mengakibatkan varises berdarah,
asites, gangguan jiwa, dan gejala lain.
Sistemik (Systemic)
Tersebar di seluruh badan. Obat sistemik
biasanya diminum atau disuntikkan.
Sistem Kekebalan Tubuh (Immune
system)
Sistem dalam tubuh yang seharus melindungi kita terhadap infeksi.
Sitokin (Cytokine)
Protein yang dipakai untuk menyebakan
pesan antara sel.
Sitomegalia (Cytomegalovirus, CMV)–
LI 501
Sejenis virus herpes (HHV-5). Infeksi CMV
sering terjadi pada orang sehat tanpa
menimbulkan gejala.
Sitopenia (Cytopenia)
Tingkat sel darah yang rendah.
Sitotoksik (Cytotoxic)
Mampu merusak sel.
Skor Karnofsky (Karnofsky score)
Angka antara 0 dan 100 yang ditentukan
oleh dokter untuk menggambarkan kemampuan pasien untuk berfungsi, sebagaimana diukur dengan melakukan kegiatan umum.
Splenomegali (Splenomegaly)–LI 526
Pembesaran limpa.
SSP
Lihat Susunan Saraf Pusat.
Stadium
Terkait HIV, ukuran yang ditetapkan oleh
WHO untuk menunjukkan tingkat perkembangan penyakit terkait HIV. 1 = tanpa
gejala; 2 = penyakit ringan; 3 = penyakit
lanjutan; 4 = penyakit berat. Terkait biopsi
hati, tingkat kerusakan akibat fibrosis yang
ditemukan pada hati. (F)0 = tidak ada
fibrosis; (F)4 = sirosis berat.
Statin
Golongan obat yang mengurangi tingkat
kolesterol dalam darah.
Steatosis–LI 528
Penumpukan lemak di sel hati.
Steroid
Obat yang dipakai untuk mengurangi
tanggapan kekebalan.
Stridor
Dengkur, napas yang berbunyi.
Stomatitis
Peradangan atau iritasi pada selaput
mukosa dalam mulut.
Subkutan (Subcutaneous)
Di bawah kulit. Umumnya untuk obat yang
disuntik di bawah kulit.
Subtipe (Sub-type)
Ada tiga subtipe HIV-1: M (utama), N
(baru) dan O (luar).
Sumsum Tulang (Bone Marrow)
Jaringan lembut yang terletak pada
rongga tulang pipa, terutama tulang
belakang, tempat sel darah dibentuk.
Superinfeksi (Superinfection)
Menjadi terinfeksi ulang dengan tipe HIV
yang berbeda atau resistan.
Susunan Saraf Pusat (Central Nervous
System, CNS)–LI 504
SSP. Susunan saraf yang terdiri dari otak
dan saraf tulang belakang yang mengatur
gerak sadar kita.
Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// www.aidsinfonet.org
Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
Diterbitkan oleh Yayasan Spiritia, Jl. Johar Baru Utara V No. 17, Jakarta 10560. Tel: (021) 422-5163/8 E-mail: [email protected] Situs web: http://spiritia.or.id/
Yayasan Spiritia
DAFTAR ISTILAH
Lembaran Informasi 999
Lembaran Informasi 999, hlm. 8
SVR (Sustained Virological Response)
Mempunyai viral load HCV yang tidak
terdeteksi enam bulan setelah terapi HCV
selesai. Bila menghasilkan SVR, dianggap
infeksi HCV sembuh.
Takaran (Dose)
Banyaknya obat yang harus dipakai pada
pengobatan penyakit.
Takipnea (Tachypnea)
Napas berat.
TB-MDR (Multiple Drug-Resistant
Tuberculosis/MDR-TB)
TB yang resistan terhadap sedikitnya dua
obat baku lini pertama.
TB-TDR (Totally Drug-Resistant
Tuberculosis/TDR-TB)
TB yang resistan terhadap semua obat
TB.
TB-XDR (Extensively Drug-Resistant
Tuberculosis/XDR-TB)
TB yang resistan terhadap hampir semua
obat TB, lini pertama dan lini kedua.
TB-TDR (Totally Drug-Resistant
Tuberculosis/TDR-TB)
TB yang resistan terhadap semua obat
TB.
TEN (Toxic Epidermal Necrolysis)–
LI 562
Bentuk Sindrom Stevens-Johnson yang
berat, melibatkan sedikitnya 30% permukaan badan.
Terapeutik
Berkaitan dengan terapi.
Terapi Antiretroviral–LI 403
Lihat ART.
Terapi Keselamatan (Salvage Therapy)
Terapi yang dicoba setelah beberapa
rejimen yang sudah terpakai tidak efektif
lagi akibat resistansi.
Terapi Kombinasi (Combination
Therapy)
Pengobatan yang menggunakan dua jenis
obat atau lebih.
Terapi Rumatan (Maintenance Therapy)
Penggunaan obat terus-menerus untuk
waktu tertentu setelah infeksi diobati,
untuk mencegah kekambuhan atau pemburukan.
Teratogenik (Teratogenic)
Mampu menyebabkan kerusakan fisik
pada janin.
Terdeteksi (Detectable)–LI 125
Terkait HIV, jumlah virus (viral load) dapat
diukur (tingkat di atas batas terdeteksi).
Tidak terdeteksi bukan berarti HIV diberantas dari tubuh, hanya jumlah virus
dalam darah tidak dapat dihitung.
Terminal
Tahap terakhir penyakit sebelum meninggal.
Tes Fungsi Ginjal (Kidney Function
Test)–LI 136
Tes yang mengukur tingkat beberapa
unsur yang menandai kesehatan ginjal.
Tes Fungsi Hati (Liver Function Test/
LFT)–LI 135
Tes mengukur tingkat enzim yang ditemu
dalam hati, terutama ALT dan AST.
Tes Pap (Pap Smear)–LI 507
Sebuah metode deteksi dini kanker atau
ketidaknormalan lain pada bagian kelamin
perempuan seperti leher rahim dan rahim,
dan juga pada dubur orang yang menerima seks anal.
Testosteron (Testosterone)–LI 122
Hormon laki-laki yang menyebabkan
timbulnya ciri seks sekunder laki-laki.
Thrush
Lihat Kandidiasis.
TID
Tiga kali sehari.
Timus (Thymus)
Kelenjar terletak di depan dada tempat selT yang dibuat dalam sumsum tulang dimatangkan menjadi unsur sistem kekebalan
yang efektif.
Titer (Titre)
Ukuran laboratorium jumlah atau kepekatan suatu unsur dalam larutan.
TLC (Total Lymphocyte Count)–
LI 121,124
Hitungan limfosit total.
Toksisitas (Toxicity)
Luasnya atau cara sebuah obat ada racun
pada tubuh.
Toksisitas Mitokondria (Mitochondrial
Toxicity)–LI 556
Keracunan pada sel yang merusakkan
mekanisme pembuatan tenaga oleh sel.
Toksoplasmosis (Toxoplasmosis)–
LI 517
IO yang disebabkan oleh protozoa Toxoplasma gondii.
Toleransi (Tolerance)
Daya tahan tubuh untuk menerima suatu
zat tanpa timbulnya efek buruk.
Topikal (Topical)
Lihat Lokal.
Transaminase
Sekelompok enzim yang mengatur reaksi
dalam tubuh, mis. ALT dan AST yang
umumnya ditemukan dalam sel hati dan
jantung, tetapi dapat ditemukan dalam
darah bila ada masalah pada orang
tersebut.
Trigliserid (Triglyceride)–LI 108
Bahan baku sebagian besar lemak.
Trombosit (Thrombocyte, Platelet)–
LI 121
Faktor pembeku darah yang muncul dari
peradangan ketika terjadi kerusakan pada
pembuluh darah.
Trombositopenia (Thrombocytopenia)–
LI 121
Kadar trombosit yang rendah dalam
darah.
Tropisme (Tropism)–LI 462
Menunjukkan koreseptor mana yang
dipakai oleh HIV untuk menularkan sel
CD4. HIV dapat mengikat pada koreseptor
CXCR4 (X4-tropik) atau koreseptor CCR5
(R5-tropik), atau dua-duanya (tropik
ganda).
Tuberkel (Tubercle)
Bercak-bercak penyakit TB dalam paru
yang berbentuk bulat kecil.
Tuberkulosis (Tuberculosis)–LI 515
TB. Penyakit yang disebabkan Mikobakterium tuberkulosis menghinggapi
paru dan organ tubuh lain.
Tukak (Ulcus)
Luka terbuka pada permukaan kulit atau
selaput lendir.
Tumor
Tumbuhan daging tubuh yang menyebar
tanpa kendali.
Urtikaria (Urticaria)
Reaksi alergi, sering akibat efek samping
obat, yang ditandai oleh bentol-bentol
berwarna kemerahan di permukaan kulit
yang disertai rasa gatal. Sering disebut
biduran.
Uveitis
Peradangan pada lapisan tengah mata
(uvea), walau sering dipakai untuk peradangan pada bagian apa pun dalam mata.
Vaksin (Vaccine)
Virus atau bakteri yang sudah dilemahkan,
yang disuntikkan ke dalam tubuh agar
kebal terhadap virus atau bakteri yang
sesungguhnya.
Varises
Pelebaran atau pembengkakan pembuluh
darah atau saluran getah bening.
Vektor (Vector)
Pembawa penyakit(mis. nyamuk, tikus).
Terkait vaksin, bagian virus atau bakteri
yang dilemahkan (sehingga tidak dapat
menimbulkan penyakit), yang dipakai untuk
membawa vaksin.
Viral Load–LI 125
Jumlah virus (misalnya HIV atau HCV) di
dalam aliran darah.
Viremia (Viraemia)
Terdapatnya virus di dalam aliran darah.
Virion
Bibit virus yang berada secara bebas di
luar sel induk.
Virus
Mikrob yang tidak dapat dilhat dengan
mikroskop biasa, yang bereplikasi dalam
sel yang diinfeksikannya.
Virus Herpes Simpleks (Herpes Simplex
Virus/HSV)–LI 519
Virus yang menyakitkan kulit dan sistem
saraf, dan menyebabkan luka beku.
Virus Liar (Wild-type Virus)
Virus yang belum terpajan pada ARV.
Virus Varisela Zoster (Varicella Zoster
Virus,VZV)–LI 514
Sebuah virus, sekeluarga dengan herpes,
yang menyebabkan cacar air (varisela).
Viseral (Visceral)
Terkait dengan organ dalam rongga
dalam.
Vitamin–LI 801
Zat yang sangat penting bagi tubuh
manusia untuk pertumbuhan dan perkembangan.
Vitreitis
Peradangan pada korpus vitreum, bagian
mata antara lensa dan retina.
Wasting–LI 518
Kehilangan berat badan yang parah pada
Odha hingga otot menjadi kisut, yang bisa
terjadi meskipun tidak ada infeksi lain.
Wasting Syndrome
Lihat Wasting.
Window Period
Lihat Masa Jendela.
Zat Gizi (Nutrient)–LI 800, 801
Zat yang dihasilkan dari proses pencernaan, diserap dan dipakai untuk
kepentingan fungsi tubuh. Zat gizi terdiri
dari zat gizi makro (protein, lemak,
karbohidrat) dan zat gizi mikro (vitamin
dan mineral).
Diperbarui 6 September2013
Download