BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masa remaja adalah

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Masa remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dengan
dewasa dan relatif belum mencapai tahap kematangan mental dan sosial
sehingga mereka harus menghadapi tekanan-tekanan emosi dan sosial yang
saling bertentangan. Banyak sekali life events yang akan terjadi yang tidak
saja akan menentukan kehidupan masa dewasa tetapi juga kualitas hidup
generasi berikutnya sehingga menempatkan masa ini sebagai masa kritis.
Pengaruh informasi global yang semakin mudah diakses justru
memancing anak dan remaja untuk mengadaptasi kebiasaan-kebiaasaan tidak
sehat seperti merokok, minum minuman berakohol, penyalahgunaan obat dan
suntikan terlarang, perkelahian antar-remaja atau tawuran yang pada akhirnya,
secara kumulatif kebiasaan-kebiasaan tersebut akan mempercepat usia awal
seksual aktif serta mengantarkan mereka pada kebiasaan berperilaku seksual
yang berisiko tinggi, karena kebanyakan remaja tidak memiliki pengetahuan
yang akurat mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitas serta tidak
memiliki akses terhadap informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi,
termasuk kontrasepsi (Darwisyah, 2007).
Kebutuhan dan jenis risiko kesehatan reproduksi yang dihadapi remaja
mempunyai ciri yang berbeda dari anak-anak ataupun orang dewasa. Jenis
risiko kesehatan reproduksi yang harus dihadapi remaja antara lain adalah
kehamilan, aborsi, penyakit menular seksual (PMS), kekerasan seksual, serta
masalah keterbatasan akses terhadap informasi dan pelayanan kesehatan.
World Health Organization (WHO) memperkirakan setiap tahunnya
terdapat 350 juta penderita baru penyakit penyakit menular seksual di negarnegara berkembang seperti Afrika, Asia, Asia Tenggara dan Amerika Latin.
Di Negara Industri prevalensinya sudah dapat diturunkan, namun di negara
berkembang prevalensi penyakit menular seksual masih tinggi. Prevalensi
2
penyakit menular seksual di Negara Indonesia berkisar antara 7,4%-50%
(Yuwono, 2007).
Di Kota Semarang prevalensi penyakit menular seksual banyak
ditemukan pada orang yang beresiko tinggi tertular yaitu pekerja seks
komersial yang cenderung mengalami peningkatan. Berdasarkan penelitian
Saiful Jazan (2003) prevalensi PMS pada wanita pekerja seks komersial yang
ada di jalanan sebesar 48% dan wanita pekerja seks komersial yang ada di
lokalisasi sebeasr 50%. Infeksi ini meliputi IMS non-ulcerative yang meliputi
gonore, klamidia, dan trikomoniasis serta IMS ulcerative yaitu sifilis.
Banyaknya kasus penyakit menular seksual yang terjadi ini tentunya
cukup memprihatinkan, hal ini terutama sekali terhadap remaja yang menjadi
kelompok paling rentan tehadap penularan penyakit seks ini. Remaja menjadi
kelompok paling rentan karena remaja merupakan proses peralihan antara
anak menunju dewasa termasuk berkaitan dengan organ seksnya (Hurlock,
1999). Remaja tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang seks dan
berbagai akibatnya sehingga memerlukan bimbingan dan pengarahan dari
berbagai pihak (Sinta, 2011).
Banyak orang dewasa seperti orang tua, guru, pemuka masyarakat, dan
tokoh pemuda tidak siap membantu remaja menghadapi masa pubertas.
Akibatnya remaja tidak memiliki cukup pengetahuan dan ketrampilan untuk
menghadapi berbagai perubahan, gejolak dan masalah yang sering timbul
pada masa remaja. Mereka kemudian terjebak dalam masalah fisik, psikologis
dan emosional yang kadang-kadang sangat merugikan seperti stres dan
depresi, kehamilan tak diharapkan, penyakit dan infeksi menular seksual, dan
lain-lain.
Hal ini sebetulnya tidak perlu terjadi bila mereka lebih memahami
berbagai proses perubahan yang akan terjadi pada dirinya sehingga lebih siap
menghadapi persoalan pubertas, seksualitas dan kesehatan reproduksi.
Kesehatan reproduksi remaja sendiri memiliki arti sebagai keadaan sejahtera
fisik dan psikis seorang remaja, termasuk keadaan terbebas dari kehamilan
yang tak dikehendaki, aborsi yang tidak aman, penyakit menular seksual
3
(PMS) termasuk HIV/AIDS. Berkaitan dengan kesehatan reproduksi adalah
perilaku yang dianggap ideal yaitu perilaku yang tidak bertentangan dengan
norma adapt dan norma agama, karena perilaku seks hanya dapat dibenarkan
bila telah memasuki lembaga perkawinan (Dewi, 2011)
Selain itu sumber informasi utama remaja tentang kesehatan reproduksi
pada umumnya adalah media massa (cetak dan elektronik). Paparan informasi
seksual melalui media massa tidak begitu banyak memberikan kontribusi
positif bagi remaja. Tidak jarang informasi yang diperoleh hanya berupa
alternatif pemecahan masalah bagi mereka yang pernah mempunyai masalah
kesehatan reproduksi, seperti konsultasi seksologi di beberapa majalah atau
koran (Laksmiwati, 1999).
Remaja hanya mempersepsikan kesehatan reproduksi dari segi
kebersihan saja, dimana mereka beranggapan bahwa hanya dengan menjaga
kebersihan maka akan terhindar dari penyakit yang berkaitan dengan
kesehatan reproduksi, namun tidak mengetahui secara lebih lengkap mengenai
kesehatan reproduksi dan penyakit-penyakit yang berkaitan dengan kesehatan
alat reproduksi tersebut. Persepsi sendiri merupakan cara pandang seseorang
terhadap stimulus yang diterima melalui alat indera (Walgito, 2002).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tohir, dkk (2007) mengenai
kecenderungan perilaku seks bebas remaja perkotaan yang dalam penelitian
ini ada beberapa konsep yang diteliti, di antaranya adalah kecenderungan
perilaku seks bebas, aktivitas pencarian informasi seks, dan penggunaan
sumber-sumber informasi seks. Lokasi penelitian di Kotamadya Dati II
Semarang. Populasi dalam penelitian ini adalah remaja usia 13 - 18 tahun, dan
penentuan sampelnya dilakukan dengan cara multistage. Pengumpulan data
dilakukan melalui FGD (Focus Group Discussion) dan survai dengan panduan
kuesioner, serta melalui data-data sekunder. Analisis data dilakukan melalui
analisis kualitatif terhadap data bukan angka, dan analisis kuantitatif (statistik)
terhadap data yang berupa angka baik melihat distiibusi frekuensi maupun uji
hipotesis penelitian dengan alat uji regresi. Dengan menggunakan metode
eksplanatori, penelitian ini berhasil membuktikan hipotesis, bahwa ketika
4
informasi yang diterima remaja bukan merupakan inforfmasi yang transparan
maka kecenderungan remaja untuk melakukan seks bebas makin tinggi. Hal
ini berarti informasi-informasi seks yang umumnya hanya diberikan setengahsetengah
justru
berdampak
paradoksal.
Bukan
munculnya
ekspresi
pembebasan seks sesuai dengan nilai-nilai kesakralan yang diharapkan,
melainkan malah munculnya bentuk ekspresi pembebasan seks liberal akibat
ketidaktahuannya
akan
informasi
seks
yang
baik
dan
benar.
Makin beragamnya sumber-sumber informasi seks tidak menjamin bahwa
kecenderungan perilaku seks remaja akan menurun. Namun karena isi
informasi yang disampaikan masih bersifat remang-remang dan tidak jelas,
maka justru berdampak paradoksal. Bukan munculnya perilaku seks remaja
yang makin bijak, tetapi sebaliknya malah mempertinggi kecenderungan
perilaku seks bebas. Informasi yang kurang jelas tersebut mempengaruhi
pengetahuan remaja yang menjadi rendah.
Hasil penelitian tersebut di atas menunjukkan masih rendahnya
pengetahuan remaja mengenai kesehatan resproduksi berkaitan dengan
penyakit menular seksual yang dikarenakan rendah pula tingkat sarana dan
prasarana serta petugas dan guru yang memberi penjelasan mengenai
pentingnya memperhatikan kesehatan reproduksi pada remaja.
Rendahnya pengetahuan tersebut menyebabkan timbulnya persepsi yang
yang salah pada diri remaja mengenai kesehatan reproduksi dan penyakit
menular seksual. Sebagaimana diketahui bahwa persepsi muncul dari
diterimanya stimulus yang berasal dari luar yang berupa informasi mengenai
kesehatan reproduksi khususnya penyakit menular seksual. Sumber informasi
dan prasarana yang minim membuat penginderaan juga rendah dan
menyebabkan persepsi yang kurang tepat.
Hasil studi pendahuluan terhadap 9 remaja yang bersekolah di SMP
Negeri 29 Semarang diketahui bahwa semuanya menyatakan belum
memahami benar tentang kesehatan reproduksi khususnya berkaitan dengan
penyakit menular seksual. Remaja ini hanya sering mendengar tentang
penyakit HIV/AIDS dari berbagai macam media. Namun demikian para
5
remaja ini belum mengetahui apa dan bagaimana penyakit HIV/AIDS itu
sebenarnya. Remaja-remaja ini juga belum mengetahui penyakit-penyakit
menular seksual lainnya. Mereka beranggapan bahwa dengan menjaga
kebersihan saja sudah dianggap cukup agar terhindar dari penyakit yang
menyerang alat reproduksi, sementara hal-hal yang berkaitan dengan
penyakti-penyakit kelamin lain umumnya tidak dipahami mereka.
Berdasarkan fenomena di atas maka peneliti berkeinginan untuk
mengetahui persepsi remaja tentang kesehatan reproduksi yang dituangkan
dalam penelitian dengan judul “Studi fenomenologi tentang persepsi remaja
terhadap penyakit menular seksual pada siswa SMP Negeri 29 Semarang”.
B. Perumusan masalah
Rendahnya pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi
menyebabkan persepsi yang salah terhadap permasalahan kesehatan
reproduksi tersebut. Umumnya, remaja hanya beranggapan bahwa dengan
menjaga kebersihan saja sudah cukup dan dapat terhindar dari penyakit yang
berkaitan dengan alat reproduksi. Remaja-remaja ini juga tidak memahami
tentang penyakit menular seksual, kalaupun pernah tahu atau mendengar
tentang HIV/AIDS itu pun hanya sekilas dan tidak lengkap yaitu bagaimana
penyakit ini menular, penyebabnya apa dan sebagainya. Berkaitan dengan hal
tersebut di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut
“Bagaimanakah persepsi remaja terhadap penyakit menular seksual pada
siswa SMP Negeri 29 Semarang?”.
C. Tujuan penelitian
1. Tujuan umum
Mengetahui bagaimanakah persepsi remaja terhadap penyakit menular
seksual pada siswa SMP Negeri 29 Semarang.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui bagaimana persepsi remaja tentang kesehatan reproduksi
6
b. Mengetahui bagaimana persepsi remaja tentang penyakit menular
seksual
c. Mengetahui bagaimana tindakan pencegahan remaja putri berkaitan
dengan kesehatan reproduksi dan penyakit menular seksual.
D. Manfaat penelitian
1. Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi dunia
keperawatan khususnya berkaitan dengan kesehatan reproduksi pada
remaja.
2. Instansi pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi instansi
pendidikan dalam memberikan pendidikan seks dan kesehatan reproduksi.
3. Remaja
Remaja dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai bahan wawasan
untuk menjaga kesehatan reproduksinya.
4. Peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan referensi bagi
penelitian selanjutnya yang sejenis.
E. Bidang ilmu
Penelitian ini berkaitan dengan bidang ilmu keperawatan maternitas
Download