riset ilmiah tentang - Direktorat Politik dan Komunikasi

advertisement
RISET ILMIAH TENTANG
PARPOL DAN ORMAS DI INDONESIA
A. Partai Politik, Ormas dan NGO
1. Partai Politik
Judul (1)
: Rekruitmen Politik PPP: Studi Sirkulasi Elit Politik Lokal
di Kotamadya Pelembang 1977-1987
Penulis
: Ahmad Rizali
Jenis karya Tulis Ilmiah : Tesis di UI
Tahun Terbit
: 1993
Kesimpulan Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah penggunaan keempat jalur yang sangat
bervariasi (unsur fusi, pendukung, kaderisasi dan nepotisme) mengakibatkan pola
rekruitmen politik di tubuh PPP Palembang tidak tetap dan kondisi itulah yang
menyebabkan prolehan suara PPP menurun. Dalam menguji hipetesisnya, peneliti
(Ahmad Rizali) lalu merumuskan dua pertanyaan peneltian yang menjadi inti pokok
masalahnya. Pertanyaan itu adalah 1) mengapa terjadi penurunan suara secara terus
menerus di tubuh PPP? 2) bagaimana mekanisme rekruitmen politik di tubuh PPP
berlangsung?
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa adanya penggunaan jalur-jalur
rekruitmen politik PPP yang berubah-ubah menyebabkan perolehan suara terus
menurun dari waktu ke waktu. Pada tahun 1977 rekruitmen politik melalui jalur unsur
fusi merupakan jalur yang dominan. Pada Pemilu 1982 jalur unsur fusi digantikan
oleh jalur pendukung dan nepotisme akibat kebijakan pemerintah, krisis keanggotaan
dan pengurus, serta keterikatan pimpinan cabang unsur fusi. Pada Pemilu 1987 jalur
fusi diambilalih oleh Lajnah Penetapan Cabang (Lantapcab) yang dibentuk partai.
Penggunaan jalur rekruitmen politik yang berubah-ubah itu ternyata
berdampak buruk pada perolehan suara PPP. Hal itu dapat dilihat pada prolehan suara
PPP di tiga Pemilu. Pertama, pada Pemilu 1977 PPP menang mutlak (145.934 suara
atau 54, 2%); unggul disemua kecamatan, unggul di 36 kelurahan, imbang dengan
Golkar di 5 keluarahan, dan kalah di 8 kelurahan. Kedua, pada Pemilu 1982 suara
PPP mengalami penurunan (162.217 suara atau 47,9%). Penggunaan jalur-jalur
rekruitmen politik yang berubah-ubah menyebabkan perolehan suara PPP terus
menurun dari waktu ke waktu.
Judul (2)
: Strategi PPP 1973-1982: Studi Kekuatan Politik Islam
Tingkat Nasional
Penulis
: Umaidi Radi
Jenis Karya Tulis Ilmiah : Tesis di UI
Tahun Terbit
: 1983
Kesimpulan Penelitian
Pokok masalah yang diteliti adalah sejauh mana PPP sebagai partai Islam
dapat menjalankan fungsi-fungsinya. Riset ini difokuskan antara tahun 1973-1982 di
Jakarta. Peneliti melihat bahwa tahun 1973 sebagai suatu perubahan strukutral dalam
kehidupan kepartaian di Indonesia. Sejarah kehidupan sosial dan politik menunjukkan
bahwa Islam sebagai kekuatan politik tidak dapat diabaikan. Dalam konteks
kehidupan kepartaian, misalnya, Sarekat Islam (SI) merupakan cikal bakal partai
politik.
Hasil temuan peneliti memperlihatkan strategi PPP yang lebih banyak
diarahkan pada upaya mempertahankan keberadaan dan identitasnya sebagai kekuatan
politik Islam daripada menampilkan dirinya sebagai subjek politik yang memberikan
masukan-masukan yang mewarnai kehendak politik yang diharapkan.
Strategi PPP yang berakar kuat pada sejarah perkembangan partai-partai Islam
pendahulunya, seperti SI (masa kebangkitan nasional), MIAI (masa Jepang),
Masyumi, NU, PSII, Perti dan Parmusyi (masa kemerdekaan). Gejala-gejala yang
mewarnai kehidupan dan tingkah laku PPP selama 10 tahun pertama fusi merupakan
kesinambungan yang mencerminkan keberhasilan dan kegagalan partai Islam yang
mendahuluinya. Faktor utamanya adalah pemerintah memang menerima kenyataan
umat Islam yang mayoritas secara sosial, tetapi tetap tidak menghendaki sebagai
kekuatan penentu. Terbukti PPP dalam kurun waktu tahun 1973-1982 belum mampu
menampilkan dirinya sebagai suatu organisasi politik modern. Penyebab lainnya
adalah kepemimpinan dan manajemen yang lemah akibat tidak adanya ”orang kuat”
yang bisa memimpin partai ini.
Judul (3)
: Peran Partai Politik Dalam Rekruitmen Pejabat Pemerintah
Daerah Kabupaten Donggala Sulawesi Tenggara Tahun
1959-1974
Penulis
: Zainuddin Balong
Jenis karya Tulis Ilmiah : Tesis di UI
Tahun Terbit
: 1985
Kesimpulan Penelitian
Pokok masalah yang diangkat oleh peneliti adalah 1) seberapa jauh peranan
parpol dalam rekruitmen pejabat tingkat II Donggala, 2) apakah semua parpol
berperan dalam rekruitmen pejabat tingkat II Donggala dan 3) apakah peran itu
terbatas pada jabatan politik atau jabatan karier?
Peneliti yang memusatkan studinya di Kota Palu Sulawesi Tengah dengan
lingkup studi eks-pejabat eksekutif dan legislatif yang berdinas antara tahun 19691974 berkesimpulan rendahnya peran partai politik dalam rekruitmen pejabat tingkat
II Donggala disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang tidak memihak kepada partai
politik. Kebijakan pemerintah yang menerbitkan Permendagri No.12 Tahun 1969 dan
PP No. 6 Tahun 1970 ternyata memberi peluang bagi kemenangan Golkar.
Konsekuensinya Golkar maua tidak mau sangat berperan dalam rekruitmen
pejabat politik di daerah II Donggala. Memang partisipasi politik pada Pemilu 1971
yang mencapai 81,4%, tetapi partispasi itu tidak lepas dari strategi kerbijakan
pemerintah Orde yang telah menempatkan Golkar sebagai instrumen mobilisasi. Hal
itu terbukti dengan kemenangan Golkar dalam Pemilu.
Peneliti melihat kemenangan Golkar yang dukung kuat oleh para bangsawan,
apartur birokrasi, dan militer (ABRI) membuat Golkar harus melakukan balas budi
dengan cara menempatkan para pendukunganya dalam jabatan politik di Palu.
Berkurangnya peran partai politik dalam rekruitmen pejabat politik di daerah II
Donggala juga disebabkan oleh berlakunya UU No. 5 Tahun 1974. Undang-undang
ini ternyata membuat jabatan politik banyak diisi oleh karier PNS. Namun demikian
masyoritas dari anggota parlemen daerah (DPRD-GR?) tetap didominasi oleh
penduduk asli.
Judul (4)
: Pengaruh Keberhasilan Pembangunan Fisik Terhadap Suara
Golkar Dalam Pemilu 1982 di Bekasi
Penulis
: H. Nurul Aini
Jenis karya Tulis Ilmiah: Tesis di UI
Tahun Terbit
: 1987
Kesimpulan Penelitian
Peneliti ingin melihat kaitan antara pembangunan fisik (pengaruhnya terhadap?)
dan porelahan suara peserta Pemilu (kemenangan Golkar?). Pokok masalah yang
diangkat oleh peneliti ini adalah apakah terdapat hubungan signifikan antara
pembangunan fisik yang tersebar di kecamatan kabupaten Bekasi dengan perolehan
suara Golkar?
Berpatokan pada hasil penelitiannya, peneliti lalu menyimpulkan bahwa
tidak ada pengaruh (hubungan signifikan) antara pembangunan fisik dan perolehan
suara Golkar di Bekasi. Hal itu dapat dilihat dengan jelas setelah membandingan
pembangunan fisik yang tergolong tinggi (Kecamatan Pondok Gende), pembangunan
fisik yang tergolong rendah (Kecamatan Pebayuran) dan pembangunan fisik yang
sama (Kecamatan Tambun dan Tarumajaya).
Suara Golkar di Kecamatan Pondok Gende hanya mencapai -7,33, sebaliknya
suara Golkar di Kecamatan Pebayuran justru mencapai +7,82. Kecamatan Tambun
dan Kec. Tarumajaya yang pembangunan fisiknya tergolong sama juga
memperlihatkan hasil yang berbeda. Suara Golkar di Kecamatan Tambun hanya
mencapai -7,33%, sementara suara Golkar di Kec. Tarumajaya justru mencapai +10%.
Temuan tersebut lalu memunculkan pertanyaan baru, apa yang menyebabkan
prolehan suara Golkar berbeda di setiap kecamatan di Bekasi? Peneliti lalu
menjawabnya dengan
melalukan riset terhadap varibel pendidikan, isolasi,
komunikasi, hubungan patron-klien, agama, ulama, tingkat kemiskinan dan formulir
AB yang hasilnya terbukti berpengaruh secara signifikan terhadap perolehan suara
Golkar.
Judul (5)
: Perkembangan Politik di Indonesia: Fungsionalisasi PartaiPartai Politik Pasca Azas Tunggal Tahun 1985
Penulis
: Sam Ugyo Ibnu Redjo
Jenis karya Tulis Ilmiah: Tesis di UI
Tahun Terbit
: 1989
Kesimpulan Penelitian
Studi ini berangkat dari tesis peneliti yang melihat pembangunan politik
berlangsung apabila fungsionalisasi parpol mengarah kepada eguitas dan adanya tata
tertib Pemilu. Untuk menguji tesis Pokok masalah yang diangkat oleh peneliti adalah
apakah dengan azas tunggal, parpol dapat berfungsi dan proses pemungutan suara
lebih baik dan tertib?
Studi ini memperlihatkan bahwa pembangunan politik di Indonesia khususnya
fungsi parpol dalam pemilu terdapat persoalan pada aspek kesamaan fungsinya yang
kemudian berpengaruh terhadap kesanggupan sistem politik dan domokrasi. Pola
penataan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap parpol ternyata tidak hanya
berakibat pada berkurangnya fungsi partai, tetapi juga mendorong munculan konflik
internal partai. Lebih dari itu tingkat ketergantungan anggota terhadap pemerintah dan
partai menyebabkan rendahnya dinamika dan partispasi politik, tidak adanya
kompetisi yang ketat, serta struktur politik yang cenderung bapakisme.
Judul (6)
: Faktor-Faktor Penyebab Kemenangan Golkar Dalam Pemilu
1997: Studi Kasus di Desa Kotopanjang, Kec. Koto VII,
Kab. Sawalunto/Sijunjung Provinsi Sumatera Barat
Penulis
: Zulfikri Suleman
Jenis karya Tulis Ilmiah : Tesis di UI
Tahun Terbit
: 1991
Kesimpulan Penelitian
Studi ini berangkat dari pokok masalah yang diangkat oleh peneliti yang
mempertanyakan apakah ada faktor-faktor tertentu terhadap kemenangan Golkar
dalam Pemilu 1997? Sebagaimana diketahui Golkar dalam Pemilu 1997 tidak hanya
mempertahankan posisinya yang tetap berada di atas PPP dan PDI, tetapi juga
menggusur PPP di wilayah pemilihan yang selama ini menjadi basisnya dan basis
partai Islam lainnya.
Penelitian yang dilakukan di Desa Kotopanjang, Kecamatan Koto VII,
Kabupaten Sawalunto/Sijunjung Provinsi Sumatera Barat ini berhasil mengungkap
sebab-sebab atau faktor-faktor kemenangan Golkar dalam Pemilu 1997. Hasil
penelitian menegaskan perlunya peran pemimpin formal bersatu dengan pemimpin
informal. Jika pemimpin formal merupakan faktor penting dalam mempengaruhi
prilaku politik anggota masyarakat, khsusunya masyarakat di Desa Kotopanjang,
maka pemimpin informal merupakan faktor yang tidak boleh diabaikan.
Keberhasilan Golkar mengalahkan dua saingan beratnya, PPP dan PDI, untuk
pertama kalinya di Desa Kotopanjang disebabkan oleh kemampuan pimpinan formal
Golkar meningkatkan populatitasnya dengan cara menggalang pemimpin informal
untuk melakukan mobilisasi melalui pendekatan persuasif dan bantuan keuangan bagi
pembangunan desa. Sebaliknya, kekalahan PPP dan PDI disebabkan oleh konflik
internal partai yang berlarut sehingga tidak dapat menjaga basis massanya dan atau
melakukan apa yang dilakukan oleh Golkar.
Dengan kata lain kemanangan Golkar disebabkan oleh dua faktor.
Pertama,
keberhasilan pemimpin formal melakukan mobilisasi dukungan melalui pendekatan
persuasif dan pendekatan pembangunan desa yang bermanfaat bagi masyarakat Desa
Kotopanjang. Kedua, konflik internal PPP dan PDI yang berlarut-larut.
Judul (7)
: Dampak Gerakan Reformasi terhadap Konflik Politik
Internal Golkar Periode (Periode 21 Mei 1998-20 Oktober
1999)
Penulis
: Dedi Irawan
Jenis karya Tulis Ilmiah : Tesis
Tahun
: 2001
Kesimpulan Penelitian
Tesis ini ingin menjelaskan pengaruh perubahan gerakan reformasi terhadap
Golkar yang terlihat banyak konflik politik di internal partai politik tersebut. Konflik
politik di Golkar pasca jatuhnya Soeharto menunjukkan adanya keinginan dari
organisasi tersebut untuk berubah. Namun perubahan tersenut tidak berjalan mulus
bahkan terjadi konflik karena adanya kelompok-kelompok yang tidak menyukai
perubahan.
Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh reformasi terhadap konflik di
tubuh Golkar. Tekanan gerakan reformasi menjadikan salah satu yang menyebabkan
Harmoko selaku ketua partai mengeluarkan pernyataan bahwa agar Soeharo
mengundurkan diri dari kursi presiden. Digunakannya isu-isu yang sesuai dengan
semangat reformasi menjadi indikasi adanya pengaruh gerakan reformasi tersebut.
Konflik politik di Golkar menunjukkan bahwa oraganisasi itu sangat rentan
dengan perubahan. Konflik terjadi karena adanya pihak yang tidak siap terhadap
perubahan. Namun konflik politik yang terjadi adalah ekses yang harus ditempuh
Golkar manakala ia ingin berubah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
konflik politik di Golkar merupakan salah satu hasil dari tuntutan terjadinya
perubahan politik.
Judul (8)
: Demokratisasi Internal Partai Golkar Pasca Orde Baru
(1998-2004)
Penulis
: Heriyandi Roni
Jenis karya Tulis Ilmiah : Disertasi Doktor
Tahun
: 2006
Kesimpulan Penelitian
Disertasi ini pada dasarnya adalah untuk menjelaskan dan menganalisis
demokratisasi internal Partai Golkar Pasca Orde Baru (199802004). Dalam
menjelaskan dan menganalisis demokratisasi internal Partai Golkar Pasca Orde Baru
(199802004), penulis berangkat dari pokok masalah yang dirumuskan dalam bentuk
pertanyaan penelitian. Pertanyaan penelitian yang dimaksud adalah sejauhmana
proses demokratiasi berlangsung dalam proses pengambilan keputusan dalam
menentukan calon presiden dan ketua umum di Munaslub, pemilihan calon presdien
di Konvensi dan pemilihan ketua umum di Munas VII Partai Golkar 2004?
Berdasar dari hasil studinya, penulis lalu menarik dua kesimpulan utama.
Pertama, kasus penentuan calon presiden untuk Pemilu 2004 di tubuh Partai Golkar
melalui konvensi dan menentuan calon Ketua Umum Partai Golkar dalam masa
transisi di Munaslub 1998 dan Munas VII 2004 memperlihatkan adanya proses
demokratisasi di internal Partai Golkar. Kedua, kasus tersebut memberikan gambaran
kompleks tentang power strugle antar faksi di tingkat elit Partai Golkar yang
didasarkan atas kepentingan idelologis dan pragmatis kekuasaan yang dimenangkan
oleh faksi yang berorientasi pragmatis kekuasaan.
Namun yang menarik dari kesimpulan studi tersebut adalah tidah hanya
membutikan masih berlakunya sejumlah teori (verifikasi), seperti demokrasi dan
demokratisasi (Larry Dimanond, Juanz Linz, Lipset, Jose Abueva, Maswadi Rauf dan
Anders Uhlin), teori modifikasi partai politik (Alan Ware) dan teori sikurlasi elit
(Mosca), tetapi juga menolak teori besar (revisi) yang hingga kini masih dipercayai
oleh banyak pihak. Temuan penulis dimana kewenangan menentukan keputusan
(menentukan calon presdien dan ketua umum) yang didisribusikan ke seluruh
pengurus DPD I dan DPD II hingga mencakup bentangan organisasi Partai Golkar
yang lebih luas telah membuktikan tidak berlakunya teori oligarkis partai politik
(Robert Michels). Fakta bahwa oligarki partai tidak berlaku di tubuh Partai Golkar
disebakan oleh bentangan unit organisasi yang sudah otonom dalam pengambilan
keputusan.
Judul (9)
:
Penulis
:
Jenis karya Tulis Ilmiah :
Tahun
:
Pers, Parpol dan Pendidikan Politik
Djoko Sulistyono
Tesis
2002
Kesimpulan Penelitian
Penelitian ini ingin melihat peranan pers partisan pada saat gencarnya reformasi
di segala bidang. Dengan latar belakang pemikiran bahwa keterkaitan pers, partai
politik dan pendidikan politik dapat dilihat pada saat menjelang, pada waktunya,
maupun sesudah pemilihan umum. Pada saat pemilu pers sedang gencar-gencarnya
menginformasikan fakta dan data terutama menyangkut politik kepada masyarakat.
Sementara partai politik di saat yang sama melakukan kampanye kepada
masyarakat luas. Keterkaitan dengan pendidikan politik adalah ketika keduanya yaitu
pers dan partai politik melaksanakan tugasnya tanpa diiringi dengan etika politik
secara profesional, maka keduanya bisa saja melakukan ‘kolusi’ sehingga
menguntungkan keduanya. Hal ini menandakan tidak adanya pendidikan politik.
Hasil penelitian tesisi ini menunjukkan adanya keberpihakan suatu media di era
reformasi yang sangat terasa. Pendidikan politik sebagai bagian dari proses
pembangunan politik sangat perlu agar rakyat mampu dan mau berpartisipasi. Rakyat
perlu memahami segala persoalan dalam sistem politik, menanggapinya secara tepat
menurut tingkat kesadarannya. Keterlibatan media massa cetak pada suatu partai
politik atausuatu kelompok keentingan sesungguhnya hal yang wajar selama itu
bersifat profesional. Pers yang bersifat partisan pada hakikatnya akan merugikan
dirinya sendiri. Kontribusi pers partisan terhadap suatu partai politik tertentu jelas
terlihat dukungannya, sementara dengan partai politik lain pers tersebut ‘menghujat’.
Hal itu jelas terlihat pada ulasan-ulasan yang tidak proporsional. Jika pers benarbenar menjalankan fungsinya tanpa harus memihak, maka keberadaan pers akan
diperhitungkan sebagai srana sosialisasi politiknya oleh semua partai politik yang ada.
Dengan demikian pendidikan politik memiliki arti bagi proses demokrasi secara luas.
Judul (10)
: Radikalisme Pemuda: Studi Gerakan Sosial Politik Partai
Rakyat Demokrat (PRD)
Penulis
: Miftahuddin
Jenis karya Tulis Ilmiah : Tesis
Tahun
: 2002
Kesimpulan Penelitian
Latar belakang masalah tesis ini menguraikan bahwa ditengah kehidupan suatu
bangsa yang sedang dalam transisi menuju demokrasi, munculnya radikalisme politik
bisa dimaknai secara positif dan negatif. Secara positif sebagai daya dorong yang
mempercepat demokratisasi tetapi secara negatif sebagai ancaman demokrasi.
Menurut penulisnya, radikalisme pemuda sebagai sesuatu hal yang positif menuju
sistem baru yang lebih adil dan demokratis. Tesis ini sebenarnya memfokuskan proses
terjadinya radikalisme alam tubuh Partai Rakyat Demokrat (PRD). Dimana PRD sejak
awal merupakan wadah untuk melakkan serangkaian tindakan radikal bagi pemuda
untuk menentang kebijakan rejim Soeharto. Sifat gerakan radikal adalah revolusioner
(bukan evolusioner, reformis, atau gradualis), untuk itu gerakan radikalisme selalu
menenang kemapanan kekuasaaan.
Hasil penelitian yang didapatkan adalah: petama, konsep teoritik strukturalis
Giddens relevan untuk menjelaskan tentang proses terjadinya radikalisme kaum muda
(aspek dominan). Kedua, konsep radikalisme Popper berlaku dalam radikalisme PRD
dengan catatan radikalisme PRD tidak persis atau tidak se-ekstrim konstruksi Popper
yang menyarankan adanya pembunuhan, pengusiran, dan pendeportasian. Ketiga,
tentang kemunculan radikalisme, penelitian ini dalam beberapa hal mengukuhkan
teori Jocano tetapi ada perbedaan mendasar. Jika Jokano menunjukkan radikalisme
muncul sebagai respon modernisasi, radikalisme PRD hanya menentang dan menolak
sertai aspek kehidupan yang mengancam demokrasi dan HAM.
Judul (11)
: Pancasila Versus Islam: Konflik Tentang Dasar Negara
Antara PKI-Masyumi Di Majelis Konstituante 1956-1959
Penulis
: Nanang Suharman
Jenis karya Tulis Ilmiah : Tesis
Tahun
: 2002
Kesimpulan Penelitian
Penelitian ini dilatarbelakangi dengan uraian bahwa Masalah dasar negara
hampir menjadi isu yang tidak perbah selesai dalam sejarah poitik Indonesia.
Mekanisme politik yang diambil Soekarno maupun Soeharto membuktikan bahwa
masalah ini tidak pernah tuntas. Pada kenyataannya selalu ada pihak yang merasa
tidak puas dan berupaya memunculkannya dalam banyak kesempatan. Wacana dan
gerakan yang mendominasi masalah ini sepanjang sejarah adalah konfrontasi antara
kelompok sekuler atau agama (Islam). Kecenderungan inilah yang bergulir di
BPUPKI 1945 dan kemudian memuncak di Majelis Konstituante 1956-1959 bahkan
sampai saat ini.
\Melalui penelitian yang bersifat deskriptif analisis, penelitian yang bertujuan
memberikan uraian deskriptif ini menghasilkan penelitiannya dengan metoda riset
pustaka. Dan hasilnya adalah bahwa arus kuat yang mendorong partai politik
mengambil sikap dan posisi atau terlibat dalam keadaan tertentu, yaitu ideologi dan
pragmatisme. Pertarungan mengenai dasar negara di Majelis Kontituante tahun 1956-
1959 mencerminkan keberlakuan ideologi atau pragmatisme. Terjadi faksionalisasi
partai-partai politik ke dalam : Pancasila, Islam dan Sosio ekonomi.
Pertama, yang melandasi faksionalisasi adalah kecenderungan ideologi partai
yang berideologi sekuler (nasionalis, sosialis, komunis) memilih faksi Pancasila atau
sosio ekonomi. Kedua, partai-partai mempertimbangkan aspek pragmatis, terlebih
dalam pemilu 1955 tidak berhasil memunculkan partai politik dominan. Beberapa
partai politik yang dalam keadaan normal berjauhan seperti antara PNI-PSI-PKI atau
NU-Masyumi tampak bergandengan dalam suatu barisan untuk emperjuangkan
kepentingan yang sama dan fundamental, dasar Negara.
Namun mekanisme yang demikian ternyata tidak cukup memadai ke arah
tercapanya kesepakatan. Dalam kalkulasi politik pragmatis hasil akhir demikian
mungkin jauh lebih baik dari pada satu pihak memenangkan pertarungan tersebut.
Oleh karena itu persoalan serupa mungkin akan tersisa di masa yang akan datang,
sehingga perhatian dan kearifan untuk mensikapinya selalu diperlukan.
Judul (12)
: Kemenangan PDI-P Pada Pemilu 1999 di Kota Cilegon
Provinsi Banten
Penulis
: Hambali
Jenis karya Tulis Ilmiah : Tesis
Tahun
: 2003
Kesimpulan Penelitian
Studi ini mengenai kemenangan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)
pada Pemilu 1999. Hal ini dianggap penting karena akan memberikan penjelasan
tentang sebab-sebab yang mempengaruhi para pemilih dalam memberikan suaranya
kepada partai politik pada saat pemilu. Penelitian ini difokuskan pada besarnya
perolehan suara PDIP dan apa faktor signifikan yang menyebabkan kemenangan
tersebut. Dengan menggunakan konsep dan teori tentang kampanye politik dan
keompok sosial, mobilisasi partai dan isu populisme, konsep perilaku pemilih untuk
melihat identifikasi partai, serta konsep ideologi politik untuk melihat bagaimana
sentimen politik.
Dengan pendekatan kualitatif dan perangkat metode yang digunakannya
akhirnya penelitian ini menghasilkan uraian bahwa dari hasil pemilu yang
dilaksanakan pada tanggal 7 Juni 1999 menunjukkan bahwa PDIP memperoleh
jumlah suara terbanyak baik di tingkat nasional maupun pada tingkat regional dan
daerah termasuk di Propinsi Banten. Terdapat 3 (tiga) faktor yang menyebabkan PDIP
memperoleh kemenangan di Kota Cilegon, yaitu pertama, mobilisasi politik dengan
isu populisme, Kedua, identifikasi partai. Ketiga, sentimen politik. Disamping itu
faktor mata pencaharian sebagai buruh berpengaruh terhadap kemenangan PDIP.
Fakor agama (Islam) tidak mempengaruhi pemilih dalam memberikan suara pada
PDIP dalam pemilu 1999.
Judul (13)
: Rekruitemen Elit Dalam Rangka Penguasaan
Partisipasi Politik Pemilih Studi terhadap Golkar Dalam
Pemilu 1992 di Belu NTT
Penulis
: Goffridus Goris Seram
Jenis karya Tulis Ilmiah : Tesis
Tahun
: 1995
Kesimpulan Penelitian
Judul (14)
: Tersingkirnya Organisasi Trikarya Dalam Dewan Pimpinan
Pusat Golongan Karya (Golkar) Setelah Tahun 1971
Penulis
: Santosa Teguh
Jenis karya Tulis Ilmiah : Tesis
Tahun
: 2002
Kesimpulan Penelitian
Penelitian ini berlatar belakang masalah ketidakmampuan Trikarya untuk tetap
bertahan dalam percaturan politik setelah pemilu pertama 1971 merupakan indikasi
mulai melemahnya keberadaannya dalam Golkar. Semakin berkurangnya wewenang
yang melekat pada Trikarya di dalam lingkaran kekuasaan diakibatkan
peranan
beberapa tokoh politik kepercayaan Jend. Soeharto. Golkar merupakan
organisasi
politik yang sangat majemuk. Kerena kemajemukan tersebut diasumsikan bahwa
akan terjadi pengelompokan-pengelompokan. Pengelompokan tersebut menimbulkan
perbedaan kepentingan yang saling berbenturan.
Hasil penelitian tesis ini menyimpulkan penyederhanaan jumlah unsur yang
terdiri dari banyak ormas fungsional ditambah dengan militer dan birokrasi
merupakan tantangan tersulit bagi pengurus Golkar saat itu. Dikeluarkannya
keputusan Ketua Umum Sekber Golkar No. Kep. 101/VII/Golkar/1971 yang berisi
bahwa tokoh Trikarya tidak lagi diposisikan pada susunan DP Golkar dikarenakan
KINO tidak lagi menjadi badan perjuangan politik. Kemudian melalui Munas I, tahun
1973 yang diantaranya memutuskan menetapkan Munas sebagai lemabaga pengambil
keputusan tertinggi juga menetapkan para tokoh Trikarya tetap pada posisi semula,
yaitu sebagai bagian dari keanggotaan Dewan Pembina.
Berdasarkan hasil Munas tersebut, maka terjadi perubahan dalam alokasi
kekuasaan dimana kelompok tradisional seperti Trikarya dan KINO bergeser oleh
dominasi Hankam dan Sipil yang ada di Bapilu. Perubahan tersebut banyak
dipengaruhi oleh semangat perubahan politik yang melepaskan pengaruh berdasarkan
ikatan primordialisme sehingga Trikarya benar-benar harus meninggalkan identitas
kelompoknya sekaligus tidak dapat lagi menuntut porsi kekuasaan atas nama
kelompok.
Judul (15)
: Partai Politik Islam Era Reformasi dan Piagam Jakarta
Dalam Sidang ahunan MPR 2000
Penulis
: Lili Romli
Jenis karya Tulis Ilmiah : Tesis
Tahun
: 2001
Kesimpulan Penelitian
Tesis ini membahas tentang kebangkitan kembali Partai Politik Islam era
reformasi kaitannya dengan memperjuangkan amanat Piagam Jakarta. Pada era
reformasi ternyata partai politik Islam yang lahir cukup banyak yaitu 42 partai politik.
Sementara dari jumlah itu yang ikut dalam pemilu sebanyak 17 partai politik.
Banyaknya partai politik Islam tersebut melahirkan fragmentasi dalam penggunaan
asas yaitu asas Islam, asas Pancasila, dan asas Islam dan Pancasila. Padahal secara
ideal partai politik Islam yang ada di era reformasi terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu
kelompok tradisional, kelompok modernis, dan kelompok fundamentalis.
Hasil penelitian tesis ini menunjukkan bahwa partai politik Islam dalam
Sidang tahunan MPR 2000 yang membahas amandemen UUD 1945 berusaha
memperjuangkan benar-benar Piagam Jakarta, namun hanya 2 partai politik Islam
yaiktu PPP dan PBB yang benar-benar memperjuangkan Piagam Jakarta. Sedangkan
partai politik Islam lainnya tidak mendukung. Ormas-ormas Islam serta tokoh-tokoh
Islam juga tidak memberikan dukungannya terhadap perjuangan PPP dan PBB,
bahkan mereka menentangnya. Dengan demikian tantangan PPP dan PBB bukan
hanya dari Kristen dan kaum nasionalis sekuler tetapi juga dari kalangan Islam
sendiri. Perjuangan PPP dan PBB walaupun tidak mendapat dukungan tetapi
menunjukkan bahwa persoalan hubungan antar agama dan negara di Indonesia belum
selesai sehingga perlu dicari solusi yang tepat agar tidak muncul kembali setiap
momentum perubahan terhadap konstitusi.
2. Ormas/LSM/NGO
Judul (16)
: Masyarakat Madani di Indonesia: Studi Kasus Petisi 50
Penulis
: Adi Surayadi Culla
Jenis karya Tulis Ilmiah : Tesis / buku
Tahun
: 1999/2001
Kesimpulan Penelitian
Studi ini bertujuan untuk melihat eksistensi dan perkembangan petisi 50 (19801998) sebagai masyarakat madani dalam politik Indonesia. Penulis berangkat dari
pokok masalah yang rumuskan dalam tiga pertanyaan penelitian. Pertama, apakah
kelompok petisi 50 termasuk kategiru kelompok madani? Kedua, bagaimana
pengaruh politik negara Orde Baru terhadap eksistensi dan perkembangan kelompok
petisi 50? Ketiga, mengapa petisi 50 menunjukkan diri sebagai masyarakat Madani
yang mandiri?
Berdasarkan hasil studinya, peneliti lalu menyimpulkan bahwa kelompok petisi
50 dalam eksistensi dan perkembangannya memenuhi kategori teoritis sebagai
masyarakat mandani dengan ciri; (a) adanya otonomi terhadap pengaruh kekuasaan
negara, (b) adanya sifat kesurelaan dan keswadayaan dalam kelompok tersebut,
(c) memiliki kebebasan untuk berkumpul dan berbendapat, (d) memiliki aktivitas
yang mencerminkan ciri a, b dan c, (e) pluralisme dalam hal spektrum sosial dan
politik dalam relaitas internalnya.
Penlitian ini juga menemukan bahwa prilaku Orde Baru yang otoriter, refresif
dan retritif ternyata tidak mempengaruhi eksistensi dan perkembangan kelompok
petisi 50. Petisi 50 mampu mempertahankan eksistensinya terutama kemandiriannya
karena adanya faktor ekternal berupa konteks hubungan dengan negara Orde Baru dan
faktor internal berupa kemampuan ekonomi (finansial) memadai dan moralitas
individual yang tetap konsisten dan prestise dimata masyarakat dan pemerintah.
Judul (17)
: Masyarakat Sipil Dalam Perspektif Wacana dan Aksi Ornop
di Indonesia
Penulis
: Adi Surayadi Culla
Jenis karya Tulis Ilmiah : Disertasi / buku
Tahun
: 2005/2006
Kesimpulan Penelitian
Disertasi ini sesungguhnya ingin merekonstruksi wacana dan aksi gerakan
civil society di Indonesia. Dengan maksud tersebut peneliti kemudian melakukan studi
dengan memilih kasus Walhi dan YLBHI dalam menganalisa masyarakat sipil dalam
perspektif wacana dan aksi ornop di Indonesia. Penulis kemudian memulainya dengan
rumusan pokok masalah yang dibaginya ke dalam dua aspek; a) aspek wacana
dengan pertanyaan peneltian apa dan bagaimana wacana masyarakat sipil yang
berkembang di kalangan aktivis Walhi dan YLBHI? Apakah wacana masyarakat sipil
yang berkembang di duni ornop sesuai dengan basis utama dari ide/pemikiran
masyarakat sipil yang merujuk pada karakteristik gerakan masyarakat yang mandiri?
b) aspek aksi dengan pertanyaan penelitian apa dan bagaimana perwujudan aksi
Walhi dan YLBHI sebagi refresentase gerakan masyarakat sipil yang berkembang di
Indonesia? Apakah kedua ornop tersebut dalam menjalankan asksinya mampu
menunjukkan karakteristik yang sesuai dengan konsep masyarakat sipil sebagai
kelompok yang mandiri?
Berdasar dari hasil studinya, penulis lalu menarik tiga kesimpulan pokok.
Pertama, berkaitan dengan perspektif wacana masyarakat sipil dalam pemahaman
aktivis Walhi dan TLBHI ternyata wacana masyarakat sipil secara subtansial
bukanlah sesuatu yang sama sekali baru bagi kedu ornop tersebut. Kedua ornop
terebut sama-sama memahami bahwa; (a) wacana masyarakat sipil sebagi konsep
yang merujuk pada domain tersendiri di luar negara atau pemerintah. Keduanya
memahami sesuai cara pandang institusional ornoip dalam posisinya sebagai NGO,
(b) Wacana masyarakat sipil sebagai suatu konsep yang merujuk pada domain sosial
tersendiri dipahami sebagai wilayah berbeda dan terpisah dengan state dan economic
society --yang juga disebut sebagai domain pasar, modal; dan bisnis, dan
(c) wacana masyarakat sipil sebagai suatu konsep yang merujuk pada kelompok atau
organisasi yang dibentuk oleh masyarakt oleh kedua ornop tersebut dipahami dengan
tetap mengacu pada ciri-ciri adanya sifat otonomi, kswadayaan (self supporting) dan
keswasembadaan (self generating). Kedua, berkaitan dengan perspektif aksi Walhi
dan YLBHI merupakan organisasi yang pembentukan dan perkembangannya tidak
lepas dari peranan negara, namun tetap berusaha kritis terhadap pemerintah dan
berpihak kepada masyarakat. Ketiga, meskipun karakteristik sifat otonomi dapat
diwujudkan oleh kedua ornop tersebut, tetapi dua sifat lainnya yaitu kswadayaan (self
supporting) dan keswasembadaan (self generating) belum bisa diwujudkan. Hal itu
disebabkan oleh pengaruh dan interaksi dari sejumlah aktor yang berasal dari unsur
negara, lembaga-lembaga internasional dan masyarakat sendiri.
Implikasi teoritis yang menarik dari studi ini adalah perlunya modifikasi teori
tentang hubungan masyarakat sipil dengan negara. Dan atas penolakan seluruh teori
tentang hubungan masyarakat sipil dengan negara (falsifikasi), penulis lalu melakukan
modifikasi teori dengan tesis negara dapat berperan positif dalam pembentukan
masyarakat sipil dan dapat berkembang karena interaksinya dengan domain negara.
Judul (18)
Penulis
Jenis karya Tulis Ilmiah
Tahun
:
DPR dan Kelompok Penekan: Studi Tentang Peran
Kelompok Penekan dalam Proses Pengambilan
Keputusan DPR Yang Meminta Presdien Soeharto
Mundur
: Slamet Effendi Yusuf
: Tesis
: 2001
Kesimpulan Penelitian
Studi ingin melihat peran kelompok kepentingan (interest group) dalam proses
pengambilan keputusan DPR yang meminta presiden Soeharto mundur. Secara garis
besar peneliti mengajukan pertanyaan yang mengacu pada pokok masalah
peneltiannya, yaitu sejauh mana peran kelompok kepentingan (interest group) dalam
proses pengambilan keputusan DPR dalam memberhentikan Presiden Soeharto?
Peneliti berkesimpulan bahwa peranan kelompok kepentingan (interest group)
atau kelompok penekan (pressure group) dalam proses pengambilan keputusan DPR
yang meminta presiden Soeharto mundur mempengaruhi secara signifikan. Kelompok
penekan dengan berbagai ragam motiv atau kepentingannya, basis sosialnya, saluran
akses dan intensitas desakannya memiliki kontribusi besar dan determinatif dalam
proses pengambilan keputusan di DPR yang meminta Presiden Soeharto mundur dari
jabatannya. Peran kelompok kepentingan (interest group) yang signifikan itulah pada
akhirnya yang memaksa Presiden mundur dari jabatannya dan secara konstitusional
digantikan oleh wakilnya Habibie.
Judul (19)
: Gerakan Sosial Baru di Indonesia: Kasus Aliansi
Masyarakat Adat Kalimantan Barat (AMA Kalbar) Tahun
1998-2000
Penulis
: Mulyadi
Jenis karya Tulis Ilmiah : Tesis
Tahun
: 2002
Kesimpulan Penelitian
Tesis ini membahas tentang Gerakan sosial Baru dalam kasus Aliansi
Masyarakat Adat Kalimantan Barat (AMA Kalbar). Tujuan penelitian ini adalah
untuk menjelaskan gerakan masyarakat adat di Kalimantan Barat sebagai gerakan
sosial baru di Indonesia.
Hasil penelitiannya menyimpulkan: Pertama, gerakan masyarakat adat yang
tergabung dalam Aliansi Masyarakat Adat Kalimantan Barat (Ama Kalbar) adalah
termasuk gerakan sosial baru, dengan alasan bahwa Gerakan masyarakat adat Kalbar
adalah sekelompok orang yang identitasnya sangat lemah akibat penindasan
kelompok lain.
Kedua, gerakan AMA Kalbar dilakukan tanpa mengedepankan kekerasan
melainkan lobby-lobby dengan pihak penguasa dan mengedapankan jaringan dengan
masyarakat lain di Indonesia.
Ketiga, isu dan tuntutan mereka lebih pada pengakuan terhadap identitas mereka
pada masyarakat adat Dayak dan inklusi dalam pengambilan kebijakan di bidang
sosial, ekonomi dan politik serta hal untuk menentukan hidup mereka sendiri.
Empat, gerakan mereka mendapat tanggapan positif dari pihak pemerintah baik
lokal maupun pusat.
Judul (20)
: Merajut Demokrasi: Hubungan NGO, Pemerintah dan
Pengembangan Tata Pemerintahan Demokratis (1966-2001)
Penulis
: Suharso, Dr
Jenis karya Tulis Ilmiah : Buku
Tahun
: 2005
Kesimpulan Penelitian
Dalam konteks Indonesia, posisi dan sikap NGO terhadap pemerintah sangat
ditentukan oleh isi dan pendekatan yang terkandung dalam aktivitas NGO. Dengan
dasar itu Penulis mengutip empat kategori NGO di Indonesia yang dibuat oleh Eldrige
(1989:1995). (1) NGO yang menekankan pada penyediaan pelayanan untuk
masyarakat lapisan paling bawah (grass-roots) dengan pendekatan “high level
cooperation- grassroots developoment”(kerja sama tingkat tinggi pembangunan
masyarakat bawah); (2) NGO yang menekankan mobilisasi pada isu-isu tertentu,
seperti lingkungan, gender, hak konsumen, hak asasi manusia, demokrasi dsb. dengan
pendekatan “high level politics- grassroots mobilization” (politik tingkat tinggimasyarakat bawah); (3) NGO yang menggunakan pendekatan “empowerment from
below” (pemberdayaan dari bawah); dan (4) NGO radikal (“radical NGO”) yang
menggunakan pendekatan oposisi terhadap pemerintah.
Peneliti berangkat dari hipotetisnya yang melihat perubahan politik dan
inisiatif NGO untuk mengubah posisi mereka dalam menghadapi pemerintah telah
mebuka ruang bagi transpformasi peran NGO dan hubungannya NGO-Pemerintah di
Indonesia. Dalam menguji hipotetisnya itu penulis lalu meneliti perbandingan
hubungan NGO-Pemerintah di era Orde Baru dan era pasca Orde Baru dengan
sejumlah pertanyaan peneltian yang bersumber dari pokok masalahnya. Dalam
konteks Orde Baru, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan adalah seperti apakah
dinamika hubungan NGO-Pemerintah? Apa model dominan dari hubungan NGOPemerintah? Bagaimana dan sejauh mana NGO mampu mempromosikan tata
pemerintahan yang demokratis? Sebaliknya pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
dalam konteks pasca Orde Baru adalah sejauh mana perubahan hubungan NGOPemerintah setelah jatuhnya rezim otoriter Orde Baru? Faktor-faktor utama apa saja
yang berperan dalam mengubah hubungan mereka? Apa implikasi dari perubahan
hubungan NGO-Pemerintah tersebut pada pengembangan tata pemerintahan yang
demokratis? Bagaimana dan sejauh mana NGO mampu mempromosikan tata
pemerintahan yang demokratis?
Beradasarkan dari hasil risetnya, penulsi mencatat beberapa kesimpulan.
Menurut penulis hubungan NGO-Pemerintah yang tidak berlangsung di ruang hampa,
tetapi berlangsung di rungan politik, maka sejumlah faktor (dalam dan luar) kemudian
muncul yang mempengaruhi hubungan mereka. Kedua belah pihak memiliki strategi,
sikap dan kebijakan masing-masing yang implementasinya selalu berubah yang
sangat ditentukan oleh kontek politik dan faktor-faktor yang bekerja di dalamnya
yang akan berakibat pada hubungan yang selalu dinamis dan senantiasa berubahubah.
Keinginan NGO untuk memberikan kontribusi dalam pengembangan tata
pemerintahan yang demokratis tidaklah berlangsung tanpa hambatan. Pemerintah
umumnya masih enggan memfasilitasi kegaitan-kegiatan NGO yang diarahkan untuk
mempromosikan tata pemerintahn yang demokratis. Namun upaya mengatasi
hambatan itu sangat tergantung pada strategi yang dipilih dan digunakan oleh NGO.,
seperti strategi low profile, layering, advokasi dan keterlibatan kritis.
Selama periode Orde Baru, NGO yang muncul diidentrifikasi sebagai NGO
yang menfokuskan diri pada pengetasan kemiskinan dan yang reaktif terhadap politik
depolitiasi (1960-1970-an), NGO yang muncul sebagai reaksi terhadap isu-isu
lingkungan, HAM, gender dan demokrasi (1980-an) dan yang radikal sebagai respon
terhadap sistem politik dan kepedulian global atau pembangunan berkelnajutan (19801990-an). Sebaliknya, NGO yang muncul pada pasca Orde Baru lebih berorientasi
pada pada advokasi, sebagi respon terhadap transisi politik dan sebagai reaksi atas
perkembangan politik dan ekonomi di tanah air yang secara politik memberi
kontribusi ke arah pengembangan tata pemerintahan yang demokratis.
Judul (21)
: Pemikiran Politik NU Periode 1987-1994: Studi Paham
Kebangsaan Indonesia
Penulis
: Ali Maskur
Jenis karya Tulis Ilmiah : Tesis
Tahun
: 1998
Kesimpulan Penelitian
Studi pemikiran Politik khususnya Studi Paham Kebangsaan Indonesia yang
dilakukan oleh penulis terhadap NU (Periode 1987-1994) menyimpulkan bawah
pemikiran politik NU sangat dipengaruhi oleh pemikiran politik Gus Dur yang sangat
menekankan pada dimensi liberalisme, humanisme, dan memperkuat posisi rakyat
sebagai pemegang kadaulatan (civil seociety). Menurut penulis paham kebangsaan
yang sangat ditekankan oleh NU karena Gus Dur melihat negara plural Indonesia
memerlukan pemimpin yang baik dan kedewasaan dalam berbeda pendapat.
Mengingat keyakinan kuat NU bahwa pluralitas Indonesia akan melahirkan pluralitas
budaya dan adat istiadat, maka pendekatan budaya politik menjadi pilihan pendekatan
--yang sukar dihindarkan?— dalam merumuskan pemikiran politik NU.
NU melihat tidak perlunya dipertentangkan antar Islam dan Pancasila dalam
pelaksanaan ajaran Islam NU yang berbasis pada Ahlussunnah Wal Jama’ah
(ASWAJA) dalam mewujudkan “kesalehan sosial” dan membangun kekuatan
integrasi. NU menyadari perlunya keterpaduan wawasan keIslaman dan wawasana
kebangsaan, sehingga keterpaduan itu menjadi karakter politik NU dalam kehidupan
kenegaraan. Pengakuan NU bahwa negara dan bangsa Indonesia sudah sesuai dengan
hukum Islam (syar’i) dan menerupakan upaya final merupakan cerminan sikap
obyektif dan akomodatif NU dalam memadukan paham keIslaman dengan paham
kebangsaan. Konsekuensinya, NU tidak hanya memperkuat keyakinannya bahwa
cinta tanah air adalah sebagian dari iman, tetapi juga bersedia mengikuti dan atau
melakukan bela negara.
Judul (22)
:
Penulis
:
Jenis karya Tulis Ilmiah :
Tahun
:
ICMI Sebagai Kelompok Kepentingan
Haniah Hanafie
Tesis
1996
Kesimpulan Penelitian
Pertanyaan dasar yang diajukan oleh peneliti adalah apakah ada unsur rekayasa
pemerintah dalam kelahiran ICMI? Pernyaan itu penting menurut penulis karena
kemunculan ICMI banyak disukan dengan masalah “penghijauan” di tubuh parlemen,
militer dan jabatan politik, serta berdirinya Bank Muamalat.
Hasil studi penulis menyimpulkan bahwa selama era Orde Baru bentuk
hubungan Islam-Pemerintah meliputi 3 (tiga) sifat; a) bersifat antagonistik,
b)
bersifat resiprokal, dan 3) bersifat akomodatif. ICMI muncul ketika hubungan IslamPemerintah bersifat akomodatif. Suatu pase yang menandai berakhirnya bentuk
hubungan yang bersifat antagonistik dan resiprokal, sehingga harus diakui bahwa
kelahiran ICMI sama sekali tidak terdapat unsur rekayasa dari pemerintah. Mengenai
adanya keterlibatan pemerintah (birokrasi) dan pejabat politik tertentu dalam
kelahiran ICMI, penulis tidak melihat hal itu sebagai bentuk rekayasa. Sebaliknya,
keterlibatan tersebut justru merupakan wujud dari bentuk hubungan yang bersifat
akomodatif.
Download