II. TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Ergonomi

advertisement
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Ergonomi
Ergonomi berasal dari bahasa Yunani, Ergo artinya kerja dan Nomos
artinya peraturan atau hukum (Oborne, 1995). Dengan demikian, ergonomi dapat
diartikan sebagai ilmu atau aturan tentang bagaimana seharusnya melakukan
suatu kerja. Terdapat beberapa pengertian ergonomi, antara lain :
a. Ergonomi adalah aplikasi dari informasi ilmiah yang menitik beratkan pada
hubungan manusia terhadap desain suatu alat, system, dan lingkungan untuk
digunakan oleh manusia. Ergonomi adalah ilmu yang menyesuaikan antara
pekerjaan dengan produk dengan penggunany (Pheasant,1991 dalam Santoso,
2004).
b. Ergonomi adalah cara memandang dunia, berpikir tentang manusia, dan
bagaimana interaksinya dengan seluruh aspek dalam lingkungannya,
perlengkapannya, dan situasi kerjanya (Oborne, 1995).
c. Ergonomi adalah ilmu yang mempelajari interaksi manusia, mesin, dan
lingkungan yang bertujuan untuk menyesuaikan pekerjaan dengan manusia
(Bridger, 1995).
d. Ergonomika didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam
lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi,
engineering, manajemen dan desain/perancangan (Nurmianto, 1998 dalam
Santoso, 2004).
e. Ergonomika didefinisikan suatu cabang ilmu yang sistematis untuk
memanfaatkan
informasi-informasi
mengenai
sifat,
kemampuan
dan
keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem sehingga orang dapat
hidup dan bekerja pada sistem itu dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang
diinginkan melalui pekerjaan itu, dengan efektif, aman dan nyaman
(Sutalaksana, 1979).
Dibeberapa negara, istilah ergonomi tidak digunakan untuk disiplin ilmu ini.
Seperti di amerika utara menggunakan istilah Human Engineering atau Human
Factor Engineering dan Labour Science ( Roundou Kagaku ) yang digunakan di
Jepang. Meskipun ada perbedaan istilah, namun defenisi, prinsip, dan tujuan
sama.
Secara umum, ergonomi dapat didefinisikan sebagai suatu ilmu atau aturan
yang mengkaji kemampuan, keterbatasan, dan karakteristik manusia serta
interaksi dengan lingkungan, peralatan, mesin, dan prosedur kerja untuk mencapai
kondisi keselamatan, kenyamanan, kesehatan, dan produktifitas yang optimal.
B. Tujuan Ergonomi
Tujuan ergonomi adalah untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja
pada suatu institusi atau organisasi. Hal ini dapat tercapai apabila terjadi
kesesuaian antara pekerja dengan pekerjaannya (Santoso, 2004). Hal ini dapat
tercapai dengan cara memperhatikan empat tujuan utama ergonomi, antara lain:
1. Memaksimalkan efisiensi karyawan
2. Memperbaiki kesehatan dan keselamatan kerja
3. Menganjurkan agar bekerja aman (safe), nyaman (comfort) dan
bersemangat
4. Memaksimalkan bentuk kerja (performance) yang meyakinkan
C. Manual Material Handling
Handling adalah tangan pekeja menggerakan suatu benda dengan
mengangkat, menurunkan, mengisi, mengosongkan, atau membawanya. Manual
Material Handling berarti memberikan suatu pembebanan ke tubuh manusia
untuk menggerakan suatu benda, jika pembebanan tersebut tidak sesuai dengan
fungsi tubuh, hal ini dapat menyebabkan terjadinya kerusakan atau cidera otot
pada pekerja. Seperti misalnya mengangkat / mengambil benda yang ada di lantai
dilakukan dengan membungkukkan badan. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya
cedera tulang belakang / punggung karena punggung memang bukan berfungsi
untuk mengangkat namun untuk menunjang tubuh bagian atas. Seharusnya
pengangkatan dibebankan ke otot – otot kaki.
Hampir 25 % kecelakaan kerja di Indonesia disebabkan oleh penanganan
material (Silalahi dkk, 1991). Para ahli yakin bahwa cedera tulang belakang
memiliki hubungan yang sangat erat dengan kegiatan manual material handling.
Ditinjau dari segi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), maka dengan
diterapkan manual material handling diharapkan resiko terjadinya kecelakaan
kerja dapat berkurang dan insiden berbagai penyakit akibat kerja menurun. Selain
itu, diharapkan juga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi dari suatu
pekerjaan seperti peningkatan kemudahan pengguna sistem, penurunan kesalahan
dan peningkatan produktivitas.
Dari segi psikologi, ergonomi manual material handling diharapkan dapat
meningkatkan kepuasan kerja dan pengembangan pribadi. Lebih konkrit,
ergonomi dapat meningkatkan kenyamanan, peningkatan keamanan, penurunan
kelelahan dan stres kerja, serta kesempatan untuk mengembangkan diri
(Sulistomo,2002)
D. Mekanisme Kerja Otot
Peregangan otot yang berlebihan (over exertion), pada umunya sering
dikeluhkan oleh pekerja dimana aktifitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga
yang besar seperti aktifitas mengangkat, mendorong, menarik dan menahan beban
yang berat. Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi karena pengerahan tenaga
yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot. Apabila hal serupa sering
dilakukan, maka dapat mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot, bahkan dapat
menyebabkan terjadinya cedera otot skeletal . Mekanisme kerja otot ada 2 yaitu:
1. Kerja Otot Statis
Kerja otot statis adalah kerja otot yang tidak bergerak atau dengan kata
lain otot hanya diam. Biasanya kerja otot statis akan lebih cepat mengalami
kelelahan dibandingkan dengan kerja otot dinamis. Walaupun demikian kerja
otot stasis tidak bisa dihilangkan dalam melakukan suatu pekerjaan. Sesuatu
hal yang tidak mungkin dalam melakukan pekerjaan semua bagian tubuh
operator mengalami kerja otot statis (Suma’mur,1989).
Efek kerja otot statis adalah otot yang digunakan dalam keadaan diam
sehingga akan terjadi penumpukan asam laktat lebih cepat dibandingkan
dengan kerja otot dinamis, sehingga pekerja akan lebih cepat mengalami
kelelahan. Ketika pekerja cepat merasa lelah maka pekerjaan atau
produktivitasnya akan mengalami penurunan (Suma’mur,1989).
2. Kerja Otot Dinamis
Efek kerja otot dinamis sebenarnya sangat baik karena tidak
menyebabkan kelelehan pada saat bekerja. Tidak seperti kerja otot statis yang
menyebabkan kelelahan pada pekerja saat bekerja, kerja otot dinamis sangat
dianjurkan dalam melakukan setiap gerakan dan postur kerja. Karena pada
saat bekerja, otot pekerja akan mengalami relaksasi, sehingga menyebabkan
pekerja
tidak
cepat
merasakan
kelelahan
pada
saat
bekerja
dan
produktivitasnya tidak akan mengalami penurunan (Suma’mur,1989).
E. Postur Kerja
Postur kerja merupakan titik penentu dalam menganalisa ketepatan dari
suatu pekerjaan. Apabila postur kerja yang dilakukan oleh operator sudah baik
dan ergonomis maka dapat dipastikan hasil yang diperoleh oleh operator tersebut
akan baik. Akan tetapi bila postur kerja operator tersebut salah atau tidak
ergonomis maka operator tersebut akan mudah kelelahan dan terjadinya kelainan
pada bentuk tulang operator tersebut. Apabila operator mudah mengalami
kelelahan maka hasil pekerjaan yang dilakukan operator terebut juga akan
mengalami penurunan dan tidak sesuai dengan yang diharapkan (Pheasant, 1986).
Pada Gambar 1. menunjukan bahwa jika postur tersebut dilakukan secara
terus menerus akan menyebankan menimbulkan penyakit. Hal ini terjadi karena
dada terkompres sehingga oksigen akan sulit masuk dan akhirnya akan
mengalami sakit. Postur tubuh yang benar berguna banyak bagi kesehatan. Berdiri
dan duduk secara benar bisa mencegah linu, ketegangan otot, dan membantu
mencegah sakit di daerah punggung, pinggang, dan leher. Postur yang bagus juga
membantu otot untuk bisa bekerja dengan lebih efisien, yang berguna untuk
mencegah kelelahan. Apabila kita melakukan sesuatu dengan benar maka pasokan
oksigen ke dalam tubuh akan lancar dan akan mengurangi sakit.
Gambar 1. Postur Tubuh Pada PT. TMMIN
(Sumber: PT.Toyota Motor Manufacturing Indonesia)
Dalam melakukan pekerjaan, seseorang harus menjaga sikap yang
ergonomis yaitu sikap yang seimbang sehingga dapat dicapai suatu efisiensi dan
produktifitas kerja yang optimal dengan tetap memperhatikan rasa nyaman dalam
bekerja. Dalam bekrja perlu diperhatikan stabilitas yang bergantung pada :
a. Luas dasar penyangga lantai.
b. Tinggi dari titik gaya berat.
Hal – hal yang mempengaruhi postur tubuh antara lain adalah human
diversity (keterbatasan kemampuan manusia), kelainan – kelainan pada sistem
musculeskeletal seperti pada sendi dan ketegangan otot, disain dan posisi yang
kaku atau salah.
Postur normal atau biasa disebut postur netral adalah postur dalam proses
kerja yang sesuai dengan anatomi tubuh sehingga tidak terjadi pergeseran atau
penekanan pada bagian tubuh seperti organ tubuh, syaraf, tendon otot, dan tulang.
Dengan postur ini maka keadaan akan menjadi rileks dan tidak menyebabkan
keluhan sistem musculoskeletal atau sistem tubuh lain (Satrya, 2002)
Postur janggal adalah deviasi atau pergeseran dari pergerakan tubuh atau
anggota gerak yang dilakukan oleh pekerja saat melakukan aktivitas dari postur /
posisi normal secara berulang – ulang dan dalam waktu yang relative lama. Postur
punggung yang merupakan factor resiko MSD adalah membungkukan badan,
sehingga membentuk sudut 20o terhadap vertical dan berputar dengan beban objek
9 kg atau lebih, durasi lebih dari 10 detik dan frekuensi lebih dari 2 kali per menit
atau lebih dari 4 jam sehari ( Humantech, 1995).
Postur Bahu yang merupakan factor MSD adalah dengan lengan di atas
bahu lebih dari 4 jam sehari ( Departement of labour and Industries, 2001) atau
lengan atas membentuk sudut 45o kea rah samping / ke arah depan terhadap badan
selama lebih dari 10 detik dengan frekuensi 2 kali/ menit dan beaban lebih dari
4,5 kg ( Humantech, 1995).
Postur yang tidak seimbang dan berlangsung dalam waktu yang cukup
lama, maka dapat mengakibatkan “Stress” pada bagian tubuh tertentu. Ini
biasanya disebut dengan Postural stress. Hal ini disebutkan karena keterbatasan
tubuh manusia untuk melawan beban dalam jangka waktu yang lama, dimana
dapat terjadi berbagai akibat yang merugikan tubuh, seperti timbulnya fatigue otot
(kelelahan otot) , tidak tenang, gelisah dan nyeri.
F. MSD (Musculoskeletal Disorders)
Istilah Musculoskeletal Disorders (MSD) merupakan salah satu penyakit
yang berkaitan dengan otot tendon, ligamen, kartilago, persendian, sistem syaraf,
struktur tulang, dan pembuluh darah. Bagian tubuh yang menjadi fokus perhatian
Musculoskeletal Disorders (MSD) adalah leher, bahu, lengan bawah pergelangan
tangan dan kaki. Apabila Musculoskeletal Disorders (MSD) ini sudah menyerang
pada pekerja maka efisiensi kerja dan produktifitas kerja akan menurun. Gambar
2. menunjukan gejala Musculoskeletal Disorders (MSD).
(a)Kesemutan
(c) Iritasi
(b) Terbakar
(d) Bengkak
Gambar 2. Gejala Musculoskeletal Disorders (MSD)
Sumber : Wikipedia (2010)
Gejala Musculoskeletal Disorders (MSD) biasanya disertai dengan
keluhan yang sifatnya subjektif sehingga sulit untuk menentukan derajat
keparahan penyakit tersebut. Adapun tanda awal yang menunjukan terjadinya
masalah terhadap Musculoskeletal Disorders (MSD) yaitu bengkak, gemetar,
kesemutan, rasa tidak nyaman, rasa terbakar, iritasi, insomnia dan rasa kaku.
Walaupun derajat keparahan sulit untuk ditentukan, menurut Kroemer seperti
yang disadur dari Oborne (1995) menungkapkan bahwa keluhan yang
menggambarkan tingkat keparahan penyakit MSD tersebut, yaitu:
1. Tahap pertama
Nyeri dan kelelahan pada saat bekerja, tetapi setelah beristirahat yang
cukup akan pulih kembali. Tidak mengganggu kapasitas kerja.
2. Tahap ke-2
Rasa nyeri tetap setelah sehari istirahat, timbul gangguan tidur dan
sedikit mengurangi aktifitas kerja.
3. Tahap ke-3
Rasa nyeri tetap walaupun setelah beristirahat, nyeri dirasakan saat
bekerja, saat melakukan gerakan berulang, tidur menjadi terganggu dan
kesulitan dalam menjalankan pekerjaan yang akhirnya mengakibatkan
terjadinya inkapasitas.
Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang
berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi
pembebanan yang panjang. Sebaliknya, keluhan otot kemungkinan tidak terjadi
apabila kontraksi otot hanya berkisar antara 15-20% dari kekuatan otot
maksimum. Namun apabila kontraksi otot melebihi 20%, maka peredaran darah
ke otot berkurang menurut tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya
tenaga yang diperlukan. Pasokan oksigen ke otot menurun, proses metabolisme
karbohidrat terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang
menyebabkan timbulnya rasa nyeri otot.
G. Dampak MSD (Musculoskeletal Disorders)
Adapun dampak yang diakibatkan oleh MSD pada prospek ekonomi usaha
adalah :
1. Pada aspek produksi, yaitu berkurangnya output, kerusakan materi, produk
yang akhirya menyebabkan tidak terpenuhi.
2. Biaya yang disebabkan akibat absensi pekerja yang akan menyebabkan
penurunan keuntungan.
3. Biaya pergantian karyawan untuk rekruitmen dan pelatihan
4. Biaya asuransi
5. Biaya lainnya.
H. Occupational Safety and Health Management System (OSHMS)
Pada PT. TMMIN, manual material handling ada dalam Occupational
Safety and Health Management System (OSHMS). OSHMS adalah suatu sistem
yang bertujuan untuk meningkatkan/level up kegiatan K3 di area kerja.
Management OSHMS menetapkan suatu rangkaian proses untuk menjalankan
beberapa kegiatan secara mandiri :
( 1 )Mendeklarasikan kebijakan perusahaan terkait dengan K3
( 2 )Menemukan potensi bahaya & Penanggulangan terkait dengan K3
( 3 )Setting target terkait dengan K3
( 4 )Membuat rencana, pelaksanaan, evaluasi dan improvement terkait K3
Kegiatan penanggulangan potensi bahaya dalam OSHMS disebut dengan
Work Risk Assessment (WRA). Adapun tahapan dari kegiatan WRA ini adalah:
Mencatat semua jenis pekerjaan, Penilaian resiko bahaya, Perbaikan, Pembuatan
SOP, Edukasi & pelatihan, Observasi. Penilaian resiko bahaya dari WRA
menggunakan Work Risk Assessment Sheet (WRAS). Tahapan dari kegiatan
WRA dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Tahapan Kegiatan WRA
(Sumber: PT.Toyota Motor Manufacturing Indonesia)
Dalam proses produksi dikenal istilah STOP 6 (Safety Toyota 0/zero
Procedure 6) yaitu suatu prosedur di Toyota untuk mencegah terjadinya
kecelakaan yang akibatnya fatal dan sering terjadi di lingkungan pabrik. Adapun
ke 6 kecelakaan itu adalah.
a) Apparatus, adalah kecelakaan yang disebabkan oleh mesin yang sedang dalam
keadaan ON.
b) Big Heavy, adalah terjatuh benda berat yang bebannya harus lebih dari 100kg
c) Car, adalah tertabrak kendaraan seperti forklift, towing.
d) Drop, adalah terjatuh dari ketinggian yang minimal tingginya adalah 2 meter.
e) Electricity, adalah tersengat listrik
f) Fire, adalah terbakar karena adanya kontak dengan benda panas.
Jika terjadi kecelakaan selain yang ada di STOP 6 maka kecelakaan tersebut
dimasukkan ke dalam kecelakaan Non STOP 6.
Sunter Plant memiliki beberapa bagian yaitu untuk memproduksi
komponen dan engine assy yang ditujukan untuk pasar domestik dan internasional
serta dilengkapi dengan fasilitas karyawan lainnya, diantaranya adalah:
1. Casting Plant
Casting Plant memiliki area 65.028 m 2 . Disinilah proses pengecoran
dan pembuatan komponen mesin kendaraan Toyota dilakukan yang memiliki
volume produksi 100 ton per bulan (2 shift) ini memproduksi Cylinder Block,
Crank Shaft, Cranks Cap, Fly Wheel. Guna memenuhi pembuatan die untuk
proses press, casting plant dilengkapi dengan berbagai fasilitas pembuatan
casting benda-benda besar (maksimal 8ton)
2. Stamping Plant
Stampling plant merupakan pabrik pembuatan komponen body
kendaraan. Dengan luas area 64.247 m2. Stampling mempunyai kapasitas
produksi 96.000 unit per tahun untuk memproduksi komponen body Innova,
Avanza dan Dyna.
Proses pembuatan die dilakukan dengan kombinasi harmonis antara
computer-komputer generasi terbaru, beragam peralatan berteknologi tinggi,
serta dioperasikan oleh para ahli dalam system kerja modern yang menjamin
terciptanya produk berkualitas tinggi. Material dasar dari die adalah baja besi
lebar berkualitas tinggi yang diawasi secara ketat selama proses produksi
sehingga menghasilkan die yang tahan lama dan memiliki tingkat posisi
tginggi untuk proses stampling.
3. Engine Plant
Engine Plant memiliki area seluas 15.327m 2 dengan kapasitas 4.400
unit perbulan. Engine Plant memproduksi berbagai tipe engine untuk
dikendarai kijang pick up, dan truk dyna
4. Packing & Vanning Plant
Packing plant dengan luas area 7.200m2 melakukan aktivitas
pengepakan komponen eksport, packing plant memiliki kapasitas CKD 4.200
unit perbulan untuk avansa, dan 5.000 unit perbulan untuk innova. Dari
packing plant inilah CKD untuk innova dan avanza dikirim ke Filipina,
Malaysia, Vietnam, Argentina, Afrika Selatan, Venezuela, dan Brazil.
5. Waste Water Treatment
Sejalan dengan komitmen PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia
untuk peduli pada lingkungan, maka sunter plant menerapkan system
pengolahan limbah produksi dengan sangat ketat. Dibuktikan dengan
diperolehnya sertifikat ISO 14.001 untuk system manajement lingkungan.
Waste water treatment yang memiliki luas area 2.535m 2 melakukan proses
pengolahan limbah secara kimia dan biologis dengan fasilitas laboratorium
yang memadai untuk mengontrol kualitas pengolahan limbah yang ada.
Sehingga air buangan memenuhi baku mutu yang ditetapkan pemerintah.
6. Employee Facilities
PT Toyota Manufacturing Indonesia percaya sumber daya manusia
adalah kunci sukses perusahaan. Oleh karena itu, berbagai fasilitas didirikan
guna memenuhi kebutuhan seperti klinik, masjid, koperasi, tempat olahraga,
dll.
Download