I. PENDAHULUAN Ikan Nilem (Osteochilus hasselti C.V.) adalah

advertisement
I.
PENDAHULUAN
Ikan Nilem (Osteochilus hasselti C.V.) adalah salah satu jenis ikan air tawar
yang hidup di tempat-tempat dangkal dengan arus tidak terlalu deras seperti
danau, sungai dan rawa. Menurut Sunarma et al. (2007) ikan nilem merupakan
salah satu ikan asli perairan indonesia. Ikan tersebut, banyak dibudidayakan dan
disukai oleh masyarakat karena memiliki rasa enak serta memiliki nilai ekonomi
yang cukup tinggi. Ikan Nilem (Osteochilus hasselti C.V.) merupakan salah satu
spesies indigenous yang ditemukan di beberapa wilayah seperti pulau Jawa,
Sumatera dan Kalimantan. Di pulau Jawa, ikan Nilem dibudidaya secara cukup
besar terutama di wilayah Jawa barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Ikan nilem mempunyai bentuk tubuh silindris, mulut dapat disembulkan.
Posisi mulut terletak di ujung hidung (terminal). Posisi sirip perut terletak di
belakang sirip dada (abdominal). Ikan nilem tergolong bersisik lingkaran
(sikloid). Rahang atas sama panjang atau lebih panjang dari diameter mata,
sedangkan sungut moncong lebih pendek daripada panjang kepala. Permulaan
sirip punggung berhadapan dengan sisik garis rusuk ke-8 sampai ke-10. Bentuk
sirip dubur agak tegak, permulaan sirip dubur berhadapan dengan sisik garis rusuk
ke-22 atau ke-23 di belakang jari-jari sirip punggung terakhir. Sirip perut dan sirip
dada hampir sama panjang. Permulaan sirip perut dipisahkan oleh 4 - 41/2 sisik
dari sisik garis rusuk ke-10 sampai ke-12. Sirip perut tidak mencapai dubur, sirip
ekor bercagak. Tinggi batang ekor hampir sama dengan panjang batang ekor dan
dikelilingi oleh 16 sisik. Menurut warna sisiknya, ikan nilem dapat dibedakan
menjadi 2, yaitu ikan nilem yang berwarna coklat kehitaman atau coklat hijau
pada punggungnya, terang di bagian perut dan ikan nilem merah dengan
punggung merah atau kemerah-merahan dengan bagian perut agak terang Weber
(1916) dalam Wicaksono ( 2005).
Sulastri et al. (1985) menyatakan bahwa ikan Nilem termasuk ikan
omnivora, karena ikan tersebut memakan tumbuhan dan hewan yang menempel
pada kerikil sebagai pakan alaminya. Haryono (1994) melaporkan bahwa pakan
alami ikan Nilem berupa fitoplankton, zooplankton, potongan tumbuhan, detritus,
gastropoda, cacing dan potongan hewan. Dalam budidaya ikan Nilem, pakan yang
diberikan berupa pakan buatan (pelet) yang kandungan dan komposisinya dibuat
sama dengan pakan alaminya. Fujaya (2004) menyatakan bahwa jenis pakan
yang dikonsumsi oleh ikan mempunyai keterkaitan dengan sistem pencernaan dan
absorbsi yang dimiliki oleh masing-masing jenis ikan.
Moyle dan Joseph (2000) menyatakan bahwa pencernaan pada ikan terdiri
dari proses mekanik dan kimiawi. Proses pencernaan mekanik berlangsung di
mulut, faring dan esophagus. Proses pencernaan kimiawi berlangsung di lambung,
philorus dan usus (intestine). Sistem pencernaan pada ikan Nilem dimulai di usus
bagian depan bukan di bagian rongga mulut, sebab ikan Nilem tidak memiliki
kelenjar air liur yang dapat menghasilkan enzim saliva. Proses pencernaan dalam
sistem pencernaan ikan Nilem berlangsung secara enzimatis yang melibatkan
peran enzim sebagai katalisator yang mampu mempercepat proses pencernaan
(Harms et al., 1991). Menurut Zonneveld et al. (1991), enzim-enzim yang
berperan dalam pencernaan adalah protease, amilase dan lipase yang
mengkatalisis pemecahan nutrien komplek (protein, karbohidrat dan lemak)
menjadi nutrien sederhana.
Ketiga enzim pencernaan (protease, amilase dan lipase) dihasilkan oleh
hepatopankreas. Radiopoetro (1988) menyatakan bahwa hepatopankreas adalah
pankreas yang tidak begitu jelas dan bersatu dengan hati sehingga disebut
hepatopankreas.
Takashima
dan
Hibiya
(1995)
menyatakan
bahwa
hepatopankreas merupakan kelenjar pencernaan yang paling besar yang tersusun
dari sel parenkim (hepatosit) dan jalinan serabut. Wood et al. (2007), menyatakan
bahwa enzim-enzim yang dihasilkan oleh kelenjar
pencernaan selanjutnya
disekresikan ke dalam saluran pencernaan (intestine) dan mencerna nutriennutrien komplek menjadi sederhana. Hasil pencernaan nutrien-nutrien tersebut
yang berupa asam amino, asam lemak bebas, gliserol dan monosakarida (maltosa)
selanjutnya akan diabsorbsi dan diedarkan ke seluruh tubuh untuk pertumbuhan.
Johnston et al. (2004), menyatakan bahwa ikan omnivora seperti ikan Nila
(Oreochromis niloticus L.) memiliki aktivitas protease yang tinggi pada organ
intestine bagian depan dan belakang. Mengingat bahwa enzim-enzim pencernaan
dihasilkan oleh hepatopankreas sedangkan sekresinya ke dalam tempat yang sama
yaitu usus halus (intestine), maka perlu adanya kajian fisiologi tentang aktivitas
enzim (protease dan amilase) pada hepatopankreas dan intestine ikan Nilem.
Berdasarkan uraian latar belakang, maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut :
1. Apakah ada perbedaan aktivitas protease pada hepatopankreas dan intestine
ikan Nilem (Osteochilus hasselti C.V.).
2. Apakah ada perbedaan aktivitas amilase pada hepatopankreas dan intestine
ikan Nilem (Osteochilus hasselti C.V.).
Berdasarkan permasalahan yang muncul maka akan dilakukan penelitian
dengan tujuan untuk mengetahui:
1. Aktivitas protease pada hepatopankreas dan intestine ikan Nilem (Osteochilus
hasselti C.V.).
2. Aktivitas amilase pada hepatopankreas dan intestine ikan Nilem (Osteochilus
hasselti C.V.).
Hasil dari penelitian yang telah dilakukan diharapkan dapat memberikan
informasi ilmiah tentang aktivitas amilase dan protease pada hepatopankreas dan
intestine ikan Nilem (O. hasselti C.V.). Hasil penelitian juga diharapkan dapat
menjadi dasar dari penelitian lain yang akan dilakukan khususnya kajian tentang
enzim-enzim pencernaan pada jenis ikan lain.
Beberapa studi tentang aktivitas protease dan amilase pada hepatopankreas
dan intestine telah dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu pada beberapa strain
ikan. Hidalgo et al. (1999) telah meneliti aktivitas enzim proteolitik pada ikan
rainbow trout (Oncorhychus mukiss), sea bream (Sparus aurata), ikan karper
(Cyprinus carpio), ikan sidat (Anguilla anguilla), goldfish (Carassius auratus)
dan tench (Tinca tinca). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa aktivitas enzim
proteolitik paling tinggi pada ikan Trout dan Carp, sedangkan pada ikan sidat
(Anguilla anguilla) memperlihatkan proteolitik rendah di antara ikan-ikan yang
diuji. Chong et al. (2002) menyatakan bahwa pada ikan diskus (Symphysodon
aequifasciata), aktivitas protease dalam usus lebih tinggi daripada dalam
lambung. Hidalgo et al. (1999) menyatakan bahwa total aktivitas proteolitik pada
saluran pencernaan/intestine lebih tinggi daripada aktivitas proteolitik pada
liver/hepatopankreas.
Aktivitas amilase pada ikan karnivora lebih rendah dibandingkan dengan
pada ikan omnivora dan herbivora (Furuichi, 1988). Dengan demikian,
kemampuan ikan mencerna karbohidrat sangat rendah terutama pada ikan
karnivora. Menurut Winarno (1991), amilase ditemukan pada ikan air tawar di
sepanjang saluran pencernaan walaupun aktivitasnya berkurang pada usus bagian
belakang. Chiu dan Benitez (1981) juga meneliti aktivitas amilase dalam usus
ikan bandeng. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada waktu siang hari usus
ikan bandeng penuh dengan pakan, aktivitas amilase pada usus ikan bandeng
meningkat secara konsisten. Sebaliknya, aktivitas enzim secara signifikan lebih
rendah ketika usus kosong. Hal tersebut sama dengan pengamatan sebelumnya
bahwa bandeng merupakan pengumpan siang hari dan menunjukkan lebih lanjut
bahwa sekresi amilase usus seiring dengan aktivitas makan ikan bandeng tersebut.
Hipotesis yang diajukan adalah :
1. Aktivitas protease pada hepatopankreas dan intestine ikan Nilem (O. hasselti
C.V.) berbeda.
2. Aktivitas amilase pada hepatopankreas dan intestine ikan Nilem (O. hasselti
C.V.) berbeda
Download