II. TELAAH PUSTAKA A. Biologi Ikan Nilem Ikan nilem (Osteochilus hasselti C.V.) merupakan ikan anggota Cyprinidae yang banyak terdapat di daerah Jawa Barat, ditinjau dari aspek lingkungan berperan sebagai biocleaning agent. Sedangkan dari aspek budidaya ikan nilem mudah dipelihara pada kondisi air yang berbeda-beda, dan memiliki kapasitas reproduksi yang tinggi (Mulyasari et al., 2010) serta tahan terhadap penyakit (Jangkaru, 1980). Berdasarkan kebiasaan makannya, ikan nilem termasuk ke dalam kelompok omnivora, namun pakan alami yang dominan berupa ganggang peryphiton dan tumbuhan penempel (Jangkaru, 1980). Ikan nilem merupakan ikan endemik (asli) Indonesia yang hidup disungai– sungai dan rawa–rawa. Ciri–ciri ikan nilem hampir serupa dengan ikan mas, yaitu pada sudut–sudut mulutnya terdapat dua pasang sungut peraba. Sirip punggung disokong oleh tiga jari–jari keras dan 12–18 jari–jari lunak. Sirip ekor bercagak dua, bentuknya simetris. Sirip dubur disokong oleh 3 jari–jari keras dan 5 jari–jari lunak. Sirip perut disokong oleh 1 jari–jari keras dan 13–15 jari–jari lunak. Jumlah sisik–sisik gurat sisi ada 33–36 keping, bentuk tubuh ikan nilem agak memanjang dan pipih, ujung mulut runcing dengan moncong (rostral) terlipat, serta bintik hitam besar pada ekornya merupakan ciri utama ikan nilem (Djuhanda, 1985). Struktur umum sirip ekor ikan teleostei terdiri dari struktur rangka yang dikenal sebagai lepidotrichia dan actinotrichia, keduanya dikelilingi oleh jaringan ikat dan kulit. Struktur yang menutupi sirip ikan teleostei dibentuk oleh lapisan epidermis dan dermis. Lapisan epidermis merupakan lapisan yang paling luar dari kulitnya, terdiri dari epitel skuamosa berlapis. Lapisan dermis merupakan lapisan internal yang terletak tepat di bawah epidermis, dibentuk oleh jaringan konjungtif (Böckelmann et al., 2010). B. Regenerasi bio.unsoed.ac.id Semua organisme memiliki respon biologis terhadap kerusakan, tetapi kemampuan mereka untuk pulih bervariasi. Mamalia memiliki beberapa sistem organ yang mampu beregenerasi seperti darah dan hati, tetapi berbeda dibandingkan dengan amfibi dan ikan teleostei, yang memiliki kapasitas untuk meregenerasi organ yang rusak termasuk hati, sumsum tulang belakang, retina, dan anggota badan atau sirip (Han et al., 2013). Hewan memiliki kemampuan untuk memperbaiki kerusakankerusakan bagian tubuh secara ekstensif baik akibat kecelakaan pada kondisi alamiah maupun akibat disengaja dalam suatu percobaan melalui proses regenerasi. Kerusakan yang diperbaiki itu mungkin berupa pemulihan kerusakan akibat hilangnya bagian tubuh utama, seperti anggota badan biasanya hanya berupa penggantian kerusakan-kerusakan yang terjadi dalam proses fisiologi (Lukman, 2009). Regenerasi merupakan proses pembentukan kembali jaringan dan organ yang hilang setelah proses perkembangan tubuh dan diferensiasi sel-sel telah selesai (Nakatani et al., 2008). Ada tiga tipe regenerasi yaitu regenerasi morfolaksis, intermediet, dan epimorfik. Regenerasi pada sirip ikan digolongkan sebagai regenerasi epimorfik. Tipe regenerasi ini ditandai dengan pembentukan epidermis penutup luka, pembentukan blastema pluripoten, diferensiasi blastema, sintesis dan deposisi matriks ekstra seluler dan pertumbuhan serta restorasi morfologi (Nakatani et al., 2008; Shao et al., 2009). Menurut Lukman (2009) regenerasi morfolaksis yakni suatu proses perbaikan yang melibatkan reorganisasi bagian tubuh yang masih tersisa untuk memulihkan kembali bagian tubuh yang hilang. Pemulihan bagian yang hilang itu sepenuhnya diganti oleh jaringan lama yang masih tertinggal. Regenerasi intermediet melibatkan pembelahan sel-sel tetapi mempertahankan fungsi sel yang telah terdiferensiasi. Regenerasi epimorfik merupakan salah satu tipe regenerasi yang melibatkan dediferensiasi struktur dewasa untuk membentuk masa sel yang belum terdiferensiasi. Masa sel tersebut dikenal dengan blastema. Blastema akan direspisifikasi membentuk struktur baru untuk menggantikan struktur yang hilang. Regenerasi epimorfik terjadi pada pergantian membra (alat gerak) contohnya kaki dan sirip (Tanaka dan Reddien, 2011). Sousa et al. (2011) menambahkan regenerasi bio.unsoed.ac.id epimorfik adalah proses yang mengarah ke pergantian organ atau jaringan yang disebabkan oleh cedera atau amputasi, ditandai dengan pembentukan struktur sementara yang disebut blastema. Blastema berperan penting dalam proses regeneratif dan terdiri dari sebuah kumpulan proliferatif sel yang bertanggung jawab untuk pemulihan jaringan yang hilang. Akimenko et al., (2003) menyatakan, sebagian besar penelitian mengenai diferensiasi sel selama regenerasi sirip telah berfokus pada analisis regenerasi tulang. Blastema pada hemiray sirip akan saling 7 terhubung satu sama lain dengan jaringan ikat membentuk protoplasma pada permukaan sirip yang dipotong. Sel-sel protoplasma yang melapisi jaringan epitel mesenchym akan berdiferensiasi menjadi scleroblasts. Scleroblasts berperan dalam sekresi matriks penyusun tulang pada sirip yang beregenerasi. Beberapa scleroblasts bermigrasi ke daerah antara lepidotrichia baru dan membran basal epitel, kemudian berperan mensintesis matriks penyusun tulang dan deposisi matriks lepidotrichia di permukaan luar hingga menyebabkan hemirays pada sirip dikelilingi oleh scleroblasts. Mineralisasi tulang hemirays pada sirip ikan diamati menggunakan pewarnaan alizarin red. Menurut Fu dan Somasundaran (1986) alizarin red dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan kalsium dalam suatu jaringan yang sedang berkembang. Lapisan epidermis pada sirip ikan memiliki peranan penting dalam proses regenerasi sirip ikan. Struktur ini pada proses penyembuhan luka melindungi infeksi dari mikroorganisme yang ditemukan di lingkungan air, seperti jamur, bakteri dan protozoa yang dapat menyebabkan penyakit. Mikroorganisme ini dapat menghasilkan infeksi yang dapat mengganggu dalam penyembuhan dan pemulihan bagian-bagian yang rusak. Lapisan epidermis memiliki fungsi penting sebagai pertahanan terhadap lingkungan eksternal (Böckelmann et al., 2010). Kemampuan regenerasi jaringan atau organ, berbeda-beda tergantung spesies. Hewan vertebrata pada umumnya memiliki kemampuan regenerasi rendah, sedangkan hewan avertebrata memiliki kemampuan regenerasi tinggi (Tanaka dan Reddien, 2011). Proses regenerasi telah banyak diteliti pada avertebrata seperti hydra, planaria, dan arthropoda (Akimenko et al., 2003; Slack, 2003; Keating, 2004). Namun, pada vertebrata, hanya urodela dan ikan yang memiliki kemampuan untuk beregenerasi (Cristen et al., 2010). Ikan teleostei dan urodela memiliki kemampuan beregenerasi pada beberapa organ, seperti hati, sirip, saraf optik, sisik dan sumsum tulang belakang (Makino et al., 2005). bio.unsoed.ac.id C. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap regenerasi Faktor-faktor yang berpengaruh dalam regenerasi salah satunya adalah nutrisi. Nutrisi yang dibutuhkan ikan diperoleh dari pakan, pakan yang dikonsumsi pertama kali digunakan untuk aktivitas dan pemeliharaan tubuh misalnya penggantian sel-sel yang rusak dan kelebihannya digunakan untuk pertumbuhan ikan. Apabila jumlah pakan yang dikonsumsi sedikit maka pertumbuhan ikan akan lambat karena alokasi 8 nutrisi untuk pertumbuhan sedikit (Klaodatus dan Apostolopus, 1986; Djajasewaka, 1990). Djajasewaka (1990), menyatakan bahwa nutrisi yang dibutuhkan ikan adalah protein (dengan kandungan asam amino essensial antara 20-60%), lemak (dengan kandungan asam lemak essensial antara 4-8%), karbohidrat (30%), vitamin dan mineral. komponen yang besar peranannya sebagai penentu pertumbuhan ikan adalah pakan sebagai sumber makanan. Nilai nutrisi pakan biasanya dilihat dari komposisi gizinya seperti kandungan protein, lemak, serat kasar, karbohidrat, vitamin, mineral dan kadar air (Marzuki et al., 2012). Ikan harus memperoleh asam-asam amino dari protein yang terkandung dalam pakan, yang secara terus-menerus diperlukan bagi pertumbuhan sel dan pembentukan jaringan tubuh. Asam-asam amino akan diserap oleh tubuh melalui pembuluh darah (Buwono, 2000). bio.unsoed.ac.id 9