HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG SEKS DENGAN

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perilaku Seksual
2.1.1
Pengertian Perilaku Seksual
Perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik dapat
diamati secara langsung maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo,
2003). Seksualitas jika didefinisikan secara luas sebagai suatu keinginan untuk
menjalin kontak, kehangatan, kemesraan atau mencintai. Menurut Madan respon
seksualnya berupa memandang, berpegangan tangan, berciuman atau memuaskan
diri sendiri dan sama-sama menimbulkan orgasme, seksualitas merupakan bagian
dari perasaan terhadap diri yang ada pada individu secara menyeluruh (dalam
Sarwono, 2007).
Perilaku seksual adalah segala perilaku yang didorong oleh hasrat, baik
dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2007). Bentuk
perilaku ini bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik sampai perilaku
berkencan, bercumbu, dan bersenggama. Objek seksualnya berupa orang lain, orang
dalam khayalan atau diri sendiri (Sarwono, 2007).
Pendapat lain mengatakan perilaku seksual adalah perilaku yang didasari oleh
dorongan seksual atau kegiatan mendapat kesenangan organ seksual melalui berbagai
perilaku (Bachtiar, 2004). Sedangkan menurut Madan (dalam Sarwono, 2007)
perilaku seksual juga merupakan tindakan fisik atau mental yang menstimulasi,
merangsang, dan memuaskan secara jasmani.
8
2.1.2
Bentuk-Bentuk Perilaku Seksual
Menurut Harlock (1999) bentuk-bentuk dari perilaku seksual yaitu :
a. Eksplorasi
Eksplorasi merupakan salah satu bentuk perilaku seksual yang
pertama-tama muncul dalam diri individu, yang didahului
keingintahuan individu terhadap masalah seksual dan dapat
terjadi dalam beberapa bentuk. Ada yang berbentuk murni
intelektual, yang menggiring remaja bertanya atau membaca
buku bila terdapat pertanyaan-pertanyaan yang takut diutarakan.
Eksplorasi berbentuk manipulatif, di mana remaja menjelajah
organ-organ seksualnya sendiri atau orang lain.
b. Masturbasi
Masturbasi adalah bentuk perilaku seksual dengan melakukan
perangsangan organ kelamin untuk mendapatkan kepuasan
seksual. Perilaku ini biasanya memuncak pada saat individu
mulai memasuki usia pubertas, dimana terjadi perubahan pada
tubuh individu. Masturbasi dilakukan sendiri-sendiri dan juga
dilakukan secara mutual dengan teman sebaya sejenis kelamin.
c. Homoseksual
Homoseksual merupakan bentuk perilaku seksual yang dilakukan
individu dengan orang lain yang berjenis kelamin sama
dengannya. Bentuk seksual ini mendahului munculnya perasaan
erotis terhadap lawan jenis.
d. Heteroseksual
Heteroseksual merupakan bentuk perilaku seksual pada saat
individu perempuan dan individu laki-laki telah mencapai
kematangan seksual, yaitu dorongan seksual yang muncul pada
individu yang mulai diarahkan pada lawan jenisnya.
Heteroseksual biasanya terjadi ketika remaja berpacaran.
2.1.3
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual
Menurut Sarwono (2007) beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku
seksual pada remaja, yaitu :
a. Faktor internal
Yaitu faktor yang berasal dari dalam diri remaja. Perubahanperubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual remaja.
Peningkatan hasrat seksual ini membutuhkan penyaluran dalam
bentuk perilaku seksual tertentu.
9
b. Faktor eksternal
Faktor yang berasal dari luar diantaranya adalah :
1. Penundaan usia perkawinan
2. Norma-norma dalam masyarakat
3. Kurangnya informasi tentang seks
4. Serta pergaulan yang makin bebas
Dari pendapat di atas penulis menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku seksual remaja ialah faktor internal yang berupa perubahan
hormonal yang terjadi pada diri remaja, rasa keingintahuan yang tinggi tentang
perilaku seksual, serta tingkat religiusitas remaja. Sedangkan faktor eksternal yang
mempengaruhi seksual remaja berupa pergaulan yang semakin bebas, eksposur
media pornografi serta pengaruh teman-teman di lingkungan sekitar.
2.1.4
Tahap-Tahap Perilaku Seksual
Tahapan-tahapan perilaku seksual menurut beberapa tokoh yaitu :
a. Tahapan perilaku seksual menurut Sarwono (2007) yaitu :
1) berkencan, 2) berpegangan tangan, 3) mencium pipi, 4)
berpelukan, 5) mencium bibir, 6) memegang buah dada di atas
baju, 7) memegang buah dada di balik baju, 8) memegang alat
kelamin di atas baju, 9) memegang alat kelamin di balik baju, 10)
melakukan senggama.
b. Menurut diagram group dalam buku Sex : A User’s Manual yang
dimodifikasi oleh Soetjiningsih (2006) dalam penelitian Ribeca
Meidana K (2011), tahapan perilaku seksual sebagai berikut :
1) berpegangan tangan, 2) memeluk atau dipeluk bahu, 3)
memeluk atau dipeluk pinggang, 4) ciuman bibir, 5) ciuman bibir
sambil pelukan, 6) meraba atau diraba daerah organ dalam
keadaan berpakaian, 7) mencium atau dicium daerah organ dalam
keadaan berpakaian, 8) meraba atau diraba daerah organ dalam
keadaan tanpa berpakaian, 9) mencium atau dicium daerah organ
dalam keadaan tanpa berpakaian, 10) saling menempelkan alat
kelamin dalam keadaan berpakaian, 11) saling menempelkan alat
kelamin dalam keadaan tanpa berpakaian, 12) hubungan seksual.
c. Menurut Irawati (1999) dalam penelitian Ribeca Meidana K
(2011), perilaku seksual pranikah yang dilakukan remaja ketika
berpacaran terdiri beberapa tahap yaitu :
1) Berpegangan tangan
10
2)
3)
4)
5)
6)
Berpegangan tangan yaitu perilaku seksual yang biasanya
dapat menimbulkan keinginan untuk mencoba aktivitas
seksual lainnya (hingga kepuasan seksual individu dapat
tercapai). Umumnya jika individu berpegangan tangan maka
muncul getaran-getaran romantis atau perasaan-perasaan
aman dan nyaman. Berpelukan biasanya akan membuat
jantung berdegup lebih cepat dan menimbulkan rangsangan
seksual pada individu. Di samping itu berpelukan juga dapat
menimbulkan perasaan aman, nyaman dan tenang.
Cium kering
Cium kering yang berupa sentuhan pipi dengan pipi dan pipi
dengan bibir. Dampak pipi bisa mengakibatkan imajinasi atau
fantasi
seksual
menjadi
berkembang.
Disamping
menimbulkan perasaan sayang jika diberikan pada momen
tertentu dan bersifat sekilas. Selain itu juga dapat
menimbulkan keinginan untuk melanjutkan ke bentuk
aktivitas seksual lainnya yang lebih dapat dinikmati.
Cium basah
Cium basah merupakan aktivitas seksual berupa sentuhan di
bibir. Dampak dari aktivitas seksual cium bibir dapat
menimbulkan sensasi seksual yang kuat yang membangkitkan
dorongan seksual sehingga tidak terkendali. Selain itu juga
dapat memudahkan penularan penyakit yang ditularkan
melalui mulut, misal TBC. Apabila dilakukan secara terus
menerus dapat menimbulkan ketagihan (perasaan ingin
mengulangi perbuatan tersebut).
Meraba bagian tubuh
Merupakan suatu kegiatan meraba atau memegang bagian
sensitif (payudara, vagina, atau penis). Dampak tersentuhnya
bagian paling sensitif tersebut akan menimbulkan rangsangan
seksual sehingga melemahkan kontrol diri dan akal sehat
akibatnya bisa melakukan aktivitas seksual selanjutnya
seperti cumbuan berat dan intercourse.
Petting
Petting merupakan keseluruhan aktivitas seksual non
intercouse (hingga menempelkan alat keamin). Dampak dari
petting yaitu timbulnya ketagihan dan lebih jauhnya adalah
kehamilan karena cairan pertama yang keluar pada saat
terangsang pada laki-laki sudah mengandung sperma (meski
dalam kadar terbatas), resiko terkenanya PMS (penyakit
menular seksual) atau HIV juga cukup tinggi, jika berlanjut
ke intercourse (senggama) secara psikologis menimbulkan
perasaan cemas dan bersalah dengan adanya sanksi moral
atau agama. Bagi laki-laki mungkin dapat memuaskan
kebutuhan seksual sedangkan bagi wanita bisa menyebabkan
rusaknya selaput dara.
Oral seksual
11
Perilaku oral seksual merupakan aktivitas pada laki-laki
ketika seseorang menggunakan bibirnya, mulut dan lidah
pada penis dan sekitarnya, sedangkan pada wanita melibatkan
bagian di sekitar vulva yaitu labia, klitoris dan bagian dalam
vagina. Oral seksual tidak menyebabkan kehamilan namun
merupakan perilaku seksual dengan resiko penularan PMS
tinggi.
7) Bersenggama (sexual intercourse)
Tahap perilaku seksual yang terakhir adalah sexual
intercourse (bersenggama) yaitu merupakan aktivitas seksual
yang memasukkan alat kelamin laki-laki ke dalam alat
kelamin perempuan. Dampak dari hubungan seksual yang
dilakukan sebelum saatnya adalah perasaan bersalah dan
berdosa terutama pada saat pertama kali, ketagihan,
kehamilan sehingga terpaksa menikah atau aborsi, kematian
dan kemandulan akibat aborsi, resiko terkena PMS atau HIV,
sanksi sosial, agama serta moral, hilangnya keperawanan dan
keperjakaan, merusak masa depan (terpaksa drop out
sekolah), merusak nama baik pribadi dan keluarga.
2.2 Persepsi tentang Seks
2.2.1
Pengertian Persepsi tentang Seks
Persepsi berasal dari bahasa Inggris yaitu Perception yang berarti bahwa
tanggapan memahami sesuatu. Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa,
atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkannya
(dalam Karlia, 2010). Sedangkan Wilson mendefinisikan persepsi sebagai
interprestasi yang tinggi terhadap lingkungan manusia dan mengolah proses
informasi tersebut (dalam Karlia, 2010).
Chaplin (2002) mendefinisikan persepsi sebagai berikut :
a. Proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif
dengan bantuan indera
b. Kesadaran dari proses-proses organis
c. Suatu kelompok penginderaan dengan penambahan arti-arti yang
berasal dari pengalaman masa lalu
d. Variabel yang menghalangi atau ikut campur tangan, berasal dari
kemampuan organisme untuk melakukan pembedaan antara
perangsang-perangsang
12
e. Kesadaran intuitif mengenai kebenaran langsung atau keyakinan
yang serta merta mengenai sesuatu
Pandangan remaja tentang seks dalam penelitian Sarlito Wirawan Sarwono
dalam buku Seksualitas & Fertilitas Remaja (Kartono Mohamad, 1981) masalah
hubungan seks sebelum perkawinan merupakan masalah yang paling menarik siswa
sehingga dapatlah disimpulkan bahwa kemungkinan terbesar masalah ini sedang
‘’in’’ di kalangan remaja.
Persepsi tentang seks menurut Hidayatul adalah suatu mental yang terjadi
pada diri manusia yang ditunjukkan dengan bagaimana melihat, mendengar,
merasakan, meraba serta memberi tanggapan tentang perilaku seksual (dalam Tri
Wahyuni, 2009). Berdasarkan definisi persepsi dari Caplin (2002), penulis
mendefinisikan bahwa persepsi tentang seks adalah suatu proses menafsirkan dan
mengartikan kesan-kesan mengenai seksualitas.
2.2.2
Faktor-Faktor yang Membentuk Persepsi tentang Seks
Menurut Stephen Robbins (2001) faktor yang bekerja membentuk dan
membiaskan persepsi adalah :
a. Faktor pada pemersepsi
Faktor pada pemersepsi meliputi sikap, moral, kepentingan atau
minat, pengalaman masa lalu, dan harapan.
b. Faktor objek
Faktor pada objek meliputi hal-hal baru, gerakan, bunyi, ukuran,
latarbelakang, dan kedekatan.
c. Faktor situasi
Faktor pada situasi yang unsur-unsur dalam situasi atau
lingkungan terjadinya persepsi meliputi waktu, keadaan tempat,
dan keadaan sosial.
13
2.3 Pengertian Seksualitas
Pengertian seksual secara umum adalah sesuatu yang berkaitan dengan alat
kelamin atau hal-hal yang berhubungan dengan perkara-perkara hubungan intim
antara laki-laki dengan perempuan.
Menurut Hurlock (1999), seorang ahli psikologi perkembangan, yang
mengemukakan tanda-tanda kelamin sekunder yang penting pada laki-laki dan
perempuan. Hurlock berpendapat (1999) pada remaja putra: tumbuh rambut kelamin,
kulit menjadi kasar, otot bertambah besar dan kuat, suara membesar. Sedangkan pada
remaja putri : pinggul melebar, payudara mulai tumbuh, tumbuh rambut kemaluan,
mulai mengalami haid, dan lain-lain. Seiring dengan pertumbuhan primer dan
sekunder pada remaja ke arah kematangan yang sempurna, muncul juga hasrat dan
dorongan untuk menyalurkan keinginan seksualnya. Hal tersebut merupakan sesuatu
yang wajar karena secara alamiah dorongan seksual ini memang harus terjadi untuk
menyalurkan kasih sayang antara dua insan, sebagai fungsi pengembangbiakan dan
mempertahankan keturunan.
Soal seks timbul karena adanya manusia laki-laki dan manusia perempuan,
yang keduanya merupakan suatu sistem yang memungkinkan terjadinya keturunan,
sehingga umat manusia tidak musnah.
Menurut WHO dalam buku Seksualitas & Fertilitas Remaja (Kartono
Mohamad, 1981) seks adalah suatu integrasi dari kehidupan manusia sebagai
makhluk berjenis kelamin, yang meliputi seluruh aspek kehidupan baik fisik, psikis
maupun sosial.
14
2.4 Masa Remaja
2.4.1
Pengertian Masa Remaja
Remaja dalam arti adolescence (Inggris) berasal dari kata latin adolescere
yang artinya tumbuh ke arah kematangan. Kematangan dalam hal ini bukan hanya
berarti kematangan fisik, tetapi terutama kematangan sosial-psikologis (Hurlock,
1999). Hal senada diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolescene diartikan
sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang
mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.
Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa
dewasa, yang dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual yaitu antara usia 11
atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun yaitu menjelang masa dewasa muda
(Soetjiningsih, 2006).
Menurut Zulkifli (2003) masa remaja termasuk
masa yang sangat
menentukan karena pada masa ini anak-anak mengalami banyak perubahan pada
psikis dan fisiknya.
2.4.2
Ciri-Ciri Remaja
Menurut Zulkifli (2003), ciri-ciri remaja adalah :
a. Pertumbuhan fisik
Pertumbuhan fisik mengalami perubahan dengan cepat, lebih cepat
dibandingkan dengan masa anak-anak dan masa dewasa.
b. Perkembangan seksual
Seksual mengalami perkembangan yang kadang-kadang
menimbulkan masalah
dan menjadi penyebab
timbulnya
perkelahian, bunuh diri.
c. Cara berfikir
Cara berpikir kausatif yaitu menyangkut hubungan sebab dan
akibat. Misalnya remaja duduk di depan pintu, kemudian orang tua
melarangnya sambil berkata “pantang“. Andai yang dilarang itu
anak kecil, pasti akan menuruti perintah orang tuanya, tetapi
15
d.
e.
f.
g.
remaja yang dilarang itu akan mempertanyakan mengapa tidak
boleh duduk di depan pintu.
Emosi yang meluap-luap
Keadaan emosi remaja masih labil karena erat hubungannya dengan
keadaan hormon. Suatu saat bisa sedih sekali, dilain waktu bisa
marah sekali.
Mulai tertarik pada lawan jenis
Dalam kehidupan sosial remaja, mereka lebih tertarik pada lawan
jenisnya dan mulai pacaran.
Menarik perhatian lingkungan
Pada masa ini remaja mulai mencari perhatian lingkungannya,
berusaha mendapatkan status dan peran seperti melalui kegiatan
remaja di kampung-kampung.
Terikat dengan kelompok
Remaja dalam kehidupan sosialnya tertarik pada kelompok
sebayanya sehingga tidak jarang orang tua dinomor duakan
sedangkan kelompoknya dinomor satukan.
2.5 Hubungan Persepsi Seks dengan Perilaku Seksual
Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak menuju
kedewasaan. Salah satu tugas penting setiap remaja adalah mengembangkan
pengetahuan sehingga mempunyai keterampilan untuk mengambil keputusan.
Pengambilan keputusan dalam hal ini adalah masalah seksual yang dapat
mempengaruhi persepsi remaja terhadap perilaku seksualnya. Remaja sedang berada
pada masa perkembangan yang sangat penting yang diawali dengan matangnya
organ-organ fisik (seksual) sehingga mampu berproduksi (Yusuf, 2002). Dalam hal
perkembangan seksual, perempuan mengalami kematangan lebih awal daripada lakilaki yang sebaya umurnya (Zulkifli, 2003).
Persepsi adalah proses pemaknaan terhadap sesuatu. Secara teoritis persepsi
itu dipengaruhi oleh pengetahuan tentang seks yang berkaitan dengan perilaku
seksual. Persepsi tentang seks yang diterima berasal dari stimuli yang ditangkap oleh
pancaindera. Oleh karena itu, asumsi yang ada yaitu persepsi tentang seks akan
cenderung baik bila sejalan dengan perilaku seksual yang positif.
16
Persepsi tentang seksual timbul karena adanya stimulus yang diterima oleh
remaja yang mengarah pada hubungan seks. Pemuasan kebutuhan biologis atau nafsu
sebenarnya juga mengarah pada perilaku akan kebutuhan seks, tetapi remaja
seringkali menganggap kebutuhan biologis secara umum seperti membutuhkan
makan atau minum yang mana pelampiasan nafsu seks diikuti dengan kepuasan diri,
cinta kasih dan sayang.
Menurut Blom perilaku dibagi ke dalam 3 domain yaitu pengetahuan, sikap
dan tindakan (Notoatmodjo, 2003). Perilaku seksual pada remaja merupakan segala
reaksi yang dilakukan oleh individu dengan usia antara 12 sampai dengan 21 tahun
akibat adanya dorongan seksual yang timbul berdasarkan pengetahuan atau persepsi,
pemahaman, penafsiran, dan pengalaman (dalam Erlina & Qurotul, 2007). Perilaku
seksual dibagi dalam 3 domain yaitu pengetahuan tentang seksual, sikap remaja
terhadap seks, dan tindakan (praktik) seksual remaja. Menurut Wagner dan Yatim
(1997), perilaku seksual dapat dibedakan berdasarkan bentuk, jenis, dan caranya.
Berdasarkan bentuknya, perilaku seksual dapat dikategorikan menjadi 2 (dua) yaitu
masturbasi atau onani dan senggama. Perilaku seksual menurut jenisnya juga
dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu homoseksual dan heteroseksual. Berdasarkan
caranya, perilaku seksual dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu oral seks, anal seks
atau sodomi, dan vaginal seks (dalam Erlina & Qurotul, 2007). Sedangkan
berdasarkan tahapannya perilaku seksual yaitu berkencan, berpegangan tangan,
berciuman, berpelukan, meraba payudara, meraba alat kelamin, dan hubungan seks
(Sarwono, 2007).
Perilaku seksual remaja yang muncul dengan melibatkan pasangan dalam
frekuensi pacaran misalnya berpegangan tangan, berpelukan, berciuman, petting
17
(saling menggesekan alat kelamin), dan hubungan seks. Sedangkan perilaku seksual
yang muncul tanpa melibatkan pasangan adalah masturbasi.
Dalam hal ini persepsi remaja tentang seks adalah melakukan hubungan
seksual baik antara sesama jenis maupun lawan jenis, hubungan intim antara sesama
jenis maupun lawan jenis, hubungan senggama, dan pergaulan bebas. Pernyataan itu
dipahami sebagai perilaku seksual. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh stimulus
berupa pandangan, tulisan, gerak atau adegan yang mengarah pada perilaku
hubungan seksual, sehingga sering muncul kata lain untuk menginterpretasikannya
sebagai hubungan seks atau bersetubuh. Persepsi remaja tentang seks masih dibilang
sempit karena kurangnya informasi tentang seks.
Remaja umumnya memandang seksual sebagai kebutuhan biologis yang
normal padahal hubungan seksual di luar pernikahan menimbulkan berbagai
masalah. Dampak negatif dari perilaku seksual yang mengarah pada hubungan
seksual adalah penyakit menular seksual (PMS). Remaja umumnya tidak mengetahui
sebab dan akibat dari melakukan hubungan seksual yang berdampak pada penyakit
menular seksual seperti HIV/AIDS. Selain itu bila terjadi kehamilan di luar
pernikahan, remaja akan mengambil jalan keluar untuk melakukan aborsi. Aborsi itu
sendiri merupakan tindakan untuk menghentikan kehamilan sebelum usia kehamilan
20 minggu yang mengakibatkan kematian pada janin. Jika dilihat tindakan ini
menentang dari segi religi dan hukum karena berusaha menghilangkan nyawa.
Sebagaimana yang dipaparkan oleh Elizabeth B. Hurlock (1999), bahwa
informasi tentang seks yang didapatkan dipenuhi melalui cara membahasnya
bersama teman-teman, buku-buku tentang seks, atau mencobanya dengan cara
bercumbu atau berhubungan seksual. Hal tersebut terjadi karena masih ada anggapan
18
bahwa membahas tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi adalah tabu.
Pendidikan tentang seksualitas seharusnya disampaikan sendiri oleh orang tua
maupun guru-guru di sekolah agar mereka tidak mencari tahu sendiri, yang justru
lebih berbahaya karena informasi yang akan mereka dapatkan hanya setengahsetengah.
Diibaratkan jika label dan atribut sifatnya positif maka individu tersebut akan
menyandang hal-hal yang positif yang lambat laun akan berkembang secara positif
pula dalam diri mereka. Namun jika label dan atribut tersebut sifatnya negatif maka
hal-hal negatif pun secara bertahap akan tumbuh subur untuk menjadi bagian dari
perkembangan
kepribadian
individu.
Jadi
dapat
dikatakan
bila
individu
mempersepsikan bahwa sesuatu itu positif maka akan berperilaku positif kepada
objek tersebut dan jika individu tersebut memiliki perilaku yang negatif maka
perilakunya akan negatif juga. Demikian halnya dengan remaja yang memiliki
persepsi yang negatif tentang seks akan membentuk perilaku yang negatif pula.
Perubahan persepsi remaja tentang seks seiring dengan terjadinya perubahan perilaku
seksual di kalangan remaja yang dapat dipandang sebagai perubahan pandangan
remaja pada nilai-nilai sosial dan nilai-nilai moral.
Walaupun meningkatnya angka aborsi dan kehamilan yang tidak diinginkan,
masyarakat Indonesia khususnya remaja Indonesia masih terikat pada budaya timur
dan kepercayaan kepada Tuhan yang kuat yang dapat menuntun individu menjauhi
perilaku seksual yang bebas. Pengaruh budaya terhadap perubahan perilaku seksual
ini membuat sistem sanksi atau denda bila terjadi hubungan seks di luar pernikahan
(dalam Martina, 2007).
19
2.6 Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan adalah penelitian yang dilakukan oleh Febby Litta
(2009) yang berjudul “Hubungan antara Persepsi tentang Seks dengan Perilaku
Seksual Siswa kelas XI SMKN 5 Malang” (Skripsi) Jurusan Bimbingan Konseling
dan Psikologi, Program Studi Bimbingan dan Konseling FIP Universitas Negeri
Malang yang hasil penelitian menunjukkan : (1) Banyak siswa memiliki persepsi
tentang seks sangat tepat yaitu sebesar 67, 90% dan sedikit siswa memiliki persepsi
tentang seks tepat yaitu sebesar 32,10% (2) Banyak siswa memiliki perilaku seksual
sangat baik yaitu sebesar 61,72%, sedikit siswa memiliki perilaku seksual baik yaitu
sebesar 30,86% dan sedikit sekali siswa memiliki perilaku seksual yang kurang baik
yaitu sebesar 7,42%, dan (3) Ada hubungan yang signifikan antara persepsi tentang
seks dengan perilaku seksual siswa kelas XI SMKN 5 Malang (r = 0,470, p = 0,000).
Penelitian oleh Martina Evlyn dan Dewi Elizadiaani Suza (2007) yang
menunjukkan bahwa hasil penelitian ini dianalisis berdasarkan uji statistik
menggunakan korelasi Spearman. Dari hasil analisis diperoleh, hubungan antara
persepsi tentang seks dan tindakan seksual remaja diperoleh nilai koefisien korelasi
Spearman (ρ) sebesar -0.14, dari analisis statistik juga diperoleh nilai signifikansi (p)
sebesar 0.868. Peneliti mengambil kesimpulan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan atau tidak ada hubungan yang bermakna antara persepsi tentang seks dan
perilaku seksual remaja di SMA Negeri 3 Medan.
20
2.7 Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
“Ada hubungan yang signifikan antara persepsi tentang seks dengan perilaku
seksual remaja kelas X dan XI SMA Kristen 1 Salatiga.”
21
Download