BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Persepsi 1. Definisi Persepsi

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Persepsi
1. Definisi Persepsi
Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubunganhubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan
pesan (Jalaludin, 2005). Menurut Siagian (2004) persepsi adalah suatu proses
melalui mana seseorang mengorganisasikan dan menginterprestasikan kesankesan sensorinya dalam usahanya memberikan suatu makna tertentu kepada
lingkungannya.
Persepsi didahului oleh proses penginderaan terhadap stimulus yang
diterima seseorang melalui panca inderanya (Walgito, 2002). Proses
penginderaan stimulus ini menurut Walgito selanjutnya akan diteruskan ke
proses
persepsi
yaitu
bagaimana
seseorang
mengorganisasikan
dan
menginterprestasikan stimulus sehingga orang tersebut menyadari, mengerti
tentang apa yang di indera itu. Persepsi diartikan juga sebagai kesadaran
intuitif (berdasarkan firasat) terhadap kebenaran atau kepercayaan langsung
terhadap sesuatu (Komaruddin, 2000).
Menurut Siagian, persepsi seseorang belum tentu sama dengan fakta
yang sebenarnya. Sebab itulah mengapa dua orang yang melihat sesuatu
6
mungkin memberikan interprestasi yang berbeda tentang apa yang dilihatnya.
Universitas Sumatera Utara
Perbedaan tersebut karena adanya kecendrungan manusia memilih apa
yang ingin dipersepsinya. Apabila objek yang dipersepsi sesuai dengan
penghayatannya dan dapat diterima secara rasional dan emosional maka
manusia akan mempersepsikan positif atau cenderung menyukai dan
menanggapi sesuai dengan objek yang dipersepsi, sementara apabila tidak
sesuai dengan penghayatannya maka persepsinya negative atau cenderung
menjauhi, menolak dan menanggapi secara berlawanan terhadap objek
persepsi tersebut (Jalaluddin, 2005).
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Persepsi seseorang tidak timbul begitu saja. Ada beberapa factor yang
mempengaruhi timbulnya persepsi, menurut Mahmud (1990) persepsi hampir
90% dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman sensoris sehari-hari dengan
kebiasaan terdahulu yang di ulang-ulang. Menurut Walgito (2002) dan
Jalaluddin (2001) factor-factor yang mempengaruhi persepsi yaitu objek yang
dipersepsi, alat indera serta perhatian.
Menurut Siagian (2004) ada 3 faktor yang bisa menimbulkan persepsi
yaitu:
a. Diri orang yang bersangkutan sendiri
Apabila seseorang melihat sesuatu dan berusaha memberikan
interprestasi tentang apa yang dilihatnya itu, ia dipengaruhi oleh
karakteristik individual yang turut berpengaruh seperti sikap,
motif, kepentingan, minat, pengalaman dan harapannya.
Universitas Sumatera Utara
Persepsi seseorang terhadap pendidikan seks juga tergantung pada
hal-hal
tersebut
diatas.
Sikap,motif,
kepentingan,
minat,
pengalaman, dan harapannya seseorang terhadap pendidikan seks
dapat dilihat dari persepsi yang dihasilkan apakah positif atau
negatif.
b. Sasaran persepsi
Sasaran mungkin berupa orang, benda, atau peristiwa. Sifat-sifat
sasaran biasanya berpengaruh terhadap persepsi orang yang
melihatnya. Sasaran pendidikan seks yaitu remaja, menimbulkan
persepsi berbeda pada orang tua. Karakteristik remaja yang
cenderung labil, mudah meledak-ledak, suka coba-coba dan selalu
ingin tahu membuat sebagian orang tua mengganggap pendidikan
seks tidak perlu diberikan pada remaja karena kuatir remaja malah
semakin ingin melakukan hubungan seks, sedangkan sebagian lagi
menggaggap perlu untuk mencegah remaja melakukan hal-hal
yang tidak di inginkan. Jadi jelas bahwa sasaran dapat
menimbulkan persepsi yang berbeda dari orang yang melihatnya.
c. Factor Situasi
Persepsi harus dilihat secara konstektual yang berarti dalam situasi
mana persepsi itu timbul haruslah mendapat perhatian. Situasi
merupakan faktor yang berperan dalam menimbulkan persepsi
seseorang. Misalnya pendidikan seks, apabila diberikan pada
situasi dimana lingkungan menganggap seks adalah hal yang tabu,
Universitas Sumatera Utara
jelek, kotor, persepsi yang mungkin timbul akan negatif. Tapi
situasi dimana lingkungan sudah menyadari pentingnya pendidikan
seks diberikan pada remaja, maka persepsi positif akan timbul.
B. Pendidikan Seks
1.
Definisi Pendidikan Seks
Pendidikan seks adalah suatu diskusi yang realistis, jujur dan terbuka,
tidak semata-mata dikte moral belaka, tapi berupa pemberian pengetahuan
yang factual, menempatkan seks pada persepktif yang tepat berhubungan
dengan penghargaan terhadap diri, penanaman rasa percaya diri dan
difokuskan pada peningkatan kemampuan dan mengambil keputusan
(Pratiwi,2004)
Menurut Sarwono (2003) pendidikan seks adalah suatu informasi
mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar, yang meliputi
terjadinya pembuahan, kehamilan, tingkah laku seksual, hubungan seksual
dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaaan dan kemasyarakatan.
2. Tujuan Pendidikan Seks
Pendidikan seksual selain menerangkan tentang aspek-aspek anatomis dan
biologis juga menerangkan tentang aspek-aspek psikologis dan moral.
Pendidikan seksual yang benar harus memasukkan unsur-unsur hak asasi
manusia. Juga nilai-nilai kultur dan agama diikutsertakan sehingga akan
merupakan pendidikan akhlak dan moral juga.
Universitas Sumatera Utara
Pendidikan seksual yang baik harus dilengkapi dengan pendidikan etika,
pendidikan tentang hubungan antar sesama manusia baik dalam hubungan
keluarga maupun dalam hubungan bermasyarakat. Dikatakan juga bahwa
tujuan dari pendidikan seksual adalah bukan untuk menimbulkan rasa ingin
tahu dan ingin mencoba hubungan seksual antar remaja, tetapi ingin
menyiapkan agar remaja tahu tentang seksualitas dan akibat-akibatnya bila
dilakukan tanpa mematuhi aturan hukum, agama, adat istiadat serta kesiapan
mental dan material seseorang. Selain itu pendidikan seks bertujuan untuk
memberikan pengetahuan dan mendidik anak agar berprilaku yang baik dalam
hal seksual, sesuai dengan norma agama, sosial, dan kesusilaan.
Pendidikan seks tidak semata-mata mengajarkan tentang seks dalam arti
sempit seperti anggapan banyak orang. Pendidikan seks jauh lebih luas dari
sekedar membahas anatomi dan fisiologi organ seks dan hubungan seks.
Ruang lingkup pendidikan seks mencakup dimensi biologis, psikologis,
social, prilaku dan agama serta budaya. Semuanya saling berkaitan dalam
pendidikan seks yang tujuan akhirnya agar remaja dapat memahami segala hal
yang berkaitan dengan dirinya, memiliki perilaku seksual yang sehat dan
dapat menjalankan kehidupan seksualnya tanpa bertentangan dengan nilai
agama dan budaya yang ada dimasyarakat (Pratiwi, 2004)
Pendidikan seks remaja yang paling baik diberikan oleh orang tua mereka
sendiri. Orang tua seharusnya menyadari bahwa remaja berada pada masa
yang kritis, dan kejiwaan remaja yang sedang labil sangat mudah terpengaruh
oleh berbagai media yang banyak memberikan informasi tentang seks yang
Universitas Sumatera Utara
tidak tepat. Orang tua bisa saja menjadi psikolog amatiran asal mereka mau
meluangkan sedikit waktunya untuk memperhatikan perilaku anak remajanya
dengan seksama. Sedikit saja perubahan, maka orang tua dapat melihat
perubahan tersebut. Pendidkan seks yang diberikan dengan tepat oleh orang
tua kepada anak remaja nya ialah dengan cara orang tua dapat menjadi sahabat
bagi remajanya, dengan demikan maka remaja akan mau terbuka dalam
membicarakan masalah seks dengan orang tua mereka. Orang tua juga
sebaiknya berusaha menghilangkan pemikiran bahwa membicarakan seks
dengan remaja adalah tabu, menggunakan cara atau bahasa yang mudah
diterima serta memberikan contoh yang baik pada remaja dalam keluarga
(Mu’tadin, 2002)
C. Budaya
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama
oleh sekelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya
terbentuk dari banyak unsure yang rumit, termasuk system agama dan politik,
adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan dan karya seni. Budaya
adalah satu pola hidup menyeluruh, budaya bersifat kompleks, abstrak dan
luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku seseorang.
Aturan moral tentang seksualitas diatur oleh budaya. Budaya memberikan
pengaruh yang sangat nyata terhadap seksualitas. Hampir semua aspek
seksualitas dipengaruhi budaya. Pengaruhnya di mulai dari cara mendidik
anak dalam identitas seksual dan gender, pembentukan orientasi seksual, dan
Universitas Sumatera Utara
pembagian peran gender. Budaya mengatur mana yang baik dan mana yang
tidak baik serta mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dalam perkara
seksualitas.
Budaya melayu atau orang melayu begitu pendiam, namun diamnya
adalah diam pedang yang disarungkan. Mereka menganggap isu seks jika
dibicarakan secara terdepan atau terbuka , bakal melanggar tradisi dan adat
ketimuran dalam masyarakat di negara ini. Isu ini boleh dianggap sebagai isu
“ taboo ” dan tidak boleh dibicarakan secara terbuka atau sebaris dengan isuisu yang lain yang melibatkan pendidikan ( Mu’tadin,2002)
D. Remaja
1.
Definisi Remaja
Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa
dewasa. Menurut WHO usia remaja adalah 12-24 tahun. Sementara PBB
menyebut anak muda (youth) untuk usia 15-24 tahun. Sarwono (2003)
menyebut periode remaja sebagai periode “Srtum Und Drang” yaitu periode
peralihan masa anak-anak ke masa dewasa yang penuh gejolak. Sedangkan
Hurlock (1999) periode remaja adalah periode dimana terjadi kematangan
fisik, mental, emosi dan sosial.
Menurut ciri perkembangannya, masa remaja dibagi menjadi 3 tahap
yaitu :
a. Masa remaja awal (early adolescence)
Terjadi pada usia 10-12 tahun. Pada masa ini remaja lebih dekat
dengan teman sebaya, ingin bebas, lebih banyak memperhatikan keadaan
tubuhnya dan mulai berpikir abstrak.
Universitas Sumatera Utara
b. Masa remaja tengah (middle adolesence)
Terjadi pada usia 13-15 tahun. Pada masa ini remaja mencari
identitas diri, timbul keinginan untuk mengenal lawan jenis, mempunyai rasa
cinta yang mendalam, mengembangkan kemampuan berpikir abstrak,
berkhayal tentang aktifitas seks.
c. Masa remaja akhir (late adolesence)
Terjadi pada usia 15-19 tahun. Pada masa ini remaja ditandai
dengan pengungkapan kebebasan diri, lebih selektif dalam memilih teman
sebaya, mempunyai citra jasmani dirinya, dapat mewujudkan rasa cinta, dan
mampu berpikir abstrak.
2.
Perkembangan Seksual Remaja
Pada masa remaja terjadi pertumbuhan fisik yang cepat, termasuk
pertumbuhan organ-organ seksual untuk mencapai kematangan sehingga
mampu melangsungkan fungsi reproduksi. Perkembangan seks remaja
ditandai dengan :
a. Munculnya tanda Seks Primer
Tanda seks primer pada remaja putri adalah dengan terjadinya haid
pertama (menarche) dan pada remaja putra terjadi mimpi basah
(wet dream). Masa dimana tanda seks primer ini muncul disebut
juga masa pubertas.
b. Munculnya tanda Seks Sekunder
Tanda seks sekunder pada remaja putri ditandai dengan pinggul
mulai melebar, payudara membesar, timbulnya bulu-bulu halus
Universitas Sumatera Utara
diketiak dan sekitar kemaluan. Sedangkan pada remaja putra
terjadi perubahan suara, timbulnya jakun, tumbuh rambut disekitar
kemaluan dan ketiak.
Perubahan tersebut diatas dialami oleh setiap remaja. Kadangkala
hal tersebut sangat membingungkan mereka apalgi jika pengetahuan mereka
kurang. Oleh karena itu pendidikan yang tepat tentang perubahan fisik
tersebut terutama perubahna organ-organ seksual sangat penting agar remaja
siap menghadapinya.
3.
Perilaku Seksual Remaja
Perilaku seksual remaja adalah segala tingkah laku yang didorong
hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya dan sesama jenisnya. Bentukbentuk perilaku seksual dapat bermacam-macam mulai dari perasaan tertarik
pada lawan jenisnya, berpacaran, bercumbu bahkan sampai bersenggama.
Objek seksualnya dapat berupa orang orang dalam khayalan atau dirinya
sendiri (Sarwono, 2003).
Perilaku seksual yang sering terjadi pada remaja antara lain :
a. Masturbasi atau Onani
Masturbasi atau onani adalah suatu kegiayan memanipulasi alat
genital untuk memuaskan keinginan seksual.
b. Berpacaran
Merupakan kegiatan seksual yang ringan mulai dari sentuhan,
pegangan tangan, sampai pada ciuman dan sentuhan-sentuhan seks
Universitas Sumatera Utara
yang pada dasarnya adalah keinginan untuk menikmati dan
memuaskan dorongan seksual.
c. Bersenggama
Merupakan perilaku seksual yang lebih dalam yang melibatkan
hubungan organ-organ seksual untuk memuaskan dorongan
seksual.
Dalam bukunya Psikologi Remaja (Sarwono, 2003) menyebutkan
beberapa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku seksual remaja
antara lain :
a. Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat
seksual remaja. Peningkatan hormon tersebut menyebabkan
remaja membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku
tertentu. Penyaluran tersebut tidak dapat segera dilakukan
karena adanya penundaan usia perkawinan maupun karena
norma
sosial
persyaratan
yang
yang
semakin
terus
lama
meningkat
semakin
seperti
menuntut
pendidikan,
pekerjaan, persiapan mental dan lain-lain.
b. Norma-norma agama yang berlaku, dimana seseorang dilarang
untuk berhubungan seksual sebelum menikah, untuk remaja
yang tidak dapat menahan diri memiliki kecendrungan untuk
hal-hal tersebut.
c. Kecenderungan pelanggaran makin meningkat karena adanya
penyebaran informasi dan rangsangan melalui media massa
Universitas Sumatera Utara
dengan teknologi yang canggih menjadi tidak terbendung lagi.
Remaja yang ingin tahunya besar dan suka coba-coba akan
meniru apa yang dilihat dan didengar dari media massa karena
pada umumnya mereka belum mengetahui masalah seksual
secara lengkap dari orang tuanya.
d. Orang tua sendiri baik karena ketidaktahuannya maupun
karena mentabukan pembicaraan mengenai seks dalam masalah
ini tidak dapat menjelaskan kepada remajanya.
e. Adanya kecenderungan yang makin bebas antara pria dan
wanita dalam masyarakat, sebagai akibat berkembangnya peran
dan pendidikan wanita sehingga wanita semakin sejajar dengan
pria.
Remaja lebih cenderung berbagi pengalaman dan menceritakan
masalah
seksualnya
dengan
teman-teman
sebaya
daripada
dengan
orangtuanya. Terbukti pada penelitian yang dilakukan “Synovate” sebuah
perusahaan yang bergerak dibidang jasa dan pemasaran pada tahun 2004
terhadap 450 remaja di Jakarta, Bandung, Surabaya dan Medan yang
menyimpulkan bahwa 65 persen informasi tentang seks diperoleh dari teman
sebaya, 35 persen dari film porno, 19 persen dari sekolah mereka dan hanya 5
persen diperoleh dari orang tua.
Sebagian informasi yang diterima remaja dari teman-temannya
salah dan mau tidak mau orang tua harus menyadari pentingnya pendidikan
seks bagi remaja. Hubungan komunikasi yang baik antara orang tua dan
Universitas Sumatera Utara
remaja dapat membuat remaja terbuka membicarakan masalahnya, dan
menganggap orang tua sebagai teman yang dapat mengerti kebutuhannya.
Saat ini karena pendidikan seks dari orang tua belum optimal, sementara
sekolah juga belum melaksanakan pendidikan seks secara formal, maka
informasi mengenai seks dapat diperoleh remaja melalui LSM-LSM yang
peduli remaja dan menyediakan pelayanan kesehatan reproduksi bagi remaja
namun tetap dengan pengawasan orangtua.
Universitas Sumatera Utara
Download