File

advertisement
KADAR HARA FOSFOR TANAH VERTISOL DAN ULTISOL SETELAH
PENAMBAHAN PUPUK AMMONIUM SULFAT
TRY SEPTIANSYAH, Dra. Ardi Muharini, M.Si
dan Linca Anggria, S.Si., M.Sc.
ABSTRAK
Fosfor merupakan unsur hara makro yang penting dalam tanah, fosfor diserap sebagian
besar dalam bentuk H2PO4- atau HPO42-. Konsentrasi fosfat dalam tanah ditentukan oleh pH
tanah. Peningkatan penggunaan ppuk N dan P terus menerus tanpa pengembalian sisa hasil
panen atau bahan organik akan menguras unsur hara makro lainnya seperti S, Ca dan Mg.
Defisiensi S yang terjadi saat ini disebabkan kecenderungan penggunaan pupuk N dan P yang
didalamnya mengandung S (seperti amonium sulfat) sehingga banyak pupuk dengan
kandungan S yang rendah. Penelitian bertujuan untuk menentukan kadar hara P tanah serta
mengetahui metode ekstraksi P yang tepat untuk tanah Vertisol dan Ultisol. Penelitian
dilaksanakan melalui dua tahap yaitu persiapan contoh dan analisis contoh tanah. Penelitian
menggunakan rancangan acak lengkap dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan dengan
pemupukan hara S terdiri dari Kontrol tanpa S, 12,5 kg S ha-1, 25 kg S ha-1, 50 kg S ha-1, 25
kg S ha-1 + 2 ton kompos jerami ha-1. Analisis contoh tanah terdiri atas penetapan kadar air,
penetapan kadar sulfat ekstrak Ca(H2PO4)2 dan P (HCl 25%, Bray 1, Mechlich 1 dan Olsen).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa korelasi antara S dengan kadar P dalam tanah vertisol
tidak berbeda nyata sedangkan tanah ultisol berbeda nyata taraf 5 % (0,54). Hubungan antara
berat gabah kering dengan penambahan S pada tanah Vertisol maupun Ultiosl tidak berbeda
nyata.
Kata kunci : fosfor, sulfur, vertisol, ultisol, metode P
PENDAHULUAN
Tanah adalah kumpulan dari benda
alam di permukaan bumi yang terdiri dari
campuran bahan mineral, organik air dan
udara yang berfungsi sebagai media
tumbuhnya
tanaman
(Hardjowigeno,
1987).
Pertumbuhan tanaman di dalam
tanah memerlukan unsur hara. Unsur hara
mikro adalah unsur hara yang diperlukan
tanaman dalam jumlah sedikit seperti
boron, magnesium, kalsium, molibdat,
tembaga, zink. Unsur hara makro adalah
unsur hara yang diperlukan untuk
pertumbuhan tanaman dalam jumlah
banyak seperti karbon, oksigen, nitrogen,
kalium, fosfor, sulfur, kalsium dan
magnesium.
Unsur hara makro yang penting
dalam tanah adalah fosfor, yang berfungsi
pada pembentukan bunga dan buah. Fosfor
diserap tanaman dalam bentuk organik dan
anorganik. Konsentrasi P anorganik dalam
larutan tanah merupakan faktor penting
dalam ketersediaan dalam bentuk ion
fosfat yang ditentukan oleh pH tanah.
Tanah dengan pH tinggi menyebabkan
pengendapan
oleh
Ca2+/CaCO3
membentuk kalsium fosfat. Tanah masam
konsentrasi kation Fe/Al lebih besar
daripada anion fosfat sehingga membentuk
hidroksi fosfat yang tidak larut akibatnya P
tidak tersedia bagi tanaman.
Faktor
yang
mempengaruhi
ketersediaan fosfor adalah dengan
penambahan pupuk. Pupuk organik
maupun anorganik yang dilakukan pada
tanah vertisol dan ultisol dengan
menambahkan unsur hara makro sulfur.
Menurut Tuherkih, et al (1998) manfaat
sulfur yang diberikan dan berasal dari
pupuk berguna untuk meningkatkan
kualitas dan kuantitas, peningkatan Norganik,
Ca+
dapat
ditukar
dan
+
ketersediaan S dalam tanah. Pemupukan
dengan sulfur dapat meningkatkan kadar
N, P, dan S serta protein kasar serat kasar
dan abu tanaman. Penelitian bertujuan
untuk menentukan kadar hara P tanah serta
mengetahui metode ekstraksi P yang tepat
untuk tanah Vertisol dan Ultisol.
TINJAUAN PUSTAKA
Tanah Vertisol
Tanah vertisol (verto, berubah)
adalah tanah yang berwarna abu-abu gelap
hingga kehitaman, bertekstur liat, pada
musim kering tanah retak-retak karena
mengkerutnya mineral liat. Musim hujan
menyebabkan bahan liat yang menjadi
basah sehingga mengembang dan retakan
tertutup. Tanah yang retak menyebabkan
volume tanah bertambah sehingga tanah
mengembang. Tanah yang mengembang
membuat gesekan antar agregat dan
terbentuk struktur bentuk baji dengan
bidang kilir (slickenside) di permukaan.
Bahan induk vertisol umumnya
bersifat alkalis, batuan sedimen berkapur,
sedimen berkapur, batuan beku basa.
Kandungan bahan organik umumnya
antara 1,5-4%. Warna tanah dipengaruhi
oleh jumlah humus dan kadar kapur.
Mengenai kandungan basanya, vertisol
sehingga mengandung unsur Ca dan Mg
tinggi.
Tanah Ultisol
Konsep pokok dari Ultisol (ultimus,
terakhir) adalah tanah berwarna merah
kuning, sudah mengalami proses hancuran
iklim lanjut. Sifat-sifat kimia tanah Ultisol
yaitu (1) pH tanah berkisar 3,5-5,0 tanah
masam (2) Kandungan Al, Fe dan Mn
tinggi (3) Unsur hara rendah (4) sifat
biologi tanah yang rendah karena
kurangnya bahan organik dan unsur hara
(Hardjowigeno, 1993).
Fosfor
Fosfor adalah unsur kimia dalam
tabel periodik yang memiliki lambang P
dengan massa atom 31 mg/mmol. Fosfor
merupakan unsur hara yang diperlukan
dalam jumlah yang relatif banyak.
Fungsi paling penting untuk
pembentukan bunga dan buah. Fosfat juga
merupakan
komponen
penting
pembentukan asam nukleat, koenzim,
nukleotida, posfoprotein, pospolipid dan
garam posfat.
Tanaman menyerap fosfat dalam
bentuk ion ortofosfat H2PO4- atau HP042.
Ketersediaan P tidak sebanyak unsur N
dan K hanya 0,1-0,5%. Total P dalam
tanah bervariasi antara 0.005-15%. Fosfor
lebih banyak berada dalam bentuk
anorganik dibandingkan organik. (Havlin
et al., 1999).
Sulfur
Sulfur adalah unsur kimia dalam
tabel periodik yang memiliki lambang S
dengan massa atom 32 mg/mmol. Sulfur
merupakan unsur hara makro kedua yang
dibutuhkan oleh tanaman. Sulfur salah satu
unsur yang melimpah rata-rata berkisar
antara 0,06-0,10%.
Sulfur dalam tanah terdapat dalam
bentuk organik dan anorganik. Bentuk S
anorganik penting ada dalam tanah sebab
sebagian besar sulfur diambil oleh
tanaman dalam bentuk SO42- , begitu juga
bentuk S organik juga penting ada dalam
tanah karena dapat meningkatkan total S
tanah (Prasad dan Power, 1997).
Pupuk
Pupuk adalah suatu bahan yang
digunakan untuk memperbaiki kesuburan
tanah, sedangkan pemupukan adalah
penambahan bahan tersebut ke tanah agar
menjadi lebih subur. (Hardjowigeno,
1987).
 Pupuk Amonium Sulfat (ZA)
Amonium sulfat / zwavelzure
ammoniak (ZA) dari istilah bahasa
Belanda merupakan pilihan terbaik untuk
memenuhi kebutuhan unsur sulfur. Pupuk
ini terdiri dari senyawa sulfur dalam
bentuk sulfat yang mudah diserap dan
nitrogen dalam bentuk amonium yang
mudah larut dan diserap tanaman.
Spektrofotometri
Spektrofotometri merupakan salah
satu teknik analisis kualitatif dan
kuantitatif,
metode
ini
melibatkan
pengukuran dan interpretasi radiasi
elektromagnetik yang diserap atau
diemisikan ketika molekul, atau atom atau
ion dari suatu sampel bergerak dari satu
tingkat energi tertentu ke tingkat energi
lainnya.
Setiap
atom
mempunyai
hubungan yang khas dengan radiasi
elektromagnetik (Khopkar 1990).
Sinar ultraviolet (UV) mempunyai
panjang gelombang antara 200-400 nm
dan sinar tampak (visibel) antara 400-800
nm. Laju dari berkas sinar yang masuk ke
sistem penyerap akan berbanding lurus
dengan intensitas sinar tersebut yang biasa
disimbolkan
dengan
I0,
terjadinya
penyerapan mengakibatkan penurunan
intensitas sinar, yang akan keluar sebagai
intensitas sinar yang telah melewati
sampel dan disimbolkan dengan I.
A = log Io/I = ε C t
A adalah serapan cahaya sampel, I0
adalah intensitas tanpa absorpsi, It
merupakan intensitas cahaya yang keluar
lewat larutan sampel, t merupakan
ketebalan lapisan larutan sampel (panjang
jalur absorpsi), ε (eksilon) disebut
extinction/molar
absorbsivity
adalah
absorptivitas molar, yaitu besarnya serapan
sinar dengan panjang 1 cm oleh zat yang
konsentrasinya 1 molaritas, sedangkan C
adalah konsentrasi analit.
Spektrofotometer mengukur transmitans
atau absorbans contoh sebagai fungsi dari
panjang gelombang. Komponen dasar pada
sebuah
spektrofotometer
baik
spektrofotometer berkas tunggal atau
ganda
ialah
sumber
cahaya,
monokromator, sel, detektor dan rekorder.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan dua tahap
persiapan contoh tanah dan analisis tanah.
Penelitian menggunakan rancangan acak
lengkap dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan
ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel
1.
Dosis
perlakuan
yang
ditambahkan pada tanah
Ulangan
1
2
3
1
2
3
1
2
3
Penambahan Pupuk
Dasar
Perlakuan (Pupuk
Amonium Sulfat)
Konversi
Urea, SP 36 dan KCl
Kontrol
(tanpa S)
-
Urea, SP 36 dan KCl
12,5 kg
S/ha
0,05 g/pot
Urea, SP 36 dan KCl
25 kg S/ha
0,10 g/pot
1
2
3
1
2
3
Urea, SP 36 dan KCl
50 kg S/ha
0,20 g/pot
Urea, SP 36 dan KCl
25 kg S/ha
+ 2 ton
jerami
0,10 g/pot
+ 8g
jerami
Disiapkan sebanyak 30 pot ember,
15 pot ember masing-masing diisi dengan
5 kg tanah vertisol berasal dari Ngale,
Ngawi-Jawa Timur dan 15 pot ember
lainnya masing-masing diisi 5 kg tanah
ultisol berasal dari Lampung TengahBandar Lampung. Bibit padi berumur 15
hari dipindah tanamkan ke tanah dalam pot
ember. Setelah tanaman padi berumur 7
hari, pupuk N,P dan K. Kemudian
ditambahkan pupuk ammonium sulfat
(ZA) dengan komposisi yang berbeda
kemudian disiram dengan air sampai
tergenang. Hari berikutnya dilumpurkan
dengan
mengaduk
tanah
dengan
menggunakan tangan sampai melumpur.
Sampling dilakukan waktu panen,
Setiap pot ember yang diambil dapat
mewakili, kemudian dimasukkan ke dalam
wadah yang telah diberi label sesuai
dengan
perlakuan
kemudian
dihomogenkan. Contoh tanah kemudian
dikeringanginkan lalu ditumbuk hingga
halus.
Tanah
yang
sudah
halus
dimasukkan ke dalam plastik yang telah
diberi label sesuai perlakuan dan siap
untuk dianalisis.
Analisis tanah yaitu kadar air,
penetapan S (ekstrak Ca(H2PO4)2 dan P
(ekstrak HCl 25 %, Bray 1, Mechlich 1,
Olsen).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Tanah
Berdasarkan
keterangan
pada
Lampiran 9 menunjukkan bahwa tekstur
pada tanah vertisol dan ultisol berbeda.
Tanah vertisol mempunyai tekstur liat
sedangkan
tanah
ultisol
diketahui
bertekstur lempung berpasir.
Tanah vertisol reaksi bersifat netral,
kadar S dan C-organik sedang serta kadar
N rendah. Ketersedian P dengan metode
ekstraksi Olsen tinggi. Tanah ultisol pH
masam, kadar S sedang, kadar C organik
dan N rendah. Ketersediaan P dengan
metode ekstraksi Bray 1 tinggi.
Kadar Sulfur Tanah Panen
Tanah vertisol dan ultisol setelah
mengalami perlakuan penambahan pupuk
ZA dengan komposisi yang bervariasi
dapat dilihat pada Gambar 2 dan 3.
Gambar 4. Kadar P Tanah Vertisol Metode HCl 25%
Gambar 2. Grafik Kadar S pada Tanah
Vertisol
Gambar 5. Kadar P Tanah Ultisol - Metode
HCl 25%
Kadar P dengan Metode Bray 1
Ketersediaan P dalam tanah vertisol
dengan metode Bray 1 dapat dilihat pada
Gambar 6.
Gambar 3. Grafik Kadar S pada Tanah
Ultisol
Penambahan bahan organik (jerami)
dapat meningkatkan kadar S. Kompos
jerami merupakan media yang digunakan
bakteri untuk hidup sehingga proses
mineralisasi S menjadi lebih cepat
(Buckman and Brady, 1982). Hasil analisis
tanah panen dapat digunakan sebagai
acuan untuk menentukan dosis pupuk S
untuk musim tanam berikutnya, dimana
jerami dapat mengurangi penggunaan
pupuk ZA.
Kadar P Setelah Panen
Kadar P dengan Metode HCl 25 %
Penentuan kadar P tanah vertisol dan
ultisol dengan metode HCl 25 % yang
dapat dilihat pada Gambar 4 dan 5.
Pengekstrak HCl 25 % yang sangat masam
dapat melarutkan senyawa fosfat cadangan
mendekati kadar P-total.
Gambar 6. Kadar P Tanah Vertisol Metode Bray 1
Kadar P pada tanah Lampung
(Ultisol) dengan pengekstrak Bray 1
(Gambar 7), tidak terlalu berbeda jauh
diantara perlakuan dengan kisaran kadar
22,50 sampai 27,15 mg P2O5/kg.
Gambar 7. Kadar P Tanah Ultisol - Metode
Bray 1
Kadar P dengan Metode Mechlich 1
Sama halnya dengan Bray 1,
penetapan kadar P dengan metode
ekstraksi Mechlich 1 dimana P yang
terlarut dalam asam merupakan ukuran P
tersedia di dalam tanah asam dan netral.
Metode ini menggunakan pengekstrak HCl
dan H2SO4 yang dapat melepaskan P.
Menurut Poerwidodo (1991) reaksi
sebagai berikut :
AlPO4 + HCl + H2SO4
PO4-3 + H2O
+ AlCl3 + Al2(SO4)3
FePO4 + HCl + H2SO4
PO4-3
+ H2O + FeCl3 + Fe2(SO4)3
Selanjutnya
PO4-3 + 12 MoO4-2 + 27 H+
H7[P(Mo2O7)6] + 10 H2O
H7[P(Mo2O7)6] + vit C
Biru molibdat
Pada tanah vertisol (Gambar 8) ,
kadar P tersedia antara 136,93 hingga
149,90 mg P2O5/kg.
Gambar 8. Kadar P Tanah Vertisol Metode Mechlich 1
P tersedia dengan pengekstrak
Mechlich 1 untuk tanah ultisol dapat
dilihat pada Gambar 9. Tertinggi untuk
penambahan 50 kg S/ha yaitu 13,71 mg
P2O5/kg dan terendah 11,95 mg P2O5/kg
pada tanah kontrol.
Gambar 9. Kadar P Tanah Ultisol - Metode
Mechlich 1
Kadar P dengan Metode Olsen
Ekstraksi Olsen pada dasarnya
digunakan untuk tanah basa menggunakan
pengekstrak NaHCO3 pH 8,5 yaitu dengan
mengendapkan Ca, Mg-CO3 sehingga
fosfat dibebaskan ke dalam larutan.
Penambahan pengekstrak NaHCO3
pH 8,5 dapat menyebabkan terbentuknya
Fe, Al-hidroksida sehingga fofat dapat
dibebaskan pada tanah masam. Gambar 10
menunjukkan kadar P tersedia tanah
vertisol dengan ekstrak Olsen adalah
237,31 sampai 329,65 mg P2O5/kg.
Tertinggi tanah pada kontrol diikuti oleh
penambahan 25 kg S/ha > 12,5 kg S/ha >
50 kg S/ha > 25 kg S/ha + jerami .
Gambar 10. Kadar P Tanah Vertisol Metode Olsen
Tanah ultisol mengandung kadar P
tersedia berkisar antara 27,14-36.02 mg
P2O5/kg. Kadar P pada tanah lebih tinggi
pada kontrol diikuti dengan penambahan
25 kg S/ha > 25 kg S/ha + jerami > 12,5 kg
S/ha > 50 kg S\/ha.
Gambar 11. Kadar Tanah Ultisol –
Metode Olsen
Hasil Korelasi
Nilai kadar hara P yang didapat
kemudian dikorelasikan dengan kadar S
dalam tanah (Tabel 3 dan 4). Pada tanah
Vetisol tidak ada korelasi antara hara S
dalam tanah dengan ketersediaan P.
Sedangkan pada tanah Ultisol terdapat
korelasi yang nyata (0,54) antara hara S
dan P tanah dengan metode Mechlich 1.
Tabel 3. Koefisien korelasi Hara S dan P
tanah Vertisol
P-HCl
PP-Mechlich 1
25 %
Bray1
-0,16
-0,15
-0,04
S- Ca(H2PO4)2
**nyata pada taraf 1%; *nyata pada taraf 5%
P-Olsen
-0,36
Tabel 4. Koefisien korelasi Hara S dan P
tanah Ultisol
P- HCl
PP-Mechlich 1
25 %
Bray 1
-0,04
0,29
0,54*
S- Ca(H2PO4)2
**nyata pada taraf 1%; *nyata pada taraf 5%
P-Olsen
-0,06
Hasil uji korelasi antara kadar P
tanah dengan berat gabah kering tertera
pada Tabel 5, dimana metode analisis
yang tepat adalah Mechlich 1 karena nyata
memiliki nilai koefisien korelasi positif
dengan berat gabah kering. Sedangkan
pada tanah ultisol , untuk semua metode
uji P yang dicoba tidak berkorelasi nyata
dengan berat gabah kering.
Tabel 5. Koefisien Korelasi Antara Kadar
P dengan Berat Gabah Kering
Tanah Vertisol dan Ultisol
Metode Ektraksi
HCl 25 %
Bray 1
Mechlich 1
Olsen
Vertisol
0,35
0,51
0,53*
0,29
Ultisol
0,09
-0,03
-0,23
-0,14
**nyata pada taraf 1%; *nyata pada taraf 5%
Nilai koefisien korelasi antara S
tanah dan berat gabah kering tidak nyata
(Tabel 6). Sehingga bisa dikatakan bahwa
penambahan S ke dalam tanah tidak
meningkatkan berat gabah kering.
Tabel 6. Koefisien Korelasi Kadar S
dengan Berat Berat Gabah Kering
Tanah Vertisol dan Ultisol
S- Ca(H2PO4)2
Vertisol
-0,03
Ultisol
0,47
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Hasil korelasi antara nilai kadar hara S
dengan kadar P pada tanah vertisol
tidak berbeda nyata sedangkan tanah
ultisol berbeda nyata taraf 5 % (0,54)
pada penelitian ini.
2. Regresi linier hara S dengan kadar P
pada tanah ultisol memiliki hubungan
positif jika kadar S naik maka P tanah
juga naik untuk ekstrak Bray1 dan
Mechlich 1.
3. Nilai koefisien korelasi antara S tanah
dan berat gabah kering tidak berbeda
nyata pada penelitian ini.
Saran
Perlu dicoba metode ekstraksi P
yang lain untuk mendapatkan metode P
yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya
Lahan
Pertanian
(BBSDLP). 2006. Kumpulan Istilah
Ilmu
Tanah.
Badan
Litbang
Pertanian. Bogor.
Balai Penelitian Tanah. 2005. Petunjuk
Teknis Analisa Kimia Tanah,
Tanaman, Air, dan Pupuk. Balai
Penelitian
dan
Perkembangan
Pertanian. Departemen Pertanian.
Bogor.
Buckman O. Harry and Brady C. Nyle.
1972. The Nature and Properties of
Soils. pp. 464-467. Macmillan
Company.
. .1982. Ilmu Tanah. Terjemahan
Prof. Dr. Soegiman, Bhratara Karya
Aksara. Jakarta.
Day, J.R. dan A.L. Underwood. 2002.
Analisis Kimia Kuantitatif Edisi
Keenam. Diterjemahkan oleh R.
Soendoro. Erlangga. Jakarta.
Hardjowiegono, S. 1987. Ilmu Tanah Edisi
Pertama.
Medyatama
Sarana
Perkasa. Jakarta.
. 1993. Klasifikasi Tanah dan
Pedogenesis. Akademi Pessindo. Jakarta.
Havlin L. John, Beaton D. James Tisdale,
L. Samuel and Nelson L. Werner.
1999. Soil Fertility and Fertilizers.
Sixth edition. Pearson Prentice Hall.
P, Jew Jersey.
. 2004. Soil Fertility and Fertilizers.
Seventh edition. Pearson Prentice
Hall. P, Jew Jersey. pp. 219-223.
Khopkar, S. M. 2007. Konsep Dasar
Kimia Analitik. Terjemahan A.
Saptorahardjo. Universitas Indonesia
Press, Jakarta.
Nursyamsi, D. L. Anggria, A. Budiyanto.
S. Rochayati. 2001. Prosiding
Seminar Pengelolaan Lahan Kering
Belerang dan Terdegradasi. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanah
dan Agroklimat. Bogor Hal 137.
Nursyamsi, D. dan M.T. Sutriadi. 2002.
Pemilihan metode ekstraksi fosfor
pada Inceptisols, Ultisols dan
Vertisols untuk kedelai (Glycine max
L.). Prosiding Seminar Nasional
Sumberdaya Lahan. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Tanah dan
Agroklimat. Bogor Hal 265-282.
Prasad, R. And J. F. Power, 1997. Soil
Fertility
Management
for
Sustainable Agriculture. CRC Lewis
Publishers. Boca Raton New York.
Poerwidodo, M. 1991. Metode Selidik
Tanah, UGM Pres, Yogyakarta
Sanchez, P.A. and Uehara, G. 1980.
Management Considerations for
Acid Soils with High Phosphorus
Fixation Capacity. In Khasawneh,
F.E., Sample, E.C., and Kamprath,
E.J. The Role of Phosphorus in
Agriculture.
ASA-CSSA-SSSA,
Madison, USA. P. 437-439, 481.
Soil Survey Staff. 1996. Klasifikasi Tanah
Edisi Pertama Bahasa Indonesia,
Puslittanak, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian.
Tabatabai, M.A. 1982. In Methods of Soil
Analysis. Part 2. Chemical and
Microbiological
properties.
American Society of Agronomy. Hal
501, 518
Tack, F. 2005. Lecture Notes of Soil
Chemistry. Univ. Ghent. Belgium.
Hal 168
Tuherkih, E., I.G.P Wigena, J. Purnomo,
dan D. Santoso. 1998. Pengaruh
pupuk belerang terhadap sifat kimia
tanah dan hasil hijauan pakan ternak
pada padang penggembalaan. dalam
Prosiding Pertemuan pembahasan
dan komunikasi hasil penelitian
tanah dan agroklimat bidang kimia
dan biologi tanah. Pusat Penelitian
Tanah dan Agroklimat. Bogor. Hal
283-292
Download