1 Pendahuluan

advertisement
1 Pendahuluan
1.1
Latar Belakang
Kebutuhan gula di Indonesia per tahun mencapai 3,3 juta ton pada tahun 2004 dan 3,6 juta
ton pada tahun 2005. Akan tetapi, kapasitas produksi berbagai pabrik gula yang ada di
Indonesia hanya dapat memenuhi kebutuhan nasional sebesar 1,7 juta ton per tahun atau
51,5%. Pemerintah telah melakukan berbagai cara guna memenuhi kebutuhan gula tersebut.
Salah satunya dengan mengimpor gula sebanyak 800.000 ton pada tahun 2005. Cara tersebut
bukan merupakan solusi terbaik. Oleh karena itu, mulailah dicari bahan pemanis alternatif
sebagai pengganti gula. Gula alternatif yang digunakan saat ini adalah gula siklamat dan
stearin. Kedua jenis gula tersebut merupakan gula buatan. Gula alternatif lain adalah gula
yang berasal dari pati seperti sirup glukosa, sirup fruktosa, sorbitol, dan xilitol.
Produksi gula dengan bahan dasar pati mulai dikembangkan. Hal ini dilakukan mengingat di
Indonesia terdapat secara berlimpah tanaman berpati seperti singkong, ubi jalar, sagu,
jagung, kentang, dan beras. Gula yang berasal dari pati disebut dengan starch sweetener.
Salah satu jenis starch sweetener adalah HFS (high fructose syrup) dengan kandungan
utamanya adalah glukosa dan fruktosa. Starch sweetener memiliki rasa yang sama dengan
gula tebu (sukrosa). Starch sweetener dibuat dengan cara menghidrolisis pati secara
enzimatik. Kelebihan produksi gula secara enzimatis adalah produk yang dihasilkan bersifat
spesifik tanpa adanya produk samping yang dapat mengubah warna dan rasa gula. Walaupun
demikian, hidrolisis pati secara enzimatik memiliki beberapa kekurangan, yaitu harga enzim
yang mahal dan laju reaksi hidrolisis yang lambat.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat telah berhasil menemukan cara
lain yang lebih efektif dan efisien untuk memproduksi gula alternatif. Gula alternatif ini
diproduksi
dengan
menggunakan
membran
bioreaktor.
Produksi
gula
alternatif
menggunakan membran bioreaktor memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan cara
enzimatis. Kelebihan menggunakan membran bioreaktor di antaranya adalah, produk
dihasilkan dengan jumlah yang lebih banyak, tingkat selektivitas yang tinggi karena produk
secara selektif dipermeasikan oleh membran, dan membran bioreaktor dapat digunakan
berulang-ulang sehingga lebih hemat.
Penelitian mengenai membran bioreaktor mulai dilakukan sejak tahun 1960. Rios dkk
[1]
menggunakan membran bioreaktor dengan sistem kontinu. Membran bioreaktor ini
digunakan dalam reaksi hidrolisis pati untuk menghasilkan sirup glukosa dengan nilai
ekivalen dekstrosa yang tinggi. Li dkk
[1]
menggunakan membran bioreaktor berjenis serat
berongga (hollow fiber) untuk memproduksi oligosakarida isomaltosa. Hasil penelitian Li
dkk
[1]
menunjukkan bahwa dengan menggunakan membran bioreaktor jenis serat rongga,
penggunaan enzim dapat dihemat dan produk yang dihasilkan cukup stabil.
Membran bioreaktor telah mengalami berbagai modifikasi untuk memberikan fungsi yang
lebih baik. Salah satu modifikasi yang dilakukan terhadap membran bioreaktor adalah
amobilisasi suatu enzim ke dalam matriks membran. Merçon dkk
[2]
berhasil
mengamobilisasi enzim lipase ke dalam dua jenis membran. Membran yang digunakan
merupakan membran serat rongga komposit antara polieterimida dan lembaran nilon.
Membran biorekator tersebut digunakan untuk menghidrolisis minyak dan lemak.
Dalam penelitian tugas akhir ini telah dibuat suatu membran bioreaktor ekstrak kasar enzim
α-amilase. Membran bioreaktor ekstrak kasar enzim α-amilase digunakan untuk
menghidrolisis pati menjadi oligosakarida sekaligus sebagai media pemisahan antara substrat
dengan produk yang telah terbentuk.
1.2
Hipotesis Penelitian
Hipotesis awal penelitian tugas akhir ini adalah;
1. Waktu penguapan sebagian pelarut di udara pada saat pembuatan membran
berpengaruh terhadap ukuran pori membran yang dihasilkan.
2. Enzim dapat diamobilisasi ke dalam matriks polimer.
3. Enzim yang teramobilkan masih memiliki aktivitas setelah diamobilisasi ke dalam
matriks polimer.
4. Membran bioreaktor dapat dibuat dengan optimasi membran PMMA dan enzim
yang teramobilkan.
2
1.3
Tujuan Penelitian
Penelitian tugas akhir ini bertujuan untuk mengamobilisasi ekstrak kasar enzim α-amilase ke
dalam gel poliakrilamid. Ekstrak kasar enzim α-amilase yang telah diamobilisasi ke dalam
gel poliakrilamid akan digabungkan dengan membran yang berbahan dasar poli(metil
metakrilat) atau (PMMA) dan dimetil formamid (DMF). Amobilisasi enzim α-amilase ke
dalam gel poliakrilamid dilakukan dengan teknik penjebakan (entrapping). Membran
bioreaktor ekstrak kasar enzim α-amilase ini digunakan untuk menguraikan pati menjadi
oligosakarida sekaligus sebagai media pemisahan produk hidrolisis pati.
1.4
Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian tugas akhir ini dilakukan amobilisasi ekstrak kasar enzim α-amilase yang
berasal dari ragi Pichia pastoris ke dalam matriks gel poliakrilamid. Ekstrak kasar enzim αamilase yang digunakan dalam penelitian ini diisolasi dan dikarakterisasi oleh Kelompok
Keahlian Biokimia program Studi Kimia FMIPA ITB. Ekstrak kasar enzim α-amilase
tersebut akan diamobilisasi ke dalam gel poliakrilamid dengan cara penjebakan. Membran
bioreaktor yang telah dibuat berfungsi sebagai media untuk berlangsungnya proses hidrolisis
pati menghasilkan oligosakarida dan sebagai media pemisah antara subsrat dengan produk
hidrolisis pati yang berupa oligosakarida.
Dalam penelitian ini dihipotesiskan bahwa terdapat beberapa faktor yang berpengaruh
terhadap kinerja membran bioreaktor. Faktor-faktor yang dipelajari dalam penelitian ini
adalah variasi waktu penguapan sebagian larutan cetak di udara, variasi laju alir yang
diberikan pada membran, dan teknik amobilisasi enzim ke dalam matriks gel poliakrilamid.
Kinerja membran bioreaktor yang dipelajari adalah fluks permeat dan perolehan (%yield)
reaksi hidrolisis pati berupa oligosakarida sebagai fungsi waktu hidrolisis. Kajian terhadap
morfologi membran bioreaktor menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM)
diharapkan dapat memberikan petunjuk mengenai keterkaitan antara morfologi membran
dengan kinerja membran.
3
Download