instrumen hukum internasional

advertisement
INSTRUMEN HUKUM
INTERNASIONAL
HAK ASASI MANUSIA
Malahayati | Kapita Selekta Hukum Internasional | October 24, 2015
Kata Pengantar
Syukur Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan
kekuatan dan kemudahan bagi Penyusun dalam menyelesaikan makalah yang
berjudul Instrumen Hukum Internasional Hak Asasi Manusia. Makalah ini
merupakan salah satu tugas dalam Mata Kuliah Kapita Selekta Hukum Internasional
pada Program Doktoral Ilmu Hukum Universitas Syiah Kuala Tahun 2015.
Makalah ini menguraikan tentang instrumen hukum hak asasi manusia
berdasarkan hukum internasional. Makalah ini terdiri dari III (tiga) bab yang
tersusun dalam sistematika: Bab I Pendahuluan; Bab II Pembahasan tentang
instrumen hukum internasional tentang hak asasi manusia; serta Bab III Penutup
yang terdiri dari kesimpulan dan saran-saran.
Makalah ini tentunya masih jauh dari kesempurnaan. Harapan Penyusun,
masukan dan kritikan dari pembaca akan memberikan perbaikan terhadap substansi
tulisan yang lebih akurat dan reliable. Di sisi lain, semoga makalah ini dapat memberi
kontribusi dalam bidang hukum internasional, hak asasi manusia dan instrumen
hukum khususnya.
Salam.
Penyusun,
Malahayati
PAGE 1
Daftar Isi
Kata Pengantar ................................................................................................................ 1
Daftar Isi ......................................................................................................................... 2
PENDAHULUAN ........................................................................................................... 3
A. Latar Belakang ...................................................................................................... 3
B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 4
PEMBAHASAN............................................................................................................... 4
A. Instrumen Hukum Nasional Hak Asasi Manusia ................................................ 4
B. Instrumen Hukum Internasional Hak Asasi Manusia ........................................ 6
PENUTUP ...................................................................................................................... 14
Daftar Pustaka ............................................................ Error! Bookmark not defined.
PAGE 2
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Secara internasional, HAM termasuk kedalam sistem hukum internasional
(dibentuk oleh masyarakat internasional yang terdiri dari negara-negara). Negara
mempunyai peranan penting dalam membentuk sistem hukum tersebut melalui
kebiasaan, perjanjian internasional, atau bentuk lainnya seperti deklarasi maupun
petunjuk teknis. Kemudian negara menyatakan persetujuannya dan terikat pada
hukum internasional tersebut. Dalam HAM, yang dilindungi dapat berupa individu,
kelompok atau harta benda. Negara atau pejabat negara sebagai bagian dari negara
mempunyai kewajiban dalam lingkup internasional untuk melindungi warga negara
beserta harta bendanya.
Standar HAM Internasional dibentuk dan dikembangkan dalam berbagai
forum internasional. Proses pembentukan standar ini dilakukan oleh perwakilan
negara-negara dalam forum internasional melalui proses yang panjang dan dalam
kurun waktu yang cukup lama. Proses pembentukan ini tidak hanya membahas
bentuk dan substansi dari rancangan deklarasi dan perjanjian yang akan disepakati
tetapi juga dibahas secara detail pasal per pasal dan kata perkata dari isi perjanjian
yang kemudian disepakati menjadi perjanjian internasional oleh negara-negara.
Dalam sistem PBB, setiap perwakilan dari anggota PBB diundang untuk
melakukan persiapan dan negosiasi terkait dengan pembentukan standar HAM
internasional. Hal ini dilakukan agar semua pandangan dari berbagai negara dengan
sistem hukum yang berbeda dapat diakomodasi dalam rancangan perjanjian atau
deklarasi. Dalam membahas racangan tersebut dilakukan penelitian yang mendalam
dan perdebatan yang panjang sampai disepakati teks akhir dari perjanjian dan
deklarasi. Walaupun pada akhirnya seperti dalam perjanjian internasional masih
dibutuhkan tindakan lebih lanjut dari negara-negara untuk menandatangani,
mensahkan atau mengaksesi dan mentransformasikannya ke dalam hukum nasional
dari perjanjian tersebut.
PAGE 3
B. RUMUSAN MASALAH
Oleh karena itu, makalah ini akan mencoba melihat apa saja yang menjadi
instrumen hukum internasional terkait hak asasi manusia.
PEMBAHASAN
A. INSTRUMEN HUKUM NASIONAL HAK ASASI MANUSIA
Seperti telah kita ketahui bersama hak asasi manusia (HAM), merupakan hak
yang melekat pada setiap manusia. Manusia itu di mana-mana harkat dan
martabatnya sama. Baik manusia yang kulitnya putih atau hitam, di negara maju atau
berkembang pada dasarnya sama. Perbedaan bentuk fisik maupun tingkat kemajuan
negaranya tidak menghalangi persamaan dalam HAM. HAM bukan pemberian
negara atau pihak lain, tetapi merupakan pemberian sang pencipta manusia yaitu
Tuahan Yang Maha Esa.
Bahwa HAM itu sesuatu yang sangat penting telah lama dinyatakan oleh para
pemikir (filosof) maupun dicetuskan oleh berbagai negara di dunia. Misalnya pada
jaman Yunani Kuno, Plato (428 –348 SM) telah memaklumkan kepada warga polisnya
(negara kota), bahwa kesejahteraan bersama baru tercapai kalau setiap warganya
melaksanakan hak dan kewajibannya masing-masing. Juga Aristoteles (384 – 322 SM)
sering kali memberi nasehat kepada pengikutnya bahwa negara yang baik adalah
negara yang sering memperhatikan kepentingan dan kesejahteraan masyarakat
banyak.
Sedangkan contoh beberapa negara yang telah lama menyatakan jaminan
HAM adalah Inggris, Amerika Serikat dan Perancis. Perjuangan HAM di Inggris
dipelopori oleh kaum bangsawan yang memaksa Raja untuk memberikan Magna
Charta Liberatum pada tahun 1215, berisi larangan penahanan, penghukuman, dan
perampasan benda dengan sewenangwenang. Habeas Corpus pada tahun 1679,
berisikan ketentuan bahwa orang yang ditahan harus dihadapkan dalam waktu tiga
hari kepada seorang hakim dan diberitahu atas tuduhan apa ia ditahan. Bill of Rights
pada tahun 1689, berisikan bahwa Raja William harus mengakui hak – hak parlemen,
PAGE 4
sehingga Inggris menjadi negara pertama di dunia yang memilki sebuah konstitusi
dalam arti modern.
Di Amerika pada bulan Juli 1776 dideklarasikan Declaration of Independence
(Pernyataan Kemerdekaan) oleh ketiga belas negara Amerika yang menyatakan:
bahwa semua orang diciptakan sama, dikarunia oleh Khaliknya dengan hak-hak
tertentu yang tidak dapat dialihkan, diantaranya adalah hak hidup, hak kebebasan
dan hak mengejar kebahagiaan.
Di Perancis pada tahun 1789 Majlis Konstituante mengeluarkan Declaration
des droit de l’hommes et du citoyen (Pernyataan Hak – hak Manusia dan Warga
Negara). Disebutkan dalam pernyataan itu bahwa “manusia lahir bebas dengan hakhak yang sama dan tetap bebas dengan hak-hak yang sama, dan sesungguhnya tujuan
dari segala persekutuan politik ialah memelihara hak-hak bawaan kodrat manusia
yang dapat dialihkan.
Negara Indonesia adalah negara hukum. Hal ini telah memberi batasan yang
amat jelas bagi seluruh Warga Negara Indonesia bahwa segenap aspek kehidupan
kita diatur berdasarkan hukum yang bersifat adil dan berlaku secara menyeluruh.
Dalam konteks negara hukum tersebut, negara atau pemerintah harus menjamin dan
mengatur pelaksanaan perlindungan HAM, yaitu mengatur batas-batasnya dan
mengatur bagaimana hak-hak itu dilaksanakan demi kepentingan bangsa dan
negara. Berbagai aturan tersebut tercakup dalam instrumen hak asasi manusia.
Instrumen hak asasi manusia di Indonesia antara lain:
1.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUDNRI
1945)
UUDNRI 1945 memuat hak-hak asasi manusia cukup lengkap. Secara garis
besar HAM yang tercantum dalam UUDNRI 1945 adalah sebagai berikut:
 HAM sebagai hak segala bangsa, tercantum pada Alinea I Pembukaan
UUDNRI 1945
 HAM sebagai hak warga negara tercantum pada Pasal 27, 28, 28D ayat (3),
30, dan 31
 HAM sebagai hak tiap penduduk, tercantum pada Pasal 29 ayat (2)
PAGE 5
 HAM sebagai hak perorangan/individu, tercantum dalam Pasal 28A
sampai dengan Pasal 28J
2. UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM)
UU HAM memuat 11 Bab, 106 pasal yang seluruhnya mengatur mengenai
perlindungan HAM bagi warga negara Indonesia. Adapun HAM dan
kebebasan dasar manusia dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Hak Hidup (Pasal 9);
b. Hak untuk Berkeluarga dan melanjutkan keturunan (Pasal 10);
c. Hak Mengembangkan Diri (Pasal 11-16);
d. Hak Memperoleh keadilan (Pasal 17-19);
e. Hak Kebebasan Pribaditurut serta dalam Pemerintahan (Pasal 20-27);
f. Hak atas Rasa Aman (Pasal 28-35);
g. Hak atas Kesejahteraan (Pasal 36-42);
h. Hak Turut Serta dalam Pemerintahan (Pasal 43-44);
i. Hak-hak Perempuan (Pasal 45 – 51);
j. Hak-hak Anak (Pasal 52 -66).
UU No. 39 tahun 1999 mengatur kewajiban dan tanggung jawab pemerintah
dalam penegakan HAM di Indonesia, sehingga pemerintah selalu memperhatikan
hak-hak masyarakat dalam setiap pembuatan kebijakan. Kewajiban dan tanggung
jawab pemerintah adalah menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan
HAM. Hal ini meliputi langkah implementasi yang efektif dalam bidang hukum,
politik, ekonomi, sosial budaya, hankam dan lain-lain.
B. INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL HAK ASASI MANUSIA
Norma dan standar HAM berasal dari hukum internasional. Sumber hukum
internasional sebagaimana tercantum dalam Pasal 38 ayat 1 Piagam Mahkamah
Internasional terdiri dari 3 sumber utama dan 2 sumber tambahan. Sumber hukum
tersebut adalah:
a. Hukum Perjanjian Internasional
Perjanjian internasional adalah perjanjian yang dibuat oleh anggota
masyarakat internasional yang terdiri dari negara-negara, bertujuan untuk
PAGE 6
membentuk hukum sehingga mempunyai akibat hukum. Bentuknya dapat
berupa kovenan, konvensi, perjanjian dan lain-lain.
b. Hukum Kebiasaan Internasional
Kebiasaan internasional (Customary International Law) adalah kebiasaan
internasional antar negara-negara di dunia, merupakan kebiasaan umum
yang diterima sebagai ‘hukum’.
c. Prinsip Hukum Umum
Prinsip Hukum Umum adalah asas hukum umum yang terdapat dan berlaku
dalam hukum nasional negara-negara di dunia. Prinsip ini mendasari sistem
hukum positif dan lembaga hukum yang ada di dunia.
d. Putusan Hakim
utusan pengadilan internasional merupakan sumber hukum tambahan dari
tiga sumber hukum utama di atas. Keputusan pengadilan ini hanya mengikat
para pihak yang bersengketa saja. Namun demikian, keputusan tersebut
dapat digunakan untuk membuktikan adanya kaidah hukum internasional
mengenai suatu perkara, yang didasarkan pada tiga sumber hukum utama di
atas.
e. Pendapat para ahli hukum internasional
Pendapat ahli hukum internasional yang terkemuka adalah hasil penelitian
dan tulisan yang sering dipakai sebagai pedoman untuk menemukan apa
yang menjadi hukum internasional. Meskipun demikian, Pendapat tersebut
bukan merupakan suatu hukum.
Dalam hukum internasional sebagaimana juga dalam hukum HAM
internasional terdapat beberapa bentuk produk hukum, diantaranya adalah:
a. Resolusi adalah keputusan yang diambil oleh suatu badan dalam organisasi
internasional dalam hal ini adalah PBB. Di PBB terdapat dua resolusi yang
sangat penting, pertama adalah resolusi yang dihasilkan oleh Majelis Umum
PBB. Resolusi ini tidak mempunyai kekuatan hukum walaupun ada beberapa
Resolusi yang cukup otoritatif seperti Resolusi tentang DUHAM. Kedua
resolusi yang dikeluarkan oleh Dewan Keamanan PBB. Resolusi Dewan
Keamana PBB mempunyai kekuatan hukum, dimana negara anggota PBB
harus mengikuti isi dari resolusi yang dikeluarkan oleh DK PBB.
PAGE 7
b. Konvensi adalah perjanjian internasional yang jelah mempunyai kekuatan
hukum. Konvensi mempunyai nama yang bermacam-macam seperti
Kovenant, Pakta, Agreement, Charter (Piagam) dan lain-lain.
c. Protocol dan Annex adalah penjelasan atau aturan lebih lanjut dari Konvensi
atau perjanjian internasional. Protokol dan Annex tidak berdiri sendiri dalam
pelaksanaannya, karena terkait erat dengan perjanjian induknya.
Instrumen
hukum
HAM
internasional
terkait
perlindungan
HAM
terkandung dalam berbagai sumber hukum internasional. Beberapa instrumen
hukum HAM internasional tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights)
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) merupakan langkah besar
yang diambil oleh masyarakat internasional pada tahun 1948. Norma-norma yang
terdapat dalam DUHAM merupakan norma internasional yang disepakati dan
diterima oleh negara-negara di dunia melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa. DUHAM
merupakan kerangka tujuan HAM yang dirancang dalam bentuk umum dan
merupakan sumber utama pembentukan dua instrumen HAM, yaitu: Kovenan
Internasional tentang Hak Sipil dan Politik serta Kovenan Internasional tentang Hak
Ekonomi, Sosial dan Budaya. Hak-hak yang terdapat dalam DUHAM merupakan
realisasi dari hak-hak dasar yang terdapat dalam Piagam PBB, misalnya (yang terkait
dengan penegakan hukum) Pasal 3, 5, 9, 10 dan 11. Pasal-pasal tersebut secara
berturut-turut menetapkan hak untuk hidup; hak atas kebebasan dan keamanan diri;
pelarangan penyiksaan-perlakuan-penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi,
dan merendahkan martabat manusia; pelarangan penangkapan sewenang-wenang;
hak atas keadilan; hak atas praduga tak bersalah sampai terbukti bersalah; serta
pelarangan hukuman berlaku surut. Secara keseluruhan, DUHAM merupakan
pedoman bagi penegak hukum dalam melakukan pekerjaannya.
2. Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (International Covenant on
Civil and Political Rights)
Hak-hak dalam DUHAM diatur secara lebih jelas dan rinci dalam Kovenan
Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, yang mulai berlaku secara internasional
sejak Maret 1976. Konvenan ini mengatur mengenai:
PAGE 8
-
Hak hidup;
-
Hak untuk tidak disiksa, diperlakukan atau dihukum secara kejam, tidak
manusiawi atau direndahkan martabat;
-
Hak atas kemerdekaan dan keamanan pribadi;
-
Hak untuk tidak dipenjara semata-mata atas dasar ketidakmampuan
memenuhi kewajiban kontraktual;
-
Hak atas persamaan kedudukan di depan pengadilan dan badan peradilan;
dan
-
Hak untuk tidak dihukum dengan hukuman yang berlaku surut dalam
penerapan hukum pidana.
Kovenan ini telah disahkan oleh lebih dari 100 negara di dunia. Indonesia
turut mengaksesinya atau pengesahannya melalui Undang-Undang No. 12 tahun
2005, sehingga mengikat pemerintah beserta aparatnya. Pelaksanaan Kovenan ini
diawasi oleh Komite Hak Asasi Manusia.
3. Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (International
Covenant on Economic, Social dan Cultural Rights)
Kovenan ini mulai berlaku pada Januari 1976. Indonesia melalui UU No. 11
tahun 2005 mengesahkannya. Alasan perlunya mempertimbangkan hak-hak dalam
Kovenan ini adalah:
-
Hukum berlaku tidak pada keadaan vakum. Aparat penegak hukum dalam
melaksanakan tugasnya tidak lepas dari masalah ekonomi, sosial, dan budaya
masyarakat.
-
Asumsi bahwa hak ekonomi dan hak sosial tidak penting diterapkan dalam
pekerjaan sehari-hari adalah tidak benar, karena dalam hak ekonomi terdapat
prinsip non-diskriminasi dan perlindungan terhadap penghilangan paksa.
-
Hak-hak yang dilindungi oleh dua Kovenan diakui secara universal sebagai
sesuatu yang saling terkait satu sama lain. Seperti halnya Kovenan tentang
Hak Sipil dan Politik, Kovenan ini dalam pelaksanaannya juga diawasi oleh
suatu Komite (Komite tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya).
PAGE 9
4. Konvensi Genosida (Convention on the Prevention and Punishment of the Crime
of Genocide)
Kovensi ini mulai berlaku pada Januari 1951. Indonesia melalui UU No. 26
tahun 2000 tentang Pengadilan HAM menetapkan genosida sebagai salah satu
pelanggaran HAM berat. Konvensi ini menetapkan Genosida sebagai kejahatan
internasional dan menetapkan perlunya kerjasama internasional untuk mencegah
dan menghapuskan kejahatan genosida.
5. Konvensi Menentang Penyiksaan (Convention against Torture and Other Cruel,
Inhuman or Degrading Treatment or Punishment)
Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain
yang Kejam, Tidak Manusia dan Merendahkan Martabat Manusia (Kovensi
Menentang Penyiksaan) mulai berlaku sejak Januari 1987. Indonesia mesahkan
Konvensi ini melalui UU No. 5 tahun 1998. Kovensi ini mengatur lebih lanjut
mengenai apa yang terdapat dalam Kovenan tentang Hak Sipil dan Politik. Konvensi
ini mewajibkan negara untuk mengambil langkah-langkah legislatif, administrasi,
hukum, atau langkah-langkah efektif lainnya guna:
1) mencegah tindak penyiksaan, pengusiran, pengembalian (refouler), atau
pengekstradisian seseorang ke negara lain apabila terdapat alasan yang cukup
kuat untuk menduga bahwa orang tersebut akan berada dalam keadaan
bahaya (karena menjadi sasaran penyiksaan),
2) menjamin agar setiap orang yang menyatakan bahwa dirinya telah disiksa
dalam suatu wilayah kewenangan hukum mempunyai hak untuk mengadu,
memastikan agar kasusnya diperiksa dengan segera oleh pihak-pihak yang
berwenang secara tidak memihak,
3) menjamin bahwa orang yang mengadu dan saksi-saksinya dilindungi dari
segala perlakuan buruk atau intimidasi sebagai akibat dari pengaduan atau
kesaksian yang mereka berikan,
4) menjamin korban memperoleh ganti rugi serta (hak untuk mendapatkan)
kompensasi yang adil dan layak. Konvensi ini dalam pelaksanaannya diawasi
oleh Komite Menentang Penyiksaan (CAT), yang dibentuk berdasarkan
aturan yang terdapat didalamnya.
PAGE 10
6. Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminsasi Rasial (International
Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination)
Konvensi ini mulai berlaku sejak Januari 1969 dan disah oleh Indonesia
melalui UU No. 29 tahun 1999. Terdapat larangan terhadap segala bentuk
diskriminasi rasial dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya. Selain itu,
Konvensi ini juga menjamin hak setiap orang untuk diperlakukan sama di depan
hukum tanpa membedakan ras, warna kulit, asal usul dan suku bangsa. Konvensi ini
juga membentuk Komite Penghapusan Diskriminasi Rasial, yang mengawasi
pelaksanaannya.
7. Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan
(Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women)
Kovensi ini mulai berlaku sejak September 1981 dan dirafikasi oleh Indonesia
melalui UU No. 7 tahun 1984. Sejak pemberlakuannya, konvensi ini telah menjadi
instrumen internasional yang menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan
dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan sipil. Konvensi ini mensyaratkan
agar negara melakukan segala cara yang tepat dan tanpa ditunda-tunda untuk
menjalankan suatu kebijakan yang menghapus diskriminasi terhadap perempuan
serta memberikan kesempatan kepada mereka untuk mendapatkan HAM dan
kebebasan dasar berdasarkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Dalam
pelaksanaannya, Konvensi ini juga mengatur mengenai pembentukan Komite
Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW).
8. Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child)
Konvensi Hak Anak mulai berlaku sejak September 1990 dan disahkan oleh
Indonesia melalui Keppres No. 36 tahun 1990. Dalam Konvensi ini negara harus
menghormati dan menjamin hak bagi setiap anak tanpa diskriminasi ras, warna kulit,
jenis
kelamin,
bahasa,
agama,
pendapat
politik
atau
pendapat
lainnya,
kewarganegaraan, asal usul kebangsaan atau sosial, kekayaan, kecacatan, kelahiran
atau status lain. Negara juga harus mengambil langkah-langkah yang layak untuk
memastikan bahwa anak dilindungi dari segala bentuk diskriminasi atau hukuman
yang didasarkan pada status, kegiatan, pendapat yang disampaikan, atau
kepercayaan orang tua anak, walinya yang sah, atau anggota keluarganya. Konvensi
PAGE 11
ini juga membentuk Komite Hak Anak (CRC) untuk mengawasi pelaksanaan isi
Konvensi.
9. Konvensi Mengenai Status Pengungsi (Convention relating to the Status of
Refugees)
Konvesi ini mulai berlaku sejak April 1954. Indonesia belum mesahkan
Konvensi ini walaupun menghadapi banyak masalah pengungsi. Pengungsi
dibedakan dengan istilah “internaly displaced person” atau pengungsi yang berpindah
daerah dalam satu negara. Pengungsi dalam konvensi ini didefinisikan sebagai
mereka yang meninggalkan negaranya karena takut disiksa atas alasan ras, agama,
kebangsaan, opini politik atau keanggotaan pada kelompok tertentu, tidak bisa atau
tidak mau pulang karena ketakutan. Kovensi Pengungsi menentukan empat prinsip
HAM dalam menangani pengungsi, yaitu: persamaan hak, tidak adanya pengasingan
terhadap hak-hak mereka, universalitas dari hak-hak mereka, serta hak untuk
mencari dan mendapatkan suaka dari penghukuman.
10. Pedoman Berperilaku bagi Penegak Hukum (Code of Conduct for Law
Enforcement Officials)
Majelis Umum PBB pada tahun 1979 mengeluarkan resolusi 34/169 tentang
Pedoman Pelaksanaan Bagi Penegak Hukum. Pedoman ini memberikan arahan bagi
penegak hukum dalam menjalankan tugasnya. Terdapat delapan pasal yang
mengatur mengenai tanggung jawab penegak hukum yaitu, perlindungan HAM,
penggunaan kekerasan, penanganan terhadap informasi rahasia, pelarangan
penyiksaan-perlakuan-penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi dan
merendahkan martabat manusia, perlindungan kesehatan tahanan, pemberantasan
korupsi, serta penghargaan terhadap hukum dan undang-undang.
11. Prinsip-Prinsip Dasar Mengenai Penggunaan Kekerasan dan Senjata Api (Basic
Principles on the Use of Force and Firearms by Law Enforcement Officials)
Prinsip-prinsip ini diadopsi oleh PBB pada tahun 1990, menekankan bahwa
penggunaan kekerasan dan senjata api hanya dapat dilakukan jika diperlukan serta
sesuai dengan tugas pokok maupun fungsi yang diatur oleh peraturan perundangan.
PAGE 12
12. Deklarasi Mengenai Penghilangan Paksa (Declaration on the Protection of All
Persons from Enforced Disappearance)
Deklarasi ini diadopsi oleh Majelis Umum PBB pada Desember 1992. Di
dalamnya terdapat 21 (dua puluh satu) pasal yang mengatur mengenai pencegahan
tindakan penahanan tanpa tujuan yang jelas atau sebagai tindakan kejahatan
terhadap kemanusiaan. Deklarasi ini mensyaratkan adanya langkah-langkah
legislatif, administrasi, hukum, maupun langkah-langkah efektif lainnya untuk
mencegah dan menghapuskan tindakan penghilangan paksa.
13. Deklarasi Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan (Declaration on the
Elimination of Violence against Women)
Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1967 telah mengadopsi Deklarasi
mengenai Penghapusan Diskriminasi terhadap wanita. Deklarasi tersebut memuat
hak dan kewajiban wanita berdasarkan persamaan hak dengan pria, serta
menyatakan
agar
diambil
langkah-langkah
seperlunya
untuk
menjamin
pelaksanaannya. Deklarasi ini menjadi dasar dalam penyusunan rancangan Konvensi
tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita.
14. Deklarasi Mengenai Pembela HAM (Declaration on Human Rights Defender)
Deklarasi ini diadopsi oleh Majelis Umum PBB pada tahun 1998. Deklarasi
Pembela HAM memberikan perlindungan bagi para pembela HAM dalam melakukan
kegiatan mereka. Deklarasi ini tidak membentuk hak-hak baru tetapi lebih pada
memberikan panduan bagi para pembela HAM terkait dengan pekerjaan mereka.
Digarisbawahi tugas-tugas negara dalam pemenuhan HAM, serta tanggung jawab
yang harus dilakukan oleh para pembela HAM, disamping juga menjelaskan
hubungan antara HAM dan hukum nasional suatu negara. Ditegaskan agar para
pembela HAM melakukan aktivitasnya dengan cara-cara damai.
15. Prinsip-prinsip tentang Hukuman Mati yang Tidak Sah, Sewenang-sewenang dan
Sumir (Principles on the Effective Prevention and Investigation of Extra-legal,
Arbitrary and Summary Executions )
Prinsip-prinsip tentang Pencegahan dan Penyelidikan Efektif terhadap
Hukuman Mati yang Tidak Sah, Sewenang-sewenang dan Sumir merupakan prinsip-
PAGE 13
prinsip yang direkomendasikan oleh Dewan Ekonomi dan Sosial PBB pada bulan Mei
2003. Prinsip-prinsip ini memberikan panduan bagi penegak hukum dalam
mengadili para pelaku tindak pidana. Prinsip-prinsip ini menekankan pentingnya
pengawasan (termasuk kejelasan dalam rantai komando) terhadap lembaga-lembaga
penegak hukum. Prinsip-prinsip ini juga mejelaskan secara rinci mengenai jaminan
terhadap pemenuhan hak untuk hidup.
PENUTUP
Perlindungan terhadap HAM telah diatur baik pada tingkat internasional
maupun nasional. Pada tataran internasional, hampir seluruh sumber hukum
internasional yang mengatur tentang perlindungan HAM menjadi rujukan bagi
hakim Mahkamah Internasional dalam memutuskan sengketa yang terjadi.
Sedangkan pada tataran hukum nasional Republik Indonesia, pengaturan tentang
HAM telah terkandung mulai dari konstitusi maupun pada peraturan-peraturan
perundang-undangan di bawahnya.
PAGE 14
Download