The Effect of P Level Dossage for Some Kind of Mineral Soils on the

advertisement
PENGARUH PEMBERIAN P PADA BEBERAPA TANAH MINERAL
TERHADAP STATUS P TANAH, KETERSEDIAAN, DAN
SERAPAN P OLEH TANAMAN JAGUNG ( Zae Mays L.)
Suhardjito
INTISARI
Percobaan pot dilakukan di rumah kaca di Desa Karangtengah Kabupaten
Ngawi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi tentang
pengaruh pemberian P terhadap status P tanah, ketersediaan, dan serapan P oleh
tanaman jagung pada berbagai macam tanah mineral.
Percobaan ini merupakan percobaan factorial dengan rancangan acak
lengkap. Faktor I adalah macam tanah mineral, yakni Entisol (Aluvial) asal
Lamongan, Vertisol (Grumosol) asal Pasuruan, Vertisol (Grumosol) asal Ngawi,
Entisol (Aluvial) asal Jombang, Alfisol (Mediteran) asal Lawang, Entisol
(Regosol) asal Poncokusumo, Alfisol (Mediteran) asal Tuban, Ultisol (Podsolik)
asal Tangerang, Ultisol (Podsolik) asal Banten, dan Ultisol (Podsolik) asal Bogor.
Faktor II adalah pupuk P dengan taraf pemberian 0, 45, 90, 135, dan 180 kg P 2O5
ha-1. Kedua faktor tersebut dikombinasikan dan diulang dua kali.
Setiap pot percobaan berisi 1,5 kg tanah kering mutlak untuk mengamati
parameter tanaman, dan 0,5 kg tanah kering mutlak untuk mengamati parameter
tanah. Contoh tanah masing-masing perlakuan ditambahkan pupuk dasar berupa
Urea, KCl, MgSO4.3H2O, CuSO4.5H2O, ZnSO4.7H2O, H2MoO4.H2O, dan H3BO3.
Sedangkan perlakuan pemberian P menggunakan Triple Superfosfat (TSP) yang
disetarakan dengan taraf pemberian masing-masing perlakuan.
Parameter yang diamati meliputi status P tanah, ketersediaan, serta berat
kering tanaman, kadar dan serapan P oleh tanaman. Hasil pengamatan
menunjukkan, bahwa pemberian P berpengaruh nyata terhadap status-P tanah
(yaitu bentuk total P pada semua macam tanah, bentuk saloid P dan Ca-P pada
semua tanah netral, sedangkan bentuk Al-P, Fe-P, RS-P, dan Occluded P pada
tanah masam. Juga terhadap P terekstrak oleh CaCl 2 10-2M dan Bray-1 pada tanah
netral, sedangkan terhadap berat kering, kadar P tanaman serta serapan P oleh
tanaman jagung adalah tidak menentu pada semua macam tanah.
Key Words : Pemberian P akan mempengaruhi perilaku status P tanah
PENGARUH PEMBERIAN P PADA BEBERAPA TANAH MINERAL
TERHADAP STATUS P TANAH, KETERSEDIAAN, DAN
SERAPAN P OLEH TANAMAN JAGUNG ( Zae Mays L.)
The Effect of P Level Dossage for Some Kind of Mineral Soils on the Soil-P
P-Status, Availability, and P Uptake of Corn ( Zea mays L.)
Suhardjito
Fakultas Pertanian
Universitas SOERJO Ngawi
A. Abstract
A Green house experiment wan conducted to study the effect of triple
superphosphate (TSP) application to some mineral soils on the Soil- P, dry matter
production, and P uptake by corn ( Zea mays L.).
The Experiment was a factorial experiment, arraged in a completely
randomted design. The first factor wal soils, i.e : Entisol (Alluvial) from
Lamongan, Vertisol (Grimosol) from Pasuruan, Vertisol (Grimosol) from Ngawi,
Entisol (Alluvial) from Jombang, Alfisol (Mediteran) from Lawang, Etisol
(Regosol) from Poncokusumo, Alfisol (Mediteran) from Tuban, Ultisol (Podzalic)
from Tangerang, Ultisol (Podzalic) from Banten, and Ultisol (Podzalic) from
Bogor. The second factor was TSP _ application equivalent or 0, 45, 90, 135, and
180 kg P2 O5 ha. Each treatment combination was replicated twice. Ten soils,
sampled at different location were used, each received five level of high grade
superphosphate (TPS), ie : control, 45, 90, 135, and 180 kg P 2 O5 ha, incubated at
room temperature with given basic fertilizers i.e., Urea p.a, KCI p.a, Mg SO 4 .
3H2O p.a, CuSO4.5H2O p.a, ZnSO4.7H2O pa, H2MoO4.H2O p.a, and H3BO3.
Result of this experiment shown that, received P was affected on P-Soil
bound (i.e total –P of each soils, solaid- P and Ca-P bound for neutral soils, but
A1-P, Fe-P, RS-P, and Occluded-P bound for acid soils only), on soil P extracted
(i.e by CaC12 10 2 M and Bray -1 for neutral soils and part in acid soils, Bray-2 and
01 sen not significanced in acid soils) and on dry matter, P contain and P uptake
by corn.
Key Words : Giving P will Influence the Performance of Soild P Status
B.
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Lahan pertanian merupakan sumber daya alam yang terbatas. Hingga
sekarang wilayah yang potensial untuk dikelola dan ditanami secara
intensif banyak dijumpai kendala yang berupa luasan maupun sifat- sifat
tanah yang lain, seperti fisika, kimia dan biotika. Sifat – sifat tanah ini
mempunyai kaitan erat dengan kesuburan tanah. Salah satu masalah
penting dalam kesuburan tanah adalah ketersediaan P(fosfor) di dalam
tanah.
Unsur hara P adalah unsur hara esensial yang dibutuhkan selama
pertumbuhan tanaman. Sehingga unsur hara P yang kurang tersedia di
dalam tanah akan mengganggu pertumbuhan terutama menurunkan
produksi berat keringnya. Banyak upaya yang dilakukan untuk
meningkatkan ketersediaan unsur hara P bagi tanaman, salah satu
diantaranya melalui pemupukan P. Sejumlah pupuk P yang diberikan ke
dalam tanah tidak seluruhnya diserap oleh tanaman, tetapi ada yang
difiksasi (dijerap) oleh tanah menjadi bentuk yang tidak tersedia bagi
tanaman (Buckman dan Brady,1969). Menurut Kamprath (1974) apabila
sejumlah pupuk P di tambahkan ke dalam tanah maka akan mengalami
perubahan secara kimia membentuk senyawa-senyawa A1-P, Fe-P, dan CaP, serta secara fisika dijerap dipermukaan mineral liat tanah. Selanjutnya
senyawa- senyawa P ini membentuk system kesetimbangan yang
kompleks dalam larutan tanah. Menurut Otsuka, Briones, Daquiado, dan
Evangelio (1980) kesetimbangan senyawa P dalam larutan tanah secara
fraksionasi dibedakan menjadi bentuk Ca-P, Al-P, Fe-P, dan Occluded-P,
serta Saloid-P (Chang dan Jackson,1958). Konsentrasi P dalam larutan
tanah merupakan parameter yang perlu dipelajari di dalam menentukan
taraf kebutuhan P dalam tanah (Fox dan Kamprath, 1970).
Hasil Pengamatan Radwan, Kraft, dan Shumway (1985) dalam
mengevaluasi berbagai ekstraktan P pada sebaran tanah di Western,
Hemlock, Washington dengan ekstraktan yang berupa Bray-1, Bray-2,
Oslen, Amonium Acetat Sodium Acetat, dan North Carolina (NC),
menunjukkan bahwa metode ekstraksi Bray-1, dan olsen mempunyai
korelasi positif sangat nyata (0.71** dan 0.76**) terhadap pertumbuhan
tanaman pada tanah hutan, sedangkan pada tanah mineral metode ekstraksi
Bray-1 dan North Carolina mempunyai korelasi positif sangat nyata
(0.60** dan 0.71**). Kemudian menyarankan bahwa dalam mengevaluasi
P tanah mineral ini lebih sesuai menggunakan metode ekstraksi Bray-1 dan
North Carolina. Westin dan Buntley (1966) mencoba membandingkan dua
macam ekstraksi P yaitu Bray-1 dan Olsen terhadap status-P tanah di
Dakota
Selatan
menunjukkan
bahwa
kedua
ekstraksi-P
tersebut
mempunyai korelasi positif sangat nyata terhadap bentuk A1-P (0.76**
dan 0.77**), kemudian terhadap bentuk Ca-P hanya Olsen yang
berkorelasi nyata (0.53*).
2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian P
terhadap status-P tanah, ketersediaan, dan serapan P oleh tanaman jagung (
Zea mays L.) pada berbagai macam tanah mineral. Dalam pengkajian ini
menggunakan berbagai metode ekstraksi-P dan hubungannya dengan
status-P tanah, ciri – ciri tanah, berat kering tanaman, kadar P- tanaman,
serta serapan P oleh tanaman jagung ( Zea mays L.).
3. Hipotesis
Pemberian P akan mempengaruhi perilaku status P tanah, serta
meningkatkan ketersediaan, dan serapan P oleh tanaman jagung ( Zea
mays L.) pada setiap macam tanah mineral.
C.
TINJAUAN PUSTAKA
1.
Status P Tanah Mineral
Menurut Tisdale dan Nelson (1978) di dalam tanah P (fosfor) dapat
digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok P- Organik dan
kelompok P-Organik. Kandungan P organik tanah, struktur tanah, dan
aerasi tanah yang menjamin kelangsungan pelapukannya. Selama
pelapukan berlangsung akan menghasilkan senyawa- senyawa organik
yang dapat membantu meningkatkan kelarutan mineral tanah yang
mengandung P, sedangkan secara langsung bahan organik tersebut
menghasilkan senyawa- senyawa fosfolipida, asam nucleat, fitin, dan
inositol merupakan senyawa- senyawa P- Organik yang mudah tersedia
bagi tanaman (Delvin, 1969; Thompson dan Troeh, 1978). Pada umumnya
senyawa P-organik terdapat dalam jumlah yang lebih besar di lapisan olah
dibandingkan lapisan di bawahnya. Hal ini berkaitan erat dengan proses
penimbunan bahan organic tanah pada lapisan olah (Tisdale dan Nelson,
1978). Menurut Soepardi (1983) bentuk P-organik yang utama adalah
apatit Ca10 (PO4).F.C1.(OH)2 yang banyak dijumpai pada batuan beku.
Batuan ini apabila mengalami pelapukan akan membentuk fosfat sekunder
seperti
Gorseisit
BaAL3(PO4)5.2H2O,
Florensit
CaAL3(PO4)2(OH)6,
Vivianit Fe3(PO4)2, Wavellit AL3(OH)3(PO4)25H2O, dan Grandalit
CaAL3(PO4)2(OH)6. Mineral – mineral sekunder ini terakumulasi dalam
fraksi yang lebih halus dan dapat memberikan kontribusi pada P-total
tanah sebar 70 persen.
Chang dan Jackson (1957) memilahkan P-organik menjadi beberapa
fraksi yakni AL-P, Fe-P, Ca-P, dan P yang terselimuti oleh oksida besi
(Occluded-P). Jumlah masing- masing fraksi di dalam tanah adalah
beragam, tergantung pada macam ekstraktan, derajad kemasaman,
kandungan bahan organik, bahan induk, jenis tanaman yang diusahakan,
dan system pemupukan (Jackson, 1958). Menurut Kamprath (1974)
jumlah oksida atau hidroksida AL dan Fe, selanjutnya Djokosudardjo
(1974) perlu aktifitas kation, kelarutan P, macam mineral tanah, dan
topografi, yang berpengaruh terhadap transformasi tersebut.
Penyebaran
fraksi-fraksi
P-anorganik
dapat
digunakan
untuk
mempelajari derajad pelapukan tanah mineral. Pada tanah tanah muda
(baru melapuk) banyak dijumpai bentuk Ca-P, kemudian pada tanah yang
sedang melapuk banyak dijumpai bentuk Al-P, Fe-P, dan Occluded AL-FeP, selanjutnya pada tanah tanah yang mengalami pelapukan lanjut banyak
dijumpai bentuk Occluded-AL-Fe-P (Chang dan Jackson, 1957 ; Schuffer
dalam Black, 1973). Penelitian yang dilakukan oleh Leiwakabessy,
Koswara, dan Sudjadi (1972), serta Djokosudardjo (1974) menunjukkan
bahwa tanah-tanah mineral masam di Jawa didominasi oleh fraksi RS-P
(Reductant soluble-P), dan Fe-P, sedang fraksi AL-P dan Ca-P dijumpai
dalam jumlah sedikit.
PUPUK P
Ca (H2PO4)2
Ca (H2PO4)2
+
Ca (HPO4)
Al (OH)3
atau
Fe (OH)3
Fe (OH)3
Sejalan dengan waktu
A1(OH)2H2PO4
Fe(OH)2H2PO4
Gambar 1 : Perubahan Pupuk P dalam Tanah
Figure 1 : Transformation of P Fertilizer in Soils.
Jackson (1958), dan Sanchez (1976) menjelaskan bahwa hal ini dapat
terjadi karena pada Fe-P sehingga terjadi karena pada tanah masam
kelarutan AL-P lebih besar dari pada Fe-P sehingga terjadi perubahan dari
fraksi AL-P menjadi Fe-P.
2.
Faktor P tersedia dalam Tanah Mineral
Kandungan P-tesedia di dalam tanah keberadaannya sangat beragam
disetiap tempat dan setiap jenis tanah, demikian pula kemampuan tanah
dalam menyediakan P bagi pertumbuhan tanaman. Menurut Woodruff, dan
Kamprath (1965) jumlah P dalam larutan tanah dan kemampuan tanah
untuk menyediakan P ke dalam larutan tanah adalah merupakan factor
penting yang mempengaruhi ketersediaan P. Menurut Ozanne dan Shaw
(1967) besarnya konsentrasi P dalam larutan tanah, kapasitas jerapan P,
dan difusi P merupakan factor yang menentukan kemampuan tanah untuk
menyediakan P bagi tanaman.
Menurut Rajan (1973) konsentrasi P dalam larutan tanah
merupakan bentuk dan besarnya P-tanah yang tersedia bagi tanaman.
Ozanne dan Petch (1978) besarnya konsentrasi P yang diperlukan tanaman
untuk menghasilkan 93 % dari produksi bahan kering tergantung pada
species tanaman dan cara pengolahan tanah. Selanjutnya hubungan antara
P-tanah, P-larutan ,dan P- tanaman diilustrasikan oleh Dean dan Fried
(dalam Pierre dan Norman 1953), serta oleh Gunary dan Sutton (1967).
Pada gambar 2 :
Permu
kaan
tanah
P-tanah
Larutan tanah
P-larutan tanah
Akar
tanam
an
P-jaringan
tanaman
Gambar 2 : Hubungan antara P-tanah, P-larutan tanah,dan P-jaringan
tanaman.
Fingure 2 : Relationship between Soil-P , Solution-P and Plant-P.
3.
Beberapa ciri tanah yang menentukan Ketersediaan P
Jumlah senyawa P-tersedia di dalam tanah adalah beragam, keadaan ini
tergantung pada penciri tanah yang bersangkutan, yaitu bahan induk,
bahan organic, kandungan liat, dan kemasaman tanah (Fox dan Kang ,
1976,. Singh dan Jones,1976).
Bahan Induk
Hamparan tanah di daerah tropika basah umumnya didominasi oleh koloid
tanah dengan tipe hidros-oksida. Kapasitas jerapan P pada tanah vulkanik
ditentukan oleh besarnya kandungan alofan, aluminium, amorf, dan besi
oksida (Galindo, Olguin, dan Schalscha, 1971). Menurut Sanchez (1976)
bentuk oksida amorf memiliki kemampuan menjerap lebih besar dari
oksida kristalin, sebab oksida amorf ini memiliki permukaan yang lebih
besar. Hasil penelitian Djoko Sudardjo (1982) tanah Ultisol berasal dari
Gajrug, Banten, dan Jasinga didominasi oleh mineral Smectit, Boehmit,
Kuarsa, dan bahan-bahan amorf, Juga Kaolinit, haloisit, dan oksida
hidroksida AL dan Fe (Theng, 1980).
Bahan Organik Tanah
Hasil penelitian Singh dan Jones (1976) melaporkan bahwa pemberian
bahan organic yang telah diinkubasikan selama 30 hari dapat menurunkan
kapasitas jerapan P oleh tanah. Oleh karena itu anion organic merupakan
senyawa yang efektif untuk menggantikan ion fosfat yang dijerap oleh
mineral tanah (Danilo, Flores, Siegert, dan Rodriguez 1979), Tisdale dan
Nelson (1975) proses pelapukan bahan organic akan menghasilkan gas
CO2. Gas ini akan bersenyawa dengan air membentuk asam karbonat yang
sanggup melapukkan mineral primer tertentu sehingga akan meningkatkan
ketersediaan P dalam tanah.
Kemasaman Tanah
Dalam tanah P-tersedia lebih banyak dijumpai pada kisaran pH 5.5 sampai
7.0 dan akan berkurang bila pH di bawah atau di atas kisaran ini (Tisdale
dan Nelson, 1975). Di samping itu kemasaman tanah ikut menentukan
bentuk ion P dalam larutan tanah, juga kelarutan AL3+, Fe 3+, dan Mn
2+.
Pada nilai pH lebih kecil dari 5.0 kelarutan ion tersebut tinggi, selanjutnya
dengan aktivitas ionnya akan bersenyawa dan akan mengendapkan ion P
membentuk senyawa yang sukar larut (Soepardi,1983 dan Sanchez, 1976).
Kandungan Mineral Liat
Tipe mineral liat di dalam tanah akan mempengaruhi kemampuan jerapan
P. Mineral ini tersusun dari lapisan silika dan aluminia. Tipe mineral liat
yang utama dapat dikelompokkan menjadi: mineral liat tipe 1 : 1 dan
mineral liat tipe 2:1. Jumlah P yang dijerap cenderung lebih besar pada
tipe 1 :1 dibandingkan dengan tipe 2: 1. Hal ini disebabkan pada tanah
yang didominasi tipe 1: 1 lebih banyak dijumpai ion hidroksil yang dapat
digantikan ion P ( Tisdale dan Nelson, 1975). Namun demikian adakalanya
tipe 2 :1 mempunyai kemampuan mejerap P yang lebih tinggi, dan apabila
kompleks jerapan tanah telah dijenuhi oleh kation Ca
2+
. Peristiwa ini
dapat dijelaskan karena ion Ca dapat membentuk senyawa kompleks CaLiat-P. Keadaan ini akan dialami oleh tanah yang kaya senyawa karbonat
(Wild. 1953)
D.
METODE PENELITIAN
Percobaaan Pot dilakukan di rumah kaca di lahan penduduk Desa
Karangtengah Kabupaten Ngawi. Sedangkan Analisis laboratories di lakukan
di Laboratorium kimia tanah, Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian,
Universitas Brawijaya, Malang. Percobaan dimulai pada bulan Mei 2004
hingga bulan Agustus 2004.
Percobaan ini menggunakan 10 contoh tanah mineral asal Lamongan,
Pasuruan, Ngawi, Jombang, Lawang, Poncokusumo, Tuban, Tangerang,
Banten, dan Bogor (Tabel 1.) Masing-masing contoh tanah diambil secara
komposit sampai pada kedalaman 20 centimeter. Selanjutnya contoh contoh
tanah tersebut dikering udarakan, ditumbuk serta diayak ayakan berlubang
2.00 mm. Agregat yang lolos ayakan digunakan dalam percobaan ini,
selanjutnya contoh tanah ini dilakukan analisis dasar fisika, dan kimia.
Analisis dasar beberapa cirri terpilih disajikan pada lampiran 1.
Bahan pupuk yang digunakan dalam percobaan adalah : Nitrogen berasal
dari CO2 (NH2)2 p.a., Kalium berasal dari KC 1 p.a., Magnesium berasal dari
MgSO4.3H2O p.a., Tembaga berasal dari CuSO4.5H2O p.a., Seng berasal dari
ZnSO4.7H2O p.a., Molibdenum berasal dari H2MoO4.H2O p.a., Boron
berasal dari H3BO3 p.a., sedangkan P (fosfor) berasal dari Triple Super fosfat
(TSP). Air Penyiraman menggunakan air murni (aqua destilata) yang
diperoleh dari Laboratorium Tehnologi Pangan, Fakultas Pertanian Universitas
Brawijaya, di Malang.
Tanaman indicator yang digunakan adalah benih jagung ( Zea mays L.)
varietas Hibrida C1 (Cargil) yang diperoleh dari kebun Benih Tanaman
Polowijo, Muneng, di Probolinggo.
Pot percobaan menggunakan pot plastic warna gelap yang berukuran
tinggi 14 cm, diameter 13 cm, dan diameter atas 15 cm. Di dalam pot dipasang
pipa atau selang penyiram yang berasal dari pipa PVC diameter 0.5 inc
Percobaan ini merupakan percobaan factorial dengan rancangan acak
lengkap. Factor I adalah macam tanah mineral yakni : Entisol (Aluvial) asal
Lamongan, Vertisol (Grumosol) asal Pasuruan, Vertisol (Grumosol) asal
Ngawi, Entisol (Aluvial) asal Jombang, Alfisol (Mediteran) asal Lawang,
Etisol (Regosol) asal Poncokusumo, Alfisol (Mediteran) asal Tuban, Ultisol
(Podsolik) asal Tangerang, Ultisol (Podsolik) asal Banten, and Ultisol
(Podsolik) asal Bogor. Pemberian nomer sandi perlakuan macam tanah
disajikan pada tabel 1.
Tabel 1 : Contoh Tanah yang Diteliti
Table 1 : Analysis of Soil Samples
Nomer Nomer
Urut
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Sandi
(T1)
(T2)
(T3)
(T4)
(T5)
(T6)
(T7)
(T8)
(T9)
(T10)
Macam Tanah
Asal
Entisol (Aluvial)
Vertisol (Grumosol)
Vertisol (Grumosol)
Entisol (Aluvial)
Alfisol (Mediteran)
Etisol (Regosol)
Alfisol (Mediteran)
Ultisol (Podsolik)
Ultisol (Podsolik)
Ultisol (Podsolik)
Lamongan
Pasuruan
Ngawi
Jombang
Lawang
Poncokusumo
Tuban
Tangerang
Banten
Bogor
Faktor II adalah pupuk P dengan taraf pemberian 0 (P0), 45 (P1), 90
(P2), 135 (P3), dan 180 kg P2O5 ha-1 (P4)
Parameter tanah meliputi : (1) Kandungan C. organic tanah, (2) Ph tanah,
(3) Kandungan liat tanah, (4) Status P-tanah.. Sedangkan parameter tanaman
meliputi : (1) berat kering tanaman bagian atas tanah, (2) kadar P-tanaman,
dan (3) serapan P- tanaman.
Percobaan dilakukan dalam rumah kaca yang terdiri dari dua bagian
parameter, bagian pertama untuk mengertahui sifat penciri tanah, Pterekstrak, dan status P-tanah, sedang bagian kedua untuk mengetahui berat
kering tanaman bagian atas tanah, kadar P-tanaman, serta serapan P tanaman.
Pada bagian pertama dibutuhkan 0.5 kg tanah kering mutlak, sedang bagian
kedua dibutuhkan 1.5 kg tanah kering mutlak masing-masing contoh tanah
untuk setiap perlakuan. Kemudian diperlakukan dengan permberian pupuk
dasar yang sama untuk masing- masing contoh, dosis dan macam pupuk
disajikan pada tabel 2
Tabel 2 : Dosis Pupuk Dasar
Table 2 : Basic Fertilizer Dossage
No.
Macam Unsur Hara
Dosis
(mg. kg -1)
Asal dari
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Nitrogen ,N
Kalium, K
Magnesium
Tembaga
Seng
Molibdenum
Boron
200
200
15
5
10
1
10
CO2 (NH2)2 p.a
KC1 p.a
MgSO4.3H2O p.a
CuSO4.5H2O p.a
ZnSO4.7H2O p.a
H2MoO4.H2O p.a
H3BO3 p.a.,
Pemberian P sesuai dengan taraf perlakuannya. Pemberian P di lakukan
secara semprotan (spray), selanjutnya pot percobaan masing-masing
diinkubasikan
selama
satu
minggu
pada
kondisi
kapasitas
lapang
( perhitungan kebutuhan pupuk dan kebutuhan air disajikan pada lampiran 2).
Pot-pot percobaan setelah diinkubasikan selama satu minggu, kemudian
setiap pot percobaan ditanami tiga biji benih jagung varietas Hibrida C1.,
selanjutnya setelah berumur 4 hari dipilih hanya satu tanaman yang
pertumbuhannya lebih baik dan seragam. Selama percobaan setiap sore hari
dilakukan penyiraman air murni (aquadestilata) dengan metode penimbangan,
selisih berat dari kondisi kapasitas lapang merupakan jumlah air yang perlu
ditambahkan. Tanaman jagung dipanen pada saat tanaman berumur 5 minggu
setelah tanam.
E.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1.
Pengaruh Pemberian P terhadap Ciri Tanah
Hasil analisis statistika menunjukkan bahwa perlakuan pemberian P
tidak berpengaruh nyata terhadap masing- masing ciri tanah (% C.Organik,
keasaman tanah, dan kandungan liat ). Hasil pengamatan masing-masing ciri
tanah untuk setiap macam tanah disajikan pada tabel 3.
Tabel 3 : Ciri-ciri Tanah pada Berbagai Macam Tanah.
Table 3 : Soils Properties of Kind Soils
Sandi
T1
T2
T3
Macam Tanah
(Lamongan)
(Pasuruan)
(Ngawi)
C.Org.
(%)
1.27
1.32
1.41
pH H2O
7.56
7.59
7.50
Liat
(%)
59.18
63.02
54.12
T4
T5
T6
T7
T8
T9
T10
(Jombang)
(Lawang)
(Poncokusumo)
(Tuban)
(Tangerang)
(Banten)
(Bogor)
1.21
1.05
0.88
1.22
1.04
0.98
1.04
7.68
6.59
5.26
7.18
4.50
4.36
5.01
59.12
39.04
9.36
31.06
35.07
38.36
35.99
Dari tabel 3 terlihat bahwa setiap macam tanah mempunyai kandungan
C-Organik yang beragam. Faktor yang menentukan kandungan C-Organik
tanah diantaranya yang terpenting adalah temperatur, curah hujan, vegetasi
dan campur tangan manusia dalam mengelola tanah tersebut (Soepardi, 1983).
Perlakuan macam tanah (T6) asal Poncokusumo dan (T9) asal Banten
memiliki kandungan C-Organik lebih rendah dari macam tanah yang lain. Hal
tersebut dikarenakan wilayah Poncokusumo merupakan hamparan tanah yang
relatif masih masih baru sebagai bentukan yang berasal dari bahan letusan
gunung Semeru, sehingga proses akumulasi C-Organik dan pelapukannya
masih belum sempurna. Sedangkan C-Organik rendah pada tanah Banten
disebabkan laju pelapukan dan pencucian yang tinggi oleh faktor iklim tropika
basah (Trisdale dan Nelson, 1975).
Berdasar hasil pengamatan kemasaman tanah, tanah (T1) asal
Lamongan, (T2) asal Pasuruan, (T3) asal Ngawi, (T4) asal Jombang, dan (T7)
asal Tuban termasuk kelompok tanah bereaksi netral. Sedangkan pada macam
tanah (T5) asal Lawang, (T6) asal Poncokusumo, (T8) asal Tangerang, (T9)
asal Banten dan (T10) asal Bogor termasuk kelompok tanah masam. Hal
tersebut disebabkan karena jumlah ion hidrogen dan alumunium yang berada
dalam larutan tanah dan komplek jerapan, serta adanya mineral silikat
(Setiyono, 1982).
Ditinjau dari kandungan liat, tabel 3 terlihat kandungan liat tanah
terendah 9,36% yang dimiliki oleh tanah (T6) asal Poncokusumo. Hal ini
dapat disebabkan karena tanah ini merupakan tanah bentukan baru yang
berasal dari bahan abu vulkanik hasil erupsi gunung Semeru. Sedangkan tanah
yang lain merupakan tanah yang bahan induknya sudah mengalami pelapukan
sampai pelapukan lanjut (Trisdale dan Nelson, 1975 serta Djoko Sudardjo,
1982).
2.
Pengaruh Pemberian P terhadap Status P tanah
Hasil analisis statistika menunjukkan adanya interaksi nyata perlakuan
pemberian P dan macam tanah berpengaruh nyata terhadap bentuk total-P
tanah dan saloid-P, sedangkan bentuk-bentuk yang lain tidak nyata. Pengaruh
pemberian P terhadap status-P tanah disajikan pada tabel 4.
Tabel 4 : Pengaruh Pemberian P terhadap Status –P tanah
Table 4 : Effect of P Application on P Soil Status
Sandi Macam Tanah
Taraf Pemberian P (Kg P2 O5 ha-1)
0
45
a. Total–P Tanah
T1
T2
T3
T4
T5
T6
T7
T8
T9
T10
(Lamongan)
(Pasuruan)
(Ngawi)
(Jombang)
(Lawang)
(Poncokusumo)
(Tuban)
(Tangerang)
(Banten)
(Bogor)
T1
T2
T3
T4
T5
T6
T7
T8
T9
T10
b. Saloid -P
(Lamongan)
(Pasuruan)
(Ngawi)
(Jombang)
(Lawang)
(Poncokusumo)
(Tuban)
(Tangerang)
(Banten)
(Bogor)
Keterangan :
90
135
180
854 mn
633 ijk
945 p
639 jk
465 jk
429 efg
855 mn
359 bc
357 bc
438 ef
869 no
653 k
986 q
638 jk
476 h
429 efg
856 mn
359 bc
358 bc
448 efg
1.80o
1.72no
2.07pq
1.48mn
1.34l
0.55e
1.98p
0.28 TN
0.26 TN
0.33cd
1.76op
1.72op
2.22r
1.59no
1.48mn
0.59ef
2.14r
0.28TN
0.26TN
0.38d
(mg.kg -1)
796 l
605 ij
900 o
596 i
416 de
382 cd
800 l
340 b
306 a
395 d
808 l
618 ij
915 op
620 ijk
443 efgh
421 ef
830 lm
340 b
337 ab
417 de
851 mn
622 ijk
937 op
637 jk
457 fgh
411 de
844 mn
359 bc
337 ab
437 ef
(mg.kg -1)
0.75ghj
0.70fgh
0.87ij
0.69fgh
0.54e
0.24abc
0.69fgh
0.22 TN
0.14 TN
0.18ab
1.55m
0.76ghi
0.96jk
0.74ghi
0.59ef
0.26abcd
0.77ghi
0.23 TN
0.20 TN
0.26abcd
1.60mn
0.79hi
1.04k
1.51m
0.64efg
0.26abcd
0.80hi
0.27 TN
0.23 TN
0.30 bcd
Angka – angka yang didampingi huruf sama berarti tidak berbeda nyata pada
p = 0.05
Tabel 4 diatas menunjukkan bahwa pemberian P dan macam tanah
secara nyata menentukan sebaran bentuk-bentuk P yang berada di dalam
tanah. Sedangkan Total-P dan Saloid-P masing-masing macam tanah secara
umum ditentukan oleh pemberian P, tetapi tidak berpengaruh nyata pada
bentuk Saloid-P pada macam tanah (T8) asal Tangerang dan (T9) asal Banten.
Hal tersebut disebabkan macam tanah (T8) asal Tangerang dan (T9) asal
Banten merupakan kelompok tanah yang bereaksi masam. Sedangkan pada
macam tanah (T1) asal Lamongan, (T2) asal Pasuruan, (T3) asal Ngawi, (T4)
asal Jombang, (T5) asal Lawang dan (T7) asal Tuban pemberian P hanya
berpengaruh pada bentuk Ca-P, hal tersebut disebabkan karena kelompok
tanah ini mempunyai kemasaman tanah netral (Wild, 1953 dan Landon (1984).
3.
Pengaruh Pemberian P terhadap Serapan P oleh Tanaman
Serapan P oleh tanaman merupakan hasil kali antara berat kering bagian
tanaman yang berada di atas permukaan tanah dengan kandungan P yang
berada di dalam jaringan tanaman. Hasil analisis statistika menunjukkan
perlakuan pemberian P dan macam tanah berpengaruh nyata terhadap berat
kering tanaman kandungan dan serapan P oleh tanaman.
Tabel 5 : Pengaruh Pemberian P terhadap Berat Kering Tanaman
Table 5 : Effect of P Application on Dry Matter.
Sandi Macam Tanah
0
Taraf Pemberian P (Kg P2 O5 ha-1)
45
90
135
180
(g)
T1
T2
T3
T4
T5
T6
T7
T8
(Lamongan)
(Pasuruan)
(Ngawi)
(Jombang)
(Lawang)
(Poncokusumo)
(Tuban)
(Tangerang)
6.11n
5.25m
7.00o
5.08m
1.16abc
0.98abc
5.33m
0.67a
8.06pq
7.87p
9.93wxy
6.52no
3.35kl
1.55def
8.79rst
0.88ab
8.86rst
8.41pqr
10.14wxy
6.69no
3.74l
1.83efg
9.61uvw
1.45bde
9.18stu
8.68 qrs
10.47xy
6.69nu
4.75m
2.26ghi
9.88vwx
1.76 def
9.42tuv
8.74rs
10.56y
6.72no
4.85m
2.87ijk
10.02wxy
2.17fgh
T9
(Banten)
T10
(Bogor)
Keterangan :
0.63tn
0.84ab
0.75tn
1.21ab
0.99tn
2.02fgh
0.99tn
2.50hij
1.25t
2.94jkn
Angka – angka yang didampingi huruf sama berarti tidak berbeda nyata pada
p = 0.05
Pada tabel 5 dapat diketahui bahwa pengaruh pemberian P dan macam
tanah terhadap berat kering bagian tanaman di atas permukaan tanah
menunjukkan bahwa pemberian P berpengaruh nyata terhadap berat kering
tanaman pada semua macam tanah, kecuali pada perlakuan macam tanah (T9)
asal Banten. Pemberian P semakin meningkat sehingga tarap 180 kg P 2O5 ha-1
akan diikuti oleh meningkatnya bahan kering tanaman. Peningkatan tertinggi
hasil berat kering tanaman dicapai oleh macam tanah (T3) asal Ngawi dan
terendah macam tanah (T9) asal Banten. Hal ini menunjukkan bahwa setiap
macam tanah mempunyai kemampuan yang beragam dalam menyediakan P
untuk pertumbuhan tanaman. Faktor penting kemampuan tanah untuk
menyedian P adalah jumlah P dalam larutan tanah (Woodruff, dan Kamprath,
1965).
Pengaruh pemberian P dan macam tanah terhadap kandungan P dalam
jaringan tanaman disajikan pada tabel 6.
Tabel 6 : Pengaruh Pemberian P terhadap Kandungan P Tanaman
Table 6 : Effect of P Application on Plant-P Contain.
Sandi Macam Tanah
0
Taraf Pemberian P (Kg P2O5ha-1)
45
90
135
180
(%)
T1
T2
T3
T4
T5
T6
T7
T8
T9
T10
(Lamongan)
(Pasuruan)
(Ngawi)
(Jombang)
(Lawang)
(Poncokusumo)
(Tuban)
(Tangerang)
(Banten)
(Bogor)
0.41jk
0.37ghi
0.58pqr
0.39hi
0.32def
0.24bc
0.47lm
0.18abc
0.17ab
0.12a
0.43kl
0.41jk
0.65stu
0.42jk
0.40ij
0.28cde
0.50mn
0.27cd
0.22bc
0.27cd
0.55opq
0.46lm
0.73uv
0.44kl
0.50mn
0.38hi
0.56pq
0.28cde
0.29def
0.32def
0.65stu
0.60rs
0.74uv
0.54opq
0.53nop
0.40ij
0.63st
0.34fgh
0.31def
0.39ij
0.72tuv
0.70tuv
0.78v
0.65stu
0.58pqr
0.41jk
0.76v
0.37ghi
0.34fgh
0.44kl
Keterangan :
Angka – angka yang didampingi huruf sama berarti tidak berbeda nyata pada
p = 0.05
Tabel 6 menunjukkan bahwa pemberian P berpengaruh nyata terhadap
kandungan P dalam jaringan tanaman pada masing-masing macam tanah.
Kandungan P tertinggi (0.78% P) dicapai pada perlakuan pemberian pupuk
180 kg P2O5 ha-1 pada macam tanah (T3) asal Ngawi, dan terendah pada
macam tanah (T9) asal Banten. Besar kandungan P yang berada dalam
jaringan tanaman mencerminkan mekanisme kemampuan tanaman menyerap
hara P yang berada dalam larutan tanah. Semakin sedikit jumlah P yang berada
dalam larutan tanah mengakibatkan semakin rendahnya kandungan P yang
berada dalam jaringan tanaman (Fox dan Kamprath, 1970).
Perlakuan pemberian P dan macam tanah berpengaruh nyata terhadap
serapan P oleh tanaman. Disajikan pada tabel 7.
Tabel 7: Pengaruh Pemberian P terhadap Serapan P oleh Tanaman
Table 7: Effect of P Application on P-Uptake
Sandi Macam Tanah
0
Taraf Pemberian P (KgP2O5ha-1)
45
90
135
180
(mg)
T1
T2
T3
T4
T5
T6
T7
T8
T9
T10
(Lamongan)
(Pasuruan)
(Ngawi)
(Jombang)
(Lawang)
(Poncokusumo)
(Tuban)
(Tangerang)
(Banten)
(Bogor)
2.49fgh
1.97efg
4.47lm
1.95efg
0.51abc
0.24a
0.54fgh
0.12a
0.11a
0.17a
3.49ijk
3.24hij
6.40q
2.77ghi
1.33cde
0.43abc
4.38klm
0.24a
0.17a
0.33ab
4.84mn
3.86jkl
7.42rs
2.91hi
1.86def
0.96abcd
5.41nop
0.40abc
0.28ab
0.64abc
5.96opq
5.17mno
7.80s
3.58ijkl
2.53fgh
0.92abc
6.18pq
0.60abc
0.31ab
0.98abcd
6.82qr
6.07opq
8.24s
4.39klm
2.78ghi
1.18abcd
7.62rs
0.78abcd
0.43abc
1.28cde
Keterangan :
Angka – angka yang didampingi huruf sama berarti tidak berbeda nyata pada
p = 0.05
Tabel 7 menunjukkan bahwa semakin meningkat pemberian P hingga
tarap 180 Kg P2O5 ha-1 akan diikuti meningkatnya serapan P secara nyata pada
semua macam tanah kecuali pada macam tanah (T6), (T8) dan (T9). Sehingga
dapat dikatakan bahwa kemampuan tanaman menyerap unsur hara masih
tergantung pada sifat dan ciri tanahnya, maka sifat dan ciri tanah mempunyai
peranan penting untuk menyediakan P dalam larutan tanah (Soepardi, 1983).
Besarnya serapan P didominasi oleh tanaman yang tumbuh pada tanah yang
kemasamannya netral yaitu pada (T1) asal Lamongan, (T2) asal Pasuruan,
(T3) asal Ngawi, (T4) asal Jombang, dan (T7) asal Tuban serta (T5) asal
lawang yang memiliki kemasaman mendekati netral.
F.
KESIMPULAN DAN SARAN
1.
Kesimpulan
a. Pemberian P berpengaruh nyata terhadap Status P tanah (yaitu bentuk
total-P pada semua macam tanah, bentuk saloid-P pada semua macam
tanah netral, sedang pada tanah masam tidak menentu. Pengaruh
pemberian P terhadap berat kering, kadar P tanaman dan serapan P
oleh tanaman jagung tidak menentu pada semua macam tanah.
b. Pada tanah netral hubungan serapan P oleh tanaman jagung secara
bersamaan didominasi oleh bentuk total-P dan saloid-P tetapi pada
tanah masam oleh bentuk saloid-P, total-P, antara lain-P dan Ca-P.
2.
Saran
a. Penelitian ini perlu dikembangkan melalui penggunaan taraf
pemberian P yang lebih tinggi terutama pada tanah-tanah asal
Tangerang, Banten dan Bogor.
b. Penelitian perlu dilanjutkan pada kondisi lapang yang berbeda untuk
mendapatkan gambaran yang dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan pemupukan TSP.
c. Untuk mencegah kerancuan terhadap besarnya nilai pada setiap hasil
analisi P-tersedia sangat perlu menyertakan metode ekstraksi yang
digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Black, 1973. Phosphorus Adsorption by an Aluminium Peat Compleks. Soil Sci.
Soc. Amer. 45 : 267-272
_____, and A., Petch. 1978. Effect of Species and Cultivation on Responses to
Phosphate of Annual Pastures and Crop Aust. J. Agric. Res. 29 : 225-233.
Buckman, H.O., and N.C. Brady, 1964. The Nature and Properties of Soils. Sixth
Edition. The Mac Millan Company, New York. P. 432-456.
Chang, S.C., and M.L. Jackson. 1957. Fraction of Soil Phosphorus. Soil. Sci. 84 :
133 - 144.
Danilo,
I.H., D. Flores. G. Siegert, and J.V. Rodriquez. 1979.
Phosphorus Sorption Reaction that involve Exchengeable Aluminium. Soil
Sci. 90 : 1-7.
Delvin, 1969. The Effect of S Some Organic Anions on Phophete Removal from
Acid and Calcereous Soil. Soil. Sci. 128 : 321-326.
Djokosudardjo, S. 1974. Phosphorus Behaviour in Some Soils in Indonesia and Its
Availability to Plant. MS Thesis University of Wisconsin, Madison, USA.
____________. 1982. Pengaruh Pemberian Fosfor terhadap Keefisienan
Pemupukan Beberapa Macam Tanah di Indonesia. Desertasi Fakultas
Pasca Sarjana, IPB, Bogor.
Fox, R.L., and B.T. Kang. 1976. Influence of Phosphorus Fertilizer Placement and
Fertilization Rate on Maize Nutrition. Soil. Sci. 125 - 40.
_______, and Kamprath, 1970. Estimation of Phosphorus Availability of some
East Java Soils. Thesis MSC. Course Soil Science and Water Management
Agric. Univ. Wageningen.
Galindo, G.G., C.Olguin, and E.B. Scalscha. 1971. Phosphate Sorption Capacity
of Clay Fractions of Soil Denived.
Gunary, D., and C.D. Sutton. 1967. Soild Factors Affecting Plant uptake of
Phosphate, J. Soil. Sci. 18 : 167-173
Jackson, M.L. 1958. Soil Chemical Analysis. Prentice Hall, Inc. Englewood
Cliffs. N.Y. pp. 498.
Kamprath, 1965. Soil Organig Master, Its Nature, its Role in Soil Formation and
Soil Fertility. Pergamon Press, Brounschweig. P183-227.
_______, 1974. Introduction to Soil Chemistry. Proyek Penelitian Kesuburan
Tanah, Departemen Ilmu-Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor.
Leiwakabessy, F.M., O. Koswara. , and M. Sudjadi. 1972. Preliminary Study on
P-fixation of Mayor Soil Group in Java. Paper presented at the Second
Asean Soil Conference.
London, D. 1984. Phosphorus Sorption by Ultisols and Inceptisols of The Niger
Delta in Southern, Nigeria. Soil. Sci. 144 (S) : 330-338.
Nelson, D.W., and D.R. Hensel. 1983. Proceduures of Soil Analysis. ISRIC.
570 p.
Otsuka, H., A.A., Briones., Daquiado, N.P., and Evangelio, FA., 1980.
Characteristic and Genesis of Vulcanic Ash Soil in The Philippines. Tech.
Bull. Tropical-Agriculture Research Centre, Ministry of Agriculture,
Forestry, and Fisheries, Japan (24) : 62-77.
Ozanne, P.G., and T.C. Shaw. 1967. Phosphate Sorption by Soils as Measure of
The Phosphate Requirement for Pasture Growth. Aust. J. Agric. Res. 18 :
601 - 612.
Pierre and Norman, 1953. Chemical Properties of Variable Charge Soils. New
Zaeland Soe of Soil Sci. P.167-194.
Radwan, M.A., J.M., Kraft, and J.S., Shumway. 1985. Evaluation of different
Extractans for Phosphorus in Western Hemlock Soils. Soil. Sci. 140 (6) :
429-435.
Rajan, S.S.S. 1973. Phosphate Adsorption Characteristic of Hawaiian Soils and
Their Relationships to Equilibrium Phosphorus Cocentrations Required for
Maximum Growth Millet. Plant and Soils. 39 : 519-532.
Sanchez, P.A. 1976. Properties and Management of Soil in Tropic. John Wiley and
Sons. New York - London - Sydney - Toronto. 618p.
Setiyono, S. 1982. Lime Estimation of Indonesian Acid Mineral Soils and its
Significance to Crop Production. Dotorate. Thesis. Pascasarjana. IPB
Bogor.
Singh, B.B., and J.P. Jones. 1976. Phosphorus Sortion and Desorption
Characteristies of Soil as Affected by organig Residues, Soil. Sci. Soc.
Amer. J.40 : 389-393.
Soepardi, G. 1977. Masalah Kesuburan Tanah dan Cara Penyelesaiannya. Panitia
Penyelenggara Penataran PPS Bidang Agronomi dalam Pola Bercocok
Tanam Agronomi. LP3-IRRI-BIMAS-NFCEP. Bogor. Hal. 4-43.
_________. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
331-521.
Hal.
Theng, B.K.B. 1980. Principle of Soil Chemistry, Marcel Dekter. Inc. New York.
267p.
Thompson, G.W., and Toeh, D.E. 1978. Testing Soils for Phosphorous in L.M.
Walsh., and J.D. Beaton (ed). Soil Testing and Plant Analysis. Soil. Sci.
Soc. Amer. Inc. Madison, Wisconsin, USA. P. 115-132.
Tisdale, and Nelson. 1975. Phosphate Adsorption variability within Soil Series
and in Diverse Soil Population Soil Sci. 6 : 408-411.
________________. 1978. Soil with Variable Charge. New Zaeland. Soc of Soil
Science. 448P.
Westin, F.C., and G.J. Buntley. 1996. Soil Phosphorus in South Dakota : II
Comparisons of Two Availability Test with Inorganic Phosphorus Amog
Soil Series. Soil. Sci. Soc. Amer. Proc., 30 : 248-253.
Wild, A. 1953. The Effect of Exchangeable Cations on The Retention of by Clay.
Soil Sci. 4 : 72 - 85.
Woodruff, J.R., and E.J. Kamprath. 1965. Phosphorus Adsorption Maximum as
Measured by The Langmuir Isotherm, and Its Relationship to Phosphorus
Availability. Soil Sci. Soc. Proc. 29 : 148 - 150.
MEDIA SOERJO
Jurnal Ilmiah
Universitas SOERJO Ngawi
Vol. 8 No. 1 April 2011
Diterbitkan oleh
Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat
Universitas SOERJO Ngawi
MEDIA SOERJO
Jurnal Ilmiah
Universitas SOERJO Ngawi
Vol. 8 No. 1 April 2011
Diterbitkan oleh
Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat
Universitas SOERJO Ngawi
MEDIA SOERJO
Jurnal Ilmiah
Universitas SOERJO Ngawi
Vol. 8 No. 1 April 2011
Kedudukan Peraturan Kepala Daerah Dalam Tata Hukum Indonesia
Mas’ud., SH.,M.Si.,M.Hum .......................................................................
Transfer Informasi Intra Industri Sekitar Pengumuman Perubahan Dividen
di Bursa Efek Jakarta
Ningrum Murtiasih, SE., MM. ...................................................................
1-8
9 - 24
Aparatur Pemerintah Dalam Melayani Publik
Drs. Tjipto Dradjati, MAP. ........................................................................
25 - 31
Reformasi Pelayanan Publik Dalam Perspektif Good Governance
Drs. Eddy Sardjono, M.Si ..........................................................................
32 - 45
Pengaruh Pemberian P Pada Beberapa Tanah Mineral Terhadap Status P
Tanah, Ketersediaan dan Sarapan P Oleh Tanaman Jagung (Zea mays L.)
Ir. Suhardjito, M.Si ....................................................................................
46 - 55
Peranan Media Dakwah Dalam Penyadaran Politik Masyarakat (Tinjauan
Filsafat Politik)
Sukamto, ....................................................................................................
56 - 66
Application Plan Concept Of Automatically Distribution Production
System By Applied Sort Message Service Technology To Support the
Production Process
Ir. Wely Mulyono, MT. ...............................................................................
67 - 85
Bahan Tambahan Abu Sekam Padi Guna Menaikkan Tekanan Kuat
Tekanan Beton Sebesar 25 MPA
Thathit Bimo Luhung Wacono, ST. ............................................................
86 - 90
Analisa Muffler Standard dan Modifikasi Suzuki Shougun (Suzuki FD
110)
Apri Sayoko, ST. ........................................................................................
91 - 102
Analisis kinerja karyawan ditinjau dari kompensasi dan motivasi kerja
sebagai variable intervining pada PG. Soedhono Ngawi
Rachmawati K, SE. ....................................................................................
103 - 123
Diterbitkan oleh
Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat
Universitas SOERJO Ngawi
Download