prosiding seminar nasional kebidanan dan call for - E

advertisement
Hubungan Usia Kehamilan dan Preeklampsia dengan Asfiksia Neonatorum
Bayi Baru Lahir di RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang
1)
Elli Yafit Viviawati 2)Luvi Dian Afriyani 3)Yunita Galih Yudanari
1)
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Ngudi Waluyo
Email :[email protected]
2)
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Ngudi Waluyo
Email : luviqanaiz2gmail.com
3)
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Ngudi Waluyo
Email : [email protected]
ABSTRAK
Latar Belakang: Asfiksia neonatorum merupakan masalah kesehatan pada bayi baru
lahir yang dapat menyebabkan kecacatan dan kematian. Keadaan ini secara tidak
langsung dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah usia kehamilan dan
preeklampsia.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara usia kehamilan dan preeklampsia dengan
asfiksia neonatorum bayi baru lahir di RSUD Ambarawa.
Metode: penelitian ini menggunakan survei analitik dengan pendekatan cross
sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua bayi yang lahir di RSUD
Ambarawa bulan Januari-Mei 2016 berjumlah 456 responden dengan jumlah sampel
yang diambil dengan tehnik purposive sampling sebanyak 159 responden. Analisis
yang digunakan adalah chi-Square dengan nilai α=0,05.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar ibu bersalin dengan usia
kehamilan tidak normal sebanyak 84 (52,8%), tidak preeklampsia sebanyak 128
(80,5%), kejadian asfiksia neonatorum 87 (54,7%). Hasil chi square dengan nilai pvalue = 0,0001 < α (0,05) artinya ada hubungan antara usia kehamilan dengan asfiksia
neonatorum dengan nilai OR 3,961 artinya usia kehamilan tidak normal beresiko
sebesar 3,9 kali terjadi kelahiran asfiksia neonatorum, dan nilai p-value =0,002 < α
(0,05) artinya ada hubungan preeklampsia dengan asfiksia neonatorum dengan nilai
OR 4,435 artinya preeklampsia beresiko 4,4 kali terjadi asfiksia neonatorum.
Kesimpulan: ada hubungan antara usia kehamilan dan preeklampsia dengan asfiksia
neonatorum pada bayi baru lahir di RSUD Ambarawa.
Kata Kunci: Usia Kehamilan, Preeklampsia, Asfiksia Neonatorum
118 |
PENDAHULUAN
Angka kematian bayi merupakan salah
satu indikator dalam menentukan derajat
kesehatan anak, setiap tahunnya mencapai
37%. Setiap hari 8.000 bayi baru lahir di
dunia meninggal dari penyebab yang tidak
dapat dicegah. Mayoritasnya sekitar 75%
terjadi pada minggu pertama kehidupan dan
antara 25% sampai 45% terjadi dalam 24
jam pertama kehidupan seorang bayi.
Penyebab utama antara lain bayi lahir
prematur 29%, sepsis dan pneumonia 25%
dan 23% merupakan bayi lahir dengan
asfiksia dan trauma. Asfiksia neonatorum
menempati penyebab ketiga dalam periode
awal kehidupan (WHO, 2012).
Data dari Dinas Kabupaten Semarang
2014 Angka Kematian Neonatal di
Kabupaten Semarang sebesar 8,15 per
1.000 KH (113 kasus). Kasus kematian
neonatal mendominasi kematian bayi di
Kabupaten Semarang. Dari 142 kasus
kematian bayi, 113 kasus adalah kasus
kematian neonatal. Penyebab terbesar kasus
kematian neonatal adalah karena BBLR (57
kasus), asfiksia (31 kasus), kelainan
congenital (7kasus), aspirasi (7 kasus),
infeksi (4 kasus), tetanus neonatorum
(1kasus), dan lain-lain (6 kasus) (Profil
Usia kehamilan
Tidak normal
Normal
Frek
84
75
Persentase (%)
52,8
47,2
Jumlah
159
100.0
Kesehatan Kabupaten Semarang, 2014).
Adapun
faktor
yang
dapat
mengakibatkan asfiksia pertama faktor
antepartum
meliputi
paritas,
usia
kehamilan, penyakit pada ibu seperti
preeklampsia, anemia, diabetes mellitus,
perdarahan antepartum, penggunaan sedasi,
analgesia/anestesia. Faktor intrapartum
meliputi malpresentasi, partus lama,
ketuban pecah dini, induksi, prolaps tali
pusat, ferceps ekstraksi, bedah sesar. Faktor
janin meliputi prematuritas, berat badan
lahir rendah, pertumbuhan janin terhambat
(Lee, 2008) Angka kejadian asfiksia
neonatorum di RSUD Ambarawa cukup
tinggi dan masih terjadi masalah kesehatan.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang
diperoleh dari Rekam Medis RSUD
Ambarawa tahun 2015 terdapat 260 kasus
asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir
dari 926 kelahiran, dan 10 dari kasus
tersebut meninggal. Dari 260 kasus asfiksia
diantaranya terdapat dari ibu yang
melahirkan dengan usia kehamilan aterm
dan tidak aterm, preeklampsi/eklampsia,
plasenta previa, solusio plasenta, ketuban
pecah dini, bedah sesar.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode
penelitian
analitik
korelasi
dengan
menggunakan pendekatan waktu cross
sectional . Teknik sampling yang
digunakan adalah purposive sampling
dengan 159 responden. Alat ukur pada
penelitiaan ini menggunakan rekap data
dengan analisa data secara univariat dengan
prosentase dan bivariat dengan Chi-Square.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Analisis Univariat
a. Usia kehamilan
Tabel 1.Distribusi Frekuensi
Berdasarkan usia kehamilan
pada ibu bersalin di RSUD
Ambarawa Kabupaten
| 119
Semarang bulan Januari- Mei
2016.
Berdasarkan tabel 1
dapat diketahui bahwa dari
159 responden sebagian besar
usia kehamilan tidak normal
yaitu sejumlah 84 responden
(52,8%). Hal ini disebakan
rumah sakit umum daerah
ambarawa termasuk rumah
sakit yang dapat menerima
rujukan dari berbagai wilayah,
dan banyak beberapa faktor
yang
belum
diketahui
penyebab persalinan preterm
dan postterm karena riwayat
persalinann sebelumnya atau
penyakit yang diderita ibu
sebelumnya.
Kehamilan
preterm merupakan kehamilan
yang terjadi pada usia
kehamilan 20 minggu dan
kurang dari 37 minggu dengan
berat badan janin kurang dari
2500 gram (Bobak, 2004).
Kehamilan
postterm
merupakan kehamilan yang
berlangsung
sampai
42
minggu (294 hari) atau lebih,
dihitung dari hari pertama haid
terakhir
(Prawirohardjo,
2010).
b. Preeklampsia
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan
preeklampsia pada ibu bersalin di RSUD
Ambarawa Kabupaten Semarang bulan
Januari-Mei 2016.
Preeklampsia
Preeklampsia
Tidak preeklampsia
Jumlah
120 |
Frek
31
128
159
(%)
19,5
80,5
100.0
Berdasarkan tabel 4.2
dapat diketahui bahwa dari
159
responden
yang
mengalami preeklampsia yaitu
sejumlah 31 ibu bersalin
(19,5%).
Preeklampsia
merupakan hipertensi disertai
dengan proteinuri dan edema
(Lim, 2010). Faktor yang
berhubungan
dengan
preeklampsia pada ibu bersalin
di RSUD Ambarawa adalah
paritas dan umur ibu
Pada penelitian ini
didapatkan hasil bahwa ibu
yang
bersalin
dengan
preeklampsia lebih banyak
terjadi pada umur reproduksi
aman yaitu umur 20-35 tahun
sejumlah 93,5%. Hal ini
dikarenakan penyebab dari
preeklampsia
juga
belum
diketahui secara pasti, dan bisa
disebabkan oleh faktor lain
seperti genetik, gaya hidup.
Hasil penelitian sejalan dengan
hasil penelitian yang sudah
dilakukan oleh Sumarni, (2014)
menunjukkan bahwa sebagian
besar responden berumur 28-35
tahun sebanyak 57,6%.
Paritas
pertama
berhubungan
dengan
kurangnya pengalaman dan
pengetahuan
ibu
dalam
perawatan kehamilan. Paritas
2-3 merupakan paritas paling
aman. Paritas satu atau paritas
tinggi
(lebih
dari
tiga)
merupakan paritas beresiko
terjadi
preeklampsia.
Ibu
dengan paritas tinggi (lebih
dari 4) sudah mengalami
penurunan
fungsi
sistem
reproduksi, selain itu biasanya
ibu terlalu sibuk mengurusi
rumah tangga sehingga sering
mengalami
kelelahan
dan
kurang
memperhatikan
pemenuhan
gizinya
(Henderson, 2006).
Pada
primigravida
sering mengalami stress dalam
menghadapi persalinan. Stress
emosi yang terjadi pada wanita
yang pertama kali hamil
menyebabkan
peningkatan
pelepasan
corticothropicreleasing hormone (CRH) oleh
hipotalamus, yang kemudian
menyebabkan
peningkatan
kortisol. Efek kortisol adalah
mempersiapkan tubuh untuk
merespon terhadap semua
stressor dengan meningkatkan
respon simpatis, termasuk
respon yang ditunjukkan untuk
meningkatkan curah jantung
dan mempertahankan tekanan
darah. Pada wanita dengan
preeklampsia tidak terjadi
penurunan sensitivitas terhadap
vesopeptida tersebut, sehingga
peningkatan besar volume
darah langsung meningkatkan
curah jantung dan tekanan
darah (Windaryani, 2013).
c. Asfiksia neonatorum
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan
asfiksia neonatorum di RSUD Ambarawa
Kabupaten Semarang bulan Januari-Mei
2016.
Asfiksia
neonatorum
Ya
Tidak
Frek
(%)
87
72
54,7
45,3
Jumlah
159
100.0
Berdasarkan tabel 3
dapat
diketahui
bahwa
sebagian besar bayi yang lahir
mengalami
asfiksia
neonatorum yaitu sejumlah 87
responden (54,7%). Asfiksia
neonatorum adalah keadaan
dimana bayi baru lahir tidak
dapat bernafas secara spontan
dan teratur yang disebabkan
oleh hipoksia yang progresif,
penimbunan C02 dan asidosis.
Keadaan ini ditandai dengan
hipoksemia, hiperkardia, dan
asidosis. Bayi lahir dalam
kondisi tidak dapat bernafas
segera setelah lahir (asfiksia
primer) atau mungkin dapat
bernafas
tetapi
kemudian
mengalami asfiksia beberapa
saat setelah lahir (asfiksia
sekunder)
(Prawirohardjo,
2010).
Beberapa faktor yang
berhubungan dengan terjadinya
asfiksia neonatorum yang
diambil dari buku register
perinatologi RSUD Ambarawa
antara lain usia kehamilan,
preeklampsia, ketuban pecah
dini, bedah sesar, partus macet,
perdarahan
antepartum,
| 121
persalinan letak sungsang dan
beberapa disebabkan oleh
partus tak maju, BBLR dan
partus lama. Hal ini sejalan
dengan
penelitian
yang
dilakukan oleh Gilang (2010)
tentang faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian
asfiksia neonatorum di RSUD
Tugu Semarang, dimana umur
ibu, perdarahan antepartum,
BBLR, Letak sungsang, KPD
merupakan
faktor
yang
berpengaruh terhadap kejadian
asfiksia neonatorum. Menurut
Lee, (2008) faktor yang dapat
mengakibatkan
asfiksia
pertama faktor antepartum
meliputi
paritas,
usia
kehamilan, penyakit pada ibu
seperti preeklampsia, anemia,
diabetes mellitus, perdarahan
antepartum,
penggunaan
sedasi,
analgesia/anestesia.
Faktor intrapartum meliputi
malpresentasi, partus lama,
ketuban pecah dini, induksi,
prolaps tali pusat, ferceps
ekstraksi, bedah sesar. Faktor
janin meliputi prematuritas,
berat badan lahir rendah,
pertumbuhan janin terhambat.
2. Analisis Bivariat
a. Hubungan antara Usia kehamilan
Ibu bersalin dengan kejadian
Asfiksia Neonatorum di RSUD
Ambarawa Kabupaten Semarang
bulan Januari-Mei Tahun 2016.
122 |
Tabel 4 Hubungan antara Usia kehamilan
Ibu bersalin dengan kejadian Asfiksia
Neonatorum di RSUD Ambarawa
Kabupaten Semarang bulan Januari-Mei
Tahun 2016.
Kejadian asfiksia
neonatorum
Usia
kehamilan Asfiksia Tidak
asfiksia
F %
f %
Tidak
59 67,8 25 34,7
normal
Normal
28 32,2 47 65,3
Jumlah
87 100
Total
pvalue
F %
84 100
0.000
75 100
72 100 159 100
Berdasarkan tabel di atas
dapat diketahui bahwa tingkat
resiko antara usia kehamilan
dengan
kejadian
asfiksia
neonatorum ditunjukkan dengan
nilai OR sebesar 3,961, sehingga
dapat dinyatakan bahwa ibu
bersalin dengan usia kehamilan
tidak normal 3,9 kali lebih besar
dibandingakan dengan ibu yang
bersalin dengan usia kehamilan
normal. Hasil uji chi-square
didapatkan nilai p value = 0,000<
0,05. Sehingga dapat disimpulkan
ada hubungan usia kehamilan
dengan asfiksia neonatorum pada
bayi baru lahir di RSUD
Ambarawa.
Berdasarkan hasil analisis
hubungan usia kehamilan dengan
asfiksia neonatorum di RSUD
Ambarawa diperoleh hasil, ibu
bersalin dengan usia kehamilan
tidak
normal
lebih
banyak
melahirkan bayi asfiksia yaitu
sejumlah 59 responden (67,8%)
dibandingkan yang tidak asfiksia
sejumlah 25 responden (34,7%),
sedangkan ibu bersalin dengan usia
kehamilan normal lebih banyak
melahirkan bayi tidak asfiksia yaitu
sejumlah 47 responden (65,3%)
dibanding yang asfiksia sejumlah
28 responden (32,3%).
Hasil
penelitian ini dapat diketahui dari
hasil uji chi square yang
menghubungkan usia kehamilan
dengan kejadian asfiksia di RSUD
Ambarawa diperoleh p value 0,000
<0,05, maka hipotesis diterima
berarti ada hubungan antara usia
kehamilan dengan kejadian asfiksia
neonatorum.
Ibu yang bersalin dengan
usia kehamilan kurang bulan atau
lewat bulan dapat mengakibatkan
asfiksia neonatorum pada saat bayi
dilahirkan (Mansjoer, 2010). Pada
penelitian ini ditemukan ibu yang
bersalin dengan usia kehamilan
preterm akan tetapi melahirkan
bayi tidak asfiksia hal ini dapat
dilihat dari usia kehamilan preterm
yang sudah mendekati aterm.
Dimungkinkan karena kematangan
paru-paru bayi sudah berfungsi
dengan baik dan pertolongan
persalinan yang baik dan aman.
b. Hubungan Preeklampsia dengan
kejadian Asfiksia Neonatorum
pada bayi baru lahir.
Tabel 5 Hubungan antara Preeklampsia
dengan kejadian Asfiksia Neonatorum pada
bayi baru lahir di RSUD Ambarawa
Kabupaten Semarang bulan Januari-Mei
2016.
Kejadian
asfiksia
neonatorum
pPreeklampsi
value
Tidak
a
Asfiksia
asfiksia
F %
f % F
Preeclampsia 25 28,7 6 8,3 31 0.876
tidak
62 71,3 66 91,7 128
Jumlah
87 100 72 100 159
Berdasarkan tabel diatas
dapat diketahui bahwa analisis data
hubungan preeklampsia dengan
kejadian asfiksia bayi baru lahir di
RSUD Ambarawa diperoleh hasil,
ibu bersalin yang mengalami
preeklampsia
lebih
banyak
melahirkan bayi asfiksia sejumlah
28,7%
dibanding yang tidak
asfiksia sejumlah 8,3%. Ibu
bersalin yang tidak preeklampsia
lebih banyak melahirkan bayi tidak
asfiksia yaitu sejumlah 91,7%
dibanding yang asfiksia sejumlah
71,3%.
Berdasarkan tabel di atas
dapat diketahui bahwa tingkat
resiko antara faktor preeklampsia
dengan
kejadian
asfiksia
neonatorum ditunjukkan dengan
nilai OR sebesar 4,435, sehingga
dapat dinyatakan bahwa ibu
bersalin dengan preeklampsia 4,4
kali lebih besar dibandingakan
dengan ibu yang tidak dengan
preeklampsia.
Hasil
analisis
bivariat dengan menggunakan uji
| 123
chi square didapat p-value 0,002.
Oleh karena p-value = 0,002< α
(0,05), maka Ho ditolak, sehingga
dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan antara preeklampsia
dengan
kejadian
asfiksia
neonatorum di RSUD Ambarawa
Kabupaten Semarang.
Ibu
yang
mengalami
preeklampsia
cenderung akan
melahirkan bayi yang asfiksia.
Disfungsi
endotel
akan
mengakibatkan
gangguan
keseimbangan
antara
hormon
vaskontrikstor
(endotelin,
tromboksan, angiostensin) dan
vasolidator
(nitrioksida,
prostasiklin), vasokontriksi yang
meluas
akan
menyebabkan
hipertensi (Cuningham, 2010).
KESIMPULAN
1. Sebagian besar bayi yang dilahirkan di
RSUD Ambarawa adalah dari usia
kehamilan tidak normal 84 responden
(52,8%).
2. Sebagian besar dari ibu yang
mengalami preeklampsia (19,5%)
melahirkan bayi
asfiksia yaitu
sejumlah (28,7%) responden.
3. Sebagian besar bayi yang dilahirkan
mengalami asfiksia neonatorum yaitu
sejumlah 87 responden (54,7%).
4. Ada hubungan antara usia kehamilan
dengan kejadian asfiksia neonatorum
bayi baru lahir dengan p-value = 0,000
< α (0,05) dengan nilai OR sebesar
3,961.
124 |
5. Ada hubungan antara preeklampsia
dengan kejadian asfiksia neonatorum
bayi baru lahir dengan p-value =
0,002< α (0,05) dengan nilai OR
sebesar 4,435.
DAFTAR PUSTAKA
Arief Mansjoer. 2010. Kapita Selekta
Kedokteran, edisi 4. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI.
Bobak I. 2004. Buku Ajar Keperawatan
Maternitas Edisi 4. Jakarta: EGC.
Dinas Kesehatan Kota Semarang.2014.
Profil Kesehatan Kota Semarang.
Henderson, C., Jones K. 2006. Buku Ajar
Konsep Kebidanan. Jakarta: EGC.
Lee. ACC., Mullany. LC & Adhakari, A.
2009.
Faktor
for
Neonatal
Mortality Due to Birth Asphyksia in
Soutrem
Nepal.
Retrevid
28/05/2016.
From
http://www.Scribd.com/12912749_
um_final.
Prawirohardjo. Ilmu kebidanan. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo : 2010.
Wiknjosastro,hanifa. 2010. Ilmu kebidanan.
Jakarta:Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo.
. 2008, Metode Penelitian
Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta
.2010.Kesehatan Masyarakat
Ilmu dan seni.Jakarta : Rineka
Cipta
.2012. Promosi Kesehatan dan
Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka
Cipta
Download