iii. metode - IPB Repository

advertisement
III. METODE
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Lokasi yang dipilih untuk melakukan pemodelan dilakukan di Sub DAS
Gumbasa, DAS Palu, Propinsi Sulawesi Tengah dan Sub DAS Cisadane Hulu di
Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor. Pemilihan ke dua Sub DAS ini
dikarenakan pada ke dua wilayah tersebut mewakili kondisi iklim di Indonesia
yang berbeda yaitu iklim basah dan iklim kering seperti yang disajikan pada
Gambar 3. Sub DAS Gumbasa di Palu mewakili kondisi dengan pola hujan yang
rendah di lembah Palu, di Pulau Sulawesi dan Sub DAS Cisadane hulu mewakili
kondisi hujan tropis dan berada di pegunungan vulkanik dengan curah hujan yang
tinggi di daerah pegunungan di Pulau Jawa bagian Barat.
Sumber : Winarso dan Mcbridge (2004)
Gambar 3. Pembagian wilayah Indonesia menurut pola curah hujan dan
penyebaran awan
18
Faktor lain dalam pemilihan lokasi adalah terdapat data pengukuran yang
lengkap sehingga dapat digunakan untuk validasi dan kalibrasi model SWAT.
Pada Sub DAS Gumbasa terdapat data iklim dan cuaca yang lengkap karena
merupakan bagian dari riset STORMA sejak Tahun 2002 - 2008 dan di Sub DAS
Cisadane juga terdapat stasiun klimatologi dan data hidrologi pada Stasiun
Pengamat Arus Sungai (SPAS) yang kontinyu yang diukur oleh Kantor Balai
Pengelolaan DAS (BPDAS) Citarum Ciliwung, Kementerian Kehutanan dengan
interval waktu 30 menit dengan peralatan yang otomatis yang sudah terpasang
sejak Desember 2007 – Januari 2010. Ke dua lokasi penelitian juga berbatasan
langsung dengan Taman Nasional, Sub DAS Gumbasa berbatasan langsung
dengan Taman Nasional Lore Lindu dan Sub DAS Cisadane Hulu berbatasan
langsung dengan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Dengan kondisi ini
maka dapat diketahui dan disimulasikan peranan hutan alam dalam mengatur tata
air di dalam suatu DAS. Keadaan umum masing masing lokasi adalah sebagai
berikut :
Sub DAS Gumbasa
Lokasi studi di Sub DAS Gumbasa terletak di 1o 01’ 04” – 1o 30’ 01” LS
dan 119o 55’ 44” – 120o 18’ 47” BT. Secara administrasi berada di wilayah
Kecamatan Dolo, Biromaru, Parigi, Kulawi dan Lore Utara, Kabupaten Donggala
Propinsi Sulawesi Tengah. Lokasi Daerah Irigasi Gumbasa berada di Kampung
Pandere Kecamatan Dolo.
Luas Sub DAS Gumbasa 120.292,3 ha dengan
panjang sungai utama  98,75 km kondisi geografis ditunjukkan pada Gambar 4.
19
Gambar 4. Lokasi Studi di Sub DAS Gumbasa, Sulawesi Tengah
Sub DAS Cisadane
Sub DAS Cisadane Hulu secara geografis terletak pada koordinat 6o 45’
29’ 5’’ LS dan 106o 55’ 40” BT dengan luas total areal 1.812 ha yang terletak di
Desa Pasir Buncir, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor. Data selengkapnya
dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Peta situasi Sub DAS Cisadane Hulu, Kabupaten Bogor.
20
3.2. Alat dan Bahan
Alat utama yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari seperangkat
Automatic Water Level Record (AWLR) dan Automatic Weather Station (AWS).
Software
GIS
yang
digunakan
adalah
ArcView
3.X
dengan
extensi
AVSWAT2000 (Di Luzio, et al. 2002; Di Luzio et al. 2004) dan untuk kalibrasi
model menggunakan SWAT CUP dengan algoritma Sequential Uncertainty
Fitting Version2 (SUFI2), (Abbaspour et al. 2004; Abbaspour et al. 2007).
Bahan dan data yang digunakan terbagi menjadi data spasial dan data
tabel. Data spasial yang digunakan di Sub DAS Gumbasa tersaji dalam Tabel 2.
Data tabel berupa data debit sungai harian yang digunakan untuk kalibrasi dan
verifikasi model merupakan hasil pengamatan data tinggi muka air sungai yang
telah dikonversi menjadi data debit sungai dengan unit m3/s di tahun 2004. Data
tersebut berasal dari AWLR terletak di .Pandere, Kecamatan. Dolo, Kabupaten.
Donggala, Propinsi . Sulawesi Tengah.
Data cuaca harian (curah hujan, suhu
udara, kelembaban udara, radiasi surya, kecepatan angin) berasal dari 7 AWS
Tahun 2002 -2005.
Tabel 2. Kualifikasi Data yang digunakan di Sub DAS Gumbasa
DEM
Skala /
Sumber
resolusi
90 m SRTM
(http://srtm.csi.cgiar.org/SELECTI
ON/inputCoord.asp)
Kontur
1:50.000 RBI Bakosurtanal
Jaringan Sungai
1:50.000 RBI Bakosurtanal
Data Spasial
Lokasi AWS
Tutupan Lahan Tahun 2003
Tanah
- STORMA
30 m Interpretasi Citra Landsat 7 ETM
1: 250.000 Puslit Tanah, Bogor
21
Sensor pengukur cuaca yang terpasang di AWS meliputi pengukur tinggi
curah hujan, suhu, kelembaban udara, radiasi surya, arah angin dan kecepatan
angin. Lokasi AWS selengkapnya disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Lokasi AWS di Sub DAS Gumbasa
Kode
Lokasi
Lintang*
Bujur*
Ketinggian(m dpl)
pl01
Sigimpu
-1,09228
119,97983
639,50
pl02
Rore Katimbu
-1,28157
120,31240
2274,70
pl03
Nopu (Rahmat)
-1,17947
120,08368
601,70
pl04
Rore Katimbu
-1,30938
120,30905
2025,00
pl07
Pandere
-1,19822
119,94232
93,25
pl10
Mutiara Palu (airport)
-0,91582
119,90552
79,50
pl12
Toro
-1,50390
120,03532
788,00
Ket: *) Format koordinat lokasi dalam decimal degree
Data spasial yang digunakan di Sub DAS Cisadane Hulu tersaji dalam
Tabel 4. Data tabel debit sungai berasal dari data yang tersimpan dalam AWLR
yang terpasang di lokasi dari sejak Januari 2008 - Januari 2010.
Tabel 4. Kualifikasi Data yang digunakan di Sub DAS Cisadane Hulu
Data Spasial
DEM
Skala /
Sumber
resolusi
90 m SRTM
(http://srtm.csi.cgiar.org/SELECT
ION/inputCoord.asp)
Kontur
1:25.000 RBI Bakosurtanal
Jaringan Sungai
1:25.000 RBI Bakosurtanal
Lokasi AWS
Tutupan Lahan Tahun 2005
Tanah
- BPDAS Citarum Ciliwung
15 m Interpretasi Citra SPOT 5
1: 250.000 Puslit Tanah, Bogor
22
3.3. Sistem Dinamika Tata Air DAS
Dalam rangka mengkaji pengaruh penutupan lahan dan tipe penggunaan
lahan terhadap tata air dan distribusi air termasuk di dalamnya skenario perubahan
iklim dan penggunaan lahan, maka harus dilakukan pemodelan berbasis unit
terkecil dari Sub DAS yang masih bisa dibatasi. Proses hidrologi yang disimulasi
untuk menghitung debit sungai dan sedimen seperti ditunjukkan pada diagram alir
seperti Gambar 6.
Sumber : modifikasi dari Di Luzio et al. (2002)
Gambar 6. Skema proses hidrologi dalam model SWAT
23
Pemodelan yang dilakukan merupakan model berbasis DAS. Resolusi
temporal yang dapat disimulasi adalah data harian, bulanan atau tahunan. Model
yang digunakan harus mampu mensimulasikan dampak perubahan tutupan lahan
terhadap ketersediaan sumber daya air. Komponen utama model terdiri dari sub
model iklim, hidrologi, pertumbuhan dan perkembangan vegetasi, kualitas air, dan
aktivitas pengolahan lahan. Pemodelan menggunakan
Hydrology Respon Unit
(HRU) atau Unit Respon Hidrologi (URH) sebagai unit terkecil analisis yang
mempunyai karaktersitik yang sama dalam tipe penutupan lahan, manajemen, dan
sifat-sifat
tanah yang homogen.
Skenario perubahan tutupan lahan yang
digunakan terdapat 10 skenario dan untuk perubahan hujan meliputi 3 skenario.
Analisis juga dilakukan terhadap perubahan tutupan lahan dan perubahan curah
hujan. Periode simulasi hujan untuk Sub DAS Gumbasa dilakukan dari Tahun
2002 – 2050 dengan resolusi bulanan.
3.4. Pemetaan Sifat Hidrologi Permukaan
Fisiografi permukaan lahan sangat mempengaruhi sifat-sifat hidrologi
suatu DAS. Karakteristik hidrologi permukaan yang penting adalah derajat dan
arah kemiringan permukaan, arah aliran, akumulasi aliran, jaringan aliran (stream
network) dan pembagian Sub-DAS. Analisis topografi dapat digunakan untuk
mengetahui karakteristik hidrologi permukaan (Mohamed et al., 2011; Wu dan
Huang, 2007; Maidment dan Djokic, 2000). Dalam sistem informasi geografi
(SIG) data topografi ini terlebih dahulu dikonversi sebagai data Digital Elevation
Model (DEM). Secara ringkas Gambar 7 menyajikan tahapan penurunan
parameter hidrologi permukaan dengan masukan data DEM. Pada umumnya
algoritma paling banyak yang digunakan dalam analisis ini adalah algoritma D8
24
(O’Callaghan dan Mark, 1984; Mark, 1984). Algoritma ini memanfaatkan 8 cell
di sekitarnya untuk menurunkan karakteristik hidrologi permukaan.
Gambar 7. Tahapan pemetaan sifat hidrologi permukaan.
Derajat dan arah kemiringan lahan (slope)
Kemiringan suatu permukaan ditentukan oleh perbedaan tinggi pada dua
tempat yang berbeda. Penggambaran perbedaan ketinggian antar lokasi dapat
dinyatakan sebagai ketinggian setiap sel di mana setiap nilai ketinggian diberikan
dua indeks yang menyatakan koordinat lokasi (h(i,j)), Gambar 8.
Gambar 8. Skema penggambaran ketinggian di dalam setiap sel.
25
Untuk menyatakan besarnya kemiringan suatu lahan dapat digunakan
satuan derajat kemiringan yang didapatkan dari tangen sudut (Tan(α)) yang
dibentuk oleh dua tempat dengan ketinggian yang berbeda, atau dinyatakan
sebagai persen yang didapatkan dari rasio antara nilai ketinggian dengan jarak
proyeksi horizontal antara dua tempat tersebut terhadap sumbu x dan y. Secara
matematis kemiringan lahan (S) dapat dihitung dengan persamaan sebagai
berikut:
S
dz
dx 2 dy 2
.................................................... (1)
Arah aliran
Arah aliran dimodelkan sebagai satu bentuk hasil turunan yang didapatkan
dari arah kemiringan lahan suatu sel. Seperti telah diketahui, bahwa setiap sel
mempunyai data ketinggian yang unik, sehingga untuk menentukan arah suatu
aliran akan ditentukan dari nilai arah kemiringan lahan yang paling curam yang
didapatkan dari persamaan (1). Hal ini berarti bahwa untuk menentukan arah
aliran satu sel, maka harus dilakukan perhitungan nilai rasio ketinggian dan jarak
sel tersebut terhadap 8 sel di sekitarnya yang dibatasi oleh dua titik diagonal
koordinat (i-1, j-1) dan (i+1, j+1). Berikut source code untuk algoritma arah aliran
D8, di mana Smax merupakan arah aliran :
Smax : 0
For m : i-1 To j+1
For n : j-1 TO j+1
S
Z (i , j )  Z ( m, n )
X
 X ( m,n )  Y(i , j )  Y( m,n ) 
2
(i , j )
IF S > Smax Then Smax : S
Next n
Next m
...............................................(2)
2
26
Setelah didapatkan nilai S yang paling curam (Smax), maka arah aliran
suatu sel akan dinyatakan sebagai bilangan 2n. Hal ini dimaksudkan untuk
mempermudah penggunaan informasi arah aliran tersebut bagi penurunan peubah
dan parameter lain yang akan digunakan dalam penelitian ini. Arah aliran tersebut
akan menunjuk pada 6 sel di sekitar sel yang ditentukan arah alirannya (sel
target).
Gambar 9 menunjukkan nilai arah-arah aliran dan contoh hasil
perhitungan yang telah dilakukan untuk menentukan arah aliran (F dir).
Gambar 9. Nilai arah aliran dan contoh hasil perhitungan arah aliran.
Akumulasi Aliran
Akumulasi aliran adalah jumlah sel yang terakumulasi di suatu sel tertentu
yang disebabkan oleh arah aliran sel-sel dalam suatu data DEM mengarah pada
sel tersebut. Pemodelan akumulasi aliran ini berguna untuk menentukan jumlah
air limpasan permukaan yang diterima oleh suatu tempat atau titik dalam suatu
DAS. Jika kemudian titik tersebut dianggap sebagai keluaran (outlet) bagi suatu
jaring-jaring aliran, maka sel tersebut akan mendapatkan jumlah sel yang paling
besar jika dibanding dengan sel lain dalam suatu DAS yang sama. Secara
27
matematis, akumulasi aliran (Facc) ini dimodelkan sebagai fungsi dari arah aliran
(Fdir) dengan persamaan sebagai berikut :
(
)
∑((
)
)
(
).............................(3)
Berdasarkan pada persamaan (3), maka dengan menggunakan contoh pada
Gambar 8 akan didapatkan jumlah sel yang terakumulasi pada suatu sel tertentu
seperti yang disajikan pada Gambar 10.
Dalam batasan suatu DAS, nilai
akumulasi aliran sama dengan nol menunjukkan bahwa pada tempat-tempat
tersebut merupakan batas DAS atau Sub DAS berupa punggung-punggung bukit.
Gambar 10. Hasil perhitungan akumulasi aliran
Jaringan aliran (stream network)
Setelah parameter permukaan seperti kemiringan, arah aliran dan
akumulasi ditentukan, maka model berikutnya adalah penentuan jaringan aliran.
Jaringan aliran dapat disebut juga sebagai sungai atau badan air terbuka. Pada
parameter ini penentuannya ditentukan oleh parameter akumulasi aliran dengan
nilai atau jumlah tertentu. Pada kajian ini, jaringan aliran dimodelkan dengan
sebuah asumsi bahwa jumlah sel akumulasi aliran dan jumlah tersebut berfungsi
sebagai peubah aliran permukaan. Berikut ini adalah model matematis penentuan
jaringan aliran:
28
Stream  FAcc( norder )  nCelltreshold( norder ) ..........................(4)
di mana :
Stream
: badan aliran/sungai
nCelltreshold(n-order) : Jumlah sel minimum yang disyaratkan pada order
yang
sama sehingga suatu sel dapat dikatakan sebagai sungai/
badan air.
Pada kajian ini yang dianggap sebagai badan aliran air atau sungai jika
suatu sel mengakumulasi jumlah sel tertentu yang ditentukan secara bebas atau
dengan kata lain nilai nCelltreshold(n-order) menjadi peubah bebas tergantung
dengan tingkat ketelitian hasil model yang diinginkan, sehingga semakin kecil
luas daerah kajian maka dimasukkan nilai yang kecil, begitu pula sebaliknya.
Batas-batas sub DAS
Suatu DAS terdiri dari beberapa Sub DAS. Seperti halnya penentuan
jaringan aliran, maka batas-batas Sub DAS dimodelkan dengan menggunakan
nilai akumulasi sel sebagai parameter masukannya. Pada bagian sebelumnya telah
dijelaskan bahwa nilai akumulasi aliran sama dengan nol menunjukkan bahwa
suatu tempat adalah punggung bukit yang secara fisik merupakan suatu titik yang
digunakan untuk membatasi satu Sub DAS dengan Sub DAS yang lain. Secara
matematik, penentuan batas-batas Sub DAS dimodelkan sebagai berikut:
SubDAS  FAcc  nCelltreshold ............ ....................................(5)
nCelltreshold adalah nilai yang digunakan untuk menentukan jumlah minimum
sel yang disyaratkan dalam menentukan Sub DAS. Nilai nSel ini berasosiasi
dengan luas minimum suatu area yang dapat dianggap sebagai suatu sub DAS.
29
3.5. Pemodelan Hidrologi dan Erosi
Persamaan neraca air umum DAS yang digunakan dalam model SWAT
(Luzio et al., 2004), dirumuskan sebagai berikut:
SWt  SWt 1  Rdayt  (Qsurft  Eat  Wseept  Qgwt ) ….........……..(6)
di mana
SWt
: kandungan kadar air tanah pada hari ke-t (mm H2O)
SWt-1
: kandungan kadar air tanah awal pada hari ke t-1
Rday t : curah hujan harian pada hari ke-t (mm H2O
Qsurft
: run off pada hari ke –t (mm H2O)
Eat
: evapotranspirasi aktual pada hari ke –t (mm H2O)
Wseept : total air yang keluar dari lapisan tanah pada hari ke –t (mm H2O)
Qgwt
: total air yang mengalir kembali ke sungai pada hari ke-t (mm H2O)
t
: waktu dalam hari
di dalam Neitsch et al., 2002; Di Luzio et al., 2004 seluruh prosedur untuk
menghitung setiap komponen neraca air tersebut diuraikan.
Evapotranspirasi
Dalam model SWAT, perhitungan evapotranspirasi potensial (ETP) dapat
dilakukan dengan 3 metode yaitu Penman-Monteith, Priestley-Taylor dan
Hargreaves. Metode Penman-Monteith memerlukan input radiasi surya, suhu
udara, kelembaban udara dan kecepatan angin. Metode Priestley-Taylor hanya
memerlukan input radiasi surya, suhu udara dan kelembaban udara sedangkan
metode Hargreaves hanya memerlukan input data suhu udara. Dalam kajian ini
metode perhitungan ETP yang digunakan adalah Penman-Monteith (Penman,
1956; Monteith, 1981; Allen, 1986; Allen et al., 1986). Persamaan Metode
Penman-Monteith untuk menghitung ETP adalah sebagai berikut:
30
.( H net
E 
  air .c p . ezo  ez
 G)  
ra

r
 .(1  c )
ra



.......................................................(7)
di mana :
-2
-1
λ
: fluks panas laten penguapan (MJ m d )
E
: evaporasi (mm d )
Δ
: slope dari kurva tekanan uap jenuh dan suhu udara (de/dT) (kPa °C )
-1
-1
-2 -1
H
: radiasi netto (MJ m d )
G
: fluks panas laten permukaan tanah (MJ m d )
ρ
air
: massa jenis udara (kg m )
c
p
: kalor spesifik pada tekanan tetap (MJ kg °C )
net
-2
-1
-3
eo
-1
z
-1
: tekanan uap air jenuh pada ketinggian z (kPa)
e
: tekanan uap air pada ketinggian z (kPa)
T
: tetapan psikometri (kPa °C )
r
c
: resistensi pada kanopi (s m )
a
: tahanan difusi pada lapisan udara (resistensi aerodinamis) (s m )
z
r
-1
-1
-1
Perhitungan evaporasi curah hujan yang terintersep kanopi, transpirasi
oleh vegetasi, evaporasi dari permukaan tanah dan tubuh air (sungai, reservoir)
sangat menentukan keseimbangan air dalam DAS. Jumlah air yang hilang melalui
evaporasi dan transpirasi ini sebagai evapotranspirasi aktual. Oleh sebab itu
sangat penting mengetahui perbandingan antara laju evapotranspirasi aktual
dengan laju evapotranspirasi potensial.
Perhitungan
untuk
menduga
evapotranspirasi
aktual
terdiri
dari
perhitungan evaporasi curah hujan yang tertahan oleh kanopi tajuk, menghitung
31
laju transpirasi melalui vegetasi dan menghitung evaporasi dari permukaan tanah
dan tubuh air.
Jika resolusi temporal model harian, maka metode SCS yang digunakan
untuk menghitung besarnya air yang tertahan di permukaan. Jumlahnya sebanding
dengan besarnya nilai initial abstraction-nya (Ia). Lain halnya jika Jika resolusi
temporal model lebih detil lagi (jam-jaman), maka metode yang digunakan adalah
metode Green and Ampt, curah hujan yang terintersepi oleh kanopi dihitung
terpisah.
Jumlah air yang ditranspirasikan oleh vegetasi sebanding dengan jumlah
air yang diambil oleh vegetasi (water uptake). Jumlah water uptake potensial oleh
vegetasi dihitung dengan rumus (Di Luzio et al., 2004):
wup , z 

Et
z 
. 1  exp(  .
)
zroot 
1  exp( ) 
wup ,ly  wup ,lz  wup ,uz
.........................................(8)
Prosedur untuk menghitung faktor ketersedian air tanah terhadap water uptake (Di
Luzio et al., 2004):
'
wup
,ly  wup ,ly  wdemand .epco
if SWly  (0.25. AWCly ) then
 

SWly
"
'
wup

w
.exp
5.

1



,ly
up ,ly
  0.25. AWCly   ..........................................(9)
''
'
else : wup
,ly  wup ,ly
endif
Jumlah air aktual yang ditranspirasikan dari vegetasi merupakan jumlah air yang
diambil tanaman dari zona perakarannya. Prosedur untuk menghitung water
uptake dan transpirasi aktual (Di Luzio et al., 2004).
32
"

wactualup ,ly  min  wup
,ly , ( SWly  WPly ) 
n
wactualup   wactualup ,ly
...............................................(10)
ly 1
Et ,act  wactualup
di mana :
Es ,act
: jumlah evaporasi aktual dari tanah (mm)
w
up,z
: water uptake potensial dari kedalaman tanah z (mm)
w
: parameter distribusi penggunaan air (default value : 10)
root
: kedalaman perakaran dalam tanah (mm)
β
z
w
w
w
up,ly
: water uptake potensial dari lapisan tanah ly (mm)
up,lz
: water uptake potensial dari bagian bawah lapisan tanah ly (mm)
up,uz
: water uptake potensial dari bagian atas lapisan tanah ly (mm)
'
wup
,ly
: water uptake potensial yang terkoreksi (mm)
"
wup
,ly
: water uptake potensial yang terkoreksi ketersediaan air tanah (mm)
AWCly
: ketersediaan air tanah (mm)
wactualup ,ly
: water uptake aktual di setiap lapisan tanah ly (mm)
wactualup
: total water uptake aktual (mm)
Et ,act
: transpirasi aktual dari vegetasi (mm)
E
: jumlah evaporasi maksimum dari vegetasi (mm)
s
Evaporasi dari permukaan tanah merupakan jumlah air yang dapat
dievaporasikan dari tanah sangat tergantung evaporatif water demand di atmosfer
dan ketersediaan air dalam tanah.
(Di Luzio et al., 2004)
Prosedur untuk menghitung evaporasi aktual
33
Es  E0' .cov sol : cov sol  exp( 5.0 x10 5.CV )

E .E ' 
............................................(11)
Es'  min  Es , s 0 
Es  Et 

Untuk menghitung evaporasi tanah maksimum untuk setiap lapisan tanah, adalah
sebagai berikut (Di Luzio et al., 2004)
z
z  exp(2.374  0.00713.z ) .....................................................(12)
 Esoil ,lz  Esoil ,uz .epco
Esoil , z  Es' .
Esoil ,ly
Untuk menghitung pengaruh ketersedian air terhadap evaporasi tanah, adalah
sebagai berikut (Di Luzio et al., 2004)
if SWly  FCly then
 2.5.( SWly  FCly ) 
'
Esoil

E
.exp


,ly
soil ,ly
FC

WP
ly
ly

 ...........................................(13)
'
else : Esoil ,ly  Esoil ,ly
endif
Prosedur untuk menghitung evaporasi tanah aktual, adalah sebagai berikut (Di
Luzio et al., 2004) :
"
 '

Esoil
,ly  min  Esoil ,ly , 0.8*( SWly  WPly ) 
n
"
Es ,act   Esoil
,ly
...........................................................(14)
ly 1
Dimana :
E0′
: evapotranspirasi potensial yang terkoreksi oleh evaporasi dari
kanopi (mm)
E′s
: evaporasi maksimum dari tanah yang terkoreksi (mm)
cov
: indeks penutupan tanah
CV
: jumlah residu dan biomassa di permukaan tanah (Kg/Ha)
E
: evaporative water demand di kedalaman z (mm)
sol
soil,z
34
Z
: kedalaman tanah (mm)
E
: evaporasi di lapisan tanah ly (mm)
E
: evaporasi di bagian bawah lapisan tanah ly (mm)
E
: evaporasi di bagian atas lapisan tanah ly (mm)
Esco
: evaporasi soil compensation coefecient
E’
: evaporasi di lapisan tanah ly yang terkoreksi oleh ketersedian air
soil,ly
soil,zl
soil,zu
soil,ly
tanah(mm)
SW
ly
: kandungan air tanah di lapisan tanah ly (mm)
FC
ly
: kapasitas lapang di lapisan tanah ly (mm)
WP
: titik layu permanen di lapisan tanah ly (mm)
E”
: jumlah evaporasi aktual dari lapisan tanah ly (mm)
ly
soil,ly
Run off (Qsurf)
Untuk menghitung run off atau limpasan permukaan, model SWAT
menggunakan metode SCS (SCS, 1972; Rallison dan Miller, 1981). Metode ini
dikembangkan untuk menghitung jumlah run off pada tutupan lahan dan jenis
tanah yang bervariasi. Persamaan run off dengan metode SCS seperti di bawah
ini, dimana abstraksi awal (Ia) sebesar 0.2S. Limpasan permukaan akan terjadi
jika curah hujan (Rday) lebih besar dari Ia.
Qsurf 
( Rday  0.2S )2
( Rday  0.8S )
.....................................................................................(15)
Parameter retensi (S) bervariasi tergantung jenis tanah, penutupan lahan,
kelerengan, teknik pengelolaan lahan dan kandungan air tanah. Parameter retensi
didefinisikan sebagai berikut:
1000

S  25.4. 
 10 ......................................................................................(16)
 CN

35
di mana,
Qsurf
Rday
Ia
: limpasan permukaan (mm)
: curah hujan pada satu hari (mm)
: abstraksi awal termasuk simpanan permukaan, intersepsi tajuk
dan infiltrasi sebelum terjadi aliran permukaan
S
CN
: parameter retensi (mm)
: SCS Curve Number
Limpasan permukaan maksimum (peak run off) dihitung dengan memodifikasi
metode rasional (rational method) dengan persamaan sebagai berikut:
q peak 
 tc .Qsurf . Area
3.6.tconc
.................................................................................(17)
di mana :
qpeak
α
: laju limpasan permukaan maksimum (m3 s-1)
: fraksi curah hujan yang terjadi selama waktu konsentrasi
Qsurf
Area
tconc
:
:
:
tc
limpasan permukaan (mm)
luas wilayah sub DAS (km2)
waktu konsentrasi pada sub DAS (jam)
Fraksi curah hujan yang terjadi selama waktu konsentrasi (α ) dihitung dengan
tc
persamaan sebagai berikut:
tc  1  exp  2.tconc .ln(1  0.5  .................................................................(18)
di mana :
0.5
: fraksi hujan harian yang jatuh selama setengah jam-an intensitas
curah hujan tertinggi
Prosedur untuk menghitung fraksi hujan harian yang jatuh selama setengah jaman intensitas curah hujan tertinggi (0.5) disajikan dalam pembakitan data hujan.
Waktu konsentrasi (tconc) adalah jumlah waktu aliran di lahan (overland flow time
/ tov) dan waktu aliran di sungai (channel flow time / tch):
36
tov 
0.6
L0.6
slp .n
18.slp 0.3
0.62.L.n0.75
dan tch 
Area 0.125 .slpch0.375
...........................................(19)
di mana :
tov
: waktu konsentrasi untuk aliran di lahan (jam)
tch
: waktu konsentrasi untuk aliran di sungai (jam)
Lslp
: panjang lereng sub DAS (m)
L
: rata-rata panjang aliran sungai pada sub DAS (km)
Slp
: rata-rata lereng di lahan (m m ).
slpch
: rata-rata lereng di sungai (m m ).
: koefesien kekasaran manning
N
-1
-1
Pada saat waktu konsentrasi lebih dari 1 hari hal ini menyebabkan tidak semua
limpasan permukaan pada hari tersebut akan masuk sungai utama, ada yang
tertahan di lahan (mengalami lag). SWAT menghitung hal tersebut dengan
persamaan sebagai berikut:

 surlag  
'
Qsurf  (Qsurf
 Qstor ,i 1 ). 1  exp 
  ............................................(20)
t
 conc  

di mana :
Qsurf
: jumlah aliran permukaan yang mencapai sungai utama pada satu hari
(mm)
Q’surf
: jumlah aliran permukaan yang dibangkitkan pada sub DAS dalam
satu hari (mm)
Qstor,i-1 : jumlah aliran permukaan yang tersimpan dari hari sebelumnya (mm)
Surlag : koefisien jeda aliran permukaan
tconc
: waktu konsentrasi pada sub DAS (jam)
Pengaruh jeda aliran permukaan dan waktu konsentrasi terhadap fraksi aliran
permukaan yang mencapai sungai dideskripsikan oleh Gambar 11.
37
Gambar 11. Pengaruh jeda aliran permukaan dan waktu konsentrasi terhadap
fraksi aliran permukaan yang mencapai sungai (Neitsch et al.,
2002; Di Luzio et al, 2004)
Perkolasi (Wseep)
Dalam model SWAT, perkolasi dihitung setiap lapisan tanah. Perkolasi terjadi
jika KAT ( SWly ) pada lapisan tersebut melebihi kapasitas lapangnya ( FCly ).
Secara matematika, prosedur tersebut dinyatakan sebagai berikut :
SWly  FCly  SWly ,excess  SWly  FCly
SWly  FCly  SWly ,excess  0
.............................................................(21)
Jumlah air yang diperkolasikan ke lapisan yang di bawahnya dihitung dengan
metode storage routing. Persamaan yang digunakan untuk menghitung jumlah air
yang diperkolasikan ke lapisan di bawahnya ( wperc ,ly ) adalah sebagai berikut :

 t  
wperc ,ly  SWly ,excess 1  exp 
  ..................................................................(22)

TT

 perc  

di mana : TTperc 
SATly  FCly
Kly
.........................................................................(23)
SATly : Jumlah air dalam kondisi jenuh (mm) pada lapisan tanah ly
38
K ly
: Konduktifitas hidrolik jenuh pada lapisan tanah ly
TTperc : Travel time untuk perkolasi
Base flow (Qgw)
Air perkolasi ( wseep ) dari lapisan tanah selanjutnya memasuki akuifer
(groundwater storage). Air yang keluar dari profil tanah ini mengalami delay (  gw
) ketika memasuki akuifer. Lamanya delay ini tergantung kepada tinggi water
table dan karakteristik hidrolik formasi geologi di sekitar groundwater zona
sehingga jumlah air yang keluar dari profil tanah dengan jumlah air yang
memasuki groundwater storage berbeda. Venetis (1969) and Sangrey et al. (1984)
telah merumuskan jumlah air yang masuk ke groundwater storage dari profil
tanah ( wrchrg ,i )sebagai berikut
wrchrg ,i  wrchrg ,i 1.exp
 1 


  gw 
 wseep .(1  exp
 1 


  gw 
) .........................(24)
di mana δgw merupakan delay time (hari) karena faktor karakteristik hidrolik
formasi geologi di sekitar groundwater zone.
Air yang tertampung dalam groundwater storage
akan memberikan
kontribusi terhadap aliran sungai sebagai baseflow jika jumlah airnya (
aqsh
)
melebihi nilai ambang spesifik groundwater storage untuk mengalirkan base
flow(
aqshthr ,q
). Besarnya baseflow ini sangat tergantung kepada faktor baseflow
recession constant (αgw ). Prosedur untuk menghitung baseflow sebagai berikut:
  g w 
aqsh  aqshthr ,q  Qgwi  Qgwi 1.exp 
aqsh  aqshthr ,q  Qgwi  0
  g w 
 Wrchrg ,sh .(1  exp 
)
.............(25)
39
Jika tidak ada masukan dari komponen yang lain, besarnya baseflow sebagai
berikut:
  g w 
aqsh  aqshthr ,q  Qgwi  Qgwi 1.exp 
aqsh  aqshthr ,q  Qgwi  0
......................................................(26)
Erosi dan Sedimen
Perhitungannya erosi dalam model
MUSLE
SWAT menggunakan formula
(Modified Universal Soil Loss Equation; Williams, 1995). MUSLE
merupakan formula yang telah di modifikasi dari USLE (Wischmeier dan Smith,
1978).
Perbedaan yang mendasar antara MUSLE dan USLE adalah
1. MUSLE tidak menggunakan faktor energi hujan sebagai trigger penyebab
terjadinya erosi melainkan menggunakan faktor limpasan permukaan sehingga
MUSLE tidak memerlukan faktor sediment delivery ratio (SDR). Faktor
limpasan permukaan mewakili energi yang digunakan untuk detaching dan
transporting sedimen (Williams, 1975).
2. Output USLE menduga erosi tahunan sedangkan MUSLE dapat menduga
erosi setiap kejadian hujan.
3. Faktor sediment delivery ratio (SDR) tidak diperlukan lagi dalam MUSLE
untuk menghitung hasil sediment dari hasil erosi
Persamaan untuk menghitung jumlah sedimen yang berasal dari HRU adalah
sebagai berikut :
sed '  11.8.(Qsurf .q peak .areahru ).KUSLE .CUSLE .PUSLE .LSUSLE .CFRG
di mana,
(27)
...
40
Sed’
: sedimen yield dari HRU (tons)
Sed
: jumlah sedimen yang masuk sungai (tons)
sed′
: jumlah sedimen yang masuk sungai hari kemarin (tons)
q
: puncak laju run off (m /s)
stor,i-1
3
peak
: run off (mm) ha-1
Q
surf
area
: luas HRU (ha)
K
USLE
: faktor erodibilitas tanah (0.013 ton.m hr/(m -metric ton cm))
USLE
: faktor penutupan lahan
USLE
: faktor konservasi tanah dan air
hru
C
2
P
LS
USLE
:
faktor topografi
CFRG
:
faktor kekasaran
3
Untuk jumlah sedimen yang masuk sungai dihitung dengan persamaan sebagai
berikut :
  surlag 
sed  ( sed ' sed stor ,i 1 ).(1  exp 
) ...............................................(28)
t
 conc 
di mana :
Surlag
: surface run off lag coefficient
t
conc
: waktu konsentrasi (jam)
sed stor ,i 1
: jumlah sedimen yang tertahan dilahan pada hari sebelumnya (ton)
Aliran lateral dan base flow juga membawa sedimen masuk ke dalam sungai.
Jumlah sedimentasi yang berasal dari aliran lateral flow dan base flow dihitung
dengan persamaan berikut :
sedlat 
di mana,
(Qlat  Qgw ).areahru .concsed
1000
..........................................................(29)
41
Qlat
: lateral flow (mm)
Qgw
: base flow (mm)
areahru
: luas HRU (Km2)
concsed
: konsentrasi sedimen yang berasal dari lateral dan base flow
Sedlat
:(mg/l)
sedimen yang berasal dari lateral dan base flow (ton)
3.6. Pembangkitan Data Hujan
Suatu hari dikategorikan sebagai hari hujan jika curah hujan pada hari
tersebut lebih dari atau sama dengan 0,1 mm. Metode rantai markov orde 1
digunakan untuk menentukan hari hujan (Nicks, 1974; Richardson, 1981;
Richardson dan Wright, 1984). Metode ini memerlukan informasi peluang hari
hujan di mana hari sebelumnya hujan (Pi(W/W)) dan hari sebelumnya kering
(Pi(W/D)) rataan bulanan. Pembangkitan data hujan ini diperlukan untuk
menghitung puncak limpasan permukaan dan mensimulasi pola ketersedian air
sebagai dampak perubahan tutupan lahan dan jumlah CH di Sub DAS Gumbasa.
Untuk mendefinisikan hari hujan atau bukan selama proses pembangkitan
data, menggunakan data acak antara 0,0 dan 1,0 sebagai pembanding. Jika data
acak kurang dari atau sama dengan nilai peluang hari hujan maka didefinisikan
sebagai hari hujan, sebaliknya tidak terjadi hujan.
Ada dua model pola sebaran data hujan yang dibangkitkan, yaitu skew dan
eksponensial. Pola sebaran skew memerlukan data standar deviasi (  mon ) dan
skew coeffecient ( g mon ) curah hujan rataan bulanan. Persamaan dalam Nicks, 1974
dan Fiering, 1967 yang digunakan untuk menghitung jumlah curah hujan ( Rday )
dengan pola sebaran skew, sebagai berikut:
42
Rday
3
 

g mon   g mon  
  SNDday 
 .
  1  1 
6  6  


 mon  2. mon  

 .......................(30)
g mon




Untuk SNDday dihitung dengan persamaan berikut ini:
SNDday  cos(6.283.rnd2 ). (2.ln(rnd1 ) ................................………...(31)
Sebaran eksponensial memerlukan input yang lebih sedikit dan biasanya
digunakan pada wilayah yang data curah hujannya terbatas. Parameter yang perlu
ditetapkan terlebih dahulu adalah koefesien eksponensial (rexp). Nilai koefesien
ini berkisar antara 1,0 dan 2,0 (default value 1,3). Jika nilai meningkat, jumlah
curah hujan ekstrim selama satu tahun akan meningkat juga. Persamaan yang
digunakan adalah sebagai berikut:
Rday  mon .( ln(rnd1))r exp ......................................................................(32)
di mana :
Rday
:
jumlah curah hujan harian (mm H2O),
μmon
:
rata-rata curah hujan bulanan (mm)
σmon
:
standar deviasi curah hujan bulanan (mm)
SNDday
:
standar normal deviasi harian
gmon
:
skew coeffecient untuk curah hujan harian dalam satu bulan
Rday
:
jumlah curah hujan harian (mm)
rnd1
:
nilai acak antara 0,0 dan 0,1
rnd2
:
nilai acak antara 0,0 dan 0,1
Rexp
:
Koefesien eksponensial
Untuk menghitung puncak limpasan permukaan harian, model SWAT
membangkitan data curah hujan maksimum setengah jam-an. Prosedur untuk
43
menghitung fraksi hujan harian yang jatuh selama setengah jam-an intensitas
curah hujan tertinggi (0.5) adalah sebagai berikut:
1. Menghitung :
R0.5 sm( mon ) 
2. Menghitung : 
0.5( mon )
R0.5 x ( mon1)  R0.5 x ( mon )  R0.5 x ( mon 1)
3
.......(33)






R0.5 sm ( mon )


  ...............(34)
 adj0.5 . 1  exp



 
0.5

 mon .ln 
  

 yrs.dayswet   

3. Menentukan batas atas dan batas bawah fraksi hujan harian yang jatuh selama
setengah jam-an dari intensitas curah hujan tertinggi
 125 
 dan  0.5 L  0.02083 .........................................(35)
 Rday  5 
 0.5U  1  exp 
4. Membangkitkan data acak dengan menggunakan triangular distribution

  0.5 L 
if rand1   0.5 mon
 Then
  0.5U   0.5 L 
0.5

  rnd1.( 0.5U   0.5 L ).( 0.5 mon   0.5 L ) 
 0.5   0.5 mon . 0.5 L
 0.5U  ( 0.5U
else :  0.5   0.5 mon .
endif
 0.5 mean
0.5

(1  rnd1 )   0.5 L (1  rnd1 ) 
  0.5 mon ).  0.5U

 0.5U   0.5 mon


 0.5 mean
.(36)
R0.5 sm( mon )
: Rataan bulanan curah hujan 30 menit-an (mm)
R0.5 x ( mon )
: Curah hujan 30 menit-an maksimum pada bulan ke-mon (mm)
 0.5( mon )
: Fraksi rataan bulanan curah hujan 30 menit-an
adj0.5
: Faktor koreksi fraksi rataan bulanan curah hujan 30 menit-an
dayswet
yrs
: Jumlah hari hujan dalam sebulan (hari)
 0.5U
: Batas atas fraksi rataan bulanan curah hujann 30 menit-an
 0.5L
: Batas bawah fraksi rataan bulanan curah hujan 30 menit-an
rnd1
: Bilangan acak 1
 0.5mean
: Rataan fraksi curah hujan 30 menit-an
: Jumlah tahun data yang digunakan
Download