Uploaded by User71313

DANIATUL-PENGEMBANGAN PUPUK HAYATI KUALUPEAT-UNIVERSITAS RIAU

advertisement
PENGEMBANGAN PUPUK HAYATI KUALUPEAT DARI LIMBAH NANAS
DALAM UPAYA PENCEGAHAN KARHUTLA
Disusun untuk Mengikuti Lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional
Pekan Raya Biologi 2020
Disusun oleh :
Daniatul Isra
1705113853
Atiqatul Dzakirah
1705122342
David Ali Hermawan
1707122994
Dosen Pembimbing :
Dr. Suwondo, M.Si /NIP. 1968113 199103 1004
UNIVERSITAS RIAU
2019
PENGEMBANGAN PUPUK HAYATI KUALUPEAT DARI LIMBAH NANAS
DALAM UPAYA PENCEGAHAN KARHUTLA
Dr. Suwondo, M.Si, Daniatul Isra1*, Atiqatul Dzakirah2*, David Ali
Hermawan3*
[email protected] , 082285094732
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Program Studi Pendidikan Biologi
Universitas Riau 28293
ABSTRACT
Peat is a soil that is rich in organic matter because it is formed from the remains of plants that
have not weathered completely. The total area of peatlands in Indonesia is around 14.9
million ha, while it is estimated that it is still possible to use an area of 5.6 million ha.
Because of various obstacles, both from ecology and socio-economics, the use of peatlands is
very limited, while the contribution of peatlands to the expansion of agricultural areas is very
important. This makes the reason the farmers burn the land with the aim of increasing
peatland fertility. Increased land productivity which is only oriented towards maximizing
yield by relying on chemical fertilizers results in soil nutrient content being depleted and
thinning. For this reason, appropriate solutions are needed in line with energy efficiency and
in harmony with the environment, one of which is the development of KualuPeat
biofertilizers. Literature study results show that the development of KualuPeat Biofertilizers
by enriching Nitrogen-fixing microbes and Phosphate solvents can increase land productivity
and peat soil pH, and the wet weight of capri plants. Based on this literature review, the
authors believe that the development of KualuPeat Biofertilizers from pineapple skin waste
with enrichment of Bacillus sp and Azolla pinata algae can be an applicable solution for
farmers so that the available peatlands can be utilized optimally without burning land. Thus, it
is hoped that this innovation can prevent KARHUTLA that occur every year in Riau Province
Kewords : Peatlands, KualuPeat Biofertilizers, Pineapple Waste, KARHUTLA
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keterbatasan
tersedianya
lahan
pertanian yang produktif menyebabkan
pengembangan pertanian mengarah kepada
lahan-lahan marginal, salah satunya ialah
lahan gambut. Tercatat luas total lahan
gambut di Indonesia adalah sekitar 14,9
juta ha, tersebar di Sumatera, Kalimantan,
dan Papua (Wahyunto et al., 2014).
Gambut merupakan tanah yang kaya bahan
organik karena terbentuk dari sisa tanaman
yang belum melapuk sempurna (Agus dan
Subiksa, 2008). Tidak seluruh lahan itu
bisa dikembangkan, tetapi yang masih
mungkin untuk dimanfaatkan diperkirakan
seluas 5.6 juta ha (Subagyo et al., 1996).
Oleh karena berbagai kendala, baik dari
ekologi
maupun
sosial
ekonomi,
pemanfaatan lahan gambut sangat terbatas,
sedangkan kontribusi lahan gambut untuk
perluasan areal pertanian sangat penting.
Pada kondisi alami, tanaman pertanian
umumnya sulit tumbuh di lahan gambut
disebab-kan faktor penghambat yang
dimiliki lahan gambut begitu kompleks
mencakup kesuburan kimia, fisik dan
biologi yang kurang menguntungkan. Hal
ini antara lain disebabkan oleh pH rendah,
kejenuhan basa rendah, KTK tinggi, rasio
C/N tinggi, sehingga ketersediaan hara
makro dan mikro bagi tanaman rendah,
1
aktivitas mikroba rendah, dan berbagai
faktor-faktor penghambat lainnya. Kondisi
demikian tidak menunjang terciptanya laju
penyediaan hara yang memadai bagi
tanaman.
Untuk mengatasi kendala tersebut,
Cara pertama yang dilakukan petani untuk
meningkatkan produktivitas lahan gambut
adalah dengan membakar lahan. Alasannya
adalah bahwa abu hasil bakaran dapat
meningkatkan pH tanah gambut. Jika
ditinjau dari segi ekonomi, lahan gambut
yang dibakar memilki nilai jual tinggi
mencapai Rp.11.150.000 per hektar (Herry
Purnomo, 2015). Budaya membakar ini
juga dilakukan dalam skala luas yang
menyebabkan bencana kabut asap. Data
dari BNPB (2019) menyebutkan bahwa
kebakaran lahan dan hutan di Provinsi
Riau mencapai 49.226 hektar dengan
40.533 hektar merupakan lahan gambut.
Menurut Hermanto (2017), sifat kimia
tanah akibat kebakaran tidak akan dapat
memperbaiki kesuburan tanah dalam
jangka panjang tetapi hanya bersifat
sementara.
Peningkatan produktivitas lahan yang
hanya berorientasi pada pemaksimalan
hasil dengan mengandalkan pupuk kimia
mengakibatkan kandungan hara tanah
terkuras dan menipis (BB SDLP, 2008).
Beberapa penelitian untuk menghasilkan
teknologi yang dapat meningkatkan
kesuburan tanah tanpa menggunakan
pupuk kimia telah banyak di lakukan.
Salah satu teknologi yang saat ini
dikembangkan
adalah pengelolaan hara terpadu yang
mendukung pemanfaatan pupuk hayati.
Hal ini sejalan dengan kebijakan yang
dipilih dalam budidaya tanaman yakni
efisiensi energi dan selaras dengan
lingkungan.
Pupuk hayati merupakan pupuk yang
di dalamnya mengandung mikroba. Pupuk
ini mampu meningkatkan kesuburan tanah,
produktivitas tanaman, serta meningkatkan
jumlah mikroorganisme tanah (Pesakovic
et al. 2013). Produksi pupuk hayati dengan
teknologi konvensional dapat menghemat
penggunaan pupuk kimia hingga 50%,
berkurangnya pencemaran lingkungan dan
dampak lebih lanjut adalah menjamin
keberlanjutan kapasitas produksi lahan
(Goenadi, et al, 2000). Salah satu
contohnya
adalah
melalui
proses
komposting dengan memanfaatkan Limbah
nanas seperti kulit, dan bonggol nanas.
Provinsi Riau merupakan salah satu sentra
produksi nanas di Indonesia. Produksi
nanas pada tahun 2014 mencapai 107.438
ton dengan rata-rata produksi sebesar
85.053 ton. Sentra produksi nanas terbesar
di Provinsi Riau yaitu di Desa Kualu
Nanas, Kabupaten Kampar. Luas lahan
nanas yang ada di Desa Kualu Nanas ini
sebesar 1.050 Ha. Buah Nanas yang
diproduksi perhari nya sebanyak ± 40-50
buah/1 Ha kebun. Limbah nanas yang
dihasilkan perhari sebanyak ± 40-50 pohon
nanas. Sebagian masyarakat Desa Kualu
Nanas memanfaatkan buah nanas dalam
pembuatan keripik, dan bahan pangan
lainnya. Namun, pemanfaatan limbah
nanas seperti kulit nanas dan bonggol
belum dimanfaatkan secara optimal,
padahal kulit nanas dan bonggol nanas
mengandung karbohidrat yang tinggi
yang baik untuk pertumbuhan bakteri.
B. Tinjauan Pustaka
1. Lahan Gambut
Lahan gambut merupakan lahan sub
optimal harapan. Luas gambut di Indonesia
mencapai 14,95 juta ha, 55,4% diantaranya
berpotensi untuk pengembangan komoditas
pertanian termasuk nanas (Ritung et al.,
2011 dalam Istina, 2014). Nanas
merupakan
salah
satu
komoditas
perkebunan utama di Provinsi Riau,
terutama Desa Kualu Nanas, Kabupaten
Kampar.
Salah
satu
kendala
pengembangan komoditas nanas di lahan
gambut adalah rendahnya kandungan hara
tersedia yang diperlukan tanaman untuk
tumbuh dan berkembang; diantaranya
adalah unsur hara fosfat (Istina, 2014).
2
Fosfat merupakan salah satu unsur
hara makro yang penting setelah nitrogen
untuk pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Kurangnya asupan unsur P
menyebabkan
tidak
normalnya
pertumbuhan dan produksi tanaman.
Meskipun penting, namun ketersediaan
unsur hara P di alam sangat terbatas
dengan kisaran antara 0,1-0,25 N dan 0,05
K dalam bentuk anorganik berupa bahan
tambang. Pada tanah gambut fosfat
terkhelat oleh unsur Fe atau Al dalam
bentuk fosfolipida dengan kisaran antara
0,17-0,33
mg
g-1
(Berg
dan
Mc.Claugherty, 2008) sehingga tidak
tersedia, akibatnya hanya 30% diantaranya
yang dapat diserap tanaman (Istina, 2014).
Sifat kimia dan fisika tanah gambut
merupakan sifat-sifat tanah gambut yang
penting diperhatikan dalam pengelolaan
lahan gambut. Sifat kimia seperti pH,
kadar abu, kadar N, P, K, kejenuhan basa
(KB), dan hara mikro merupakan informasi
yang perlu diperhatikan dalam pemupukan
di tanah gambut. Sifat fisik tanah gambut
merupakan faktor yang sangat menentukan
tingkat produktivitas tanaman yang
diusahakan pada lahan gambut, karena
menentukan kondisi aerasi, drainase, daya
menahan beban, serta tingkat atau potensi
degradasi
lahan
gambut.
Dalam
pemanfaatan
lahan
gambut
untuk
pertanian, karakteristik atau sifat fisik
gambut yang penting untuk dipelajari
adalah kematangan gambut, kadar air,
berat isi (bulk density), daya menahan
beban (bearing capacity), penurunan
permukaan tanah (subsidence), sifat kering
tak balik (irreversible drying) (Dariah,
2016).
2. Limbah Nanas
Nanas berasal dari daerah Brazil. Di
Indonesia, nanas di tanam di kebun-kebun,
pekarangan, atau tempat lain yang cukup
mendapat sinar matahari pada ketinggian
1-1300 mdpl. Nanas merupakan tanaman
buah yang selalu tersedia sepanjang tahun,
tingginya mencapai 50-150 cm, terdapat
tunas menyarap pada bagian pangkalnya
berkumpul dalam roset akar dan
pangkalnya melebar (Sugeng et al., 2010
dalam Rini, 2016).
Provinsi Riau merupakan salah satu
sentra produksi nanas di Indonesia. Dapat
dilihat produksi buah-buahan di Provinsi
Riau pada tahun 2010 hingga 2014 pada
data Badan Pusat Statistik 2014. Produksi
nanas lebih tinggi jika dibandingkan
dengan buah-buahan lainnya seperti
rambutan, pepaya, jambu dan pisang.
Produksi nanas pada tahun 2014 mencapai
107.438 ton dengan rata-rata produksi
sebesar 85.053 ton. Sentra produksi nanas
terbesar di Provinsi Riau yaitu khususnya
pada Desa Kualu Nanas, Kampar, Riau.
Desa ini merupakan penghasil nanas
terbesar di provinsi riau. Selain menjual
hasil panen buah nanas mereka, sebagian
masyarakat Desa Kualu Nanas ini juga
memanfaatkan
buah
nanas
dalam
pembuatan keripik, dan bahan pangan
lainnya. Namun, di desa ini pemanfaatan
limbah nanas seperti kulit nanas dan daun
nanas belum dimanfaatkan secara optimal,
selama ini kulit nanas dan daun nanas
hanya digunakan sebagai pakan ternak dan
ada juga yang hanya dibuang saja. Luas
lahan potensi nanas yang ada di Desa
Kualu Nenas ini sebesar 1.050 Ha. Buah
Nanas yang diproduksi perhari nya
sebanyak ± 40-50 buah/1 Ha kebun.
Limbah nanas yang dihasilkan perhari
sebanyak ± 40-50 pohon nanas.
Berdasarkan kandungan nutriennya,
ternyata kulit buah nanas mengandung
karbohidrat dan gula yang cukup tinggi.
Kulit nenas mengandung 81% air, 20,87%
serat kasar, 17,53% karbohidrat, 4,41%
protein dan 13,65% gula reduksi.
Mengingat kandungan karbohidrat dan
gula yang cukup tinggi tersebut maka kulit
nanas memungkinkan untuk dimanfaatkan
sebagai bahan baku pembuatan bahan
kimia, salah satunya adalah bioetanol
melalui proses fermentasi. Limbah nanas
merupakan bagian kulit buah dan bagian
inti buah yang terbuang pada saat
pengolahan sari buah nanas. Komposisi
limbah nanas ini mencapai 40% dimana
3
didalamnya terdapat kandungan
sebesar 5% (Wijana et al, 1991).
sisik
3. Pupuk Hayati KualuPeat
Penggunaan pupuk kimia pada
tanaman oleh petani saat ini lebih tinggi
dibandingkan penggunaan pupuk organik.
Banyak faktor-faktor yang membuat
petani menggunakan pupuk kimia, salah
satunya ketakutan akan menurunnya hasil
produksi tanaman, padahal pupuk kimia
memberikan dampak negatif bagi
lingkungan.
Untuk
memperbaiki
kesuburan tanah yang menurun akibat
pemberian pupuk kimia, maka dapat
digantikan dengan pemberian pupuk
hayati (biofertilizer). Pupuk hayati
(biofertilizer)
adalah
pupuk
yang
mengandung mikroorganisme yang dapat
mendorong
pertumbuhan
dengan
meningkatkan kebutuhan nutrisi tanaman.
Mikroba penting penyusun biofertilizer
diantaranya Bacillus sp., Pseudomonas
sp., adalah bakteri pelarut fosfat,
Rhizobium
sp.,
Azotobacter
sp.,
Azospirillum sp., dan Acetobacter sp.,
sebagai penambat nitrogen. Celulomonas
sp., Lactobacillus sp., perombak bahan
organik dan mikroba penghasil antibiotik
maupun hormon pertumbuhan (Maharani,
2010).
Dalam sistem pertanian berkelanjutan,
pupuk hayati memainkan peran penting
dalam meningkatkan produksi tanaman
dan konservasi kesuburan tanah. Oleh
karena itu pengembangan dan pemakaian
pupuk hayati perlu terus ditingkatkan
terutama di tingkat petani (Sharma, 2003).
Nitrogen adalah salah satu unsur esensial
makro untuk produksi tanaman. Pertanian
konvensional yang berorientasi pada hasil
dan kualitas yang tinggi sangat bergantung
pada penggunaan pupuk N kimia yang
dikenal mahal dan mempunyai dampak
buruk terhadap lingkungan. Saat ini
dampak pemupukan N kimia yang intensif
terhadap tanah dan lingkungan semakin
jelas dengan banyak ditemukannya tanahtanah yang tidak responsif terhadap
pemupukan (soil sickness). Oleh karena
itu, ada kebutuhan besar untuk mencari
dan memanfaatkan semua peluang secara
optimal untuk meningkatkan kadar N
tanaman yang berasal dari penambatan N2
biologis (Nurhayati, 2011).
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah
1. Menganalisis pemanfaatan Pupuk
Hayati KualuPeat dari limbah
nanas
untuk
peningkatan
produktivitas pertanian di lahan
gambut.
2. Menganalisis manfaat dari Pupuk
Hayati KualuPeat dalam upaya
pencegahan KARHUTLA.
BAHAN DAN METODE
A. Pembuatan Pupuk Hayati
KualuPeat
1. Persiapan Bahan dan Alat
Pupuk Hayati KualuPeat gabungan
penelitian dari jurnal Fidausi et al, 2016
dan Aryanti et al, 2016 menggunakan
bahan-bahan yaitu Azolla pinata, Bacillus
sp, dedak, EM4, aquadest, limbah kulit
nanas dari Desa Kualu Nenas. Limbah
nanas tersebut dicacah ukurannya menjadi
kecil-kecil.
Selanjutnya,
alat
yang
digunakan yaitu cangkul, plastik hitam,
saringan, timbangan dan alat-alat analisis
laboratorium yang mendukung penelitian
ini.
2.
Persiapan Isolat Bakteri Bacillus sp
Proses persiapan dan pembuatan isolat
bakteri Bacillus sp pada penelitian ini
mengikuti prosedur penelitian Fidausi et
al, 2016. Pertama, isolat Bacillus sp dibuat
menjadi sub kultur kerja. Masing-masing
subkultur isolat bakteri diinokulasikan
pada medium NA (Nutrient Agar) steril.
Selanjutnya diinkubasi dalam inkubator
pada suhu 370˚C selama 24 jam. Pengujian
isolat Bacillus sp yang berpotensi sebagai
pelarut fosfat, yaitu dengan diinokulasikan
dalam medium kaya agar dan diinkubasi
pada suhu ruang selama 7 hari. Koloni
bakteri yang memiliki zona bening
dianggap
bakteri
tersebut
mampu
melarutkan fosfat (Firdausi et al, 2016).
4
3.
Proses Pengomposan
Pembuatan kompos Azolla Pinata dan
Bacillus sp dilakukan dengan cara
mengambil sebanyak 10 kg Azolla segar,
0,5 kg dedak dan 0,5 kg limbah nanas yang
sudah dicacah, dicampur merata kemudian
ditambah 10 cc EM4 yang dilarutkan
dalam 1 liter air, kemudian disiram secara
merata dalam tumpukan bahan kompos.
Kemudian,
isolat
Bacillus
sp.
diinokulasikan ke media pembawa dan
dilakukan pengadukan secara berkala.
Pembuatan pupuk hayati bakteri pelarut
fosfat selesai ketika konsentrasi bakteri
telah mencapai 108 CFU/gr. Apabila
konsentrasi pupuk hayati telah sesuai
dengan
baku
mutu
maka
dapat
diaplikasikan pada tanaman. Tumpukan
bahan kompos ditutup rapat dengan
menggunakan plastik berwarna hitam, dan
diamkan selama 1 minggu. Setelah 1
minggu kompos Azolla Pinata dan Bacillus
sp dikeringanginkan (Aryanti et al, 2016).
B. Perhitungan TPC (Total Plate
Count)
Perhitungan TPC (Total Plate Count)
pada penelitian ini mengikuti prosedur
penelitian Firdausi et al, 2016. Perhitungan
TPC (Total Plate Count) digunakan untuk
menguji daya viabilitas mikroba pada
medium pembawa bedasarkan jumlah
koloni populasi bakteri. Sebanyak 1 g dari
sampel media pembawa dimasukkan ke
dalam 10 ml aquadest steril kemudian
dihomogenkan
menggunakan
vortex.
Setelah itu, dilakukan serial pengenceran
hingga pengenceran 10-8. Perhitungan
populasi bakteri menggunakan metode
pencawanan. Pada hasil pengenceran
diambil 1 ml dari serial pengenceran.
Kemudian disebarkan pada medium
pikovskaya padat dalam cawan petri.
Kemudian dilakukan inkubasi pada suhu
370˚C selama 3 hari. Jumlah bakteri per
gram dapat ditentukan dengan menghitung
koloni yang tumbuh dari masing-masing
pengenceran (Firdausi et al, 2016).
C. Pengujian Pupuk Hayati KualuPeat
Pengujian dilakukan terhadap pH tanah,
berat basah tanaman, POC limbah nanas
yang diberi pupuk serta pengujian TPC
(Total Plate Count) untuk mengetahui
daya viabilitas mikroba pada medium
pembawa bedasarkan jumlah koloni
populasi bakteri.
D. Metode Pengumpulan Data
Data
yang
dibutuhkan
dalam
penelitian ini terdiri atas data primer dan
data sekunder.
1. Untuk melihat produktivitas lahan
gambut, diperoleh dari data sekunder
dengan studi literatur yang relevan.
Parameter yang diukur adalah pH,
berat basah, serta kandungan POC
dari kulit nanas.
2. Untuk
mengetahui
analisis
pencegahan karhutla diperoleh dari
data primer melalui pengamatan
langsung di lapangan, wawancara
mendalam,
kepada masyarakat
mengenai sistem pertanian yang
digunakan
masyarakat
dan
hubungannya
dengan
ekonomi
masyarakat. Key Informan diperoleh
dengan teknik Purposive sampling.
Diskusi juga dilakukan bersama
Badan Penelitian dan Pengembangan
Provinsi Riau dan Badan Pengakajian
Teknologi Pertanian Provinsi Riau
mengenai Teknologi Pupuk Hayati.
E. Teknik Analisa data
Data-data dan hasil yang sudah
diperoleh kemudian dianalisis dengan
metode analisis deskriptif. Metode analisis
deskriptif
dilakukan
dengan
cara
mendeskripsikan fakta yang ditemukan
kemudian dianalisis dengan menguraikan
fakta tersebut sehingga dapat dipahami.
Secara lengkap tahapan proses pembuatan
pupuk hayati dapat dilihat pada gambar 1
sebagai berikut:
5
Persiapan Alat dan Bahan
Bakteri Bacillus sp
Persiapan Isolat Bakteri Bacillus
sp
Azolla Pinata, dedak, EM4, dan Air
Pencacahan Limbah Kulit Nanas
Proses Pengomposan
Pupuk Hayati
Aquadest
Pengujian TPC
Pengaplikasian
Pengujian pH Tanah
Selesai
Gambar 1. Proses Pembuatan Pupuk Hayati
KualuPeat
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kandungan Kulit Nanas Dan
Potensinya Sebagai Pupuk Hayati
KualuPeat
Menurut Wahyuni et al (2016) bagian
dari buah nanas yang dapat dimakan
adalah sebanyak 53%, sementara sisanya,
yaitu 47% dibuang dan menjadi limbah,
limbah ini tentunya akan mencemari
lingkungan sekitar. Padahal kulit nanas
memiliki kandungan nutrisi yang tinggi
dan masih dapat dimanfaatkan.
Tabel 1. Kandungan Nutrisi Kulit Nanas
(Wijana et al, 1991)
Nutrisi
Konsentrasi
Air
81,72 %
Serat kasar
20,87 %
Karbohidrat
17,53 %
Protein
4,41 %
Gula reduksi
13,65 %
Kandungan karbohidrat yang cukup
tinggi pada limbah kulit nanas merupakan
nutrisi yang baik untuk pertumbuhan
bakteri penambat nitrogen dan pelarut
fosfat karena bakteri ini merupakan bakteri
kemoorganotropik yaitu bakteri yang
menggunakan karbohidrat dan garamgaram asam organik lainnya sebagai
sumber karbon.
Selain itu kulit nanas sebagai Pupuk
Hayati KualuPeat juga mengandung unsurunsur hara yang dibutuhkan tanaman dan
dapat meningkatkan kesuburan tanah.
Menurut hasil penelitian Neng et al (2018)
POC limbah kulit nanas mengandung
unsur hara yang dibutuhkan tanaman.
Tabel 2. Kandungan Unsur Hara POC
limbah kulit nanas (Neng et al, 2018)
Parameter
Kandungan
Phospat ( ppm )
23, 63
Kalium ( ppm )
08,25
Nitrogen ( % )
01,27
Kalsium/ca ( ppm )
27,55
Magnesium/Mg
137,25
( ppm )
Natrium/Na ( ppm)
79,52
Besi/Fe ( ppm )
01,27
Mangan/Mn ( ppm)
28,75
Tembaga/Cu ( ppm)
00,17
Seng / Zn ( ppm )
00,53
Karbon Organik (%)
03,10
Sumber : Laboratorium Perusahaan Kelapa
Sawit “ Mina Mas Research Center
Selain memiliki kandungan unsur hara
yang cukup tinggi dan diperlukan untuk
pertumbuhan dan reproduksi tubuhan, POC
limbah kulit nanas juga memiliki pH yang
tinggi. Menurut hasil penelitian Salim
(2008), pupuk organik dari kulit nanas
memiliki pH 7,9.
B. Pengaruh Pupuk Hayati KualuPeat
Terhadap Pertumbuhan Tanaman
Tanaman membutuhkan pH yang
optimal dan unsur hara makro maupun
mikro
untuk
pertumbuhan
dan
reproduksinya, diantara unsur hara yang
dibutuhkan tanaman adalah Karbon (C),
Hidrogen (H), Oksigen (O), Nitrogen (N),
Fosfor (P), Kalium (K), Kalsium (Ca),
Magnesium. Pupuk hayati limbah kulit
nanas memiliki kandungan unsur hara yang
dapat memenuhi kebutuhan tanaman
sehingga meningkatkan pertumbuhan pada
tanaman.
Menurut penelitian Widawati et al,
(2010) pemberian pupuk kompos yang
diperkaya bakteri penambat nitrogen dan
pelarut fosfat dapat meningkatkan berat
basah tanaman kapri.
6
Tabel 3. Rerata Berat Basah Tanaman
Kapri Pada Masing-Masing Perlakuan
Perlakuan
Berat basah (g)
Kontrol
99,57
pupuk kimia
123,89
kotoran ayam + sekam
136,11
Kompos
200,64
Kompos + mikroba
229,47
Dari tabel 3 diatas, berat basah
tanaman kapri mengalami peningkatan
pada setiap pemupukan namun berat basah
tertinggi
terdapat
pada
perlakuan
pemberian kompos yang diperkaya bakteri
penambat nitrogen dan pelarut fosfat.
Menurut Widawati et al, (2010) Hal ini
mengindikasikan bahwa bahan organik,
khususnya kompos plus yang mengandung
bakteri penambat nitrogen dan pelarut
fosfat, mampu meningkatkan penyediaan
N dan P dalam tanah, sehingga dapat
digunakan
untuk
mempercepat
pertumbuhan dan produksi tanaman kapri.
C. Pengaruh Pupuk Hayati KualuPeat
Terhadap Kesuburan Dan pH
Lahan Gambut
Permasalahan yang terdapat pada tanah
gambut adalah rendahnya pH dan unsur
hara, hal ini disebabkan oleh rendahnya
populasi bakteri penambat nitrogen dan
pelarut fosfat pada lahan tersebut. Kondisi
ini menyebabkan tanaman tidak bisa
tumbuh dengan baik karena kekurangan
unsur hara dan tidak dapat menghasilkan
produksi secara maksimal.
Pupuk Hayati
KualuPeat
yang
mengandung bakteri penambat nitrogen
dan pengurai fosfat dapat mengatasi
permasalahan lahan gambut dengan cara
memenuhi kebutuhan unsur hara tumbuhan
yang kurang tersedia pada lahan gambut
juga dapat meningkatka ph tanah gambut.
Pemberian perlakuan pupuk hayati kompos
dengan penambahan isolat bakteri pelarut
fosfat dapat meningkatkan pH tanah.
Menurut penelitian Ida et al, (2014) tanah
gambut dengan pH awal 3 mengalami
peningkatan pH dengan berbagai perlakuan
pemberian amelioran kompos tankos dan
induksi mikroba pelarut fosfat seperti pada
tabel berikut.
Tabel 4. pH Tanah Gambut Dengan
Berbagai Perlakuan
Perlakuan
pH tanah
Awal
3
Kompos
4,4
Kompos + 25% P
4,7
Kompos + 50% P
4,7
Kompos + 75% P
4,3
Kompos + 100% P
4,4
25 % P
4,6
50 % P
4,3
75 % P
4,2
100 % P
4,5
Dari tabel diatas dapat kita ketahui
bahwa tanah gambut memiliki nilai pH
paling tinggi pada pemberian kompos dan
posfat dengan konsentrasi 25% dan 50%,
kondisi ini disebabkan oleh peningkatan
muatan negatif pada permukaan koloid
tanah yang menyebabkan pH meningkat (
Amirrudin, 2008). Hal ini sesuai dengan
pernyataan Mawardi et al (1999) yang
menyatakan bahwa amelioran dapat
memperbaiki
stabilitas
tanah
dan
menurunkan konsentrasi asam fenolat.
Pada pemberian kompos +75% P, pH
tanah memiliki nilai yang lebih rendah
kondisi ini disebabkan oleh kegiatan
pemupukan meningkatkan keasaman tanah
karena terlepasnya ion H+, disisi lain
aktivitas mikroba menghasilkan asam
organik juga memicu peningkatan derajat
keasaman tanah. Kenaikan pH berdampak
pada keragaman mikroba potensial dan
ketersediaan hara bagi tanaman dalam
tanah (Sharma et al, 2011). Menurut
penelitian Erviyanti et al, 2016 pemberian
kompos Azolla pinata dapat meningkatkan
pH, P, K kecuali N pada tanah gambut
meskipun pH sebelum dan sesudah
perlakuan masih tergolong sangat masa
7
Tabel 5. Kharakteristik tanah setelah
pemberian kompos Azolla pinata
Perlakuan
Kharakteristik
pH
N
P
K
(%) (mg/
(mg/
100 g) 100
g)
4,15 0,49 12,25 0,30
Gambut
3 ton
4,15 0,48 29,85 0,48
/ha
6 ton
4,18 0,40 35,52 0,61
/ha
9 ton
4,27 0,39 63,43 0,60
/ha
12 ton 4,29 0,38 66,03 0,57
/ha
15ton 4,17 0,43 49,25 0,61
/ha
Pada perlakuan tersebut terjadi
peningkatan pH tanah setelah di inkubasi
satu bulan. Semakin banyak konsentrasi
kompos yang diberikan maka semakin
tinggi nilai ph sampai pada konsentrasi 12
ton/ha.
Peningkatan
pH
berarti
menurunkan kelarutan H+. Jumlah H+
yang dipertukarkan akan berkurang dengan
perlahan-lahan, sehingga H+ terlarut akan
menurun, jumlah H+ yang terlarut ini
dinetralisasi oleh ion OH- yang berasal
dari hidrolisis kation-kation basa yang
terdapat pada bahan organik dan sebagian
H+ yang dapat dipertukarkan terionisasi
untuk mengembalikan keadaan yang
seimbang. Dari tabel diatas konsentrasi
kompos Azolla yang menyebabkan
peningkatan pH paling optimal adalah 12
ton/ha lahan gambut. Nilai N dan P pada
tanah
meningkat
seiring
dengan
penambahan
konsentrasi
kompos
sedangkan pada nilai n terjadi penurunan,
Hal ini disebabkan karena Nitrogen dalam
tanah diikat oleh mineral dalam bentuk
NH4+.
D. Kontribusi Inovasi Pupuk Hayati
KualuPeat Untuk Desa Kualu Nenas
Desa Kualu Nenas merupakan salah
satu Desa yang terletak di kecamatan
Tambang Kabupaten kampar. Dinamakan
Gambut
+
Kompos
Azolla
Kualu Nenas karena desa ini didominasi
oleh perkebunan Nenas. Menurut data
Kantor Desa Kualu Nenas, 60 %
masyarakat desa ini bekerja sebagai petani.
Desa Kualu Nenas memiliki sekitar 1000
Ha kebun nanas yang produktif dan
menghasilkan hampir 4 ton buan nanas
segar setiap harinya.
Belakangan ini nanas tidak hanya
dijual dalam bentuk buah segar, melainkan
diolah menjadi makanan lainnya seperti
keripik nenas, saat ini industri rumah
tangga olahan buah nanas sudah
berkembang di Desa Kualu Nenas. Namun
pemanfaatan ini masih terbatas pada
buahnya saja, sedangkan bagian lainnya
seperti kulit nanas belum dimanfaatkan
dengan maksimal, terlihat dari gunungan
sampah limbah kulit nenas di sekitar kioskios penjualan buah nanas yang berada di
sepanjang jalan di desa Kualu Nenas.
Kondisi mengenai petani nenas di Desa
Kualu Nenas dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Gambaran Kondisi Petani Nanas
di Desa Kualu Nenas
Parameter
Persentase (%)
Luas lahan
1 ha
2 ha
> 2 ha
Pupuk
Pupuk
kimia
Tanpa
pupuk
Pendapatan 1-2
juta/bulan
3-4
juta/bulan
≥5
juta/bulan
Sampingan Usaha
keripik
usaha
lainnya
Tidak ada
Limbah
Pakan
ternak
Dibuang
Sumber : Data Primer, 2019
33,33
50,00
16,67
83,33
16,67
50,00
28,33
21,67
35,00
21,67
53,33
6,67
93,33
8
Dari tabel 6 kita dapat mengetahui
bahwa rata-rata petani nenas di desa ini
memiliki lahan yang luasnya 1-2 ha
dengan hasil pendapatan yang masih
sangat rendah. Hal ini mengindikasikan
produktivitas lahan nanas masih belum
optimal sehingga hasil produksi masih
rendah. Untuk membantu meningkatkan
hasil produksi dan mempercepat masa
panen, kebanyakan petani di Desa kualu
nenas menggunakan pupuk kimia berupa
pupuk urea, NPK, Za, KCl dll. Penggunaan
pupuk ini selain menyebabkan tingginya
ongkos produksi juga memberikan dampak
jangka panjang pada rendahnya kualitas
tanah.
Sebanyak 93,33% petani ataupun
pemilik kios nenas hanya memanfaatkan
buah nanasnya saja, sementara bagian
lainnya seperti daun,kulit dan bonggol
dibuang, sehingga di sekitar kios nanas
banyak ditemukan gunungan limbah nanas.
Gunungan limbah nanas ini tentu
memberikan
dampak
negatif
bagi
lingkungan
sekitar
antara
lain
menyebabkan pencemaran udara, air dan
tanah. Solusi yang biasa digunakan untuk
mengatasi masalah limbah ini adalah
dengan cara dibakar, namun cara ini
memiliki dampak negatif yang cukup besar
yaitu menimbulkan pencemaran udara dan
meningkatkan emisi gas CO2 yang
menyebabkan pemanasan global.
Oleh karna itu inovasi pupuk hayati
limbah kulit nanas ini dapat mengatasi
masalah limbah yang terdapat di Desa
kualu Nenas, selain itu juga pupuk hayati
ini dapat digunakan sebagai pengganti
pupuk kimia yang biasa digunakan petani
sehingga dapat menurunkan ongkos
produksi dan meningkatan hasil produksi
nanas di Desa Kualu Nenas, Kecamatan
Tambang, Kabupaten kampar.
E. Kontribusi Inovasi Pupuk Hayati
KualuPeat
Sebagai
Upaya
Pencegahan Karhutla
Pada praktek alih fungsi lahan gambut
sebagai lahan perkebunan, petani biasanya
melakukan pembakaran dengan tujuan
menurunkan keasaman dan meningkatkan
kesuburan tanah. Kegiatan ini merupakan
penyebab terjadinya karhutla pada
beberapa wilayah terutama provinsi Riau.
Beberapa metode membuaka lahan oleh
petani nenas di Desa Kualu Nenas dapat
dilihat pada gambar 2.
Membakar lahan
27%
7%
66%
Tidak membakar
lahan karna sadar
akan dampaknya
Tidak membakar
lahan karna sadar
akan sanksi
Gambar 2. Persentase Metode Membuka
Lahan Petani Nenas di Desa Kualu Nenas
Sumber: Data primer,2019
Sebanyak 66% petani nanas di desa ini
masih membuka lahan dengan cara
dibakar,
alasannya
adalah
karna
pertumbuhan nenas bagus setelah lahan
tersebut mengalami proses pembakaran.
34% sisanya yang tidak membakar lahan
menggunakan metode penyiangan dan
pemberian rondap untuk membuka suatu
lahan perkebunan. Ada dua alasan
mengapa sebagian kecil petani ini memilih
untu tidak membakar lahan, sebanyak 7%
atau sangat sedikit sekali petani yang sadar
dampak buruk pembakaran lahan baik bagi
lingkungan maupun bagi lahan itu sendiri,
kebanyakan petani atau sebanyak 27%
memilih tidak membakar lahan karna sadar
akan larangan dan sanksi yang ketat
terhadap pembakaran lahan.
Dikarenakan masih banyaknya praktek
pembakaran lahan, dibutuhkan solusi yang
tepat untuk menggantikan fungsi proses
pembakaran. Pupuk hayati dari limbah
kulit nanas ini bisa menggantikan praktek
pembakaran
yang bertujuan
untuk
meningkatkan kesuburan tanah. Pupuk
hayati dapat memenuhi kebutuhan nitrogen
dan fosfat, memenuhi kebutuhan unsur
hara makro dan mikro lainnya serta
meningkatkan pH tanah gambut. Oleh
karena itu, dengan menggunakan pupuk
9
hayati limbah kulit nanas, lahan gambut
bisa dijadikan lahan perkebunan tanpa
proses pembakaran.
KESIMPULAN
Pengembangan Pupuk Hayati KualuPeat
dengan memanfaatkan limbah nanas
mampu:
1. Meningkatkan produktivitas pertanian
di lahan gambut
2. Meningkatkan ekonomi masyarakat
karna produksi pertanian meningkat
3. Dapat mencegah kebakaran lahan dan
Hutan karna para petani tidak lagi
membakar lahan untuk meningkatkan
kesuburan lahan gambut.
Karya tulis ini hendaknya dilakukan
penelitian
lebih
lanjut
mengenai
implementasi Ppuk Hayati KualuPeat
dalam skala industri di Indonesia sehingga
dapat membantu para petani meningkatkan
produktivitas lahan mereka. Selain itu
perlu dilakukan analisis ekonomi dan
lingkungan
lebih
lanjut
sehingga
didapatkan analisis yang kuat yang akan
mendukung penerapan teknologi Pupuk
Hayati KualuPeat di Indonesia
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji dan syukur kehadirat Allah
Subhanahu
Wata’ala
yang
telah
melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan
karya tulis ini dengan baik dan lancar. Pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terima kasih sebesar besarnya kepada:
1. Dr. Hermandra, S.Pd.,M.A selaku
Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan
dan Alumni Universitas Riau
2. Dr. Suwondo, M.Si selaku Dosen
Pembimbing yang telah memberikan
bimbingan, saran, arahan selama
melakukan penulisan.
3. Badan Penelitian dan Pengembangan
Provinsi Riau
4. Badan Pengkajian Teknologi Pertanian
5. Masyarakat petani Desa Kualu Nenas
DAFTAR PUSTAKA
Adli, S. S., Sri, R. M., & Silvia, R. Y.
(2017). Fermentasi Kulit Nanas
Menjadi Bioetanol Menggunakan
Zymomonas mobilis dengan Variasi
Pemekatan Medium dan Waktu
Fermentasi. Jurnal Online Mahasiswa
Fakultas Teknik. 4(1)
Agus, F. dan. Subiksa, I.G.M. 2008. Lahan
Gambut: Potensi untuk Pertanian dan
Aspek Lingkungan. Bogor: Balai
Penelitian
Tanah
dan
World
Agroforestry Centre (ICRAF)
Aryanti, E., Novliana, H dan Saragih, R.
(2016). Kandungan Hara Makro Tanah
Gambut pada Pemberian Kompos
Azolla Pinata dengan Dosis Berbeda
dan
Pengaruhnya
terhadap
Pertumbuhan
Tanaman
Kacang
(Ipomea
reptans
Poir).
Jurnal
Agroteknologi. 6(2): 31-38.
Badan Penyuluh Pertanian Kecamatan
Tambang Kabupaten Kampar. 2012.
Produksi Nenas di Kabupaten
Kampar. Kampar.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Kampar.
2010. Kabupaten Kampar dalam
Angka. Kampar.
Berg, B and Mc. Claugherty, C. 2008.
Plant Litter, Decomposition, Humus
Foration,
Carbon
Sequestration.
Verlag Berlin Heisenberg. Springer.
Dariah, A., Maftuah, E dan Maswar. 2016.
Karakteristik Lahan Gambut. Panduan
Pengelolaan Berkelanjutan Lahan
Gambut
Terdegradasi.
Balai
Penelitian Pertanian Lahan Rawa.
Bogor
Ervina, A., Hadisa, N., & Robbana, S.
(2016). Kandungan Hara Makro Tanah
Gambut pada Pemberian Kompos
Azolla Pinata dengan Dosis Berbeda
dan
Pengaruhnya
Terhadap
Pertumbuhan Tanaman Kangkung
(Ipomea Reptans Poir). Jurnal
Agroteknologi. 6(2):31 – 38.
Firdausi, N., Muslihatin, W dan
Nurhidayati, T. (2016). Pengaruh
Kombinasi Media Pembawa Pupuk
Hayati
Bakteri
Pelarut
Fosfat
Terhadap pH dan Unsur Hara Fosfor
dalam Tanah. Jurnal Sains dan Seni
ITS. 5(2): 2337-3520
Goenadi, D.H., Siswanto and Sugiarto, Y.
2000. Bioactivation of Poorly Soluble
10
Hermanto & Wawan . (2017). Sifat-sifat
Tanah
pada Berbagai Tingkat
Kebakaran Lahan Gambut di Desa
Rimbo Panjang Kecamatan Tambang.
Jurnal Online Mahasiswa FAPERTA.
4(2).
Ida, N.S., Benny, J., & Aisyah, D.S.
(2014). Peningkatan Produktifitas
Lahan Gambut Melalui Teknik
Ameliorasi dan Inokulasi Mikroba
Pelarut Fosfat. Jurnal Agro. 1(1):2-13.
Istina, I, D., Joy, B dan Suyono, A, D.
2014. Peningkatan Produktifitas Lahan
Gambut Melalui Teknik Amelioraasi
dan Inokulasi Mikroba Pelarut Fosfat.
Jurnal Agro 1(1):1-13.
Mawardi, E., Syafei, & A. Thaher. 1999.
Pemanfaatan Kaptan Super Fosfate
(KSP) dalam Paket Tampurin untuk
Meningkatkan Produktivitas Kubah
Gambut. BPTP Sukarami
Neng, S., Surtinah, & Muhammad, R.
(2018). Pengujian Kandungan Unsur
Hara Pupuk Organik Cair (POC)
Limbah Kulit Nenas. Jurnal Ilmiah
Penelitian. 14(2):46-51.
Nurhayati. (2011).
Pengaruh Jenis
Amelioran Terhadap Efektivitas dan
Infektivitas Mikroba pada Tanah
Gambut dengan Kedelai Sebagai
Tanaman Indikator. Jurnal Floratek
6(1): 124-139
Pesakovic M., Z.K. Stajic, S. Milenkovic
and O. Mitrovic. 2013. Biofertilizer
affecting yield related characteristics
of strawberry (Fragaria×ananassa
Duch.) and soil micro-organisms.
Scientia Hort. 150: 238–243
Rini, S, R, A. 2016. Pemanfaatan Ekstrak
Kulit Buah Nanas (Ananas comosus L.
Merr.) Untuk Sediaan Gel Hand
Sanitizer
Sebagai
Antibakteri
Staphylococcus
aureus
dan
Escherichia coli. Skripsi. Universitas
Negeri Semarang. Semarang
Sharma, S., Kumar, V and Tripathi, R, B.
(2011).
Isolation
of
Phospate
Solubilizing Microorganism (PSMs)
from Soil. Journal Microbial Biotech
Res. 1(2): 90-95
Sharma, Seema B., Riyaz Z Sayyed,
Mrugesh H.T., & Thivakaran A. Gobi.
2013.
Phosphate
Solubilizing
Microbes: Sustainable Approach for
Managing Phosphorus Deficiency in
Agricultural Soils. A Springer Open
Journal.
Subagyo, H., DS. Marsoedi, dan A.S.
Karama.1996. Prospek pengembangan
lahan gambut untuk pertaian; Seminar
Pengembangan
Tehnologi
Berwawasan
Lingkungan
Untuk
Pertanian Pada Lahan Gambut. Dalam
rangka peringatan Dies Natalis ke 33
IPB. Bogor, 26 Sept. 1996
Tim
Sintesis
Kebijakan.
2008.
Pemanfaatan Biota Tanah untuk
Keberlanjutan Produktivitas Pertanian
Lahan Kering Masam. Pengembangan
Inovasi Pertanian. 1(2):157-163
Widawati, S., Suliasih, & A. Muharam. (
2010).
Pengaruh Kompos yang
Diperkaya Bakteri Penambat Nitrogen
dan
Pelarut
Fosfat
terhadap
Pertumbuhan Tanaman Kapri dan
Aktivitas Enzim Fosfatase dalam
Tanah.
Jurnal
Hortikultura.
20(3):207-215.
Wijana, S., Kumalaningsih, S., Setyowati,
A., Efendi, U dan Hidayat, N. 1991.
Optimalisasi Penambahan Tepung
Kulit Nanas dan Proses Fermentasi
pada
Pakan
Ternak
terhadap
Peningkatan Kualitas Nutrisi. Laporan
Penelitian
Hibah
Agricultural
Research
Management
Project
(ARMP)
Departemen
Pertanian
Republik
Indonesia.
Universitas
Brawijaya. Malang.
11
LAMPIRAN
CURRICULUM VITAE
Dosen Pembimbing
Nama
: Dr. Suwondo, M.Si
Tempat/ tanggal lahir
: Payakumbuh, 13 Januari 1968
Pendidikan Terakhir
: S-3
Alamat Universitas
: Kampus Bina Widya Km 12,5
Simpang Baru Pekanbaru 28293
Nomor Telepon Universitas : (0761)587018
Nama Ketua Kelompok
: Daniatul Isra
Tempat/ tanggal lahir
: Kampar, 17 Desember 1998
Semester
:5
Prestasi yang pernah diraih :
1. Juara 1 Musabaqah Syarhil Quran 2018
2. Finalis Duta Pendidikan Universitas Riau 2019
3. Juara 3 LKTIN Universitas Airlangga 2019
Nama Anggota 1
: Atiqatul Dzakirah
Tempat/ tanggal lahir
: Pauh Kurai Taji, 04 Juli 1999
Semester
:5
Prestasi yang pernah diraih :
1. Juara 3 OSN Biologi Tingkat Kabupaten Kampar 2013
2. Peserta OSN Biologi Tingkat Provinsi Riau 2013
3. Juara 2 Musabaqah Fahmil Quran Tingkat FKIP 2019
Nama Anggota 2
: David Ali Hermawan
Tempat/ tanggal lahir
: Pamekasan, 13 Mei 1999
Semester
:5
Prestasi yang pernah diraih :
1.
2.
3.
4.
5.
Juara II PIMNAS Ke-31 Kategori Poster 2018
Juara 1 LKTIN KIMDAS 2018
4
Best Paper LKTIN PIS 2019
Best Presentation LKTIN PIS 2019
Juara III Lomba 3 Minutes Research Pekan Ilmiah FK Unri 2019
12
Download