PENGEMBANGAN PUPUK HAYATI KUALUPEAT DARI LIMBAH NANAS DALAM UPAYA PENCEGAHAN KARHUTLA Disusun untuk Mengikuti Lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional Pekan Raya Biologi 2020 Disusun oleh : Daniatul Isra 1705113853 Atiqatul Dzakirah 1705122342 David Ali Hermawan 1707122994 Dosen Pembimbing : Dr. Suwondo, M.Si /NIP. 1968113 199103 1004 UNIVERSITAS RIAU 2019 PENGEMBANGAN PUPUK HAYATI KUALUPEAT DARI LIMBAH NANAS DALAM UPAYA PENCEGAHAN KARHUTLA Dr. Suwondo, M.Si, Daniatul Isra1*, Atiqatul Dzakirah2*, David Ali Hermawan3* [email protected] , 082285094732 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Riau 28293 ABSTRACT Peat is a soil that is rich in organic matter because it is formed from the remains of plants that have not weathered completely. The total area of peatlands in Indonesia is around 14.9 million ha, while it is estimated that it is still possible to use an area of 5.6 million ha. Because of various obstacles, both from ecology and socio-economics, the use of peatlands is very limited, while the contribution of peatlands to the expansion of agricultural areas is very important. This makes the reason the farmers burn the land with the aim of increasing peatland fertility. Increased land productivity which is only oriented towards maximizing yield by relying on chemical fertilizers results in soil nutrient content being depleted and thinning. For this reason, appropriate solutions are needed in line with energy efficiency and in harmony with the environment, one of which is the development of KualuPeat biofertilizers. Literature study results show that the development of KualuPeat Biofertilizers by enriching Nitrogen-fixing microbes and Phosphate solvents can increase land productivity and peat soil pH, and the wet weight of capri plants. Based on this literature review, the authors believe that the development of KualuPeat Biofertilizers from pineapple skin waste with enrichment of Bacillus sp and Azolla pinata algae can be an applicable solution for farmers so that the available peatlands can be utilized optimally without burning land. Thus, it is hoped that this innovation can prevent KARHUTLA that occur every year in Riau Province Kewords : Peatlands, KualuPeat Biofertilizers, Pineapple Waste, KARHUTLA PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keterbatasan tersedianya lahan pertanian yang produktif menyebabkan pengembangan pertanian mengarah kepada lahan-lahan marginal, salah satunya ialah lahan gambut. Tercatat luas total lahan gambut di Indonesia adalah sekitar 14,9 juta ha, tersebar di Sumatera, Kalimantan, dan Papua (Wahyunto et al., 2014). Gambut merupakan tanah yang kaya bahan organik karena terbentuk dari sisa tanaman yang belum melapuk sempurna (Agus dan Subiksa, 2008). Tidak seluruh lahan itu bisa dikembangkan, tetapi yang masih mungkin untuk dimanfaatkan diperkirakan seluas 5.6 juta ha (Subagyo et al., 1996). Oleh karena berbagai kendala, baik dari ekologi maupun sosial ekonomi, pemanfaatan lahan gambut sangat terbatas, sedangkan kontribusi lahan gambut untuk perluasan areal pertanian sangat penting. Pada kondisi alami, tanaman pertanian umumnya sulit tumbuh di lahan gambut disebab-kan faktor penghambat yang dimiliki lahan gambut begitu kompleks mencakup kesuburan kimia, fisik dan biologi yang kurang menguntungkan. Hal ini antara lain disebabkan oleh pH rendah, kejenuhan basa rendah, KTK tinggi, rasio C/N tinggi, sehingga ketersediaan hara makro dan mikro bagi tanaman rendah, 1 aktivitas mikroba rendah, dan berbagai faktor-faktor penghambat lainnya. Kondisi demikian tidak menunjang terciptanya laju penyediaan hara yang memadai bagi tanaman. Untuk mengatasi kendala tersebut, Cara pertama yang dilakukan petani untuk meningkatkan produktivitas lahan gambut adalah dengan membakar lahan. Alasannya adalah bahwa abu hasil bakaran dapat meningkatkan pH tanah gambut. Jika ditinjau dari segi ekonomi, lahan gambut yang dibakar memilki nilai jual tinggi mencapai Rp.11.150.000 per hektar (Herry Purnomo, 2015). Budaya membakar ini juga dilakukan dalam skala luas yang menyebabkan bencana kabut asap. Data dari BNPB (2019) menyebutkan bahwa kebakaran lahan dan hutan di Provinsi Riau mencapai 49.226 hektar dengan 40.533 hektar merupakan lahan gambut. Menurut Hermanto (2017), sifat kimia tanah akibat kebakaran tidak akan dapat memperbaiki kesuburan tanah dalam jangka panjang tetapi hanya bersifat sementara. Peningkatan produktivitas lahan yang hanya berorientasi pada pemaksimalan hasil dengan mengandalkan pupuk kimia mengakibatkan kandungan hara tanah terkuras dan menipis (BB SDLP, 2008). Beberapa penelitian untuk menghasilkan teknologi yang dapat meningkatkan kesuburan tanah tanpa menggunakan pupuk kimia telah banyak di lakukan. Salah satu teknologi yang saat ini dikembangkan adalah pengelolaan hara terpadu yang mendukung pemanfaatan pupuk hayati. Hal ini sejalan dengan kebijakan yang dipilih dalam budidaya tanaman yakni efisiensi energi dan selaras dengan lingkungan. Pupuk hayati merupakan pupuk yang di dalamnya mengandung mikroba. Pupuk ini mampu meningkatkan kesuburan tanah, produktivitas tanaman, serta meningkatkan jumlah mikroorganisme tanah (Pesakovic et al. 2013). Produksi pupuk hayati dengan teknologi konvensional dapat menghemat penggunaan pupuk kimia hingga 50%, berkurangnya pencemaran lingkungan dan dampak lebih lanjut adalah menjamin keberlanjutan kapasitas produksi lahan (Goenadi, et al, 2000). Salah satu contohnya adalah melalui proses komposting dengan memanfaatkan Limbah nanas seperti kulit, dan bonggol nanas. Provinsi Riau merupakan salah satu sentra produksi nanas di Indonesia. Produksi nanas pada tahun 2014 mencapai 107.438 ton dengan rata-rata produksi sebesar 85.053 ton. Sentra produksi nanas terbesar di Provinsi Riau yaitu di Desa Kualu Nanas, Kabupaten Kampar. Luas lahan nanas yang ada di Desa Kualu Nanas ini sebesar 1.050 Ha. Buah Nanas yang diproduksi perhari nya sebanyak ± 40-50 buah/1 Ha kebun. Limbah nanas yang dihasilkan perhari sebanyak ± 40-50 pohon nanas. Sebagian masyarakat Desa Kualu Nanas memanfaatkan buah nanas dalam pembuatan keripik, dan bahan pangan lainnya. Namun, pemanfaatan limbah nanas seperti kulit nanas dan bonggol belum dimanfaatkan secara optimal, padahal kulit nanas dan bonggol nanas mengandung karbohidrat yang tinggi yang baik untuk pertumbuhan bakteri. B. Tinjauan Pustaka 1. Lahan Gambut Lahan gambut merupakan lahan sub optimal harapan. Luas gambut di Indonesia mencapai 14,95 juta ha, 55,4% diantaranya berpotensi untuk pengembangan komoditas pertanian termasuk nanas (Ritung et al., 2011 dalam Istina, 2014). Nanas merupakan salah satu komoditas perkebunan utama di Provinsi Riau, terutama Desa Kualu Nanas, Kabupaten Kampar. Salah satu kendala pengembangan komoditas nanas di lahan gambut adalah rendahnya kandungan hara tersedia yang diperlukan tanaman untuk tumbuh dan berkembang; diantaranya adalah unsur hara fosfat (Istina, 2014). 2 Fosfat merupakan salah satu unsur hara makro yang penting setelah nitrogen untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Kurangnya asupan unsur P menyebabkan tidak normalnya pertumbuhan dan produksi tanaman. Meskipun penting, namun ketersediaan unsur hara P di alam sangat terbatas dengan kisaran antara 0,1-0,25 N dan 0,05 K dalam bentuk anorganik berupa bahan tambang. Pada tanah gambut fosfat terkhelat oleh unsur Fe atau Al dalam bentuk fosfolipida dengan kisaran antara 0,17-0,33 mg g-1 (Berg dan Mc.Claugherty, 2008) sehingga tidak tersedia, akibatnya hanya 30% diantaranya yang dapat diserap tanaman (Istina, 2014). Sifat kimia dan fisika tanah gambut merupakan sifat-sifat tanah gambut yang penting diperhatikan dalam pengelolaan lahan gambut. Sifat kimia seperti pH, kadar abu, kadar N, P, K, kejenuhan basa (KB), dan hara mikro merupakan informasi yang perlu diperhatikan dalam pemupukan di tanah gambut. Sifat fisik tanah gambut merupakan faktor yang sangat menentukan tingkat produktivitas tanaman yang diusahakan pada lahan gambut, karena menentukan kondisi aerasi, drainase, daya menahan beban, serta tingkat atau potensi degradasi lahan gambut. Dalam pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian, karakteristik atau sifat fisik gambut yang penting untuk dipelajari adalah kematangan gambut, kadar air, berat isi (bulk density), daya menahan beban (bearing capacity), penurunan permukaan tanah (subsidence), sifat kering tak balik (irreversible drying) (Dariah, 2016). 2. Limbah Nanas Nanas berasal dari daerah Brazil. Di Indonesia, nanas di tanam di kebun-kebun, pekarangan, atau tempat lain yang cukup mendapat sinar matahari pada ketinggian 1-1300 mdpl. Nanas merupakan tanaman buah yang selalu tersedia sepanjang tahun, tingginya mencapai 50-150 cm, terdapat tunas menyarap pada bagian pangkalnya berkumpul dalam roset akar dan pangkalnya melebar (Sugeng et al., 2010 dalam Rini, 2016). Provinsi Riau merupakan salah satu sentra produksi nanas di Indonesia. Dapat dilihat produksi buah-buahan di Provinsi Riau pada tahun 2010 hingga 2014 pada data Badan Pusat Statistik 2014. Produksi nanas lebih tinggi jika dibandingkan dengan buah-buahan lainnya seperti rambutan, pepaya, jambu dan pisang. Produksi nanas pada tahun 2014 mencapai 107.438 ton dengan rata-rata produksi sebesar 85.053 ton. Sentra produksi nanas terbesar di Provinsi Riau yaitu khususnya pada Desa Kualu Nanas, Kampar, Riau. Desa ini merupakan penghasil nanas terbesar di provinsi riau. Selain menjual hasil panen buah nanas mereka, sebagian masyarakat Desa Kualu Nanas ini juga memanfaatkan buah nanas dalam pembuatan keripik, dan bahan pangan lainnya. Namun, di desa ini pemanfaatan limbah nanas seperti kulit nanas dan daun nanas belum dimanfaatkan secara optimal, selama ini kulit nanas dan daun nanas hanya digunakan sebagai pakan ternak dan ada juga yang hanya dibuang saja. Luas lahan potensi nanas yang ada di Desa Kualu Nenas ini sebesar 1.050 Ha. Buah Nanas yang diproduksi perhari nya sebanyak ± 40-50 buah/1 Ha kebun. Limbah nanas yang dihasilkan perhari sebanyak ± 40-50 pohon nanas. Berdasarkan kandungan nutriennya, ternyata kulit buah nanas mengandung karbohidrat dan gula yang cukup tinggi. Kulit nenas mengandung 81% air, 20,87% serat kasar, 17,53% karbohidrat, 4,41% protein dan 13,65% gula reduksi. Mengingat kandungan karbohidrat dan gula yang cukup tinggi tersebut maka kulit nanas memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan bahan kimia, salah satunya adalah bioetanol melalui proses fermentasi. Limbah nanas merupakan bagian kulit buah dan bagian inti buah yang terbuang pada saat pengolahan sari buah nanas. Komposisi limbah nanas ini mencapai 40% dimana 3 didalamnya terdapat kandungan sebesar 5% (Wijana et al, 1991). sisik 3. Pupuk Hayati KualuPeat Penggunaan pupuk kimia pada tanaman oleh petani saat ini lebih tinggi dibandingkan penggunaan pupuk organik. Banyak faktor-faktor yang membuat petani menggunakan pupuk kimia, salah satunya ketakutan akan menurunnya hasil produksi tanaman, padahal pupuk kimia memberikan dampak negatif bagi lingkungan. Untuk memperbaiki kesuburan tanah yang menurun akibat pemberian pupuk kimia, maka dapat digantikan dengan pemberian pupuk hayati (biofertilizer). Pupuk hayati (biofertilizer) adalah pupuk yang mengandung mikroorganisme yang dapat mendorong pertumbuhan dengan meningkatkan kebutuhan nutrisi tanaman. Mikroba penting penyusun biofertilizer diantaranya Bacillus sp., Pseudomonas sp., adalah bakteri pelarut fosfat, Rhizobium sp., Azotobacter sp., Azospirillum sp., dan Acetobacter sp., sebagai penambat nitrogen. Celulomonas sp., Lactobacillus sp., perombak bahan organik dan mikroba penghasil antibiotik maupun hormon pertumbuhan (Maharani, 2010). Dalam sistem pertanian berkelanjutan, pupuk hayati memainkan peran penting dalam meningkatkan produksi tanaman dan konservasi kesuburan tanah. Oleh karena itu pengembangan dan pemakaian pupuk hayati perlu terus ditingkatkan terutama di tingkat petani (Sharma, 2003). Nitrogen adalah salah satu unsur esensial makro untuk produksi tanaman. Pertanian konvensional yang berorientasi pada hasil dan kualitas yang tinggi sangat bergantung pada penggunaan pupuk N kimia yang dikenal mahal dan mempunyai dampak buruk terhadap lingkungan. Saat ini dampak pemupukan N kimia yang intensif terhadap tanah dan lingkungan semakin jelas dengan banyak ditemukannya tanahtanah yang tidak responsif terhadap pemupukan (soil sickness). Oleh karena itu, ada kebutuhan besar untuk mencari dan memanfaatkan semua peluang secara optimal untuk meningkatkan kadar N tanaman yang berasal dari penambatan N2 biologis (Nurhayati, 2011). C. Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan ini adalah 1. Menganalisis pemanfaatan Pupuk Hayati KualuPeat dari limbah nanas untuk peningkatan produktivitas pertanian di lahan gambut. 2. Menganalisis manfaat dari Pupuk Hayati KualuPeat dalam upaya pencegahan KARHUTLA. BAHAN DAN METODE A. Pembuatan Pupuk Hayati KualuPeat 1. Persiapan Bahan dan Alat Pupuk Hayati KualuPeat gabungan penelitian dari jurnal Fidausi et al, 2016 dan Aryanti et al, 2016 menggunakan bahan-bahan yaitu Azolla pinata, Bacillus sp, dedak, EM4, aquadest, limbah kulit nanas dari Desa Kualu Nenas. Limbah nanas tersebut dicacah ukurannya menjadi kecil-kecil. Selanjutnya, alat yang digunakan yaitu cangkul, plastik hitam, saringan, timbangan dan alat-alat analisis laboratorium yang mendukung penelitian ini. 2. Persiapan Isolat Bakteri Bacillus sp Proses persiapan dan pembuatan isolat bakteri Bacillus sp pada penelitian ini mengikuti prosedur penelitian Fidausi et al, 2016. Pertama, isolat Bacillus sp dibuat menjadi sub kultur kerja. Masing-masing subkultur isolat bakteri diinokulasikan pada medium NA (Nutrient Agar) steril. Selanjutnya diinkubasi dalam inkubator pada suhu 370˚C selama 24 jam. Pengujian isolat Bacillus sp yang berpotensi sebagai pelarut fosfat, yaitu dengan diinokulasikan dalam medium kaya agar dan diinkubasi pada suhu ruang selama 7 hari. Koloni bakteri yang memiliki zona bening dianggap bakteri tersebut mampu melarutkan fosfat (Firdausi et al, 2016). 4 3. Proses Pengomposan Pembuatan kompos Azolla Pinata dan Bacillus sp dilakukan dengan cara mengambil sebanyak 10 kg Azolla segar, 0,5 kg dedak dan 0,5 kg limbah nanas yang sudah dicacah, dicampur merata kemudian ditambah 10 cc EM4 yang dilarutkan dalam 1 liter air, kemudian disiram secara merata dalam tumpukan bahan kompos. Kemudian, isolat Bacillus sp. diinokulasikan ke media pembawa dan dilakukan pengadukan secara berkala. Pembuatan pupuk hayati bakteri pelarut fosfat selesai ketika konsentrasi bakteri telah mencapai 108 CFU/gr. Apabila konsentrasi pupuk hayati telah sesuai dengan baku mutu maka dapat diaplikasikan pada tanaman. Tumpukan bahan kompos ditutup rapat dengan menggunakan plastik berwarna hitam, dan diamkan selama 1 minggu. Setelah 1 minggu kompos Azolla Pinata dan Bacillus sp dikeringanginkan (Aryanti et al, 2016). B. Perhitungan TPC (Total Plate Count) Perhitungan TPC (Total Plate Count) pada penelitian ini mengikuti prosedur penelitian Firdausi et al, 2016. Perhitungan TPC (Total Plate Count) digunakan untuk menguji daya viabilitas mikroba pada medium pembawa bedasarkan jumlah koloni populasi bakteri. Sebanyak 1 g dari sampel media pembawa dimasukkan ke dalam 10 ml aquadest steril kemudian dihomogenkan menggunakan vortex. Setelah itu, dilakukan serial pengenceran hingga pengenceran 10-8. Perhitungan populasi bakteri menggunakan metode pencawanan. Pada hasil pengenceran diambil 1 ml dari serial pengenceran. Kemudian disebarkan pada medium pikovskaya padat dalam cawan petri. Kemudian dilakukan inkubasi pada suhu 370˚C selama 3 hari. Jumlah bakteri per gram dapat ditentukan dengan menghitung koloni yang tumbuh dari masing-masing pengenceran (Firdausi et al, 2016). C. Pengujian Pupuk Hayati KualuPeat Pengujian dilakukan terhadap pH tanah, berat basah tanaman, POC limbah nanas yang diberi pupuk serta pengujian TPC (Total Plate Count) untuk mengetahui daya viabilitas mikroba pada medium pembawa bedasarkan jumlah koloni populasi bakteri. D. Metode Pengumpulan Data Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. 1. Untuk melihat produktivitas lahan gambut, diperoleh dari data sekunder dengan studi literatur yang relevan. Parameter yang diukur adalah pH, berat basah, serta kandungan POC dari kulit nanas. 2. Untuk mengetahui analisis pencegahan karhutla diperoleh dari data primer melalui pengamatan langsung di lapangan, wawancara mendalam, kepada masyarakat mengenai sistem pertanian yang digunakan masyarakat dan hubungannya dengan ekonomi masyarakat. Key Informan diperoleh dengan teknik Purposive sampling. Diskusi juga dilakukan bersama Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Riau dan Badan Pengakajian Teknologi Pertanian Provinsi Riau mengenai Teknologi Pupuk Hayati. E. Teknik Analisa data Data-data dan hasil yang sudah diperoleh kemudian dianalisis dengan metode analisis deskriptif. Metode analisis deskriptif dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta yang ditemukan kemudian dianalisis dengan menguraikan fakta tersebut sehingga dapat dipahami. Secara lengkap tahapan proses pembuatan pupuk hayati dapat dilihat pada gambar 1 sebagai berikut: 5 Persiapan Alat dan Bahan Bakteri Bacillus sp Persiapan Isolat Bakteri Bacillus sp Azolla Pinata, dedak, EM4, dan Air Pencacahan Limbah Kulit Nanas Proses Pengomposan Pupuk Hayati Aquadest Pengujian TPC Pengaplikasian Pengujian pH Tanah Selesai Gambar 1. Proses Pembuatan Pupuk Hayati KualuPeat HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kandungan Kulit Nanas Dan Potensinya Sebagai Pupuk Hayati KualuPeat Menurut Wahyuni et al (2016) bagian dari buah nanas yang dapat dimakan adalah sebanyak 53%, sementara sisanya, yaitu 47% dibuang dan menjadi limbah, limbah ini tentunya akan mencemari lingkungan sekitar. Padahal kulit nanas memiliki kandungan nutrisi yang tinggi dan masih dapat dimanfaatkan. Tabel 1. Kandungan Nutrisi Kulit Nanas (Wijana et al, 1991) Nutrisi Konsentrasi Air 81,72 % Serat kasar 20,87 % Karbohidrat 17,53 % Protein 4,41 % Gula reduksi 13,65 % Kandungan karbohidrat yang cukup tinggi pada limbah kulit nanas merupakan nutrisi yang baik untuk pertumbuhan bakteri penambat nitrogen dan pelarut fosfat karena bakteri ini merupakan bakteri kemoorganotropik yaitu bakteri yang menggunakan karbohidrat dan garamgaram asam organik lainnya sebagai sumber karbon. Selain itu kulit nanas sebagai Pupuk Hayati KualuPeat juga mengandung unsurunsur hara yang dibutuhkan tanaman dan dapat meningkatkan kesuburan tanah. Menurut hasil penelitian Neng et al (2018) POC limbah kulit nanas mengandung unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Tabel 2. Kandungan Unsur Hara POC limbah kulit nanas (Neng et al, 2018) Parameter Kandungan Phospat ( ppm ) 23, 63 Kalium ( ppm ) 08,25 Nitrogen ( % ) 01,27 Kalsium/ca ( ppm ) 27,55 Magnesium/Mg 137,25 ( ppm ) Natrium/Na ( ppm) 79,52 Besi/Fe ( ppm ) 01,27 Mangan/Mn ( ppm) 28,75 Tembaga/Cu ( ppm) 00,17 Seng / Zn ( ppm ) 00,53 Karbon Organik (%) 03,10 Sumber : Laboratorium Perusahaan Kelapa Sawit “ Mina Mas Research Center Selain memiliki kandungan unsur hara yang cukup tinggi dan diperlukan untuk pertumbuhan dan reproduksi tubuhan, POC limbah kulit nanas juga memiliki pH yang tinggi. Menurut hasil penelitian Salim (2008), pupuk organik dari kulit nanas memiliki pH 7,9. B. Pengaruh Pupuk Hayati KualuPeat Terhadap Pertumbuhan Tanaman Tanaman membutuhkan pH yang optimal dan unsur hara makro maupun mikro untuk pertumbuhan dan reproduksinya, diantara unsur hara yang dibutuhkan tanaman adalah Karbon (C), Hidrogen (H), Oksigen (O), Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Kalsium (Ca), Magnesium. Pupuk hayati limbah kulit nanas memiliki kandungan unsur hara yang dapat memenuhi kebutuhan tanaman sehingga meningkatkan pertumbuhan pada tanaman. Menurut penelitian Widawati et al, (2010) pemberian pupuk kompos yang diperkaya bakteri penambat nitrogen dan pelarut fosfat dapat meningkatkan berat basah tanaman kapri. 6 Tabel 3. Rerata Berat Basah Tanaman Kapri Pada Masing-Masing Perlakuan Perlakuan Berat basah (g) Kontrol 99,57 pupuk kimia 123,89 kotoran ayam + sekam 136,11 Kompos 200,64 Kompos + mikroba 229,47 Dari tabel 3 diatas, berat basah tanaman kapri mengalami peningkatan pada setiap pemupukan namun berat basah tertinggi terdapat pada perlakuan pemberian kompos yang diperkaya bakteri penambat nitrogen dan pelarut fosfat. Menurut Widawati et al, (2010) Hal ini mengindikasikan bahwa bahan organik, khususnya kompos plus yang mengandung bakteri penambat nitrogen dan pelarut fosfat, mampu meningkatkan penyediaan N dan P dalam tanah, sehingga dapat digunakan untuk mempercepat pertumbuhan dan produksi tanaman kapri. C. Pengaruh Pupuk Hayati KualuPeat Terhadap Kesuburan Dan pH Lahan Gambut Permasalahan yang terdapat pada tanah gambut adalah rendahnya pH dan unsur hara, hal ini disebabkan oleh rendahnya populasi bakteri penambat nitrogen dan pelarut fosfat pada lahan tersebut. Kondisi ini menyebabkan tanaman tidak bisa tumbuh dengan baik karena kekurangan unsur hara dan tidak dapat menghasilkan produksi secara maksimal. Pupuk Hayati KualuPeat yang mengandung bakteri penambat nitrogen dan pengurai fosfat dapat mengatasi permasalahan lahan gambut dengan cara memenuhi kebutuhan unsur hara tumbuhan yang kurang tersedia pada lahan gambut juga dapat meningkatka ph tanah gambut. Pemberian perlakuan pupuk hayati kompos dengan penambahan isolat bakteri pelarut fosfat dapat meningkatkan pH tanah. Menurut penelitian Ida et al, (2014) tanah gambut dengan pH awal 3 mengalami peningkatan pH dengan berbagai perlakuan pemberian amelioran kompos tankos dan induksi mikroba pelarut fosfat seperti pada tabel berikut. Tabel 4. pH Tanah Gambut Dengan Berbagai Perlakuan Perlakuan pH tanah Awal 3 Kompos 4,4 Kompos + 25% P 4,7 Kompos + 50% P 4,7 Kompos + 75% P 4,3 Kompos + 100% P 4,4 25 % P 4,6 50 % P 4,3 75 % P 4,2 100 % P 4,5 Dari tabel diatas dapat kita ketahui bahwa tanah gambut memiliki nilai pH paling tinggi pada pemberian kompos dan posfat dengan konsentrasi 25% dan 50%, kondisi ini disebabkan oleh peningkatan muatan negatif pada permukaan koloid tanah yang menyebabkan pH meningkat ( Amirrudin, 2008). Hal ini sesuai dengan pernyataan Mawardi et al (1999) yang menyatakan bahwa amelioran dapat memperbaiki stabilitas tanah dan menurunkan konsentrasi asam fenolat. Pada pemberian kompos +75% P, pH tanah memiliki nilai yang lebih rendah kondisi ini disebabkan oleh kegiatan pemupukan meningkatkan keasaman tanah karena terlepasnya ion H+, disisi lain aktivitas mikroba menghasilkan asam organik juga memicu peningkatan derajat keasaman tanah. Kenaikan pH berdampak pada keragaman mikroba potensial dan ketersediaan hara bagi tanaman dalam tanah (Sharma et al, 2011). Menurut penelitian Erviyanti et al, 2016 pemberian kompos Azolla pinata dapat meningkatkan pH, P, K kecuali N pada tanah gambut meskipun pH sebelum dan sesudah perlakuan masih tergolong sangat masa 7 Tabel 5. Kharakteristik tanah setelah pemberian kompos Azolla pinata Perlakuan Kharakteristik pH N P K (%) (mg/ (mg/ 100 g) 100 g) 4,15 0,49 12,25 0,30 Gambut 3 ton 4,15 0,48 29,85 0,48 /ha 6 ton 4,18 0,40 35,52 0,61 /ha 9 ton 4,27 0,39 63,43 0,60 /ha 12 ton 4,29 0,38 66,03 0,57 /ha 15ton 4,17 0,43 49,25 0,61 /ha Pada perlakuan tersebut terjadi peningkatan pH tanah setelah di inkubasi satu bulan. Semakin banyak konsentrasi kompos yang diberikan maka semakin tinggi nilai ph sampai pada konsentrasi 12 ton/ha. Peningkatan pH berarti menurunkan kelarutan H+. Jumlah H+ yang dipertukarkan akan berkurang dengan perlahan-lahan, sehingga H+ terlarut akan menurun, jumlah H+ yang terlarut ini dinetralisasi oleh ion OH- yang berasal dari hidrolisis kation-kation basa yang terdapat pada bahan organik dan sebagian H+ yang dapat dipertukarkan terionisasi untuk mengembalikan keadaan yang seimbang. Dari tabel diatas konsentrasi kompos Azolla yang menyebabkan peningkatan pH paling optimal adalah 12 ton/ha lahan gambut. Nilai N dan P pada tanah meningkat seiring dengan penambahan konsentrasi kompos sedangkan pada nilai n terjadi penurunan, Hal ini disebabkan karena Nitrogen dalam tanah diikat oleh mineral dalam bentuk NH4+. D. Kontribusi Inovasi Pupuk Hayati KualuPeat Untuk Desa Kualu Nenas Desa Kualu Nenas merupakan salah satu Desa yang terletak di kecamatan Tambang Kabupaten kampar. Dinamakan Gambut + Kompos Azolla Kualu Nenas karena desa ini didominasi oleh perkebunan Nenas. Menurut data Kantor Desa Kualu Nenas, 60 % masyarakat desa ini bekerja sebagai petani. Desa Kualu Nenas memiliki sekitar 1000 Ha kebun nanas yang produktif dan menghasilkan hampir 4 ton buan nanas segar setiap harinya. Belakangan ini nanas tidak hanya dijual dalam bentuk buah segar, melainkan diolah menjadi makanan lainnya seperti keripik nenas, saat ini industri rumah tangga olahan buah nanas sudah berkembang di Desa Kualu Nenas. Namun pemanfaatan ini masih terbatas pada buahnya saja, sedangkan bagian lainnya seperti kulit nanas belum dimanfaatkan dengan maksimal, terlihat dari gunungan sampah limbah kulit nenas di sekitar kioskios penjualan buah nanas yang berada di sepanjang jalan di desa Kualu Nenas. Kondisi mengenai petani nenas di Desa Kualu Nenas dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6. Gambaran Kondisi Petani Nanas di Desa Kualu Nenas Parameter Persentase (%) Luas lahan 1 ha 2 ha > 2 ha Pupuk Pupuk kimia Tanpa pupuk Pendapatan 1-2 juta/bulan 3-4 juta/bulan ≥5 juta/bulan Sampingan Usaha keripik usaha lainnya Tidak ada Limbah Pakan ternak Dibuang Sumber : Data Primer, 2019 33,33 50,00 16,67 83,33 16,67 50,00 28,33 21,67 35,00 21,67 53,33 6,67 93,33 8 Dari tabel 6 kita dapat mengetahui bahwa rata-rata petani nenas di desa ini memiliki lahan yang luasnya 1-2 ha dengan hasil pendapatan yang masih sangat rendah. Hal ini mengindikasikan produktivitas lahan nanas masih belum optimal sehingga hasil produksi masih rendah. Untuk membantu meningkatkan hasil produksi dan mempercepat masa panen, kebanyakan petani di Desa kualu nenas menggunakan pupuk kimia berupa pupuk urea, NPK, Za, KCl dll. Penggunaan pupuk ini selain menyebabkan tingginya ongkos produksi juga memberikan dampak jangka panjang pada rendahnya kualitas tanah. Sebanyak 93,33% petani ataupun pemilik kios nenas hanya memanfaatkan buah nanasnya saja, sementara bagian lainnya seperti daun,kulit dan bonggol dibuang, sehingga di sekitar kios nanas banyak ditemukan gunungan limbah nanas. Gunungan limbah nanas ini tentu memberikan dampak negatif bagi lingkungan sekitar antara lain menyebabkan pencemaran udara, air dan tanah. Solusi yang biasa digunakan untuk mengatasi masalah limbah ini adalah dengan cara dibakar, namun cara ini memiliki dampak negatif yang cukup besar yaitu menimbulkan pencemaran udara dan meningkatkan emisi gas CO2 yang menyebabkan pemanasan global. Oleh karna itu inovasi pupuk hayati limbah kulit nanas ini dapat mengatasi masalah limbah yang terdapat di Desa kualu Nenas, selain itu juga pupuk hayati ini dapat digunakan sebagai pengganti pupuk kimia yang biasa digunakan petani sehingga dapat menurunkan ongkos produksi dan meningkatan hasil produksi nanas di Desa Kualu Nenas, Kecamatan Tambang, Kabupaten kampar. E. Kontribusi Inovasi Pupuk Hayati KualuPeat Sebagai Upaya Pencegahan Karhutla Pada praktek alih fungsi lahan gambut sebagai lahan perkebunan, petani biasanya melakukan pembakaran dengan tujuan menurunkan keasaman dan meningkatkan kesuburan tanah. Kegiatan ini merupakan penyebab terjadinya karhutla pada beberapa wilayah terutama provinsi Riau. Beberapa metode membuaka lahan oleh petani nenas di Desa Kualu Nenas dapat dilihat pada gambar 2. Membakar lahan 27% 7% 66% Tidak membakar lahan karna sadar akan dampaknya Tidak membakar lahan karna sadar akan sanksi Gambar 2. Persentase Metode Membuka Lahan Petani Nenas di Desa Kualu Nenas Sumber: Data primer,2019 Sebanyak 66% petani nanas di desa ini masih membuka lahan dengan cara dibakar, alasannya adalah karna pertumbuhan nenas bagus setelah lahan tersebut mengalami proses pembakaran. 34% sisanya yang tidak membakar lahan menggunakan metode penyiangan dan pemberian rondap untuk membuka suatu lahan perkebunan. Ada dua alasan mengapa sebagian kecil petani ini memilih untu tidak membakar lahan, sebanyak 7% atau sangat sedikit sekali petani yang sadar dampak buruk pembakaran lahan baik bagi lingkungan maupun bagi lahan itu sendiri, kebanyakan petani atau sebanyak 27% memilih tidak membakar lahan karna sadar akan larangan dan sanksi yang ketat terhadap pembakaran lahan. Dikarenakan masih banyaknya praktek pembakaran lahan, dibutuhkan solusi yang tepat untuk menggantikan fungsi proses pembakaran. Pupuk hayati dari limbah kulit nanas ini bisa menggantikan praktek pembakaran yang bertujuan untuk meningkatkan kesuburan tanah. Pupuk hayati dapat memenuhi kebutuhan nitrogen dan fosfat, memenuhi kebutuhan unsur hara makro dan mikro lainnya serta meningkatkan pH tanah gambut. Oleh karena itu, dengan menggunakan pupuk 9 hayati limbah kulit nanas, lahan gambut bisa dijadikan lahan perkebunan tanpa proses pembakaran. KESIMPULAN Pengembangan Pupuk Hayati KualuPeat dengan memanfaatkan limbah nanas mampu: 1. Meningkatkan produktivitas pertanian di lahan gambut 2. Meningkatkan ekonomi masyarakat karna produksi pertanian meningkat 3. Dapat mencegah kebakaran lahan dan Hutan karna para petani tidak lagi membakar lahan untuk meningkatkan kesuburan lahan gambut. Karya tulis ini hendaknya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai implementasi Ppuk Hayati KualuPeat dalam skala industri di Indonesia sehingga dapat membantu para petani meningkatkan produktivitas lahan mereka. Selain itu perlu dilakukan analisis ekonomi dan lingkungan lebih lanjut sehingga didapatkan analisis yang kuat yang akan mendukung penerapan teknologi Pupuk Hayati KualuPeat di Indonesia UCAPAN TERIMAKASIH Puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala yang telah melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini dengan baik dan lancar. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar besarnya kepada: 1. Dr. Hermandra, S.Pd.,M.A selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Universitas Riau 2. Dr. Suwondo, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran, arahan selama melakukan penulisan. 3. Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Riau 4. Badan Pengkajian Teknologi Pertanian 5. Masyarakat petani Desa Kualu Nenas DAFTAR PUSTAKA Adli, S. S., Sri, R. M., & Silvia, R. Y. (2017). Fermentasi Kulit Nanas Menjadi Bioetanol Menggunakan Zymomonas mobilis dengan Variasi Pemekatan Medium dan Waktu Fermentasi. Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Teknik. 4(1) Agus, F. dan. Subiksa, I.G.M. 2008. Lahan Gambut: Potensi untuk Pertanian dan Aspek Lingkungan. Bogor: Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre (ICRAF) Aryanti, E., Novliana, H dan Saragih, R. (2016). Kandungan Hara Makro Tanah Gambut pada Pemberian Kompos Azolla Pinata dengan Dosis Berbeda dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Tanaman Kacang (Ipomea reptans Poir). Jurnal Agroteknologi. 6(2): 31-38. Badan Penyuluh Pertanian Kecamatan Tambang Kabupaten Kampar. 2012. Produksi Nenas di Kabupaten Kampar. Kampar. Badan Pusat Statistik Kabupaten Kampar. 2010. Kabupaten Kampar dalam Angka. Kampar. Berg, B and Mc. Claugherty, C. 2008. Plant Litter, Decomposition, Humus Foration, Carbon Sequestration. Verlag Berlin Heisenberg. Springer. Dariah, A., Maftuah, E dan Maswar. 2016. Karakteristik Lahan Gambut. Panduan Pengelolaan Berkelanjutan Lahan Gambut Terdegradasi. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa. Bogor Ervina, A., Hadisa, N., & Robbana, S. (2016). Kandungan Hara Makro Tanah Gambut pada Pemberian Kompos Azolla Pinata dengan Dosis Berbeda dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Tanaman Kangkung (Ipomea Reptans Poir). Jurnal Agroteknologi. 6(2):31 – 38. Firdausi, N., Muslihatin, W dan Nurhidayati, T. (2016). Pengaruh Kombinasi Media Pembawa Pupuk Hayati Bakteri Pelarut Fosfat Terhadap pH dan Unsur Hara Fosfor dalam Tanah. Jurnal Sains dan Seni ITS. 5(2): 2337-3520 Goenadi, D.H., Siswanto and Sugiarto, Y. 2000. Bioactivation of Poorly Soluble 10 Hermanto & Wawan . (2017). Sifat-sifat Tanah pada Berbagai Tingkat Kebakaran Lahan Gambut di Desa Rimbo Panjang Kecamatan Tambang. Jurnal Online Mahasiswa FAPERTA. 4(2). Ida, N.S., Benny, J., & Aisyah, D.S. (2014). Peningkatan Produktifitas Lahan Gambut Melalui Teknik Ameliorasi dan Inokulasi Mikroba Pelarut Fosfat. Jurnal Agro. 1(1):2-13. Istina, I, D., Joy, B dan Suyono, A, D. 2014. Peningkatan Produktifitas Lahan Gambut Melalui Teknik Amelioraasi dan Inokulasi Mikroba Pelarut Fosfat. Jurnal Agro 1(1):1-13. Mawardi, E., Syafei, & A. Thaher. 1999. Pemanfaatan Kaptan Super Fosfate (KSP) dalam Paket Tampurin untuk Meningkatkan Produktivitas Kubah Gambut. BPTP Sukarami Neng, S., Surtinah, & Muhammad, R. (2018). Pengujian Kandungan Unsur Hara Pupuk Organik Cair (POC) Limbah Kulit Nenas. Jurnal Ilmiah Penelitian. 14(2):46-51. Nurhayati. (2011). Pengaruh Jenis Amelioran Terhadap Efektivitas dan Infektivitas Mikroba pada Tanah Gambut dengan Kedelai Sebagai Tanaman Indikator. Jurnal Floratek 6(1): 124-139 Pesakovic M., Z.K. Stajic, S. Milenkovic and O. Mitrovic. 2013. Biofertilizer affecting yield related characteristics of strawberry (Fragaria×ananassa Duch.) and soil micro-organisms. Scientia Hort. 150: 238–243 Rini, S, R, A. 2016. Pemanfaatan Ekstrak Kulit Buah Nanas (Ananas comosus L. Merr.) Untuk Sediaan Gel Hand Sanitizer Sebagai Antibakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Skripsi. Universitas Negeri Semarang. Semarang Sharma, S., Kumar, V and Tripathi, R, B. (2011). Isolation of Phospate Solubilizing Microorganism (PSMs) from Soil. Journal Microbial Biotech Res. 1(2): 90-95 Sharma, Seema B., Riyaz Z Sayyed, Mrugesh H.T., & Thivakaran A. Gobi. 2013. Phosphate Solubilizing Microbes: Sustainable Approach for Managing Phosphorus Deficiency in Agricultural Soils. A Springer Open Journal. Subagyo, H., DS. Marsoedi, dan A.S. Karama.1996. Prospek pengembangan lahan gambut untuk pertaian; Seminar Pengembangan Tehnologi Berwawasan Lingkungan Untuk Pertanian Pada Lahan Gambut. Dalam rangka peringatan Dies Natalis ke 33 IPB. Bogor, 26 Sept. 1996 Tim Sintesis Kebijakan. 2008. Pemanfaatan Biota Tanah untuk Keberlanjutan Produktivitas Pertanian Lahan Kering Masam. Pengembangan Inovasi Pertanian. 1(2):157-163 Widawati, S., Suliasih, & A. Muharam. ( 2010). Pengaruh Kompos yang Diperkaya Bakteri Penambat Nitrogen dan Pelarut Fosfat terhadap Pertumbuhan Tanaman Kapri dan Aktivitas Enzim Fosfatase dalam Tanah. Jurnal Hortikultura. 20(3):207-215. Wijana, S., Kumalaningsih, S., Setyowati, A., Efendi, U dan Hidayat, N. 1991. Optimalisasi Penambahan Tepung Kulit Nanas dan Proses Fermentasi pada Pakan Ternak terhadap Peningkatan Kualitas Nutrisi. Laporan Penelitian Hibah Agricultural Research Management Project (ARMP) Departemen Pertanian Republik Indonesia. Universitas Brawijaya. Malang. 11 LAMPIRAN CURRICULUM VITAE Dosen Pembimbing Nama : Dr. Suwondo, M.Si Tempat/ tanggal lahir : Payakumbuh, 13 Januari 1968 Pendidikan Terakhir : S-3 Alamat Universitas : Kampus Bina Widya Km 12,5 Simpang Baru Pekanbaru 28293 Nomor Telepon Universitas : (0761)587018 Nama Ketua Kelompok : Daniatul Isra Tempat/ tanggal lahir : Kampar, 17 Desember 1998 Semester :5 Prestasi yang pernah diraih : 1. Juara 1 Musabaqah Syarhil Quran 2018 2. Finalis Duta Pendidikan Universitas Riau 2019 3. Juara 3 LKTIN Universitas Airlangga 2019 Nama Anggota 1 : Atiqatul Dzakirah Tempat/ tanggal lahir : Pauh Kurai Taji, 04 Juli 1999 Semester :5 Prestasi yang pernah diraih : 1. Juara 3 OSN Biologi Tingkat Kabupaten Kampar 2013 2. Peserta OSN Biologi Tingkat Provinsi Riau 2013 3. Juara 2 Musabaqah Fahmil Quran Tingkat FKIP 2019 Nama Anggota 2 : David Ali Hermawan Tempat/ tanggal lahir : Pamekasan, 13 Mei 1999 Semester :5 Prestasi yang pernah diraih : 1. 2. 3. 4. 5. Juara II PIMNAS Ke-31 Kategori Poster 2018 Juara 1 LKTIN KIMDAS 2018 4 Best Paper LKTIN PIS 2019 Best Presentation LKTIN PIS 2019 Juara III Lomba 3 Minutes Research Pekan Ilmiah FK Unri 2019 12