Uploaded by User66431

PROPOSAL TESIS REVISI

advertisement
IMPLEMENTASI PENDIDIKAN ISLAM ANTI TERORISME
DI SMP TAKHASSUS AL-QUR’AN TARUB TEGAL
HASIL REVISI PROPOSAL TESIS
Disusun Dalam Rangka Memenuhi Persyaratan
Program Magister Pendidikan Agama Islam
Di susun oleh:
Ikfina Kamalia Rizqi
NIM. 2052116079
PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
PEKALONGAN
2020
IMPLEMENTASI PENDIDIKAN ISLAM ANTI TERORISME
DI SMP TAKHASSUS AL-QUR’AN TARUB TEGAL
A. Latar Belakang
Terorisme di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat.
Hal ini tentu menimbulkan ketakutan dan keresahan di masyarakat. Karena
perilaku ini menyebabkan kerusakan baik fisik maupun psikis. Masyarakat
merasa terancam dengan banyaknya kasus-kasus teror ini, karena tidak
hanya merusak fasilitas umum saja, namun juga membahayakan nyawa.
Terorisme di Indonesia mencuat pada tahun 2000 yang diawali
dengan bom Bursa Efek Jakarta yang diikuti dengan serangkaian
pengeboman yang lainnya dan yang paling mematikan adalah Bom Bali I
pada tahun 2002 di Bali yang memakan korban 202 korban jiwa dan 300
orang lainnya terluka. Kemudian pada tahun 2017 hingga 2018 tejadi
beberapa kasus teror, antara lain adalah Bom Kampung Melayu (24 Mei
2017), Penyerangan terhadap anggota Polri di Mapolda Sumut (25 Juni
2017), Penyerangan terhadap anggota Polri di Blok M (30 Juni 2017),
Bom Buah Batu Bandung (8 Juli 2017), Penyerangan terhadap anggota
Polri di Mako Polsekta Bontoala Kota Makassar (1 Januari 2018), dan
Penganiayaan terhadap Jemaat Gereja St. Ligwina Jambon Trohanggo
Gamping, Sleman DIY (11 Februari 2018).1 Kapolri Jenderal Idham Azis
mengatakan jumlah aksi terorisme di Indonesia pada 2019 berjumlah
delapan kejadian. dua aksi menonjol pada tahun tersebut adalah peristiwa
penyerangan terhadap mantan Menteri Politik, Hukum dan Keamanan
(Menko Polhukam) Wiranto di Alun-alun Menes, Pandeglang, Banten dan
aksi teror di Mapolrestabes Medan. Dari hasil penyelidikan Polri, para
pelaku penyerangan Wiranto merupakan jaringan dari Jamaah Ansor
Komisi III DPR RI, “CATATAN RAPAT DENGAR PENDAPAT KOMISI III DPR RI
DENGAN
BADAN
NASIONAL PENANGGULANGAN
TERORISME
(BNPT)”,
http://www.dpr.go.id/dokakd/dokumen/K3-14-3eedaf92259dc692413af7ce9a1ee2ed.pdf, Hlm. 14
1
1
Daulah (JAD) yang berafiliasi dengan ISIS.2 Dari keseluruhan kasus di
atas, menurut pernyataan BNPT dari tahun 2000-2019 Densus 88 telah
mengkap 2000 teroris di Indonesia.3
Pengertian Terorisme menurut Prof. Dr. Syahrin Harahap adalah
paham dan aksi yang menggunakan ancaman atau kekerasan untuk
menimbulkan ketakutan, juga menculik dan membunuh, meledakkan bom,
membajak/meledakkan
pesawat
terbang,
melakukan
pembakaran-
pembakaran, melakukan kejahatan yang sangat serius dan kejam demi
menegakkan paham dan ideologinya serta dalam meluruskan dan
memperbaiki orang lain.4 Terorisme atau bisa juga disebur aksi teror,
mengandung arti penggunaan kekerasan, untuk menciptakan atau
mengkondisikan sebuah iklim ketakutan di dalam kelompok masyarakat
yang lebih luas, daripada hanya pada jatuhnya korban kekerasan.
Terorisme adalah cara atau teknik intimidasi dengan sasaran sistematik,
demi suatu kepentingan politik tertentu.5 Sehingga dapat digarisbawahi
bahwa terorisme adalah tindakan keras yang menimbulkan ketakutan
dengan disertai ancaman yang dapat membahayakan stabilitas kehidupan
masyarakat
dan
keagamaan,
yang
dilakukan
dengan
tujuan
menghancurkan kedauatan bangsa dan negara.
Pendidikan adalah hidup bersama dalam kesatuan tritunggal ayahibu-anak di mana terjadi pemanusiaan anak, pembudayaan anak, dan
Bayu Septiyanto, “Kapolri Klaim Jumlah Aksi Terorisme Sepanjang 2019 Berkurang”,
Artikel,
https://tirto.id/kapolri-klaim-jumlah-aksi-terorisme-sepanjang-2019-berkurang-el1v,
diunduh pada tanggal 27 September 2020.
2
Andi Firdaus, “BNPT: Densus tangkap 2.000 teroris sejak 2000-2019”, Artikel,
https://www.antaranews.com/berita/921076/bnpt-densus-tangkap-2000-teroris-sejak-2000-2019,
diunduh pada tanggal 24 September 2020.
3
4
Syahrin Harahap, Upaya Kolektif Mencegah Radikalisme dan Terorisme, (Depok:
SIRAJA, 2017), hlm. 7.
5
Abdullah Machmud H., TERORISME: Fundamentalis Kkristen, Yahudi, Islam, (Jakarta:
PT. Kompas Media Nusantara, 2009), hlm. 25
2
pelaksanaan nilai-nilai, dengan mana dia berproses, untuk akhirnya bisa
membudaya sendiri sebagai manusia purnawan, atau denngan kata lain
memanusiakan anak atau manusia muda menjadi manusia purnawan.6
Amos Neolaka merumuskan pengertian pendidikan sebagai proses upaya
meningkatkan nilai peradaban individu atau masyarakat dari suatu keadaan
tertentu menjadi suatu keadaan yang lebih baik, dan prosesnya melalui
penelitian, pembahasan, atau merenungkan tentang masalah atau gejalagejala perbuatan mendidik. 7 Di dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab I Pasal 1 dikemukakan,
bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. 8
Pendidikan dapat disimpulkan sebagai usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran untuk peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Pengertian Pendidikan dapat diartikan sebagai usaha sadar dan sistematis
untuk mencapai taraf hidup atau untuk kemajuan lebih baik. Secara
sederhana, Pengertian pendidikan adalah proses pembelajaran bagi peserta
didik untuk dapat mengerti, paham, dan membuat manusia lebih kritis
dalam berpikir.
6
Syafril, Zelhendri Zen, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Depok: KENCANA, 2017), hlm.
30.
7
Amos Neolaka, dkk., LANDASAN PENDIDIKAN: Dasar Pengenalan Diri Sendiri
Menuju Perubahan Hidup, (Depok: KENCANA, 2017), hlm. 14.
8
Republik Indonesia, Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pnedidikan
Nasional, Bab I, Pasal 1.
3
Pengertian pendidikan Islam yang dikemukakan Azyumardi Azra
merupakan proses pembentukan individu berdasarkan ajaran Islam yang
diwahyukan Allah SWT kepada Muhammad SAW melalui proses dimana
individu dibentuk agar dapat mencapai derajat yang tinggi sehingga ia
mampu menunaikan tugasnya sebagai khalifah di muka bumi, yang
selanjutnya mewujudkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.9 Selanjutnya
menurut Sajjad Husain dan Al-Asyraf yang dikutip Nik
Haryanti,
pendidikan Islam adalah suatu pedidikan yang melatih perasaan muridmurid dengan cara sebegitu rupa sehingga di dalam sikap hidup, tindakan,
keputusan dan pendekatan mereka terhadap segala jenis pengetahuan
mereka dipengaruhi sekali dengan nilai spiritualitas dan semangat sadar
akan nilai etis Islam. Mereka dilatih mentalnya menjadi begitu disiplin,
sehingga mereka ingin mendapatkan pengetahuan bukan semata-mata
untuk memuaskan rasa ingin tahu intelektual mereka atau hanya
memperoleh keuntungan material saja. Melainkan untuk berkembang
sebagai
makhluk
rasional
yang
berbudi
luhur
dan
melahirkan
kesejahteraan spiritual, moral, dimana fisik bagi keluarga mereka, bangsa
mereka dan selurh umat manusia.10 Dari kedua pernyataan tersebut dapat
disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah proses pembentukan mental,
pengetahuan, dan karakter berdasarkan ajaran Islam melalui proses
penanaman nilai-nilai spiritual, moral, dan keterampilan untuk mencapai
derajat yang tinggi sehingga mampu menjalankan tugasnya sebagai
khalifah di bumi untuk menciptakan makhluk rasional yang berbudi luhur
yang dapat mewujudkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Anti adalah tindakan melawan atau sikap tidak mendukung,
Berdasarakan definisi anti dan terorisme, maka dapat diambil pengertian
dari anti terorisme, anti terorisme adalah upaya melawan tindakan
9
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantangan
Milenium III,(Jakarta: Kencana, 2012), hlm. 6
10
Nik Haryanti, Ilmu Pendidikan Islam (IPI), (Malang: Penerbit Gunung Samudra, 2014),
hlm. 9
4
kekerasan yang dapat menimbulkan ketakutan publik atau menimbulkan
korban yang bersifat massal. Pendidikan anti terorisme merupakan sebuah
upaya membimbing seseorang atau kelompok untuk melawan tindakan
kekerasan (langsung, tidak langsung) untuk menimbulkan ketakutan
publik. Pendidikan anti terorisme memiliki fungsi sebagai media
pembentukan akhlaq, etika, ataupun karakter peserta didik yang dapat
dijadikan sebagai alternatif solusi untuk mencegah bahkan menghilangkan
aksi-aksi terorisme yang muncul sebagai akibat dari gerakan radikalisme
Islam.
Pendidikan Islam anti terorisme sebagai salah satu upaya
mencegah perilaku terorisme di kalangan generasi muda, dengan
memasukkan nilai-nilai keagamaan, nilai-nilai pancasila, nilai-nilai cinta
tanah air, nilai-nilai kebangsaan, nilai-nilai pluralisme, dan nilai-nilai
bermasyarakat berasaskan Islam, yakni Al-Qur’an dan hadits. Adapun
pendidikan Islam anti terorisme di SMP Takhassus Al-Qur’an yang
bertempat di desa Bulakwaru Kecamatan Tarub Kabupaten Tegal dengan
menyisipkan nilai-nilai tersebut melalui kurikulum mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam, Pendidikan Kewarganegaraan, dan mata
pelajaran muatan lokal “Aswaja” (Ke-NU-an) yang memuat unsur-unsur
toleransi dalam bermasyarakat. Dalam muatan lokanya terdapat mata
pelajaran “Aswaja” (Ke-NU-an), karena SMP Tahassus Al-Qur’an Tarub
Tegal merupakan lembaga pendidikan khusus yang berada di bawah
naungan Badan Pelaksana Pendidikan Ma’arif NU (BPPMNU).
Pada kegiatan pendalaman aswaja, disampaikan materi tentang
penguatan faham aswaja dan penguatan amaliyah aswaja. Materi
penguatan faham aswaja bertujuan untuk membentuk masyarakat yang
berakhlak baik dengan menerapkan ukhwah dalam berbangsa dan
bernegara yang meliputi sikap At-tawassuth (moderat/tengah), Attawazzun (seimbang dalam berkhidmah), At-ta’aruf (saling mengenal), Attasammuh (toleransi), At-ta’awun (menolong), At-tarahum (saling
5
menyayangi satu sama lain), Attadlamun (mendukung), dan Amar Ma’ruf
Nahi Munkar. Diharapkan dengan kegiatan pendalaman aswaja akan
meningkatkan rasa cinta tanah air akan melindungi siswa dari faham
radikalisme dan terorisme sehingga akan menciptakan rasa aman dan
kedamaian di masyarakat.11
SMP
Takhassus
Al-Qur’an
Tarub
Tegal
dalam
proses
pembelajarannya senantiasa memasukkan muatan anti terorisme, seperti
nilai-nilai keagamaan, nilai-nilai keberagaman, nilai-nilai pancasila, nilainilai pluralisme, nilai-nilai cinta tanah air, dan nilai-nilai kebangsaan yang
dikemas pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, Pendidikan
Kewarganegaraan, dan Aswaja (Ke-NU-an). Akan tetapi masih ada
beberapa kasus kekerasan antara kakak kelas kepada adik kelasnya karena
senioritas, yang notabene kekerasan merupakan benih-benih perilaku
terorisme.
Namun secara keseluruhan selama keberlangsungan pendidikan di
SMP Takhassus Al-Qur’an Tarub Kab. Tegal berjalan, belum pernah ada
peserta didik dari SMP Takhassus Al-Qur’an Tarub Kab. Tegal yang
teridentifikasi melakukan terorisme dan para siswanya memiliki semangat
yang tinggi dalam menyebarkan pengetahuan. Maka dari itu, penulis
tertarik untuk melakukan penelitian tentang penanaman konsep pendidikan
anti terorisme yang dilakukan di SMP Takhassus Al-Qur’an Tarub Kab.
Tegal, melalui penelitian dengan judul Implementasi Pendidikan Islam
Anti Terorisme di SMP Takhassus Al-Qur’an Tarub Kab. Tegal.
B. Rumusan Masalah
1. Mengapa SMP Takhassus Al-Qur’an Tarub Tegal melaksanakan
pendidikan Islam anti terorisme?
Dewi A’yuni, “Pendidikan Anti Terorisme Berbasis Kepesantrenan Bagi Siswa di MA
Mazro’atul Ulum Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan, Thesis, (Semarang: Fakultas Ilmu
Sosial, Universitas Negeri Semarang, 2019)”, Hlm. 7
11
6
2. Bagaimana perencanaan pendidikan Islam anti terorisme di SMP
Takhassus Al-Qur’an Tarub Tegal?
3. Bagaimana pelaksanaan pendidikan Islam anti terorisme di SMP
Takhassus Al-Qur’an Tarub Tegal?
4. Bagaimana Evaluasi pendidikan Islam anti terorisme di SMP
Takhassus Al-Qur’an Tarub Tegal?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Untuk menganalisis penyebab dilaksanakannya pendidikan Islam anti
terorisme di SMP Takhassus Al-Qur’an Tarub Tegal.
2. Untuk menganalisis perencanaan pendidikan Islam anti terorisme di
SMP Takhassus Al-Qur’an Tarub Tegal.
3. Untuk menganalisis pelaksanaan pendidikan Islam anti terorisme di
SMP Takhassus Al-Qur’an Tarub Tegal.
4. Untuk menganalisis evaluasi pendidikan Islam anti terorisme di SMP
Takhassus Al-Qur’an Tarub Tegal.
D. Kajian Pustaka
Dalam
penyusunan
informasi terhadap
tesis
ini
penelitian-penelitian
penulis
mencoba
terdahulu
menggali
sebagai
bahan
pertimbangan untuk membandingkan masalah-masalah yang diteliti,
baik dalam segi khusus metode maupun objek yang diteliti. Penelitian
dengan tema pendidikan anti korupsi telah banyak ditulis. Namun, yang
membedakan dari tema-tema tersebut adalah fokus, objek, dan sasaran
yang akan dikaji. Adapun penelitian yang relevan dengan penelitian
ini antara lain:
Penelitian yang dilakukan oleh Ningmas Maghfiroh dengan judul
“PENDIDIKAN
ANTI
TERORISME
(Alternatif
pengembangan
Kurikulum PAI)”, hasil yang diperoleh adalah pemberantasan terorisme,
dapat dilakukan melalui pendekatan pendidikan sebagai upaya preventif
7
(pencegahan). Hal ini dengan penyusunan kurikulum pendidikan agama
Islam berbasis pendidikan anti terorisme.12
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Masnur Alam dkk
dengan
judul
“PENERAPAN
PENDIDIKAN
ISLAM
ANTI-
RADIKALISME DALAM MERAJUT HARMONI: Suatu Tinjauan di
Kota Sungai Penuh Jambi”, dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa
Kota
Sungai
Penuh
telah
menerapkan
pendidikan
Islam
anti-
radikalismeme melalui jalur formal yaitu melalui Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD), lembaga pendidikan (sekolah dan pondok pesantren) dan
nonformal seperti khutbah Jum‟at, ceramah agama, dakwah, dan Radio
Republik Indonesia. Selain itu juga melalui organisasi sosial dan
keagamaan seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), Forum kewaspadaan
Dini Masyarakat (FKDM), Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB),
Forum Pembauran Kebangsaan (FPK). Dengan penerapan tersebut akan
dapat merajut harmoni, yaitu keselarasan, keserasian, kesesuaian,
kecocokan, dan kerukunan dalam masyarakat serta bebas dari konflik
horizontal. Sehingga keharmonisan pemerintah bersama masyarakat
menjadi kekuatan serta aset dalam membangun negeri serta mengukir
prestasi.13
Kemudian hasil penelitian yang dilakukan oleh Mufidul Abror,
“RADIKALISASI DAN DERADIKALISASI PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (Studi Multi Kasus di
SMAN 3 Lamongan dan SMK NU Lamongan)”, menunjukkan bahwa ada
muatan radikal dalam buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti
kelas XI, bab "Tokoh-tokoh Pembaharuan Dunia Islam Masa Modern"
yang memuat pendapat Muhammad bin Abd wahab. dan kelas X, bab
Ningmas Maghfiroh, “PENDIDIKAN ANTI TERORISME (Alternatif pengembangan
Kurikulum PAI)”, Skripsi, (Surabaya: Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Sunan
Ampel, 2010), hlm. iv.
12
13
Masnur Alam, dkk., “PENERAPAN PENDIDIKAN ISLAM ANTI-RADIKALISME
DALAM MERAJUT HARMONI: Suatu Tinjauan di Kota Sungai Penuh Jambi”, Jurnal Lentera
Pendidikan, ( Vol. 21, No. 2, Desember 2018), hlm. 257
8
"Meneladani Perjuangan Dakwah Rasulullah SAW di Madinah, sub bab
"Mengkritisi Sekitar Kita" Adapun deradikalisasi di SMAN 3 Lamongan
dilakukan dengan cara Formal dan Non Formal. Faktor Pendukungnya
adalah Terkordinasinya guru PAI dan dukungan dari pihak sekolah. faktor
Penghambatnya adalah Minimnya bobot dan waktu pelajaran PAI serta.
Belum adanya ekstra kulikuler keagamaan. Sedangkan deradikalisasi di
SMK NU Lamongan dilakukan dengan kegiatan ekstra kulikuler dan
kegiatan yang berdasarkan kebijakan sekolah. Dengan Faktor Pendukung
adanya kesamaan ideologi di lingkungan sekolah, larangan mengikuti
kegiatan yang berlainan dengan visi misi dan ediologi sekolah. Sedangkan
faktor penghambatnya adalah belum terbentuknya kegiatan dan sarana
untuk mengontrol dan mengawasi siswa selama 24 jam.14
Selanjutnya hasil penelitian karya Ridho Firmansyah, yang
berjudul “REHABILITASI DAN DERADIKALISASI TERHADAP
ANAK PELAKU TINDAK PIDANA TERORISME”, menyatakan bahwa
dalam suatu kasus tindak pidana terorisme diperlukan suatu penanganan
khusus terhadap anak pelaku tindak pidana terorisme tersebut, dikarenakan
anak pelaku tindak pidana terorisme tidak dapat dijatuhi hukuman mati
maupun hukuman seumur hidup. Penanganan khusus tersebut dalam
Undang-Undang SPPA 2012 dan Undang –Undang Anti Terorisme 2018
dapat berupa rehabilitasi yang merupakan salah satu bagian dari
diversi,dan deradikalisasi yang merupakan suatu program dari BNPT.
Rehabilitasi dan Deradikalisasi meskipun memiliki tujuan yang sama yaitu
suatu perbaikan terhadap anak pelaku terorisme, kedua program tersebut
memiliki
beberapa
perbedaan-perbedaan
dimana
deradikalisasi
didalamnya memiliki program-program yang lebih khusus untuk
penanganan dan perbaikan terhadap anak pelaku tindak pidana terorisme
seperti bimbingan mengenai wawasan kebangsaan, bimbingan wawasan
Mufidul Abror, “RADIKALISASI DAN DERADIKALISASI PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (Studi Multi Kasus di SMAN 3 Lamongan
dan SMK NU Lamongan)”, Tesis, (Surabaya: Program Pascsarjana UIN Sunan Ampel, 2016),
hlm. vii.
14
9
keagamaan, serta beberapa program kerjasama dengan berbagai pihak
terkait untuk menjalankan program deradikalisasi ini, sedangkan pada
program rehabilitasi sosial dalam Undang-Undang SPPA 2012 yang
dilakukan oleh LPKS program-programnya lebih ditujukan kepada tindak
pidana yang bersifat umum, hal ini dikarenakan program yang terdapat
dalam rehabilitasi sosial lebih ke bersifat vokasional serta pengembangan
bakat kepada anak. Sedangkan pada penanganan kasus tindak pidana
terorisme diperlukan suatu penanganan khusus menghilangkan pemikiran
radikal pada anak pelaku teorisme.15
Berikutnya penelitian yang dilakukan oleh Abdul Khalim yang
berjudul “MODEL PENDIDIKAN ISLAM ANTI RADIKALISME DI
PESANTREN AL-HIKMAH 2 BENDA SIRAMPOG KAB. BREBES”,
penelitian ini mengkaji usaha-usaha pesantren Al-Hikmah 2 dalam
mengembangkan model pendidikan Islam yang anti terhadap radikalisme.
Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam rangka membentengi para
santri dari radikalisme Islam Pesantren Al-Hikmah 2 memilih materimateri ajar, rekrutmen dewan asatidz/ guru dan pengawasan pergaulan dan
akses informasi santri. Model pengembangan pendidikan Islam moderat
adalah dengan menjadikan nilai-nilai Ahlussunnah Waljama>’ah sebagai
nilai dasar dalam proses penyelenggaraan pendidikanya. Strategi
pengembanganya adalah melalui keteladanan (modeling), melalui proses
pembelajaran yang meliputi pembelajaran kitab, pendidikan wawasan
kebangsaan, praktek pembiasaan serta pengembangan melalui desain
lingkungan pesantren yang menunjukan pengembangan nilai-nilai Islam
moderat.16
Ridho Firmansyah, “Rehabilitasi dan Deradikalisasi Terhadap Anak Pelaku Tindak
Pidana Terorisme”, Jurist-Diction, (Vol. 2 No. 2, Maret 2019), hlm. 669.
15
Abdul Khalim, “Model Pendidikan Islam Anti Radikalisme di Pesantren Al-Hikmah 2
Benda Sirampog Kab. Brebes”, Tesis, (Semarang: Program Magister Pendidikan Agama Islam
Uiversitas Islam Negeri Walisongo, 2017), hlm. vii-viii.
16
10
Adapula penelitian dari Makrum dan Ahmad Asrof Fitri yang
berjudul “JIHAD: AKAR IDEOLOGI TERORISME (?)”,Tulisan ini
mengkaji benar tidaknya jihad sebagai akar terorisme. Sebab, terorisme
acapkali diidentikkan dengan jihad. Stigma ini muncul lantaran para
pelaku terorisme mengatasnamakan aksinya sebagai jihad fii sabilillah
untuk melawan penindasan kaum kafir sebagai bentuk balas dendam.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji kebenaran pendapat yang
menyatakan bahwa terorisme lahir dari penafsiran tekstual atas ayat-ayat
dan hadits tentang jihad. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
terorisme tidak terkait dengan pemahaman tekstual atas ayat Al-Qur’an
dan hadits tentang jihad, selama didasari oleh semangat ketaatan dan
kebaikan. Akan tetapi, jika nash tersebut dimaknai secara emosional dan
hanya menuruti hawa nafsu, tidak menutup kemungkinan perintah jihad
tersebut akan disalahtafsirkan menjadi aksi teror.17
Keenam penelitian di atas memeliki persamaan dan perbedaan
dengan judul penelitian yang penulis susun. Adapun persamaan dan
perbedaannya penulis rangkum di bawah ini:
No.
Judul Penelitian
PENDIDIKAN
1.
Persamaan
meneliti tentang
Perbedaan
jenis peneltiannya
ANTI TERORISME pendidikan anti
adalah penelitian
(Alternatif
terorisme secara
studi pustaka, fokus
pengembangan
kualitatif
utama penelitian
Kurikulum PAI)
tentang
pengembangan
kurikulum,
sedangkan penulis
meneliti tentang
17
Makrum dan Ahmad Asrof Fitri, ” Jihad: Akar Ideologi Terorisme (?)”, Proceeding
Seminar Internasional dan Call for Paper, (Presented in The 2nd International Conference on
Islamic Economic Studies, September 2016), hlm. 867.
11
implementasinya.
2.
PENERAPAN
meneliti tentang
meneliti tentang
PENDIDIKAN
penerapan
pendidikan
ISLAM
ANTI- pendidikan
RADIKALISME
antiterorisme
Deradikalisasi,
sedangkan penulis
DALAM MERAJUT
tentang pendidikan
HARMONI:
anti terorisme, ruang
Tinjauan
Suatu
di
Kota
lingkup objek
Sungai Penuh Jambi
penelitiannya atau
populasi lebih
banyak.
3.
RADIKALISASI
teknik pengumpulan
ada 2 jenis variabel
DAN
data dokumentasi
yang menjadi fokus
DERADIKALISASI
dan interview
penelitian,
dan
PENDIDIKAN
tempat
penelitian
AGAMA ISLAM DI
lebih dari satu.
SEKOLAH
MENENGAH
ATAS (Studi Multi
Kasus di SMAN 3
Lamongan dan SMK
NU Lamongan)
4.
REHABILITASI
ruang lingkup
data yang
DAN
pembahasan msih
ditampilkan tentang
DERADIKALISASI
seputar terorisme
mengatasi perilaku
TERHADAP ANAK
yang sudah terjadi
PELAKU TINDAK
(terorisme),
PIDANA
sedangkan penulis
TERORISME
meneliti upaya
pencegahan tindak
12
terorisme.
Penelitian
5.
berjudul
yang ruang lingkup
MODEL pembahasan masih
PENDIDIKAN
ISLAM
ada keterkaitan
ANTI dengan terorisme.
ruang lingkup
penelitian lebih ke
model
pendidikannya,
RADIKALISME DI
sedangkan penulis
PESANTREN
pelaksanaannya.
AL-
HIKMAH
2
BENDA
SIRAMPOG
KAB.
BREBES
JIHAD:
6.
AKAR ruang lingkup masih ruang lingkup yang
IDEOLOGI
seputar terorisme.
TERORISME (?)
diteliti adalah latar
belakang perikau
terorisme,
sedangkan penulis
meneliti upaya
pencegahan perilaku
terorisme melalui
pendidikan di
sekolah.
Kedudukan penelitian ini dan perbedaannya dengan penelitian-penelitian
sebelumnya yakni dalam penelitian ini penulis memfokuskan pada
tindakan pencegahan, bagaimana langkah-langkah yang diambil dalam
upaya pencegahan tindakan terorisme di lingkungan sekolah, bagaimana
sekolah mengimplementasikan muatan-muatan anti terorisme dalam
kegiatan belajar mengajar. Sehingga siswa diharapkan tidak mudah
terjerumus pada ajaran-ajaran radikalisme. Penulis berharap penelitian ini
13
dapat menjadi sumber wawasan dan pengetahuan tentang implementasi
pendidikan Islam anti terorisme di sekolah.
E. Kerangka Teoritik
1. Pendidikan Islam Anti Terorisme
a.
Pengertian Pendidikan Islam Anti Terorisme
Pendidikan adalah hidup bersama dalam kesatuan
tritunggal ayah-ibu-anak di mana terjadi pemanusiaan anak,
pembudayaan anak, dan pelaksanaan nilai-nilai, dengan mana
dia berproses, untuk akhirnya bisa membudaya sendiri sebagai
manusia purnawan, atau denngan kata lain memanusiakan anak
atau manusia muda menjadi manusia purnawan.18 Amos
Neolaka merumuskan pengertian pendidikan sebagai proses
upaya meningkatkan nilai peradaban individu atau masyarakat
dari suatu keadaan tertentu menjadi suatu keadaan yang lebih
baik, dan prosesnya melalui penelitian, pembahasan, atau
merenungkan tentang masalah atau gejala-gejala perbuatan
mendidik.
19
Di dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab I Pasal 1
dikemukakan, bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan
negara.20 Pendidikan dapat disimpulkan sebagai usaha sadar dan
18
Syafril, Zelhendri Zen, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, hlm. 30.
19
Amos Neolaka, dkk., LANDASAN PENDIDIKAN: Dasar Pengenalan Diri Sendiri
Menuju Perubahan Hidup, hlm. 14.
20
Republik Indonesia, Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pnedidikan
Nasional, Bab I, Pasal 1.
14
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran untuk peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan
yang
diperlukan
dirinya
dan
masyarakat.
Pengertian Pendidikan dapat diartikan sebagai usaha sadar dan
sistematis untuk mencapai taraf hidup atau untuk kemajuan
lebih baik. Secara sederhana, Pengertian pendidikan adalah
proses pembelajaran bagi peserta didik untuk dapat mengerti,
paham, dan membuat manusia lebih kritis dalam berpikir.
Pengertian
pendidikan
Islam
yang
dikemukakan
Azyumardi Azra merupakan proses pembentukan individu
berdasarkan ajaran Islam yang diwahyukan Allah SWT kepada
Muhammad SAW melalui proses dimana individu dibentuk agar
dapat mencapai derajat yang tinggi sehingga ia mampu
menunaikan tugasnya sebagai khalifah di muka bumi, yang
selanjutnya mewujudkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.21
Selanjutnya menurut Sajjad Husain dan Al-Asyraf yang dikutip
Nik Haryanti, pendidikan Islam adalah suatu pedidikan
yang melatih perasaan murid-murid dengan cara sebegitu rupa
sehingga di dalam sikap hidup, tindakan, keputusan dan
pendekatan mereka terhadap segala jenis pengetahuan mereka
dipengaruhi sekali dengan nilai spiritualitas dan semangat sadar
akan nilai etis Islam. Mereka dilatih mentalnya menjadi begitu
disiplin, sehingga mereka ingin mendapatkan pengetahuan
bukan semata-mata untuk memuaskan rasa ingin tahu intelektual
mereka atau hanya memperoleh keuntungan material saja.
Melainkan untuk berkembang sebagai makhluk rasional yang
berbudi luhur dan melahirkan kesejahteraan spiritual, moral,
21
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantangan
Milenium III, hlm. 6
15
dimana fisik bagi keluarga mereka, bangsa mereka dan selurh
umat manusia.22 Dari kedua pernyataan tersebut dapat
disimpulkan
bahwa
pendidikan
Islam
adalah
proses
pembentukan mental, pengetahuan, dan karakter berdasarkan
ajaran Islam melalui proses penanaman nilai-nilai spiritual,
moral, dan keterampilan untuk mencapai derajat yang tinggi
sehingga mampu menjalankan tugasnya sebagai khalifah di
bumi untuk menciptakan makhluk rasional yang berbudi luhur
yang dapat mewujudkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Menurut Ezza A. Fattah yang dikutip oleh Luqman
Hakim, kata terorisme berasal dari bahasa latin terrere yang
kurang lebih diartikan sebagai kegiatan atau tindakan yang dapat
membuat pihak lain ketakutan.23 Dalam kamus bahasa Indonesia
kata terorisme berasal dari kata “terror” yang berarti usaha
menciptakan kekacauan dengan membuat ketakutan, kengerian,
dan kekejaman oleh seseorang atau golongan. Sedangkan teroris
adalah orang yang meneror (bisanya untuk tujuan politis).24
Pengertian Terorisme menurut Prof. Dr. Syahrin Harahap adalah
paham dan aksi yang menggunakan ancaman atau kekerasan
untuk menimbulkan ketakutan, juga menculik dan membunuh,
meledakkan bom, membajak/meledakkan pesawat terbang,
melakukan pembakaran-pembakaran, melakukan kejahatan yang
sangat serius dan kejam demi menegakkan paham dan
ideologinya serta dalam meluruskan dan memperbaiki orang
lain.25 Terorisme atau bisa juga disebur aksi teror, mengandung
22
Nik Haryanti, Ilmu Pendidikan Islam (IPI), hlm. 9
23
Luqman Hakim, Terorisme di Indonesia, hlm. 9.
24
Wahyu Untara, Kamus Bahasa Indonesia: Edisi Revisi, (Yogyakarta: Indonesia Tera,
2014), hlm. 526
25
Syahrin Harahap, Upaya Kolektif Mencegah Radikalisme dan Terorisme, hlm. 7.
16
arti
penggunaan
kekerasan,
untuk
menciptakan
atau
mengkondisikan sebuah iklim ketakutan di dalam kelompok
masyarakat yang lebih luas, daripada hanya pada jatuhnya
korban kekerasan. Terorisme adalah cara atau teknik intimidasi
dengan sasaran sistematik, demi suatu kepentingan politik
tertentu.26
Dalam yurisdiksi hukum nasional, masalah terorisme
diatur dalam Undang-undang Anti Terorisme, yaitu Undangundang No. 15 Tahun 2003. Dalam keterangan pemerintah
tentang
diterbutkannya
Peraturan
Pemerintah
Pengganti
Undang-undang No. 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Terorisme dan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Terorisme pada Peristiwa Peledakan Bom Bali
Tanggal 12 Oktober 2002, Menteri Kehakiman dan Hak Asasi
Manusia. Yusril Ihza Mahendra mengatakan:
Terorisme adalah suatu kejahatan yang tidak dapat
digolongkan sebagai kejahatan luar biasa. Secara
akademis terosime dikategorikan sebagai kejahatan luar
biasa atau extra ordinary crime dan dikategorikan pula
sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan atau crime
against humanity. Mengingat kategori demikian, maka
pemberantasan tentulah tidak dapat menggunakan caracara yang biasa sebagaimana menangani tindak pidana
biasa seerti pencurian, pembunuhan dan penganiayaan
misalnya, tindak pidana terorisme selalu menggunakan
ancaman atau tindak kekerasan yang mengancam
keselamatan jiwa tanpa memilih-milih siapa yang akan
menjadi korbannya.
26
Abdullah Machmud H., TERORISME: Fundamentalis Kristen, Yahudi, Islam, hlm. 25
17
Sehingga dapat digarisbawahi bahwa terorisme adalah tindakan
keras yang menimbulkan ketakutan dengan disertai ancaman
yang dapat membahayakan stabilitas kehidupan masyarakat dan
keagamaan, yang dilakukan dengan tujuan menghancurkan
kedauatan bangsa dan negara.
Anti adalah tindakan melawan atau sikap tidak
mendukung, Berdasarakan definisi anti dan terorisme, maka
dapat diambil pengertian dari anti terorisme, anti terorisme
adalah upaya melawan tindakan kekerasan yang dapat
menimbulkan ketakutan publik atau menimbulkan korban yang
bersifat massal. Pendidikan anti terorisme merupakan sebuah
upaya membimbing seseorang atau kelompok untuk melawan
tindakan
kekerasan
(langsung,
tidak
langsung)
untuk
menimbulkan ketakutan publik. Pendidikan anti terorisme
memiliki fungsi sebagai media pembentukan akhlaq, etika,
ataupun karakter peserta didik yang dapat dijadikan sebagai
alternatif solusi untuk mencegah bahkan menghilangkan aksiaksi terorisme yang muncul sebagai akibat dari gerakan
radikalisme Islam.
Pendidikan Islam anti terorisme sebagai salah satu upaya
mencegah perilaku terorisme di kalangan generasi muda, dengan
memasukkan nilai-nilai keagamaan, nilai-nilai pancasila, nilainilai
cinta
tanah
air,
nilai-nilai
kebangsaan,
nilai-nilai
pluralisme, dan nilai-nilai bermasyarakat berasaskan Islam,
yakni Al-Qur’an dan hadits.
b. Faktor-faktor Perlunya Pendidikan Islam Anti Terorisme di
Sekolah
Faktor penyebab tindakan terorisme di Indonesia salah satunya
yakni penyebaran paham radikalisme. Bahkan penyebaran paham
radikalisme sudah merambah ke lingkungan sekolah. Adapun
18
sumber penyebaran radikelaisme di sekolah melalui guru dan
organisasi ekstra kurikuler Rohis. Berikut ini faktor-faktor
penyebab radikalisme, yaitu:
1) Lemahnya Pandangan Terhadap Hakikat Agama
Sedikitnya pengetahuan tetang fiqih, serta kurang
dalamnya penyelaman rahasia-rahasianya guna meliputi
pemahaman akan tujuannya. Bukan maksud menyatakan
bahwa penyebab itu adalah kebodohan mutlak tentang agama,
karena hal ini justru tidak akan membawa pada sikap ekstrem
dan melampaui batas. Sebaliknya, ia membawa kepada
pengabaian dan ketidakacuhan. Tetapi, yang dimaksud adalah
pengetahuan setengah-setengah, yang membuat pemiliknya
menyangka bahwa ia telah termasuk dalam golongan orangorang yang berpengetahuan sempurna, padahal banyak,
bahkan sangat banyak yang belum diketahuinya. Ia hanya
memiliki pengetahuan sepotong-sepotong dari sana sini, yang
tidak saling berkaitan, memntingkan yang mengembang di
atas permukaan dan tidak memperhatikan yang berada di
kedalaman. Ia tidak mengaitkan yang bersifat parsial dengan
yang total, tidak cukup mengetahui tentang bagian-bagian
yang saling bertentangan ataupun yang perlu didahulukan.
Sehingga, ia tidak mampu mengambil keputusan tepat dengan
memperhatikan seluruh alasan dan motif yang menjadi latar
belakang suatu persoalan.
Malik bin Anas berkata: “Pada suatu hari Rabi’ah
menangis dengan tangis yang amat sangat. Lalu ditanyakan
orang kepadanya: Adakah suatu bencana menimpamu? Jawab
Rabi’ah: “Tidak, tetapi permintaan fatwa kini telah ditujukan
kepada orang yang tidak berilmu.”
Memang benar, ilmu yang setengah-setengahyang
diiringi kesombongan lebih banyak bahayanya daripada
19
kebodohan total yang diakui, sebaqb yang kedua ini adalah
kebodohan biasa, sedangkan yang pertama adalah kebodohan
ganda (kompleks). Inilah kebodohan orang yang tidak tahu
bahwa dirinya tidak tahu. Tanda-tanda kebodohan semacam
ini banyak dijumpai pada diri mereka.27
2) Bacaan
yang
salah
terhadap
sejarah
Islam
yang
dikombinasikan dengan idealisasi berlebihan terhadap Islam
pada masa tertentu. Ini terlihat dalam pandangan dan gerakan
Salafi, khususnya pada spektrum sangat radikal seperti
Wahabiyah yang muncul di Semenanjung Arabia pada akhir
abad 18 awal sampai dengan abad 19 dan terus merebak
sampai sekarang ini. Tema pokok kelompok dan sel Salafi ini
adalah pemurnian Islam, yakni membersihkan Islam dari
pemahaman dan praktek keagamaan yang mereka pandang
sebagai ‘bid’ah’, yang tidak jarang mereka lakukan dengan
cara-cara
kekerasan.
Dengan
pemahaman
dan
praksis
keagamaan seperti itu, kelompok dan sel radikal ini
‘menyempal’
(splinter)
dari mainstream
Islam
yang
memegang dominasi dan hegemoni otoritas teologis dan
hokum agama dan sekaligus kepemimpinan agama. Karena
itu, respon dan reaksi keras sering muncul dari kelompokkelompok ‘mainstream’, arus utama, dalam agama. Mereka
tidak jarang mengeluarkan ketetapan, bahkan fatwa, yang
menetapkan kelompok-kelompok sempalan tersebut sebagai
sesat dan menyesatkan. Ketetapan atau fatwa tersebut dalam
prakteknya tidak jarang pula digunakan kelompok-kelompok
27
Yusuf Qardhawi, Membedah Islam Ekstrem, (Bandung: Mizan, 1995), hlm. 52-54.
20
mainstream tertentu sebagai dasar dan justifikasi untuk
melakukan tindakan main hakim sendiri.28
3) Pengkaderan
organisasi.
Pengaderan
organisasi
adalah
kegiatan pembinaan terhadap anggota dan atau calon anggota
dari
organisasi
simpatisan
radikalisme. Pertama Pengkaderan
atau
pengusung
internal.
Pengkaderan
internal biasanya dilakukan dalam bentuk training calon
anggota baru dan pembinaan anggota lama. Rekruitmen calon
anggota baru dilakukan baik secara individual maupun
kelompok. Rekrutmen individual biasanya dilakukan oleh
organisasi radikal Islam bawah tanah seperti NII, melalui apa
yang sering disebut dengan pencucian otak (brainwashing).
Hampir semua korban pencucian otak dari keompok ini
menceritakan pengalamannya terkait dengan doktrinasi ajaran
atau faham mereka yang sarat dengan muatan radikalisme,
seperti diperbolehkannya melakukan kegiatan merampok
untuk kepentingan NII. 29
4) Melalui majalah, buletin, dan booklet. Penyebaran ideologi
radikalisme juga dilakukan melalui majalah, buletin dan
booklet. Salah satu buletin yang berisi ajakan untuk
mengedepankan jihad dengan kekerasan adalah bulletin
“Dakwah & Jihad” yang diterbitkan oleh Majelis Ar-Rayan
Pamulang di bawah asuhan Abu Muhammad Jibril, pentolan
MMI, kakak kandung Irfan S Awwas, Amir MMI sekarang
ini.
Abdul Munip, “Menangkal Radikalisme Agama di Sekolah”, Jurnal Pendidikan Islam,
(Vol. I, No. 2, Desember/2012), hlm. 5
28
29
Abdul Munip, “Menangkal Radikalisme Agama di Sekolah”, hlm. 7.
21
5) Penggunaan internet. Selain menggunakan media kertas,
kelompok radikal juga memanfaatkan dunia maya untuk
menyebarluaskan buku-buku dan informasi tentang jihad.30
c.
Konsep Umum Pendidikan Anti Terorisme di Sekolah
Memasukkan materi pendidikan anti terorisme sejak dini
dapat dimulai dengan menyisipkan kurikulum materi tersebut
pada kurikulum pelajaran agama maupun kewarganegaraan
mulai dari sekolah dasar, agar memantapkan keyakinan pada
masyarakat sejak dini bahwa masyarakat terutama muslim agar
menolak, melawan, dan mencegah aksi terorisme. Penyisipan
kurikulum pendidikan anti terorisme ini dapat diterapkan hingga
jenjang perkuliahan. Hal ini karena pada jenjang perkuliahan
masih terdapat mata kuliah pendidikan agama maupun
kewarganegaraan. Selain itu berdasarkan informasi dari berbagai
sumber bahwa mahasiswa juga menjadi penyumbang cukup
besar sebagai anggota teroris. Dan berdasarkan sumber yang
ada, pada jenjang perkuliahan, proses rekruitmen anggota teroris
dengan cara mempengaruhi baik akal maupun hati mahasiwa
banyak dilakukan. Kegiatan ini dibumbui melalui suatu ajaran
agama yang menyesatkan terhadap aksi terorisme yang secara
besar-besaran ditanam oleh teroris pada mahasiswa.31
1) Waktu Pembelajaran
Materi pembelajaran pendidikan anti terorisme sejak dini
dapat diberikan dengan cara disisipkan pada kurikulum
mata pelajaran yang bersifat fleksibel. Maksud dari
fleksibel disini adalah waktu untuk memberikan materi
pendidikan anti terorisme ini dengan cara disisipkan pada
30
Abdul Munip, “Menangkal Radikalisme Agama di Sekolah”, hlm. 10.
Zahrotul Mahmudati, dkk., “Pendidikan Anti Terorisme Sejak Dini Solusi
Menanamkan Wawasan Kebangsaan Bagi Generasi Bangsa”, Jurnal Ilmiah Mahasiswa, (Vol. 4
No.1, April/2014), hlm. 28.
31
22
mata pelajaran agama sesuai jam mata pelajaran agama
yang ada di sekolah atau universitas, hanya saja ketika jam
pelajaran tersebut, pengajar memberikan waktu sekitar 30
menit untuk menyampaikan materi tentang pendidikan anti
terorisme kepada peserta didik dengan pembawaan yang
santai tetapi serius sehingga materi dapat tersampaikan
dengan baik. Sehingga disini bukan target waktu berapa
lama penyampaian yang menjadi utama akan tetapi dengan
waktu yang tidak terlalu lama dalam memberikan materi
akan membuat peserta didik tidak bosan sehingga akan
lebih memahami dan menyerap pembelajaran dengan
baik.32
2) Cara Penyampaian
Penyampaian materi tentang pendidikan anti terorisme ini
disampaikan dengan cara santai seperti halnya bercerita
disertai dengan memberikan gambaran kondisi kekinian
atau kasus hangat yang sedang terjadi berkaitan dengan aksi
terorisme. Dengan demikian akan timbul keingintahuan
peserta didik untuk mendalami dan memahami terorisme
yang seharusnya harus diberantas di muka bumi ini.
3) Strategi Implementasi
Selanjutnya langkah strategis yang diusulkan untuk
dilakukan dengan melibatkan pihak-pihak terkait yang
didasarkan kepada hasil identifikasi masalah dan rancangan
metode serta konsep adalah sebagai berikut :
a) Dari segi materi, hal yang bisa dilakukan adalah
menyajikan materi tentang pendidikan anti terorisme
sesuai tingkat satuan belajar. Materi harus tersampaikan
dengan baik berdasarkan sumber terpercaya dan
Zahrotul Mahmudati, dkk., “Pendidikan Anti Terorisme Sejak Dini Solusi
Menanamkan Wawasan Kebangsaan Bagi Generasi Bangsa”, hlm. 29.
32
23
berdasarkan
fakta
yang
terjadi
di
masyarakat.
Penyampaian materi harus mudah dipahami oleh
peserta didik.
b) Dari segi konsep, kesalahan pemerintah hingga saat ini
adalah
tidak
memikirkan
penyelesaian
masalah
terorisme dari akarnya dan kurang melakukan tindakan
pencegahan sebagai solusi dalam memberantas aksi
terorisme yang mencemarkan nama bangsa. Oleh
sebab itu,
memberikan gagasan dengan berinovasi
mengadakan pendidikan anti terorisme sejak dini yang
belum
pernah
ada
selama
ini,
sebagai
solusi
menyelamatkan generasi bangsa dari aksi terorisme di
muka bumi.
c) Dari
segi
money,
menganggarkan
budget
hendaknya
untuk
pemerintah
pengembangan
pendidikan anti terorisme sejak dini dalam anggaran
pendidikan. Hal ini merupakan salah satu langkah bijak
yang dapat mensukseskan gagasan tersebut.
F. Kerangka Berpikir
24
Terorisme di
kalangan generasi
muda
Implementasi Pendidikan
Islam Anti Terorisme di
SMP Takhassus Al-Qur'an
Tarub Tegal
Pendidikan Islam
Anti Terorisme
Pengertian
Pendidikan Islam
Anti Terorisme
Fakto-faktor Perlunya
Pendidikan Anti
Terorisme di Sekolah
Konsep Umum
Pendidikan Islam
Anti Terorisme di
Sekolah
Gambar 1.1. Kerangka Berpikir
G. Metode Penelitian
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Berdasarkan tempat penelitiannya, penelitian ini merupakan
jenis penelitian lapangan dengan pendekatan penelitian kualitatif.
Penelitian ini dilakukan dengan mempelajari secara intensif tentang
latar belakang keadaan sekarang, dan interaksi suatu sosial, individu,
kelompok, lembaga, dan masyarakat.33 Karena menggunakan jenis
penelitian lapangan, maka peneliti berangkat ke lapangan untuk
mengadakan pengamatan langsung tentang sesuatu fenomena yang
terjadi. Dalam hal ini lokasi penelitian yang akan peneliti lakukan
pengamatan berada di SMP Takhassus Al-Qur’an Tarub Tegal.
33
Husaini Usman dkk, Metodologi Penelitian Sosial.(Jakarta,PT. Bumi Aksara, 2006)
,hlm. 5
25
Sehubungan dengan itu, nantinya peneliti akan memaparkan
bagaimana situasi dan kondisi lokasi tersebut.
Sedangkan
menggunakan
penelitian
kualitatif
karena
penelitian ini dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting)
dan data yang terkumpul dan analisisnya lebih bersifat kualitatif.
Penelitian kualitatif merupakan metode penelitian yang berlandaskan
pada filsafat positivism, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek
yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) di mana peneliti
adalah sebagai instrument kunci, pengambilan sampel sumber data
dilakukan secara purposive dan snowboard, teknik pengumpulan
dengan
trianggulasi
(gabungan),
analisis
data
bersifat
induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan
makna dari pada generalisasi.34
2. Tempat dan Waktu Peneletian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Takhassus Al-Qur’an yang
bertempat di desa Bulakwaru Kecamatan Tarub Kabupaten Tegal.
SMP Takhassus Al-Qur’an adalah lembaga pendidikan khusus yang
berada di bawah naungan Badan Pelaksana Pendidikan Ma’arif NU
(BPPMNU) yang belum ada di wilayah Kabupaten Tegal, dengan
mengkhususkan Al-Qur’an sebagai kurikulum tambahan baik
dibidang
pembacaan,
pemahaman
maupun
penerapan
dalam
kehidupan sehari-hari. Kehadirannya dapat dijadikan sebagai salah
satu alternatif untuk mewujudkan keinginan masyarakat, sehingga
dipandang perlu agar senantiasa proaktif menjadi aktor dalam
penanganan pendidikannya. Setidaknya SMP Takhassus Al-Qur’an
tersebut siap menjadi pemain dalam mengelola pendidikan, dengan
memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh lembaga pendidikan
lain disekitarnya karena lokasinya dilingkungan Pondok Pesantren
“Al-Amin” Bulakwaru Tarub Tegal,
34
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,
(Bandung: Alfabeta, 2010), hlm. 15.
26
Alasan peneliti memilih sekolah SMP Takhassus Al-Qur’an,
karena tujuan peneliti dalam melaksanakan penelitian ini yaitu untuk
menggambarkan pelaksanaan pendidikan anti terorisme di kalangan
pelajar. Karena SMP Takhassus Al-Qur’an Tarub Tegal merupakan
lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan ma’arif NU,
maka sekolah menyediakan wadah bagi para pelajar untuk dapat
belajar dan membentuk generasi muda yang berpegang teguh pada
ajaran Islam ahlu sunnah waljama’ah.
Sedangkan waktu penelitian dimulai sekitar minggu pertama
bulan September sampai Oktober 2020. Akan tetapi jadwal dapat
fleksibel sesuai dengan situasi dan kondisi, serta kendala yang
mungkin terjadi ketika proses penelitian berlangsung.
3. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah keseluruhan obyek yang diteliti, baik berupa
orang, benda, kejadian, nilai maupun hal-hal yang terjadi, Sedangkan
sampel adalah sebagian dari populasi yang akan diteliti.35 Dalam hal
ini populasinya adalah kepala sekolah, guru, dan siswa-siswi SMP
Takhassus Al-Qur’an Tarub Tegal.
Teknik sampling adalah merupakan teknik pengambilan
sampel. Untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam
penelitian, terdapat berbagai teknik sampling yang digunakan. Dalam
penelitian kualitatif, teknik sampling yang sering digunakan adalah
purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik pengambilan
sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan
tertentu ini, misalnya orang tersebut yang dianggap paling tahu
tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin dia sebagai penguasa
35
Ine I. Amirman Yousda dan Zainal Arifin, Penelitian dan Statistik Pendidikan, (Jakarta:
Bumi Aksara, 1993), hlm. 134
27
sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi obyek/situasi sosial
yang diteliti.36
4. Teknik Pengumpulan Data Penelitian
Pengumpulan data merupakan langkah yang amat penting
dalam metode penelitian, karena pada umumnya data yang
dikumpulkan digunakan untuk menguji hipotesis yang telah
dirumuskan.37 Adapun teknik yang digunakan dalam mengumpulkan
data, adalah:
a. Interview
Interview atau bisa disebut dengan wawancara mendalam
merupakan cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang
dilaksanakan dengan melakukan tanya jawab lisan secara sepihak,
berhadapan muka, dan dengan arah serta tujuan yang telah
ditentukan.38
b. Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematik
terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu gejala atau gejalagejala pada obyek penelitian”. Berdasarkan pemaparan di atas
dapat ditarik kesimpulan bahwa observasi merupakan kegiatan
pengamatan dan pencatatan yang dilakukan oleh peneliti guna
menyempurnakan
penelitian
agar
mencapai
hasil
yang
maksimal.39
c. Dokumentasi
36
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,
hal. 217
37
Moh. Nazir, Metode Penelitan, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009), hlm. 176
38
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2009), hlm. 82
39
Hadari Nawawi, M. Martini Hadari, Instrumen Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press. 1992), hlm. 74.
28
Dokumentasi yaitu penelitian yang dilakukan denagn meneliti
bahan-bahan dokumentasi yang ada dan mempunyai relevansi
dengan tujuan penelitian.40 Metode ini digunakan untuk mencari
dat-data yang berhubungan dengan gambaran pelaksanaan
pendidikan anti terorisme di sekolah..
5. Instrumen Penelitian
Data dalam penelitian ini diperoleh melalui teknik wawancara
mendalam,
observasi,
dan
dokumentasi
digunakan
beberapa
instrumen pengumpulan data. Untuk teknik wawancara mendalam
digunakan instrumen berupa pedoman wawancara, teknik observasi
menggunakan
lembar
observasi,
dan
teknik
dokumentasi
menggunakan alat perekam data.
a.
Pedoman Wawancara
Dalam pelaksanaan teknik wawancara diperlukan instrumen
penelitian berupa pedoman wawancara sebagai alat untuk
mengumpulkan
data
melalui
teknik
tersebut.
Pedoman
wawancara yang disusun yaitu berupa pertanyaan-pertanyaan
wawancara yang bersifat unstructured-interview agar data
dapat dikumpulkan secara komprehensif. Pedoman wawancara
ini digunakan untuk memperoleh data dari narasumber
diantaranya yaitu kepala sekolah, guru, siswa. Pertanyaanpertanyaan dalam teknik wawancara disusun berdasarkan kisikisi instrumen yang telah dibuat oleh peneliti dan telah
dilakukan expert-judgement dari salah satu ahli pendidikan
karakter di perguruan tinggi peneliti. Expert-judgement tersebut
bertujuan untuk menilai kelayakan instrumen untuk dijadikan
alat untuk mengumpulkan data.
40
Anas Sudjono, Pengantar Statistik Pendidikan (Jakarta : Raja Grafindo Persada,1999)
hal. 27
29
b.
Lembar Obsevasi
Instrumen
berupa
lembar
observasi
digunakan
untuk
mendukung kelengkapan data dari instrumen penelitian yang
lain. Lembar observasi ini disusun berupa daftar tabel yang
berisikan pokok-pokok bahasan yang akan dilakukan observasi.
Pokok-pokok bahasan tersebut dijabarkan dari kisi-kisi
instrumen lembar observasi yang dikembangkan. Kondisikondisi yang akan dilakukan observasi yaitu secara umum
tentang kultur sekolah di SMP Takhassus Al-Qur’an Tarub
yang terkait dengan pendidikan pendidikan anti terorisme, baik
dari sisi perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasinya.
c.
Alat Perekam Data
Instrumen berupa alat perekam data merupakan instrumen yang
memanfaatkan alat pendokumentasian berupa kamera digital.
Alat tersebut berguna untuk mendokumentasikan data baik
berupa gambar ataupun rekaman dokumen sekolah.
6. Teknik Analisis Data
Untuk menganalisis data, penulis melakukan analisis data
kualitatif, yaitu upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan
data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan
yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan
pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan
memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.41
Secara umum teknik Analisis data dalam penelitian ini
mencakup 3 tahap:
a.
Data Reduction (Reduksi data)
Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk
itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Semakin lama peneliti
41
Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Offset, 2006), hal. 248.
30
ke lapangan, maka jumlah data akan semakin banyak, kompleks
dan rumit.Untuk itu perlu segera dilakukan analisis data melalui
reduksi data.
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang
pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan
polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan
memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah
peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan
mencarinya bila diperlukan. Reduksi data merupakan proses
berfikir sensitif yang memerlukan kecerdasan dan keluasan dan
kedalaman wawasan yang tinggi. Bagi peneliti yang masih baru,
dalam melakukan reduksi data dapat mendiskusikan pada teman
atau orang lain yang dipandang ahli. Melalui diskusi itu, maka
wawasan peneliti akan berkembang, sehingga dapat mereduksi
data-data yang memiliki nilai temuan dan pengembangan teori
yang signifikan.42 Dengan demikian data yang diperoleh dalam
penelitian ini melalui guru, murid, kepala sekolah dan pihak-pihak
yang ada disekolah dicatat maka segera di analisis data melalui
reduksi data.
b. Data Display (penyajian data)
Mendisplay data dalam penelitian kualitatif adalah penyajian data
bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, hubungan antar
kategori. Dengan mendisplaykan data, maka akan memudahkan
untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya
berdasarkan apa yang telah difahami tersebut.
c. Conclusion Drawing (Verification)
Langkah ke tiga dalam analisis data kualitatif adalah penarikan
kesimpulan dan verifikasi, Kesimpulan awal yang dikemukakan
masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan
42
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,
Hal. 247
31
bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan
data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan
pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan
konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data,
maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang
kredibel. Dengan demikian kesimpulan dalam penelitian kualitatif
mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak
awal, tetapi mungkin juga tidak, karena seperti telah dikemukakan
bahwa masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif
masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah penelitian
berada dilapangan.43
H. Sistematika Pembahasan
Untuk memudahkan memahami masalah yang dibahas dalam tesis
ini, maka penulis menyajikan sistematika penulisan tesis sebagai berikut:
Bab I merupakan bagian pengantar dalam Penelitian ini, berisi
tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II berisi landasan teori dengan sub bab “Pendidikan Anti
Terorisme”, penelitian yang relevan dan hipotesis.
I. Bab III membahas tentang metode penelitian yang terdiri dari jenis dan
pendekatan penelitian, tempat dan waktu penelitian, populasi dan sampel
penelitian, variabel dan indikator penelitian, teknik pengumpulan data
penelitian, dan teknik analisis data.
J. Bab IV membahas tentang deskripsi dan analisis data, yang meliputi
deskripsi data hasil penelitian tentang (Pendidikan Anti Terorisme di SMP
Takhassus Al-Qur’an Tarub Tegal) dan analisis data.
K. Bab V merupakan bagian akhir dari rangkaian tesis, yang terdiri dari
kesimpulan, saran-saran dan penutup.
43
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,
hlm. 249.
32
L. Daftar Isi Sementara
A’yuni, Dewi, “Pendidikan Anti Terorisme Berbasis Kepesantrenan Bagi
Siswa di MA Mazro’atul Ulum Kecamatan Paciran Kabupaten
Lamongan, Thesis, (Semarang: Fakultas Ilmu Sosial, Universitas
Negeri Semarang, 2019).
Abror, Mufidul, “RADIKALISASI DAN DERADIKALISASI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH MENENGAH
ATAS (Studi Multi Kasus di SMAN 3 Lamongan dan SMK NU
Lamongan)”, Tesis, (Surabaya: Program Pascsarjana UIN Sunan
Ampel, 2016).
Alam, Masnur, dkk., “PENERAPAN PENDIDIKAN ISLAM ANTIRADIKALISME DALAM MERAJUT HARMONI: Suatu Tinjauan
di Kota Sungai Penuh Jambi”, Jurnal Lentera Pendidikan, ( Vol. 21,
No. 2, Desember 2018).
Azra, Azyumardi, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi di Tengah
Tantangan Milenium III, (Jakarta: Kencana, 2012).
Firdaus, Andi, “BNPT: Densus tangkap 2.000 teroris sejak 2000-2019”,
Artikel, https://www.antaranews.com/berita/921076/bnpt-densustangkap-2000-teroris-sejak-2000-2019, diunduh pada tanggal 24
September 2020.
Firmansyah, Ridho Firmansyah, “Rehabilitasi dan Deradikalisasi Terhadap
Anak Pelaku Tindak Pidana Terorisme”, Jurist-Diction, (Vol. 2 No.
2, Maret 2019).
Hakim, Luqman, Terorisme di Indonesia, (Surakarta: Forum Studi Islam
Surakarta, 2004), hlm. 9.
Harahap, Syahrin, Upaya Kolektif Mencegah Radikalisme dan Terorisme,
(Depok: SIRAJA, 2017).
Haryanti, Nik, Ilmu Pendidikan Islam (IPI), (Malang: Penerbit Gunung
Samudra, 2014).
Khalim, Abdul, “Model Pendidikan Islam Anti Radikalisme di Pesantren
Al-Hikmah 2 Benda Sirampog Kab. Brebes”, Tesis, (Semarang:
Program Magister Pendidikan Agama Islam Uiversitas Islam Negeri
Walisongo, 2017).
Komisi III DPR RI, “CATATAN RAPAT DENGAR PENDAPAT
KOMISI III DPR RI DENGAN BADAN NASIONAL
PENANGGULANGAN
TERORISME
(BNPT)”,
33
http://www.dpr.go.id/dokakd/dokumen/K3-143eedaf92259dc692413af7ce9a1ee2ed.pdf, Hlm. 14
Machmud H., Abdullah, TERORISME: Fundamentalis Kkristen, Yahudi,
Islam, (Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2009).
Maghfiroh, Ningmas, “PENDIDIKAN ANTI TERORISME (Alternatif
pengembangan Kurikulum PAI)”, Skripsi, (Surabaya: Fakultas
Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel, 2010).
Mahmudati, Zahrotul, dkk., “Pendidikan Anti Terorisme Sejak Dini Solusi
Menanamkan Wawasan Kebangsaan Bagi Generasi Bangsa”, Jurnal
Ilmiah Mahasiswa, (Vol. 4 No.1, April/2014).
Makrum, Fitri, Ahmad Asrof, ” Jihad: Akar Ideologi Terorisme (?)”,
Proceeding Seminar Internasional dan Call for Paper, (Presented in
The 2nd International Conference on Islamic Economic Studies,
September 2016).
Moleong, Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya Offset, 2006).
Munip, Abdul,, “Menangkal Radikalisme Agama di Sekolah”, Jurnal
Pendidikan Islam, (Vol. I, No. 2, Desember/2012).
Nawawi, Hadari, M. Martini Hadari, Instrumen Penelitian Bidang Sosial,
(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 1992).
Nazir, Moh., Metode Penelitan, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009).
Neolaka, Amos, dkk., LANDASAN PENDIDIKAN: Dasar Pengenalan
Diri Sendiri Menuju Perubahan Hidup, (Depok: KENCANA,
2017).
Qardhawi, Yusuf, Membedah Islam Ekstrem, (Bandung: Mizan, 1995).
Republik Indonesia, Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pnedidikan Nasional, Bab I, Pasal 1.
Septiyanto, Bayu, “Kapolri Klaim Jumlah Aksi Terorisme Sepanjang 2019
Berkurang”, Artikel, https://tirto.id/kapolri-klaim-jumlah-aksiterorisme-sepanjang-2019-berkurang-el1v, diunduh pada tanggal
27 September 2020.
Sudijono, Anas, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2009).
Sudjono, Anas, Pengantar Statistik Pendidikan (Jakarta : Raja Grafindo
Persada,1999).
34
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan
Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2010).
Syafril, Zen, Zelhendri,
KENCANA, 2017).
Dasar-dasar
Ilmu
Kuantitatif,
Pendidikan,
(Depok:
Untara, Wahyu, Kamus Bahasa Indonesia: Edisi Revisi, (Yogyakarta:
Indonesia Tera, 2014).
Usman, Husaini, dkk, Metodologi Penelitian Sosial.(Jakarta,PT. Bumi
Aksara, 2006).
Yousda, Ine I. Amirman, Zainal Arifin, Penelitian dan Statistik
Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993).
Pekalongan, 01 oktober 2020
Pengusul
Ikfina Kamalia Rizqi
2052116079
35
Download