Uploaded by User65346

lapsus hiposalivasi

advertisement
LAPORAN KASUS ILMU PENYAKIT MULUT
HIPOSALIVASI PADA PENDERITA HIV
Dosen Pembimbing
:
Sarah Mersil, drg, Sp.PM
Disusun Oleh
Putri Kartika Dusak S.KG
:
(2017-16-099)
Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama)
Jakarta
2017
LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE
“HIPOSALIVASI PADA PENDERITA HIV”
Putri Kartika Dusak (2017-16-099)
Pembimbing : Sarah Mersil, drg, Sp.PM
Mahasiswi Kedokteran Gigi Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama)
Bagian Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Prof. Dr. Moestopo
(Beragama)
PENDAHULUAN
Air liur adalah larutan hipotonik berair yang melindungi semua jaringan rongga
mulut. Hal ini disekresikan oleh kelenjar liur utama yaitu parotid, submandibular, atau
submaxillary dan sublingual. Di rongga mulut ada juga sejumlah besar kelenjar liur
minor yang ditemukan di permukaan mukosa bukal, palatina dan labial seperti di lidah,
di area sublingual, dan di daerah retromolar. Struktur kelenjar saliva terdiri dari sel
asinar, duktus aksesori (interkalasi dan intralobular), duktus penghubung dan duktus
utama (Stensen, Wharton, Bart Holin dan Rivinus). Rangsangan aferen dan eferen
memodulasi kontrol saraf dari saliva. Selain rasa dan pengunyahan, saliva juga berperan
dalam penciuman, penglihatan, dan pemikiran. Masukan ke inti soliter dari rangsangan
aferen diintegrasikan melalui saraf fasial (VII) dan Glossopharyngel (IX).1
Kandungan utama saliva adalah air1,2 (99%) dan sejumlah elektrolit yang
meliputi Natrium, Kalium, Kalsium, Magnesium, Bikarbonat, dan Fosfat.1 Selain itu
ada komponen organik: Imunoglobulin (IgA, IgG, IgM), protein1,2, enzim, mucin, dan
produk yang mengandung Nitrogen (urea, dan ammonium).1 Nilai pH saliva pada
dasarnya bervariasi dari 6-7.1 Kelenjar mayor utama yang bertanggungjawab untuk
volume saliva dan kandungan elektrolit.1,2 Komponen ini meningkatkan rasa, ucapan,
penelanan, dan memudahkan irigasi, lubrikasi dan perlindungan pada membrane
mucous pada saluran pencernaan bagian atas. Fungsi fisiologis dari saliva adalah
antimikrobial dan melindungi gigi dari karies.2 Kelenjar minor menghasilkan jumlah
yang lebih kecil dengan kandungan zat yang tinggi dari kelompok darah ABO, Neutofil
dan Leukosit lainnya.1 Lebih dari 90% sekresi saliva yang tidak distimulasi dihasilkan
oleh kelenjar saliva mayor: (20%-30% ~ 0,08 mL/min)3 dari kelenjar Parotid, (65% ~
0,26 mL/min)3 dari submandibular, (6%-8% ~ 0,03 mL/min)3 dari sublingual, dan
sekitar (5%-10% ~ 0,03 mL/min)3 dari kelenjar saliva minor. Kelenjar parotid
bertanggungjawab atas lebih dari 50% cairan saliva yang dikeluarkan. Terdapat variasi
antar individu dari tingkat cairan saliva.1 Nilai 0,3–0,5 ml/min dianggap normal untuk
aliran saliva yang tidak distimulasi. Aliran saliva yang distimulasi dianggap normal bila
nilai antara 1-2 ml/min.1 Sekresi normal saliva setiap hari kira-kira 0,8-1,5 L per hari
(yaitu 0,5 mL/min – 1 mL/min).1,3
Fungsi biologi dari saliva:4








Membasahi permukaan, membersihkan, memfasilitasi rasa, pembentukan bolus
Pelumas (mucin) : bicara, menelan, fungsi protesis
Proteksi mukosa : faktor pertumbuhan, (mucin), hidrasi
Memfasilitasi perawatan mukosa, regenerasi, dan perbaikan
Efek antimikrobial : bawaan dan diperoleh
Adherence, membersihkan, faktor antimikroba (polipeptida, defensing, enzim
dll), antibodi
Perawatan jaringan keras gigi : pH, remineralisasi, membasahi, membersihkan
Lainnya : inisiasi pencernaan, peran sosial; tekstur / viskositas; membersihkan
obat (sekresi saliva, menelan).
Fungsi sensori/subjektif saliva:
Membasahi, kenyamanan, kehausan, sensitivitas mukosa, memfasilitasi raasa,
fungsi menelan, ucapan.
Hiposalivasi atau Hipofungsi kelenjar saliva, adalah kondisi penurunan
produksi saliva karena berbagai penyebab yang dapat diukur secara obyektif dengan
mengumpulkan saliva selama periode waktu tertentu. Biasanya menyebabkan keluhan
subyektif dari kekeringan di mulut yang disebut xerostomia. Xerostomia bukanlah
sinonim untuk hiposalivasi karena hal itu juga mungkin terjadi pada perubahan kualitas
saliva, sementara jumlah saliva normal. Inilah alasan mengapa pasien mengeluh
mulutnya kering namun memiliki jumlah saliva normal. Korelasi positif antara
xerostomia dan penurunan saliva tidak selalu ditemukan. Oleh karena itu, pasien yang
mengeluhkan mulut kering tidak dapat diasumsikan secara otomatis mengalami
disfungsi saliva, sementara mulut kering memiliki banyak penyebab. Setiap individu
mungkin mengalami xerostomia dengan atau tanpa hiposalivasi, mengalami hiposalivasi
dengan atau tanpa xerostomia atau mungkin memiliki rata-rata aliran saliva dan sensasi
normal.3,5 Perubahan dalam komposisi saliva, khususnya glikoprotein seperti mucin,
juga dapat menyebabkan xerostomia. Mucin memberikan fungsi pelembab dan fungsi
pelumas, dan pengurangan mucin dapat meningkatkan gejala kekeringan pada mukosa.5
Sialometri adalah metode yang paling obyektif untuk menilai fungsi saliva dan
untuk menentukan kuantitas seluruh saliva saat istirahat dan saat stimulasi.3 Saliva
dikumpulkan dalam tabung selama periode waktu tertentu, biasanya 3-5 menit dan laju
aliran kemudian dihitung.5 Seluruh saliva yang tidak distimulasi dikumpulkan dengan
cara metode mengumpulkan keseluruhan saliva di mulut dan meludah kedalam tabung
yang dilengkapi corong.5,6 Tingkat laju aliran saliva untuk keadaan istirahat ≤ 0,1 ml /
min dan untuk keadaan terstimulasi ≤ 0,7 mL/ min dianggap hiposalivasi.1,3,5,6
Istilah "hipofungsi kelenjar saliva" dapat digunakan untuk xerostomia,
hiposalivasi dan perubahan komposisi saliva. Definisi yang lebih terbaru mencakup
perubahan sensorik oral lainnya seperti sensasi mulut terbakar dan rasa dysgeusia.5
Xerostomia, sensasi subjektif dari mulut kering yang disebabkan langsung dari kelenjar
saliva atau tidak.5,6,7,8,9 Xerostomia merupakan keluhan dan gejala salivary gland
hypofunction (SGH) yang paling umum.6 Faktor yang berkontribusi terhadap mulut
kering meliputi penyakit sistemik,1,6,7,8 dan terapi medis seperti penggunaan obatobatan1,6,7 atau radioterapi kepala-leher.1,6,7 Meskipun xerostomia sering merupakan
manifestasi fungsi kelenjar saliva yang terganggu, dapat terjadi dengan atau tanpa
penurunan produksi saliva yang nyata.6
PENYEBAB, Xerostomia memiliki berbagai macam penyebab, secara umum
dikelompokkan menjadi 2 kategori:
1. Penyebab primer atau langsung, terdiri dari kondisi yang secara langsung
mempengaruhi kelenjar saliva dan menyebabkan penurunan produksi saliva,
yaitu : Sjögren’s syndrome3,9 (penyakit kelenjar saliva), kondisi endokrin
(Diabetes Melitus tipe 1 dan tipe 2), kelainan tiroid3,7, kondisi adrenal, penyakit
ginjal atau hati, infeksi virus hepatitis C dan HIV. Xerostomia sedang sampai
berat dilaporkan 30-40% pada pasien human immunodeficiency virus (HIV),
dengan prevalensi meningkat berdasarkan usia dan durasi positif HIV.6
2. Penyebab sekunder atau tidak langsung adalah kondisi dimana hiposalivasi atau
mulut kering adalah efek samping. Xerostomia dan hipofungsi kelenjar saliva
adalah komplikasi utama terapi radiasi atau kemoterapi. Radiasi kepala dan
leher digunakan untuk tumor primer dan rekuren di daerah kepala dan leher.3,6,9
Aliran saliva menurun dengan cepat selama minggu pertama pengobatan,
diikuti oleh fibrosis kelenjar saliva dan hilangnya kapasitas sekretori permanen.
Tingkat kerusakan tergantung pada volume jaringan yang diiradiasi dan dosis
total yang diberikan. Obat-obatan yang bersifat xerostomik.3
Penyebab Xerostomia/Hiposalivasi
1. Kehilangan Cairan / Elektrolit5
Dehidrasi
Kekurangan asupan cairan
Hilangnya cairan melalui kulit (demam, luka bakar, keringat berlebihan)
Kehilangan darah
Muntah
Diare
Kehilangan air ginjal
poliuria (diabetes insipidus)
osmotik diuresis (diabetes mielitus)3,4,7
malnutrisi3,9
bulimia3
anorexsia3
2. Perubahan Kelenjar Saliva5
Radioterapi bagian kepala dan leher4
Penyakit autoimun: Sjögren’s syndrome3,4,5, penyakit jaringan ikat (lupus eritematous
sistemik)3,4,5, penyakit graft-versus-host4
Infeksi: Hepatitis C, HIV3
Penuaan (karena obat-obatan)4
Penyakit kelenjar saliva lokal
Sialadenitis
Sialolitiasis
3. Gangguan transmisi saraf 5
Pengobatan / Obat-obatan4
Disfungsi otonom: Penyakit cerebro vaskular tumor otak
Kondisi yang mempengaruhi SSP : Penyakit alzheimer, penyakit parkinson
Gangguan psikogenik : depresi, anxiety, stress
Trauma pada saraf yang terlibat dalam sekresi saliva
Penurunan dalam pengunyahan
Obat. Xerostomia sering dipandang sebagai efek samping umum dari banyak
obat, sehingga penggunaan obat adalah penyebab paling umum xerostomia karena efek
spesifik pada hipofungsi saliva dimulut. Sementara obat anti depresan yang
menyebabkan xerostomia pada awalnya dianggap sebagai efek samping jangka pendek,
telah ditunjukkan bahwa mungkin dalam jangka waktu yang lebih lama, mengakibatkan
berbagai masalah pada gigi.7 Penggunaan obat sistemik adalah salah satu penyebab
xerostomia yang paling sering dilaporkan.6 Lebih dari 500 obat obat diketahui
menyebabkan kekeringan mulut, termasuk banyak jenis obat yang paling sering
diresepkan.3,6,7 Obat xerostomic dapat ditemukan di 42 kategori obat dan 56 subkategori
konsumsi obat-obatan terlarang.3 Xerostomia akibat pengobatan merupakan efek
samping dari sejumlah besar obat-obatan dan 70% orang dewasa memakai beberapa
jenis obat dapat menderita penyakit ini.1
Obat yang sering dikaitkan dengan xerostomia6






antikolinergik
antihistamin
agen antihipertensi
opioids
agen psikotropik
skeletal muscle relaps
Beberapa kondisi sistemik dapat menyebabkan disfungsi saliva. Kondisi
sistemik yang berhubungan dengan disfungsi saliva adalah HIV/AIDS. Perubahan
komposisi pada saliva juga terlihat pada kondisi sistemik seperti HIV/AIDS.
Pengukuran subyektif laju aliran saliva dapat dilakukan dengan mengumpulkan saliva
istirahat/tidak distimulasi dan merangsang saliva dari keseluruhan mulut. Xerostomia
dan penurunan aliran saliva telah dikaitkan dengan HIV. Pada HIV-positif kelenjar
submandibular terkena dampak awal dan kelenjar parotid akan terkena dikemudian.
HIV positif merupakan faktor signifikan dalam peningkatan xerostomia dan penurunan
saliva. Jangka panjang (> 3 tahun) ARV lebih dikaitkan dengan peningkatan
hiposalivasi daripada ARV jangka pendek (<3tahun).5
Pengobatan awal dari ARV mengurangi xerostomia tetapi perlahan meningkat
seiring dengan meningkatnya durasi ARV. Penurunan aliran saliva dengan meingkatnya
jumlah tahun penggunaan ARV. Pada saliva subjek HIV positif "ARV meningkatkan
mikrobiota saliva patogen, setidaknya untuk sementara" karena gejala disfungsi kelenjar
saliva mirip, sulit untuk mengetahui seberapa besar pengaruhnya dari penyakit tersebut,
seberapa besar efek dari ARV untuk pemulihan sistem imun saat sedang dalam
perawatan. Difungsi kelenjar saliva lebih mudah diamati pada orang
immunocompromised yang belum menggunakan ARV. ARV sendiri tampaknya tidak
mempengaruhi persepsi xerostomik atau laju aliran saliva. Peningkatan imunitas yang
berasal dari pengobatan Anti Retroviral bermanfaat untuk fungsi kelenjar ludah.
Kuesioner xerostomia dan perhitungan laju aliran saliva unstimulated mungkin
berguna.5
Ada berbagai jenis ARV dan dikelompokkan menjadi 5 kelompok, tergantung pada
tindakan mereka dalam siklus hidup HIV5
1.
2.
3.
4.
5.
Nukleosida Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI)s,
Non-nucleoside Reverse Trannscriptase inhibitors (NNRTIs),
Protease Inhibitors (PIs),
Integrase Inhibitors (IIs), dan
penghambat masuk atau fusi inhibitors.
Kelompok
Aksi dan mekanisme
Contoh
NRTINucleoside/Nucleotide
Reverse
Transcriptase
Inhibitor (NtRTI)
ketika
Viral
RNA Lamivudine
terconvert
ke
DNA Tenofovir (TDF)
kompetitif inhibitor dari
reverse transcriptase
(3TC),
NNRTI- Non nucleoside ketika
Viral
RNA Efavirenz (EFV)
Reverse
Trannscriptase terkonvert ke DNA non
inhibitors
kompetitif inhibitor dari
reverse transcriptase
Regimen ART biasanya terdiri dari 3 atau lebih anti retroviral dari setidaknya 2
kelas yang berbeda yang memastikan tindakan antivirus pada berbagai tahap replikasi
HIV. Regimen ART dapat terdiri dari kombinasi berikut ini:5
2 NRTI + 1 NNRT
Penurunan yang jelas dalam manifestasi oral terlihat dengan munculnya ARV.
perubahan yang paling signifikan terlihat pada pengurangan kandidiasis oral, hairy
leukoplakia dan sarkoma kaposi. Efek ARV pada bagian orofasial, fungsi hati abnormal
terlihat pada lamivudine dan stavudine. Xerostomia dikaitkan dengan didanosen,
emtricitabine dan lamivudine. Lipoatrofi wajah terlihat pada stavudine dan tenofovir.
Mekanisme dari ARV yang menyebabkan aliran saliva berkurang tidak diketahui. Ini
mungkin akibat tindakan langsung obat yang menyebabkan perubahan accinar atau
perubahan jaringan lipotrofik di dalam kelenjar yang menyebabkan efek anti sekresi.5
Efek samping ARV pada orofasial5
Jenis obat
Kemungkinan
orofasial
Lamivudine (3TC)
mulut kering
Tenofovir disoproxil (TDF)
lipoatrofi fasial
Efavirenz (EFV)
eritema multiform
efek
samping
pada
pembengkakan
sensasi mulut terbakar
Clefts
Metadon termasuk dalam beberapa obat yang terkait dengan xerostomia,
termasuk dalam agen analgesik opioid yaitu untuk golongan sistem saraf pusat.1,2
Metadon bekerja mengurangi pengiriman sinyal nyeri keotak dengan mengikat reseptor
opioid di otak, sumsum tulang belakang dan daerah lain di tubuh untuk mengurangi
sensasi rasa sakit.7 Metadon dan opioid lainnya menekan sekresi ludah, yang dimediasi
oleh sinyal perifer yang tidak teratur pada reseptor muskarinik parasimpatis, atau
terpusat dipusat saliva primer. Karena pasien MMT sering diberi obat anti-despresan
yang selanjutnya menghambat aliran saliva, sehingga xerostomia adalah hal umum.
Dengan aliran saliva yang rendah, akumulasi bakteri plak dari kesehatan mulut yang
buruk menyebabkan gigi kaninus dan premolar rahang bawah sering terkena karies di
servikal bagian bukal pada pasien methadone maintenance therapy (MMT). Walaupun
mekanisme dari karies tidak sepenuhnya dipahami.10
Penyebab fisiologis atau psikogenik. dehidrasi5,6, bernafas melalui mulut3,5,6
dan gangguan saraf atau psikologis5,6 (seperti depresi6,9, kecemasan6,9 atau stress9) dapat
menambah persepsi dari mulut kering. Gangguan afektif (mood) dapat mempengaruhi
sistem saraf otonom, dan pasien dengan kondisi seperti itu mungkin mengalami
xerostomia.6
Penggunaan tembakau dikaitkan dengan mulut kering dan idealnya harus
diminimalkan atau dihentikan sama sekali.6 Merokok adalah salah satu faktor risiko
yang dapat mengurangi saliva dan xerostomia. Merokok meningkatkan aktivitas
kelenjar saliva pada siapa saja yang baru mulai merokok, namun dalam penggunaan
jangka panjang ini mengurangi tingat aliran saliva.11 Merokok tembakau atau ganja,
minum alkohol atau mengandung kafein, tidur dengan mulut terbuka, atau.3 Perokok
jangka panjang secara signifikan mengurangi SFR dan meningkatkan kelainan mulut
dan gigi yang berhubungan dengan mulut kering, terutama karies servikal, gingivitis,
mobilitas gigi, kalkulus dan halitosis.11 Merokok harus dihindari karena dapat
mengiritasi dan mengeringkan mukosa.7
DAMPAK, Pasien dengan disfungsi saliva4/xerostomia mungkin asimptomatik
dan tanpa keluhan atau lebih sering mengeluh mulut kering dan memiliki beberapa
komplikasi.3 Pada pasien hipofungsi kelenjar saliva sedang sampai parah. Risiko infeksi
meningkat pada orang yang memakai gigi tiruan, perokok dan penderita diabetes.3
Perubahan mulut yang terlihat pada pasien HIV positif pada ARV adalah pengurangan
kandidiasis, hairy leukoplakia dan sarcoma Kaposi. Penyakit kelenjar saliva terkait HIV
(HIV-SGD) pada umumnya tampak meningkat secara perlahan dalam prevalensi selama
era ARV. Pengurangan aliran saliva atau xerostomia juga dilaporkan dengan
penggunaan HAART.5
Gejala4 :








Mulut kering (xerostomia)3
Pembengkakan3
Dysphagia (sulit menelan & mengunyah)3
Dhysphonia
Odynophagia
Perubahan/pengurangan rasa3
Sensitivitas mukosa/sensasi terbakar3
Kesulitan dalam memakai gigi tiruan3
Penyakit lokal4 :









Demineralisasi gigi/karies rampant1
Erosi gigi
Hipersensivitas gigi
Halitosis3
Mukosa oral atrofi dan merah
Ulkus traumatis pada mukosa
Bibir pecah-pecah
Angular cheilitis
Pembesaran gingiva1



Hilangnya sifat antimikroba saliva1: infeksi jamur (kandidiasis)1,3
Sensitif rentan terhadap cedera
Gingivitis, periodontitis, patogen lainnya
Dampak sistemik4 :




Pharyngitis/laryngitis
Asam surut/esophagitis
Makanan diet/asupan gizi
Infeksi
Dampak fungsi sosial-peran sosial4:


Berbicara3, rasa, diet, rasa sakit, pencernaan1, pengunyahan1
Gangguan kualitas hidup1
Sistem kekebalan tubuh bawaan (leukosit polimorfonuklear dan makrofag,
peptida antimikroba) dan respons yang didapat (peningkatan antibodi IgG dan IgA)
bekerja sama untuk menjaga dari infeksi kandida.15 Tetapi saat terjadi xerostomia
sekunder akibat hiposalivasi menyebabkan kandidiasis.9 Kandidiasis adalah infeksi
mukosa yang umum pada pasien dengan hipofungsi saliva.6 Selanjutnya faktor lain
seperti diabetes mielitus,15 defisiensi nutrisi,15 kebersihan mulut yang buruk, piranti
ortodonti, perawatan gigi tiruan, dysplasia epitel oral, bernafas melalui mulut, kebiasaan
merokok, ditemukan sebagai faktor lokal penyebab predisposisi candidiasis. Pada
penelitian ini, tidak ditemukan korelasi antara merokok dan Candida pembawa ataupun
jumlah Candida. Saliva memiliki kapasitas antimikrobial dan laju saliran saliva yang
rendah telah dikaitkan dengan jumlah C. albicans CFU yang lebih besar. Dalam
penelitian ini, menemukan hubungan antara tingkat aliran saliva yang rendah dan
jumlah CFU tinggi pada C.albicans dan C.parapsilosis.8 Akumulasi jamur candida
albicans pada lapisan mulut, menyebabkan lesi putih di lidah dan pipi bagian dalam,
perubahan rasa, halitosis, atau sensasi mulut terbakar.7,9
Efek HIV pada sistem kekebalan tubuh adalah penipisan limfosit CD4, dengan
perkembangan penyakit ada penurunan dan kenaikan jumlah CD4. Telah ditemukan
bahwa kandidiasis oral terkait HIV terjadi pada pasien dengan jumlah CD4 kurang dari
300 sel/mm3 yaitu 200-250 sel/mm3 .12,13,15 Selama infeksi HIV, tingkat infeksi candida
berbanding terbalik dengan jumlah CD4 pasien, yang bergantung pada penggunaan
Anti-Retroviral. Terapi antiretroviral (ART) sangat aktif terjadi pengurangan terjadinya
infeksi oprtunistik, prevalensi manifestasi oral dan kandidiasis oral.13 Sebuah penelitian
menunjukaan bahwa ART mengurangi tingkat kolonisasi candida oral. Tingkat
kolonisasi secara signifikan lebih tinggi pada pasien yang memiliki infeksi TB daripada
tanpa TB.11
Jumlah mikroba saliva dipengaruhi oleh banyak variabel seperti merokok.
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa merokok sangat terkait dengan tingginya
tingkat spesies Candida. Pertumbuhan berlebih dari spesies candida dapat menyebabkan
kandidiasis oral, yang dapat memanifestasikan dirinya sebagai eritema, plak putih,
sariawan, glossitis median rhomboid, dan angular cheilitis. Dalam sebuah penelitian lesi
paling umum adalah plak putih pada mukosa bukal yang dapat dikaitkan dengan
kandidiasis. Meskipun banyak penelitian yang melaporkan bahwa merokok merupakan
faktor predisposisi pada kandidiasis oral, bagaimana pengaruhnya masih mejadi
kontroversial. Telah ditunjukkan bahwa sebagian besar (83%) pasien kandidiasis oral
adalah perokok sedang sampai berat. Tingkat pembawa candida oral dapat bervariasi
dipengaruhi oleh merokok, menjadi lebih atau kurang intens pada individu yang
berbeda.11
Kandidiasis pseudomembran dikenal sebagai “trush” dan sering terlihat pada
neonatus dan pada pasien terapi kortikosteroid. Biasanya terlihat sebagai plak putih
multipel yang menyerupai keju yang mudah dikerok dan meninggalkan daerah
berdarah. Biasanya asimptomatik dengan sedikit sensasi gatal dan rasa yang tidak
enak.12 Terapi topikal dengan nistatin atau klotrimazol (tersedia dalam suspensi, serbuk,
krim, salep, pelega tenggorokan atau pastilles) dapat memberikan perawatan yang
efektif untuk banyak pasien yang memiliki kandidiasis oral tanpa komplikasi tanpa
keterlibatan esofagus. Suspensi nistatin yang tersedia memiliki kadar sukrosa yang
tinggi dan harus digunakan dengan hati-hati atau dihindari pada pasien dengan mulut
kering. Terapi antijamur, topikal atau sistemik, umumnya diresepkan selama tujuh
sampai 14 hari.6
DIAGNOSIS, xerostomia dan hipofungsi kelenjar saliva memerlukan riwayat
medis menyeluruh. Perhatian khusus terhadap gejala yang dilaporkan, Penggunaan
obat-obatan dan riwayat kesehatan dimasa lalu. Pasien dengan hipofungsi kelenjar
saliva biasanya mengeluhkan mulut kering, sulit menelan dan/atau berbicara; mereka
tidak mentolerir makanan pedas, asam dan kering dan sering kali melaporkan perubahan
rasa atau kesulitan mengenakan gigi tiruan. Beberapa kuesioner telah diajukan untuk
mengidentifikasi pasien dengan xerostomia dan hiposalivasi.9 Tingkat xerostomia
ditentukan dengan mengajukan pertanyaan spesifik tentang mulut kering, dengan
menggunakan kuesioner Fox et al. Berdasarkan kuesioner ini, jawaban positif untuk
setidaknya 1 dari pertanyaan yang berkaitan dengan penurunan saliva mengungkapkan
subjek dengan disfungsi saliva:6,11
1.
2.
3.
4.
Apakah anda butuh minum air saat menelan makanan?
Apakah mulut anda terasa kering saat makan?
Apakah anda mengalami kesulitan menelan makanan?
Apakah jumlah air liur di mulut anda terlihat sedikit?
Selain ditentukan dari pemeriksaan, riwayat dan kuesioner yang meliputi
variabel berikut: jenis kelamin, usia, penyakit sistemik, menopause, obat-obatan (jenis,
jumlah, dan waktu penggunaan), kebiasaan merokok (diukur dengan jumlah rokok yang
dikonsumsi per hari) dan adanya xerostomia.3,14 Pertanyaaan berikut ditanyakan untuk
mengevaluasi keberadaan xerostomia: "seberapa sering anda merasa mulut anda
kering?" peserta dapat memilih jawaban berikut: 'tidak pernah', 'kadang-kadang',
'biasanya', dan 'selalu'. peserta yang menjawab 'biasanya' dan 'selalu' dianggap
menderita xerostomia. Tingkat keparahan xersotomia diukur dengan menggunakan
skala analog visual (VAS). VAS terdiri dari garis horizontal 10 cm dengan 0 - 10 yang
ditandai pada masing-masing ekstrem. 0 tidak xerostomia dan 10 tingkat terburuj
xerostomia. pasien diminta muntuk menggambar garis vertikal terhadap garis horizontal
untuk mencerminkan tingkat keparahan gejala xerostomia.14
Pemeriksaan oral yang seksama sangat penting untuk mengidentifikasi tanda klinis
pathognomonic untuk hiposalivasi. Beberapa tanda dan gejala hiposalivasi :5,6,9
Gigi6 :





Meningkatkan karies gigi (terutama servikal dan insisal)5,9
Demineralisasi email (bintik seperti kapur pada bagian servikal gigi),
Atrisi email,
Meningkatkan akumulasi plak,
Meningkatkan hipersensitifitas gigi.
Mukosa mulut6:










Mukosa yang kering (Cermin intraoral menempel ke mukosa bukal atau lidah)5,9
Mukosistis,
Deskuamasi mukosa,
Atrofi mukosa,
Stomatitis kontak atau alergi dan lesi lichenoid (pada restorasi metal),
Infeksi rekuren kandidiasis oral5,9
Ulkus traumatikus( pada garis lateral lidah, mukosa bukal atau keduanya),
Rasa sakit atau sensasi mulut terbakar (intoleransi terhadap makanan/minuman
pedas, asam, atau asin),
Inflamasi gingiva yang tidak spesifik dan
Eritema oral secara general.
Lidah6 :






Lidah kering5,
Berfisur5,9
Lobulasi,
Atrofi,5,9
Eritema,
Kehilangan papila,

Scalloped tongue
Bibir6 :





Bibir kering5,
Mengelupas,
Kasar,
Fissur,
Angular cheilitis
Kelenjar saliva utama6 :




Kurangnya produksi saliva (kurangnya saliva pada dasar mulut)5,9
Saliva berbusa,
Pembengkakan atau pembesaran kelenjar saliva (kadang lunak)5.,
Sialadenitis rekuren mempengaruhi kelenjar saliva mayor (parotid atau
submandibular).
Rongga mulut 6:









Reaksi alergi kontak pada mulut,
Halitosis,
Kesulitan berbicara,
Mengunyah atau menelan (dysphagia),
Akumulasi plak,
Penurunan kebersihan mulut,
Perubahan sensasi rasa (dysgeusia),
Food retensi dan debris pada gigi, lidah atau sepanjang gingiva margin,
Kesulitan dalam pemakaian gigi tiruan5
Lainnya6:






Defisiensi nutrisi
Dehidrasi
Penurunan berat badan,
Rasa haus meningkat
Perubahan pada preferensi minuman atau makanan,
Mata kering bersamaan dengan mulut kering (sjogren's syndrome).
PERAWATAN, Pengobatan awal xerostomia pada dasarnya bersifat paliatif1,
riwayat medis yang baik dan pemeriksaan rongga mulut yang menyeluruh sangat
penting sebelum melakukan diagnosis disfungsi kelenjar ludah. Manajemen langkah
demi langkah harus mencakup:5
1. Edukasi pasien, Pasien harus menerima informasi tentang penyebab mulut kering
dan efek dari mulut kering, termasuk karies gigi, kandidiasis dan komplikasi mukosa.
2.
3.
4.
5.
6.
Perawatan kesehatan mulut perlu dilakukan, bersamaan dengan instruksi kebersihan
mulut yang menekankan pentingnya pembersihan plak dan kunjungan gigi secara
teratur.6
Mengurangi gejala1,5
Pengobatan kondisi oral5
Pengobatan preventif1
Meningkatkan fungsi kelenjar ludah5
Menghilangkan faktor yang mendasarinya1,5
Perawatan xerostomia, hiposalivasi dan komplikasi oral yang terkait5
Pengelolaan gejala
Tindakan pencegahan
Perawatan kondisi oral
Modifikasi diet dan kebiasaan:
 Sering dan teratur meminum air
 Menghindari makanan kering, keras,
lengket, asam
 Menghindari kelebihan kafein dan
alkohol
 Substitusi dan pelumas saliva:
 Air liur buatan, kumur, gel, semprotan,
pasta gigi
 Penggunaan humidifier di samping
tempat tidur selama jam tidur
 Peningkatan frekuensi evaluasi oral /
dental
 Aplikasi fluoride topikal, Varnish
(0.5% NaF)
 Penggunaan
harian
pasta
gigi
berfluoridasi, topikal: over-the-counter
(0,05% NaF); resep (1,0% NaF, 0,4%
SnF)
 Karies gigi: Terapi restoratif, fluoride
topikal
 Kandidiasis oral:
 Chlorhexidine (CHX) 0,12%:
berkumur 10 ml dua kali sehari
 Salep nistatin / triamcinolone
untuk angular cheilitis: oleskan
secara topikal 4 kali sehari
 Clotrimazole troches: 10 mg
dilarutkan secara oral 4-5 kali
sehari selama 10 hari
 Nistatin dan amfoterisin B
terbukti berhasil pada awal
terapi;1 sendok teh 5ml ditelan 5x
sehari.3,12
Meningkatkan aliran air liur
Mengelola
mendasar
kondisi
sistemik
 Terapi
sistemik
untuk
pasien
immunocompromised
 Pengobatan antijamur gigi tiruan:
perendaman gigi tiruan selama 30
menit setiap hari di CHX atau natrium
hipoklorit 1%
 Infeksi bakteri: Antibiotik sistemik
selama 7-10 hari
 Penyesuaian
protesa
buruk:
Penyesuaian gigi tiruan; Penggunaan
perekat gigi tiruan; Implant-bone
prostheses
 Permen, gula, dan permen karet yang
mengandung gula xylitol
 Pilocarpine: 5-10 mg per oral 4 kali
sehari untuk 8minggu
 Cevimeline: 30 mg secara oral 3 kali
sehari
 Akupunktur
yang Manajemen
multidisiplin
dengan
penyedia layanan kesehatan lainnya.
Melakukan tindakan sesuai penyebab dari xerostomia – penyesuaian obat dan
menghilangkan penyebab yang mendasarinya3


Dalam kasus xerostomia akibat obat – Jika xerostomia adalah konsekuensi yang
tidak diinginkan dari pengobatan farmakologis: kemungkinan pengobatan
alternatif dengan mekanisme tindakan yang berbeda harus dipertimbangkan,
pengurangan dosis mungkin meningkatkan aliran saliva, sejumlah obat dan
strategi yang sering digunakan: obat sialogogik, agen imunologi, obat topikal,
dan pengobatan komplementer dan alternatif.1,3
Mempertahankan fungsi saliva – beberapa pasien dengan hiposalivasi dapat
menggunakan obat perangsang output saliva (sialagogues seperti pilocarpine
atau cevimeline jika tidak ada kontraindikasi).3
Anjuran untuk pasien:3
 Minum air adalah pilihan pertama karena akan mengurangi kekeringan,
memudahkan menelan, melembabkan jaringan dan membersihkan mulut seperti
halnya saliva.7
 Jangan langsung menyikat gigi saat terbangun ketika lapisan tipis permukaan
enamel sedikit melunak karena aktivitas asam dan kekurangan cairan saat tidur.
 Diet yang mengandung makanan basah7
 Menghindari makanan kering, makanan suhu ekstrim, dan pedas atau manis7










Kumur dengan air tawar saat makan dan minum
Menggunakan obat kumur oral antikaries tanpa alkohol7
Menggunakan antikaries yang mengandung xylitol
Menggunakan obat kumur anti periodontal bakterial tanpa alcohol
Hindari minuman beralkohol dan kafein7
Menghentikan merokok
Gunakan humidifier pada malam hari
Gunakan stimulasi aliran saliva : permen karet bebas gula
Gunakan pengganti air liur paliatif : cairan, gel7, semprotan7, dan saliva buatan7
Tablet vitamin c juga telah direkomendasikan untuk merangsang aliran saliva
karena bertindak sebagai agen pereduksi, memecah ikatan disulfide antara residu
cysteine dalam protein yang menyebabkan penurunan vikositas saliva. Sering
menggunakan vitamin c tidak dianjurkan karena asam sitrat dan pemanis sering
ditambahkan untuk mengurangi rasa pahit vitamin c, yang memiliki efek erosif
pada email gigi.7
LAPORAN KASUS
Seorang pasien pria berusia 30 tahun datang ke Bag. Penyakit Mulut RSGM
FKG UPDM (B) pada tanggal 20 oktober 2017 dengan keluhan merasa mulutnya
kering. Pasien merasa mulutnya kering sejak 3 bulan yang lalu dan tidak tahu
penyebabnya. Lidahnya terasa perih saat mengkonsumsi makanan asin dan pedas.
Pasien mengatakan bahwa terdapat plak putih pada lidah tetapi pasien biasa
menyikatnya saat mandi dan meninggalkan kemerahan yang perih. Pasien tidak dapat
memakan-makanan kering dengan mudah seperti kerupuk tanpa bantuan air. Bibir
pasien sering kering dan pecah-pecah walaupun pasien sudah mengkonsumsi 8 botol air
500ml setiap hari. Saat buang air kecil sedikit disertai lender serta perih. Pasien
mengaku seminggu yang lalu sariawan di sudut bibirnya. Pasien terinfeksi HIV sejak 13
tahun yang lalu, saat ini sedang menjadi tahanan di LP Tangerang sudah 4 bulan karena
tawuran. Saat masuk LP Tangerang BB pasien 60 kg sekarang BB 48 kg. Sering merasa
letih lesu, mengalami demam (panas dingin) saat sore hari. Pasien menderita radang
paru-paru sejak 3 tahun yang lalu. Pasien mempunyai kebiasaan merokok dari SD kelas
5 sehari 1 setengah bungkus (27 batang). Pasien tidak memiliki maag.
Pasien tidak pernah melakukan perawatan ke dokter gigi. Saat ini pasien sedang
mengkonsumsi ARV (Efavirenz, Lamivudine, Tenofovir) 1 kali sehari dari tahun 2015-
2017. Mulai bulan juni 2017 mengkonsumsi metadon 1 kali sehari dengan dosis 25mg,
dulu sempat mengkonsumsi pada tahun 2010 dosis dari 25mg sampai 45mg tapi
berhenti lalu dilanjutkan pada tahun 2012-2013 dosis dari 20mg sampai 90mg dan juga
berhenti. Pasien mempunyai riwayat penyakit keluarga diabetes. Pasien juga mengalami
pendarahan yang lama ketika terluka.
Pada pemeriksaan ekstra oral tidak ada kelainan, muka simetris, sirkum oral
normal, pipi normal, bibir atas dan bibir bawah kering dan mengelupas. Kelenjar
submandibularis, limfe, parotis, tidak teraba dan tidak sakit. Pinggiran rahang normal.
Pada pemeriksaan intra oral, kebersihan mulut pasien sedang. Terdapat torus di
median palatum durum. Pada 2/3 dorsum lidah terdapat atrofi dan kemerahan sehingga
lidah tampak mengkilap.
Dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu perhitungan laju saliva, diperoleh hasil
0,8ml/5mnt sama dengan 0,1ml/mnt yang menunjukkan bahwa pasien mengalami
hiposalivasi.
Diagnosis dari pasien ini adalah hiposalivasi yang dapat disebabkan oleh
penyakit HIV yang diderita, obat yang sedang dikonsumsi sekarang serta kebiasaan
merokok pasien.
Perawatan yang dilakukan pada pasien adalah KIE (komunikasi, informasi dan
edukasi) dan diberikan pengobatan yang berupa :

Menjelaskan kepasien bahwa mulut kering dapat terjadi karena HIV yang
diderita, obat yang sedang dikonsumsi sekarang serta kebiasaan merokok pasien.

Mulut kering yang pasien rasakan tidak dapat menular tapi dapat menyebabkan
infeksi jamur pada rongga mulut jika kebersihan mulut buruk.

Pasien dianjurkan untuk menjaga kebersihan mulut, mengkonsumsi air lebih
sering walaupun sedikit, mengkonsumsi permen karet bebas gula, mengurangi
kebiasaan merokok dan mengkonsumsi gula.

Pasien diberikan nystatin oral suspension 1 ml 4 kali sehari selama 2 minggu
digunakan dengan meneteskan 1 ml pipet ke lidah dan disebarkan kedalam
mulut, sisa obat ditelan dan tidak makan atau minum dan berkumur selama 30
menit.
Pasien datang kembali untuk kontrol pada tanggal 27 oktober 2017 atau 7 hari
setelah kunjungan pertama. Pasien merasa mulutnya masih kering, mengeluh sakit
tenggorokan, dan muncul putih-putih di lidah yang bisa dikerok dan saat hilang terasa
perih. Makan-makanan kering masih sulit tanpa bantuan air. Pasien sedang flu karena
teman sekamarnya menderita flu. Kondisi pasien sedang menurun. Sehingga perawatan
dilanjutkan serta menginstruksikan pasien untuk lebih sering minum, mengunyah
permen karet bebas gula dan mengurangi kebiasaan merokok.
PEMBAHASAN
Pada kasus ini pasien HIV-positif dan mengeluhkan mulut kering diagnosis dari
kasus ini adalah hiposalivasi yang didukung pemeriksaan penunjang sialometri yaitu <
0,1ml/min pada keadaan unstimulated yaitu termasuk hiposalivasi. Tingkat laju aliran
saliva untuk keadaan istirahat ≤ 0,1 ml / min dan untuk keadaan terstimulasi ≤ 0,7 mL/
min dianggap hiposalivasi.1,3,5,6 Menggunakan kuesioner Fox et al. Berdasarkan
kuesioner ini, jawaban positif untuk setidaknya 1 dari tiga pertanyaan tersebut
mengungkapkan subjek dengan disfungsi saliva. Ketiga pertanyaan ini adalah:11
1. Apakah anda butuh minum air saat menelan makanan?
2. Apakah mulut anda terasa kering saat makan?
3. Apakah anda mengalami kesulitan menelan makanan?
dan dari anamnesis pasien didapatkan ketiga pertanyaan tersebut memiliki jawaban
positif dari keadaan pasien. Selain dari pemeriksaan penunjang dan kuesioner Fox et al,
hiposalivasi dapat dilihat dari tanda dan gejala yang ada di mulut pasien yaitu :





Pada Mukosa mulut6: Mukosa yang kering5, Infeksi rekuren kandidiasis oral5
,Rasa sakit atau sensasi mulut terbakar (intoleransi terhadap makanan/minuman
pedas, asam, atau asin),
Pada Lidah6 : lidah kering5, atrofi, eritema, kehilangan papila,
Pada Bibir6 : bibir kering5, mengelupas, fissur, angular cheilitis (pasien
mengalami seminggu yang lalu sebelum kunjungan pertama)
Pada Rongga mulut 6: kesulitan dalam mengunyah atau menelan (dysphagia),
Perubahan sensasi rasa (dysgeusia)
Lainnya6: defisiensi nutrisi (manifestasi dehidrasi, penurunan berat badan, rasa
haus meningkat, atau perubahan pada preferensi minuman atau makanan),
Hiposalivasi ini berdampak xerostomia sekunder yang dapat disebabkan oleh
penyakit infeksi pasien yaitu infeksi HIV, Konsumsi obat dan kebiasaan merokok
pasien. Xerostomia merupakan sindrom mulut kering dengan keluhan dan gejala
salivary gland hypofunction (SGH) yang paling umum.6 Infeksi HIV sendiri merupakan
salah satu penyebab dari hiposalivasi/xerostomia. Xerostomia sedang sampai berat
dilaporkan 30-40% pada pasien human immunodeficiency virus (HIV), dengan
prevalensi meningkat berdasarkan usia dan durasi positif HIV.6 Obat yang dikonsumsi
oleh penderita HIV yaitu ARV sendiri diketahui tidak terlalu terkait sebaliknya
memperbaiki imunitas dari penderita HIV tersebut sesuai dengan penelitian. HIV positif
merupakan faktor signifikan dalam peningkatan xerostomia dan penurunan saliva. ARV
jangka panjang (> 3 tahun) lebih dikaitkan dengan hiposalivasi daripada ARV jangka
pendek (<3tahun).5
Untuk Metadon yang dikonsumsi pasien dapat menyebabkan xerostomia,
Methadone sendiri termasuk dalam beberapa obat yang terkait dengan xerostomia,
termasuk dalam agen analgesik opioid yaitu untuk golongan sistem saraf pusat.1,2
Methadone bekerja mengurangi pengiriman sinyal nyeri keotak dengan mengikat
reseptor opioid di otak, sumsum tulang belakang dan daerah lain di tubuh untuk
mengurangi sensasi rasa sakit.7 Methadone dan opioid lainnya menekan sekresi ludah,
yang dimediasi oleh sinyal perifer yang tidak teratur pada reseptor muskarinik
parasimpatis, atau terpusat dipusat saliva primer. Karena pasien MMT sering diberi obat
anti-despresan yang selanjutnya menghambat aliran saliva, sehingga xerostomia adalah
hal umum.
Untuk kebiasaan merokok, pasien adalah perokok jangka panjang karena pasien
sudah 20 tahun merokok sesuai dengan literatur, penggunaan tembakau dikaitkan
dengan mulut kering dan idealnya harus diminimalkan atau dihentikan sama sekali.6
Merokok adalah salah satu faktor risiko yang dapat mengurangi saliva dan xerostomia.
Merokok meningkatkan aktivitas kelenjar saliva pada siapa saja yang baru mulai
merokok, namun dalam penggunaan jangka panjang ini mengurangi tingat aliran
saliva.11 Perokok jangka panjang secara signifikan mengurangi Saliva Flow Rate dan
meningkatkan kelainan mulut dan gigi yang berhubungan dengan mulut kering,
terutama karies servikal, gingivitis, mobilitas gigi, kalkulus dan halitosis.11 Merokok
harus dihindari karena dapat mengiritasi dan mengeringkan mukosa.7
Sedangkan pada kontrol selanjutnya ditemukan plak putih menutupi 1/3 dorsum
lidah pasien yang disebabkan oleh xerostomia bukan karena HIV pasien karena pasien
mengkonsumsi ARV yang sesuai literatur bahwa perubahan mulut yang terlihat pada
pasien HIV positif pada ARV terjadi pengurangan kandidiasis, hairy leukoplakia dan
sarcoma Kaposi.5 diyakini bahwa penyebab dari kandidiasis pasien adalah
xerostomia/hiposalivasi dimana tanda dan gejalanya adalah Infeksi rekuren kandidiasis
oral.5
Kandidiasis juga dapat dikaitkan dengan TB yang diderita pasien. Pada literatur,
tingkat kolonisasi jamur secara signifikan lebih tinggi pada pasien yang memiliki
infeksi TB daripada tanpa TB. Status kebersihan mulut dan rokok tidak mempengaruhi
risiko kolonisasi jamur dan ini sesuai dengan pengamatan peneliti lainnya.11
DAFTAR PUSTAKA
1. Rius J., Llobet L., Soler E., Farre M. Salivary secretory disorders, inducing
drugs and clinical management. International journal of medical sciences.
2015;12(10): 811-824.
2. Sarapur S., Shilpashree HS. Salivary pacemakers:a review. Dental Research
Journal. 2012;9:S20-5.
3. Stipetić M. Xerostomia – diagnosis and treatment. Rad 514 Medical sciences.
2012:69-91.
4. Epstein J., Jensen S. Management of hyposalivation and xerostomia: criteria for
treatment strategies. 2015;36(6):2-6.
5. Cherian A.P. study project: Xerostomia and hyposalivation in HIV positive
patients with and without HAART. university of the western cape. 2014:1-71.
6. Plemons J.M. et all. Managing xerostomia and salivary gland hypofunction.
american dental association. 2015:1-21.
7. Ristevska I et all. Xerostomia: understanding the diagnosis and the treatment of
dry mouth. J Fam Med Dis Prev. 2015;1:008.
8. Torres S.R. et all. Clinical aspects of Candida species carriage in saliva of
xerotomic subjects. ISHAM. 2003;41:411-415.
9. Villa A., Connell C.L., Abati S. diagnosis and management of xerostomia and
hyposalivation. Dove press journal: therapeutics and clinical risk management.
2015;11(1):45-51.
10. Brondani M. Methadone and oral health-a brief review. The Journal of dental
hygiene. 2011;85(2):91-97.
11. Rad M dkk. Effect of long-term smoking on whole-mouth salivary flow rate and
oral health. J Dent Res Dent Clin Dent Prospect. 2010;4(4):110-114.
12. B monica., Y M Gupta. Oral candidiasis and aids. IOSR Journal of dental and
medical sciences. 2013;11(4):29-32.
13. Shiva K., Shankare G., Basavarajaiah D. Incidence of oral candidiasis among
HIV infected patients-Cohort prospective study. 2013;3(12):1-6.
14. Niklander S. et all. Risk factors, hyposalivation and impact of xerostomia on
oral health-related quality of life. Braz. Oral Res. 2017;31:e14.
15. Owotade F. et all. Oral Candida colonization in HIV-positive women:
associated factors and changes following antiretroviral therapy. Journal of
Medical Microbiology. 2013;62:126-132.
Download