Uploaded by User37230

Buku-Kaki-Diabetes fix

advertisement
1
Diabetes mellitus (DM) adalah sekumpulan
penyakit metabolism yang ditandai dengan hiperglikemia
akibat gangguan sekresi insulin, kerja insulin atau keduaduanya dan hiperglikemia yang kronis akan menimbulkan
kerusakan, disfungsi berbagai organ dalam jangka panjang.
DM sering disertai berbagai komplikasi jangka pendek
maupun panjang. Komplikasi tersebut menyebabkan
meningkatnya angka morbiditas, mortalitas, dan penurunan
kualitas hidup. Jumlah penderita DM di dunia tahun 1995
sebanyak 135 juta jiwa dan tahun 2005 diestimasikan
menjadi 300 juta jiwa.
Kebanyakan kasus baru tersebut adalah DM tipe
2, dengan peningkatan jumlah kasus 42%, di Negara maju
dan 170% di Negara sedang berkembang. Seiring dengan
peningkatan jumlah penderita DM, maka komplikasi yang
terjadi juga semakin meningkat, satu diantaranya adalah
ulserasi yang mengenai tungkai bawah, dengan atau tanpa
infeksi dan menyebabkan kerusakan jaringan di bawahnya
yang selanjutnya disebut dengan kaki diabetes (KD).
Diperkirakan sekitar 15% penderita diabetes
melitus (DM) dalam perjalanan penyakitnya akan
mengalami komplikasi ulkus diabetika terutama ulkus kaki
diabetika. Sekitar 14-24% di antara penderita kaki
diabetika tersebut
memerlukan tindakan amputasi. Penatalaksanaan kaki
diabetika terutama difokuskan untuk mencegah dan
menghindari amputasi ekstremitas bawah. Sebelum
dilakukan terapi, seorang dokter yang akan menangani
pasien dengan ulkus kaki diabetik sebaiknya dapat
melakukan penilaian kaki diabetik secara menyeluruh,
melakukan identifikasi penyebab terjadinya ulkus dan
faktor penyulit penyembuhan luka serta menilai ada
tidaknya infeksi.
Lebih dari 90% ulkus akan sembuh apabila diterapi secara
komprehensif dan multidisipliner, melalui upaya;
mengatasi penyakit komorbid, menghilangkan/mengurangi
tekanan beban (offloading), menjaga luka agar selalu
lembab (moist), penanganan infeksi, debridemen,
2
revaskularisasi dan tindakan bedah elektif, profilaktik,
kuratif atau emergensi sesuai dengan indikasi.
Amputasi
Ulkus memberikan kontribusi 85% terhadap tindakan
amputasi non traumatik pada ekstremitas bawah dan
memiliki resiko amputasi 15-40 kali lebih sering daripada
tanpa diabetes. Diperkirakan 15% penderita diabetes akan
mengalami KD selama masa hidupnya dan 6 -20%
diantaranya akan mengalami rawat inap rumah sakit setiap
tahunnya. Ulkus yang telah sembuh ternyata 70% akan
berulang kembali dalam tempo 5 tahun, dari 50% ulkus
yang mengalami
amputasi sebelumnya ternyata
mempunyai resiko amputasi kembali dalam tempo 5 tahun.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Muha J melaporkan satu di antara 5 penderita
ulkus DM memerlukan tindakan amputasi.
Berdasarkan studi deskriptif dilaporkan bahwa 6–
30% pasien yang pernah mengalami amputasi
dikemudian hari akan mengalami risiko reamputasi dalam waktu 1-3 tahun kemudian setelah
amputasi pertama. Ebskov B. melaporkan,
sebanyak 23% pasien memerlukan re-amputasi
ekstremitas ipsilateral dalam waktu 48 bulan
setelah amputasi yang pertama.
Risiko amputasi terjadi bila ada faktor; neuropati
perifer, deformitas tulang, insufisiensi vaskular,
riwayat ulkus/amputasi dan gangguan patologi
kuku berat.
Neuropati perifer mempunyai peranan yang
sangat besar dalam terjadinya kaki diabetika
akibat hilangnya proteksi sensasi nyeri terutama di
kaki. Lebih dari 80% kaki DM dilator belakangi
oleh neuropati.
Perawatan ulkus baik konservatif maupun
amputasi membutuhkan biaya yang sangat mahal.
Rata-rata biaya untuk perawatan kaki diabetika
dibutuhkan
$2687/pasien/tahun
atau
3
7.
$4595/ulkus/episode, 80% dari biaya tersebut
digunakan untuk membiayai rawat inap.
Manajemen kaki diabetika terutama difokuskan
untuk mencegah dan menghindari amputasi
ekstremitas bawah.
Kaki Diabetes
Infeksi pada kaki penderita diabetes merupakan
penyebab morbiditas terpenting yang sering dijumpai di
klinik-klinik umum dan merupakan indikasi untuk rawatinap, karena penyembuhan luka tergantung pada perbaikan
kadar sakar darahnya. Kaki adalah bagian tubuh yang
tersering terkena trauma (seperti terantuk benda keras,
terinjak benda tajam). Pada penderita diabetes trauma
tersebut dapat disusul terjadinya luka dan menimbulkan
komplikasi infeksi sulit sembuh, sehingga membutuhkan
perawatan yang lama. Infeksi luka pada kaki penderita
diabetes mellitus disebut sebagai kaki diabetes.
Hasil penelitian retrospektif selama setahun
(2001) menunjukkan angka jumlah penderita kaki diabetes
yang dirawat inap di RSU Dr.Hasan Sadikin adalah
sebanyak 66 orang atau 44,2% dari seluruh penderita
diabetes mellitus yang dirawat inap (Nurul 2002). Sering
luka pada kaki menjadi sulit sembuh dan bahkan akhirnya
harus dilakukan tindakan operasi memotong (amputasi)
bagian dari jari, kaki atau tungkai penderita, akibat dari
kerusakan jaringan yang tidak dapat diselamatkan dan
membahayakan nyawa penderita oleh adanya bakteri
patogen dalam darah (sepsis) yang berasal dari infeksi kaki
diabetes.
Penderita diabetes memiliki risiko menderita
ulkus yang terinfeksi jauh lebih tinggi dibandingkan pada
penderita non-diabetes, dan diabetes merupakan penyebab
dari 50% kasus amputasi kaki pada kelompok kasus nontrauma. Lebih dari 2/3 bagian dari seluruh kasus amputasi
disebabkan oleh penyakit kaki diabetes (LoGerfo,1995).
2.Ciri diagnosis:
 Tanda-tanda diabetes mellitus.
 Infeksi pada ulkus pada kaki yang sukar sembuh.
4

Tanda-tanda iskhemi dan neropati.
3.Patogenesis:
Akibat peninggian abnormal kadar gula darah yang khronik
akan terjadi proses non-ensimatik glikosilasi (nonenzymatic
glycosylation
atau
glycation,
yaitu
penggabungan glukosa dengan protein dalam lingkungan
kadar glukosa yang tinggi tanpa bantuan ensim) protein
dalam bentuk advanced glycation end products (AGE).
Proses tersebut akan menghasilkan radikal bebas yang
selanjutnya akan menimbulkan dampak pada percepatan
aterosklerosis (makroangiopati) dan mikroangiopati yang
merupakan perubahan-perubahan patologis yang biasa
ditemukan pada penderita penyakit diabetes mellitus yang
menimbulkan gangguan fungsi (disfungsi) sel endotel
pembuluh darah (LoGerfo,1995; Bouskela, Bottino,
Tavares 2003). Kecepatan pembentukan radikal bebas
sangat tergantung pada kecepatan terjadinya proses
glikosilasi protein. (Jennings and Belch 2000)
Terdapat 3 gejala patologis yang bekerja saling berinteraksi
bersama secara kompleks dan jarang sekali muncul
sendirian, yaitu :
(1) neuropati,
(2) infeksi,
(3) iskhemia.
5
Penyebab dari iskemia pada kaki diabetik adalah oklusi
arteri akibat gangguan aterosklerosis. Proses terjadinya
gangguan aterosklerosis lebih cepat dan lebih berat pada
penderita diabetes dibandingkan dengan penderita
aterosklerosis non-diabetes. Infark miokardium yang
disebabkan aterosklerosis pada arteri Coronaria merupakan
penyebab kematian yang tersering. Gangren pada kaki
lebih sering timbul hampir 100 kali dibandingkan pada
populasi penderita non-diabetes. Dijumpai peningkatan
adesi trombosit kepada lapisan endotel pembuluh arteri,
yang mungkin disebabkan oleh peningkatan sintesa
tromboxan-A2 dan penurunan produksi prostasiklin
(prostacycline). Selain bahwa hipertensi, yang sering
dijumpai pada penderita diabetes, merupakan faktor risiko
6
aterosklerosis. Semua jenis ukuran arteri akan dikenai oleh
proses aterosklerosis tersebut. Lokasi anatomik oklusi
arteri pada diabetes menurut hasil penelitian prospektif
dari Strandness dan Conrad adalah biasanya menyangkut
arteri bagian distal dari arteri Poplitea dan arteri Tibialis.
Selain itu hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa
walaupun sering dijumpai oklusi pada arteri Tibialis dan
arteri Peroneus , tetapi lebih jarang dijumpai oklusi arteri
pada kaki terutama arteri dorsalis pedis sebagai outflow
(atau disebut distal run-off , yaitu pembuluh darah yang
menerima aliran darah dari protesa pembuluh) untuk
operasi bedah pintas (by pass) .
Hasil-hasil tersebut diperkuat oleh hasil penelitian
arteriografi dari Menzoian pada tahun 1989. Pada penderita
diabetes, terutama yang bukan perokok sering dijumpai
arteri Femoralis superfisialis atau arteri Poplitea yang tidak
tersumbat, sehingga arteri tersebut dapat digunakan sebagai
inflow (arteri proksimal) yang mengalirkan darah ke distal
(outflow) melalui pembuluh darah pengganti (graft, dapat
berupa vena Saphena magna atau sejenisnya atau pembuluh
darah buatan) pada tindakan operasi rekonstruksi arteri.
Pada percabangan arteri Tibialis, termasuk pembuluh arteri
arkus pedis dan metatarsal, umumnya dijumpai
peningkatan kalsifikasi disekitar lamina elastika interna,
tetapi keadaan ini seringkali tidak menimbulkan oklusi
(LoGerfo,1995).
4.Mikrosirkulasi:
Penyakit arteri perifer pada pasien DM
kejadiannya 4 kali lebih sering dibandingkan pasien non
DM. Faktor risiko lain selain DM yang memudahkan
terjadinya penyakit arteri perifer oklusif adalah merokok,
hipertensi dan hiperlipidemia. Arteri perifer yang sering
terganggu adalah arteri tibialis dan arteri peroneal terutama
daerah antara lutut dan sendi kaki. Adanya obstruksi arteri
tungkai bawah ditandai dengan keluhan nyeri saat berjalan
dan berkurang saat istirahat (claudication), kulit membiru,
dingin, ulkus dan gangren. Iskemi menyebabkan
7
terganggunya distribusi oksigen dan nutrisi sehingga ulkus
sulit sembuh. Secara klinis adanya oklusi dapat dinilai
melalui perabaan nadi arteri poplitea, tibialis dan dorsalis
pedis.
Nekrosis kulit terjadi akibat penurunan perfusi
jaringan yang bersifat lokal maupun sistemis akibat trauma
tekanan (claw foot) sebagai konsekwensi dari gangguan
sensibilitas dan berkurangnya reaksi aktivitas bakterisidal
lekosit terhadap inflamasi akibat peninggian kadar gula
darah, mikrosirkulasi yang terganggu pada daerah tekanan.
Keadaan tersebut memperburuk daya pertahanan tubuh
penderita kaki diabetes. Pada daerah yang tidak mengalami
neropati tekanan oksigen (transcutaneous PO2 diperiksa
dengan cara menempelkan transducer
khusus pada
permukaan kulit ) pada kapilar kulit lebih tinggi pada
penderita diabetes mellitus dibandingkan dengan penderita
non-diabetes.
Ulkus yang letaknya superfisial pada penderita
kaki diabetes akan sembuh bila tekanan O2 kapilar paling
sedikit sama dengan orang non-diabetes. Sebaliknya pada
ulkus yang dalam dan mencapai tulang disertai infeksi,
biasanya keadaan mekanisme pertahanan tubuhnya rendah,
8
membutuhkan perbaikkan perfusi jaringan melalui operasi
rekonstruksi arteri untuk penyembuhannya.
Hasil penelitian prospektif dengan menggunakan
mikroskop elektron, pengukuran tahanan pembuluh kapilar
(vascular resistance), dan pengukuran menggunakan alat
pletismograf (plethysmograph, alat yang dapat mengukur
perubahan volume suatu organ), ternyata tidak dijumpai
adanya proses oklusi pada arteriola atau kapilar. Pengertian
adanya oklusi ditingkat mikrosirkulasi pada penderita
diabetes akan berdampak menurunkan usaha untuk
melakukan tindakan rekonstruksi arteri. Mikroangiopati
pada penderita diabetes mellitus adalah adanya penebalan
yang difus pada membrana basalis pembuluh kapilar yang
antara lain ditemukan pada kapilar kulit, kapilar otot skelet,
kapilar retina dan kapilar glomeruli dan medula ginjal.
Tetapi penebalan tersebut tidak menimbulkan penyempitan
(stenosis) lumen. Walaupun terjadi penebalan membrana
basalis, kapilar penderita diabetes lebih mudah mengalami
kebocoran albumin plasma, meski tidak terbukti kebocoran
protein plasma tersebut mengakibatkan gangguan nutrisi.
Penebalan membrana basalis tersebut tampak dibawah
mikroskop dengan ditandai oleh penebalan lapisan hialin.
Gangguan pengangkutan oksigen barulah terjadi bila
terdapat pertumbuhan hipertrofi lapisan sel endotel yang
akan menimbulkan penyempitan lumen arteri sehingga
9
menghambat aliran darah ke distal(Crawford dan Cotran
1999).
Untuk menentukan patensi vaskuler dapat digunakan
beberapa pemeriksaan non invasif seperti; (ankle brachial
index/ ABI), transcutaneous oxygen tension (TcP02), USG
color Doppler atau menggunakan pemeriksaan invasif
seperti; digital subtraction angiography (DSA), magnetic
resonance angiografi (MRA) atau computed tomography
angigraphy (CTA).
Ankle brachial index (ABI) merupakan pemeriksaan non
invasive.
Pemeriksaan Neuropati Vaskular
- Kulit Teraba normal
- Refleks ankle Refleks menurun / tak ada Normal
- Sensitivitas lokal Menurun Normal
- Deformitas kaki Clawed toe Biasanya tidak ada
- Otot kaki atrofi
Calus
- Lokalisasi ulkus Sisi plantar kaki Jari kaki
- Karakter ulkus Nyeri, dengan area nekrotik
- Ankle branchial index (ABI) Normal (>1) <0,7 –
0,9 (iskemia ringan) <0,4 (iskemia berat)
- Normal (>40 mmHg) <40 mmHg
- Kulit hangat, kering, warna kulit normal
- Kulit dingin, sianotik, hitam (gangren)
- Pulsus di tungkai (arteri dorsalis pedis, tibialis
posterior) Tidak teraba atau teraba lemah
- Luka punched out di area yang mengalami
hiperkeratotik Transcutaneous oxygen tension
(TcP02)
5.Neropat i:
Komplikasi tersering adalah polineropati pada sistim
persarafan otonom dan somatis. Adanya gangguan
persarafan otonom akan menimbulkan aliran darah melalui
hubungan langsung antara arteriola dan venula (arteriovenous shunt atau hubungan pendek dari arteriola ke venula
10
menyebabkan aliran darah tidak memasuki kapilar),
mengakibatkan gangguan perfusi jaringan menjadi tidak
efisien.
Neropati dapat terjadi bersama-sama dengan iskhemi.
Tindakan operasi rekonstruksi arteri yang tersumbat harus
dilakukan untuk memperbaiki perfusi jaringan bagian
distal yang mengalami iskhemi, walaupun mungkin tidak
dapat memperbaiki neropati yang sudah terjadi (kerusakan
sel saraf tepi yang permanen), tetapi dapat membantu
memberikan kesembuhan pada jaringan yang iskhemik.
Penyebab kerusakan persarafan tepi diduga disebabkan
oleh penyumbatan (oklusi) vasa vasorum yang mengurus
serabut saraf, sehingga dapat mengganggu saraf sensorik
(sensorik lebih dahulu menderita gangguan) maupun
motorik. Pada serabut saraf tepi yang terganggu akan
terjadi keadaan bahwa semakin kearah distal tungkai
semakin berat kerusakannya, yaitu berupa proses
demielinisasi segmental yang terjadi akibat terganggunya
metabolisme sel Schwann. Keadaan tersebut menimbulkan
melambatnya kecepatan konduksi pada saraf. Gangguan
neropati yang terjadi biasanya berkembang lambat dengan
diawali gejala kejang otot pada malam hari dan parestesia,
kemudian berlanjut dengan gangguan sensasi getar,
gangguan persepsi perabaan halus dan nyeri, dan akhirnya
kehilangan refleks tendon.
11
Keadaan tersebut akan menimbulkan kelemahan
mekanisme pertahanan tubuh, yaitu menghilangnya reaksi
terhadap rangsang nyeri, trauma tekanan dan trauma minor
lainnya. Sehingga karena tubuh tidak mengenal rangsang
dari trauma tersebut akan memudahkan timbulnya ulkus
dan infeksi tanpa disadari penderita. Neropati motorik akan
menimbulkan gangguan fungsi otot-otot intrinsik kaki,
selanjutnya akan melemahkan reaksi terhadap rangsang
tekanan pada telapak kaki, sehingga menimbulkan
gangguan keseimbangan fungsi fleksi metatarsal (claw
position, yaitu akibat dari persendian tulang-tulang kecil
pada kaki yang menjadi kaku dan otot-otot kaki yang
mengecil dan berkerut, sehingga telapak kaki menjadi
melengkung) dan fungsi fleksi dan ekstensi jari kaki
menjadi kaku, sehingga memudahkan timbul ulkus. Pada
tingkat lebih lanjut, akan terjadi kegagalan fungsi sendi
antara tulang metatarsalia dan tarsalia, akhirnya
menimbulkan kerusakan tulang pergelangan kaki (ankle)
yang terjadi tanpa luka. Kondisi kaki tersebut dinamai
sebagai kaki Charcot (Charcot osteoarthropathy).
6.Infeksi
Infeksi merupakan ancaman utama amputasi pada
penderita kaki diabetik. Infeksi superfisial di kulit apabila
tidak segera di atas dapat berkembang menembus jaringan
di bawah kulit, seperti otot, tendon, sendi dan tulang, atau
bahkan menjadi infeksi sistemik. Tidak semua ulkus
mengalami infeksi. Adanya infeksi perlu dicurigai apabila
dijumpai peradangan lokal, cairan purulen, sinus atau
krepitasi. Menegakkan adanya infeksi pada penderita DM
tidaklah mudah. Respons inflamasi pada penderita DM
menurun karena adanya penurunan fungsi lekosit,
gangguan neuropati dan vaskular. Demam, menggigil dan
lekositosis tidak dijumpai pada 2/3 pasien dengan infeksi
yang mengancam tungkai.Menentukan ada/tidak infeksi
dan derajat infeksi merupakan hal penting dalam perawatan
ulkus DM. Elemen kunci dalam klasifikasi klinis infeksi
ulkus DM disingkat menjami PEDIS (perfusion,
extent/size, depth/tissue loss, infection,
12
and sensation). Infeksi dikatagorikan sebagai derajat 1
(tanpa infeksi), derajat 2 (infeksi ringan: melibatkan
jaringan kulit dan subkutis), derajat 3 (infeksi sedang:
terjadi selulitis luas atau infeksi lebih dalam) dan derajat 4
(infeksi berat: dijumpai adanya sepsis). Secara praktis
derajat infeksi dapat dibagi menjadi dua, yaitu infeksi yang
tidak mengancam kaki/non–limb-threatening infections
(derajat 1 dan 2), dan infeksi yang
mengancam kaki/limb-threatening infections (derajat 3 dan
4).
Pada ulkus kaki terinfeksi dan kaki diabetik terinfeksi
(tanpa ulkus) harus dilakukan kultur dan sensitifitas kuman.
Metode yang dipilih dalam melakukan kultur adalah
aspirasi pus/cairan.
Namun standar kultur adalah dari debridemen jaringan
nekrotik.
Kuman pada infeksi kaki diabetik bersifat polimikrobial.
Staphylococcus dan Streptococcus merupakan patogen
dominan.
Hampir 2/3 pasien dengan ulkus kaki diabetik memberikan
komplikasi osteomielitis. Osteomielitis yang tidak
terdeteksi akan mempersulit penyembuhan ulkus. Oleh
sebab itu setiap terjadi ulkus perlu dipikirkan kemungkinan
adanya osteomielitis.
Diagnosis osteomielitis tidak mudah ditegakkan. Secara
klinis bila ulkus sudah berlangsung >2 minggu, ulkus luas
dan dalam serta lokasi ulkus pada tulang yang menonjol
harus dicurigai adanya osteomielitis. Spesifisitas dan
sensitivitas pemeriksaan
rontgen tulang hanya 66% dan 60%, terlebih bila
pemeriksaan dilakukan sebelum 10–21 hari gambaran
kelainan tulang belum jelas. Seandainya terjadi gangguan
tulang hal ini masih sering sulit dibedakan antara gambaran
osteomielitis atau artropati neuropati. Pemeriksaan
radiologi perlu dilakukan karena di samping dapat
mendeteksi adanya osteomielitis juga dapat memberikan
informasi adanya osteolisis, fraktur dan dislokasi,
gas gangren, deformitas kaki. Uji probe to bone
menggunakan probe logam steril dapat membantu
13
menegakkan osteomielitis karena memiliki nilai prediksi
positif sebesar 89%. Untuk lebih memastikan osteomielitis
pemeriksaan MRI sangat membantu
karena memiliki sensitivitas dan spesifisitas lebih dari 90%.
Namun diagnosis pasti osteomielitis tetap didasarkan pada
pemeriksaan kultur tulang.
6.1.Infeksi jaringan lunak.
Bakteri yang berkembang pada infeksi kaki diabetes sering
bersifat polimikrobial. Seperti yang telah dijelaskan
dimuka bahwa trauma yang terjadi tidak menimbulkan
rasa nyeri, karena kehilangan refleks nyeri, reaksi inflamasi
(nyeri, eritema, indurasi, pembengkakan) menjadi tumpul,
akibat proses neropati. Akibat infeksi yang terlambat
ditangani akan menimbulkan kerusakan jaringan yang
berat, sehingga sering harus dilakukan amputasi jari kaki.
Kultur bakteri yang berasal dari cairan nanah pada luka
infeksi harus dilakukan disertai pemeriksaan kepekaan
bakteri terhadap antibiotika. Sebelum dilakukan kultur,
antibiotika yang berspektrum luas harus diberikan sejak
awal, dan selanjutnya berdasarkan hasil kultur dan tes
resistensi.
6.2.Osteomielitis.
Penderita diabetes mellitus terancam infeksi tulang oleh
bakteri yang masuk melalui luka pada kulit atau ulkus.
Infeksi pada tulang dapat diawali oleh infeksi pada
permukaan kartilago sendi yang avaskular atau pada
tulang-tulang sesamoid. Diagnosis osteomielitis dilakukan
dengan foto sinar X.
Diagnosis
Gambaran klinis dapat berupa klaudikasio
intermiten, kaki yang dingin, nyeri nocturnal, nyeri
menetap waktu istirahat dan berkurang bila tungkai
terjungkai, tak teraba denyut arteri, terlambatnya pengisian
vena setelah elevasi tungkai. Faktor resiko selain DM, yang
14
merupakan factor resiko utama adalah hipertensi, merokok,
dislipidemia, usia, dan genetik.
Berdasarkan gejala dan tanda-tanda penyakit
pembuluh darah periferal dapat dibagi menjadi 4 stadium,
yaitu L stadium I : asimtomatik, stadium II : klaudikasio
intermiten, stadium III : nyeri waktu istirahat, dan stadium
IV : gangren.
Diagnosa penyakit pembuluh darah periferal dapat
dilakukan dengan cara pemeriksaan fisik kaki, maupun
melalui pemeriksaan khusus.
1. Pemeriksaan fisik kaki
Perubahan bentuk kaki, edema, kulit kaki
yang menipis, berkilat dingin, hilangnya bulu
terutama pada tungkai dan punggung kaki,
jaringan subkutaneus yang atrofi, kuku
menebal, denyutan arteri tibialis posterior dan
arteri dorsalis pedis melemah atau
menghilang, dijumpai tanda-tanda infeksi.
Pada yang lebih berat dijumpai ulserasi,
gangren, dan osteomyelitis.
Terdapat 3 tanda yang signifikan yang
menunjukkan telah terjadi insufisiensi
vaskuler yaitu pertama, bila posisi tungkai
menggantung terjadi warna merah (dependent
rubor), kedua, terjadi perubahan warna kaki
menjadi pucat bila posisi kaki ditinggikan
(pallor on elevation). Ketiga, adanya
pemanjangan masa pengisian vena dan
kapiler.
Pemeriksaan tungkai dilakukan dengan posisi
penderita terlentang, kaki dinaikkan 45o dan
dipertahankan sampai dengan salah satu kaki
berubah warna menjadi pucat, kemudian
penderita didudukan lurus dengan posisi
kedua kaki dalam keadaan tergantung, lalu
dilakukan pengukuran pengisian vena dan
15
kapiler. Normal 15-25 detik, iskemik berat
25-40 detik sangat berat lebih dari 40 detik.
2.
Pemeriksaan Khusus
Terdapat beberapa jenis
pemeriksaan
diantaranya, Angiografi, Doppler Ultrasonik,
Platismografi (pulse volume recording),
Oksimetri ranskutan, Doppler Laser, dan
Magnetic Resonance Imaging (MRI).
2.1. Angiografi
Merupajan pemeriksaan standar baku
emas yang bersifat invasive untuk
mengetahui adanya oklusi, posisi dan
luasnya oklusi serta mempermudah
tindakan bedah vaskuler yang dilakukan.
Tindakan invasive ini mudah terjadi
thrombus sehingga tidak dilakukan
sebagai pemeriksaan diagnostik rutin.
2.2. Doppler Ultrasonik
Pemeriksaan
dengan
mengirimkan
gelombang ultrasonic ke pembuluh darah
yang diperiksa. Apabila gelombang
melanggar objek yang bergerak seperti
eritrosit, gelombang akan dipantulkan
kembali ke Doppler dengan frekwensi
yang berbeda sesuai dengan efek
Doppler. Alat Doppler dipakai juga untuk
pemeriksaan Ankle Brachial Pressure
Index (ABPI), yaitu rasio tekanan darah
sistolik di pergelangan kaki dengan
tekanan sistolik di pergelangan tangan.
Nilai ABPI normal 0,9-1,1. Diagnpsa
PVP tegak bila nilainya 0,5-0,9,
dikatakan berat jika nilainya < 0,5. Bila
tekanan pergelangan kaki < 50 mmHg,
ABPI < 0,26 merupakan resiko besar
untuk kehilangan kaki.
16
2.3. Pletismografi / Pulse volume recording
Dilakukan bila tekanan ABPI tingi diatas
nilai normal atau terdapat kesulitan
mendapatkan pulsasi arteri di dorsalis
pedis dengan Doppler. Dengan alat ini
akan direkam perubahan-perubahan
volume darah yang diukur segmen
persegmen. Oklusi dalam pembuluh
darah akan memberikan gambaran
gelombang yang khas pada segmen yang
diukur.
2.4. Oksimetri Transkutan
Dasar pemeriksaannya adalah
dijumpainya perbedaan pada
partial oksigen transkutan di
tungkai dan di daerah badan,
dapat mengetahui perfusi ke
secara kuantitatif.
dengan
tekanan
daerah
alat ini
tungkai
2.5. Doppler Laser
Mengukur secara kuantitatif kecepatan
aliran di pembuluh-[embuluh darah kulit
pada tungkai.
2.6. Magnetic Resonance Imaging
Digunakan untuk menilai pembuluh
darah, mengevaluasi pembedahan arteri
dan morfologi dinding pembulh darah.
Tabel 1.Klasifikasi Wagner untuk kaki diabetes.
Deraj
at
0
1
2
Luka
Permukaa
n.
Dalam:
Abse
s
-
Selulit
is
-
osteomieli
tis
-
gangre
n
-
17
3
4
5
mencapai
tendo
atau
tulang.
Dalam
Dalam
Gangren
+
+
atau
–
+
atau
-
+ atau
–
+ atau
–
+ atau
-
+ atau –
+ atau –
+ atau -
_
Jari
kaki.
Seluru
h kaki.
Tabel 2 . Pembagian gejala iskemi menurut Fountaine.
Fountaine I : gejala tidak khas:terasa dingin terutama
pagi hari (sindroma Raynaud), pegal, linu.
Fountaine II : claudicatio intermittent (nyeri atau kram
pada otot betis setelah berjalan beberapa meter).
Fountaine III : rest pain (nyeri yang terasa terus-menerus
walaupun pada saat istirahat).
Fountaine IV : terdapat ulkus atau gangren pada ujung
jari kaki atau pada bagian kaki lainnya.
18
Sistem Klasifikasi Derajat Luka Pada KD
Sistem klasifikasi derajat luka yang baik dan
sering digunakan, telah dipakai luas dan mudah
penggunaannya yang dapat memberikan gambaran rinci
mengenai suatu ulkus kaki yang akan membantu dalam
merencanakan strategi perawatan, dan juga dapat
memprediksikan hasil dalam hal penyembuhan ataupun
tindakan amputasi anggota gerak bawah. Beberapa system
klasifikasi telah digunakan untuk menggambarkan
karakteristik pada KD yaitu tentang daerah luka,
kedalaman luka, apakah ada neuropati, infeksi atau
iskemia.
Terdapat dua sistem klasifikasi yang sering
digunakan yaitu system klasifikasi Wagner dan system
klasifikasi Texas, seperti yang tersebut pada tabel-2,3 di
bawah ini.
19
Tabel-2 Kategori derajat luka berdasarkan klasifikasi
Wagner
Grade
Lesi
0
Tidak ada luka terbuka, kulit utuh dan mungkin
terdapat deformitas kaki seperti : claw, kalus,
hallux, valgus, dll
1
Ulkus superficial dan terbatas di kulit
2
Ulkus dalam, tembus kulit sampai ke tendon,
ligament, kapsul sendi, atau fasia bagian dalam
tanpa abses atau osteomielitis
3
Ulkus dalam dengan atau abses, osteomielitis,
sepsis sendi
4
Gangrene terbatas pada jari kaki/kaki bagian
distal dengan atau tanpa selulitis
5
Gangrene luas seluruh kaki
Tabel-3 Kategori derajat luka berdasarkan klasifikasi Texas
GRADE
0
S
T
A
G
E
1
II
III
A
Tidak
ada luka
Luka
superfisial
Luka
sampai
tendon,
kapsul
sendi atau
tulang
B
infeksi
infeksi
Infeksi
Luka
dengan
abses,
selulitis,
atau
sepsis
sendi
infeksi
C
iskemik
iskemi
iskemik
iskemik
D
Infeksi
dan
iskemik
Infeksi dan
iskemik
Infeksi
dan
iskemik
Infeksi
dan
iskemik
20
8.Terapi:
Perfusi jaringan perlu diperbaiki melalui tindakan operasi
rekonstruksi arteri. Seringkali dilakukan operasi bedah
pintas dengan menggunakan vena Saphena magna (berasal
dari tungkai sisi lainnya yang tidak menderita infeksi) yang
menghubungkan antara arteri Femoralis superfisialis
(sebagai inflow) ke segmen arteri Poplitea (berlaku sebagai
outflow atau distal run-off), atau dapat pula ke arteri
Tibialis atau ke arteri Dorsum pedis sesuai dengan data
hasil pemeriksaan arteriografi. Perbaikan perfusi jaringan
dapat memperbaiki nyeri menetap pada waktu istirahat
(rest pain), menyembuhkan ulkus superfisialis yang belum
kerusakan pada tulang, sendi atau tendon. Penelitian
menunjukkan bahwa hasil bedah pintas ke arteri dorsalis
pedis (femoro-dorsalis pedis by pass) memiliki angka
keberhasilan (patency and limb salvage rate) yang sama
dengan bila disambungkan ke arteri Poplitea atau ke arteri
Tibialis (femoro-poplitea atau femoro-tibialis by pass).
Angka keberhasilan operasi rekonstruksi arteri dan angka
mortalitas pada penderita diabetes adalah sama atau dapat
lebih baik dibandingkan pada penderita non-diabetes.
Tujuan utama dalam penatalaksanaan ulkus KD adalah
agar terjadi penutupan dan penyembuhan luka dengan
sempurna maupun mencegah ulkus berulang. Beberapa
tindakan yang dilakukan adalah dengan melakukan
perawatan konservatif, tindakan pencegahan dan intervensi
bedah.
1. Konservatif
Penatalaksanaan konservatif ditentukan oleh
tingkat keparahan (grade), vaskularitas dan adanya
infeksi.
1.1 Grade 1 dan 2
 Sebaiknya pasien dirawat di rumah sakit
 Langkah-langkah yang perlu dilakukan
adalah :
 Kultur ous dengan swab, kuretage,
debridement dan irigasi. Disebutkan
21



dengan kultur pus dapat mengkonfirmasi
infeksi mencapai 95%
Debridement ulkus merupakan hal yang
sangat penting yang bertujuan untuk
menghilangkan benda asingm jaringan
nekrosis, menurunkan bacterial load,
membersihkan luka dan meningkatkan
thrombosis atau growth factor dipinggir
luka yang berguna sebagai langkah awal
dari penyembuhan luka. Penderita
dianjurkan untuk membersihkan untuk
membersihkan luka di rumah minimal 2
kali perhari, pertahankan kaki lebih
tinggi dan cegah berjalan yang tidak
perlu.
Luka yang terbuka ditutupi dengan
pembalut steril, tidak lengket dan kering
Pasien dikontrol oleh perawat setiap 3-7
hari, untuk evaluasi luka. Pada umumnya
ulkus 75% akan menutup selama 2
minggu dan hanya sekitar 15% yang
memerlukan tambahan pengobatan.
1.2 Grade 3
 Pasien harus dirawat dirumah sakit,
dilakukan debridement, kultur pus,
penting evaluasi keterlibatan pembuluh
darah perifer dan biopsy tulang
membantu pemilihan pengobatan.
Terapi standar dengan pemberian
antibiotic iv selama 10-12 minggu.
 Intervensi bedah dilakukan bila infeksi
telah mengenai tulang dan tidak terjadi
penyembuhan luka.
1.3 Grade 4 dan 5
 Pada grade ini pasien harus dirawat di
rumah sakit, dilakukan tindakan bedah
ataupun amputasi.
22
2.
Pencegahan
Pencegahan terjadinya ulkus KD adalah dengan
melakukan pengontrolan kadar gula darah
ketingkat kadar gula darah yang normal dirumah.
Termasuk keterampilan mengatur diet penggunaan
obat-obatan.
2.1 Perawatan ke ahli Podiatri
 Kunjungan regular, pemeriksaan dan
perawatan kaki secara dini
 Penilaian faktor resiko
 Deteksi dini dan terapi yang agresif pada
lesi yang baru
2.2 Pemeriksaan denyut nadi
 Evaluasi denyut nadi
 Menilai pulsasi kaki, tes vaskular
noninvasive jika ada indikasi
2.3 Sepatu proteksi
 Memiliki ruangan yang adekuat, berperan
sebagai protektif terhadap cidera, sepatu
karet, sepatu yang dalam dan lebar.
 Modifikasi khusus jika perlu
2.4 Mengurangi tekanan
 Sepatu tempahan
 Memiliki bantalan yang lembut
2.5 Pembedahan propilaksis
 Memperbaiki deformitas : Hammer toe,
Charcots foot
 Mencegah ulkus berulang
2.6 Edukasi
 Hindari rokok, berjalan menggunakan
alas kaki, mencuci kaki dengan air
hangat.
 Perawatan kuku
 Pemeriksaan tapak kaki regular setiap
hari, antara jari kaki
23

Kaki
dibersihkan
setiap
hari,
mempergunakan sabun yang lembut dan
mempergunakan krem atau losion.
Pendekatan baru
Pada ulkus KD walaupun telah dilakukan
perawatan yang adekuat, ternyata sebahagian dari ulkus
tersebut tidak mengalami penyembuhan sempurna. Untuk
menanggulangi hal tersebut dapat dilakukan pendekatan
baru dengan pemberian; hyperbaric oxygen theraphy
(HBOT), recombinant platelet derivate growth factor
(PDGF) atau kultur dermis.
Penatalaksanaan
Debridemen
Tindakan debridemen merupakan salah satu terapi
penting pada kasus ulkus diabetika. Debridemen dapat
didefinisikan sebagai upaya pembersihkan benda asing dan
jaringan nekrotik pada luka. Luka tidak akan sembuh
apabila masih didapatkan jaringan nekrotik, debris, calus,
fistula/rongga yang memungkinkan kuman berkembang.
Setelah dilakukan debridemen luka harus diirigasi dengan
larutan garam fisiologis atau pembersih lain dan dilakukan
dressing (kompres).
Ada beberapa pilihan dalam tindakan debridemen,
yaitu
- debridemen mekanik, enzimatik, autolitik,
biologik, debridement bedah.
- Debridemen mekanik dilakukan menggunakan
irigasi luka cairan fisiolofis, ultrasonic laser,
dan sebagainya, dalam rangka untuk
membersihkan jaringan nekrotik.
Debridemen secara enzimatik dilakukan
dengan pemberian enzim eksogen secara topikal
pada permukaan lesi. Enzim tersebut akan
menghancurkan
residu
residu
protein.
Contohnya, kolagenasi
24
akan melisikan kolagen dan elastin. Beberapa jenis
debridement yang sering dipakai adalah papin, DNAse dan
fibrinolisin.
Debridemen autolitik terjadi secara alami apabila seseorang
terkena luka. Proses ini melibatkan makrofag dan enzim
proteolitik endogen yang secara alami akan melisiskan
jaringan nekrotik. Secara sintetis preparat hidrogel dan
hydrocolloid dapat menciptakan kondisi lingkungan yang
optimal bagi fagosit tubuh dan bertindak sebagai agent
yang melisiskan jaringan nekrotik serta memacu proses
granulasi. Belatung (Lucilla serricata) yang disterilkan
sering digunakan untuk debridemen biologi. Belatung
menghasilkan enzim yang dapat menghancurkan jaringan
nekrotik.
Debridemen bedah merupakan jenis debridemen yang
paling cepat dan efisien. Tujuan debridemen bedah adalah
untuk :
1. mengevakuasi bakteri kontaminasi,
2. mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat
mempercepat penyembuhan,
3. Menghilangkan jaringan kalus,
4. mengurangi risiko infeksi lokal.
Mengurangi beban tekanan (off loading)
Pada saat seseorang berjalan maka kaki mendapatkan
beban yang besar. Pada penderita DM yang mengalami
neuropati permukaan plantar kaki mudah mengalami luka
atau luka menjadi sulit sembuh akibat tekanan beban tubuh
maupun iritasi kronis sepatu yang digunakan.
Salah satu hal yang sangat penting namun sampai kini tidak
mendapatkan perhatian dalam perawatan kaki diabetik
adalah mengurangi atau menghilangkan beban pada kaki
(off loading).
Upaya off loading berdasarkan penelitian terbukti dapat
mempercepat kesembuhan ulkus. Metode off loading yang
sering digunakan adalah: mengurangi kecepatan saat
berjalan kaki, istirahat (bed rest), kursi roda, alas kaki,
removable cast walker, total contact cast, walker, sepatu
25
boot ambulatory.Total contact cast merupakan metode off
loading yang paling efektif dibandingkan metode yang lain.
Berdasarkan penelitian
Amstrong TCC dapat mengurangi tekanan pada luka secara
signifikan dan memberikian kesembuhan antara 73%100%.
TCC dirancang mengikuti bentuk kaki dan tungkai, dan
dirancang agar tekanan plantar kaki terdistribusi secara
merata. Telapak kaki bagian tengah diganjal dengan karet
sehingga memberikan permukaan rata dengan telapak kaki
sisi depan dan belakang (tumit).
Tehnik Dressing pada luka Diabetikum
Tehnik dressing pada
luka diabetes yang terkini
menekankan metode moist wound healing atau menjaga
agar luka dalam keadaan lembab. Luka akan menjadi cepat
sembuh apabila eksudat dapat dikontrol, menjaga agar luka
dalam keadaan lembab, luka tidak lengket dengan bahan
kompres, terhindar dari infeksi dan permeabel terhadap
gas. Tindakan dressing merupakan salah satu komponen
penting
dalam mempercepat penyembuhan lesi. Prinsip dressing
adalah bagaimana menciptakan suasana dalam keadaan
lembab sehingga dapat meminimalisasi trauma dan risiko
operasi. Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan
dalam memilih dressing yang akan digunakan, yaitu tipe
ulkus, ada atau tidaknya eksudat, ada
tidaknya infeksi, kondisi kulit sekitar dan biaya. Ada
beberapa jenis dressing yang sering dipakai dalam
perawatan luka, seperti:
hydrocolloid, hydrogel, calcium alginate, foam, kompres
anti mikroba,
dan sebagainya.
Ovington memberikan pedoman dalam memilih dressing
yang tepat dalam menjaga keseimbangan kelembaban luka:
26
- Kompres harus mampu memberikan lingkungan luka
yang lembab
- Gunakan penilaian klinis dalam memilih kompres untuk
luka luka tertentu yang akan diobati
- Kompres yang digunakan mampu untuk menjaga tepi
luka tetap kering selama sambil tetap mempertahankan
luka bersifat lembab
- Kompres yang dipilih dapat mengendalikan eksudat dan
tidak menyebabkan maserasi pada luka
- Kompres yang dipilih bersifat mudah digunakan dan yang
bersifat tidak sering diganti
- Dalam menggunakan dressing, kompres dapat
menjangkau rongga luka sehingga dapat meminimalisasi
invasi bakteri.
- Semua kompres yang digunakan harus dipantau secara
tepat.
Pengendalian Infeksi
Pemberian antibitoka didasarkan pada hasil kultur
kuman.
Namun sebelum hasil kultur dan sensitifitas kuman tersedia
antibiotika harus segera diberikan secara empiris pada kaki
diabetik yang terinfeksi. Antibiotika yang disarankan pada
kaki diabetik terinfeksi. Pada ulkus diabetika ringan/sedang
antibiotika yang diberikan di fokuskan pada patogen gram
positif. Pada ulkus terinfeksi
yang berat (limb or life threatening infection) kuman lebih
bersifat polimikrobial (mencakup bakteri gram positif
berbentuk coccus, gram negatif berbentuk batang, dan
bakteri anaerob) antibiotika harus bersifat broadspectrum,
diberikan secara
injeksi. Pada infeksi berat yang bersifat limb threatening
infection dapat diberikan beberapa alternatif antibiotika
seperti:
ampicillin/sulbactam, ticarcillin/clavulanate, piperacillin/
tazobactam, Cefotaxime atau ceftazidime + clindamycin,
fluoroquinolone + clindamycin. Sementara pada infeksi
berat yang bersifat life threatening infection dapat
27
diberikan beberapa alternatif antibiotika seperti berikut:
ampicillin/sulbactam +aztreonam, piperacillin/tazobactam
+ vancomycin, vancomycin + metronbidazole+ceftazidime,
imipenem/cilastatin atau fluoroquinolone + vancomycin +
metronidazole. Pada infeksi berat pemberian antibitoika
diberikan selama 2 minggu atau lebih.
Bila ulkus disertai osteomielitis penyembuhannya menjadi
lebih lama dan sering kambuh. Maka pengobatan
osteomielitis di samping pemberian antibiotika juga harus
dilakukan reseksi bedah. Antibiotika diberikan secara
empiris, melalui parenteral
selama 6 minggu dan kemudain dievaluasi kembali melalui
foto radiologi. Apabila jaringan nekrotik tulang telah
direseksi sampai bersih pemberian antibiotika dapat
dipersingkat,
biasanya memerlukan waktu 2 minggu.
Pengobatan
Nyeri oleh karena neuropati termasuk ND dapat sangat
menyakitkan dan lebih menyebabkan disabilitas dari
penyakit primernya. Pengobatan untuk ND hanya bersifat
sebagai terapi simtomatis, farmakoterapi yang dianjurkan
adalah :
1. NSAID : khususnya untuk nyeri musculoskeletal
dan neuropati
2. Antidepresn : amitriptilin, imipramin, sertralin
3. Antikonvulsan : gamapentin, karbamazepin
4. Antiaritmia : mexiletine
5. Topikal Capsaicin
3. Infeksi
Infeksi adalah masalah yang penting dan sangat
sering terjadi sebagai komplikasi yang serius pada KD,
perlu penanganan segera yang dimulai dari lesi yang
minimal. Mudahnya terjadi infeksi pada penderita KD
diakibatkan oleh adanya iskemia, mikrotrombus,
sebelumnya hingga akhirnya terbentuk abses, gangren,
sepsis, dan osteomielitis.
Setiap penderita DM memiliki respon terhadap
infeksi yang berbeda-beda. Tanda-tanda infeksi yang
28
umum dapat berupa demam, edema, eritema, pernanahan,
atau berbau dan leukositosis. Penderita DM dengan infeksi
kaki sekalipun berat tidak selalu diikuti dengan
peningkatan temperature tubuh dan jumlah leukosit. Di
samping itu sering sekali luasnya infeksi melebihi yang
tampak secara klinis. Menurut Gibbons dan Eliopoulus,
1984 pada infeksi kaki yang berat pada 2/3 penderita DM
tidak dijumpai tanda-tanda infeksi seperti temperature
tubuh < 37,8 dan jumlah leukosit < 10,10 3/mm3.
Kuman penyebab infeksi meliputi polimikrobial
yang bersifat aerob dan anaerob, gram negative dan gram
positif. Leicher dkk, 1988 mendapatkan hasil pemeriksaan
kultur bakteriologi dijumpai mikroorganisme yang
tersering adalah gram positif 72% (Staphylococcus dan
Streptococcus grup B) dan gram negative 49% (E. coli,
Klebsiela species, Pseudomonas aeruginosa, Proteus
species, Bacteriodes species, dan Peptostreptococcus).
Peneliti lain mendapatkan kuman yang tersering adalah
kokus gram positif aerobic 89% basil gram negative aerob
36% dan anaerob 17%. Penyebab tersering yang lain
adalah jamur candida albicans dan trichopiton walaupun
tidak bersifat sistemik.
Pengobatan
Pengobatan terhadap infeksi ditujukan kepada
kuman penyebab yang bersifat polimikrobial dengan
antibiotic yang bersifat polifarmasi. Antibiotik yang
direkomendasi sebagai terapi empiris pada ulkus KD
sebelum diperoleh hasil kultur dan uji resistensi dapat
dilihat pada tabel-1.
Tabel-1 Regimen antibiotic empiric pada Ulkus KD
Daftar Pustaka
Nurul EC.Gambaran kasus kaki diabetik dan
pengelolaannya pada pasien rawat inap di rumah sakit
dr.Hasan Sadikin Bandung periode 1 januari 2000 – 31
desember 2001.Skripsi, FK.Universitas Padjadjaran,
Bandung.
29
Crawford JM and Cotran RS.The Pancreas.In: Robbins
Pathologic Basis of Disease.6th Ed.WB Saunders
Co.Philadelphia.1999:922-3.
Jennings PE and Belch JJF.Free radical scavenging activity
of sulfonylureas:a clinical assessment of the effect of
gliclazide.Metabolism,vol.49,no.2,Suppl
1
(February),2000:pp 23-26.
LoGerfo,FW.The diabetic foot.In:Dean RH, Yao
YST,Brewster
DC.(Editors).Current
Diagnosis
&
Treatment in Vascular Surgery.1st Ed.Appleton & Lange,
Connecticut.1995: 297-302.
Bouskela E, Bottino DA, Tavares JC. Microvascular
permeability in diabetes. In: Scmid-Schonbein GW,
Granger DN. Molecular basis for microcirculatory
disorders. Paris: Springer-Verlag France.2003:545-554.
Wijanarko, Teknik Dressing
Patofisiologi dan Penatalaksanaan Ulkus Kaki Diabetes,
Junaidi M, Mardianto, Dharma Lindarto, dkk.,
Divisi Endokrinologi dan Metabolik Bagian Penyakit
Dalam, FK-USU / RS Pringadi / RS. H. Adam Malik
Medan
____________________
30
31
32
33
Download