Uploaded by User13513

C12sar

advertisement
PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP
PEMUTIHAN KARANG DI KEPULAUAN WEH NANGROE
ACEH DARUSSALAM MENGGUNAKAN DATA CITRA
SATELIT
SUKMARAHARJA AULIA RACHMAN TARIGAN
SKRIPSI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul :
PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP
PEMUTIHAN KARANG DI KEPULAUAN WEH NANGROE
ACEH DARUSSALAM MENGGUNAKAN DATA CITRA
SATELIT
adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Bogor, Oktober 2012
SUKMARAHARJA AULIA RACHMAN TARIGAN
C54070077
RINGKASAN
SUKMARAHARJA AULIA RACHMAN TARIGAN.Pengaruh Suhu
Permukaan Laut terhadap Pemutihan Karang di Kepulauan Weh Nangroe
Aceh Darussalam menggunakan Data Citra Satelit.Dibimbing oleh
DIETRIECH G. BENGEN DAN RISTI E. ARHATIN.
Hasil survei Wildlife Conservation Society (WCS) tahun 2010
mengungkapkan telah terjadi pemutihan massal terumbu karang di Kepulauan
Weh Nangroe Aceh Darussalam akibat peningkatan suhu permukaan laut (SPL)
dengan persentase pemutihan karang hingga 88 %. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui tren perubahan SPL secara spasial dan temporal pada saat
terjadinya pemutihan karang, serta mengkaji pengaruh SPL terhadap pemutihan
karang di perairan tersebut.
Lokasi penelitian adalah wilayah Kepulauan Weh Provinsi Nangroe Aceh
Darusalam. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Mei 2010 hingga Mei 2012.
Data yang digunakan adalah data SPL citra Aqua MODIS dengan waktu
perekaman dari bulan Januari 2005-Februari 2011 yang diunduh dari
http://coastwatch.pfeg.noaa.gov/erddap/index.html dan data sekunder indeks
pemutihan terumbu karang hasil survei WCS. Data hasil pengolahan citra satelit
ditampilkan dalam bentuk grafik time series dan dianalisis secara temporal dan
spasial. Hubungan di antara SPL dan pemutihan karang di analisis secara
deskriptif menggunakan Analisis Komponen Utama.
Distribusi SPL selama 5 tahun, menunjukkan peningkatan SPL yang
terjadi pada bulan April dan Mei tahun 2010. Visualisasi pada bulan April SPL
maksimum di kawasan Timur Pulau Weh dengan nilai berkisar 31 ˚C-32 ˚C,
sedangkan SPL minimum ditemukan di bagian barat dan utara Pulau Weh dengan
nilai berkisar 31 ˚C hingga 31,25 ˚C. Pada citra bulan Mei SPL maksimum di
kawasan timur dan tenggara Pulau Weh dengan nilai berkisar 31 ˚C-32 ˚C ,
sementara SPL minimum ditemukan pada bagian barat Pulau Weh dengan nilai 31
˚C.
Pada bulan Mei 2010 ditemukan karang dalam kondisi mengalami
pemutihan sebesar 66,9 % dan sebagian lainnya mengalami pemucatan sebesar 21
%. Variasi kerentanan beberapa genera karang terhadap peningkatan SPL yang
terjadi pada bulan Mei 2010 diketahui genera Pocillopora dan Acropora
merupakan jenis karang yang rentan terhadap pemutihan, sedangkan karang yang
mampu menoleransi perubahan suhu secara signifikan adalah genera Diplostrea
dan Montipora.
Hasil analisis komponen utama pada bulan Mei 2010 variabel
SPLmemiliki korelasi yang positif terhadap beberapa kategori karang yang
mengalami pemutihan dan memiliki korelasi yang negatif terhadap karang yang
mengalami kematian. Pada pengamatan bulan Juli 2010, variable SPL memiliki
korelasi yang positif dengan karang mati. Sedangkan pada bulan Februari 2011
variabel SPL memiliki hubungan positif terhadap karang yang mengalami
kematian dan karang yang berada pada kondisi sehat.
© Hak cipta milik Sukmaraharja Aulia Rachman Tarigan, tahun
2012
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun,
baik cetak, fotokopi, mikrofilm dan sebagainya.
PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP
PEMUTIHAN KARANG DI KEPULAUAN WEH NANGROE
ACEH DARUSSALAM MENGGUNAKAN DATA CITRA
SATELIT
SUKMARAHARJA AULIA RACHMAN TARIGAN
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan
pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
SKRIPSI
Judul Penelitian
: PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP
PEMUTIHAN KARANG DI KEPULAUAN WEH,
NANGROE ACEH DARUSSALAM
MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT
Nama Mahasiswa
: Sukmaraharja Aulia Rachman Tarigan
Nomor Pokok
: C54070077
Departemen
: Ilmu dan Teknologi Kelautan
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Dietriech G. Bengen, DEA
NIP. 195901051983121001
Risti E. Arhatin, S.Pi, M.Si
NIP. 197503092007012001
Mengetahui,
Prof. Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M.Sc
NIP. 19580909 198303 1 003
Tanggal Ujian : 21 September 2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas semua rahmat dan karunia yang
telah diberikan kepada penulis sehingga skripsi dari penelitian ini dapat
terselesaikan. Skripsi ini berjudul PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT
TERHADAP PEMUTIHAN KARANG DI KEPULAUAN WEH,
NANGROE ACEH DARUSSALAM MENGGUNAKAN DATA CITRA
SATELIT.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar besarnya kepada:
1. Orang Tua Bapak Abdul Hamid Tarigan (Alm), Ibu Tati Supriati serta
kakak Dian Hapsari Pagita Tarigan dan Fitri Puspita Tarigan yang telah
memberikan kasih sayang, motivasi, inspirasi, doa dan semangatnya yang
tak kunjung henti.
2. Prof. Dr. Ir. Dietriech G. Bengen, DEA dan Risti E. Arhatin, S.Pi M.Si
selaku Komisi Pembimbing yang telah memberikan pengetahuannya
kepada penulis.
3. Beginer Subhan S. Pi M.Si selaku dosen penguji tamu dan Dr. Ir. Henry
M. Manik, M.T selaku komisi pendidikan Departemen Ilmu dan Teknologi
Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor,
pada ujian skripsi atas evaluasi dan saran yang diberikan kepada penulis.
4. Dr. Ir. Budi Hascaryo Iskandar selaku instruktur selam FDC-IPB atas ilmu
dan pengetahuan selamnya.
5. Wildlife Conservation Society (WCS) atas izin pemberian data penelitian
serta bantuan dalam melakukan penelitian ini.
6. Staf WCS Bang Irfan Yulianto, Bang Yudi Herdiana, Bang Efin
Mutaqqin, Bang Tasrif Kartawijaya, Mba Susi dan Mba Shinta atas
masukan dan saran selama pelaksanaan penelitian ini.
7. Keluarga besar ITK 44 atas persahabatan, kekeluargaan dan motivasi
selama menjalani masa perkuliahan serta pelajaran dan pengalaman hidup
yang berharga kepada penulis.
8. Fisheries Diving Club IPB atas pengajaran dan pengalamannya selama ini
serta teman-teman Diklat 25 FDC-IPB (Taufik, Iqbal, James, Luki,
Herbet, Silvia, Apoy, Dian, Emprit, Ratih, Ami, Pustika, Hedra, Fadillah,
dan Muti) atas dukungan, kekeluargaan, kebersamaan dan motivasi dalam
suka maupun duka dalam membantu penulis menyelesaikan perkuliahan
9. Seluruh warga Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Institut
Pertanian Bogor atas kebersamaannya selama masa perkuliahan.
Seluruh pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
Akhir kata semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Bogor, September 2012
Sukmaraharja Aulia Rachman Tarigan
75
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 12 Februari 1989 dari
pasangan Abdul Hamid Tarigan (Alm) dan Tati Supriati sebagai anak
ketiga dari tiga bersaudara. Pada tahun 2007 penulis lulus dari SMA
Negeri 2 Bogor, kemudian di terima di Institut Pertanian Bogor
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan melalui jalur Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama menjalani kuliah di IPB, penulis aktif dalam
Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan (HIMITEKA) sebagai anggota Divisi
Penggembangan sumberdaya Manusia (2009/1010). Penulis juga aktif dalam Organisasi
Fisheries Diving Club (FDC-IPB) sebagai Divisi Peralatan (2008/2009) , Publikasi dan
Dokumentasi (2009/2010) serta Penelitian dan Pengembangan (2010/2011). Selain itu,
penulis juga aktif sebagai Asisten Praktikum pada mata kuliah Biologi Laut (2009/2010),
Metode Observasi Bawah Air (2009/2010), Ekologi Laut Tropis (2010/2011) dan Selam
Ilmiah (2011/2012). Penulis juga turut serta dalam kegiatan penelitian bersama FDC-IPB
dalam Ekspedisi Zooxhanthellae X di Kabupaten Biak-Numfor, Papua (2009), Ekspedisi
Zooxhanthellae XI di Kepulauan Kayoa, Halmahera Selatan , Maluku Utara (2011) serta
kegiatan Monitoring Perkembangan Komunitas Sumberdaya Ikan pada Terumbu Karang
alami di Kepulauan Wakatobi, Sulawesi Tenggara bersama Balai Riset Pemulihan
Sumberdaya Ikan Jatiluhur KKP (2011). Penulis juga aktif dalam mengikuti beberapa
kegiatan PKM diantaranya PKM AI dan PKM-P.
Untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan di Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis menyusun skripsi dengan judul “Pengaruh Suhu
Permukaan Laut Terhadap Pemutihan Karang Di Kepulauan Weh Nangroe Aceh
Darusalam Menggunakan Data Citra Satelit”. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Dietriech
G. Bengen, DEA dan Risti E. Arhatin, S.Pi, M.Si.
iv
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
ix
1.
PENDAHULUAN ...................................................................................
1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................
1.2 Tujuan .................................................................................................
1
2
TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................
3
2.1 Terumbu Karang .................................................................................
2.1.1 Pengertian dan deskripsi terumbu karang .................................
2.1.2 Pengaruh SPL terhadap pemutihan karang ...............................
2.2 Sistem Penginderaan Jauh Termal ......................................................
2.3 Karakteristik Satelit Aqua MODIS .....................................................
3
3
7
10
11
METODOLOGI PENELITIAN ............................................................
17
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ..............................................................
3.2 Alat dan Bahan ....................................................................................
3.2.1 Alat ............................................................................................
3.2.2 Bahan ........................................................................................
3.3 Metode Penelitian ...............................................................................
3.3.1 Pengolahan citra SPL ................................................................
3.3.2 Pengolahan data terumbu karang ..............................................
3.4 Analisis Data .......................................................................................
3.4.1 Analisis sebaran SPL ................................................................
3.4.2 Analisis data karang ..................................................................
3.4.3 Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis) ..
17
18
18
18
19
19
20
21
21
21
22
HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................
25
2.
3.
4.
4.1 Profil SPL dari Citra Satelit Aqua MODIS pada saat terjadi
Pemutihan Karang ..............................................................................
4.2 Indeks Pemutihan (Bleaching) pada Setiap Lokasi Pengamatan ........
4.3 Hubungan Perubahan SPL Terhadap Persentase Pemutihan
Tingkat Genera...................................................................................
4.4 Hubungan SPL dengan Pemutihan Karang .........................................
4.4.1 Pengamatan bulan Mei 2010 .....................................................
4.4.2 Pengamatan bulan Juli 2010 .....................................................
4.4.3 Pengamatan bulan Februari 2011..............................................
25
27
31
39
39
43
47
5.
KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................
52
5.1 Kesimpulan .........................................................................................
5.2 Saran ...................................................................................................
52
52
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
53
LAMPIRAN ....................................................................................................
57
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................
75
v
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Kajian perubahan suhu , emisi CO2, permukaan air laut
dari tahun 1880-2000 ...........................................................................
9
2. Spesifikasi satelit Aqua MODIS ..........................................................
13
3. Kegunaan utama dan panjang gelombang kanal-kanal
sensor MODIS ......................................................................................
14
4. Koefisien kanal 31 dan 32 untuk Aqua MODIS ..................................
15
5. Nilai indeks pemutihan (%) pada bulan Mei 2010, Juli 2010, dan
Februari 2011 untuk setiap lokasi pengamatan ....................................
28
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Anatomi hewan karang ........................................................................
4
2. Jendela atmosfer dalam spektrum gelombang elektromagnetik ..........
11
3. Satelit Aqua MODIS ............................................................................
12
4. Peta lokasi penelitian............................................................................
17
5. Diagram pengolahan data citra satelit ..................................................
19
6. Pemutihan warna pada genus karang. Keterangan : (a)kondisi
normal;(b) kondisi Pale/pucat sebagian; (c) kondisi 50-80 %
terjadi pemutihan; (d) kondisi 80-100 % terjadi pemutihan
dan warna normal .................................................................................
21
7. Fluktuasi SPL rata-rata bulanan periode Januari
2006 – Februari 2011 hasil pendugaan citra satelit
Aqua MODIS .......................................................................................
25
8. Visualisisasi SPL secara spasial hasil pendugaan citra satelit
MODIS pada bulan April 2010 (A) dan bulan Mei 2010 (B) ..............
26
9. Nilai SPL bulan Mei 2010, Juli 2010, dan Februari 2011
pada setiap lokasi pengamatan hasil pendugaan citra satelit
MODIS pada setiap lokasi pengamatan ...............................................
29
10. Besaran nilai trend pemutihan sebagai fungsi anomali panas .............
30
11. Persentase kategori pemutihan koloni karang berdasarkan
tingkat genera pada bulan Mei 2010 ....................................................
32
12. Persentase kategori pemutihan koloni karang berdasarkan tingkat
genera pada bulan Juli 2010 .................................................................
33
13. Persentase kategori pemutihan koloni karang berdasarkan tingkat
genera pada bulan Februari 2011 .........................................................
34
14. Proporsi karang pada periode pengamatan Mei 2010, Juli 2010,
dan Februari 2011 ................................................................................
35
15. Analisis komponen utama antara SPL dengan indeks pemutihan
pada sumbu satu (F1) dan sumbu dua (F2) pada pengamatan bulan
Mei 2010 ..............................................................................................
40
16. Hasil pengelompokkan stasiun penelitian menggunakan analisis
komponen utama berdasarkan sumbu satu dan sumbu dua
pada bulan Mei .....................................................................................
41
vii
17. Analisis komponen utama antara SPL dengan indeks pemutihan
pada sumbu satu (F1) dan sumbu tiga (F3) pada pengamatan bulan
Mei 2010 ..............................................................................................
42
18. Hasil pengelompokkan stasiun penelitian menggunakan analisis
komponen utama berdasarkan sumbu satu dan sumbu tiga
pada bulan Mei .....................................................................................
42
19. Analisis komponen utama antara SPL dengan indeks pemutihan
pada sumbu satu (F1) dan sumbu dua (F2) pada pengamatan bulan
Juli 2010 ...............................................................................................
44
20. Hasil pengelompokkan stasiun penelitian menggunakan analisis
komponen utama berdasarkan sumbu satu dan sumbu dua
pada bulan Juli......................................................................................
44
21. Analisis komponen utama antara SPL dengan indeks pemutihan
pada sumbu satu (F1) dan sumbu tiga (F3) pada pengamatan bulan
Juli 2010 ...............................................................................................
45
22. Hasil pengelompokkan stasiun penelitian menggunakan analisis
komponen utama berdasarkan sumbu satu dan sumbu tiga
pada bulan Juli......................................................................................
46
23. Analisis komponen utama antara SPL dengan indeks pemutihan
pada sumbu satu (F1) dan sumbu dua (F2) pada pengamatan bulan
Februari 2011 .......................................................................................
48
24. Hasil pengelompokkan stasiun penelitian menggunakan analisis
komponen utama berdasarkan sumbu satu dan sumbu dua
pada bulan Februari ..............................................................................
48
25. Analisis komponen utama antara SPL dengan indeks pemutihan
pada sumbu satu (F1) dan sumbu tiga (F3) pada pengamatan bulan
Februari 2011 .......................................................................................
49
26. Hasil pengelompokkan stasiun penelitian menggunakan analisis
komponen utama berdasarkan sumbu satu dan sumbu tiga
pada bulan Februari ..............................................................................
50
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Stasiun penelitian .................................................................................
58
2. Rataan SPL hasil pendugaan dari citra satelit
Aqua MODIS selama Januari 2006- Februari 2011 pada Perairan
Kepulauan Weh ....................................................................................
59
3. Data kategori karang yang mengalami pemutihan ...............................
60
4. Dokumentasi genera karang yang mengalami pemutihan pada saat
pengamatan bulan Mei 2010 ................................................................
62
5. Hasil analisis komponen utama pada bulan Mei 2010 .........................
63
6. Hasil analisis komponen utama pada bulan Juli 2010 .........................
67
7. Hasil analisis komponen utama pada bulan Februari 2011 ..................
71
ix
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ekosistem terumbu karang merupakan salah satu ekosistem pesisir yang
terdapat di laut dangkal yang hangat dan bersih, serta memiliki keanekaragaman
hayati yang sangat tinggi. Selain itu terumbu karang berperan penting sebagai
tempat mencari makan, daerah asuhan, tempat memijah bagi berbagai macam
biota laut, disamping juga berperan sebagai pelindung pantai dari hempasan
ombak (Supriharyono,2007).
Sejalan dengan pemanfaatan ekonomi ekosistem terumbu karang terdapat
pula ancaman terhadap ekosistem ini akibat pemanasan global dimana terjadi
peningkatan suhu permukaan laut dunia. Hasil kajian Intergovernmental Panel on
Climate Change (IPCC ) pada kurun waktu dua belas tahun terakhir (1995-2006)
menunjukkan kenaikan suhu permukaan bumi akibat pemanasan global, dengan
kenaikan rata-rata sebesar 0,14 ˚C. Pemanasan global tersebut mengakibatkan
banyak kejadian pemutihan karang. Salah satu dampak adanya pemanasan global
dengan naiknya suhu menyebabkan sebagian terumbu karang mengalami
kematian masal secara besar-besaran hampir di seluruh dunia pada tahun 1998
(Baker et al.,2008).
Pada tahun 2010 kejadian pemutihan karang muncul kembali di Indonesia,
dimana Reef Check Indonesia (2010) melaporkan telah terjadi pemutihan karang
pada 11 provinsi di Indonesia yaitu Aceh, Sumbar, Jatim, Bali, Sulsel, Sultra,
Sulteng, NTB, Papua Barat dan Maluku. Pada bulan Mei tahun 2010 survei yang
dilakukan Wildlife Conservation Society (WCS) mengungkapkan telah terjadi
kenaikan suhu permukaan laut di Perairan Laut Andaman yang menyebabkan
1
2
terjadinya pemutihan masal di Kepulauan Weh Nangroe Aceh Darussalam dengan
persentase pemutihan karang hingga 88 % (Ardiwijaya et al,.2010). Pemutihan
karang tersebut dapat menyebabkan kematian karang yang memberikan dampak
merugikan, baik dari sisi ekologis maupun ekonomis.
Data SPL secara kontinu bisa didapatkan melalui rekaman sensor satelit
MODIS. Variasi tahunan SPL yang kontinu di suatu lokasi dapat
menggambarkan sebaran SPL di lokasi tersebut pada suatu musim dari tahun ke
tahun. Informasi ini sangat berguna untuk melihat hubungan antara perubahan
suhu permukaan laut terhadap pemutihan karang di kepulauan Weh, sehingga
perlu dilakukan penelitian mengenai perubahan SPL pada saat terjadinya
fenomena pemutihan (bleaching) tersebut. Pada penelitian ini dibatasi penyebab
pengaruh SPL terhadap pemutihan karang, sedangkan penyebab-penyebab lain
yang berpengaruh terhadap pemutihan karang, seperti terjadinya sedimentasi,
perubahan salinitas, penyakit, tereksposnya hewan karang di udara, dianggap tetap
atau diabaikan.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tren perubahan SPL
secara spasial dan temporal pada saat terjadinya pemutihan karang serta mengkaji
pengaruh SPL terhadap pemutihan karang di Perairan Kepulauan Weh pada tahun
2010.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Terumbu Karang
2.1.1 Pengertian dan deskripsi terumbu karang
Terumbu adalah endapan-endapan masif yang penting dari kalsium
karbonat yang dihasilkan oleh karang (filum Cnidaria, kelas Anthozoa, ordo
Scelerectania) dengan sedikit tambahan dari alga berkapur dan organismeorganisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat (Nybakken, 1992).
Pembentukan terumbu karang merupakan proses yang lama dan kompleks.
Berkaitan dengan pembentukan terumbu, karang terbagi atas dua kelompok yaitu
karang yang membentuk terumbu (karang hermatipik) dan karang yang tidak
dapat membentuk terumbu (karang ahermatipik). Karang hermatipik adalah
koloni karang yang dapat membentuk bangunan atau terumbu dari kalsium
karbonat (CaCO3), sehingga sering disebut pula reef building corals. Sedangkan
karang ahermatipik adalah koloni karang yang tidak dapat membentuk terumbu.
(Supriharyono,2007).
Polip karang memiliki tiga lapisan tubuh yaitu ektodermis, mesoglea, dan
endodermis. Ektodermis merupakan bagian terluar dari polip karang, dibagian ini
terdapat mulut yang sama peranannya sebagai anus. Tentakel yang berada
disekitar mulut memiliki sel mukus dan nematokis yang berperan dalam
menangkap mangsa. Mesoglea merupakan jaringan penghubung antara bagian
luar dan dalam pada polip karang. Jaringan ini terdiri atas sel-sel, serta kolagen
dan mukopolisakarida. Pada sebagian besar karang, epidermis akan menghasilkan
material guna membentuk rangka luar karang (kalsium karbonat). Pada bagian
3
4
dalam polip karang, endodermis atau yang lebih dikenal dengan gastrodermis
merupakan tempat tinggalnya alga zooxhanthellae (Gambar 1).
Gambar 1. Anatomi hewan karang (Sumber : Veron, 2002)
Terumbu karang merupakan ekosistem yang khas terdapat di daerah tropis.
Ekosistem ini mempunyai produktivitas organik yang sangat tinggi, demikian pula
keanekaragaman biota yang terdapat di dalamnya. Hewan karang batu umumnya
merupakan koloni yang terdiri atas banyak individu berupa polip yang bentuk
dasarnya seperti mangkok dengan tepian berumbai-umbai (tentakel). Tiap polip
tumbuh dan mengendapkan kapur yang membentuk kerangka. Polip ini akan
memperbanyak diri dengan jalan pembelahan berulang kali (secara vegetatif)
hingga satu koloni karang bisa terdiri dari ratusan ribu polip, namun terdapat pula
perbanyakan secara generatif yang menghasilkan larva yang disebut dengan
planula. Planula ini terbawa arus dan tumbuh dan menjadi individu baru. Pada
bagian dalam jaringan polip karang, hidup berjuta-juta tumbuhan mikroskopis
5
yang dikenal dengan nama Zooxhanthellae. Keduanya mempunyai hubungan
simbiosis mutualisme, dimana Zooxhanthellae melalui proses fotosintesis
membantu memberi suplai makanan dan oksigen bagi polip dan juga membantu
dalam proses pembentukan kerangka kapur. Sebaliknya polip menghasilkan sisasisa metabolisme berupa karbon dioksida, fosfat, dan nitrogen yang digunakan
oleh zooxhanthellae untuk fotosinteis dan pertumbuhannya (Nondji, 2005).
Karang batu memerlukan persyaratan hidup tertentu untuk dapat membentuk
terumbu. Menurut Dahuri (2003) distribusi dan pertumbuhan ekosistem terumbu
karang tergantung dari beberapa parameter fisika yaitu (1) kecerahan, (2)
temperatur, (3) salinitas, dan (4) sirkulasi arus dan sedimentasi.
1) Kecerahan
Cahaya matahari merupakan salah satu parameter utama yang berpengaruh
dalam pembentukan terumbu karang. Penetrasi cahaya matahari merangsang
terjadinya proses fotosintesis oleh Zooxhanthellae simbiotik dalam jaringan
karang. Tanpa cahaya yang cukup, laju fotosintesis akan berkurang dan
bersamaan dengan itu kemampuan karang untuk membentuk terumbu (CaCO3)
akan berkurang pula. Kebanyakan terumbu karang dapat berkembang dengan
baik pada kedalaman 25 meter atau kurang. Pertumbuhan karang sangat
berkurang saat tingkat laju produksi primer sama dengan respirasinya (zona
kompensasi) yaitu kedalaman di mana kondisi intensitas cahaya berkurang
sekitar 15-20 persen dari intensitas cahaya di lapisan permukaan air.
2) Temperatur
Pada umumnya, terumbu karang tumbuh secara optimal pada kisaran suhu
perairan laut rata-rata tahunan antara 25 hingga 29˚C, namun suhu di luar
6
kisaran tersebut masih bisa ditolerir oleh spesies tertentu dari jenis karang
hermatifik untuk dapat berkembang dengan baik. Karang hermatifik dapat
bertahan pada suhu di bawah 20˚C selama beberapa waktu dan dapat
mentolerir suhu hingga 36˚C dalam waktu yang singkat. Pada kejadian
buangan air panas dari industri gas alam cair (LNG) di Bontang, Kalimantan
Timur yang mencapai suhu 37˚C telah menyebabkan kematian terumbu karang
di sekitarnya.
3) Salinitas
Banyak spesies karang peka terhadap perubahan salinitas yang besar.
Umumnya, terumbu karang tumbuh dengan baik di sekitar wilayah pesisir ada
salinitas 30-35 ‰. Meskipun terumbu karang mampu bertahan pada salinitas
di luar kisaran tersebut, pertumbuhannya menjadi kurang baik bila
dibandingkan pada salinitas normal. Namun demikian, terdapat pula terumbu
karang yang mampu berkembang di kawasan perairan dengan salinitas 42 ‰,
seperti di wilayah Timur Tengah.
4) Sirkulasi arus dan Sedimentasi
Arus diperlukan dalam proses pertumbuhan karang dalam hal menyuplai
makanan berupa mikroplankton. Arus juga berperan dalam proses
pembersihan dari endapan-endapan material dan menyuplai oksigen yang
berasal dari laut lepas. Oleh sebab itu, sirkulasi arus sangat berperan penting
dalam proses transfer energi. Arus dan sirkulasi air ini juga berperan dalam
proses sedimentasi. Sedimentasi dari partikel lumpur padat yang dibawa oleh
aliran permukaaan (surface run off) akibat erosi dapat menutupi permukaan
terumbu karang, sehingga tidak hanya berdampak negatif terhadap hewan
7
karang tetapi juga terhadap biota yang hidup berasosiasi dengan habitat
tersebut. Partikel lumpur yang tersedimentasi tersebut dapat menutupi polip
sehingga respirasi organisme terumbu karang dan proses fotosintesis oleh
zooxanthellae akan terganggu.
2.1.2. Pengaruh SPL terhadap pemutihan karang
Suhu merupakan salah satu faktor yang amat penting bagi kehidupan
organisme di lautan, karena suhu mempengaruhi baik aktivitas metabolisme
maupun perkembangbiakan dari organisme-organisme tersebut. Daerah tropik
lebih banyak menerima panas daripada daerah kutub, yang pada dasarnya
disebabkan oleh tiga faktor : pertama, sinar matahari yang merambat melalui
atmosfer akan banyak kehilangan panas sebelum mencapai daerah kutub, bila
dibandingkan daerah ekuator. Kedua, oleh karena besarnya perbedaan sudut
datang sinar matahari ketika mencapai permukaan bumi. Pada daerah kutub sinar
matahari yang sampai di permukaan bumi akan tersebar pada daerah yang lebih
luas dari pada di daerah ekuator. Ketiga, di daerah kutub lebih banyak panas yang
diterima oleh permukaan bumi yang dipantulkan kembali ke atmosfer. Hal ini
sekali lagi disebabkan oleh sudut relatif ketika sinar matahari mencapai
permukaan bumi (Hutabarat dan Evans, 2006).
Indonesia berada pada wilayah tropik dengan kisaran SPL sebesar 27˚C
hingga 29 ˚C (Nondji, 2005) pada lapisan permukaan tersebut merupakan lapisan
hangat akibat pancaran radiasi matahari. Sebaran SPL yang hangat tersebut
berpengaruh terhadap intensitas cahaya yang dibutuhkan oleh terumbu karang
untuk kegiatan fotosintesis.
8
Perairan yang jernih memungkinkan penetrasi cahaya bisa sampai pada
lapisan yang sangat dalam, sehingga hewan karang dapat bertahan hidup pada
lapisan yang sangat dalam, namun secara umum terumbu karang tumbuh baik
pada kedalaman kurang dari 20 m (Kinsman, 1964 dalam Supriharyono, 2007),
walaupun tidak sedikit spesies karang yang tidak mampu bertahan pada
kedalaman hanya satu meter, akibat kekeruhan air dan tingkat sedimentasi yang
tinggi, seperti yang terjadi di pantai utara Pulau Jawa (Supriharyono, 2007).
Akhir dekade tahun 2000-an telah terjadi degradasi terhadap ekosistem
terumbu karang yang banyak disebabkan oleh adanya aktifitas manusia dan
perubahan lingkungan (Budemeier et al,.2004). Salah satu faktor lingkungan
yang menyebabkan terjadinya degradasi adalah terjadinya peningkatan suhu
permukaan laut yang terjadi secara global terhadap dunia.
The Third Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)
menemukan bahwa pemanasan atmosfer dan lautan sejak akhir abad ke-19 akan
terus meningkat pada masa mendatang. Sebagai contoh, rata-rata temperatur
permukaan bumi telah mengalami peningkatan sebesar 0,4-0,8 °C atau +0,7-1,4
°F pada akhir abad ke-19 dan diprediksikan pada tahun 2050 akan terjadi
peningkatan rata-rata temperatur permukaan bumi dengan nilai berkisar dari 0,82,6 °C atau +1,4-4,7 °F dan kembali meningkat pada rata tahun 2100 menjadi 1,45,8 °C atau +2,5-10,4 °F. Pada tabel 1 juga diperlihatkan mengenai perubahan
SPL daerah tropis pada tahun 2100 diperkirakan akan terjadi peningkatan sebesar
~+1,0-3,02 °C atau memiliki kisaran ~+1,8-5,42 °F.
9
Tabel 1. Kajian perubahan suhu permukaan air laut dari tahun 18802000
Variable
Pengamatan
Perkiraan
1880
2000
2050
2100
CO2 (ppmv)
280
367
463-623
478-1,099
Global mean
temperature (°C)
+0,4-0,8
+0,8-2,6
+1,4-5,8
(°F)
+0,7-1,4
+1,4-4,7
+2,5-10,4
Tropical SST (°C)
~+1,0-3,02
(°F)
~+1,8-5,42
Sea Level (m)
(ft)
-
+0,0730,154
0,23-0,49
+0,05-0,32
+0,16-1
+0,09-0,88
+0,29-2,88
Sumber : (IPCC, 2007)
Pemutihan karang terjadi akibat berbagai macam tekanan, baik secara
alami maupun karena manusia, yang menyebabkan degenerasi atau hilangnya
zooxanthellae pewarna dari jaringan karang. Dalam keadaan normal, jumlah
zooxanthellae berubah sesuai dengan musim sebagaimana penyesuaian karang
terhadap lingkungannya. Pemutihan dapat menjadi sesuatu hal yang biasa
dibeberapa daerah.
Selama peristiwa pemutihan, karang kehilangan 60–90% dari jumlah
zooxanthellae-nya dan zooxanthellae yang masih tersisa dapat kehilangan 50–
80% dari pigmen fotosintesisnya. Ketika penyebab masalah itu disingkirkan,
karang yang terinfeksi dapat pulih kembali, tetapi jumlah zooxanthellae kembali
normal, tetapi hal ini tergantung dari durasi dan tingkat gangguan lingkungan.
Gangguan yang berkepanjangan dapat membuat kematian sebagian atau
keseluruhan tidak hanya kepada individu koloni, tetapi juga terumbu karang
secara luas. Belum banyak yang dimengerti dari mekanisme pemutihan karang.
Akan tetapi, diperkirakan dalam kasus tekanan termal, kenaikan suhu menganggu
kemampuan zooxanthellae untuk berfotosintesis, dan dapat memicu produksi
10
kimiawi berbahaya yang merusak sel-sel mereka. Pemutihan dapat pula terjadi
pada organisme-organisme bukan pembentuk terumbu karang seperti karang
lunak (soft coral), anemon dan beberapa jenis kima raksasa tertentu (Tridacna
sp.), yang juga mempunyai alga simbiosis dalam jaringannya. Sama seperti
karang, organisme-organisme ini dapat juga mati apabila kondisi-kondisi yang
mengarah kepada pemutihan cukup parah (Budemeier et al,.2004).
2.2 Sistem Penginderaan Jauh Termal
Jumlah panas yang dipancarkan oleh setiap benda dipengaruhi oleh
panjang gelombang yang digunakan. Perubahan suhu benda dipengaruhi oleh
sifat thermal bendanya, yaitu: konduktivitas thermal (tingkat penerusan panas
melalui suatu benda), kapasitas thermal (kemampuan benda untuk menyimpan
panas), kebauran thermal (kemampuan benda untuk memindahkan panas matahari
dari permukaan benda ke bagian dalamnya), dan ketahanan thermal (ukuran
tanggapan suatu benda terhadap perubahan suhu). Sistem thermal dalam
penginderaan jauh, suhu pancaran yang berasal dari objek di permukaan bumi dan
mencapai sensor thermal direkam oleh sensor tersebut. Hasil rekaman dapat
berupa citra dan non-citra. Citra yang dimaksud di sini adalah citra inframerah
thermal yang berupa gambaran dua dimensional atau gambaran piktorial. Hasil
non citra berupa garis atau kurva spektral, satu angka, atau serangkaian angka
yang mencerminkan suhu pancaran objek yang terekam oleh sensor thermal
(Sutanto, 1994).
Pengukuran suhu permukaan di bumi dapat dilakukan dengan alat
pendeteksi yang peka terhadap spektrum inframerah. Pada spektrum tersebut
terjadi hambatan atmosfer oleh debu. H2O, CO2, O2, dan O3. Oleh karena itu,
11
pengukuran suhu permukaan dilakukan pada panjang gelombang 3,5m m– 5,5m
m dan 8m m – 14m m. Pada panjang gelombang tersebut hambatan atmosfer
relatif kecil sehingga tenaga termal dapat melalui atmosfer (Sabins,1978 dalam
Nurheryanto, 2009).
Sutanto (1994) menyatakan bahwa jendela atmosfer pada panjang
gelombang 10 μ m – 12 μ m dapat digunakan untuk mendeteksi suhu di
permukaan bumi yang berkisar 27 ºC atau 300 ºK, sedangkan panjang gelombang
3 μ m – 5 μ m digunakan untuk pendeteksian suhu permukaan bumi yang lebih
panas (misalnya : letusan gunung berapi, benda panas, hutan yang terbuka, dan
sebagainya) yang bersuhu 600 ºK –700 ºK (Gambar 2).
Gambar 2. Jendela atmosfer dalam spektrum gelombang elektromagnetik
(sumber : Turco, 2002 dalam Nurheryanto, 2009)
2.3 Karakteristik Satelit Aqua MODIS
MODIS adalah instrument kunci pada satelit Terra (EOS AM) dan Aqua
(EOS PM) yang merupakan bagian dari program antariksa Amerika Serikat,
National Aeronautics and Space Administration (NASA). MODIS pertama kali
diluncurkan bersama satelit Terra pada tanggal 18 Desember 1999 dengan
12
spesifikasi lebih fokus untuk daerah daratan. Pada tanggal 4 Mei 2002
diluncurkan satelit Aqua yang membawa instrument MODIS dengan spesifikasi
daerah laut. Satelit Aqua MODIS memiliki misi untuk mengumpulkan informasi
tentang siklus air di bumi, termasuk penguapan dari samudera, uap air di
atmosfer, awan, presipitasi, kelembaban tanah, es yang ada di darat, serta salju
yang menutupi daratan. Variabel yang diukur oleh satelit Aqua antara lain
tumbuhan yang menutupi daratan, fitoplankton dan bahan organik terlarut di
lautan, serta suhu udara, daratan dan air (Graham, 2005 dalam Kharif, 2011).
Satelit Aqua MODIS dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Satelit Aqua MODIS (sumber: NASA, 2011)
Satelit Aqua MODIS mempunyai orbit polar sun-synchronus, yang artinya
satelit akan melewati tempat-tempat yang terletak pada lintang yang sama dan
dalam waktu lokal yang sama pula. Satelit melintasi equator pada siang hari
mendekati pukul 13.00 waktu lokal. Satelit mengelilingi bumi setiap satu sampai
dua hari dengan arah lintasan dari kutub selatan menuju kutub utara (ascending
node) pada ketinggian 705 km (Maccherone, 2005). Spesifikasi dari satelit Aqua
MODIS dapat dilihat pada Tabel 2.
13
Tabel 2. Spesifikasi Satelit Aqua MODIS
705 km, 1:30 p.m, ascending node (Aqua),
Orbit
sun-synchronous, near-polar, sirkular
Rataan Scan
20,3 rpm
2330 km (cross track) dengan lintang 10 derajat
Luas sapuan
lintasan pada nadir
Dimensi teleskop 17,78 cm
Ukuran
1,0 x 1,6 x 1,0 m
Berat
228,7 kg
Daya
162,5 Watt (single orbit average)
Data
10,6 Mbps (peak per hari); 6,1 Mbps (per orbit)
Kuantitas
12 bit = 4096
Resolusi spasial
250 m (band 1-2), 500 m (band 3-7), 1000 m (band 8-36)
Umur
6 tahun
Sumber : (NASA, 2011)
Sensor MODIS memiliki 36 kanal, kanal-kanal tersebut bekerja pada
kisaran panjang gelombang sinar tampak dan inframerah. Kanal-kanal ini
membuat sensor MODIS mampu mengukur parameter dari permukaan laut hingga
atmosfer. Setiap kanal pada sensor MODIS memiliki resolusi yang berbeda.
Kanal 1-2 memiliki resolusi spasial 250 m, kanal 3-7 memiliki resolusi spasial
500 m dan kanal 8-36 memiliki resolusi spasial 1000 m (NASA, 2011). Kisaran
dan kegunaan panjang gelombang kanal-kanal sensor MODIS dapat dilihat pada
Tabel 3.
Penentuan SPL menggunakan spektral infra merah jauh yang berkisar
antara 10,780 μm hingga 12,270 μm dengan kanal 31 dan 32. Pemilihan kanal
tersebut dilakukan dengan alasan emisivitas radiasi bumi sebagai black body
radiation akan maksimum pada suhu 300 ºK (suatu pendekatan rata-rata suhu
permukaan bumi).
14
Tabel 3. Kegunaan utama dan panjang gelombang kanal-kanal sensor MODIS
Panjang
Radiasi
Kegunaan utama
gelombang
Spektral
Required
Kanal
(nm)
(W/m² -µm-sr)
SNR
1
620 – 670
21.8
128
Batasan
daratan/awan/aerosol
2
841 – 876
24.7
201
3
459 – 479
35.3
243
4
545 – 565
29
228
Kajian tentang sifat
5
1230 – 1250
5.4
74
daratan/ awan/ aerosol
6
1628 – 1652
7.3
275
7
2105 – 2155
1
110
8
405 – 420
44.9
880
9
438 – 448
41.9
838
10
483 – 493
32.1
802
11
526 – 536
27.9
754
Menganalisa warna
laut/ fitoplankton/
12
546 – 556
21
750
biogeokimia
13
662 – 672
9.5
910
14
673 – 683
8.7
1087
15
743 – 753
10.2
586
16
862 – 877
6.2
516
17
890 – 920
10
167
Menganalisa
kandungan uap air dari
18
931 – 941
3.6
57
atmosfer
19
915 – 965
15
250
20
3660 – 3840
0.45(300K)
0.05
Manganalisa tentang
21
3929 – 3989
2.38(335K)
2
suhu permukaan
22
3929 – 3989
0.67(300K)
0.07
daratan/ awan
23
4020 – 4080
0.79(300K)
0.07
24
4433 – 4498
0.17(250K)
0.25
Menganalisa tentang
suhu atmosfer
25
4482 – 4549
0.59(275K)
0.25
26
1360 – 1390
6
150(SNR)
Menganalisa
kandungan uap air
27
6535 – 6895
1.16(240K)
0.25
awan cirrus
28
7175 – 7475
2.18(250K)
0.25
Menganalisa sifat awan
29
8400 – 8700
9.58(300K)
0.05
Menganalisa sifat ozon
30
9580 – 9880
3.69(250K)
0.25
31
10780 – 11280
9.55(300K)
0.05
Menganalisa suhu
awan dan daratan
32
11770 – 12270
8.94(300K)
0.05
33
13185 – 13485
4.52(260K)
0.25
Menganalisa
34
13485 – 13785
3.76(250K)
0.25
ketingggian puncak
35
13785 – 14085
3.11(240K)
0.25
awan
36
14085 – 14385
2.08(220K)
0.35
Sumber : (NASA, 2011)
15
Algoritma yang digunakan untuk mendapatkan nilai SPL adalah sebagai
berikut (Minnet et al,.1999 dalam Karif, 2011):
SPL = c1 + c2*T31 + c3*T31-32+ c4*(
– 1)* T31-32 ............................. (1)
dimana :T31 = Suhu kecerahan kanal 31
T32 = Suhu kecerahan kanal 32
= Sudut Radian, dimana
Scale (Sensor Zenith*π/180)
Konstanta (c1, c2, c3 dan c4) dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Koefisien kanal 31 dan 32 untuk Aqua MODIS
Koefisien
T30 – T31≤ 0,7
c1
1,11071
c2
0,9586865
c3
0,1741229
c4
1,876752
T30 – T31 > 0,7
1,196099
0,9888366
0,1300626
1,627125
Data MODIS merupakan data yang disediakan dalam bentuk Hierarchical
Data Format- Earth Observing System (HDF-EOS) file. Produk data MODIS ini
terdiri dari beberapa level. Adapun beberapa jenis level data yang dihasilkan oleh
MODIS sebagai berikut (Wolfe et al,. 1998; Savtchenko et al,.2004) :
1. Level 1 merupakan data mentah ditambah dengan informasi tentang kalibrasi,
sensor, dan geolokasi. Data MODIS level 1 ini terdiri dari dua macam, yaitu :
a. Level 1a, mengandung informasi lebih yang dibutuhkan pada set data,
level 1a digunakan sebagai input untuk geolocation, calibration, dan
processing (NASA , 2012a);
b. Level 1b, data yang telah mempunyai terapannya merupakan hasil dari
aplikasi sensor kalibrasi sensor pada level 1a. Data level 1 dapat diperoleh
melalui situs http://ladsweb.nascom.nasa.gov/ (NASA, 2012a);
16
2. Level 2 dihasilkan melalui proses penggabungan data level 1a dan 1b, data
level 2 menetapkan nilai geofisik pada tiap piksel, yang berasal dari
perhitungan raw radiance level 1a dengan menerapkan kalibrasi sensor,
koreksi atmosfer, dan algoritma bio-optik;
3. Level 3, merupakan data level 2 yang dikumpulkan dan dipaketkan dalam
periode 1 hari, 8 hari, 1 bulan, dan 1 tahun serta memiliki resolusi spasial
mulai dari 4,63 km hingga 36 km. Data tersebut sudah dikoreksi atmosferik,
yang dilakukan untuk menghilangkan hamburan cahaya yang sangat tinggi
yang disebabkan oleh komponen atmosfer. Komponen yang dikoreksi yaitu
hamburan Rayleigh dan hamburan aerosol. Data MODIS level 3 untuk produk
warna perairan (ocean color) dan suhu perairan laut dapat diperoleh pada situs
http://oceancolor.gsfc.nasa.gov/ (NASA, 2012b).
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian berada di wilayah Kepulauan Weh Provinsi Nangroe
Aceh Darussalam yang terletak pada koordinat 95° 13' 02" BT - 95° 22' 36" BT
dan antara 05° 46' 28" LU- 05° 54' 28" LU (Gambar 4) . Posisi koordinat setiap
stasiun pengamatan ditampilkan pada Lampiran 1. Penelitian ini dilakukan mulai
bulan Mei 2010 hingga Mei 2012. Penelitian ini terbagi menjadi tiga tahap, tahap
pertama yaitu pengambilan data terumbu karang yang dilakukan pada bulan Mei
dan Juli 2010 serta bulan Februari 2011 oleh lembaga swadaya masyarakat
Wildlife Conservation Society (WCS).
Gambar 4. Peta lokasi penelitian
17
18
Tahap kedua, yaitu pengolahan dan analisis data citra satelit dilakukan di
Laboratorium Penginderaan Jarak Jauh dan SIG Kelautan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor yang dilakukan pada bulan November
2011 hingga Februari 2012. Tahap ketiga berupa analisis data statistik yang
dilakukan pada bulan Maret hingga bulan Mei 2012.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Peralatan pengolahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1.
Perangkat keras berupa seperangkat Personal computer (PC) berbasis Intel
Pentium 4 dengan sistem operasi Windows beserta perlengkapannya seperti
printer dan flash disk;
2.
Software yang dipergunakan meliputi Microsoft Excel 2007 untuk
menampilkan grafik perubahan SPL secara temporal , Ocean Data View
(ODV) 3.0 untuk menampilkan peta sebaran SPL secara spasial dan ArcGIS
untuk membuat layout peta penelitian dan Statistica 6.0 untuk menganalisis
data statistik.
3.2.2 Bahan
Bahan dan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :
1.
Data SPL (Level 3) citra satelit Aqua MODIS dengan rataan bulanan dan
waktu perekaman dari bulan Januari 2005 hingga Februari 2011. Data
tersebut diunduh dari http://coastwatch.pfeg.noaa.gov/erddap/index.html.
Data tersebut memiliki informasi mengenai garis lintang, bujur, daratan, nilai
rata-rata SPL.
19
2.
Data sekunder indeks pemutihan terumbu karang di Kepulauan Weh bulan
Mei dan Juli tahun 2010 serta bulan Februari 2011 yang diperoleh dari
lembaga swadaya masyarakat WCS.
3.3 Metode Penelitian
3.3.1 Pengolahan citra SPL
Pengolahan citra satelit Aqua Modis untuk mendapatkan nilai sebaran SPL
dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu pengumpulan data (download citra
level 3), pemotongan citra (cropping) dan konversi data (Gambar 5). Citra setelit
yang diunduh pada level ini sudah terkoreksi radiometrik dan geometrik,
kemudian dilakukan pemotongan (cropping) untuk membatasi wilayah penelitian.
Citra Aqua MODIS
Pemotongan citra
SPL / cropping
Data dalam bentuk
.csv
Sortir data
Tampilan data :
1.Grafik rataan
sebaran temporal
SPL
2. Peta Sebaran
Spasial SPL
Selesai
Gambar 5. Diagram pengolahan data citra satelit
20
Data tersebut kemudian di konversi dalam bentuk .csv lalu di analisis
menggunakan Microsoft Excel 2007, pada tahap ini dilakukan pensortiran data
yang bertujuan untuk menghilangkan data akibat adanya tutupan awan. Setelah
dilakukannya pensortiran, data kemudian divisualisasikan dalam bentuk grafik
menggunakan Microsoft Excel 2007 untuk melihat sebaran secara temporal.
Grafik yang ditampilkan merupakan nilai rata-rata bulanan dari data SPL.
Selanjutnya untuk menampilkan sebaran spasial SPL digunakan perangkat
lunak ODV 3. Data yang sudah disortir kemudian diolah kembali menggunakan
ODV 3. Tampilan dari sebaran SPL berupa tampilan gambar dengan format .JPG.
3.3.2 Pengambilan data terumbu karang
Pengambilan data pemutihan karang yang dilakukan oleh WCS mengacu
pada McClanahan (2004) dimana data yang diambil berupa koloni genus karang
pada kedalaman 3-6 m. Karang dicatat dengan cara berenang sebanyak 10
kayuhan secara acak, kemudian mencatat semua koloni genus karang dengan
radius 2 m dan proses ini dilakukan sebanyak 30 pengulangan. Perubahan warna
pada karang dicatat berdasarkan pengamtan yang dilakukan pada bulan Mei 2010,
Juli 2010 dan Februari 2011.
Koloni karang yang diidentifikasi genusnya dan terindikasi mengalami
pemutihan dicatat berdasarkan perubahan warna yang terbagi menjadi tujuh
kategori. Ketujuh kategori tersebut adalah (1) tidak putih (karang sehat), (2)
pucat, (3) 0-20 % putih, (4) 20-50 % putih, (5) 50-80 % putih, (6) 80-100 % putih
dan (7) mati (McClanahan, 2004 modifikasi WCS dalam Ardiwijaya et al,.2010).
Contoh ketegori karang yang mengalami pemutihan ditampilkan pada Gambar 6.
21
Gambar 6. Pemutihan warna pada genus karang. Keterangan : (a)kondisi pucat
(kiri) dan sehat (kanan);(b) kondisi pucat sebagian; (c) kondisi 20-50
% putih ;(d) kondisi 100 % putih (kiri) dan warna sehat (kanan)
(sumber : McClanahan, 2004)
3.4 Analisis Data
3.4.1 Analisis sebaran SPL
Sebaran SPL dari citra Aqua MODIS dianalisis secara spasial dan
temporal. Analisis spasial dilakukan secara visual dengan melihat pola sebaran
SPL pada saat terjadinya pemutihan karang (April dan Mei 2010). Pola
persebaran ini terlihat dari pola degradasi warna SPL. Analisis temporal nilai
SPL dilakukan secara serial tahunan dimana kedua nilai rata-rata parameter ini
dimasukan ke dalam grafik. Fluktuasi dari nilai rata-rata SPL ini memperlihatkan
fenomena yang terjadi pada saat terjadinya pemutihan karang.
3.4.2 Analisis data karang
Indeks pemutihan karang dihitung berdasarkan persentase pengamatan
pada masing-masing tujuh kategori pemutihan karang (McClanahan, 2004
modifikasi WCS dalam Ardiwijaya et al,.2010). Kategori pemutihan tersebut
kemudian diberi nilai, misalkan karang yang ditemukan sehat diberi nilai nol,
sedangkan karang yang ditemukan dalam kondisi mati diberi nilai 6, sehingga
didapatkan nilai indeks pemutihan karang pada setiap lokasi pengamatan.
22
Rumus untuk menghitung Indeks pemutihan adalah sebagai berikut,
(McClanahan, 2004 modifikasi WCS dalam Ardiwijaya et al,.2010) :
Bleaching Index (BI) =
.............. (2)
Keterangan: BI= Indeks pemutihan karang (Bleaching Indeks)
C1= Karang sehat (Normal coloration)
C2 = Pucat (Lighter color than usual)
C3 = 0-20% putih
C4 = 20-50% putih
C5 = 50-80% putih
C6 = 80-100% putih
C7 = Karang yang mati
3.4.3 Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis)
Analisis komponen utama merupakan metode statistik deskriptif yang
bertujuan untuk mengeksraksi informasi yang terdapat dalam suatu matriks data
yang besar, sehingga menghasilkan representasi grafik yang memudahkan
interpretasi. Analisis ini juga digunakan untuk mempelajari matriks data dari
sudut pandang kemiripan antara individu atau hubungan antara variabel.
Matriks data yang dimaksud terdiri dari data kualitatif yang terletak pada
baris dan data kuantitatif pada kolom. Analisis komponen utama ini digunakan
untuk mengetahui variasi beberapa kategori karang yang mengalami pemutihan
dengan variasi fisik perairan. Data kualitatif terdiri dari 13 stasiun penelitian yang
terbagi menjadi tiga zonasi, yakni Panglima Laot, Tourist Area dan Open Acess,
sedangkan data kuantitatif terdiri dari variasi fisik perairan, yakni nilai SPL (˚C)
di setiap stasiun penelitian serta jumlah kategori karang yang mengalami kondisi
sehat, pucat, putih 0-20 %, putih 20-50 %, putih 50-80 %, putih 80-100 %, dan
karang yang mengalami kematian
23
Bengen (2000), mengatakan bahwa bentuk data yang di analisis
menggunakan analisis komponen utama terdiri dari tabel atau matriks data yang
terdiri dari n individu (baris) dan pada variable (kolom) serta variabel yang
matriks. Terlebih dahulu parameter-parameter dilakukan penormalan data melalui
serangkaian proses pemusatan dan pereduksian karena tidak memiliki satuan yang
sama.
Proses pemusatan diperoleh dengan melihat selisih antara nilai parameter
inisial tertentu dengan rata-rata parameter tersebut. Proses pereduksian
merupakan hasil bagi antara nilai parameter pemusatan dengan simpangan baku
parameter tersebut. Rumus pemusatan (Bengen,2000) :
..................................................... (3)
dimana :
nilai Pusat
nilai parameter inisial
rata-rata parameter
Rumus pereduksian :
........................................................ (4)
dimana :
nilai reduksi
nilai pemusatan parameter inisial
simpangan baku parameter
Pada prinsipnya analisis komponen utama menggunakan pengukuran jarak
euklidean (jumlah kuadrat perbedaan antara individu untuk variable yang
berkoresponden) pada data. Jarak euklidean didasarkan pada rumus menurut
Legendre dan Legendre (1998), yaitu:
24
=
2
.................................. (5)
dimana :
Jarak Euklidean ke titik A dan B
Koordinat titik A pada sumbu J
Koordinat titik B pada sumbu J
Jumlah variabel kolom (stasiun)
Karakteristik nilai fisik perairan (SPL) dan karang yang mengalami
pemutihan, dari 1 hingga p)
Hasil perhitungan analisis komponen utama ini didapatkan hubungan
antara nilai SPL dengan beberapa kategori karang yang mengalami pemutihan.
Kualitas informasi pada setiap sumbu diukur dari besarnya akar ciri yang
dihasilkan. Akar ciri merupakan jumlah varian dari masing-masing komponen
utama. Akar ciri tersebut memungkinkan untuk mengevaluasi besarnya ragam
yang dijelaskan oleh setiap sumbu faktorial. Perhitungan analisis komponen
utama secara teknis menggunakan program Statistica 6.0.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Profil SPL dari Citra Satelit Aqua MODIS pada saat terjadi Pemutihan
Karang
Distribusi SPL selama 5 tahun, menunjukkan adanya peningkatan SPL
yang terjadi pada tahun 2010. Peningkatan SPL ini mulai terjadi pada bulan Maret
dengan nilai rata-rata 30,09 ˚C, naik 1 ˚C dibandingkan bulan Februari dengan
nilai rata-rata 29,82 ˚C. Peningkatan SPL ini terus berlanjut hingga pada bulan
April dengan nilai 31,29 ˚C dan bulan Mei 31,17 ˚C (Gambar 7). Rataan SPL
hasil pendugaan citra satelit Aqua MODIS pada perairan Kepulauan Weh selama
kurun waktu dari bulan Januari 2006 hingga Februari 2011 ditampilkan pada
Lampiran 2.
32
31,5
SPL Bulanan
31
30,5
SPL (˚C)
30
29,5
29
28,5
28
27,5
Jan-06
Mar
Mei
Jul
Sep
Nov
Jan-07
Mar
Mei
Jul
Sep
Nov
Jan-08
Mar
Mei
Jul
Sep
Nov
Jan-09
Mar
Mei
Jul
Sep
Nov
Jan-10
Mar
Mei
Jul
Sep
Nov
Jan-11
27
Bulan ke-
Gambar 7. Fluktuasi SPL rata-rata bulanan periode Januari 2006 - Februari
2011 hasil pendugaan citra satelit Aqua MODIS
25
26
Pada Gambar 7 ditampilkan sebaran SPL secara spasial pada bulan April
dan Mei 2010. Hasil visualisasi diketahui bahwa pada bulan April SPL
maksimum dijumpai di kawasan Timur Pulau Weh dengan nilai berkisar 31 ˚C
hingga 32 ˚C, sedangkan SPL minimum ditemukan di bagian barat dan utara
Pulau Weh dengan nilai berkisar 31 ˚C hingga 31,25 ˚C.
Pada citra bulan Mei ditemui SPL maksimum di kawasan timur dan
tenggara Pulau Weh dengan nilai berkisar 31 ˚C hingga 32 ˚C , sementara SPL
minimum ditemukan pada bagian barat Pulau Weh dengan nilai 31 ˚C. Secara
geografis pada wilayah timur dan tenggara Pulau Weh memiliki nilai SPL relatif
sama, yaitu sebesar 31,25 ˚C sementara pada bagian barat Pulau Weh SPL
memiliki nilai relatif lebih rendah dari bagian timur dan tenggara Pulau Weh,
dengan nilai 31 ˚C (Gambar 8).
(A).
(B).
Gambar 8. Visualisisasi SPL secara spasial hasil pendugaan citra satelit MODIS
pada bulan April 2010 (A) dan bulan Mei 2010 (B)
Bulan April dan Mei merupakan musim peralihan barat menuju timur.
Pada musim ini sebaran SPL menunjukkan telah bercampur antara massa air
27
hangat dan massa air dingin, diduga disebabkan terjadi perubahan pola pergerakan
angin musim yang mendorong massa air permukaan. Pada musim ini juga terlihat
pola pergerakan SPL yang hangat terkonsenterasi pada bagian timur Pulau Weh
(Gambar 8). Hal ini diduga disebabkan mulai berpengaruhnya arus musim timur
yang cenderung membawa massa air bersuhu hangat dari Selat Malaka
(Muklis,2008), selain itu arus menuju wilayah timur mulai melemah dan berbalik
arah hingga di beberapa tempat terjadi olakan-olakan (eddies) (Nondji, 2002
dalam Muklis, 2008).
4.2 Indeks Pemutihan (Bleaching) pada Setiap Lokasi Pengamatan
Pemutihan karang terjadi akibat berbagai macam tekanan, baik secara
alami maupun karena manusia, dalam keadaan normal, jumlah zooxanthellae
berubah sesuai dengan musim sebagaimana penyesuaian karang terhadap
lingkungannya (Brown et al., 1999; Fitt et al., 2000). Indeks pemutihan
menggambarkan pemutihan yang terjadi pada beberapa jenis karang untuk setiap
lokasi pengamatan. Semakin tinggi nilai indeks pemutihan, maka semakin tinggi
pula pemutihan jenis karang yang terjadi pada saat pengamatan, sebaliknya
semakin rendah nilai indeks pemutihan pada setiap lokasi pengamatan, maka
semakin kecil pula pemutihan jenis karang yang terjadi pada lokasi tersebut.
Indeks pemutihan pada setiap lokasi di Pulau Weh mempunyai nilai yang
bervariasi, namun secara umum indeks pemutihan memiliki nilai lebih tinggi pada
saat pengamatan bulan Mei dan bulan Juli 2010 (Tabel 5).
Pada bulan Mei 2010 indeks pemutihan tertinggi terjadi pada stasiun 1
(Gapang) dengan nilai sebesar 70,23 %, sedangkan indeks pemutihan terendah
terdapat pada stasiun 13 (Rhenteuk) dengan nilai 41,16 %. Pada bulan Mei
28
karang yang memutih memiliki nilai sebesar 66,9 % dan sebagian besar
mengalami pemucatan dengan nilai 21 %. Pada bulan Juli 2010 indeks pemutihan
tertinggi masih terjadi pada lokasi pengamatan yang sama, yaitu stasiun 1
(Gapang) dengan nilai sebesar 95,53 %, sedangkan indeks pemutihan terendah
terdapat pada stasiun 7 (Jaboi) dengan nilai 45,18 %.
Tabel 5. Nilai indeks pemutihan (%) pada bulan Mei 2010, Juli 2010, dan
Februari 2011 untuk setiap lokasi pengamatan
Indeks
Indeks
Indeks
Pemutihan
Pemutihan
Stasiun Nama Lokasi
Pemutihan
Mei 2010
Februari 2011
Juli 2010 (%)
(%)
(%)
1
Gapang
70,23
95,53
63,09
Ujung
2
55,45
76,99
47,45
Seurawan
Rubiah
3
49,67
67,53
47,64
Channel
4
Anoi Hitam
52,21
61,04
36,08
5
Benteng
49,43
59,35
26,62
6
Ujung Kareung
65,43
66,96
54,46
7
Jaboi
50,33
45,81
33,57
8
Sumur Tiga
55,04
53,26
48,07
Rubiah Sea
9
67,74
64,28
38,25
Garden
10
Lhok Weng
63,85
72,96
34,11
Batee
11
66,12
57,84
41,72
Meurenon
12
Beurawang
54,17
59,09
37,62
13
Rhenteuk
41,16
54,12
24,85
Pada bulan Februari 2011 mulai terlihat adanya penurunan nilai indeks
pemutihan dibandingkan dengan bulan Mei dan Juli 2010. Pada bulan Februari
2011 terlihat mulai terjadi pemulihan, hal ini ditunjukkan untuk setiap proporsi
karang yang sebelumnya mengalami pemutihan dan pucat telah kembali dalam
keadaan normal, yaitu naik sebesar 61 % dibandingkan dengan bulan Juli 2010
29
sebesar 15 %. Data Kategori karang yang mengalami pemutihan ditampilkan
pada Lampiran 3.
Secara umum tingginya SPL pada bulan Mei telah menyebabkan
terjadinya pemutihan. Nilai SPL pada bulan Mei 2010 memiliki nilai di atas 31
˚C untuk setiap stasiun pengamatan, sedangkan pada bulan Februari 2011 SPL
mulai mengalami penurunan menjadi 28-29 ˚C pada setiap stasiun pengamatan
(Gambar 9).
SPL (˚C)
31,00
30,00
SPL(C˚)Mei
2010
29,00
SPL(C˚) Juli
2010
28,00
SPL(C˚) Feb
2011
27,00
Stasiun Pengamatan
Gambar 9. Nilai SPL bulan Mei 2010, Juli 2010, dan Februari 2011 hasil
pendugaan citra satelit MODIS pada setiap lokasi pengamatan
Mayoritas pemutihan karang secara besar-besaran dalam kurun waktu dua
dekade terakhir ini berhubungan dengan peningkatan suhu permukaan laut (SPL)
dan khususnya pada hotspots (Hoegh-Guldberg, 1999 dalam Westmacott, S et al.,
2000 ). Hasil penelitian Goreau dan Hayes (2005a) mengatakan bahwa
peningkatan suhu 1-2 ˚C di atas suhu rata-rata dalam satu bulan dapat
30
menyebabkan pemucatan (bleaching) pada hewan karang, hal ini terjadi pada
musim peralihan ke-1 pada bulan April – Mei tahun 2010, dimana terjadi
kenaikan SPL sebesar 1-2˚C, dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. hotspot
adalah daerah dimana SPL memiliki nilai suhu tertinggi dibandingkan dari ratarata selama 10 tahun di lokasi tersebut (Goreau dan Hayes, 1994 dalam
Westmacott, S. et al., 2000).
Perubahan suhu secara signifikan terjadi pada bulan April 2010 dengan
nilai 31,29 ˚C. Apabila hotspot naik lebih dari 1°C diatas maksimal tahunan
selama 10 minggu atau lebih, pemutihan pasti terjadi (Wilkinson, 1999 dalam
Westmacott, S. et al., 2000). Anomali antara 0.7- 0.9 °C, akan mengalami
pemutihan ringan dengan kondisi zooxhanthellae dapat kembali. Anomali suhu
yang melebihi 0.9 °C di atas rata-rata akan menyebabkan kematian karang yang
tinggi (Gambar 10).
60
50
Anomali
Temperature
Maksimum (°C)
Laporan Pemutihan
40
<0,7
30
0,7-0,9
>0,9
20
10
0
1982 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998
Tahun
Gambar 10. Besaran nilai trend pemutihan sebagai fungsi anomali panas
(modifikasi) (sumber : Goreau dan Hayes, 2005b)
31
Peristiwa kematian karang yang tinggi ini dapat terjadi, apabila dengan
anomali suhu yang panas dan terjadi secara berkepanjangan (Goreau dan Hayes,
2005b). Kenaikan suhu akan mengganggu kemampuan zooxanthellae untuk
berfotosintesis dan dapat memicu produksi senyawa kimia berbahaya yang
akhirnya merusak sel-sel zooxhanthellae pada hewan karang. Pada kondisi ini
hewan karang yang kehilangan zooxanthellae menyebabkan penurunan dan
efisiensi dalam melakukan kegiatan fotosintesis pada terumbu karang yang
akhirnya menyebabkan karang mengalami kematian.
Penelitian yang dilakukan oleh Ateweberhan dan Mclanahan (2010)
mengenai respon kejadian El-Nino Southern Oscillation (ENSO) pada tahun 1998
terhadap persen penutupan terumbu karang pada 36 lokasi di Western Indian
Ocean Region mengungkapkan adanya pengaruh yang signifikan yang disebabkan
peningkatan SPL akibat dampak dari el-nino terhadap persen penutupan terumbu
karang dimana terlihat adanya perubahan persen penutupan terumbu karang yang
mengalami penurunan setelah kejadian el-nino pada tahun 1998. Penurunan
tertinggi terjadi di pusat dan daerah tengah-northern WIO, Arab dan Oman Gulfs.
Wilayah yang sangat rentan dengan kematian karang yang tinggi adalah India
Selatan, Sri Lanka, dan Maladewa. Sedangkan perairan Laut Merah, Mayotte,
Komoro, Selatan Mozambik, Afrika Selatan, Madagaskar, Réunion, Mauritius dan
Rodrigues merupakan wilayah dengan dampak kematian rendah hingga sedang.
4.3 Hubungan Perubahan SPL Terhadap Persentase Pemutihan Tingkat
Genera
Hasil pendugaan oleh Citra Satelit Aqua Modis menunjukkan adanya
kenaikan SPL sebesar 1-2 ˚C, yang terjadi pada bulan April dan Mei tahun 2010,
32
dengan nilai rata-rata SPL sebesar 31,29 ˚C pada bulan April dan 31,17 ˚C pada
bulan Mei. Peningkatan SPL ini memicu terjadinya pemutihan pada sebagian
Genera karang (Gambar 11). Genera Gardinoseris, Pocillopora, Favites,
Acropora, Asteropora, dan Hydnopora, Galaxea, Echinopora, Platygra, dan
Fungia merupakan sepuluh genera yang mengalami pemutihan tertinggi.
100
Persentasi Kategori Pemutihan (%)
90
80
70
Mati
60
Putih
50
Pucat
40
Sehat
30
20
10
Gardinoseris
Pocillopora
Favites
Acropora
Astreopora
Galaxea
Hydnophora
Echinopora
Platygyra
Fungia
Millepora
Goniopora
Acanthastrea
Porites massive
Cyphastrea
Porites branching
Goniastrea
Symphyllia
Leptoria
Montastrea
Lobopyllia
Montipora
Favia
Diploastrea
0
Gambar 11. Persentase kategori pemutihan koloni karang berdasarkan tingkat
genera pada bulan Mei 2010
Pada bulan Juli 2010, hasil pendugaan SPL menunjukkan terjadinya
penurunan sebesar 1-2 ˚C, dengan nilai rata-rata SPL sebesar 28-29 ˚C. Genera
Leptoria, Symphyllia, Astreopora, Physogyra, Favia, Fungia, Acanthastrea,
Favites, Montastrea, dan Galaxea merupakan 10 genera tertinggi yang mengalami
pemutihan (Gambar 12). Hasil pengamatan pada bulan Juli menunjukkan
33
sebagian karang mengalami pemutihan dan sebagian lainnya telah mengalami
kematian. Karang yang mengalami kategori pemutihan tertinggi adalah genus
Leptoria sebesar 92 %,genus Symphylia sebesar 85 %, genus Astreopora sebesar
85 %, dan genus Physogyra sebesar 83 %. Genera karang yang mengalami
kematian tertinggi adalah genera Acropora dengan persentase sebesar 94 % ,
Pocillopora dengan persentase sebesar 86 %, dan Porites branching dengan
persentase kematian sebesar 59 %.
Persentase Kategori Pemutihan Karang (%)
100
90
80
70
Mati
60
Putih
Pucat
50
Sehat
40
30
20
10
Leptoria
Symphyllia
Astreopora
Physogyra
Favia
Fungia
Acanthastrea
Favites
Montastrea
Galaxea
Goniopora
Goniastrea
Gardinoseris
Millepora
Porites massive
Hydnophora
Echinopora
Cyphastrea
Lobopyllia
Montipora
Pocillopora
Porites branching
Diploastrea
Acropora
0
Gambar 12. Persentase kategori pemutihan koloni karang berdasarkan
tingkat genera pada bulan Juli 2010
Pada bulan Februari 2011 ditemukan sebagian genera karang dalam
kondisi sehat, sedangkan genera lainnya ditemukan dalam kondisi pucat dan mati
(Gambar 13). Genera yang banyak ditemukan dalam kondisi sehat adalah
34
Goniopora, Acanthastrea, Cyphastrea, Pavona, Stylophora, Montipora, Favia
Leptrastrea dan Diploastrea. Genera yang banyak ditemukan mengalami kondisi
pucat, seperti Cyphastrea, Echinopora, Hydnopora, Seriatopora dan Goniastrea.
Genera yang sebagian ditemukan dalam kondisi mati, antara lain Pocillopora dan
100
90
80
70
60
Mati
50
Putih
Pucat
40
Sehat
30
20
10
0
Pocillopora
Acropora
Fungia
Porites massive
Gardinoseris
Porites branching
Platygyra
Favites
Seriatopora
Galaxea
Goniastrea
Montastrea
Astreopora
Diploastrea
Leptastrea
Favia
Montipora
Hydnophora
Stylophora
Pavona
Acanthastrea
Cyphastrea
Echinopora
Goniopora
Persentase Kategori Pemutihan Karang (%)
Acropora (Gambar 13).
Gambar 13. Persentase kategori pemutihan koloni karang berdasarkan tingkat
genera pada bulan Februari 2011
Secara umum proporsi genera karang yang ditemukan selama tiga kali
periode pengamatan, yaitu bulan Mei 2010, bulan Juni 2010, dan bulan Februari
2011 menunjukkan adanya perubahan signifikan. Pada saat terjadinya pemutihan
karang, yaitu pada bulan Mei 2010 banyak ditemukan sebagian karang dalam
kondisi mati sebesar 4,8 %, putih sebesar 66,9 %, pucat sebesar 21 % dan sehat
sebesar 7,3 %. Pada bulan Juli 2010 ditemukan sebagian karang dalam kondisi
35
mati sebesar 44 % , putih sebesar 34,6 %, pucat sebesar 6,3 % dan sehat sebesar
15,2 %. Pada periode akhir pengamatan, yaitu bulan Februari 2011 ditemukan
sebagian karang dalam kondisi mati sebesar 34,7 %, putih sebesar 0,5 %, pucat
sebesar 3 %, dan 61,7 % dalam kondisi sehat (Gambar 14). Dokumentasi
mengenai genera karang yang mengalami pemutihan pada saat pengamatan bulan
Mei 2010 ditampilkan pada Lampiran 4.
100
Persentasi Kategori
Pemutihan(%)
90
80
70
60
Mati
50
Putih
Pucat
40
Sehat
30
20
10
0
Mei
Juli
Februari
Waktu pengamatan
Gambar 14. Proporsi karang pada periode pengamatan Mei 2010, Juli 2010, dan
Februari 2011
Terdapat beberapa variasi kematian karang akibat pemutihan, koloni
karang dapat mengalami kematian atau dapat juga mengalami pemulihan. Karang
yang mengalami kematian dapat berupa kematian sebagian atau seluruhnya.
Koloni karang dengan ukuran yang besar sering mengalami kematian sebagian,
sedangkan sebagian koloni dengan ukuran kecil umumnya mengalami kematian
mutlak. Karang yang mengalami pemulihan sering diikuti dengan kejadian
turunnya suhu yang mendekati kondisi normal (Baker, et al., 2008) serta ditandai
36
dengan adanya karang yang baru tumbuh (recruitments) (Graham et al.,2006
dalam Smith et al., 2008).
Pada bulan Februari 2011 umumnya didominasi karang dalam kondisi
sehat, walaupun ada beberapa karang yang mengalami kematian. SPL hasil
pendugaan melalui citra satelit Aqua Modis menunjukkan bahwa SPL pada bulan
Februari rata-rata berkisar diantara 28-29 ˚C, begitu juga hasil rata-rata SPL pada
bulan sebelumnya, yaitu pada bulan Desember 2010 dan Januari 2011 ditemukan
dengan kondisi SPL yang mulai berangsur-angsur menurun dengan nilai SPL 28
˚C.
Kondisi karang yang ditemukan pada kondisi sehat ini dijelaskan oleh
Birkeland (1997) yang mengatakan bahwa suhu optimal untuk pertumbuhan
karang adalah 26-28 ˚C, selain nilai suhu yang optimal tersebut, ada beberapa
faktor lain yang mengurangi dampak pemutihan karang seperti pengaruh
lingkungan dan fisik perairan, seperti paparan cahaya matahari terhadap karang
dalam kondisi yang tidak berlangsung lama, nutrient yang tinggi, rendahnya
sedimentasi (Craig et al., 2001; Salm et al., 2001 dalam Baker et al., 2008).
Hasil penelitian ini menemukan bahwa genera Pocillopora dan Acropora
rentan terhadap pemutihan, sedangkan karang yang mampu menoleransi
perubahan suhu secara signifikan adalah genera Diplostrea dan Montipora. Hal
ini bisa dilihat pada akhir pengamatan, yaitu bulan Februari 2011 karang
Acropora dan Pocillopora memiliki tingkat kematian sebesar 63,5 % dan 56,2 %,
sedangkan karang Diplostrea dan Montipora memiliki tingkat kematian 3,1 % dan
2,1 %. Karang-karang pembangun terumbu tidak semuanya sama dalam
kepekaannya menerima pengaruh dari peningkatan suhu. Sebagai contoh, karang
37
masif (Porites sp.) relatif tahan terhadap tekanan suhu dan jika mengalami
pemutihan cenderung pulih dengan sedikit atau tanpa peningkatan kematian.
Genus Acropora (karang bercabang) terlihat lebih peka oleh peningkatan suhu
perairan. Dalam kasus ini bisa mencapai 95% dari koloni yang mengalami
pemutihan dan mati dalam 3-6 bulan berikutnya (Gleason dan Wellington, 1993).
Penelitian yang dilakukan oleh McClanahan mengenai dampak dan respon
pemutihan dan kematian karang pada dua lokasi berbeda, yaitu Kenya dan Great
Barrier Reef (GBR), Australia mengungkapkan bahwa genera Stylophora dan
Pocillopora merupakan genera yang rentan mengalami pemutihan di kedua lokasi
tersebut, sedangkan Acropora dan Porites bercabang lebih mudah mengalami
pemutihan pada lokasi pengamatan di Kenya daripada di GBR, sedangkan genera
Goniopora, Galaxea dan Pavona merupakan genera yang cenderung bertahan
pada kedua lokasi tersebut (McClanahan et al., 2004).
Penelitian lainnya juga menjelaskan bagaimana respon pemutihan
beberapa genera karang di Kenya terhadap kejadian El Nino dan Indian Ocean
Dipole pada tahun 1998. Penelitian tersebut mengungkapkan genera Acropora,
Millepora, Pocillopora, Porites bercabang dan Stylopohora menunjukkan respon
pemutihan yang cepat dan kematian yang tinggi, sedangkan genera karang lainnya
seperti Echinopora, Favia, Favites, Galaxea, Hydnopora, Goniopohora, Leptoria,
Montipora, Playgyra dan Porites masif banyak ditemukan p ada kondisi putih.
Astreopora, Cocinarea, Cyphastrea dan Pavona merupakan genera yang dimana
banyak mengalami pemutihan, tetapi sedikit yang mengalami kematian
(McClanahan et al., 2001). Hasil tersebut menjelaskan bahwa setiap koloni
38
mempunyai respon yang berbeda dalam menghadapai stres yang diakibatkan
peningkatan suhu permukaan laut.
Respon yang berbeda tersebut dipengaruhi oleh jaringan yang tipis serta
usia dan ukuran koloni karang yang merupakan beberapa faktor yang
membedakan respon terjadinya pemutihan pada setiap genus karang. Pada jenis
karang Acropora yang memiliki jaringan lebih tipis memiliki sifat lebih cepat
mengalami kematian akibat peningkatan suhu yang tiba-tiba. Jaringan yang tipis
ini akan memberikan energi yang sedikit pada saat melakukan kegiatan
fotosintesis, sehingga dapat mempercepat kematian karang (Loya et al., 2001
dalam McCowan et al.,2012)
Douglas (2003) juga memaparkan mengenai respon yang berbeda pada
setiap genus karang akibat peningkatan suhu permukaan laut dapat dilihat melalui
dua perspektif, yaitu ekologi molekuler symbiodinium dan ekofisiologi karang.
Genus Symbiodinium memiliki variasi molekuler pada tingkat ribosomal RNA
(rRNA) yang tercakup dalam dua clade yaitu filotipe A dan filotipe B – F (Rowan,
1998 dalam Douglas, 2003). Filotipe A, B dan C termasuk yang kosmopolit dan
terdistribusi secara luas di Atlantik dan Indo-Pasifik, meskipun ribotipe C
biasanya tidak terdapat pada daerah latitude tinggi (>35 – 400).
Variasi genetik pada kerentanan terhadap pemutihan ditunjukkan melalui
penelitian pada karang Montastrea annularis dan M. faveolata di pesisir Karibia,
Panama. Spesies-spesies tersebut memiliki ribotipe A, B dan C. Karang yang
mengandung ribotipe B dan C (B mendominasi, >80% sel alga) tidak
menunjukkan gejala pemutihan secara visual saat peningkatan suhu, sedangkan
karang yang memiliki ribotipe C dominan (level C >35%) menunjukkan gejala
39
pemutihan (Rowan et al., 1997 dalam Douglas, 2003). Dari fenomena tersebut
tampaknya ribotipe C memiliki toleransi yang lebih rendah terhadap
pemutihan,akan tetapi basis biokimia dalam variasi genetis Symbiodinium saat ini
masih belum diketahui (Douglas, 2003).
4.4 Hubungan SPL dengan Pemutihan Karang
Hubungan antara SPL dengan indeks pemutihan dikelompokkan
berdasarkan analisis perhitungan komponen utama, untuk melihat seberapa besar
keterkaitan antara satu parameter dengan parameter yang lain. Parameter yang
dianalisis adalah SPL dengan indeks pemutihan karang. Indeks pemutihan karang
terbagi menjadi beberapa kategori, yaitu karang sehat, karang pucat, karang 0-20
% putih, karang 20-50 % putih , karang 50-80 % putih, 80-100 % putih dan
karang mati. Pada lokasi penelitian terbagi menjadi 13 stasiun penelitian dimana
stasiun penelitian tersebut terbagi menjadi tiga Zonasi, yaitu wilayah Panglima
laot, Open Acess dan Tourist Area.
4.4.1 Pengamatan bulan Mei 2010
Pada pengamatan bulan Mei 2010 diperoleh delapan akar ciri. Akar ciri
pertama memiliki nilai 2,51 dan mampu menerangkan keragaman data sebesar
31,38 %. Akar ciri kedua memiliki nilai 1,65 dan mampu menerangkan
keragaman data sebesar 20,68 %. Akar ciri ketiga memiliki nilai 1,48 dan mampu
menerangkan keragaman data sebesar 18,5 %. Dari ketiga akar ciri tersebut
didapatkan nilai persen keragaman total sebesar 70,56 % (Lampiran 5). sehingga
interpretasi analisis komponen utama ini dapat mewakili 70 % informasi dari data
yang dianalisis.
40
Hasil analisis komponen utama menjelaskan pada sumbu pertama
pengaruh SPL berkorelasi positif terhadap karang yang mengalami pemutihan
pada kategori pucat, karang 0-20 % putih, dan karang 20-50 % putih. Pada sumbu
kedua didapatkan hubungan variabel SPL yang juga berkorelasi positif terhadap
karang pucat, karang 0-20 % putih dan karang 20-50 % putih (Gambar 15).
F2 (20,68 %)
F1 (31,38 %)
Gambar 15. Analisis komponen utama antara SPL dengan indeks pemutihan pada
sumbu satu (F1) dan sumbu dua (F2) pada pengamatan bulan Mei
2010
Pada Gambar 16 merupakan hasil pengelompokkan analisis komponen
utama pada sumbu satu dan sumbu dua terhadap keseluruhan stasiun penelitian
didapatkan bahwa karang yang mengalami kematian banyak ditemukan pada
stasiun Batee Meuronron, Rubiah Sea Garden dan Ujung Kareung , sedangkan
karang yang berada dalam kondisi sehat banyak ditemukan pada stasiun penelitian
41
Jaboi dan Renteuk. Selain itu stasiun Sumur Tiga juga banyak ditemukan karang
pada kondisi sehat dan mengalami kematian.
F2 (20,68 %)
F1 (31,38 %)
Gambar 16. Hasil pengelompokkan stasiun penelitian menggunakan analisis
komponen utama berdasarkan sumbu satu dan sumbu dua pada bulan
Mei
Pada sumbu ketiga didapatkan hubungan yang berkorelasi positif di antara
variabel SPL dengan hampir semua beberapa kategori karang seperti karang
pucat, karang sehat, karang 20-50 % putih, karang 50-80 % putih, karang 80-100
% putih,dan karang mati, kecuali untuk kategori karang 0-20 % putih dimana
didapatkan korelasi yang negatif di antara variabel SPL dengan kategori karang 020 % putih tersebut (Gambar 17).
Hasil pengelompokkan pada sumbu satu dan sumbu tiga karang yang
banyak ditemukan pada kondisi mengalami pucat berada pada stasiun Renteuk
dan Jaboi, sedangkan karang yang ditemukan dalam kondisi mati berada pada
stasiun Rubiah Sea Garden (Gambar 18).
42
F3 (18,51 %)
F1 (31,38 %)
Gambar 17. Analisis komponen utama antara SPL dengan indeks pemutihan
pada sumbu satu (F1) dan sumbu tiga(F3) pada pengamatan bulan
Mei 2010
F3 (18,51 %)
F1 (31,38 %)
Gambar 18. Hasil pengelompokkan stasiun penelitian menggunakan analisis
komponen utama berdasarkan sumbu satu dan sumbu tiga pada bulan
Mei
43
Hubungan yang terbentuk pada sumbu satu dan sumbu kedua diperoleh
hubungan negatif antara variabel SPL terhadap kategori karang yang mengalami
kematian, sedangkan untuk sumbu ketiga didapatkan variabel SPL cenderung
berpengaruh terhadap beberapa jenis kategori karang yang mengalami pemutihan,
kecuali untuk kategori karang 0-20 % putih.
Hal ini menjelaskan bahwa pada bulan ini kenaikan SPL tidak berdampak
langsung terhadap kematian karang, mekanisme terjadinya pemutihan karang
adalah hilangnya jaringan pigmen zooxhanthellae dalam sel, yang menyebabkan
karang mengalami perubahan warna menjadi pucat atau putih sebagian apabila
kondisi ekstrim tersebut berlangsung dalam jangka waktu yang lama, maka karang
akan cepat mengalami kematian (Reid et al., 2009).
4.4.2 Pengamatan bulan Juli 2010
Pengamatan pada bulan Juli 2010 didapatkan nilai akar ciri pertama
sebesar 3,75 akar ciri pertama tersebut mampu menerangkan keragaman data
sebesar 46,97 %. Akar ciri kedua memiliki nilai 1,26 dan mampu menerangkan
keragaman data sebesar 15,8 %. Akar ciri ketiga didapatkan nilai sebesar 1,04
dan mampu menerangkan keragaman data sebesar 13,04 % . Ketiga akar ciri
tersebut memiliki persen keragaman total sebesar 75,82 % (Lampiran 6).
Pada sumbu pertama dan sumbu kedua hubungan yang terbentuk di antara
variable SPL berkorelasi positif dengan karang yang mengalami kematian .
Variabel SPL juga memiliki hubungan yang negatif terhadap kategori karang
dengan kondisi sehat dan karang pucat (Gambar 19).
44
F2 (15,80 %)
F1 (46,97 %)
Gambar 19. Analisis komponen utama antara SPL dengan indeks pemutihan pada
sumbu satu (F1) dan sumbu dua (F2) pada pengamatan bulan Juli
2010
F2 (15,80 %)
F1 (46,97 %)
Gambar 20. Hasil pengelompokkan stasiun penelitian menggunakan
analisis komponen utama berdasarkan sumbu satu dan sumbu dua
pada bulan Juli
45
Hasil pengelompokkan analisis komponen utama pada stasiun penelitian
didapatkan bahwa karang yang mengalami kematian banyak ditemukan pada
stasiun Gapang, Rubiah Channel, dan Ujung Seurawan (Gambar 20).
Pada Gambar 20 juga ditampilkan karang yang berada dalam kondisi
sehat banyak ditemukan pada stasiun penelitian Jaboi, sedangkan pada stasiun
lainnya seperti Benteng dan Rubiah Sea Garden umumnya banyak ditemukan
karang dalam kondisi 50-80 % putih dan 80-100 % putih.
Pada sumbu ketiga hubungan yang terbentuk diantara variabel SPL dengan
beberapa kategori karang yang mengalami pemutihan juga memiliki korelasi yang
sama dimana variabel SPL berkorelasi posistif terhadap karang yang mengalami
kematian dan berkorelasi negatif dengan karang 50-80 % putih dan karang pucat
(Gambar 21).
F3 (13,05 %)
F1 (46,97 %)
Gambar 21. Analisis komponen utama antara SPL dengan indeks pemutihan pada
sumbu satu (F1) dan sumbu tiga (F3) pada pengamatan bulan Juli
2010
46
Pengelompokkan sebaran staiun penelitian pada sumbu satu dan tiga
didapatkan karang yang memiliki kondisi sehat berada pada stasiun Rubiah Sea
Garden, sedangkan stasiun Gapang merupakan stasiun yang dicirikan banyaknya
karang ditemukan dalam kondisi mengalami kematian (Gambar 22).
F3 (13,05 %)
F1 (46,97 %)
Gambar 22. Hasil pengelompokkan stasiun penelitian menggunakan
analisis komponen utama berdasarkan sumbu satu dan
sumbu tiga pada bulan Juli
Hubungan yang terjadi pada pengamatan bulan Juli 2010 terlihat adanya
kecenderungan karang yang memutih pada bulan Mei 2010 mengalami kematian,
hal ini dapat dilihat bahwa pada pengamatan bulan Juli, variable SPL memiliki
korelasi yang positif dengan karang mati.
Banyakanya kematian karang pada bulan Juli 2010 ini disebabkan selama
peristiwa pemutihan, karang kehilangan 60-90% dari jumlah zooxanthellanya dan
zooxantela yang masih tersisa dapat kehilangan 50-80% pigmen fotosintesisnya
(Glynn, 1996 dalam Rani, 2001). Gangguan yang berkepanjangan ini dapat
47
menyebabkan kematian pada karang tidak hanya pada individu koloni, tetapi juga
terumbu karang secara luas.
4.4.3 Pengamatan bulan Februari 2011
Pada pengamatan bulan Februari 2011 hubungan di antara variable SPL
dengan nilai indeks pemutihan untuk sumbu pertama memiliki akar ciri 2,05 yang
mampu menerangkan keragamn data sebesar 25,69 %. Akar kedua memiliki nilai
1,76 dan mampu menerangkan keragaman data sebesar 22,06 %. Sumbu ketiga
memiliki akar ciri 1,53 dan mampu menerangkan data sejumlah 19,16 %. Jumlah
total persentase keragaman data yang didapatkan dari nilai ketiga akar ciri tersebut
adalah sebesar 66,92 % (Lampiran 7).
Sumbu pertama variable SPL memiliki korelasi yang positif dengan
karang 50-80 % putih dan karang 80-100 % putih dan memiliki korelasi yang
negatif dengan karang 0-20 % putih, karang pucat, karang sehat, karang mati dan
karang 20-50 % putih (Gambar 23).
Pada sumbu kedua variable SPL memiliki korelasi yang positif terhadap
karang sehat, karang pucat, karang mati (Gambar 23) dan memiliki korelasi yang
negatif dengan karang 0-20 % putih, karang 20-50 % putih, karang 50-80 % putih
dan karang 80-100 % putih (Gambar 23).
Hasil pengelompokkan stasiun pada sumbu satu dan dua ditemukan
stasiun yang memilki karakteristik karang dalam kondisi sehat, diantaranya pada
stasiun Rubiah Channel, Rhenteuk, Rubiah Sea Garden, Sumur Tiga, Benteng,
dan Jaboi , sedangkan stasiun yang dicirikan dengan banyaknya karang yang
mengalami kematian adalah Beurawang, Gapang dan Sumur Tiga (Gambar 24).
48
F2 (22,07 %)
F1 (25,69 %)
Gambar 23. Analisis komponen utama antara SPL dengan indeks pemutihan pada
sumbu satu (F1) dan sumbu dua (F2) pada pengamatan bulan
Februari 2011
F2 (22,07 %)
F1 (25,69 %)
Gambar 24. Hasil engelompokkan stasiun penelitian menggunakan analisis
komponen utama berdasarkan sumbu satu dan sumbu dua pada bulan
Februari
49
Pada Gambar 24 juga ditampilkan sebaran stasiun lainnya seperti Batee
Meuronron, Ujung Kareung, Ujung Seurawan, dan Lhok Weng yang didominasi
oleh karang dengan kategori 50-80 % putih dan karang 80-100 % putih.
Pada sumbu ketiga didapatkan hubungan yang terbentuk di antara variabel
SPL dengan beberapa kategori karang memiliki korelasi yang positif antara
variabel SPL terhadap beberapa kategori karang. Korelasi yang positif tersebut
terjadi pada karang sehat, karang mati, karang 0-20 % putih, karang 20-50 %
putih, dan karang 50-80 % putih serta karang mati , sedangkan untuk kategori
karang pucat dan karang 80-100 % putih memiliki hubungan yang negatif
(Gambar 25).
F3 (19,16 %)
F1 (25,69 %)
.
Gambar 25. Analisis komponen utama antara SPL dengan indeks pemutihan pada
sumbu satu (F1) dan sumbu tiga (F3) pada pengamatan bulan
Februari 2011
50
Sebaran pengelompokkan stasiun pengamatan pada sumbu satu dan tiga
umumnya memiliki karakteristik yang sama, seperti stasiun Sumur Tiga yang
dicirikan dengan banyaknya ditemukan karang dalam kondisi mengalami
kematian dan stasiun Anoi Hitam yangdicirikan banyaknya karang ditemukan
dalam kondisi sehat (Gambar 26). Secara umum hasil pengamatan pada bulan
Februari 2011 pada sumbu satu, dua dan tiga didapatkan pengelompokkan stasiun
dengan karakteristik karang dalam kondisi sehat serta kondisi mengalami
kematian .
F3 (19,16 %)
F1 (25,69 %)
Gambar 26. Hasil pengelompokkan stasiun penelitian menggunakan analisis
komponen utama berdasarkan sumbu satu dan sumbu tiga pada bulan
Februari
Pada bulan ini dapat disimpulkan hubungan yang terjadi antara SPL
dengan beberapa kategori karang berdasarkan analisis komponen utama
didapatkan hasil dimana variabel SPL memiliki hubungan positif terhadap karang
yang mengalami kematian dan karang yang berada pada kondisi sehat.
51
Karang yang berada pada kondisi mengalami kematian diduga disebabkan
oleh adanya karang yang memutih pada pengamatan bulan Mei dan Juli 2010
banyak yang mengalami kematian, sedangkan karang yang banyak ditemukan
pada kondisi sehat dipengaruhi oleh turunnya SPL yang dapat menyebabkan
karang yang mengalami kematian dapat pulih kembali.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa telah terjadi kenaikan SPL pada
bulan April dan Mei 2010. Kenaikan SPL ini telah menyebabkan terjadinya
pemutihan karang di Pulau Weh. SPL pada bulan Mei 2010 berpengaruh terhadap
beberapa kategori karang yang mengalami pemutihan seperti karang yang berada
pada kondisi pucat, karang 0-20 % putih dan karang 20-50 % putih dan memiliki
korelasi yang negatif terhadap karang yang mengalami kematian.
5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian mengenai perubahan suhu terhadap beberapa
jenis karang dengan media atau lokasi terkontrol dalam skala laboratorium,
sehingga bisa didapatkan pola adaptasi yang khusus dan beberapa jenis karang
terhadap kenaikan suhu.
52
DAFTAR PUSTAKA
Ardiwijaya Rizya L., Muttaqin Efin., Herdiana Y. 2010. Monitoring Coral Reef
Ecological Assesment, Aceh 2010. WCS Marine Program Indonesia. Bogor,
Indonesia.
Ateweberhan, M., and McClanahan, T.R. 2010. Relationship between historical
sea-surface temperature variability and climate change-induced coral
mortality in the western Indian Ocean. Marine Pollution Bulletin 60 (2010)
:964–970.
Baker, A.C., Glynn, P.W., and Riegl B. 2008. Climate Change and Coral Reef
Bleaching: An Ecological Assesment of long-term Impacts, Recovery
Trends and Fure Outlook. Estuari, Coastal and Shelf Science 80 (2008)
:435-471.
Bengen, D.G. 2000. Sinopsis Teknik Pengambilan Contoh dan Analisa Data
Biofisik Sumberdaya Pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan.
Institut Pertanian Bogor.
Birkeland, C. 1997.Life and Death of Corals Reefs. Chapman and Hall.
International Thompson publishing , New York, Washington.
Brown, B.E., Dunne, R.P., Ambarsari, I., Le Tissier, M.D.A., and Satapoomin, U.
1999. Seasonal fluctuations in environmental factors and variations in
symbiotic algae and chlorophyll pigments in four Indo-Pacific coral
species. Marine Ecology Progress Series 91: 53–69.
Buddemeier, R.W., J.A. Kleypas dan R.B. Aronson. 2004. Coral reefs and Global
Climate Change : Potential Contributions of Climate Change to Stresses
on Coral Reef Ecosystems.Pew Center on Global Climate Change,
Diunduh dari www.pewclimate.org [1 Juli 2011].
Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut : Aset Pembangunan
berkelanjutan Indonesia. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Douglas, A.E. 2003.Coral Bleaching -How and Why?. Marine Pollution Bulletin
46:385 – 392.
Fitt, W.K., McFarland, F.K., Warner, M.E., and Chilcoat, G.C. 2000. Seasonal
patterns of tissue biomass and densities of symbiotic dinoflagellates in reef
corals and relation to coral bleaching. Limnology and Oceanography 45(3):
677–685.
Gleason, O.F., Wellington, G.M. 1993. Ultraviolet radiation and coral bleaching.
Nature 365:836-838.
53
54
Goreau, T. J., and R. L. Hayes. 2005a. Monitoring and Calibrating Sea Surface
Temperature Anomalies with Satellite and In-Situ Data to Study Effects of
Weather Extremes and Climate Change on Coral Reefs. World Resources
Review, 17(2):242-252.
Goreau, T. J., and R. L. Hayes. 2005b. Global Coral Reef Bleaching And Sea
Surface Temperature Trends From Satellite-Derived Hotspot Analysis.
World Resources Review, 17(2):242-252.
Hutabarat, S dan Evans M. 2006. Pengantar Oseanogerafi. UI Press.Jakarta.
IPCC. 2007. Climate Change 2007: Synthesis Report. Contribution of Working
Groups I,II, and III to the Fourth Assessment Report of the
Intergovernment Panel on Climate Change[Core Writing Team, Pachauri,
R.K and Reisinger, A (eds.)]. IPCC, Geneva, Switzerland.
Kharif, I.V. 2011. Variabilitas Suhu Permukaan Laut Di Laut Jawa Dari Citra
Satelit Aqua Modis Dan Terra Modis. Departemen Ilmu dan Teknologi
Kelautan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Skripsi
(tidak dipublikasikan).
Legendre, L., and P. Legendre.1998. Numerical Ecology. Second English Edition.
Elsevier Science B.V. Amsterdam.
Maccherone, B. 2005. About MODIS. From The World Wide Web : Diunduh dari
http://modis.gsfc.nasa.gov/about.htm. [1 Juli 2011]
McClanahan, T.R., Muthiga, N.A., and Mangi, S. 2001.Coral and Algal changes
after the 1998 coral bleaching : interaction with reef management and
herbivores on Kenyan reefs.Coral Reefs 19 :380-391
McClanahan, T.R., Baird, A.H. , Marshall, PA., and Toscano, M.A. 2004.
Comparing bleaching and mortality responses of hard corals between
southern Kenya and the Great Barrier Reef, Australia. Marine Pollution
Bulletin 48:327-335.
McClanahan, T.R. 2004. The Relationship Between Bleaching and Mortality of
Common Corals. Mar Biol 144:1239–1245.
McCowan, D.M., Pratchett, M.S., and Baird A.H. 2012. Bleaching susceptibility
and mortality among corals with differing growth forms;In Proceedings of
the 12th International Coral Reef Symposium, Cairns, Australia, 9-13 July
2012. Diunduh dari http://icrs2012.com/.../ICRS2012_9A_7.pdf [1 Oktober
2012]
Muklis. 2008. Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan CAKALANG (Katsuwonus
pelamis) dan TONGKOL (Euthynnus affinis) di Perairan Utara Nanggroe
Aceh Darrussalam. Sekolah PASCASARJANA.Institut Pertanian Bogor.
Bogor. Thesis (tidak dipublikasikan).
55
NASA, 2011. About MODIS. Diunduh dari http://modis.gsfc.nasa.gov/about [1
Juli 2011].
NASA, 2012a. Data Products. Diunduh dari http://modis. gsfc. nasa.gov /data/
dataprod/index.php [26 November 2012].
NASA, 2012b.Data Products. Diunduh dari http: //oceancolor. gsfc.nasa.gov/
DOCS/ocformats.html#1 [26 November 2012].
Nondji, A. 2005. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta.
Nurheryanto. 2009. Sebaran suhu permukaan laut di Perairan Utara Sumbawa
menggunakan Citra satelit modis. Program Studi Ilmu dan Teknologi
Kelautan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Skripsi
(tidak dipublikasikan).
Nybakken. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis (Alih bahasa oleh:
Muh. Eidman, Koesoebiono, Dietriech G.B., M. Hutomo, S. Sukardjo).
Penerbit PT. Gramedia. Jakarta.
Rani, C. 2001. Pemutihan Karang: Pengaruhnya terhadap Komunitas Terumbu
Karang. Hayati, 8(3):86-90.
Reef Check. 2010. Pemutihan Karang di Indonesia: Laporan Terbaru 07 Juni
2010. Diunduh dari http://www.goblue.or.id/pemutihan-karang-diindonesia-laporan-terbaru-07-juni-2010 [1 Juni 2012].
Reid C, Marshall J, Logan D, dan Kleine D. 2009. Coral Reefs and Climate
Change The Guide for Education and Awareness.The University of
Queensland, Brisbane, Australia.
Savtchenko A., Ouzounov D., Ahmad S., Acker J., Leptoukh G., Koziana J., and
Nickless D.2004. Terra and Aqua MODIS products available from NASA
GES DAAC. Space Research 34 :710–714.
Smith, D.J, Etienne, M., Springer, N., and Suggett, D.J. 2008. Tolerance, Refuge
and Recovery of Coral Communities to Thermal Bleaching: Evidence From
Reefs of the Seychelles; in. Proceeding of the 11th International Coral Reef
Symposium, Fort Lauderdale, Flarida, &-11 July 2008; SN 12. Hal.:398-402
Supriharyono. 2007. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. Penerbitan
Djambatan.Jakarta.
Sutanto. 1994. Pengideraan Jauh. Jilid 2. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta.
Veron J E N. 2002. Coral of Australian and Indopacific. Australian Institute of
Marine Science. Townsville.
56
Westmacott, S., Teleki, K., Wells, S., dan West, J.M. 2000. Pengelolaan terumbu
karang yang telah memutih dan rusak kritis. Diterjemahkan oleh Steffen J.H
dan TERANGI Jakarta. IUCN. Gland. Switzerland and Cambridge. UK.
Wolfe R.E., Roy David P., and Vermote E. 1998. MODIS Land Data Storage,
Gridding and Compositing Methodology: Level 2 Grid. IEEE Transactions
on Geoscience and Remote Sensing, 36 (4):1324-1328
LAMPIRAN
Lampiran 1. Stasiun penelitian
Nomor Stasiun pengamatan
1
Gapang
2
Ujung Seurawan
3
Rubiah Channel
4
Anoi Hitam
5
Benteng
6
Ujung Kareung
7
Jaboi
8
Sumur Tiga
9
Rubiah Sea Garden
10
Lhok Weng
11
Batee Meurenon
12
Beurawang
13
Rhenteuk
Lintang (˚)
5,854162
5,89558
5,883753
5,825738
5,845705
5,876189
5,799779
5,888368
5,881452
5,863641
5,873513
5,777511
5,857249
Bujur (˚)
95,27371
95,23759
95,25491
95,37825
95,37322
95,35361
95,34605
95,34547
95,26064
95,26644
95,26466
95,33685
95,36138
Lampiran 2. Rataan SPL hasil pendugaan dari citra satelit Aqua MODIS selama Januari
2006- Februari 2011 pada Perairan Kepulauan Weh
Bulan
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
jun
Jul
Agu
Sep
Okt
Nov
des
2006
28,77
29,36
29,83
30,28
30,61
30,21
29,46
30,25
30,10
28,97
29,28
28,53
SPL (ºC) pada Citra Aqua MODIS
2007
2008
2009
2010
28,67
28,95
27,83
29,49
28,69
28,85
29,32
29,83
30,30
30,55
30,35
30,09
30,59
30,07
30,36
31,29
30,29
29,95
30,77
31,17
29,75
30,22
30,50
30,59
29,65
30,11
30,10
30,08
30,32
29,61
29,47
30,35
30,08
29,88
29,31
29,91
27,99
29,64
30,22
29,44
28,98
29,44
29,53
28,59
28,87
28,55
29,24
28,66
2011
28,47
28,96
Lampiran 3. Data kategori karang yang mengalami pemutihan (Sumber : WCS)
Tahun
Pengamatan
Zonasi
Stasiun Penelitian
Karang
Sehat
2010
2010
2010
2010
2010
2010
2010
2010
2010
2010
2010
2010
2010
2010
2010
2010
2010
2010
2010
2010
2010
2010
2010
2010
2010
Mei
Mei
Mei
Mei
Mei
Mei
Mei
Mei
Mei
Mei
Mei
Mei
Mei
Juli
Juli
Juli
Juli
Juli
Juli
Juli
Juli
Juli
Juli
Juli
Juli
Panglima laot
Panglima Laot
Panglima Laot
Panglima Laot
Panglima Laot
Weh Open Access
Tourism Zone
Tourism Zone
Tourism Zone
Tourism Zone
Tourism Zone
Weh Open Access
Weh Open Access
Panglima Laot
Panglima Laot
Panglima Laot
Panglima Laot
Panglima Laot
Weh Open Access
Tourism Zone
Tourism Zone
Tourism Zone
Tourism Zone
Tourism Zone
Weh Open Access
Sumur Tiga
Ujung Kareung
Reuteuk
Benteng
Anoi Itam
Gapang
Batee Meuronron
Lhok Weng
Rubiah Sea Garden
Ujung seurawan
Rubiah channel
Jaboi
Beurawang
Sumur Tiga
Ujung Kareung
Reuteuk
Benteng
Anoi Itam
Gapang
Batee Meuronron
Lhok Weng
Rubiah Sea Garden
Ujung seurawan
Rubiah channel
Jaboi
134
26
153
91
63
12
22
17
93
61
52
106
9
157
60
68
105
109
3
141
17
166
72
179
191
Karang
pucat
208
95
328
360
312
137
108
58
43
131
220
256
161
24
34
40
101
36
13
20
46
22
14
41
100
Karang
putih 0-20
%
43
67
77
64
59
37
43
37
101
177
101
35
199
129
169
117
227
116
11
109
34
117
40
86
84
Karang
Putih 2050 %
33
25
37
28
92
36
8
19
45
67
47
16
31
6
25
20
44
36
11
21
4
43
10
13
46
Karang
Putih 5080 %
52
38
19
81
74
159
99
58
82
130
72
30
37
3
4
20
35
31
10
4
6
10
29
18
16
Karang
putih 80100 %
376
427
314
435
467
741
369
250
568
352
221
375
334
33
59
38
250
84
22
118
19
191
48
106
49
Karang
Mati
116
34
15
23
2
38
57
5
124
33
56
34
13
231
329
138
261
252
684
208
189
344
365
483
191
Lanjutan Lampiran 3
2010
2011
2011
2011
2011
2011
2011
2011
2011
2011
2011
2011
2011
2011
Juli
Februari
Februari
Februari
Februari
Februari
Februari
Februari
Februari
Februari
Februari
Februari
Februari
Februari
Weh Open Access
Panglima Laot
Tourism Zone
Panglima Laot
Weh Open Access
Weh Open Access
Weh Open Access
Tourism Zone
Panglima Laot
Tourism Zone
Tourism Zone
Panglima Laot
Panglima Laot
Tourism Zone
Beurawang
Anoi Itam
Batee Meuronron
Benteng
Beurawang
Gapang
Jaboi
Lhok Weng
Reuteuk
Rubiah Channel
Rubiah Sea Garden
Sumur Tiga
Ujung Kareung
Ujung Seurawan
79
573
278
819
410
152
409
282
602
331
523
657
387
251
65
8
8
33
42
32
5
61
37
15
88
1
29
10
181
14
4
0
1
1
0
6
1
0
3
2
1
0
32
2
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
1
36
0
1
0
1
3
0
1
0
0
0
1
2
2
101
0
2
2
1
1
0
5
0
0
0
0
6
1
236
326
201
300
260
300
208
158
203
310
355
609
483
231
Lampiran 4. Dokumentasi genera karang yang mengalami pemutihan pada saat pengamatan
bulan Mei 2010 (Sumber : Efin Muttaqin/WCS)
A
C
B
D
Keterangan: (A). Hamparan karang keras Lifeform Tabullate (genus Acropora ),
(B). Hamparan karang keras Lifeform massive (genus porites) dan Lifeform
foliose (genus pavona), (C). Hamparan karang lunak (genus Sinularia sp) dan
(D). Jenis karang keras Lifeform massive (genus Gardinoseris)
Lampiran 5. Hasil analisis komponen utama pada Bulan Mei 2010
A. Akar ciri dan persentasi delapan ragam utama
Eigenvalue
% Total
Cumulative
Cumulative
2.510371
31.37963 2.510371
31.3796
1.654367
20.67959 4.164738
52.0592
1.480593
18.50741 5.645331
70.5666
1.108340
13.85425 6.753671
84.4209
0.679797
8.49747
7.433468
92.9184
0.332184
4.15230
7.765652
97.0707
0.150535
1.88169
7.916188
98.9523
0.083812
1.04765
8.000000
100.0000
Lanjutan Lampiran 5
B. Matriks Korelasi Variabel SPL terhadap beberapa kategori karang yang mengalami pemutihan
SPL (C)
Karang
Karang Sehat
Pucat
Karang 0-20 Karang 20-50 %
% putih
putih
Karang
Karang 50-80
Karang
80-100 %
% putih
Mati
putih
SPL (C)
1.000000
0.243514
0.671219
0.301642
0.120716
-0.317480
-0.073824 -0.419833
Karang Sehat
0.243514
1.000000
0.568477
-0.175077
0.114211
-0.403234
-0.117094 0.336140
Karang Pucat
0.671219
0.568477
1.000000
-0.131806
0.258625
-0.284997
-0.137349 -0.346558
Karang 0-20 % putih
0.301642
-0.175077
-0.131806
1.000000
0.331002
0.022579
-0.229425 -0.087765
Karang 20-50 % putih
0.120716
0.114211
0.258625
0.331002
1.000000
0.261290
0.149199 -0.109468
Karang 50-80 % putih
-0.317480
-0.403234
-0.284997
0.022579
0.261290
1.000000
0.576011 0.118456
Karang 80-100 % putih -0.073824
-0.117094
-0.137349
-0.229425
0.149199
0.576011
1.000000 0.231418
Karang Mati
0.336140
-0.346558
-0.087765
-0.109468
0.118456
0.231418 1.000000
-0.419833
Lanjutan Lampiran 5
C. Faktor koordinat dari variabel, berdasarkan korelasi
Factor 1
Factor 2
Factor 3
Factor 4
Factor 5
Factor 6
Factor 7
Factor 8
SPL
-0.782271 -0.331055 0.070688 -0.130561 0.469891 -0.004259 -0.121703 -0.144167
Karang Sehat
-0.553367 0.480097 0.552266 0.305390 -0.028381 -0.062240 0.231885 -0.081118
Karang Pucat
-0.836005 -0.057997 0.401156 -0.229331 -0.092774 -0.189939 -0.074666 0.184265
Karang 0-20 % putih
-0.139756 -0.595412 -0.323674 0.645795 0.277935 -0.058843 0.117234 0.098401
Karang 20-50 % putih -0.147692 -0.635603 0.447988 0.352136 -0.442464 0.208210 -0.089775 -0.048143
Karang 50-80 % putih 0.659587 -0.494473 0.356433 -0.120009 -0.029411 -0.415735 0.029569 -0.066472
Karang 80-100 % putih 0.481295 -0.229083 0.650058 -0.292708 0.352855 0.262446 0.094356 0.073037
Karang Mati
0.430414 0.505395 0.393184 0.551641 0.226258 -0.060724 -0.211655 0.027219
Lanjutan Lampiran 5
D.Faktor koordinat dari stasiun pengamatan berdasarkan korelasi
Factor 1
Factor 2
Factor 3
Factor 4
Factor 5
Factor 6
Factor 7
Factor 8
1
-0,21034
1,96084
1,20959
1,01513
0,17192
-0,160818
-0,424235
-0,162595
2
0,53419
0,36392
-1,01596
-0,42798
0,30451
0,911679
-0,117308
-0,033126
3
-2,63506
0,82253
0,38088
0,07330
-0,26411
0,070771
0,741789
0,059627
4
-1,31629
-0,03211
0,80511
-0,96923
0,26295
-0,740160
0,147793
0,492339
5
-1,05061
-1,67543
1,34039
-0,41177
-1,54054
0,814698
-0,319902
0,130261
6
2,29035
-1,33582
1,47981
-1,74379
0,86272
-0,085474
0,003357
-0,188168
7
1,94381
0,99045
-0,84220
-0,58416
-0,29720
-0,691314
-0,039878
0,319582
8
1,13982
0,79844
-2,03982
-0,76318
-1,25173
0,147274
0,288811
-0,191069
9
2,24579
0,83351
1,16700
1,76173
0,32022
0,629860
0,287367
0,232348
10 0,39560
-2,12283
-0,04689
1,45908
-0,25729
-0,713834
0,422293
-0,414912
11 -0,51069
-0,16426
-0,54387
0,78572
-0,54562
-0,614129
-0,750639
-0,011584
12 -1,75675
1,13369
0,09423
-0,85198
0,83292
0,094919
-0,109525
-0,495756
13 -1,06984
-1,57293
-1,98825
0,65712
1,40124
0,336526
-0,129924
0,263054
67
Lampiran 6. Hasil analisis komponen Utama pada Bulan Juli 2010
A. Akar ciri dan persentasi delapan ragam utama
Eigenvalue
% Total
Cumulative
Cumulative
3.757319
46.96648 3.757319
46.9665
1.264348
15.80435 5.021666
62.7708
1.043962
13.04952 6.065628
75.8204
0.757683
9.47103
6.823311
85.2914
0.433649
5.42061
7.256959
90.7120
0.388727
4.85909
7.645686
95.5711
0.279060
3.48825
7.924746
99.0593
0.075254
0.94067
8.000000
100.0000
Lanjutan Lampiran 6
B. Matriks Korelasi Variabel SPL terhadap beberapa kategori karang yang mengalami pemutihan
SPL (C)
Karang
Sehat
SPL (C)
1.000000
-0.496228 -0.604112
-0.442835
-0.518297
-0.292341
-0.062880
0.431613
Karang Sehat
-0.496228
1.000000 0.250051
0.265250
0.431034
-0.035167
0.387895
-0.238143
Karang Pucat
-0.604112
0.250051 1.000000
0.495247
0.622408
0.454814
0.370895
-0.404233
Karang 0-20 % putih
-0.442835
0.265250 0.495247
1.000000
0.574862
0.357009
0.648436
-0.422877
Karang 20-50 % putih
-0.518297
0.431034 0.622408
0.574862
1.000000
0.420875
0.652430
-0.262300
Karang 50-80 % putih
-0.292341
-0.035167 0.454814
0.357009
0.420875
1.000000
0.376235
-0.092581
Karang 80-100 % putih -0.062880
0.387895 0.370895
0.648436
0.652430
0.376235
1.000000
-0.056412
Karang Mati
-0.238143 -0.404233
-0.422877
-0.262300
-0.092581
-0.056412
1.000000
0.431613
Karang Pucat
Karang 0-20 Karang 20-50 % Karang 50-80 Karang 80- Karang
% putih
putih
% putih
100 % putih Mati
Lanjutan Lampiran 6
C. Faktor koordinat dari variabel, berdasarkan korelasi
Factor 1
Factor 2
Factor 3
Factor 4
Factor 5
Factor 6
Factor 7
Factor 8
SPL
0.708458 -0.508807 0.128119 -0.333942 0.042373 -0.294308 -0.057389 0.139876
Karang Sehat
-0.538952 0.321889 0.671253 0.243514 -0.238802 -0.119202 -0.131096 0.087282
Karang Pucat
-0.790808 0.083261 -0.309420 0.139328 0.374959 -0.160556 -0.291520 0.034351
Karang 0-20 % putih
-0.789563 -0.149060 0.018404 -0.418102 -0.030043 0.403238 -0.067177 0.105864
Karang 20-50 % putih -0.849295 -0.170922 0.120970 0.133365 0.214709 -0.102557 0.395495 0.063483
Karang 50-80 % putih -0.538841 -0.436903 -0.532064 0.242763 -0.407728 -0.096172 -0.009917 0.033927
Karang 80-100 % putih -0.668886 -0.578894 0.373010 -0.183192 -0.004959 -0.091661 -0.082730 -0.171777
Karang Mati
0.507041 -0.563457 0.209822 0.531380 0.144785 0.267120 -0.075660 0.031543
Lanjutan Lampiran 6
D. Faktor koordinat dari stasiun pengamatan berdasarkan korelasi
Factor 1
Factor 2
Factor 3
Factor 4
Factor 5
Factor 6
Factor 7
Factor 8
1 0,64795
1,70167
0,78329
-0,411298
-0,51360
0,777517
-0,52729
0,024355
2 0,50392
-0,00825
0,14131
-0,945947
0,80094
0,975578
0,28848
0,445216
3 0,20116
4 -3,44979
0,60451
-0,97607
-0,797866
-0,30885
-0,212778
0,23383
0,200467
-2,02315
-0,32741
-0,703865
0,49266
-0,234411
-0,71857
0,032669
5 -0,69479
6 3,47363
-0,42589
-0,43696
0,149657
-0,67959
-0,369006
0,71742
0,389785
-1,29977
-0,28320
1,222641
0,82616
0,506403
0,19726
-0,114394
7 0,30858
8 2,22677
0,51337
1,25175
-0,871108
-0,19053
-0,197181
0,13598
-0,297694
0,70720
-1,05697
-0,922659
0,67635
-0,891367
-0,38428
-0,262414
9 -0,79247
10 1,77643
-0,80462
2,00037
-0,104209
0,06267
-0,286058
0,77153
-0,264013
-0,64820
-0,68545
0,412737
-1,06741
-0,534723
0,02802
0,028967
11 0,46044
12 -2,39399
-0,41516
1,10085
1,017002
-0,46514
-0,008351
-1,02920
0,188368
1,98242
-0,03000
1,544230
0,85231
-0,569611
0,13224
0,102025
13 -2,26784
0,11587
-1,48150
0,410685
-0,48597
1,043987
0,15458
-0,473337
Lampiran 7. Hasil analisis komponen utama pada bulan Februari 2011
A. Akar ciri dan persentasi delapan ragam utama
Eigenvalue % Total Cumulative Cumulative
1 2.055558
25.69448 2.055558
25.6945
2 1.765557
22.06947 3.821116
47.7639
3 1.533024
19.16279 5.354139
66.9267
4 1.108888
13.86110 6.463027
80.7878
5 0.646968
8.08710 7.109995
88.8749
6 0.457435
5.71794 7.567430
94.5929
7 0.271265
3.39081 7.838695
97.9837
8 0.161305
2.01631 8.000000
100.0000
Lanjutan Lampiran 7
B. Matriks Korelasi Variabel SPL terhadap beberapa kategori karang yang mengalami pemutihan
SPL
Karang
Sehat
Karang
Pucat
Karang 0-20
% putih
SPL
1.000000
-0.149519 -0.166899 -0.338629
-0.100521
0.331193
-0.108341
0.244936
Karang Sehat
-0.149519
1.000000
0.031036
0.097302
-0.098113
-0.644779
-0.248967
0.368915
Karang Pucat
-0.166899
0.031036
1.000000
-0.017681
-0.328477
-0.088244
0.224788
-0.167879
Karang 0-20 % putih
-0.338629
0.097302
-0.017681 1.000000
0.609604
-0.215566
0.003331
-0.028647
Karang 20-50 % putih
-0.100521
-0.098113 -0.328477 0.609604
1.000000
0.118033
0.107843
0.006770
Karang 50-80 % putih
0.331193
-0.644779 -0.088244 -0.215566
0.118033
1.000000
0.416396
0.148021
Karang 80-100 % putih
-0.108341
-0.248967 0.224788
0.107843
0.416396
1.000000
0.006770
Karang Mati
0.244936
0.368915
0.006770
0.148021
0.006770
1.000000
0.003331
-0.167879 -0.028647
Karang 20-50 Karang 50-80 % Karang 80-100 Karang
% putih
putih
% putih
Mati
Lanjutan Lampiran 7
C.Faktor koordinat dari variabel, berdasarkan korelasi
Factor 1
Factor 2
Factor 3
Factor 4
Factor 5
Factor 6
Factor 7
Factor 8
SPL
0.501095
-0.364919 0.503990 -0.100417 0.487962 0.325502 0.087116 -0.000871
Karang Sehat
-0.761338
-0.330680 0.229867 0.372849 -0.057891 0.218752 -0.117737 -0.232583
Karang Pucat
-0.045035
-0.194755 -0.734372 0.376883 0.491349 -0.101900 -0.160738 0.032481
Karang 0-20 % putih
-0.457040
0.752755 0.062615 0.104910 0.314899 -0.109700 0.298791 -0.095269
Karang 20-50 % putih -0.080120
0.849504 0.351781 -0.008474 0.109639 0.143549 -0.329089 0.084706
Karang 50-80 % putih 0.891770
0.202289 0.120264 0.140233 -0.009054 -0.232131 -0.099010 -0.256763
Karang 80-100 % putih 0.460688
0.333095 -0.345711 0.597308 -0.229476 0.361329 0.125967 0.037892
Karang Mati
-0.211996 0.652094 0.655917 -0.012755 -0.275977 0.027037 0.150134
-0.002749
Lanjutan Lampiran 7
D. Faktor koordinat dari stasiun pengamatan berdasarkan korelasi
Factor 1
Factor 2
Factor 3
Factor 4
Factor 5
Factor 6
Factor 7
Factor 8
1 -2,59325
3,08422
1,16153
-0,04656
0,42513
-0,34010
0,115714
-0,140253
2 0,40606
3 -1,59373
1,37194
-0,04119
-0,84435
-0,42489
0,27542
0,096854
0,126655
-1,14019
-0,52869
0,85787
-1,02907
0,60737
-0,367139
-0,581655
4 0,75517
5 2,36044
-0,17426
0,42788
-0,36619
1,36699
0,89623
-0,694328
0,139401
-0,11192
-0,20982
-0,38075
0,15939
-1,29036
0,097698
-0,593508
6 0,04876
7 0,73640
-1,18261
0,52896
-1,55444
0,09479
0,90506
0,557620
0,209873
0,81499
-2,29863
0,62696
0,43210
0,50893
1,040974
-0,142260
8 -1,39344
9 -0,60349
-0,86086
-0,95107
-0,52336
-0,44783
-0,05233
-0,293485
-0,350131
-0,59481
-0,35225
-0,81493
-1,13348
-0,80297
0,160074
0,792234
10 -1,17340
11 -0,06470
-1,13664
-1,30087
0,80369
1,40182
-0,76032
-0,358463
0,388410
-1,64668
2,82310
1,00909
0,24872
-0,22467
0,636383
-0,132748
12 1,63227
13 1,48292
0,93812
0,30000
2,26039
-0,81447
0,32293
-0,303280
0,430628
0,63869
0,44105
-1,02743
-0,27921
-0,04518
-0,688622
-0,146645
Download