PERAN ETIKA DALAM ILMU PENGETAHUAN 8l

advertisement
PERAN ETIKA DALAM ILMU PENGETAHUAN
Drs.Emrus,M.Si *
Abstract
sciencc octivities which do not accompanied by ethici study surely generate
domage in various life areos. Even science itself wos unabre to overcome negative impoct which generated by itsetf. so thot ethics is so importont in science
activV Ethics is one of the branches of philosophy. Ethics is questioning
philosophy aboutrational base of existing marol systems.science morallyhas
to be addressed for the kindliness of human being without condescending or
oltering human reality.
Keywords: Ethic, Philosophy, Morol, and Knowledge
PENDAHULUAN
lstilah etika tidak asing lagi kita dengar. Etika merupakan cabang filsafat. Etika merupakan salah satu unsur filsafat ilmu. Etika tidak memberikan ajaran nilai melainkan
menganalisis kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai, norma-norma dan pandangan-pandangan
moral secara kritis. Etika berusaha menjawab permasalahan moral. Etika adalah fisafat
yang mengkaji dasar rasional dan sistem moral yang belaku dalam setiap perilaku
manusia, termasuk aktivitas akademis (keilmuan).
Oleh karena itu, aktivitas akademis harus disertai dengan kajian etika. Jika tidak,
ilmu dapat menimbulkan malapetaka bagi manusia itu sendiri, yang bahasa keseharian
kita sebut"senjata makan tuan'iSebab, ilmu ibarat"pedang bermata dua'jDi satu sisi ilmit
dapat meningkatkan peradaban manusia, di sisi lain jika ilmu ada di tangan manusia
yang tidak mengkajietika ilmu dapat mengancam keseimbangan kehidupan manusia.
Misalnya,teknologisebagaihasildari ilmu pengetahuan dimanfiatkan membuat senjata
dan bom dalam perang,yang sampaisekarang masih berlangsung;propaganda sebagai
ilmu praktika dari ilmu komunikasiyang digunakan untuk mengkonstrukii rumors yang
dapat menimbulkan ketidak pastian dalam suatu sistem soci6h ilmu kebidanan dalam
kedokteran digunakan untuk aborsi ilegal.
Kalau belum dapat digeneralisasi, pada sebagian penerapan ilmu pengetahauan
yang tidak disertai dengan kajian etika,telah merusak tatanan kehidupan umat manusia.
Hal ini dapat kita lihat pada kerusakan lingkungan akibat penerapan teknologi sebagai
hasil dari ilmu pengetahuan pada kegiatan industri. Bahkan kerusakan tersebut tidak
dapat diatasi dengan menggunakan teori-teori ilmu pengetahuan itu sendiri.
'
Irr\en lctap,luru.son llmu Kotrttuttkav. t:1,\lp. I ltrll
Vol.8, llo. I, April 2005
Peran Etika ...
8l
Menyadari betapa etika sangat pentingdisertakan dalam pengkajian ilmu pengetahuan, kaiya tulis ini mencoba menjelaskan peranan etika dalam ilmu pengetahuan'
Agar lebih jelas runtut penguraiannya,penulis menyusunnya dengan sistematika sebagai
birikut: pengertian dan definisietika;etika sebagai kajian filsafat;taksonomietika;fungsi
etika; peran etika dalam ilmu pengetahuan; dan kesimpulan'
PENGERTIAN ETIKA
Etika, atau kesopanan, atau istilah apapun yang digunakan untuk menentukan se-
suatu itu baik atau tidak baik sesuai dengan ukuran masyarakat sudah tidak asing lagi
kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. K.Bertens (1994:3) berpendapat, kata-kata
seperti eiika, etis, dan moral tidak terdengar dalam ruang kuliah saja dan tidak menjadi
monopoli kaum cendikiawan. Di luar kalangan intelektual pun disinggung tent'ang hal-
halsepertiitu.
Seperti halnya dengan banyak istilah yang menyangkut konteks ilmiah, K.Bertens
(1994:4) menjelaskan istilah etika pun berasal dari bahasa Yunani kuno. Kata Yunani
ethos dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti:tempat tinggalyang biasa; padang
rumput,cara berpikir. Dalam bentukjamak (ta etha) artinya adalah:adat kebiasaan.Dalam
artiterakhir inilah menjadi latar belakang bagiterbentuknya istilah etika yang oleh filsuf
yunani besar Aristoteles (384-322 S.M.) sudah dipakai untuk menunjukan filsafat moral.
jika kita membatasi diri pada asal kata ini, maka etika berarti: ilmu tentang apa yang
Jadi,
biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.
pendapat yang sama dikemukakan tim dosen filsafat ilmu,UGM (1996:33).Menurut
(moral philosophyl.Se'
mereka, etika sebagai cabang filsafat juga disebut filsafat moral
dari
cara etimologi, etiki berasal dari kata Yunani ethos = watak. Sedang moral berasal
kata Latin mos, bentuk tunggal, sedangkan bentuk jamak mores artinya sama dengan
kebiasaan.lstilah etika atau moral dalam bahasa lndonesia dapat diartikan kesusilaan.
Menurut Kamus Umum Bahasa lndonesia (Depdikbud, 1988), etika dapat dibedatiga arti, yaitu: (1) ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan
kan dengan
-hak
dan kewa]iban moral (akhlak); (2) kumpulan asas atau nilai yang berkenan
tentang
dengan akhlak; (3) nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau
(1) nilai-nilai
maslarakat. K, Bertens (t9g+:6), mengemukakan ada tiga arti etika, yaitu:
dan norma-norma moralyang menjadipegangan bagiseseorang atau suatu kelompok
(3) ilmu tentang
dalam mengatur tingkah lakunya; (2) kumpulan asas atau nilai moral;
yang baik atau buruk.
tentang etika, penelusuran secara etimologis seperti tersebut di
Untuk mengerti
-memadai,
bihkan bisa menyesatkan, karena penelusuran istilah etika
atas sangat tidak
(1
baru pad-a tataran harafiah. Menelusuri arti etimologis saja, kata K.Bertens 994:4), belum
cukup untuk mengertiapa yang dimaksud dengan istilah etika. Etika, menurut A. Kuswari
(19gd:30) adalah ilarrn filsafat yang mempelajari tingkah laku manusia, baik dan buruk,
dan yang membedakan dengan mahluk hidup yang lain'
82
Peran Etka .,.
Vol. 8, No.
t, APril 2005
Pakar lain, Frans Magnis-Suseno (1995:13), mengemukakan etika dapat dipandang
sebagai sarana orientasi bagi usaha manusia untuk menjawab suatu pertanyaan yang
amat fundamental: bagaimana saya harus hidup dan bertidak? Pada-karyanya yang lain,
Franz Magnis-Suseno (1989:1 7), mengatakan etika adalah usaha manusia untuk memakai
akal budidan daya fikirnya untuk rnemecahkan masalah bagaimana ia harus hidup kalau
ia mau menjadi baik.
Sedangkan K. Bertens (1994:15), berpendapat etika adalah ilmu yang membahas
tentang moralitas atau tentang manusia sejauh berkaitan dengan moralitas.Juga dapat
disebutetika merupakan ilmuyang menyelidikitingkah laku moral.Ajaran moral,menurut
Fransz Magnis - Suseno (.l992:31) adalah rumusan sistematik terhadap anggapananggapan tentang apa yang bernilai serta kewajiban-kewajiban manusia. Sedangkan
etika merupakan ilmu tentang norma-norma, nilai-nilai dan a.iaran-ajaran rnoral.
Dengan demikian, etika dapat dididefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari
tentang moral dengan menggunakan budidan daya fakir untuk *"*u..hkrn masalah
bagaimana manusia hidup kalau mau menjadibaik.
ETIKA SEBAGAI KAJTAN FTLSAFAT
Etika sebagai salah satu cabang filsafat sudah tentu merupakan kajian filsafat.Tim
dosen filsafat ilmu, UGM (2001:31), menguraikan ada tiga jenis persoalan filsafat yang
utama yaitu persoalan tentang keberadaan, persoalan tentang pengetahuan, perscialan
tentang nilai-nilai. Persoalan nilai-nilai (voluesl.Nilai-nilai dibedakan menjadi dua, nilainilai kebaikan tingkah laku dan nilai-nilai keindahan. Nilai-nilai kebaikan tingkah laku
bersangkutan dengan cabang filsafat etika. Nilai-nilai keindahan bersangkutan d"ngun
cabang filsafat estetika.Tulisan ini tidak membahas yang terakhir tersebut.
Sedangkan filsafat merupakan ilmu kritis dan etika merupakan salah satu cabang
filsafat. Jadi, etika pun juga menggunakan pendekatan kritis. Dengan demikian, etika
merupakan salah satu komponen pikir dari filsafat ilmu. Nina Winangsih Syam (2002:22)
mengatakan, komponen lain dari filsafat ilmu yang paling penting adalah komponen
pikir. Komponen pikir terdiri atas etika, logika, dan estetika. Komponen ini bersinergi
dengan aspek kajian ontologi, epistemologi, dan akasiologi sehingga menghasilkan
poros pikirfilsafatyang digemakan oleh Aritoteles,yaituethos,photosdan logos.
Mengenai ketiga haltersebut Nina Winangsih Syam (2002:22),menjelaskan ethos
mengajarkan para ilmuan tentang pentingnya rambu-rambu normatif dalam pengembangan ilmu yang merupakan kunciutama bagi hubungan antara produk ilmu dengan
user atau masyarakat; phatos menynagkut unsur afeksi (rasa) yang menumbuhkan improvisasi dalam pengembangan ilmu; logos yang membimbing para ilmuan untuk
mengambil keputusan yang didasarkan pada pemikiran nalar dan rasional. Jadi, filsafat
me'rupakan akar ilmu komunikasi (penulis:ilmu pengetahuan) di mana salah satu komponen pikirnya adalah etika.
Dalam pembahasannya,etika mempunyai metode atau cara. Franz Magnis-Suseno
(1989:18),berpendapat cara pendekatan dalam etika adalah pendekatan kritis.Etika tidak
Vol.8, No. 1, April 2005
Peran
Etika...
83
memberikan ajaran,melainkan memeriksa kebiasaan-kebiasaan,nilai-nilai, norqa-norma
dan pandangan-pandangan moral secara kritis. Etika menuntut pertanggungjawaban
moral
dan mau meiyingkapkaikerancuan. Etika tidak mernbiarkan pendapat-pendapat
begitu saja melainkan menuntut agar pendapat-pendapat moral yang dikemukakan
Dia
dif,ertanjgungjawabkan. Etika berusaha untuk menjernihkan permasalahan moral'
claim
segda
atas
menambahkan etika dimengerti sebagai refleksi kritis
l1g92z2l),juga
normotive dan ideologis.
Sehubungan dengan itu,pada bagian lain Franz Magnis-Susen o 11992:42l,berpen-
dapat etika adJlah ilmir yang'kritis. Etika tidak boleh dicampurkan dengan sebuah
sisiem moralitas. Etika ad;lah fisafat yang mempertanyakan dasar rasional sistem-sistem moralitas yang ada. Etika menyediakan sarana rasional untuk mernpertanyakan
keabsahan norma-norma moral dan merumuskan syarat-syarat keabsahannya' ,
MenurutK'Bertensl1994:4l,etikabarumenjadiilmu,bilakemungkinan-kemung-
yang begitu
kinan etis (asas-asas dan nilai-nilai tentang yang dianggap baik dan buruk)
refleksi
bahan
saja diterima dalam suatu masyarakat-seiingkali tanpa disadari-mejadi
bagi suatu penelitian sistematii dan metodis. Etika di sini sarna artinya dengan filsafat
moral.
ilmu
Sebagai suatu ilmu, etika juga mempunyai obyek kajian. Tim dosen filsafat
perbuatan
UGM (2001:33), mengatakan obje[ material etika adalah tingkah laku atau
manusia. Perbuatan lang dilakikan secara sadar dan bebas. Sedangkan.o!j9t<formal
etika adalah kebaikan dan keburukan atau bermoral dan tidak bermoral dari tingkah
dan tidak
laku tersebut. Dengan demikian, perbuatan yang dilakukan secara tidak sadar
bebas tidak dapat dikenai penilaian bermoral atau tidak bermoral'
etika
Dengan demikian, menurut mereka (2001:33) persoalan-persoalan dalam
(2)
syaratApa
diantaranyl adalah: (1) Apa yang dimaksud baik atau buruk secara moral?
antara
syarat rurrrt, perbuatan dikatatan baik secara moral? (3) Bagaimana hubungan
yang
(4)
dimakud
Apa
susila?
kebebasan kehendak dengan perbuatan-perbuatan
dalam
dengan kesadaran moral? (S) gagaimanakah peranan hati nurani lconscience)
dan
dari
setiap perbuatan manusia? (6) Bagaimanakah pertimbangan moral berbeda
bergantung pada suatu pertimbangan yang bukan moral?
Khusus mengenai baik buruk, dari sekian banyak filosof yang berteori tentang
tidakan benar yung-b.ik, M.W Martin dan R.schinzinger (Noeng Muhadjir,2001:278-80),
seperti
mengelompokkan menladi empat teori.Teori pertama: Penganut teori utilitarian
kebaikan
Miil Jan Brandt,tindakan benai yang baik adalah tindakan yang menghasilkan
pada lebih banyak orang. Utilitirian berpendapat bahwa tindakan yang benar adalah
iind.k"n yang memberifan kebahagiaan.Teori kedua:lmmanuelKant mengemukakan
dengan
bahwa manusia berkewajiban melaksanakan moral imperatif. Pada satu sisi,
pemaksaan'
moral imperatif, manusia masing-masing bertindak baik, bukan karena ada
sisi
kita.Pada
merugikan
melainkan karena sadartindakan tidak baik orang lain,mungkin
lain,dengan moralimperatif tersebut semua orang menjadisaling mengakuiotonominya'
Teori keiiga: Teori ini lebih dikenal sebagai teori etika hak azasi manusia. Pada John
fo.f," $Oiz-t704) hak azasi ditafsirkan sangat individualistik. Hak kebebasan individual,
84
Peran Etika ...
Vol. 8, l{o. t, APri!2005
pada hak negatifnya menjadi: tidak mencampuri kehidupan orang lain. A.l. Melden
(1977\ berpendapat hak moral kebebasan individu mempunyaisaling keterkaiatan antar
individu sehingga hak atas kebaikan komunitas dibutuhkan. Hak tersebut termasuk
pula hak memberitahu produk iptek yang merugikan komunitas. Teori keempat:Teori
keutamaan dan jalan tengah yang baik. Aristoteles mengetengahkan tentang tendensi
rnemiliki jalan tenEah y*g baik antar terlalu banyak (ekses) dengan terlalu sedikit
(defisiensi).Keberanian merupakan jalan tengah antara kenekatan dengan kepengecutan.
Kejujuran merupakan jalan tengah antara membukakan segala yang menghancurkan
dengan menyebunyikan segala sesuatu.Teori ini disebut teori keutamaan moral.Senadadengan M.W.Martin dan R.SchinzingeLA.Kuswari(1988:31),mengemukakan
aliran dalam etika:(1) Aliran etika naturalisme, berpendapat bahwa kebahagiaan manusia
diperoleh dengan menurutkan panggilan alami (fitrah) dari kejadian mansia itu sendiri.
Perbuatan yang baik adalah perbuatan yang sesuaidengan sifat alamimanausia.Contoh
aliran ini ialah aliran filsafat Stoa, yang dapat merasakan bahwa dirinya sebagian dari
alam fitrah (nature); (2) Aliran etika hedonisme, berpendapat bahwa perbuatan yang
baik adalah perbuatan yang menimbulkan kenikmatan. Hedonisme ini ada dua, yaitu
hedonisme spiritualisme adalah hedonisme yang bersandar pada kenikmatan rohani,
dan hedonisme materialistis sensualitas, hedonisme yang bersandar pada kenikmatan
jasmani. Contoh aliran ini adalah aliran hedonisme kaum epikurisme; (3) Aliran etika
utilitarisme, berpendapat bahwa yang menilai baik dan buruk perbuatan itu dilihat kecil
besarnya manfaat bagi manusia.Tokoh aliran iniJohn Stuar Mill; (4) Aliran etika idealisme,
berpendapat bahwa perbuatan manusia haruslah tidak terikat pada sebab akibat lahir,
tetapi setiap perbuatan manusia haruslah berdasarkan pada prinsip kerohaniaan yang
lebih tingi. Contoh aliran ini ialah ajaran etika kantianisme dari lmmanuel KanU (5) Aliran
etika vitalisme, berpendapat bahwa yang baik ialah orang yang kuat, dapat memaksakan
dan melangsungkan kehendaknya yang berkuasa dan sanggup menjadikan dirinya
selalu ditaati oleh orang-orang lemah; (6) Aliran etika theologies, berpendapat bahwa
ukuran baik dan buruk dalam tingkah laku manusia diukur dengan pertanyaan:Apa.kah
dia sesuai dengan perintah Tuhan atau tidak.
TAKSONOMI ETIKA
Taksonomi (pengelompokan) etika dapat dilakukan berdasarkan pendekatan
yang digunakan. A. Kuswari (1988:30-31) membagi etika dalam tiga macam: (1) Etika
Deskriptif; menjelaskan pengalaman moral dengan cara deskriptif. (2) Etika normatif;
berusaha menielaskan dan merumuskan pertimbangan yang dapat diterima tentang
apa yang harus ada dalam pilihan dan penilaian. (3) Etika Metaetika; analisis etika, serta
cara berpikir yang dipakai dalam membenarkan peryataan-peryataan etika. Contohnya;
apa arti buruk itu?
Mengenai pembagian etika tersebut, K. Bertens (1994:15-20), mengemukakan
ada tiga pendekatan dalam etika. Pertama, etika deskriprif. Etika ini melukiskan tingkah
laku moral dalam arti luas, misalnya, adat kebiasaan, anggapan-anggapan tentang baik
dan buruk, tindakan-tindakan yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan. Etika des-
Vol. 8, No. 1, April 2005
Peran
Etika
85
kriptif mempelajari moralitas yang terdapat pada individu-individu tertentu, dalam
kebudayaan-kebudayaan atau subkultur-subkulturtertentu,dalam suatu periode sejarah,
dan sebagainya. Karena etika deskriptif hanya melukiskan, tidak memberi penilaian.
Kedua, etika normatif: etika ini merupakan bagian terpenting dari etika dan bidang
diskusi-diskusi yang paling menarik tentang masalah-masalah
moral. Di sini seorang ahli tidak bertindak sebagai penonton netral, seperti halnya dalam
etika deskriptif, tapi melibatkan diri dengan mengemukakan penilaian tentang perilaku
manusia.la tidak lagi membatasi diri dengan memandang fungsi prostitusi dalam suatu
masyarakat,tapi menolak prostitusisebagaisuatu lembaga yang bertentangan dengan
martabat wanita. Ketiga, metaetika: Meta artinya "melebihi" atau "melampaui'i lstilah
metaetika diciptakan untuk menunjukkan bahwa yang dibahas di sini bukanlah moralitas
secara langsung, melainkan ucapan-ucapan kita di bidang moralitas. Metaetika seolaholah bergerak pada taraf lebih tiriggi dari pada perilaku etis,yaitu pada taraf "bahesa etis"
atau bahasa yang kita pergunakan di bidang moral.
di mana berlangsung
FUNGSI ETIKA
Secara umum dapat kita katakan bahwa etika berfungsi menyediakan orientasi
bagi perilaku manusia. Franz Magnis-Suseno (1989:15), menjelaskan fungsi etika dengan
memulai sebuah pertanyaan, untuk apa manusia mengembangkan etika? Berbeda
dengan ajaran moral, etika tidak mempunyai pretensi untuk secara langsung dapat
membuat manusia menjadi lebih baik. Setiap orang perlu bermoralitas, tetapi tidak
setiap orang perlu beretika. Etika adalah pemikiran sistematis tentang moralitas. Yang
dihasilkannya secara langsung bukan kebaikan, melainkan suatu pengertian yang lebih
mendasar dan kritis.
Lebih jauh Franz Magnis-Suseno (1989:1 5-16), menguraikan ada sekurang kurangnya empat alasan mengapa etika pada zaman kita semakin perlu. Pertarna, kita hidup
dalam masyarakat yang semakin pluralistik,juga dalam bidang moralitas.Setiap hari kita
bertemu orang-orang darisuku,daerah dan agama yang berbeda-beda.Kesatuan tatanan
normatif sudah tidak ada lagi. Kita berhadapan dengan sekian banyak pandangan moral
yang sering saling bertentangan dan semua mengajukan klaim mereka pada kita. Mana
yang akan kita ikuti? Apa yang kita peroleh dari orang tua kita dulu? Moralitas tradisional
desa? Moralitas yang ditawarkan melalui media massa?
Secara historis, menurut Franz, etika sebagai usaha filsafat lahir dari keambrukan
tatanan moral di lingkungan kebudayaan Yunani 2500 tahun lalu karena pandanganpandangan lamatentangbaikdan buruktidaklagidipercayai,parafilosof mempertanyakan
kembali norma-norma dasar bagi kelakuan manusia. Situasi itu berlaku pada zaman
sekarang juga, bahkan bagi kita masing-masing.Yang dipersoalkan bukan hanya apakah
yang merupakan kewajiban saya dan apa yang tidak, melainkan manakah norma-norma
untuk menentukan apa yang harus dianggap sebagai kewajiban. Norma-norma moral
sendiridipersoalkan.Misalnya dalam bidang etika seksual,hubungan anakdan orang tua,
kewajiban terhadap negara, etika sopan santun dan pergaulan dan penilaian terhadap
harga nyawa manusia terdapat pandangan-pandangan yang sangat berbeda satu sama
86
Peran Etika,
Vol. 8, No.
1,
April 2005
lain.Untuk mencapai suatu pendirian dalam pergolakan pandangan-pandangan moral
ini refleksi kritis etika diperlukan.
Kedua, kita hidup dalam masa transformasi masyarakat yang tanpa tanding. perubahan itu terjadi di bawah hantaman kekuatan yang mengenai semua segi kehidupan
kita, yaitu gelombang modernisasi.
Ketiga, tidak mengherankan bahwa proses perubahan sosial budaya dan moral
yang kita alami ini dipergunakan oleh pelbagai fihak untuk memancing dalam air keruh. Mereka menawarkan ideologi-ideologi mereka sebagai obat penyelamat. Etika
dapat membuat kita sanggup untuk menghadapi ideologi-ideologi itu dengan kritis
dan obyektif dan untuk membentuk penilaian sendiri, agar kita tidak terlalu mudah terpancing. Etika juga membantu agar kita jangan narf atau ekstrem. Kita jangan cepatcepat memeluk segala pandangan yang baru, tetapi juga jangan menolak nilai-nilai
hanya karena baru dan belum biasa.
Keempat, etika juga diperlukan oleh kaum agama yang pada satu pihak menemukan dasar kemantapan mereka dalam iman kepercayaan mereka, dan lain pihak
sekaligus mau berpartisipasi tanpa takut-takut dan dengan tidak menutup diri dalam
semua dimensi kehidupan masyarakat yang sedang berubah.
PERAN ETIKA DALAM ILMU PENGETAHUAN
Dalam penjelasan pada bagian ini, ilmu yang dimaksud juga termasuk ilmu
komunikasi. llmu, menurut Tim Dosen Filsafat llmu, (2002:174), bukanlah merupakan
pengetahuan yang datang demikian saja sebagai barang yang sudah jadi dan datang
dari dunia khayal. Akan tetapi, ilmu merupakan suatu cara berpikir yang demikian rumit
dan mendalam tentang sesuatu objek yang khas dengan pendekatan yang khas pula
sehingga menghasilkan suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan yang handal.
Disebabkan oleh karena itu pula, ia terbuka untuk diuji siapapun.
Dalam sejarah kelahirannya, ilmu ditujukan untuk memudahkan manusia untuk
mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan hidup. Jujun 5. Suriasumantri (1999:2291,
menegaskan kenyataan yang tidak bisa dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat
berhutang kepada ilmu dan teknologi. Berkat kemajuan dalam bidang ini maka pemenuhan kebutuhan manusia bisa dilakukan secara lebih cepat dan lebih mudah di
samping penciptaan berbagai kemudahan dalam bidang-bidang seperti kesehatan,
pengangkutan, pemukiman, pendidikan dan komunikasi.
Namun, perlu disadari bahwa ilmu bukanlah ciptaan manusia.llmu adalah suatu
ciptaan Tuhan,,demikian Herman Soewardi (1999:2371. Selanjutnya dia menjelaskan,
orang tidak menciptakan ilmu, melainkan mengungkapkan ilmu, atau mencari ilmu.
Dalam mengungkapkan ilmu manusia mengkajinya dari sudut ontologi, epistemologi
dan aksiologi.Jadi, disini yang berperan mencari ilmu adalah manusia (knower). Secara
analitik, Herman Soewardi (1999:246), mengemukakan kemampuan manusia untuk
mengetahui itu dapat diuraikan dari tiga hal, yaitu kemampuan kognitif, kemampuan
afektif dan kemampuan konatif.
Vol. 8, No. 1, April 2005
Peran Etika
...
87
Mengenai kemampuan manusia tersebut,Jujun S.Suriasumantri (1999:229l,mempertanyakan:Apakah manusia mempunyai penalaran tinggi,lalu makin berbudi? Sebab
moral mereka dilandasi analisis yang hakiki, ataukah malah sebaliknya: makin cerdas
maka makin pandaipula kita berdusta?
Dari tiga kernampuan tersebut kemampuan afektif yang sangat berhubungan
dengan .oril sebagai kajian etika. Kemampuan afektif (rasa) inilah membuat manusia
."n;"di manusiawi, atau bermoral atau tidak bermoral dalam segala aktivitas manusia,
termasuk kegiatan ke-ilmu-an. Untuk itu, dalam pengembangan ilmu (ilmu komunikasi)
harus sesu.i d"ng.tt firman Tuhan. Jadi, dalam penemuan, pengembangan dan
penerapan ilmu pengetahuan harus sesuai dengan kehendak Allah. Dengan kata lain,
iakut akan Allah,menuruti perintah Allah,adalah awaldaripengetahuan.Pengembangan
ilmu yang dipandu oleh firman Tuhan membuat ilmu pengetahuan pasti berguna bagi
umat manusia.
pada bagian lain Jujun S. Suriasumantri (1999:231) meyakini bahwa dewasa ini
ilmu bahkan rrd.h berada di ambang kemajuan yang mempengaruhi reproduksi dan
penciptaan manusia itu sendiri.Jadi, ilmu bukan saja menimbulkan gejala dehumanisasi
namun bahkan kemungkinan mengubah hakikat kemanusiaan itu sendiri. Atau dengan
perkataan lain, ilmu bukan lagi merupakan sarana yang membantu madusia mencapai
tujuan hidupnya, namun juga menciptakan tujuan hidup itu sendiri.
Kenyataan menunjukkan sebaliknya.Jujun S. Suriasumantri (1999:234) menjelaskan, oleh k"runu mendapatkan otonomi yang bebas dari segenap nilai yang bersifat
dogmatik (ajaran agama bukan lagi sebagai ukuran kebenaran ilmiah) maka dengan
lehiasa ilmu iapat mengembangkan dirinya.Pengembangan konsepsionalyang bersifat
kontemplatif kemudian disusul dengan penerapan konsep-konsep ilmiah kepada
masalah-masalah praktis. Konsep ilmiah yang bersifat abstrak menjelma dalam bentuk
konkrit yang berupa teknologi. ierbekal konsep mengenai kaitan antara hutan gundul
dan bajirumpamanya,ilmu mengembangkan teknologi untuk mencegah banjir,Bertran
Russeli menyembut perkembangan ini sebagai peralihan ilmu dari tahap "kontemplasi
ke manipulasi'l
Dalam tahap manipulasi inilah menurut Jujun S. Suriasumantri (1999:234) masalah moral muncul kembali namun dalam kaitan dengan faktor lain. Kalau dalam tahap
kontemplasi masalah moral berkaitan dengan metafisika keilmuan maka dalam tahap
manipulasi ini masalah moral berkaitan dengan cara penggunaan pengetahuan ilmiah'
Atau secara filsafat dapat dikatakan, dalam tahap pengembangan konsep terdapat
masalah moral yang ditinjau dari segi ontologi keilmuan, sedangkan dalam tahap
penerapan konsep terdapai masalah moral ditinjau dari segiaksiologi keilmuan.Ontologi
diartikan sebagai pengkajian mengenai hakekat realitas dari obyek yang ditelaah dalam
membuahk"n-pung"tuhuan, aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan
dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.
Dihadapkan dengan masalah moraldalam menghadapiekses ilmu dan teknologi
yang bersifat merusak ini, Jujun S. Suriasumantri (1999:235) mengelompokkan para
it-*n ke dalam dua golongan pendapat. Golongan pertama menginginkan bahwa
88
Peran Etika.,.
Vol. 8, No. 1, April 2005
ilmu harus bersifat netralterhadap nilai-nilai baik itu secara ontologi maupun aksiologi.
Dalam hal initugas ilmuan adalah menemukan pengetahuan dan terserah kepada orang
lain untuk mempergunakannya: apakah pengetahuan itu dipergunakan untuk tujuan
yang baik, ataukah dipergunakan untuk tujuan yang buruk. Golongan kedua sebaliknya
berpendapat bahwa netralitas ilmu terhadap nilai-nilai hanyalah terbatas pada metafisik
keilmuan, sedangkan dalam penggunaannya, bahkan pemilihan obyek penelitian,
maka kegiatan keilmuan harus berlandaskan asas-asas moral. Tahap tertinggi dalam
kebudayaan moral manusia, ujar Chales Darwin seperti dikutip Jujun S. Suriiiumantri
(1999:235), adalah ketika kita menyadari bahwa kita seyogianya mengontrol pikiran
kita.
Jujun 5. Suriasumantri, (999:235), menguraikan golongan pertama ingin melanjutkan tradisi kenetralan ilmu secara total seperti pada waktu era Galileo sedangkan
golongan kedua mencoba menyesuaikan kenetraJan ilmu secara pragmatis berdasarkan
perkembangan ilmu dan masyarakat. Golongan kedua mendasarkan pendapatnya pada
beberapa hal halyakni: (1) ilmu secara faktualtelah dipergunakan secara destruktif oleh
manusia yang dibuktikan dengan adanya dua perang Dunia yang mempergunakan
teknologi-teknologi keilmuan; (2) ilmu telah berkembang dengan pesat dan makin
esoterik sehingga kaum ilmuan lebih mengetahui tentang ekses-ekses yang mungkin
terjadi bila ter.jadi penyalagunaan; dan (3) ilmu telah berkembang sedemikian rupi di
mana terdapat kemungkinan bahwa ilmu dapat mengubah manusia dan kemanusiaan
yang paling hakiki seperti pada kasus revolusi genetika dan teknik perubahan sosial
(social engineering). Berdasarkan ketiga hal ini maka golongan kedua berpendapat
bahwa ilmu secara moral harus ditujukan untuk kebaikan manusia tanpa merendahkan
martabat atau mengubah hakikat kemonusiaan.
Penulis sependapat dengan golongan kedua sebagaimana dikemukakan oleh
Jujun S. Suriasumantri tersebut. Untuk mewujudkan hal tersebut, salah satu yang dilakukan oleh manusia adalah adanya etika profesi.Tim Dosen Filsafat llmu, UGM (2002:1761,
berpendapat etika profesi-yang merupakan etika khusus dalam etika sosial- mernpunyai
tugas dan tanggung jawab kepada ilmu dan profesi yang disandangnya. Dalam hal ini,
para ilmuwan harus berorientasi pada rasa sadar akan tanggung jawab profesi dan
tanggung jawab sebagai ilmuwan yang melatarbelakangi corak pemikiran ilmiah dan
sikap ilmiahnya.
Norma moralyang secara khusus munculdiantara mereka yang memiliki profesi
khusus,Tim Dosen Filsafat llmu, UGM (2002:179-180) menambahkan moral ini adalah
moral keilmuan yang memiliki ruang lingkup yang secara khusus namun tanggung
jawab serta kewajiban moral itu berlaku juga baginya. Hal ini diperlukan dalam rangka
menghadapi masa depan yang semakin rumit dan sulit. Hal ini akan menjadi suatu
kesulitan yang lebih besar manakala para ilmuwan tidak memiliki cita-cita masa depan
tentang peran manusia dan kemanusiaannya. Sebaliknya jika mereka telah siap, maka ia
akan dapat menikmati hasil ilmu dan teknologi serta mampu menghindarkan diridari
dampak negatif.
Vol. 8, No. 1, April 2005
Peran
Etika...
89
Untuk mencapai cita-cita tersebut, kata Tim Dosen Filsafat llmu, UGM, (2002:180),
maka pentingnya memilikimoraldan akhlak bagi para ilmuwan.ldeologi negara sebagai
moralbangsa dan akhlaq sebagaimoralagama perlu melekat bagipara pekerja ilmu itu.
Para ilmuwan sebagai orang yang professional dalam bidang keilmuan sudah barang
tentu mereka juga perlu memiliki visi moral yaitu khusus sebagai ilmuwan. Moral inilah
didalam filsafat ilmu disebut juga sebagaisikap ilmiah
Mengenai moral ilmiah menurut Merton sebagaimana yang dikutip oleh Depdikbut {Tim Dosen Filsafat llmu, UGM, 2OO2:180) dinyatakan bahwa ilmu mempunyai
sifat universialisme, komunialisme,disinterestedness,dan skeptisisme yang terorganisasi.
Menurut Tim Dosen Filsafat llmu, UGM, (2002:180-181) moral ilmiah atau sikap ilmiah
perlu dimiliki para ilmuan itu antara lain adalah pertama, tidak ada rasa pamrih (disenterstedness), artinya suatu sikap yang diarahkan untuk mencapai pengeta.huEn ilmiah
yang objektif dengan menghilangkan pamrih atau kesenangan pribadi; kedua, bersikap
selektif, yaitu suatu sikap yang tujuannya agar para ilmuan mampu mengadakan
pemilihan terhadap pelbagai hal yang dihadapi. Misalnya hipotetis yang beragam,
metodologi yang masing-masing menunjukkan kekuatannya masing-masing, atau
cara penyimpulan yang satu cukup berbeda walaupun masing-masing menunjukan
akuraslnya; ketiga, adanya rasa percaya yang layak baik terhadap kenyataan maupun
terhadap alat-alat ihdera serta budi (mind);keempat, adanya sikap yang berdasar pada
suatu kepercayaan(believe)dan dengan merasa pasti(convfction) bahwa setiap pendapat
atau teori yang terdahulu telah mencapai kepastian; kelima, adanya suatu kegiatan rutin
bahwa seorang ilmuan harus selalu tidak puas terhadap penelitian yang telah dilakukan,
sehingga selalu ada dorongan untuk riset, dan akhirnya riset sebagi aktivitas yang menonjol dalam hidupnya; dan akhirnya keenam, seorang ilmuan harus memiliki sikap
etis (ahklak) yang selalu berkehendak untuk mengembangkan ilmu untuk kemajuan
ilmu dan untuk kebahagiaan manusia,lebih khusus untuk pembangunan bangsa dan
ne9ara.
Selain itu,mereka (2002:81) mengatakan norma-norma urnum bagietika keilmuan
sebagai mana yang dipaparkan secara normatif berlaku bagisemua ilmuan.Hal inikarena
pada dasarnya seorang ilmuan tidak boleh terpengaruh oleh sistem budaya, sistem
politik, sistem tradisi, atau apa saja yang hendak menyimpangkan tujuan ilmu.Tujuan
ilmu yang dimaksud adalah objektivitas yang berlaku secara universal dan komunal.
Di sarnping etika keilmuan yang berupa sikap ilmiah bedaku secara umum, juga
Tim Dosen Filsafat llmu, UGM, (2002:81), menambahkan pada kenyataannya masih ada
etika keilmuan yang secafa spesifik berlaku bagi kelompok-kelompok ilmuan tertentu'
Misainya, etika kedokteran, etika rekayasa, etika bisnis, etika politisi, serta etika-etika profesi lainnya yang secara normatif berlaku dan dipatuhi oleh kelompoknya itu.Taat asas
dan kepatuhan f,rhadap norma.norma etis yang berlaku bagi para ilmuan diharapkan
akan nrenghilangkan kegelisahaan serta ketakutan manusia terhadap perkembangan
ilrnu dan teknologi. Bahkan diharapkan manusia akan semakin percaya pada ilrnu yang
membawanya pada suatu keadaan yang membahagiakan dirinya sebagai manusia. Hal
ini sudah barang tentu jika pada diri para ilmuan tidak ada sikap lain kecuali pencapaian
obiektivitas dan demikemajuan ilmu untuk kemanusiaan.
90
Peran Etika
,..
Vol. 8, No.
l, Aprii
2005
Dalam profesijurnalistik, misalnya, dikenat adanya kode etik jurnalistik. Kode etik
jurnalistik yang bersifat "mendunia" dikemukakan ollh Grecisse
dan Laitila (Richard
Keeble,2001:15). Mereka mengatakan, some volues are evident in codes throughout
the world: (l) fairness; (2) the seporation of foct and opinion; (3) the need for oriurory
linked with the responsibility to correct errors; the deliberate distortion and suppression
of information are condemned; (4) maintaining confeidentiality of sources: (5) upholding
iournalists'responsibility to guard citizens'right to freedom of expression; (6) recognising
a duty to defend the dignity ond independence of the profession; (7) protecting jeople,s
right to privacy; (8) respecting and seeking after truth; (B) struggling against ceniorship; (9)
avoiding discrimination on grounds of raie, sexual orientotion,|enle{bngrogr, religi'on or
politicot opinions; (t 0) ovoiding conflict of interests (particularly with respeict ti politiol
and
financialjournalist/editors holding shares in campanies they ieport on).
KESIMPULAN
Etika ada lah il mu yang mempelajari tenta ng moral dengan menggunakan budi dan
daya fakir untuk memecahkan masalah bagaimana manusia hidup kaiau ia mau menjadi
baik. Sebagai komponen pikir filsafat, etika mengambil peran dalam mengkaji tingkah
laku moral dalam mencari, mengembangkan dan mengaplikasikan ilmu p-enietahluan.
Dengan demikian, ilmu dapat digunakan untuk kesejahteraan dan kebahagiian umat
manusia.
PUSTAKA
1
.
2.
Kuswari, 1988. Komus lstilah Filsafat, Alvagracia, Bandung.
Franz Magnis-Suseno, 1gg5. Etikd Dasar Masaloh-Masalah pokok Filsofot Moral,
Kanisus, Yogyakarta.
3. Franz Magnis-suseno, 1992.Filsafat sebagai llmu Kritis,Kanisus,yogyakarta.
4. Herman soewardi, 't999.Roda Berputar Dunia Bergulrr, Bakti Mandiri, Bandung.
5. Jujun S' Suriasumantri, 1999.Filsafot llmu Sebuah Pengantor Populer,pustaka Sinar
Harapan, Jakarta.
6. K. Bertens, lgg4.Etika,Gramedia pustaka Utama, Jakarta.
7. Noeng Muhadjir,2001. Filsatat llmu Positivisme,
PostModernisme,
8.
9.
Ra kesa ras i n,
yogya karta.
PostPositivisme, dan
Nina Winangsih Syam, 2OO2. Rekonstruksi llmu Komunikasi Perspektif pohon
Komunikasi dan Pergeseran Parodigma Komunikasi Pembangunan dalam Ero
Globalisasi,Departemen Pendidikan Nasional, Universitas padjadjaran, Bandung.
Richard Keeble, 2001 . Ethics
for Journalists, Routledge, New york.
10. Tim Dosen Filsafat llmu Fakultas Filsafat UGM, 2001. Filsafat llmu Sebagai Dasar
Pengembangan llmu Pengetahuan, Liberty yogyakarta,yogyakarta.
Vol.8, No. l, April 2005
Peran Etika ...
9l
Download