PERALIHAN MASA PRASEJARAH KE MASA BANTEN MEMASUKI

advertisement
PERALIHAN MASA PRASEJARAH KE MASA BANTEN MEMASUKI PERADABAN HINDU-BUDHA
Indikasi masuknya peradaban Hindu-Budha ke Daerah Banten terjadi pada abad kelima, yang
mengakhiri zaman prasejarah ke zaman sejarah Hindu-Budha. Hal ini dibuktikan dengan temuan sebuah
prasasti tertulis di daerah Munjul, Kabupaten Pandeglang yang terindikasi berasal dari kerajaan Taruma,
Jawa Barat. Prasasti lainnya yang berkaitan ialah ditemukannya dua potong prasasti kecil di situs Banten
Girang. Menurut para ahli arkeologi menyatakan bahwa berdasarkan gaya huruf prasasti yang
ditemukan di situs Banten Girang diperkirakan berasal dari abad kesepuluh Masehi. Bukti lainnya
peradaban Hindu-Budha telah masuk ke daerah Banten dari daerah Kabupaten Serang, yaitu situs
Papatan di Cikande, situs ini merupakan situs kelanjutan dari zaman prasejarah ke zaman masuknya
Hindu-Budha. Di Karangantu, pernah ditemukan batu Nandi. Arca Nandi dari Karangantu kini disimpan
di Museum Banten Lama dan dianggap dari abad ke-13 Masehi. Melihat bukti arkeologis yang telah
ditemukan, dapat dipastikan penduduk Banten telah menjalin hubungan dengan bangsa asing,
khususnya India dan China. Ada keterkaitan hubungan ekonomi dengan terjalinnya Banten dengan
bangsa lain, hal ini ditunjukan ditemukannya di Banten Girang keramik-keramik yang berasal dari
Dinasti Tang dan Sung awal. Bukan hanya itu saja, ternyata masuknya bangsa lain ke wilayah Banten
adanya unsur pengadopsian religi asing yang dibawa ke penduduk lokal. Secara tidak disadari religi yang
dibawa ternyata memiliki kesamaan “nafas” dengan religi masyarakat lokal sebelumnya, sehingga
praktik penyebarannya tidak menimbulkan konflik sosial yang besar.
Pada tahun 1514, Tome Pires menyebutkan dalam catatannya yang dikenal, Suma Oriental, ia
menyebutkan bahwa adanya kerajaan Sunda di Jawa Barat, yang memiliki enam kota pelabuhan, yaitu :
Bautan (Banten), Pomdang (Pontang), Chegujde (nama itu menurut Shigegero merujuk pada satu
tempat pada muara sungai di Cisadane), Tamgara (Tangerang), Calapa (Kelapa atau Sunda Kelapa, yang
sekarang adalah Jakarta), dan Chemano (Cimanuk). Menurut Pires, salah satu kota pelabuhan adalah
Bautan (Banten). Di kota dagang ini, kapal berlabuh. Di kota ini, dapat disaksikan para pedangan asing,
seperti dari Maladewa. Di Banten juga banyak diperdagangkan lada. Dimana lada merupakan mata
dagang yang paling dicari oleh para pedagang dari Cina. Padahal lada merupakan tumbuhan yang
bukan berasal dari Banten. Menurut G.P. Rouffaer, tanaman lada merupakan tanaman asli dari pantai
bagian barat Dekan Tengah, India. Hal tersebut menunjukan selain hubungan dagang dengan Cina,
Banten pun menjalin hubungan dengan India. Ini terbukti dengan fakta bahwa pada abad keenam
Masehi sudah berdiri satu kerajaan penting di Jawa Barat, Taruma, yang beragama Hindu dan dapat
dipastikan salah satu pelabuhannya di Banten, yang merupakan pintu masuk pendatang asing.
Gunung Pulosari merupakan gunung dimana para arkeolog menemukan bukti-bukti artefak yang
menunjukan pembenaran bahwa Gunung Pulosari dipahami sebagai konsep peninggalan kepercayaan
Hindu. Di situs ini, banyak ditemukan keramik dan potongan arca dari abad ke-10 Masehi. Informasi ini
menambah keyakinan bahwa pada abad ke-10 sampai dengan abad ke-15 Masehi, masyarakat Banten,
mulai dari Banten Girang (Serang), Pandeglang (Gunung Karang, Gunung Pulosari, Gunung Haseupan),
sampai ke Labuan saat itu telah terpengaruh kuat oleh religi Hindu-Budha. Berdirinya kerajaan HinduBudha di Banten Girang menunjukan kekuatan Hindu di masyarakat Banten makin diterima dan institusi
kenegaraan yang mengatur tatanan masyarakat ini menjadi keniscayaan. Hal ini menjadi babak baru
bagi sejarah Banten mulai mengatur dirinya sendiri.
Ada pakar mengatakan bahwa pendiri kerajaan Banten Girang bukanlah orang Banten, melainkan orang
Jawa Tengah, yang hidup pada masa Mpu Sendok pindah ke Jawa Timur. Sayangnya pendapat itu tidak
berdasarkan bukti arkeologi ataupun bukti lainnya. Dalam hal ini, masyarakat Banten lainnya masih
menyakini bahwa pendiri Kerajaan Banten Girang merupakan orang asli Banten sendiri.
Sumber
1.
:
Mansur, Khatib. 2001. Perjuangan Rakyat Banten Menuju Provinsi, Catatan Kesaksian
Wartawan. Antara Pustaka Utama : Jakarta.
2.
Guillot, Claude. 2008. Banten Sejarah dan Peradaban Abad X-XVII. KPG (Kepustakaan Populer
Gramedia) : Jakarta.
Download