ditemukan uu dan perda yang diskriminatif

advertisement
Penyajian singkat hasil Legal Audit UU Nasional dan Peraturan Daerah DIY
Dalam Rangka Strategi Kampanye Anti Diskriminasi
DITEMUKAN UU DAN PERDA YANG DISKRIMINATIF*
Disajikan Oleh:
M. Busyro Muqoddas, SH. MH dan Imron, SH**
A. PENDAHULUAN
Menjelang dan Pasca kejatuhan Orde baru Mei 1998 yang lalu, peristiwa
kekerasan demi kekerasan terjadi silih berganti di pelbagai tempat di wilayah Indonesia.
Ratusan atau bahkan ribuan orang mati, cacat, serta milyaran rupiah harta benda hancur.
Kekerasan itu tak terhindarkan melahirkan masalah-masalah sosial, ekonomi dan politik
susulan yang tidak kalah hebatnya dibanding kekerasan fisik itu sendiri.
Sebagian besar penyebab yang menyulut kekerasan itu dikarenakan isu rasialisme
dan atau diskriminasi; sebuah isu yang memang sangat sensitif dan paling ditakutkan oleh
setiap bangsa dimanapun di dunia ini. Kenyataan adanya heterogenitas agama, warna
kulit, kultur, asal usul dan keturunan di Indonesia ternyata menjadi kontraproduktif buat
bangsa ini; bukan justru menjadi kekuatan besar yang harus dipertunjukkan kepada dunia
lain bahwa Indonesia adalah sebuah bangsa besar yang kokoh berdiri di atas heterogenitas
budaya, agama, bahasa, warna kulit, keturunan dan sebagainya.
Selama 30 tahun lebih pemerintahan Soeharto, Orde baru tidak dapat tidak
menyumbang sangat besar terhadap terjadinya peristiwa-peristiwa tersebut, oleh karena
kebijakan politik yang ketat dan menekan terhadap rakyat telah menutup rapat realitas
perbedaan, realitas rasilialisme dan diskriminasi. Perbedaan-perbedaan itu tidak dikelola
sedemikian rupa menjadi kekuatan Indonesia. Rakyat tidak memiliki sedikit-pun ruang
untuk menyampaikan kritik, usul bahkan untuk mengeluh terhadap pelbagai ketidakadilan,
ketimpangan, pengecualian-pengecualian yang terjadi. Bahkan negara ini adalah negara
yang paling lambat meratifikasi konvensi anti diskriminasi, yaitu baru pada tahun 1999,
setelah 4 Januari 1969 konvensi ini disyahkan oleh PBB.
Oleh sebab itu, saat-saat sekarang ini, kampanye anti diskriminasi di Indonesia
benar-benar diperlukan dan harus dilakukan terus menerus. Ada beberapa alasan mengapa
hal tersebut penting dilakukan: Pertama, selain karena kasus-kasus diskriminasi dengan
alasan ras, suku, agama, kultur dan keyakinan politik—seperti disebut di atas--, tetapi juga
karena masih banyak undang-undang (UU) atau peraturan nasional maupun daerah produk
masa lalu yang bersifat diskriminatif di pelbagai bidang kehidupan sosial, ekonomi dan
*
Disampaikan dalam Workshop II Strategi Kampanye Anti Diskriminasi, tg. 15-16 Januari 2003 di Hotel
Jayakarta
**
Kedua Pemakalah Dosen FH. UII dan Staf Pusham-UII
1
Penyajian singkat hasil Legal Audit UU Nasional dan Peraturan Daerah DIY
Dalam Rangka Strategi Kampanye Anti Diskriminasi
politik. Kedua, meskipun Yogyakarta terkesan aman, tetapi berdasarkan riset media yang
kami lakukan, potensi konflik karena diskriminasi sangat terbuka mengingat: (a)
hetergenitas Yogyakarta yang sangat tinggi. Di propinsi ini terdapat hampir semua suku,
agama, bahasa dari pelbagai daerah di Indonesia; (b) masih kuat sisa-sisa feodalisme
yang menempatkan individu atau golongan keturunan tertentu sebagai yang paling berhak
duduk di posisi tertentu di pemerintahan (Gubernur, wakil gebernur, bupati atau eselon
tertentu lainnya); (c) terdapat diskriminasi dalam memperoleh pelayanan utama di sektor
pelayanan publik merupakan contoh diskriminasi lain di wilayah ini; (d) pandangan,
pernyataan dan sikap streotype seperti “dasar orang sumatera, dasar Batak, dasar China”
adalah contoh-contoh streotype yang mengandung “stigma”.
Ketiga, momentum politik (desentralisasi) sekarang ini sangat strategis dan tepat
untuk dilakukannya kampanye secara sistematis dan besar-besaran agar pemerintah dan
masyarakat secepatnya menyadari pentingnya melakukan kebijakan dan tindakan yang
sepenuhnya mengindahkan prinsip-prinsip anti diskriminasi. Keempat, dalam rangka
menciptakan pemerintahan yang bersih (good governance) tidak semata-mata dipandang
membebaskan negeri ini dari KKN, sebagaimana banyak dibayangkan orang.
Membebaskan Indonesia (Yogyakarta) dari problem dasar kemanusian, dalam bentuk
menghilangkan segala bentuk pengecualian, pengabaian, pembatasan, pelecahan hak-hak
manusia atas dasar ras, agama, suku, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status
ekonomi, jenis kelamin, bahasa, dan keyakinan politik sebagaimana ditegaskann dalam
UU HAM (UU 39/99) adalah Good Governance yang sesungguhnya.
Dalam konteks itu, membongkar dan memperbaiki aturan-aturan hukum nasional
dan atau lokal (Perda) yang bersifat diskriminatif sebagai hal yang harus dilakukan karena
tidak mungkin membangun negara hukum dan negara demokrasi di atas landasan hukum
yang diskriminatif. Prinsip persamaan bagi setiap orang harus menjadi ideologi
membangun Indonesia ke depan, yang semua itu harus tercermin dengan tegas dan jelas di
dalam setiap aturan hukum dan pelaksanaan dari hukum itu, baik hukum-hukum nasional
maupun hukum-hukum lokal (perda). Dan untuk kepentingan itulah program legal audit
yang sekarang ada di hadapan pembaca kami lakukan, dengan harapan dapat membuka
jalan bagi perubahan dan perbaikan aturan-aturan yang siqnifikan sehingga proses
membangun negara hukum, demokratisasi dan hak asasi manusia tidak bersifat hipokrisi.
2
Penyajian singkat hasil Legal Audit UU Nasional dan Peraturan Daerah DIY
Dalam Rangka Strategi Kampanye Anti Diskriminasi
B. Fokus Masalah
Pertanyaan pokok yang akan menjadi acuan legal audit ini adalah: (1) Apakah
Peraturan Daerah (Perda) dan atau Undang-Undang Nasional tertentu atau UU Nasional
yang relevan dengan Perda secara ekspelisit maupun inplisit bersifat diskriminatif?, dan
(2) apakah Perda dan atau UU Nasional tersebut potensial disalahgunakan dengan salah
satu kemungkinan penyalahgunaan itu adalah dipraktekkan secara diskriminatif?
C. Analisis Terhadap Masalah
Untuk mengetahui ada tidaknya sifat diskriminatif (ekspelisit atau inplisit) di
dalam Perda dan atau UU Nasional akan dilakukan dengan menggunakan analisis
penafsiran dalam ilmu hukum. Dari sejumlah alat penafsiran dalam ilmu hukum, studi ini
akan mengoperasikan
secara bersamaan tiga alat penafsiran sekaligus yaitu; alat
penafsiran gramatikal, sistematis dan sosiologis secara bersamaan. Penafsiran gramatikal
akan melihat bunyi perkataan dalam hubungannya satu sama lain dalam kalimat yang
dipakai oleh Perda atau UU. Penafsiran sistimatis akan melihat atau meneliti susunan
bunyi satu pasal dengan pasal lainnya, baik dalam satu UU/Perda maupun dengan
UU/Perda lain. Sedang penafsiran sosiologis melihat atau meneliti maksud dan tujuan dari
UU itu dikaitkan dengan perubahan yang terjadi, sehingga dari sana dapat diketahui
apakah UU/Perda itu masih relevan dengan konteks sosial yang sudah berubah atau tidak.
D. Terminlogi Legal Audit
Legal Audit atau auditing hukum adalah melakukan analisis isi aturan hukum (UU
atau Perda) yang terumus dalam pasal-pasal dan penjelasan-penjelasan bagi UU atau
Perda yang memuat penjelasan untuk mengetahui ada tidaknya sifat diskriminatif, baik
secara ekspelisit atau inplisit di dalam isi atau rumusan pasal-pasal dan aturan penjelasan
tersebut.
E. Acuan Pengertian Diskriminasi
Untuk menyatakan sesuatu pasal dalam aturan atau dalam penjelasan bersifat
diskriminatif tidak akan mengacu kepada ketentuan dalam Konvensi anti diskriminasi
rasial, Konvensi anti diskriminasi terhadap perempuan maupun UU HAM 39/1999 karena
ketiga instrumen itu memiliki kelemahan. Karena itu untuk kepentingan studi ini rumusan
pengertian diskriminasi yang dipergunakan adalah sebagai berikut: bahwa Diskriminasi
adalah: “ setiap kebijakan, aturan, tindakan yang membatasi, menutup, melecehkan,
mengabaikan atau mengucilkan yang langsung atau tidak langsung didasarkan pada
3
Penyajian singkat hasil Legal Audit UU Nasional dan Peraturan Daerah DIY
Dalam Rangka Strategi Kampanye Anti Diskriminasi
pembedaan manusia sebagai seseorang atau kelompok orang atas dasar agama, suku,
ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, fisik, bahasa,
dan keyakinan politik, yang bertentangan dan atau melanggar prinsip-prinsip persamaan
dan atau keadilan bagi setiap orang”.
F. Kerangka Acuan Normatif
Studi ini akan menggunakan perangkat normatif tertentu sebagai pedoman alat
ukur diskriminasi, yaitu:
1. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 10 Desember 1948,
2. Konvensi Hak-Hak Sipil dan Politik
3. Konvensi Hak-Hak Sosial, Ekonomi dan Budaya
4. Konvensi Hak Anak
5. Konvensi Anti Diskriminasi Rasial
6. Konvensi Anti Diskriminasi Terhadap Wanita
7. UUD 1945
8. UU 39/1999
G. Sasaran Audit
1. UU Nasional
a. KUHP
b. KUHAP
c. KUH Perdata
d. UU HAM (UU No. 39/1999)
e. UU Peradilan HAM (UU 26/2000)
f. UU Otonomi Daerah (UU No. 22/1999)
g. UU Pokok Kepolisian (UU No. 2/2002)
h. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 269/1999
2. Peraturan Daerah (Perda) DIY
a. Perda No. 02/1999 Tentang Pokok-Pokok Reformasi Pembangunan di daerah
Istimewa Yogyakarta
b. Perda No. 4/1999 Tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan
c. Perda No. 7/1999 Tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah
d. Perda No. 3/1999 Tentang Retribusi Izin Trayek
4
Penyajian singkat hasil Legal Audit UU Nasional dan Peraturan Daerah DIY
Dalam Rangka Strategi Kampanye Anti Diskriminasi
e. Perda No. 42/2000 Tentang Pencalonan, Pelantikan, Pemberhentuan Kepala Desa
f. Perda No. 8/1988 Tentang Izin Reklame
g. Perda 2/2001 Tentang Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk dan Catatan Sipil
serta Perda No. 3/2001 Tentang Retribusi Pendaftaran Penduduk dan Catatan Sipil.
5
Penyajian singkat hasil Legal Audit UU Nasional dan Peraturan Daerah DIY
Dalam Rangka Strategi Kampanye Anti Diskriminasi
Bagian II
Hasil Audit Terhadap
UU Nasional
No.
UU/Aturan
Pasal
Masalah
Keterangan
6
Penyajian singkat hasil Legal Audit UU Nasional dan Peraturan Daerah DIY
Dalam Rangka Strategi Kampanye Anti Diskriminasi
1.
KUHP
Bab XIV
Menggabung delik percabulan dan
perkosaan terhadap orang (wanita)
dengan kejahatan terhadap hewan,
memberi minuman keras, dan judi
dalam satu Bab
Penggabungan
ini
menunjukkan KUHP
tdk
memiliki
komitmen
tegas
untuk memproteksi
perempuan
2.
KUHP
Pasal 285
Menjadikan kekerasan atau ancaman Seringkali
sulit
kekerasan sebagai unsur penting dibuktikan sehingga
untuk membuktikan ada tidaknya tidak sedikit korban
perkosaan
tidak
perkosaan
mendapat perlakuan
hukum yang adil.
Posisi korban sebagai saksi korban Menjadikan korban
yang harus berhadapan dg Polisi, mengalami
Jaksa dan Hakim, dan tidak jarang Victimisasi struktural
berhadapan dengan penyidik Pria.
3.
KUHP
Pasal 285
Pidana 12 tahun
Ancaman pidana 12
tahun terhadap pelaku
terlalu ringan karena
tidak
mempertimbangkan
keadaan korban pasca
perkosaan
yang
umumnya menderita
tekanan
sosial
psikologis berat
Ada asumsi dikalangan aparat Dalam menghadapi
perkosaan
penegak hukum tentang adanya kasus
Polisi
acapkali
“perkosaan semu”
menduga
adanya
perkosaan
yang
sesungguhnya bukan
perkosaan
4.
KUHP
Pasal 286
5.
KUHP
Pasal 287 (2)
6.
KUHP
Menyetubuhi
wanita
di
luar
perkawinan
yang
diketahuinya
wanita itu dalam keadaan pingsan,
tidak berdaya dipidana 9 th
Diskriminatif
pada
perempuan
karena
tidak
menjadikan
kasus ini sbg tindak
pidana
yang
diperberat
Bersetubuh dg wanita bawah umur Diskriminatif
terhadap perempuan
sbg delik aduan
dan anak sekaligus.
Negara tdk protektif
thd golongan ini.
Mestinya delik ini
7
delik biasa, bukan
aduan
Tidak ada pasal yang melindungi Tidak
sedikit
Penyajian singkat hasil Legal Audit UU Nasional dan Peraturan Daerah DIY
Dalam Rangka Strategi Kampanye Anti Diskriminasi
Bagian III
Hasil Audit Terhadap
PERDA
No
PERDA
Pasal/Bagian
Masalah
Keterangan
8
Penyajian singkat hasil Legal Audit UU Nasional dan Peraturan Daerah DIY
Dalam Rangka Strategi Kampanye Anti Diskriminasi
1.
No. 02/1999
Ttg. Pokok
Reformasi
Pembangunan
Daerah DIY
Menimbang
tidak mencantumkan secara tegas
gagasan-gagasan filosofis dimensi
kemanusian yang dapat menjadi
kerangka dasar bagi penyusunan
pasal-pasal
Pasal-pasal
Tidak secara tegas memberi proteksi
terhadap
kelompok
tertentu
masyarakat
yang
potensial
didiskriminasikan. Dengan aturan
ini, kelompok yang memiliki
kemampuan
ekonomi
justru
mendapat pijakan untuk berperan
Aturan ini memang
tidak secara tegas
diskriminatif
pada
kelompok
tertentu,
tetapi
potensial
terjadi pengabaianpengabaian di satu
sisi pada saat aturan
ini memberi peluang
pada kelompok lain
yang
2.
No. 5/1999 Ttg.
Retribusi
Pelayanan
Kesehatan
Menimbang
Tidak ada komitmen dan pasal yang
dan
Pasal- menjamin kelompok-kelompok tidak
Pasal
mampu akan memperoleh pelayanan
kesehatan yang baik dan tidak
diperlakukan berbeda
Dalam realitas tidak
bisa dibantah adanya
perlakuan tidak sama
sektor jasa kesehatan
pada mereka yang
tidak mampu secara
ekonomi
3.
No. 7/1999 Ttg.
Retribusi
Pemakaian
kekayaan daerah
Menimbang
Tidak adanya jaminan hukum yang
dan
pasal- secara proporsional memberikan
pasal
peluang, kesempatan dan atau
ketentuan retribusi khusus pada
kelompok-kelompok
masyarakat
tidak mampu
Perda ini tidak secara
langsung
diskriminatif, tetapi
ia akan dirasakan
diskriminati
ketika
golongan
tertentu
dalam
masyarakat
mendapat
keistimewaankeistimewaan;
sesuatu yang tidak di
dadapt oleh golongan
lain.
4.
No. 3/1999 ttg.
Retribusi Izin
Trayek
ini
tidak
Tidak ada rumusan yang secara Perda
Menimbang
dan
Pasal- tegas diskriminatif pada orang, tetapi memberi peluang dan
atau jaminan hukum
Pasal
diskriminatif pada Badan Hukum.
pada
Koperasi,
padahal badan usaha
jenis inilah yang pada
umumnya
menghimpun
masyarakat
kebanyakan,
termasuk golongan
9
masyarakat ekonomi
lemah.
Penyajian singkat hasil Legal Audit UU Nasional dan Peraturan Daerah DIY
Dalam Rangka Strategi Kampanye Anti Diskriminasi
Bagian IV
Kesimpulan dan Rekomendasi
Dari audit yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa masih terdapat sejumlah UU atau
peraturan nasional dan lokal (Perda) yang secara ekspelisit dan inpilisit diskriminatif atau
dapat diberlakukan diskriminatif. Dikatakan diskriminatif karena secara jelas dan terang UU
atau aturan bersangkutan merumuskan pengecualian atau pengabaian akan hak-hak seseorang
atau kelompok orang dalam pasal-pasal atau penjelasan atas pasal-pasal. Sementara dikatakan
dapat diberlakukan diskriminatif karena rumusan pasal atau penjelasan dalam pasal secara
inplisit memberi ruang dan peluang yang menguntungkan dan atau mengiistimewakan
kelompok masyarakat tertentu, dan karena itu berarti pula menutup rapat bagi kepentingan
kelompok lain.
Dari audit itu pula, ditemukan data atau fakta jenis – jenis diskriminatif,
yaitu:
1. Adanya UU atau aturan yang memuat unsur diskriminasi atas dasar latar belakang
keturunan.
2.
Adanya UU atau aturan yang memuat diskriminasi atas dasar ketidakmampuan fisik
(jasmani).
3. Adanya UU atau aturan yang memuat diskriminasi atas dasar gender.
4. Adanya UU atau aturan yang memuat diskriminasi atas dasar status sosial politik.
5. Adanya UU atau aturan yang memuat diskriminasi atas dasar status hukum.
6. Adanya UU atau aturan yang potensial menimbulkan diskriminasi atas dasar status sosial
ekonomi.
Dari
dari
temuan-temuan
yang
dihasilkan,
maka
dapat
direkomendasikan
beberapa hal:
1. Pembaharuan/perubahan/amandemen terhadap KUHP yang selain tidak sesuai lagi dengan
perkembangan sosial, dengan nilai-nilai (agama) dan basis sosio kultural masyarakat
dimana hukum itu diterapkan, juga sangat kuat memuat diskriminasi gender.
2. Pembaharuan/perubahan/amandemen terhadap pasal-pasal dalam KU Perdata, yang juga
tidak dapat atau tidak mampu mengakomodasi perkembangan masyarakat, serta sangat
kuat mendiskriminasi wanita.
3. Pembaharuan/perubahan/amandemen terhadap KUHAP karena memberi peluang dan
ruang terjadinya penyalahgunaan wewenang/kekuasaan oleh aparat penegak hukum, yang
10
Penyajian singkat hasil Legal Audit UU Nasional dan Peraturan Daerah DIY
Dalam Rangka Strategi Kampanye Anti Diskriminasi
salah satu kemungkinan itu adalah diskriminasi gender, ras, asal usul keturunan, dan klas
sosial ekonomi.
4. Pembaharuan/perubahan/amandemen terhadap UU HAM dan UU Peradilan HAM yang
masih memuat unsur diskriminasi dalam beberapa pasal pengaturannya.
5. Pembaharuan/perubahan/amandemen terhadap UU Pokok Kepolisian yang menegaskan
fungsi Polisi sebagai Aparat penegak hukum, dan bukan sebagai aparat keamanan karena
fungsi yang terakhir inilah yang kerapkali menjadi dasar terjadinya pelbagai tindakan
penyalahgunaan wewenang, termasuk diskriminasi.
6. Pembaharuan/perubahan/amandemen terhadap UU Otonomi Daerah yang dalam beberapa
pasalnya jelas memberi peluang dilakukannya praktik diskriminatif; salah satunya
legitimasi terhadap pengistimewaan keturunan Sultan Hamengkubuwono dan Paku Alam
untuk menjadi Gubernur dan Wakli Gubernur. Hal ini tidak sesuai dengan semangat
demokratisasi dalam kebijakan Otonomi itu sendiri.
7. Menghapus Peraturan Menteri/instruksi menteri atau instruksi Presiden di bidang catatan
sipil atau kewarganegaraan yang jelas sangat diskriminatif.
8. Rumusan yang terdapat pada keempat perda, lebih merefleksikan
paradigma bahwa
pemerintah daerah memiliki otoritas untuk mengatur tentang sesuatu. Dengan kata lain
amat menonjol aspirasi yang bersifat normatif. Hal demikian tidak keliru, namun
mengandung kekurangan. Kekurangan ini dapat diatasi dengan menerapkan paradigma
perumusan perda( legal drafting) dengan merespon terlebih dahulu kecenderungan sosial
(sociological approach) melalui proses evaluasi secara metodologis . Kemudian hasilnya
dipadukan dengan pendekatan dalam kerangka konsep yang mencerminkan spirit keadilan
dan keberpihakan kepada penguatan HAM. Jika demikian dapat diharapkan adanya Perda
yang sensitif dengan isu-isu HAM sehingga jelas keberpihakannya dengan kepentingan
kemanusian.
9. Karena keterbatasan Dewan dan Pemerintah Daerah, proses legal drafting yang didahului
dengan perumusan gagasan awal tentang Apa yang akan dirumuskan didalam perda, serta
kalkulasi mengenai berbagai implikasi yuridis dan ekosok dari penerapan suatu perda,
maka pola kemitraan dengan kalangan Perguruan Tinggi dan NGO menjadi bermakna.
10. Secara eksplisit perlu diberi perumusan dalam suatu perda, sejak dari bagian menimbang
hingga bagian dan Bab-bab berikutnya yang bersifat mengatur secara langsung ketiadaan
unsur diskriminasi di dalamnya. Hal ini perlu agar jangan sampai dengan suatu perda yang
di dalamnya tidak ada pengaturan dalam arti pendistribusian hak-hak dasar yang
mencerminkan sifat kesetaraan bagi kalangan masyarakat secara luas. Sering terdapat
11
Penyajian singkat hasil Legal Audit UU Nasional dan Peraturan Daerah DIY
Dalam Rangka Strategi Kampanye Anti Diskriminasi
suatu peraturan perundangan secara tidak sengaja mengabaikan sesuatu hak-hak dasar
kelompok masyarakat tertentu yang mengakibatkan adanya effek diskriminasi. Salah satu
contoh adalah tidak adanya instrumen pelayanan publik, seperti sarana transportasi,
komunikasi, gedung, loket pelayanan khusus untuk orang tua/orang cacat, dsb sebagai
bukti belum kuatnya Komitmen pemerintah pada HAM, sekaligus belum sensisitifnya
Perda dengan HAM.
11. Kedepan, dipandang perlu adanya suatu Perda Induk mengenai bidang tertentu yang
berfungsi menjadi acuan bagi perda-perda lain sejenis yang sifatnya lebih organik .
Termasuk perda yang berspirit reformasi. Hal ini penting bukan saja untuk memudahkan
bagi penyusunan/pembentukan suatu perda secara tehnis, tetapi juga agar masing-masing
dan keseluruhan perda dapat memiliki watak yang benar yaitu sebagai produk hukum
yang beresensi keadilan. Dimana “esensi keadilan” tersebut dapat diproses secara dalam
hal ini secara spesifik adalah “diskriminasi” sebagai salah satu elemen pokok dalam
konsep HAM, yang secara tegas harus dirumuskan di dalam melakukan legal audit
(telaah hukum) terhadap peraturan perundang-undangan. Faedah yang dapat diperolehnya
adalah untuk mengidentifikasi, apakah suatu produk perundangan-undangan mengandung
unsur “diskriminasi” atau tidak didalamnya.
12. Jika suatu peraturan perundangan-undangan secara eksplisit maupun implisit mengandung
elemen-elemen diskriminasi, atau sama sekali tidak memberikan perlindungan terhadap
kelompok sosial rentan dalam rumusan peraturan perundangan.
12
Download