KATA PENGANTAR

advertisement
Bahan Bantu Perkuliahan Analisa Kebijakan Publik
Pokok Bahasan II
KONSEP DASAR KEBIJAKAN PUBLIK
Sub Pokok Bahasan
1.1.
1.2.
Halaman
Konsep Dasar Kebijakan Publik
Sistem Politik dan Sebab-sebab Kegagalan Kebijakan Publik
Bahan Bacaan
11
16
20
11
Bahan Bantu Perkuliahan Analisa Kebijakan Publik
Pokok Bahasan II
Judul Pokok Bahasan
Konsep Dasar Kebijakan Publik
Tujuan Interaksional
Pada akhir materi, mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan mengenai :
1. Memahami Konsep Dasar Kebijakan Publik
2. Memahami Sistem Politik dan Sebab-sebab Kegagalan Kebijakan Publik
Pokok Bahasan
Konsep Dasar Kebijakan Publik
2.1.1. Pengertian Analisa Kebijakan Publik
Ilmu-ilmu kebijakan mempelajari pemahaman proses keputusan dari lembagalembaga umum dan perorangan, serta membahas penilaian signifikansi semua
pengetahuan untuk tujuan-tujuan pembuatan keputusan. Istilah ilmu kebijakan baru
diperkenalkan setelah Perang Dunia II oleh Lerner dan Lasswell (1951) merujuk kepada
munculnya perhatian kalangan spesialis dalam berbagai disiplin pada masalah
keputusan ini. Perkembangan berikutnya ditandai dengan kemajuan alat-alat
konseptual; pendirian program-program kebijakan di universitas-universitas, lembagalembaga pemerintahan, dan sektor swasta; serta ditandai dengan ledakan
pertumbuhan analisis kebijakan. Para pakar kebijakan dalam kesemuanya itu belum
mengembangkan identitas profesional yang jelas atau pemahaman bersama tentang
peran mereka yang sesungguhnya dan yang lebih disukai dalam evolusi peradaban.
Para pakar ilmu kebijakan secara tradisional adalah tamatan dari programprogram akademis dalam bidang administrasi negara atau administrasi bisnis , ilmu
politik, ilmu ekonomi, jurisprudensi, dan sejenisnya. Sejak 1960-an, para pakar ilmu
kebijakan juga mulai muncul dari ilmu fisika dan ilmu alam dengan jumlah yang terus
meningkat. Disiplin-disiplin ini mempunyai sedikit hubungan dengan teori kebijakan
tradisional tetapi berkaitan erat dengan masalah-masalah kebijakan utama pada masa
kita. Dengan pola karir yang tipikal, para ilmuwan di lembaga penelitian atau
laboratorium menemukan minat-minat dan bakat-bakat laten sebagai upaya awal untuk
mengaitkan pengetahuan khusus mereka dengan lingkungan yang lebih luas.
Lingkungannya tersebut cenderung memelihara dan memperkuat inisiatif hingga
tingkat pengetahuan itu diharapkan membawa hasil dalam keamanan nasional,
keuntungan politik domestik, kekayaan, kesejahteraan, prestise, atau dalam hal-hal
yang lain. Ahli kebijakan yang peka segera belajar memelihara ekspektasi ini melalui
penyampaian hasil-hasil yang parsial, serta menjustifikasi sains dan beasiswa lebih jauh
dalam pengertian bahwa lingkungan itu menghargai.
12
Bahan Bantu Perkuliahan Analisa Kebijakan Publik
Para ahli ilmu kebijakan cenderung bersatu pada tataran pandangan umum,
terlepas dari perbedaan asal-usul mereka. Unsur pembeda dari pandangan umum ini
adalah kontekstualitas (contextuality). Satu penyelidikan yang mengurangi
pertimbangan-pertimbangan realisme atau yang bernilai bagi mereka yang menggeluti
satu dispilin, misalnya, bisa diterima oleh editor naskah yang melaksanakan standar
displin itu. Tetapi, itu tampaknya tidak bisa diterima oleh pembuat keputusan, yang
tidak terkesan dengan pembagian buruh secara akademis tradisional, yang tidak
mampu mengabaikan pertimbangan-pertimbangan lain dalam evaluasi tindakan
alternatif. Unsur lainnya adalah "orientasi problem" yang mencakup tugas-tugas yang
secara logis diperlukan dalam pilihan rasional alternatif-alternatif. Pilihan rasional
memerlukan proyeksi-proyeksi tentang konsekusensi-konsekuensi yang mungkin dari
alternatif-alternatif, serta preferensi dalam mengevaluasi konsekuensi-konsekuensi
tersebut. Dengan demikian, para spesialis dalam preferensi, termasuk sebagian filosuf,
secara perlahan mengetahui bahwa prioritas-prioritas di antara tujuan bergantung pada
proyeksi, yang pada gilirannya tergantung kepada penjelasan kecenderungan serta
analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan-kecenderungan itu.
Sebaliknya, para spesialis dalam proyeksi, sebagian besar para ilmuwan, secara
perlahan belajar memperjelas dan menyatakan tujuan-tujuan mereka secara eksplisit
agar bisa membimbing penelitian kebijakan empiris. (konotasi "Bebas nilai" "sains"
dilemahkan, sedangkan sains sebagai pengejaran "pengetahuan yang dapat dibuktikan"
dipertahankan). Unsur ketiga adalah sintesa dari metode ganda (multiple methods).
Setiap metode observasi atau analisis cenderung mengalihkan perhatian dari beberapa
aspek yang secara potensial penting mengenai situasi yang ada. Penggunaan metode
ganda membantu mengganti kerugian bagi pandangan-pandangan yang buta seperti
itu. Secara umum, mengandalkan berlebihan pada pendekatan parsial terhadap analisis
kebijakan mengarah pada kesalahan dalam praktek.
Pengintegrasian pengetahuan dari banyak sumber dan penerapan pengetahuan
tentang masalah-masalah kebijakan tergantung kepada alat-alat konspetual. Idealnya,
alat-alat seperti itu mengkristalkan dan secara aman memberikan label pembedaan
utama yang ternyata berguna di berbagai pengalaman. Mereka tidak memberikan
jawaban umum untuk persoalan-persoalan tertentu, Sebagaimana yang diharapkan dari
teori-teori empiris dan normatif. Tapi, alat-alat konspetual bersifat heuristik: sebagai
prinsip prosedur, mereka membimbing pencarian data dan padangan yang berkaitan
dengan suatu keputusan tertentu. Sebagai prinsip isi, mereka menguraikan
pertimbangan-pertimbangan umum yang terlibat dalam suatu keputusan dan
membantu membawa pengetahuan yang terakumulasi dari berbagai zaman, tempat
dan konteks kebudayaan. Sebagai daftar singkat tentang konsep-konsep yang saling
berkaitan, mereka mengantisispasi atau menerapkan temuan-temuan psikologi kognitif
dalam pemprosesan informasi di dalam memori jangka-pendek yang dipaksakan (Simon
1981). Penguasaan terhadap alat konseptual ini mempermudah seorang pakar ilmu
kebijakan memaksimumkan potensi rasionalitas di dalam tekanan waktu, sumber daya,
serta faktor-faktor lain dalam keadaan itu.
Lasswell (1971) dan para kolaboratornya (Lasswell dan Kaplan 1950); Lasswell
dan McDougal 1992) telah mendefinisikan perangkat alat-alat konseptual yang paling
komprehensif pada 1940-an; tetapi padanan yang tepat secara terus menerus
13
Bahan Bantu Perkuliahan Analisa Kebijakan Publik
ditemukan kembali oleh yang lain. Untuk memahami perilaku, para ahli ilmu kebijakan
mempostulasikan bahwa orang berbuat secara selektif untuk memaksimalkan hasil
yang dikehendaki sesuai dengan perspektif mereka sendiri; tetapi tindakan itu kurang
rasional sebab perspektif-perspektif yang relevan tidak sempurna, terdistorsi, dan tidak
disadari dalam berbagai segi dan tingkatan. Perspektif tersebut juga merupakan hal
yang bisa berubah. "Postulat maksimalisasi" Lasswell (1971) dan "prinsip rasionalitas
terikatnya" Simon (1983) pada dasarnya merupakan alat yang memadai untuk memahami perilaku. Untuk memetakan konteks yang mempengaruhi (dan dipengaruhi oleh)
perilaku perseorangan atau kelompok, ilmuwan kebijakan menggunakan model-model
konseptual proses keputusan serta proses-proses sosial yang lebih luas. Model proses
keputusan, di antara yang lain-lain, mengarahkan perhatian kepada pokok-pokok ganda
terhadap mana kekuasaan harus atau mungkin digunakan untuk membentuk keputusan. Model proses sosial yang lebih luas, di antara yang lain-lain, mengarahkan
perhatian kepada basis-basis sosial yang berbeda, justifikasi, dan strategi dari elite
kekuasaan dan terhadap hasil-hasil sosial dan pengaruh keputusan. Untuk
mengenalkan mereka sendiri pada konteks, para pakar ilmu kebijakan melakukan
tugas-tugas cendekiawan yang diperlukan dalam keputusan rasional. Tugas-tugas ini
telah dikonseptualisasikan dengan cara-cara yang nyaris setara oleh Simon (1983) dan
banyak lagi yang lain.
Sementara konvergensi ke arah pandangan umum dan alat-alat konseptual
yang sepadan akan terus diperkuat melalui pengalaman kebijakan praktis, proses
konvergensi itu sesungguhnya jauh dari sempurna (Brunner 1991). Misalnya,
perbedaan-perbedaan dalam cara pandang disiplin tetap muncul. Sampai tingkat
tertentu, mereka masih terpantul hingga tingkat tertentu dalam istilah-istilah seperti
analisis kebijakan (ilmu ekonomi), kajian-kajian (studi) kebijakan (ilmu politik), sosio
ekonomi (sosiologi) dan masalahmasalah filsafat dan umum (filsafat). Lebih dari itu
pula, asumsi-asumsi yang terbatas mengenai perilaku manusia tetap berlanjut. Untuk
tujuan-tujuan ilmiah secara sempit, acap kali diasumsikan bahwa perilaku ditentukan
oleh hukum-hukum perilaku yang tidak berubah-ubah (walaupun pilihan-pilihan ada)
atau oleh rasionalitas tujuan (walaupun ada perbedaan-perbedaan dalam perspektif
dan perilaku). Disamping itu, pendekatan reduksionis tetap ada. Untuk alasan-alasan
teknis, sering lebih memudahkan untuk mengenyampingkan apa yang tidak mudah
dihitung atau dirumuskan, untuk menganggap pilihan-pilihan sebagai yang tertentu
atau pasti, atau menganggap bahwa keputusan-keputusan itu memang berbeda
(dibuat secara definitif) bukan diperbaiki karena situasi berubah. Sepanjang
pendekatan parsial seperti itu tetap ada, maka tidak tepat untuk membatasi ilmu
kebijakan kepada konsepsi integratif Lasswell dan para kolaboratornya, dan merujuk
kumpulan pendekatan parsial tersebut sebagai "gerakan kebijakan".
Bangkitnya para pakar kebijakan dari semua jenis dipercepat oleh kompleksitas
masyarakat modern yang semakin meningkat. Teknologi berbasis sains terus memecah
bagian buruh sosial menjadi bagian-bagian yang bahkan lebih khusus lagi, dan pada
saat yang sama rnenghubungkan antar tersebut secara lebih kokoh dan lebih cepat
melalui alat-alat komunikasi dan transportasi modern. Hal ini menambah rumitnya persoalan keputusan pada sektor negara dan swasta, sebab lebih banyak pertimbangan
(dan lebih khusus) harus diperhatikan. Sebagai jawaban, para pembuat keputusan
14
Bahan Bantu Perkuliahan Analisa Kebijakan Publik
membutuhkan lebih banyak bantuan dari para ahli, dan lembaga-lembaga pendidikan
serta penelitian guna memenuhi tuntutan itu. Pertumbuhan diakselerasikan dengan
didirikannya jurusan-jurusan kebijakan generasi pertama di universitas-universitas
besar pada akhir 1960-an. Para lulusan dari sekolah-sekolah ini telah direkrut di kantorkantor perencanaan atau evaluasi di badan-badan pemerintah, divisi-divisi riset dari
kelompok-kelompok politik yang terorganisasi, think-tank swasta, dan programprogram kebijakan universitas - kesemuanya itu telah berkembang dan bertambah
banyak jumlahnya sejak 1970-an. Dalam menimbang munculnya ledakan analisis
kebijakan, Rivlin (1984) menemukan suatu paradoks: tak ada lagi masalah besar dalam
perdebatan pemerintah Amerika Serikat tanpa merujuk kepada banyak analisis kebijakan dari para peserta yang terlibat. Namun belum ada kemajuan untuk masalahmasalah utama, seperti defisit anggaran belanja pemerintah federal, di mana jalan
buntu dan pencarian obat mujarab cenderung berlaku.
Ada berbagai ragam istilah yang dipergunakan para ahli analisa kebijakan
publik, seperti; ilmu-ilmu kebijaksanaan (policy science), studi-studi kebijaksanaan
(policy studies), dan analisis kebijaksanaan (policy analysis). Namun hal ini tidaklah
menjadi perdebatan diantara para ahli tersebut sebagaimana diungkapkan Wahid
(2002). Oleh karenanya dalam perkuliahan ini sendiri sengaja menggunakan istilah
Analisa Kebijakan Publik yang pada dasarnya juga mempunyai pengertian yang sama
dengan analisis kebijaksanaan seperti yang dikehendaki Wahid. Pertanyaannya
kemudiaan adalah apakah yang kita maksudkan dengan kebijakan atau kebijaksanaan.
Dari bacaan utama yang disadur untuk membahas materi ini, diketemukan
sejumlah pengetian tentang kebijaksanaan atau kebijakan, diantaranya :
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Wahab (2002:1-2), menyatakan bahwa istilah mengartikan kebijaksanaan
penggunaannya sering dipertukarkan dengan istilah-istilah lain, yaitu :
tujuan (goals) program, Keputusan, Undang-undang,
ketentuan, usulan-usulan, dan rancangan-rancangan besar.
Ketentuan-
Kepandaian atau kecakapan bertindak menggunakan akal budinya
(pengalaman dan pengetahuannya) apabila menghadapi kesulitan.
United Nations (1975), kebijaksanaan dinyatakan suatu deklarasi
mengenai suatu dasar pedoman bertindak, suatu arah tindakan tertentu,
suatu program mengenai aktivitas-aktivitas tertentu suatu rencana.
James E. Anderson (1978), merumuskan kebijaksanaan sebagai
perilaku dari sejumlah aktor (pejabat, kelompok, instansi pemerintah) atau
serangkaian aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu.
Carl Friedrich menyatakan bahwa kebijaksanaan ialah suatu tindakan
yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok
atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya
hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk
mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan.
James E. Anderson (1978) merumuskan kebijaksanaan sebagai
langkah tindakan yang secara sengaja dilakukan oleh seorang aktor atau
sejumlah aktor berkenaan dengan adanya masalah atau persoalan
tertentu.
15
Bahan Bantu Perkuliahan Analisa Kebijakan Publik
(7)
Lebih lanjut Heinz Eulau dan Kenneth Previtt (dalam Jones, 1970:47)
mendefinisikan kebijakan adalah keputusan tetap yang dicirikan oleh
konsistensi dan pengulangan (repetitiveness) tingkah laku dari mereka
yang membuat dan dari mereka yang mematuhi keputusan tersebut.
Tidak dapat dipungkiri bahwa kebijakan yang diterapkan terutama di negaranegara berkembang termasuk Indonesia, masih sangat tergantung pada kebijakan
negara. Karenanya untuk memahami kebijakan publik, pengertian kebijakan negara-lah
yang menjadi acuan kita, seperti yang dinyatakan oleh Irfan, Islamy (2002), bahwa
kebijakan publik tidak lain adalah kebijakan yang dikeluarkan oleh negara untuk
mengatur rakyatnya. Dari bacaan yang disadur diketemukan sejumlah pengertian
tentang kebijaksanaan negara atau kebijakan publik :
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
Jones (1970) menyatakan bahwa kebijaksanaan negara adalah antar
hubungan di antara unit pemerintah tertentu dengan lingkungannya.
Thomas R. Dye (1978) menjelaskan kebijaksanaan negara itu ialah
pilihan tindakan apapun yang dilakukan atau tidak ingin dilakukan oleh
pemerintah.
W.I. Jenkins (1978) merumuskan kebijaksanaan negara sebagai
serangkaian keputusan yang saling berkaitan yang diambil oleh seorang
aktor politik atau sekelompok aktor politik berkenaan dengan tujuan yang
telah dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya dalam suatu situasi
dimana keputusan-keputusan itu pada prinsipnya masih berada dalam
batas-batas kewenangan kekuasaan para aktor tersebut
Chief J.O. Udoji (1981) mendefinisikan kebijaksanaan negara sebagai
suatu tindakan bersanksi yang mengarah pada suatu tujuan tertentu yang
diarahkan pada suatu masalah atau sekelompok masalah tertentu yang
saling berkaitan yang mempengaruhi sebagian besar warga masyarakat.
J.E. Anderson (1978) kebijaksanaan negara adalah kebijaksanaankebijaksanaan yang dikembangkan oleh badan-badan dan pejabat-pejabat
pemerintah.
David Easton memberikan arti kebijaksanaan negara sebagai
pengalokasian nilai-nilai secara paksa atau syah kepada seluruh anggota
masyarakat
Pengertian dalam bidang administrasi negara, kebijaksanaan negara
diartikan sebagai: (1) susunan rancangan tujuan-tujuan dan dasar-dasar
pertimbangan programa-programa pemerintah yang berhubungan dengan
masalah-masalah tertentu yang dihadapi masyarakat, (2) apapun yang
dipilih pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan, (3) masalahmasalah yang kompleks yang dinyatakan dan dilaksanakan oleh
pemerintah.
Pertanyaan yang kemudiaan muncul adalah definisi kebijakan publik seperti
apakah yang paling tepat untuk digunakan. Pengertian kebijakan publik pada dasarnya
adalah keputusan yang diambil pemerintah atau oleh badan-badan dan pejabatpejabat pemerintah dengan cara mengalokasikan nilai-nilai secara paksa untuk suatu
tujuan tertentu kepada seluruh anggota masyarakat. Proses pengambilan keputusan itu
16
Bahan Bantu Perkuliahan Analisa Kebijakan Publik
sendiri membutuhkan serangkaian kegiatan analisis agar keputusan tersebut sesuai
dengan kepentingan seluruh anggota masyarakat, sehingga disebutkan dengan
ANALISA KEBIJAKAN PUBLIK. Serangkaian kegiatan analisa kebijakan publik,
menyangkut: isi kebijakan; penilaian mengenai dampak dari kekuatan-kekuatan yang
berasal dari lingkungan terhadap isi kebijakan; analisis mengenai akibat dari pelbagai
pengaturan kelembagaan dan proses-proses politik terhadap kebijakan; penelitian
mendalam mengenai akibat-akibat dari pelbagai kebijakan terhadap sistem politik; dan
evaluasi dampak kebijakan pada masyarakat. Hasilnya adalah terciptanya pengetahuan
dalam rangka meningkatkan efisiensi pilihan atas berbagai alternatif kebijakan yang
akan diputuskan oleh pemerintah atau oleh badan-badan dan pejabat-pejabat
pemerintah.
2.1.2. Ciri-ciri Kebijakan Publik
Proses pengambilan keputusan berkaitan dengan kepentingan publik dari
berbagai kajian yang dilakukan para ahli pada dasarnya memiliki ciri-ciri tertentu,
sehingga kita dapat membedakan dengan kebijakan lainnya. Ciri-ciri kebijaksanaan
negara atau kebijakan publik antara lain :
(1)
(2)
(3)
Dirumuskan oleh orang-orang yang memiliki wewenang dalam sistem
politik atau orang-orang yang dalam kesehariannya terlibat dalam urusanurusan politik dari sistem politik dan dianggap sebagian besar warga
politik
Implikasinya adalah :
 kebijaksanaan negara lebih merupakan tindakan yang mengarah pada
tujuan daripada sebagai perilaku atau tindakan serba acak dan
kebetulan,
 kebijaksanaan pada hakikatnya terdiri atas tindakan-tindakan yang
saling berkaitan dan berpola yang mengarah pada tujuan tertentu yang
dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerintah dan bukan merupakan
keputusan-keputusan berdiri sendiri,
 kebijaksanaan bersangkut paut dengan apa yang senyatanya dilakukan
pemerintah dalam bidang-bidang tertentu, dan
 kebijaksanaan negara dapat berbentuk mungkin positif dan mungkin
negatif.
Kebijaksanaan negara memiliki daya-ikat yang kuat terhadap masyarakat
secara keseluruhan dan memiliki daya paksa tertentu yang tidak dimiliki
oleh kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dibuat oleh organisasi swasta.
2.1.3. Hakikat Kebijakan Publik
Hakikat atau inti dasar dari kebijakan publik adalah sebagai jenis tindakan yang
mengarah pada tujuan tertentu sehingga dapat dikategorikan kedalam:
(1)
Tuntutan Kebijaksanaan (policy demands) pada dasarnya merupakan
suatu desakan yang ditujukan pada pejabat-pejabat pemerintah yang
17
Bahan Bantu Perkuliahan Analisa Kebijakan Publik
(2)
(3)
(4)
(5)
dilakukan oleh aktor-aktor lain, baik swasta ataupun kalangan pemerintah
sendiri, dalam sistem politik untuk melakukan tindakan tertentu atau
sebaiknya untuk tidak berbuat sesuatu terhadap masalah tertentu. Jenis
tuntuan dapat bervariasi, mulai dari desakan umum agar pemerintah
berbuat sesuatu hingga usulan untuk mengambil tindakan kongkrit
tertentu terhadap sesuatu masalah yang terjadi dalam masyarakat.
Keputusan Kebijaksanaan (policy decisions) merupakan Keputusankeputusan yang dibuat oleh para pejabat pemerintah yang dimaksudkan
untuk memberikan keabsahan, kewenangan atau memberikan arah
terhadap pelaksanaan kebijaksanaan negara. Karenanya keputusan
kebijaksanaan yang dimaksud adalah untuk menciptakan statuta
(ketentuan-ketentuan dasar), mengeluarkan perintah-perintah eksekutif
(keputusan presiden), ketetapan-ketetapan, mencanangkan peraturanperaturan administrasi, atau membuat penafsiran terhadap undangundang
Pernyataan Kebijaksanaan (policy statement) adalah pernyataan resmi
atau artikulasi (penjelasan) mengenai kebijaksanaan negara tertentu,
termasuk ketetapan-ketetapan MPR, Keputusan Presiden atau Dekrit
Presiden, peraturan-peraturan administrasi dan keputusan-keputusan
peradilan, maupun pernyataan-pernyataan dan pidato-pidato para pejabat
pemerintah yang menunjukkan hasrat dan tujuan pemerintah serta apa
yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan tujuan tersebut.
Keluaran Kebijaksanaan (policy outputs) merupakan wujud kebijaksanaan
negara yang paling dapat dilihat dan dirasakan karena menyangkut hal-hal
yang senyatanya dilakukan guna merealisasikan apa yang digariskan
dalam keputusan dan pernyataan-pernyataan kebijaksanaan. Keluarankeluaran kebijaksanaan adalah menyangkut apa yang dikerjakan oleh
pemerintah, yang dapat dibedakan dari apa yang ingin dikerjakan oleh
pemerintah.
Hasil Akhir Kebijaksanaan (policy outcomes) adalah akibat-akibat atau
dampak yang benar-benar dirasakan oleh masyarakat, baik yang
diharapkan maupun yang tidak diharapkan konsekuensi dari adanya
tindakan atau tidak adanya tindakan pemerintah dalam bidang-bidang
atau masalah-masalah tertentu yang ada dalam masyarakat.
2.1.4. Pentingnya Mempelajari Kebijakan Publik
Keterkaitan antara ilmu sosial dengan kebijakan publik berhubungan dengan
adanya kebutuhan akan pentingnya informasi tentang masalah-masalah sosial yang
muncul akibat diterapkan suatu keputusan terutama keputusan yang dibuat pemerintah
untuk kepentingan publik. Sebagai contoh, ahli sosiologi pembangunan haruslah
mengajukan pertanyaan-pertanyaan sosiologi yang menentukan seperti; dapatkah
struktur sosial yang ada berfungsi dalam pergeseran yang begitu cepat akibat
masuknya gelombang uang yang besar? Penyesuaian struktural seperti apakah yang
diperlukan sejalan dengan elemen-elemen intervensi pembangunan lainnya? Ahli
sosiologi diharapkan mampu menunjukkan langkah-langkah operasional untuk
18
Bahan Bantu Perkuliahan Analisa Kebijakan Publik
membuat persiapan-persiapan sosial, modifikasi struktural, atau perubahan
institusional yang diperlukan untuk menghadapi masalah-masalah selanjutnya.
Sebutan ahli dalam bidang ilmu sosial pada dasarnya tidak hanya menganalisis
dan mendeskripsikan, tetapi juga menyediakan berbagai metode untuk mengkaji
tindakan analisis sosial. Meskipun hal ini sulit untuk dilakukan tetapi peranannya sangat
penting dalam proses pengambilan keputusan pembangunan. Misalnya pernyataan
“mengutamakan manusia” dalam proyek-proyek pembangunan berarti memberi
manusia lebih banyak peluang untuk beperan secara efektif dalam kegiatan
pembangunan. Hal ini berarti memperkuat manusia untuk mengarahkan kapasitas
mereka sendiri, menjadi aktor sosial katimbang subjek pasif, mengelola sumberdaya,
membuat keputusan dan mengawasi kegiatan yang mempengaruhi kehidupan mereka.
Dalam kaitan ini, memperlihatkan bahwa pendekatan atas bawah (top-down) kurang
efektif untuk digunakan dalam pengambilan keputusan publik. Penggantinya adalah
pendekatan peran-serta (participatory approach).
Seperti yang dipaparkan sebelumnya pendekatan peran serta di Indonesia
kembali dimunculkan pada era otonomi daerah. Pendekatan ini menjadi penting
mengingat mempelajari analisa kebijakan publik menurut Anderson (1998) dan Dye
(1998) adalah: (1) untuk memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam mengenai
hakikat dan asal mula kebijakan publik berikut proses-proses yang mengantarkan
perkembangannya serta akibat-akibatnya pada masyarakat, (2) upaya untuk
menerapkan pengetahuan ilmiah di bidang kebijakan publik guna memecahkan
masalah-masalah sosial sehari-hari, dan (3) agar pemerintah dapat menempuh
kebijaksanaan yang tepat guna mencapai tujuan yang tepat pula.
Pertanyaannya kemudiaan yang muncul bagaimanakah peran-serta menjadi
peran–serta pembangunan (how participatory development)? -sepenuhnya dibenarkan
dan harus ditanyakan pada bagaimana proses pengambilan keputusan dari setiap
program pembangunan. Apa yang sesungguhnya terjadi apabila manusia tidak
diutamakan secara meyakinkan telah ditunjukkan analisis dari banyak program
pembangunan yang selesai tetapi gagal (Cernea, 1981:11-17).
2.1.5. Sistem Politik dan Sebab-sebab Kegagalan Kebijakan Publik
Studi politik pada dasarnya ingin memberikan pemahaman tentang bagaimana
keputusan yang sah diambil dan dapat dilaksanakan dalam masyarakat. Untuk maksud
tersebut analisa dapat dilakukan melalui pemahaman tentang bagaimana bekerjanya
lembaga-lembaga, seperti partai politik, kelompok penekan, pemerintahan dan proses
pengambilan keputusan itu sendiri. Hal lain yang juga dilakukan dalam studi politik
adalah memahami hakekat dan akibat dari suatu kegiatan politik seperti manipulasi,
propaganda dan kekerasan untuk mengungkapkan lebih jauh struktur dimana kegiatan
politik tersebut berlangsung. Dengan menggabungkan hasil-hasil dari analisis tersebut,
maka akan diperoleh gambaran tentang sistem politik dan sebab-sebab kegagalan
kebijakan publik.
19
Bahan Bantu Perkuliahan Analisa Kebijakan Publik
2.1.6. Sistem Politik
Menutu Syafiie (1994:113) dan Mas’oed dan MacAndrews (2001:28), sistem
politik diartikan sebagai struktur politik yaitu suatu pola peranan yang kait mengkait
atau hubungan yang sudah mapan di antara orang seorang dan atau organisasi. Easton
(dalam Sanit , 1980 : 32 – 37 dan Varma, 1992 : 275 - 295), memahami bahwa sistem
politik terdiri dari unsur-unsur yang membentuknya. Gaffar (2000 : 54), menyimpulkan
bahwa sistem politik pada dasarnya memiliki unsur-unsur tertentu yang membentuk
sistem itu sendiri. Atas dasar pemahaman tersebut, maka sistem politik diartikan
sebagai unsur-unsur yang membentuk pola hubungan yang saling terkait.
Pertanyaannya adalah unsur-unsur apa sajakah yang membentuk sistem politik?
Easton (dalam Sanit , 1980 : 32 – 37 dan Varma, 1992 : 275 - 295) dalam
pemahamannya tentang The Political System mengidentifikasi unsur-unsur yang
membentuk sistem politik :
(1) Unsur Identifikasi. Perbedaan antara sistem politik dari sistem lainnya,
dikenali dengan menggambarkan unit-unit fundamental dari sistem politik
dan menetapkan batas yang memisahkan antara unit-unit dari sistem
politik dengan unit-unit di luar sistem politik tersebut.
(a) Unit sistem politik. Unit merupakan unsur yang membentuk
sistem tersebut. Di dalam hal sistem politik, unsur ini adalah
tindakan politik. Biasanya dianalisis dengan melihat tindakan politik
di dalam strukturnya, yaitu peran dan kelompok politik.
(b) Batas politik. Beberapa persoalan penting berkenaan dengan
operasi sistem politik hanya bisa dijawab karena sistem politik
tersebut berdiri sendiri. Sistem ini selalu terkandung di dalamnya
suatu jalinan atau lingkungan tertentu. Bekerjanya suatu sistem
merupakan bagian dari fungsi sistem adalah untuk mengambil
keputusan dalam rangka menghadapi berbagai lingkungan sosial,
biologis dan fisik.
(2) Input dan Output
Untuk melihat sistem politik maka dasar yang digunakan adalah
kepercayaan akan pentingnya konsekuensi dari apa yang menjadi
keputusan yang sah terhadap masyarakat. Konsekuensi ini dapat dilihat
sebagai output. Dalam analisa politik output tersebut selalu mengandung
arti penting bagi masyarakat yaitu munculnya berbagai keputusan untuk
mengatur segala prilaku kehidupan mereka. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada gambar 1 dibawah ini.
20
Bahan Bantu Perkuliahan Analisa Kebijakan Publik
Gambar 1
Hubungan Antar Input dan Ouput
Dalam Sistem Poilitik.
Dari gambar 1 di atas, dapat disimpulkan bahwa sistem politik akan
menerima terus menerus input demi kelangsungan hidupnya dan tanpa
input maka sistem politik tersebut tidak dapat berlangsung.
(3) Difrensiasi di dalam sistem.
Disamping energi yang menggerakkan sistem, juga menerima informasi
yang akan dijadikan bahan pertimbangan untuk menggunakan energi
tersebut. Karenanya sistem akan menghasilkan berbagai output yang
mungkin berbeda dengan input yang datang dari lingkungan. Jika suatu
sistem politik harus melaksanakan penetapan sesuai dengan tugas dalam
waktu yang terbatas, maka haruslah terdapat sejumlah difrensiasi di
dalam strukturnya.
(4) Integrasi sistem.
Kenyataan tentang difresiasi ini akan membuka suatu kawasan analisis
dilihat dari sistem politik. Difrensiasi struktural mengandung dorongan
yang secara potensial mempunyai akibat perpecahan atau konflik bagi
sistem politik. Karenanya perlu dilakukan analisis lebih lanjut tentang
bagaimana menjalin seluruh proses tersebut ke dalam suatu rangkaian,
sekalipun hasilnya secara minimal dan sulit untuk diterima sebagai ouput
yaitu terpilihnya bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur.
Berdasarkan kerangka unsur-unsur di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
sistem politik merupakan jaringan yang saling kait mengkait, seperti yang ditampilkan
dalam pada gambar 2.1.
21
Bahan Bantu Perkuliahan Analisa Kebijakan Publik
Gambar 2.1.
Proses Pengambilan Keputusan Dalam Sistem Politik
(Sumber : Mas’oed dan MacAndrews, 2001:30)
2.2.1. Sistem Politik dan Sebab-sebab Kegagalan Kebijakan Publik
Mengacu pada gambar 2.1. menurut Jones (1994:6), untuk memahami sistem
politik dan sebab-sebab kegagalan kebijakan publik hal yang penting untuk dipelajari
dan dianalisis adalah: (1) Pemahaman tentang Hakekat Sistem (Politik), (2) Sistem
Utama: Lembaga-lembaga, dan (3) Hubungan-hubungan Antarpemerintah. Hal ini
dikarenakan sebab-sebab kegagalan suatu kebijakan publik pada dasarnya dikarenakan
tidak berjalan seluruh proses pembuatan kebijakan.
Hasil penelitian yang dilakukan Darwanti (2003), terhadap pelaksanaan
Peratarun Daerah (PERDA) Nomer 2 Tahun 2002 tentang Pedagang Kaki Lima (PKL)
misalnya masih mempertanyakan apakah PERDA tersebut dapat dijalankan.
Penyebabnya adalah: (1) masih adanya pro dan kontra dari segi teknis pelaksanaan,
(2) apakah bisa diterima atau tidak oleh masyarakat terutama PKL, (3) penentuan
terhadap tempat yang strategis agar menjadi daerah permanen bagi PKL, (4)
penyediaan fasilitas, seperti tempat penampungan, (5) meskipun sudah diputuskan
tetapi belum ada tanda-tanda untuk menertibkan terhadap PKL. Karenanya Darwanti
(2003) dari hasil penelitiannya menyimpulkan penyebab utama tidak berjalannya
PERDA No. 2 Tahun 2002 adalah kurangnya sosialisasi dan komunikasi yang dilakukan
22
Bahan Bantu Perkuliahan Analisa Kebijakan Publik
oleh Pemerintah Kota maupun DPRD Kota Salatiga dengan PKL. Dengan kata lain,
dalam pengambilan keputusan No. 2 Tahun 2004 peran serta masyarakat (PKL) belum
dilibatkan secara optimal akibatnya hingga saat ini PKL di kota Salatiga belum juga
tertata seperti yang diharapkan oleh PERDA.
UUD 1945
Eksekutif
(Pemerintah)
Masukan
LSM
Rakyat
Legeslatif
(DPR/D)
Naskah Akademik
(UU Tandingan)
Sosialisasi
RUU/
RAPERDA
Pengesahan
UU/PERDA
RAPERDA
Impelementasi
(Memaksa)
Gambar 2.2.
Proses Pengambilan Keputusan PERDA
Dalam Sistem Politik Indonesia
23
Bahan Bantu Perkuliahan Analisa Kebijakan Publik
BAHAN BACAAN UTAMA
Abdul Wahid, Slocihin, 2002, Analisa Kebijaksanaan, Dari Reformulasi ke Implementasi
Kebijaksanaan Negara, Jakarta, Bumi Aksara, Halaman 1 – 15.
Cernea, Michael M, 1981, Mengutamakan Manusia Di Dalam Pembangunan, Jakarta, UI
Press, Halaman 11 – 17.
Islam, Irfan, 2002, Prinsip-prinsip Perumusan Kebijaksanaan Publik, Jakarta, Bumi
Aksara, Halaman 18 – 21.
Jones, Charles O, 1994, Pengantar Kebijakan Publik, Jakarta, Raja Grafindo Persada,
Halaman 1 – 40.
24
Download