View/Open - Repository | UNHAS

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kasus pertama Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) di Indonesia
ditemukan pada tahun 1987 di Bali, tetapi penyebaran HIV di Indonesia meningkat
setelah tahun 1995. Data terbaru di Indonesia dari 1 April 1987 sampai 30 Juni 2005
jumlah penderita HIV/AIDS 7098 orang, terdiri dari 3740 kasus infeksi HIV dan 3358
kasus AIDS dan kematian terjadi pada 828 orang. Fakta baru tahun 2002 menunjukkan
bahwa penularan infeksi HIV di Indonesia telah meluas ke rumah tangga, sejumlah 251
orang diantara penderita HIV/AIDS di atas adalah anak-anak dan remaja, dan transmisi
perinatal (dari ibu kepada anak) terjadi pada 71 kasus.1
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), penyakit sistem kekebalan tubuh
manusia yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV), telah muncul
sebagai krisis global sejak penemuannya pada musim panas tahun 1981 di Amerika
Serikat.2 Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sindroma penyakit
defisiensi seluler yang disebabkan oleh human immunodeficiency virus (HIV) yang
merusak sel yang berfungsi untuk system kekebalan tubuh yaitu CD4(Lymphocyte Thelper).3
Cacat imunitas seluler yang terkait dengan AIDS dapat menempatkan orang yang
terinfeksi berisiko untuk berbagai infeksi oportunistik. Kandidiasis oral adalah salah satu
yang paling umum, infeksi oral mukosa terlihat pada orang dengan HIV atau AIDS.2
Presentasi status kesehatan mulut dari pasien yang terinfeksi HIV adalah parameter
yang sangat penting, karena dapat mengungkapkan informasi penting tentang status
kekebalan individu. Gangguan mulut terjadi sekitar 64-80% kasus HIV / AIDS di India
dan dapat hadir sebagai berbagai macam lesi, terutama jamur, virus, dan bakteri dan
neoplasma ganas seperti sarkoma Kaposi dan presentasi nonspesifik seperti ulserasi
aphthous dan penyakit kelenjar ludah seperti cacat T-lymphocytemediated. Faktorfaktor yang mempengaruhi ekspresi lesi oral termasuk jumlah CD4 kurang dari 200
sel/mm3,lebih besar dari 3000 kopi / mL, xerostomia dan merokok. Pada umumnya
gangguan rongga mulut pada HIV adalah kandidiasis yang terjadi dalam kasus-kasus
17-43% infeksi dengan HIV dan di lebih dari 90% kasus dengan AIDS.2
Orang dengan HIV dapat mendapatkan banyak infeksi (dikenal sebagai infeksi
oportunistik, atau IO). Banyak dari penyakit yang sangat serius dan memerlukan
pengobatan. Beberapa dapat dicegah. Infeksi opotunistik disebabkan baik oleh
organisme virulensi rendah atau pathogenic pada individu dengan sistem kekebalan
tubuh yang baik, atau dikenal patogen yang hadir dalam cara yang berbeda dari biasanya
pada
individu
imunodefisiensi,
misalnya
dalam
bentuk
virulensi
meningkat,
kekambuhan, berbagai obat resistensi atau presentasi atipikal.
Infeksi Candida (C) albicans adalah salah satu infeksi oportunistik yang paling
sering diamati pada HIV-1 positif.1 Bukti Data Klinis dan eksperimental telah
menunjukkan bahwa baik bawaan dan adaptif sistem kekebalan tubuh mengatur kontrol
infeksi Candida.4
2
Berdasarkan pernyataan diatas,penelitian ini penting dan perlu untuk dilakukan oleh
karena pada penderita HIV mengalami penurunan system imun dan terjadi manifestasi
pada rongga mulut berupa infeksi oportunistik dan peneliti ingin mengidentifikasi sp.
Candida pada rongga mulut penderita.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas,maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut :
Jenis candida apa yang paling banyak dijumpai pada rongga mulut Orang dengan
HIV/AIDS (ODHA)?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis spesies candida yang banyak
terdapat pada rongga mulut Orang dengan HIV/AIDS (ODHA).
1.4 MANFAAT PENELITIAN
1. Memberikan sumbangan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan khususnya
dibidang kedokteran gigi.
2. Sebagai data awal bagi penelitian lebih lanjut
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Aquired immune Deficiency Syndrome (AIDS)
Aquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sindrom gejala penyakit
infeksi oportunistik atau kanker tertentu akibat menurunnya system kekebalan tubuh
oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV).5
HIV pertama kali ditemukan oleh sekelompok peneliti yang dikepalai oleh Luc
Montagnier pada tahun 1983, merupakan virus RNA diploid berserat tunggal (single
stranded) berdiameter 100-120nm. HIV memiliki enzim reverse transcriptase, yang
mampu mengubah RNA menjadi DNA pada sel yang terinfeksi, kemudian berintegrasi
dengan DNA sel pejamu dan selanjutnya dapat berproses untuk replikasi virus.1
HIV melemahkan peran defensif dari sistem kekebalan tubuh manusia. Setelah
HIV menginfeksi seseorang, tubuh berusaha untuk mengatasi virus dengan
menghasilkan antibodi untuk melawannya. Namun, dalam proses tingkat-membatasi,
perkembangan dari penyakit melemahkan sistem kekebalan tubuh untuk mematikan dan
bahkan memicu untuk infeksi. Sebagai sistem kekebalan tubuh merespon, beberapa
infeksi oportunistik memberikan reaksi ke AIDS.6
4
2.1.1 Struktur HIV.
HIV adalah virus sitopatik yang diklasifikasikan dalam family Retroviridae,
genus Lentivirus. HIV termasuk virus RNA dengan berat molekul 9,7 kb (kilobases).
Jenis virus RNA dalam proses replikasinya membuat sebuah salinan DNA dari RNA
yang ada didalam virus. Gen DNA tersebut yang memungkinkan virus untuk
bereplikasi.seperti halnya virus yang lain,HIV hanya dapat bereplikasi di dalam sel
pejantan. HIV merupakan virus yang memiliki selubung virus (envelope), mengandung
dua kopi genomic RNA virus yang terdapat di dalam inti. Di dalam inti virus juga
terdapat enzim-enzim yang digunakan untuk membuat salinan RNA yang deperlukan
untuk replikasi HIV yakni : reverse transcriptase, integrase dan protease. RNA diliputi
oleh kapsul berbentuk kerucut terdiri atas sekitar 2000 kopi p24 protein virus. 3
Individu yang telah terinfeksi oleh HIV dapat diklasifikasikan menjadi empat
golongan,yaitu :7
1. Tanpa adanya tanda-tanda imunosupresi pembawa virus asimtomatik.
2. Dengan limfadenopati pada ketiak,leher dan lain-lain: Persistent generalized
lymphadenopathy (PGL).
3. Simtomatik dengan gejala kelelahan,demam,dan kerusakan system imunitas :
AIDS-related complex (ARC)
4. Simtomatik dengan ancaman jiwa (life threatening) akibat adanya infeksi
oportunistik dan sarcoma Kaposi : full-blown AIDS
5
2.1.2 Sifat-sifat khusus HIV :8
1. Morfologi : Membentuk tonjolan pada permukaan sel;partikel virus dewasa
(mature) mempunyai inti eksentrik berbentuk batang.
2. Densitas : 1,16- 1,17 dalam gradient sukrosa.
3. Struktur antigenic : ada dua, yaitu HIV-I dan HIV-II yang mempunyai
persamaan dalam tropisma spesifiknya terhadap limfosit T4, tipe efek sitopatik
yang spesifik pada biakan sel in vitro, tetapi berbeda secara biologic molekuler
dan tropismanya pada anggota golongan kera (HIV-I menginfeksi simpanse dan
HIV-II golongan makakus).
4. Mempunyai RNA yang terdiri dari dua subunit identik (9.200 pasang basa)
dengan tiga gen utama (gag,pol dan env) serta beberapa gen tambahan
(LTR,tat,rev,vif,vpr,vpu dan nef)
5. Enzim reverse transcriptase (RT) : bekerja dengan menggunakan primer RNAlysin dengan menggunakan bantuan Mg++. Untuk pemeriksaan RT dapat
digunakan template primer poly A dan oligo dT atau poly C dan oligo dG.
6. Glikoprotein selubung terdiri dari: gp 120;g 41
7. Tropisma : spesifik, selektif tinggi dari HIV terhadap sel limfosit T-helper
(OKT4-reaktive;CD4;TH)yang memegang system peranan penting pada system
kekebalan seluler.
8. Sitopatologi : HIV pada biakan sel limfosit menimbulkan efek sitopatik yang
khas berupa sel raksasa berinti banyak (multinucleated giant cell). pada
6
permukaan sel dari biakan sel leukemik secara in vitro akan terlihat adanya
tonjolan-tonjolan (budding) dari virion HIV
9. Virus dapat di adaptasikan untuk mengadakan replikasi dalam stable cell lines
seperti sel limfoblastoid B yang ditransformasikan oleh virus Epstein-Barr
(EBV), biakan sel leukemik strain H9,HUT78 dan CEM.( MO UI) (buku ajar
mokroniologi kedokteran UI)
Sistem stadium klinis Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 7
Stadium 1:

penyakit Serokonversi

Infeksi asimtomatik

persisten Limfadenopati generalisata
Stadium 2 :

Berat badan turun hingga 10%

Herpes zoster

Manifestasi mukokutan Kecil

infeksi saluran pernapasan atas yang berulang
Stadium 3 :
 Hilangnya Lebih dari 10% berat badan

Diare kronis > 1 bulan

Demam berkepanjangan selama > 1 bulan

Oral candida, kandidiasis vagina kronis

Oral hairy leukoplakia
7

Infeksi bakteri

TB Paru
Stadium 4 (AIDS) :

TB luar paru

Pneumocystis jirovecii pneumonia (PCP)

Meningitis kriptokokus

Virus herpes simplex ulkus > 1 bulan

Kandidiasis esofagus atau paru

Toksoplasmosis serebral

Ekstra-paru Kriptosporidiosis
 Isosporiasis
 Cytomegalovirus (CMV) (selain hati,
limpa, atau kelenjar getah bening)
 Sindrom wasting HIV
 HIV ensefalopati
 Sarkoma Kaposi (KS)
 Progressive multifocal leukoencephalopathy
 Mikosis endemik diseminata
 Mycobacteriosis Atypical
 Non-typhoid Salmonella bakteremia
 Limfoma
8
2.1.3 Patogenesis dan patologi.
A.Tinjauan perjalanan infeksi HIV.
Perjalanan infeksi HIV yang khas menghabiskan waktu sekitar satu dasawarsa.
Stadium-stadium yang terjadi antara lain infeksi primer,penyebaran virus ke organ-organ
limfoid, masa laten klinik, timbulnya ekspresi HIV, penyalit klinik dan kematian. Lama
waktu antara infeksi promer dan perkembangan penyakit klinik rata-rata sekitar 10 tahun
.kematian biasanya terjadi dalam 2 tahun setelah mula timbul gejala klinik.9
B.Penurunan limfosit T CD4.
Gambaran utama infeksi HIV adalah penurunan limfosit yang menginduksi
T_helper akibat tropisme HIV untuk populasi limfosit ini yang mengekspresikan
penanda fenotipik CD4 yang permukaannya. Molekul CD4 adalah reseptor utama untuk
HIV; molekul ini memiliki afinitas tinggi terhadap selubung virus. infeksi dapat
dihambat melalui antibody monoklinal terhadap CD4 dan melalui rekombinan CD4
terlarut. Subset tertentu dari monosit dan makrofag juga mengekspresikan molekul CD4
dan sel-sel ini dapat berikatan dan diinfeksi oleh HIV.9
2.1.4 Gambaran klinik.
AIDS ditandai dengan penekanan yang nyata terhadap system imun dan
perkembangan neoplasma yang tidak lazim (khususnya Sarcoma kaposi) atau dengan
berbagai infeksi oportunistik berat. Gejala yang lebih serius pada orang dewasa sering
didahului dengan suatu prodroma (diare dan penurunan berat badan) yang dapat meliputi
9
rasa lelah, malaise, penurunan berat badan, demam sesak napas, diare kronik, bercak
putih pada lidah (Hairy lekoplakia, kandidiasis oral) dan limfadenopati. Gejala penyakit
pada saluran pencernaan mulai dari esophagus sampai colon merupakan penyebab utama
dari kelemahan. Jangka waktu antara infeksi primer dengan HIV dan penampakan gejala
klinik yang pertama biasanya cukup lama pada orang dewasa, rata-rata sekitar sepuluh
tahun.kematian terjadi sekitar dua tahun kemudian.9
Penyebab paling sering dari morbiditas dan mortalitas di antara pasien dengan
infeksi HIV stadium lambat adalah infeksi oportunistik, yaitu infeksi berat yang
ditimbulkan oleh penyebab yang jarang menimbulkan penyakit serius pada orang
dengan fungsi imun yang baik. Akibat perkembangan pengobatan untuk beberapa
pathogen umum dan penatalaksanaan pasien AIDS, maka memungkinkan mereka untuk
bertahan hidup lebih lama, sehingga spectrum infeksi oportunistik berubah.
Infeksi oportunistik yang paling lazim pada pasien AIDS adalah sebgai berikut :
1. Protozoa : Toxoplasma gondii, Isospora belli, Cryptosporidium.
2. Jamur : Candida albicans Cryptococcus neoformans, coccidioides immitis,
Histoplasma capsulatum, pneumocystis caranii (sebelumnya diklasifikasikan
sebgai protozoa).
3. Bakteri : Mycobacterium aviumintra cellulare,Mycobacterium tuberculosis,
Listeriamonocytogenes, Nocardia asteroids, salmonella, streptococcus.
4. Virus : Sitomegalovirus, virus herpes simpleks, virus verisela-zoster, adenovirus,
papovavirus JC manusia, virus hepatitis B.9
10
2.1.5 Cara penularan.
HIV ditularkan melalui kontak seksual, pemaparan darah atau produk darah yang
terkontaminasi dengan cara parenteral dan dari ibu ke anaknya selama masa
perinatal.adanya penyakit yang ditularkan secara seksual, seperti sifilis, gonore, atau
chancroid, meningkatkan risiko pebularan HIV seksual sebanyak seratus kali lipat.
Diduga, proses peradangan dan ulkus akan memudahkan pemindahan sel yang
terinfeksi HIV . Orang-orang yang bersifat positif virus tetapi asimtomatik dapat
menularkan virus.9
Jalur penularan (darah ,seks dan waktu lahir) merupakan penyebab dari hampir
seluruh infeksi HIV, tetapi tetap harus diperkirakan bahwa di lingkungan yang
jarangpun dapat juga terjadi penularan melaui cara lain, terutama melalui kontak
dengan saliva, kontak lain yang “tidak disengaja” dengan orang-orang yang
terinfeksi HIV atau vector serangga tidak terdapat bukti mengenai penularan virus
dibawah kondisi yang tidak biasa.9
2.2 SPESIES CANDIDA
Candida merupakan bagian dari flora normal mulut pada kebanyakan orang.
Pada bayi baru lahir, kolonisasi biasanya diperoleh dari flora vagina ibu atau sumber
eksogen lainnya dan tampaknya kebanyakan orang terkolonisasi dengan strain Candida
yang berbeda, jika infeksi terjadi, strain menginfeksi kemudian strain yang sama sebagai
koloni.10
11
Spesies Candida yang umum berasal dari rongga mulut, saluran usus dan
vagina,dengan bayi yang baru lahir terbentuk koloni segera setelah lahir. Spesies ini
berbahaya di sebagian besar individu, pada keadaan tertentu mereka bisa tumbuh terlalu
oportunis dan menyebabkan berbagai penyakit.10
Yeast (ragi) merupakan bagian dari genus Candida yang terdiri dari 150-200
spesies. Mereka adalah jamur dimorfik uniseluler yang tidak sempurna yang
berkembang biak oleh sel-sel yang serupa tunas dari permukaan mereka dan membentuk
hifa dan pseudohyphae. Mereka sebelumnya ditempatkan ke family Deuteromycetes,
menunjukkan ketiadaan reproduksi seksual. Namun, beberapa patogen dan nonpatogenik
spesies
Candida
sempurna
telah
diidentifikasi
memiliki
tahap
seksual/bereproduksi. 10
Species of Candida.11

Candida albicans

Candida glabrata

Candida dubliniensis

Candida guilliermondii

Candida krusei

Candida lusitaniae

Candida parapsilosis

Candida tropicalis

Candida kefyr
12
Gambar 2.1 : Spesies candida
Sumber : Jabra,M.A.Emergency medicine & Critical Care Review 2006
13
Gambar 2.2 : Scanning gambar mikroskopis elektron dari beberapa nonCandida albicans strain Candida.
Sumber : Meurman1 J.H, Siikala E, Richardson M, Rautemaa R. Non-Candida albicans
Candida yeasts of the oral cavity. Communicating Current Research and Educational
Topics and Trends in Applied Microbiology A. Mendez-vilaz (ed).2007
14
2.2.1 Candida albicans.
Candida albicans adalah patogen oportunistik yang biasanya berkolonisasi pada
permukaan mukosa manusia seperti rongga mulut. Dalam keadaan tertentu, biasanya
berkaitan dengan sistem kekebalan tubuh, C. albicans menyebabkan infeksi yang dapat
terbatas pada mukosa atau, dalam kasus immunodepresi, berkembang ke invasi
sistemik.19
Candida albicans terdapat dalam 3 bentuk morfologi, yaitu yeast-like cell,
berupa kumpulan sel berbentuk bulat atau oval, lebar 2-8 Mm, panjang 3-4 Mm,
berbentuk hifa, berupa sel berbentuk panjang yang mudah tumbuh dalam lingkungan
yang menguntungkan, seperti serum manusia atau hewan, klamidospora berupa sel
berbentuk bulat, berdinding tebal, dengan diameter 8-12 Mm, mudah ditemukan dalam
media yang tidak memngkinkan terjadinya pertumbuhan optimal. Candida albicans
dianggap sebagai spesies yang paling patogen dan merupaka etiologi bagi candidiasis
rongga mulut.
Infeksi
Candida
albicans
hadir
dalam
empat
bentuk:
kandidiasis
pseudomembran,kandidiasis hiperplastik, kandidiasis eritematosa dan angular cheilitis.
Pasien mungkin menunjukkan salah satu atau kombinasi dari berbagai presentasi ini.19
Kandidiasis oral merupakan infeksi oportunistik umum di populasi. C. albicans
masih dianggap sebagai agen etiologi utama dalam infeksi ini dan menyumbang 70%
sampai 80% dari organisme yang terisolasi dari lesi mukosa mulut. Namun, dalam
15
beberapa tahun terakhir, C. Glabrata telah muncul sebagai agen patogen penting pada
mukosa mulut, baik sebagai agen co-menginfeksi dengan C. albicans atau sebagai
spesies terdeteksi tunggal dari lesi oral.19
2.2.2 Candida tropicalis.
C. tropicalis adalah yang paling virulen dari spesies NCAC (Non-candida
albicans candida). Hal ini mungkin karena kemampuannya untuk melekat pada sel
epitel
in
vitro
dan
kemampuannya
untuk
mengeluarkan
tingkat
moderat
proteinase.Candida tropicalis biasanya terisolasi dari rongga mulut dan kulit. Candida
tropicalis juga dapat menyebabkan infeksi kerongkongan. kasus terakhir, telah terbukti
berhubungan dengan penyakit sistemik, dengan kata lain, kesehatan umum yang buruk
membuat besar kemungkinan pasien untuk candidemia disebabkan oleh strain ini.10
2.2.3 Candida glabrata.
Sebelumnya C. glabrata dianggap sebagai patogen yang menyebabkan infeksi
hanya bila terdeteksi dengan C. albicans.Namun ada beberapa laporan tentang infeksi
Candida orofaringeal (OPC) hanya untuk C.glabrata dan sekarang muncul sebagai
patogen penting, baik infeksi
terisolasi
dari
rongga
dalam mukosa dan aliran darah. Hal ini umumnya
mulut
yang
terinfeksi
HIV.
C.
glabrata adalah agen kedua yang paling umum dari candidemia di Amerika serikat sejak
awal 1990-an .Hal ini dianggap bahwa C. glabrata terkait OPC infeksi HIV-dan pasien
kanker lebih parah dan lebih sulit untuk diobati. Hal ini terutama disebabkan
16
kemampuan C. glabrata dengan cepat mengembangkan ketahanan terhadap flukonazol.
Cross resisten terhadap azoles baru telah ditemukan .Perlawanan dapat menjadi baik
bawaan dan diperoleh. Infeksi C. glabrata sulit untuk diobati dan yang terkait dengan
infeksi sistemik memiliki tingkat kematian yang tinggi. C. glabrata kapasitas
keratinocyteadherence mulut lebih rendah dibandingkan dengan C. albicans. Faktorfaktor virulensi dan host-parasit interaksi C. glabrata tidak diketahui .1
2.2.4 Candida parapsilosis.
Dalam beberapa tahun terakhir, spesies non-Candida albicans seperti Candida
parapsilosis semakin terlibat dalam infeksi nosokomial, terutama pada pasien bedah
jantung dan neonatus.
2.2.5 Candida krusei.
C. krusei menyebabkan infeksi terutama pada pasien penyakit kritis dan yang
paling sering terisolasi di hematologi pasien dengan neutropenia berat. Ini adalah
patogen yang jarang menyebabkan candidemia. Isolat telah dilaporkan tahan terhadap
flukonazol dan itrakonazol,ada juga beberapa laporan strain yang resisten terhadap
amfoterisin B . Meluasnya penggunaan flukonazol untuk mencegah infeksi jamur pada
pasien terinfeksi HIV telah menyebabkan peningkatan yang signifikan dalam infeksi C.
Krusei.10
17
2.2.6 Candida guilliemondi.
C. guilliermondii telah dikaitkan dengan hasil klinis yang buruk dan keganasan
hematologi. Ini dapat ditemukan pada kulit manusia dan sebagai bagian dari flora
saluran
genitourinari
dan
gastrointestinal.
Ini
telah
didokumentasikan
yang
menyebabkan infeksi pada pasien yang menjalani prosedur bedah, endokarditis di
intravena pengguna narkoba dan fungemia pada pasien immunocompromised. C.
guilliermondii juga telah diisolasi dalam infeksi saluran kemih. Ini mungkin
mengembangkan resistansi terhadap amfoterisin B.10
2.2.7 Candida dubliniensis
C. dubliniensis pertama kali dijelaskan pada tahun 1995. Ini adalah spesies yang
berhubungan dengan lesi oral individu yang terinfeksi HIV dan itu adalah fenotipik dan
genotypically terkait erat dengan C. albicans. Penelitian in vitro fenotipik telah
menunjukkan
bahwa
C.dubliniensis
memiliki
beberapa
karakteristik
yang
membedakannya dari C. albicans. Keduanya memproduksi tabung sel dan
chlamydospores. Tidak seperti C. Albicans, isolat C. dubliniensis.tumbuh buruk pada 42
° C. Meskipun kesamaan dengan C. albicans, C. dubliniensis bukan konstituen umum
dari mikroflora oral dan hanya sekitar 3,5% dari orang sehat membawa C.dubliniensis
di rongga mulut. Sebuah prevalensi 15-30% dari C. dubliniensis dalam rongga mulut
yang terinfeksi HIV dan AIDS telah dilaporkan. Ini bukan penyebab umum dari infeksi
aliran darah dan kejadian infeksi sistemik rendah. Alasan ini tampaknya menjadi
virulensi rendah dari C. dubliniensis dibandingkan dengan virulensi C. albicans. Ia telah
18
mengemukakan bahwa alasan untuk virulensi relatif rendah adalah kemampuannya lebih
rendah untuk membentuk hifa compred ke C. albicans. Namun C.dubliniensis, hanya
spesies Candida selain C. albicans yang membentuk hifa benar. Penurunan kerentanan
atau ketahanan telah dilaporkan pada isolat pulih dari HIV-pasien menerima terapi
flukonazol. C. dubliniensis telah diisolasi dari berbagai geografis.10
2.2.8 Candida lusitaniae.
C. lusitaniae pertama kali dijelaskan pada tahun 1959 yang umum mengisolasi
saluran gastrointestinal dan laporan pertama pada kasus infeksi manusia yang
disebabkan oleh C. lusitaniae berada di 1979. Ini adalah patogen yang jarang. Ini adalah
patogen yang kurang dari pada C. tropicalis dan C.parapsilosis dan penyebab infeksi
utama pada host immunocompressed dengan penggunaan antibiotik spektrum luas yang
berkepanjangan ,berobat dirumah sakit yang lama, terapi sitotoksik atau kortikosteroid,
atau granulositopenia. Hal ini juga ditemukan sebagai penyebab infeksii pada kelahiran
rendah pada neonatals. C. lusitaniae mungkin berkembang
resistansi terhadap
amfoterisin B, namun data bertentangan.10
19
BAB III
KERANGKA KONSEP
Penderita Human Immunodeficiency Virus
(HIV).
Penurunan system imun/
Kadar CD4
Faktor Internal :




Usia
Penyakit sistemik
OH yang buruk
Penurunan jumlah
saliva/xerostomia
Faktor Eksternal :



Merokok
Pemakaian gigi
tiruan
Penggunaan
antibiotic spectrum
luas
Infeksi candida/
Candidiasis
Spesies candida:
1.candida albicans
2.candida tropicalis
3.candida glabrata
4.candida parapsilosis
5.candida krusei
6. candida guilliemondi
Ket :
7. candida pseudotropicalis
Variabel yang tidak diteliti
8.candida steilatoidea
Variabel yang diteliti
9. candida dubliniensis
20
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 JENIS PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif, yaitu suatu
rancangan penelitian dengan melakukan pengamatan terhadap objek yang akan
diteliti tanpa melakukan intervensi .
4.2 RANCANGAN PENELITIAN
Rancangan penelitian yaitu cross sectional study (transversal) karena dalam
penelitian ini observasi hanya dilakukan pada waktu tertentu saja . Setiap sampel atau
subjek hanya dilakukan observasi satu kali dan pengukuran variabel subyek dilakukan
pada saat melakukan pemeriksaan tersebut.
4.3 LOKASI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Yayasan Peduli Kelompok Dukungan Sebaya dan
Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
4.4 WAKTU PENELITIAN
Waktu penelitian pada bulan Juni 2012
21
4.5 SUBJEK PENELITIAN
Orang dengan HIV/AIDS yang datang ke Yayasan Peduli Kelompok Dukungan
Sebaya, yang memenuhi criteria sebagai berikut ;
1. Orang dengan HIV/AIDS.
2. Pasien yang bersedia dilakukan pemeriksaan.
4.6 DEFINISI OPERASIONAL

Identifikasi spesies candida adalah suatu tes biokimia yang dilakukan dengan
menggunakan glukosa, sukrosa, maltose dan laktosa dengan tujuan untuk
membedakan spesies candida.

Penderita HIV/AIDS adalah seseorang yang terserang virus HIV (human
immunodeficiency Virus). HIV terutama menginfeksi dan menghancurkan sel-sel
dalam sistem kekebalan tubuh, terutama CD4 + T-limfosit. Sistem kekebalan
tubuh tidak mampu menghilangkan virus HIV, meskipun dapat mengontrol
replikasi virus ke tingkat tertentu melalui respon imun humoral dan
seluler(epidemiology).
22
4.7 ALAT DAN BAHAN
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Alat :

Handscone

Diagnostic set 5 buah

Handuk putih

Cotton bud steril

Masker

Label

Gunting

Isolasi

Alat tulis

Ose

Bunsen dan korek api

Kotak pendingin/termos

Kamera digital

Gabus

Mistar

Papan pengalas

Stuart transport medium

Cawan petri
23
Bahan :

Saboraud’s Dextrose Agar (SDA)

Manitol Salt Agar (MSA)

Nutrient Agar (NA)

NaCl 09/0.85%

Es batu

Spirtus
4.8 POPULASI DAN SAMPEL
4.8.1 Populasi.
Populasi pada penelitian ini adalah semua Orang dengan HIV/AIDS yang
terdaftar di Yayasan Peduli Kelompok Dukungan Sebaya Makassar.
4.8.2 Sampel.
Sampel pada penelitian ini Orang dengan HIV/AIDS yang datang di Yayasan
Peduli Kelompok Dukungan Sebaya Makassar.
4.9 METODE PENGAMBILAN SAMPEL
Convenience sampling
4.10 JUMLAH SAMPEL
Jumlah sampel adalah 14 sampel
24
4.11 PROSEDUR PENELITIAN
1. Bersurat ke Yayasan Peduli Kelompok Dukungan Sebaya untuk perizinan
melakukan penelitian.
2. Melakukan anamnesa pada penderita HIV/AIDS
3. Pengambilan apusan/swab pada dorsum lidah penderita Kemudian disimpan
dalam medium yang telah diberi label
4. Hasil apusan disimpan dalam kotak pendingin kemudian dibawa kelaboratorium
mikrobiologi
5. Hasil apusan dipindahkan pada medium Saboroud Dextrose agar (SDA) dan
Nutrient agar (NA) untuk mengetahui jamur dan bakteri yang terdapat pada hasil
apusan kemudian diinkubasi pada suhu 37 C selama 2 hari
6. Hasil dari medium tersebut dipindahkan dalam medium salt agar (MSA) dan
diinkubasi pada suhu 37 C selama 2 hari
7. Hasil dari MSA dilanjutkan dengan tes biokimia,yaitu dengan memindahkan ke
dalam medium glukosa,sukrosa,laktosa dan maltosa.diinkubasi pada suhu 37 C
selama 2 hari.
8. Dilakukan pemeriksaan mikroskop untuk melihat morfologi candida
9. Mengumpulkan hasil penelitian
10. Mengolah data yang didapatkan
25
4.12 ALUR PENELITIAN
Mengambil medium transport dari
laboratorium mikrobiologi
Mengisi kuesioner
Melakukan pemeriksaan
Rongga mulut
Melakukan swab pada
Permukaan dorsum lidah
Membawa hasil apusan
ke laboratorium mikrobiologi
Pemeriksaan laboratorium
Pengumpulan data
.
Analisis data
Hasil
26
BAB V
HASIL PENELITIAN
Telah dilakukan penelitian identifikasi spesies Candida pada penderita Human
Immunodeficiency Virus (HIV)/ Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS).
Adapun bagian yang dilakukan apusan untuk penelitian ini adalah pada bagian dorsal
lidah. Penelitian dilakukan di Yayasan peduli kelompok dukungan sebaya, Makassar
dan Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, kota
Makassar pada bulan Maret-April 2012. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh
pasien yang terdaftar di Yayasan peduli kelompok dukungan sebaya Makassar dan
sampel ditentukan berdasarkan kriteria seleksi sampel. Penentuan sampel menggunakan
Total sampling. Didapatkan jumlah sampel sebanyak 14 orang.
Pengambilan data primer dilakukan dengan melakukan tanya jawab mengenai
data umum, pengisian kuesioner, Pemeriksaan rongga mulut pada pasien yang menderita
Human Immunodeficiency Virus (HIV)/ Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS).
Pada penelitian ini data diolah dengan menggunakan program SPSS. Data hasil
penelitian disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut.
27
Tabel V.1 Distribusi Karakteristik Responden
Variabel
Jenis Kelamin
Kelompok
Umur
(tahun)
Jumlah CFM
Waktu
terpapar HIVAIDS
1. Laki-laki
2. Perempuan
Total
1. 21-30
2. 31-40
Total
n
9
5
14
8
6
14
%
64,3
35,7
100
57,1
42,9
100
mean±SD
29,1±4,04
3,64±6,61
1.
2.
3.
4.
Cara penularan
virus HIV
1.
2.
3.
Pengawasan
Dokter
1.
2.
Kadar CD-4T
cell
1.
2.
3.
4.
Stadium HIVAIDS
1.
2.
3.
4.
5.
Kelainan
Rongga Mulut
1.
2.
Pemeriksaan
Kelainan
rongga mulut
ke Dokter
1.
2.
2 tahun lalu
1 tahun lalu
6 bulan lalu
> 2 tahun lalu
Total
Hubungan Seksual
Jarum Suntik
Lain-lain
Total
Ya
Tidak
Total
≥500/mm3
200-499/mm3
<200/mm3
Tidak tahu
Total
Stadium 1
Stadium 2
Stadium 3
Lain-lain
Tidak tahu
Total
Ya
Tidak
Total
Ya
Tidak
Total
4
1
1
8
14
3
10
1
14
11
3
14
5
5
3
1
14
5
5
1
2
1
14
3
11
14
11
3
14
28,6
7,1
7,1
57,1
100
21,4
71,4
7,1
100
78,6
21,4
100
35,7
35,7
21,4
7,1
100
35,7
35,7
7,1
14,3
7,1
100
50,0
50,0
100
21,4
78,6
100
28
Mengonsumsi
Obat
Antiretroviral
Keluhan
Rongga Mulut
Jenis Candida
1. Ya
2. Tidak
Total
1. Oral candidiasis
2. Lain-lain
3. Tidak tahu
Total
1. C.Albicans
2. C.Tropikalis
3. C.Krusei
4. C.Rugosa
5. Tidak ditemukan
Total
9
5
14
1
2
11
14
2
2
1
1
8
14
64,3
35,7
100
7,1
14,3
78,6
100
14,3
14,3
7,1
7,1
57,1
100
Sumber : Data Primer,2012
Berdasarkan tabel V.1 menunjukkan distribusi karakteristik responden, yakni pada
jenis kelamin laki-laki terdapat 9 orang (64.3%) dan perempuan sebanyak 5 orang
(35.7%), pada kelompok umur,sekitar 21-30 tahun terdapat 8 sampel (57.1%) dan 31-40
tahun terdapat 6 sampel (42.9%).Waktu terpapar HIV/AIDS angka paling tinggi
menunjukkan waktu lebih dari 2 tahun (57,1%), cara penularan virus HIV,paling banyak
melalui jarum suntik yaitu 10 sampel (71.4%), adapun sampel yang berada pada
pengawasan dokter terdapat 11 orang (78.6%), sampel yang mempunyai kadar CD4 T
cell paling rendah <200/mm3 terdapat sebanyak 3 orang (21.4%). Sampel yang telah
mencapai stadium 3 terdapat 1 orang (7.1%), Sampel yang mengalami kelainan rongga
mulut sebanyak 3 orang (50.0%), Sampel yang memeriksakan rongga mulutnya
kedokter sebanyak 11 orang (78.6%), Sampel yang mengkonsumsi obat antiretroviral
sebanyak 9 orang (64,3%), Sampel yang mengalami kelainan rongga mulut berupa oral
candidiasis terdapat 1 orang (7.1%). Adapun jenis candida yang teridentifikasi yaitu
29
C.Albicans 2 (14.3%), C. Tropicalis 2 (14.3%), C. Krusei 1 ( 7.1%), C. Rugosa 1 (7.1%)
dan tidak teridentifikasi sebanyak 8 (57.1%).
Tabel V.2 Distribusi Jenis Kelamin berdasarkan Spesies Candida
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
n
%
n
%
n
%
N
%
Tdk
ditemukan
n
%
2
22.2
2
22.2
1
11.1
0
0
4
44.4
9
100
0
0
0
0
0
0
1
20.0
4
80.0
5
100
14.3
2
14.3
1
7.1
1
7.1
8
57.1
14
100
C.Albicans
Total
2
Sumber : Data Primer
C.Tropikalis
C.Krusei
C.Rugosa
Total
n
%
Berdasarkan tabel 2 terlihat bahwa spesies candida yang ditemukan pada
penderita HIV/AIDS berjenis kelamin laki-laki yang paling banyak adalah candida
albicans dan c. tropikalis yaitu masing-masing 22% atau 2 orang. Dan pada perempuan
hanya 1 orang (20%) di temukan yaitu spesies candida nugora.
Tabel V.3 Distribusi Kelompok Umur berdasarkan Spesies Candida
Kelompok
Umur
21-30
C.Albicans
n
%
C.Tropikalis
n
%
100
16.7
3
50.0
6
100
7.1
8
57.1
14
100
n
n
0
%
0
1
1
%
12.5
1
12.5
1
12.5
1
16.7
1
16.7
0
2
Sumber : Data Primer
14.3
2
14.3
1
0
7.1
Total
n
8
C.Rugosa
1
31-40
Tdk
ditemukan
n
%
5
62.5
C.Krusei
Total
%
Berdasarkan tabel 3 menunjukkan distribusi kelompok umur berdasarkan spesies
Candida, yakni ditemukan 1 (12.5%) spesies c. albicans, 1 (12.5%) c.tropicalis, dan 1
30
(12.5%) c. krusei pada usia 21-30 tahun,sedangkan terdapat 1 (16.7%) spesies c.
albicans, 1 (16.7%) c. tropikalis, 1 (16.7%) c. Rugosa pada usia 31-40 tahun.
Tabel V.4 Distribusi Waktu terpapar HIV-AIDS berdasarkan Spesies Candida
Waktu terpapar
2 tahun lalu
1 tahun lalu
6 bulan lalu
> 2 tahun lalu
Total
C.Albicans
C.Tropikalis
Tdk
ditemukan
n
%
0
0
C.Krusei
C.Rugosa
Total
n
1
%
25.0
0
0
1
100.0
1
n
%
n
%
n
%
n
4
1
1
25.0
1
0
25.0
0
0
0
0
25.0
0
0
0
1
100.0
0
0
0
0
0
0
1
1
12.5
0
0
0
0
0
0
7
87.5
8
2
14.3
2
14.3
1
7.1
1
7.1
8
57.1
14
%
100
100
100
100
100
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 4 menunjukkan distribusi wktu terpapar HIV-AIDS
berdasarkan spesies candida, yakni pada waktu terpapar 2 tahun ditemukan 1 (25%)
spesies c. albicans, 1 (25%) c. tropicalis, 1 (25%) c. krusei, dan 1 (25%) c. Rugosa, pada
waktu terpapar 1 tahun tidak ditemukan spesies candida,pada waktu terpapar 6 bulan
ditemukan 1 (100%) spesies c. tropikalis, pada waktu terpapar lebih dari 2 tahun
ditemukan 1 (100%) spsies c. albicans.
31
Tabel V.5 Distribusi Kadar CD4 T- cell berdasarkan Spesies Candida
Kadar CD-4T
cell
C.Albicans
n
≥500/mm3
200-499/mm3
%
%
C.Rugosa
n
n
%
%
Tdk
ditemukan
n
%
Total
n
%
0
0
0
1
20.0
1
20.0
3
60.0
5
100
0
0
1
20
0
0
0
0
4
80.0
5
100
100
0
0
0
0
0
0
1
33.3
3
0
7.1
0
0
1
8
0
14
2
Total
n
C.Krusei
0
<200/mm3
Tidak tahu
C.Tropikalis
66.
7
0
0
1
100
0
0
0
2
0
2
0
1
7.1
1
100
100
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 5 menunjukkan hasil distribusi kadar CD4 T-cell berdasarkan
spesies candida, yakni pada kadar CD4 T-cell ≥500/mm3 ditemukan 1 (20%) c. krusei
dan 1 (20%) c.Rugosa, pada kadar 200-499/mm3 ditemukan 1 (20%0 c. tropikalis, pda
kadar <200/mm3 ditemukan 2 (66.7%) c. albicans, sedangkan pada sampel yang tidak
mengetahui kadar CD4 T-cellnya ditemukan 1 (100%) spesies c. tropicali.
Tabel V.6 Distribusi Stadium HIV-AIDS berdasarkan Spesies Candida
Stadium HIVAIDS
Stadium 1
Stadium 2
Stadium 3
Lain-lain
Tidak tahu
Total
n
%
n
%
n
%
n
%
Tdk
ditemukan
n
%
0
0
1
1
0
3
20.0
0
0
20.0
0
0
1
20.0
0
1
20.0
1
0
0
0
0
0
0
100.0
0
0
0
0
0
0
0
1
100.0
0
14.3
2
14.3
1
C.Albicans
2
Sumber : Data Primer
C.Tropikalis
C.Krusei
C.Rugosa
Total
n
%
60.0
5
100
3
60.0
5
100
0
0
0
1
100
0
0
2
2
100
0
0
0
0
100.0
0
1
100
7.1
1
7.1
8
57.1
14
100
Berdasarkan tabel 6 menunjukkan distribusi stadium HIV/AIDS berdasarkan
spesies candida, yakni pada stadium 1 terdapat 1 (20%) c. tropikalis, dan 1 (20%) c.
32
Krusei. Pada stadium 2 terdapat 1 (20%) c. albicans dan 1 (20%) c. Rugosa. Pada
stadium 3 terdapat 1 (100%) c. albicans. Sedangkan pada sampel yang tidak diketahui
klasifikasi stadiumnya terdapat 1 (100%) c. tropikalis
Tabel V.7 Distribusi Mengonsumsi Obat Antiretroviral berdasarkan Spesies Candida
Mengonsumsi
Obat
Antiretroviral
Ya
Tidak
C.Albicans
n
1
1
Total
2
C.Tropikalis
C.Krusei
C.Rugosa
Tdk
ditemukan
n
%
%
11.
1
n
%
n
%
n
%
1
11.1
0
0
1
11.1
6
20
1
20
1
20
0
0
2
31.1
1
20
1
11.1
31.
1
Total
n
%
66.7
9
100
2
40
5
100
8
57.1
14
100
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 7 menunjukkan Distribusi mengonsumsi obat antiretroviral
berdasarkan spesies candida, yakni pada sampel yang mengonsumsi obat antiretroviral
terdapat 3 spesies candida yaitu 1 C. albicans, 1 C. Tropicalis, dan 1 C. Rugosa.
Sedangkan pada sampel yang tidak mengonsumsi obat antiretroviral terdapat 3 spesies
candida yaitu 1 C. albicans, 1 C.tropicalis, dan 1 C. Krusei.
Tabel V.8 Distribusi Keluhan Rongga Mulut berdasarkan Spesies Candida
Keluhan
Rongga Mulut
Oral
candidiasis
Lain-lain
Tidak tahu
Total
n
%
n
%
n
%
n
%
Tdk
ditemukan
n
%
1
100.0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
2
1
0
2
18.2
1
9.1
1
9.1
6
54.5
11
2
14.3
2
14.3
1
7.1
1
7.1
8
57.1
14
C.Albicans
C.Tropikalis
C.Krusei
C.Rugosa
Total
n
%
100
100
100
100
Sumber : Data Primer
33
Berdasarkan tabel 8 menunjukkan distribusi gambaran klinis
rongga mulut
berdasarkan spesies candida, yakni pada sampel yang mengalami oral candidiasis
terdapat 1 (100%) c. albicans.
34
BAB VI
PEMBAHASAN
Penelitian secara ilmiah membuktikan tingginya frekuensi penyakit mulut pada
penderita penyakit infeksi Human immunodeficiency Virus (HIV) dan Aquired immune
deficiency syndrome (AIDS). Penyakit yang sering dijumpai adalah kandidiasis dan hairy
leukoplakia dan pada keadaan ini jumlah sel Cluster Differentation (CD4) menurun.
Kandida telah lama dikenal dan dipelajari sejak abad ke -18. Penyakit yang
ditimbulkannya kerap kali dihubungkan dengan higiene yang buruk. Ada 30 spesies
jamur dalam genus candida,namun hanya 7 spesies yang dijumpai pada manusia. Ke
tujuh spesies tersebut adalah Candida albicans, Candida stellatoidea, Candida
tropicalis, Candida pseudotropicalis, Candida krusei, Candida parapsilosis dan
Candida guillermondi.
Spesies Candida tersebut merupakan flora normal yang terdapat dalam rongga
mulut dan terdapat sekitar 40% dari populasi normal. Apabila terjadi infeksi maka akan
mengakibatkan perubahan flora pada rongga mulut yang biasa dikenal dengan oral
kandidiasis. United states nasional Nosocomial infections Surveillance system
menyatakan Candida spp. sebagai penyebab dari 50% infeksi jamur Beberapa faktor
predisposisi yang dapat mengakibatkan kandidiasis oral antara lain, pemakaian gigi
tiruan, kondisi immunosupresi seperti pada AIDS, pasien transplantasi, kanker,
gangguan autoimun, dan bentuk-bentuk lain pada defisiensi imunologi.12
35
Berdasarkan pada penelitian ini, dari 14 sampel hanya ada 4 spesies yang
teridentifikasi yaitu C. Albicans, C. Tropicalis, C. Krusei, dan C. Rugosa. Sedangkan
penelitian lain juga melaporkan adanya perbedaan spesies candida yang terisolasi pada
pasien HIV seropositif dan seronegatif, Spesies yang dilaporkan adalah C.albicans, C.
dubliniensis, C. parapsilosis, dan C. tropicalis. Pada penelitian tersebut jumlah sampel
HIV seropostif sebanyak 50 sampel dengan 5 sampel tdk terisolasi spesies candida,
sedangkan pada sampel HIV seronegatif dengan jumlah 30 sampel 12 diantaranya tidak
terisolasi candida.13
Tabel 1 menunjukkan 2 spesies C. albicans, 2 spesies C. tropicalis, 1 C. krusei
dan 1 C. Rugosa yang teridentifikasi. Hal ini sesuai dengan teori yang menjelaskan
bahwa diantara spesies candida, C. albicans merupakan spesies candida yang paling
sering terisolasi dan berperan penting terhadap sebagian besar infeksi superfisial dan
sistemik, namun banyak spesies non albicans, seperti C. glabrata, C. parapsilosis dan
C. tropicalis
baru-baru ini muncul sebagai patogen penting. Beberapa laporan
menunjukkan infeksi yang disebabkan oleh spesies “ non-albicans candida ” diantaranya
dalah spesies C. Tropicalis, C. glabrata, C. Parapsilosis, C. krusei, C. lusitaniae dan
spesies yang baru seperti C. Dubliniensis. Penelitian ini juga menunjukkan adanya
spesies non Candida albicans lain yang jarang dijumpai pada rongga mulut yaitu
Candida rugosa yang merupakan spesies yang terdapat pada tubuh manusia, namun
spesies yang prevalensinya sangat kecil ini terdapat dalam rongga mulut selain terdapat
pada kulit dan vagina. hal ini menunjukkan bahwa tidak menutup kemungkinan semua
spesies candida non albicans dapat menjadi pathogen dalam rongga mulut. 9
36
Tabel 5 menunjukkan kadar CD4 T-cell berkaitan dengan adanya spesies
candida, ≥500/mm3 teridentifikasi 1 spesies C. Krusei dan 1 C. Rugosa, pada kadar 200499/mm3 dijumpai 1 spesies C. tropicalis, sedangkan pada kadar <200/mm3
teridentifikasi 2 spesies C. albicans. Hal ini sesuai dengan teori yang menjelaskan
bahwa manifestasi oral khususnya kandidiasis secara signifikan berhubungan dengan
berkurangnya jumlah CD4 dibawah 200 cell/mm3. Beberapa studi menyebutkan bahwa
adanya hubungan antara kolonisasi candida dengan berkurangnya jumlah CD4, Namun
deteksi candida pada pasien dengan jumlah CD4 200-499/µl dengan jumlah CD4 <200
µl hampir sama. Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor lain selain jumlah CD4
mempunyai peranan dalam perkembangan kandidiasis termasuk konsumsi tembakau,
oral hygiene yang buruk, dan xerostomia.
Tabel 7 menunjukkan Distribusi sampel yang mengonsumsi obat antiretroviral
yakni pada sampel yang mengkonsumsi obat antiretroviral teridentifikasi spesies C.
albicans, C. tropicalis, dan C. Rugosa.sedangkan pada sampel yang tidak mengonsumsi
obat antiretroviral teridentifikasi spesies C. Albicans, C. tropicalis, dan C. Krusei. Hal
ini sesuai dengan teori yang menjelaskan bahwa saat ini keprihatinan mengenai
kandidiasis adalah munculnya resistensi Fluconazole pada C. albicans pada pasien AIDS
dan kerentanan C. Krusei dan C. glabrata terhadap fluconazole. Lebih dari itu saat ini
non-candida albicans berkembang menjadi resistensi terhadap obat golongan azoles
untuk C. krusei yang telah dikenal resisten terhadap ketokonazole dan C. dubliniensis
yang telah resisten terhadap terhadap flukonazole.
37
BAB VII
PENUTUP
7.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Yayasan peduli kelompok
dukungan sebaya
dan Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas
hasanuddin tanggal 2 juni -16 Juni 2012, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yang datang di Yayasan peduli kelompok
dukungan sebaya tidak semua teridentifikasi spesies candida, hanya 6 sampel
dari 14 sampel.
2. Berdasarkan hasil identifikasi pada Orang dengan HIV/AIDS (ODHA), hanya 4
spesies candida yang teridentifikasi yaitu, 2 candida albicans (14,3%), 2 candida
tropicalis (14,3%), 1 candida krusei (7,1%), dan 1 candida rugosa (7,1%). Hal ini
juga membuktikan bahwa selain candida albicans yang merupakan pathogen
oportunistik yang banyak terisolasi juga terjadi perkembangan pada spesies
candida non albicans yang pathogen dalam rongga mulut.
3. Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yang datang di Yayasan peduli kelompok
dukungan sebaya yang memiliki kadar CD4 T-cell <200/mm3 teridentifikasi 2
spesies candida albicans, 200-499/mm3 teridentifikasi 1 spesies candida
tropicalis,dan pada kadar ≥500/mm3 teridentifikasi 1 spesies candida krusei dan
1 candida rugosa.
38
4. Salah satu sampel yang teridentifikasi dari Orang dengan HIV/AIDS (ODHA)
yang datang di Yayasan peduli kelompok dukungan sebaya, dijumpai salah satu
spesies candida yang jarang ditemui pada rongga mulut,yaitu candida rugosa.
7.2 SARAN
1. Untuk Yayasan peduli kelompok dukungan sebaya, Sebaiknya memberikan
perhatian yang lebih terhadap kesehatan Orang dengan HIV/AIDS terkhusus
kesehatan gigi dan mulutnya dengan cara memberikan pelatihan atau
penyuluhan.
2. Untuk pemerintah, Meningkatkan kualitas hidup Orang dengan HIV/AIDS
dengan memberikan pengobatan gratis,terkhusus untuk pengobatan penyakit
mulut yang biasa dijumpai pada ODHA.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan memperhatikan variable pada
ODHA dan dengan sampel yang lebih banyak.
39
DAFTAR PUSTAKA
1. Sufiawati I,Priananto FR.Manifestasi oral yang berhubungan dengan tingkat
imunosupresi pada anak-anak yang terinfeksi HIV/AIDS dan penatalaksanaannya[studi
pustaka].Jakarta pusat.Universitas Indonesia.
2. Shetti A,Gupta I,Charantimath SM. Oral Candidiasis: Aiding in the Diagnosis of
HIV—ACase Report. Hindawi Publishing Corporation Case Reports in Dentistry
2011.
3. Astari L,sawitri, safitri YE,hinda PS.Viral load pada infeks HIV [Telaah
kepustakaan].Berkala ilmu kesehatan kulit & kelamin 2009 Apr 1;21:31-39.
4. Bauerle M,Schröppel K,Taylor B,Bergmann S,Schmitt-Haendle M,Harrer T.
Analisis Candida albicans – khusus T-cell respon dan kolonisasi Candida
orofaringeal dalam kohort pasien yang terinfeksi HIV-1.European journal of
Medical Research 2006;11:479-484.
5. Kashou AH, Agarwal A. Oxidants and Antioxidants in the Pathogenesis of
HIV/AIDS. The Open Reproductive Science Journal 2011;3: 154-161
6. Geubbels E, Bowie C. Epidemiology of HIV/AIDS in adults in Malawi. Malawi
Medical Journal 2006 sep; 18 (3):99-121.
7. Saputra,Lyndon.Buku ajar mikrobiologi kedokteran.Jakarta.Universitas
Indonesia.
40
8. Jawets E,Melnick J,Adelberg E.Mikrobiologi kedokteran.Ahli bahasa,Nugroho E
Maulany R.F;editor,Setiawan I.ed 20.Jakarta : EGC.1996
9. Meurman J.H.,Siikala E,Richardson M,Rautemaa R. Non-Candida albicans
Candida yeasts of the oral cavity. Communicating Current Research and
Educational Topics and Trends in Applied Microbiology A.Mendez
vilaz(ed).2007
10. Raju SB,Rajappa S. Isolation and Identification of Candida from the Oral Cavity.
International Scholarly Research Network ISRN Dentistry Volume 2011.
11. (majalah ilmiah kedokteran gigi.1995.no.29-30 th10 mei-desember FKG
trisakti.Enny Marwati.Identifikasi candida albicans penyebab kandidiasis rongga
mulut.)
12. Anne F, Longman L. Tyldesley’s Oral Medicine.ed 5th. Oxford University. 2003
13. Wabale V, Kagal A, Bharadwaj R. Characterization of Candida spesies from
Oral Trush in Human Immunodefeciency Virus (HIV) Seropositive and
Seronegative Patient. Bombay Hospital Journal 2008. Vol. 50. No.2.
41
Download