8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nilai Tukar 1. Pengertian Dalam

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Nilai Tukar
1. Pengertian
Dalam melakukan transaksi internasional, setiap negara harus
memperhitungkan nilai tukar atau kurs mata uangnya terhadap negara lain agar
mempermudah transaksi antar negara. Secara garis besar,nilai tukar (exchange
rate) adalah harga sebuah mata uang dari suatu negara yang diukur atau
dinyatakan dalam mata uang lainnya. Nilai tukar memainkan peranan penting
dalam keputusan-keputusan pembelanjaan, karena nilai tukar memungkinkan
sebuah negara menerjemahkan harga-harga dari berbagai negara ke dalam satu
bahasa yang sama. (Krugman dan Obstfeld, 1999)
Dalam ilmu ekonomi, nilai tukar dapat dibedakan menjadi dua yaitu,
nilai tukar nominal dan nilai tukar riil (Mankiw, 2000). Nilai tukar nominal
(nominal exchange rate) adalah harga relatif dari mata uang dua negara.
Sedangkan, nilai tukar riil (real exchange rate) adalah harga relatif dari barangbarang kedua negara, yaitu nilai tukar riil menyatakan tingkat di mana kita
dapat memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang
dari negara lain. Nilai tukar riil dapat disebut denganterms of trade.
Menurut Thobarry (2009), ada dua pendekatan yang digunakan untuk
menentukan nilai tukar mata uang yaitu pendekatan moneter dan pendekatan
pasar. Dalam pendekatan moneter, nilai tukar mata uang di definisikan sebagai
8
harga dimana mata uang asing diperjual belikan terhadap mata uang domestik
dan harga tersebut berhubungan dengan penawaran dan permintaan uang.
Perubahan-perubahan nilai tukar atau kurs disebut sebagai depresiasi
atau apresiasi. Depresiasi adalah penurunan harga mata uang suatu negara
terhadap mata uang negara lain, sebaliknya apresiasi adalah kenaikan harga
mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain. Bila semua kondisi
lainnya tetap (ceteris paribus), depresiasi mata uang suatu negara membuat
harga barang-barangnya menjadi lebih murah bagi pihak luar negeri.
Sedangkan, bila semua kondisi lainnya tetap, apresiasi mata uang suatu negara
menyebabkan harga barang-barangnya menjadi lebih mahal bagi pihak luar
negeri. (Krugman dan Obstfeld, 1999)
2. Perubahan Nilai Tukar
Naik turunnya nilai tukar mata uang atau kurs valuta asing bisa terjadi
dengan berbagai cara, yakni bisa dengan cara dilakukan secara resmi oleh
pemerintah suatu negara yang menganut sistem managed floating exchange
rate, atau bisa juga karena tarik menariknya kekuatan-kekuatan penawaran dan
permintaan di dalam pasar (market mechanism) dan lazimnya perubahan nilai
tukar mata uang tersebut bisa terjadi karena empat hal, yaitu (Thobarry, 2009):
a) Depresiasi (depreciation), adalah penurunan harga mata uang nasional
terhadapberbagai mata uang asing, yang terjadi karena tarik menariknya
kekuatan - kekuatan supply and demand di dalam pasar (market mechanism).
b) Appresiasi (appreciation), adalah peningkatan harga mata uang nasional
9
terhadap berbagai mata uang asing lainnya, yang terjadi karena tarik
menariknya kekuatan - kekuatan supply dan demand di dalam pasar (market
mechanism).
c) Devaluasi (devaluation), adalah penurunan harga mata uang nasional
terhadap berbagai mata uang asing lainnya yang dilakukan secara resmi oleh
pemerintah suatu negara.
d) Revaluasi (revaluation), adalah peningkatan harga mata uang nasional
terhadap berbagai mata uang asing lainnya yang dilakukan secara resmi oleh
pemerintah suatu negara.
3. Sistem Nilai Tukar
Sistem nilai tukar adalah suatu kebijakan atau mekanisme yang
digunakan oleh suatu negara merujuk pada tingkat nilai mata uang saat ditukar
dengan mata uang negara lain. Terdapat beberapa sistem nilai tukar dalam
perekonomian internasional, antara lain (Kuncoro, 1996):
a) Sistem Nilai Tukar Mengambang (Floating Exchange Rate)
Ciri penting sistem ini adalah selain tidak konvertibel terhadap
emas, kurs ditentukan oleh mekanisme pasar dengan atau tanpa upaya
stabilisasi oleh otoritas moneter. Dalam sistem nilai tukar mengambang
dikenal dua macam nilai tukar mengambang, yaitu:
1) Mengambang Bebas (Murni)
Sistem nilai tukar mengambang bebas (murni) dimana nilai tukar
suatu mata uang ditentukan sepenuhnya oleh mekanisme pasar tanpa ada
10
campur tangan pemerintah. Sistem ini sering disebut clean floating atau
pure/ freely floating rates karena otoritas moneter tidak berupaya untuk
menetapkan ataupun memanipulasi nilai tukar. Bisa dipahami apabila
dalam sistem ini tidak diperlukan cadangan devisa.
2) Mengambang Terkendali (Managed or dirty floating rates)
Sistem nilai tukar mengambang terkendali dimana otoritas
moneter berperan aktif dalam menyetabilkan nilai tukar atau kurs pada
tingkat tertentu. Oleh karena itu, cadangan devisa biasanya dibutuhkan
karena otoritas moneter perlu membeli atau menjual valuta asing di pasar
untuk mempengaruhi pergerakan kurs.
b) Sistem Nilai Tukar Tertambat (Pegged Exchange Rate)
Dalam sistem ini, suatu negara mengaitkan nilai mata uangnya
dengan suatu mata uang lain atau sekelompok mata uang, yang biasanya
merupakan mata uang negara partner dagang yang utama. "Menambatkan"
ke suatu mata uang berarti nilai mata uang tersebut bergerak mengikuti mata
uang yang menjadi tambatannya. Jadi sebenarnya mata uang yang
ditambatkan tidak mengalami fluktuasi tetapi hanya berfluktiasi terhadpa
mata uang lain mengikuti mata uang yang menajdi tambatannya.
c) Sistem Nilai Tukar Tertambat Merangkak (Crawling Pegs)
Dalam sistem ini, suatu negara melakukan sedikit perubahan dalam
nilai mata uangnya secara periodik dengan tujuan untuk bergerak menuju
suatu nilai tertentu pada rentang waktu tertentu. Namun, sistem ini dapat
11
dimanfaatkan oleh spekulan valas yang dapat memperoleh keuntungan besar
dengan membeli atau menjual mata uang tersebut sebelum terjadi revaluasi
atau devaluasi. Keuntungan utama sistem ini adalah suatu negara dapat
mengatur penyesuaian kursnya dalam periode yang lebih lama dibanding
sistem kurs tertambat. Oleh karena itu sistem ini dapat menghindari kejutankejutan terhadap perekonomian akibat revaluasi atau devaluasi yang tiba-tiba
dan tajam.
d) Sistem Nilai Tukar Tetap (Fixed Exchange Rate)
Dalam sistem ini, suatu negara mengumumkan suatu kurs tertentu
atas mata uangnya dan menjaga kurs ini dengan menyetujui untuk membeli
atau menjual valas dalam jumlah tidak terbatas pada kurs tersebut. Kurs
biasanya tetap atau diperbolehkan berfluktuasi dalam batas yang sangat
sempit. Saat ini boleh dikata hampir tidak ada negara yang masih
menerapkan sistem kurs yang kaku semacam ini.
4. Teori Nilai Tukar
a) Teori Paritas Daya Beli
Teori paritas daya beli ini pertama kali oleh David Ricardo,
kemudian digunakan kembali oleh ekonom dari Swedia, yaitu Gustav
Cassel. Teori peritas daya beli menyatakan bahwa kurs antara dua mata uang
dari dua negara sama dengan Misbah (rasio) tingkat harga kedua negara
bersangkutan. Daya beli domestik dari mata uang suatu negara tercermin
pada tingkat harga negara itu sendiri (tingkat harga adalah harga uang dari
12
sekeranjang atau serangkaian barang dan jasa). Dengan demikian, teori
paritas daya beli / PPP mempredisikan bahwa penurunan daye beli mata
uang domestik (ditunjukkan oleh tingkat harga domestik) akan di iringi
dengan depresiasi mata uangnya secara proporsional dalam pasar valuta
asing. Begitu pula sebaliknya, PPP memprediksikan bahwa kenaikan daya
beli mata uang domestik akan dibarengi dengan apresiasi secara proporsional
(Krugman dan Obstfeld, 1996). Teori Paritas Daya Beli ini dibedakan
menjadi dua jenis, antara lain:
1) Teori Paritas Daya Beli Mutlak
Teori paritas daya beli mutlak (absolute purchasing-power
parity) merumuskan bahwa keseimbangan nilai tukar di antara dua mata
uang sama dengan rasio dari tingkat harga di kedua negara. Secara rinci:
R=
∗
Yakni R merupakan nilai tukar atau kurs spot serta P dan P*,
masing-masing adalah tingkat harga umum di dalam dan di luar negeri.
Serta mengacu pada hukum satu harga (law of one price), komoditas yang
diperdagangkan seharusnya memiliki harga yang sama (sehingga daya
beli kedua mata uang berada pada paritasnya) di kedua negara ketika
dinyatakan dalam mata uang yang sama. (Salvatore, 2014)
2) Teori Paritas Daya Beli Relatif
Teori paritas daya beli relatif (relative purhasing-power parity)
yang lebih baru merumuskan bahwa perubahan nilai tukar sepanjang
13
periode waktu seharusnya sebanding dengan perubahan relatif tingkat
harga di kedua negara selama periode waktu yang sama. Secara rinci, jika
kita mengumpamakan tanda kurung 0 mengacu pada periode dasar dan 1
untuk periode selanjutnya, teori ini merumuskan bahwa:
1 =
1
∗1
0
∗0
= 0
Dimana R1 dan R0 masing-masing merupakan nilai tukar pada
periode 1 dan periode dasar. (Salvatore, 2004)
Dari kedua jenis teori paritas daya beli tersebut, dapat ditarik
kesimpulan bahwa:
1) Diperkirakan PPP bekerja dengan baik (yakni hukum satu harga berlaku)
untuk masing-masing komoditas yang sering diperdagangkan dengan
mutu
tertentu,
tetapi
kurang
baik
bagi
seluruh
barang
yang
diperdagangkan secara serempak, dan tidak begitu baik bagi seluruh
barang (yang meliputi berbagai komoditas bukan dagangan).
2) Untuk tingkat gabungan tertentu, teori PPP bekerja sangat baik selama
periode waktu yag sangat lama (berbagai dekade), tetapi tidak begitu baik
selama satu atau dua dekade, dan tidak baik secara keseluruhan dalam
jangka pendek.
3) PPP bekerja dengan baik pada kasus gangguan moneter murni dan pada
periode inflasi tinggi, tetapi tidak begitu baik pada periode moneter stabil,
dan tidak begitu baik sama sekali pada situasi perubahan struktural yang
besar. (Salvatore, 2004)
14
B. Suku Bunga
1. Pengertian
Tingkat suku bunga riil umumnya lebih sering dibandingkan antar
negara gunamengukur pergerakan nilai tukar mata uang. Secara teoritis akan
terjadi korelasiyang signifikan antara perbedaan tingkat suku bunga di dua
negara dengan nilaitukar mata uangnya terhadap mata uang negara yang
lain.Suku bunga relatif apabila mengalami perubahan dapat mempengaruhi
investasi pada sekuritas asing, yang akan mempengaruhi permintaan dan
penawaran mata uang dan karenanya mempengaruhi kurs nilai tukar (Madura,
2006).
Meskipun suku bunga yang relatif tinggi dapat menarik arus masuk
asing (untuk berinvestasi pada sekuritas yang menawarkan pengembalian yang
tinggi), namun suku bunga relatif tinggi mungkin mencerminkan prediksi
inflasi yang relatif tinggi. Karena inflasi tinggi dapat memberikan tekanan
menurunkan mata uang lokal, beberapa investor asing mungkin tidak berminat
untuk melakukan investasi pada sekuritas dalam mata uang tersebut. Karena
alasan ini, akan membantu untuk mempertimbangkan suku bunga riil (real
interest rate), yang menyesuaikan suku bunga nominal terhadap inflasi:
Suku bunga riil = Suku bunga nominal – Tingkat inflasi
Hubungan ini kadang kala disebut dampak Fisher (Fisher’s
effect).Suku bunga riil umumnya dibandingkan antarnegara untuk melihat
pergerakan kurs nilai tukar karena suku bunga ini menggabungkan suku bunga
15
nominal dengan inflasi, yang memengaruhi kurs nilai tukar. Jika hal lain tidak
berubah, seharusnya terdapat korelasi tinggi antara perbedaan suku bunga riil
dengan nilai dolar (Madura, 2006).
2. Teori paritas suku bunga
Diketahui sebelumnya bahwa teori PPP mengarah ke kesimpulan
pokok dari pendekatan moneter. Yaitu, bahwasanya dalam jangka panjang,
perbedaan suku bunga internasional (suku bunga negara yang satu berbeda dari
suku bunga negara lain) mencerminkan perbedaan perkiraan tingkat inflasi
masing-masing negara. Kembali pada kondisi paritas suku bunga (interest
parity) antara simpanan dolar dan kurs dolar/ DM (Krugman dan Obstfeld,
1996: 154):
R$ - RDM = (Ee$/DM – E$/DM)/ E$/DM
Persamaan tersebut akan menghasilkan sebuah persamaan yang
mengungkapkan bahwa perkiraan tingkat perubahan atas kurs nominal dolar/
DM merupakan hasil penjumlahan antara perkiraan tingkat perubahan kurs riil
dolar/ DM dan selisih perkiraan inflasi masing-masing negara.
Kondisi paritas suku bunga menyamakan selisih suku bunga nominal
dengan perkiraan perubahan presentase dalam kurs nominal. Sedangkan kondisi
paritas suku bunga riil menyamakan selisih perkiraan kurs riil internasional
dengan perkiraan perubaan kurs riil. Dengan adanya paritas suku bunga riil,
selisih suku bunga nominal internasional sama dengan selisih atau perbedaan
16
perkiraan inflasi ditambah perkiraan perubahan persentase kurs riil (Krugman
dan Obstfeld, 1996).
C. Inflasi
1. Pengertian
Inflasi merupakan peristiwa sangat penting dalam perekonomian
sebuah negara. Definisi singkat dari inflasi adalah kecenderungan dari harga –
harga untuk menaik secara umum dan terus menerus (Boediono, 2001).
Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja belum bisa disebut inflasi,
kecuali
akibat
dari
kenaikan
barang
tersebut
menjadi
meluas
dan
mengakibatkan sebagian besar dari barang – barang lain juga ikut naik.
Kenaikan harga ini dapat diukur dengan menggunakan indeks harga.
Beberapa indeks harga yang sering digunakan untuk mengukur inflasi adalah
(Nopirin, 1994):
1. Indeks biaya hidup (consumer price index)
2. Indeks harga perdagangan besar (wholesale price index)
3. GNP defelator
Inflasi merupakan indikator ekonomi yang cukup penting, apabila
inflasi terlalu tinggi dapat berakibat harga – harga menjadi sangat tinggi dan
menyebabkan kesengsaraan kepada masyarakat, dan apabila terlalu rendah laju
perekonomian negara yang menjadi lemah. Bank Indonesia selaku bank sentral
Indonesia dalam menjaga kestabilan ekonomi Indonesia dengan sasaran
kestabilan harga menuju Inflation Targeting. Menurut Warjiyo& Solikin
17
(2003:58), inflation targeting merupakan suatu kerangka kerja kebijakan
moneter yang mempunyai ciri – ciri utama yaitu adanya pernyataan resmi dari
bank sentral bahwa tujuan akhir kebijakan moneter adalah mencapai dan
menjaga tingkat inflasi yang rendah, serta pengumuman target inflasi kepada
publik.
Menurut Nopirin (1994) terdapat beberapa klasifikasi jenis – jenis
inflasi, di antaranya :
1. Jenis inflasi menurut sifatnya :
a) Inflasi merayap (creeping inflation) adalah inflasi yang angka inflasi pada
tahun tersebut terhitung rendah, biasanya berada pasa kisaran di bawah
10% per tahun. Kenaikan harga berjalan secara lambat, dengan persentase
yang kecil serta dalam jangka waktu relatif lama
b) Inflasi menengah (galloping inflation) ditandai dengan kenaikan harga
yang cukup besar (biasanya double digit atau bahkan triple digit) dan
terkadang berjalan dalam waktu yang relatif pendek serta mempunyai
sifat akselerasi. Artinya, harga – harga minggu atau bulan ini lebih tinggi
dari minggu / bulan lalu dan seterusnya. Efeknya terhadap perekonomian
lebih besar dari inflasi merayap.
c) Inflasi tinggi (hyper inflation) merupakan inflasi yang paling parah
akibatya. Harga – harga naik sampai 5 atau 6 kali dari biasanya.
Masyarakat tidak lagi berkeinginan untuk menyimpan uang. Nilai uang
merosot dengan tajam sehingga ingin ditukarkan dengan barang.
18
Perputaran uang makin cepat, harga naik secara akselerasi. Biasanya
keadaan ini timbul apabila pemerintah mengalami defisit anggaran
belanja (misalnya ditimbulkan oleh adanya perang) yang dibelanjai /
ditutup dengan mencetak uang.
2. Jenis inflasi menurut sebabnya menurut McEachern (2000) yaitu:
a) Demand-Pull Inflation
Demand Pull Inflation atau inflasi karena ditarik permintaan
adalah inflasi karena kenaikan permintaan agregat. Dalam demand-pull
inflation kenaikan kurva permintaan agregat menarik tingkat harga ke
atas. Agar demand-pull inflation dapat terus terjadi, maka kurva
permintaan agregat harus terus bergeser ke atas sepanjang kurva
penawaran agregat. Dalam gambar dibawah kenaikan permintaan
agregat meningkatkan harga dari P ke P’.
Harga
S
P2
P1
Z2
Z1
0
Q1
Q2
Output
Gambar 2.1 Kurva demand pull inflation
Sumber : Boediono (2001)
19
b) Cost-Push Inflation
Cosh Push Inflation adalah inflasi karena penurunan
penawaran agregat. Kenaikan biaya produksi mendorong Dalam
gambar dibawah pergeseran kurva penawaran agregat ke kiri
menaikkan tingkat harga ke atas. Penurunan penawarn agregat
biasanya tidak hanya menyebabkan kenaikan tingkat harga, tetapi juga
penurunan tingkat output. Agar cost-push inflationdapat terus terjadi,
maka kurva penawaran agregat harus bergesar ke kiri sepanjang kurva
penawaran agregat.
Harga
S2
P4
S1
P3
Z
0
Q3
Q4
Output
Gambar 2.2 Kurva Cost push inflation
Sumber : Boediono (2001)
3. Jenis inflasi berdasarkan asal dari inflasi, menurut Boediono (2001) yaitu :
a) Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation) inflasi yang
berasal dari dalam negeri timbul misalnya karena defisit anggaran belanja
20
yang dibiayai dengan percetakan uang baru, panenan yang gagal, dan
sebagainya
b) Inflasi yang berasal dari luar negeri (imported inflation) adalah inflasi
yang timbul karena kenaikan harga – harga (yaitu, inflasi) di luar negeri
atau di negara – negara pelanggan perdagangan suatu negara.
2. Fisher’s Effect
Prinsip International Fisher’s Effect menerangkan hubungan jangka
panjang antara inflasi terus menerus dan suku bunga untuk menjelaskan
prediksi – prediksi pendekatan moneter mengenai bagaimana suku bunga
mempengaruhi kurs. (Krugman dan Obstfeld, 1999)
Hubungan tingkat bunga nominal, tingkat bunga riil, dan tingkat inflasi
dapat ditulis dengan rumus:
r=i–π
jika rumus tersebut diatur kembali dapat ditulis:
i=r+π
keterangan:
r = tingkat bunga riil
i = tingkat bunga nominal
π = tingkat inflasi
Persamaan i = r + π dapat disebut persamaan Fisher, diambil dari
21
nama belakang ekonom Irving
Fisher
(1867-1947).
Persamaan
tersebut
menunjukkan tingkat bunga bisa berubah karena alasan tingkat bunga riil
berubah atau karena alasan tingkat inflasi berubah.
Efek fisher juga menjelaskan bahwa suatu mata uang mengalami
depresiasi di pasar valuta asing ketika suku bunga meningkat bila dibandingkan
dengan suku bunga mata uang lain. Dalam kasus harga yang kaku, kenaikan
suku bunga selalu disertai dengan penurunan perkiraan inflasi dan apresiasi
mata uang dalam jangka panjang, sehingga suku bunga meningkat, maka mata
uang yang bersangkutan langsung terapresiasi. Namun apabila kenaikan suplai
uang dari pendekatan moneter mengalami peningkatan, maka kenaikan suku
bunga juga dibarengi dengan kenaikan perkiraan inflasi yang tinggi, sehingga
mata uang akan langsung terdepresiasi. (Krugman dan Obstfeld, 1999)
D. Produk Domestik Bruto
1. Pengertian
Produk domestik bruto adalah total nilai output pasar suatu negara.
Produk domestik bruto merupakan nilai pasar semua barang dan jasa akhir yang
dihasilkan dalam suatu periode waktu tertentu oleh faktor produksi yang
berlokasi dalam suatu negara (Case & Fair, 2007).
Pengertian produk domestik bruto menurut Samuelson & Nordhaus
(2004) adalah sebutan atau nama yang diberikan untuk total nilai pasar dari
barang jadi dan jasa yang dihasilkan di dalam suatu negara selama periode
22
tertentu, misal dalam kurun waktu satu tahun. Produk domestik bruto
merupakan pengukuran yang paling luas dari total output barang dan jasa suatu
negara. Ini merupakan jumlah nilai dollar konsumsi (C), investasi bruto (I),
pembelanjaan barang dan jasa oleh pemerintah (G), dan ekspor netto (X) yang
dihasilkan di dalam negara selama satu tahun tertentu.Produk domestik bruto
dapat disimbolkan dalam :
PDB = C + I + G + X
Komponen – komponen dalam produk domestik bruto menurut
Mankiw (2006) adalah :
a. Konsumsi
Konsumsi adalah pembelanjaan barang dan jasa oleh rumah tangga.
Barang mencakup pembelanjaan rumah tangga pada barang yang tahan lama,
seperti kendaraan dan perlengkapan, dan barang tidak tahan lama seperti
makanan dan pakaian. Jasa mencakup barang yang tidak berwujud konkret,
seperti potong rambut dan perawatan kesehatan.
b. Investasi
Investasi adalah pembelian barang yang nantinya akan digunakan
untuk memproduksi lebih banyak barang dan jasa. Investasi adalah jumlah
dari pembelian peralatan modal, persediaan, dan bangunan atau struktur.
Pembelian tempat tinggal baru / rumah baru merupakan sebuah investasi
bukan sebuah konsumsi.
23
c. Belanja pemerintah
Belanja pemerintah mencakup pembelanjaan barang dan jasa oleh
pemerintah daerah, negara bagian, dan pusat pemerintahan. Belanja
pemerintah mencakup upah pekerja pemerintahan dan pembelanjaan untuk
kepentingan umum.
d. Ekspor neto
Ekspor neto sama dengan pembelian produk dalam negeri oleh
orang asing (ekspor) dikurangi pembelian produk luar negeri oleh warga
negara (impor). Neto dalam ekspor neto mengacu padakenyataan bahwa
nilai impor dikurangi dari nilai ekspor. Pengurangan ini dilakukan karena
impor barang dan jasa dimasukan kedalam komponen PDB yang lain.
Tujuan dari Produk Domestik Bruto adalah untuk mengukur
keseluruhan performa perekonomian dari suatu negara. Produk domestik bruto
juga berguna sebagai alat ukur harga barang dan jasa di suatu Negara
Menurut Samuelson&Nordhaus (2004) terdapa dua cara dalam
mengukur Produk domestik bruto, yaitu menggunakan alur barang dan alur
penghasilan.
a. Pendekatan alur produk, setiap tahun masyarakat mengkonsumsi barang jadi
dan jasa. Cara penghitunganya hanya memasukan setiap pembelanjaan
barang jadi dan konsumsi yang dilakukan oleh masyarakat. Dengan
24
menambahkan semua anggaran konsumsi yang dibelanjakan pada barang
jadi barang – barang jadi kita akan sampai pada total PDB.
b. Pendekatan alur penghasilan atau biaya, lewat pendekatan ini mengalir
semua arus biaya dalam menjalankan bisnis, biaya ini memasukan upah yang
dibayarkan kepada tenaga kerja, uang sewa yang dibayarkan kepada tanah,
keuntungan yang dibayarkan kepada kapital, dan seterusnya. Biaya – biaya
yang
disebutkan
tadi
merupakan
pendapatan
yang
diterima
oleh
rumahtangga dari perusahaan. Oleh karena itu cara ini merupakan sebagai
total penghasilan yang merupakan biaya dalam menghasilkan produk –
produk jadi masyarakat.
2. Produk domestik bruto deflator
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa PDB adalah untuk mengukur total
pembelanjaan barang dan jasa pada satu negara di tahun tersebut. Masalah
harga yang berubah merupakan salah satu masalah yang harus dipecahkan oleh
ekonom ketika uang dijadikan tolok ukur. Perubahan tersebut menjadi sebuah
gagasan bahwa untuk mengukur PDB tahun tertentu dengan menggunakan
harga pasar yang aktual dari tahun tersebut, memberikan kita PDB nominal atau
PDB pada harga saat ini. Sedangkan PDB nominal dihitung menggunakan
harga yang berfluktuasi. Penghitugan deflator PDB adalah dengan melakukan
pembagian antara PDB nominal dengan PDB riil dimana PDB deflator berlaku
sebagai tolok ukur daru setiap tingkat harga. (Samuelson, 2004)
25
=
3. Teori multiplier akselerator
Menurut
merangsang
prinsip
investasi.
=
akselerator
Sebaliknya
=
pertumbuhan
investasi
yang
output
tinggi
yang
cepat
merangsang
pertumbuhan output yang lebih besar, dan proses akan berlanjut hingga
kapasitas ekonomi telah tercapai, yaitu pada titik dimana laju pertumbuhan
ekonomi melambat. Pertumbuhan yang cenderung lambat akan berdampak pada
pengurangan pengeluaran investasi dan akumulasi inventaris, yang cenderung
akan menyebabkan ekonomi mengalami resesi. Proses tersebut kemudian
bekerja secara kebalikannya hingga mencapai lembah dan ekonomi stabil
kemudian akan meningkat kembali. (Samuelson,2004)
4. Teori Produk domestik bruto terkait nilai tukar
Semakin tinggi harga barang pada suatu negara, semakin banyak uang
yang di butuhkan oleh masyarakat untuk membelanjakan barang tersebut.
Semakin tinggi konsumsi masyarakat semakin banyak barang dari luar yang
masuk ke indonesia, sehingga sebuah negara melakukan banyak impor yang
berakibat nilai mata uang semakin terdepresiasi. Neraca pembayaran yang
defisit akan mengakibatkan nilai tukar rupiah melemah.Pertumbuhan produk
domestik bruto erat kaitannya dengan pasar bebas yang akan mengakibatkan
perubahan pada nilai tukar suatu negara.
26
Dalam pasar bebas perubahan kurs tergantung pada beberapa faktor
yang mempengaruhi permintaan dan penawaran valuta asing. Bahwa valuta
asing diperlukan guna melakukan transaksi pembayaran keluar negeri (impor).
Makin tinggi tingkat pertumbuhan pendapatan (relatif terhadap negara lain)
makin besar kemampuan untuk impor makin besar pula permintaan akan valuta
asing. Kurs valuta asing cenderung meningkat dan harga mata uang sendiri
turun. Demikian juga inflasi akan menyebabkan impor naik dan ekspor turun
kemudian akan menyebabkan valuta asing naik (Nopirin, dalam Triyono,
2008).
E. Dummy Krisis Ekonomi
Krisis ekonomi atau yang sering disebut dengan nama krisis moneter
merupakan suatu peristiwa atau kondisi menurunnya kondisi perekonomian
suatu negara. Krisis ekonomi tersebut mulai melanda Indonesia pada
pertengahan tahun 1997. Krisis ini bermula di Thailand, seiring jatuhnya nilai
mata uang baht akibat beban utang luar negeri yang besar. Kemudian krisis
tersebut menjalar ke negara-negara di Asia, termasuk Indonesia. Krisis ekonomi
tersebut menimbulkan dampak pada perekonomian negara yang semakin
memburuk hingga tahun 1998.
Saat krisis ekonomi melanda Indonesia, tingkat inflasi meningkat tajam.
Tingkat inflasi yang tinggi disebabkan ketidakstabilan harga, berpengaruh pada
berkurangnya daya beli masyarakat. Sehingga saat tingkat inflasi meningkat,
jumlah uang beredar akan meningkat dan menyebabkan nilai tukar rupiah
27
terdepresiasi. Selain berakibat pada meningkatnya tingkat inflasi di Indonesia,
presentase pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) kian menurun selama
krisis ekonomi terjadi. Pada saat tekanan terhadap rupiah Indonesia akhirnya
terlalu kuat, pemerintah memutuskan kebijakan sistem nilai tukar rupiah
mengambang bebas (float freely) sejak bulan Agustus 1997 dibarengi dengan
kebijakan pengetatan uang beredar dan penurunan tarif impor. Dengan
demikian, BI tidak melakukan intervensi lagi di pasar valuta asing, sehingga
nilai tukar ditentukan oleh kekuatan pasar. Sejak saat itu mulailah terjadi
depresiasi nilai tukar rupiah yang sangat signifikan.
Pergerakan nilai tukar rupiah yang berfluktuasi dari tahun ke tahun,
pada masa sebelum krisis ekonomi stabil pada kisaran angka Rp 2.000, namun
setelah krisis ekonomi melanda nilai tukar rupiah melemah mencapai angka Rp
14.900 pada bulan Juni 1998. Berlanjutnya depresiasi rupiah semakin
memperburuk situasi ekonomi negara. Banyak perusahaan-perusahaan dan
pabrik-pabrik yang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besarbesaran. Jumlah pengangguran meningkat dan bahan-bahan sembako semakin
langka. Perusahaan-perusahaan di Indonesia berlomba - lomba membeli dolar
sehingga menimbulkan lebih banyak tekanan terhadap rupiah dan memperburuk
situasi utang yang dimiliki oleh para perusahaan. Persediaan devisa menjadi
langka karena pinjaman-pinjaman baru untuk perusahaan-perusahaan di
Indonesia tidak diberikan oleh kreditur asing. Karena tidak mampu mengatasi
krisis ini maka pemerintah Indonesia memutuskan untuk mencari bantuan
28
keuangan dari Dana Moneter Internasional (IMF) pada bulan Oktober 1997,
serta berupaya mengeluarkan berbagai solusi untuk mengatasi krisis ekonomi
yang melanda Indonesia agar perekonomian negara segera membaik.
F. Teori Nilai Tukar
Indonesia adalah negara yang menganut sistem kurs mengambang atau
floating exchange rate. Perubahan nilai tukar dapat ditentukan oleh pemerintah
atau dapat berubah secara sendirinya karena terdapat perubahan permintaan dan
penawaran uang itu sendiri. Permintaan valuta asing diturunkan dari transaksi
debit neraca pembayaran interasional, sedangkan penawaran valuta asing
berasal dari eksportir yaitu dari transaksi kredit neraca pembayaran
internasional.
Berdasarkan
penjelasan
diatas,
faktor
–
faktor
yang
mempengaruhi kurs valuta asing sebuah negara adalah tingkat harga,
pendapatan dan tingkat bunga. Semakin tinggi tingkat pertumbuhan pendapatan
semakin besar pula tingkat impor suatu negara, hal ini berarti permintaan
akanvaluta asing akan meningkat. Di sisi lain harga mata uang dalam negri akan
menurun atau terdepresiasi(Nopirin, 1995).
Inflasi juga merupakan salah satu komponen yang mempengaruhi
tingkat nilai tukar. Apabila tingkat inflasi naik berbarengan dengan naiknya
harga – harga disebuah negara, menyebabkan tingkat impor akan mengalami
kenaikan dan ekspor turun yang akan mengakibatkan permintaan akan valuta
asing meningkat dan menyebabkan nilai mata uang domestik mengalami
29
depresiasi (Nopirin, 1995).
Kenaikan tingkat bunga dalam negeri akan mengundang investor asing
masuk kedalam negeri untuk menanamkan modalnya masuk. Dengan masuknya
mata uang asing kedalam negri secara langsung akan berdampak pada
menguatny nilai mata uang domestik terhadap mata uang asing atau dengan
kata lain mata uang dalam negri mengalami apresiasi (Nopirin, 1995).
Selain komponen utama di atas, semua kegiatan ekonomi dan
kebijaksanaan pemerintah baik melalui jalur fiskal maupun moneter yang
mempengaruhi pendapatan, harga dan tingkat bunga secara tidak langsung akan
mempengaruhi
tingkat
kurs (Nopirin,
digambarkan sebagai berikut :
30
1995).
Secara skematis
dapat
Kegiatan
ekonomi
Keijakan
pemerintah
Pendapatan, harga,
suku bunga
Faktor faktor
psykologi
Permintaan dan
penawaran valuta asimg
Kurs valuta
asing
Gambar 2.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar
Sumber : Nopirin (1995 :149)
Faktor kebijakan pemerintah disini juga memiliki penagaruh terhadap
pendapatan dan harga meningat peran pemerintah sangat besar dalam
peningkatan pengeluaran negara (Government Expenditure). Peningkatan
pengeluaran negara nantinya akan menaikan pendapatan dan harga. Kenaikan
pendapatan dan harga ini akan menyebabkan impor naik yang berarti juga akan
menaikkan permintaan valuta asing. Akibat selanjutnya secara langsung akan
mendrepresiasi mata uang domestik.
31
G. PENDEKATAN BALANCE of PAYMENT
Nilai tukar adalah harga relatif dari mata uang dua negara. Faktorfaktor dasar yang menentukan nilai mata uang sebuah negara adalah secara
signifikan berhubungan dengan penawaran uang relatif, pendapatan riil relatif,
harga-harga relatif, perbedaan inflasi, perbedaan suku bunga, dan penawaran
aset relatif serta permintaan dalam dua perekonomian nasional. Argumenargumen tersebut disebut sebagai tiga teori nilai tukar dengan pendekatan
Balance of Payment (BOP), pendekatan moneter dan pendekatan keseimbangan
portofolio (Tucker et al, 1991).
PendekatanBalance of Payment (BOP) menekankan pada konsep
aliransupply dan demand. Nilai tukar ditentukan oleh kondisi aliran penawaran
dan permintaan di pasar valas luar negeri. Keseimbangan nilai tukar ditentukan
oleh keseluruhan neraca, didefinisikan sebagai jumlah transaksi berjalan dan
neraca modal. Karena (a) transaksi berjalan bergantung pada harga-harga relatif
dan pendapatan riil relatif, dan (b) arus modal diatur oleh suku bunga relatif dan
ekspektasi nilai tukar, dapat dikatakan bahwa nilai tukar, diberi ekspektasi,
ditentukan oleh harga-harga relatif, pendapatan riil relatif, dan perbedaan suku
bunga. Pergerakan nilai tukar mungkin hasil dari sebuah perubahan parameter
pada faktor-faktor tersebut, atau dari sebuah intervensi buatan oleh pemerintah.
Secara keseluruhan, bukti empiris dari pendekatan ini adalah kurang
memuaskan (Tucker et al, 1991).
32
H. PENELITIAN TERDAHULU
Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan masalah
penelitian ini dipaparkan dalam tabel berikut :
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Mengenai Nilai Tukar
No. Peneliti,
Tahun
1
Weiwei
Yin
dan
Junye Li,
2014
Judul Penelitian
2.
Takatoshi
Ito, Peter
Isard dan
Steven
Symansky,
1999
Pertumbuhan
Ekonomi dan Nilai
Tukar
Riil:
Gambaran
dari
Hipotesis BalassaSamuelson di Asia
3
Carlos J.
Garcia,
Jorge
E.
Restrepo
dan Scott
Roger,
2011
Berapa
Banyak
yang
Harus
Penarget
Inflasi
Pedulikan Tentang
Nilai Tukar?
Dasar
Makroekonomi dan
dinamika
nilai
tukar:
Sebuah
pendekatan
nonarbitrase
makro
keuangan
Variabel
Alat
Analisis
Nilai tukar, VAR
pendapatan
(Vector
dari obligasi Auto
tanpa bunga, Regression)
dan variabel
makro
ekonomi di
wilayah AS
dan Eropa
PDB
per Hipotesis
kapita, nilai Balassatukar
Samuelson
nominal,
nilai
tukar
riil,
rasio
ekspor mesin
dan
PDB
deflator
PDB,
konsumsi,
nilai
tukar
riil, inflasi,
suku bunga
riil,
neraca
perdagangan
33
Model
Dynamic
Stochastic
General
Equilibrium
(DSGE)
Hasil
Hubungan yang
dekat
antara
fundamental
makro ekonomi
dan
dinamika
nilai tukar.
Hipotesis
BalassaSamuelson hanya
berlaku
pada
negara
dengan
ekonomi
yang
berkembang
pesat,
seperti
Jepang,
Korea
dan Taiwan.
Keuntungan dari
memasukkan nilai
tukar
pada
peraturan
kebijakan
yang
terpenting pada
bobot relatif yang
ditempatkan pada
perubahan
atau
level nilai tukar.
Berlanjut ke Halaman 32
Lanjutan Tabel no. 2.1 Penelitian Terdahulu Mengenai Nilai Tukar
4.
Zainul
Muchlas
dan Agus
Rahman
Alamsyah,
2015
Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi
Kurs
Rupiah
Terhadap
Dolar
Amerika
Pasca
Krisis (2000-2010)
5.
Triyono,
2008
Analisis Perubahan Kurs, JUB, Error
Kurs
Rupiah inflasi,
Correction
Terhadap
Dollar tingkat suku Model
Amerika
bunga
SBI (ECM)
dan
nilai
impor
6.
Amir Kia, Faktor
yang
2013
mempengaruhi nilai
tukar riil dalam
sebuah
perekonomian
terbuka kecil: Bukti
dari Kanada
Inflasi,
Analisis
tingkat suku Regresi
bunga, JUB, Berganda
PDB,
dan
BOP
Data
Makroekono
mi
Negara
Canada
quartal
periode 1972
– 2010
Error
Corection
Model
(ECM)
Inflasi,
tingkat
suku bunga, JUB,
BOP
secara
bersama-sama
berpengaruh
terhadap
pergerakan rupiah
terhadap
dolar
Amerika.
Dalam
jangka
panjang
semua
variabel
berpengaruh
positif terhadap
kurs, kecuali JUB
berpengaruh
negatif terhadap
kurs.
Ditemukan bahwa
semua
variabel
kecuali
penawaran uang
riil, suku bunga
domestik dan luar
negeri, pendanaan
hutang domestik
secara eksternal
per PDB memiliki
dampak statistik
yang signifikan
pada nilai tukar
riil di Kanada.
Yin dan Li (2014) dengan judul penelitian “Dasar Makroekonomi dan
dinamika nilai tukar: Bukan Sebuah pendekatan arbitrase makro keuangan”.
Penelitian ini menggunakan variabel nilai tukar, pendapatan dari obligasi tanpa
bunga, dan variabel makro ekonomi. Alat analisis yang digunakan adalah VAR.
Dari hasil penelitian ditemukan hubungan yang dekat antara fundamental makro
ekonomi dan dinamika nilai tukar. Model yang diimplikasikan perubahan nilai
34
tukar bulanan dapat menjelaskan sekitar 57% variasi data yang diobservasi.
Pembaharuan makroekonomi dapat membantu menangkap variasi yang lebih
luas dari perubahan nilai tukar.
Garcia, et.al (2011) dengan penelitian yang berjudul "Berapa Banyak
yang Harus Penarget Inflasi Pedulikan Tentang Nilai Tukar?". Variabel yang
digunakan adalah PDB, konsumsi, nilai tukar riil, inflasi, suku bunga riil,
neraca perdagangan. Model yang digunakan yaitu Dynamic Stochastic General
Equilibrium (DSGE). Hasil dari penelitian ini adalah Tabel 1 merangkum kirakira bagaimana aturan membandingkan dari segi volatilitas inflasi dan output
pada sisi lain, dibandingkan suku bunga dan volatilitas nilai tukar di sisi lain.
Keuntungan dari memasukkan nilai tukar pada peraturan kebijakan yang
terpenting tergantung pada bobot relatif yang ditempatkan pada perubahan atau
level nilai tukar. Volatilitas adalah besarnya jarak antara fluktuasi/naik turunnya
variabel yang bersangkutan. Penelitian ini juga merekomendasikan sarann
bahwa negara dengan keuangan kuat akan berpotensi mendapatkan beberapa
keuntungan dengan memasukkan nilai tukar langsung ke dalam kebijakan.
Saran lain yang diberikan dari penelitian ini adalah untuk negara dengan
keuangan yang rentan dapat memperoleh keuntungan dari pendekatan hybrid IT
(Inflation Targeting).
Muchlas dan Alamsyah (2015) dengan judul penelitian "Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Kurs Rupiah Terhadap Dolar Amerika Pasca Krisis (20002010)". Penelitian ini menggunakan variabel inflasi, tingkat suku bunga, JUB,
35
PDB, dan BOP (Posisi neraca pembayaran internasional Indonesia). Jenis
penelitian yang digunakan adalah explanatory research. Sedangkan alat analisis
yang digunakan yaitu analisis regresi berganda. Dari analisis yang dilakukan,
hasil yang diperoleh adalah diketahui bahwa secara bersama-sama inflasi,
tingkat suku bunga, JUB,BOP secara bersama-sama berpengaruh terhadap
pergerakan rupiah terhadap dolar Amerika.
Triyono (2008) dengan penelitiannya yang berjudul "Analisis
Perubahan Kurs Rupiah Terhadap Dollar Amerika". Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui pengaruh variabel inflasi, JUB, tingkat suku bunga
dan nilai impor terhadap nilai tukar rupiah. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Error Correction Model(ECM). Dari data analisis
menghasilkan kesimpulan pada jangka pendek JUB berpengaruh signifikan
terhadap kurs, sedangkan inflasi, SBI dan nilai impor tidak berpengaruh
signifikan terhadap kurs. Hasil pada jangka panjang adalah semua variabel
berpengaruh positif terhadap kurs, kecuali JUB berpengaruh negatif terhadap
kurs.
Ito, et.al (1999) dengan judul penelitian "Pertumbuhan Ekonomi dan
Nilai Tukar Riil: Gambaran dari Hipotesis Balassa-Samuelson di Asia".
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan salah satu hipotesis populer dari
Balassa-Samuelson di Asia,
yang mana
dugaan
bahwa
peningkatan
produktivitas di sektor perdagangan cenderung lebih tinggi dibandingkan
sektor-sektor non perdagangan, sehingga kurs riil konvensional dibangun akan
36
bergerak dengan cara yang mencerminkan perbedaan lintas negara dalam
kecepatan relatif peningkatan produktivitas antara sektor perdaganagn dan
sektor non perdagangan. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
PDB per kapita, nilai tukar nominal, nilai tukar riil, rasio ekspor mesin dan
PDB deflator. Dari penelitian yang dilakukan hasil yang di dapat adalah
hipotesis Balassa-Samuelson mengenai prediksi tentang pergerakan nilai tukar
riil berdasarkan pattern tertentu (pertumbuhan produktivitas sektor perdagangan
lebih tinggi daripada sektor non-perdagangan) hanya berlaku pada negara
dengan ekonomi yang berkembang pesat, seperti Jepang, Korea dan Taiwan.
Kia (2013) dengan judul penelitian “Faktor yang mempengaruhi nilai
tukar riil dalam sebuah perekonomian kecil terbuka: Bukti dari Kanada”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan sebuah model teori moneter
dari nilai tukar riil dan menunjukkan nilai tukar riil jangka panjang adalah
sebuah fungsi penawaran uang riil, suku bunga domestik dan luar negeri, PDB
riil, pengeluaran pemerintah, defisit PDB, defisit per PDB, hutang kumulatif
domestik dan luar negeri per PDB, pendanaan hutang secara eksternal per PDB
domestik dan luar negeri,serta harga komoditas. Data yang digunakan adalah
data dari negara Kanada dari tahun 1972 sampai tahun 2010. Alat analisis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Error Correction Model (ECM).
Penelitian ini menghasilkan penemuan bahwa semua variabel kecuali
penawaran uang riil, suku bunga domestik dan luar negeri, domestic externally
financed debt per PDB memiliki dampak statistik yang signifikan pada nilai
37
tukar riil di Kanada. Akan tetapi, variabel fiskal domestik tidak memiliki
dampak pada nilai tukar dalam jangka pendek. Perubahan pada suku bunga,
pertumbuhan penawaran uang, harga komoditas, dan US dept per PDB
memiliki dampak negatif pada pertumbuhan nilai tukar riil dalam jangka
pendek.
I. KERANGKA PEMIKIRAN
Pada tinjauan pustaka telah dijelaskan bahwa pengaruh perbandingan
suku bunga, inflasi dan produk domestik bruto antara Amerika Serikat dengan
Indonesia berpengaruh terhadap perubahan tingkat nilai tukar. Kenaikan tingkat
suku bunga domestik yang lebih tinggi daripada tingkat suku bunga Amerika
Serikatmemberi pengaruh depresiasiterhadap nilai tukar rupiah terhadap US
dollar. Apabila kenaikan supply uang dari pendekatan moneter mengalamai
peningkatan, maka kenaikan suku bunga akan mengakibatkan perkiraan
kenaikan inflasi yang tinggi, sehingga mata uang rupiah akan langsung
terdepresiasi.
Pada variabel inflasi dijelaskan pada teori sebelumnya bahwa, tingkat
inflasi dalam negeri yang tinggi dibandingkan dengan negara lain dapat
berakibat melemahkan nilai mata uang domestik. Kenaikan tingkat inflasi akan
meningkatkan harga – harga barang, apabila harga barang mengalami kenaikan
maka secara tidak langsung akan berdampak pada melemahnya nilai tukar mata
uang domestik. Dijelaskan pada penelitian sebelumnya naiknya tingkat inflasi
38
akan berakibat pada naiknya tingkat nilai tukar, artinya nilai tukar mengalami
depresiasi.
Produk domestik bruto dapat diukur dengan melihat neraca
pembayaran, apabila neraca pembayaran mengalami defisit atau nilai impor
lebih tinggi dibandingkan dengan nilai ekspor, secara tidak langsung
berpengaruh terhadap permintaan valuta asing. Kurs mengalami peningkatan
nilai atau dapat dikatakan nilai mata uang domestik mengalami depresiasi.
Berdasarkan tinjauan pustaka beserta penelitian terhdahulu serta untuk
mengetahui pengaruh variabel tingkat suku bunga, tingkat inflasi dan produk
domestik bruto tersebut pada pergerakan nilai tukar rupiah, maka kerangka
berpikir dari penelitian ini dapat ditulis sebagai berikut :
Selisih Suku
Bunga
Indonesia
dengan
Amerika
Serikat
Selisih Inflasi
Indonesia
dengan
Amerika
Serikat
Nilai Tukar Rupiah
Terhadap US Dollar
Selisih PDB
Indonesia
dengan
Amerika
Serikat
Dummy Krisis
Gambar 2.4 Skema Kerangka Pemikiran
39
J. HIPOTESIS
Berdasarkan teori dan kerangka pemikiran yang telah dijelaskan di
atas, maka penulis mengajukan hipotesis untuk dilakukan pengujian variabel
dependen terhadap variabel independen guna mengetahui bagaimana pengaruh
diantara variabel tersebut. Hasil hipotesis sementara yang diajukan adalah :
(H1) : Nilai suku bunga domestik yang lebih tinggi dibandingkan dengan
suku bunga Amerika Serikat diduga terdapat hubungan yang negatif
terhadap nilai tukar domestik, artinya nilai tukar rupiah terhadap US
dollar mengalami apresiasi.
(H2) :
Nilai inflasi domestik yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai
inflasi Amerika Serikat diduga terdapat hubungan yang positif terhaap
nilai tukar rupiah, artinya semakin tinggitingkat inflasi domestik
menyebabkan nilai tukar rupiah terhadap US dollar mengalami
depresiasi.
(H3) :
Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) dalam negeri yang lebih tinggi
dibandingkan dengan PDB Amerika Serikat diduga memberi pengaruh
positif terhadap nilai tukar rupiah, artinya semakin tinggi tingkat
pendapatan relatif semakin tinggi permintaan akan valuta asing, maka
menyebabkan nilai tukar rupiah terhadap US dollar terdepresiasi.
(H4) :
Krisis ekonomi diduga memberi pengaruh positif terhadap nilai tukar
rupiah, artinya apabila terjadi krisis ekonomi maka akan menyebabkan
nilai tukar rupiah terhadap US dollar terdepresiasi
40
Download