kestabilan ekonomi tahun 2003 akan berlanjut di

advertisement
No.5/165/BGub/Humas
KESTABILAN EKONOMI TAHUN 2003 AKAN BERLANJUT DI
TAHUN 2004
Proses pemulihan ekonomi dan kestabilan makroekonomi diperkirakan akan terus
berlanjut hingga tahun 2004. Pertumbuhan ekonomi tahun 2004 diperkirakan
meningkat mencapai kisaran 4 - 5%, meski masih ditopang oleh kekuatan konsumsi.
Seiring dengan membaiknya kondisi perekonomian global dan permintaan domestik,
kegiatan investasi dan ekspor diperkirakan dapat memberikan sumbangan positif
terhadap PDB meski dalam kapasitas yang masih terbatas. Sejalan dengan
membaiknya kegiatan ekonomi, perkembangan harga-harga diperkirakan masih
berada dalam tingkat yang moderat di sekitar 5,5% Sementara nilai tukar
diperkirakan masih cukup terkendali dan stabil. Meskipun pertumbuhan ekonomi
2004 akan lebih baik dan kestabilan moneter secara umum akan tetap terjaga,
namun terdapat beberapa faktor risiko dan ketidakpastian yang perlu diwaspadai.
Mempertimbangkan kondisi ekonomi-moneter tahun 2004 tersebut, Bank Indonesia
akan melanjutkan stance kebijakan moneter yang telah ditempuh selama tahun
2003 di tahun 2004. Dalam hubungan ini, arah kebijakan moneter tetap ditujukan
untuk menyeimbangkan peningkatan permintaan likuiditas perekonomian. Namun
demikian, upaya menjaga kesinambungan stabilitas moneter dalam jangka
menengah-panjang tetap diprioritaskan. Demikian salah satu kesimpulan dalam
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulanan – Desember 2003 yang diselenggarakan hari
ini di Jakarta. Dalam RDG tersebut, disamping membahas evaluasi kinerja ekonomimoneter dan perbankan selama tahun 2003, Dewan Gubernur juga melakukan
penilaian awal atas prakiraan ekonomi-moneter tahun 2004.
Pertumbuhan ekonomi tahun 2003 diperkirakan tumbuh mendekati 4%. Di sisi
permintaan, pertumbuhan ekonomi tersebut masih dimotori oleh konsumsi yang
diperkirakan tumbuh 5,1%. Sementara itu, pertumbuhan investasi dan ekspor lebih
baik dibandingkan tahun 2002, meski peranannya dalam mendorong pertumbuhan
ekonomi masih terbatas. Secara sektoral, seluruh sektor ekonomi mencatat
pertumbuhan positif. Sektor transportasi mencatat pertumbuhan tertinggi
diperkirakan sekitar 8,6%, sementara sektor industri --yang merupakan kontributor
terbesar dalam pembentukan PDB-- mencatat pertumbuhan terendah bersama
sektor jasa, yang diperkirakan sekitar 2,4%. Meskipun peningkatan pertumbuhan
ekonomi tersebut baru dapat menampung jumlah lapangan kerja sebanyak 1,6 juta
orang, namun belum mampu mengurangi jumlah pengangguran terbuka yang saat
ini masih cukup tinggi.
Perkembangan inflasi untuk keseluruhan tahun 2003 diperkirakan akan mencapai
sekitar 4,5%. Tekanan harga di akhir tahun diperkirakan tidak terlalu tinggi
mengingat pengeluaran konsumsi telah mencapai puncaknya di bulan November,
sementara pasokan barang relatif mencukupi. Sampai dengan bulan November,
secara tahunan inflasi tercatat sebesar 5,33% (yoy) dan secara kumulatif inflasi
bulan Januari hingga November telah mencapai 4,08% (ytd). Rendahnya inflasi
dalam tahun 2003 terutama dipengaruhi oleh cukupnya pasokan komoditas bahan
makanan selama sekitar tujuh bulan berturut-turut sehingga menyebabkan
terjadinya deflasi, penguatan kurs rupiah sepanjang tahun 2003, dan perbaikan
ekspektasi inflasi masyarakat.
Selama tahun 2003, nilai tukar rupiah mengalami apresiasi yang cukup tajam, dan
merupakan mata uang terbaik ketiga yang mengalami penguatan tertinggi di
kawasan regional Asia setelah Yen dan Baht. Secara rata-rata rupiah menguat
7,92% dari Rp9.318,-di akhir tahun 2002 menjadi sekitar Rp8.580,- per USD atau
secara point to point menguat 4,97%. Pada bulan November 2003, kurs rupiah
masih relatif stabil dan secara rata-rata bulanan tercatat Rp8.495 per dolar AS.
Penguatan kurs rupiah tersebut didorong oleh derasnya aliran modal masuk (capital
inflows) yang terutama terkait dengan beragamnya penanaman asset di Indonesia
dan masih menguntungkannya perbedaan suku bunga domestik dan luar negeri. Dari
sisi sentimen pasar, membaiknya persepsi atas kondisi fundamental ekonomi
Indonesia, membaiknya indikator risiko dan menguatnya mata uang regional
terhadap dolar telah meningkatkan sentimen positif terhadap rupiah.
Kecenderungan penurunan inflasi dan penguatan kurs rupiah di tahun 2003 telah
memberikan ruang bagi kebijakan moneter untuk menurunkan suku bunga SBI
secara berhati-hati. Arah penurunan suku bunga secara berhati-hati ini telah diikuti
oleh penurunan suku bunga simpanan dan kredit walaupun dengan laju yang lebih
lamban. Sampai dengan bulan November 2003, suku bunga SBI telah menurun
450bps sedangkan suku bunga deposito 1 bulan menurun sebesar 517bps pada
periode yang sama. Sementara itu, penurunan suku bunga kredit terlihat belum
proporsional, tercermin dari penurunan suku bunga kredit investasi yang baru
mencapai 155bps. Penurunan suku bunga tersebut diharapkan dapat mendorong
perbaikan kegiatan ekonomi di sektor riil.
Sejalan dengan itu, penyaluran kredit perbankan lebih baik dibandingkan tahun
2002. Secara rata-rata, pertumbuhan tahunan posisi kredit meningkat cukup
signifikan sebesar 19,2%, jauh lebih tinggi dibandingkan tahun 2002 yang hanya
sebesar 6,2%. Apabila dihitung dari awal tahun sampai dengan bulan September,
kredit perbankan meningkat sebesar Rp43,9 triliun. Peningkatan pertumbuhan kredit
tersebut juga sejalan dengan kinerja perbankan nasional yang relatif stabil dan tidak
terdapat potensi risiko yang membahayakan stabilitas sistem keuangan. Indikator
kinerja perbankan tetap memperlihatkan keadaan yang stabil dan beberapa indikator
memperlihatkan kinerja yang meningkat. Pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) dan
kredit relatif stabil, masing-masing 0,6% dan 1,55% dari bulan sebelumnya,
sedangkan ROA relatif stabil pada kisaran 2,4%. Net interest income (NII) dan net
interest margin (NIM) juga meningkat masing-masing sebesar 14,6% dan 0,41%.
Sebagai penilaian awal, Bank Indonesia memperkirakan bahwa perbaikan kondisi
ekonomi akan terus berlanjut pada tahun 2004. Tingkat inflasi diperkirakan masih
akan bergerak pada tingkat yang relatif rendah yakni sekitar 5,5%. Perkembangan
inflasi ini didasarkan pada beberapa faktor terutama berkurangnya tekanan dari
pasokan bahan makanan. Nilai tukar rupiah diperkirakan akan terkendali dan stabil.
Daya tahan nilai tukar rupiah terhadap guncangan-guncangan di dalam negeri
diperkirakan cukup kuat. Sementara itu, PDB tahun 2004 diperkirakan tumbuh lebih
tinggi, yaitu pada kisaran 4-5%, meski masih ditopang oleh kekuatan konsumsi.
Seiring dengan membaiknya kondisi perekonomian global dan permintaan domestik,
kegiatan investasi dan ekspor diperkirakan dapat memberikan sumbangan positif
yang semakin besar terhadap PDB. Kondisi fiskal diperkirakan menghadapi
tantangan terutama dari sisi pembiayaan karena meningkatnya pembayaran utang
luar negeri dan terbatasnya sumber penerimaan sebagai konsekuensi berakhirnya
program IMF. Meskipun pertumbuhan ekonomi 2004 akan membaik dan kestabilan
moneter secara umum akan tetap terjaga, beberapa faktor risiko dan ketidakpastian
seperti kondisi transisi politik, belum kondusifnya iklim investasi, serta rendahnya
produktivitas dan efisiensi, perlu terus diwaspadai agar tidak berdampak negatif
terhadap ekonomi di tahun 2004.
Mempertimbangkan perkembangan indikator ekonomi-moneter sampai dengan
November 2003 dan perkiraan sampai dengan akhir tahun 2003, Bank Indonesia
tetap melaksanakan kebijakan moneter longgar yang berhati-hati (cautious easing
monetary policy). Sesuai UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, pada awal
tahun 2004 Dewan Gubernur akan menyampaikan secara lengkap evaluasi
pelaksanaan kebijakan moneter tahun sebelumnya dan rencana kebijakan moneter
serta penetapan sasaran-sasaran moneter tahun 2004 dengan mempertimbangkan
sasaran inflasi dan perkembangan kondisi ekonomi-keuangan.
Jakarta, 9 Desember 2003
BIRO KOMUNIKASI
Rusli Simanjuntak
Kepala Biro
Download