Pendugaan nilai genetik dan seleksi untuk karakter

advertisement
4
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Cabai
Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk ke dalam famili
Solanaceae. Terdapat sekitar 20-30 spesies cabai yang telah dikenal, diantaranya
C. baccatum, C. pubescent, C. annuum, C. chinense, dan C. frutescens. Spesies
C. annuum dan C. Frutescens memiliki potensi ekonomi yang lebih tinggi
dibandingkan spesies lainnya. Kedua spesies ini dibudidayakan secara luas di
seluruh dunia, sedangkan spesies lain hanya terbatas di Amerika Selatan saja
(Purseglove et al., 1981).
Capsicum telah dikenal pada masa penjelajahan Colombus di dunia baru
tahun 1492. Capsicum tumbuh dan digunakan secara luas di Caribbean, Amerika
Selatan, Amerika Tengah dan Mexico. Awalnya Colombus mengganggap
Capsicum sebagai pepper (lada) yang memiliki rasa pedas. Selanjutnya ia
menyebarkan tanaman ini ke Spanyol melalui jalur laut. C. annuum memiliki
beragam nama dibeberapa wilayah, seperti chilli di Mexico dan Amerika Tengah
serta axidi Amerika Selatan dan Caribbean (Purseglove et al., 1981).
Menurut Kusandriani dan Permadi (1996) cabai termasuk tanaman dikotil
berbentuk semak, batangnya berkayu, tipe percabangan tegak atau menyebar
dengan karakter yang berbeda-beda tergantung spesiesnya. Struktur perakarannya
diawali dari akar tunggang yang sangat kuat, bercabang-cabang ke samping
dengan akar-akar rambut. Pola pertumbuhan vegetatif berupa cabang-cabang
dikotomi dari batang utama dan tunas-tunas lateralnya.
Cabai merah memiliki daun-daun tunggal yang berpetiol, helai daun
berbentuk ovate atau kadang-kadang lonjong, tepi daun rata yang tumbuh pada
tunas-tunas samping secara berurutan. Daun-daun tunggal tersebut tersusun secara
spiral pada batang utama. Daun berambut lebat atau jarang tergantung pada
spesiesnya. Beberapa varietas dari spesies C. chinense memiliki daun dengan
aroma yang spesifik. Bunga dan buah umumnya bersifat tunggal pada setiap buku.
Spesies C. chinense memiliki dua sampai lima bunga per buku (Kusandriani dan
Permadi, 1996).
5
Warna bunga C. annuum umumnya putih, dengan lima sampai tujuh helai
mahkota bunga (corolla) dan lima sampai tujuh tangkai sari dengan kepala sari
(antera) berwarna biru. Buah pada C. annuum cukup beragam dari segi ukuran,
bentuk, warna, dan tingkat kepedasannya. Umumnya buah berbentuk panjang,
bulat atau kerucut, panjang buah antara 0.8 - 30 cm dengan lebar mencapai 8 mm.
Buah yang belum masak berwarna hijau, kekuning-kuningan, atau keunguunguan. Sedangkan jika telah masak buah berwarna merah, jingga, kuning, coklat,
atau keungu-unguan. Buah mengandung banyak biji, daging buah renyah dan
rongga buah terbagi menjadi dua. Biji berukuran pipih berwarna kuning dengan
diameter terbesar mencapai 3 - 5 mm. Beberapa buah seperti paprika tidak
memiliki rasa pedas sehingga disebut sweet pepper, sedangkan varietas lain
memiliki tingkat kepedasan yang berbeda (Purseglove et al., 1981).
Syarat Tumbuh Cabai
Cabai merah memiliki daya adaptasi yang luas. Menurut Siswanto dalam
Duriat (1996) tanaman cabai merah dapat ditanam pada berbagai jenis tanah dan
sembarang musim. Tanaman cabai juga mampu berproduksi pada berbagai
ketinggian. Tipe tanah yang ideal untuk pertanaman cabai adalah lempung
berpasir, karena mampu mempertahankan kelembapan serta mengandung bahan
organik. Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1999) keasaman (pH) tanah yang
paling sesuai untuk pertumbuhan cabai adalah 6.5 – 7.0.
Tanaman cabai umumnya tahan kekeringan, namun jika kelembaban tanah
kurang selama pembungaan dapat terjadi kerontokan bunga dan buah muda.
Menurut Sumarni (1996) cabai merah tidak menghendaki curah hujan yang tinggi
atau iklim yang basah, karena pada keadaan tersebut tanaman akan mudah
terserang penyakit, terutama yang disebabkan oleh cendawan. Curah hujan yang
baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah sekitar 600 – 1 250 mm/tahun.
Suhu yang optimum untuk pertumbuhan cabai berada pada selang 18– 27 0C,
sedangkan untuk pembungaan dan pembuahan berada pada kisaran suhu
21 – 27 0C dan 15.5– 21 0C. Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1999) pada suhu
dibawah 16 0C dan diatas 32 0C bunga pada cabai tidak akan terbuahi karena
produksi tepung sari yang tidak baik.
6
Pemuliaan Cabai
Menurut Nasir (2001) pemuliaan tanaman merupakan suatu kegiatan untuk
menghasilkan varietas, klon, atau galur baru dengan karakter tertentu yang lebih
baik dari yang telah ada. Syukur et al. (2009) menerangkan bahwa pemuliaan
tanaman merupakan suatu perpaduan antara seni dan ilmu dalam rangka
mengubah dan memperbaiki pola genetik dari satu atau beberapa karakter penting
suatu tanaman menjadi bentuk yang lebih bermanfaat bagi manusia. Menurut
Kusandriani dan Permadi (1996) tujuan dari pemuliaan pada umumnya adalah
untuk memperbaiki daya dan kualitas hasil, perbaikan daya resistensi terhadap
hama dan penyakit tertentu, perbaikan sifat hortikultura, maupun perbaikan
terhadap kemampuan untuk mengatasi cekaman lingkungan tertentu.
Menurut Allard (1992) proses pemuliaan untuk mendapatkan varietas
unggul dari populasi yang tersedia dilakukan melalui serangkaian proses kegiatan
yang meliputi: 1) evaluasi plasma nutfah untuk mendapatkan sumber gen yang
diinginkan, 2) pembentukan populasi dasar bersegregasi melalui persilangan dan
somaklon, 3) seleksi populasi bersegregasi dengan metode yang sesuai,
4) evaluasi daya hasil, 5) uji adaptasi/multilokasi, dan 6) pelepasan varietas
unggul baru.
Karakter Kualitatif dan Kuantitatif
Karakter kualitatif merupakan wujud fenotipe tanaman yang dapat diamati
dan dibedakan dengan jelas secara visual, karena umumnya bersifat diskret.
Karakter kualitatif dikendalikan oleh satu atau beberapa gen. Bila karakter
tersebut dikendalikan oleh satu gen maka disebut dengan karakter monogenik,
sedangkan bila dikendalikan oleh beberapa gen maka disebut karakter oligogenik.
Masing-masing gen dapat memberikan peranan yang cukup besar dalam
mengekspresikan fenotipenya sehingga disebut sebagai gen mayor (Nasir, 2001).
Karakter kualitatif dibedakan berdasarkan ada atau tidaknya gejala dan sedikit
sekali dipengaruhi oleh lingkungan. Pengambilan data pada karakter kualitatif
dilakukan melalui teknik observasi (pengamatan)yang dilanjutkan dengan
pengujian
khi-kuadrat
(Syukur et al., 2009).
(x2)
dan
dibandingkan
dengan
sebaran
Mendel
7
Tanaman pada generasi F2 akan mengalami segregasi sesuai dengan hukum
Mendel. Aksi dan interaksi gen yang berbeda akan membuat pola segregasi
berbeda. Tipe aksi gen dapat dibagi menjadi dua, yaitu interaksi antar alel pada
lokus yang sama, disebut intraalelik (alelik) dan interaksi antar alel pada lokus
yang berbeda, disebut interalelik (non-alelik). Karakter yang dikendalikan oleh
satu lokus (dua alel per lokus) maka interaksi alelik dominan akan menghasilkan
perbandingan segregasi fenotipe 3 : 1 pada keturunan F2, sedangkan jika tidak
terdapat dominansi maka akan menghasilkan nisbah 1 : 2 : 1. Karakter yang
dikendalikan oleh dua lokus akan menghasilkan nisbah 9 : 3 : 3 : 1 jika terjadi
interaksi interalelik dominan (Crowder, 2006).
Menurut Suryo (2005) nisbah segregasi yang dikendalikan oleh dua pasang
gen dapat terdiri atas interaksi interlokus dominan, epistatis dominan, epistatis
resesif, epistatis dominan resesif, gen resesif rangkap (epistatis resesif duplikat),
gen dominan rangkap (epistatis dominan duplikat), gen-gen rangkap dengan
pengaruh kumulatif (interaksi duplikat) dan interaksi kompleks. Epistatis
merupakan interaksi gen dimana sepasang gen dapat menutupi (mengalahkan)
ekspresi gen lain yang bukan alelnya. Gen yang ditutupi disebut dengan gen
hipostatis, sedangkan yang menutupi disebut dengan gen epistatis. Tabel 1
menunjukkan bentuk nisbah segregasi yang terjadi pada interaksi dua lokus
(dikendalikan oleh dua pasang gen).
Tabel 1. Bentuk Nisbah Segregasi pada Berbagai Macam Interaksi Gen
Genotipe
Interaksi interlokus dominan
Epistatis dominan
Epistatis resesif
Epistatis dominan dan resesif
Gen resesif rangkap
Gen dominan rangkap
Interaksi duplikat
Interaksi kompleks
A-B9
A-bb
3
------------12 -----------
9
3
------------ 13 ------------
aaB3
3
aabb
1
1
------------ 4 ---------------------- 3 -----------
9
------------------- 7 ----------------------------------- 15 -----------------1
------------6
------------9
1
------------ 3 ----------10
3
Karakter kuantitatif dikendalikan oleh banyak gen dan merupakan hasil
akhir dari suatu proses pertumbuhan yang berkaitan dengan sifat morfologi dan
fisiologi (Poespodarsono, 1988). Karakter kuantitatif diatur oleh beberapa gen
yang disebut dengan gen ganda (poligen). Masing-masing gen memberikan
8
pengaruh yang kecil, sedangkan pengaruh lingkungannya sangat besar (Crowder,
2006). Karakter kuantitatif dapat diukur dengan menggunakan satuan ukuran
tertentu sehingga disebut sebagai karakter metrik. Karakter kuantitatif tidak dapat
dibedakan secara tegas karena sebarannya bersifat kontinyu. Karakter ini
dikendalikan oleh banyak gen sehingga disebut juga karakter poligenik. Setiap
unit gen memberikan pengaruh yang kecil dalam mengekspresikan fenotipenya
sehingga disebut sebagai gen minor (Nasir, 2001). Menurut Syukur et al. (2009)
seleksi pada karakter kuantitatif dapat dilakukan berdasarkan data statistika.
Pengujian data dilakukan dengan perhitungan nilai tengah, ragam, dan simpangan
bakunya.
Heritabilitas
Brewbaker (1983) menyatakan bahwa kegiatan seleksi efektif dilakukan jika
memenuhi dua persyaratan, yaitu adanya keragaman fenotipe yang cukup besar
dalam populasi asal dan nilai heritabilitas yang cukup tinggi. Heritabilitas
digunakan untuk menentukan apakah ragam pada karakter yang diamati
disebabkan oleh faktor genetik atau oleh faktor lingkungan. Menurut
Poespodarsono (1988) heritabilitas dapat diartikan sebagai proporsi keragaman
teramati yang disebabkan oleh sifat yang diturunkan. Nasir (2001) menyatakan
bahwa heritabilitas adalah proporsi besaran ragam genetik terhadap besaran ragam
fenotipe untuk suatu karakter tertentu.
Terdapat dua bentuk heritabilitas yang lazim dikenal dalam pemuliaan
tanaman, yaitu heritabilitas dalam arti luas (broad sense heritability) dan
heritabilitas dalam arti sempit (narrow sense heritability). Heritabilitas dalam arti
luas memperhatikan keragaman genetik total dalam kaitannya dengan keragaman
fenotipe, sedangkan heritabilitas arti sempit merupakan keragaman yang
diakibatkan oleh peran gen aditif yang merupakan bagian dari keragaman genetik
total (Nasir, 2001).
Nilai heritabilitas dapat dinyatakan dalam bilangan pecahan (desimal) atau
persentase yang berkisar antara 0 dan 1. Heritabilitas dengan nilai 0 menunjukkan
bahwa keragaman fenotipe hanya disebabkan oleh lingkungan, sedangkan
heritabilitas dengan nilai 1 menunjukkan keragaman fenotipe hanya disebabkan
9
oleh genotipe (Poespodarsono, 1988). Nilai heritabilitas dapat dikatakan rendah
apabila kurang dari20 %, sedang pada 20 – 50 %, dan tinggi jika lebih dari 50 %.
Seleksi
Seleksi merupakan salah satu langkah awal pemuliaan dalam merakit suatu
varietas. Seleksi dapat diartikan sebagai proses pemilihan individu atau kelompok
tanaman dari populasi campuran (Poehlman, 1983). Kegiatan seleksi harus
berdasarkan pada prinsip pemuliaan, yaitu lebih efektif dilakukan pada keturunan
yang berbeda dan keragaman tidak diciptakan oleh kegiatan seleksi. Sebaliknya
seleksi menggunakan keragaman yang telah ada (Allard, 1992). Menurut Hallaeur
(1981) tujuan utama dari kegiatan seleksi adalah untuk mengidentifikasi genotipe
yang diinginkan. Penggunaan metode seleksi sangat tergantung pada beberapa hal,
yaitu arah kegiatan pemuliaan yang dilakukan, pola pewarisan sifat atas sifat yang
akan diperbaiki, individu dalam populasi, sejarah seleksi, serta tujuan spesifik dari
program pemuliaan yang dikehendaki.
Menurut Kusandriani dan Permadi (1996) seleksi pada cabai umumnya
dilakukan dengan metode seleksi massa, galur murni, silang balik (back cross),
dan seleksi silsilah (pedigree). Menurut Nasir (2001) seleksi massa dilakukan
pada populasi tanaman yang dikehendaki berdasarkan fenotipenya saja. Tujuan
seleksi massa adalah untuk memperbaiki penampilan populasi melalui pemilihan
dan pencampuran genotipe-genotipe unggul pada populasi tanaman. Seleksi galur
murni (pureline) terbatas hanya mengisolasi genotipe terbaik yang terdapat dalam
populasi campuran. Seleksi silang balik (back cross) umumnya dilakukan dalam
perbaikan sifat yang dikendalikan oleh gen tunggal, yaitu sifat yang tampak secara
visual dan mudah dideteksi secara sederhana (karakter kualitatif). Tujuan utama
seleksi back cross adalah untuk mendapatkan genotipe seperti tetua penerimanya.
Seleksi silsilah (pedigree) merupakan metode seleksi yang membutuhkan
waktu dan tenaga yang banyak. Kegiatan seleksi dilakukan pada generasi awal
(F2). Setiap individu tanaman diamati dan dilakukan pencatatan dengan baik
menyangkut hubungan tetua dengan keturunannya untuk mendapatkan informasi
genetik yang dikehendaki oleh pemulia. Menurut Syukur et al. (2009) tujuan dari
metode seleksi silsilah adalah untuk mendapatkan varietas baru dengan
10
mengkombinasikan gen-gen yang diinginkan. Generasi hasil seleksi silsilah
diharapkan memiliki karakter yang lebih unggul dibandingkan rata-rata kedua
tetuanya.
Terdapat beberapa prinsip umum dalam melakukan kegiatan seleksi
pedigree, yaitu seleksi dilakukan pada generasi awal (F2) dengan tingkat
segregasi yang tinggi (keragaman terbesar), seleksi awal dilakukan terhadap
individu berdasarkan fenotipe yang kemudian ditanam dalam barisan, seleksi
dilakukan berulang terhadap individu terbaik hingga mencapai tingkat
homozigositas yang dikehendaki, dan silsilah dari setiap galur tercatat/diketahui
(Syukur et al. 2009).
Menurut Syukur et al. (2009) seleksi dapat dilakukan melalui satu karakter
maupun beberapa karakter. Seleksi melalui satu karakter umumnya lebih mudah,
akan tetapi seleksi tersebut dapat mempengaruhi karakter lain. Hal ini terjadi
apabila karakter-karakter itu dikendalikan oleh gen yang sama atau gen-gen dalam
keadaan terpaut. Seleksi melalui beberapa karakter dapat dibagi menjadi tiga
macam, yaitu seleksi berurutan, seleksi simultan, dan seleksi indeks. Seleksi
berurutan dilakukan terhadap satu karakter terhadap generasi awal, kemudian
karakter lain pada generasi selanjutnya secara berurutan. Metode seleksi ini
membutuhkan waktu yang lama. Seleksi simultan dilakukan terhadap beberapa
karakter secara sekaligus. Beberapa karakter yang diseleksi diharapkan memiliki
tingkat minimal yang ditentukan. Hanya kelompok individu yang memiliki nilai
di atas tingkat minimal tersebut yang dipilih. Seleksi simultan berkaitan dengan
korelasi antar karakter dan intensitas seleksi.
Seleksi indeks dianggap lebih efisien dibandingkan dengan seleksi
berurutan dan simultan. Seleksi indeks dilakukan melalui beberapa karakter yang
dianggap penting berdasarkan nilai ekonomi, korelasi genotipe dan fenotipe antar
karakter, serta nilai heritabilitasnya (Poespodarsono, 1988). Karakter-karakter
yang dipilih diberi indeks pembobot yang besarnya tergantung pada sifat yang
lebih dipentingkan. Hanya individu atau populasi yang berindeks tertinggi yang
dipilih untuk diteruskan pada generasi-generasi seleksi selanjutnya. Batas-batas
minimum untuk tiap karakter adalah bebas dari satu ke yang lainnya
(Syukur et al., 2009).
11
Kemajuan Seleksi
Syukur et al. (2009) mengemukakan bahwa kemajuan seleksi adalah selisih
antara nilai tengah turunan hasil seleksi dengan nilai tengah populasi yang
diseleksi. Nilai kemajuan seleksi dipengaruhi oleh heritabilitas, simpangan baku
fenotipe populasi yang diseleksi, dan intensitas seleksi. Menurut Baihaki (2000)
intensitas seleksi merupakan besaran yang menunjukkan besarnya bagian yang
diseleksi dari suatu populasi sebaran normal standar. Semakin besar nilai
intensitas seleksi yang digunakan maka nilai kemajuan genetik akibat seleksi akan
semakin besar pula, akan tetapi persentase populasi yang diseleksi akan semakin
kecil.
Brewbaker (1983) mengemukakan bahwa kemajuan genetik dalam seleksi
umumnya bergantung pada ketepatan yang dimiliki oleh pemulia untuk
membedakan dan menentukan genotipe yang diinginkan. Menurut Baihaki (2000)
konsep kemajuan genetik akibat seleksi didasarkan kepada perubahan dalam ratarata penampilan yang dicapai suatu populasi dalam setiap siklus seleksi. Satu
siklus seleksi meliputi pembentukan sebuah populasi bersegregasi, pembentukan
genotipe-genotipe untuk dievaluasi, evaluasi genotipe-genotipe, seleksi genotipegenotipe superior, pemanfaatan atau penggunaan genotipe-genotipe terseleksi,
varietas baru atau sebagai tetua. Penyelesaian satu siklus seleksi akan bervariasi
dari satu strategi metode-metode seleksi. Kemajuan genetik akibat seleksi dapat
dinyatakan dalam satuan per tahun.
Kemajuan seleksi dapat ditingkatkan dengan meningkatkan intensitas
seleksi,
mempercepat
waktu seleksi,
meningkatkan keragaman genetik,
memahami interaksi genotipe dengan lingkungan, serta memperbanyak ulangan
dan lingkungan seleksi (Falconer, 1981). Menurut Trikoesoemaningtyas et al.
dalam Limbongan (2008) kemajuan genetik dapat dimaksimalkan dengan
menentukan kriteria seleksi yang memberikan kemajuan seleksi terbaik.
Umumnya kriteria yang digunakan dalam seleksi didasarkan pada hasil ekonomis
tanaman, namun kriteria ini dipandang memiliki heritabilitas yang relatif rendah.
Hal ini karena karakter daya hasil merupakan karakter kuantitatif yang
dikendalikan oleh banyak gen dan sangat dipengaruhi oleh lingkungan sehingga
menurunkan kemajuan genetik yang diperoleh.
12
Korelasi dan Analisis Lintas
Walpole (1992) menerangkan bahwa korelasi adalah ukuran hubungan
linear antara dua peubah acak x dan y yang diduga dengan nilai koefisien korelasi
(r). Nilai r berkisar antara -1 dan +1. Bila r mendekati +1 atau -1, hubungan antara
kedua peubah tersebut kuat dan dapat dikatakan bahwa terdapat korelasi yang
tinggi antara keduanya. Bila r mendekati 0, hubungan linear antara x dan y sangat
lemah atau mungkin tidak ada sama sekali.
Menurut Falconer (1981) terdapat dua jenis korelasi tunggal, yaitu korelasi
fenotipe dan genotipe. Korelasi fenotipe merupakan nilai derajat keeratan
hubungan antara dua sifat yang langsung diukur, sedangkan nilai korelasi genotipe
adalah nilai derajat keeratan hubungan antara total rata-rata pengaruh dari gen
yang dikandungnya. Menurut Ganefiani et al. (2006) dalam analisis korelasi
tunggal diasumsikan bahwa selain dari kedua sifat yang dipasangkan maka sifat
lain dianggap konstan. Asumsi ini jelas kurang berlaku bagi makhluk hidup,
karena terjadi berbagai proses yang saling berkaitan antara satu dengan yang lain.
Penggunaan analisis lintasan dapat menjawab persoalan tersebut, masing-masing
sifat yang dikorelasikan dengan hasil dapat diuraikan menjadi pengaruh langsung
dan tidak langsung.
Pemilihan karakter langsung dan tidak langsung dalam analisis lintas dapat
dipertimbangkan dalam penentuan kriteria seleksi. Menurut Limbongan (2008)
seleksi terhadap suatu karakter dapat dilakukan secara langsung maupun tidak
langsung. Seleksi tidak langsung terhadap suatu karakter perlu dilakukan karena
seleksi terhadap karakter tersebut lebih mudah dan dapat dilakukan lebih awal.
Persyaratan untuk dapat melakukan seleksi tidak langsung adalah jika karakter
tersebut memiliki korelasi yang kuat dengan karakter produksi.
Download