bbbggggg - Universitas Mercu Buana

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
PENDIDIKAN
AGAMA
ISLAM
Akhlak Islami
Fakultas
Program Studi
Fakultas?
Program
Studi
TatapMuka
05
Kode MK
DisusunOleh
Kode MK?
Dra. Eva Maulina. M.M
Abstract
Kompetensi
- Akhlak adalah perbuatan manusia
yang bersumber dari dorongan
jiwanya
- Akhlak Islami bersifat sakral,
absolut, imperatif, akurat dan
universal
- Nabi Muhammad sebagai contoh
model akhlak Islami
-
Mahasiswa
diharapkan
dapat
menjelaskan pengertian akhlak dan
ruang lingkupnya
Mahasiswa
dapat
memahami
karakteristik Akhlak Islam
2
MODUL 5
AKHLAQ DAN TASAWUF
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan
yang baik bagimu yaitu bagi orang yang mengharap Rahmat Allah
dan kedatangan hari akhir dan dia banyak menyebut Allah”.1
QS al-Ahzab (33): 21
Membangun manusia seutuhnya, tidaklah semudah membalikkan telapak
tangan, bukan pula masalah pendidikan dan pengajaran semata melainkan pula
menyangkut aspek lain dari sisi kehidupan manusia sepanjang hidupnya.
Karenanya
pembinaan
manusia
seutuhnya
(Insaan
Kaamil)
tidak
bisa
mengeyampingkan nilai aklaq dan tasawwuf, sebab bagaimanapun merupakan
filar-filar dari suatu fenomena perkembangan kebudayaan dan peradaban Islam
dari suatu bangsa. Syauqi Beik (Penyair Mesir yang wafat tahun 1932)
mengatakan: “Hanya saja bangsa itu kekal, selama berakhlaq. Bila akhlaqnya
telah lenyap, maka lenyap pula bangsa itu”.1
Begitupula mengenai kajian tasawwuf dalam Islam merupakan sumber
dari pada nilai yang memberikan ikatan moral pada kehidupan manusia yang
menganjurkan bagaimana agar manusia menjadi insan yang berbudi baik
sebagai makhluk sosial, maupun sebagai hamba Allah dalam hubungannya
dengan Khaliq Sang Pencipta.2
A. PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP AKHLAQ
Ahmad Muhammad AL-Hufy mengatakan : akhlak yang telah dibicarakan
orang-orang terdahulu dan yang datang kemudian, tidak seorang pun terlepas
2016
2
Pendidikan Agama Islam
Dra. Eva Maulina,MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
3
dari padanya. Karena dari padanya ada yang baik dan yang buruk seperti : jujur
dan dusta, amanat dan khianaat, keimanan dan kekufuran, berani dan penakut.
Oleh karenanya akhlaq itu memerlukan pengertian secara etimologis maupun
terminologis.3
Kata ‘akhlaq’ ( ‫ ) ااااا‬berasal dari kara ‘Khalaqa’ ( ‫ )ااا‬dengan
akar kata ‘Khuluqan’ ( ‫ ) ااااا‬yang berarti: perangai, tabiat, dan adab; atau
dari kata ‘Khalqin’ ( ‫ ) ااا‬yang berarti : kejadian, buatan atau ciptaan. Jadi
secara etiologis akhlaq ( ‫ ) ااااا‬berarti perangai, adat, tabiat atau sistem
perilaku yang dibuat.4
Dengan demikian secara ke-bahasa-an akhlaq bisa baik dan bisa buruk,
tergantung kepada tata nilai yang dijadikan landasan atau tolok ukurnya. Di
Indonesia kata ‘akhlaq’ selalu berkonotasi positip. Orang yang baik sering kali
disebut berakhlak, sementara orang yang tidak berbuat baik disebut orang yang
tidak berakhlaq.5
Adapun secara terminologis (istilah) para Ulama Akhlaq merumuskan
definisinya dengan berbeda-beda tinjauan yang dikemukakannya, antara lain :
“Al-Qurthuby mengatakan : suatu perbuatan manusia yang bersumber dari
adab kesopananya disebut akhlaq, karena perbuatan itu termasuk bagian
dari kejadiannya.”
Muhammad bin Ilaan Ash-Shadieqy mengatakan : “Akhlaq adalah suatu
pembawaan dalam diri manusia, yang dapat menimbulkan perbuatan baik
dengan cara yang mudah tanpa dorongan dari orang lain.”
Ibnu Maskawaih mengatakan : “Akhlaq adalah bentuk kejiwaan yang
bertanam dalam diri manusia, yang menimbulkan perbuatan
baik dan
buruk, terpuji dan tercela dengan cara yang disengaja.”
Imam AL-Ghazaaly mengatakan : “Akhlaq adalah suatu sifat yang
tertanam dalam jiwa manusia yang dapat melahirkan suatu perbuatan yang
gampang dilakukan tanpa melalui maksud untuk memikirkan lebih lama.
Maka jika sifat tersebut melahirkan suatu tindakan yang terpuji menurut
ketentuan akal dan norma agama, dinamakan akhlaq yang baik. Tetapi
manakala ia melahirkan tindakan yang jahat, maka dinamakan akhlaq yang
buruk.” 6
Dari beberapa definisi tersebut diatas, dapatlah disimpulkan bahwa
akhlaq adalah perbuatan manusia yang bersumber dari dorongan jiwanya. Maka
4
gerakan reflek, denyut jantung dan kedipan mata tidak dapat disebut akhlaq,
karena gerakan itu tidak diperintah oleh unsur kejiwaan.
Itulah
sebabnya,
mengapa
Rasulullah
SAW
bersabda
mengenai
pengertian al-Ihsan ( akhlaq ) :
‫ن ه ي راكان ت ع بد هللا ك ان ك ت راه ف ان ل م ت كن ف ان ل م ت كن ت راه ف ا‬
Artinya: Ihsan itu ialah “memuja Allah seakan kamu memandang-Nya –
maka jikalau kamu belum (tidak) memandang-Nya – maka sesungguhnya Ia
memandangmu”. (HR. Muslim)7
Bagi muslim shalat sebagai pemujaan kepada Allah, pada saat itu hanya
jiwa yang dapat memandang Allah, bukan mata pisik, mata pisik hanya terfokus
ke tempat sujud. Artinya menjiwai suatu perbuatan diri di hadapan Tuhannya.
Oleh karena itu akhlaq sebagai bias atau pancaran dari shalat yang
sukses, ialah menjiwai perbuatan bagaimana yang benar dan baik yang secara
simultan jiwa itu merasakan bahwa diri sedang dipandang / dipantau oleh Allah
SWT. Pemantau Allah SWT tersebut sering disebut ‘muraqabah’.
Dorongan jiwa yang melahirkan perbuatan manusia, pada dasarnya
bersumber dari kekuatan batin yang dimiliki oleh setiap manusia, yaitu : (1)
Tabiat (pembawaan), dorongan jiwa yang disebabkan oleh gharizah (nalurih)
para ulama menyebutnya dengan istilah “Al-Khalqul Fitriyah”. (2) Akal pikiran,
dorongan jiwa yang disebabkan oleh alat kejiwaan, para ulama menyebutnya
dengan istilah “Al-Khalqul Aqlu”. (3) Hati nurani, dorongan jiwa yang
disebabkan oleh faktor Intuitif, para ulama menyebutnya dengan istilah “AlKhalqul Bashierah”.8
Ketiga kekuatan kejiwaan dalam diri manusia inilah yang menggambarkan
hakikat manusia itu sendiri. Maka konsepsi akhlaq dalam Islam selalu
memperhatikan ketiga kekuatan tersebut, agar dapat berkembang dengan baik
dan seimbang, sehingga terwujud manusia yang ideal (Insan Kaamil).
Dengan demikian karena akhlaq adalah sistem nilai yang mengatur pola
sikap dan tindakan manusia di atas bumi, yang bersumber dari Quran dan
Sunnah Rasul serta Ijtihad, maka ruang lingkup akhlaq mencakup hal-hal
sebagai berikut:
2016
4
Pendidikan Agama Islam
Dra. Eva Maulina,MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
5
1. Akhlaq terhadap Allah SWT (Khaliq) antara lain meliputi :
a. Al-Hubb yaitu mencitani Allah SWT melebihi cinta kepada apa dan siapa
pun juga dengan menjadikan firman-Nya, Al-Quran sebagai pedoman
hidup dan melaksanakan segala perintah dan menjauhi laranganNya.
b. Al-Raja, yaitu mengharapkan karunia dan berusaha memperoleh
kehidupan, kecintaan kita kepada Allah SWT diwujudkan dengan cara
keridhaan Allah SWT.
c. As-Syukr, yaitu mensyukuri nikmat dan karunia Allah SWT
d. Qana’ah yaitu menerima dengan ikhlas semua Qadha dan Qadar Illahi
setelah berikhtiar dan berusaha maksimal.
e. Memohon ampun hanya kepada Allah SWT
f. At-taubat, bertaubat hanya kepada Allah SWT, taubat yang paling tinggi
adalah taubatan nasuhaa yaitu taubat benar-benar taubat, tidak lagi
melakukan perbuatan yang dilarang Allah SWT, dan dengan sungguhsungguh melaksanakan semua perintah dan menjauhi segala laranganNya.
2. Akhlak terhadap Makhluk, dibagi dua :
a. Akhlak terhadap manusia, dapat dirinci menjadi :
1) Mencintai Rasulullah (Nabi Muhammad SAW) antara lain :
a) Mencintai Rasulullah secara tulus dengan mengikuti semua
sunah-Nya.
b) Menjadikan Rasulullah sebagai idola, suri teladan dalam hidup dan
kehidupan.
c) Mencintai apa yang disuruh-Nya, tidak melakukan apa yang
dilarang-Nya.
2) Akhlak terhadap Orang Tua (Birrul Walidain), antara lain :
a) Mencintai mereka melebihi cinta kepada kerabat lainnya.
b) Merendahkan diri kepada keduanya diiringi perasaan kasih sayang
c) Berkomunikasi
dengan
orang
tua
mempergunakan kata-kata lemah lembut.
dengan
khidmat,
6
d) Berbuat baik kepada ibu bapak dengan sebaik-baiknya, tidak
menyinggung perasaan dan menyakiti hatinya, membuat ibu
bapak ridha.
e) Mendo’akan
keselamatan
dan
keampunan
bagi
mereka
kendatipun seorang atau kedua-duanya telah meninggal dunia.
Banyak sekali ayat-ayat Al-Qur’an yang mengajurkan agar anak
berbakti kepada ibu-bapaknya, antara lain :
Q.S. Lukman (31) : 14 yang artinya :
“Dan Kami wajibkan manusia (taat) kepada ibu-bapaknya,
ibunya telah mengandung dia dalam keadaan lemah
bertambah lemah, sedang putus susunya adalah dua tahun
(Kami perintah), hendaklah kami bersyukur kepada-Ku dan
ibu-bapakmu, kepadakulah tempat kembali”.
Tidak sedikit anak yang kurang hormat kepada dua orang tuanya,
salah satu penyebabnya adalah kurangnya penghayatan terhadap
nilai-nilai agama. Dalam agama diajarkan bahwa ada 3 (tiga) kriteria
orang tua :
(1) Orang tua kandung, yakni ibu dan bapak (Biruul Walidain);
(2) Orang tuaa angkat;
(3) Mertua (bila sudah menikah). Bila seseorang sudah menikah,
maka kedudukan mertua sama dengan kedua orang tua kandung.
Ia harus dihormati dan dikasihi.
3. Akhlak terhadap diri sendiri, antara lain :
a) Memelihara kesucian diri
b) Menutup aurat (bagian tubuh yang tidak boleh kelihatan, menurut
hukum dan akhlak Islam).
c) Jujur dalam perkataan dan berbuat Ikhlas dan rendah hati
d) Malu melakukan perbuatan jahat
e) Menjauhi dengki dan menjauhi dendam
f) Berlaku adil terhadap diri sendiri dan orang lain
g) Menjauhi segala perkataan dan perbuatan sia-sia
4. Akhlak terhadap keluarga, karib kerabat, antara lain :
a) Saling membina rasa cinta dan kasih sayang dalam kehidupan
keluarga
b) Saling menunaikan kewajiban untuk memperoleh hak
c) Berbakti kepada ibu dan bapak
2016
6
Pendidikan Agama Islam
Dra. Eva Maulina,MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
7
d) Mendidik anak-anak dengan kasih sayang
e) Memelihara hubungan silaturahmi dan melanjutkan silaturahmi
yang dibina orang tua yang telah meninggal dunia
5. Akhlak terhadap Tetangga, antara lain :
a) Saling mengunjungi
b) Saling bantu di waktu senang lebih melebihi tatkala susah
c) Saling beri-memberi, saling hormat-menghormati
d) Saling menghindar pertengkaran dan permusuhan
6. Akhlak terhadap masyarakat, antara lain :
a) Memuliakan tamu;
b) Menghormati nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat
bersangkutan.
c) Saling menolong dalam melakukan kebajikan dan taqwa
d) Menganjurkan anggota masyarakat termasuk sendiri berbuat baik
dan mencegah diri sendiri dan orang lain melakukan perbuatan
jahat (mungkar).
e) Memberi makan fakir miskin dan berusaha melapangkan hidup
dan kehidupannya.
f) Bermusyawarah dalam segala urusan mengenai kepentingan
bersama.
g) Mentaati putusan yang telah diambil
h) Menunaikan amanah dengan jalan melaksanakan kepercayaan
yang diberikan seseorang atau masyarakat kepada kita
i) Menepati janji
b. Akhlak terhadap Lingkungan Hidup (Bukan Manusia), antara lain :
1) Sadar dan memelihara kelestarian lingkungan hidup;
2) Menjaga dan memanfaatkan alam terutama hewani dan nabati, fauna
dan flora (hewan dan tumbuh-tumbuhan) yang sengaja diciptakan
Tuhan untuk kepentingan manusia dan makhluk lainnya;
3) Sayang pada sesama makhluk.9
B. PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP TASAWUF
Sejak dulu hingga sekarang, pembahasan tentang asal kata Tasawuf
belum pernah mencapai kata sepakat. Para ahli berbeda pendapat tentang kata
8
itu, dijelaskan oleh Syekh Ahmad Taqiyuddin Ibnu Taimiyah bahwa perbedaan itu
disebabkan karena adanya kata yang dinisbahkan kepada kata sesuatu.10 Ada
yang dinisbahkan kepada kata safa dan safw yang artinya bersih dan suci.
Maksudnya, kehidupan seorang sufi lebih banyak diarahkan pada penyucian
batin untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Suci, sebab
Tuhan tidak bisa didekati kecuali oleh orang yang suci.11
Adapun tentang definisi tasawwuf (sufi) itu sendiri ada beberapa
pendapat yang dikemukakan oleh sejumlah tokoh sufi. Beberapa diantaranya
adalah sebagai berikut :
1.
Zakaria al-Anshori : “Tasawuf ialah suatu ilmu yang menjelaskan hal ihwal
pembersih jiwa dan penyantun akhlaq baik lahir maupun bathin, guna
memperoleh bid’ah dan tidak meringankan ibadah”.
2.
Abul Qasim al-Qashairi (W. 465H/1072M) : “Tasawuf ialah menerapkan
ajaran Al-Qur’an dan Sunnah Nabi secara tepat, berusaha menekan hawa
nafsu, menjauhi bid’ah dan tidak meringankan ibadah Abul Qasim al-Qashairi
(W. 465H/1072M) : Tasawuf ialah menerapkan ajaran Al-Qur’an dan Sunnah
Nabi secara tepat, berusaha menekan hawa nafsu, menjauhi bid’ah dan tidak
meringankan ibadah”.
3.
Bisyr bin Harits al-Hafi (W.227H/841 M) : “Seorang sufi ialah yang telah
bersih hatinya, semata-mata untuk Allah SWT”.
4.
Abu Husain An-Nuri (W.295H/ 908 M) : “Kaum sufi itu ialah kaum yang
hatinya suci dari kotoran basariyah (hawa nafsu kemanusiaan) dan
kesalahan pribadi. Ia harus mampu membebaskan dari syahwat sehingga ia
berada pada shaf pertama dan mencapai derajat yang mulia dalam
kebenaran”.
5.
Harun Nasution dalam bukunya Falsafat dan Mistisme dalam Islam
menjelaskan bahwa, “tasawuf itu merupakan suatu ilmu pengetahuan dan
sebagai ilmu pengetahuan, tasawuf atau sufisme mempelajari cara dan jalan
bagaimana seorang Islam dapat sedekat mungkin dengan Tuhan.”
Dari berbagai definisi yang berbeda-beda tersebut, kiranya dapat ditarik
suatu kesimpulan tentang pengertian tasawuf itu sebagai berikut :
Tasawuf ialah suatu ilmu pengetahuan yang membahas dan mempelajari tentang
jalan atau cara yang ditempuh dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT. Jalan
atau cara yang dimaksud dengan melalui pembersih rohani, peningkatan amal
2016
8
Pendidikan Agama Islam
Dra. Eva Maulina,MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
9
saleh, berakhlak mulai dan tekun melakukan ibadah menurut contoh Rasulullah
SAW disertai dengan melakukan zuhd, berkhlawat dan kontemplasi.12
Pembagian Tasawuf yang ditinjau dari lingkup pembahasannya, maka
dapat menghasilkan Tasawuf Aqidah (mengenai hakikat keimanan), Tasawuf
ibadah (mengenai rahasia ibadah) dan Tasawuf Akhlaq (mengenai masalah
jiwa). Tetapi bila ditinjau dari sisi corak pemikiran atau konsepsi (teori-teori) yang
terkandung di dalamnya, maka hal itu bisa menjadi Tasawuf Sunny (disebut juga
dengan tasawuf salafy) dan Tasawuf Falsafy (disebut juga dengan ajaran yang
sudah dimasuki oleh teori-teori filsafat).13
C. HUBUNGAN TASAWUF DENGAN AKHLAK
Untuk mengetahui hubungan Akhlaq dengan tasawuf dalam Islam, maka
ada beberapa pernyataan yang dapat dijadikan keterangan; misalnya Ulama
yang mengatakan bahwa akhlaq itu merupakan pangkal tolok Tasawuf,
sedangkan Tasawuf adalah batas akhir Tasawuf.
Begitu juga halnya pernyataan Al-Kattaniy yang telah dikemukakan oleh
Iman Al-Ghazaliy, yang menyatakan hubungan yang sangat erat antara Akhlaq
dengan Tasawuf, yang dilukiskan dalam pernyataannya yang berbunyi :
Artinya :
Tasawuf itu adalah budi pekerti, barang siapa yang menyiapkan bekal
atasmu dalam budi pekerti, maka ia menyiapkan bekal atas dirimua dalam
tasawuf.14
Untuk lebih jelasnya membicarakan hubungan tasawuf akhlaq dengan
tasawuf, memperhatikan beberapa istilah dalam tasawuf. Yaitu istilah At-Takhali;
yang dimaksudnya sebagai upaya pembersih diri dari sifat-sifat tercela, istilah AtTahalli, yaitu upaya pengisian diri dengan sifat-sifat terpuji, dan At-Hajali, yaitu
penyaksian hati ketika mendapat kenyataan Tuhan. Dan ketika hamba
melakukan At-Takhalli dan At-Tahalli (Menyinari hatinya dengan sifat-sifat
terpuji), maka ia masih mengamalkan ajaran Akhlaq. Tetapi ketika hamba
melakukan At-Tahalli (dalam arti mengamalkan Syari-at, Tarekat, Hakekat dan
Ma’rifat), maka ia telah memasuki ajaran Tasawuf. Dan bila hamba itu sudah
sampai pada tahapan Ma’rifat, maka ia pasti mencapai tingkatan At-Tajalli, yaitu
perolehan pancaran cahaya yang bersumber dari Allah SWT; apakah hamba itu
mendapatkan Tajalli dengan Perbuataa-Nya (at-Tajalli Bi-Afaalihi), Tajalli dengan
Nama-Nya (at-Tajalli Bi-Asmaaihi), Tajalli dengan sifat-Nya (at-Tajalli Bi-
10
Shifaaaatihi) ataupun ia mendapatkan Tajalli dengan Dzat-Nya (at-Tajalli BiDzaatihi). 15
Dari uraian ini, dapat dilihat dengan jelas bahwa hubungan akhlaq
dengan tasawuf sangat erat, di mana akhlaq merupakan pangkal tolah tasawuf,
sedangkan tasawuf merupakan batas akhir akhlaq. Atau dengan kata lain, akhlaq
merupakan sarana tasawuf, sedangkan tasawuf merupakan tujuan sementara
akhla. Karena tujuan akhirnya adalah kesejahteraan dunia dan kebahagiaan
akhirat (As-Sa’adah) menurut Ulama Tasawuf Sunniy, atau menjadi manusia
idela (al-Insaaanul Kaamil) menurut Ulama Tasawuf Falsafiy.16
D. UKURAN BAIK DAN BURUK
Ukuran baik dan buruk dalam akhlak adalah ketentuan-ketentuan dari
Allah SWT dan Rasul-Nya yang baik sesuai dengan kehendak-Nya. Allah SWT
berfirman yang artinya “Hanya yang datang dari sisi Allah yang baik bagimu, jika
kalian mengetahui” (Q.S. An-Anhl : 895).
Ukuran baik dan buruk dalam fisafaat etika tidak selalu sejalan dengan
ajaran Islam, karena tidak mengantarkan manusia kepada sesuatu kehidupan
yang benar-benar damai dan harmonis, karena ukuran-ukuran itu mengandung
kelemahan bila dibandingkan dengan kebenaran wahyu Illahi, misalnya : aliran
Vitalisme, aliran utilitarisme, aliran hedonisme, aliran sosialisme dan aliran
humanisme.17
Bagi kita sebagai seorang beriman penilaian tentang baik atau buruknya
suatu perbuatan tidak tergantung pada pendapat, pemikiran, kelompok, dan
golongan tertentu. Untuk menilai baik buruknya sesuatu tolok ukurnya atau
barometernya yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Rasul.18
Apa yang dipandang baik dan buruk menurut kedua sumber itu, mutlak
kita harus mendengar dan taat secara utuh.
E. UKURAN BAIK DAN BURUK DALAM ISLAM
Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah untuk memberi petunjuk
kepada manusia jalan mana yang harus ditempuh dalam meniti dan menata
kehidupan sehingga tercipta suatu tatanan hidup yang selaras dengan
Sunnatullah (hukum Allah yang berlaku untuk alam semesta) yang berlaku
secara tetap dan umum. Islam menetapkan norma-norma kehidupan itu sebagai
ukuran standar untuk menentukan apakah suatu perbuatan yang dilakukan oleh
2016
10
Pendidikan Agama Islam
Dra. Eva Maulina,MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
11
manusia itu baik secara individual maupun kolektif sudah benar atau tidak.
Demikian pula secara individual atau kolektif, ia dapat memastikan apakah
tindakan yang diambilnya itu benar atau salah.19
Norma-norma kehidupan yang ditetapkan oleh Islam tersebut, karena
datang dari Allah, bersifat skaral, absolut, imperatif, akurat dan universal. Ia
memiliki makna uhkrawi. Dikatakan sacral, karena norma-norma Islam memiliki
keterhubungan dengan Allah SWT, sehingga keterikatan (komitmen) padanya
merupakan suatu ibadat yang berdampak pahala dan dosa. Ia juga dikatakan
absolut dalam pengertian memiliki kemutlakan sebagai standar baik atau buruk,
benar atau salah secara baku dan tak berubah, baik karena perbedaan budaya
masyarakat maupun perkembangan waktu. Norma-norma Islam bersifat imperatif
karena ia mengikat setiap orang, mereka harus dan mesti menerapkannya, tanpa
pilihan dan tawar menawar. Akurat, dalam arti akan sangat pas dan tepat
sebagai alat untuk mengendalikan perilaku manusia sehingga selaras dengan
kepentingan penataan kehidupan yang damai dan harmonis. Memberi makna
ukhrawi, dalam pengertian bahwa keuntungan dari pelaksanaannya tidak hanya
dirasakan sekarang dan di sini saja tapi juga nanti di sana, diakhirat, dizaman
setelah kematian.20
Norma-norma keislaman ditentukan oleh pola-pola perilaku yang
disebut dengan akhlak. Model-model perilaku yang baik disebut dengan alakhlaq al-karimah atau al-akhlaq al-mahmudah dan model-model perilaku yang
tidak baik disebut dengan al-akhlaq al-sayyi’ah atau al-akhlaw al-madzmumah.
Al-akhlaq al-karimah adalah model-model perilaku untuk memiliki nilai baik dan
kebajikan dan menjadi ukuran untuk menentukan apakah suatu tindakan yang
dilakukan itu benar atau salah. Kebaikan adalah yang sesuai dengan ukuran itu
dan keburukan adalah yang bertentangan dengan itu. Al-akhlaq al-sayyi’ah
adalah model-model perilaku yang memiliki nilai buruk atau tidak baik.
Keburukan adalah penampilan perilaku yang semacam itu dan kebaikan adalah
perilaku yang berbeda dengan itu. Baik buruknya suatu perbuatan atau tindakan
menurut pandangan Islam diukur dari apakah perbuatan itu menunjukkan alakhlaq al-karimah atau al-akhlaq al-sayyi’ah.21
Norma-norma Islam (akhlaq) diwujudkan dalam bentuk perintah dan
larangan, dorongan dan cegahan, pujian dan kecaman, serta harapan dan
penyesalan atas suatu perbuatan yang dilakukan. Yang baik dan benar adalah
apa-apa yang diperintahkan, didorongkan, dipuji dan diharapkan oleh Islam untuk
12
dilakukan. Apa-apa yang dilarang dan dicegah, dikecam dan diharapkan untuk
ditinggalkan, yang buruk dan tidak baik adalah apa-apa yang dilarang, dicela,
dikecam dan tidak diharapkan untuk dilakukan dan apa-apa yang diperintahkan,
didorongkan, dipuji dan diharapkan untuk ditinggalkan.22
DAFTAR KUTIPAN
Departemen Haji dan Wakaf Saudi Arabia, Al-Qur’an wa Tarjamatu
ma’aniyatu ila Lughati al-Indunisiya, ( Medinah Munawwarah: khadim alHaramain asy-Syarifain, Tahun 1411 H ), h. 168
2
Kahar Masykur, Membina Moral dan akhlak, (Jakarta : Kalam Mulia,
1
1985), cet. Ke-1. h.3.
3
Rivay Sireragar, Tasawuf, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1999),
cet. ke-1, h.xi.
4
Ahmad Muhammad AL Hufy, Akhlak Nabi Muhammad SAW,
(Jakarta : PT. Bulan Bintang, 1978), cet. ke-1, h.13.
5
Zakiah Daradjat, et al, Dasar-dasar Agama Islam, (Jakarta : PT.
Bulan Bintang, 1999), cet. ke-9, h.253.
6
Ibid, h. 253.
7
Barmawie Umary, Materia Akhlak, (Solo: Ramadhani, 1991), Cet.
Ke-10, h. 4
8
Mahyuddin, Akhlak Tasawuf, (Jakarta : Kalam Mulia, 1999), cet. ke-
3, h.4.
9
10
Ibid, h.5.
Miftah Faridl, Etika Islam, (Bandung : Pustaka, 1997), cet. ke-1,
h.110-181.
11
Saifullah Al-Azis Senali, Tasawuf Jalan Hidup Para Wali, (Surabaya
: Putra Pelajar, 2000), cet. ke-1, h.9.
12
K. Permadi, Pengantar Ilmu Tasawuf, (Jakarta : Rinika cipta, 1997),
cet. ke-1, h.25.
2016
12
13
Ibid, h.28.
14
Mahyuddin, Akhlak Tasawuf, op.cit, h.150
15
Ibid, h.151.
16
Ibid, h. 156.
17
Ibid, h. 156.
Pendidikan Agama Islam
Dra. Eva Maulina,MM
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
13
18
Kunarto, Etika Kepolisian, (Jakarta : PT. Cipta Manunggal, 1997), h.
19.
19
Al-Hamid Al-Husaini, Sekitar Maulid Nabi, (Semarang : CV. Toha
Putraa, 1983), h.39.
20
Drs. Zulkabir et. al, Konseptual dan Kontekstual, (Bandung : Itqan,
1993), cet. ke-1, h.98.
21
Ibid, h.98.
22
Ibid, h.99.
Download